• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan serbuk Ban Bekas dan Polistirena Foam Dalam Campuran Aspal Untuk Pembuatan Genteng.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan serbuk Ban Bekas dan Polistirena Foam Dalam Campuran Aspal Untuk Pembuatan Genteng."

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

CAMPURAN ASPAL UNTUK PEMBUATAN GENTENG POLIMER

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana

ISMATUL HUSNA NIM : 070801005

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011

(2)

Judul :PEMANFAATAN SERBUK BAN BEKAS DAN STYROFOAM DALAM CAMPURAN ASPAL UNTUK PEMBUATAN GENTENG POLIMER

Kategori : SKRIPSI

Nama : ISMATUL HUSNA

NIM : 070801005

Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA Departemen : FISIKA

Fakultas :MATEMATIKA DAN ILMU PENGETHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, 19 Agustus 2011 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof.Dr.Tamrin M.Sc Dr. Anwar Dharma S. MS NIP. 196007041989031003 NIP. 195408171983031005

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Fisika FMIPA USU Ketua,

Dr. Marhaposan Situmorang NIP. 1955103019800331003

(3)

PEMANFAATAN SERBUK BAN BEKAS DAN STYROFOAM DALAM CAMPURAN ASPAL UNTUK PEMBUATAN

GENTENG POLIMER

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, 19 Agustus 2011

(4)

PENGHARGAAN

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul : “Pemanfaatan serbuk Ban Bekas dan Polistirena Foam Dalam Campuran Aspal Untuk Pembuatan

Genteng” tepat pada waktunya. Salawat dan salam penulis persembahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW sebagai suri teladan di muka bumi.

Terima kasih yang tiada terhingga penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu serta mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu :

1. Bapak Dr. Anwar Dharma S. MS dan Prof.Dr.Tamrin M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis.

2. Bapak Prof. Drs. M. Syukur Ms selaku dosen wali penulis.

3. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang dan Ibu Dra. Yustinon Ms, selaku ketua dan sekretaris departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

4. Seluruh staf dosen departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

5. Ibunda tercinta (Afifah) yang telah melahirkan, merawat dan selalu mencintai dengan kasih sayang yang tak terbatas, selalu menuntun dan mendo’akan ku agar menjadi orang yang sukses dan berguna bagi nusa dan bangsa.

6. Ayahanda tersayang (Abdullah) yang selalu memberikan perhatian, motivasi, nasehat dan kasih sayang yang tiada pernah henti mengiringi langkahku. 7. Adek-adek ku tersayang, Devi Rahmi dan Nanda Fajriah yang selalu menjadi

semangatku untuk melangkah maju dan menjadi yang lebih baik.

(5)

9. Kakak-kakak seperguruan : Kak Tika, Kak Aisyah, Kak Fajri, Kak Dani, Kak Ega, Kak Muti, Kak Linda Butar-Butar, Kak Eva dan kakak-kakak yang tidak disebutkan namanya yang selalu memberikan perhatiannya untuk penulis. 10.Sahabat-Sahabatku (Juriah, Siska, Juli, Lena, Rahma, Lia, Eva Pgb, Eva R,

Delo, Mora, Suci, Dila, Umi, Angel, Anim, Syifa, Oki, dll) yang selalu membantu, memberikan semangat dan selalu ada di saat suka dan duka.

11.Sahabat-sahabat di Kos Hardupan (Harmonika 28) Kak Yuni, Veny, Yanti, Rani, Devy, Poppy, Rahmi dll. Terima kasih untuk semua kasih sayang kalian. 12.Teman-temanku Angkatan 2007 yang selalu memberikan motivasi dan

nasehatnya untuk penulis.

13.Seluruh teman-teman, rekan-rekan dan Adek-adek di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Semoga Allah SWT memberkahi kita semuanya.

(6)

ABSTRAK

(7)

THE UTILIZATION OF THE TIRE RUBBER POWDER AND STYROFOAM IN MIXED ASPHALT FOR THE MANUFACTURE

OF THE POLYMER’S ROOF

ABSTRACT

(8)

DAFTAR ISI

1.5Manfaat Penelitian 5

1.6Sistematika penulisan 6

BAB II Tinjauan Pustaka

2.1 Genteng 7

2.1.1 Atap sirap 8

2.1.2 Atap genteng tanah liat tradisional 8

2.1.3 Atap genteng keramik 8

2.4.3 Kandungan/Komposisi Aspal 17

2.4.4 Viskositas Aspal 17

2.5 Styrofoam 18

2.5.1 Sifat – Sifat Styrofoam 19

(9)

2.7 Divinil Benzene (DVB) 21

2.8 Pengujian Sampel 21

2.8.1 Pengujian Fisis 22

2.8.1.1 Uji Porositas 22

2.8.1.2 Uji Daya Serap Air 22

2.8.2 Pengujian Mekanis 23

2.8.2.1 Uji Kuat Lentur 23

2.8.2.2 Uji Kuat Impak 24

2.8.3 Pengujian Termal 26

2.8.3.1 Uji Titik Nyala dan Titik Bakar 26 2.9 Syarat Mutu Genteng Menurut Standar Nasional Indonesia 26

BAB III Metodelogi Penelitian

3.1 Tempat Penelitian 27

3.2 Peralatan dan Bahan 27

3.2.1 Peralatan 27

3.2.2 Bahan 28

3.3. Prosedur Penelitian 29

3.3.1 Preparasi Ban bekas Dan Styrofoam bekas 29

3.3.2 Proses pembuatan Genteng polimer 29

3.3.3 Pencetakan Sampel 30

3.3.5 Diagram Alir 32

BAB IV Hasil Dan Pembahasan

4.1 Hasil 33

4.1.1 Pengujian Sifat Fisis 33

4.1.1.1 Hasil Pengujian Porositas 33 4.1.1.2 Hasil Pengujian Daya Serap Air 34

4.1.2 Pengujian Sifat Mekanis 35

4.1.2.1 Hasil Pengujian Kuat Lentur (UFS) 35

4.1.2.2 Hasil Uji Impak 37

4.1.3 Pengujian Sifat Termal 38

4.1.3.1 Hasil Uji Titik Nyala 38

4.2 Pembahasan 39

4.2.1 Analisis Pengujian Fisis Campuran Ban bekas, Styrofoam

dan Aspal 39

4.2.1.1 Pengujian Porositas 39

4.2.1.2 Pengujian Daya Serap Air 40

4.2.2 Analisis Pengujian Mekanis Campuran ban bekas, Styrofoam

dan Aspal 41

4.2.2.1 Pengujian Kekuatan Lentur 41

4.2.2.2 Pengujian Kekuatan Impak 42

(10)

4.2.3.1 Pengujian Titik Nyala dan Titik Bakar 43

Bab V Kesimpulan Dan Saran

5.1 Kesimpulan 46

5.2 Saran 47

Daftar pustaka 48

Lampiran A1 50

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Data Jenis Pengujian dan Persyaratan Aspal Tipe 16

Grade 60/70

Tabel 2.2 Karakteristik Styrofoam 19

Tabel 3.1 Komposisi Bahan 30

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Porositas 34

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Daya serap air 35

Tabel 4.3 Hasil pengujian kekuatan lentur 36

Tabel 4.4 Hasil pengujian Impak 37

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Titik Nyala dan Titik Bakar 38

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Bentuk dan ukuran sampel pada pengujian kuat lentur 24

Gambar 3.2 Bentuk dan Ukuran sampel pada pengujian impak 25

Gambar 3.3 Ukuran Sampel 31

(13)

DAFTAR GRAFIK

Halaman Grafik 4.1 Hubungan Antara Nilai pengujian Porositas dengan 39

Variasi campuran Styrofoam

Grafik 4.2 Hubungan antara nilai pengujian daya serap air dengan 40 Variasi campuran Styrofoam

Grafik 4.3 Hubungan antara nilai pengujian kuat lentur dengan 41 variasi campuran Styrofoam

Grafik 4.4 Hubungan antara nilai pengujian impak dengan 42 variasi campuran Styrofoam

Grafik 4.5 Hubungan antara nilai pengujian titik nyala dengan 43 Variasi campuran Styrofoam

(14)

ABSTRAK

(15)

THE UTILIZATION OF THE TIRE RUBBER POWDER AND STYROFOAM IN MIXED ASPHALT FOR THE MANUFACTURE

OF THE POLYMER’S ROOF

ABSTRACT

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan peningkatan jumlah populasi penduduk kebutuhan akan rumah juga meningkat. Rumah sebagai tempat tinggal merupakan kebutuhan primer setelah makanan dan pakaian. Secara fisik rumah di Indonesia memiliki bagian dinding, atap, pintu, jendela, dan lantai yang didesain sesuai iklim di negara tropis. Adanya dua musim yakni penghujan dan kemarau mengharuskan bentuk atap yang tahan terhadap kedua cuaca tersebut. Di Indonesia atap rumah kebanyakan terbuat dari genteng tanah. Material ini selain tahan terhadap cuaca, juga ringan, kuat dan lebih ekonomis dalam perawatan. (Aryadi, Y., 2010)

Permintaaan genteng semakin meningkat seiring dengan pembangunan yang pesat. Bahan genteng yang digunakan pun sudah sangat bervariasi, mulai dari genteng tanah, seng, genteng berbahan keramik, genteng beton dan lain – lain. Khusus untuk genteng polimer, pemakaiannya saat ini sedang berkembang karena sangat fleksibel dan mudah dipasang serta ringan. Di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara pemakaian genteng polimer ini masih terbatas dikarenakan harga yang relative mahal dan masih merupakan barang impor.

(17)

alam dan aspal. Serta Asna wi 2011 yang membuat genteng dari pemanfaatan LDPE (Low density polyethilen) bekas, aspal iran dan agregat pasir halus.

Berdasarkan Scrap Tire Management Council (STMC), sekitar 250 juta ban bekas telah digunakan di Amerika Serikat, dalam memproduksi karet remah yang berasal dari ban bekas yang di daur ulang menjadi berbagai produk karet. Penggunaan ban bekas ini telah meningkat sekitar 4,5 juta ban pada tahun 1994, menjadi 6 juta ban pada tahun 1995 dan 8 juta ban pada tahun 1996. Pemasaran karet remah ini sendiri telah meningkat 10-15 % pada setiap tahunnya.

Ban bekas bersifat sangat stabil dan merupakan suatu polimer berantai panjang. Beberapa karakteristik dari ban bekas yaitu stabilitasnya dan sifatnya yang tahan lama dan sangat menarik dan kelayakannya selama pemakaian, yang memberikan suatu perlawanan selama pemakaiannya. Faktanya adalah ban bekas merupakan suatu polimer thermoset yang berarti sulit untuk meleleh atau sulit untuk di uraikan menjadi komponen-komponen penyusunnya. Ban bekas bersifat tahan lama terhadap degradasi biologi (Liang, L., 2004).

Untuk itu diperlukan kreasi baru dalam pemanfaatan ban bekas guna mengurangi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh pembakaran limbah ban bekas. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang ban bekas sebagai salah satu komponen dalam pembuatan genteng.

(18)

sebagai perekat dalam campuran tersebut, sedangkan styrofoam berfungsi sebagai perekat dan pengikat.

Zat Adhesif diperlukan dalam pembuatan genteng polimer untuk mengikat material dalam campuran bahan genteng tersebut. Aspal merupakan salah satu bahan yang mempunyai sifat perekat tersebut karena mengandung senyawa hidrokarbon yang di hasilkan dari minyak bumi.

Dari uraian diatas maka peneliti ingin membuat genteng menggunakan Styrofoam dan karet ban bekas sebagai bahan dasar serta aspal sebagai zat perekat. Diharapkan genteng ini memiliki kualitas yang baik dan tahan lama.

1.2 Rumusan Masalah

Pemanfaatan limbah-limbah produksi atau barang bekas masih belum seluruhnya dilakukan, karena kurangnya perhatian dari masyarakat umum maka limbah barang bekas tersebut semakin menjadi masalah.

1. Apakah styrofoam dan serbuk ban bekas dapat bercampur secara sempurna dengan aspal dan agregat pasir.

2. Bagaimana sifat fisik dan mekanik dalam campuran bahan – bahan tersebut. 3. Ingin mengetahui campuran yang sesuai untuk menghasilkan genteng polimer

(19)

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada :

1. Bahan yang digunakan dalam campuran pembuatan genteng polimer adalah aspal dan campuran ban dalam bekas dengan styrofoam bekas.

2. variabel tetap yaitu aspal 10 % , Divinil Benzena 1 % dan Dikumil Peroksida 1 % dari total campuran.

3. Styrofoam dan serbuk ban bekas sebagai variabel bebas yang divariasikan dengan perbandingan (80:10%, 70:20%, 60:30%, 50:40%, 40:50%, 30:60%, 20:70% dan 10:80%) dari total campuran.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Melakukan studi pembuatan polipaduan Aspal, Serbuk Ban Bekas, Dan Styrofoam untuk pembuatan genteng.

2. Menentukan konsentrasi campuran yang tepat dalam pembuatan genteng polimer.

(20)

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Pemanfaatan serbuk ban bekas dan styrofoam yang merupakan limbah yang bisa digunakan kembali dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi.

2. Diharapkan produk genteng polimer ini dapat menghasilkan kualitas yang lebih bermutu.

(21)

1.6 Sistematika penulisan

Sistematika Penulisan pada masing-masing bab adalah : Bab I Pendahuluan

Bab ini mencakup latar belakang penelitian, batasan masalah yang akan diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tempat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan.

Bab III Metodelogi Penelitian

Bab ini membahas tentang peralatan dan bahan penelitian, diagram alir penelitian dan prosedur penelitian.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan analisa data yang diperoleh dari penelitian.

Bab V Kesimpulan dan Saran

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Genteng

Genteng merupakan bagian utama dari suatu bangunan sebagai penutup atap rumah. Fungsi utama genteng adalah menahan panas sinar matahari dan guyuran air hujan. Jenis genteng bermacam-macam, ada genteng beton, genteng tanah liat, genteng keramik, genteng seng dan genteng kayu (sirap). Keunggulan genteng tanah liat (lempung) selain murah, bahan ini tahan segala cuaca, dan lebih ringan dibanding genteng beton. Sedangkan kelemahannya, genteng ini bisa pecah karena kejatuhan benda atau menerima beban tekanan yang besar melebihi kapasitasnya. Kualitas genteng sangat ditentukan dari bahan dan suhu pembakaran, karena hal tersebut akan menentukan daya serap air dan daya tekan genteng. .(Aryadi, Y., 2010).

Genteng merupakan salah satu komponen penting pembangunan perumahan yang memiliki fungsi untuk melindungi rumah dari suhu,hujan maupun fungsi lainnya. Agar kualitas genteng optimal, maka daya serap air harus seminimal mungkin, agar kebocoran dapat diminimalisir. (Musabbikhah dan Sartono, P. 2007).

Genteng merupakan benda yang berfungsi untuk atap suatu bangunan. Dahulu genteng berasal dari tanah liat yang dicetak dan dipanaskan sampai kering.

(23)

genteng juga digunakan campuran seperti serat alam, serat asbes, serat gelas, perekat aspal dan biji-biji logam yang memperkuat mutu genteng.

Dengan mengingat fungsi genteng sebagai atap yang berperan penting dalam suatu bangunan untuk pelindung rumah dari terik matahari, hujan dan perubahan cuaca lainnya. Maka genteng harus mempunyai sifat mekanis yang baik, seperti kekuatan tekan, kekuatan pukul, kekerasan dan sifat lainnya.( Saragih,D.Natalia., 2007)

Berikut jenis genteng yang popular pada saat ini :

2.1.1.Atap sirap

Penutup atap yang terbuat dari kepingan tipis kayu ulin (eusideroxylon zwageri) ini umur kerjanya tergantung keadaan lingkungan, kualitas kayu besi yang digunakan, dan besarnya sudut atap. Penutup atap jenis ini bisa bertahan antara 25 tahun hingga selamanya. Bentuknya yang unik cocok untuk rumah rumah bergaya country dan yang menyatu dengan alam.

2.1.2. Genteng tanah liat tradisional

Material ini banyak dipergunakan pada rumah umumnya. Genteng terbuat dari tanah liat yang dipress dan dibakar dan kekuatannya cukup bagus.Genteng tanah liat membutuhkan rangka untuk pemasangannya. Genteng dipasang pada atap miring. Warna dan penampilan genteng ini akan berubah seiring waktu yang berjalan. Biasanya akan tumbuh jamur di bagian badan genteng. Bagi sebagian orang dengan gaya rumah tertentu mungkin ini bisa membuat tampilan tampak lebih alami, namun sebagian besar orang tidak menyukai tampilan ini.

2.1.3. Genteng Keramik

(24)

20 – 50 tahun dapat ditanyakan ke distributor. Aplikasinya sangat cocok untuk hunian modern di perkotaan.

2.1.4. Genteng beton

Bentuk dan ukurannya hampir sama dengan genteng tanah tradisional, hanya bahan dasarnya adalah campuran semen PC dan pasir kasar, kemudian diberi lapisan tipis yang berfungsi sebagai pewarna dan kedap air. Sebenarnya atap ini bisa bertahan hampir selamanya, tetapi lapisan pelindungnya hanya akan bertahan antara 30 tahun hingga 40 tahun.

2.1.5. Seng

Atap ini sebenarnya dibuat dari lembaran baja tipis yang diberi lapisan zinc secara elektrolisa. Tujuannya untuk membuatnya menjadi tahan karat. Jadi, kata seng berasal dari bahan pelapisnya. Jenis ini akan bertahan selama lapisan zinc ini belum hilang, yang terjadi sekitar tahun ke-30-an. Setelah itu, atap akan mulai bocor apabila ada bagian yang terserang karat.

2.1.6. Genteng dak beton

Atap ini biasanya merupakan atap datar yang terbuat dari kombinasi besi dan beton. Banyak digunakan pada rumah-rumah modern minimalis dan kontemporer. Konstruksinya yang kuat memungkinkan untuk mempergunakan atap ini sebagai tempat beraktifitas. Contohnya menjemur pakaian dan bercocok tanam dengan pot.Kebocoran pada atap dak beton sering sekali terjadi. Maka perlu pengawasan pada pengecoran dan pemakaian waterproofing pada lapisan atasnya.

2.1.7. Genteng Metal

(25)

Ukuran yang tersedia bervariasi, 60-120cm (lebar), dengan ketebalan 0.3mm dan panjang antara 1.2-12m.

2.1.8. Genteng Aspal

Bahan meterial yang satu ini dari campuran lembaran bitumen (turunan aspal) dan bahan kimia lain. Ada dua model yang tersedia di pasar. Pertama, model datar bertumpu pada multipleks yang menempel pada rangka. Multipleks dan rangka dikaitkan dengan bantuan sekrup. Genteng aspal dilem ke papan. Untuk jenis kedua, model bergelombang, ia cukup disekrup pada balok gording.

Pemakaian atap kaca semakin popular untuk mendapatkan penerangan alami dalam rumah pada siang hari. Biasa dipakai pada bagian rumah yang tidak mendapatkan cahaya langsung dari jendela atau sebagai aksen yang melengkapi design sebuah rumah. Bentuknya pun bermacam macam, ada yang berbentuk lembaran kaca atau genteng kaca sesuai kebutuhan.( Rumah ide,2011)

2.2 Genteng Polimer

(26)

ekonomis dan estetis serta menggunakan bahan alam yang berlimpah sebagai bahan pengisi (Batan,2009).

Keuntungan dari genteng polimer ini yaitu : 1.Ramah lingkungan

2. Tahan lama

3. Pemeliharaannya mudah 4. Fleksibel

Berdasarkan sistemnya genteng ini memiliki struktur polimer khusus yang meningkatkan fleksibilitas.Kekuatan tarik produk meningkat karena usia pembuatan lapisan lebih kuat dan lebih tahan lama untuk menyediakan produk dengan kinerja yang sangat baik.(Syafruddin, 2009)

2.3 Ban Bekas

Ban merupakan bagian dari suatu kendaraan yang merupakan produk karet yang paling penting dan diproduksi dalam jumlah yang dalam volume tinggi. Ban juga merupakan suatu bagian dari elemen terpenting dalam suatu kenderaan. Lebih dari setengah karet alam dan karet sintetis di dunia digunakan dalam industri ban.

Polimer karet yang ada di ban bekas kendaraan telah digunakan sebagai aditif untuk meningkatkan kekuatan ikatan aspal dengan agregat. Ini berarti sekaligus juga memecahkan masalah lingkungan, ban bekas tidak dibakar percuma. Berkaitan dengan isu lingkungan, beberapa negara sudah menjalankan daur ulang aspal, jalan aspal yang rusak tidak ditambal dengan aspal baru tetapi dengan daur ulang aspal (Ismunandar, 2006).

2.3.1 Sifat – Sifat Ban Bekas

(27)

tambahan. Bahan tambahan dapat digolongkan sebagai bahan vulkanisasi, penggerak-penggerak vulkanisasi dan accelerators, pengisi-pengisi penguatan, semi reinforcing, atau pencampur, antidegradants, pelunak-pelunak.

Ban merupakan bahan buangan sisa roda ban modern yang terdiri dari seutas gabungan cord/rubber. Ban roda yang dihasilkan dari beberapa komponen-komponenyang terpisah seperti innerliner, dawai dan kabel, sabuk-sabuk dan lain-lain serta komponen yang berbeda mempunyai komposisi-komposisi karet yang berbeda.

Ban bekas bersifat sangat stabil dan merupakan suatu polimer berantai panjang. Beberapa karakteristik dari ban bekas yaitu stabilitasnya dan sifatnya yang tahan lama, yang sangat menarik, dan kelayakannya selama pemakaiannya. Faktanya adalah bahwa ban bekas merupakan suatu polimer termoset yang berarti sulit untuk meleleh atau sulit diuraikan menjadi komponen penyusunnya (Liang. L, 2004).

Dalam daur ulang ban bekas, banyak sekali metoda yang dicoba baru-baru ini, terutama terhadap alternatif temuan teknologi yang bersifat lebih ekonomis dan lebih banyak sumber daya konservatif. Metoda hemat untuk memperoleh kembali bahan-bahan yang berharga dari bermacam-macam bahan-bahan yang berbasis polimer. Metoda pendaur-ulangan ini dapat diterapkan tetapi tidak terbatas pada ban roda sisa saja, bisa juga plastik, dan sejumlah produk-produk polimer yang berbeda atau campuran-campuran kompleks (Ediputra, 2010).

Dalam hal ini, peneliti menggunakan ban bekas yng diperoleh dari tempat vulkanisir ban atau ban truk.

2.4 Aspal

(28)

Aspal terbuat dari minyak mentah, melalui proses penyulingan atau dapat ditemukan dalam kandungan alam sebagai bagian dari komponen alam yang ditemukan bersama sama material lain. Aspal dapat pula diartikan sebagai bahan pengikat pada campuran beraspal yang terbentuk dari senyawa-senyawa komplek seperti Asphaltenese, Resins dan Oils. Aspal mempunyai sifat visco-elastis dan tergantung dari waktu pembebanan. ( The Blue Book--Building & Construction, 2009)

Aspal merupakan distilat paling bawah dari minyak bumi, yang memiliki banyak sekali manfaat dan kegunaan. Aspal dapat digunakan di dalam bermacam produk - produk, termasuk:

a. Jalan aspal,

b. Dasar pondasi dan subdasar,

c. Dinding untuk lubang di jalanan, trotoar kakilima, jalan untuk mobil, lereng-lereng, jembatan-jembatan, dan bidang parkir,

d. Tambalan lubang di jalanan, e. Jalan dan penutup tanah, f. Atap bangunan, dan g. Minyak bakar

2.4.1 Sifat –Sifat Aspal

Aspal dikenal sebagai suatu bahan/material yang bersifat viskos atau padat, berwarna hitam atau coklat, yang mempunyai daya lekat (adhesif), mengandung bagian-bagian utama yaitu hidrokarbon yang dihasilkan dari minyak bumi atau kejadian alami (aspal alam) dan terlarut dalam karbondisulfida.

(29)

Pada proses pencampuran dan proses pemadatan sifat aspal dapat ditunjukkan dari nilai viscositasnya, sedangkan pada sebagian besar kondisi saat masa pelayanan, aspal mempunyai sifat viscositas yang diwujudkan dalam suatu nilai modulus kekakuan.

Aspal adalah material termoplastik yang secara bertahap mencair, sesuai dengan pertambahan suhu dan berlaku sebaliknya pada penguranga suhu. Namun demikian, perilaku/respon material aspal tersebut terhadapsuhu dan prinsipnya membentuk suatu spektrum/beragam, tergantung dari komposisi unsur-unsur penyusunnya.

Aspal adalah material penting dalam perkerasan lentur karena dapat merekatkan (bersifat sebagai perekat), mengisi rongga (sebagai filter) dan memiliki sifat kedap air (waterproof). Penggunaan aspal sebagai material perkerasan jalan cukup luas, mulai dari lapis permukaan, lapis pondasi, lapis aus, maupun lapis penutup.(Sulaksono, 2001)

2.4.2 Jenis Aspal

Secara umum, jenis aspal dapat diklasifikasikan berdasarkan asal dan proses pembentukannya adalah sebagai berikut :

a. Aspal Alam

Aspal alam ada yang diperoleh di gunung-gunung seperti aspal di pulau buton, dan ada pula yang diperoleh di pulau Trinidad berupa aspal danau. Aspal alam terbesar di dunia terdapat di Trinidad, berupa aspal danau.

(30)

b. Aspal Minyak

Aspal minyak bumi adalah aspal yang merupakan residu destilasi minyak bumi. Setiap minyak bumi dapat menghasilkan residu jenis a sphaltic base crude oil yang mengandung banyak aspal, pa rafin base crude oil yang mengandung banyak parafin, atau mixed base crude oil yang mengandung campuran aspal dengan parafin. Untuk perkerasan jalan umumnya digunakan asphaltic ba se crude oil.

Hasil destilasi minyak bumi menghasilkan bensin, minyak tanah, dan solar yang diperoleh pada temperatur berbeda-beda, sedangkan aspal merupakan residunya. Residu aspal berbentuk padat, tetapi dapat pula berbentuk cair atau emulsi pada temperatur ruang. Jadi, jika dilihat bentuknya pada temperatur ruang, maka aspal dibedakan atas beberapa bagian, yaitu :

1. Aspal padat adalah aspal yang berbentuk padat atau semi padat pada suhu ruang dan mencair jika dipanaskan. Aspal padat dikenal dengan nama semen aspal (asphalt cement). Oleh karena itu, semen aspal harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan pengikat agregat.

2. Aspal cair (asphalt cut-back) yaitu aspal yang berbntuk cair pada suhu ruang. Aspal cair merupakan semen aspal yang dicairkan dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi seperti minyak tanah, bensin, atau solar. Bahan pencair membedakan aspal cair menjadi tiga bagian, yaitu Slow Curing dengan bahan pencair solar, Medium Curing dengan bahan pencair minyak tanah, dan Rapid Curing dengan bahan pencair bensin.

(31)

disebut dengan emulsi asam, dan aspal emulsi nonionik (tidak mengalami ionisasi). Sedangkan berdasarkan kecepatan mengerasnya, aspal emulsi dapat dibedakan atas tiga bahagian yaitu Rapid Setting, Medium Setting, dan Slow Setting (Sukirman, 2003).

Aspal padat iran merupakan salah satu jenis aspal yang diimpor dari Iran-Teheran. Aspal jenis ini sangat sesuai dan direkomendasikan untuk negara beriklim tropis seperti Indonesia, karena di desain untuk bisa elastis menyesuaikan suhu yang naik dan turun, contohnya aspal yang dipergunakan sebagai bahan utama dalam penelitian ini yaitu aspal dengan angka penetrasi 60/70. Untuk data jenis pengujian dan data persyaratan aspal tersebut tercantum seperti pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.1 Data Jenis Pengujian dan Persyaratan Aspal Tipe Grade 60/70

Sifat Ukuran Spesifikasi/Pe Kerugian pemanasan %wt Max. 0,2 ASTM-D6 Penurunan pada penetrasi

setelah pemanasan % Max. 20 ASTM-D6&D5

Titik nyala oC Min. 250 ASTM-D92

Kelarutan dalam CS2 %wt Min. 99,5 ASTM-D4

Spot Test Negatif AASHO T102

(32)

dikenal dengan Hot Mix sedangkan jenis lainnya seperti aspal beton campuran hangat, aspal beton campuran dingin, dan aspal mastis (Asiyanto, 2008).

2.4.3 Kandungan Dalam Aspal

Secara umum komposisi dari aspal terdiri dari asphaltenes dan maltenes. Asphaltenes merupakan material berwarna hitam atau coklat tua yang larut dalam heptane. Maltenes merupakan cairan kental yang terdiri dari resin dan oils, dan larut dalam heptanes. Resins adalah cairan berwarna kuning atau coklat tua yang memberikan sifat adhesi dari aspal, merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang selama masa pelayanan jalan. Oils adalah media dari asphaltenes dan resin, berwarna lebih muda. Proporsi dari asphaltenes, resin, oils berbeda tergantung dari banyak faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatan dan ketebalan aspal dalam campuran.

2.4.4 Viskositas Aspal

Sifat kekentalan material aspal merupakan slah satu faktor penting dalam pelaksanaan perencanaan campuran maupun dalam pelaksanaan dilapangan. Disini hubungan antara kekentalan dan suhu memegang peranan penting. Sebelum dilakukan perencanaan campuran, biasanya kekentalan material aspal harus ditentukan dulu karena bila tidak akan mempengaruhi sifat campuran aspal itu selanjutnya. Misalnya pada suhu pencampuran tertentu, apabila viskositasnya terlalu tinggi, maka akan menyulitkan dalam pelaksanaan campuran. Sebaliknya pada suhu tersebut, apabila viskositasnya terlalu rendah, maka aspal tersebut menjadi kurang berperan sebagai bahan perekat pada campuran dan ini akan mengurangi stabilitas campuran.

(33)

Kekentalan absolut atau kekentalan dinamik dinyatakan dalam satuan Pa detik atau poises (1 poises = 0.1 Pa detik). Viskositas kinematik dinyatakan dalam satuan cm2/detik dan stokes atau centi stokes ( 1 stokes = 100 centistokes = 1 cm2/detik). Karena kekentalan kinematik sama dengan kekentalan absolut dibagi dengan berat jenis (kira-kira 1 cm2/detik untuk aspal), kekentalan absolut dan kekentalan kinematik mempunyai harga yang relatif sama apbila kedua-duanya dinyatakan masing-masing dalam poises dan stokes.

Kekentalan atau viskositas absolut pada alat Sybolt-Furol dinyatakan oleh waktu menetes(dalam detik) yang diperlukan oleh 120 ml benda uji untuk melalui suatu lubang yang telah dikalibrasi, diukur dibawah kondisi tertentu. Waktu ini kemudian dikoreksi dengan suatu koefisien tertentudan selanjutnya dilaporkan sebagai nilai viskositas dari benda uji tersebut pada suhu tertentu. Sedangkan viskositas kinematik dinyatakan oleh waktu yang dibutuhkan oleh aspal cair dengan suhu 60oC untuk mengisi penuhnya labu gelas (Sulaksono, 2001).

2.5 Styrofoam

Salah satu jenis Polistirena Foam/PS yang cukup populer di kalangan masyarakat produsen maupun konsumen adalah styrofoam. Polistirena foam dikenal luas dengan istilah styrofoam yang seringkali digunakan secara tidak tepat oleh publik karena sebenarnya styrofoam merupakan nama dagang yang telah dipatenkan oleh perusahaan Dow Chemical. Oleh pembuatnya polistirene dimaksudkan untuk digunakan sebagai insulator pada bahan konstruksi bangunan.

(34)

Styrofoam begitu banyak dimanfaatkan dalam kehidupan, tetapi tidak dapat dengan mudah direcycle sehingga pengolahan limbahnya harus dilakukan secara benar agar tidak merugikan lingkungan. Pemanfaatan Styrofoam bekas untuk bahan aditif dalam pembuatan aspal polimer merupakan salah satu cara meminimalisir limbah tersebut. (Damayanthi, 2004).

Tabel 2.2 Karakteristik Styrofoam

Sifat Fisis Ukuran

Densitas 1050 kg/m³

Densitas EPS 25 – 200 kg/m³ Spesifik Gravitasi 1,05

Konduktivitas Listrik (s) 10-16 S/m Konduktivitas Panas (k) 0.08 W/(m·K) Modulus Young(E) 3000-3600 MPa Kekuatan Tarik (st) 46–60 MPa

Perpanjangan 3–4%

Notch test 2–5 kJ/m²

Temperatur Transisi gelas (Tg) 95 °C

Styrofoam dihasilkan dari campuran 90-95% polistirena dan 5-10% gas seperti n-butana atau n-pentana. Styrofoam dibuat dari monomer stirena melalui polimerisasi suspensi pada tekanan dan suhu tertentu, selanjutnya dilakukan pemanasan untuk melunakkan resin dan menguapkan sisa blowing agent. Styrofoam merupakan bahan plastik yang memiliki sifat khusus dengan struktur yang tersusun dari butiran dengan kerapatan rendah, mempunyai bobot ringan, dan terdapat ruang antar butiran yang berisi udara yang tidak dapat menghantar panas sehingga hal ini membuatnya menjadi insulator panas yang sangat baik. (Badan POM, 2008).

2.5.1 Sifat –Sifat Styrofoam

(35)

bagus. Penambahan karet pada saat polimerisasi dapat meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan kejut. Styrofoam jenis ini dikenal dengan nama High Impact Polystyrene (HIPS). Styrofoam murni yang transparan bisa dibuat menjadi beraneka warna melalui proses compounding. Styrofoam banyak dipakai dalam produk-produk elektronik sebagai casing, kabinet dan komponen-komponen lainya. Peralatan rumah tangga yang terbuat dari polistirena, a.l: sapu, sisir, baskom, gantungan baju, ember.

Karakteristik

 Stabilitas dimensi yang tinggi dan shrinkage yang rendah

 Temperatur operasi maksimal < 90 °C

 Tahan air, bahan kimia non-organik, alcohol

 Rapuh ( perpanjangan 1-3%)

 Tidak cocok untuk aplikasi luar ruangan

 Mudah terbakar. (Machine,2011)

2.6 DIKUMIL PEROKSIDA (DCP)

Diantara berbagai tipe inisiator, peroksida (ROOR) dan hidroperoksida (ROOH) merupakan jenis yang paling banyak digunakan. Mereka tidak stabil dengan panas dan terurai menjadi radikal-radikal pada suatu suhu dan laju yang tergantung pada strukturnya. Yang ideal, suatu inisiator peroksida mestilah relatif stabil pada suhu pemrosesan polimer untuk menjamin laju reaksi yang layak (Stevens, 2001).

Teknik crosslinking (ikat silang) karet dengan peroksida telah dikenal sejak lama. Keuntungan umum menggunakan peroksida sebagai zat ikat silang adalah ketahanannya baik pada suhu tinggi dalam waktu yang lama, keelastisannya yang baik, dan tidak ada penghilangan warna pada produk akhir.

(36)

DCP juga bereaksi keras dengan senyawa yang bertentangan (asam, basa, zat pereduksi dan logam berat).

Sebaiknya DCP disimpan dalam kondisi temperatur kamar (< 27 oC atau maksimum 39 oC) dan untuk menjaga dari zat pereduksi dan senyawa–senyawa yang tidak kompatibel dengannya (chemichalland, 2009).

2.7 DIVINIL BENZENE ( DVB)

Divinil benzene berubah – ubah secara ekstrim zat crosslinking (ikat silang) yang sangat baik dan juga meningkatkan sifat – sifat polimer. Sebagai contoh, divinil benzene banyak digunakan pada pabrik adesif, plastic, elastomer, keramik, material biologis, mantel, katalis, membrane, perlatan farmasi, khususnya polimer dan resin penukar ion (Hafizullah, A. 2010).

Rumus molekul divinil benzene C10 H10, titik didih 195oC, tidak larut dalam air dan larut dalam etanol dan eter dan titik nyala 76oC. Ketika beraksi bersama-sama dengan stirena, divinil benzene dapat digunakan sebagai monomer reaktif dalam resin polyester. Stiren dan divinil benzene bereaksi secara bersam-sama menghasilkan kopolimer stirena dvinil benzene (James, 2005).

2.8 PENGUJIAN SAMPEL

(37)

2.8.1. Pengujian Fisis 2.8.1.1 Pengujian Porositas

Porositas merupakan proporsi volume rongga kosong. Porositas juga berhubungan langsung dengan kerapatan. Porositas dinyatakan dalam % yang menghubungkan antar volume benda keseluruhan. Berdasarkan ASTM C 373 – 88, porositas sampel dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :

Porositas (%) = x x100%

2.8.1.2 Pengujian Daya Serap Air

Pada saat terbentuk sampel kemungkinan ada terkjadinya udara yang terjebak dalam lapisan agregat atau terjadi karena dekomposisi mineral yang pembentuk akibat perubahan cuaca, maka terbentuklah lubang atau rongga kecil di dalam butiran agregat (pori). Pori dalam sampel bervariasi dan menyebar diseluruh butiran. Pori-pori mungkin menjadi reservoir air bebas didalam agregat. Presentase berat air yang mampu diserap agregat dan serat didalam air disebut daya serapan air, sedangkan bnayaknya air yang terkandung dalam agregat dan serat disebut kadar air (Saragih, D. Natalia, 2007)

(38)

Pengujian daya serap air ini telah dilakukan terhadap semua jenis variasi sampel yang ada, berikut data hasil penimbangan berat sampel kering dan berat sampel basah.

Pengujian daya serap air (Water absorbtion) dilakukan pada masing – masing sampel pengeringan.lama perendaman dalam air adalah selama 24 jam dalam suhu kamar . Massa awal sebelum direndam diukur dan massa sesudah perendaman.Untuk mendapatkan nilai penyerapan air dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

2.8.2.1 Pengujian Kekuatan Lentur (UFS/Ultimate Flexture Strength)

Sampel uji berbentuk persegi panjang dengan ukuran 150 mm disesuaikan dengan standart ASTM D – 790. Pengujian Kekuatan Lentur (UFS) dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan polimer terhadap pembebanan. Dalam metode ini metode yang digunakan adalah metode tiga titik lentur. Pengujian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui keelastisan suatu bahan.

(39)

kemudian tombol RECALL untuk memperoleh beban dan regangan maksimum. Dicatat beban atau Load dan stroke (defleksi)yang ditunjukkan oleh alat Electronoic System Universal Testing Machine.

Gambar. 2.1 Bentuk dan ukuran sampel pada pengujian kuat lentur

Pada permukaan bagian atas cupilkan yang dibebani akan terjadi kompresi, sedangkan pada permukaan bawah sampel akan terjadi tarikan. Pada pengujian ini terhadap sampel uji diberikan pembebanan yang arahnya tegak lurus terhadap sampel. Persamaan yang digunakan untuk memperoleh kekuatan lentur yaitu :

UFS = 2 2

3 bd

PL

...(2.3) Dimana :

P = Load (beban), N

L = jarak span (1 cm = 0,01m) b = lebar sampel (mm)

d = tebal sampel (mm)

2.8.2.2 Pengujian Impak (Is)

(40)

penguji.Hal ini dilakukan untuk mengetahui besarnya energi yang hilang akibat gesekan pada porosnya dan gesekannya dengan udara. Setelah penumpukan sampel hingga sampel patah/retak maka pengukuran dilakukan dengan membaca skala yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk skala.

Gambar 2.2 Pengujian Kuat Impak

Cara yang biasa dilakukan utnuk mengukur kekakuan dari bahan-bahan plastik dan komposit ialah dengan pengujian impak. Pengujian yang biasa dilakukan dengan model Charpy. Dalam urutan utnuk mempunyai sebuah perbedaan energi impak, pendulum dapat dibebaskan dari keadaan yang berbeda.

Kekuatan impak yang dihasilkan (Is) merupakan perbandingan antara energi serap (Es) dengan luas penampang (A).

Is = A

Es ……….

(2.4) Dimana :

(41)

2.8.3. Pengujian Termal

2.8.3.1 Uji Titik Nyala dan Titik Bakar

Pada pengujian ini,suhu dari material ditingkatkan secara gradual pada jenjang yang tetap. Seiring kenaikan suhu,titik api kecil dilewatkan diatas permukaan benda uji yang dipanaskan tersebut. Titik nyala ditentukan sebagai suhu terendah dimana percikan api pertama kali terjadi sedangkan titik bakar ditentukan sebagai suhu dimana benda uji terbakar.

Titik nyala dan titik bakar material perlu diketahui sebagai indikasi temperatur pemanasan maksimum dimana masih dalam batas – batas aman pengerjaan dan agar karakteristik material tidak berubah (rusak) akibat dipanaskan melebihi temperatur titik bakar.(Sulaksono,2009)

2.9 Syarat Mutu Genteng Menurut Standar Nasional Indonesia

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 0099 : 2007, Syarat mutu genteng meliputi :

1. Sifat Tampak

Genteng harus memiliki permukaan atas yang mulus , tidak terdapat retak, atau cacat lain yang mempengaruhi sifat pemakaiannya.

2. Penyerapan Air

Penyerapan air maksimal 10 %

3. Ketahanan terhadap Perembesan Air ( Impermeabilitas)

Tidak boleh ada tetesan air dari permukaan bawah genteng kurang dari 20 jam ± 5 menit.

(42)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Tempat penelitian

Penelitiannya dilakukan di lakukan di laboratorium Ilmu Kimia Polimer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.

3.2 Peralatan dan Bahan 3.2.1 Peralatan

1. Ayakan 0,6 mm

Berfungsi sebagai saringan atau ayakan untuk menyaring ban bekas. 2. Spatula

Berfungsi sebagai alat yang digunakan untuk mengaduk campuran bahan. 3. Neraca Analitik

Berfungsi sebagai alat untuk menimbang sampel atau bahan. 4. Hot Plate

Berfungsi sebagai pemanas.

5. Hot Kompressor Gonno Hydraulic press

Berfungsi sebagai alat yang digunakan untuk bahan cetak hasil ekstruksi yang berdasarkan pada pemanasan.

6. Cetakan sampel berupa balok ukuran 17x5 cm Berfungsi sebagai tempat pencetakan sampel. 7. Beaker Glass 250 mL

(43)

8. Gelas Ukur 50 mL

Berfungsi untuk mengukur xylene yang akan dilarutkan dengan styrofoam. 9. Ekstruder MIFPOL BRS 896

Berfungsi sebagai alat untuk melelehkan polimer.

10. Electronic System Universal Tensile Machine Type SC-2DE

Alat ini digunakan untuk pengujian sifat mekanis sampel terutama kekuatan lentur dengan kapasitas 200 kgf.

11. Mikrometer Skrup

Berfungsi untuk mengukur tebal sampel. 12. Impaktor Wolpert

Berfungsi untuk pengujian kekuatan impak komposit yang dilengkapi dengan skala.

13. Aluminium foil

Berfungsi untuk melapisi cetakan. 14. Plat tipis

Berfungsi tempat meletakkan sampel.

3.2.2 Bahan

1. Aspal Iran dengan tipe penetrasi 60/70 2. Karet ban bekas

3. Styrofoam bekas 4. Xylene

(44)

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Preparasi Polistirena Foam dan Ban bekas

1. Styrofoam bekas di hancurkan sehingga menjadi bagian-bagian yang kecil kemudian di buat ke dalam variasi 80 g, 70 g, 60 g, 50 g, 40 g, 30 g, 20 g dan 10 g dan masing-masing dilarutkan dengan xylene sebanyak 100 ml. 2. Serbuk ban bekas disaring dengan ayakan dengan ukuran butiran 1 cm dan

ditimbang dengan variasi 10g, 20g, 30g, 40g, 50g, 60g, 70g dan 80g. 3.3.2 Proses Pembuatan Genteng Polimer

1. Aspal dimasukkan ke dalam beaker glass sebanyak 10 g dan dipanaskan dengan suhu 100oC.

2. Ditambahkan styrofoam (PS) 80 g dan serbuk ban bekas 10g, lalu diaduk dengan menggunakan spatula selama 10 menit.

3. Ditambahkan DCP 1 %, DVB 1% dan diaduk selama 30 menit.

4. Hasil pencampuran bahan tersebut diekstruksi dengan suhu 150oC dan tekanan 38 atm pada Hot Compressor.

5. Hasil ekstruksi dikeringkan diudara terbuka.

6. Kemudian dicetak dengan cetakan sampel berukuran 17x5 cm dan di press pada tekanan 38 atm (38,5 x 105 Pa) dan suhu 150oC dengan Hot Compressor. 7. Hasil cetakan di uji dengan pengujian fisis, mekanis dan termal.

(45)

Tabel 3.1 Komposisi Bahan

No Sampel Komposisi (% berat) dari berat total 100 g Styrofoam

(PS)

Serbuk ban bekas

Aspal

Sampel I 80g 10g 10g

Sampel II 70g 20g 10g

Sampel III 60g 30g 10g

Sampel IV 50g 40g 10g

Sampel V 40g 50g 10g

Sampel VI 30g 60g 10g

Sampel VII 20g 70g 10g

Sampel VIII 10g 80g 10g

Perbandingan komposisi bahan ini dibuat berdasarkan penelitian genteng polimer terdahulu.

3.3.3. Pencetakan Sampel

(46)

Tebal

0,2 mm

Lebar

70 mm

Panjang

150 mm

(47)

3.3.4 Diagram Alir (Flow Chart) Penelitian

100oC dengan Hot Plate

(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Pengujian Sifat Fisis 4.1.1.1 Pengujian Porositas

Pengujian porositas dilakukan untuk mengetahui bnyaknya lubang atau pori-pori dalam sampel yang berhubungan langsung dengan kerapatan. Sehingga semakin sedikit pori-pori maka kerapatan juga akan semakin rendah dan porositasnya juga semakin baik. Porositas dinyatakan dalam satuan % (persen). Berdasarkan ASTM C 373 – 88, porositas sampel dapat dihitung menggunakan persamaan berikuat :

Porositas (%) = x x100% V

M M

a ir K J  

...(4.1) Dengan :

P = Porositas, %

Mj = Massa jenuh sampel, g

Mk = Massa kering sampel di udara, g V = volume benda uji (mm3)

Berdasarkan hasil uji Porositas diatas pada tabel 4.1 tersebut diperoleh grafik yang menyajikan hubungan antara persentase campuran serbuk ban bekas dan styrofoam bekas pada pembahasannya.

(49)

Tabel 4.1 Hasil pengujian Porositas

4.1.1.2 Pengujian daya serap air

Pengujian daya serap air ini mengacu pada ASTM C-20-00-2005 tentang prosedur pengujian , dimana bertujuan untuk menentukan besarnya persentase air yang terserap oleh sampel yang direndam dengan perendaman selama 24 jam.

(50)

Mk = Massa kering ,g.

Dari perhitungan tersebut, maka diperoleh persentase penyerapan air ( Water absorbtion) masing – masing sampel sebagai berikut :

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Daya serap air No Komposisi 4.1.2.1 Pengujian Kekuatan Lentur (UFS)

(51)

UFS = 2

4.3 Tabel hasil pengujian kekuatan lentur Ket : * = Sampel Hancur

(52)

4.1.2.2 Uji impak (Is)

Uji impak ini bertujuan untuk menentukan ketangguhan sampel terhadap pembebanan dinamis.metode impak ini disesuaikan dengan model Charpy, dimana sampel dalam bentuk tertidur dengan ukuran yang telah ditentukan, dengan kedua ujung sampel diletakkan pada penumpu lalu melepaskan beban dinamis dengan tiba – tiba menuju sampel. Kekuatan impak yang dihasilkan (Is) merupakan perbandingan antara energi serap (Es) dengan luas penampang (A).

Is =

(53)

4.1.3 PENGUJIAN SIFAT TERMAL 4.1.3.1 Uji titik Nyala dan Titik Bakar

Pada pengujian ini,suhu dari ditingkatkan secara gradual pada jenjang yang tetap.seiring kenaikan suhu,titik api kecil dilewatkan diatas permukaan benda uji yang dipanaskan tersebut.titik nyala ditentukan sebagai suhu terendah dimana percikan api pertama kali terjadi sedangkan titik bakar ditentukan sebagai suhu dimana benda uji terbakar.

Titik nyala dan titik bakar material perlu diketahui sebagai indikasi temperatur pemanasan maksimum dimana masih dalam batas – batas aman pengerjaan dan agar karakteristik material tidak berubah (rusak) akibat dipanaskan melebihi temperatur titik bakar. Berikut ini adalah tabel hasil pengujian titik nyala dan titik bakar :

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Titik Nyala dan Titik Bakar No. Komposisi

Styrofoam : Ban bekas (gr)

Komposisi Aspal (gr)

Tx /Ttitk nyala(Detik)

Ty/Titik Bakar(Detik)

1 80:10 10 36 40

2 70:20 10 24 36

3 60:30 10 23 34

4 50:40 10 22 33

5 40:50 10 20 30

6 30:60 10 20 28

7 20:70 10 19 26

(54)

4.2 Pembahasan

4.2.1 Analisis Pengujian Fisis Campuran ban bekas, Styrofoam dan Aspal. 4.2.1.1 pengujian Porositas

Berdasarkan ASTM C 373 – 88 hasil dari pengujian Porositas , diperoleh nilai porositas minimum pada komposisi campuran styrofoam bekas dan serbuk ban bekas (80:10) yaitu 0,98 % dan porositas maksimum pada campuran styrofoam bekas dan serbuk ban bekas variasi (10:80) yaitu 5,9 % . Ini menunjukkan bahwa penggunaan styrofoam bekas dalam jumlah yang banyak cukup baik karena dapat mengurangi porositas.

Nilai porositas minimum pada komposisi styrofoam bekas dan serbuk ban bekas (80:10), dikarenakan styrofoam menyebar merata (homogen) di dalam campuran tersebut sehingga menghalangi sebagian air untuk masuk. Jadi semakin banyak styrofoam yang digunakan kualitas porositas genteng akan semakin baik, tetapi itu juga dipengaruhi oleh berat komposisi dan kehomogenan bahan.

Hal ini terlihat pada grafik uji porositas terhadap campuran styrofoam bekas dan serbuk ban bekas seperti berikut :

(55)

4.2.1.2 Pengujian Daya Serap Air

Berdasarkan tabel terlihat bahwa nilai daya serap air paling maksimum yaitu 1,34 % dengan perbandingan campuran styrofoam bekas dan serbuk ban bekas sebesar (10:80)%.

Pada komposisi styrofoam dan serbuk ban bekas (80:10) nilai daya serap airnya paling minimum diantara semua variasi yaitu 0,07 % dan ini menunjukkan bahwa pada komposisi tersebut adalah hasil yang terbaik untuk uji daya serap air, juga dikarenakan styrofoam menyebar merata (homogen) didalam campuran tersebut sehingga menghalangi sebagian air untuk masuk ke dalam genteng.

Ini menunjukkan bahwasanya efektivitas penggunaan styrofoam sebagai bahan aditif cukup baik karena dapat mengurangi daya serap air sampai 0,07%. Hal ini dikarenakan sifat styrofoam yang tahan terhadap air. Banyaknya kandungan air didalam campuran aspal cenderung mengurangi daya tahan campuran aspal karena menyebabkan erosi. Sehingga dengan ditambahkannya bahan styrofoam, persentase daya serap air menjadi lebih kecil. Seperti terlihat pada grafik berikut :

(56)

Berdasarkan SNI-03-1969-1990, diketahui bahwa kandungan air dalam aspal maksimum sebesar 3%. Hal ini menunjukkan bahwa semua sampel yang telah diujikan, untuk nilai penyerapan airnya telah memenuhi standar minimum penyerapan air terhadap aspal menurut Standar Nasional Indonesia (SNI).

1.2.1 Analisis Pengujian Mekanis Campuran ban bekas, Styrofoam dan Aspal. 4.2.2.1 Hasil Pengujian Kekuatan Lentur

Pengujian kekuatan lentur dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan bahan terhadap pembebanan atau sifat keelastisan pada suatu bahan. Pada penelitian ini pembebanan yang digunakan adalah pembebanan dengan tiga titik lentur. Hasil yang diperoleh pada pengujian ini berbeda-beda. Yang dipengaruhi oleh ketebalan dan lebar dari masing-masing sampel.

Sampel uji berbentuk persegi panjang dengan ukuran 150 mm yang disesuaikan dengan standar ASTM D-790. Pengujian kekuatan lentur dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan bahan terhadap pembebanan pada tiga titik lentur. Disamping itu, pengujian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui keelastisan suatu bahan.

Grafik 4.3 Hubungan antara nilai pengujian kuat lentur dan variasi campuran Styrofoam

(57)

Hasil pengujian tersebut ditampilkan secara digital, dimana diperoleh beban maksimum (load) dalam satuan kgf dan regangan (stroke) dalam satuan mm/menit. Dari grafik 4.3 terlihat jelas bahwa nilai kuat lentur maksimum pada bahan campuran variasi (80:10) sebesar 8900 MPa adalah hasil pnegujian kuat lentur maksimum. Sedangkan nilai kuat lentur minimum adalah 0 Mpa yang terdapat pada campuran styrofoam bekas dan serbuk ban bekas dengan perbandingan (20:70) dan 10:80) itu dikarenakan sampelnya tidak mempunyai nilai kekuatan lentur sedikitpun. Jadi, semakin banyak styrofoam dalam campuran akan semakin baik kekuatan lenturnya. Tetapi itu juga dipengaruhi oleh kehomogenan komposisi bahan.

1.2.1.2 Pengujian Kekuatan Impak

Pengujian kekuatan impak ini bertujuan untuk mengetahui ketangguhan sampel terhadap pembebanan dinamis. Pengujian yang biasa dilakukan untuk mengukur kekuatan impak dari bahan-bahan polimer yaitu dengan metode charpy. Dalam urutan untuk mengetahui sebuah perbedaan energi impak, pendulum dapat dibebaskan dari keadaan yang berbeda. Energi yang hilang oleh impaktor dikacaukan oleh kehilangan dalam mesin itu sendiri.

(58)

Berdasarkan grafik diatas terlihat jelas bahwa nilai kuat impak maksimum pada komposisi styrofoam bekas dan serbuk ban bekas (80:10) sebesar 23,5 kJ/m2. Sedangkan nilai kuat impak minimum terdapat pada komposisi styrofoam dan serbuk ban bekas (50:40) sebesar 7,4 kJ/m2. Ini sesuai dengan sifat yang dimiliki styrofoam yang ringan dan kaku, cenderung semakin banyak komposisi styrofoam ditambahkan ke dalam campuran hasilnya akan lebih kuat. Bisa dilihat dari grafik bahwa nilai pengujian impak semakin menurun. Hal ini dikarenakan variasi campuran lebih homogen dan juga dipengaruhi oleh ketebalan sampel.

4.2.3 Analisis Pengujian Termal Campuran Ban bekas, Styrofoam dan Aspal 4.2.3.1 Pengujian Titik Nyala dan Titik Bakar

Grafik 4.5 Grafik Hubungan antara nilai pengujian titik nyala dengan variasi campuran Styrofoam

Berdasarkan grafik diatas dapat disimpulkan bahwa titik nyala minimum terdapat pada campuran styrofoam dan sebuk ban bekas dengan komposisi (10:80) yaitu 13 detik. Itu dikarenakan styrofoam yang tidak tahan api dan komposisinya lebih banyak daripada serbuk ban bekas. Titik nyala maksimumnya terjadi pada komposisi styrofoam dan serbuk ban bekas dengan perbandingan (80:10) yaitu 36 detik.

(59)

Keteraturan data ini disebabkan oleh beberapa hal terutama pada proses pembuatan genteng polimernya juga, disebabkan oleh proses pencetakan sampel dengan ketebalan yang berbeda sehingga sangat berpengaruh pada volume dan pengujian lainnya. Tetapi hasil pengujiannya masih kurang karena pengaruh styrofoam yang tidak tahan api.

Grafik 4.6 Hubungan antara nilai pengujian titik bakar dengan variasi campuran Styrofoam

Sedangkan untuk pengujian titik bakar dapat dilihat hasilnya pada grafik dibawah ini. Berdasarkan hasil grafiknya dapat disimpulkan bahwa titik bakar terendah atau minimum terdapat pada campuran styrofoam bekas dan serbuk ban bekas dengan komposisi (10:80) yaitu 25 detik. Titik bakar maksimumnya adalah 40 detik pada komposisi (80:10) itu terjadi disebabkan faktor pengujiannya.

Terlihat pada grafik bahwa nilai titik bakarnya linier. Ini antara lain disebabkan oleh kehomogenan komposisi styrofoam bekas dan sebuk ban bekas serta ketelitian pada proses pembuatan dan pengujian genteng polimernya.

(60)

Untuk data hasil pengujian maksimum dari komposisi campuran variasi dapat dilihat pada tabel 4.6 dibawah

.

Tabel 4.6 Sifat Pengujian Komposisi Campuran Variasi (80:10)

Komposisi Sifat Pengujian Nilai

80 : 10 Porositas 0,98 %

80 : 10 Daya Serap Air 0,07 %

80 : 10 Kekuatan Lentur 8900 MPa

80 : 10 Kekuatan Impak 23,5 kJ/m2

80 : 10

(61)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai penggunaan campuran ban bekas dan styrofoam dengan aspal sebagai genteng polimer, maka dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Genteng polimer dapat dibuat dengan menggunakan styrofoam bekas, limbah ban bekas dan dengan penambahan aspal 10% dari total campuran 100 g, 1% Dikumil Peroksida (DCP), 1% Divinil Benzena (DVB), yang dicampurkan dengan suhu pemanasan 100oC diatas Hot Plate, Kemudian di ekstruksi pada suhu 150oC dengan Ekstruder dan dicetak dengan Hot Compressor pada tekanan 38 atm ( 38,5 x 105 Pa), kemudian dikeringkan selama 1,5 untuk selanjutnya dilakukan pengujian dengan komposisi styrofoam dan serbuk ban bekas yang divariasikan perbandingannya yaitu : 10:80 %, 20:70%, 30:60%, 40:50%, 50:40%, 60:30%, 70:20% dan 80:10%.

2. Campuran yang optimum adalah berupa campuran styrofoam bekas dan serbuk ban bekas dengan perbandingan 80 : 10 % yang memberikan kepadatan dan kekuatan serta berfungsi sebagai penahan air agar tidak bocor ditambah campuran aspal 10 % serta DVB dan DCP masing-masing 1 %.

(62)

sampel yang berfungsi sebagai penahan air agar tidak bocor. Adapun nilai sifat fisisnya yaitu porositasnya 0,98% dan daya serap air 0,07%. Sifat mekanisnya memiliki nilai kuat lentur sebesar 8900 Mpa dan kekuatan Impak 23,5 kJ/m2. Sifat Termalnya berupa uji titik nyala selama 36 detik dan uji titik bakarnya selama 40 detik.

5.2 Saran

1. Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar memasukkan parameter-parameter lain dalam pengujiannya seperti uji tarik, densitas dan lain-lain guna untuk menyempurnakan penelitian ini.

2. Untuk penelitian selanjutnya disarankan agar mengembangkan limbah bahan-bahan polimer yang lain, sehingga diperoleh hasil penelitian yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat luas sebagai pengganti dari logam dan baja dengan kualitas yang lebih unggul.

(63)

DAFTAR PUSTAKA

Ariyadi, Yulli. 2010. Pengujian Kara kteristik Mekanik Genteng. Program Studi Teknik Mesin. Fakultas Teknik. Universitas Muhammadiyah Surakarta. http://etd.eprints.ums.ac.id/10073/2/D200020067.pdf diakses tanggal 4 April 2011.

Asiyanto. 2008. Metode Konstruksi P royek Jala n. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Asnawi.2011. P embuatan Genteng da ri Pemanfaatan LDPE (Low Density Polyethilen) Bekas, Aspal Iran, dan Agregat Pa sir Halus. http://resipotery.usu.ac.id. Diakses tanggal 3 April 2011

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2008. Kemasan Polistirena Foam (Styrofoam).Volume 9. No. 5. ISSN 1829-9334, Jakarta.

Damayanthi, R. 2007. Proses Pembuatan Bahan Bakar Cair dengan Memanfaatkan Limbah Ban Bekas Menggunakan Katalis Zeolit Y dan ZSM-5. Semarang : Universitas Diponegoro.

Ediputra, K. 2004. Studi Campuran Aspal Dengan Ban Bekas (Tire Rubber) Sebagai Bahan Baku Genteng Polymer Menggunakan Bahan Perekat Isosianat : Universitas Sumatera Utara.

Hafizullah,Ahmad., 2011, Divinil Benzena dan Dikumil Peroksida,

http://ahmadhafizullahritonga.blog.usu.ac.id/2011/02/18/divenil-benzena/, Diakses tanggal 4 April 2011.

http/www.chemicalland21.com/specialtychem/perchem/DYCUMIL%20peroxide, Diakses tanggal 2 April 2011.

http:/www.batan.go.id/view. 2011. Diakses tanggal 4 April 2011.

http://www.rumahide.com/tag/atap-genteng. Di akses tanggal 7 April 2011 Ismunandar. 2006. Kimia Aspal. Harian Kompas. Jum’at 4 April 2006 James,D.H. 2005. Styrene. Wenheim : Wiley-VHC.

http://www.cleanwateraction.org/files/publications/ca/cwa_fact_sheet_styrene _2011.pdf Di akses tanggal 7 April 2011

(64)

Latif, Syafruddin.2009. Perencanaan dan P encetakan Genteng Polimer. Diakses tanggal 8 April 2011.

Machine.2011.Polistirena/polystyrene.

http://ahmadhafizullahritonga.blog.usu.ac.id/2011/02/18/Polistirena/ diakses tanggal 7 April 2011

Mantgen, Van dan de Does BV/Leiden. 1997. Ilmu Bangunan I. Cetakan ke Tiga. Erlangga, Jakarta.

Musabbikhah dan Putro Sartono, (2007)

http://eprints.ums.ac.id/view/creators/Musabbikhah=3AMusabbikhah=3A=3A. html di Akses tanggal 4 April 2011

Meruasni, Ratmawan S. 1993. Efek pengerjaan Kimia Terhadap Sifat Mekanik papan Komposit Serat Sabut Kelapa. Skripsi. FMIPA USU. Medan

Najib, N.N., dkk, 2011. Correlation Between the Acoustic and Dynamic mechanical properties of natural Rubber foam :Effect of Foaming temperature. University Malaysia Sabah, 88999 Sabah, Malaysia.

Saragih, Deli Natalia. 2007. Pembuatan dan Karakterisasi Genteng Beton yang Dibuat dari Pulp Serat Daun Nenas-Semen Portland Pozolan. Program Studi Fisika. fakulats MIPA. Universitas Sumatera Utara. Medan. http://repository.usu.ac.id/xmlui/handle/123456789/14210 Diakses tanggal 7 April 2011

Steven, Malcom P. 2001. Kimia Polimer. Cetakan 1. Pradnya Paramita, Jakarta. Sukirman, S. 2003. Beton Aspal Campuran Panas. Jakarta : Granit.

Sulaksono,sony,W,MSc.2001.Rekayasa Jalan. SI- 374. Departemen Teknik Sipil. ITB.

Tim Penulis Penebar Swadaya. 1992. Ka ret : Strategi Pemasa ran Tahun 2000 Budidaya dan Pengolahannya. Jakarta : Penebar Swadaya.

Gambar

Tabel 2.1  Data Jenis Pengujian dan Persyaratan Aspal Tipe Grade 60/70
Tabel 2.2 Karakteristik Styrofoam
Gambar. 2.1  Bentuk dan ukuran sampel pada pengujian kuat lentur
Tabel 3.1 Komposisi Bahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran yang optimum adalah berupa polistirena dan aspal dengan perbandingan 40:60 yang memberikan kepadatan dan kuat tekan yang baik,

Pemanfaatan karet ban bekas dan polistirena bekas sebagai aditif dalam campuran aspal dapat meningkatkan sifat mekanik, dimana menghasilkan kuat tekan sebesar 2,92

Pencampuran dan Karakterisasi sifat fisik dari genteng polymer dengan bahan baku ban bekas, karet alam dan aspal dengan perbandingan 90 : 10, penambahan issosianat sebagai

Berdasarkan data hasil penelitian, karaktristik terbaik dari genteng komposit polimer yang dihasilkan baik dari uji fisis, uji mekanik dan uji termal diperoleh pada sampel 5

sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul : “ ANALISIS DAN KARAKTERISASI GENTENG POLIMER BERBAHAN BAKU BAN DALAM BEKAS, PASIR DAN ASPAL DENGAN PEREKAT

Studi Campuran Aspal Dengan Ban Bekas (Tire Rubber) Sebagai Bahan Baku Genteng Polymer Menggunakan Bahan Perekat Isosianat : Universitas Sumatera Utara.. Universitas

Berdasarkan data hasil penelitian, karaktristik terbaik dari genteng komposit polimer yang dihasilkan baik dari uji fisis, uji mekanik dan uji termal diperoleh pada sampel 5

Dari penelitian yang relah dilakukan disimpulkan bahwa genteng komposir polimer dapat dibuat dengan mengguntlkan bahan campuran HDPE. dan serat TKKS. Penambahan