• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Faktor Predisposisi, Pendukung dan Kebutuhan Ibu Balita terhadap Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Faktor Predisposisi, Pendukung dan Kebutuhan Ibu Balita terhadap Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PENDUKUNG DAN KEBUTUHAN IBU BALITA TERHADAP PEMANFAATAN POSYANDU DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS ALUE BILIE KECAMATAN DARUL MAKMUR KABUPATEN NAGAN RAYA

T E S I S

Oleh

MARNIATI 097032008/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI,

PENDUKUNG DAN KEBUTUHAN IBU BALITA TERHADAP PEMANFAATAN POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ALUE

BILIE KECAMATAN DARUL MAKMUR KABUPATEN NAGAN RAYA

Nama Mahasiswa : Marniati Nomor Induk Mahasiswa : 097032008

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Muslich Lutfi, Drs, M.B.A, I.D.S) (

Ketua Anggota

dr. Heldy, BZ, M.P.H)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(3)

Telah diuji

Pada Tanggal : 21 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Muslich Lutfi, Drs, M.B.A, I.D.S Anggota : 1. dr. Heldy, BZ, M.P.H

(4)

PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PENDUKUNG DAN KEBUTUHAN IBU BALITA TERHADAP PEMANFAATAN POSYANDU DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS ALUE BILIE KECAMATAN DARUL MAKMUR KABUPATEN NAGAN RAYA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2012

(5)

ABSTRAK

Pemerintah berupaya meminimalisasi permasalahan kesehatan balita dengan mendirikan sarana pelayanan kesehatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Pemanfaatan Posyandu oleh Ibu yang memiliki balita di wilayah kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya belum optimal. Jumlah balita yang aktif ke posyandu Tahun 2011 hanya 308 balita (44%) dari 699 balita.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor kebutuhan ibu balita terhadap pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai balita yang berumur 12-59 bulan sebanyak 699 balita. Sampel sebanyak 254 orang, diambil dengan teknik simple random sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan uji regresi berganda pada α=0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor kebutuhan ibu balita berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya. Variabel kebutuhan berpengaruh paling besar terhadap pemanfaatan posyandu.

Disarankan kepada Puskesmas Alue Bilie agar: 1) meningkatkan pengetahuan ibu balita melalui kegiatan penyuluhan dan promosi tentang posyandu secara terus menerus dengan bahasa yang mudah dipahami oleh ibu balita, 2) sikap ibu balita tentang posyandu perlu dirubah melalui pemberian informasi dan menanamkan

kepercayaan, sehingga pemahaman ibu balita tentang posyandu lebih baik, 3) mengupayakan penataan lingkungan fisik posyandu melalui penataan ruangan,

lingkungan pekarangan, penerangan dan fasilitas kamar mandi/WC, sehingga ibu balita nyaman dalam memanfaatkan Posyandu, dan 4) melengkapi fasilitas/sarana pelayanan kesehatan posyandu berupa alat penimbangan berat badan, peralatan pemberian makanan tambahan, kartu menuju sehat dan mengupayakan penambahan kader serta meningkatkan pendekatan kepada tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama untuk mendukung pelaksanaan kegiatan posyandu.

(6)

ABSTRACT

The government has tried to minimize the problems of health in children under five years old by establishing health service facility called Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu = Integrated Service Post). The utilization of this Posyandu by the mothers of children under five years old in the working area of Puskesmas (Public Health Center) Alue Bilie, Darul Makmur Subdistrict, Nagan Raya District is not yet optimal. The number of children under five years old who actively visited the Posyandu in 2011 was only 308 (44%) of 699.

The purpose of this explanatory study was to analyze the influence of the factors of predisposition (knowledge, attitude), support (physical environment, health service facilities) and need (the need perceived about the service provided) of the mothers of children under five years old on the utilization of Posyandu in the working area of Puskesmas Alue Bilie, Darul Makmur Subdistrict, Nagan Raya District. The population of this study was all of the 699 mothers with 699 children. [each mother is considered to have 1 (one) child under five years old] and 254 of the children (254 mothers) were selected to be the samples for this study through simple random sampling technique. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews and the data obtained were analyzed through multiple regression

tests at α = 0.05.

The result of this study showed that statistically the factors of predisposition (knowledge and attitude), support (physical environment, health service facilities) and need (the need perceived about the service provided) of the mothers of children under five years old had a positive and significant influence on the utilization of Posyandu in the working area of Puskesmas Alue Bilie, Darul Makmur Subdistrict, Nagan Raya District. The need was the most influencing variable on the utilization of Posyandu.

The management of Puskesmas Alue Bilie is suggested 1) to improve the knowledge of the mothers of children under five years old through continuous extension activities and promotion of Posyandu by using the language which is easily understood by the mothers of children under five years old, 2) to improve the attitude of the mothers of children under five years old towards the Posyandu by providing information and instilling confidence that the mothers of children under five years old have a better understanding about the Posyandu, and 3) to arrange physical environment of posyandu through space layout, yard, lighting, and the facility of bathroom/toilet so that mothers of children under five years old are comfortable in using posyandu, and 4) to complete the facilities of posyandu health service with weighing, device for giving supplementary food, cards for the health, to add some cadres, and to increase the approach to public figures, adat figures, and religious figures in order to support the implementation of activities at posyandu.

(7)

KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat

serta pertolongan-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian ini dengan judul " Pengaruh Faktor Predisposisi, Pendukung dan Kebutuhan Ibu Balita terhadap Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat

Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara. Penulis dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan,

dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1.Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K). sebagai Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Dr. Muslich Lufti, Drs, M.B.A, I.D.S selaku komisi pembimbing I dan dr. Heldy,

(8)

kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk

membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Dosen Penguji I dan Dra. Jumirah, Apt,

M.Kes selaku Dosen Penguji II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran

membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis

mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai

7. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nagan Raya dan Hj. Siti Zaidar selaku

Kepala Puskesma Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya

yang telah memberikan izin sampai penelian selesai.

8. Seluruh Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Ayahanda Alm Tgk Ali Johan

dan ibunda Siti Asiah atas segala doa dan jasanya yang tak terhingga sehingga

penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

10. Teristimewa buat suami tercinta Edi Safutra, S.E yang penuh pengertian,

kesabaran, kasih sayang, pengorbanan, dukungan serta doa dan kesetiaan

menunggu hingga selesainya pendidikan ini.

11. Kakanda Jusniati, Arwan, Aris Munandar, dan adinda Jafar Murni, Ida Afrida

serta ponaan ku Riya, Ira, Aan, Ari, David, Firman, Dayat, atas doa dan

(9)

12. Ayah Mertua Daud Hasan dan Ibu Mertua Nuraini atas doa dan dukungan yang

beliau berikan sehingga penulis bisa menyelesaikan pendidikan ini.

13. Putra ku yang tampan Kevin Diniandra Putra dan putri kembar ku yang cantik

Chelva dan Chelvi yang telah memberi doa dan kesempatan serta penuh

kesabaran menunggu mamanya pulang sehingga selesainya pendidikan ini.

14. Teman-teman seperjuangan yang selalu setia dalam suka maupun duka sehingga

penulis tambah semangat dalam menyelesaikan pendidikan ini.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang

membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan,

semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan

pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Agustus 2012 Penulis

(10)

RIWAYAT HIDUP

Ayu Sartika, lahir pada tanggal 18 April 1983 di Kotamadya Sabang, anak

keempat dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda Alm. Ismail bin Hamid dan

Ibunda Hj. Yusmawaty Binti M. Yusuf Cut.

Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di Sekolah Dasar

Negeri 5 Sabang, selesai Tahun 1995, Sekolah Menengah Pertama di SMP

Negeri 1 Langsa, selesai Tahun 1998, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 3

Banda Aceh, selesai tahun 2001, Fakultas Ekonomi di Universitas Sumatera Utara

(USU) Medan, selesai Tahun 2007.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2009 dan menyelesaikan

(11)

DAFTAR ISI

2.1.2 Sistem Pelayanan Terpadu ... 11

2.1.3 Fungsi Manajemen Posyandu ... 12

2.1.4 Sistem Informasi di Posyandu (Sistem Lima Meja) ... 18

2.1.5 Penilaian Keberhasilan Program Posyandu ... 19

2.1.6 Indikator Kegiatan Posyandu ... 20

2.1.7 Posyandu Balita ... 22

2.2 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ... 23

(12)

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 36

3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 42

3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 43

3.7 Metode Analisis Data ... 43

4.5.1 Hubungan Pengetahuan dengan Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur ... 61

4.5.2 Hubungan Sikap dengan Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur ... 62

4.5.3 Hubungan Lingkungan Fisik dengan Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur ... 62

4.5.4 Hubungan Fasilitas/Sarana Pelayanan Kesehatan dengan Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur ... 63

(13)

4.6 Analisis Multivariat ... 65

4.6.1 Uji Asumsi Klasik ... 65

4.6.2 Pengujian Hipotesis ... 68

BAB 5 PEMBAHASAN ... 73

5.1 Pengaruh Faktor Predisposisi terhadap Pemanfaatan Posyandu ... 73

5.1.1 Pengaruh Pengetahuan terhadap Pemanfaatan Posyandu ... 73

5.1.2 Pengaruh Sikap terhadap Pemanfaatan Posyandu... 78

5.2 Pengaruh Faktor Pendukung terhadap Pemanfaatan Posyandu ... 80

5.2.1 Pengaruh Lingkungan Fisik terhadap Pemanfaatan Posyandu ... 80

5.2.2 Pengaruh Fasilitas/Sarana Pelayanan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Posyandu ... 82

5.3 Pengaruh Faktor Kebutuhan terhadap Pemanfaatan Posyandu ... 83

5.4 Pemanfaatan Posyandu ... 85

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

6.1 Kesimpulan ... 87

6.2 Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 89

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Cakupan Pelayanan Posyandu Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul

Makmur Kabupaten Nagan Raya Januari–Desember 2010 ... 5

1.2 Cakupan Pelayanan Posyandu Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya Januari–Desember 2011 ... 6

3.1 Distribusi Sampel Menurut Posyandu ... 38

3.2 Pengukuran Variabel Bebas ... 42

3.3 Pengukuran Variabel Terikat ... 43

4.1 Distribusi Jenis Tenaga di Wilayah Kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur ... 48

4.2 Distribusi Identitas Responden ... 49

4.3 Distribusi Identitas Balita ... 50

4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan ... 52

4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan ... 53

4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap ... 54

4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap ... 54

4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Lingkungan Fisik ... 56

4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Lingkungan Fisik ... 56

4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Fasilitas/Sarana Pelayanan Kesehatan .. 57

4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Fasilitas/Sarana Pelayanan Kesehatan ... 58

(15)

4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Faktor Kebutuhan ... 60

4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Pemanfaatan Posyandu ... 61

4.15 Hubungan Pengetahuan dengan Pemanfaatan Posyandu ... 62

4.16 Hubungan Sikap dengan Pemanfaatan Posyandu ... 62

4.17 Hubungan Lingkungan Fisik dengan Pemanfaatan Posyandu ... 63

4.18 Hubungan Fasilitas/Sarana Pelayanan Kesehatan dengan Pemanfaatan Posyandu ... 64

4.19 Hubungan Faktor Kebutuhan dengan Pemanfaatan Posyandu ... 64

4.20 Hasil Uji Normalitas ... 65

4.21 Uji Multikoliniearitas ... 66

4.22 Uji Autokorelasi ... 68

4.23 Uji Kelayakan Model ... 69

4.24 Uji Secara Serentak ... 70

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan. ... 25

2.2 Landasan Teori. ... 33

2.3 Kerangka Konsep Penelitian. ... 35

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 92

2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 95

3 Uji Univariat dan Bivariat ... 98

4 Hasil Uji Regresi ... 111

5. Dokumentasi Penelitian ... 154

6. Surat Izin Penelitian dari Pascasarjana USU ... 155

(18)

ABSTRAK

Pemerintah berupaya meminimalisasi permasalahan kesehatan balita dengan mendirikan sarana pelayanan kesehatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Pemanfaatan Posyandu oleh Ibu yang memiliki balita di wilayah kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya belum optimal. Jumlah balita yang aktif ke posyandu Tahun 2011 hanya 308 balita (44%) dari 699 balita.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor kebutuhan ibu balita terhadap pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai balita yang berumur 12-59 bulan sebanyak 699 balita. Sampel sebanyak 254 orang, diambil dengan teknik simple random sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan uji regresi berganda pada α=0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor kebutuhan ibu balita berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya. Variabel kebutuhan berpengaruh paling besar terhadap pemanfaatan posyandu.

Disarankan kepada Puskesmas Alue Bilie agar: 1) meningkatkan pengetahuan ibu balita melalui kegiatan penyuluhan dan promosi tentang posyandu secara terus menerus dengan bahasa yang mudah dipahami oleh ibu balita, 2) sikap ibu balita tentang posyandu perlu dirubah melalui pemberian informasi dan menanamkan

kepercayaan, sehingga pemahaman ibu balita tentang posyandu lebih baik, 3) mengupayakan penataan lingkungan fisik posyandu melalui penataan ruangan,

lingkungan pekarangan, penerangan dan fasilitas kamar mandi/WC, sehingga ibu balita nyaman dalam memanfaatkan Posyandu, dan 4) melengkapi fasilitas/sarana pelayanan kesehatan posyandu berupa alat penimbangan berat badan, peralatan pemberian makanan tambahan, kartu menuju sehat dan mengupayakan penambahan kader serta meningkatkan pendekatan kepada tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama untuk mendukung pelaksanaan kegiatan posyandu.

(19)

ABSTRACT

The government has tried to minimize the problems of health in children under five years old by establishing health service facility called Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu = Integrated Service Post). The utilization of this Posyandu by the mothers of children under five years old in the working area of Puskesmas (Public Health Center) Alue Bilie, Darul Makmur Subdistrict, Nagan Raya District is not yet optimal. The number of children under five years old who actively visited the Posyandu in 2011 was only 308 (44%) of 699.

The purpose of this explanatory study was to analyze the influence of the factors of predisposition (knowledge, attitude), support (physical environment, health service facilities) and need (the need perceived about the service provided) of the mothers of children under five years old on the utilization of Posyandu in the working area of Puskesmas Alue Bilie, Darul Makmur Subdistrict, Nagan Raya District. The population of this study was all of the 699 mothers with 699 children. [each mother is considered to have 1 (one) child under five years old] and 254 of the children (254 mothers) were selected to be the samples for this study through simple random sampling technique. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews and the data obtained were analyzed through multiple regression

tests at α = 0.05.

The result of this study showed that statistically the factors of predisposition (knowledge and attitude), support (physical environment, health service facilities) and need (the need perceived about the service provided) of the mothers of children under five years old had a positive and significant influence on the utilization of Posyandu in the working area of Puskesmas Alue Bilie, Darul Makmur Subdistrict, Nagan Raya District. The need was the most influencing variable on the utilization of Posyandu.

The management of Puskesmas Alue Bilie is suggested 1) to improve the knowledge of the mothers of children under five years old through continuous extension activities and promotion of Posyandu by using the language which is easily understood by the mothers of children under five years old, 2) to improve the attitude of the mothers of children under five years old towards the Posyandu by providing information and instilling confidence that the mothers of children under five years old have a better understanding about the Posyandu, and 3) to arrange physical environment of posyandu through space layout, yard, lighting, and the facility of bathroom/toilet so that mothers of children under five years old are comfortable in using posyandu, and 4) to complete the facilities of posyandu health service with weighing, device for giving supplementary food, cards for the health, to add some cadres, and to increase the approach to public figures, adat figures, and religious figures in order to support the implementation of activities at posyandu.

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Derajat kesehatan masyarakat di Indonesia masih rendah disebabkan banyak

faktor. Salah satu penyebabnya adalah belum dimanfaatkannya sarana pelayanan

kesehatan secara optimal oleh masyarakat, termasuk posyandu. Posyandu merupakan

salah satu wujud pemberdayaan masyarakat yang strategis dalam pembangunan

kesehatan dengan tujuan mewujudkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi

permasalahan kesehatan.

Undang-Undang RI No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, menjelaskan

adanya kebijakan tentang upaya pemeliharaan bayi dan anak harus ditujukan untuk

mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta

untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak. Pemerintah wajib memberikan

pelayanan kesehatan kepada bayi dan anak melalui salah satu sarana pelayanan

kesehatan, yaitu Posyandu.

Sejak dicanangkan pada tahun 1984, pertumbuhan jumlah posyandu

bertambah besar dan ternyata juga dibarengi dengan peranannya yang menonjol,

khususnya dalam meningkatkan cakupan program. Dapat kita lihat bahwa posyandu

membawa kontribusi yang besar pada peningkatan cakupan program, khususnya pada

sasaran populasi bayi bawah lima tahun (Balita) dan ibu (Depdagri, 2001)

Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) merupakan salah satu bentuk Upaya

(21)

untuk dan oleh bersama masyarakat, guna penyelenggaraan pembangunan kesehatan

dalam memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat

dalam memperoleh pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2006).

Keberadaan posyandu telah memberikan dampak positif terhadap

pembangunan khususnya di bidang kesehatan. Salah satu tujuan menyelenggarakan

posyandu adalah mengurangi angka kesakitan dan kematian balita dan ibu serta

pengembangan kualitas sumber daya manusia dengan mengoptimalkan potensi

tumbuh kembang anak melalui program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) (Depkes RI,

2006).

Posyandu yang diprogramkan oleh pemerintah dengan kegiatan lima program

prioritas, yaitu KB, Gizi, KIA, imunisasi dan penanggulangan diare merupakan

bagian dari pembangunan kesehatan dimana sasarannya adalah untuk mencapai

keluarga kecil, bahagia dan sejahtera yang dilaksanakan oleh keluarga, bersama

masyarakat dengan bimbingan dari petugas kesehatan setempat untuk kepentingan

masyarakat, maka diharapkan masyarakat sendiri yang aktif membentuk,

menyelenggarakan, memanfaatkan dan mengembangkan Posyandu sebaik-baiknya

(Depkes RI, 1996).

Pemanfaatan Posyandu menggunakan prinsip lima meja, yaitu dari

pendaftaran, penimbangan bayi dan anak, pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS),

penyuluhan gizi (terutama pada anak dengan berat badan jauh dibawah berat badan

seharusnya) dan kelainan klinis, ibu hamil, Pemberian Makanan Tambahan (PMT)

(22)

(KIA), Keluarga Berencana (KB), imunisasi, dan pengobatan seperti pemberian

obat-obatan, vitamin A, tablet zat besi (Fe) atau pemberian rujukan ke Puskesmas dan

Rumah Sakit jika ditemukan kasus-kasus luar biasa (Depkes RI, 2005).

Menurut Depkes RI (2010), pemanfaatan posyandu di Indonesia berdasarkan

program aktivitas posyandu cukup baik untuk balita terutama sampai usia 2 tahun.

Aktivitas selanjutnya sampai usia 5 tahun, cakupan program atau partisipasi

masyarakat sangat bervariasi, mulai dari terendah 10% sampai tertinggi 80%. Jika

diamati pemantauan pertumbuhan yang dilakukan rutin setiap bulan, partisipasinya

masih sangat rendah berkisar antara 1-5%. Cakupan program perbaikan gizi pada

umumnya rendah, banyak Posyandu yang tidak berfungsi dan pemantauan

pertumbuhan hanya dilakukan pada sekitar 30% dari jumlah balita yang ada.

Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan untuk

Kabupaten/Kota (Depkes RI, 2008) tentang indikator baik tidaknya pemanfaatan

posyandu yaitu dengan cakupan kunjungan secara kumulatif mencapai 90% atau

lebih dianggap baik. Sedangkan kurang dari 90% dianggap belum baik

pemanfaatannya.

Pemanfaatan pelayanan kesehatan memiliki tiga faktor yang berperan, yaitu

faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor kebutuhan (Andersen, 1995).

Pemanfaatan pelayananan kesehatan bergantung pada faktor-faktor sosiodemografis,

tingkat pendidikan, kepercayaan dan praktek kultural, diskriminasi jender, status

perempuan, kondisi lingkungan, sistem politik dan ekonomi, pola penyakit serta

(23)

Pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat sangat ditentukan oleh

dukungan tokoh masyarakat (TOMA) dan peran kader sebagai motor penggerak.

Peran pemerintah, termasuk petugas kesehatan, hanya sebagai fasilitator untuk lebih

memberdayakan masyarakat dalam kegiatan posyandu. Kegiatan posyandu dikatakan

meningkat jika peran serta masyarakat semakin tinggi yang terwujud dalam cakupan

program kesehatan seperti imunisasi, pemantauan tumbuh kembang balita,

pemeriksaan ibu hamil, dan KB yang meningkat.

Kondisi Pemerintah Aceh sebagai bagian dari Negara Republik Indonesia

yang perlu mendapatkan perhatian khusus, dengan adanya tekanan politik akibat

konflik yang berkepanjangan dari tahun 1998 sampai dengan 2006, disusul gempa

yang diikuti gelombang tsunami pada akhir desember 2004, menghancurkan

infrastruktur dan memberikan dampak psikologis kepada masyarakat dan

memberikan pengaruh buruk terhadap pelaksanaan kegiatan posyandu. Apabila

dilihat dari jumlah dan persentase posyandu menurut Kabupaten/Kota terdapat

64,09% tergolong posyandu pratama, 22,99% posyandu madya, 7,46% posyandu

purnama dan 1,71% strata mandiri (Dinkes Pemerintah Aceh, 2011).

Salah satu Kabupaten di Pemerintahan Aceh, yaitu Pemerintah Kabupaten

Nagan Raya dengan jumlah penduduk tahun 2011, 134.407 jiwa. Kabupaten Nagan

raya terdiri atas 5 kecamatan dan 222 desa. Salah satu kecamatan di Kabupaten

Nagan Raya yang memiliki pencapaian program cakupan pelayanan Posyandu Balita

dibawah target adalah Puskesmas Alue Bilie. Survei awal di Puskesmas Alue Bilie,

(24)

penimbangan Balita bulan Januari sampai dengan Desember 2010, ditemui jumlah

kunjungan 560 orang. Aktif berkunjung ke posyandu sebanyak 188 balita (33,5%),

yang tidak aktif 372 balita (66,5%) (Tabel 1.1).

Jumlah kunjungan Januari sampai dengan bulan Desember 2011, sebanyak

699 orang balita, aktif berkunjung ke posyandu 308 balita (44%) yang tidak aktif 391

orang (56%) (Tabel 1.2). Target yang ingin dicapai sesuai dengan SPM 2008, adalah

90% balita yang harus mendapatkan pelayanan dasar. Demikian juga dengan

persentase cakupan pelayanan, seluruh balita yang ada belum mendapat kartu (K/S),

bayi yang mempunyai kartu belum seluruhnya ditimbang di Posyandu (D/K)

(Laporan Puskesmas Alue Bilie, 2012).

Cakupan pelayanan Posyandu di Puskesmas Alue Bilie berdasarkan hasil

penimbangan Balita bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun 2010 dan

2011 dapat dilihat pada Tabel 1.1 dan Tabel 1.2.

Tabel 1.1 Cakupan Pelayanan Posyandu Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya Januari–Desember 2010

Bulan Orang Persentase (%)

S K D N N/S K/S D/K N/D D/S

(25)

Tabel 1.2 Cakupan Pelayanan Posyandu Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya Januari–Desember 2011

Bulan Orang Persentase (%) (Sumber : Laporan Puskesmas Alue Bilie, 2012)

Survei awal yang dilakukan pada bulan Januari 2012 dengan mewawancarai

10 orang ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja Puskesmas Alue Bilie, sebagian

besar tidak mengetahui pengertian posyandu dan manfaat balita ditimbang ke

posyandu. Ibu balita juga menganggap posyandu sebagai tempat melakukan

imunisasi semata, sehingga ketika balitanya telah diimunisasi, ibu balita tidak

berkunjung kembali ke posyandu. Salah satu dampak dari rendahnya pemanfaatan

posyandu oleh ibu balita adalah terkait dengan tumbuh kembang anak balita, seperti

anak balita kurang gizi yang dikhawatirkan dapat mengancam kualitas sumberdaya

manusia sebagai generasi penerus.

Fenomena rendahnya pemanfaatan Posyandu Puskesmas Alue Bilie diduga terkait dengan faktor predisposisi, faktor pendukung dan kebutuhan ibu balita

terhadap posyandu serta petugas kesehatan yang kurang berperan dalam memberikan

penyuluhan tentang pentingnya dilakukan penimbangan dan pengukuran status gizi

(26)

Penelitian terkait dengan pemanfaatan posyandu seperti hasil penelitian

Widiastuti dan Kristiani (2006) menyimpulkan bahwa sebagian besar posyandu di

Kota Denpasar belum mencapai target tingkat pemanfaatan penimbangan balita di

posyandu (D/S) yang telah ditetapkan Dinkes Propinsi Bali. Secara statistik, motivasi

kader dalam kegiatan posyandu merupakan faktor dominan yang berpengaruh

terhadap tingkat pemanfaatan penimbangan balita di posyandu (D/S).

Hasil penelitian Purba (2011) menyimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap

ibu yang mempunyai balita tentang posyandu berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Bosar Maligas. Pemanfaatan posyandu

ditemukan sebanyak 56 orang (51,9%) memanfaatkan posyandu sebanyak 4-7 kali

dalam setahun dan dikategorikan sedang, selebihnya pemanfaatan rendah dan tinggi.

Penelitian Pamungkas (2009), menunjukkan adanya hubungan yang signifikan

antara tingkat pengetahuan ibu tentang posyandu dengan perilaku ke posyandu dan

terdapat hubungan yang signifikan antara sikap ibu balita dengan perilaku kunjungan

ibu ke posyandu di Kelurahan Grabag Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang.

Kurangnya sikap dari ibu balita ke posyandu dikarenakan oleh karena kurangnya

antusiasme responden mengikuti rangkaian kegiatan posyandu yang secara klasik

dikarenakan tingkat aktivitas yang berlebih.

Pemerintah Kabupaten Nagan Raya bekerja sama dengan Puskesmas Alue

Bilie telah mengupayakan pendekatan kepada masyarakat dan mengadakan

penyuluhan untuk menghimpun seluruh kegiatan masyarakat agar berperan secara

aktif sesuai dengan kemampuannya, baik sebagai pelaksana maupun sebagai pembina

(27)

membutuhkan pelayanan posyandu pada hari buka dan kunjungan rumah dapat

mencapai hasil yang setinggi-tingginya, namun kunjungan ibu balita ke Posyandu

belum mencapai target.

Memerhatikan beberapa penelitian terdahulu yang telah disebutkan di atas,

dan permasalahan yang ditemui pada posyandu wilayah kerja Puskesmas Alue Bilie

saat ini, maka peneliti tertarik untuk meneliti ”pengaruh faktor predisposisi, faktor

pendukung dan kebutuhan ibu balita terhadap pemanfaatan posyandu di wilayah kerja

Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya”.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan

penelitian ini adalah: Bagaimana pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap),

faktor pendukung (lingkungan fisik, fasilitas/sarana pelayanan kesehatan) dan faktor

kebutuhan (kebutuhan yang dirasakan tentang pelayanan) ibu balita terhadap

pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul

Makmur Kabupaten Nagan Raya?.

1.3Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap), faktor

pendukung (lingkungan fisik, fasilitas/sarana pelayanan kesehatan) dan faktor

(28)

pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul

Makmur Kabupaten Nagan Raya.

1.4 Hipotesis

Faktor predisposisi (pengetahuan, sikap), faktor pendukung (lingkungan fisik,

fasilitas/sarana pelayanan kesehatan) dan faktor kebutuhan (kebutuhan yang

dirasakan tentang pelayanan) ibu balita berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu

di wilayah kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan

Raya.

1.5Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ke berbagai pihak

antara lain :

1. Sebagai sumber informasi bagi para pengambil kebijakan dalam memanfaatkan

posyandu. di Pemerintah Kabupaten Nagan Raya.

2. Bagi peneliti diharapakan dapat menambah wawasan dalam aplikasi keilmuan di

bidang administrasi dan kebijakan kesehatan terkait dengan pemanfaatan

(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Posyandu

Menurut Depkes RI (2003), Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) adalah suatu

bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di suatu wilayah kerja

Puskesmas. Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di Posyandu antara lain:

Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), KB (Keluarga Berencana), P2M (Imunisasi dan

Penanggulangan Diare), dan Gizi (penimbangan Balita). Sedangkan sasaran

penduduk Posyandu ialah ibu hamil, ibu menyusui, Pasangan Usia Subur (PUS) dan

Balita.

2.1.1 Pengertian Posyandu

Program Posyandu merupakan strategi pemerintah dalam menurunkan angka

kematian bayi IMR (Infant Mortality Rate), angka kelahiran CBR (Crude Birth

Rate), dan angka kematian ibu MMR (Maternal Mortality Rate). Turunnya IMR,

CBR, dan MMR di suatu wilayah merupakan standar keberhasilan pelaksanaan

program terpadu di wilayah tersebut. Untuk mempercepat penurunan IMR, CBR, dan

MMR tersebut, secara nasional diperlukan tumbuhnya peran serta masyarakat dalam

mengelola dan memanfaatkan Posyandu, karena Posyandu adalah milik masyarakat.

Untuk mengembangkan peran serta masyarakat di Posyandu dapat dilakukan dengan

(30)

Sistem merupakan suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu sama

lain dan mempunyai suatu tujuan yang jelas. Komponen suatu sistem terdiri dari

input, process, output, effect, outcome, dan mekanisme umpan baliknya (Depkes RI,

2003).

2.1.2 Sistem Pelayanan Terpadu

a. Input. Yaitu sumber daya atau masukan yang dikonsumsikan oleh suatu system

yang disingkat dengan 6 M yaitu: Man, Money, Material, Method, Minute, dan

Market. Man adalah kelompok penduduk sasaran yang akan diberikan pelayanan,

staf puskesmas, kecamatan, kelurahan, kader, pemuka masyarakat, dan sebagainya.

Money adalah dana yang dapat digali dari swadaya masyarakat dan yang disubsidi

oleh pemerintah. Material adalah vaksin, jarum suntik, KMS, alat timbang,

obat-obatan, dan sebagainya. Method adalah cara penyimpanan vaksin, cara

menimbang, cara memberikan vaksin, cara mencampur oralit, dan sebagainya.

Minute adalah waktu yang disediakan oleh staf Puskesmas untuk melaksanakan

kegiatan Posyandu dan waktu yang disediakan oleh ibu untuk suatu kegiatan dan

sebagainya. Market

b.

adalah masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya

seperti lokasi kegiatan Posyandu, transport, sistem kepercayaan masyarakat di

bidang kesehatan dan sebagainya.

Process.Meliputi semua kegiatan pelayanan terpadu mulai dari persiapan bahan,

(31)

c. Output. Merupakan produk program Posyandu misalnya jumlah anak yang

ditimbang, jumlah bayi, dan ibu hamil yang diimunisasi, jumlah PUS yang

diberikan pelayanan KB.

d. Effect. Terjadinya perubahan pengetahuan dan sikap perilaku kelompok

masyarakat yang dijadikan sasaran program.

e. Outcome. Merupakan dampak atau hasil tidak langsung dari proses suatu sistem

seperti penurunan angka kematian bayi, penurunan fertilitas PUS, dan jumlah

Balita kurang gizi.

Fungsi manajemen yang dipakai sebagai pokok bahasan dalam makalah ini

ialah perencanaan, pengorganisasian, penggerakan-pelaksanaan dan pengawasan.

Tiga prinsip pokok penerapan asas-asas manajemen pada pengembangan program

kesehatan adalah upaya peningkatan efisiensi penggunaan sumber daya untuk

menunjang pelaksanaan program, peningkatan efektifitas pelaksanaan kegiatan untuk

mencapai target program, dan setiap pengambilan keputusan dapat dilakukan secara

rasional karena sudah didasari pemanfaatan data secara tepat (Depkes RI, 2003).

2.1.3 Fungsi Manajemen Posyandu

Ada empat fungsi manajemen tersebut pada program pelayanan terpadu,

berikut ini akan dijelaskan keempat fungsi manajemen tersebut (Depkes RI, 2003):

a

Keempat rangkaian dari fungsi manajemen tersebut, perencanaan merupakan

(32)

secara keseluruhan. Perencanaan program Posyandu dimulai di tingkat Puskesmas

yang bersifat operasional karena langsung dilaksanakan di lapangan. Perencanaan

program Posyandu terdiri dari lima langkah penting yakni:

(1). Menjelaskan berbagai masalah. Untuk dapat menjelaskan masalah program

Posyandu diperlukan upaya analisis situasi. Sasaran analisis situasi adalah

berbagai aspek penting pelaksanaan program Posyandu di berbagai wilayah

Puskesmas. Dari analisis situasi akan dihasilkan berbagai macam data yang

terdiri dari berbagai aspek.

(a) Aspek epidemiologis yakni kelompok penduduk sasaran (who) yang

menderita kejadian tersebut, dimana, kapan masalah tersebut terjadi.

Misalnya: data jenis penyakit yang dapat dicegah dari imunisasi.

(b) Aspek demografis berdasarkan kelompok umur, jumlah kelahiran dan

kematian, jumlah Angka Kematian Ibu (AKI).

(c) Aspek geografis semua informasi karakteristik wilayah yang dapat

mempengaruhi masalah tersebut.

(d) Aspek sosial ekonomi adalah pendapatan, tingkat pendidikan, norma

sosial, dan sistem kepercayaan masyarakat.

(e) Aspek organisasi pelayanan meliputi motivasi kerja staf dan kader,

keterampilan, persediaan vaksin, alat Keluarga Berencana (KB), dan

(33)

(2). Menentukan prioritas masalah. Prioritas masalah secara praktis dapat

ditetapkan berdasarkan pengalaman staf, dana, dan mudah tidaknya masalah

dipecahkan. Prioritas masalah dijadikan dasar untuk menentukan tujuan.

(3). Menetapkan tujuan dan indikator keberhasilan. Contoh tujuan program

Posyandu: meningkatkan cakupan vaksinasi, mengintensifkan imunisasi

campak di wilayah binaan dan mengkaji hambatan dan kendala. Sebelum

menentukan tolak ukur, perlu dipelajari hambatan-hambatan program

kesehatan yang pernah dialami atau diperkirakan baik yang bersumber dari

masyarakat, lingkungan, Puskesmas maupun dari sektor lainnya.

(4) Menyusun Rencana Kerja Operasional (RKO). Dengan RKO akan

memudahkan pimpinan mengetahui sumber daya yang dibutuhkan dan

sebagai alat pemantau. Contoh format RKO: Jenis kegiatan yang dilakukan

untuk mencapai tujuan, Lokasi kegiatan, Metode pelaksanaan, Sasaran

penduduk, Penanggung Jawab, Dana dan sarana serta Waktu Pelaksanaannya.

Struktur organisasi Puskesmas dapat diketahui mekanisme pelimpahan wewenang

dari pimpinan kepada staf sesuai tugas yang diberikan. Masing-masing kelompok

terdiri dari 2 atau 3 staf yang tiap staf disesuaikan dengan jumlah yang tersedia dan

jumlah kelompok yang diperlukan. Setiap kelompok dikoordinasikan oleh satu

orang senior. Mereka bersama kader akan memberikan pelayanan di Posyandu,

membuat laporan, menganalisis cakupan dan mengevaluasi pelaksanaan program

(34)

di lapangan. Tugas-tugas mereka hendaknya dibuat jelas dan sederhana

disesuaikan dengan rata-rata tingkat pendidikan mereka.

Keberhasilan pengembangan fungsi manajemen ini amat dipengaruhi oleh

keberhasilan pimpinan Puskesmas menumbuhkan motivasi kerja staf dan semangat

kerja sama antara staf dengan staf lainnya di Puskesmas (lintas program), antara

staf Puskesmas dengan masyarakat, dan antara staf Puskesmas dengan pimpinan

instansi di tingkat kecamatan (lintas sektoral). Mekanisme komunikasi yang

dikembangkan oleh pimpinan Puskesmas dengan stafnya, demikian pula antara

pimpinan Puskesmas dengan camat dan pimpinan sektor lainnya di tingkat

kecamatan, termasuk dengan aparat di tingkat desa akan sangat berpengaruh pada

keberhasilan fungsi manajemen ini. Melalui lokakarya mini Puskesmas,

kesepakatan kerjasama lintas program dan sektoral dapat dirumuskan. Perwujudan

kerjasama lintas sektoral akan ditentukan oleh peranan camat dan ketua penggerak

PKK di tingkat kecamatan. Keterampilan untuk mengembangkan hubungan antar

manusia sangat diperlukan dalam penerapan fungsi manajemen ini (Depkes RI,

2003).

c. Penggerakan-pelaksanaan

Posyandu adalah untuk masyarakat dan perlu dikelola oleh masyarakat oleh

kader-kader di tingkat dusun. Pembinaan kader-kader memang sukar dikerjakan oleh pihak

Puskesmas karena mereka bekerja secara sukarela sementara mereka dihadapkan

pada pilihan bekerja untuk menanggung kebutuhan ekonomi keluarga dan dirinya

(35)

Posyandu (dari dan untuk masyarakat) akan kabur. Ironisnya sampai saat ini

Posyandu masih tetap dianggap perpanjangan tangan Puskesmas. Tanpa staf

Puskesmas, Posyandu jarang sekali berjalan secara rutin. Ini adalah salah satu

bentuk tantangan pelaksanaan dan pengembangan Posyandu terutama di kota-kota.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk melaksanakan program Posyandu

adalah:

(1) Kembangkan mekanisme kerjasama yang positif antara dinas-dinas sektoral di

tingkat kecamatan, antara staf Puskesmas sendiri dan organisasi formal dan

informasi di tingkat desa/ dusun.

(2) Gali potensi masyarakat dan kembangkan kerjasama yang ada (terutama

dengan PKK) untuk dapat menunjang kegiatan program Posyandu.

(3) Kembangkan motivasi kader dan staf kesehatan sebagai anggota kelompok

kerja program Posyandu, sehingga peran serta mereka yang optimal dapat

ditingkatkan untuk menunjang pelaksanaan program Posyandu. Dalam hal ini

Hubungan Antar Manusia perlu terus dibina dan dikembangkan untuk

menjamin tumbuhnya suasana kerja yang harmonis dan merangsang inisiatif

anggota kelompok kerja Posyandu.

Setelah fungsi pergerakan dan pelaksanaan program Posyandu, maka fungsi

selanjutnya yang dilakukan adalah fungsi pengawasan dan pengendalian. Dalam

hal ini, pimpinan Puskesmas dan koordinator program Posyandu dapat

mengevaluasi keberhasilan program dengan menggunakan Rencana Kerja

(36)

Operasional sebagai tolak ukur/standar dan membandingkan hasil kegiatan

program di masing-masing Posyandu. Aspek-aspek yang diawasi selama program

Posyandu di lapangan adalah:

(1) Keterampilan kader melakukan penimbangan program Posyandu

(2) Membuat pencatatan program Posyandu

(3) Membuat pelaporan program Posyandu

Untuk tanggung jawab pengawasan program Posyandu tetap di tangan pimpinan

Puskesmas tetapi wewenang pengawasan di lapangan dilimpahkan pada

koordinator program.

Beberapa langkah penting dalam fungsi Wasdal program Posyandu ini adalah:

(1) Menilai apakah ada kesenjangan antara target dan standard dengan cakupan

dan kemampuan staf dan kader untuk melaksanakan tugas-tugasnya (aspek

pengawasan).

(2) Analisis faktor-faktor penyebab timbulnya kesenjangan tersebut.

(3) Merencanakan dan melaksanakan langkah-langkah untuk mengatasi

permasalahan yang muncul berdasarkan faktor-faktor penyebab yang sudah

diidentifikasi (aspek pengendalian).

Pengawasan dan pengendalian program Posyandu dilaksanakan secara rutin

dengan menggunakan tolok ukur keberhasilan program sebagai pedoman kerja dan

hasilnya dapat digunakan sebagai umpan balik memperbaiki proses perencanaan

program Posyandu. Pimpinan Puskesmas hendaknya selalu mengadakan pemantauan

(37)

analisis cakupan program, laporan masyarakat dan hasil observasi atau supervisi di

lapangan sebagai bahan penilaian (Depkes RI, 2003).

2.1.4 Sistem Informasi di Posyandu (Sistem Lima Meja) a. Meja I

Layanan meja I merupakan layanan pendaftaran, kader melakukan

pendaftaran pada ibu dan Balita yang datang ke Posyandu. Alur pelayanan Posyandu

menjadi terarah dan jelas dengan adanya petunjuk di meja pelayanan. Petunjuk ini

memudahkan ibu dan Balita saat datang, sehingga antrian tidak terlalu panjang atau

menumpuk di satu meja.

b. Meja II

Layanan meja II merupakan layanan penimbangan

c. Meja III

Kader melakukan pencatatan pada buku KIA atau KMS setelah ibu dan Balita

mendaftar dan di timbang. Pencatatan dengan mengisikan berat badan Balita ke

dalam skala yang di sesuaikan dengan umur Balita. Di atas meja terdapat tulisan yang

menunjukan pelayanan yang di berikan.

d. Meja IV

Diketahuinya berat badan anak yang naik atau yang tidak naik, ibu hamil

dengan risiko tinggi, pasangan usia subur yang belum mengikuti KB, penyuluhan

kesehatan, pelayanan Pemberian Makanan Tambahan (PMT), oralit, vitamin A,

(38)

e. Meja V

Pemberian imunisasi dan pelayanan kesehatan kepada Balita yang datang ke

Posyandu dilayani di meja V, dilakukan oleh bidan desa atau petugas kesehatan

lainnya. Imunisasi yang diberikan di posyandu adalah imunisasi dasar, yaitu:BCG,

DPT, Hepatitis, Polio, Campak.

Pada penjelasan fungsi sebelumnya bahwa untuk mengetahui keberhasilan

program Posyandu, kajian output (cakupan) masing-masing program yang

dibandingkan dengan targetnya adalah salah satu cara yang dapat dipakai sebagai

bahan penilaian.

2.1.5 Penilaian Keberhasilan Program Posyandu

Cakupan program adalah hasil langsung (output) kegiatan program Posyandu

yang dapat dapat dihitung segera setelah pelaksanaan kegiatan program. Perhitungan

cakupan ini dapat dilakukan dengan menggunakan statistik sederhana, yaitu jumlah

orang yang mendapatkan pelayanan dibagi dengan jumlah penduduk sasaran setiap

program.

Jumlah penduduk sasaran dapat dihitung secara langsung oleh staf Puskesmas

melalui pencatatan data jumlah penduduk sasaran yang ada di desa atau dusun.

Penduduk sasaran program Posyandu lebih sering dihitung berdasarkan perkiraan a

atau estimasi. Estimasinya ditetapkan oleh dinas kesehatan Kabupaten/Kota. Jumlah

penduduk sasaran nyata sering jauh lebih rendah dari jumlah penduduk yang dihitung

(39)

selalu jauh lebih rendah. Atas dasar perbedaan antara jumlah penduduk sasaran yang

dicari langsung (riil) dengan yang diperkirakan (estimasi), perhitungan cakupan

dengan menggunakan kedua jenis penduduk sasaran tersebut sebagai pembaginya,

akan memberikan hasil yang berbeda (Depkes RI, 2003).

Dalam usaha peningkatan efisiensi dan efektivitas penatalaksanaan program

posyandu, staf Puskesmas perlu dilatih keterampilan dan ditingkatkan kepekaannya

mengkaji masalah program dan masalah kesehatan masyarakat yang berkembang di

wilayah binaannya. Keterampilan seperti ini dapat dilatih secara langsung pada saat

supervisi. Mereka juga diarahkan untuk mencari upaya pemecahan masalah sesuai

dengan kewenangan yang diberikan dengan melibatkan tokoh dan kelompok

masyarakat setempat. Semua kegiatan tersebut diatas adalah bagian dari proses

manajemen program Posyandu (Depkes RI, 2003).

Pengamatan terhadap persiapan pelaksanaan program Posyandu, kegiatan di

lapangan dan evaluasinya terhadap laporan program merupakan cara terbaik untuk

mengetahui penerapan manajemen program Posyandu di Puskesmas.

2.1.6 Indikator Kegiatan Posyandu

Ada beberapa indikator dalam kegiatan Posyandu antara lain :

1. Liputan Program (K/S). Merupakan indikator mengenai kemampuan program

untuk menjangkau Balita yang ada di masing-masing wilyah. Diperoleh dengan

cara membagi jumlah balita yang ada dan mempunyai Kartu Menuju Sehat

(40)

2. Tingkat Kelangsungan Penimbangan (K/D). Merupakan tingkat kemantapan

pengertian dan motivasi orang tua balita untuk menimbang setiap bulannya.

Indikator ini dapat dengan cara membagi jumlah Balita yang ditimbang

(D) dengan jumlah Balita yang terdaftar dan mempunyai KMS (K) dikalikan 100.

3. Hasil Penimbangan (N/D). Merupakan indikator keadaan gizi Balita pada suatu

waktu (bulan) di wilayah tertentu. Indikator ini didapat dengan membagi jumlah

Balita yang naik berat badannya (N) dengan jumlah Balita yang ditimbang bulan

ini (D).

4. Hasil Pencapaian Program (N/S). Indikator ini di dapat dengaan cara membagi

jumlah Balita yang naik berat badannya (N) dengan jumlah seluruh Balita

(S) dikalikan 100.

5. Partisipasi Masyarakat (D/S). Indikator ini merupakan keberhasilan program

Posyandu, karena menunjukkan sampai sejauh mana tingkat partisipasi masyarakat

dan orang tua Balita pada penimbangan Balita di Posyandu. Indikator ini di peroleh

dengan cara membagi jumlah Balita yang ditimbang (D) dengan jumlah seluruh

Balita yang ada (S) dikalikan 100. Tinggi rendahnya indikator ini dipengaruhi oleh

aktif tidaknya bayi dan Balita ditimbangkan tiap bulannya.

Menurut Depkes RI (2004), Posyandu digolongkan pada empat tingkatan

berdasarkan pada beberapa indikator sebagai berikut:

a. Posyandu Pratama adalah Posyandu yang masih belum mantap. Kegiatannya belum

(41)

b. Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih

dari delapan kali dalam setahun, dengan rata-rata jumlah kader lima orang atau

lebih. Akan tetapi cakupan program utamanya (KIA, KB, Gizi dan menyusui)

masih rendah yaitu < 50%. Ini menunjukkan kegiatan Posyandu sudah baik tetapi

cakupan program masih rendah.

c. Posyandu Purnama adalah Posyandu yang frekuensinya > 8 kali pertahun, rata-rata

jumlah kader adalah lima orang atau lebih dan cakupan program utamanya > 50%

dan sudah ada program tambahan

d. Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat melakukan kegiatan secara

teratur, cakupan program utamanya sudah bagus. Ada program tambahan dan dana

sehat telah menjangkau > 50% kepala keluarga. Terselenggaranya pelayanan

Posyandu melibatkan banyak pihak, adapun tugas dan tanggungjawab

masing-masing pihak dalam penyelenggaraan Posyandu seperti, Dinas kesehatan berperan

dan membantu pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan (pengadaan alat

timbang, distribusi KMS, obat-obatan dan vitamin) serta dukungan bimbingan

tenaga teknis kesehatan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN) berperan dalam penyuluhan, penggerakan peran serta masyarakat dan

sebagainya (Depkes RI, 2005).

2.1.7 Posyandu Balita

Posyandu balita adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan

terhadap anak balita di tingkat desa/kelurahan dalam masing-masing di wilayah kerja

(42)

masyarakat terutama anak balita (Depkes RI, 2005). Posyandu juga merupakan

wadah kegiatan berbasis masyarakat untuk bersama-sama masyarakat untuk

melaksanakan, memberikan serta memperoh informasi dan pelayanan sesuai

kebutuhan dalam upaya peningkatan status gizi masyarakat secara umum.

Posyandu merupakan wahana pelayanan dari berbagai program, sehingga

penyelenggaraan kegiatan revitalasi posyandu harus menyertakan aspek

pemberdayaan masyarakat secara konsisten. Pemberdayaan masyarakat menjadi

tumpuan upaya revitalasi posyandu. Namun dalam pelaksanaannya, bantuan tehnis

pemerintah tetap diperlukan dengan menjalin kemitraan dengan berbagai pihak

seperti Lembaga Sumberdaya Masyarakat, lembaga-lembaga donor, swasta dan dunia

usaha (Depkes RI, 2005).

2.2 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Menurut teori Andersen dalam Notoatmodjo (2003), pemanfaatan pelayanan

kesehatan dipengaruhi oleh faktor :

1. Karakteristik Predisposisi (Predisposing Characteristic)

Karakteristik predisposisi menggambarkan fakta bahwa individu mempunyai

kecenderungan untuk menggunakan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan yang

berbeda-beda. Karakteristik predisposisi dapat dibagi ke dalam 3 kelompok yakni :

a) Ciri-ciri demografi : umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota

keluarga.

(43)

c) Sikap dan keyakinan individu terhadap pelayanan kesehatan.

2. Karakteristik Pendukung (Enabling Characteristic)

a) Sumber daya keluarga (family resources) meliputi penghasilan keluarga,

kemampuan membeli jasa pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan.

b) Sumber daya masyarakat (community resources) meliputi jumlah sarana pelayanan

kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dengan tenaga kesehatan dan

lokasi sarana., ketercapaian pelayanan dan sumber-sumber yang ada didalam

masyarakat.

3. Karakteristik Kebutuhan (Need Characteristic)

Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan

pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan pendukung itu ada.

Karakteristik kebutuhan itu sendiri dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori yakni :

a) Kebutuhan yang dirasakan (perceived need), yaitu keadaan kesehatan yang

dirasakan.

b) Evaluate clinical diagnosis yang merupakan penilaian keadaan sakit didasarkan

oleh penilaian petugas.

Pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan yang diajukan oleh Andersen

dalam Notoatmodjo (2005), sering disebut sebagai model penentu siklus kehidupan

(life cycle determinants model) atau model pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan

(44)

Gambar 2.1 Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Sumber: A Behavioral Model of Families Use of Health Services (Andersen, 1974)

2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Konsumen akan memutuskan menggunakan atau memanfaatkan sarana

pelayanan kesehatan berdasarkan perilaku dan faktor-faktor yang memengaruhinya.

Proses penggunaan atau pemanfaatan sarana kesehatan oleh masyarakat atau

konsumen selanjutnya dijelaskan oleh dengan Teori Green dalam Notoatmodjo

(2005), yang dibedakan dalam tiga faktor yaitu :

a) Faktor predisposisi (Predisposing factors)

Faktor ini merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar

atau motivasi bagi perilaku. Termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap,

Predisposing Enabling Need

(45)

keyakinan, nilai dan persepsi yang berkenaan dengan motivasi seseorang atau

kelompok untuk bertindak.

b) Faktor pemungkin (Enabling factors)

Faktor pemungkin adalah faktor anteseden terhadap perilaku yang

memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk dalam faktor

pemungkin adalah ketrampilan, sumber daya pribadi dan komunitas. Seperti

tersedianya pelayanan kesehatan termasuk alat-alat kontrasepsi, keterjangkauan,

kebijakan, peraturan dan perundangan.

c) Faktor penguat (Reinforcing factors)

Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan

memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja tergantung pada tujuan

dan jenis program. Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan

atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

2.3.1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan melakukan penginderaan terhadap

objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh

(46)

bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku di dalam diri orang tersebut terjadi proses

berurutan yakni:

a. Awareness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

stimulus (objek) terlebih dahulu.

b. Interest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus.

c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran

dan sikapnya terhadap stimulus.

Penelitian Rogers (dalam Notoatmodjo, 2003) menyimpulkan bahwa

perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap diatas. Apabila penerimaan perilaku

baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini yang didasari oleh pengetahuan,

kesadaran dan sikap yang positif (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak

didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif dengan 6 tingkatan yaitu:

a.. Tahu (know). Diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

(47)

b. Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan

untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real

(sebenarnya).

d. Analisis (analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur

organisasi tersebut.

e. Sintesis (synthesis). Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation). Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek penilaian berdasarkan suatu

kriteria yang telah ada.

2.3.2 Sikap

Beberapa pengertian tentang sikap adalah sebagai berikut: (a) sikap belum

merupakan suatu tindakan nyata, melainkan dapat berupa predisposisi tingkah laku

Allport dalam Notoatmodjo (2003), (b) Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari

(48)

terarah, respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya.

Sikap itu dinamis dan tidak statis.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Allport dalam Notoatmodjo (2003) menjelaskan

bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :

1) Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek

2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan :

1) Menerima (receiving). Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).

2) Merespon (responding). Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3) Menghargai (valuing). Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4) Bertanggung jawab (responsible). Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang

telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap

sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap

membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif

terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud didalam suatu tindakan

(49)

pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar

pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.

2.3.3 Praktik atau Tindakan(practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).

Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung

atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor

fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain misalnya

suami/istri, orang tua/mertua sangat penting untuk mendukung praktik keluarga

berencana.

Tingkat-tingkat praktik :

a. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang akan

diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

b. Respon terpimpin (guided respons)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh

adalah merupakan indicator praktik tingkat dua.

c. Mekanime (mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,

atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik

(50)

d. Adaptasi (adaptation)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran

tindakannya tersebut (Notoatmodjo, 2003).

2.4 Persepsi

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (2006) persepsi diartikan sebagai:

(a) tangapan (penerimaan) langsung dari sesuatu dan (b) proses seseorang mengetahui

beberapa hal melalui panca inderanya. Menurut Komarudin (2006), secara

etimologis, persepsi berasal dari bahasa Latin percipere yang mempuyai pengertian:

(a) kesadaran intuitif (berdasarkan firasat) terhadap kebenaran atau kepercayaan

langsung terhadap sesuatu, (b) proses dalam mengetahui objek-objek dan

peristiwa-peristiwa obyektif, (c) sesuatu proses psikologis yang memproduksi bayangan

sehingga dapat mengenal obyek melalui berfikir asosiatif dengan cara inderawi

sehingga kehadiran bayangan itu dapat disadari yang disebut juga dengan wawasan.

Persepsi seseorang dipengaruhi oleh : (a) frame of reference yaitu kerangka

pengetahuan yang dimiliki yang diperoleh dari pendidikan, pengamatan, atau bacaan ;

(b) field of experience, yaitu pengalaman yang telah dialami yang tidak terlepas dari

lingkungan sekitarnya. Pembentukan persepsi sangat dipengaruhi oleh informasi atau

rangsangan yang pertama kali diperolehnya. Pengalaman pertama yang tidak

(51)

Posyandu akan berpengaruh terhadap pembentukan persepsi seorang ibu balita

terhadap kebutuhan untuk memanfaatkan Posyandu.

Menurut Zastrow et al (2004) persepsi merupakan suatu proses yang timbul

akibat adanya aktifitas (pelayanan yang diterima) yang dapat dirasakan oleh suatu

objek. Mengingat bahwa persepsi setiap orang terhadap suatu objek akan

berbeda-beda. Oleh karena itu persepsi memiliki sifat subjektif yang merupakan suatu rasa

puas atau tidak oleh adanya pelayanan.

Persepsi adalah awal dari segala macam kegiatan belajar yang bisa terjadi

dalam setiap kesempatan, disengaja atau tidak. Persepsi sebagai “suatu proses

penerimaan informasi yang rumit, yang diterima atas diekstraksi manusia dari

lingkungan, persepsi termasuk penggunaan indra manusia”. Pada akhirnya, persepsi

dapat mempengaruhi cara berpikir, bekerja, serta bersikap pada diri seseorang. Hal ini

terjadi karena orang tersebut dalam mencerna informasi dari lingkungan berhasil

melakukan adaptasi sikap, pemikiran, atau perilaku terhadap informasi tersebut

(Prawiradilaga dan Eveline, 2004).

Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas terdapat perbedaan

namun dapat disimpulkan bahwa pengertian atau pendapat satu sama lain saling

menguatkan, yaitu bahwa yang dimaksud dengan persepsi adalah suatu proses yang

muncul lewat panca indera, baik indera penglihat, pendengar, peraba, perasa, dan

pencium, kemudian terus-menerus berproses sehingga mencapai sebuah kesimpulan

yang berhubungan erat dengan informasi yang diterima dan belum sampai kepada

(52)

2.5 Landasan Teori

Mengacu kepada konsep pemanfaatan pelayanan kesehatan yang

dikemukakan oleh Anderson dan Green dalam Notoatmodjo (2005), dirangkum

dalam suatu landasan teori seperti diuraikan berikut ini:

Gambar 2.2 Landasan Teori

Sumber: Green dan Andersen dalam Notoatmodjo (2005)

Pendekatan teori yang dipakai untuk mengamati fenomena ini adalah teori

Andersen (1974) dan teori Lawrence Green (1991). Andersen menggambarkan ada 3

kategori utama yang berpengaruh terhadap perilaku pencarian/ pemanfaatan

pelayanan kesehatan, yaitu predisposing characteristic atau karakteristik predisposisi,

enabling characteristic atau karakteristik pendukung dan need characteristic atau

karakteristik kebutuhan. Karakteristik predisposisi dapat menggambarkan fakta

(53)

bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan

kesehatan yang berbeda-beda disebabkan karena adanya perbedaan ciri-ciri individu

seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, ras, keyakinan individu.

Sedangkan Green (1991) menganalisa bahwa kesehatan seorang individu maupun

masyarakat akan dipengaruhi oleh 2 faktor utama, yaitu perilaku itu sendiri dan faktor

di luar perilaku tersebut. Faktor perilaku dibentuk oleh 3 faktor, yaitu predisposing

factors, enabling factors dan reinforcing factors.

Dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang

kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan nilai-nilai

yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Selain itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan

perilaku petugas yang memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat juga

akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku masyarakat. Misalnya,

seorang ibu mau mendaftarkan anaknya di posyandu karena si ibu mempunyai

pengetahuan cukup tinggi tentang manfaat posyandu untuk pertumbuhan dan

perkembangan Balitanya, selain itu, sudah menjadi tradisi dalam keluarga si ibu

untuk selalu memberikan perhatian ekstra terhadap anak-anak khususnya perhatian

kepada kesehatan anak. Di samping itu, ibu melihat sendiri di posyandu tersedia

timbangan BB anak yang baik dan akurat, dan juga sikap dari kader dan petugas

kesehatan di posyandu sangat ramah dan tulus membantu ibu tersebut.

Peneliti ingin menggali fenomena perilaku Balita yang dalam hal ini hampir

sepenuhnya tergantung dari perilaku ibu dalam memanfaatkan pelayanan posyandu

Gambar

Gambar 2.1 Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Gambar 2.2 Landasan Teori
Gambar 2.3 Kerangka Konsep
Tabel 3.1 Distribusi Sampel Menurut Posyandu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Panitia Pengadaan Barang/Jasa Kegiatan pada Dinas Perindagkop dan UKM Kabupaten Sanggau Tahun Anggaran 2011 akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan Pascakualifikasi untuk

serta saran kepada peneliti yang berguna selama penyusunan skripsi ini,. hingga skripsi

Kejadian laserasi perineum pada primigravida lebih banyak terjadi pada kelompok kontrol yaitu 19 orang (63,3%) dibandingkan dengan kelompok eksperimen yaitu 2

Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya pembagunan di Semarang, salah satunya munculnya mall dan kafe baru seperti Spiegel Bar&amp;Bistro, Nest’co The Bistro, 7

Badan usaha milik desa simpan-pinjam BUMDes Al-amin yang mana berfungsi memberikan pelayanan kepada masyarakat desa dengan memberikan kebutuhan keuangan, kebutuhan

Faktor penyebab kematian bayi (AKB) adalah kondisi ekonomi yang tercermin dengan pendapatan masyarakat yang meningkat juga dapat dikontribusikan melalui perbaikan

Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui pencapaian kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan pendekatan open- ended

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, analisa data dan hasil pengolahan data dengan menggunakan analisa statistik, maka diperoleh terdapat pengaruh yang