PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PENDUKUNG DAN KEBUTUHAN IBU BALITA TERHADAP PEMANFAATAN POSYANDU DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS ALUE BILIE KECAMATAN DARUL MAKMUR KABUPATEN NAGAN RAYA
T E S I S
Oleh
MARNIATI 097032008/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI,
PENDUKUNG DAN KEBUTUHAN IBU BALITA TERHADAP PEMANFAATAN POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ALUE
BILIE KECAMATAN DARUL MAKMUR KABUPATEN NAGAN RAYA
Nama Mahasiswa : Marniati Nomor Induk Mahasiswa : 097032008
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Muslich Lutfi, Drs, M.B.A, I.D.S) (
Ketua Anggota
dr. Heldy, BZ, M.P.H)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 21 Juli 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Muslich Lutfi, Drs, M.B.A, I.D.S Anggota : 1. dr. Heldy, BZ, M.P.H
PERNYATAAN
PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PENDUKUNG DAN KEBUTUHAN IBU BALITA TERHADAP PEMANFAATAN POSYANDU DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS ALUE BILIE KECAMATAN DARUL MAKMUR KABUPATEN NAGAN RAYA
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Agustus 2012
ABSTRAK
Pemerintah berupaya meminimalisasi permasalahan kesehatan balita dengan mendirikan sarana pelayanan kesehatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Pemanfaatan Posyandu oleh Ibu yang memiliki balita di wilayah kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya belum optimal. Jumlah balita yang aktif ke posyandu Tahun 2011 hanya 308 balita (44%) dari 699 balita.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor kebutuhan ibu balita terhadap pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai balita yang berumur 12-59 bulan sebanyak 699 balita. Sampel sebanyak 254 orang, diambil dengan teknik simple random sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan uji regresi berganda pada α=0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor kebutuhan ibu balita berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya. Variabel kebutuhan berpengaruh paling besar terhadap pemanfaatan posyandu.
Disarankan kepada Puskesmas Alue Bilie agar: 1) meningkatkan pengetahuan ibu balita melalui kegiatan penyuluhan dan promosi tentang posyandu secara terus menerus dengan bahasa yang mudah dipahami oleh ibu balita, 2) sikap ibu balita tentang posyandu perlu dirubah melalui pemberian informasi dan menanamkan
kepercayaan, sehingga pemahaman ibu balita tentang posyandu lebih baik, 3) mengupayakan penataan lingkungan fisik posyandu melalui penataan ruangan,
lingkungan pekarangan, penerangan dan fasilitas kamar mandi/WC, sehingga ibu balita nyaman dalam memanfaatkan Posyandu, dan 4) melengkapi fasilitas/sarana pelayanan kesehatan posyandu berupa alat penimbangan berat badan, peralatan pemberian makanan tambahan, kartu menuju sehat dan mengupayakan penambahan kader serta meningkatkan pendekatan kepada tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama untuk mendukung pelaksanaan kegiatan posyandu.
ABSTRACT
The government has tried to minimize the problems of health in children under five years old by establishing health service facility called Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu = Integrated Service Post). The utilization of this Posyandu by the mothers of children under five years old in the working area of Puskesmas (Public Health Center) Alue Bilie, Darul Makmur Subdistrict, Nagan Raya District is not yet optimal. The number of children under five years old who actively visited the Posyandu in 2011 was only 308 (44%) of 699.
The purpose of this explanatory study was to analyze the influence of the factors of predisposition (knowledge, attitude), support (physical environment, health service facilities) and need (the need perceived about the service provided) of the mothers of children under five years old on the utilization of Posyandu in the working area of Puskesmas Alue Bilie, Darul Makmur Subdistrict, Nagan Raya District. The population of this study was all of the 699 mothers with 699 children. [each mother is considered to have 1 (one) child under five years old] and 254 of the children (254 mothers) were selected to be the samples for this study through simple random sampling technique. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews and the data obtained were analyzed through multiple regression
tests at α = 0.05.
The result of this study showed that statistically the factors of predisposition (knowledge and attitude), support (physical environment, health service facilities) and need (the need perceived about the service provided) of the mothers of children under five years old had a positive and significant influence on the utilization of Posyandu in the working area of Puskesmas Alue Bilie, Darul Makmur Subdistrict, Nagan Raya District. The need was the most influencing variable on the utilization of Posyandu.
The management of Puskesmas Alue Bilie is suggested 1) to improve the knowledge of the mothers of children under five years old through continuous extension activities and promotion of Posyandu by using the language which is easily understood by the mothers of children under five years old, 2) to improve the attitude of the mothers of children under five years old towards the Posyandu by providing information and instilling confidence that the mothers of children under five years old have a better understanding about the Posyandu, and 3) to arrange physical environment of posyandu through space layout, yard, lighting, and the facility of bathroom/toilet so that mothers of children under five years old are comfortable in using posyandu, and 4) to complete the facilities of posyandu health service with weighing, device for giving supplementary food, cards for the health, to add some cadres, and to increase the approach to public figures, adat figures, and religious figures in order to support the implementation of activities at posyandu.
KATA PENGANTAR
Penulis panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat
serta pertolongan-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini dengan judul " Pengaruh Faktor Predisposisi, Pendukung dan Kebutuhan Ibu Balita terhadap Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk
menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat
Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara. Penulis dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan,
dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :
1.Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K). sebagai Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
5. Dr. Muslich Lufti, Drs, M.B.A, I.D.S selaku komisi pembimbing I dan dr. Heldy,
kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk
membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.
6. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Dosen Penguji I dan Dra. Jumirah, Apt,
M.Kes selaku Dosen Penguji II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran
membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis
mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai
7. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nagan Raya dan Hj. Siti Zaidar selaku
Kepala Puskesma Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya
yang telah memberikan izin sampai penelian selesai.
8. Seluruh Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
9. Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Ayahanda Alm Tgk Ali Johan
dan ibunda Siti Asiah atas segala doa dan jasanya yang tak terhingga sehingga
penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.
10. Teristimewa buat suami tercinta Edi Safutra, S.E yang penuh pengertian,
kesabaran, kasih sayang, pengorbanan, dukungan serta doa dan kesetiaan
menunggu hingga selesainya pendidikan ini.
11. Kakanda Jusniati, Arwan, Aris Munandar, dan adinda Jafar Murni, Ida Afrida
serta ponaan ku Riya, Ira, Aan, Ari, David, Firman, Dayat, atas doa dan
12. Ayah Mertua Daud Hasan dan Ibu Mertua Nuraini atas doa dan dukungan yang
beliau berikan sehingga penulis bisa menyelesaikan pendidikan ini.
13. Putra ku yang tampan Kevin Diniandra Putra dan putri kembar ku yang cantik
Chelva dan Chelvi yang telah memberi doa dan kesempatan serta penuh
kesabaran menunggu mamanya pulang sehingga selesainya pendidikan ini.
14. Teman-teman seperjuangan yang selalu setia dalam suka maupun duka sehingga
penulis tambah semangat dalam menyelesaikan pendidikan ini.
Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan,
semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan
pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, Agustus 2012 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Ayu Sartika, lahir pada tanggal 18 April 1983 di Kotamadya Sabang, anak
keempat dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda Alm. Ismail bin Hamid dan
Ibunda Hj. Yusmawaty Binti M. Yusuf Cut.
Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di Sekolah Dasar
Negeri 5 Sabang, selesai Tahun 1995, Sekolah Menengah Pertama di SMP
Negeri 1 Langsa, selesai Tahun 1998, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 3
Banda Aceh, selesai tahun 2001, Fakultas Ekonomi di Universitas Sumatera Utara
(USU) Medan, selesai Tahun 2007.
Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2009 dan menyelesaikan
DAFTAR ISI
2.1.2 Sistem Pelayanan Terpadu ... 11
2.1.3 Fungsi Manajemen Posyandu ... 12
2.1.4 Sistem Informasi di Posyandu (Sistem Lima Meja) ... 18
2.1.5 Penilaian Keberhasilan Program Posyandu ... 19
2.1.6 Indikator Kegiatan Posyandu ... 20
2.1.7 Posyandu Balita ... 22
2.2 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ... 23
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 36
3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 42
3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 43
3.7 Metode Analisis Data ... 43
4.5.1 Hubungan Pengetahuan dengan Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur ... 61
4.5.2 Hubungan Sikap dengan Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur ... 62
4.5.3 Hubungan Lingkungan Fisik dengan Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur ... 62
4.5.4 Hubungan Fasilitas/Sarana Pelayanan Kesehatan dengan Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur ... 63
4.6 Analisis Multivariat ... 65
4.6.1 Uji Asumsi Klasik ... 65
4.6.2 Pengujian Hipotesis ... 68
BAB 5 PEMBAHASAN ... 73
5.1 Pengaruh Faktor Predisposisi terhadap Pemanfaatan Posyandu ... 73
5.1.1 Pengaruh Pengetahuan terhadap Pemanfaatan Posyandu ... 73
5.1.2 Pengaruh Sikap terhadap Pemanfaatan Posyandu... 78
5.2 Pengaruh Faktor Pendukung terhadap Pemanfaatan Posyandu ... 80
5.2.1 Pengaruh Lingkungan Fisik terhadap Pemanfaatan Posyandu ... 80
5.2.2 Pengaruh Fasilitas/Sarana Pelayanan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Posyandu ... 82
5.3 Pengaruh Faktor Kebutuhan terhadap Pemanfaatan Posyandu ... 83
5.4 Pemanfaatan Posyandu ... 85
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 87
6.1 Kesimpulan ... 87
6.2 Saran ... 87
DAFTAR PUSTAKA ... 89
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1 Cakupan Pelayanan Posyandu Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul
Makmur Kabupaten Nagan Raya Januari–Desember 2010 ... 5
1.2 Cakupan Pelayanan Posyandu Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya Januari–Desember 2011 ... 6
3.1 Distribusi Sampel Menurut Posyandu ... 38
3.2 Pengukuran Variabel Bebas ... 42
3.3 Pengukuran Variabel Terikat ... 43
4.1 Distribusi Jenis Tenaga di Wilayah Kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur ... 48
4.2 Distribusi Identitas Responden ... 49
4.3 Distribusi Identitas Balita ... 50
4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan ... 52
4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan ... 53
4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap ... 54
4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap ... 54
4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Lingkungan Fisik ... 56
4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Lingkungan Fisik ... 56
4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Fasilitas/Sarana Pelayanan Kesehatan .. 57
4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Fasilitas/Sarana Pelayanan Kesehatan ... 58
4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Faktor Kebutuhan ... 60
4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Pemanfaatan Posyandu ... 61
4.15 Hubungan Pengetahuan dengan Pemanfaatan Posyandu ... 62
4.16 Hubungan Sikap dengan Pemanfaatan Posyandu ... 62
4.17 Hubungan Lingkungan Fisik dengan Pemanfaatan Posyandu ... 63
4.18 Hubungan Fasilitas/Sarana Pelayanan Kesehatan dengan Pemanfaatan Posyandu ... 64
4.19 Hubungan Faktor Kebutuhan dengan Pemanfaatan Posyandu ... 64
4.20 Hasil Uji Normalitas ... 65
4.21 Uji Multikoliniearitas ... 66
4.22 Uji Autokorelasi ... 68
4.23 Uji Kelayakan Model ... 69
4.24 Uji Secara Serentak ... 70
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan. ... 25
2.2 Landasan Teori. ... 33
2.3 Kerangka Konsep Penelitian. ... 35
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Kuesioner Penelitian ... 92
2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 95
3 Uji Univariat dan Bivariat ... 98
4 Hasil Uji Regresi ... 111
5. Dokumentasi Penelitian ... 154
6. Surat Izin Penelitian dari Pascasarjana USU ... 155
ABSTRAK
Pemerintah berupaya meminimalisasi permasalahan kesehatan balita dengan mendirikan sarana pelayanan kesehatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Pemanfaatan Posyandu oleh Ibu yang memiliki balita di wilayah kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya belum optimal. Jumlah balita yang aktif ke posyandu Tahun 2011 hanya 308 balita (44%) dari 699 balita.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor kebutuhan ibu balita terhadap pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai balita yang berumur 12-59 bulan sebanyak 699 balita. Sampel sebanyak 254 orang, diambil dengan teknik simple random sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan uji regresi berganda pada α=0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor kebutuhan ibu balita berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya. Variabel kebutuhan berpengaruh paling besar terhadap pemanfaatan posyandu.
Disarankan kepada Puskesmas Alue Bilie agar: 1) meningkatkan pengetahuan ibu balita melalui kegiatan penyuluhan dan promosi tentang posyandu secara terus menerus dengan bahasa yang mudah dipahami oleh ibu balita, 2) sikap ibu balita tentang posyandu perlu dirubah melalui pemberian informasi dan menanamkan
kepercayaan, sehingga pemahaman ibu balita tentang posyandu lebih baik, 3) mengupayakan penataan lingkungan fisik posyandu melalui penataan ruangan,
lingkungan pekarangan, penerangan dan fasilitas kamar mandi/WC, sehingga ibu balita nyaman dalam memanfaatkan Posyandu, dan 4) melengkapi fasilitas/sarana pelayanan kesehatan posyandu berupa alat penimbangan berat badan, peralatan pemberian makanan tambahan, kartu menuju sehat dan mengupayakan penambahan kader serta meningkatkan pendekatan kepada tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama untuk mendukung pelaksanaan kegiatan posyandu.
ABSTRACT
The government has tried to minimize the problems of health in children under five years old by establishing health service facility called Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu = Integrated Service Post). The utilization of this Posyandu by the mothers of children under five years old in the working area of Puskesmas (Public Health Center) Alue Bilie, Darul Makmur Subdistrict, Nagan Raya District is not yet optimal. The number of children under five years old who actively visited the Posyandu in 2011 was only 308 (44%) of 699.
The purpose of this explanatory study was to analyze the influence of the factors of predisposition (knowledge, attitude), support (physical environment, health service facilities) and need (the need perceived about the service provided) of the mothers of children under five years old on the utilization of Posyandu in the working area of Puskesmas Alue Bilie, Darul Makmur Subdistrict, Nagan Raya District. The population of this study was all of the 699 mothers with 699 children. [each mother is considered to have 1 (one) child under five years old] and 254 of the children (254 mothers) were selected to be the samples for this study through simple random sampling technique. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews and the data obtained were analyzed through multiple regression
tests at α = 0.05.
The result of this study showed that statistically the factors of predisposition (knowledge and attitude), support (physical environment, health service facilities) and need (the need perceived about the service provided) of the mothers of children under five years old had a positive and significant influence on the utilization of Posyandu in the working area of Puskesmas Alue Bilie, Darul Makmur Subdistrict, Nagan Raya District. The need was the most influencing variable on the utilization of Posyandu.
The management of Puskesmas Alue Bilie is suggested 1) to improve the knowledge of the mothers of children under five years old through continuous extension activities and promotion of Posyandu by using the language which is easily understood by the mothers of children under five years old, 2) to improve the attitude of the mothers of children under five years old towards the Posyandu by providing information and instilling confidence that the mothers of children under five years old have a better understanding about the Posyandu, and 3) to arrange physical environment of posyandu through space layout, yard, lighting, and the facility of bathroom/toilet so that mothers of children under five years old are comfortable in using posyandu, and 4) to complete the facilities of posyandu health service with weighing, device for giving supplementary food, cards for the health, to add some cadres, and to increase the approach to public figures, adat figures, and religious figures in order to support the implementation of activities at posyandu.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Derajat kesehatan masyarakat di Indonesia masih rendah disebabkan banyak
faktor. Salah satu penyebabnya adalah belum dimanfaatkannya sarana pelayanan
kesehatan secara optimal oleh masyarakat, termasuk posyandu. Posyandu merupakan
salah satu wujud pemberdayaan masyarakat yang strategis dalam pembangunan
kesehatan dengan tujuan mewujudkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi
permasalahan kesehatan.
Undang-Undang RI No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, menjelaskan
adanya kebijakan tentang upaya pemeliharaan bayi dan anak harus ditujukan untuk
mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta
untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak. Pemerintah wajib memberikan
pelayanan kesehatan kepada bayi dan anak melalui salah satu sarana pelayanan
kesehatan, yaitu Posyandu.
Sejak dicanangkan pada tahun 1984, pertumbuhan jumlah posyandu
bertambah besar dan ternyata juga dibarengi dengan peranannya yang menonjol,
khususnya dalam meningkatkan cakupan program. Dapat kita lihat bahwa posyandu
membawa kontribusi yang besar pada peningkatan cakupan program, khususnya pada
sasaran populasi bayi bawah lima tahun (Balita) dan ibu (Depdagri, 2001)
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) merupakan salah satu bentuk Upaya
untuk dan oleh bersama masyarakat, guna penyelenggaraan pembangunan kesehatan
dalam memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat
dalam memperoleh pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2006).
Keberadaan posyandu telah memberikan dampak positif terhadap
pembangunan khususnya di bidang kesehatan. Salah satu tujuan menyelenggarakan
posyandu adalah mengurangi angka kesakitan dan kematian balita dan ibu serta
pengembangan kualitas sumber daya manusia dengan mengoptimalkan potensi
tumbuh kembang anak melalui program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) (Depkes RI,
2006).
Posyandu yang diprogramkan oleh pemerintah dengan kegiatan lima program
prioritas, yaitu KB, Gizi, KIA, imunisasi dan penanggulangan diare merupakan
bagian dari pembangunan kesehatan dimana sasarannya adalah untuk mencapai
keluarga kecil, bahagia dan sejahtera yang dilaksanakan oleh keluarga, bersama
masyarakat dengan bimbingan dari petugas kesehatan setempat untuk kepentingan
masyarakat, maka diharapkan masyarakat sendiri yang aktif membentuk,
menyelenggarakan, memanfaatkan dan mengembangkan Posyandu sebaik-baiknya
(Depkes RI, 1996).
Pemanfaatan Posyandu menggunakan prinsip lima meja, yaitu dari
pendaftaran, penimbangan bayi dan anak, pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS),
penyuluhan gizi (terutama pada anak dengan berat badan jauh dibawah berat badan
seharusnya) dan kelainan klinis, ibu hamil, Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
(KIA), Keluarga Berencana (KB), imunisasi, dan pengobatan seperti pemberian
obat-obatan, vitamin A, tablet zat besi (Fe) atau pemberian rujukan ke Puskesmas dan
Rumah Sakit jika ditemukan kasus-kasus luar biasa (Depkes RI, 2005).
Menurut Depkes RI (2010), pemanfaatan posyandu di Indonesia berdasarkan
program aktivitas posyandu cukup baik untuk balita terutama sampai usia 2 tahun.
Aktivitas selanjutnya sampai usia 5 tahun, cakupan program atau partisipasi
masyarakat sangat bervariasi, mulai dari terendah 10% sampai tertinggi 80%. Jika
diamati pemantauan pertumbuhan yang dilakukan rutin setiap bulan, partisipasinya
masih sangat rendah berkisar antara 1-5%. Cakupan program perbaikan gizi pada
umumnya rendah, banyak Posyandu yang tidak berfungsi dan pemantauan
pertumbuhan hanya dilakukan pada sekitar 30% dari jumlah balita yang ada.
Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan untuk
Kabupaten/Kota (Depkes RI, 2008) tentang indikator baik tidaknya pemanfaatan
posyandu yaitu dengan cakupan kunjungan secara kumulatif mencapai 90% atau
lebih dianggap baik. Sedangkan kurang dari 90% dianggap belum baik
pemanfaatannya.
Pemanfaatan pelayanan kesehatan memiliki tiga faktor yang berperan, yaitu
faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor kebutuhan (Andersen, 1995).
Pemanfaatan pelayananan kesehatan bergantung pada faktor-faktor sosiodemografis,
tingkat pendidikan, kepercayaan dan praktek kultural, diskriminasi jender, status
perempuan, kondisi lingkungan, sistem politik dan ekonomi, pola penyakit serta
Pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat sangat ditentukan oleh
dukungan tokoh masyarakat (TOMA) dan peran kader sebagai motor penggerak.
Peran pemerintah, termasuk petugas kesehatan, hanya sebagai fasilitator untuk lebih
memberdayakan masyarakat dalam kegiatan posyandu. Kegiatan posyandu dikatakan
meningkat jika peran serta masyarakat semakin tinggi yang terwujud dalam cakupan
program kesehatan seperti imunisasi, pemantauan tumbuh kembang balita,
pemeriksaan ibu hamil, dan KB yang meningkat.
Kondisi Pemerintah Aceh sebagai bagian dari Negara Republik Indonesia
yang perlu mendapatkan perhatian khusus, dengan adanya tekanan politik akibat
konflik yang berkepanjangan dari tahun 1998 sampai dengan 2006, disusul gempa
yang diikuti gelombang tsunami pada akhir desember 2004, menghancurkan
infrastruktur dan memberikan dampak psikologis kepada masyarakat dan
memberikan pengaruh buruk terhadap pelaksanaan kegiatan posyandu. Apabila
dilihat dari jumlah dan persentase posyandu menurut Kabupaten/Kota terdapat
64,09% tergolong posyandu pratama, 22,99% posyandu madya, 7,46% posyandu
purnama dan 1,71% strata mandiri (Dinkes Pemerintah Aceh, 2011).
Salah satu Kabupaten di Pemerintahan Aceh, yaitu Pemerintah Kabupaten
Nagan Raya dengan jumlah penduduk tahun 2011, 134.407 jiwa. Kabupaten Nagan
raya terdiri atas 5 kecamatan dan 222 desa. Salah satu kecamatan di Kabupaten
Nagan Raya yang memiliki pencapaian program cakupan pelayanan Posyandu Balita
dibawah target adalah Puskesmas Alue Bilie. Survei awal di Puskesmas Alue Bilie,
penimbangan Balita bulan Januari sampai dengan Desember 2010, ditemui jumlah
kunjungan 560 orang. Aktif berkunjung ke posyandu sebanyak 188 balita (33,5%),
yang tidak aktif 372 balita (66,5%) (Tabel 1.1).
Jumlah kunjungan Januari sampai dengan bulan Desember 2011, sebanyak
699 orang balita, aktif berkunjung ke posyandu 308 balita (44%) yang tidak aktif 391
orang (56%) (Tabel 1.2). Target yang ingin dicapai sesuai dengan SPM 2008, adalah
90% balita yang harus mendapatkan pelayanan dasar. Demikian juga dengan
persentase cakupan pelayanan, seluruh balita yang ada belum mendapat kartu (K/S),
bayi yang mempunyai kartu belum seluruhnya ditimbang di Posyandu (D/K)
(Laporan Puskesmas Alue Bilie, 2012).
Cakupan pelayanan Posyandu di Puskesmas Alue Bilie berdasarkan hasil
penimbangan Balita bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun 2010 dan
2011 dapat dilihat pada Tabel 1.1 dan Tabel 1.2.
Tabel 1.1 Cakupan Pelayanan Posyandu Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya Januari–Desember 2010
Bulan Orang Persentase (%)
S K D N N/S K/S D/K N/D D/S
Tabel 1.2 Cakupan Pelayanan Posyandu Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya Januari–Desember 2011
Bulan Orang Persentase (%) (Sumber : Laporan Puskesmas Alue Bilie, 2012)
Survei awal yang dilakukan pada bulan Januari 2012 dengan mewawancarai
10 orang ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja Puskesmas Alue Bilie, sebagian
besar tidak mengetahui pengertian posyandu dan manfaat balita ditimbang ke
posyandu. Ibu balita juga menganggap posyandu sebagai tempat melakukan
imunisasi semata, sehingga ketika balitanya telah diimunisasi, ibu balita tidak
berkunjung kembali ke posyandu. Salah satu dampak dari rendahnya pemanfaatan
posyandu oleh ibu balita adalah terkait dengan tumbuh kembang anak balita, seperti
anak balita kurang gizi yang dikhawatirkan dapat mengancam kualitas sumberdaya
manusia sebagai generasi penerus.
Fenomena rendahnya pemanfaatan Posyandu Puskesmas Alue Bilie diduga terkait dengan faktor predisposisi, faktor pendukung dan kebutuhan ibu balita
terhadap posyandu serta petugas kesehatan yang kurang berperan dalam memberikan
penyuluhan tentang pentingnya dilakukan penimbangan dan pengukuran status gizi
Penelitian terkait dengan pemanfaatan posyandu seperti hasil penelitian
Widiastuti dan Kristiani (2006) menyimpulkan bahwa sebagian besar posyandu di
Kota Denpasar belum mencapai target tingkat pemanfaatan penimbangan balita di
posyandu (D/S) yang telah ditetapkan Dinkes Propinsi Bali. Secara statistik, motivasi
kader dalam kegiatan posyandu merupakan faktor dominan yang berpengaruh
terhadap tingkat pemanfaatan penimbangan balita di posyandu (D/S).
Hasil penelitian Purba (2011) menyimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap
ibu yang mempunyai balita tentang posyandu berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Bosar Maligas. Pemanfaatan posyandu
ditemukan sebanyak 56 orang (51,9%) memanfaatkan posyandu sebanyak 4-7 kali
dalam setahun dan dikategorikan sedang, selebihnya pemanfaatan rendah dan tinggi.
Penelitian Pamungkas (2009), menunjukkan adanya hubungan yang signifikan
antara tingkat pengetahuan ibu tentang posyandu dengan perilaku ke posyandu dan
terdapat hubungan yang signifikan antara sikap ibu balita dengan perilaku kunjungan
ibu ke posyandu di Kelurahan Grabag Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang.
Kurangnya sikap dari ibu balita ke posyandu dikarenakan oleh karena kurangnya
antusiasme responden mengikuti rangkaian kegiatan posyandu yang secara klasik
dikarenakan tingkat aktivitas yang berlebih.
Pemerintah Kabupaten Nagan Raya bekerja sama dengan Puskesmas Alue
Bilie telah mengupayakan pendekatan kepada masyarakat dan mengadakan
penyuluhan untuk menghimpun seluruh kegiatan masyarakat agar berperan secara
aktif sesuai dengan kemampuannya, baik sebagai pelaksana maupun sebagai pembina
membutuhkan pelayanan posyandu pada hari buka dan kunjungan rumah dapat
mencapai hasil yang setinggi-tingginya, namun kunjungan ibu balita ke Posyandu
belum mencapai target.
Memerhatikan beberapa penelitian terdahulu yang telah disebutkan di atas,
dan permasalahan yang ditemui pada posyandu wilayah kerja Puskesmas Alue Bilie
saat ini, maka peneliti tertarik untuk meneliti ”pengaruh faktor predisposisi, faktor
pendukung dan kebutuhan ibu balita terhadap pemanfaatan posyandu di wilayah kerja
Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya”.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan
penelitian ini adalah: Bagaimana pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap),
faktor pendukung (lingkungan fisik, fasilitas/sarana pelayanan kesehatan) dan faktor
kebutuhan (kebutuhan yang dirasakan tentang pelayanan) ibu balita terhadap
pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul
Makmur Kabupaten Nagan Raya?.
1.3Tujuan Penelitian
Menganalisis pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap), faktor
pendukung (lingkungan fisik, fasilitas/sarana pelayanan kesehatan) dan faktor
pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul
Makmur Kabupaten Nagan Raya.
1.4 Hipotesis
Faktor predisposisi (pengetahuan, sikap), faktor pendukung (lingkungan fisik,
fasilitas/sarana pelayanan kesehatan) dan faktor kebutuhan (kebutuhan yang
dirasakan tentang pelayanan) ibu balita berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu
di wilayah kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan
Raya.
1.5Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ke berbagai pihak
antara lain :
1. Sebagai sumber informasi bagi para pengambil kebijakan dalam memanfaatkan
posyandu. di Pemerintah Kabupaten Nagan Raya.
2. Bagi peneliti diharapakan dapat menambah wawasan dalam aplikasi keilmuan di
bidang administrasi dan kebijakan kesehatan terkait dengan pemanfaatan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Posyandu
Menurut Depkes RI (2003), Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) adalah suatu
bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di suatu wilayah kerja
Puskesmas. Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di Posyandu antara lain:
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), KB (Keluarga Berencana), P2M (Imunisasi dan
Penanggulangan Diare), dan Gizi (penimbangan Balita). Sedangkan sasaran
penduduk Posyandu ialah ibu hamil, ibu menyusui, Pasangan Usia Subur (PUS) dan
Balita.
2.1.1 Pengertian Posyandu
Program Posyandu merupakan strategi pemerintah dalam menurunkan angka
kematian bayi IMR (Infant Mortality Rate), angka kelahiran CBR (Crude Birth
Rate), dan angka kematian ibu MMR (Maternal Mortality Rate). Turunnya IMR,
CBR, dan MMR di suatu wilayah merupakan standar keberhasilan pelaksanaan
program terpadu di wilayah tersebut. Untuk mempercepat penurunan IMR, CBR, dan
MMR tersebut, secara nasional diperlukan tumbuhnya peran serta masyarakat dalam
mengelola dan memanfaatkan Posyandu, karena Posyandu adalah milik masyarakat.
Untuk mengembangkan peran serta masyarakat di Posyandu dapat dilakukan dengan
Sistem merupakan suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu sama
lain dan mempunyai suatu tujuan yang jelas. Komponen suatu sistem terdiri dari
input, process, output, effect, outcome, dan mekanisme umpan baliknya (Depkes RI,
2003).
2.1.2 Sistem Pelayanan Terpadu
a. Input. Yaitu sumber daya atau masukan yang dikonsumsikan oleh suatu system
yang disingkat dengan 6 M yaitu: Man, Money, Material, Method, Minute, dan
Market. Man adalah kelompok penduduk sasaran yang akan diberikan pelayanan,
staf puskesmas, kecamatan, kelurahan, kader, pemuka masyarakat, dan sebagainya.
Money adalah dana yang dapat digali dari swadaya masyarakat dan yang disubsidi
oleh pemerintah. Material adalah vaksin, jarum suntik, KMS, alat timbang,
obat-obatan, dan sebagainya. Method adalah cara penyimpanan vaksin, cara
menimbang, cara memberikan vaksin, cara mencampur oralit, dan sebagainya.
Minute adalah waktu yang disediakan oleh staf Puskesmas untuk melaksanakan
kegiatan Posyandu dan waktu yang disediakan oleh ibu untuk suatu kegiatan dan
sebagainya. Market
b.
adalah masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
seperti lokasi kegiatan Posyandu, transport, sistem kepercayaan masyarakat di
bidang kesehatan dan sebagainya.
Process.Meliputi semua kegiatan pelayanan terpadu mulai dari persiapan bahan,
c. Output. Merupakan produk program Posyandu misalnya jumlah anak yang
ditimbang, jumlah bayi, dan ibu hamil yang diimunisasi, jumlah PUS yang
diberikan pelayanan KB.
d. Effect. Terjadinya perubahan pengetahuan dan sikap perilaku kelompok
masyarakat yang dijadikan sasaran program.
e. Outcome. Merupakan dampak atau hasil tidak langsung dari proses suatu sistem
seperti penurunan angka kematian bayi, penurunan fertilitas PUS, dan jumlah
Balita kurang gizi.
Fungsi manajemen yang dipakai sebagai pokok bahasan dalam makalah ini
ialah perencanaan, pengorganisasian, penggerakan-pelaksanaan dan pengawasan.
Tiga prinsip pokok penerapan asas-asas manajemen pada pengembangan program
kesehatan adalah upaya peningkatan efisiensi penggunaan sumber daya untuk
menunjang pelaksanaan program, peningkatan efektifitas pelaksanaan kegiatan untuk
mencapai target program, dan setiap pengambilan keputusan dapat dilakukan secara
rasional karena sudah didasari pemanfaatan data secara tepat (Depkes RI, 2003).
2.1.3 Fungsi Manajemen Posyandu
Ada empat fungsi manajemen tersebut pada program pelayanan terpadu,
berikut ini akan dijelaskan keempat fungsi manajemen tersebut (Depkes RI, 2003):
a
Keempat rangkaian dari fungsi manajemen tersebut, perencanaan merupakan
secara keseluruhan. Perencanaan program Posyandu dimulai di tingkat Puskesmas
yang bersifat operasional karena langsung dilaksanakan di lapangan. Perencanaan
program Posyandu terdiri dari lima langkah penting yakni:
(1). Menjelaskan berbagai masalah. Untuk dapat menjelaskan masalah program
Posyandu diperlukan upaya analisis situasi. Sasaran analisis situasi adalah
berbagai aspek penting pelaksanaan program Posyandu di berbagai wilayah
Puskesmas. Dari analisis situasi akan dihasilkan berbagai macam data yang
terdiri dari berbagai aspek.
(a) Aspek epidemiologis yakni kelompok penduduk sasaran (who) yang
menderita kejadian tersebut, dimana, kapan masalah tersebut terjadi.
Misalnya: data jenis penyakit yang dapat dicegah dari imunisasi.
(b) Aspek demografis berdasarkan kelompok umur, jumlah kelahiran dan
kematian, jumlah Angka Kematian Ibu (AKI).
(c) Aspek geografis semua informasi karakteristik wilayah yang dapat
mempengaruhi masalah tersebut.
(d) Aspek sosial ekonomi adalah pendapatan, tingkat pendidikan, norma
sosial, dan sistem kepercayaan masyarakat.
(e) Aspek organisasi pelayanan meliputi motivasi kerja staf dan kader,
keterampilan, persediaan vaksin, alat Keluarga Berencana (KB), dan
(2). Menentukan prioritas masalah. Prioritas masalah secara praktis dapat
ditetapkan berdasarkan pengalaman staf, dana, dan mudah tidaknya masalah
dipecahkan. Prioritas masalah dijadikan dasar untuk menentukan tujuan.
(3). Menetapkan tujuan dan indikator keberhasilan. Contoh tujuan program
Posyandu: meningkatkan cakupan vaksinasi, mengintensifkan imunisasi
campak di wilayah binaan dan mengkaji hambatan dan kendala. Sebelum
menentukan tolak ukur, perlu dipelajari hambatan-hambatan program
kesehatan yang pernah dialami atau diperkirakan baik yang bersumber dari
masyarakat, lingkungan, Puskesmas maupun dari sektor lainnya.
(4) Menyusun Rencana Kerja Operasional (RKO). Dengan RKO akan
memudahkan pimpinan mengetahui sumber daya yang dibutuhkan dan
sebagai alat pemantau. Contoh format RKO: Jenis kegiatan yang dilakukan
untuk mencapai tujuan, Lokasi kegiatan, Metode pelaksanaan, Sasaran
penduduk, Penanggung Jawab, Dana dan sarana serta Waktu Pelaksanaannya.
Struktur organisasi Puskesmas dapat diketahui mekanisme pelimpahan wewenang
dari pimpinan kepada staf sesuai tugas yang diberikan. Masing-masing kelompok
terdiri dari 2 atau 3 staf yang tiap staf disesuaikan dengan jumlah yang tersedia dan
jumlah kelompok yang diperlukan. Setiap kelompok dikoordinasikan oleh satu
orang senior. Mereka bersama kader akan memberikan pelayanan di Posyandu,
membuat laporan, menganalisis cakupan dan mengevaluasi pelaksanaan program
di lapangan. Tugas-tugas mereka hendaknya dibuat jelas dan sederhana
disesuaikan dengan rata-rata tingkat pendidikan mereka.
Keberhasilan pengembangan fungsi manajemen ini amat dipengaruhi oleh
keberhasilan pimpinan Puskesmas menumbuhkan motivasi kerja staf dan semangat
kerja sama antara staf dengan staf lainnya di Puskesmas (lintas program), antara
staf Puskesmas dengan masyarakat, dan antara staf Puskesmas dengan pimpinan
instansi di tingkat kecamatan (lintas sektoral). Mekanisme komunikasi yang
dikembangkan oleh pimpinan Puskesmas dengan stafnya, demikian pula antara
pimpinan Puskesmas dengan camat dan pimpinan sektor lainnya di tingkat
kecamatan, termasuk dengan aparat di tingkat desa akan sangat berpengaruh pada
keberhasilan fungsi manajemen ini. Melalui lokakarya mini Puskesmas,
kesepakatan kerjasama lintas program dan sektoral dapat dirumuskan. Perwujudan
kerjasama lintas sektoral akan ditentukan oleh peranan camat dan ketua penggerak
PKK di tingkat kecamatan. Keterampilan untuk mengembangkan hubungan antar
manusia sangat diperlukan dalam penerapan fungsi manajemen ini (Depkes RI,
2003).
c. Penggerakan-pelaksanaan
Posyandu adalah untuk masyarakat dan perlu dikelola oleh masyarakat oleh
kader-kader di tingkat dusun. Pembinaan kader-kader memang sukar dikerjakan oleh pihak
Puskesmas karena mereka bekerja secara sukarela sementara mereka dihadapkan
pada pilihan bekerja untuk menanggung kebutuhan ekonomi keluarga dan dirinya
Posyandu (dari dan untuk masyarakat) akan kabur. Ironisnya sampai saat ini
Posyandu masih tetap dianggap perpanjangan tangan Puskesmas. Tanpa staf
Puskesmas, Posyandu jarang sekali berjalan secara rutin. Ini adalah salah satu
bentuk tantangan pelaksanaan dan pengembangan Posyandu terutama di kota-kota.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk melaksanakan program Posyandu
adalah:
(1) Kembangkan mekanisme kerjasama yang positif antara dinas-dinas sektoral di
tingkat kecamatan, antara staf Puskesmas sendiri dan organisasi formal dan
informasi di tingkat desa/ dusun.
(2) Gali potensi masyarakat dan kembangkan kerjasama yang ada (terutama
dengan PKK) untuk dapat menunjang kegiatan program Posyandu.
(3) Kembangkan motivasi kader dan staf kesehatan sebagai anggota kelompok
kerja program Posyandu, sehingga peran serta mereka yang optimal dapat
ditingkatkan untuk menunjang pelaksanaan program Posyandu. Dalam hal ini
Hubungan Antar Manusia perlu terus dibina dan dikembangkan untuk
menjamin tumbuhnya suasana kerja yang harmonis dan merangsang inisiatif
anggota kelompok kerja Posyandu.
Setelah fungsi pergerakan dan pelaksanaan program Posyandu, maka fungsi
selanjutnya yang dilakukan adalah fungsi pengawasan dan pengendalian. Dalam
hal ini, pimpinan Puskesmas dan koordinator program Posyandu dapat
mengevaluasi keberhasilan program dengan menggunakan Rencana Kerja
Operasional sebagai tolak ukur/standar dan membandingkan hasil kegiatan
program di masing-masing Posyandu. Aspek-aspek yang diawasi selama program
Posyandu di lapangan adalah:
(1) Keterampilan kader melakukan penimbangan program Posyandu
(2) Membuat pencatatan program Posyandu
(3) Membuat pelaporan program Posyandu
Untuk tanggung jawab pengawasan program Posyandu tetap di tangan pimpinan
Puskesmas tetapi wewenang pengawasan di lapangan dilimpahkan pada
koordinator program.
Beberapa langkah penting dalam fungsi Wasdal program Posyandu ini adalah:
(1) Menilai apakah ada kesenjangan antara target dan standard dengan cakupan
dan kemampuan staf dan kader untuk melaksanakan tugas-tugasnya (aspek
pengawasan).
(2) Analisis faktor-faktor penyebab timbulnya kesenjangan tersebut.
(3) Merencanakan dan melaksanakan langkah-langkah untuk mengatasi
permasalahan yang muncul berdasarkan faktor-faktor penyebab yang sudah
diidentifikasi (aspek pengendalian).
Pengawasan dan pengendalian program Posyandu dilaksanakan secara rutin
dengan menggunakan tolok ukur keberhasilan program sebagai pedoman kerja dan
hasilnya dapat digunakan sebagai umpan balik memperbaiki proses perencanaan
program Posyandu. Pimpinan Puskesmas hendaknya selalu mengadakan pemantauan
analisis cakupan program, laporan masyarakat dan hasil observasi atau supervisi di
lapangan sebagai bahan penilaian (Depkes RI, 2003).
2.1.4 Sistem Informasi di Posyandu (Sistem Lima Meja) a. Meja I
Layanan meja I merupakan layanan pendaftaran, kader melakukan
pendaftaran pada ibu dan Balita yang datang ke Posyandu. Alur pelayanan Posyandu
menjadi terarah dan jelas dengan adanya petunjuk di meja pelayanan. Petunjuk ini
memudahkan ibu dan Balita saat datang, sehingga antrian tidak terlalu panjang atau
menumpuk di satu meja.
b. Meja II
Layanan meja II merupakan layanan penimbangan
c. Meja III
Kader melakukan pencatatan pada buku KIA atau KMS setelah ibu dan Balita
mendaftar dan di timbang. Pencatatan dengan mengisikan berat badan Balita ke
dalam skala yang di sesuaikan dengan umur Balita. Di atas meja terdapat tulisan yang
menunjukan pelayanan yang di berikan.
d. Meja IV
Diketahuinya berat badan anak yang naik atau yang tidak naik, ibu hamil
dengan risiko tinggi, pasangan usia subur yang belum mengikuti KB, penyuluhan
kesehatan, pelayanan Pemberian Makanan Tambahan (PMT), oralit, vitamin A,
e. Meja V
Pemberian imunisasi dan pelayanan kesehatan kepada Balita yang datang ke
Posyandu dilayani di meja V, dilakukan oleh bidan desa atau petugas kesehatan
lainnya. Imunisasi yang diberikan di posyandu adalah imunisasi dasar, yaitu:BCG,
DPT, Hepatitis, Polio, Campak.
Pada penjelasan fungsi sebelumnya bahwa untuk mengetahui keberhasilan
program Posyandu, kajian output (cakupan) masing-masing program yang
dibandingkan dengan targetnya adalah salah satu cara yang dapat dipakai sebagai
bahan penilaian.
2.1.5 Penilaian Keberhasilan Program Posyandu
Cakupan program adalah hasil langsung (output) kegiatan program Posyandu
yang dapat dapat dihitung segera setelah pelaksanaan kegiatan program. Perhitungan
cakupan ini dapat dilakukan dengan menggunakan statistik sederhana, yaitu jumlah
orang yang mendapatkan pelayanan dibagi dengan jumlah penduduk sasaran setiap
program.
Jumlah penduduk sasaran dapat dihitung secara langsung oleh staf Puskesmas
melalui pencatatan data jumlah penduduk sasaran yang ada di desa atau dusun.
Penduduk sasaran program Posyandu lebih sering dihitung berdasarkan perkiraan a
atau estimasi. Estimasinya ditetapkan oleh dinas kesehatan Kabupaten/Kota. Jumlah
penduduk sasaran nyata sering jauh lebih rendah dari jumlah penduduk yang dihitung
selalu jauh lebih rendah. Atas dasar perbedaan antara jumlah penduduk sasaran yang
dicari langsung (riil) dengan yang diperkirakan (estimasi), perhitungan cakupan
dengan menggunakan kedua jenis penduduk sasaran tersebut sebagai pembaginya,
akan memberikan hasil yang berbeda (Depkes RI, 2003).
Dalam usaha peningkatan efisiensi dan efektivitas penatalaksanaan program
posyandu, staf Puskesmas perlu dilatih keterampilan dan ditingkatkan kepekaannya
mengkaji masalah program dan masalah kesehatan masyarakat yang berkembang di
wilayah binaannya. Keterampilan seperti ini dapat dilatih secara langsung pada saat
supervisi. Mereka juga diarahkan untuk mencari upaya pemecahan masalah sesuai
dengan kewenangan yang diberikan dengan melibatkan tokoh dan kelompok
masyarakat setempat. Semua kegiatan tersebut diatas adalah bagian dari proses
manajemen program Posyandu (Depkes RI, 2003).
Pengamatan terhadap persiapan pelaksanaan program Posyandu, kegiatan di
lapangan dan evaluasinya terhadap laporan program merupakan cara terbaik untuk
mengetahui penerapan manajemen program Posyandu di Puskesmas.
2.1.6 Indikator Kegiatan Posyandu
Ada beberapa indikator dalam kegiatan Posyandu antara lain :
1. Liputan Program (K/S). Merupakan indikator mengenai kemampuan program
untuk menjangkau Balita yang ada di masing-masing wilyah. Diperoleh dengan
cara membagi jumlah balita yang ada dan mempunyai Kartu Menuju Sehat
2. Tingkat Kelangsungan Penimbangan (K/D). Merupakan tingkat kemantapan
pengertian dan motivasi orang tua balita untuk menimbang setiap bulannya.
Indikator ini dapat dengan cara membagi jumlah Balita yang ditimbang
(D) dengan jumlah Balita yang terdaftar dan mempunyai KMS (K) dikalikan 100.
3. Hasil Penimbangan (N/D). Merupakan indikator keadaan gizi Balita pada suatu
waktu (bulan) di wilayah tertentu. Indikator ini didapat dengan membagi jumlah
Balita yang naik berat badannya (N) dengan jumlah Balita yang ditimbang bulan
ini (D).
4. Hasil Pencapaian Program (N/S). Indikator ini di dapat dengaan cara membagi
jumlah Balita yang naik berat badannya (N) dengan jumlah seluruh Balita
(S) dikalikan 100.
5. Partisipasi Masyarakat (D/S). Indikator ini merupakan keberhasilan program
Posyandu, karena menunjukkan sampai sejauh mana tingkat partisipasi masyarakat
dan orang tua Balita pada penimbangan Balita di Posyandu. Indikator ini di peroleh
dengan cara membagi jumlah Balita yang ditimbang (D) dengan jumlah seluruh
Balita yang ada (S) dikalikan 100. Tinggi rendahnya indikator ini dipengaruhi oleh
aktif tidaknya bayi dan Balita ditimbangkan tiap bulannya.
Menurut Depkes RI (2004), Posyandu digolongkan pada empat tingkatan
berdasarkan pada beberapa indikator sebagai berikut:
a. Posyandu Pratama adalah Posyandu yang masih belum mantap. Kegiatannya belum
b. Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih
dari delapan kali dalam setahun, dengan rata-rata jumlah kader lima orang atau
lebih. Akan tetapi cakupan program utamanya (KIA, KB, Gizi dan menyusui)
masih rendah yaitu < 50%. Ini menunjukkan kegiatan Posyandu sudah baik tetapi
cakupan program masih rendah.
c. Posyandu Purnama adalah Posyandu yang frekuensinya > 8 kali pertahun, rata-rata
jumlah kader adalah lima orang atau lebih dan cakupan program utamanya > 50%
dan sudah ada program tambahan
d. Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat melakukan kegiatan secara
teratur, cakupan program utamanya sudah bagus. Ada program tambahan dan dana
sehat telah menjangkau > 50% kepala keluarga. Terselenggaranya pelayanan
Posyandu melibatkan banyak pihak, adapun tugas dan tanggungjawab
masing-masing pihak dalam penyelenggaraan Posyandu seperti, Dinas kesehatan berperan
dan membantu pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan (pengadaan alat
timbang, distribusi KMS, obat-obatan dan vitamin) serta dukungan bimbingan
tenaga teknis kesehatan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) berperan dalam penyuluhan, penggerakan peran serta masyarakat dan
sebagainya (Depkes RI, 2005).
2.1.7 Posyandu Balita
Posyandu balita adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan
terhadap anak balita di tingkat desa/kelurahan dalam masing-masing di wilayah kerja
masyarakat terutama anak balita (Depkes RI, 2005). Posyandu juga merupakan
wadah kegiatan berbasis masyarakat untuk bersama-sama masyarakat untuk
melaksanakan, memberikan serta memperoh informasi dan pelayanan sesuai
kebutuhan dalam upaya peningkatan status gizi masyarakat secara umum.
Posyandu merupakan wahana pelayanan dari berbagai program, sehingga
penyelenggaraan kegiatan revitalasi posyandu harus menyertakan aspek
pemberdayaan masyarakat secara konsisten. Pemberdayaan masyarakat menjadi
tumpuan upaya revitalasi posyandu. Namun dalam pelaksanaannya, bantuan tehnis
pemerintah tetap diperlukan dengan menjalin kemitraan dengan berbagai pihak
seperti Lembaga Sumberdaya Masyarakat, lembaga-lembaga donor, swasta dan dunia
usaha (Depkes RI, 2005).
2.2 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Menurut teori Andersen dalam Notoatmodjo (2003), pemanfaatan pelayanan
kesehatan dipengaruhi oleh faktor :
1. Karakteristik Predisposisi (Predisposing Characteristic)
Karakteristik predisposisi menggambarkan fakta bahwa individu mempunyai
kecenderungan untuk menggunakan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan yang
berbeda-beda. Karakteristik predisposisi dapat dibagi ke dalam 3 kelompok yakni :
a) Ciri-ciri demografi : umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota
keluarga.
c) Sikap dan keyakinan individu terhadap pelayanan kesehatan.
2. Karakteristik Pendukung (Enabling Characteristic)
a) Sumber daya keluarga (family resources) meliputi penghasilan keluarga,
kemampuan membeli jasa pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan.
b) Sumber daya masyarakat (community resources) meliputi jumlah sarana pelayanan
kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dengan tenaga kesehatan dan
lokasi sarana., ketercapaian pelayanan dan sumber-sumber yang ada didalam
masyarakat.
3. Karakteristik Kebutuhan (Need Characteristic)
Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan
pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan pendukung itu ada.
Karakteristik kebutuhan itu sendiri dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori yakni :
a) Kebutuhan yang dirasakan (perceived need), yaitu keadaan kesehatan yang
dirasakan.
b) Evaluate clinical diagnosis yang merupakan penilaian keadaan sakit didasarkan
oleh penilaian petugas.
Pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan yang diajukan oleh Andersen
dalam Notoatmodjo (2005), sering disebut sebagai model penentu siklus kehidupan
(life cycle determinants model) atau model pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan
Gambar 2.1 Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Sumber: A Behavioral Model of Families Use of Health Services (Andersen, 1974)
2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Konsumen akan memutuskan menggunakan atau memanfaatkan sarana
pelayanan kesehatan berdasarkan perilaku dan faktor-faktor yang memengaruhinya.
Proses penggunaan atau pemanfaatan sarana kesehatan oleh masyarakat atau
konsumen selanjutnya dijelaskan oleh dengan Teori Green dalam Notoatmodjo
(2005), yang dibedakan dalam tiga faktor yaitu :
a) Faktor predisposisi (Predisposing factors)
Faktor ini merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar
atau motivasi bagi perilaku. Termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap,
Predisposing Enabling Need
keyakinan, nilai dan persepsi yang berkenaan dengan motivasi seseorang atau
kelompok untuk bertindak.
b) Faktor pemungkin (Enabling factors)
Faktor pemungkin adalah faktor anteseden terhadap perilaku yang
memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk dalam faktor
pemungkin adalah ketrampilan, sumber daya pribadi dan komunitas. Seperti
tersedianya pelayanan kesehatan termasuk alat-alat kontrasepsi, keterjangkauan,
kebijakan, peraturan dan perundangan.
c) Faktor penguat (Reinforcing factors)
Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan
memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja tergantung pada tujuan
dan jenis program. Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan
atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
2.3.1 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan melakukan penginderaan terhadap
objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku di dalam diri orang tersebut terjadi proses
berurutan yakni:
a. Awareness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
stimulus (objek) terlebih dahulu.
b. Interest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus.
c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran
dan sikapnya terhadap stimulus.
Penelitian Rogers (dalam Notoatmodjo, 2003) menyimpulkan bahwa
perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap diatas. Apabila penerimaan perilaku
baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini yang didasari oleh pengetahuan,
kesadaran dan sikap yang positif (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak
didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.
Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif dengan 6 tingkatan yaitu:
a.. Tahu (know). Diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
b. Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan
untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real
(sebenarnya).
d. Analisis (analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur
organisasi tersebut.
e. Sintesis (synthesis). Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation). Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek penilaian berdasarkan suatu
kriteria yang telah ada.
2.3.2 Sikap
Beberapa pengertian tentang sikap adalah sebagai berikut: (a) sikap belum
merupakan suatu tindakan nyata, melainkan dapat berupa predisposisi tingkah laku
Allport dalam Notoatmodjo (2003), (b) Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari
terarah, respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya.
Sikap itu dinamis dan tidak statis.
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Allport dalam Notoatmodjo (2003) menjelaskan
bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :
1) Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek
2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan :
1) Menerima (receiving). Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).
2) Merespon (responding). Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3) Menghargai (valuing). Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4) Bertanggung jawab (responsible). Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap
sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap
membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif
terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud didalam suatu tindakan
pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar
pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.
2.3.3 Praktik atau Tindakan(practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).
Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung
atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor
fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain misalnya
suami/istri, orang tua/mertua sangat penting untuk mendukung praktik keluarga
berencana.
Tingkat-tingkat praktik :
a. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.
b. Respon terpimpin (guided respons)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh
adalah merupakan indicator praktik tingkat dua.
c. Mekanime (mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik
d. Adaptasi (adaptation)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran
tindakannya tersebut (Notoatmodjo, 2003).
2.4 Persepsi
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (2006) persepsi diartikan sebagai:
(a) tangapan (penerimaan) langsung dari sesuatu dan (b) proses seseorang mengetahui
beberapa hal melalui panca inderanya. Menurut Komarudin (2006), secara
etimologis, persepsi berasal dari bahasa Latin percipere yang mempuyai pengertian:
(a) kesadaran intuitif (berdasarkan firasat) terhadap kebenaran atau kepercayaan
langsung terhadap sesuatu, (b) proses dalam mengetahui objek-objek dan
peristiwa-peristiwa obyektif, (c) sesuatu proses psikologis yang memproduksi bayangan
sehingga dapat mengenal obyek melalui berfikir asosiatif dengan cara inderawi
sehingga kehadiran bayangan itu dapat disadari yang disebut juga dengan wawasan.
Persepsi seseorang dipengaruhi oleh : (a) frame of reference yaitu kerangka
pengetahuan yang dimiliki yang diperoleh dari pendidikan, pengamatan, atau bacaan ;
(b) field of experience, yaitu pengalaman yang telah dialami yang tidak terlepas dari
lingkungan sekitarnya. Pembentukan persepsi sangat dipengaruhi oleh informasi atau
rangsangan yang pertama kali diperolehnya. Pengalaman pertama yang tidak
Posyandu akan berpengaruh terhadap pembentukan persepsi seorang ibu balita
terhadap kebutuhan untuk memanfaatkan Posyandu.
Menurut Zastrow et al (2004) persepsi merupakan suatu proses yang timbul
akibat adanya aktifitas (pelayanan yang diterima) yang dapat dirasakan oleh suatu
objek. Mengingat bahwa persepsi setiap orang terhadap suatu objek akan
berbeda-beda. Oleh karena itu persepsi memiliki sifat subjektif yang merupakan suatu rasa
puas atau tidak oleh adanya pelayanan.
Persepsi adalah awal dari segala macam kegiatan belajar yang bisa terjadi
dalam setiap kesempatan, disengaja atau tidak. Persepsi sebagai “suatu proses
penerimaan informasi yang rumit, yang diterima atas diekstraksi manusia dari
lingkungan, persepsi termasuk penggunaan indra manusia”. Pada akhirnya, persepsi
dapat mempengaruhi cara berpikir, bekerja, serta bersikap pada diri seseorang. Hal ini
terjadi karena orang tersebut dalam mencerna informasi dari lingkungan berhasil
melakukan adaptasi sikap, pemikiran, atau perilaku terhadap informasi tersebut
(Prawiradilaga dan Eveline, 2004).
Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas terdapat perbedaan
namun dapat disimpulkan bahwa pengertian atau pendapat satu sama lain saling
menguatkan, yaitu bahwa yang dimaksud dengan persepsi adalah suatu proses yang
muncul lewat panca indera, baik indera penglihat, pendengar, peraba, perasa, dan
pencium, kemudian terus-menerus berproses sehingga mencapai sebuah kesimpulan
yang berhubungan erat dengan informasi yang diterima dan belum sampai kepada
2.5 Landasan Teori
Mengacu kepada konsep pemanfaatan pelayanan kesehatan yang
dikemukakan oleh Anderson dan Green dalam Notoatmodjo (2005), dirangkum
dalam suatu landasan teori seperti diuraikan berikut ini:
Gambar 2.2 Landasan Teori
Sumber: Green dan Andersen dalam Notoatmodjo (2005)
Pendekatan teori yang dipakai untuk mengamati fenomena ini adalah teori
Andersen (1974) dan teori Lawrence Green (1991). Andersen menggambarkan ada 3
kategori utama yang berpengaruh terhadap perilaku pencarian/ pemanfaatan
pelayanan kesehatan, yaitu predisposing characteristic atau karakteristik predisposisi,
enabling characteristic atau karakteristik pendukung dan need characteristic atau
karakteristik kebutuhan. Karakteristik predisposisi dapat menggambarkan fakta
bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan
kesehatan yang berbeda-beda disebabkan karena adanya perbedaan ciri-ciri individu
seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, ras, keyakinan individu.
Sedangkan Green (1991) menganalisa bahwa kesehatan seorang individu maupun
masyarakat akan dipengaruhi oleh 2 faktor utama, yaitu perilaku itu sendiri dan faktor
di luar perilaku tersebut. Faktor perilaku dibentuk oleh 3 faktor, yaitu predisposing
factors, enabling factors dan reinforcing factors.
Dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang
kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan nilai-nilai
yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Selain itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan
perilaku petugas yang memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat juga
akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku masyarakat. Misalnya,
seorang ibu mau mendaftarkan anaknya di posyandu karena si ibu mempunyai
pengetahuan cukup tinggi tentang manfaat posyandu untuk pertumbuhan dan
perkembangan Balitanya, selain itu, sudah menjadi tradisi dalam keluarga si ibu
untuk selalu memberikan perhatian ekstra terhadap anak-anak khususnya perhatian
kepada kesehatan anak. Di samping itu, ibu melihat sendiri di posyandu tersedia
timbangan BB anak yang baik dan akurat, dan juga sikap dari kader dan petugas
kesehatan di posyandu sangat ramah dan tulus membantu ibu tersebut.
Peneliti ingin menggali fenomena perilaku Balita yang dalam hal ini hampir
sepenuhnya tergantung dari perilaku ibu dalam memanfaatkan pelayanan posyandu