• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja Dengan Strategi Coping Pada Perawat RSI Malahayati Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja Dengan Strategi Coping Pada Perawat RSI Malahayati Medan"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

“HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KEHIDUPAN BEKERJA DENGAN STRATEGI COPING PADA PERAWAT DI RSI MALAHAYATI MEDAN”

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

ANGGI AMELIA 051301117

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya

bahwa skripsi saya yang berjudul Hubungan kualitas kehidupan bekerja dengan

strategi coping adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh

gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip

dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan

norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam skripsi ini, saya

bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademis yang saya sandang dan

sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Oktober 2010

(3)

Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja Dengan Strategi Coping Pada Perawat RSI Malahayati Medan

Anggi Amelia dan Vivi Gusrini Rahmadhani Pohan

ABSTRAK

Sebagai praktisi kesehatan yang bergerak dibidang jasa kesehatan, perawat adalah bagian terpenting dan ujung tombak di rumah sakit. Dalam setiap lingkungan kerja, karyawan dituntut untuk selalu memberikan yang terbaik dalam tugasnya. Pada umumnya pelaksanaan tugas selalu mengandung permasalahan dan tantangan. Masalah dan tantangan ini sering kali menimbulkan stres yang bisa mengganggu individu didalam mencapai tujuan. salah satu cara yang harus dilakukan agar karyawan bisa tetap bertahan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab dalam bekerja adalah strategi coping yaitu upaya - upaya yang dapat dilakukan karyawan untuk mengurangi atau meminimalkan dampak kejadian yang menimbulkan stres didalam pekerjaan. Strategi coping terdiri dari dua strategi yaitu problem focused coping dan emotional focused coping.

Salah satu faktor yang mempengaruhi strategi coping adalah dukungan sosial. Dengan adanya dukungan sosial dalam lingkungan kerja maka dapat membuat individu merasa bagian dari suatu tim dan tidak diisolasi dari kelompok. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan kualitas kehidupan bekerja dengan problem focused coping dan emotional focused coping. Penelitian ini melibatkan 68 perawat RSI Malahayati Medan. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode random sampling dan diolah dengan uji analisis korelasional. Alat ukur yang digunakan adalah skala kualitas kehidupan bekerja, skala problem focused coping dan skala emotional focused coping yang disusun oleh peneliti.

Hasil analisa data menunjukkan tidak adanya hubungan antara kualitas kehidupan bekerja dengan problem focused coping dan emotional focused coping.

(4)

Relationship Quality of Working Life With Coping Strategies In Nursing RSI Malahayati Medan

Anggi Amelia dan Vivi Gusrini Rahmadhani Pohan

Abstract

As health practitioners engaged in health services, nurses are the most important and the spearhead in the hospital. In any working environment, employees are required to always provide the best in his work. In general, the task always contain the problems and challenges. Problems and challenges of this often creates stress that can interfere with the individual in achieving its objectives. one way to do it so that employees can remain in implementing the tasks and responsibilities in the workplace is a coping strategy is an effort - an effort that can be made of employees to reduce or minimize the impact of events that cause stress on the job. Coping strategies consist of two focus focused coping strategies and emotional problems coping.

One of the factors that affect coping strategies were social support. With the existence of social support in the work environment, can make individuals feel part of a team and not isolated from the group. This research is a quantitative study using a correlation method that aims to link the quality of work life with a focus on problem focused coping and emotional coping. This study involving 68 nurses RSI Malahayati Medan. Sampling was done by random sampling method and processed by correlational analysis test. Measuring tool used is the scale of quality of working life, the scale of the problem focused coping and emotional focused coping scale developed by the researchers.

The results of data analysis showed no relationship between quality of working life with problem focused coping and emotional focused coping.

(5)

KATA PENGANTAR

Syukur yang tak pernah henti, peneliti ucapkan kepada Allah SWT atas semua

karunia dan keindahan yang telah diberikan-Nya, umur yang panjang, kesehatan,

waktu dan kesempatan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi untuk

memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu (S-1) di

Fakultas Psikologi Sumatera Utara dengan judul : Hubungan kualitas kehidupan

bekerja dengan strategi coping..

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi.

2. Kak Siti Zahreni, M.Si yang telah sangat membantu dan membimbing saya

dalam merampungkan penelitian ini hingga selesai.

3. Bapak Zulkarnaen S.Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing akademik yang

bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing saya.

4. Bapak Ferry Novliadi M.Si selaku dosen penguji yang telah bersedia

meluangkan waktunya buat membimbing saya.

5. Seluruh staf pengajar Fakultas Psikologi USU atas segala ilmu dan bantuannya

selama perkuliahan dan seluruh staf pegawai Fakultas Psikologi USU yang

telah membantu penulis baik selama masa perkuliahan maupun dalam

(6)

6. Umi dan Buya tercinta yang telah memberikan do’a dan kasih sayangnya yang

tak pernah henti demi keberhasilan anaknya. InsyaAllah ananda akan terus

berjuang membuat Umi dan Buya bangga.

7. Nenek, Unde, Kakanda Nafisah dan Adinda Ulwan yang telah memberikan

dukungan, doa, bantuan dan semangat dalam mengerjakan skripsi ini.

8. Pak Lobe Darwis, Ibu, Dani dan Putri atas Doa yang selalu diberikan dari

kejauhan.

9. Keluarga tercinta Abna’ Adnan. Terima kasih atas doa dan semangat yang tak

pernah putus, sehingga memberikan inspirasi baru buat saya.

10.Desi Iriani Lubis Amd dan Mama. Terima kasih atas doa, kasih sayang dan

semangat yang diberikan hingga detik akhir selesainya penelitian ini.

11.Keluarga besar Dr. H. Helmi Mukhtar Lubis Sp. A (K). Terima kasih mamak,

atas bantuan dan doa yang diberikan.

Seluruh skripsi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan penulis

menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh

karenanya penulis mengharapkan adanya masukan dan saran yang sifatnya

membangun dari semua pihak, guna menyempurnakan penelitian ini agar menjadi

lebih baik lagi. Akhirnya kepada Allah jua penulis berserah diri. Semoga penelitian

ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Medan, 2010

(7)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

A.Strategi coping ... 11

1. Pengertian Coping ... 11

2. Pengertian Strategi coping ... 13

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi coping ... 14

B. Kualitas Kehidupan Bekerja ... 16

1. Definisi Kualitas Kehidupan Bekerja ... 16

2. Karakteristik Kualitas Kehidupan Bekerja ... 17

C. Hubungan kualitas kehidupan bekerja dengan strategi coping . 21 G. Hipotesa Penelitian ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 27

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 27

(8)

2. Kualitas kehidupan bekerja ... 28

C. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel ... 29

1. Populasi dan Sampel ... 29

2. Teknik Pengambilan Sampel ... 30

D. Instrumen atau Alat ukur ... 31

1. Skala problem focused coping ... 31

2. Skala emotional focused coping ... 32

3.Skala kualitas kehidupan bekerja ... .... 33

E. Uji Coba Alat Ukur ... 33

1. Validitas Alat Ukur ... 33

2. Uji Daya Beda Aitem ... 34

3. Reliabilitas Alat Ukur ... 35

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 36

F. Prosedur Penelitian ... 38

1. Persiapan Penelitian ... 38

2. Pelaksanaan Penelitian ... 40

3. Pengolahan Data ... 40

G. Metode Analisa Data ... 40

1. Uji Normalitas ... 41

2. Uji Linieritas ... 42

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Gambaran Subjek Penelitian ... 44

1. Jenis Kelamin Subjek Penelitian ... 44

2. Usia Subjek Penelitian ... 45

(9)

1. Hasil Uji Asumsi Penelitian ... 45

2. Hasil Utama Penelitian ... 48

C. Hasil Tambahan Penelitian ... 52

1. Kategorisasi Skor Penelitian ... 53

a. kategorisasi skor problem focused coping ... 53

b. kategorisasi skor emotional focused coping ... 55

c. kategorisasi skor kualitas kehidupan bekerja... 56

D. Pembahasan ... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 67

1. Saran Metodologis ... 67

2. Saran Praktis ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Skala problem focused coping Sebelum Uji ...

Coba ... 31

Tabel 2. Blue Print Skala emotional focused coping Sebelum ... Uji Coba ... 33

Tabel 3. Blue Print Skala kualitas kehidupan bekerja Sebelum Uji ... Coba ... 37

Tabel 4. Blue Print Skala kualitas kehidupan bekerja Setelah Uji ... Coba ... 37

Tabel 5. Blue Print Skala problem focused coping ... Sebelum Uji Coba ... 38

Tabel 7. Blue Print Skala problem focused coping Setelah Uji Coba ... 38

Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44

Tabel 9. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 45

Tabel 10. Hasil Uji Normalitas ... 46

Tabel 11. Hasil Uji Linieritas ... 46

Tabel 12. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik ... Problem focused coping dan emotional focused coping ... 53

Tabel 16. Kategorisasi Data variabel kualitas kehidupan bekerja... 54

Tabel 17. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik kualitas kehidupan bekerja ... 55

(11)

Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja Dengan Strategi Coping Pada Perawat RSI Malahayati Medan

Anggi Amelia dan Vivi Gusrini Rahmadhani Pohan

ABSTRAK

Sebagai praktisi kesehatan yang bergerak dibidang jasa kesehatan, perawat adalah bagian terpenting dan ujung tombak di rumah sakit. Dalam setiap lingkungan kerja, karyawan dituntut untuk selalu memberikan yang terbaik dalam tugasnya. Pada umumnya pelaksanaan tugas selalu mengandung permasalahan dan tantangan. Masalah dan tantangan ini sering kali menimbulkan stres yang bisa mengganggu individu didalam mencapai tujuan. salah satu cara yang harus dilakukan agar karyawan bisa tetap bertahan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab dalam bekerja adalah strategi coping yaitu upaya - upaya yang dapat dilakukan karyawan untuk mengurangi atau meminimalkan dampak kejadian yang menimbulkan stres didalam pekerjaan. Strategi coping terdiri dari dua strategi yaitu problem focused coping dan emotional focused coping.

Salah satu faktor yang mempengaruhi strategi coping adalah dukungan sosial. Dengan adanya dukungan sosial dalam lingkungan kerja maka dapat membuat individu merasa bagian dari suatu tim dan tidak diisolasi dari kelompok. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan kualitas kehidupan bekerja dengan problem focused coping dan emotional focused coping. Penelitian ini melibatkan 68 perawat RSI Malahayati Medan. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode random sampling dan diolah dengan uji analisis korelasional. Alat ukur yang digunakan adalah skala kualitas kehidupan bekerja, skala problem focused coping dan skala emotional focused coping yang disusun oleh peneliti.

Hasil analisa data menunjukkan tidak adanya hubungan antara kualitas kehidupan bekerja dengan problem focused coping dan emotional focused coping.

(12)

Relationship Quality of Working Life With Coping Strategies In Nursing RSI Malahayati Medan

Anggi Amelia dan Vivi Gusrini Rahmadhani Pohan

Abstract

As health practitioners engaged in health services, nurses are the most important and the spearhead in the hospital. In any working environment, employees are required to always provide the best in his work. In general, the task always contain the problems and challenges. Problems and challenges of this often creates stress that can interfere with the individual in achieving its objectives. one way to do it so that employees can remain in implementing the tasks and responsibilities in the workplace is a coping strategy is an effort - an effort that can be made of employees to reduce or minimize the impact of events that cause stress on the job. Coping strategies consist of two focus focused coping strategies and emotional problems coping.

One of the factors that affect coping strategies were social support. With the existence of social support in the work environment, can make individuals feel part of a team and not isolated from the group. This research is a quantitative study using a correlation method that aims to link the quality of work life with a focus on problem focused coping and emotional coping. This study involving 68 nurses RSI Malahayati Medan. Sampling was done by random sampling method and processed by correlational analysis test. Measuring tool used is the scale of quality of working life, the scale of the problem focused coping and emotional focused coping scale developed by the researchers.

The results of data analysis showed no relationship between quality of working life with problem focused coping and emotional focused coping.

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sebagai praktisi kesehatan yang bergerak dibidang jasa kesehatan, perawat

adalah bagian terpenting dan ujung tombak di rumah sakit. Kesuksesan dan

keunggulan kompetitif perusahaan, dalam hal ini adalah rumah sakit, banyak

ditentukan oleh keberhasilan sumber daya manusia khususnya perawat dalam

memberikan pelayanan. Dalam budaya pemberian pelayanan ini, rumah sakit

memprioritaskan hubungan baik dan saling memperhatikan antar karyawan.

Organisasi seperti ini juga memberi penekanan terhadap pentingnya memelihara

kualitas hidup yang tinggi (As’ad & Soetjipto, 2000).

Dalam setiap lingkungan kerja, karyawan dituntut untuk selalu memberikan

yang terbaik dalam tugasnya. Selalu bertindak dengan baik, tepat, cepat, dan benar

adalah tuntutan tugas yang tidak mudah bagi karyawan khususnya perawat rumah

sakit. Berbagai permasalahan dapat berasal dari tuntutan – tuntutan yang ada didalam

pekerjaan. Hal ini senada dengan pendapat Baum (dalam Sarafino, 1998) yang

mengatakan bahwa kejadian-kejadian atau kekuatan-kekuatan yang ada pada

lingkungan kerja dapat mengancam eksistensi manusia dan memicu timbulnya stres.

Pada umumnya pelaksanaan tugas selalu mengandung permasalahan dan tantangan.

Masalah dan tantangan ini sering kali menimbulkan stres yang bisa mengganggu

individu didalam mencapai tujuan.

Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan dan kesehatan medis

yaitu Rumah Sakit Islam Malahayati Medan memiliki manajemen yang menjunjung

(14)

yaitu : memberikan fasilitas kesehatan yang fokus pada aspek kemanusiaan,

menjunjung tinggi partisipasi aktif dan kerjasama dari seluruh staf, hubungan antara

sesama staf medis cenderung lebih profesional, serta menerapkan prinsip

kebersamaan tanpa memandang suku dan keturunan (Feasibility Study of The

Malahayati Islamic Hospital, 2008). Hal tersebut berhubungan dengan pendapat

Michie (2002) yang mengatakan bahwa salah satu faktor lingkungan kerja yang

berhubungan dengan stres yaitu hubungan sosial didalam bekerja. Hubungan sosial

yang baik dengan rekan kerja, menerapkan prinsip kebersamaan dan kerjasama yang

baik antar karyawan dapat menghindari individu dari keadaan yang menekan atau

stres di lingkungan kerja.

Stres dalam lingkungan kerja dapat disebabkan oleh tuntutan kerja yang

melebihi kemampuan individu (Westman, 2005). Hal ini senada dengan hasil

wawancara yang dilakukan dengan salah satu perawat RSI Malahayati Medan yang

mengatakan bahwa:

”...tuntutan kerja yang saya hadapi cukup berat, karena disini perawatnya masih kurang, jadi beban kerja yang harus dikerjakan juga semakin banyak. trus dalam menghadapi pasien dan keluarganya juga perlu kesabaran karena mereka banyak nuntutnya. Namun gaji yang saya terima juga belum mencukupi, apalagi dengan beban kerja yang banyak. Kadang saya merasa tertekan danmerasa ingin berhenti saja...tapi karena pekerjaan susah dicari, yah… saya tetap diam dan bekerja sajalah, saya anggap aja semua masalah itu gak ada, jadi dibawa santai saja….”(Komunikasi personal,02 Agustus 2010)

Menurut Smet (1994) kondisi fisik suatu lingkungan mempunyai andil cukup

besar dalam memunculkan masalah pada individu, sehingga reaksi individu dalam

menghadapi kondisi lingkungan yang penuh masalah berupaya untuk

menyeimbangkan dirinya dengan lingkungannya. Tindakan-tindakan yang dilakukan

oleh individu agar tercipta keseimbangan ini disebut coping. Menurut Lazarus &

(15)

dilakukan agar karyawan bisa tetap bertahan dalam menjalankan tugas dan tanggung

jawab dalam bekerja. Upaya - upaya yang dapat dilakukan karyawan untuk

menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau meminimalkan dampak kejadian yang

menimbulkan stres khususnya didalam pekerjaan dapat diistilahkan sebagai strategi

coping.

Menurut Flokman & Lazarus (dalam Sarafino, 2006) terdapat dua klasifikasi

bentuk coping yaitu : problem focused coping (PFC) dan emotional focused coping

(EPC). Problem focused coping (PFC) adalah bentuk coping yang lebih diarahkan

kepada upaya untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang menekan individu,

sedangkan emotion focused coping (EFC) merupakan bentuk coping yang diarahkan

untuk mengatur respon emosional terhadap situasi yang menekan individu. Faktor

yang menentukan strategi yang paling banyak atau sering digunakan sangat

tergantung pada seberapa besar masalah yang dialaminya dan dapat mempengaruhi

bagaimana individu tersebut akan mengatasi masalah yang dihadapi (Taylor, 2009).

Masalah yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda oleh individu yang berbeda

tergantung dari pengalaman dan keahlian coping dari individu itu sendiri (Yusoff,

2010).

Menurut Mutadin (2002) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

strategi coping. Salah satu diantaranya adalah dukungan sosial yang meliputi

dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang

diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, rekan kerja dan

lingkungan masyarakat sekitarnya. Hal ini berhubungan dengan pendapat Walton

(dalam Kossen, 1987) yang menyatakan bahwa individu yang saling mendukung satu

sama lain akan terdapat rasa hubungan kemasyarakatan serta hubungan antara

(16)

baik dengan atasan, sesama rekan kerja dan bawahan dapat saling memberi dukungan

sehingga dapat tercipta rasa memiliki dan integrasi sosial dalam lingkungan kerja.

Rasa memiliki dan integrasi sosial ini merupakan salah satu dari kriteria yang

membentuk kualitas kehidupan bekerja dalam organisasi.

Menurut Robins (dalam Islam & Siengthai, 2009) kualitas kehidupan bekerja

adalah suatu proses dimana organisasi memberikan respon kepada kebutuhan

karyawan dengan mengembangkan mekanisme yang mengijinkan karyawan untuk

berbagi dalam membuat keputusan yang membentuk kehidupan kerjanya. Hal ini

berhubungan dengan pendapat Randall & Vandra (dalam Usman, 2009) yang

menyatakan bahwa pada dasarnya kualitas kehidupan bekerja merupakan salah satu

tujuan penting dalam memenuhi kebutuhan – kebutuhan pekerja. Kebutuhan –

kebutuhan karyawan yang belum terpenuhi dengan baik menimbulkan masalah dalam

bekerja seperti meningkatnya ketidakhadiran karyawan, berkurangnya kepuasan kerja

dan meningkatnya konflik sehingga karyawan membutuhkan strategi coping agar dapat mengatasi masalah yang dihadapi didalam bekerja (Michie, 2002).

Dinamika multidimensional yang meliputi beberapa konsep dalam kualitas

kehidupan bekerja adalah pemberian pelatihan pada karyawan dan adanya peluang

pengembangan karier serta keikutsertaan di dalam pengambilan-keputusan (Lau &

Bruce dalam Considine & Callus, 2001). Hal ini senada dengan pendapat Michie

(2002) yang menyatakan bahwa pemberian pelatihan dan manajemen yang baik di

lingkungan kerja dapat meningkatkan sumber – sumber yang dapat membantu

individu dalam menghadapi tuntutan dan tekanan dalam bekerja yaitu keahlian coping dan kondisi kerja seperti lingkungan kerja yang baik. Tunggal (2006) menambahkan

bahwa perusahaan bertanggung jawab atas peningkatan dan atau pengembangan

(17)

kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bidang

tugasnya. Hal ini didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan dengan salah satu

staf HRD RSI Malahayati Medan yang mengatakan bahwa:

….Perawat disini sering mendapatkan pelatihan – pelatihan atau diklat untuk lebih meningkatkan skill mereka, hampir setiap bulan para perawat diberikan pelatihan, Selain diberi pelatihan, perawat disini juga mengalami rotasi kerja.. perawat yang kinerjanya bagus itu diberikan promosi. Misalnya dari perawat menjadi kepala keperawatan, jadi jenjang karir dari setiap posisi itu pasti ada …”. (Komunikasi personal, 02 Agustus 2010)

Menurut Michie (2002) individu dapat mengalami stres bila individu tersebut

kekurangan sumber – sumber psikologis seperti keahlian coping dan harga diri. Hal

ini berhubungan dengan pendapat Harvey & Brown (dalam Usman, 2009) yang

menyatakan peran kualitas kehidupan bekerja mencoba untuk memperbaiki kualitas

kehidupan para karyawan yaitu dengan memanusiakan lingkungan kerja untuk

memperbaiki martabat dan harga diri para karyawan. Gibson (2003) juga

menambahkan kualitas kehidupan kerja bertujuan untuk meningkatkan martabat

karyawan dan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan dan pengembangan

pribadi.

Menurut Jewell & Siegall (1998) beberapa komponen dari kesejahteraan

karyawan adalah membina hubungan yang baik dengan atasan, serta adanya

dukungan dan persahabatan yang baik dengan rekan sekerja. Oleh karena itu, saat

karyawan mengalami masalah didalam pekerjaannya, dukungan pemenuhan

kebutuhan informasi dan emosional pada karyawan yang diberikan oleh rekan kerja

dapat mempengaruhi strategi coping yang dilakukan karyawan didalam mengatasi

permasalahannya (Mutadin, 2002). Hal ini juga didukung dari hasil wawancara yang

dilakukan dengan salah satu perawat di RSI Malahayati Medan yang mengatakan

(18)

“…Interaksi dengan dokter atau pun sesama perawat disini cukup bagus dan sangat kental, karena disini menerapkan sistem kekerabatan dan kekeluargaan. lagi pula disini sesama perawat itu saling membantu kalau ada masalah baik dari bagian yang sama maupun bagian yang berbeda…” (Komunikasi personal, 02 Agustus 2010)

Dampak dari kualitas kehidupan bekerja yang tidak diberikan dengan efektif

dan tidak dipenuhi dengan baik seperti kompensasi yang tidak mencukupi, kondisi

kerja yang tidak nyaman, tidak adanya otonomi kerja yang diberikan perusahaan, hak

– hak karyawan yang tidak terpenuhi, kesempatan untuk mengembangkan karir

sangat terbatas serta hubungan dengan rekan kerja yang tidak baik dapat

menimbulkan masalah dan menyebabkan stres bagi karyawan. Saat karyawan

mengalami stres didalam bekerja maka strategi coping yang dibutuhkan karyawan

juga lebih tinggi. Sementara kualitas kehidupan bekerja yang diberikan dengan efektif

dan dipenuhi dengan baik dapat membuat karyawan merasa puas, senang dan dapat

mengembangkan rasa memiliki terhadap organisasi sehingga masalah yang timbul

secara umum akan dapat berkurang serta strategi coping yang dibutuhkan karyawan

juga lebih rendah (Kondalkar, 2009).

Organisasi dengan kualitas kehidupan kerja yang baik dapat memotivasi

karyawan untuk memaksimalkan kontribusi mereka untuk memperoleh sasaran

organisasi dan mengembangkan prestasi karyawan. Usaha didalam menghadapi

masalah di lingkungan kerja sangat dibutuhkan selain akan menjaga kesehatan

karyawan, juga akan meningkatkan kemampuan dalam pekerjaan yang dibutuhkan

untuk peningkatan karir (Tim mitra lestari, 2005). Berdasarkan uraian diatas maka

peneliti ingin melihat apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas

kehidupan kerja dengan strategi coping dalam organisasi.

(19)

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti

merumuskan permasalahan yang ingin diketahui dari penelitian ini yaitu :

1. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas kehidupan kerja

dengan strategi problem focused coping dalam organisasi.

2. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas kehidupan kerja dengan

strategi emotional focused coping dalam organisasi.

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Hubungan yang signifikan antara kualitas kehidupan kerja dengan strategi problem focused coping dalam organisasi.

2. Hubungan yang signifikan antara kualitas kehidupan kerja dengan strategi

emotional focused coping dalam organisasi.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat teoritis

maupun praktis, yaitu :

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu

Psikologi, khususnya bidang Psikologi Industri dan Organisasi, terutama

mengenai hubungan antara kualitas kehidupan kerja dengan strategi coping dalam organisasi.

(20)

Secara praktis hasil penelitian ini bermanfaat bagi pihak perusahaan sebagai

masukan dan informasi dalam kebijakan pengembangan sumber daya

manusia, khususnya tentang kualitas kehidupan bekerja dalam organisasi

dan masukan terhadap penerapan strategi coping bagi karyawan dalam

mengatasi permasalahan didalam organisasi.

E. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I : PENDAHULUAN

Berisi uraian singkat mengenai gambaran latar belakang masalah,

perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan

sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Berisi tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan

permasalahan. Memuat landasan teori tentang strategi coping,

kualitas kehidupan bekerja, danhubungan antara kualitas kehidupan

bekerja dengan strategi coping serta hipotesis.

BAB III : METODE PENELITIAN

Berisi metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam hal ini

adalah metode penelitian kuantitatif, identifikasi variabel penelitian,

definisi operasional, populasi, sampel, metode pengambilan sampel,

alat ukur yang digunakan, uji daya beda item dan reliabilitas alat

ukur, dan metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil

data penelitian.

(21)

Berisi hasil deskripsi data penelitian, uji hipotesis dan

menginterpretasikan data-data masukan atau data-data tambahan dari

statistik, serta pembahasan mengenai hasil penelitian.

BAB V : KESIMPULAN, DISKUSI & SARAN

Berisi jawaban atas masalah yang diajukan. Kesimpulan dibuat

berdasarkan analisa dan interpretasi data, diskusi dan saran dibuat

dengan mempertimbangkan hasil penelitian yang diperoleh.

(22)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. STRATEGI COPING 1. Pengertian Coping

Menurut Lazarus & Folkman (dalam Sarafino, 2006) coping adalah suatu

proses dimana individu mencoba untuk mengatur kesenjangan persepsi antara

tuntutan situasi yang menekan dengan kemampuan mereka dalam memenuhi tuntutan

tersebut. Menurut Taylor (2009) coping didefenisikan sebagai pikiran dan perilaku

yang digunakan untuk mengatur tuntutan internal maupun eksternal dari situasi yang

menekan. Menurut Baron & Byrne (1991) menyatakan bahwa coping adalah respon

individu untuk mengatasi masalah, respon tersebut sesuai denganapa yang dirasakan

dan dipikirkan untuk mengontrol, mentolerir dan mengurangiefek negatif dari situasi

yang dihadapi. Menurut Stone & Neale (dalam Rice, 1992) coping meliputi segala

usaha yang disadari untuk menghadapi tuntutan yang penuh dengan tekanan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa coping adalah segala usaha individu untuk

mengatur tuntutan lingkungan dan konflik yang muncul, mengurangi

ketidaksesuaian/kesenjangan persepsi antara tuntutan situasi yang menekan dengan

kemampuan individu dalam memenuhi tuntutan tersebut.

2. Pengertian Strategi Coping

Menurut MacArthur & MacArthur (1999) mendefinisikan strategi coping

sebagai upaya-upaya khusus, baik behavioral maupun psikologis, yang digunakan

orang untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau meminimalkan dampak

(23)

sebagai upaya yang dilakukan oleh individu untuk mengelola tuntutan eksternal dan

internal yang dihasilkan dari sumber stres. Dodds (1993) mengemukakan bahwa pada

esensinya, strategi coping adalah strategi yang digunakan individu untuk melakukan

penyesuaian antara sumber-sumber yang dimilikinya dengan tuntutan yang

dibebankan lingkungan kepadanya. Secara spesifik, sumber-sumber yang

memfasilitasi coping itu mencakup sumber-sumber personal (yaitu karakteristik

pribadi yang relatif stabil seperti self-esteem atau keterampilan sosial) dan

sumber-sumber lingkungan seperti dukungan sosial dan keluarga atau sumber-sumber finansial

(Harrington & Mcdermott, 1993). Friedman (1998) mengatakan bahwa strategi

coping merupakan perilaku atau proses untuk adaptasi dalam menghadapi tekanan

atau ancaman.

3.Klasifikasi dan Bentuk Coping

Flokman & Lazarus (dalam Sarafino, 2006) secara umum membedakan bentuk

dan fungsi coping dalam dua klasifikasi yaitu :

a. Problem Focused Coping (PFC) adalah merupakan bentuk coping yang lebih

diarahkan kepada upaya untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh

tekanan. artinya coping yang muncul terfokus pada masalah individu yang

akan mengatasi stres dengan mempelajari cara-cara keterampilan yang baru.

Individu cenderung menggunakan strategi ini ketika mereka percaya bahwa

tuntutan dari situasi dapat diubah (Lazarus & Folkman dalam Sarafino, 2006).

Strategi ini melibatkan usaha untuk melakukan sesuatu hal terhadap kondisi

stres yang mengancam individu (Taylor,2009).

b. Emotion Focused Coping (EFC) merupakan bentuk coping yang diarahkan

untuk mengatur respon emosional terhadap situasi yang menekan. Individu

(24)

kognitif. Contoh dari pendekatan behavioral adalah penggunaan alkohol,

narkoba, mencari dukungan emosional dari teman – teman dan mengikuti

berbagai aktivitas seperti berolahraga atau menonton televisi yang dapat

mengalihkan perhatian individu dari masalahnya. Sementara pendekatan

kognitif melibatkan bagaimana individu berfikir tentang situasi yang menekan.

Dalam pendekatan kognitif, individu melakukan redefine terhadap situasi yang

menekan seperti membuat perbandingan dengan individu lain yang mengalami

situasi lebih buruk, dan melihat sesuatu yang baik diluar dari masalah.

Individu cenderung untuk menggunakan strategi ini ketika mereka percaya

mereka dapat melakukan sedikit perubahan untuk mengubah kondisi yang

menekan (Lazarus & Folkman dalam Sarafino, 2006).

Pendapat di atas sejalan dengan Skinner (dalam Sarafino, 2006) yang

mengemukakan pengklasifikasian bentuk coping sebagai berikut :

a. Perilaku coping yang berorientasi pada masalah (Problem-focused coping) 1. Planfull problem solving

individu memikirkan dan mempertimbangkan secara matang

beberapa alternatif pemecahan masalah yang mungkin dilakukan,

meminta pendapat dan pandangan dari orang lain tentang masalah

yang dihadapi, bersikap hati-hati sebelum memutuskan sesuatu dan

mengevaluasi strategi yang pernah dilakukan.

2. Direct action

meliputi tindakan yang ditujukan untuk menyelesaikan masalah

secara langsung serta menyusun secara lengkap apa yang diperlukan.

(25)

individu mencari dukungan dan menggunakan bantuan dari orang lain

berupa nasehat maupun tindakan didalam menghadapi masalahnya.

4. Information seeking

individu mencari informasi dari orang lain yang dapat digunakan

untuk mengatasi permasalahan individu tersebut.

b. Perilaku coping yang berorientasi pada emosi (Emotional Focused

Coping)

1. Avoidance

individu menghindari masalah yang ada dengan cara berkhayal

atau membayangkan seandainya ia berada pada situasi yang

menyenangkan.

2. Denial

individu menolak masalah yang ada dengan menganggap seolah-olah

masalah individu tidak ada, artinya individu tersebut mengabaikan

masalah yang dihadapinya.

3. Self-criticism

keadaan individu yang larut dalam permasalahan dan menyalahkan diri

sendiri atas kejadian atau masalah yang dialaminya.

4. Possitive reappraisal

individu melihat sisi positif dari masalah yang dialami dalam

kehidupannya dengan mencari arti atau keuntungan dari pengalaman

(26)

4. Faktor – faktor yang mempengaruhi strategi coping :

Menurut Mutadin (2002) cara individu menangani situasi yang mengandung

tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi :

a. Kesehatan Fisik

Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi

stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar.

b. Keyakinan atau pandangan positif

Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti

keyakinan akan nasib (external locus of control) yang mengerahkan individu pada

penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan

strategi coping.

c. Keterampilan memecahkan masalah

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi,

menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan

alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan

dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan

melakukan suatu tindakan yang tepat.

d. Keterampilan sosial

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah

laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku

dimasyarakat.

(27)

Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan

emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain,

saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.

f. Materi

Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang-barang atau layanan

yang biasanya dapat dibeli.

Salah satu faktor yang mempengaruhi strategi coping adalah dukungan sosial

yang meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri

individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, rekan

kerja dan lingkungan masyarakat sekitarnya (Mutadin, 2002). Individu yang saling

mendukung satu sama lain akan terdapat rasa hubungan kemasyarakatan serta

hubungan antara perseorangan. Dalam lingkungan kerja, individu yang mampu

membina hubungan baik dengan atasan, sesama rekan kerja dan bawahan dapat saling

memberi dukungan sehingga dapat tercipta rasa memiliki dan integrasi sosial dalam

lingkungan kerja. Dengan adanya dukungan sosial dalam lingkungan kerja maka

dapat membuat individu merasa bagian dari suatu tim dan tidak diisolasi dari

kelompok. Hal ini merupakan salah satu dari kriteria yang membentuk kualitas

(28)

B. KUALITAS KEHIDUPAN BEKERJA 1. Pengertian Kualitas Kehidupan Bekerja

Menurut Walton (dalam Kossen, 1987) mengatakan bahwa kualitas kehidupan

bekerja adalah seberapa efektifnya organisasi memberikan respon pada kebutuhan –

kebutuhan karyawan. Menurut Robins (dalam Islam & Siengthai, 2009)

mendefinisikan kualitas kehidupan bekerja sebagai suatu proses dimana organisasi

memberikan respon kepada kebutuhan karyawan dengan mengembangkan mekanisme

yang mengijinkan karyawan untuk berbagi dalam membuat keputusan yang

membentuk kehidupan kerjanya. Elemen – elemen penting dari kualitas kehidupan

bekerja adalah keamanan kerja, kepuasan kerja, sistem penghargaan yang baik,

keuntungan karyawan, ketelibatan karyawan dan performansi organisasi (Havlovic,

dalam Islam & Siengthai, 2009).

Menurut Vein Heskett, Sasser & Schlesinger (dalam Rethinam & Ismail,

2008) mendefinisikan kualitas kehidupan bekerja sebagai perasaan karyawan terhadap

(29)

keuntungan organisasi. Perasaan yang baik terhadap pekerjaannya berarti karyawan

merasa senang melakukan pekerjaan yang akan mengarah pada lingkungan pekerjaan

yang produktif. Menurut Lau, Wong, Chan & Law (dalam Rethinam & Ismail, 2008)

menyatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja sebagai lingkungan kerja yang

mendukung dan mempromosikan kepuasaan dengan memberikan penghargaan,

keamanan kerja dan kesempatan pengembangan karir kepada karyawan.

Kualitas kehidupan bekerja didefenisikan sebagai kondisi yang menyenangkan

dan keadaan yang menguntungkan bagi karyawan, kesejahteraan karyawan dan

pengelolaan sikap terhadap pekerja operasional yang sama baiknya dengan karyawan

secara umum (Islam & Siengthai, 2009). Kualitas kehidupan bekerja adalah dinamika

multidimensional yang meliputi beberapa konsep seperti jaminan kerja, sistem

penghargaan, pelatihan dan karier peluang kemajuan, dan keikutsertaan di dalam

pengambilan-keputusan (Lau & Bruce dalam Considine & Callus, 2001). Kualitas

kehidupan kerja berfokus pada pentingnya penghargaan kepada sumber daya manusia

di lingkungan kerja (Luthan, 1995). Kualitas kehidupan kerja merupakan teknik

manajemen yang mencakup gugus kendali mutu, job enrichment, suatu pendekatan

untuk bernegosiasi dengan karyawan, hubungan industrial yang serasi, manajemen

partisipatif dan bentuk pengembangan organisasional (French, 1990).

Jewell & Siegall (1998) mengemukakan bahwa berbagai macam komponen

dari kesejahteraan karyawan secara umum yang lebih penting adalah lingkungan kerja

yang aman dan sehat, hubungan yang baik dengan supervisor, dukungan dan

persahabatan rekan sekerja, kerja yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan

individu, derajat kepuasan dengan situasi kerja, dan kesempatan untuk bertumbuh dan

(30)

individu, pekerjaan, organisasi global dan multidimensi ini adalah kualitas kehidupan

bekerja.

Menurut Lau & May (1998) kualitas kehidupan bekerja didefinisikan sebagai

strategi tempat kerja yang mendukung dan memelihara kepuasan karyawan dengan

tujuan untuk meningkatkan kondisi kerja karyawan dan organisasi serta keuntungan

untuk pemberi kerja. Menurut Kondalkar (2009) kualitas kehidupan bekerja

berhubungan dengan tingkat kepuasan yang tinggi dari individu yang menikmati

bentuk pekerjaannya dalam organisasi.

2. Kriteria Kualitas Kehidupan Bekerja

Walton (dalam Kossen, 1987) menyatakan delapan kategori dari kualitas

kehidupan bekerja sebagai suatu kerangka untuk menganalisa hal - hal yang tampak

dalam membuat kualitas kehidupan bekerja, delapan kategori dari kualitas kehidupan

bekerja , yaitu:

a. Kompensasi yang mencukupi dan adil

Gaji yang diterima oleh individu dari kerjanya dapat memenuhi standar gaji

yang diterima secara umum, cukup untuk membiayai suatu tingkat hidup yang

layak dan mempunyai perbandingan yang sama dengan gaji yang diterima

orang-orang lain dalam posisi yang sama.

b. Kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat

Individu tidak ditempatkan dalam keadaan yang dapat membahayakan fisik

dan kesehatan mereka, namun pada kondisi pekerjaan yang meminimalisasi

luka-luka dan resiko kesehatan. Waktu kerja yang layak sesuai dengan jadwal

yang telah ditetapkan. Begitu juga umur yang disesuaikan dengan tugas yang

(31)

c. Kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia

Pekerja diberi autonomi, kerja yang mereka lakukan memerlukan berbagai

kemahiran, mereka juga diberi tujuan dan perspektif yang diperlukan tentang

tugas yang akan mereka lakukan. Pekerja juga diberikan kebebasan bertindak

dalam menjalankan tugas yang diberikan, dan pekerja juga terlibat dalam

membuat perencanaan.

d. Peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan

Suatu pekerjaan dapat memberi sumbangan dalam menetapkan dan

mengembangkan kapasitas individu. Kemahiran dan kapasitas individu itu

dapat dikembangkan dan dipergunakan dengan sepenuhnya, selanjutnya

peningkatan peluang kenaikan pangkat dan promosi dapat diperhatikan serta

mendapatkan jaminan terhadap pendapatan.

e. Rasa memiliki

Individu merasa bagian dari suatu tim dan tidak diisolasi dari kelompok,

individu saling mendukung satu sama lain dan terdapat rasa hubungan

kemasyarakatan serta hubungan antara perseorangan. Organisasi

mengutamakan konsep egalitarianism, adanya mobilitas untuk bergerak ke

atas, sehingga lingkungan kerja secara relatif bebas dari prasangka buruk.

f. Hak-hak karyawan.

Hak pribadi seorang individu harus dihormati, memberi dukungan kebebasan

(32)

g. Pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan

Kerja juga memberikan dampak positif dan negatif terhadap ruang kehidupan

seseorang. Selain berperan di lingkungan kerja, individu juga mempunyai

peranan di luar tempat kerja seperti sebagai seorang suami atau bapak dan ibu

atau isteri yang perlu mempunyai waktu untuk bersama keluarga.

h. Tanggung jawab sosial organisasi

Organisasi mempunyai tanggung jawab sosial. Organisasi haruslah

mementingkan pengguna dan masyarakat secara keseluruhan semasa

menjalankan aktivitasnya. Organisasi yang mengabaikan peranan dan

tanggung jawab sosialnya akan menyebabkan pekerja tidak menghargai

pekerjaan mereka.

C. HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KEHIDUPAN BEKERJA DENGAN STRATEGI COPING DALAM ORGANISASI

Pada umumnya pelaksanaan tugas dalam lingkungan kerja selalu mengandung

permasalahan dan tantangan. Masalah dan tantangan ini sering kali menimbulkan

stres yang bisa mengganggu individu didalam mencapai tujuan. Menurut Smet (1994)

reaksi individu dalam menghadapi kondisi lingkungan yang penuh masalah berupaya

untuk menyeimbangkan dirinya dengan lingkungannya. Tindakan-tindakan yang

dilakukan oleh individu agar tercipta keseimbangan ini disebut coping. Upaya - upaya

yang dapat dilakukan individu untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau

meminimalkan dampak kejadian yang menimbulkan stres khususnya didalam

(33)

Menurut Flokman & Lazarus (dalam Sarafino, 2006) terdapat dua klasifikasi

bentuk coping yaitu : problem focused coping (PFC) dan emotional focused coping

(EPC). Problem focused coping (PFC) adalah bentuk coping yang lebih diarahkan

kepada upaya untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang menekan individu,

sedangkan emotion focused coping (EFC) merupakan bentuk coping yang diarahkan

untuk mengatur respon emosional terhadap situasi yang menekan individu.

Menurut Skinner (dalam Sarafino, 2006) strategi problem focused coping

meliputi planfull problem solving, direct action, assistance seeking dan information

seeking, sedangkan strategi emotional focused coping meliputi avoidance, denial,

self-criticism dan positive reappraisal. Taylor (2009) mengatakan bahwa selama

melakukan proses strategi coping, individu melakukan penilaian terhadap usaha yang dilakukan, apakah usaha yang dilakukan mengurangi tekanan emosional yang dialami

atau usaha tersebut mengatasi masalah yang dihadapi.

Strategi coping yang dilakukan oleh individu didalam menghadapi masalah yang timbul di lingkungan kerja membuat individu merasa lebih nyaman, senang,

puas dalam bekerja dan dapat mengembangkan rasa memiliki terhadap perusahaan

(Kondalkar, 2009). Vein Heskett, Sasser & Schlesinger (1997) menyatakan bahwa

perasaan yang baik terhadap pekerjaannya berarti individu merasa senang melakukan

pekerjaan yang akan mengarah pada lingkungan pekerjaan yang produktif. Perasaan

karyawan terhadap pekerjaan, kerabat, dan organisasi yang mengarah pada

pertumbuhan dan keuntungan organisasi didefinisikan sebagai kualitas kehidupan

bekerja. Islam & Siengthai (2009) menambahkan bahwa kondisi kerja yang

menyenangkan, keadaan yang menguntungkan bagi karyawan dan kesejahteraan

(34)

Dalam setiap lingkungan kerja, masalah – masalah yang ada didalam

pekerjaan akan berdampak pada karyawan seperti meningkatnya ketidakhadiran kerja,

berkurangnya kepuasan dan semangat kerja, komunikasi yang tidak efektif dan

munculnya konflik dengan rekan kerja serta berkurangnya kuantitas dan kualitas

kehidupan bekerja (Michie, 2002).

Strategi coping secara efektif digunakan untuk mengatasi stres termasuk

dukungan dari teman, membina hubungan baik dengan rekan kerja, perencanaan,

manajemen resiko, manajemen waktu, dan komunikasi secara luas (Anne, Deborah &

Philip, 2004). Dengan mengembangkan kemampuan berkomunikasi yang baik maka

hubungan antara sesama karyawan maupun dengan atasan dalam lingkungan kerja

akan lebih efektif, hal ini merupakan salah satu komponen dari kesejahteraan

karyawan yang menjadi multidimensi dari kualitas kehidupan bekerja (Jewell &

Siegall, 1998).

Menurut Skinner (dalam Sarafino, 2006) menyatakan bahwa dalam emotional

focused coping, individu yang menggunakan positive reappraisal melihat sisi positif

dari masalah yang dialami dalam kehidupannya dengan mengambil manfaat atau

keuntungan dari pengalaman tersebut. Individu juga cenderung untuk

mengintrospeksi diri dan belajar dari kesalahan yang diperbuat (Carver, 2009).

Dengan mengambil sisi positif dari masalah yang dihadapi karyawan dalam sebuah

perusahaan maka karyawan dapat menjadikan kejadian tersebut sebagai sebuah

pelajaran bagi kemajuan dan pengembangan kemampuan yang dimiliki serta

peningkatan prestasi didalam bekerja. Peluang untuk pertumbuhan, dimana individu

dapat mengembangkan kemampuan dan keahlian yang dimilki merupakan salah satu

(35)

Menurut Skinner (dalam Sarafino, 2006) menyatakan bahwa dalam problem focused coping, individu yang menggunakan assistance seeking dan information

seekingmeminta bantuan dan dukungan dari orang lain. Dukungan dan masukan yang

diberikan orang lain dapat membantu individu dalam menyelesaikan masalah. Dalam

lingkungan kerja, individu yang menggunakan strategi ini dapat mengembangkan rasa

saling memiliki dan merasa bagian dari sebuah tim (kelompok) sehingga tindakan

yang ditujukan untuk menyelesaikan masalah dapat dilakukan secara langsung serta

menyusun secara lengkap apa yang diperlukan. Rasa saling memiliki yang tercipta

diantara individu dalam organisasi merupakan salah satu kriteria dari kualitas

kehidupan bekerja (Walton dalam Kossen, 1987).

Skinner (dalam Sarafino, 2006) berpendapat bahwa individu yang

menggunakan planfull problem solving dan direct action memikirkan dan

mempertimbangkan beberapa alternatif pemecahan masalah yang mungkin dilakukan

dan meminta pendapat atau pandangan dari orang lain tentang masalah yang dihadapi.

Dalam lingkungan kerja, individu yang menerapkan planfull problem solving dan

direct action serta didukung oleh kebebasan bertindak dalam menjalankan tugas yang

diberikan oleh perusahaan, maka karyawan dapat menyelesaikan masalah yang ada

dipekerjaannya melalui perencanaan yang baik oleh karyawan itu sendiri dan

didukung oleh pendapat dari rekan kerja sehingga penyelesaian masalah dapat

dilakukan secara langsung. Job autonomy atau kebebasan bertindak dalam

menjalankan tugas yang diberikan, serta terlibat dalam membuat perencanaan dalam

perusahaan merupakan salah satu kriteria dari kualitas kehidupan bekerja (Walton

dalam Kossen, 1987).

Kualitas kehidupan kerja yang dipenuhi oleh perusahaan terhadap karyawan

(36)

strategi coping yang dibutuhkan karyawan juga lebih rendah. Sebaliknya kualitas

kehidupan kerja yang tidak dipenuhi oleh perusahaan terhadap karyawan dengan baik,

maka masalah yang timbul di perusahaan akan cenderung bertambah dan strategi

coping yang dibutuhkan karyawan juga lebih tinggi. Organisasi dengan kualitas

kehidupan kerja yang baik dapat memotivasi karyawan untuk memaksimalkan

kontribusi mereka untuk memperoleh sasaran organisasi dan mengembangkan prestasi

karyawan (Tim mitra lestari et.al, 2005).

D. HIPOTESIS

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Terdapat hubungan antara kualitas kehidupan bekerjadengan strategi problem

focused coping dalam organisasi.

2. Terdapat hubungan antara kualitas kehidupan bekerjadengan strategi emotional

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasi, karena

penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan yang signifikan antara kualitas

kehidupan bekerja dengan strategi coping dalam organisasi.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Berdasarkan landasan teori yang ada serta rumusan hipotesis penelitian maka yang

menjadi variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel bebas : Kualitas kehidupan bekerja

2. Variabel tergantung : Strategi coping

- Problem Focused Coping

(38)

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN 1. Strategi coping

Strategi coping merupakan penilaian yang dilakukan oleh individu baik secara

kognitif, emosional, dan perilaku yang ditampilkan untuk menghadapi tekanan atau

ancaman terhadap masalah pekerjaan yang dialami individu dalam organisasi. Strategi

coping diukur dengan menggunakan dua skala yang disusun berdasarkan klasifikasi strategi coping dari teori skinner (dalam Sarafino, 2006) yaitu : subskala problem

focused coping terdiri dari : planfull problem solving, direct action, assistance

seeking, information seeking, dan subskala emotional focused coping terdiri dari :

avoidance, denial, self-criticism, possitive reappraisal.

Skor subskala strategi problem focused coping dan emotional focused coping

yangsemakin tinggi menunjukkan semakin besar upaya yang dilakukan oleh individu

untuk menghadapi permasalahannya, sebaliknya skor subskala strategi problem

focused coping dan emotional focused coping yang semakin rendah menunjukkan

semakin kecil upaya yang dilakukan oleh individu untuk menghadapi

permasalahannya.

2. Kualitas kehidupan bekerja.

Kualitas kehidupan bekerja adalah persepsi pekerja mengenai kesejahteraan,

situasi dan pengalaman mereka di tempat kerja, yang mengacu kepada bagaimana

efektifnya perusahaan didalam merespon kebutuhan - kebutuhan pribadi pekerja.

Kualitas kehidupan bekerja diukur dengan menggunakan skala yang disusun

berdasarkan delapan kriteria kualitas kehidupan bekerjadari Walton (dalam Kossen,

(39)

dan sehat, kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia,

peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan, rasa memiliki terhadap

organisasi, hak-hak karyawan, pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan, dan

tanggung jawab sosial organisasi.

Skor skala yang semakin tinggi menunjukkan semakin baik pemenuhan

kualitas kehidupan kerja terhadap individu didalam perusahaan, sebaliknya skor skala

yang semakin rendah menunjukkan semakin buruk pemenuhan kualitas kehidupan

kerja terhadap individu didalam perusahaan.

C. POPULASI, SAMPEL DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL 1. Populasi dan Sampel

Menurut Hadi (2000) populasi adalah seluruh penduduk atau individu yang

paling sedikit mempunyai satu sifat yang sama. Populasi memiliki karakteristik yang

dapat diperkirakan dan diklasifikasikan sesuai dengan keperluan penelitian.

Sedangkan sampel merupakan bagian atau sejumlah cuplikan tertentu yang diambil

dari suatu populasi dan diteliti secara rinci.

Populasi yang digunakan di dalam penelitian ini adalah individu - individu

yang bekerja di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan yang berjumlah 190 orang.

Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau keseluruhan populasi, maka

peneliti hanya meneliti sebagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai

subjek penelitian, atau yang dikenal dengan nama sampel.

2. Metode pengambilan sampel

(40)

agar diperoleh sampel yang representatif atau benar-benar mewakili populasi. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling, dimana setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode undian, dimana setiap angota populasi diberi nomor dari nomor 1 sampai dengan nomor terakhir, kemudian dilakukan pengundian untuk mendapatkan sampel sesuai dengan jumlah yang diinginkan (Sugiono, 2003).

3. Jumlah sampel penelitian

Jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan Tabel Krejcie

(Sugiono, 2003) yang digunakan untuk menentukan besarnya sampel dan perhitungan

ukuran sampel didasarkan atas kesalahan 5%, jadi sampel yang diperoleh itu

mempunyai kepercayaan 95% terhadap populasi. Dari hasil yang diperoleh

berdasarkan Tabel Krejcie maka didapat jumlah sampel sebanyak 80 orang, jumlah ini

diharapkan dapat mewakili karakteristik dan sifat-sifat populasinya.

D. INSTRUMEN ATAU ALAT UKUR 1. Skala Strategi Coping

a. Skala problem focused coping

Skala ini digunakan untuk mengungkap tingkat strategi coping dari subjek

penelitian. Dalam melakukan penyusunan skala peneliti menggunakan aspek-aspek

problem focused coping yang disusun dalam skala berdasarkan teori Skinner (dalam

Sarafino, 2009) yaitu : planfull problem solving, direct action, assistance seeking,

information seeking.

Setiap aspek-aspek di atas akan diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan

(41)

yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju

(STS). Untuk aitem yang mendukung, pilihan SS akan mendapatkan skor empat,

pilihan S akan mendapatkan skor tiga, pilihan TS akan mendapatkan skor dua, dan

pilihan STS akan mendapatkan skor satu. Sedangkan untuk aitem yang tidak

mendukung pilihan SS akan mendapatkan skor satu, pilihan S mendapatkan skor dua,

pilihan TS akan mendapatkan skor tiga, dan pilihan STS akan mendapatkan skor

empat. Skor skala ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor jawaban maka

semakin tinggi strategi coping.

Tabel 1.

Distribusi Aitem-Aitem Skala Strategi Coping Sub Skala Problem Focused Coping Sebelum Uji Coba Skala Problem Focused Coping Pernyataan yang

Mendukung

Pernyataan yang

Tidak Mendukung Total (%)

Planfull problem solving 1,2,3,4 5,6,7,8 8 25

Direct action 9,10,11,12 13,14,15,16 8 25

Assistence seeking 17,18,19,20 21,22,23,24 8 25 Information seeking 25,26,27,28 29,30,31,32 8 25

Total 16 16 32 100

b. Skala emotional focused coping

Skala ini digunakan untuk mengungkap tingkat strategi coping dari subjek

penelitian. Dalam melakukan penyusunan skala peneliti menggunakan aspek-aspek

emotional focused coping yang disusun dalam skala berdasarkan teori Skinner (dalam

Sarafino, 2009) yaitu : avoidance, denial, self-criticism, positive reappraisal.

Setiap aspek-aspek di atas akan diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan

mendukung dan tidak mendukung, dimana subjek diberikan empat alternatif pilihan

yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju

(STS). Untuk aitem yang mendukung, pilihan SS akan mendapatkan skor empat,

pilihan S akan mendapatkan skor tiga, pilihan TS akan mendapatkan skor dua, dan

(42)

mendukung pilihan SS akan mendapatkan skor satu, pilihan S mendapatkan skor dua, Sub Skala Emotional Focused Coping Sebelum Uji Coba Skala Emotional Focused Coping Pernyataan yang

Mendukung

Pernyataan yang

Tidak Mendukung Total (%)

Avoidance 1,2,3,4 5,6,7,8 8 25

Denial 9,10,11,12 13,14,15,16 8 25

Self-criticism 17,18,19,20 21,22,23,24 8 25

Positive reappraisal 25,26,27,28 29,30,31,32 8 25

Total 16 16 32 100

2. Skala Kualitas Kehidupan Bekerja

Skala ini digunakan untuk mengungkap kualitas kehidupan bekerja subjek

penelitian. Dalam skala ini peneliti menyusun skala berdasarkan delapan kriteria

kualitas kehidupan bekerja dari Walton (dalam Kossen, 1986), yaitu: kompensasi

yang mencukupi dan adil, kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat, kesempatan

untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia, peluang untuk

pertumbuhan dan mendapatkan jaminan, rasa memiliki terhadap organisasi, hak-hak

karyawan, pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan, dan tanggung jawab sosial

organisasi.

Setiap aspek-aspek di atas akan diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan

mendukung dan tidak mendukung, dimana subjek diberikan empat alternatif pilihan

yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju

(STS). Untuk aitem yang mendukung, pilihan SS akan mendapatkan skor empat,

(43)

pilihan STS akan mendapatkan skor satu. Sedangkan untuk aitem yang tidak

mendukung pilihan SS akan mendapatkan skor satu, pilihan S mendapatkan skor dua,

pilihan TS akan mendapatkan skor tiga, dan pilihan STS akan mendapatkan skor

empat. Skor skala ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor jawaban maka

semakin tinggi kualitas kehidupan bekerja.

Tabel 3.

Distribusi Aitem-Aitem Skala Kualitas Kehidupan Bekerja Sebelum Uji Coba

Kriteria Kualitas Kehidupan Bekerja Pernyataan yang Mendukung

ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melaksanakan fungsi ukurnya. Suatu

alat ukur yang valid tidak sekedar mampu mengungkapkan data dengan tepat akan

tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut.

Pendekatan terhadap validitas alat ukur dilakukan dengan menyusun terlebih

dahulu operasional aspek-aspek pengukuran yang tepat dalam blue-print. Penelitian

ini menggunakan face validity dan content validity. Face validity adalah tipe validitas

(44)

format penampilan (appearance) tes. Apabila penampilan tes telah meyakinkan dan

memberikan kesan mampu mengungkap apa yang hendak diukur, maka dapat

dikatakan bahwa face validity telah terpenuhi. Content validity berkaitan dengan

item-item alat ukur sesuai dengan apa yang akan di ukur. Content validity diperoleh

melalui pendapat profesional dari dosen pembimbing dan dosen yang memiliki

kompetensi dalam bidang yang hendak diteliti (Azwar, 2005).

2. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas adalah indeks sejauh mana alat pengukur dapat dipercaya atau

dapat diandalkan. Menurut Hadi (2000) reliabilitas alat ukur menunjukkan derajat

keajegan atau konsistensi alat ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali

pada kesempatan yang berbeda. Reliabilitas alat ukur yang dapat dilihat dari koefisien

reliabilitas merupakan indikator konsistensi item-item yang dalam menjalankan fungsi

ukurnya secara bersama-sama. Reliabilitas alat ukur ini sebenarnya mengacu pada

konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan

pengukuran (Azwar, 2002).

Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal

dimana prosedurnya hanya memerlukan satu kali pengenaan tes kepada sekelompok

individu sebagai subjek. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis, dan memiliki

efisiensi yang tinggi (Azwar, 2002). Teknik yang digunakan untuk pengukuran

reliabilitas alat ukur penelitian ini adalah teknik koefisien Alpha Cronbach. Untuk

menguji reliabilitas ini menggunakan bantuan program SPSS versi 17.0 for Windows. Batasan penerimaan reliabilitas dianggap memuaskan apabila koefisiennya mencapai

(45)

3. Uji Daya Beda Item

Uji daya beda butir pernyataan untuk melihat sejauh mana butir pernyataan

mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atau

tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis butir

pernyataan ini adalah dengan memilih butir-butir pernyataan yang fungsi ukurnya

selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes. Atau dengan kata lain, memilih butir

pernyataan yang mengukur hal yang sama dengan apa yang diukur oleh tes sebagai

keseluruhan (Azwar, 2000).

Pengujian daya beda butir pernyataan ini dilakukan dengan komputasi

koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap butir pernyataan dengan suatu

kriteria yang relevan, yaitu skor total tes itu sendiri dengan menggunakan koefisien

korelasi Pearson Product Moment. Prosedur pengujian ini akan menghasilkan

koefisien korelasi item total yang dikenal dengan indeks daya beda butir pernyataan

(Azwar, 2000). Uji daya beda butir pernyataan ini akan dilakukan pada alat ukur

dalam penelitian ini, yaitu skala kualitas kehidupan bekerja dan skala strategi coping.

Besarnya koefisien korelasi item total bergerak dari 0 sampai dengan 1,00

dengan nilai positif dan negatif. Semakin baik daya diskriminasi item maka koefisien

korelasinya semakin mendekati angka 1,00 (Azwar, 2005). Batasan nilai indeks daya

beda item dalam penelitian ini adalah 0,3, sehingga setiap item yang memiliki harga

kritik ≥ 0,3 sajalah yang akan digunakan dalam pengambilan data yang sebenarnya.

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Sebelum melakukan pengambilan data yang sebenarnya, terlebih dahulu

dilakukan uji coba alat ukur penelitian untuk mengetahui kualitas dari masing-masing

Gambar

Tabel 2. Distribusi Aitem-Aitem Skala Strategi  Coping
Tabel 3.
Tabel 6.
Tabel 8.
+7

Referensi

Dokumen terkait

So-called control actors determine data flow and flow execution: a Branch actor forwards the incoming data to all of its sub-actors, i.e., the sub-branches; a Sequence actor

Bidang yang akan diuraikan pada program kerja Jurusan adalah sebagai berikut (1) Bidang Pendidikan, (2) Bidang Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, (3) Bidang

Dalam konteks ini, biasanya pemerintah-lah yang bertugas memastikan adanya infratruktur dimaksud, tentu saja dengan bekerjasama bersama sektor swasta sebagai pembangun

Dalam hal ini pendidikan karakter yang diberikan oleh BAPAS melalui pembinaan karakter dan mental sangat berpengaruh terhadap perkembangan perilaku baik anak-anak yang

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data laporan keuangan dan data pasar modal perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI sejak

Untuk prosedur pengumpulan data yang peneliti pergunakan adalah survey pendahuluan, survey lapangan dengan cara: wawancara informal maupun formal dengan pihak terkait,

Jarak tanam gulma yang digunakan pada kerapatan 0, 10 (25 cm x 40 cm), 20 (25 cm x 20 cm), 40 (25 cm x 10 cm), 80 (12,5 cm x 10 cm).Variabel pengamatan dalam penelitian ini

Selain komponen antarmuka, Bootstrap juga menyediakan sarana untuk membangun layout halaman dengan mudah dan rapi, serta modifikasi pada tampilan dasar HTML untuk membuat