“HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KEHIDUPAN BEKERJA DENGAN STRATEGI COPING PADA PERAWAT DI RSI MALAHAYATI MEDAN”
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh :
ANGGI AMELIA 051301117
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya
bahwa skripsi saya yang berjudul Hubungan kualitas kehidupan bekerja dengan
strategi coping adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip
dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam skripsi ini, saya
bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademis yang saya sandang dan
sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, Oktober 2010
Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja Dengan Strategi Coping Pada Perawat RSI Malahayati Medan
Anggi Amelia dan Vivi Gusrini Rahmadhani Pohan
ABSTRAK
Sebagai praktisi kesehatan yang bergerak dibidang jasa kesehatan, perawat adalah bagian terpenting dan ujung tombak di rumah sakit. Dalam setiap lingkungan kerja, karyawan dituntut untuk selalu memberikan yang terbaik dalam tugasnya. Pada umumnya pelaksanaan tugas selalu mengandung permasalahan dan tantangan. Masalah dan tantangan ini sering kali menimbulkan stres yang bisa mengganggu individu didalam mencapai tujuan. salah satu cara yang harus dilakukan agar karyawan bisa tetap bertahan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab dalam bekerja adalah strategi coping yaitu upaya - upaya yang dapat dilakukan karyawan untuk mengurangi atau meminimalkan dampak kejadian yang menimbulkan stres didalam pekerjaan. Strategi coping terdiri dari dua strategi yaitu problem focused coping dan emotional focused coping.
Salah satu faktor yang mempengaruhi strategi coping adalah dukungan sosial. Dengan adanya dukungan sosial dalam lingkungan kerja maka dapat membuat individu merasa bagian dari suatu tim dan tidak diisolasi dari kelompok. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan kualitas kehidupan bekerja dengan problem focused coping dan emotional focused coping. Penelitian ini melibatkan 68 perawat RSI Malahayati Medan. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode random sampling dan diolah dengan uji analisis korelasional. Alat ukur yang digunakan adalah skala kualitas kehidupan bekerja, skala problem focused coping dan skala emotional focused coping yang disusun oleh peneliti.
Hasil analisa data menunjukkan tidak adanya hubungan antara kualitas kehidupan bekerja dengan problem focused coping dan emotional focused coping.
Relationship Quality of Working Life With Coping Strategies In Nursing RSI Malahayati Medan
Anggi Amelia dan Vivi Gusrini Rahmadhani Pohan
Abstract
As health practitioners engaged in health services, nurses are the most important and the spearhead in the hospital. In any working environment, employees are required to always provide the best in his work. In general, the task always contain the problems and challenges. Problems and challenges of this often creates stress that can interfere with the individual in achieving its objectives. one way to do it so that employees can remain in implementing the tasks and responsibilities in the workplace is a coping strategy is an effort - an effort that can be made of employees to reduce or minimize the impact of events that cause stress on the job. Coping strategies consist of two focus focused coping strategies and emotional problems coping.
One of the factors that affect coping strategies were social support. With the existence of social support in the work environment, can make individuals feel part of a team and not isolated from the group. This research is a quantitative study using a correlation method that aims to link the quality of work life with a focus on problem focused coping and emotional coping. This study involving 68 nurses RSI Malahayati Medan. Sampling was done by random sampling method and processed by correlational analysis test. Measuring tool used is the scale of quality of working life, the scale of the problem focused coping and emotional focused coping scale developed by the researchers.
The results of data analysis showed no relationship between quality of working life with problem focused coping and emotional focused coping.
KATA PENGANTAR
Syukur yang tak pernah henti, peneliti ucapkan kepada Allah SWT atas semua
karunia dan keindahan yang telah diberikan-Nya, umur yang panjang, kesehatan,
waktu dan kesempatan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi untuk
memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu (S-1) di
Fakultas Psikologi Sumatera Utara dengan judul : Hubungan kualitas kehidupan
bekerja dengan strategi coping..
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Prof. Dr Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi.
2. Kak Siti Zahreni, M.Si yang telah sangat membantu dan membimbing saya
dalam merampungkan penelitian ini hingga selesai.
3. Bapak Zulkarnaen S.Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing akademik yang
bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing saya.
4. Bapak Ferry Novliadi M.Si selaku dosen penguji yang telah bersedia
meluangkan waktunya buat membimbing saya.
5. Seluruh staf pengajar Fakultas Psikologi USU atas segala ilmu dan bantuannya
selama perkuliahan dan seluruh staf pegawai Fakultas Psikologi USU yang
telah membantu penulis baik selama masa perkuliahan maupun dalam
6. Umi dan Buya tercinta yang telah memberikan do’a dan kasih sayangnya yang
tak pernah henti demi keberhasilan anaknya. InsyaAllah ananda akan terus
berjuang membuat Umi dan Buya bangga.
7. Nenek, Unde, Kakanda Nafisah dan Adinda Ulwan yang telah memberikan
dukungan, doa, bantuan dan semangat dalam mengerjakan skripsi ini.
8. Pak Lobe Darwis, Ibu, Dani dan Putri atas Doa yang selalu diberikan dari
kejauhan.
9. Keluarga tercinta Abna’ Adnan. Terima kasih atas doa dan semangat yang tak
pernah putus, sehingga memberikan inspirasi baru buat saya.
10.Desi Iriani Lubis Amd dan Mama. Terima kasih atas doa, kasih sayang dan
semangat yang diberikan hingga detik akhir selesainya penelitian ini.
11.Keluarga besar Dr. H. Helmi Mukhtar Lubis Sp. A (K). Terima kasih mamak,
atas bantuan dan doa yang diberikan.
Seluruh skripsi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan penulis
menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh
karenanya penulis mengharapkan adanya masukan dan saran yang sifatnya
membangun dari semua pihak, guna menyempurnakan penelitian ini agar menjadi
lebih baik lagi. Akhirnya kepada Allah jua penulis berserah diri. Semoga penelitian
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.
Medan, 2010
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... v
Daftar Tabel ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Sistematika Penulisan ... 9
BAB II LANDASAN TEORI ... 11
A.Strategi coping ... 11
1. Pengertian Coping ... 11
2. Pengertian Strategi coping ... 13
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi coping ... 14
B. Kualitas Kehidupan Bekerja ... 16
1. Definisi Kualitas Kehidupan Bekerja ... 16
2. Karakteristik Kualitas Kehidupan Bekerja ... 17
C. Hubungan kualitas kehidupan bekerja dengan strategi coping . 21 G. Hipotesa Penelitian ... 25
BAB III METODE PENELITIAN ... 27
A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 27
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 27
2. Kualitas kehidupan bekerja ... 28
C. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel ... 29
1. Populasi dan Sampel ... 29
2. Teknik Pengambilan Sampel ... 30
D. Instrumen atau Alat ukur ... 31
1. Skala problem focused coping ... 31
2. Skala emotional focused coping ... 32
3.Skala kualitas kehidupan bekerja ... .... 33
E. Uji Coba Alat Ukur ... 33
1. Validitas Alat Ukur ... 33
2. Uji Daya Beda Aitem ... 34
3. Reliabilitas Alat Ukur ... 35
4. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 36
F. Prosedur Penelitian ... 38
1. Persiapan Penelitian ... 38
2. Pelaksanaan Penelitian ... 40
3. Pengolahan Data ... 40
G. Metode Analisa Data ... 40
1. Uji Normalitas ... 41
2. Uji Linieritas ... 42
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 44
A. Gambaran Subjek Penelitian ... 44
1. Jenis Kelamin Subjek Penelitian ... 44
2. Usia Subjek Penelitian ... 45
1. Hasil Uji Asumsi Penelitian ... 45
2. Hasil Utama Penelitian ... 48
C. Hasil Tambahan Penelitian ... 52
1. Kategorisasi Skor Penelitian ... 53
a. kategorisasi skor problem focused coping ... 53
b. kategorisasi skor emotional focused coping ... 55
c. kategorisasi skor kualitas kehidupan bekerja... 56
D. Pembahasan ... 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66
A. Kesimpulan ... 66
B. Saran ... 67
1. Saran Metodologis ... 67
2. Saran Praktis ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 70
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Blue Print Skala problem focused coping Sebelum Uji ...
Coba ... 31
Tabel 2. Blue Print Skala emotional focused coping Sebelum ... Uji Coba ... 33
Tabel 3. Blue Print Skala kualitas kehidupan bekerja Sebelum Uji ... Coba ... 37
Tabel 4. Blue Print Skala kualitas kehidupan bekerja Setelah Uji ... Coba ... 37
Tabel 5. Blue Print Skala problem focused coping ... Sebelum Uji Coba ... 38
Tabel 7. Blue Print Skala problem focused coping Setelah Uji Coba ... 38
Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44
Tabel 9. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 45
Tabel 10. Hasil Uji Normalitas ... 46
Tabel 11. Hasil Uji Linieritas ... 46
Tabel 12. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik ... Problem focused coping dan emotional focused coping ... 53
Tabel 16. Kategorisasi Data variabel kualitas kehidupan bekerja... 54
Tabel 17. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik kualitas kehidupan bekerja ... 55
Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja Dengan Strategi Coping Pada Perawat RSI Malahayati Medan
Anggi Amelia dan Vivi Gusrini Rahmadhani Pohan
ABSTRAK
Sebagai praktisi kesehatan yang bergerak dibidang jasa kesehatan, perawat adalah bagian terpenting dan ujung tombak di rumah sakit. Dalam setiap lingkungan kerja, karyawan dituntut untuk selalu memberikan yang terbaik dalam tugasnya. Pada umumnya pelaksanaan tugas selalu mengandung permasalahan dan tantangan. Masalah dan tantangan ini sering kali menimbulkan stres yang bisa mengganggu individu didalam mencapai tujuan. salah satu cara yang harus dilakukan agar karyawan bisa tetap bertahan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab dalam bekerja adalah strategi coping yaitu upaya - upaya yang dapat dilakukan karyawan untuk mengurangi atau meminimalkan dampak kejadian yang menimbulkan stres didalam pekerjaan. Strategi coping terdiri dari dua strategi yaitu problem focused coping dan emotional focused coping.
Salah satu faktor yang mempengaruhi strategi coping adalah dukungan sosial. Dengan adanya dukungan sosial dalam lingkungan kerja maka dapat membuat individu merasa bagian dari suatu tim dan tidak diisolasi dari kelompok. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan kualitas kehidupan bekerja dengan problem focused coping dan emotional focused coping. Penelitian ini melibatkan 68 perawat RSI Malahayati Medan. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode random sampling dan diolah dengan uji analisis korelasional. Alat ukur yang digunakan adalah skala kualitas kehidupan bekerja, skala problem focused coping dan skala emotional focused coping yang disusun oleh peneliti.
Hasil analisa data menunjukkan tidak adanya hubungan antara kualitas kehidupan bekerja dengan problem focused coping dan emotional focused coping.
Relationship Quality of Working Life With Coping Strategies In Nursing RSI Malahayati Medan
Anggi Amelia dan Vivi Gusrini Rahmadhani Pohan
Abstract
As health practitioners engaged in health services, nurses are the most important and the spearhead in the hospital. In any working environment, employees are required to always provide the best in his work. In general, the task always contain the problems and challenges. Problems and challenges of this often creates stress that can interfere with the individual in achieving its objectives. one way to do it so that employees can remain in implementing the tasks and responsibilities in the workplace is a coping strategy is an effort - an effort that can be made of employees to reduce or minimize the impact of events that cause stress on the job. Coping strategies consist of two focus focused coping strategies and emotional problems coping.
One of the factors that affect coping strategies were social support. With the existence of social support in the work environment, can make individuals feel part of a team and not isolated from the group. This research is a quantitative study using a correlation method that aims to link the quality of work life with a focus on problem focused coping and emotional coping. This study involving 68 nurses RSI Malahayati Medan. Sampling was done by random sampling method and processed by correlational analysis test. Measuring tool used is the scale of quality of working life, the scale of the problem focused coping and emotional focused coping scale developed by the researchers.
The results of data analysis showed no relationship between quality of working life with problem focused coping and emotional focused coping.
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagai praktisi kesehatan yang bergerak dibidang jasa kesehatan, perawat
adalah bagian terpenting dan ujung tombak di rumah sakit. Kesuksesan dan
keunggulan kompetitif perusahaan, dalam hal ini adalah rumah sakit, banyak
ditentukan oleh keberhasilan sumber daya manusia khususnya perawat dalam
memberikan pelayanan. Dalam budaya pemberian pelayanan ini, rumah sakit
memprioritaskan hubungan baik dan saling memperhatikan antar karyawan.
Organisasi seperti ini juga memberi penekanan terhadap pentingnya memelihara
kualitas hidup yang tinggi (As’ad & Soetjipto, 2000).
Dalam setiap lingkungan kerja, karyawan dituntut untuk selalu memberikan
yang terbaik dalam tugasnya. Selalu bertindak dengan baik, tepat, cepat, dan benar
adalah tuntutan tugas yang tidak mudah bagi karyawan khususnya perawat rumah
sakit. Berbagai permasalahan dapat berasal dari tuntutan – tuntutan yang ada didalam
pekerjaan. Hal ini senada dengan pendapat Baum (dalam Sarafino, 1998) yang
mengatakan bahwa kejadian-kejadian atau kekuatan-kekuatan yang ada pada
lingkungan kerja dapat mengancam eksistensi manusia dan memicu timbulnya stres.
Pada umumnya pelaksanaan tugas selalu mengandung permasalahan dan tantangan.
Masalah dan tantangan ini sering kali menimbulkan stres yang bisa mengganggu
individu didalam mencapai tujuan.
Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan dan kesehatan medis
yaitu Rumah Sakit Islam Malahayati Medan memiliki manajemen yang menjunjung
yaitu : memberikan fasilitas kesehatan yang fokus pada aspek kemanusiaan,
menjunjung tinggi partisipasi aktif dan kerjasama dari seluruh staf, hubungan antara
sesama staf medis cenderung lebih profesional, serta menerapkan prinsip
kebersamaan tanpa memandang suku dan keturunan (Feasibility Study of The
Malahayati Islamic Hospital, 2008). Hal tersebut berhubungan dengan pendapat
Michie (2002) yang mengatakan bahwa salah satu faktor lingkungan kerja yang
berhubungan dengan stres yaitu hubungan sosial didalam bekerja. Hubungan sosial
yang baik dengan rekan kerja, menerapkan prinsip kebersamaan dan kerjasama yang
baik antar karyawan dapat menghindari individu dari keadaan yang menekan atau
stres di lingkungan kerja.
Stres dalam lingkungan kerja dapat disebabkan oleh tuntutan kerja yang
melebihi kemampuan individu (Westman, 2005). Hal ini senada dengan hasil
wawancara yang dilakukan dengan salah satu perawat RSI Malahayati Medan yang
mengatakan bahwa:
”...tuntutan kerja yang saya hadapi cukup berat, karena disini perawatnya masih kurang, jadi beban kerja yang harus dikerjakan juga semakin banyak. trus dalam menghadapi pasien dan keluarganya juga perlu kesabaran karena mereka banyak nuntutnya. Namun gaji yang saya terima juga belum mencukupi, apalagi dengan beban kerja yang banyak. Kadang saya merasa tertekan danmerasa ingin berhenti saja...tapi karena pekerjaan susah dicari, yah… saya tetap diam dan bekerja sajalah, saya anggap aja semua masalah itu gak ada, jadi dibawa santai saja….”(Komunikasi personal,02 Agustus 2010)
Menurut Smet (1994) kondisi fisik suatu lingkungan mempunyai andil cukup
besar dalam memunculkan masalah pada individu, sehingga reaksi individu dalam
menghadapi kondisi lingkungan yang penuh masalah berupaya untuk
menyeimbangkan dirinya dengan lingkungannya. Tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh individu agar tercipta keseimbangan ini disebut coping. Menurut Lazarus &
dilakukan agar karyawan bisa tetap bertahan dalam menjalankan tugas dan tanggung
jawab dalam bekerja. Upaya - upaya yang dapat dilakukan karyawan untuk
menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau meminimalkan dampak kejadian yang
menimbulkan stres khususnya didalam pekerjaan dapat diistilahkan sebagai strategi
coping.
Menurut Flokman & Lazarus (dalam Sarafino, 2006) terdapat dua klasifikasi
bentuk coping yaitu : problem focused coping (PFC) dan emotional focused coping
(EPC). Problem focused coping (PFC) adalah bentuk coping yang lebih diarahkan
kepada upaya untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang menekan individu,
sedangkan emotion focused coping (EFC) merupakan bentuk coping yang diarahkan
untuk mengatur respon emosional terhadap situasi yang menekan individu. Faktor
yang menentukan strategi yang paling banyak atau sering digunakan sangat
tergantung pada seberapa besar masalah yang dialaminya dan dapat mempengaruhi
bagaimana individu tersebut akan mengatasi masalah yang dihadapi (Taylor, 2009).
Masalah yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda oleh individu yang berbeda
tergantung dari pengalaman dan keahlian coping dari individu itu sendiri (Yusoff,
2010).
Menurut Mutadin (2002) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
strategi coping. Salah satu diantaranya adalah dukungan sosial yang meliputi
dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang
diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, rekan kerja dan
lingkungan masyarakat sekitarnya. Hal ini berhubungan dengan pendapat Walton
(dalam Kossen, 1987) yang menyatakan bahwa individu yang saling mendukung satu
sama lain akan terdapat rasa hubungan kemasyarakatan serta hubungan antara
baik dengan atasan, sesama rekan kerja dan bawahan dapat saling memberi dukungan
sehingga dapat tercipta rasa memiliki dan integrasi sosial dalam lingkungan kerja.
Rasa memiliki dan integrasi sosial ini merupakan salah satu dari kriteria yang
membentuk kualitas kehidupan bekerja dalam organisasi.
Menurut Robins (dalam Islam & Siengthai, 2009) kualitas kehidupan bekerja
adalah suatu proses dimana organisasi memberikan respon kepada kebutuhan
karyawan dengan mengembangkan mekanisme yang mengijinkan karyawan untuk
berbagi dalam membuat keputusan yang membentuk kehidupan kerjanya. Hal ini
berhubungan dengan pendapat Randall & Vandra (dalam Usman, 2009) yang
menyatakan bahwa pada dasarnya kualitas kehidupan bekerja merupakan salah satu
tujuan penting dalam memenuhi kebutuhan – kebutuhan pekerja. Kebutuhan –
kebutuhan karyawan yang belum terpenuhi dengan baik menimbulkan masalah dalam
bekerja seperti meningkatnya ketidakhadiran karyawan, berkurangnya kepuasan kerja
dan meningkatnya konflik sehingga karyawan membutuhkan strategi coping agar dapat mengatasi masalah yang dihadapi didalam bekerja (Michie, 2002).
Dinamika multidimensional yang meliputi beberapa konsep dalam kualitas
kehidupan bekerja adalah pemberian pelatihan pada karyawan dan adanya peluang
pengembangan karier serta keikutsertaan di dalam pengambilan-keputusan (Lau &
Bruce dalam Considine & Callus, 2001). Hal ini senada dengan pendapat Michie
(2002) yang menyatakan bahwa pemberian pelatihan dan manajemen yang baik di
lingkungan kerja dapat meningkatkan sumber – sumber yang dapat membantu
individu dalam menghadapi tuntutan dan tekanan dalam bekerja yaitu keahlian coping dan kondisi kerja seperti lingkungan kerja yang baik. Tunggal (2006) menambahkan
bahwa perusahaan bertanggung jawab atas peningkatan dan atau pengembangan
kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bidang
tugasnya. Hal ini didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan dengan salah satu
staf HRD RSI Malahayati Medan yang mengatakan bahwa:
“….Perawat disini sering mendapatkan pelatihan – pelatihan atau diklat untuk lebih meningkatkan skill mereka, hampir setiap bulan para perawat diberikan pelatihan, Selain diberi pelatihan, perawat disini juga mengalami rotasi kerja.. perawat yang kinerjanya bagus itu diberikan promosi. Misalnya dari perawat menjadi kepala keperawatan, jadi jenjang karir dari setiap posisi itu pasti ada …”. (Komunikasi personal, 02 Agustus 2010)
Menurut Michie (2002) individu dapat mengalami stres bila individu tersebut
kekurangan sumber – sumber psikologis seperti keahlian coping dan harga diri. Hal
ini berhubungan dengan pendapat Harvey & Brown (dalam Usman, 2009) yang
menyatakan peran kualitas kehidupan bekerja mencoba untuk memperbaiki kualitas
kehidupan para karyawan yaitu dengan memanusiakan lingkungan kerja untuk
memperbaiki martabat dan harga diri para karyawan. Gibson (2003) juga
menambahkan kualitas kehidupan kerja bertujuan untuk meningkatkan martabat
karyawan dan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan dan pengembangan
pribadi.
Menurut Jewell & Siegall (1998) beberapa komponen dari kesejahteraan
karyawan adalah membina hubungan yang baik dengan atasan, serta adanya
dukungan dan persahabatan yang baik dengan rekan sekerja. Oleh karena itu, saat
karyawan mengalami masalah didalam pekerjaannya, dukungan pemenuhan
kebutuhan informasi dan emosional pada karyawan yang diberikan oleh rekan kerja
dapat mempengaruhi strategi coping yang dilakukan karyawan didalam mengatasi
permasalahannya (Mutadin, 2002). Hal ini juga didukung dari hasil wawancara yang
dilakukan dengan salah satu perawat di RSI Malahayati Medan yang mengatakan
“…Interaksi dengan dokter atau pun sesama perawat disini cukup bagus dan sangat kental, karena disini menerapkan sistem kekerabatan dan kekeluargaan. lagi pula disini sesama perawat itu saling membantu kalau ada masalah baik dari bagian yang sama maupun bagian yang berbeda…” (Komunikasi personal, 02 Agustus 2010)
Dampak dari kualitas kehidupan bekerja yang tidak diberikan dengan efektif
dan tidak dipenuhi dengan baik seperti kompensasi yang tidak mencukupi, kondisi
kerja yang tidak nyaman, tidak adanya otonomi kerja yang diberikan perusahaan, hak
– hak karyawan yang tidak terpenuhi, kesempatan untuk mengembangkan karir
sangat terbatas serta hubungan dengan rekan kerja yang tidak baik dapat
menimbulkan masalah dan menyebabkan stres bagi karyawan. Saat karyawan
mengalami stres didalam bekerja maka strategi coping yang dibutuhkan karyawan
juga lebih tinggi. Sementara kualitas kehidupan bekerja yang diberikan dengan efektif
dan dipenuhi dengan baik dapat membuat karyawan merasa puas, senang dan dapat
mengembangkan rasa memiliki terhadap organisasi sehingga masalah yang timbul
secara umum akan dapat berkurang serta strategi coping yang dibutuhkan karyawan
juga lebih rendah (Kondalkar, 2009).
Organisasi dengan kualitas kehidupan kerja yang baik dapat memotivasi
karyawan untuk memaksimalkan kontribusi mereka untuk memperoleh sasaran
organisasi dan mengembangkan prestasi karyawan. Usaha didalam menghadapi
masalah di lingkungan kerja sangat dibutuhkan selain akan menjaga kesehatan
karyawan, juga akan meningkatkan kemampuan dalam pekerjaan yang dibutuhkan
untuk peningkatan karir (Tim mitra lestari, 2005). Berdasarkan uraian diatas maka
peneliti ingin melihat apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas
kehidupan kerja dengan strategi coping dalam organisasi.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti
merumuskan permasalahan yang ingin diketahui dari penelitian ini yaitu :
1. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas kehidupan kerja
dengan strategi problem focused coping dalam organisasi.
2. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas kehidupan kerja dengan
strategi emotional focused coping dalam organisasi.
C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Hubungan yang signifikan antara kualitas kehidupan kerja dengan strategi problem focused coping dalam organisasi.
2. Hubungan yang signifikan antara kualitas kehidupan kerja dengan strategi
emotional focused coping dalam organisasi.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat teoritis
maupun praktis, yaitu :
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu
Psikologi, khususnya bidang Psikologi Industri dan Organisasi, terutama
mengenai hubungan antara kualitas kehidupan kerja dengan strategi coping dalam organisasi.
Secara praktis hasil penelitian ini bermanfaat bagi pihak perusahaan sebagai
masukan dan informasi dalam kebijakan pengembangan sumber daya
manusia, khususnya tentang kualitas kehidupan bekerja dalam organisasi
dan masukan terhadap penerapan strategi coping bagi karyawan dalam
mengatasi permasalahan didalam organisasi.
E. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I : PENDAHULUAN
Berisi uraian singkat mengenai gambaran latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Berisi tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan
permasalahan. Memuat landasan teori tentang strategi coping,
kualitas kehidupan bekerja, danhubungan antara kualitas kehidupan
bekerja dengan strategi coping serta hipotesis.
BAB III : METODE PENELITIAN
Berisi metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam hal ini
adalah metode penelitian kuantitatif, identifikasi variabel penelitian,
definisi operasional, populasi, sampel, metode pengambilan sampel,
alat ukur yang digunakan, uji daya beda item dan reliabilitas alat
ukur, dan metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil
data penelitian.
Berisi hasil deskripsi data penelitian, uji hipotesis dan
menginterpretasikan data-data masukan atau data-data tambahan dari
statistik, serta pembahasan mengenai hasil penelitian.
BAB V : KESIMPULAN, DISKUSI & SARAN
Berisi jawaban atas masalah yang diajukan. Kesimpulan dibuat
berdasarkan analisa dan interpretasi data, diskusi dan saran dibuat
dengan mempertimbangkan hasil penelitian yang diperoleh.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. STRATEGI COPING 1. Pengertian Coping
Menurut Lazarus & Folkman (dalam Sarafino, 2006) coping adalah suatu
proses dimana individu mencoba untuk mengatur kesenjangan persepsi antara
tuntutan situasi yang menekan dengan kemampuan mereka dalam memenuhi tuntutan
tersebut. Menurut Taylor (2009) coping didefenisikan sebagai pikiran dan perilaku
yang digunakan untuk mengatur tuntutan internal maupun eksternal dari situasi yang
menekan. Menurut Baron & Byrne (1991) menyatakan bahwa coping adalah respon
individu untuk mengatasi masalah, respon tersebut sesuai denganapa yang dirasakan
dan dipikirkan untuk mengontrol, mentolerir dan mengurangiefek negatif dari situasi
yang dihadapi. Menurut Stone & Neale (dalam Rice, 1992) coping meliputi segala
usaha yang disadari untuk menghadapi tuntutan yang penuh dengan tekanan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa coping adalah segala usaha individu untuk
mengatur tuntutan lingkungan dan konflik yang muncul, mengurangi
ketidaksesuaian/kesenjangan persepsi antara tuntutan situasi yang menekan dengan
kemampuan individu dalam memenuhi tuntutan tersebut.
2. Pengertian Strategi Coping
Menurut MacArthur & MacArthur (1999) mendefinisikan strategi coping
sebagai upaya-upaya khusus, baik behavioral maupun psikologis, yang digunakan
orang untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau meminimalkan dampak
sebagai upaya yang dilakukan oleh individu untuk mengelola tuntutan eksternal dan
internal yang dihasilkan dari sumber stres. Dodds (1993) mengemukakan bahwa pada
esensinya, strategi coping adalah strategi yang digunakan individu untuk melakukan
penyesuaian antara sumber-sumber yang dimilikinya dengan tuntutan yang
dibebankan lingkungan kepadanya. Secara spesifik, sumber-sumber yang
memfasilitasi coping itu mencakup sumber-sumber personal (yaitu karakteristik
pribadi yang relatif stabil seperti self-esteem atau keterampilan sosial) dan
sumber-sumber lingkungan seperti dukungan sosial dan keluarga atau sumber-sumber finansial
(Harrington & Mcdermott, 1993). Friedman (1998) mengatakan bahwa strategi
coping merupakan perilaku atau proses untuk adaptasi dalam menghadapi tekanan
atau ancaman.
3.Klasifikasi dan Bentuk Coping
Flokman & Lazarus (dalam Sarafino, 2006) secara umum membedakan bentuk
dan fungsi coping dalam dua klasifikasi yaitu :
a. Problem Focused Coping (PFC) adalah merupakan bentuk coping yang lebih
diarahkan kepada upaya untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh
tekanan. artinya coping yang muncul terfokus pada masalah individu yang
akan mengatasi stres dengan mempelajari cara-cara keterampilan yang baru.
Individu cenderung menggunakan strategi ini ketika mereka percaya bahwa
tuntutan dari situasi dapat diubah (Lazarus & Folkman dalam Sarafino, 2006).
Strategi ini melibatkan usaha untuk melakukan sesuatu hal terhadap kondisi
stres yang mengancam individu (Taylor,2009).
b. Emotion Focused Coping (EFC) merupakan bentuk coping yang diarahkan
untuk mengatur respon emosional terhadap situasi yang menekan. Individu
kognitif. Contoh dari pendekatan behavioral adalah penggunaan alkohol,
narkoba, mencari dukungan emosional dari teman – teman dan mengikuti
berbagai aktivitas seperti berolahraga atau menonton televisi yang dapat
mengalihkan perhatian individu dari masalahnya. Sementara pendekatan
kognitif melibatkan bagaimana individu berfikir tentang situasi yang menekan.
Dalam pendekatan kognitif, individu melakukan redefine terhadap situasi yang
menekan seperti membuat perbandingan dengan individu lain yang mengalami
situasi lebih buruk, dan melihat sesuatu yang baik diluar dari masalah.
Individu cenderung untuk menggunakan strategi ini ketika mereka percaya
mereka dapat melakukan sedikit perubahan untuk mengubah kondisi yang
menekan (Lazarus & Folkman dalam Sarafino, 2006).
Pendapat di atas sejalan dengan Skinner (dalam Sarafino, 2006) yang
mengemukakan pengklasifikasian bentuk coping sebagai berikut :
a. Perilaku coping yang berorientasi pada masalah (Problem-focused coping) 1. Planfull problem solving
individu memikirkan dan mempertimbangkan secara matang
beberapa alternatif pemecahan masalah yang mungkin dilakukan,
meminta pendapat dan pandangan dari orang lain tentang masalah
yang dihadapi, bersikap hati-hati sebelum memutuskan sesuatu dan
mengevaluasi strategi yang pernah dilakukan.
2. Direct action
meliputi tindakan yang ditujukan untuk menyelesaikan masalah
secara langsung serta menyusun secara lengkap apa yang diperlukan.
individu mencari dukungan dan menggunakan bantuan dari orang lain
berupa nasehat maupun tindakan didalam menghadapi masalahnya.
4. Information seeking
individu mencari informasi dari orang lain yang dapat digunakan
untuk mengatasi permasalahan individu tersebut.
b. Perilaku coping yang berorientasi pada emosi (Emotional Focused
Coping)
1. Avoidance
individu menghindari masalah yang ada dengan cara berkhayal
atau membayangkan seandainya ia berada pada situasi yang
menyenangkan.
2. Denial
individu menolak masalah yang ada dengan menganggap seolah-olah
masalah individu tidak ada, artinya individu tersebut mengabaikan
masalah yang dihadapinya.
3. Self-criticism
keadaan individu yang larut dalam permasalahan dan menyalahkan diri
sendiri atas kejadian atau masalah yang dialaminya.
4. Possitive reappraisal
individu melihat sisi positif dari masalah yang dialami dalam
kehidupannya dengan mencari arti atau keuntungan dari pengalaman
4. Faktor – faktor yang mempengaruhi strategi coping :
Menurut Mutadin (2002) cara individu menangani situasi yang mengandung
tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi :
a. Kesehatan Fisik
Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi
stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar.
b. Keyakinan atau pandangan positif
Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti
keyakinan akan nasib (external locus of control) yang mengerahkan individu pada
penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan
strategi coping.
c. Keterampilan memecahkan masalah
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi,
menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan
alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan
dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan
melakukan suatu tindakan yang tepat.
d. Keterampilan sosial
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah
laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku
dimasyarakat.
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan
emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain,
saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.
f. Materi
Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang-barang atau layanan
yang biasanya dapat dibeli.
Salah satu faktor yang mempengaruhi strategi coping adalah dukungan sosial
yang meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri
individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, rekan
kerja dan lingkungan masyarakat sekitarnya (Mutadin, 2002). Individu yang saling
mendukung satu sama lain akan terdapat rasa hubungan kemasyarakatan serta
hubungan antara perseorangan. Dalam lingkungan kerja, individu yang mampu
membina hubungan baik dengan atasan, sesama rekan kerja dan bawahan dapat saling
memberi dukungan sehingga dapat tercipta rasa memiliki dan integrasi sosial dalam
lingkungan kerja. Dengan adanya dukungan sosial dalam lingkungan kerja maka
dapat membuat individu merasa bagian dari suatu tim dan tidak diisolasi dari
kelompok. Hal ini merupakan salah satu dari kriteria yang membentuk kualitas
B. KUALITAS KEHIDUPAN BEKERJA 1. Pengertian Kualitas Kehidupan Bekerja
Menurut Walton (dalam Kossen, 1987) mengatakan bahwa kualitas kehidupan
bekerja adalah seberapa efektifnya organisasi memberikan respon pada kebutuhan –
kebutuhan karyawan. Menurut Robins (dalam Islam & Siengthai, 2009)
mendefinisikan kualitas kehidupan bekerja sebagai suatu proses dimana organisasi
memberikan respon kepada kebutuhan karyawan dengan mengembangkan mekanisme
yang mengijinkan karyawan untuk berbagi dalam membuat keputusan yang
membentuk kehidupan kerjanya. Elemen – elemen penting dari kualitas kehidupan
bekerja adalah keamanan kerja, kepuasan kerja, sistem penghargaan yang baik,
keuntungan karyawan, ketelibatan karyawan dan performansi organisasi (Havlovic,
dalam Islam & Siengthai, 2009).
Menurut Vein Heskett, Sasser & Schlesinger (dalam Rethinam & Ismail,
2008) mendefinisikan kualitas kehidupan bekerja sebagai perasaan karyawan terhadap
keuntungan organisasi. Perasaan yang baik terhadap pekerjaannya berarti karyawan
merasa senang melakukan pekerjaan yang akan mengarah pada lingkungan pekerjaan
yang produktif. Menurut Lau, Wong, Chan & Law (dalam Rethinam & Ismail, 2008)
menyatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja sebagai lingkungan kerja yang
mendukung dan mempromosikan kepuasaan dengan memberikan penghargaan,
keamanan kerja dan kesempatan pengembangan karir kepada karyawan.
Kualitas kehidupan bekerja didefenisikan sebagai kondisi yang menyenangkan
dan keadaan yang menguntungkan bagi karyawan, kesejahteraan karyawan dan
pengelolaan sikap terhadap pekerja operasional yang sama baiknya dengan karyawan
secara umum (Islam & Siengthai, 2009). Kualitas kehidupan bekerja adalah dinamika
multidimensional yang meliputi beberapa konsep seperti jaminan kerja, sistem
penghargaan, pelatihan dan karier peluang kemajuan, dan keikutsertaan di dalam
pengambilan-keputusan (Lau & Bruce dalam Considine & Callus, 2001). Kualitas
kehidupan kerja berfokus pada pentingnya penghargaan kepada sumber daya manusia
di lingkungan kerja (Luthan, 1995). Kualitas kehidupan kerja merupakan teknik
manajemen yang mencakup gugus kendali mutu, job enrichment, suatu pendekatan
untuk bernegosiasi dengan karyawan, hubungan industrial yang serasi, manajemen
partisipatif dan bentuk pengembangan organisasional (French, 1990).
Jewell & Siegall (1998) mengemukakan bahwa berbagai macam komponen
dari kesejahteraan karyawan secara umum yang lebih penting adalah lingkungan kerja
yang aman dan sehat, hubungan yang baik dengan supervisor, dukungan dan
persahabatan rekan sekerja, kerja yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
individu, derajat kepuasan dengan situasi kerja, dan kesempatan untuk bertumbuh dan
individu, pekerjaan, organisasi global dan multidimensi ini adalah kualitas kehidupan
bekerja.
Menurut Lau & May (1998) kualitas kehidupan bekerja didefinisikan sebagai
strategi tempat kerja yang mendukung dan memelihara kepuasan karyawan dengan
tujuan untuk meningkatkan kondisi kerja karyawan dan organisasi serta keuntungan
untuk pemberi kerja. Menurut Kondalkar (2009) kualitas kehidupan bekerja
berhubungan dengan tingkat kepuasan yang tinggi dari individu yang menikmati
bentuk pekerjaannya dalam organisasi.
2. Kriteria Kualitas Kehidupan Bekerja
Walton (dalam Kossen, 1987) menyatakan delapan kategori dari kualitas
kehidupan bekerja sebagai suatu kerangka untuk menganalisa hal - hal yang tampak
dalam membuat kualitas kehidupan bekerja, delapan kategori dari kualitas kehidupan
bekerja , yaitu:
a. Kompensasi yang mencukupi dan adil
Gaji yang diterima oleh individu dari kerjanya dapat memenuhi standar gaji
yang diterima secara umum, cukup untuk membiayai suatu tingkat hidup yang
layak dan mempunyai perbandingan yang sama dengan gaji yang diterima
orang-orang lain dalam posisi yang sama.
b. Kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat
Individu tidak ditempatkan dalam keadaan yang dapat membahayakan fisik
dan kesehatan mereka, namun pada kondisi pekerjaan yang meminimalisasi
luka-luka dan resiko kesehatan. Waktu kerja yang layak sesuai dengan jadwal
yang telah ditetapkan. Begitu juga umur yang disesuaikan dengan tugas yang
c. Kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia
Pekerja diberi autonomi, kerja yang mereka lakukan memerlukan berbagai
kemahiran, mereka juga diberi tujuan dan perspektif yang diperlukan tentang
tugas yang akan mereka lakukan. Pekerja juga diberikan kebebasan bertindak
dalam menjalankan tugas yang diberikan, dan pekerja juga terlibat dalam
membuat perencanaan.
d. Peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan
Suatu pekerjaan dapat memberi sumbangan dalam menetapkan dan
mengembangkan kapasitas individu. Kemahiran dan kapasitas individu itu
dapat dikembangkan dan dipergunakan dengan sepenuhnya, selanjutnya
peningkatan peluang kenaikan pangkat dan promosi dapat diperhatikan serta
mendapatkan jaminan terhadap pendapatan.
e. Rasa memiliki
Individu merasa bagian dari suatu tim dan tidak diisolasi dari kelompok,
individu saling mendukung satu sama lain dan terdapat rasa hubungan
kemasyarakatan serta hubungan antara perseorangan. Organisasi
mengutamakan konsep egalitarianism, adanya mobilitas untuk bergerak ke
atas, sehingga lingkungan kerja secara relatif bebas dari prasangka buruk.
f. Hak-hak karyawan.
Hak pribadi seorang individu harus dihormati, memberi dukungan kebebasan
g. Pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan
Kerja juga memberikan dampak positif dan negatif terhadap ruang kehidupan
seseorang. Selain berperan di lingkungan kerja, individu juga mempunyai
peranan di luar tempat kerja seperti sebagai seorang suami atau bapak dan ibu
atau isteri yang perlu mempunyai waktu untuk bersama keluarga.
h. Tanggung jawab sosial organisasi
Organisasi mempunyai tanggung jawab sosial. Organisasi haruslah
mementingkan pengguna dan masyarakat secara keseluruhan semasa
menjalankan aktivitasnya. Organisasi yang mengabaikan peranan dan
tanggung jawab sosialnya akan menyebabkan pekerja tidak menghargai
pekerjaan mereka.
C. HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KEHIDUPAN BEKERJA DENGAN STRATEGI COPING DALAM ORGANISASI
Pada umumnya pelaksanaan tugas dalam lingkungan kerja selalu mengandung
permasalahan dan tantangan. Masalah dan tantangan ini sering kali menimbulkan
stres yang bisa mengganggu individu didalam mencapai tujuan. Menurut Smet (1994)
reaksi individu dalam menghadapi kondisi lingkungan yang penuh masalah berupaya
untuk menyeimbangkan dirinya dengan lingkungannya. Tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh individu agar tercipta keseimbangan ini disebut coping. Upaya - upaya
yang dapat dilakukan individu untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau
meminimalkan dampak kejadian yang menimbulkan stres khususnya didalam
Menurut Flokman & Lazarus (dalam Sarafino, 2006) terdapat dua klasifikasi
bentuk coping yaitu : problem focused coping (PFC) dan emotional focused coping
(EPC). Problem focused coping (PFC) adalah bentuk coping yang lebih diarahkan
kepada upaya untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang menekan individu,
sedangkan emotion focused coping (EFC) merupakan bentuk coping yang diarahkan
untuk mengatur respon emosional terhadap situasi yang menekan individu.
Menurut Skinner (dalam Sarafino, 2006) strategi problem focused coping
meliputi planfull problem solving, direct action, assistance seeking dan information
seeking, sedangkan strategi emotional focused coping meliputi avoidance, denial,
self-criticism dan positive reappraisal. Taylor (2009) mengatakan bahwa selama
melakukan proses strategi coping, individu melakukan penilaian terhadap usaha yang dilakukan, apakah usaha yang dilakukan mengurangi tekanan emosional yang dialami
atau usaha tersebut mengatasi masalah yang dihadapi.
Strategi coping yang dilakukan oleh individu didalam menghadapi masalah yang timbul di lingkungan kerja membuat individu merasa lebih nyaman, senang,
puas dalam bekerja dan dapat mengembangkan rasa memiliki terhadap perusahaan
(Kondalkar, 2009). Vein Heskett, Sasser & Schlesinger (1997) menyatakan bahwa
perasaan yang baik terhadap pekerjaannya berarti individu merasa senang melakukan
pekerjaan yang akan mengarah pada lingkungan pekerjaan yang produktif. Perasaan
karyawan terhadap pekerjaan, kerabat, dan organisasi yang mengarah pada
pertumbuhan dan keuntungan organisasi didefinisikan sebagai kualitas kehidupan
bekerja. Islam & Siengthai (2009) menambahkan bahwa kondisi kerja yang
menyenangkan, keadaan yang menguntungkan bagi karyawan dan kesejahteraan
Dalam setiap lingkungan kerja, masalah – masalah yang ada didalam
pekerjaan akan berdampak pada karyawan seperti meningkatnya ketidakhadiran kerja,
berkurangnya kepuasan dan semangat kerja, komunikasi yang tidak efektif dan
munculnya konflik dengan rekan kerja serta berkurangnya kuantitas dan kualitas
kehidupan bekerja (Michie, 2002).
Strategi coping secara efektif digunakan untuk mengatasi stres termasuk
dukungan dari teman, membina hubungan baik dengan rekan kerja, perencanaan,
manajemen resiko, manajemen waktu, dan komunikasi secara luas (Anne, Deborah &
Philip, 2004). Dengan mengembangkan kemampuan berkomunikasi yang baik maka
hubungan antara sesama karyawan maupun dengan atasan dalam lingkungan kerja
akan lebih efektif, hal ini merupakan salah satu komponen dari kesejahteraan
karyawan yang menjadi multidimensi dari kualitas kehidupan bekerja (Jewell &
Siegall, 1998).
Menurut Skinner (dalam Sarafino, 2006) menyatakan bahwa dalam emotional
focused coping, individu yang menggunakan positive reappraisal melihat sisi positif
dari masalah yang dialami dalam kehidupannya dengan mengambil manfaat atau
keuntungan dari pengalaman tersebut. Individu juga cenderung untuk
mengintrospeksi diri dan belajar dari kesalahan yang diperbuat (Carver, 2009).
Dengan mengambil sisi positif dari masalah yang dihadapi karyawan dalam sebuah
perusahaan maka karyawan dapat menjadikan kejadian tersebut sebagai sebuah
pelajaran bagi kemajuan dan pengembangan kemampuan yang dimiliki serta
peningkatan prestasi didalam bekerja. Peluang untuk pertumbuhan, dimana individu
dapat mengembangkan kemampuan dan keahlian yang dimilki merupakan salah satu
Menurut Skinner (dalam Sarafino, 2006) menyatakan bahwa dalam problem focused coping, individu yang menggunakan assistance seeking dan information
seekingmeminta bantuan dan dukungan dari orang lain. Dukungan dan masukan yang
diberikan orang lain dapat membantu individu dalam menyelesaikan masalah. Dalam
lingkungan kerja, individu yang menggunakan strategi ini dapat mengembangkan rasa
saling memiliki dan merasa bagian dari sebuah tim (kelompok) sehingga tindakan
yang ditujukan untuk menyelesaikan masalah dapat dilakukan secara langsung serta
menyusun secara lengkap apa yang diperlukan. Rasa saling memiliki yang tercipta
diantara individu dalam organisasi merupakan salah satu kriteria dari kualitas
kehidupan bekerja (Walton dalam Kossen, 1987).
Skinner (dalam Sarafino, 2006) berpendapat bahwa individu yang
menggunakan planfull problem solving dan direct action memikirkan dan
mempertimbangkan beberapa alternatif pemecahan masalah yang mungkin dilakukan
dan meminta pendapat atau pandangan dari orang lain tentang masalah yang dihadapi.
Dalam lingkungan kerja, individu yang menerapkan planfull problem solving dan
direct action serta didukung oleh kebebasan bertindak dalam menjalankan tugas yang
diberikan oleh perusahaan, maka karyawan dapat menyelesaikan masalah yang ada
dipekerjaannya melalui perencanaan yang baik oleh karyawan itu sendiri dan
didukung oleh pendapat dari rekan kerja sehingga penyelesaian masalah dapat
dilakukan secara langsung. Job autonomy atau kebebasan bertindak dalam
menjalankan tugas yang diberikan, serta terlibat dalam membuat perencanaan dalam
perusahaan merupakan salah satu kriteria dari kualitas kehidupan bekerja (Walton
dalam Kossen, 1987).
Kualitas kehidupan kerja yang dipenuhi oleh perusahaan terhadap karyawan
strategi coping yang dibutuhkan karyawan juga lebih rendah. Sebaliknya kualitas
kehidupan kerja yang tidak dipenuhi oleh perusahaan terhadap karyawan dengan baik,
maka masalah yang timbul di perusahaan akan cenderung bertambah dan strategi
coping yang dibutuhkan karyawan juga lebih tinggi. Organisasi dengan kualitas
kehidupan kerja yang baik dapat memotivasi karyawan untuk memaksimalkan
kontribusi mereka untuk memperoleh sasaran organisasi dan mengembangkan prestasi
karyawan (Tim mitra lestari et.al, 2005).
D. HIPOTESIS
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Terdapat hubungan antara kualitas kehidupan bekerjadengan strategi problem
focused coping dalam organisasi.
2. Terdapat hubungan antara kualitas kehidupan bekerjadengan strategi emotional
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasi, karena
penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan yang signifikan antara kualitas
kehidupan bekerja dengan strategi coping dalam organisasi.
A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN
Berdasarkan landasan teori yang ada serta rumusan hipotesis penelitian maka yang
menjadi variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel bebas : Kualitas kehidupan bekerja
2. Variabel tergantung : Strategi coping
- Problem Focused Coping
B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN 1. Strategi coping
Strategi coping merupakan penilaian yang dilakukan oleh individu baik secara
kognitif, emosional, dan perilaku yang ditampilkan untuk menghadapi tekanan atau
ancaman terhadap masalah pekerjaan yang dialami individu dalam organisasi. Strategi
coping diukur dengan menggunakan dua skala yang disusun berdasarkan klasifikasi strategi coping dari teori skinner (dalam Sarafino, 2006) yaitu : subskala problem
focused coping terdiri dari : planfull problem solving, direct action, assistance
seeking, information seeking, dan subskala emotional focused coping terdiri dari :
avoidance, denial, self-criticism, possitive reappraisal.
Skor subskala strategi problem focused coping dan emotional focused coping
yangsemakin tinggi menunjukkan semakin besar upaya yang dilakukan oleh individu
untuk menghadapi permasalahannya, sebaliknya skor subskala strategi problem
focused coping dan emotional focused coping yang semakin rendah menunjukkan
semakin kecil upaya yang dilakukan oleh individu untuk menghadapi
permasalahannya.
2. Kualitas kehidupan bekerja.
Kualitas kehidupan bekerja adalah persepsi pekerja mengenai kesejahteraan,
situasi dan pengalaman mereka di tempat kerja, yang mengacu kepada bagaimana
efektifnya perusahaan didalam merespon kebutuhan - kebutuhan pribadi pekerja.
Kualitas kehidupan bekerja diukur dengan menggunakan skala yang disusun
berdasarkan delapan kriteria kualitas kehidupan bekerjadari Walton (dalam Kossen,
dan sehat, kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia,
peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan, rasa memiliki terhadap
organisasi, hak-hak karyawan, pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan, dan
tanggung jawab sosial organisasi.
Skor skala yang semakin tinggi menunjukkan semakin baik pemenuhan
kualitas kehidupan kerja terhadap individu didalam perusahaan, sebaliknya skor skala
yang semakin rendah menunjukkan semakin buruk pemenuhan kualitas kehidupan
kerja terhadap individu didalam perusahaan.
C. POPULASI, SAMPEL DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL 1. Populasi dan Sampel
Menurut Hadi (2000) populasi adalah seluruh penduduk atau individu yang
paling sedikit mempunyai satu sifat yang sama. Populasi memiliki karakteristik yang
dapat diperkirakan dan diklasifikasikan sesuai dengan keperluan penelitian.
Sedangkan sampel merupakan bagian atau sejumlah cuplikan tertentu yang diambil
dari suatu populasi dan diteliti secara rinci.
Populasi yang digunakan di dalam penelitian ini adalah individu - individu
yang bekerja di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan yang berjumlah 190 orang.
Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau keseluruhan populasi, maka
peneliti hanya meneliti sebagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai
subjek penelitian, atau yang dikenal dengan nama sampel.
2. Metode pengambilan sampel
agar diperoleh sampel yang representatif atau benar-benar mewakili populasi. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling, dimana setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode undian, dimana setiap angota populasi diberi nomor dari nomor 1 sampai dengan nomor terakhir, kemudian dilakukan pengundian untuk mendapatkan sampel sesuai dengan jumlah yang diinginkan (Sugiono, 2003).
3. Jumlah sampel penelitian
Jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan Tabel Krejcie
(Sugiono, 2003) yang digunakan untuk menentukan besarnya sampel dan perhitungan
ukuran sampel didasarkan atas kesalahan 5%, jadi sampel yang diperoleh itu
mempunyai kepercayaan 95% terhadap populasi. Dari hasil yang diperoleh
berdasarkan Tabel Krejcie maka didapat jumlah sampel sebanyak 80 orang, jumlah ini
diharapkan dapat mewakili karakteristik dan sifat-sifat populasinya.
D. INSTRUMEN ATAU ALAT UKUR 1. Skala Strategi Coping
a. Skala problem focused coping
Skala ini digunakan untuk mengungkap tingkat strategi coping dari subjek
penelitian. Dalam melakukan penyusunan skala peneliti menggunakan aspek-aspek
problem focused coping yang disusun dalam skala berdasarkan teori Skinner (dalam
Sarafino, 2009) yaitu : planfull problem solving, direct action, assistance seeking,
information seeking.
Setiap aspek-aspek di atas akan diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan
yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju
(STS). Untuk aitem yang mendukung, pilihan SS akan mendapatkan skor empat,
pilihan S akan mendapatkan skor tiga, pilihan TS akan mendapatkan skor dua, dan
pilihan STS akan mendapatkan skor satu. Sedangkan untuk aitem yang tidak
mendukung pilihan SS akan mendapatkan skor satu, pilihan S mendapatkan skor dua,
pilihan TS akan mendapatkan skor tiga, dan pilihan STS akan mendapatkan skor
empat. Skor skala ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor jawaban maka
semakin tinggi strategi coping.
Tabel 1.
Distribusi Aitem-Aitem Skala Strategi Coping Sub Skala Problem Focused Coping Sebelum Uji Coba Skala Problem Focused Coping Pernyataan yang
Mendukung
Pernyataan yang
Tidak Mendukung Total (%)
Planfull problem solving 1,2,3,4 5,6,7,8 8 25
Direct action 9,10,11,12 13,14,15,16 8 25
Assistence seeking 17,18,19,20 21,22,23,24 8 25 Information seeking 25,26,27,28 29,30,31,32 8 25
Total 16 16 32 100
b. Skala emotional focused coping
Skala ini digunakan untuk mengungkap tingkat strategi coping dari subjek
penelitian. Dalam melakukan penyusunan skala peneliti menggunakan aspek-aspek
emotional focused coping yang disusun dalam skala berdasarkan teori Skinner (dalam
Sarafino, 2009) yaitu : avoidance, denial, self-criticism, positive reappraisal.
Setiap aspek-aspek di atas akan diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan
mendukung dan tidak mendukung, dimana subjek diberikan empat alternatif pilihan
yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju
(STS). Untuk aitem yang mendukung, pilihan SS akan mendapatkan skor empat,
pilihan S akan mendapatkan skor tiga, pilihan TS akan mendapatkan skor dua, dan
mendukung pilihan SS akan mendapatkan skor satu, pilihan S mendapatkan skor dua, Sub Skala Emotional Focused Coping Sebelum Uji Coba Skala Emotional Focused Coping Pernyataan yang
Mendukung
Pernyataan yang
Tidak Mendukung Total (%)
Avoidance 1,2,3,4 5,6,7,8 8 25
Denial 9,10,11,12 13,14,15,16 8 25
Self-criticism 17,18,19,20 21,22,23,24 8 25
Positive reappraisal 25,26,27,28 29,30,31,32 8 25
Total 16 16 32 100
2. Skala Kualitas Kehidupan Bekerja
Skala ini digunakan untuk mengungkap kualitas kehidupan bekerja subjek
penelitian. Dalam skala ini peneliti menyusun skala berdasarkan delapan kriteria
kualitas kehidupan bekerja dari Walton (dalam Kossen, 1986), yaitu: kompensasi
yang mencukupi dan adil, kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat, kesempatan
untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia, peluang untuk
pertumbuhan dan mendapatkan jaminan, rasa memiliki terhadap organisasi, hak-hak
karyawan, pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan, dan tanggung jawab sosial
organisasi.
Setiap aspek-aspek di atas akan diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan
mendukung dan tidak mendukung, dimana subjek diberikan empat alternatif pilihan
yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju
(STS). Untuk aitem yang mendukung, pilihan SS akan mendapatkan skor empat,
pilihan STS akan mendapatkan skor satu. Sedangkan untuk aitem yang tidak
mendukung pilihan SS akan mendapatkan skor satu, pilihan S mendapatkan skor dua,
pilihan TS akan mendapatkan skor tiga, dan pilihan STS akan mendapatkan skor
empat. Skor skala ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor jawaban maka
semakin tinggi kualitas kehidupan bekerja.
Tabel 3.
Distribusi Aitem-Aitem Skala Kualitas Kehidupan Bekerja Sebelum Uji Coba
Kriteria Kualitas Kehidupan Bekerja Pernyataan yang Mendukung
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melaksanakan fungsi ukurnya. Suatu
alat ukur yang valid tidak sekedar mampu mengungkapkan data dengan tepat akan
tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut.
Pendekatan terhadap validitas alat ukur dilakukan dengan menyusun terlebih
dahulu operasional aspek-aspek pengukuran yang tepat dalam blue-print. Penelitian
ini menggunakan face validity dan content validity. Face validity adalah tipe validitas
format penampilan (appearance) tes. Apabila penampilan tes telah meyakinkan dan
memberikan kesan mampu mengungkap apa yang hendak diukur, maka dapat
dikatakan bahwa face validity telah terpenuhi. Content validity berkaitan dengan
item-item alat ukur sesuai dengan apa yang akan di ukur. Content validity diperoleh
melalui pendapat profesional dari dosen pembimbing dan dosen yang memiliki
kompetensi dalam bidang yang hendak diteliti (Azwar, 2005).
2. Reliabilitas Alat Ukur
Reliabilitas adalah indeks sejauh mana alat pengukur dapat dipercaya atau
dapat diandalkan. Menurut Hadi (2000) reliabilitas alat ukur menunjukkan derajat
keajegan atau konsistensi alat ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali
pada kesempatan yang berbeda. Reliabilitas alat ukur yang dapat dilihat dari koefisien
reliabilitas merupakan indikator konsistensi item-item yang dalam menjalankan fungsi
ukurnya secara bersama-sama. Reliabilitas alat ukur ini sebenarnya mengacu pada
konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan
pengukuran (Azwar, 2002).
Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal
dimana prosedurnya hanya memerlukan satu kali pengenaan tes kepada sekelompok
individu sebagai subjek. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis, dan memiliki
efisiensi yang tinggi (Azwar, 2002). Teknik yang digunakan untuk pengukuran
reliabilitas alat ukur penelitian ini adalah teknik koefisien Alpha Cronbach. Untuk
menguji reliabilitas ini menggunakan bantuan program SPSS versi 17.0 for Windows. Batasan penerimaan reliabilitas dianggap memuaskan apabila koefisiennya mencapai
3. Uji Daya Beda Item
Uji daya beda butir pernyataan untuk melihat sejauh mana butir pernyataan
mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atau
tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis butir
pernyataan ini adalah dengan memilih butir-butir pernyataan yang fungsi ukurnya
selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes. Atau dengan kata lain, memilih butir
pernyataan yang mengukur hal yang sama dengan apa yang diukur oleh tes sebagai
keseluruhan (Azwar, 2000).
Pengujian daya beda butir pernyataan ini dilakukan dengan komputasi
koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap butir pernyataan dengan suatu
kriteria yang relevan, yaitu skor total tes itu sendiri dengan menggunakan koefisien
korelasi Pearson Product Moment. Prosedur pengujian ini akan menghasilkan
koefisien korelasi item total yang dikenal dengan indeks daya beda butir pernyataan
(Azwar, 2000). Uji daya beda butir pernyataan ini akan dilakukan pada alat ukur
dalam penelitian ini, yaitu skala kualitas kehidupan bekerja dan skala strategi coping.
Besarnya koefisien korelasi item total bergerak dari 0 sampai dengan 1,00
dengan nilai positif dan negatif. Semakin baik daya diskriminasi item maka koefisien
korelasinya semakin mendekati angka 1,00 (Azwar, 2005). Batasan nilai indeks daya
beda item dalam penelitian ini adalah 0,3, sehingga setiap item yang memiliki harga
kritik ≥ 0,3 sajalah yang akan digunakan dalam pengambilan data yang sebenarnya.
4. Hasil Uji Coba Alat Ukur
Sebelum melakukan pengambilan data yang sebenarnya, terlebih dahulu
dilakukan uji coba alat ukur penelitian untuk mengetahui kualitas dari masing-masing