• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambir (Uncaria Gambir) Sebagai Zat Warna Alternatif Lain Pada Pewarnaan Histoteknik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambir (Uncaria Gambir) Sebagai Zat Warna Alternatif Lain Pada Pewarnaan Histoteknik"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBIR (UNCARIA GAMBIR) SEBAGAI ZAT WARNA ALTERNATIF

LAIN PADA PEWARNAAN HISTOTEKNIK.

Oleh :

NADIA BINTI AB ALIM

NIM : 070100397

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBIR (UNCARIA GAMBIR) SEBAGAI ZAT WARNA ALTERNATIF

LAIN PADA PEWARNAAN HISTOTEKNIK.

“ Karya Tulis Ilmiah ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh Sarjana Kedokteran ”

Oleh :

NADIA BT AB ALIM

NIM : 070100397

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul: Gambir (Uncaria Gambir) Sebagai Zat Warna Alternatif Lain Pada Pewarnaan Histoteknik. Nama: Nadia bt Ab Alim

Nim : 070100397

Dosen Pembimbing, Penguji I,

... ... (dr. Alya Amila Fitrie,M.kes) (prof Harun Al Rasyid Damanik) NIP:19660309-200012-1-007 NIP:130 802 437

Penguji II,

... (dr. Isti Ilmiati Fujiati,Msc.CM-FM,MPd.Ked) NIP:132 231 985

Medan, 20 Disember 2010 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Latar belakang : Selama ini Hematoksilin dan Eosin banyak digunakana dalam

pewarnaan jaringan sehingga ia di perlukan dalam diagnosa medis dan penelitian.

Kedua-dua zat warna ini memiliki banyak kekurangan dan kebaikannya tersendiri. Penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui apakah uncaria gambir (lebih dikenali sebagai gambir)

dapat menjadi zat warna alternative lain dalam pewarnaan histoteknik. Selama ini gambir

sering digunakan untuk menyirih dan akibatnya timbul warna merah coklat pada mulut

orang yang mengunyahya.

Metode : Jenis penelitian merupakan penelitian eksperimental dengan melakukan

eksperimen pewarnaan histoteknik terhadap jaringan monyet untuk mengetahui apakah

larutan gambir dapat mewarnai jaringan monyet dan dapat menjadi zat warna alternatif

lain pada pewarnaan histoteknik.

Hasil : Dari eksperimen yang telah dilakukan terhadap jaringan serebellum didapati

bahawa konsentrasi larutan gambir yang paling baik adalah 2 % w/v serbuk gambir

dengan pelarut yang digunakan berupa ethanol 70%. Lama inkubasi (yang memberikan

hasil terbaik) adalah 15 menit.

Diskusi : Penelitian ini menunjukkan bahwa gambir dapat digunakan sebagai zat warna

alternatif lain pada pewarnaan histoteknik dan bermanfaat dalam teknik pewarnaan.

Penelitian ini diharapkan bias memberikan manfaat dalam teknik pewarnaan histoteknik

oleh semua pihak terutama di Laboratorium Histologi, Fakultas Universitas Sumatera

Utara, Medan.

(5)

ABSTRACT

Background : During the time Hematoksilin and Eosin a lot of uses in network staining

so that it is needing in medical diagnosa and research. Hematoksilin work worked as

alkali staining agent whenever Eosin also as acid staining agent. Both staining pigment

have their own a lot of insuffiency and separate kindliness. This research is conducted to

know whether uncaria gambir ( more recognized as gambir) can become the dyes of

colour alternative of other;dissimilar in histotechnic staining. During the time gambir is

often used for the menyirih of and as a result arise to ruddle the chocolate at mouth one

who munch it.

Method : Research type represent the research experimental by doing experiment of

coloration histoteknik to monkey network to know whether/what condensation gambir

can colour the monkey network and can become the dyes other;dissimilar alternative

colour at histotechnic staining.

Result : From experiment which have been [done/conducted] to network serebellum

discovered by, the of best condensation gambir concentration is 2 % w / v serbuk gambir

by pelarut used by in the form of ethanol 70%. Incubation time ( that give the best result)

is 15 minute

Discussion : This Research indicate that the gambir serve the purpose of dyes

other;dissimilar alternative dyes at histotechnic staining and useful in coloration

technique. This research is expected by a diffraction give the benefit in technique of

histotechnic staining by all party especially in Laboratory Histologi, University Faculty

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH S.W.T., karena telah

memberikan kekuatan dan kesempatan kepada penulis, sehingga mampu menyelesaikan

skripsi hasil penelitian yang berjudul Gambir (Uncaria Gambir) Sebagai Zat Warna

Alternatif Lain Pada Pewarnaan Histoteknik ini meskipun dalam bentuk sederhana.

Saya menyadari bahawa hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan seperti yang

diharapkan. Saya juga menyadari adanya kesalahan-kesalahan atau kekurangan yang

terdapat dalam skripsi ini. Karena saya hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari

kesalahan, maka sangat diharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya

membangun, demi memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada. Saya ingin mengucapkan

ribuan terima kasih kepada pembimbing saya dr. Alya Amila Fitrie,M.kes dan dr. Zulham

di atas bimbingannya. Secara khusus persembahan skripsi ini sebagai ucapan terima kasih

saya kepada bapa Ab. Alim Bin Hj Yaacob dan ibu Rosni Binti Yusuf yang telah banyak

membantu dalam bentuk do’a dan materi yang tidak jemu-jemunya. Rasa terima kasih

juga saya sampaikan kepada suami tersayang Ahmad Faiz Hakimi Bin Ahmad Latfi yang

banyak memberi semangat dan inspirasi kepada saya. Tidak lupa juga teman-teman

sekelompok KTI, Yenni dan Dzul Affendi yang rela meluangkan waktunya hanya untuk

menyusun sebuah hasil penelitian ini. Semoga proposal ini akan memberikan manfaat

bagi pembaca dan mudah-mudahan segala usaha saya tidak sia-sia.

Medan, Disember 2010

Nadia Bt AB Alim

(7)

DAFTAR ISI

2.2.2 Pulasan (pewarnaan) Hematoksilin-Eosin………. 11

2.2.3 Larutan Countertaining………. 15

2.3 Pulasan (pewarnaan) Rutin Yang Banyak Dipakai……… 16

(8)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep penelitian... 20

3.2 Defenisi Operasional... 21

4.4 Pengambilan sample jaringan monyet... 23

4.5 Pembuatan Sedian………...…….. 23

4.6 Pembuatan Larutan Gambir………..…… 24

4.7 Metode Pewarnaan Hematoksilin-Eosin………...…... 24

4.8 Metode Pewarnaan Larutan Gambir... 24

4.9 Analisa Data... 25

4.10 Ethical Clearance... 25

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian... 26

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 26

5.1.2 Karekteristik Penelitian... 26

5.1.2.1 Karekteristik Sampel Jaringan... 26

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1 Taksonomi Tanaman Gambir 5

2 Berbagai Variasi Konsentrasi dan Pelarut Yang Akan Digunakan 24

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1 Gambar Daun Gambir Dan Gambir 3

2 Jaringan Serebellum Dengan Pewarnaan Hematoksilin-Eosin 17

3 Kerangka Konsep Penelitian 20

4 Konsentrasi Larutan 26

5 Lama Inkubasi 27

6 Pengukuran pH 28

7 Pewarnaan Jaringan Dengan Larutan Gambir 29

8 Pewarnaan Jaringan Dengan Larutan Gambir-hematoksilin 30

9 Pewarnaan Jaringan Dengan hematoksilin-Larutan Gambir 31

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran 1 : Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 : Surat Persetujuan Komisi Etik

(12)

ABSTRAK

Latar belakang : Selama ini Hematoksilin dan Eosin banyak digunakana dalam

pewarnaan jaringan sehingga ia di perlukan dalam diagnosa medis dan penelitian.

Kedua-dua zat warna ini memiliki banyak kekurangan dan kebaikannya tersendiri. Penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui apakah uncaria gambir (lebih dikenali sebagai gambir)

dapat menjadi zat warna alternative lain dalam pewarnaan histoteknik. Selama ini gambir

sering digunakan untuk menyirih dan akibatnya timbul warna merah coklat pada mulut

orang yang mengunyahya.

Metode : Jenis penelitian merupakan penelitian eksperimental dengan melakukan

eksperimen pewarnaan histoteknik terhadap jaringan monyet untuk mengetahui apakah

larutan gambir dapat mewarnai jaringan monyet dan dapat menjadi zat warna alternatif

lain pada pewarnaan histoteknik.

Hasil : Dari eksperimen yang telah dilakukan terhadap jaringan serebellum didapati

bahawa konsentrasi larutan gambir yang paling baik adalah 2 % w/v serbuk gambir

dengan pelarut yang digunakan berupa ethanol 70%. Lama inkubasi (yang memberikan

hasil terbaik) adalah 15 menit.

Diskusi : Penelitian ini menunjukkan bahwa gambir dapat digunakan sebagai zat warna

alternatif lain pada pewarnaan histoteknik dan bermanfaat dalam teknik pewarnaan.

Penelitian ini diharapkan bias memberikan manfaat dalam teknik pewarnaan histoteknik

oleh semua pihak terutama di Laboratorium Histologi, Fakultas Universitas Sumatera

Utara, Medan.

(13)

ABSTRACT

Background : During the time Hematoksilin and Eosin a lot of uses in network staining

so that it is needing in medical diagnosa and research. Hematoksilin work worked as

alkali staining agent whenever Eosin also as acid staining agent. Both staining pigment

have their own a lot of insuffiency and separate kindliness. This research is conducted to

know whether uncaria gambir ( more recognized as gambir) can become the dyes of

colour alternative of other;dissimilar in histotechnic staining. During the time gambir is

often used for the menyirih of and as a result arise to ruddle the chocolate at mouth one

who munch it.

Method : Research type represent the research experimental by doing experiment of

coloration histoteknik to monkey network to know whether/what condensation gambir

can colour the monkey network and can become the dyes other;dissimilar alternative

colour at histotechnic staining.

Result : From experiment which have been [done/conducted] to network serebellum

discovered by, the of best condensation gambir concentration is 2 % w / v serbuk gambir

by pelarut used by in the form of ethanol 70%. Incubation time ( that give the best result)

is 15 minute

Discussion : This Research indicate that the gambir serve the purpose of dyes

other;dissimilar alternative dyes at histotechnic staining and useful in coloration

technique. This research is expected by a diffraction give the benefit in technique of

histotechnic staining by all party especially in Laboratory Histologi, University Faculty

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kebanyakan jaringan didapati tidak berwarna, sehingga tidak banyak yang dapat

dilihat di bawah mikroskop. Agar dapat dilihat dibawah mikroskop, kebanyakan sediaan

harus diwarnai. Oleh sebab itu, telah dirancang pewarnaan jaringan agar berbagai unsur

jaringan jelas terlihat dan dapat dibedakan. Bahan warna mewarna berbagai jaringan,

kurang lebih secara selektif.

Hematoksilin dan Eosin adalah metode pewarnaan yang banyak digunakan dalam

dalam pewarnaan jaringan sehingga ia di perlukan dalam diagnosa medis dan penelitian.

Hematoksilin adalah bahan pewarna yang sering digunakan pada pewarnaan histoteknik,

ia merupakan ekstrak dari pohon yang diberi nama logwood tree. Hematoksilin bekerja

sebagai pewarna basa, artinya zat ini mewarnai unsur basofilik jaringan. Hematoksilin

memulas inti dan strukutur asam lainnya dari sel (seperti bagian sitoplasma yang

kaya-RNA dan matriks tulang rawan) menjadi biru.Eosin bersifat asam. Ia akan memulas

komponen asidofilik jaringan seperti mitokondria, granula sekretoris dan kolagen. Tidak

seperti hematoksilin, eosin mewarnai sitoplasma dan kolagen menjadi warna merah muda

(Junquera, 2007).

Hematoksilin eosin ini mempunyai banyak kekurangannya daripada manfaat. Pada

tahun 1970-an disebabkan oleh banyaknya penebangan hutan di Brazil dan Amerika

Tengah, menyebabkan terjadinya keterbatasan logwood tree dan produksi hematoksilin.

Hal ini meningkatkan harga hematoksilin dan sekali gus mempengaruhi biaya diagnostik

histopatologi dan mendorong pencarian alternatif lain dalam pewarnaan inti.

Kekurangannya lagi adalah komersial sampel yang bervariasi dari kelompok ke

kelompok, tidak spesifik mewarnai inti dan sitoplasma protein, menyebabkan polusi

(hematin, reagen aktif dalam larutanhematoksilin di oksidasi menjadi oksihematin) dan

gabungan hematoksilin dan metal sulit untuk di kontrol. Di sebabkan oleh

(15)

standard zat warna ideal yaitu murah, tahan lama, tidak sulit untuk di bersihkan, tidak

merusakkan lingkungan. Pada kajian hematoksilin telah dibuktikan mahal dan dapat

merusakkan lingkungan (Sigh,K, 2002).

Zat warna lain yang perlu dipertimbangkan adalah gambir. Selama ini gambir sering

digunakan secara tradisional.Gambir banyak di pergunakan dalam kehidupan sehari-hari

untuk menyirih. Akibatnya akan timbul warna merah coklat pada mulut orang yang

mengunyahnya. Selama ini gambir belum pernah di coba untuk pewarnaan histoteknik.

Kegunaan lainnya adalah sebagai bahan penyamak kulit dan pewarna. Kemampuan

mewarna gambir adalah karena ia mengandung catechu merah.

1.2 Rumusan masalah

Apakah gambir dapat digunakan sebagai zat warna alternatif lain pada pewarnaan

histoteknik.

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan umum : Untuk mengetahui apakah gambir dapat menjadi zat warna

alternatif lain pada pewarnaan histoteknik.

1.3.2 Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui konsentrasi larutan gambir yang akan digunakan.

2. Untuk mengetahui lama inkubasi optimal larutan gambir.

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Menemukan zat warna alami baru yang bermanfaat dalam teknik pewarnaan.

1.4.2 Mengetahui konsentrasi larutan gambir yang akan di gunakan.

1.4.3 Bila terbukti berhasil zat warna alami ini akan dapat menjadi alternatif lain

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Gambir

Gambir (Gambar 2.1.) dikenal dengan nama latin Uncaria gambir Roxb. , nama

English; Cat’s Claw, nama Spanish; Uña de Gato atau nama India; Vilcacora. Nama

daerah untuk gambir di Indonesia yaitu gambir. (Rukmana, 1994). Spesis-spesis gambir

yaitu Uncaria elliptica R.Br. & G. Don (Malaysia), Uncaria gambir Roxb. – Gambir

(Indonesia), Uncaria guianensis J.F.Gmel. (Guyana), Uncaria rhynchophylla (Miq.)

Jacks. (China), Uncaria tomentosa DC - Cat's Claw (South America).

Taksonomi tanaman ini dapat dilihat pada table 2.1.

(17)

Tanaman gambir termasuk dalam suku kopi-kopian. Taksonomi tanaman ini dapat

dilihat pada table 2.1. Bentuk keseluruhan dari tanaman ini seperti pohon bougenvil,

yaitu merambat dan berkayu. Komponen kimia gambir sebagai berikut :

1. Catechin biasanya disebut juga dengan asam catechoat dengan rumus kimia

C15H14O6, tidak berwarna, dan dalam keadaan murni sedikit tidak larut dalam air dingin

tetapi sangat larut dalam air panas, larut dalam alkohol dan etil asetat, hampir tidak larut

dalam koloroform, benzen dan eter.

2. Asam Catechu Tannat merupakan anhidrat dari catechin, dengan rumus kimia

C15H12O5. Apabila catechin dipanaskan pada temperatur 110oC atau dengan cara

memanaskan pada larutan alkali karbonat, ia akan kehilangan satu molekul air dan

berubah menjadi Asam Catechu Tannat yang berupa serbuk berwarna coklat

kemerah-merahan, cepat larut dalam air dingin, alkohol, tidak berwarna dalam larutan timah hitam

asetat.

3. Pyrocatechol merupakan hasil penguraian dari zat lain seperti catechin dengan rumus

molekul C6H6O2, bisa larut dalam air, alkohol, eter, benzen, dan kloroform. Jika

dipanaskan akan membentuk catechol; membentuk warna hijau dengan FeCl3;

membentuk endapan dengan Brom; larutannya dalam air cepat berwarna coklat; dapat

mereduksi perak amoniakal dan Fehling.

4. Gambir Flouresensi merupakan bagian kecil dari gambir dan memberikan

flouresensi yang berwarna hijau, dapat dilihat apabila larutan gambir dalam alkohol

dikocok dengan petrolium eter dalam suasana sedikit basa.

5. Catechu Merah yaitu gambir yang memberikan warna merah.

6. Quersetin adalah suatu zat yang berwarna kuning yang terdapat dalam

tumbuh-tumbuhan dan berupa turunan flavonol dengan rumus molekul C15H10O7, disebut huga

dengan melatin atau supheretin dan larut dalam asam asetat glasial yang memberikan

warna kuning, serta larut dalam air dan alkohol, memberikan warna hijau dengan Fe3+ dan akan berubah menjadi warna gelap dengan pemanasan.

7. Fixed Oil merupakan minyak yang sukar menguap.

8. Lilin (malam) terletak pada lapisan permukaan daun gambir. Merupakan monoester

(18)

9. Alkaloid pada gambir terdapat 7 macam, yaitu dihidro gambirtaninna, gambirdina,

gambirtanina, gambirina, isogambirina, auroparina, oksogambirtanin(Hiller K dan

Melzig, 2007)

Tabel 2.1. Taksonomi Tanaman Gambir (Keplinger, 1999)

2.1.1 Morfologi tanaman

Tanaman gambir (Uncaria Gambir Roxb) biasa tumbuh liar di hutan dan

tempat-tempat lainnya yang bertanah agak miring dan cukup mendapatkan sinar matahari serta

curah hujan merata setiap tahun. Biasanya tumbuh di ketinggian antara 200 m - 900 m di

atas permukaan laut. Tanaman ini kebanyakan berada di daerah Kalimantan dan Sumatra.

Tumbuhan ini termasuk tumbuhan perdu yang memiliki batang keras yang membelit.

Daunnya bertangkai pendek dan berwarna hijau muda. Bunganya berwarna putih,

berbentuk kecil-kecil dan tongkol bulat. Bagian gambir yang dipanen adalah daun dan

ranting yang selanjutnya diolah untuk menghasilkan ekstrak gambir yang bernilai

ekonomis. (Zamarel dan Hadad,1999). Panen dan pemangkasan daun dilakukan setelah

tanaman berumur 1,50 tahun. Pemangkasan dilakukan 2-3 kali setahun dengan selang 4-6

bulan. Pangkasan daun dan ranting harus segera diolah, karena jika pengolahan ditunda

lebih dari 24jam, getahnya akan berkurang (Zamarel dan Hadad, 1999).

Kerajaan Plantae

(19)

2.1.2 Kegunaan gambir

Antara kegunaan gambir yaitu mengobati mencret (daunnya), perut mulas, eksema,

disentri, radang gusi (getahnya), radang tenggorokan, demam-kuning, batuk, haid banyak

dan berdarah.

2.1.3 Pengolahan gambir

Proses pengolahan gambir adalah proses pengeluaran getah yang terkandung dalam

daun dan ranting dengan menggunakan alat pengepres, sedangkan bahan yang akan

dikeluarkan adalah catechin, kandungan inilah yang menentukan persyaratan mutu

gambir. Bagian gambir yang dipanen adalah daun dan ranting yang selanjutnya diolah

untuk menghasilkan ekstrak gambir yang bernilai ekonomis. (Zamarel dan Hadad,1999).

Panen dan pemangkasan daun dilakukan setelah tanaman berumur 1,50 tahun.

Pemangkasan dilakukan 2-3 kali setahun dengan selang 4-6 bulan. Pangkasan daun dan

ranting harus segera diolah, karena jika pengolahan ditunda lebih dari 24jam, getahnya

akan berkurang (Zamarel dan Hadad,1999)

Secara garis besarnya ada beberapa tahapan pengolahan yag harus dilalui, setelah

membawa bahan yang telah dipanen ke tempat kempa dan dilakukan penimbangan

bahan. Tahapan pengolahan gambir terdiri dari :

1. Perebusan Bahan

Daun dan ranting yang telah dipetik dimasukkan ke dalam wadah berupa keranjang

bambu (kapuak = Minangkabau) dengan terlebih dahulu bagian dalam kapuak tersebut

dipasang rajut (jala). Bahan baku dalam wadah harus dipadatkan sedemikian rupa. Secara

tradisional, para petani melakukan pekerjaan ini dengan cara bergantung pada palang

rumah kempa lalu menghentak-hentakkan kakinya terhadap bahan baku di dalam wadah

dengan kekuatan penuh.

Pada proses perebusan ini yang terpenting adalah proses melepaskan catechin dari

sel daun. Terlepasnya catechin ini akan menentukan besar rendemen gambir yang

dihasilkan. Proses melepaskan butiran catechin ini sangat tergantung dengan proses

(20)

tusuk dengan kayu runcing guna memberikan jalan air panas masuk ke dalam buntelan

gambir tersebut.

2. Pengempaan Bahan

Bahan yang telah direbus kemudian dikempa dengan menggunakan alat kempa.

Secara tradisional, bahan yang akan dikempa terlebih dahulu harus dililit dengan tali

untuk memudahkan proses pengempaan dan menjaga supaya bahan yang dikempa tidak

berserakan. Proses pelilitan ini membutuhkan waktu sekitar 30-45 menit. Alat kempa

yang selama ini digunakan oleh petani tidak memungkinkan untuk dilakukan berulang

kali untuk satu satuan bahan karena waktu yang digunakan untuk satu kali pengempaan

cukup lama, sehingga mengakibatkan panas yang dikandung bahan setelah perebusan

akan berkurang.

Selanjutnya lilitan tersebut juga akan menyebabkan tidak optimalnya pengempaan

yang dilakukan karena tertahan oleh tali pelilit. Keadaan ini menyebabkan proses

keluarnya getah tidak optimal karena suhu bahan sudah berkurang, dimana oleh Suherdi

(1994) dijelaskan bahwa suhu yang dibutuhkan oleh getah gambir untuk lepas dari

jaringan daun dan ranting secara optimal tidak boleh kurang dari 900 C.

Dalam pengempaan gambir ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan, yaitu

: rendemen, tekanan maksimum di dalam buntelan gambir, kadar catechin gambir kering,

kadar abu, kadar air setelah pengeringan. Hasil pengempaan daun gambir dari perebusan

tradisional, masih menyisakan lebih kurang 25 % dari lembaran daun yang telah

terkempa masih memiliki warna hijau daun yang pekat dan tebal hal ini menandakan

bahwa bagian yang masih berwarna hijau tersebut masih mengandung catechin. Hal ini

berarti masih terdapat lebih kurang 25 % lagi dari bahan baku daun gambir yang masih

belum terekstrak.Saat ini ada beberapa jenis alat kempa yang dipergunakan oleh petani di

Sumatera Barat yang dapat mempengaruhi rendemen dan mutu gambir kering yang

dihasilkan karena adanya perbedaan tekanan maksimum di dalam bahan yang dikempa.

Namun bila ditinjau dari daya tahan alat maka akan dijumpai bahwa alat

tradisional yang mempergunakan rangka kayu akan mudah patah akibat tekanan yang

diberikan sering tidak sesuai dengan kekuatan dari rangka alat tersebut. Demikian pula

dengan alat kempa sistem ulir yang membutuhkan tenaga yang cukup besar untuk

pengoperasiannya, walaupun memperlihatkan hasil yang cukup baik, namum akan sulit

(21)

berbukit.Pengolahan model pabrik kurang diminati petani, karena pada umumnya mereka

tidak mau menjual daunnya untuk diolah di tempat lain sebab ampas hasil olahannya

selalu disebar kembali di areal pertanaman mereka sebagai pupuk.

Lama pengempaan berkisar antara 10-15 menit bergantung kepada jenis alat yang

digunakan. Getah daun dan air perasan dari getah daun (ekstrak) hasil kempa ditampung

dengan baskom plastik untuk selanjutnya dilakukan pengendapan. (Nasrun et al,1997)

3. Pengendapan Getah

Ekstrak gambir hasil kempaan dipindahkan ke dalam peraku panjang yang terbuat

dari kayu dengan terlebih dahulu dilakukan penyaringan agar kotoran daun yang terbawa

dalam cairan dapat dipisahkan, untuk selanjutnya dilakukan proses pengendapan.

Pengendapan getah dapat dirangsang dengan menggesek-gesek getah tersebut dengan

kumpulan serat karung goni/plastik. Di dalam paraku biasanya terpisah antara kristal

yang terdapat pada bagian bawah yang dominan terdiri dari katechin, sementara cairan

yang berwarna kecoklatan yang berada pada bagian atas adalah tannin atau katechu tanat.

Sedapat mungkin setelah air katechu tanat diambil baru kristal katechin dikumpulkan

untuk selanjutnya ditiriskan. Proses pengendapan ini biasanya berlangsung sekitar 20

jam. (Yuliani et al,1999)

4. Penirisan Getah

Penirisan dilakukan dengan memasukkan endapan getah (getah yang mengkristal)

ke dalam karung goni dan dihimpit dengan benda yang berat. Air penirisan ditampung

dalam paraku, dimana biasanya air ini dapat digunakan kembali untuk perebusan.

Penirisan ini dilakukan selama 10-20 jam, tergantung dengan banyaknya jumlah bahan

yang ditiriskan. Setelah didapatkan bongkahan sari getah gambir yang berbentuk pasta

padat, maka untuk selanjutnya bisa dilakukan pencetakan.

5. Pencetakan

Ekstrak gambir yang telah melewati proses penirisan akan berbentuk seperti

pasta. Pasta ini sudah dapat dicetak. Pencetakan dilakukan dengan menggunkan alat

cetakan yang terbuat dari bambu (cupak = Minangkabau), yang mempunyai diameter

(22)

Untuk keperluan konsumsi, gambir dicetak dengan menggunakan cetakan yang

berbentuk silinder cekung, dan unutk keperluan industri/ekspor gambir dicetak dengan

alat cetakan yang berbentuk koin atau silinder. Untuk 1 orang yang mencetak I kg gambir

dibutuhkan waktu 20-25 menit.

6. Pengeringan

Gambir yang telah selesai dicetak diletakkan dalam wadah yang terbuat dari

bambu/kayu yang mirip baki, disusun rapi dan siap untuk dijemur dengan cahaya

matahari atau di atas tungku pemanas/perebus daun gambir. Pengeringan ini dilakukan

selama 3-4 hari, atau tergantung cuaca jika dijemur dengan cahaya matahari.

(Zeijistra,1943)

2.2 Proses pembuatan histoteknik

2.2.1 Teknik Pewarnaan

Pewarnaan adalah proses pemberian warna pada jaringan yang telah dipotong

sehingga unsur jaringan menjadi kontras dan dapat dikenali/diamati dengan mikroskop.

Proses timbulnya warna terkait dengan terjadinya ikatan antara molekul tertentu yang

terdapat pada daerah dan struktur jaringan yang tertentu. Sinar dengan panjang

gelombang tertentu yang terdapat dalam sinar yang berasal dari cahaya matahari atau

lampu mikroskop yang dipaparkan pada sajian yang telah diwarnai akan diabsorpsi

(diserap) atau diteruskan. Zat warna yang terikat pada jaringan akan menyerap sinar

dengan panjang gelombang tertentu sehingga jaringan tersebut akan tampak berwarna.

Dengan beberapa pengecualian, kebanyakan jaringan tidak berwarna, sehingga

sulit untuk memeriksa jaringan yang tidak diwarnai di bawah mikroskop cahaya. Oleh

karena itu, telah ditemukan metode-metode pewarnaan jaringan, yang tidak hanya

membuat berbagai jaringan menjadi menyolok, tetapi memungkinkan pula diadakan

perbedaan di antara komponen-komponen tersebut. Ini dilakukan dengan menggunakan

campuran zat warna yang mewarnai komponen jaringan lebih kurang secara selektif.

Kebanyakan zat warna yang digunakan dalam pemeriksaan histologi bersifat

seperti senyawa asam atau basa dan mempunyai kecenderungan untuk membentuk ikatan

(23)

jaringan yang lebih mudah diwarnai dengan zat warna basa disebut basofilik; yang

menpunyai afinitas terhadap zat warna asam disebut asidofilik.

Contoh zat warna basa adalah biru toluidin dan biru metilen. Hematoksilin

berkelakuan seperti zat warna basa, yaitu mewarnai jaringan basofilik. Komponen ringan

utama yang berionisasi dan bereaksi dengan zat warna basa melakukan hal itu karena

asam dalam komposisi mereka (nucleoprotein dan mukopolisakarida asam). Zat warna

asam misalnya orange G, eosin dan fuchsin asam kebanyakan mewarnai komponen basa

yang ada di dalam protein sitoplasma. Sifat basa atau asam suatu zat biasanya

menjelaskan reaksi pewarnaan secara kimia, tetapi juga ada dasar-dasar fisika.

Dari semua zat warna, yang paling sering digunakan adalah gabungan

hematoksilin dan eosin (H&E). Banyak warna lain yang digunakan dalam berbagai

prosedur histologik. Meskipun mereka berguna dalam menggambarkan berbagai

komponen jaringan, mereka biasanya tidak memberikan keterangan mengenai sifat kimia

jaringan yang sedang dipelajari.

Didasarkan pada metoda produksi, ada dua jenis zat warna, yaitu yang alami dan

sintetis (Carleton, 1976). Hematoksilin diperoleh dari pohon logwood yaitu

Haematoxylum Campachianum adalah contoh pewarnaan alami (Baker & Silverton,

1976). Hematoksilin adalah zat warna mitra untuk eosin di teknik pewarnaan

Hematoksilin & Eosin. Ia akan membuat nukleus berwarna biru-violet atau coklat.

Sedangkan eosin adalah pewarna sintetis yang mewarnai sel darah merah, sitoplasma,

membran sel, kalogen dan struktur di luar sel dengan memberikan warna merah muda

atau warna merah.

Sebelum melakukan pewarnaan serangkaian persiapan yang harus dilakukan

adalah sebagai berikut:

1. Peralatan gelas harus dibersihkan dulu dan dibilas dengan akuades

2. Timbang zat warna dengan cermat dan tepat

3. Larutkan zat warna dalam pelarut yang benar dengan memperhatikan urutan

pencampurannya, misalnya hematoksilin selalu harus dilarutkan dalam alkohol

dulu sebelum ditambahkan bahan lain.

(24)

6. Siapkan juga larutan-larutan lain yang diperlukan untuk proses pewarnaan dan

tuangkan dalam wadah yang sesuai

7. Atur urutan larutan-larutan tersebut sesuai dengan prosedur proses pewarnaan

8. Zat warna beralkohol harus ditutup rapat untuk mencegah penguapan alkohol

yang akan menyebabkan presipitasi (pengendapan) zat warna

Pelarut yang umum dipakai dalam proses pewarnaan adalah air dengan derajat

keasaman yang netral (pH 7). Disamping itu juga dapat digunakan cairan pelarut lainnya

seperti etilalkohol (etanol) dengan derajat konsentrasi yang bervariasi. Bila tidak ada

keterangan dalam proses pelarutan yang menggunakan alkohol berarti konsentrasi

alkohol yang digunakan adalah alkohol absolut dengan konsentrasi 99.9%.

2.2.2 Pulasan (Pewarnaan) Hematoksilin-Eosin

Pulasan (pewarnaan) yang sering digunakan secara rutin adalah pewarnaan yang

dapat digunakan untuk memulas inti dan sitoplasma serta jaringan penyambungnya yaitu

pulasan hematoksilin-eosin (HE). Pada pulasan HE digunakan dua macam zat warna

yaitu hematoksilin yang berfungsi untuk memulas inti sel dan memberikan warna biru

(basofilik) serta eosin yang merupakan counterstaining hematoksilin, digunakan untuk

memulas sitoplasma sel dan jaringan penyambung dan memberikan warna merah muda

dengan nuansa yang berbeda.

Hematoksilin merupakan zat warna alami yang pertama kali dipakai tahun 1863.

Hematoksilin akan mengikat inti sel secara lemah, kecuali bila ditambahkan senyawaan

lainnya seperti alumunium, besi, krom dan tembaga. Senyawaan hematoksilin yang

dipakai adalah bentuk oksidasinya yaitu hematein. Proses oksidasi senyawaan

hematoksilin ini dikenal sebagai Ripening dan dapat dipercepat prosesnya dengan

menambahkan senyawaan yang bertindak sebagai oksidator seperti merkuri oksida,

hidrogen peroksida, potassium permanganat dan sodium iodat.

Selama proses oksidasi berlangsung kemampuan hematoksilin utuk mewarnai inti

sel akan terus berlangsung dan akan berkurang bila proses oksidasi telah selesai. Untuk

memperpanjang proses ini larutan hematoksilin dapat disimpan dalam wadah tertutup dan

disimpan dalam ruangan gelap. Dalam kondisi terpapar oleh cahaya sebaiknya larutan

(25)

mayer, delafied, Erlich, Bullard dan Bohmer, sedangkan counterstaining yang dipakai

adalah eosin, safranin, dan phloxine.

Beberapa larutan hematoksilin yang digunakan adalah:

1. Hematoksilin Erlich (Zulham,2009).

Hematoksilin Erlich adalah hematoksilin yang paling tahan lama, mudah

berdifferensiasi dan warnanya relatif tahan lama. Hematoksilin ini baru bisa digunakan

setelah 1-2 bulan dibuat. Waktu inkubasinya adalah 30 menit dan counterstainingnya

adalah 0.5 -1% larutan eosin dalam air. Formulanya adalah sebagai berikut

- Hematoksilin ………... 6 gram

- Alkohol absolut ……….. 300ml

- Akuades ……….. 300ml

- Glycerol ……….. 300 ml

- Glacial acetic acid ………... 30 ml

- Potassium alum ………30 ml

Cara pembuatannya adalah sebagai berikut :

- Hematoksilin dilarutkan dalam alkohol

- Sambil digerus dalam mortar secara perlahan-lahan tambahkan bahan lainnya

secara berurutan sambil digerus

- Akhirnya tambahkan kristal potassium alum (Aluminium potassium sulfate)

sambil menggoyang-goyang botol hingga terdapat endapan kristal alum di dasar

botol.

- Botol berisi larutan hematoksilin Ehrlich kemudian ditutup secara longgar dengan

gumpalan kapas dan disimpan ditempat terang selama 1-2 bulan sehingga

hematoksilinnya teroksidasi menjadi haematin. Proses ini dikenal sebagai

pematangan

2. Hematoksilin Delafield (Zulham,2009).

(26)

- Hematoksilin kristal ………... 6 gr

- Alkohol absolut ………. 50 ml

- Ammonium alum ………. 55 gr

- Aquades ……….. 600ml

- Glycerol ……… 150ml

Cara pembuiatan larutan hematoksilin Delafield adalah sebagai berikut :

- Larutkan kristal hematoksilin dengan alkohol absolut

- Larutkan ammonium alum dengan akuades hingga jenuh (saturated)

- Campurkan kedua larutan tersebut dan diamkan selama 3-5 hari

- Saring dan tambahkan glycerol

- Biarkan selama 3 hari dalam botol terpapar cahaya

- Setelah 3 hari simpan dalam botol tertutup dan lindungi dari cahaya

3. Hematoksilin Mayer

Larutan hematoksilin Mayer merupakan larutan yang dapat disimpan dalam

waktu lama (berbulan-bulan), counterstaining dengan 0.5-1% larutan eosin dan waktu

inkubasinya 10-15 menit. Formulanya adalah

- Hematoksilin kristal ……….. 1gr

- Aquades ……….. 1000ml

- Sodium iodate ……….. 0.2 gr

- Ammonium/potassium alum ………. 50gr

- Citric acid ……… 1gr

- Chloral hydrate ……… 50gr

Cara pembuatannya adalah sebagai berikut

- Larutkan ammonium/potassium alum di dalam aquades

- Tambahkan hematoksilin dan campurkan secara baik

(27)

- Campur dan aduk hingga seluruhnya tercampur dengan baik

- Biarkan semalam dan saring dengan kertas saring besoknya

4. Hematoksilin Harris

Larutan pewarna yang dapat dipakai segera setelah selesai dibuat, counterstaining

dengan 0.5-1% larutan eosin dan waktu inkubasinya adalah 15-20 menit. Formulanya

adalah sebagai berikut

Cara pembuatannya adalah sebagai berikut

- Larutkan hematoksilin di dalam alkohol

- Larutkan ammonium/potassium alum di dalam distilled water dan panaskan

- Hentikan pemanasan dan campur kedua larutan tersebut

- Panaskan dengan cepat sambil di aduk

- Hentikan pemanasan dan campurkan merkuri oksida kedalamnya

perlahan-lahan

- Panaskan kembali hingga larutan bewarna purple gelap

- Hentikan pemanasan dan tempatkan wadah berisi larutan tersebut di dalam

wadah berisi air dingin hingga laurtan hematoksilin menjadi dingin

- Larutan siap untuk digunakan segera setelah dinginkan

- Tambahkan 2-4ml asam asetat glasial per 100ml Larutan untuk

(28)

2.2.3 Larutan Counterstaining

Beberapa pulasan yang dipakai sebagai counterstaining larutan hematoksilin

adalah eosin, safranin dan phloxine.

1. Larutan Eosin

Larutan eosin yang digunakan terdiri atas larutan stok (Stock solution) dan larutan kerja (working solution). Adapun kedua larutan ini adalah sebagai berikut

1% Stock Alkohol-Eosin

Eosin stock solution ……… 1 bagian

Alkohol 80% ………... 3 bagian

Dibuat sesaat sebelum digunakan dan tambahkan asam asetat glasial 0.5ml untuk setiap 100 ml larutan dan aduk dengan baik

2. Larutan Phloxine

Laurtan phloxine terdiri atas larutan stock eosin, stock phloxine, working solution dan larutan Safran. Larutan-larutan tersebut adalah sebagai berikut

(29)

Stock Phloxine ………. 10ml

Alkohol 95% ………. 780ml

Asam asetat glasial ……….. 4ml

2% Alkohol Safran

Safran du Gatinais ………. 2 gram

Alkohol 100% ……….. 100ml

2.3 Pulasan(pewarnaan) rutin yang banyak dipakai

2.3.1 Pewarnaan Mayer Hematoxylin-Eosin

Pulasan ini banyak dipakai dengan beberapa pertimbangan :

1. Differensiasi warna sangat jelas

2. Mewarnai inti sel dengan baik dan jelas dengan background yang tidak

bewarna

3. Hasil konsisten

4. Prosedurnya sederhana

5. Dapat mewarnai preparat yang difiksasi dengan fiksasi apapun juga prosedur

yang dipakai adalah sebagai berikut

a. Deparafinisasi dengan xylol (2x2 min)

b. Hidrasi dengan serial Alkohol 100% (2x2 min) – 95% (2min) – 90% (2

min) – 80% (2 min) - 70% (2min) – Distilled water (3min)

c. Inkubasi dalam larutan hematoksilin Mayers selama 15 min

d. Cuci dalam air mengalir selama 15-20menit

e. Observasi di bawah mikroskop, bila masih terlalu biru cuci lagi di air

mengalir selama beberapa menit. Bila sudah cukup warnanya lanjutkan ke

langkah selanjutnya

f. Counterstaining dalam larutan Eosin working solution selama 15 detik

(30)

g. Dehidrasi dalam serial alkohol dengan gradasi meningkat perlahan mulai

70% hingga 100% masing-masing 2 menit.

h. Jernihkan dan dealkoholisasi dalam xylol 2x2min

i. Tutup dengan balsem kanada

Hasil/ Interpretasi adalah

- Inti sel bewarna biru

- Sitoplasma bewarna kemerahan dengan adanya beberapa variasi warna pada

komponen tertentu (Zulham, 2009).

Gambar 2.2 Jaringan serebellum dengan pewarnaan hematoksilin-eosin. Dengan

pembesaran 10x40.

2.3.2 Pewarnaan Hematoksilin Harris-Eosin

Protokol pulasan hematoksilin Harris –eosin adalah sebagai berikut

(31)

b. Hidrasi dalam larutan alkohol dengan gradasi yang menurun dari

100%-95%-90%-80%-70%

c. Inkubasi dalam larutan hematoksilin Harris selama 15 min

d. Bilas dalam air mengalir dalam waktu yang singkat

e. Celup dalam campuran asam-alkohol secara cepat 3-10 celup cek

diferensiasi warna di bawah mikroskop

f. Bilas dalam air mengalir secara singkat

g. Celup sebanyak 3-5 kali dalam larutan ammonium atau lithium carbonat

hingga potongan bewarna biru cerah

h. Cuci dalam air mengalir selama 10-20 menit Bila pencucian tidak

maksimal jaringan sulit terwarna oleh Eosin

i. Inkubasi dalam eosin selama 15 detik hingga 2 menit

j. Dehidrasi dalam alkohol dengan konsentrasi yang meningkat secara

perlahan, masing-masing selama 2 menit

k. Inkubasi dalam xylol 2x2menit

l. Tutup dengan kaca penutup

Hasil/Interpretasi hasil pulasan

- Inti sel bewarna biru

- Sitoplasma bewarna kemerahan dengan adanya beberapa variasi warna pada

komponen tertentu (Zulham, 2009).

2.3.3 Pewarnaan Hematoksilin Mayer-Phloxyne-Safran

Prosedur pewarnaan adalah sebagai berikut

a. Deparafinisasi dalam xylol

b. Hidrasi dalam larutan alkohol dengan gradasi yang menurun dari

100%-95%-90%-80%-70%

c. Inkubasi dalam larutan asam pikrat jenuh selama 5 menit

(32)

g. Warnai dalam larutan 1.5% larutan Phyloxine B selama 2 menit

h. Basuh dengan air selama 5 menit

i. Cuci dengan alkohol absolut 3 kali

j. Warnai dalam 2% larutan alkohol Safran selama 5 menit

k. Cuci dengan alkohol absolut 2 kali

l. Inkubasi dalam xylol 2 kali masing-masing selama 2 menit

m. Rekatkan dengan objek glass menggunakan Balsam Kanada

Hasil/interpretasi

- Inti bewarna biru

- Sel darah merah bewarna vermillion pink

- Tulang bewarna kuning

- Tulang rawan bewarna hijau kekuningan

- Otot bewarna merah

(33)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep penelitian

Zat warna komponen sel

mewarnai

Hematoksilin bersifat basa bersifat asam

Larutan gambir

Eosin bersifat asam mewarnai bersifat basa

Gambar 3.1 kerangka konsep penelitian

Komponen-komponen sel bersifat asam dan basa. Komponen sel yang bersifat asam

seperti nukleus yang kaya-RNA dan matriks tulang rawan akan diwarnai oleh

hematoksilin dengan warna biru-violet atau coklat. Komponen sel yang bersifat basa

seperti sel darah merah, sitoplasma, membran sel, kolagen dan struktur diluar sel akan

diwarnai oleh eosin dengan warna merah muda atau warna merah. Manakala larutan

gambir yang masih belum diketahui pelarutnya,apakah ia akan mewarnai komponen sel

(34)

- Konsentrasi larutan : perbandingan massa atau volume suatu pelarut terhadap

massa atau volume dari larutan atau pelarut.

- Lama inkubasi : proses mempertahankan campuran reaksi pada temperatur

tertentu dalam kurun waktu yang telah ditetapkan untuk

perkembangan reaksi kimia atau enzimatik.

- pH : lambang yang menghubungkan konsentrasi ion hidrogen (H+) atau aktivitas suatu solusio (larutan) pada suatu solusio standar tertentu.

- Histoteknik :

(35)

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimental.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di laboratorium Histologi dan laboratorium Farmasi,

Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilaksanakan selama bulan

Maret-November 2010.

4.3 Alat dan Bahan

4.3.1 Alat

1. Cover glass

2. Microtome

3. Microscope binocular dan trinocular

4. Neraca dan kelengkapannya

5. Object glass

6. pH meter

7. Paraffin oven

8. Pipet tetes

9. Staining jar

10. Waterbath

4.3.2 Bahan

1. 10% neutral buffered formalin

(36)

5. Eosin

Seekor hewan monyet telah dianatesi dengan memberikan suntikan ketamin

intrakutan sebanyak 5mg/kgBB IM. Setelah hewan tertidur dilakukan sayatan abdominal

dimulai dari caudal hingga manubrium sterni. Pengambilan jaringan yakni cerebellum,

hati, usus, ginjal, colon, pankreas dan limpa dilakukan segera dengan ketebalan + 1 cm.

Jaringan yang diperoleh segera direndam dalam larutan pengawet 10% neutral buffer

formalin.

4.5 Pembuatan sediaan

Sampel jaringan hewan monyet dengan ketebalan 1 cm diperoleh dari proses

bedah hewan. Jaringan-jaringan ini telah diawetkan di dalam 10% neutral buffered

formalin selama 24 jam dan diproses untuk parafin embedding dengan dehidrasi melalui

alkohol 70 %, 90 %, 95 % dan etanol absolut selama 2x15 menit. Clearing

(pembeningan) tercapai melalui dua kali perendaman dalam xylene selama

masing-masing 15 menit. Infiltrasi (pembenaman) lilin parafin dilakukan dalam oven parafin

bersuhu 70 °C selama 3 x 1 jam. Selanjutnya dilakukan pembuatan blok parafin. Blok

parafin ini telah dipotong dengan ketebalan 8 µm dengan menggunakan rotary

microtome. Irisan jaringan yang diinginkan dilekatkan pada object glass berperekat

albumin pada waterbath dan dikeringkan dengan suhu ruangan semalaman.

(37)

Gambir diperoleh dari membeli di pasar bunga Padang Bulan, Sumatera Utara,

Medan. Gambir ini akan di tumbuk terlebih dahulu sehingga menjadi serbuk dan di jemur

di bawah sinar matahari sehinnga kering. Larutan gambir 0,1% w/v, 0,2% w/v, 0,5% w/v,

1% w/v yang terlarut dalam 100 ml masing-masing larutan berikut; air suling, 70%

etanol, 1% HCL dalam akuades dan 1% NaOH dalam akuades.

Tabel 4.1 Berbagai Variasi Konsentrasi dan Pelarut yang akan digunakan

Irisan jaringan dihilangkan parafinnya dengan merendam dalam xylene selama 2 x

2 menit dan dihidrasi kembali dengan larutan alkohol (absolut, 90%, 80%, 70%) dan

akuades. Irisan jaringan kemudian direndam dalam larutan Hematoxylin Mayer selama 5

menit dan dicuci dengan air kran mengalir selama 10 menit. Selanjutnya, irisan jaringan

direndam dalam larutan eosin working solution selama 2 menit dan didedhidrasi dengan

alkohol bertingkat kepekatannya, dijernihkan dengan xylene 2 x 2 menit, dan ditutup

dengan entellan™.

4.8 Metode Pewarnaan Larutan Gambir

1. Irisan jaringan dihilangkan parafinnya dengan merendam dalam xylene selama 2 x

2 menit dan dihidrasi kembali dengan larutan alkohol (absolut, 90%, 80%, 70%)

(38)

didedhidrasi dengan alkohol bertingkat kepekatannya, dijernihkan dengan xylene

2 x 2 menit, dan ditutup dengan entellan™.

2. Irisan jaringan dihilangkan parafinnya dengan merendam dalam xylene selama 2

x 2 menit dan dihidrasi kembali dengan larutan alkohol (absolut, 90%, 80%,

70%). Irisan jaringan kemudian direndam dalam larutan gambir selama 15 menit.

Selanjutnya, irisan jaringan direndam dalam larutan Hematoxylin Mayer selama 5

menit dan didedhidrasi dengan alkohol bertingkat kepekatannya, dijernihkan

dengan xylene 2 x 2 menit, dan ditutup dengan entellan™.

3. Irisan jaringan dihilangkan parafinnya dengan merendam dalam xylene selama 2

x 2 menit dan dihidrasi kembali dengan larutan alkohol (absolut, 90%, 80%, 70%)

dan akuades. Irisan jaringan kemudian direndam dalam larutan gambir selama 15

menit. Selanjutnya, irisan jaringan direndam dalam larutan eosin working solution

selama 2 menit dan didedhidrasi dengan alkohol bertingkat kepekatannya,

dijernihkan dengan xylene 2 x 2 menit, dan ditutup dengan entellan™.

4.9 Analisis Data

Sampel diamati dengan mikroskop binokular dan dilihat efek pewarnaanya

pada sel (nukleus dan sitoplasma) dan pada beberapa komponen jaringan tertentu

seperti serabut. Sampel hasil pewarnaan larutan serbuk gambir akan dibandingkan

sampel jaringan yang sama yang diwarnai dengan HE.Sampel yang telah diwarnai

akan difoto dengan mikroskop trinokular olympus BX51.

4.10 Persetujuan Etik Penelitian (Ethical Clearance)

Persetujuan atas etika penelitian telah diperolehi dari Komite Etik Penelitian

Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

(39)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 HASIL PENELITIAN

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Eksperimen membuat sediaan histologis dan mewarnai jaringan ini telah

dilakukan di laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara, Medan.

5.1.2 Karekteristik penelitian

5.1.2.1 Karekteristik sampel jaringan

Sampel jaringan diambil dari hewan monyet berupa hepar, colon,

usus, ginjal, jantung dan limpa dengan ketebalan + 1 cm. Jaringan

diparafinisasi dan dipotong dengan menggunakan rotary microtome

dengan ketebalan 8µ m.

5.1.2.2 Konsentrasi Larutan

Konsentrasi larutan yang paling baik berupa 2 % w/v serbuk gambir

dengan pelarut yang digunakan berupa ethanol 70%.

(40)

Gambar 5.1 Pewarnaan jaringan serebellum dengan menggunakan

larutan gambir dengan konsentrasi yang berbeda A. Aquadest 0,5%, B.

Ethanol 0,2%, C. HCL 1%, D. NaOH 1% untuk menentukan konsentrasi

pelarut gambir yang optimum. Dengan pembesaran 10x40.

5.1.2.3 Lama Inkubasi

Lama inkubasi (yang memberikan hasil terbaik) adalah 15 menit.

Gambar 5.2 tampak pewarnaan jaringan serebellum dengan

menggunakan 2 % w/v serbuk gambir dengan pelarut ethanol 70% untuk

menentukan lama inkubasi yang paling baik. A. 10 menit, B. 15 menit, C.

30 menit, D. 1 jam. Dengan pembesaran 10x40.

5.1.2.4 pH

D C

A

D C

(41)

pH yang diukur pada larutan serbuk gambir dengan

konsentrasi 0.2 % w/v dengan pelarut ethanol 70% adalah 6,8. Ini berarti

pH optimal gambir agar dapat mewarnai adalah 6,0 dan bersifat asam.

Gambar 5.3 tampak pewarnaan jaringan-jaringan A. ethanol 0,1%

(pH 6,5), B. ethanol 0,2% (pH 6,0), ethanol 0,5% (pH 6,8), D. ethanol

1% (pH 6,3). pH larutan-larutan gambir dengan berbagai konsentrasi ini

(42)

Dari semua jaringan yang telah diwarnai, didapati hasil daripada pewarnaan

jaringan hepar, colon, usus, ginjal, pankreas, limpa dengan menggunakan gambir,

gambir-hematoksilin, hematoksilin-gambir, gambir-eosin adalah seperti berikut.

Gambar 5.4 di atas, tampak pewarnaan jaringan-jaringan A. Hepar, B. Limpa, C.

Jantung, D. Ginjal, E. Usus dan F. Colon dengan pewarnaan larutan gambir. Dengan

pembeasaran 10x100.

A B

C D

(43)

Gambar 5.5 di atas, tampak pewarnaan jaringan-jaringan A. Colon, B. Pankreas, C.

Limpa, D. Ginjal, E. Hepar, F. Usus yang diteliti dengan menggunakan pewarnaan

gambir-hematoksilin.dengan pembesaran 10x100.

C D

(44)

Gambar 6 di atas, tampak pewarnaan jaringan-jaringan A. Limpa, B. Ginjal, C.

Usus, D. Pankreas, E. Hepar, F. Colon yang diteliti dengan menggunakan pewarnaan

hematoksilin-gambir.dengan pembesaran 10x100.

A B

C D

(45)

Gambar 7 di atas, tampak pewarnaan jaringan-jaringan A. Ginjal, B. Pankreas, C.

Usus, D. Jantung, E. Limpa, F. Colon yang diteliti dengan menggunakan pewarnaan

gambir-eosin.dengan pembesaran 10x100.

A B

C D

(46)

5.2 PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah uncaria gambir (gambir) dapat

menjadi zat warna alternatif lain dalam pewarnaan histoteknik. Penelitian ini

dilakukan di Laboratorium Histologi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Berdasarkan hasil penelitian didapati larutan serbuk gambir 0,2% Weight/Volume yang

terlarut dalam 70% etanol merupakan konsentrasi optimal yang diperoleh setelah

percobaan ke atas sel jaringan monyet. Ia memberikan hasil warna merah kecoklatan

ke atas sitoplasma sel jaringan dengan lama masa inkubasinya 15 menit. Lama

inkubasi 15 menit ini dipilih setelah melakukan eksperimen terhadap jaringan

serebellum. Dapat dilihat pada gambar 5.2 hasil daripada pewarnaan larutan serbuk

gambir 0,2% Weight/Volume yang terlarut dalam 70% etanol dengan masa inkubasi

yang berbeda. Jelas terlihat bahawa masa inkubasi 15 menit lebih baik dan efisien

daripada masa inkubasi 30 menit karena warnanya jelas kelihatan dan waktunya juga

tidak terlalu lama.

Pengukuran pH diukur dengan menggunakan pH meter di Laboratorium Fakultas

Farmasi. pH yang diukur pada larutan serbuk gambir 0,2% Weight/Volume yang

terlarut dalam 70% etanol adalah 6,0 yaitu bersifat asam dibandingkan dengan larutan

serbuk gambir 0,1% Weight/Volume yang terlarut dalam 70% etanol yang memiliki pH

6,3. Ini karena serbuk gambir dengan pH 6,0 lebih asam daripada pH 6,3. Serbuk

gambir ini dengan pH nya 6,0 membolehkan ia mewarnai dengan lebih jelas struktur

yang bersifat basa iaitu struktur protein sitoplasma jaringan menghasilkan warna

merah kecoklatan. Sedangkan struktur yang bersifat asam seperti nukleus kurang

ternoda oleh zat warna gambir yang bersifat asam ini. Ini menunjukkan larutan zat

warna gambir ini lebih bersifat asidofilik. Didapati larutan zat warna gambir dapat

menjadi zat warna alternatif untuk eosin.

Pada gambar 4, dapat dilihat pewarnaan jaringan dengan larutan gambir. Pada

pewarnaan didapati larutan gambir yang bersifat asam ini hanya mewarnai sitoplasma

sel yang bersifat basa, yaitu menghasilkan warna merah kecoklatan.

Berdasarkan hasil penelitian pada gambar 5, apabila sel jaringan diwarnai oleh

larutan serbuk gambir dahulu kemudian diikuti dengan pewarnaan hematoksilin

(47)

tetapi warna merah kecoklatan gambir yang seharusnya mewarnai sitoplasma tidak

jelas kelihatan.

Pada gambar 6, apabila larutan gambir digunakan sebagai perona

(counterstaining) terhadap pewarna hematoksilin, reaksi pewarnaan sama dengan zat

warna Eosin kecuali warnanya yang merah kecoklatan pada sitoplasma. Hasil

pewarnaan ini berbeda dengan pewarnaan pada gambar 5 karena kedua-dua warna

gambir merah kecoklatan dan hematoksilin biru-violet jelas kelihatan. Ini

menunjukkan larutan gambir dapat digunakan setelah pewarnaan hematoksilin dan

menjadi perona (counterstaining) terhadap pewarna hematoksilin.

Pada gambar 7, hasil menunjukkan apabila larutan gambir digunakan bersama

dengan pewarnaan eosin working solution didapati kedua-duanya zat warna gambir

dan eosin masing-masing yang bersifat asam hanya mewarnai sitoplasma. Dan

didapati zat warna gambir merah kecoklatan tidak jelas kelihatan, yang jelas kelihatan

hanya warna merah eosin . Ini menunjukkan intensitas warna eosin lebih kuat

dibandingkan zat warna gambir sehingga komponen basa dalam protein sitoplasma

(48)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Gambir dapat di gunakan sebagai zat warna alternatif lain pada pewarnaan

histoteknik dan bermanfaat dalam teknik pewarnaan.

2. Daripada hasil penelitian, larutan gambir memberikan hasil yang optimal

pada 2 % w/v dengan pelarut ethanol 70%,lama inkubasi 15 menit serta

pH 6,0 yaitu asam dalam mewarnai sitoplasma pada jaringan serta dapat

menjadi alternatif zat warna eosin.

.2 Saran

1. Penelitian ini di harapkan bisa memberikan manfaat dalam teknik

pewarnaan histoteknik oleh semua pihak terutama di Laboratorium

Histologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,Medan.

2. Penggunaan bahan alami seperti gambir ini diharap dapat memberikan

banyak manfaat seperti lebih murah, tahan lama, tidak sulit dibersihkan

dan tidak merusak lingkungan.

3. Untuk penelitian selanjutnya, diharap dapat menjadikan hasil penelitian ini

sebagai acuan dan dapat mempertimbangkan pH, konsentrasi pelarut dan

masa inkubasi yang lebih baik untuk mendapatkan hasil yang lebih

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Junqueira,LC., 2007. Persiapan jaringan untuk pemeriksaan mikroskopik. Histology

Dasar: teks dan atlas. Edisi 10. Jakarta : EGC. 3 – 5.

Sigh, K., 2002. Syarat-syarat standart zat warna ideal; Theory and Practice of

Histological thecnique s. Vol II, number 4, Oct-Dec 2002. 230 – 2.

Hiller, K., 2007. Guide to Species Information, Adelaide University. Available from:

National Centre for Social Research, 2006. Experimental Research. London:

National Centre for Sosial Research. Available from: [Accesed 6 March

2010].

Yuliani, S., 1999. Pemeriksaan kandungan kimia aktif antimikroba gambir. Makalah

Seminar PERHIPBA, Universitas Pancasila, Jakarta.

Zamarel, E., 1991. Budi daya tanaman gambir. Edisi Khusus Penelitian Tanaman

Rempah dan Obat 7 (2) ; 7 – 11.

[Accessed 14

August 2010]

Zeijlistra, F.Z.N., 1998. Sirih, Pinang dan Gambir. Dalam C.J.J. van Hall en C. van

de Koppel (Eds). Landbouw in Indische Archipel, w. van Hoeve’s

(50)

Gattuso, M ., 2004. Morphoanatomical studies of Uncaria tomentosa and Uncaria

guianensis bark and leaves. Phytomedicine, 11, 213 – 23.

Keplinger, K., 1999. Uncaria tomentosa (Willd.) DC.—Ethnomedicinal use and new

pharmacological, toxicological and botanical results. Journal of

Ethnopharmacology, 64, 23-34.

Bachtiar, A., 1991. Manfaat Gambir. Makalah pada Penataran Petani dan Pedagang

Pengumpul Gambir di Pangkalan. FMIPA Unand. Padang.

Rukmana, R., 1994. Gambir Indonesia. Jakarta.

Zulham., 2009. Penuntun Praktikum Histoteknik. Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Bhuyan R., 2005. Isolation of Colour Component from Native Dyebearing Plants in

Gambar

Gambar 2.1  Daun gambir dan gambir
Tabel 2.1. Taksonomi Tanaman Gambir (Keplinger, 1999)
Gambar 2.2  Jaringan serebellum dengan pewarnaan hematoksilin-eosin. Dengan
Gambar 3.1  kerangka konsep penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.) MENGGUNAKAN PELARUT ETANOL 90% PADA BERBAGAI SUHU EKSTRAKSI YANG BERBEDA TERHADAP KADAR FENOLIK DAN AKTIVITAS

pavonana, telah dilakukan studi dengan judul kajian bioaktivitas metabolit sekunder tanaman gambir (Uncaria gambir) sebagai insektisida nabati untuk menunjang

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Biji Alpukat Untuk Pembuatan Arang Aktif Sebagai Adsorben Alternatif Zat Warna Pada Limbah Cair Batik adalah benar

Penelitian mengenai identifikasi proses pengolahan gambir ( Uncaria gambir roxb ) di Sumatera Barat telah dilakukan pada tiga daerah yang berbeda yang merupakan

Kegiatan yang dilakukan adalah pembuatan fraksi etil asetat ekstrak daun gambir ( Uncaria gambir Roxb.), karakterisasi fraksi (kadar air, susut pengeringan, kadar

Pembuatan konsentrat polifenol gambir ( Uncaria Gambir Roxb) sebagai bahan antioksidan pangan.. Studi Efektivitas Bahan Pengawet Alami Dalam

Efek Ekstrak Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb) terhadap infiltrasi sel inflamasi pada tikus model kolitis yang di induksi Dextran Sulphate

Kayu secang (Caesalpinia sappan L.), gambir (Uncaria gambir Robx.) dan biji pinang (Arecha catechu L.) dapat digunakan sebagai alternatif bahan pewarna alam dalam sediaan