PENGOLAHAN DAN ANALISIS KELAYAKAN BERBAGAI
JENIS PRODUK KERAJINAN ROTAN
DI CV HARAMAS
SKRIPSI
Oleh:
TIWA SOLIDA SIGALINGGING 071201004
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
▸ Baca selengkapnya: amatilah bahan limbah berbentuk bangun ruang yang ada di sekitar kalian dan masih layak dimanfaatkan untuk produk kerajinan
(2)PENGOLAHAN DAN ANALISIS KELAYAKAN BERBAGAI
JENIS PRODUK KERAJINAN ROTAN
DI CV HARAMAS
SKRIPSI
Oleh:
TIWA SOLIDA SIGALINGGING 071201004
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul : Pengolahan dan Analisis Kelayakan Berbagai Jenis Produk Kerajinan Rotan di CV Haramas
Nama : Tiwa Solida Sigalingging
NIM : 071201004
Departemen : Kehutanan
Program Studi : Manajemen Hutan
Disetujui oleh, Komisi Dosen Pembimbing
Agus Purwoko, S.Hut, M.Si Kansih Sri Hartini, S.Hut, M.P Ketua Anggota
Mengetahui
ABSTRACT
TIWA SOLIDA SIGALINGGING. Processing and Feasibility Analysis of Different Types of Rattan Handicraft Products in CV. Haramas. Under the guidance of AGUS PURWOKO and KANSIH SRI HARTINI.
Handicraft business for Indonesian people generally is a business that has long been occupied and is a hereditary business of the previous generation. Rattan widely used commercially due to its flexible nature, strong, and relatively uniform shape. This study aimed to know rattan handicraft production process, product-level feasibility and the most feasible product in CV. Haramas. The research was conducted in March-April 2011 in CV. Haramas, Jl. Bunga Rampai No. 7, Simalingkar B, Medan, North Sumatra. The research was done by using analysis of R / C Ratio and Break Event Point (BEP).
The results showed that the processing of rattan products in CV. Haramas was still simple. Rattan production process in order are: measuring, cutting, bending, assembling, plaiting, cleaning, finishing and packaging. There are three types of products on the CV. Haramas the product with the Code 259 t, Code 259 and Code 262. The three types of products on the CV. Haramas is feasible. Based on the value of R / C ratio and the BEP can be seen that the most appropriate product is the product code of 259 t with a value of R / C ratio that is equal to 1.1447 and the highest value is the lowest BEP each BEP BEP production of 175 units and the production price of Rp 126 668 , 65.
ABSTRAK
TIWA SOLIDA SIGALINGGING. Pengolahan dan Analisis Kelayakan Berbagai Jenis Produk Kerajinan Rotan di CV. Haramas. Dibimbing oleh AGUS PURWOKO dan KANSIH SRI HARTINI.
Usaha kerajinan bagi masyarakat Indonesia umumnya merupakan usaha yang telah lama ditekuni dan merupakan usaha turun temurun dari generasi sebelumnya. Rotan banyak dimanfaatkan secara komersial karena mempunyai sifat yang lentur, kuat, serta relatif seragam bentuknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses produksi kerajinan rotan, tingkat kelayakan produk dan produk yang paling layak di CV. Haramas. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2011 di CV. Haramas, Jl. Bunga Rampai No 7, Simalingkar B, Medan, Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis R/C Ratio dan Break Event Point (BEP).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan produk rotan di CV. Haramas dilakukan secara sederhana. Proses produksi rotan secara berurutan adalah: pengukuran, pemotongan, pembengkokan, perakitan, pengayaman, pembersihan, penyempurnaan dan pengemasan. Ada tiga jenis produk di CV. Haramas yaitu produk dengan Kode 259 t, Kode 259 dan Kode 262. Ketiga jenis produk di CV. Haramas adalah layak. Berdasarkan nilai R/C ratio dan BEP dapat diketahui bahwa produk yang paling layak adalah produk kode 259 t dengan nilai R/C Ratio tertinggi yaitu sebesar 1,1447 dan nilai BEP terendah yaitu masing-masing BEP produksi 175 unit dan BEP harga produksi Rp 126.668,65.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Simbolon, Kabupaten Samosir pada tanggal 22
Februari 1989 dari ayah Resbin Sigalingging dan ibu Risma Parhusip. Penulis
merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.
Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 176391 Samosir dan lulus tahun
2001 kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Budi Mulia Samosir dan lulus
tahun 2001. Pada tahun 2007, penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri
1 Samosir dan pada tahun yang sama diterima masuk di Program Studi
Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara (USU) melalui jalur Pemanduan Minat dan Prestasi (PMP).
Selama perkuliahan penulis tergabung dalam organisasi Himpunan
Mahasiswa Sylva USU. Pada tahun 2009, penulis mengikuti kegiatan Praktik
Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Aras Napal dan Pulau Sembilan,
Kabupaten Langkat. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di
Perum Perhutani Unit III, KPH Kuningan Jawa Barat pada bulan Januari-Februari
2010. Selanjutnya penulis melaksanakan penelitian di CV. Haramas Jl. Bunga
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengolahan dan Analisis Kelayakan Berbagai Jenis Produk Kerajinan Rotan di CV. Hara Mas”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan di Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada Bapak Agus Purwoko S. Hut, M. Si dan Ibu Kansih Sri Hartini S.Hut, M.P selaku Ketua dan Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis. Penulis juga
menghaturkan pernyataan terima kasih kepada orang tua penulis Resbin Sigalingging dan Risma Parhusip yang telah membesarkan, memelihara
dan mendidik penulis selama ini. Khusus untuk Ibu Ir. Maslin Purba dan Bapak J. Tamba, ST di CV. Haramas, penulis menyampaikan banyak terima kasih atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian.
DAFTAR ISI
Hlm
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
Analisis Kelayakan Produk ... 35
Analisis R/C ratio ... 35
Analisis BEP ... 36
Produk yang paling layak ... 38
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 39
Saran ... 39
DAFTAR PUSTAKA ... 40
DAFTAR TABEL
No. Hlm
1. Data Umum Tenaga Kerja Berdasarkan Sistem Gaji... 20
2. Volume Pembelian Bahan Baku Rotan di CV. Haramas bulan April 2011 ... 25
3. Mesin-mesin Produksi di CV. Haramas ... 27
4. Harga Produk dan Volume Produksi ... 28
5. Penyusutan Peralatan Produksi di CV. Haramas ... 34
6. Biaya Produksi Produk ... 34
7. Nilai R/C Ratio Produk ... 36
DAFTAR GAMBAR
No. Hlm
1. Beberapa Produk Rotan ... 13
2. Struktur Perusahaan CV. Haramas ... 19
3. (a) Rotan manau, (b) Rotan sega, (c) Rotan cacing batu (d) Rotan batu lantai ... 26
4. Pesanan Produk Rotan Pada Bulan April 2011 di CV. Haramas ... 29
5. (a) Steaming; (b) Proses Pembengkokan ... 31
DAFTAR LAMPIRAN
ABSTRACT
TIWA SOLIDA SIGALINGGING. Processing and Feasibility Analysis of Different Types of Rattan Handicraft Products in CV. Haramas. Under the guidance of AGUS PURWOKO and KANSIH SRI HARTINI.
Handicraft business for Indonesian people generally is a business that has long been occupied and is a hereditary business of the previous generation. Rattan widely used commercially due to its flexible nature, strong, and relatively uniform shape. This study aimed to know rattan handicraft production process, product-level feasibility and the most feasible product in CV. Haramas. The research was conducted in March-April 2011 in CV. Haramas, Jl. Bunga Rampai No. 7, Simalingkar B, Medan, North Sumatra. The research was done by using analysis of R / C Ratio and Break Event Point (BEP).
The results showed that the processing of rattan products in CV. Haramas was still simple. Rattan production process in order are: measuring, cutting, bending, assembling, plaiting, cleaning, finishing and packaging. There are three types of products on the CV. Haramas the product with the Code 259 t, Code 259 and Code 262. The three types of products on the CV. Haramas is feasible. Based on the value of R / C ratio and the BEP can be seen that the most appropriate product is the product code of 259 t with a value of R / C ratio that is equal to 1.1447 and the highest value is the lowest BEP each BEP BEP production of 175 units and the production price of Rp 126 668 , 65.
ABSTRAK
TIWA SOLIDA SIGALINGGING. Pengolahan dan Analisis Kelayakan Berbagai Jenis Produk Kerajinan Rotan di CV. Haramas. Dibimbing oleh AGUS PURWOKO dan KANSIH SRI HARTINI.
Usaha kerajinan bagi masyarakat Indonesia umumnya merupakan usaha yang telah lama ditekuni dan merupakan usaha turun temurun dari generasi sebelumnya. Rotan banyak dimanfaatkan secara komersial karena mempunyai sifat yang lentur, kuat, serta relatif seragam bentuknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses produksi kerajinan rotan, tingkat kelayakan produk dan produk yang paling layak di CV. Haramas. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2011 di CV. Haramas, Jl. Bunga Rampai No 7, Simalingkar B, Medan, Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis R/C Ratio dan Break Event Point (BEP).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan produk rotan di CV. Haramas dilakukan secara sederhana. Proses produksi rotan secara berurutan adalah: pengukuran, pemotongan, pembengkokan, perakitan, pengayaman, pembersihan, penyempurnaan dan pengemasan. Ada tiga jenis produk di CV. Haramas yaitu produk dengan Kode 259 t, Kode 259 dan Kode 262. Ketiga jenis produk di CV. Haramas adalah layak. Berdasarkan nilai R/C ratio dan BEP dapat diketahui bahwa produk yang paling layak adalah produk kode 259 t dengan nilai R/C Ratio tertinggi yaitu sebesar 1,1447 dan nilai BEP terendah yaitu masing-masing BEP produksi 175 unit dan BEP harga produksi Rp 126.668,65.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan ekosistem alam yang memiliki tiga macam produk yaitu
kayu, jasa dan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Produk HHBK merupakan salah
satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan paling
bersinggungan langsung dengan masyarakat sekitar hutan. HHBK terbukti dapat
memberikan dampak pada peningkatan usaha dan pendapatan masyarakat sekitar
hutan dan memberikan kontribusi yang berarti bagi penambahan devisa negara.
Salah satu produk unggulan HHBK adalah rotan (Sumadiwangsa, 2008).
Dalam tahun-tahun terakhir ini ekspor dari produk industri kerajinan dan
mebel dengan bahan baku dari kayu terutama kayu jati semakin menurun
jumlahnya, mengingat semakin sedikit pohon jati yang bisa ditebang. Pada saat ini
hutan jati sedang dalam proses pembenihan atau penanaman kembali, yang
diperkirakan baru dapat dipanen sekitar 30 hingga 60 tahun yang akan datang. Di
samping itu adanya ketentuan internasional mengenai ecolabelling bahwa setiap
produk yang menggunakan hasil hutan harus disertai persyaratan tebang pilih atau
penanaman kembali jenis kayu yang dimanfaatkan. Kondisi ini juga menurunkan
volume ekspor kerajinan dan mebel dari kayu hutan. Dengan kondisi tersebut di
atas tidak berlebihan jika ekspor produk kerajinan dan mebel perlu ditingkatkan
kembali dengan produksi yang menggunakan kayu dari hutan industri maupun
bahan baku lainnya yang mudah didapat dan murah (Koeshendra, 2008).
Usaha kerajinan bagi masyarakat Indonesia umumnya merupakan usaha
sebelumnya. Rotan banyak dimanfaatkan secara komersial karena mempunyai
sifat yang lentur, kuat, serta relatif seragam bentuknya. Barang -barang kerajinan
rotan yang umumnya banyak diperdagangkan di tingkat lokal adalah keranjang,
meubel, tangkai sapu, kurungan burung, tirai, perangkap binatang, pemukul
kasur/permadani, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk keperluan ekspor
umumnya adalah keranjang dan meubel dalam berbagai model/bentuk. Pada
perusahaan yang diteliti produk kerajinan rotan yang ditekuni antara lain kursi,
meja, rak buku.
Bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia, produk rotan sudah banyak
dikenal terutama pada masyarakat bawah dan menengah. Selain kegiatan
pengolahan rotan, maka perdagangan rotan juga telah banyak dilakukan.
Terjalinnya hubungan dagang dengan pihak luar negeri memacu kepada
bertambahnya peran hasil rotan untuk meningkatkan kontribusi penerimaan
negara yang layak untuk diperhitungkan. Sehingga, untuk meningkatkan
permintaan luar negeri akan produk rotan, maka perlu dilakukan analisis
kelayakan produk untuk menentukan produk terbaik yang akan diproduksi. Selain
itu perlu juga membuat desain yang cukup menarik untuk menggugah selera
konsumen.
Sebagai komoditi yang mulai dapat diandalkan untuk penerimaan negara,
rotan telah dipandang sebagai komoditi perdagangan hasil hutan non-kayu yang
cukup penting bagi Indonesia. Produk rotan ini juga telah menambah penerimaan
ekspor unggulan selain minyak dan gas bumi, serta dapat disejajarkan dengan
penerimaan ekspor utama pertanian. Namun didalam pengolahan, ternyata masih
belum begitu berkembang dari bentuk furniture, keranjang, alat olah raga dan
beberapa bentuk produk lainnya. Hal ini diduga karena pemerintah dan instansi
lain terkait di daerah masih belum menunjukkan perhatian yang serius
sebagaimana perhatian yang selama ini telah diberikan kepada produk hasil hutan
lainnya terutama kayu (Muhdi, 2008).
Perumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana proses produksi kerajinan rotan di CV. Haramas?
2. Bagaimana tingkat kelayakan dari berbagai jenis produk rotan di CV.
Haramas?
3. Apa jenis produk yang paling layak dan memberikan keuntungan terbesar
terhadap CV. Haramas?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui proses produksi kerajinan rotan di CV. Haramas.
2. Mengetahui tingkat kelayakan dari berbagai jenis produk rotan di CV.
Haramas.
3. Mengetahui jenis produk yang paling layak dan memberikan keuntungan
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi Rotan
Pengelompokan jenis-jenis rotan umumnya didasarkan atas persamaan
ciri-ciri karakteristik morfologi organ tanaman, yaitu: akar, batang, daun, bunga,
buah dan alat-alat tambahan. Dalam ilmu taksonomi tumbuhan, rotan
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Arecales
Famili : Palmae (Arecaceae)
Sub Famili : Calamoideae
Genus : Calamus
Spesies : Calamus caesius (rotan sega)
(Plantamor, 2008).
Rotan dan Potensinya
Rotan merupakan palem berduri yang memanjat dan hasil hutan bukan
kayu yang terpenting di Indonesia. Rotan dapat berbatang tunggal atau berumpun.
Rotan yang tumbuh soliter hanya dipanen sekali dan tidak beregenerasi dari
tunggul yang terpotong, sedangkan rotan yang tumbuh berumpun dapat dipanen
normal pada daerah yang tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering. Sedikit rotan
yang mampu bertahan hidup pada daerah yang kering dan daerah yang tergenang
air atau banjir berkepanjangan (Dransfield dan Manokaran, 1996).
Rotan sebagaimana asalnya merupakan tumbuhan yang tergolong dalam
kelompok palem- paleman yang hidupnya merambat. Golongan ini termasuk
dalam sub-famili calamoideae yang mempunyai 13 marga dan sekitar 600 jenis
dan hidup pada kawasan hutan hujan tropis di Asia Tenggara. Kelompok rotan
pada umumnya tumbuh dan dijumpai pada daerah yang beriklim basah. Beberapa
laporan menyebutkan bahwa di Jawa dapat dijumpai sekitar 25 jenis, Sumatera 75
jenis, Kalimantan 100 jenis, Sulawesi mencapai 25 jenis. Dari lebih 50 jenis yang
sudah dimanfaatkan dan diperdagangkan di Indonesia, ternyata baru sebagian
kecil yang diekspor; antara lain rotan manau, rotan tohiti , rotan irit , rotan sega,
rotan semambu, rotan pulut putih, rotan pulut merah yang kesemuanya ini
termasuk dalam kelompok calamus (Erwinsyah, 1999) .
Potensi produksi rotan Indonesia sangat besar. Indonesia menempati
urutan pertama (75,5%) dalam produksi rotan dunia, urutan berikutnya adalah
Malaysia (8,5%), Thailand (7,5%), Filipina (6,6%) dan sisanya (1,9%) diproduksi
oleh negara-negara lain. Produksi rotan Indonesia sebagian besar (90%) diekspor
ke pasar dunia. Ekspor rotan Indonesai tersebut berupa rotan mentah, rotan
setengah jadi, dan barang jadi rotan. Penerimaan devisa rotan menempati urutan
kedua setelah kayu dalam ekspor hasil hutan (Muhdi, 2008).
Keberadaan sumber daya rotan yang hampir merata di seluruh wilayah
Indonesia merupakan suatu peluang dan tantangan bagi daerah setempat untuk
pembangunan daerah dan untuk modal kesejahteraan masyarakat dan modal bagi
pembangunan ekonomi nasional. Dari beberapa tempat penghasil rotan yang
tersebar di Indonesia, terutama di Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan Irian jaya
diketahui bahwa kemampuan produksi rotan adalah berkisar antara 250.000 ton
sampai dengan 600.000 ton pertahunnya. Bahkan di Kalimantan Selatan dan
Kalimantan Timur rotan tanaman merupakan penghasil yang sangat penting.
Pernah dilaporkan bahwa seluas 30% hutan di Kalimantan Timur merupakan
daerah yang ditumbuhi rotan (Hartono, 1998).
Kegunaan Rotan
Rotan secara umum dapat digunakan sebagai bahan untuk mebeler atau
furniture, tetapi kenyataannya bagi yang menyenangi bahan dan produk dari rotan
dapat digunakan hampir disemua segi kehidupan manusia seperti konstruksi
rumah, isi rumah, perkantoran, jembatan, keranjang, tikar, lampit, tali, dll. Rotan
merupakan sumber devisa yang sangat besar bagi negara karena Indonesia adalah
satu satunya negara terbesar penghasil rotan didunia, rotan sebagai bahan baku
pabrik atau industri, home industri, sumber mata pencaharian dan meningkatkan
tarap hidup dan perekonomian masyarakat, terutama masyarakat sekitar hutan
(Maryana, 2010).
Produk tanaman rotan yang paling penting adalah batangnya. Batang rotan
yang sudah tua banyak dimanfaatkan untuk bahan baku kerajinan dan perabot
rumah tangga. Batang yang muda digunakan untuk sayuran, akar dan buahnya
untuk bahan obat tradisional. Getah rotan dapat digunakan untuk bahan baku
pewarnaan pada industri keramik dan farmasi. Manfaat tidak langsung dari rotan
peranannya dalam membentuk budaya, ekonomi, dan sosial masyarakat. Batang
rotan dapat dibuat bermacam-macam bentuk perabot rumah tangga atau
hiasan-hiasan lainnya. Misalnya mebel, kursi, rak, penyekat ruangan, keranjang, tempat
tidur, lemari, lampit, sofa, baki, pot bunga, dan sebagainya. Selain itu, batang
rotan juga dapat digunakan untuk pembuatan barang-barang anyaman untuk
dekorasi, tas tangan, kipas, bola takraw, karpet, dan sebagainya
(Januminro, 2000).
Pemanfaatan Rotan
Sebagai komoditi yang mulai dapat diandalkan untuk penerimaan negara,
rotan telah dipandang sebagai komoditi perdagangan hasil hutan non-kayu yang
cukup penting bagi Indonesia. Produk rotan ini juga telah menambah penerimaan
ekspor unggulan selain minyak dan gas bumi, serta dapat disejajarkan dengan
penerimaan ekspor utama pertanian lainnya seperti kopi, karet dan minyak sawit.
Disamping itu, industri rotan juga memenuhi persyaratan pengembangan ekspor
bukan migas karena: (a) memanfaatkan sumberdaya dalam negeri, (b) dapat
memperbesar nilai tambah, (c) dapat bersaing di pasar dunia, (d) dapat menyerap
tenaga kerja (Muhdi, 2008).
Dewasa ini nilai rotan begitu tinggi sehingga setiap batang dari spesies
yang komersial atau bernilai tinggi selalu di panen akibat dari jalan untuk
penebangan kayu membuka kawasan kawasan yang semula sukar dicapai
sekarang sudah terbuka. Pengumpul rotan dapat memasuki kawasan hutan dan
memanen rotan dari dalam kawasan yang luas. Bahkan setelah diterbitkan ijin dan
menunjukan bahwa panen dilakukan tanpa memperhatikan kelestarian sumber
daya (Maryana, 2010).
Dalam pengolahan rotan masih belum cukup memperlihatkan daya saing
yang tinggi. Desain yang dimiliki masih belum begitu berkembang dari bentuk
furniture, keranjang, alat olahraga dan beberapa bentuk produk lainnya. Hal ini
diduga karena pemerintah dan instansi lain terkait di daerah masih belum
menunjukkan perhatian yang serius sebagaimana perhatian yang selama ini telah
diberikan kepada produk hasil hutan lainnya terutama kayu. Sebagaimana
diketahui kayu masih dipakai sebagai barometer keberhasilan ekspor hasil hutan
Indonesia (Sumadiwangsa, 2008).
Pemanfaatan hasil rotan alam dan rotan tanaman cukup berpeluang untuk
meningkatkan penerimaan ekspor. Beberapa perubahan kebijakan pemerintah
yang dilakukan akhir-akhir ini telah memberikan harapan bagi peningkatan
penerimaan ekspor rotan Indonesia, sebagaimana dilaporkan bahwa ternyata
hasilnya telah menempatkan Indonesia menjadi ekportir produk rotan yang cukup
berhasil pada tahun 1991. Namun demikian walaupun telah terjadi peningkatan
penerimaan ekspor namun di sisi lain masalah yang dihadapi oleh para petani,
pengrajin, industri pengolah rotan dan pedagang rotan di lapangan, menjadikan
memanfaatkan rotan masih sangat rendah dan bahkan sering tidak menarik lagi
bagi para petani (Hartono, 1998).
Keberadaan industri pengolahan rotan akan sangat tergantung kepada
kondisi pasar. Apabila kondisi pasar mendukung, maka perlu terus didukung oleh
kelancaran bahan baku. Keberadaan rotan alam pada saat ini adalah sangat
ditambah lagi dengan tekanan yang cukup serius akibat semakin meningkatnya
kebutuhan bahan baku rotan itu untuk pemenuhan kapasitas terpasang industri
(Erwinsyah, 1999).
Pengolahan Rotan dan Produknya
Pengolahan rotan adalah pengerjaan lanjutan dari rotan bulat (rotan asalan)
menjadi barang setengah jadi dan barang jadi atau siap dipakai atau dijual.
Pengolahan dalam industri yaitu proses pemisahan rotan bulat menjadi
bagian-bagian rotan seperti kulit dan hati, masing-masing bagian-bagian tersebut diolah lagi
sesuai tujuan dan pemanfaatannya. Pengolahan rotan terdiri pengolahan rotan
berdiameter kecil (< 18 mm) dan rotan berdiamerter besar (> 18 mm).
Pengolahan rotan asalan
a. Penggorengan
Tujuan penggorengan adalah untuk menurunkan kadar air agar cepat
kering dan juga untuk mencegah terjadinya serangan jamur. Cara
penggorengannya adalah potongan-potongan rotan tersebut diikat menjadi suatu
bundelan, kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang sudah disiapkan campuran
solar dengan minyak kelapa.
b. Penggosokan dan pencucian
Setelah rotan digoreng, ditiriskan beberapa menit, kemudian digosok
dengan kain perca (sabut kelapa) atau karung goni yang dicampur dengan serbuk
gergaji, agar sisa kotoran terutama getah yang masih menempel pada kulit rotan
dapat dilepaskan, sehingga kulit rotan menjadi bersih dan akan dihasilkan warna
air bersih sambil digosok dengan sabut kelapa untuk membersihkan kotoran yang
melekat pada batang.
c. Pengeringan
Setelah rotan dicuci lalu dikeringkan dengan cara dijemur pada panas
matahari sampai kering dengan kadar air berkisar 15% - 19%. Pengeringan dapat
dilakukan dengan menjemur rotan langsung pada terik matahari.
d. Pelurusan dan pemotongan
Sebagian besar rotan secara alami tidak ada yang lurus sempurna, terutama
rotan yang berdiameter besar. Pelurusan rotan dilakukan pada jenis rotan
berdiameter besar yang secara alamiah tidak lurus. Pelurusan rotan dilakukan
dengan alat yang dibuat dari sebatang balok ukuran 10 cm x 10 cm, panjang 1,25
m, dan pada bagian atas diberi lubang koakan untuk memasukkan dan meluruskan
rotan. Pemotongan dilakukan untuk menyeragamkan ukuran rotan secara
keseluruhan sesuai dengan syarat dan kualitas yang ditentukan/diinginkan.
e. Pengawetan/pemutihan rotan
Pengawetan atau pemutihan rotan bertujuan untuk mengurangi kerusakan
dan kemunduran kualitas akibat senyawa berbagai organisme perusak.
Pengawetan rotan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:
1. Perendaman pada air yang mengalir
2. Perendaman dalam larutan pengawet/pemutih
3. Perebusan dalam larutan bahan pengawet
f. Pengasapan
Pengasapan bertujuan memasukkan asap belerang ke dalam pori-pori rotan
terlalu lama dan untuk meningkatkan warna mutu rotan. Lama pengasapan kurang
lebih 12-24 jam, tetapi dapat ditambah apabila warna rotan belum cukup putih.
g. Sortasi kualitas
Sortasi kualitas bertujuan untuk menentukan kelas dan kualitas rotan
sesuai dengan standar yang berlaku atau syarat yang ditentukan menyangkut
diameter, warna, cacat dan lain sebagainya.
h. Pengikatan, penimbangan, dan pembungkusan
Setelah rotan disortir menurut diameter dan tingkat kualitasnya, rotan
tersebut diikat dan ditimbangkan menjadi beberapa unit berat berdasrakan jenis
rotan, kualitas, dan ukurannya masing-masing. Selanjutnya, rotan yang sudah
ditimbang dan diikat dibungkus agar tidak terkena kotoran.
Pengolahan rotan menjadi barang jadi
Proses pembuatan barang jadi sangat tergantung pada kreasi, imajinasi dan
keterampilan pembuatannya. Bentuk produk barang jadi dari bahan baku rotan
perlu memperhatikan beberapa faktor teknis, antara lain sebagai berikut:
a. Aspek kenyamanan dan keselamatan fisiologis manusia yang akan
memanfaatkan dan mempergunakannya.
b. Efisiensi penggunaan bahan, material, tenaga kerja dalam proses
produksinya.
c. Hasil olahan harus mencerminkan dan menampilkan keindahan dan
estetika.
d. Bahan baku yang digunakan harus sesuai dan serasi dengan bentuk
Cara membuat mebel rotan a. Proses perancangan
Proses perancangan merupakan proses imajinasi bentuk produk yang ingin
dibuat. Proses perancangan dapat pula berupa kreasi terhadap bentuk yang sudah
ada.
b. Pembentukan dan pembuatan tipe mebel
Pembentukan dan pembuatan tipe mebel dilakukan melalui tahap-tahap berikut:
1. Proses pengukuran
Rotan yang akan dipakai untuk komponen pembuatan mebel disiapkan,
kemudian diukur secara teliti sesuai dengan ukuran yang tercantum dalam gambar
prototipe. Rotan yang dipakai untuk membuat mebel dapat berupa gabungan
antara rotan poles halus berkulit atau tanpa kulit dari kelompok rotan berdiameter
besar yang digunakan untuk rangka.
2. Pemotongan
Pemotongan perlu memperhatikan tanda atau coretan sebagai hasil
pengukuran. Alat yang diperlukan untuk memotong rotan adalah gergaji.
3. Pembengkokan
Alat yang diperlukan untuk membengkokkan rotan adalah engkol (catok),
meja kerja, kompor gas/semprot, dan steaming oven. Ada beberapa kerusakan
pada proses pembengkokan, seperti pecah, patah dan putusnya serat pada bagian
permukaan yang dilengkungkan
4. Perakitan
Perakitan adalah penggabungan potongan atau bahan-bahan komponen
pembantu, antara lain lem kayu, paku (scrop, paku biasa) dan paku T Nedle.
Pelaksanaan perakitan dilakukan dengan cara merangkai potongan-potongan rotan
dengan mengacu pada bentuk gambar yang telah dibuat baik ukuran, bentuk, letak
dan posisinya.
5. Pengikatan
Dilakukan untuk menambah kekuatan dan keindahan bentuk mebel.
Bagian yang perlu diikat adalah sambungan-sambungan yang bentuk ikatannya
disesuaikan dengan bentuk sambungan dan mengikuti sambungan yang ada.
6. Finishing
Finishing adalah penyempurnaan hasil akhir suatu produk barang jadi
mebel rotan. Proses finishing yang dilakukan dengan baik akan menghasilkan
bentuk akhir yang indah dan menarik. Kegiatan finishing dapat berupa pewarnaan,
pemberian tambahan anyaman atau jok (Januminro, 2000).
Gambar 1. Beberapa produk rotan
Perkembangan Industri Rotan di Indonesia
Industri pengolahan barang jadi dari rotan masih terbatas pada industri rakyat
Barang-barang dari rotan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan umumnya
dihasilkan melalui proses industri yaitu kerajinan. Ciri khas hasil kerajinan yang
berbentuk karya seni dihasilkan melalui keterampilan. Di Indonesia orang-orang
yang terampil membuat kerajinan disebut perajin, yang jumlahnya cukup banyak
dan peralatan yang digunakan sangat sederhana.
Pertumbuhan kerajinan relatif tidak banyak dipengaruhi oleh teknologi
industri. Pengaruh teknologi industri hanya dirasakan dari segi pengadaan bahan
baku. Karena keterbatasan penggunaan teknologi industri ini, maka
pengembangan kerajinan rotan rotan akan tetap banyak menyerap tenaga kerja.
Modal utama industri kerajinan rotan di Indonesia adalah keterampilan dan
kreativitas seni yang dapat dikembangkan melalui latihan-latihan. Masyarakat
Indonesia memiliki potensi cukup besar di bidang seni kriya rotan. Hal ini dapat
dilihat dari hasil kerajinan rotan dengan bentuk dan desain yang beraneka ragam.
Secara garis besar industri kerajinan rotan di Indonesia dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu:
1. Industri Nonmekanis
Industri nonmekanis terdiri atas industri kerajinan rakyat dan industri
barang jadi yang pertumbuhannya tidak tergantung pada ketersediaan
bahan baku di satu daerah saja, tetapi lebih tergantung pada keterampilan
dan keahlian tenaga kerja.
2. Industri Mekanis
Industri mekanis tumbuh di pusat-pusat produksi rotan. Hasil produksi
industri mekanis adalah barang bahan setengah jadi
Ekspor Rotan
Departemen Perindustrian mendesak ekspor rotan mentah ditutup karena
ekspor rotan akan mematikan industri mebel dan kerajinan berbasis rotan dalam
negeri. Indonesia merupakan produsen rotan alam terbesar di dunia dengan 22
jenis rotan alam. Banyak produsen lebih memilih mengekspor rotan karena
tingginya harga dan permintaan bahan baku dari luar negeri. Hal ini disebabkan
karena industri mebel dunia sangat tergantung pada suplai bahan baku dari
Indonesia (Wardhana, 2010).
Dalam memasarkan rotan, Indonesia mempunyai kekuatan dan kelemahan.
Kekuatannya adalah posisi yang dominan untuk menghasilkan bahan baku dan
tenaga kerja yang murah, sedangkan kelemahannya mencakup tingkat
keterampilan dari tenaga penghasil, kurangnya penguasaan atas selera konsumen
dan kalah bersaing dengan negara pengekspor barang jadi.
Kegiatan ekspor akan tetap menempati peranan penting sebagai penggerak
ekonomi dalam negeri. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya usaha untuk
mendorong kegiatan ekspor, baik yang dilakukan pemerintah maupun pengusaha
misalnya dengan dikeluarkannya kebijaksanaan perdagangan luar negeri seperti
dikeluarkannya tata niaga ekspor komoditas tertentu dan kebijaksanaan lain.
Kebijaksanaan perdagangan di samping berorientasi pasar juga memperkuat
sektor produksi (Admin, 2009).
Dalam rangka membuka kesernpatan ekspor secara terkendali bagi produk
rotan setengah jadi yang bahan bakunya berasal dari rotan hutan alam dengan
tetap mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan industri dalam negeri,
a. Untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat petani/pengumpul rotan
di daerah penghasil rotan untuk memperoleh manfaat dari hasil sumber
daya alam daerah mereka sendiri.
b. Untuk mempertahankan kelangsungan pasokan bahan baku rotan yang
diperlukan oleh industri barang jadi rotan di dalam negeri dengan cara
menetapkan suatu batas maksimum rotan yang dapat diekspor.
c. Untuk tetap menjaga kelestarian tanaman rotan serta kelestarian alam di
daerah penghasil rotan.
(Departemen Perdagangan, 2007).
Kebijakan Pemerintah Mengenai Ekspor Rotan
Pada tahun 1986, pemerintah telah mengeluarkan surat keputusan tentang
Tata Niaga Rotan melalui Surat Keputusan Menteri Perdagangan
No.274/Kp/X/1986 dengan materi utamanya berupa pelarangan ekspor rotan
bahan mentah. Kemudian, dengan pertimbangan bahwa industri rotan barang jadi
di dalam negeri telah berkembang dengan baik sejak diberlakukan Tata Niaga
Rotan maka dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan No.179/Kp/VI/92
tanggal 8 Juni 1992 tentang Ketentuan Ekspor Rotan yang materi utamanya
adalah pencabutan larangan ekspor rotan mentah dan rotan setengah jadi.
Upaya Menteri Perdagangan menjembatani pro dan kontra ekspor rotan
dengan mengeluarkan Permendag Nomor 36/M-DAG/PER/8/2009 tanggal 11
Agustus 2009, dalam upaya (i) untuk menjamin pasokan bahan baku bagi industri
dalam negeri dengan tetap (ii) menjamin petani/pengumpul mendapatkan manfaat
serta sekaligus (iii) menjaga kelestarian rotan; patut didukung. Namun yang diatur
justru berapa yang boleh diekspor. Walaupun jumlah rotan yang boleh diekspor
sudah ditetapkan, namun ijin ekspor hanya diberikan kepada perusahaan yang
berdomisili di daerah penghasil rotan saja. Hal ini berarti banyak
petani/pengumpul rotan di banyak daerah penghasil rotan akan sulit menjual
rotannya hanya karena di daerahnya tidak terdapat eksportir rotan
(Sumardjani, 2009).
Analisis Kelayakan Ekonomi
Studi kelayakan usaha adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu
usaha/proyek dilaksanakan dengan berhasil. Pengertian keberhasilan ini mungkin
bisa ditafsirkan agak berbeda-beda. Ada yang mengartikan dalam artian yang
lebih terbatas, terutama digunakan oleh pihak swasta yang lebih berminat tentang
manfaat ekonomi suatu investasi, sedangkan bagi pihak pemerintah atau lembaga
non-profit, pengertian menguntungkan bisa dalam arti yang lebih relatif. Proyek
yang diteliti bisa proyek raksasa sampai proyek sederhana. Semakin besar proyek
yang akan dijalankan semakin luas dampak yang terjadi baik dampak ekonomi
maupun sosial (Suad dan Suwarsono, 2000).
Suatu usaha dikatakan baik dan layak untuk ditekuni bila dalam
perhitungan kelayakan usaha memenuhi keriteria. Adapun beberapa perhitungan
yang digunakan untuk menilai kelayakan usaha antara lain Break Event Point
(BEP) dan B/C ratio.
Analisis break event adalah suatu analisis yang bertujuan untuk
menemukan satu titik, dalam unit atau rupiah, yang menunjukkan biaya sama
dengan pendapatan. Dengan mengetahui break even ini diharapkan pada volume
tidak untung. Analisis ini memerlukan estimasi mengenai biaya tetap, biaya
variabel, dan penjualan. Contoh dari biaya tetap adalah biaya depresiasi, pajak
bumi dan bangunan, bunga kredit, dan gaji pimpinan, sedangkan contoh dari biaya
variabel adalah biaya tenaga kerja langsung, biaya material, biaya utiliti. Dan
untuk pendapatan diasumsikan berbentuk linier dimana besarnya bertambah
sesuai dengan pertambahan volume penjualan. Sedangkan metode R/C ratio
merupakan perbandingan antara penerimaan total dan biaya total, yang
menunjukkan nilai penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan
(Aswoko, 2009).
Analisis ekonomi suatu proyek tidak hanya memperhatikan manfaat yang
dinikmati dan pengorbanan yang ditanggung oleh perusahaan, tetapi oleh semua
pihak dalam perekonomian. Sedangkan analisis yang hanya membatasi manfaat
dan pengorbanan dari sudut pandang perusahaan disebut sebagai analisis
keuangan atau analisis finansial (Suad dan Suwarsono, 2000).
Gambaran Umum Perusahaan
Perusahaan CV. Haramas yang berlokasi di Jl. Bunga Rampai No. 7,
Simalingkar B, Medan berdiri pada tanggal 13 November 2003. Berdirinya
perusahaan ini atas dasar inisiatif pengusaha yang telah berpengalaman dalam
pembuatan mebel rotan. Perusahaan CV. Haramas bekerja sama dengan
perusahaan Jaya Parna Mandiri (JPM) yang menjadi pemasok bahan baku bagi
perusahaan ini.
Sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan rotan,
CV. Haramas secara terus menerus berusaha meningkatkan desain produk agar
agar keberlangsungan perusahaan dapat terjaga. Hal ini dapat dicapai apabila
seluruh komponen yang ada dalam perusahaan bekerjasama membentuk jaringan
kerja yang teroganisir sehingga stabilitas perusahaan benar-benar dapat terjaga
dengan baik.
Tujuan CV. Haramas
Tujuan didirikannya CV. Haramas antara lain:
1. Memajukan industri rotan dengan kualitas dan desain terbaik
2. Untuk memberikan kontribusi dalam pendapatan devisa negara, khususnya
dari ekspor perusahaan
3. Menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan/kesejahteraan
masyarakat di sekitar lingkungan perusahaan.
Perusahaan CV. Haramas menggunakan rotan sebagai bahan baku dalam
produksinya. Bahan baku tersebut diolah dengan menggunakan mesin-mesin
produksi. Rotan dipilih karena sifatnya yang kuat, lentur dan menarik. Selain itu
tim kelola perusahaan telah berpengalaman dalam pengelolaan produk rotan.
Struktur perusahaan
Struktur organiasasi pada CV. Haramas sangat sederhana yang berbentuk
garis. Wewenang dari atas ke bawah, sedang tanggung jawab bergerak dari bawah
ke atas. Struktur perusahaan CV. Haramas dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur perusahaan CV. Haramas Pimpinan
Administrasi
Mandor
Tenaga kerja
Tenaga kerja di CV. Haramas hanya berjumlah 15 orang. Sistem
penggajian tenaga kerja di CV. Haramas ada dua yaitu sistem harian dan
borongan. Sistem harian menerima gaji setiap minggu, sedangkan sistem
borongan menerima gaji setiap bulan. Sistem borongan identik dengan mengejar
target. Pada Tabel 1 disajikan data umum tenaga kerja berdasarkan sistem
penggajian.
Tabel 1. Data umum tenaga kerja berdasarkan sistem gaji
Sistem Gaji Jumlah Upah/hari
Harian 8 orang Rp 60.000,00
Borongan 7 orang Rp 70.000,00
Tenaga kerja CV. Haramas berasal dari daerah setempat, sehingga dengan
adanya CV. Haramas di daerah tersebut memberikan kontribusi dalam
meningkatkan pendapatan masyarakat. Bekerja di pabrik rotan ini adalah
pekerjaan utama bagi para tenaga kerja.
Selama ± 8 tahun berproduksi, salah satu kendala produksi perusahaan
adalah penyesuaian orderan yang tidak tetap dengan jumlah tenaga kerja dan
bahan baku yang harus disediakan. Untuk mengatasi kendala tersebut perusahaan
terkadang melakukan subkontrak pembuatan produk terhadap perusahaan atau
usaha rumah tangga yang lain. Subkontrak dalam hal ini berarti menggaji usaha
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di CV. Haramas, Jl. Bunga Rampai No 7,
Simalingkar B, Medan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai
April 2011.
Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan adalah kamera digital dan perangkat
komputer. Bahan yang digunakan adalah kuisioner.
Responden
Responden dalam penelitian ini adalah pimpinan, staf administrasi dan
tenaga kerja dari CV. Haramas. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah
bahan baku, proses produksi, dan produk. Parameter pendukung yaitu peralatan
yang digunakan dalam proses produksi.
Metode Pengambilan Data
Data yang dibutuhkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh melalui observasi (pengamatan langsung), wawancara dan
kuisioner.
Data primer yang dibutuhkan meliputi data umum tenaga kerja, teknis
pengolahan kerajinan, biaya produksi, upah tenaga kerja, modal dan produk yang
dihasilkan serta data pendukung lainnya. Data sekunder yang dibutuhkan meliputi
data umum perusahaan dan data pendukung lainnya yang diperoleh melalui studi
Analisis Data
Aspek sosial ekonomi dalam penelitian ini dianalisis dengan tabulasi data
umum tenaga kerja yang diperoleh dari CV. Haramas. Data umum tenaga kerja
dikelompokkan dan disusun berdasarkan karakteristiknya.
1. Proses produksi
Untuk mengetahui proses produksi rotan di CV. Haramas diperoleh
dengan observasi (pengamatan langsung), wawancara dan kuisioner yang
dibagikan kepada para responden.
2. Tingkat kelayakan produk
Menurut Aziz (2003) untuk mengetahui tingkat kelayakan dari berbagai
produk hal pertama yang dilakukan adalah menganalisis biaya dan pendapatan.
Setelah mengetahui biaya dan pendapatan dilanjutkan dengan pemakaian metode
R/C Ratio dan Break Event Point (BEP).
a. Analisis biaya dan pendapatan
Dalam analisis biaya dan pendapatan dilakukan perhitungan biaya
produksi total (biaya tetap total dan biaya variabel total). Setelah mengetahui
biaya produksi dihitung penerimaan dan keuntungan.
Menurut Aziz (2003) rumus perhitungan biaya produksi, penerimaan dan
keuntungan adalah sebagai berikut:
Biaya produksi: TC = TFC + TVC
Keterangan: TC = total cost (biaya total)
TFC = total fixed cost (biaya tetap total )
TVC = total variabel cost (biaya tidak tetap total)
Keterangan: TR = total revenue (penerimaan total)
P = price per unit (harga jual per unit)
Q = quantity (jumlah produksi)
Keuntungan = TR – TC
Keterangan: TR = total revenue (penerimaan total)
TC = total cost (biaya total)
b. Revenue Cost Ratio (R/C)
Metode R/C ratio merupakan perbandingan penerimaan dengan biaya yang
dikeluarkan. Menurut Kuswadi (2006) untuk menghitung R/C ratio dapat
dirumuskan sebagai berikut.
RC = TR TC
Keterangan: TR = total revenue (penerimaan total)
TC = total cost (biaya total)
Kriteria penilaian R/C ratio:
R/C < 1 = produk tidak layak secara ekonomi
R/C > 1 = produk layak secara ekonomi
c. Pendekatan Break Event Point (BEP)
Analisis Break Event Point adalah suatu analisis yang bertujuan untuk
menemukan satu titik, dalam unit atau rupiah, yang menunjukkan biaya sama
dengan pendapatan. Menurut Aswoko (2009) perhitungan BEP (konsep titik
impas) dapat dilakukan dengan dua rumus yaitu:
- BEP Biaya Produksi = Biaya Total Harga Produk
3. Produk yang paling layak
Menurut Aswoko (2009) beberapa kriteria produk yang paling layak secara
ekonomi antara lain:
1. Keuntungan tertinggi
2. Nilai R/C > 1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahan Baku
Perusahaan CV. Haramas menggunakan bahan baku rotan. Jenis rotan
yang digunakan antara lain Rotan manau (Calamus manan), Rotan sega (Calamus
caesius), Rotan cacing batu (Calamus melanoloma) dan Rotan batu lantai
(Calamus sp). Pada Tabel 2 disajikan volume pembelian bahan baku pada bulan
April 2011.
Tabel 2. Volume pembelian bahan baku rotan di CV. Haramas Bulan April 2011
No Jenis Rotan Volume Pembelian Harga Beli
1 Rotan manau (Calamus manan) 3000 batang Rp 14.000,00/btg
2 Rotan sega (Calamuscaesius) 1, 5 ton Rp 11.000,00/kg
3 Rotan cacing batu (Calamus
melanoloma)
1 ton Rp 10.000,00/kg
4 Rotan batu lantai (Calamus sp) 2 ton Rp 5.500,00/kg
Rotan cacing batu dan rotan batu lantai merupakan persediaan bahan baku.
Pada bulan April 2011 kedua jenis rotan ini tidak digunakan. Proses produksi
pada bulan April 2011 hanya menggunakan rotan manau dan rotan sega.
Bahan baku diperoleh melalui supplyer (pemasok) yaitu perusahaan Jaya
Parna Mandiri (JPM). Perusahaan JPM memperoleh bahan baku dari berbagai
daerah seperti Tele (Kab. Samosir), Sorkam (Kab. Tapteng) dan Sarula (Kab.
Taput). Selain itu ada juga yang diperoleh dari Provinsi Kalimantan Selatan
(Banjarmasin) dan Sumatera Barat (Padang). Bahan baku dari pemasok
merupakan bahan baku yang sudah matang sehingga tidak ada perlakuan
batangnya. Batang yang digunakan adalah batang yang sudah tua
(Januminro, 2000).
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 3. (a) Rotan manau, (b) rotan sega, (c) rotan cacing batu, (d) rotan batu lantai
Pengangkutan bahan baku dilakukan dengan menggunakan truk. Hal ini
dilakukan untuk menghemat waktu dan dana, karena dengan menggunakan truk
diharapkan mampu mengangkut rotan dalam volume yang besar. Bahan baku
diangkut dari pemasok ke perusahaan untuk selanjutnya dilakukan proses
produksi.
Produksi
Rotan merupakan produk hasil hutan bukan kayu yang berperan penting
sebagai produsen utama rotan, kini bukan lagi sebagai pemasok bahan baku bagi
industri mebel rotan di luar negeri, tetapi sudah beralih menjadi pemasok mebel
rotan dan barang kerajinan (Muhdi, 2008). Salah satu contoh perusahaan pemasok
mebel dan barang kerajianan rotan adalah CV. Haramas.
Proses produksi rotan di CV. Haramas dilakukan secara
berkesinambungan. Artinya proses produksi dilakukan secara terus menerus. Hal
ini dilakukan untuk memenuhi orderan (pesanan).
Mesin produksi
Mesin-mesin produksi rotan yang digunakan dalam proses produksi di
CV. Haramas cukup banyak dan memadai. Mesin-mesin ini memiliki standar
pakai (umur) masing-masing. Mesin-mesin yang digunakan dalam proses
produksi disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Mesin-mesin produksi di CV. Haramas
No Jenis Mesin Produksi Penggunaan Jumlah
(Unit)
1 Alat Pengisap Debu Alat untuk mengisap debu pada proses
pewarnaan
1
2 Compressor Alat untuk menciptakan gas untuk
menjalankan mesin-mesin produksi
2
3 Genset Alat untuk pembangkit tenaga listrik 1
4 Bandling Alat untuk membengkokkan rotan sesuai
dengan bentuk/desain yang diinginkan
1
5 Steam Alat untuk memanaskan potongan rotan
agar lebih mudah dibengkokkan
1
6 Gan Alat penyemprot warna dan vernis pada
produk rotan
1
7 Tembak Max Alat untuk menembakkan staples untuk
mengikat persambungan rotan
2
8 Bor Duduk Alat untuk membuat lubang sekrup pada
produk (langsung diletakkan di tanah)
2
9 Bor Sekrup Alat untuk membuat lubang sekrup pada
produk (tidak terletak di tanah)
4
10 Bor Korek Alat untuk membuat lubang sekrup dengan
ukuran yang lebih kecil
4
Peralatan yang ada di CV. Haramas semuanya dalam keadaan baik. Hal ini
dikarenakan perusahaan menggunakan proses produksi kontinyu, yaitu
perusahaan melakukan proses produksi secara berkesinambungan. Sehingga
apabila ada peralatan yang rusak segera diperbaiki agar proses produksi tidak
terhambat. Karena apabila proses produksi berhenti, pesanan tidak akan terpenuhi.
Produk
Proses pembuatan rotan menjadi barang jadi sangat tergantung pada
kreasi, imajinasi dan keterampilan pembuatnya (Januminro, 2000). Desain atau
bentuk yang lebih kreatif akan diminati banyak orang. Bahan baku yag digunakan
juga harus disesuaikan dengan bentuk produknya.
Produksi di CV. Haramas tergantung pada pesanan (orderan). Bentuk
produk yang diproduksi disesuaikan dengan permintaan pembeli (buyer).
Perusahaan CV. Haramas tidak melakukan promosi produk karena CV. Haramas
memproduksi berdasarkan pesanan.
Pada bulan April 2011 pesanan produk di CV. Haramas ada tiga yaitu
Kode 259 t, Kode 259 dan Kode 262. Pemberian kode pada produk ini adalah
untuk mempermudah perusahaan dalam proses produksi. Masing-masing jumlah
produksi dari produk adalah 200 unit, jadi jumlah seluruh produksi pada bulan
April 2011 adalah 600 unit. Pada Tabel 4 disajikan harga produk dan volume
produksi di CV. Haramas pada bulan April 2011.
Tabel 4. Harga produk dan volume produksi
No Kode Produk Harga Produk Volume Produksi
1 259 t Rp 145.000,00 200 unit
2 259 Rp 205.000,00 200 unit
Kode 259 t Kode 259
Kode 262
Gambar 4. Pesanan produk rotan pada Bulan April 2011 di CV. Haramas
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa produk yang paling mahal adalah
produk dengan kode 262 yaitu Rp 215.000,00. Hal ini dikarenakan bahan baku
yang digunakan untuk produk ini lebih banyak dibandingkan dengan produk
lainnya.
Proses produksi
Beberapa langkah dalam proses produksi mebel rotan di CV. Haramas
antara lain:
1. Pengukuran
Rotan yang akan dipakai untuk pembuatan kursi atau meja disiapkan dan
Rotan yang dipakai dan diukur adalah rotan setengah jadi yang diperoleh langsung
dari pemasok. Pada proses pengukuran peralatan yang digunakan antara lain
meteran dan pensil.
2. Pemotongan
Dalam proses pemotongan dilakukan dengan mengikuti tanda-tanda yang
dibuat dalam pengukuran. Tanda-tanda pengukuran dibuat dengan menggunakan
pensil. Alat yang diperlukan adalah gergaji baik gergaji elektrik maupun gergaji
manual.
3. Pembengkokan (Bandling)
Setelah dilakukan pemotongan rotan, langkah selanjutnya adalah
pembengkokan rotan sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Sebelum dilakukan
pembengkokan, potongan-potongan rotan dimasukkan ke dalam steam selama ± 5
menit. Hal ini dilakukan agar jaringan rotan menjadi lunak sehingga mudah untuk
dibengkokkan . Alat yang digunakan dalam proses pembengkokan adalah steam,
meja kerja dan engkol.
Pada saat pembengkokan terkadang terdapat kerusakan pada bahan baku
yaitu pecah ataupun patah. Menurut para pekerja hal ini terjadi karena kurang
hati-hati. Hal ini sesuai dengan pernyataan Januminro (2000) yaitu terdapat
beberapa kerusakan pada proses pembengkokan, seperti pecah, patah dan
putusnya serat pada bagian permukaan yang dilengkungkan. Kerusakan dalam
proses pembengkokan dapat terjadi apabila tidak dilakukan dengan hati-hati. Oleh
karena itu dalam proses ini dibutuhkan tenaga kerja yang benar-benar mengerti
(a) (b) Gambar 5. (a) Steaming, (b) Proses pembengkokan
4. Perakitan (Assembling)
Sebelum melakukan perakitan potongan-potongan rotan harus disesuaikan
dengan mal (cetakan). Perakitan merupakan proses penggabungan
potongan-potongan rotan yang sudah dipotong dan dibengkokkan. Beberapa peralatan yang
digunakan dalam proses perakitan adalah bor (melobangi dan memasukkan sekrup
agar sambungan rotan lebih kuat), staples dan tembak max. Tembak max
digunakan untuk menembakkan staples pada sambungan rotan agar sambungan
tersebut kuat.
5. Penganyaman
Beberapa peralatan yang digunakan dalam penganyaman yaitu tembak
max dan tali pengikat rotan. Tali pengikat rotan digunakan untuk menambah
kekuatan dan keindahan bentuk produk.
6. Pembersihan
Pembersihan dilakukan untuk membuang sisa serabut rotan (apabila ada
yang tersisa). Kertas pasir adalah salah satu bahan yang digunakan dalam
pembersihan produk dengan cara mengasah pada bagian yang memiliki serabut
Tujuan dari pemasangan sepatu ini adalah untuk menghindari kontak langsung
rotan dengan lantai. Selain itu dengan pemasangan sepatu akan membuat produk
lebih menarik.
7. Finishing
Finishing adalah penyempurnaan hasil akhir suatu produk barang jadi
rotan. Kegiatan pada proses ini yaitu pewarnaan dan vernis. Alat yang digunakan
dalam proses pewarnaan dan vernis adalah gan (alat penyemprot). Setelah proses
pewarnaan dan vernis, produk rotan dikeringkan ± 20 menit. Setelah proses
finishing dilakukan juga check-in ulang, untuk memastikan sekrup, sepatu dan
yang lainnya pada produk tersebut terpasang dengan baik sehingga tidak
mengecewakan konsumen.
(a) (b)
Gambar 6. (a) Pewarnaan dan vernis, (b) pengeringan
8. Pengemasan
Setelah seluruh produk di check-in maka dilakukan pengemasan. Pada
umumnya bagian yang dikemas hanya bagian ujung kaki kursi dan meja. Setelah
Berdasarkan pengamatan di lapangan proses pembuatan kerajinan rotan
masih tetap banyak yang menggunakan keterampilan tangan. Pengaruh teknologi
industri hanya dirasakan dari segi pengadaan bahan baku. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Januminro (2000) yang menyatakan bahwa pertumbuhan kerajinan
relatif tidak banyak dipengaruhi oleh teknologi industri. Pada proses produksi
terutama dalam menganyam rotan masih menggunakan cara sederhana (secara
manual). Meskipun pengolahan dilakukan secara sederhana kerajinan rotan di
CV. Haramas memiliki kualitas yang baik dan bentuk atau desain yang menarik
konsumen.
Biaya produksi
Besarnya biaya produksi dipengaruhi oleh tingkat pemakaian bahan baku
pembantu serta produktivitas tenaga kerja. Biaya produksi terdiri dari biaya tidak
tetap dan biaya tetap. Biaya tidak tetap merupakan biaya yang terkait langsung
dengan proses pengolahan rotan seperti penggunaan bahan baku. Biaya tetap
antara lain adalah : biaya penyusutan alat dan bangunan dan biaya administrasi
Untuk menghitung biaya tetap dibutuhkan biaya penyusutan alat
(depresiasi). Depresiasi adalah penurunan nilai dari aset / harta perusahaan yang
di pakai dalam operasi perusahaan. Depresiasi menunjukkan penurunan nilai
harta perusahaan yang berwujud (tangible assets) , misalnya gedung dan mesin.
Menurut Betrianis (2006) untuk menghitung biaya penyusutan peralatan mesin
dapat digunakan rumus berikut:
Depresiasi = Harga beli Umur Pakai
Tabel 5. Penyusutan peralatan produksi di CV. Haramas
No Jenis Mesin Produksi Umur Pakai (tahun) Harga (Rp) Depresiasi/bulan
1 Alat Pengisap Debu 15 15000000 83333
Berdasarkan tabel di atas diperoleh biaya penyusutan peralatan di CV.
Haramas sebesar Rp 514.997,00. Setelah mengetahui biaya penyusutan peralatan
maka dapat dihitung masing-masing biaya total produksi untuk setiap produk.
Biaya total produksi terdiri dari biaya tetap total dan biaya variabel total.
Perhitungan biaya produksi masing-masing produk dapat dilihat pada Lampiran 2.
Sementara, rekapitulasi biaya produksi masing-masing produk dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6. Biaya produksi produk
No Kode Produk TVC (Rp) TFC (Rp) TC (Rp) TR (Rp)
1 259 t 15.310.400 10.023.330 25.333.730 29.000.000
2 259 26.944.200 10.023.330 36.967.530 41.000.000
3 262 29.761.200 10.023.330 39.784.530 43.000.000
Total 72.015.800 10.023.330 102.085.790 113.000.000
Berdasarkan Tabel 6 biaya total (total cost) paling tinggi terdapat pada
produk dengan kode 262 yaitu Rp 39.784.530,00. Harga produk ini juga lebih
tinggi yaitu sebesar Rp 215.000,00 sehingga menghasilkan penerimaan terbesar
Analisis Kelayakan Produk
Pada penelitian ini analisis yang digunakan untuk melihat tingkat
kelayakan produk adalah analisis R/C ratio dan analisis break event point.
Analisis BEP yang dilakukan terdiri dari dua yaitu BEP biaya produksi dan BEP
harga produksi. BEP biaya produksi dinyatakan dalam unit sedangkan BEP harga
produksi dinyatakan dalam rupiah.
Setiap usaha membutuhkan analisis kelayakan. Analisis kelayakan
dilakukan untuk mengetahui apakah usaha tersebut baik dan layak untuk ditekuni
(Aswoko, 2009). Pada penelitian ini produk yang dianalisis ada tiga jenis yaitu
Kode 259 t, kode 259 dan kode 262 .
Analisis R/C ratio
Analisis R/C ratio merupakan perbandingan penerimaan dengan biaya
yang dikeluarkan. Biaya dalam hal ini termasuk biaya tetap dan biaya variabel.
Sementara penerimaan merupakan perkalian dari harga produk dengan volume
produksi.
Perhitungan R/C ratio dari masing-masing produk adalah: • Kode 259 t
R/C Ratio = TR/TC
= Rp 29.000.000,00 / Rp 25.333.730,00 = 1,1447
• Kode 259
R/C Ratio = TR/TC
= Rp 41.000.000,00 / Rp 36.967.530,00 = 1,1093
• Kode 262
R/C Ratio = TR/TC
= Rp 43.000.000,00 / Rp 39.784.530,00 = 1,0808
Untuk mempermudah melihat nilai R/C ratio dari setiap produk maka pada
Tabel 7. Nilai R/C ratio produk
Kode Produk R/C Ratio
259 t 1,1447
259 1,1093
262 1,0808
Berdasarkan Tabel 7 di atas ketiga jenis produk adalah layak. Hal ini dapat
dilihat dari nilai R/C ratio semua produk lebih dari satu. Sesuai dengan pernyataan
Kuswadi (2006) dan Aswoko (2009) yang menyatakan bahwa nilai R/C ratio lebih
dari satu menunjukkan usaha atau produk tersebut layak secara ekonomi.
Nilai R/C ratio di atas menunjukkan bahwa produk dengan kode 259 t
memberikan keuntungan yang lebih besar daripada produk dengan kode 259 dan
262. Maka berdasarkan tabel tersebut dapat dinyatakan bahwa produk yang paling
layak adalah produk dengan kode 259 t karena memiliki nilai R/C ratio tertinggi
yaitu 1,1447. Hal ini berarti setiap Rp 1000,00 biaya yang dikeluarkan akan
menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.147,00. Berdasarkan nilai ini, pendapatan
yang diperoleh kecil, maka proses produksi harus dilakukan secara intensif.
Analisis BEP
Analisis break event adalah suatu analisis yang bertujuan untuk
menemukan satu titik, dalam unit atau rupiah, yang menunjukkan biaya sama
dengan pendapatan. Dalam hal ini secara mudah BEP diartikan sebagai keadaan
dimana tidak rugi dan tidak untung (titik impas).
Perhitungan BEP (BEP biaya produksi dan BEP harga produksi) dari
masing-masing produk adalah sebagai berikut: • Kode 259 t
BEP Biaya Produksi = TC/P
BEP Harga Produksi = TC/Total Produksi = Rp 25.333.730,00/200 = Rp 126.668,65/Produk • Kode 259
BEP Biaya Produksi = TC/P
= Rp 36.967.530,00/Rp 205.000,00 = 180,32 = 180 unit
BEP Harga Produksi = TC/Total Produksi = Rp 36.967.530,00/200 = Rp 184.837,65/Produk • Kode 262
BEP Biaya Produksi = TC/P
= Rp 39.784.530,00/Rp 215.000,00 = 185,04 = 185 unit
BEP Harga Produksi = TC/Total Produksi = Rp 39.784.530,00/200 = Rp 198.922,65/Produk
Sementara rekapitulasi nilai BEP untuk masing-masing produk dapat
dilihat pada Tabel 8. Nilai BEP disajikan dalam bentuk unit (BEP biaya produksi)
dan bentuk rupiah (BEP harga produksi).
Tabel 8. Nilai BEP produk
Kode
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai BEP terendah terdapat pada
produk dengan kode 259 t yaitu BEP produksi 175 unit dan BEP harga produksi
Rp 126.668,65. Sesuai dengan pernyataan Aswoko (2009) bahwa kriteria produk
yang paling layak adalah nilai BEP terendah. Oleh karena itu berdasarkan data
yang tercantum pada tabel di atas dapat disimpulkan bahwa produk yang paling
Nilai BEP Biaya Produksi pada produk dengan kode 259 t sebesar 175
unit. Artinya, titik balik modal usaha produksi tercapai jika jumlah produksi 175
biji. Sementara nilai BEP Harga Produksi sebesar Rp 126.668,65 artinya titik
balik modal usaha produksi tercapai apabila harga produk mencapai
Rp 126.668,65. Harga produk yang ditetapkan oleh pengusaha lebih besar
daripada harga produk pada saat BEP yang berarti bahwa produk rotan di
CV. Haramas menguntungkan.
Produk yang paling layak
Untuk menghasilkan produk yang layak CV. Haramas memproduksi
kerajinan rotan yang berkualitas supaya dapat bersaing dengan produk sejenis dari
perusahaan lain di pasaran. Kualitas produk yang sudah baik perlu dipertahankan
dan ditingkatkan lagi, agar kepuasan konsumen dapat tercapai.
Produk yang paling layak berarti produk yang memberikan keuntungan
terbesar terhadap perusahaan. Berdasarkan keterangan Aswoko (2009) bahwa
produk yang paling layak memiliki beberapa kriteria yaitu keuntungan tertinggi,
nilai R/C ratio lebih dari satu dan nilai BEP terendah maka dapat disimpulkan
bahwa produk yang paling layak adalah produk dengan kode 259 t. Hal ini dapat
dilihat dengan nilai R/C Ratio kode 259 t tertinggi yaitu sebesar 1,1447 dan nilai
BEP terendah yaitu masing-masing BEP produksi 175 unit dan BEP harga
produksi Rp 126.668,65. Jadi, berdasarkan Tabel 7 dan Tabel 8 di atas, urutan
tingkat kelayakan dari produk adalah produk dengan Kode 259 t, Kode 259 dan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Proses produksi rotan di CV. Haramas dilakukan secara sederhana. Proses
produksi rotan secara berurutan adalah: pengukuran, pemotongan,
pembengkokan (bandling), perakitan, pengayaman, pembersihan,
penyempurnaan (finishing) dan pengemasan.
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga jenis produk di CV. Haramas
adalah layak. Urutan produk yang paling layak adalah kode 259 t, Kode
259 dan Kode 262.
3. Berdasarkan nilai R/C ratio dan BEP tersebut dapat diketahui bahwa
produk yang paling layak adalah produk kode 259 t dengan nilai R/C Ratio
tertinggi yaitu sebesar 1,1447 dan nilai BEP terendah yaitu masing-masing
BEP produksi 175 unit dan BEP harga produksi Rp 126.668,65.
Saran
Perusahaan CV. Haramas merupakan industri tradisional yang berproduksi
berdasarkan pesanan. Untuk mengubah sistem produksi ini maka perlu dilakukan
ekstensifikasi pasar sehingga perusahaan tidak berproduksi berdasarkan pesanan.
Selain itu, dibutuhkan perhatian dari semua pihak dalam pengembangan produk
kerajinan rotan seperti pelatihan-pelatihan tentang pembuatan kerajinan rotan
DAFTAR PUSTAKA
Admin. 2009. Kalah Bersaing dengan Negara Pengekspor Barang Jadi.
Afri, S.A; Andayani, W; Himmah, B; Tri, W.W; Affianto, A. 2002. Hutan Rakyat, Sosial Ekonomi dan Pemasaran. Cetakan Pertama. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta
Aswoko, G dan Taqyuddin. 2009. Perhitungan Kelayakan Usaha Gaharu.
Aziz, N. 2003. Pengantar Mikro Ekonomi. Bayumedia. Malang
Azwar, S. 2004. Metode Penelitian. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Betrianis. 2006. Penyusutan dan Alokasi Biaya Overhead. Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Depok
Departemen Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. 2008. Gambaran Umum Hasil Hutan Bukan Kayu (Rotan dan Bambu) di Provinsi Sumatera Utara. Departemen Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, Medan
Departemen Perdagangan. 2007. Kebijakan Umum di Bidang Ekspor. Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri. Jakarta
Dransfield, J. dan N. Manokaran. 1996. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 6 Rotan. Gadjah Mada University Press. Bogor
Erwinsyah. 1999. Kebijakan Pemerintah dan Pengaruhnya terhadap Pengusahaan Rotan di Indonesia. Environmental Policy and Institutional Strengthening IQC. Jakarta
Hartono. 1998. Prospek Industri Rotan dan Saran Penanganan yang Diperlukan. Jakarta
Januminro, CFM. 2000. Rotan Indonesia Potensi Budidaya Pemungutan Pengolahan Standar Mutu dan Prospek Pengusahaan. Kanisius.Yogyakarta
Kuswadi. 2006. Analisis Keekonomian Proyek. Penerbit ANDI. Yogyakarta
Maryana, I. 2010. Rotan Primadona Hasil Hutan Non Kayu. [15 November 2010]
Muhdi. 2008. Prospek, Pemasaran dan Kebijakan Hasil Hutan Bukan Kayu Rotan. USU e-Repository. Medan
Plantamor. 2008. Informasi Spesies Rotan. http://www.plantamor.com [13 November 2010]
Rismayani. 2007. Usahatani dan Pemasaran Hasil Pertanian. USU Press. Medan
Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Cetakan Pertama. UI Press. Jakarta
Sudiyono, A. 2002. Pemasaran Pertanian. UMM Press Malang
Sumadiwangsa, E. S. 2008. Pengembangan Teknologi Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu. Makalah Seminar Nasional Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu. Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Bogor
Sumardjani, L. 2009. Antara Larangan Ekspor dan Kelestarian Rotan.
Suryopamungkas, K. 2006. Pemanfaatan Limbah Rotan untuk Produk Aksesori Interior dengan Fungsi Sederhana. Institut Teknologi Bandung. Bandung. http://www.fsrd.itb.ac.id [06 Maret 2010]
Wardhana, S. 2010. Menurunnya Nilai Ekspor Produk dari Rotan. [06 Maret 2010]
Lampiran 1
KUISIONER
INSTRUMEN PENELITIAN
PENGOLAHAN DAN ANALISIS KELAYAKAN BERBAGAI JENIS PRODUK KERAJINAN ROTAN DI CV HARAMAS
PENELITI :
Nama : Tiwa Solida Sigalingging
NIM : 071201004
Program Studi : Manajemen Hutan
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
I. Identitas Responden
III. Bahan Baku Rotan
1. Jenis Rotan :
2. Asal Pembelian Rotan :
3. Harga Beli :
4. Vol. Pembelian/Minggu : (kg)
5. Transportasi :
6. Perlakuan Pengawetan :
Sofa :Rp…..
6. Apakah perusahaan bekerja sama dengan perusahaan lain yang membutuhkan produk dari CV Haramas?
a. Iya, yaitu perusahaan…….. b. Tidak, karena………. 7. Kendala Produksi :
8. Solusi :
IV. Produk
1. Jenis Produk yang dihasilkan
Meja, jenisnya :
Kursi, jenisnya :
Sofa, jenisnya :
Lainnya :
2. Gaya (desain) mebel (Jawaban dapat diisi lebih dari satu) a. Sederhana
b. Klasik c. Modern
3. Desain mebel ditentukan oleh (Jawaban dapat diisi lebih dari satu) a. Perusahaan sendiri
b. Saingan/perusahaan lain
c. Order (pesanan) dari pelanggan d. Kebutuhan masyarakat saat ini 3. Produk Andalan CV Haramas ……. 4. Promosi Produk
Lampiran 2. Perhitungan Biaya Produksi
Plastik pengikat 0,1 kg x 200 40.000/kg 800.000
Sekrup 2,5 inchi 4 biji x 200 78/biji 62.400
Biaya Kontainer - 2.000/meja 400.000
THC (Total
Jenis Biaya Jumlah (Rp)
Gaji Pimpinan (1 orang) 4.000.000
Administrasi (1 orang) 2.500.000
Listrik 8.333
Penyusutan Peralatan 514.997
Sewa Gedung 1.000.000
Biaya Tetap Total 10.023.330
TC = TVC + TFC
= Rp 15.310.400,00 + Rp 10.023.330,00 TC = Rp 25.333.730,00
TR = P x Q
= Rp 145.000,00 x 200 TR = Rp 29.000.000,00
Keuntungan = TR – TC
= Rp 29.000.000,00 - Rp 25.333.730,00 = Rp 3.666.270,00 Plastik pengikat 0,25 kg x 200 40.000/kg 2.000.000
Biaya Kontainer - 4.000/meja 800.000
= Rp 26.944.200,00+ Rp 10.023.330,00 TC = Rp 36.967.530,00
TR = P x Q
= Rp 205.000,00 x 200 TR = Rp 41.000.000,00
Keuntungan = TR – TC
Biaya Kontainer - 4.000/meja 800.000 THC (Total
Handling Cost + dokumen)
- 3.000/meja 600.000
Biaya Variabel Total 29.761.200
TC = TVC + TFC
= Rp 29.761.200,00+ Rp 10.023.330,00 TC = Rp 39.784.530,00
TR = P x Q
= Rp 215.000,00 x 200 TR = Rp 43.000.000,00
Keuntungan = TR – TC
Lampiran 3. Foto-foto Penelitian di CV. Haramas
1. Wawancara dengan Pemilik 2. Perakitan Produk Rotan CV. Haramas
3. Produk yang sudah dirangkai 4. Gergaji Elektrik (Alat Pemotong)
7. Alat Pengisap Debu 8. Alat menembakkan staples