• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengolahan dan Analisis Kelayakan Berbagai Jenis Produk Kerajinan Rotan di CV Haramas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengolahan dan Analisis Kelayakan Berbagai Jenis Produk Kerajinan Rotan di CV Haramas"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

PENGOLAHAN DAN ANALISIS KELAYAKAN BERBAGAI

JENIS PRODUK KERAJINAN ROTAN

DI CV HARAMAS

SKRIPSI

Oleh:

TIWA SOLIDA SIGALINGGING 071201004

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

▸ Baca selengkapnya: amatilah bahan limbah berbentuk bangun ruang yang ada di sekitar kalian dan masih layak dimanfaatkan untuk produk kerajinan

(2)

PENGOLAHAN DAN ANALISIS KELAYAKAN BERBAGAI

JENIS PRODUK KERAJINAN ROTAN

DI CV HARAMAS

SKRIPSI

Oleh:

TIWA SOLIDA SIGALINGGING 071201004

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul : Pengolahan dan Analisis Kelayakan Berbagai Jenis Produk Kerajinan Rotan di CV Haramas

Nama : Tiwa Solida Sigalingging

NIM : 071201004

Departemen : Kehutanan

Program Studi : Manajemen Hutan

Disetujui oleh, Komisi Dosen Pembimbing

Agus Purwoko, S.Hut, M.Si Kansih Sri Hartini, S.Hut, M.P Ketua Anggota

Mengetahui

(4)

ABSTRACT

TIWA SOLIDA SIGALINGGING. Processing and Feasibility Analysis of Different Types of Rattan Handicraft Products in CV. Haramas. Under the guidance of AGUS PURWOKO and KANSIH SRI HARTINI.

Handicraft business for Indonesian people generally is a business that has long been occupied and is a hereditary business of the previous generation. Rattan widely used commercially due to its flexible nature, strong, and relatively uniform shape. This study aimed to know rattan handicraft production process, product-level feasibility and the most feasible product in CV. Haramas. The research was conducted in March-April 2011 in CV. Haramas, Jl. Bunga Rampai No. 7, Simalingkar B, Medan, North Sumatra. The research was done by using analysis of R / C Ratio and Break Event Point (BEP).

The results showed that the processing of rattan products in CV. Haramas was still simple. Rattan production process in order are: measuring, cutting, bending, assembling, plaiting, cleaning, finishing and packaging. There are three types of products on the CV. Haramas the product with the Code 259 t, Code 259 and Code 262. The three types of products on the CV. Haramas is feasible. Based on the value of R / C ratio and the BEP can be seen that the most appropriate product is the product code of 259 t with a value of R / C ratio that is equal to 1.1447 and the highest value is the lowest BEP each BEP BEP production of 175 units and the production price of Rp 126 668 , 65.

(5)

ABSTRAK

TIWA SOLIDA SIGALINGGING. Pengolahan dan Analisis Kelayakan Berbagai Jenis Produk Kerajinan Rotan di CV. Haramas. Dibimbing oleh AGUS PURWOKO dan KANSIH SRI HARTINI.

Usaha kerajinan bagi masyarakat Indonesia umumnya merupakan usaha yang telah lama ditekuni dan merupakan usaha turun temurun dari generasi sebelumnya. Rotan banyak dimanfaatkan secara komersial karena mempunyai sifat yang lentur, kuat, serta relatif seragam bentuknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses produksi kerajinan rotan, tingkat kelayakan produk dan produk yang paling layak di CV. Haramas. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2011 di CV. Haramas, Jl. Bunga Rampai No 7, Simalingkar B, Medan, Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis R/C Ratio dan Break Event Point (BEP).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan produk rotan di CV. Haramas dilakukan secara sederhana. Proses produksi rotan secara berurutan adalah: pengukuran, pemotongan, pembengkokan, perakitan, pengayaman, pembersihan, penyempurnaan dan pengemasan. Ada tiga jenis produk di CV. Haramas yaitu produk dengan Kode 259 t, Kode 259 dan Kode 262. Ketiga jenis produk di CV. Haramas adalah layak. Berdasarkan nilai R/C ratio dan BEP dapat diketahui bahwa produk yang paling layak adalah produk kode 259 t dengan nilai R/C Ratio tertinggi yaitu sebesar 1,1447 dan nilai BEP terendah yaitu masing-masing BEP produksi 175 unit dan BEP harga produksi Rp 126.668,65.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Simbolon, Kabupaten Samosir pada tanggal 22

Februari 1989 dari ayah Resbin Sigalingging dan ibu Risma Parhusip. Penulis

merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.

Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 176391 Samosir dan lulus tahun

2001 kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Budi Mulia Samosir dan lulus

tahun 2001. Pada tahun 2007, penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri

1 Samosir dan pada tahun yang sama diterima masuk di Program Studi

Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas

Sumatera Utara (USU) melalui jalur Pemanduan Minat dan Prestasi (PMP).

Selama perkuliahan penulis tergabung dalam organisasi Himpunan

Mahasiswa Sylva USU. Pada tahun 2009, penulis mengikuti kegiatan Praktik

Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Aras Napal dan Pulau Sembilan,

Kabupaten Langkat. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di

Perum Perhutani Unit III, KPH Kuningan Jawa Barat pada bulan Januari-Februari

2010. Selanjutnya penulis melaksanakan penelitian di CV. Haramas Jl. Bunga

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengolahan dan Analisis Kelayakan Berbagai Jenis Produk Kerajinan Rotan di CV. Hara Mas”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan di Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada Bapak Agus Purwoko S. Hut, M. Si dan Ibu Kansih Sri Hartini S.Hut, M.P selaku Ketua dan Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis. Penulis juga

menghaturkan pernyataan terima kasih kepada orang tua penulis Resbin Sigalingging dan Risma Parhusip yang telah membesarkan, memelihara

dan mendidik penulis selama ini. Khusus untuk Ibu Ir. Maslin Purba dan Bapak J. Tamba, ST di CV. Haramas, penulis menyampaikan banyak terima kasih atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian.

(8)

DAFTAR ISI

Hlm

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

(9)

Analisis Kelayakan Produk ... 35

Analisis R/C ratio ... 35

Analisis BEP ... 36

Produk yang paling layak ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 39

Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(10)

DAFTAR TABEL

No. Hlm

1. Data Umum Tenaga Kerja Berdasarkan Sistem Gaji... 20

2. Volume Pembelian Bahan Baku Rotan di CV. Haramas bulan April 2011 ... 25

3. Mesin-mesin Produksi di CV. Haramas ... 27

4. Harga Produk dan Volume Produksi ... 28

5. Penyusutan Peralatan Produksi di CV. Haramas ... 34

6. Biaya Produksi Produk ... 34

7. Nilai R/C Ratio Produk ... 36

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hlm

1. Beberapa Produk Rotan ... 13

2. Struktur Perusahaan CV. Haramas ... 19

3. (a) Rotan manau, (b) Rotan sega, (c) Rotan cacing batu (d) Rotan batu lantai ... 26

4. Pesanan Produk Rotan Pada Bulan April 2011 di CV. Haramas ... 29

5. (a) Steaming; (b) Proses Pembengkokan ... 31

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

(13)

ABSTRACT

TIWA SOLIDA SIGALINGGING. Processing and Feasibility Analysis of Different Types of Rattan Handicraft Products in CV. Haramas. Under the guidance of AGUS PURWOKO and KANSIH SRI HARTINI.

Handicraft business for Indonesian people generally is a business that has long been occupied and is a hereditary business of the previous generation. Rattan widely used commercially due to its flexible nature, strong, and relatively uniform shape. This study aimed to know rattan handicraft production process, product-level feasibility and the most feasible product in CV. Haramas. The research was conducted in March-April 2011 in CV. Haramas, Jl. Bunga Rampai No. 7, Simalingkar B, Medan, North Sumatra. The research was done by using analysis of R / C Ratio and Break Event Point (BEP).

The results showed that the processing of rattan products in CV. Haramas was still simple. Rattan production process in order are: measuring, cutting, bending, assembling, plaiting, cleaning, finishing and packaging. There are three types of products on the CV. Haramas the product with the Code 259 t, Code 259 and Code 262. The three types of products on the CV. Haramas is feasible. Based on the value of R / C ratio and the BEP can be seen that the most appropriate product is the product code of 259 t with a value of R / C ratio that is equal to 1.1447 and the highest value is the lowest BEP each BEP BEP production of 175 units and the production price of Rp 126 668 , 65.

(14)

ABSTRAK

TIWA SOLIDA SIGALINGGING. Pengolahan dan Analisis Kelayakan Berbagai Jenis Produk Kerajinan Rotan di CV. Haramas. Dibimbing oleh AGUS PURWOKO dan KANSIH SRI HARTINI.

Usaha kerajinan bagi masyarakat Indonesia umumnya merupakan usaha yang telah lama ditekuni dan merupakan usaha turun temurun dari generasi sebelumnya. Rotan banyak dimanfaatkan secara komersial karena mempunyai sifat yang lentur, kuat, serta relatif seragam bentuknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses produksi kerajinan rotan, tingkat kelayakan produk dan produk yang paling layak di CV. Haramas. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2011 di CV. Haramas, Jl. Bunga Rampai No 7, Simalingkar B, Medan, Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis R/C Ratio dan Break Event Point (BEP).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan produk rotan di CV. Haramas dilakukan secara sederhana. Proses produksi rotan secara berurutan adalah: pengukuran, pemotongan, pembengkokan, perakitan, pengayaman, pembersihan, penyempurnaan dan pengemasan. Ada tiga jenis produk di CV. Haramas yaitu produk dengan Kode 259 t, Kode 259 dan Kode 262. Ketiga jenis produk di CV. Haramas adalah layak. Berdasarkan nilai R/C ratio dan BEP dapat diketahui bahwa produk yang paling layak adalah produk kode 259 t dengan nilai R/C Ratio tertinggi yaitu sebesar 1,1447 dan nilai BEP terendah yaitu masing-masing BEP produksi 175 unit dan BEP harga produksi Rp 126.668,65.

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan ekosistem alam yang memiliki tiga macam produk yaitu

kayu, jasa dan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Produk HHBK merupakan salah

satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan paling

bersinggungan langsung dengan masyarakat sekitar hutan. HHBK terbukti dapat

memberikan dampak pada peningkatan usaha dan pendapatan masyarakat sekitar

hutan dan memberikan kontribusi yang berarti bagi penambahan devisa negara.

Salah satu produk unggulan HHBK adalah rotan (Sumadiwangsa, 2008).

Dalam tahun-tahun terakhir ini ekspor dari produk industri kerajinan dan

mebel dengan bahan baku dari kayu terutama kayu jati semakin menurun

jumlahnya, mengingat semakin sedikit pohon jati yang bisa ditebang. Pada saat ini

hutan jati sedang dalam proses pembenihan atau penanaman kembali, yang

diperkirakan baru dapat dipanen sekitar 30 hingga 60 tahun yang akan datang. Di

samping itu adanya ketentuan internasional mengenai ecolabelling bahwa setiap

produk yang menggunakan hasil hutan harus disertai persyaratan tebang pilih atau

penanaman kembali jenis kayu yang dimanfaatkan. Kondisi ini juga menurunkan

volume ekspor kerajinan dan mebel dari kayu hutan. Dengan kondisi tersebut di

atas tidak berlebihan jika ekspor produk kerajinan dan mebel perlu ditingkatkan

kembali dengan produksi yang menggunakan kayu dari hutan industri maupun

bahan baku lainnya yang mudah didapat dan murah (Koeshendra, 2008).

Usaha kerajinan bagi masyarakat Indonesia umumnya merupakan usaha

(16)

sebelumnya. Rotan banyak dimanfaatkan secara komersial karena mempunyai

sifat yang lentur, kuat, serta relatif seragam bentuknya. Barang -barang kerajinan

rotan yang umumnya banyak diperdagangkan di tingkat lokal adalah keranjang,

meubel, tangkai sapu, kurungan burung, tirai, perangkap binatang, pemukul

kasur/permadani, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk keperluan ekspor

umumnya adalah keranjang dan meubel dalam berbagai model/bentuk. Pada

perusahaan yang diteliti produk kerajinan rotan yang ditekuni antara lain kursi,

meja, rak buku.

Bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia, produk rotan sudah banyak

dikenal terutama pada masyarakat bawah dan menengah. Selain kegiatan

pengolahan rotan, maka perdagangan rotan juga telah banyak dilakukan.

Terjalinnya hubungan dagang dengan pihak luar negeri memacu kepada

bertambahnya peran hasil rotan untuk meningkatkan kontribusi penerimaan

negara yang layak untuk diperhitungkan. Sehingga, untuk meningkatkan

permintaan luar negeri akan produk rotan, maka perlu dilakukan analisis

kelayakan produk untuk menentukan produk terbaik yang akan diproduksi. Selain

itu perlu juga membuat desain yang cukup menarik untuk menggugah selera

konsumen.

Sebagai komoditi yang mulai dapat diandalkan untuk penerimaan negara,

rotan telah dipandang sebagai komoditi perdagangan hasil hutan non-kayu yang

cukup penting bagi Indonesia. Produk rotan ini juga telah menambah penerimaan

ekspor unggulan selain minyak dan gas bumi, serta dapat disejajarkan dengan

penerimaan ekspor utama pertanian. Namun didalam pengolahan, ternyata masih

(17)

belum begitu berkembang dari bentuk furniture, keranjang, alat olah raga dan

beberapa bentuk produk lainnya. Hal ini diduga karena pemerintah dan instansi

lain terkait di daerah masih belum menunjukkan perhatian yang serius

sebagaimana perhatian yang selama ini telah diberikan kepada produk hasil hutan

lainnya terutama kayu (Muhdi, 2008).

Perumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana proses produksi kerajinan rotan di CV. Haramas?

2. Bagaimana tingkat kelayakan dari berbagai jenis produk rotan di CV.

Haramas?

3. Apa jenis produk yang paling layak dan memberikan keuntungan terbesar

terhadap CV. Haramas?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui proses produksi kerajinan rotan di CV. Haramas.

2. Mengetahui tingkat kelayakan dari berbagai jenis produk rotan di CV.

Haramas.

3. Mengetahui jenis produk yang paling layak dan memberikan keuntungan

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Rotan

Pengelompokan jenis-jenis rotan umumnya didasarkan atas persamaan

ciri-ciri karakteristik morfologi organ tanaman, yaitu: akar, batang, daun, bunga,

buah dan alat-alat tambahan. Dalam ilmu taksonomi tumbuhan, rotan

diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Arecales

Famili : Palmae (Arecaceae)

Sub Famili : Calamoideae

Genus : Calamus

Spesies : Calamus caesius (rotan sega)

(Plantamor, 2008).

Rotan dan Potensinya

Rotan merupakan palem berduri yang memanjat dan hasil hutan bukan

kayu yang terpenting di Indonesia. Rotan dapat berbatang tunggal atau berumpun.

Rotan yang tumbuh soliter hanya dipanen sekali dan tidak beregenerasi dari

tunggul yang terpotong, sedangkan rotan yang tumbuh berumpun dapat dipanen

(19)

normal pada daerah yang tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering. Sedikit rotan

yang mampu bertahan hidup pada daerah yang kering dan daerah yang tergenang

air atau banjir berkepanjangan (Dransfield dan Manokaran, 1996).

Rotan sebagaimana asalnya merupakan tumbuhan yang tergolong dalam

kelompok palem- paleman yang hidupnya merambat. Golongan ini termasuk

dalam sub-famili calamoideae yang mempunyai 13 marga dan sekitar 600 jenis

dan hidup pada kawasan hutan hujan tropis di Asia Tenggara. Kelompok rotan

pada umumnya tumbuh dan dijumpai pada daerah yang beriklim basah. Beberapa

laporan menyebutkan bahwa di Jawa dapat dijumpai sekitar 25 jenis, Sumatera 75

jenis, Kalimantan 100 jenis, Sulawesi mencapai 25 jenis. Dari lebih 50 jenis yang

sudah dimanfaatkan dan diperdagangkan di Indonesia, ternyata baru sebagian

kecil yang diekspor; antara lain rotan manau, rotan tohiti , rotan irit , rotan sega,

rotan semambu, rotan pulut putih, rotan pulut merah yang kesemuanya ini

termasuk dalam kelompok calamus (Erwinsyah, 1999) .

Potensi produksi rotan Indonesia sangat besar. Indonesia menempati

urutan pertama (75,5%) dalam produksi rotan dunia, urutan berikutnya adalah

Malaysia (8,5%), Thailand (7,5%), Filipina (6,6%) dan sisanya (1,9%) diproduksi

oleh negara-negara lain. Produksi rotan Indonesia sebagian besar (90%) diekspor

ke pasar dunia. Ekspor rotan Indonesai tersebut berupa rotan mentah, rotan

setengah jadi, dan barang jadi rotan. Penerimaan devisa rotan menempati urutan

kedua setelah kayu dalam ekspor hasil hutan (Muhdi, 2008).

Keberadaan sumber daya rotan yang hampir merata di seluruh wilayah

Indonesia merupakan suatu peluang dan tantangan bagi daerah setempat untuk

(20)

pembangunan daerah dan untuk modal kesejahteraan masyarakat dan modal bagi

pembangunan ekonomi nasional. Dari beberapa tempat penghasil rotan yang

tersebar di Indonesia, terutama di Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan Irian jaya

diketahui bahwa kemampuan produksi rotan adalah berkisar antara 250.000 ton

sampai dengan 600.000 ton pertahunnya. Bahkan di Kalimantan Selatan dan

Kalimantan Timur rotan tanaman merupakan penghasil yang sangat penting.

Pernah dilaporkan bahwa seluas 30% hutan di Kalimantan Timur merupakan

daerah yang ditumbuhi rotan (Hartono, 1998).

Kegunaan Rotan

Rotan secara umum dapat digunakan sebagai bahan untuk mebeler atau

furniture, tetapi kenyataannya bagi yang menyenangi bahan dan produk dari rotan

dapat digunakan hampir disemua segi kehidupan manusia seperti konstruksi

rumah, isi rumah, perkantoran, jembatan, keranjang, tikar, lampit, tali, dll. Rotan

merupakan sumber devisa yang sangat besar bagi negara karena Indonesia adalah

satu satunya negara terbesar penghasil rotan didunia, rotan sebagai bahan baku

pabrik atau industri, home industri, sumber mata pencaharian dan meningkatkan

tarap hidup dan perekonomian masyarakat, terutama masyarakat sekitar hutan

(Maryana, 2010).

Produk tanaman rotan yang paling penting adalah batangnya. Batang rotan

yang sudah tua banyak dimanfaatkan untuk bahan baku kerajinan dan perabot

rumah tangga. Batang yang muda digunakan untuk sayuran, akar dan buahnya

untuk bahan obat tradisional. Getah rotan dapat digunakan untuk bahan baku

pewarnaan pada industri keramik dan farmasi. Manfaat tidak langsung dari rotan

(21)

peranannya dalam membentuk budaya, ekonomi, dan sosial masyarakat. Batang

rotan dapat dibuat bermacam-macam bentuk perabot rumah tangga atau

hiasan-hiasan lainnya. Misalnya mebel, kursi, rak, penyekat ruangan, keranjang, tempat

tidur, lemari, lampit, sofa, baki, pot bunga, dan sebagainya. Selain itu, batang

rotan juga dapat digunakan untuk pembuatan barang-barang anyaman untuk

dekorasi, tas tangan, kipas, bola takraw, karpet, dan sebagainya

(Januminro, 2000).

Pemanfaatan Rotan

Sebagai komoditi yang mulai dapat diandalkan untuk penerimaan negara,

rotan telah dipandang sebagai komoditi perdagangan hasil hutan non-kayu yang

cukup penting bagi Indonesia. Produk rotan ini juga telah menambah penerimaan

ekspor unggulan selain minyak dan gas bumi, serta dapat disejajarkan dengan

penerimaan ekspor utama pertanian lainnya seperti kopi, karet dan minyak sawit.

Disamping itu, industri rotan juga memenuhi persyaratan pengembangan ekspor

bukan migas karena: (a) memanfaatkan sumberdaya dalam negeri, (b) dapat

memperbesar nilai tambah, (c) dapat bersaing di pasar dunia, (d) dapat menyerap

tenaga kerja (Muhdi, 2008).

Dewasa ini nilai rotan begitu tinggi sehingga setiap batang dari spesies

yang komersial atau bernilai tinggi selalu di panen akibat dari jalan untuk

penebangan kayu membuka kawasan kawasan yang semula sukar dicapai

sekarang sudah terbuka. Pengumpul rotan dapat memasuki kawasan hutan dan

memanen rotan dari dalam kawasan yang luas. Bahkan setelah diterbitkan ijin dan

(22)

menunjukan bahwa panen dilakukan tanpa memperhatikan kelestarian sumber

daya (Maryana, 2010).

Dalam pengolahan rotan masih belum cukup memperlihatkan daya saing

yang tinggi. Desain yang dimiliki masih belum begitu berkembang dari bentuk

furniture, keranjang, alat olahraga dan beberapa bentuk produk lainnya. Hal ini

diduga karena pemerintah dan instansi lain terkait di daerah masih belum

menunjukkan perhatian yang serius sebagaimana perhatian yang selama ini telah

diberikan kepada produk hasil hutan lainnya terutama kayu. Sebagaimana

diketahui kayu masih dipakai sebagai barometer keberhasilan ekspor hasil hutan

Indonesia (Sumadiwangsa, 2008).

Pemanfaatan hasil rotan alam dan rotan tanaman cukup berpeluang untuk

meningkatkan penerimaan ekspor. Beberapa perubahan kebijakan pemerintah

yang dilakukan akhir-akhir ini telah memberikan harapan bagi peningkatan

penerimaan ekspor rotan Indonesia, sebagaimana dilaporkan bahwa ternyata

hasilnya telah menempatkan Indonesia menjadi ekportir produk rotan yang cukup

berhasil pada tahun 1991. Namun demikian walaupun telah terjadi peningkatan

penerimaan ekspor namun di sisi lain masalah yang dihadapi oleh para petani,

pengrajin, industri pengolah rotan dan pedagang rotan di lapangan, menjadikan

memanfaatkan rotan masih sangat rendah dan bahkan sering tidak menarik lagi

bagi para petani (Hartono, 1998).

Keberadaan industri pengolahan rotan akan sangat tergantung kepada

kondisi pasar. Apabila kondisi pasar mendukung, maka perlu terus didukung oleh

kelancaran bahan baku. Keberadaan rotan alam pada saat ini adalah sangat

(23)

ditambah lagi dengan tekanan yang cukup serius akibat semakin meningkatnya

kebutuhan bahan baku rotan itu untuk pemenuhan kapasitas terpasang industri

(Erwinsyah, 1999).

Pengolahan Rotan dan Produknya

Pengolahan rotan adalah pengerjaan lanjutan dari rotan bulat (rotan asalan)

menjadi barang setengah jadi dan barang jadi atau siap dipakai atau dijual.

Pengolahan dalam industri yaitu proses pemisahan rotan bulat menjadi

bagian-bagian rotan seperti kulit dan hati, masing-masing bagian-bagian tersebut diolah lagi

sesuai tujuan dan pemanfaatannya. Pengolahan rotan terdiri pengolahan rotan

berdiameter kecil (< 18 mm) dan rotan berdiamerter besar (> 18 mm).

Pengolahan rotan asalan

a. Penggorengan

Tujuan penggorengan adalah untuk menurunkan kadar air agar cepat

kering dan juga untuk mencegah terjadinya serangan jamur. Cara

penggorengannya adalah potongan-potongan rotan tersebut diikat menjadi suatu

bundelan, kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang sudah disiapkan campuran

solar dengan minyak kelapa.

b. Penggosokan dan pencucian

Setelah rotan digoreng, ditiriskan beberapa menit, kemudian digosok

dengan kain perca (sabut kelapa) atau karung goni yang dicampur dengan serbuk

gergaji, agar sisa kotoran terutama getah yang masih menempel pada kulit rotan

dapat dilepaskan, sehingga kulit rotan menjadi bersih dan akan dihasilkan warna

(24)

air bersih sambil digosok dengan sabut kelapa untuk membersihkan kotoran yang

melekat pada batang.

c. Pengeringan

Setelah rotan dicuci lalu dikeringkan dengan cara dijemur pada panas

matahari sampai kering dengan kadar air berkisar 15% - 19%. Pengeringan dapat

dilakukan dengan menjemur rotan langsung pada terik matahari.

d. Pelurusan dan pemotongan

Sebagian besar rotan secara alami tidak ada yang lurus sempurna, terutama

rotan yang berdiameter besar. Pelurusan rotan dilakukan pada jenis rotan

berdiameter besar yang secara alamiah tidak lurus. Pelurusan rotan dilakukan

dengan alat yang dibuat dari sebatang balok ukuran 10 cm x 10 cm, panjang 1,25

m, dan pada bagian atas diberi lubang koakan untuk memasukkan dan meluruskan

rotan. Pemotongan dilakukan untuk menyeragamkan ukuran rotan secara

keseluruhan sesuai dengan syarat dan kualitas yang ditentukan/diinginkan.

e. Pengawetan/pemutihan rotan

Pengawetan atau pemutihan rotan bertujuan untuk mengurangi kerusakan

dan kemunduran kualitas akibat senyawa berbagai organisme perusak.

Pengawetan rotan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:

1. Perendaman pada air yang mengalir

2. Perendaman dalam larutan pengawet/pemutih

3. Perebusan dalam larutan bahan pengawet

f. Pengasapan

Pengasapan bertujuan memasukkan asap belerang ke dalam pori-pori rotan

(25)

terlalu lama dan untuk meningkatkan warna mutu rotan. Lama pengasapan kurang

lebih 12-24 jam, tetapi dapat ditambah apabila warna rotan belum cukup putih.

g. Sortasi kualitas

Sortasi kualitas bertujuan untuk menentukan kelas dan kualitas rotan

sesuai dengan standar yang berlaku atau syarat yang ditentukan menyangkut

diameter, warna, cacat dan lain sebagainya.

h. Pengikatan, penimbangan, dan pembungkusan

Setelah rotan disortir menurut diameter dan tingkat kualitasnya, rotan

tersebut diikat dan ditimbangkan menjadi beberapa unit berat berdasrakan jenis

rotan, kualitas, dan ukurannya masing-masing. Selanjutnya, rotan yang sudah

ditimbang dan diikat dibungkus agar tidak terkena kotoran.

Pengolahan rotan menjadi barang jadi

Proses pembuatan barang jadi sangat tergantung pada kreasi, imajinasi dan

keterampilan pembuatannya. Bentuk produk barang jadi dari bahan baku rotan

perlu memperhatikan beberapa faktor teknis, antara lain sebagai berikut:

a. Aspek kenyamanan dan keselamatan fisiologis manusia yang akan

memanfaatkan dan mempergunakannya.

b. Efisiensi penggunaan bahan, material, tenaga kerja dalam proses

produksinya.

c. Hasil olahan harus mencerminkan dan menampilkan keindahan dan

estetika.

d. Bahan baku yang digunakan harus sesuai dan serasi dengan bentuk

(26)

Cara membuat mebel rotan a. Proses perancangan

Proses perancangan merupakan proses imajinasi bentuk produk yang ingin

dibuat. Proses perancangan dapat pula berupa kreasi terhadap bentuk yang sudah

ada.

b. Pembentukan dan pembuatan tipe mebel

Pembentukan dan pembuatan tipe mebel dilakukan melalui tahap-tahap berikut:

1. Proses pengukuran

Rotan yang akan dipakai untuk komponen pembuatan mebel disiapkan,

kemudian diukur secara teliti sesuai dengan ukuran yang tercantum dalam gambar

prototipe. Rotan yang dipakai untuk membuat mebel dapat berupa gabungan

antara rotan poles halus berkulit atau tanpa kulit dari kelompok rotan berdiameter

besar yang digunakan untuk rangka.

2. Pemotongan

Pemotongan perlu memperhatikan tanda atau coretan sebagai hasil

pengukuran. Alat yang diperlukan untuk memotong rotan adalah gergaji.

3. Pembengkokan

Alat yang diperlukan untuk membengkokkan rotan adalah engkol (catok),

meja kerja, kompor gas/semprot, dan steaming oven. Ada beberapa kerusakan

pada proses pembengkokan, seperti pecah, patah dan putusnya serat pada bagian

permukaan yang dilengkungkan

4. Perakitan

Perakitan adalah penggabungan potongan atau bahan-bahan komponen

(27)

pembantu, antara lain lem kayu, paku (scrop, paku biasa) dan paku T Nedle.

Pelaksanaan perakitan dilakukan dengan cara merangkai potongan-potongan rotan

dengan mengacu pada bentuk gambar yang telah dibuat baik ukuran, bentuk, letak

dan posisinya.

5. Pengikatan

Dilakukan untuk menambah kekuatan dan keindahan bentuk mebel.

Bagian yang perlu diikat adalah sambungan-sambungan yang bentuk ikatannya

disesuaikan dengan bentuk sambungan dan mengikuti sambungan yang ada.

6. Finishing

Finishing adalah penyempurnaan hasil akhir suatu produk barang jadi

mebel rotan. Proses finishing yang dilakukan dengan baik akan menghasilkan

bentuk akhir yang indah dan menarik. Kegiatan finishing dapat berupa pewarnaan,

pemberian tambahan anyaman atau jok (Januminro, 2000).

Gambar 1. Beberapa produk rotan

Perkembangan Industri Rotan di Indonesia

Industri pengolahan barang jadi dari rotan masih terbatas pada industri rakyat

(28)

Barang-barang dari rotan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan umumnya

dihasilkan melalui proses industri yaitu kerajinan. Ciri khas hasil kerajinan yang

berbentuk karya seni dihasilkan melalui keterampilan. Di Indonesia orang-orang

yang terampil membuat kerajinan disebut perajin, yang jumlahnya cukup banyak

dan peralatan yang digunakan sangat sederhana.

Pertumbuhan kerajinan relatif tidak banyak dipengaruhi oleh teknologi

industri. Pengaruh teknologi industri hanya dirasakan dari segi pengadaan bahan

baku. Karena keterbatasan penggunaan teknologi industri ini, maka

pengembangan kerajinan rotan rotan akan tetap banyak menyerap tenaga kerja.

Modal utama industri kerajinan rotan di Indonesia adalah keterampilan dan

kreativitas seni yang dapat dikembangkan melalui latihan-latihan. Masyarakat

Indonesia memiliki potensi cukup besar di bidang seni kriya rotan. Hal ini dapat

dilihat dari hasil kerajinan rotan dengan bentuk dan desain yang beraneka ragam.

Secara garis besar industri kerajinan rotan di Indonesia dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu:

1. Industri Nonmekanis

Industri nonmekanis terdiri atas industri kerajinan rakyat dan industri

barang jadi yang pertumbuhannya tidak tergantung pada ketersediaan

bahan baku di satu daerah saja, tetapi lebih tergantung pada keterampilan

dan keahlian tenaga kerja.

2. Industri Mekanis

Industri mekanis tumbuh di pusat-pusat produksi rotan. Hasil produksi

industri mekanis adalah barang bahan setengah jadi

(29)

Ekspor Rotan

Departemen Perindustrian mendesak ekspor rotan mentah ditutup karena

ekspor rotan akan mematikan industri mebel dan kerajinan berbasis rotan dalam

negeri. Indonesia merupakan produsen rotan alam terbesar di dunia dengan 22

jenis rotan alam. Banyak produsen lebih memilih mengekspor rotan karena

tingginya harga dan permintaan bahan baku dari luar negeri. Hal ini disebabkan

karena industri mebel dunia sangat tergantung pada suplai bahan baku dari

Indonesia (Wardhana, 2010).

Dalam memasarkan rotan, Indonesia mempunyai kekuatan dan kelemahan.

Kekuatannya adalah posisi yang dominan untuk menghasilkan bahan baku dan

tenaga kerja yang murah, sedangkan kelemahannya mencakup tingkat

keterampilan dari tenaga penghasil, kurangnya penguasaan atas selera konsumen

dan kalah bersaing dengan negara pengekspor barang jadi.

Kegiatan ekspor akan tetap menempati peranan penting sebagai penggerak

ekonomi dalam negeri. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya usaha untuk

mendorong kegiatan ekspor, baik yang dilakukan pemerintah maupun pengusaha

misalnya dengan dikeluarkannya kebijaksanaan perdagangan luar negeri seperti

dikeluarkannya tata niaga ekspor komoditas tertentu dan kebijaksanaan lain.

Kebijaksanaan perdagangan di samping berorientasi pasar juga memperkuat

sektor produksi (Admin, 2009).

Dalam rangka membuka kesernpatan ekspor secara terkendali bagi produk

rotan setengah jadi yang bahan bakunya berasal dari rotan hutan alam dengan

tetap mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan industri dalam negeri,

(30)

a. Untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat petani/pengumpul rotan

di daerah penghasil rotan untuk memperoleh manfaat dari hasil sumber

daya alam daerah mereka sendiri.

b. Untuk mempertahankan kelangsungan pasokan bahan baku rotan yang

diperlukan oleh industri barang jadi rotan di dalam negeri dengan cara

menetapkan suatu batas maksimum rotan yang dapat diekspor.

c. Untuk tetap menjaga kelestarian tanaman rotan serta kelestarian alam di

daerah penghasil rotan.

(Departemen Perdagangan, 2007).

Kebijakan Pemerintah Mengenai Ekspor Rotan

Pada tahun 1986, pemerintah telah mengeluarkan surat keputusan tentang

Tata Niaga Rotan melalui Surat Keputusan Menteri Perdagangan

No.274/Kp/X/1986 dengan materi utamanya berupa pelarangan ekspor rotan

bahan mentah. Kemudian, dengan pertimbangan bahwa industri rotan barang jadi

di dalam negeri telah berkembang dengan baik sejak diberlakukan Tata Niaga

Rotan maka dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan No.179/Kp/VI/92

tanggal 8 Juni 1992 tentang Ketentuan Ekspor Rotan yang materi utamanya

adalah pencabutan larangan ekspor rotan mentah dan rotan setengah jadi.

Upaya Menteri Perdagangan menjembatani pro dan kontra ekspor rotan

dengan mengeluarkan Permendag Nomor 36/M-DAG/PER/8/2009 tanggal 11

Agustus 2009, dalam upaya (i) untuk menjamin pasokan bahan baku bagi industri

dalam negeri dengan tetap (ii) menjamin petani/pengumpul mendapatkan manfaat

serta sekaligus (iii) menjaga kelestarian rotan; patut didukung. Namun yang diatur

(31)

justru berapa yang boleh diekspor. Walaupun jumlah rotan yang boleh diekspor

sudah ditetapkan, namun ijin ekspor hanya diberikan kepada perusahaan yang

berdomisili di daerah penghasil rotan saja. Hal ini berarti banyak

petani/pengumpul rotan di banyak daerah penghasil rotan akan sulit menjual

rotannya hanya karena di daerahnya tidak terdapat eksportir rotan

(Sumardjani, 2009).

Analisis Kelayakan Ekonomi

Studi kelayakan usaha adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu

usaha/proyek dilaksanakan dengan berhasil. Pengertian keberhasilan ini mungkin

bisa ditafsirkan agak berbeda-beda. Ada yang mengartikan dalam artian yang

lebih terbatas, terutama digunakan oleh pihak swasta yang lebih berminat tentang

manfaat ekonomi suatu investasi, sedangkan bagi pihak pemerintah atau lembaga

non-profit, pengertian menguntungkan bisa dalam arti yang lebih relatif. Proyek

yang diteliti bisa proyek raksasa sampai proyek sederhana. Semakin besar proyek

yang akan dijalankan semakin luas dampak yang terjadi baik dampak ekonomi

maupun sosial (Suad dan Suwarsono, 2000).

Suatu usaha dikatakan baik dan layak untuk ditekuni bila dalam

perhitungan kelayakan usaha memenuhi keriteria. Adapun beberapa perhitungan

yang digunakan untuk menilai kelayakan usaha antara lain Break Event Point

(BEP) dan B/C ratio.

Analisis break event adalah suatu analisis yang bertujuan untuk

menemukan satu titik, dalam unit atau rupiah, yang menunjukkan biaya sama

dengan pendapatan. Dengan mengetahui break even ini diharapkan pada volume

(32)

tidak untung. Analisis ini memerlukan estimasi mengenai biaya tetap, biaya

variabel, dan penjualan. Contoh dari biaya tetap adalah biaya depresiasi, pajak

bumi dan bangunan, bunga kredit, dan gaji pimpinan, sedangkan contoh dari biaya

variabel adalah biaya tenaga kerja langsung, biaya material, biaya utiliti. Dan

untuk pendapatan diasumsikan berbentuk linier dimana besarnya bertambah

sesuai dengan pertambahan volume penjualan. Sedangkan metode R/C ratio

merupakan perbandingan antara penerimaan total dan biaya total, yang

menunjukkan nilai penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan

(Aswoko, 2009).

Analisis ekonomi suatu proyek tidak hanya memperhatikan manfaat yang

dinikmati dan pengorbanan yang ditanggung oleh perusahaan, tetapi oleh semua

pihak dalam perekonomian. Sedangkan analisis yang hanya membatasi manfaat

dan pengorbanan dari sudut pandang perusahaan disebut sebagai analisis

keuangan atau analisis finansial (Suad dan Suwarsono, 2000).

Gambaran Umum Perusahaan

Perusahaan CV. Haramas yang berlokasi di Jl. Bunga Rampai No. 7,

Simalingkar B, Medan berdiri pada tanggal 13 November 2003. Berdirinya

perusahaan ini atas dasar inisiatif pengusaha yang telah berpengalaman dalam

pembuatan mebel rotan. Perusahaan CV. Haramas bekerja sama dengan

perusahaan Jaya Parna Mandiri (JPM) yang menjadi pemasok bahan baku bagi

perusahaan ini.

Sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan rotan,

CV. Haramas secara terus menerus berusaha meningkatkan desain produk agar

(33)

agar keberlangsungan perusahaan dapat terjaga. Hal ini dapat dicapai apabila

seluruh komponen yang ada dalam perusahaan bekerjasama membentuk jaringan

kerja yang teroganisir sehingga stabilitas perusahaan benar-benar dapat terjaga

dengan baik.

Tujuan CV. Haramas

Tujuan didirikannya CV. Haramas antara lain:

1. Memajukan industri rotan dengan kualitas dan desain terbaik

2. Untuk memberikan kontribusi dalam pendapatan devisa negara, khususnya

dari ekspor perusahaan

3. Menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan/kesejahteraan

masyarakat di sekitar lingkungan perusahaan.

Perusahaan CV. Haramas menggunakan rotan sebagai bahan baku dalam

produksinya. Bahan baku tersebut diolah dengan menggunakan mesin-mesin

produksi. Rotan dipilih karena sifatnya yang kuat, lentur dan menarik. Selain itu

tim kelola perusahaan telah berpengalaman dalam pengelolaan produk rotan.

Struktur perusahaan

Struktur organiasasi pada CV. Haramas sangat sederhana yang berbentuk

garis. Wewenang dari atas ke bawah, sedang tanggung jawab bergerak dari bawah

ke atas. Struktur perusahaan CV. Haramas dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur perusahaan CV. Haramas Pimpinan

Administrasi

Mandor

(34)

Tenaga kerja

Tenaga kerja di CV. Haramas hanya berjumlah 15 orang. Sistem

penggajian tenaga kerja di CV. Haramas ada dua yaitu sistem harian dan

borongan. Sistem harian menerima gaji setiap minggu, sedangkan sistem

borongan menerima gaji setiap bulan. Sistem borongan identik dengan mengejar

target. Pada Tabel 1 disajikan data umum tenaga kerja berdasarkan sistem

penggajian.

Tabel 1. Data umum tenaga kerja berdasarkan sistem gaji

Sistem Gaji Jumlah Upah/hari

Harian 8 orang Rp 60.000,00

Borongan 7 orang Rp 70.000,00

Tenaga kerja CV. Haramas berasal dari daerah setempat, sehingga dengan

adanya CV. Haramas di daerah tersebut memberikan kontribusi dalam

meningkatkan pendapatan masyarakat. Bekerja di pabrik rotan ini adalah

pekerjaan utama bagi para tenaga kerja.

Selama ± 8 tahun berproduksi, salah satu kendala produksi perusahaan

adalah penyesuaian orderan yang tidak tetap dengan jumlah tenaga kerja dan

bahan baku yang harus disediakan. Untuk mengatasi kendala tersebut perusahaan

terkadang melakukan subkontrak pembuatan produk terhadap perusahaan atau

usaha rumah tangga yang lain. Subkontrak dalam hal ini berarti menggaji usaha

(35)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di CV. Haramas, Jl. Bunga Rampai No 7,

Simalingkar B, Medan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai

April 2011.

Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan adalah kamera digital dan perangkat

komputer. Bahan yang digunakan adalah kuisioner.

Responden

Responden dalam penelitian ini adalah pimpinan, staf administrasi dan

tenaga kerja dari CV. Haramas. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah

bahan baku, proses produksi, dan produk. Parameter pendukung yaitu peralatan

yang digunakan dalam proses produksi.

Metode Pengambilan Data

Data yang dibutuhkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh melalui observasi (pengamatan langsung), wawancara dan

kuisioner.

Data primer yang dibutuhkan meliputi data umum tenaga kerja, teknis

pengolahan kerajinan, biaya produksi, upah tenaga kerja, modal dan produk yang

dihasilkan serta data pendukung lainnya. Data sekunder yang dibutuhkan meliputi

data umum perusahaan dan data pendukung lainnya yang diperoleh melalui studi

(36)

Analisis Data

Aspek sosial ekonomi dalam penelitian ini dianalisis dengan tabulasi data

umum tenaga kerja yang diperoleh dari CV. Haramas. Data umum tenaga kerja

dikelompokkan dan disusun berdasarkan karakteristiknya.

1. Proses produksi

Untuk mengetahui proses produksi rotan di CV. Haramas diperoleh

dengan observasi (pengamatan langsung), wawancara dan kuisioner yang

dibagikan kepada para responden.

2. Tingkat kelayakan produk

Menurut Aziz (2003) untuk mengetahui tingkat kelayakan dari berbagai

produk hal pertama yang dilakukan adalah menganalisis biaya dan pendapatan.

Setelah mengetahui biaya dan pendapatan dilanjutkan dengan pemakaian metode

R/C Ratio dan Break Event Point (BEP).

a. Analisis biaya dan pendapatan

Dalam analisis biaya dan pendapatan dilakukan perhitungan biaya

produksi total (biaya tetap total dan biaya variabel total). Setelah mengetahui

biaya produksi dihitung penerimaan dan keuntungan.

Menurut Aziz (2003) rumus perhitungan biaya produksi, penerimaan dan

keuntungan adalah sebagai berikut:

Biaya produksi: TC = TFC + TVC

Keterangan: TC = total cost (biaya total)

TFC = total fixed cost (biaya tetap total )

TVC = total variabel cost (biaya tidak tetap total)

(37)

Keterangan: TR = total revenue (penerimaan total)

P = price per unit (harga jual per unit)

Q = quantity (jumlah produksi)

Keuntungan = TR – TC

Keterangan: TR = total revenue (penerimaan total)

TC = total cost (biaya total)

b. Revenue Cost Ratio (R/C)

Metode R/C ratio merupakan perbandingan penerimaan dengan biaya yang

dikeluarkan. Menurut Kuswadi (2006) untuk menghitung R/C ratio dapat

dirumuskan sebagai berikut.

RC = TR TC

Keterangan: TR = total revenue (penerimaan total)

TC = total cost (biaya total)

Kriteria penilaian R/C ratio:

R/C < 1 = produk tidak layak secara ekonomi

R/C > 1 = produk layak secara ekonomi

c. Pendekatan Break Event Point (BEP)

Analisis Break Event Point adalah suatu analisis yang bertujuan untuk

menemukan satu titik, dalam unit atau rupiah, yang menunjukkan biaya sama

dengan pendapatan. Menurut Aswoko (2009) perhitungan BEP (konsep titik

impas) dapat dilakukan dengan dua rumus yaitu:

- BEP Biaya Produksi = Biaya Total Harga Produk

(38)

3. Produk yang paling layak

Menurut Aswoko (2009) beberapa kriteria produk yang paling layak secara

ekonomi antara lain:

1. Keuntungan tertinggi

2. Nilai R/C > 1

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bahan Baku

Perusahaan CV. Haramas menggunakan bahan baku rotan. Jenis rotan

yang digunakan antara lain Rotan manau (Calamus manan), Rotan sega (Calamus

caesius), Rotan cacing batu (Calamus melanoloma) dan Rotan batu lantai

(Calamus sp). Pada Tabel 2 disajikan volume pembelian bahan baku pada bulan

April 2011.

Tabel 2. Volume pembelian bahan baku rotan di CV. Haramas Bulan April 2011

No Jenis Rotan Volume Pembelian Harga Beli

1 Rotan manau (Calamus manan) 3000 batang Rp 14.000,00/btg

2 Rotan sega (Calamuscaesius) 1, 5 ton Rp 11.000,00/kg

3 Rotan cacing batu (Calamus

melanoloma)

1 ton Rp 10.000,00/kg

4 Rotan batu lantai (Calamus sp) 2 ton Rp 5.500,00/kg

Rotan cacing batu dan rotan batu lantai merupakan persediaan bahan baku.

Pada bulan April 2011 kedua jenis rotan ini tidak digunakan. Proses produksi

pada bulan April 2011 hanya menggunakan rotan manau dan rotan sega.

Bahan baku diperoleh melalui supplyer (pemasok) yaitu perusahaan Jaya

Parna Mandiri (JPM). Perusahaan JPM memperoleh bahan baku dari berbagai

daerah seperti Tele (Kab. Samosir), Sorkam (Kab. Tapteng) dan Sarula (Kab.

Taput). Selain itu ada juga yang diperoleh dari Provinsi Kalimantan Selatan

(Banjarmasin) dan Sumatera Barat (Padang). Bahan baku dari pemasok

merupakan bahan baku yang sudah matang sehingga tidak ada perlakuan

(40)

batangnya. Batang yang digunakan adalah batang yang sudah tua

(Januminro, 2000).

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 3. (a) Rotan manau, (b) rotan sega, (c) rotan cacing batu, (d) rotan batu lantai

Pengangkutan bahan baku dilakukan dengan menggunakan truk. Hal ini

dilakukan untuk menghemat waktu dan dana, karena dengan menggunakan truk

diharapkan mampu mengangkut rotan dalam volume yang besar. Bahan baku

diangkut dari pemasok ke perusahaan untuk selanjutnya dilakukan proses

produksi.

Produksi

Rotan merupakan produk hasil hutan bukan kayu yang berperan penting

(41)

sebagai produsen utama rotan, kini bukan lagi sebagai pemasok bahan baku bagi

industri mebel rotan di luar negeri, tetapi sudah beralih menjadi pemasok mebel

rotan dan barang kerajinan (Muhdi, 2008). Salah satu contoh perusahaan pemasok

mebel dan barang kerajianan rotan adalah CV. Haramas.

Proses produksi rotan di CV. Haramas dilakukan secara

berkesinambungan. Artinya proses produksi dilakukan secara terus menerus. Hal

ini dilakukan untuk memenuhi orderan (pesanan).

Mesin produksi

Mesin-mesin produksi rotan yang digunakan dalam proses produksi di

CV. Haramas cukup banyak dan memadai. Mesin-mesin ini memiliki standar

pakai (umur) masing-masing. Mesin-mesin yang digunakan dalam proses

produksi disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Mesin-mesin produksi di CV. Haramas

No Jenis Mesin Produksi Penggunaan Jumlah

(Unit)

1 Alat Pengisap Debu Alat untuk mengisap debu pada proses

pewarnaan

1

2 Compressor Alat untuk menciptakan gas untuk

menjalankan mesin-mesin produksi

2

3 Genset Alat untuk pembangkit tenaga listrik 1

4 Bandling Alat untuk membengkokkan rotan sesuai

dengan bentuk/desain yang diinginkan

1

5 Steam Alat untuk memanaskan potongan rotan

agar lebih mudah dibengkokkan

1

6 Gan Alat penyemprot warna dan vernis pada

produk rotan

1

7 Tembak Max Alat untuk menembakkan staples untuk

mengikat persambungan rotan

2

8 Bor Duduk Alat untuk membuat lubang sekrup pada

produk (langsung diletakkan di tanah)

2

9 Bor Sekrup Alat untuk membuat lubang sekrup pada

produk (tidak terletak di tanah)

4

10 Bor Korek Alat untuk membuat lubang sekrup dengan

ukuran yang lebih kecil

4

(42)

Peralatan yang ada di CV. Haramas semuanya dalam keadaan baik. Hal ini

dikarenakan perusahaan menggunakan proses produksi kontinyu, yaitu

perusahaan melakukan proses produksi secara berkesinambungan. Sehingga

apabila ada peralatan yang rusak segera diperbaiki agar proses produksi tidak

terhambat. Karena apabila proses produksi berhenti, pesanan tidak akan terpenuhi.

Produk

Proses pembuatan rotan menjadi barang jadi sangat tergantung pada

kreasi, imajinasi dan keterampilan pembuatnya (Januminro, 2000). Desain atau

bentuk yang lebih kreatif akan diminati banyak orang. Bahan baku yag digunakan

juga harus disesuaikan dengan bentuk produknya.

Produksi di CV. Haramas tergantung pada pesanan (orderan). Bentuk

produk yang diproduksi disesuaikan dengan permintaan pembeli (buyer).

Perusahaan CV. Haramas tidak melakukan promosi produk karena CV. Haramas

memproduksi berdasarkan pesanan.

Pada bulan April 2011 pesanan produk di CV. Haramas ada tiga yaitu

Kode 259 t, Kode 259 dan Kode 262. Pemberian kode pada produk ini adalah

untuk mempermudah perusahaan dalam proses produksi. Masing-masing jumlah

produksi dari produk adalah 200 unit, jadi jumlah seluruh produksi pada bulan

April 2011 adalah 600 unit. Pada Tabel 4 disajikan harga produk dan volume

produksi di CV. Haramas pada bulan April 2011.

Tabel 4. Harga produk dan volume produksi

No Kode Produk Harga Produk Volume Produksi

1 259 t Rp 145.000,00 200 unit

2 259 Rp 205.000,00 200 unit

(43)

Kode 259 t Kode 259

Kode 262

Gambar 4. Pesanan produk rotan pada Bulan April 2011 di CV. Haramas

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa produk yang paling mahal adalah

produk dengan kode 262 yaitu Rp 215.000,00. Hal ini dikarenakan bahan baku

yang digunakan untuk produk ini lebih banyak dibandingkan dengan produk

lainnya.

Proses produksi

Beberapa langkah dalam proses produksi mebel rotan di CV. Haramas

antara lain:

1. Pengukuran

Rotan yang akan dipakai untuk pembuatan kursi atau meja disiapkan dan

(44)

Rotan yang dipakai dan diukur adalah rotan setengah jadi yang diperoleh langsung

dari pemasok. Pada proses pengukuran peralatan yang digunakan antara lain

meteran dan pensil.

2. Pemotongan

Dalam proses pemotongan dilakukan dengan mengikuti tanda-tanda yang

dibuat dalam pengukuran. Tanda-tanda pengukuran dibuat dengan menggunakan

pensil. Alat yang diperlukan adalah gergaji baik gergaji elektrik maupun gergaji

manual.

3. Pembengkokan (Bandling)

Setelah dilakukan pemotongan rotan, langkah selanjutnya adalah

pembengkokan rotan sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Sebelum dilakukan

pembengkokan, potongan-potongan rotan dimasukkan ke dalam steam selama ± 5

menit. Hal ini dilakukan agar jaringan rotan menjadi lunak sehingga mudah untuk

dibengkokkan . Alat yang digunakan dalam proses pembengkokan adalah steam,

meja kerja dan engkol.

Pada saat pembengkokan terkadang terdapat kerusakan pada bahan baku

yaitu pecah ataupun patah. Menurut para pekerja hal ini terjadi karena kurang

hati-hati. Hal ini sesuai dengan pernyataan Januminro (2000) yaitu terdapat

beberapa kerusakan pada proses pembengkokan, seperti pecah, patah dan

putusnya serat pada bagian permukaan yang dilengkungkan. Kerusakan dalam

proses pembengkokan dapat terjadi apabila tidak dilakukan dengan hati-hati. Oleh

karena itu dalam proses ini dibutuhkan tenaga kerja yang benar-benar mengerti

(45)

(a) (b) Gambar 5. (a) Steaming, (b) Proses pembengkokan

4. Perakitan (Assembling)

Sebelum melakukan perakitan potongan-potongan rotan harus disesuaikan

dengan mal (cetakan). Perakitan merupakan proses penggabungan

potongan-potongan rotan yang sudah dipotong dan dibengkokkan. Beberapa peralatan yang

digunakan dalam proses perakitan adalah bor (melobangi dan memasukkan sekrup

agar sambungan rotan lebih kuat), staples dan tembak max. Tembak max

digunakan untuk menembakkan staples pada sambungan rotan agar sambungan

tersebut kuat.

5. Penganyaman

Beberapa peralatan yang digunakan dalam penganyaman yaitu tembak

max dan tali pengikat rotan. Tali pengikat rotan digunakan untuk menambah

kekuatan dan keindahan bentuk produk.

6. Pembersihan

Pembersihan dilakukan untuk membuang sisa serabut rotan (apabila ada

yang tersisa). Kertas pasir adalah salah satu bahan yang digunakan dalam

pembersihan produk dengan cara mengasah pada bagian yang memiliki serabut

(46)

Tujuan dari pemasangan sepatu ini adalah untuk menghindari kontak langsung

rotan dengan lantai. Selain itu dengan pemasangan sepatu akan membuat produk

lebih menarik.

7. Finishing

Finishing adalah penyempurnaan hasil akhir suatu produk barang jadi

rotan. Kegiatan pada proses ini yaitu pewarnaan dan vernis. Alat yang digunakan

dalam proses pewarnaan dan vernis adalah gan (alat penyemprot). Setelah proses

pewarnaan dan vernis, produk rotan dikeringkan ± 20 menit. Setelah proses

finishing dilakukan juga check-in ulang, untuk memastikan sekrup, sepatu dan

yang lainnya pada produk tersebut terpasang dengan baik sehingga tidak

mengecewakan konsumen.

(a) (b)

Gambar 6. (a) Pewarnaan dan vernis, (b) pengeringan

8. Pengemasan

Setelah seluruh produk di check-in maka dilakukan pengemasan. Pada

umumnya bagian yang dikemas hanya bagian ujung kaki kursi dan meja. Setelah

(47)

Berdasarkan pengamatan di lapangan proses pembuatan kerajinan rotan

masih tetap banyak yang menggunakan keterampilan tangan. Pengaruh teknologi

industri hanya dirasakan dari segi pengadaan bahan baku. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Januminro (2000) yang menyatakan bahwa pertumbuhan kerajinan

relatif tidak banyak dipengaruhi oleh teknologi industri. Pada proses produksi

terutama dalam menganyam rotan masih menggunakan cara sederhana (secara

manual). Meskipun pengolahan dilakukan secara sederhana kerajinan rotan di

CV. Haramas memiliki kualitas yang baik dan bentuk atau desain yang menarik

konsumen.

Biaya produksi

Besarnya biaya produksi dipengaruhi oleh tingkat pemakaian bahan baku

pembantu serta produktivitas tenaga kerja. Biaya produksi terdiri dari biaya tidak

tetap dan biaya tetap. Biaya tidak tetap merupakan biaya yang terkait langsung

dengan proses pengolahan rotan seperti penggunaan bahan baku. Biaya tetap

antara lain adalah : biaya penyusutan alat dan bangunan dan biaya administrasi

Untuk menghitung biaya tetap dibutuhkan biaya penyusutan alat

(depresiasi). Depresiasi adalah penurunan nilai dari aset / harta perusahaan yang

di pakai dalam operasi perusahaan. Depresiasi menunjukkan penurunan nilai

harta perusahaan yang berwujud (tangible assets) , misalnya gedung dan mesin.

Menurut Betrianis (2006) untuk menghitung biaya penyusutan peralatan mesin

dapat digunakan rumus berikut:

Depresiasi = Harga beli Umur Pakai

(48)

Tabel 5. Penyusutan peralatan produksi di CV. Haramas

No Jenis Mesin Produksi Umur Pakai (tahun) Harga (Rp) Depresiasi/bulan

1 Alat Pengisap Debu 15 15000000 83333

Berdasarkan tabel di atas diperoleh biaya penyusutan peralatan di CV.

Haramas sebesar Rp 514.997,00. Setelah mengetahui biaya penyusutan peralatan

maka dapat dihitung masing-masing biaya total produksi untuk setiap produk.

Biaya total produksi terdiri dari biaya tetap total dan biaya variabel total.

Perhitungan biaya produksi masing-masing produk dapat dilihat pada Lampiran 2.

Sementara, rekapitulasi biaya produksi masing-masing produk dapat dilihat pada

Tabel 6.

Tabel 6. Biaya produksi produk

No Kode Produk TVC (Rp) TFC (Rp) TC (Rp) TR (Rp)

1 259 t 15.310.400 10.023.330 25.333.730 29.000.000

2 259 26.944.200 10.023.330 36.967.530 41.000.000

3 262 29.761.200 10.023.330 39.784.530 43.000.000

Total 72.015.800 10.023.330 102.085.790 113.000.000

Berdasarkan Tabel 6 biaya total (total cost) paling tinggi terdapat pada

produk dengan kode 262 yaitu Rp 39.784.530,00. Harga produk ini juga lebih

tinggi yaitu sebesar Rp 215.000,00 sehingga menghasilkan penerimaan terbesar

(49)

Analisis Kelayakan Produk

Pada penelitian ini analisis yang digunakan untuk melihat tingkat

kelayakan produk adalah analisis R/C ratio dan analisis break event point.

Analisis BEP yang dilakukan terdiri dari dua yaitu BEP biaya produksi dan BEP

harga produksi. BEP biaya produksi dinyatakan dalam unit sedangkan BEP harga

produksi dinyatakan dalam rupiah.

Setiap usaha membutuhkan analisis kelayakan. Analisis kelayakan

dilakukan untuk mengetahui apakah usaha tersebut baik dan layak untuk ditekuni

(Aswoko, 2009). Pada penelitian ini produk yang dianalisis ada tiga jenis yaitu

Kode 259 t, kode 259 dan kode 262 .

Analisis R/C ratio

Analisis R/C ratio merupakan perbandingan penerimaan dengan biaya

yang dikeluarkan. Biaya dalam hal ini termasuk biaya tetap dan biaya variabel.

Sementara penerimaan merupakan perkalian dari harga produk dengan volume

produksi.

Perhitungan R/C ratio dari masing-masing produk adalah: • Kode 259 t

R/C Ratio = TR/TC

= Rp 29.000.000,00 / Rp 25.333.730,00 = 1,1447

• Kode 259

R/C Ratio = TR/TC

= Rp 41.000.000,00 / Rp 36.967.530,00 = 1,1093

• Kode 262

R/C Ratio = TR/TC

= Rp 43.000.000,00 / Rp 39.784.530,00 = 1,0808

Untuk mempermudah melihat nilai R/C ratio dari setiap produk maka pada

(50)

Tabel 7. Nilai R/C ratio produk

Kode Produk R/C Ratio

259 t 1,1447

259 1,1093

262 1,0808

Berdasarkan Tabel 7 di atas ketiga jenis produk adalah layak. Hal ini dapat

dilihat dari nilai R/C ratio semua produk lebih dari satu. Sesuai dengan pernyataan

Kuswadi (2006) dan Aswoko (2009) yang menyatakan bahwa nilai R/C ratio lebih

dari satu menunjukkan usaha atau produk tersebut layak secara ekonomi.

Nilai R/C ratio di atas menunjukkan bahwa produk dengan kode 259 t

memberikan keuntungan yang lebih besar daripada produk dengan kode 259 dan

262. Maka berdasarkan tabel tersebut dapat dinyatakan bahwa produk yang paling

layak adalah produk dengan kode 259 t karena memiliki nilai R/C ratio tertinggi

yaitu 1,1447. Hal ini berarti setiap Rp 1000,00 biaya yang dikeluarkan akan

menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.147,00. Berdasarkan nilai ini, pendapatan

yang diperoleh kecil, maka proses produksi harus dilakukan secara intensif.

Analisis BEP

Analisis break event adalah suatu analisis yang bertujuan untuk

menemukan satu titik, dalam unit atau rupiah, yang menunjukkan biaya sama

dengan pendapatan. Dalam hal ini secara mudah BEP diartikan sebagai keadaan

dimana tidak rugi dan tidak untung (titik impas).

Perhitungan BEP (BEP biaya produksi dan BEP harga produksi) dari

masing-masing produk adalah sebagai berikut: • Kode 259 t

BEP Biaya Produksi = TC/P

(51)

BEP Harga Produksi = TC/Total Produksi = Rp 25.333.730,00/200 = Rp 126.668,65/Produk • Kode 259

BEP Biaya Produksi = TC/P

= Rp 36.967.530,00/Rp 205.000,00 = 180,32 = 180 unit

BEP Harga Produksi = TC/Total Produksi = Rp 36.967.530,00/200 = Rp 184.837,65/Produk • Kode 262

BEP Biaya Produksi = TC/P

= Rp 39.784.530,00/Rp 215.000,00 = 185,04 = 185 unit

BEP Harga Produksi = TC/Total Produksi = Rp 39.784.530,00/200 = Rp 198.922,65/Produk

Sementara rekapitulasi nilai BEP untuk masing-masing produk dapat

dilihat pada Tabel 8. Nilai BEP disajikan dalam bentuk unit (BEP biaya produksi)

dan bentuk rupiah (BEP harga produksi).

Tabel 8. Nilai BEP produk

Kode

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai BEP terendah terdapat pada

produk dengan kode 259 t yaitu BEP produksi 175 unit dan BEP harga produksi

Rp 126.668,65. Sesuai dengan pernyataan Aswoko (2009) bahwa kriteria produk

yang paling layak adalah nilai BEP terendah. Oleh karena itu berdasarkan data

yang tercantum pada tabel di atas dapat disimpulkan bahwa produk yang paling

(52)

Nilai BEP Biaya Produksi pada produk dengan kode 259 t sebesar 175

unit. Artinya, titik balik modal usaha produksi tercapai jika jumlah produksi 175

biji. Sementara nilai BEP Harga Produksi sebesar Rp 126.668,65 artinya titik

balik modal usaha produksi tercapai apabila harga produk mencapai

Rp 126.668,65. Harga produk yang ditetapkan oleh pengusaha lebih besar

daripada harga produk pada saat BEP yang berarti bahwa produk rotan di

CV. Haramas menguntungkan.

Produk yang paling layak

Untuk menghasilkan produk yang layak CV. Haramas memproduksi

kerajinan rotan yang berkualitas supaya dapat bersaing dengan produk sejenis dari

perusahaan lain di pasaran. Kualitas produk yang sudah baik perlu dipertahankan

dan ditingkatkan lagi, agar kepuasan konsumen dapat tercapai.

Produk yang paling layak berarti produk yang memberikan keuntungan

terbesar terhadap perusahaan. Berdasarkan keterangan Aswoko (2009) bahwa

produk yang paling layak memiliki beberapa kriteria yaitu keuntungan tertinggi,

nilai R/C ratio lebih dari satu dan nilai BEP terendah maka dapat disimpulkan

bahwa produk yang paling layak adalah produk dengan kode 259 t. Hal ini dapat

dilihat dengan nilai R/C Ratio kode 259 t tertinggi yaitu sebesar 1,1447 dan nilai

BEP terendah yaitu masing-masing BEP produksi 175 unit dan BEP harga

produksi Rp 126.668,65. Jadi, berdasarkan Tabel 7 dan Tabel 8 di atas, urutan

tingkat kelayakan dari produk adalah produk dengan Kode 259 t, Kode 259 dan

(53)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Proses produksi rotan di CV. Haramas dilakukan secara sederhana. Proses

produksi rotan secara berurutan adalah: pengukuran, pemotongan,

pembengkokan (bandling), perakitan, pengayaman, pembersihan,

penyempurnaan (finishing) dan pengemasan.

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga jenis produk di CV. Haramas

adalah layak. Urutan produk yang paling layak adalah kode 259 t, Kode

259 dan Kode 262.

3. Berdasarkan nilai R/C ratio dan BEP tersebut dapat diketahui bahwa

produk yang paling layak adalah produk kode 259 t dengan nilai R/C Ratio

tertinggi yaitu sebesar 1,1447 dan nilai BEP terendah yaitu masing-masing

BEP produksi 175 unit dan BEP harga produksi Rp 126.668,65.

Saran

Perusahaan CV. Haramas merupakan industri tradisional yang berproduksi

berdasarkan pesanan. Untuk mengubah sistem produksi ini maka perlu dilakukan

ekstensifikasi pasar sehingga perusahaan tidak berproduksi berdasarkan pesanan.

Selain itu, dibutuhkan perhatian dari semua pihak dalam pengembangan produk

kerajinan rotan seperti pelatihan-pelatihan tentang pembuatan kerajinan rotan

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2009. Kalah Bersaing dengan Negara Pengekspor Barang Jadi.

Afri, S.A; Andayani, W; Himmah, B; Tri, W.W; Affianto, A. 2002. Hutan Rakyat, Sosial Ekonomi dan Pemasaran. Cetakan Pertama. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta

Aswoko, G dan Taqyuddin. 2009. Perhitungan Kelayakan Usaha Gaharu.

Aziz, N. 2003. Pengantar Mikro Ekonomi. Bayumedia. Malang

Azwar, S. 2004. Metode Penelitian. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Betrianis. 2006. Penyusutan dan Alokasi Biaya Overhead. Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Depok

Departemen Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. 2008. Gambaran Umum Hasil Hutan Bukan Kayu (Rotan dan Bambu) di Provinsi Sumatera Utara. Departemen Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, Medan

Departemen Perdagangan. 2007. Kebijakan Umum di Bidang Ekspor. Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri. Jakarta

Dransfield, J. dan N. Manokaran. 1996. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 6 Rotan. Gadjah Mada University Press. Bogor

Erwinsyah. 1999. Kebijakan Pemerintah dan Pengaruhnya terhadap Pengusahaan Rotan di Indonesia. Environmental Policy and Institutional Strengthening IQC. Jakarta

Hartono. 1998. Prospek Industri Rotan dan Saran Penanganan yang Diperlukan. Jakarta

Januminro, CFM. 2000. Rotan Indonesia Potensi Budidaya Pemungutan Pengolahan Standar Mutu dan Prospek Pengusahaan. Kanisius.Yogyakarta

Kuswadi. 2006. Analisis Keekonomian Proyek. Penerbit ANDI. Yogyakarta

(55)

Maryana, I. 2010. Rotan Primadona Hasil Hutan Non Kayu. [15 November 2010]

Muhdi. 2008. Prospek, Pemasaran dan Kebijakan Hasil Hutan Bukan Kayu Rotan. USU e-Repository. Medan

Plantamor. 2008. Informasi Spesies Rotan. http://www.plantamor.com [13 November 2010]

Rismayani. 2007. Usahatani dan Pemasaran Hasil Pertanian. USU Press. Medan

Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Cetakan Pertama. UI Press. Jakarta

Sudiyono, A. 2002. Pemasaran Pertanian. UMM Press Malang

Sumadiwangsa, E. S. 2008. Pengembangan Teknologi Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu. Makalah Seminar Nasional Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu. Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Bogor

Sumardjani, L. 2009. Antara Larangan Ekspor dan Kelestarian Rotan.

Suryopamungkas, K. 2006. Pemanfaatan Limbah Rotan untuk Produk Aksesori Interior dengan Fungsi Sederhana. Institut Teknologi Bandung. Bandung. http://www.fsrd.itb.ac.id [06 Maret 2010]

Wardhana, S. 2010. Menurunnya Nilai Ekspor Produk dari Rotan. [06 Maret 2010]

(56)

Lampiran 1

KUISIONER

INSTRUMEN PENELITIAN

PENGOLAHAN DAN ANALISIS KELAYAKAN BERBAGAI JENIS PRODUK KERAJINAN ROTAN DI CV HARAMAS

PENELITI :

Nama : Tiwa Solida Sigalingging

NIM : 071201004

Program Studi : Manajemen Hutan

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(57)

I. Identitas Responden

III. Bahan Baku Rotan

1. Jenis Rotan :

2. Asal Pembelian Rotan :

3. Harga Beli :

4. Vol. Pembelian/Minggu : (kg)

5. Transportasi :

6. Perlakuan Pengawetan :

(58)

Sofa :Rp…..

6. Apakah perusahaan bekerja sama dengan perusahaan lain yang membutuhkan produk dari CV Haramas?

a. Iya, yaitu perusahaan…….. b. Tidak, karena………. 7. Kendala Produksi :

8. Solusi :

IV. Produk

1. Jenis Produk yang dihasilkan

Meja, jenisnya :

Kursi, jenisnya :

Sofa, jenisnya :

Lainnya :

2. Gaya (desain) mebel (Jawaban dapat diisi lebih dari satu) a. Sederhana

b. Klasik c. Modern

3. Desain mebel ditentukan oleh (Jawaban dapat diisi lebih dari satu) a. Perusahaan sendiri

b. Saingan/perusahaan lain

c. Order (pesanan) dari pelanggan d. Kebutuhan masyarakat saat ini 3. Produk Andalan CV Haramas ……. 4. Promosi Produk

(59)

Lampiran 2. Perhitungan Biaya Produksi

Plastik pengikat 0,1 kg x 200 40.000/kg 800.000

Sekrup 2,5 inchi 4 biji x 200 78/biji 62.400

Biaya Kontainer - 2.000/meja 400.000

THC (Total

Jenis Biaya Jumlah (Rp)

Gaji Pimpinan (1 orang) 4.000.000

Administrasi (1 orang) 2.500.000

(60)

Listrik 8.333

Penyusutan Peralatan 514.997

Sewa Gedung 1.000.000

Biaya Tetap Total 10.023.330

TC = TVC + TFC

= Rp 15.310.400,00 + Rp 10.023.330,00 TC = Rp 25.333.730,00

TR = P x Q

= Rp 145.000,00 x 200 TR = Rp 29.000.000,00

Keuntungan = TR – TC

= Rp 29.000.000,00 - Rp 25.333.730,00 = Rp 3.666.270,00 Plastik pengikat 0,25 kg x 200 40.000/kg 2.000.000

(61)

Biaya Kontainer - 4.000/meja 800.000

= Rp 26.944.200,00+ Rp 10.023.330,00 TC = Rp 36.967.530,00

TR = P x Q

= Rp 205.000,00 x 200 TR = Rp 41.000.000,00

Keuntungan = TR – TC

(62)

Biaya Kontainer - 4.000/meja 800.000 THC (Total

Handling Cost + dokumen)

- 3.000/meja 600.000

Biaya Variabel Total 29.761.200

TC = TVC + TFC

= Rp 29.761.200,00+ Rp 10.023.330,00 TC = Rp 39.784.530,00

TR = P x Q

= Rp 215.000,00 x 200 TR = Rp 43.000.000,00

Keuntungan = TR – TC

(63)

Lampiran 3. Foto-foto Penelitian di CV. Haramas

1. Wawancara dengan Pemilik 2. Perakitan Produk Rotan CV. Haramas

3. Produk yang sudah dirangkai 4. Gergaji Elektrik (Alat Pemotong)

(64)

7. Alat Pengisap Debu 8. Alat menembakkan staples

Gambar

Gambar 1. Beberapa produk rotan
Gambar 2. Struktur perusahaan CV. Haramas
Tabel 1. Data umum tenaga kerja berdasarkan sistem gaji
Tabel 2. Volume pembelian bahan baku rotan di CV. Haramas Bulan April 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan harga bahan baku rotan serta produk rotan olahan yang diperdagangkan, dan menganalisis alur pemasaran produk rotan olahan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari bentuk pengolahan dan distribusi hasil kerajinan rotan pada usaha kecil dan menengah (UKM) di Kota Medan.. Penelitian ini

Penelitian ini berjudul &#34;Analisis Strategi Pemasaran Kerajinan Kayu Antik Untuk Memasarkan Produk Di Pasar Domestik Pada CV.. Bima Bantul

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan keberadaan dan perkembangan industri rotan di Kota Medan, jenis dan harga bahan baku rotan serta produk rotan olahan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya biaya, penerimaan, keuntungan, profitabilitas dan efisiensi dari industri kerajinan rotan di Kecamatan Gatak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan harga bahan baku rotan serta produk rotan olahan yang diperdagangkan, dan menganalisis alur pemasaran produk rotan olahan

Pengolahan barang setengah jadi menghasilkan produk seperti rotan bulat kupasan, kulit rotan, hati rotan dan berupa komponen mebel terpisah.. Sedangkan barang jadi adalah produk siap

Kontribusi pendapatan kerajinan rotan dan bambu dan pendapatan perkapita Kontribusi kerajinan rotan dan bambu yang dihasilkan dari hasil penjualan produk anyaman rotan dan bambu