PENGARUH KATALIS KOH DAN CaO PADA
PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK KEMIRI
DENGAN REAKSI TRANSESTERIFIKASI
MENGGUNAKAN ETER SEBAGAI
KOSOLVENT
T E S I S
O l e h :
JUNIAR LIMBONG
087026025/FIS
PROGRAM MAGISTER ILMU FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA
DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH KATALIS KOH DAN CaO PADA
PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK KEMIRI
DENGAN REAKSI TRANSESTERIFIKASI
MENGGUNAKAN ETER SEBAGAI
KOSOLVENT
T E S I S
O l e h :
JUNIAR LIMBONG
087026025/FIS
PROGRAM MEGISTER ILMU FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
PENGARUH KATALIS KOH DAN CaO PADA
PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK KEMIRI
DENGAN REAKSI TRANSESTERIFIKASI
MENGGUNAKAN ETER SEBAGAI
KOSOLVENT
T E S I S
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains
Dalam Program Studi Magister Ilmu Fisika
Pada Sekolah Pascasarjana Fakultas MIPA
Universitas Sumatera Utara
O l e h :
JUNIAR LIMBONG
087026026/FIS
PROGRAM MAGISTER ILMU FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
PENGESAHAN TESIS
Judul Tesis : PENGARUH KATALIS KOH DAN CaO PADA PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK KEMIRI DENGAN REAKSI TRANSESTERIFIKASI
MENGGUNAKAN ETER SEBAGAI KOSOLVENT Nama Mahasiswa : JUNIAR LIMBONG
Nomor Induk Mahasiswa : 087026025 Program Studi : Magister Fisika
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Menyetujui Komisi Pembimbing,
Dr. Marhaposan Situmorang K e t u a
Drs. Nimpan Bangun.M.Sc Anggota
Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika,
Prof. Drs. Eddy Marlianto, M.Sc.Ph.D. NIP. 195503171986011001
Dekan
Telah diuji pada
Tanggal: 14 Juni 2010
__________________________________________________________________
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
: Dr. Marhaposan Situmorang
Anggota : 1. Drs. Nimpan Bangun.M.Sc.
2. Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc
3. Prof, Dr. Timbangan Sembiring, M.Sc
4. Dr. Anwar Dharma Sembiring, M.S
PERNYATAAN ORISINALITAS
PENGARUH KATALIS KOH DAN CaO PADA
PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK KEMIRI
DENGAN REAKSI TRANSESTERIFIKASI
MENGGUNAKAN ETER SEBAGAI
KOSOLVENT
TESIS
Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satuanya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.
Medan, 14 Juni 2010
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Juniar Limbong
NIM : 087026025
Program Studi : Ilmu Fisika Jenis Karya Ilmiah : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif atas Tesis saya yang berjudul:
PENGARUH KATALIS KOH DAN CaO PADA PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK KEMIRI DENGAN RAKSI TRANSESTERIFIKASI MENGGUNAKAN ETER SEBAGAI KOSOLVENT
Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengali media, memformat, mengelilah dalam data base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.
Demikianlah pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.
Medan, 14 Juni 2010
RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Juniar Limbong
Tempat dan Tanggal Lahir : Limbong, 16 Agustus 1966
Alamat Rumah : JL.Budi Luhur No. 98 Medan Helvetia.
Telepon/HP : 08126573397
Instansi Tempat Bekerja : SMA Katolik Mariana Medan
Alamat Kantor : JL.Kapten.Muslim No. 112 Medan
Telepon : 061-8456228
DATA PENDIDIKAN
SD : Negeri No. 173782 Limbong Tamat : 1980
SMP : Negeri Limbong Tamat : 1983
SMA : Swasta Josua Medan Tamat : 1986
Strata-1 : IKIP Negeri Medan Tamat : 1991
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmatNya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Pengaruh Katalis KOH dan
CaO Pada Pembuatan Biodiesel Minyak Kemiri Dengan Reaksi
Transesterifikasi Menggunakan Eter Sebagai Kosolvent”..
Saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Pemerintah Indonesia
c.q Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dana
sehingga saya dapat melaksanakan Program Mgister Sains pada Program Studi
Magister Ilmu Fisika program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.
Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah saya mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof.Dr. dr.Syahril Pasaribu
DTM&H, M.Sc (CTM) Sp.A(K). atas kesempatan yang diberikan kepada saya
untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister sains.
Bapak Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara Prof.Drs.Eddy
Marlianto,M.Sc,Ph.D atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister
Sains pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara. Ketua
Program Studi Magister Fisika Prof.Drs.Eddy Marlianto,M.Sc,Ph.D, Sekretaris
Program Studi Ilmu Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,
Drs. Nasir Saleh, M.Eng. beserta seluruh Staf Pengajar pada Program Studi
Magister Fisika staf pengajar pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas
Sumatera Utara.
Bapak Dr.Marhaposan Situmorang dan Drs.Nimpan Bangun,M.Sc
selaku pembimbing yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan,
Bapak Pengurus Yayasan Katolik Mariana Medan Eddy Sitohang,
Bapak Kepala Sekolah SMA Mariana Medan, Drs.J.Sinaga dan rekan
guru-guru yang telah banyak membantu dan memberikan sumbangan pikiran selama
penulis mengikuti pendidikan.
Rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara Program Studi Magister Ilmu Fisika angkatan 2008 Jamson Siboro,
Januaris Pane, Sabar Silaen, Henri Jannu, Juaksa Manurung dan seluruh staf
Administrasi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang penuh
kesabaran memberikan pelayanan yang terbaik.
Secara khusus saya mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada
istri tercinta Erni Naibaho.S.S.T yang senantiasa memberikan dukungan dalam
bentuk materi, doa dan dorongan dengan penuh kesabaran, pengertian dan
mendoakan keberhasilan penulis dalam menyelesaikan studi ini. Terlebih lagi
terima kasih dan hormat saya kepada orang tua saya J.Limbong / T.br Sihotang
yang memberikan dukungan dalam bentuk doa dan materi Juga ucapan terima
kasih dan hormat saya kepada bapak /ibu mertua saya O.S Naibaho/H.br.Sinurat
yang memberikan dukungan, doa selama mengikuti perkuliahan. Terlebih lagi
terima kasih dan sayang yang teramat dalam kepada ananda tersayang
Friska.M. Limbong, Ivan. A. Limbong. Gracious. F. Limbong yang berkorban
untuk selalu ditinggalkan selama penulis mengikuti studi.
Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak,
dan penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam tugas akhir
ini Kritik dan saran yang sifatnya membangun, penulis harapkan untuk perbaikan
selanjutnya.
Medan, Juni 2010
Penulis,
PENGARUH KATALIS KOH DAN CaO PADA
PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK KEMIRI
DENGAN REAKSI TRANSESTERIFIKASI
MENGGUNAKAN ETER SEBAGAI
KOSOLVENT
ABSTRAK
Cadangan bahan bakar semakin terbatas maka perlu dimaanfatkan teknologi alternatif untuk memanfaatkan minyak nabati sebagai energi alternatif yang ramah lingkungan.Minyak nabati dapat diproses dengan reaksi transesterifikasi untuk mendapatkan bahan bakar alternatif dengan menggunakan katalis basa seperti KOH dan CaO. Reaksi transesterifikasi dengan katalis basa merupakan reaksi yang lambat dan produksi metal ester tidak optimum untuk mengatasinya dapat digunakan kosolvent diantaranya eter
Telah dilakukan reaksi transesterifikasi minyak kemiri dalam media metanol-eter dengan katalis KOH dan CaO pada lama reaksi 3 jam dan temperatur 650C..Hasil reaksi diperoleh dua lapisan, lapisan atas mengandung metil eter dan sedikit pengotor dari monogliserida, digliserida , trigliserida dan freegliserol. Dalam rekasi dengan katalis KOH dihasil metil ester dengan konversi reaksi 51,26 % sedangkan dengan katalis CaO 39,92%.
Analisis karakteristik metil ester hasil reaksi transesterifikasi dengan menggunakan katalis KOH diperoleh densitas 0,8903 gr/cm3, viskositas 5,7884 cSt, titik kabut -19,30C, angka iod 43,81 gr/100gr, kadar air 0,088 %, monodigliserida 1,97 %, digliserida 0,47 %, trigliserida 0,35 %, freegliserol 0,60%,, reaksi transesterifikasi dengan menggunakan katalis CaO diperoleh densitas 0,8905 gr/cm3, viskositas 5,8583 cST, titik kabut -21,20C, angka iod 55,45 gr/100gr, kadar air 0,091 %, monodigliserida 63,93 %, digliserida 0,49 %, trigliserida 23,69 %, freegliserol 0,24%,
EFFECT OF CATALYST ON KOH AND CaO HAZELNUT OIL BIODIESEL TRANSESTERIFICATION
REACTION ETHERS USING AS KOSOLVENT
ABSTRACT
Fuel reserves are limited it is necessary to utilize alternative technologies to exploit the vegetable oil as an energy-friendly alternatives that can be processed with transesterification reaction to obtain an alternative fuel by using an alkaline catalyst such as KOH and CaO. Base catalyzed transesterification is a slow reaction and the production of esters is not the optimum metal can be used to overcome such kosolvent ether
Transesterification reaction has been carried out in the media hazelnut oil methanol-ether with KOH and CaO catalyst on reaction time 3 hours and reaction temperature 650C. The results obtained by two layer, layer the methyl ether containing impurities and a bit of monogliceride, diglycerides, triglycerides and freegliserol. In the reaction with KOH catalyst produced methyl esters with reaction conversion 51.26% while with catalyst CaO 39.92%. Physics analysis transesterification using KOH catalyst obtained gr cm3 density of 0.8903 g cm3, viscocity 5.7884 cSt , cloud point -19.30 C, iodine number 43.81 g /100 grr, water content 0.088%, monodigliserida 1,97%, diglycerides 0,47%, triglycerides 0.35 %, freeglisero l0,60 %, transesterification reaction using CaO catalyst obtained density of 0.8905 gr / cm3, viscocity 5,8583 cSt , cloud point -21.20 C, iodine number 55,45 gr / 100 gr, water content 0.091%, monodigliserida 63.93%, diglycerides 0,49%, triglycerides 23,69 %,, freegliserol 0,24 .
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
BAB I Pendahuluan 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Perumusan Masalah 4
1.3. Pembatasan Masalah 4
1.4. Tujuan Penelitian 4
1.5. Asumsi Awal (Hipotesis) 5
1.6. Manfaat Penelitian 5
BAB II Tinjauan Kepustakaan 5
2.1. Biodiesel 5
2.2. Bahan Baku Biodiesel 6
2.3. Tanaman Kemiri 8
2.4. Komponen Minyak Nabati 8
2.4.1 Trigliserida 8
2.4.2. Asam Lemak 9
2.5. Bahan Baku Untuk Proses Produksi Biodiesel 9
2.5.2. Katalis 10
2.5.2.1. Katalis Homogen 10
2.5.2.2. Katalis Heterogen 10
2.6. Reaksi Transesterifikasi 11
2.6.1. Fakto-Faktor yang Mempengaruhi Reaksi
Transesterifikasi 12
2.6.1.1. Pengaruh Air dan Kandungan Asam
Lemak Bebas 12
2.6.1.2. Perbandingan Molar Alkohol dengan
Minyak Nabati 12
2.6.1.3. Jenis Katalis 12
2.6.1.4. Temperatur 12
2.6.1.5. Lama Reaksi 13
2.6.1.6. Pengadukan 13
2.7. Kosolvent Eter 13
2.8. Karakteristik Bahan Bakar Biodiesel 14
2.8.1 Densitas (Dencity ) 14
2.8.2 Viskositas ( Viscosity ) 14
2.8.3. Titik Kabut ( Cloud Point ) 16
2.8.4. Flash Point 16
2.8.5. Angka Iod 17
2.8.6 Kadar Air Dan Sedimen 17
BAB III Metode Penelitian 19
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 19
3.2. Bahan dan Alat 19
3.2.1. Bahan yang digunakan 19
3.2.2. Alat yang dibutuhkan 19
3.3. Diagram Alir Pengujian 20
3.3.1. Pengolahan Minyak Kemiri 20
3.3.2. Pembuatan Biodiesel 20
3.4 Pelaksanaan Penelitian 21
3.4.1. Langkah-langkah Pembuatan Biodiesel 22
3.4.2. Reaksi Transesterifikasi dengan Katalis KOH 22
3.4.3. Reaksi Transesterifikasi dengan Katalis CaO 24
3.5. Pengujian Sifat Fisis 25
3.5.1. Pengujian Densitas 25
3.5.2. Pengujian Viskositas 27
3.5.3. Pengujian Titik Kabut 28
3.5.4. Pengujian Bilangan Iod 28
3.5.5. Pengujian kadar Air 29
BAB IV Hasil dan Pembahasan 31
4.1. Hasil dan Pembahasan Proses Transesterifikasi. 31
4.2. Hasil dan Pembahasan Karakteristik Metil Ester
Minyak Kemiri 31
4.3. Hasil dan Pembahasan Pengujian Densitas 34
4.4. Hasil dan Pembahasan Pengujian Viskositas 35
4.5. Hasil dan Pembahasan Pengujuan Titik Kabut 35
4 6. Hasil dan Pembahasan Pengujiana Angka Iod 36
4.7. Hasil dan Pembahasan Pengujian Kadar Air 36
BAB V Kesimpulan dan Saran 38
5.1. Kesimpulan 38
5.2. Saran 38
Daftar Pustaka
DAFTAR TABEL
Nomor
Lampiran J u d u l Halaman
2.2. Tabel Jenis TanamanBahan Baku 10
2.3. Tabel Jenis Asam Lemak dalam minyak kemiri 12
2.8. Tabel Persyaratan kualitas biodiesel menurut
SNI-04-7182-2006 18
3.4. Tabel jenis Asam Lemak Bebas Dalam Minyak Kemiri 22
4.1. Tabel Kandungan asam lemak minyak kemiri dalam
basis hitungan 100 gr 32
4.1. Tabel Data hasil reaksi transesterifikasi 881 gr minyak
kemiri dengan katalis KOH 34
4.1 Tabel Data hasil reaksi transesterifikasi 881 gr minyak
kemiri degan katalis CaO 34
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Lampiran J u d u l Halaman
2.6. Proses Reaksi Transesterifikasi 12
2.8. Pendefenisian Kekentalan Dinamis Berdasarkan Hukum
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Gambar J u d u l Halaman
3.4. Biji kemiri yang dihaluskan L-1
3.4. Ekstraksi minyak kemiri dengan sokletasi L-1
3.4. Rotavapor untuk memisahkan minyak dan n-Hexana L-2
3.4. Hasil gaskromatografi L-2
3.4. Autoclave alat untuk reaksi transesterifikasi L-3
3.4. Corong pisah tempat pemisahan gliserol dengan biodiesel L-3
3.4. Na2SO4 dimasukkan kedalam biodiesel untuk mengikat air L-4
3.4. Destilasi untuk memurnikan biodiesl L-4
3.4. Proses penyaringan katalis CaO L-5
3.5. Piknometer untuk pengujian densitas metal ester L-5
3.5. Viskositas Ostwald untuk pengujian viskositas L-6
3.5 Pengujian titik kabut metil ester L-6
3.5. Pengujian Bilangan Iod L-7
3.5 Pengujian kadar air L-7
4.1. Hasil GC FAME minyak kemiri hasil reaksi transesterifikasi
dengan katalis KOH L-8
4.1. Hasil GC total gliserol minyak kemiri hasil reaksi transesterifikasi
dengan katalis KOH L-9
4.1. Hasil GC FAME minyak kemiri hasil reaksi transesterifikasi
dengan katalis CaO L-10
4.1. Hasil GC total gliserol minyak kemiri hasil reaksi transesterifikasi
PENGARUH KATALIS KOH DAN CaO PADA
PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK KEMIRI
DENGAN REAKSI TRANSESTERIFIKASI
MENGGUNAKAN ETER SEBAGAI
KOSOLVENT
ABSTRAK
Cadangan bahan bakar semakin terbatas maka perlu dimaanfatkan teknologi alternatif untuk memanfaatkan minyak nabati sebagai energi alternatif yang ramah lingkungan.Minyak nabati dapat diproses dengan reaksi transesterifikasi untuk mendapatkan bahan bakar alternatif dengan menggunakan katalis basa seperti KOH dan CaO. Reaksi transesterifikasi dengan katalis basa merupakan reaksi yang lambat dan produksi metal ester tidak optimum untuk mengatasinya dapat digunakan kosolvent diantaranya eter
Telah dilakukan reaksi transesterifikasi minyak kemiri dalam media metanol-eter dengan katalis KOH dan CaO pada lama reaksi 3 jam dan temperatur 650C..Hasil reaksi diperoleh dua lapisan, lapisan atas mengandung metil eter dan sedikit pengotor dari monogliserida, digliserida , trigliserida dan freegliserol. Dalam rekasi dengan katalis KOH dihasil metil ester dengan konversi reaksi 51,26 % sedangkan dengan katalis CaO 39,92%.
Analisis karakteristik metil ester hasil reaksi transesterifikasi dengan menggunakan katalis KOH diperoleh densitas 0,8903 gr/cm3, viskositas 5,7884 cSt, titik kabut -19,30C, angka iod 43,81 gr/100gr, kadar air 0,088 %, monodigliserida 1,97 %, digliserida 0,47 %, trigliserida 0,35 %, freegliserol 0,60%,, reaksi transesterifikasi dengan menggunakan katalis CaO diperoleh densitas 0,8905 gr/cm3, viskositas 5,8583 cST, titik kabut -21,20C, angka iod 55,45 gr/100gr, kadar air 0,091 %, monodigliserida 63,93 %, digliserida 0,49 %, trigliserida 23,69 %, freegliserol 0,24%,
EFFECT OF CATALYST ON KOH AND CaO HAZELNUT OIL BIODIESEL TRANSESTERIFICATION
REACTION ETHERS USING AS KOSOLVENT
ABSTRACT
Fuel reserves are limited it is necessary to utilize alternative technologies to exploit the vegetable oil as an energy-friendly alternatives that can be processed with transesterification reaction to obtain an alternative fuel by using an alkaline catalyst such as KOH and CaO. Base catalyzed transesterification is a slow reaction and the production of esters is not the optimum metal can be used to overcome such kosolvent ether
Transesterification reaction has been carried out in the media hazelnut oil methanol-ether with KOH and CaO catalyst on reaction time 3 hours and reaction temperature 650C. The results obtained by two layer, layer the methyl ether containing impurities and a bit of monogliceride, diglycerides, triglycerides and freegliserol. In the reaction with KOH catalyst produced methyl esters with reaction conversion 51.26% while with catalyst CaO 39.92%. Physics analysis transesterification using KOH catalyst obtained gr cm3 density of 0.8903 g cm3, viscocity 5.7884 cSt , cloud point -19.30 C, iodine number 43.81 g /100 grr, water content 0.088%, monodigliserida 1,97%, diglycerides 0,47%, triglycerides 0.35 %, freeglisero l0,60 %, transesterification reaction using CaO catalyst obtained density of 0.8905 gr / cm3, viscocity 5,8583 cSt , cloud point -21.20 C, iodine number 55,45 gr / 100 gr, water content 0.091%, monodigliserida 63.93%, diglycerides 0,49%, triglycerides 23,69 %,, freegliserol 0,24 .
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sebelum tahun 2000 Indonesia merupakan pengekspor ( net-exporter )
dibidang bahan bakar minyak ( BBM ) tetapi kini menjadi pengimport
(net-importer) bahan bakar minyak ( Erliza, 2007 ). Hal ini terjadi karena cadangan
energi fosil ( bahan bakar minyak bumi ) semakin hari semakin berkurang, dan
diperkirakan minyak bumi kita dengan tingkat konsumsi seperti pada saat ini akan
habis dalam waktu 10-15 tahun lagi ( Alamsyah, 2005 ). Setiap hari jutaan barrel
minyak mentah bernilai jutaan dolar dieksploetasi tanpa memikirkan bahwa
minyak tersebut merupakan hasil dari proses evolusi alam yang berlangsung
selama ribuan tahun dan bahkan jutaan tahun yang lalu dan tidak dapat
diperbaharui ( unrenewable ), sehingga untuk memperoleh bahan bakar minyak
bumi dalam waktu yang singkat tidak memungkinkan.
Kebutuhan akan energi fosil ( minyak solar ) mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun, hal ini dapat kita lihat dari semakin meningkatnya aktivitas masyarakat
Indonesia yang tidak terlepas dari pemakaian energi fosil ( minyak solar ) seperti
untuk kebutuhan transportasi, pertanian, industri maupun pembangkit tenaga
listrik. Disisi lain penggunaan energi fosil ( minyak solar ) menghasilkan emisi
gas buang seperti karbondioksiada( CO2 ), karbonmonoksida ( CO ), oksida
nitrogen( NOx, sulfur dioksida ( SO2 ), yang dapat mencemari lingkungan hingga
berdampak pada meningkatnya pemanasan global dan mengakibatkan hujan asam
(Tugaswati, 2008)
Untuk mengatasi semakin berkurangnya cadangan minyak bumi ( minyak fosil )
dan pencemaran lingkungan perlu dilakukan berbagai usaha untuk mendapatkan
sumber-sumber enargi alternatif yang sifatnya dapat diperbaharui, jumlah tidak
yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan teknologi boienergi ( biodiesel ).
Indonesia sebagai Negara tropis banyak terdapat tanaman yang dapat diolah untuk
mendapatkan minyak nabati sebagai bahan baku energi alternatif untuk
menggantikan energi fosil ( minyak solar ) sebagai bahan bakar mesin diesel
diantaranya kemiri ( Aleurites moluccana ). Minyak nabati tidak dapat digunakan langsung sebagai bahan bakar mesin diesel karena memiliki berat molekul yang
besar, jauh lebih besar dari biodiesel, akibatnya trigliserida relatif mudah
mengalami perengkahan ( cracking ) menjadi aneka molekul kecil jika terpanaskan tanpa kontak dengan udara ( oksigen ), sehingga menghasilkan
senyawa yang dapat menyebabkan kerusakan pada mesin karena membentuk
deposit pada injector. Disamping itu minyak nabati mempunyai vicositasnya
tinggi ( 20 kali viskositas bahan bakar diesel fosil) ( Gerpan, 2005 ) sehingga
pompa penginjeksi bahan bakar di dalam mesin diesel tak mampu menghasilkan
pengkabutan ( atomization ) yang baik ketika minyak nabati disemprotkan ke dalam kamar pembakaran, hal ini dapat mengganggu kinerja pompa injector pada
proses pengkabutan bahan bakar sehingga hasil dari injeksi tidak berwujud kabut
yang mudah menguap melainkan tetesan bahan bakar yang sulit terbakar, dengan
demikian mesin-mesin kenderaan bermotor komersial perlu dimodifikasi jika akan
menggunakan minyak nabati secara langsung sebagai pengganti bahan bakar
solar. Hal ini tentu saja tidak ekonamis maka perlu dilakukan upaya untuk
mengubah karakteristik minyak nabati hingga sedapat mungkin menyerupai
minyak solar ( Soeradjaja, 2005 )
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengkonversi minyak nabati
ke dalam bentuk metil ester asam lemak ( FAME= Fatty Acid Methyl Ester ) yang
lebih dikenal sebagai “biodiesel” melalui proses transesterifikasi dengan
menggunakan katalis basa dalam media alkohol. Transesterifikasi merupakan
proses yang mereaksikan triglyserida dari minyak nabati dengan alkohol hingga
menghasilkan metil ester asam lemak ( Fatty Acids Methyl Ester=FAME ) atau
biodiesel dan gliserol ( Joelianingsih, 2006 ). Untuk mempercepat laju reaksi
transesterifikasi dapat digunakan beberapa jenis katalis basa diantaranya KOH
dan CaO. Penggunaan katalis KOH mempunyai kelemahan yaitu bersifat korosif,
larutan pada saat pencucian, tidak dapat dipakai kembali. Penggunaan CaO
sebagai katalis basa padat mempunyai banyak keuntungan yaitu aktivitasnya
tinggi, kondisi reaksi yang ringan, masa hidup katalis yang panjang, biaya katalis
yang rendah, bersifat heterogen sehingga dapat dipisahkan dari larutan pada saat
pencucian, dapat dipakai kembali, tidak mengganggu lingkungan.( Liw, 2005 )
Produksi biodiesel dengan proses transesterifikasi berkatalis basa merupakan
reaksi yang lambat, dan adakalanya reaksi berhenti sebelum 100% sempurna
terkonversi menjadi biodiesel ( Boocock, 1998 ). Hal ini diakibatkan karena
perbedaan kelarutan minyak nabati dengan methanol, untuk mengatasi perbedaan
kelarutan minyak nabati dengan metanol kedalam campuran dapat ditambahkan
kosolvent diantaranya eter ( Mahajan, 2006 ).
1.2. Perumusan Masalah.
Metil ester ( FAME ) dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif,
proses pembuatanya dengan proses transesterifikasi berkatalis KOH dan CaO
dengan bahan baku minyak biji kemiri. Dari uraian diatas maka perumusan
masalah adalah: Apakah penggunaan katalis KOH dan CaO akan menghasilkan
jumlah dan karakteristik biodiesel minyak kemiri yang berbeda?
1.3. Pembatasan Masalah.
Untuk menghasilkan metil ester dari minyak kemiri dengan reaksi
transesterifikasi dalam penelitian ini digunakan katalis KOH dan CaO dalam
waktu 3 jam pada temperatur 650C, dan pengujian terhadap densitas, viskositas,
titik kabut, angka iod, kadar air , monogliserida, digliserida, trigliserida,dan
freegliserol.
1.4. Tujuan penelitian.
1. Untuk mendapatkan system katalis yang heterogen dan ramah lingkungan
2.Untuk mengetahui adakah perbedaan jumlah dan karakteristik biodesel
1.5. Hipotesis.
System katalis CaO dapat berfungsi pada reaksi transesterifikasi minyak
kemiri sehingga menghasilkan konversi minyak kemiri menjadi metil ester dan
karakteristik metil ester yang tidak sama dengan menggunakan system katalis
KOH
1.5.Manfaat Penelitian.
1. Untuk memberikan informasil bahwa CaO dapat digunakan sebagai katalis
pada reaksi transesterifikasi.
2. Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa minyak kemiri dapat
digunakan sebagai sumber bahan bakar alternatif untuk mengatasi
kelangkaan bahan bakar minyak bumi ( minyak solar ) dimasa yang
akan datang, agar masyarakat termotivasi untuk membudidayakan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biodiesel
Ester alkil dari asam-asam lemak yang berasal dari minyak nabati atau
lemak hewani yang mengandung trigliserida dapat digunakan sebagai bahan bakar
alternatif dengan reaksi esterifikasi atau reaksi transesterifikasi ( Joelianingsih,
2006) Secara kimia biodiesel merupakan mono alkil ester atau metil ester dengan
jumlah rantai atom C antara 12 sampai dengan 20 ( Darnoko, 2001 ). Biodiesel
memiliki persamaan sifat fisis dan sifat kimia dengan petroleum diesel ( solar )
sehingga biodiesel dapat juga dijadikan salah satu campuran solar yang
digunakan untuk bahan bakar mesin-mesin diesel.
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif pengganti solar menghasilkan kadar
polusi yang renda, tidak mengandung sulfur sehingga ramah terhadap lingkungan,
dapat diperbaharui karena dapat diuraikan kembali ( biodegradable ) dapat
digunakan pada mesin-mesin diesel convensional tanpa perlu memodifikasi atau
penambahan converter kit. Emisi gas buang kenderaan diesel yang menggunakan
bahan bakar biodiesel lebih tidak beracun dibanding dengan menggunkan solar ,
karena penggunaan biodesel pada mesin diesel akan mengurangi hidrokarbon
yang tidak terbakar, karbon monoksida yang sangat beracun dan partikel kasar
seperti debu dan karbon, dapat dicampur dengan solar, pada campuran 20%
dengan solar dapat mengurangi partikel 20%, CO2 sebesar 21%,biodiesel 100%
dapat menurunkan emisi CO2 sampai 100%, emisi SO2 sampai 100%, emsi CO
anta 10-50 %, emisi HC antara 10-50 %, (Tritoatmojo, 1995 ) Biodiesel memiliki
efek pelumasan yang tinggi sehingga dapat memperpanjang umur mesin, memiliki
angka setana relatif tinggi ( diatas 50 ) megurangi ketukan pada mesin sehingga
tidak mengandung racun, dapat diproduksi secara lokal dan bahan bakunya mudah
diperoleh.
Biodiesel dapat diperoleh melalui suatu rekasi yang disebut reaksi esterifikasi
asam lemak bebas atau reaksi transesterifikasi trigliserida dengan alkohol dengan
bantuan katalis asam atau basa.
2.2. Bahan Baku Biodiesel
Biodiesel dapat diperoleh dari minyak nabati atau lemak hewani, dari
minyak nabati dapat diperoleh dari beberapa jenis tanaman seperti yang tertera
pada table 1, minyak nabati mengandung trigliserida dan sejumlah kecil
monogliserida dan digliserida. Trigliserida adalah ester dari tiga asam lemak
rantai panjang yang terikat pada satu gugus gliserol. Dalam minyak nabati pada
umunya terdapat lima jenis asam lemak yaitu: asam stearat, asam palmitat, asam
oleat, asam linoleat dan asam linolenat. Asam stearat dan asam palmitat
merupakan jenis asam lemak jenuh, asam oleat, asam linoleat, asam linolenat
merupakan asam lemak tak jenuh, jika asam lemak terlepas dari trigliseridanya
akan menjadi lemak asam bebas ( free fatty acids = FFA ). Minyak nabati
sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis
berdasarkan kandungan FFA( Kinast. 2003) yaitu:
a. Refined Oil: minyak nabati dengan kandungan FFA kurang dari 1,5%
b. Minyak nabati dengan kandungan FFA rendah kurang dari 4%
c. Minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi lebih dari 20%
Berdasarkan kadungan FFA dalam minyak nabati maka proses pembuatan
biodiesel dapat dibedakan atas dua bagian yaitu:
a. Transeseterifikasi dengan menggunakan katalis basah untuk refined Oil atau
minyak nabati dengan kandungan FFA rendah.
b. Esterifikasi dengan katalis asam untuk minyak nabati dengan kandungan
FFA yang tinggi di lanjutkan dengan transesterifikasi dengan katalis basa.
Dari hasil uji Gaskromatografi terhadap minyak kemiri yang digunakan sebagai
bahan baku untuk menghasilkan biodiesel dihasilkan bahwa kandungan asam
lemak bebas ( FFA ) didalam minyak biji kemiri < 1,5 % yaitu : 0,394, berdasakan
dapat dilakukan dengan proses transeseterifikasi dengan menggunakan katalis
basa.
Tabel 1 : Jenis tanaman Bahan Baku Biodiesel
( Tim Pengembangan BBM, 2008 ) N
o Nama Lokal Nama Latin
Sumber Minyak
Isi % Berat Kering
1 Jarak Pagar Jatropha Curcas Inti biji 40-60
2 Jarak Kaliki Riccinus Communis Biji 45-50
3 Kacang Suuk Arachis Hypogea Biji 35-55
4 Kapok / Randu Ceiba Pantandra Biji 24-40
5 Karet Hevea Brasiliensis Biji 40-50
6 Kecipir Psophocarpus Tetrag Biji 15-20
7 Kelapa Cocos Nucifera Inti biji 60-70
8 Kelor Moringa Oleifera Biji 30-49
9 Kemiri Aleurites Moluccana Inti biji 57-69
10 Kusambi Sleichera Trijuga Sabut 55-70
11 Nimba Azadiruchta Indica Inti biji 40-50
12 Saga Utan Adenanthera Pavonina Inti biji 14-28
13 Sawit Elais Suincencis Biji 46-54
14 Nyamplung Callophyllum Lanceatum Inti biji 40-73
15 Randu Alas Bombax Malabaricum Biji 18-26
2.3.Tanaman Kemiri
Kemiri dapat hidup didataran rendah dan di daratan tinggi, dengan tinggi
batang dapat mencapai 15 meter dan berumur hingga 75 tahun. Perakaran
tungggangnya dapat mencegah tanah longsor ( erosi ), mempunyai daun yang
lebat sehingga mampu mengikat karbondioksida dan menghasilkan oksigen dalam
jumlah yang banyak. Potensi terbesar dari pohon kemiri ada pada buahnya yang
terdiri dari biji dan cangkang, biji kemiri mengandung lemak bila diperas atau
bakar biodiesel, sisa dari perasan atau ekstraksi biji dapat diolah lagi menjadi
biogas, cangkang biji kemiri dapat diolah menjadi briket sebagai sumber energi.
Didalam minyak biji kemiri pada suhu 150C mempunyai massa jenis sebesar
0,924-0,929 gr/cm3 terdapat beberapa jenis asam lemak yaitu asam lemak jenuh
dan asam lemak tak jenuh seperti tertera dalam tabel 2.
Tabel 2: Jenis asam lemak dalam minyak biji kemiri.
Nama asam Struktur %
Asam Palmitat CH3(CH2)14 CO2H atauC16H32O2 5,5
Asam Stearat CH3(CH2)16CO2H atau C18H36O2 6,7
Asam Oleat CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7CO2H atau C18H34O2{C18F1} 10,5
Asam Linoleat CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7CO2H atau C18H32O2{C18F2} 48,5
Asam
Linolenat
CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2=CH(CH2)7CO2H atau C18H30O2
{C18F3}
28,5
( .Ketaren,1986 )
2.4. Komponen Minyak Nabati
2.4.1.Trigliserida.
Trigliserida atau triasilgliserol adalah sebuah gliserida yaitu ester dari
gliserol dan tiga asam lemak, penyusun utama minyak nabati atau lemak hewani
adalah trigliseridan, monogliserida dan digliserida. Rumus kimia trigliserida
adalah CH2COOR-CHCOOR'-CH2-COOR", dimana R, R’ dan R" masing-masing
adalah sebuah rantai alkil yang panjang atau asam lemak jenuh dan tak jenuh dari
rantai karbon ( Mescha, 2007 )
2.4.2. Asam Lemak .
Asam lemak tumbuhan pada umumnya terdapat dalam bentuk lemak dan
minyak, lemak dan minyak yang tergolong lipida berfungsi sebagai sumber energi
dan cadangan makanan, asam lemak merupakan senyawa potensial dari sejumlah
besar kelas lipid dialam yang berupa ester, gliserol dan sterol. Lemak atau lipida
terdiri dari unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Lemak dan minyak dalam
secara kimiawi akan menghasilkan jumlah energi yang lebih besar sekitar dua kali
lipat dibanding dengan energi yang dihasilkan dari penguraian karbohidrat( Estiti,
1995 ). Asam lemak bebas ( keasaman ) dalam konsentrasi tinggi yang terdapat
dalam nabati sangat merugikan, karena dapat menurunkan kwalitas atau akan
mempengaruhi sifat fisis dan sifat kimia dari bahan bakar, untuk itulah perlu
dilakukan usaha untuk mengurangi dan mencegah terbentukya kadar asam lemak
bebas yang tinggi. Meningkatkan kadar asam dalam minyak nabati dapat terjadi
karena: pemanenan buah yang tidak tepat waktu, pasca panen ( penimpanan
digudang yang terlampau lama ), proses pengeringan dan penggilingan, selang
waktu antara pengilingan dan pemerasan, suhu pada saat pemerasan ( tidak boleh
diatas suhu 600C ) dan proses hidrolisa selama pembuatan biodiesel.
2.5. Bahan Baku Untuk Proses Produksi Biodiesel. 2.5.1. Alkohol.
Kekentalan minyak nabati dapat dikurangi dengan memotong cabang
rantai carbon melalui proses transesterifikasi dengan menggunakan alkohol rantai
pendek. Alkohol yang biasa digunakan adalah metanol dan etanol. Metanol
merupakan jenis alkohol yang paling disukai dalam pembuatan biodiesel karena
metanol ( CH3OH ) mempunyai keuntungan lebih mudah bereaksi atau lebih
stabil dibandingkan dengan etanol ( C2H5OH ), metanol memiliki satu ikatan
carbon sedangkan etanol memiliki dua ikatan carbon, sehingga lebih mudah
memperoleh pemisahan gliserol dibanding dengan etanol, untuk mendapatkan
hasil biodiesl yang sama penggunaan etanol 1,4 kali lebih banyak dibanding
dengan metanol. Kerugian dari metanol adalah metanol merupakan zat beracun
dan berbahaya bagi kulit, mata, paru-paru dan pencernaan dan dapat merusak
plastik dan karet, terbuat dari batu bara Metanol berwarna bening seperti air,
mudah menguap, mudah terbakar dan mudah bercampur dengan air. Etanol lebih
aman, tidak beracun dan terbuat dari hasil pertanian, etanol memiliki sifat yang
sama dengan metanol yaitu berwarna bening seperti air, mudah menguap, mudah
terbakar dan mudah bercampur dengan air. Pemisahan gliserin dengan
menggunakan etanol lebih sulit dari metanol dan jika tidak berhati-hati akan
2.5.2. Katalis
Untuk memisahkan minyak nabati dari gliserol dalam reaksi transesterifika
perlu ditambahkan katalis. Katalis adalah zat yang dapat mempercepat reaksi
tanpa ikut terkonsumsi oleh keseluruhan reaksi atau merupakan suatu zat antara
yang aktif, tanpa katalis proses pembuatan biodiesel dengan reaksi
transesterifikasi dapat berlangsung pada temperature 2500C ( Widyastuti, 2007 ).
2.5.3. Katalis homogen
Katalis homogen merupakan katalis yang mempunyai fasa sama dengan
reaktan dan produk. Katalis homogen yang banyak digunakan pada reaksi
transesterifika adalah katalis basa seperti kalium hidroksida dan natrium
hidroksida ( Darnoko, 2000 ). Penggunaan katalis homogen ini mempunyai
kelemahan yaitu: bersifat korosif, berbahaya karena dapat merusak kulit, mata,
paru-paru bila tertelan, sulit dipisahkan dari produk sehingga terbuang pada saat
pencucian, mencemari lingkungan, tidak dapat digunakan kembali ( Widyastuti,
2007 ). Keuntungan dari katalis homogen adalah tidak dibutuhkannya suhu dan
tekanan yang tinggi dalam reaksi.
2.5.2.2.Katalis heterogen
Katalis heterogen merupakan katalis yang mempunyai fasa yang tidak
sama dengan reaktan dan produksi. Jenis katalis heterogen yang dapat digunakan
pada reaksi transeseterifikasi diantaranya adalah CaO, MgO. Keuntungan
menggunakan katalis ini adalah: mempunyai aktivitas yang tinggi, kondisi reaksi
yang ringan, masa hidup katalis yang panjang, biaya katalis yang rendah, tidak
korosif, ramah lingkungan dan menghasilkan sedikit masalah pembuangan, dapat
dipisahakan dari larutan produksi sehingga dapat digunakan kembali. ( Bangun,
2007 ). Dalam reaksi transesterifikasi katalis akan memecahkan rantai kimia
minyak nabati hingga rantai ester minyak nabati akan terlepas, begitu ester
terlepas alkohol akan segera bereaksi dengannya dan membentuk biodiesel,
Penggunaan katalis tidak boleh terlampau banyak ataupun terlampau sedikit,
penggunaan katalis yang terlampau banyak reaksi transesterifikasi akan
menghasilkan emulsi, dan jika sedikit mengakibatkan pemisahan gliserol dan
metil ester tidak sempurna
2.6.Reaksi Transesterifikasi
Transeseterifikasi adalah proses yang mereaksikan trigliserida dalam
minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek hingga
menghasilkan metil ester asam lemak ( Fatty Acids Methyl Esters = FAME ) atau
biodiesel dan gliserol sebagai produk samping. Reaksi transesterifikasi
diperlihatkan pada gambar 1. Proses ini akan dapat berlangsung dengan
mengunakan katalis alkali / basa pada tekanan atmosfer dan temperatur 600C
dengan menggunakan alkohol, katalis yang biasa dugunakan adalah kalium
hidroksida atau natrium hidroksida.
Proses transesterifikasi meliputi: katalis basa dicampur dengan metanol dan
minyak nabati dengan perbandingan katalis basa 1% dari berat minyak nabati
sedangkan perbandingan molar antara methanol dengan minyak nabati adalah 1:6
dengan kadar asam lemak bebas ( FFA ) di bawah 1% untuk mengasilkan
rendemen yang maximum.( Darnoko, 2005 ).
Gambar 2.1 : Proses Reaksi transesterifikasi.
H2C —O—COR1 Katalis R1COOCH3 CH2 OH
H C —O—COR2 + 3 CH3OH R2COOCH3 + CH OH
H2C —O—COR3 R3COOCH3 CH2 OH
Trigliserida Metanol Metil Ester Gliserol
2.6.1.Fartor- Faktor Yang Mempengaruhi Reaksi Transesterifikasi.
2.6.1.1. Pengaruh air dan kandungan asam lemak bebas.
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus bebas air, karena air
akan bereaksi dengan katalis sehingga jumlah katalis akan berkurang dan harus
2.6.1.2. Perbandingan molar alkohol dengan minyak nabati.
Secara stoikiometri jumlah alcohol yang dibutuhkan untuk reaksi 3 mol
untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol
gliserol. Semakin banyak jumlah alkohol yang dugunakan maka konversi metil
ester yang dihasilkan akan bertambah banyak dan pada rasio molar 1:6 setelah 1
jam konversi yang dihasilkan 98-99%, sedangkan pada rasio molar 1:3 adalah
74-89% . Maka rasio molar yang terbaik adalah 1:6 karena dapat menghasilkan
rendemen yang optimum. (.Schuchatdr, 1998 )
2.6.1.3. Jenis Katalis
Katalis berfungsi untuk memepercepat reaksi dan menurunkan energi
aktiviasi sehingga reaksi dapat berlangsung pada suhu kamar sedangkan tanpa
katalis reaksi dapat berlangsung pada suhu 2500C, katalis yang biasa digunakan
dalam reaksi transesterifikasi adalah katalis basa seperti kalium hodroksida dan
natrium hidroksida Reaksi transesterifikasi dengan katalis basa akan
menghasilkan konversi minyak nabati menjadi ester yang optimum ( 94 - 99% )
dengan jumlah katalis 0,5 – 1,5 % dari berat minyak nabati. Jumlah katalis KOH
yang efektif untuk menghasilkan konversi yang optimum pada reaksi
transesterifikasi adalah 1% dari berat minyak nabati ( Darnoko, 2000 ).
2.6.1.4.Temperatur
Suhu mempengaruhi kecepatan reaksi transesterifikasi dalam
pembentukan biodiesel. Pada umumnya reaksi transesterifikasi dilakukan pada
suhu 600C – 650C pada tekanan atmosfer. Kecepatan reaksi akan meningkat
sejalan dengan kenaikan temperatur yang berarti semakin banyak energi yang
dapat digunakan reaksi untuk mencapai energi aktivasi hingga akan menyebabkan
semakin banyak tumbukan yang terjadi antara molekul-molekul reaktan .
Semakin lama waktu reaksi semakin banyak eter yang dihasilkan karena
situasi ini akan memberikan kesempatan terhadap molekul-molekul reaktan untuk
semakin lama bertumbukan.
2.6.1.6. Pengadukan.
Pengadukan dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan campuran
yang homogen antara gliserida dan alkohol pada saat terjadi reaksi. Pada
kenyataannya alkohol merupakan pelarut yang sangat buruk untuk gliserida,
sehingga reaksi transesterifikasi tidak berlangsung baik terutama awal reaksi.
Pengadukan dilaporkan sebagai salah satu cara untuk mencapai homogenitas
antara gliserida dan alkohol.
2.7. Kosolvent Eter
Metode transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel merupakan reaksi
yang lambat karena berlangsung dalam dua fase, permasalahan tersebut dapat
diatasi dengan penambahan kosolvent kedalam campuran minyak nabati, metanol
dan katalis, sehingga penambahan kosolvent bertujuan untuk membentuk sistem
larutan menjadi berlangsung dalam satu fase. Reaksi transesterifikasi tanpa
kosolvent ternyata berlangsung lambat dan menghasilkan metil ester yang kurang
signifikan dibanding penambahan kosolvent ( Baidawi, 2007 ). Hal ini terjadi
karena adanya perbedaan kelarutan antara minyak nabati dengan metanol, dalam
metanol campuran reaktan membentuk dua lapisan ( membentuk dua fase ) dan
diperlukan waktu beberapa saat agar minyak nabati dapat larut di dalam metanol.
Salah satu cara untuk mengatasi keterbatasan transper massa (perbedaan kelarutan
minyak nabati dan metanol) adalah dengan menambahkan kosolvent kedalam
campuran(Mahajan,2006 Kosolvent sebaiknya tidak mengandung air, larut dalam
alkohol ( metanol ), memiliki titik didih yang dekat dengan metanol .Yang dapat
digunakan sebagai Kosolvent diantaranya: dietil eter, THF ( tetrahidronfuran ),
1,4-dioxane, metal tersier butil ester ( MTBE ) dan diisopropyl eter ( Baidawi,
2007 ).
Minyak nabati telah dilarutkan dalam metanol menggunakan katalis basa maupun
eter pada suhu 800C selama dua jam diperoleh FAME 97,1% sedangkan tanpa
dimetil eter pada lama reaksi dua jam hanya menghasilkan FAME 20%. Hal ini
dapat dijelaskan bahwa pengaruh kosolvent membuat reaksi tahap awal dalam
keadaan homogen sehingga reaksi lebih cepat berlangsung, berbeda dengan jika
hanya menggunakan metanol reaksi belangsung dalam dua fase.( Guan, 2008 )
2.8. Karakteristik Bahan Bakar Biodiesel.
2.8.1.Densitas
Densitas merupakan perbandingan massa dengan volume bahan bakar pada
suhu 150C. Karakteristik ini berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan
oleh mesin diesel persatuan bahan bakar, dan utuk pengkajian kualitas penyalaan.
2.8.2.Viskositas
Viskositas merupakan ukuran resistansi bahan bakar yang dialirkan dalam
pipa kapiler terhadap gaya gravitasi. Viskositas mempengaruhi derajat pemanasan
awal yang diperlukan untuk handling, penyimpanan dan atomisasi yang
memuaskan. Atomisasi yang jelek akan mengakibatkan terjadinya pembentukan
endapan karbon pada ujung burner sehingga pamanasan awal sangat penting
untuk atomisai yang tepat, jika bahan bakar terlampau kental akan menyulitkan
dalam aliran, pemompaan dan penyalaan, jika bahan bakar terlalu encer akan
menyulitkan penyebaran bahan bakar sehingga sulit terbakar dan akan
mengakibatkan kebocoran dalam pipa injeksi. Hukum viskositas Newton,
menyatakan bahwa untuk laju perubahan bentuk sudut fluida yang tertentu maka
tegangan geser berbanding lurus dengan viskositas. Besarnya harga kekentalan
merupakan perbandingan antara tegangan geser yang bekerja dengan kadar
geseran.
u
D i a m
. . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . h
y
Gambar. 2.2. Pendefenisian kekentalan dinamis berdasarkan
hukum Newton aliran viscositas.
Dari gambar secara matematis dapat ditulis:
µ = y u
∂
∂τ ( 2.
1 )
dengan:
µ = kekentalan dinamik (Poise)
τ = tegangan geser fluida (Newton/m2)
∂u = kecepatan relatif kedua permukaan (m/s) ∂y = tebal lapisan filem fluida (m)
Kekentalan dinamik disebut juga kekentalan absolut, viskositas gas meningkat
terhadap suhu, tetapi viskositas cairan berkurang dengan naiknya suhu. Untuk
tekanan kecil, viskositas tidak tergantung pada tekanan dan tergantung pada suhu
saja, untuk tekanan yang sangat besar , gas dan kebanyakan cairan menunjukkan
variasi viskositas yang tidak menentu terhadap tekanan.
Viskositas kinematik merupakan perbandingan antara viskositas dinamik ( absolut
) dengan densitas ( rapat massa ) fluida :
ρ μ
υ= ( 2.2 )
dengan: υ = viskositas kinematik (St),
µ = viskositas dinamik (Poise), ρ = rapat massa (kg/m3). Viskositas kinematik
berubah terhadap suhu dalam jangka yang lebih sempit dari viskositas dinamik.
Satuan kekentalan dinamik ( absolute ) adalah Poise ( P ), atau senti ( cSt ). 1P = 100 cP ; 1 St = 100 cSt. Satuan Internasional untuk kekentalan dinamik
adalah Ns/m2 sama dengan kg/ms, sedangkan untuk kekentalan kinematik adalah
m2/s. Untuk mengubah dari viskositas kinematik ( υ ) menjadi viskositas dinamik
( µ ), kita perlu mengalikan υ dengan dalam kg/m3. Untuk mengubah dari Stoke
menjadi Poise kita mengalikan dengan kerapatan massa dalam gr/cm3, yang nilai
2.8.3. Cloud Point (Titik Kabut ) dan Puor Point ( Titik Tuang )
Cloud Point = titik awan adalah temperatur saat bahan bakar mulai
tampak berkeruh bagaikan kabut ( berawan = cloudy ) tidak lagi jernih pada saat
bahan bakar. Meski bahan bakar masih dapat mengalir pada suhu ini, keberadaan
kristal dalam bahan bakar dapat mempengaruhi kelancaran aliran bahan bakar di
dalam filter pompa dan injector, titik kabut dipengaruhi oleh bahan baku
biodiesel.
Titik tuang ( Pour point ) adalah temperatur terendah yang menunjukkan mulai
terbentuknya kristal parafin yang dapat menyumbat saluran bahan bakar atau
temperatur dimana bahan bakar mulai membeku atau mulai berhenti mengalir,
dibawah titk tuang bahan bakar tidak dapat lagi mengalir karena terbentuknya
kristal yang menyumbat aliran bahan bakar. Titik tuang ini depengaruhi oleh
derajat ketidak jenuhan ( angka iodium ), jika semakin tinggi ketidak jenuhan
maka titik tuang akan semakin rendah dan juga dipengaruhi oleh panjangnya
rantai karbon, jika semakin panjang rantai karbon maka titik tuang akan semakin
tinggi.
2.8.4. Flash Point ( Titik Nyala = Titik kilat )
Flash Point adalah temperatur bahan bakar terendah dimana bahan bakar
menyalah ( dipanaskan) sehingga uap mengeluarkan nyala sebentar bila
dilewatkan suatu nyala api. Jika penyalaan terjadi dengan kontiniu, maka
temperaturnya disebut “ titk api ”, tetapi makin tinggi angka setana bahan bakar
maka makin rendah titik penyalaan. Titik nyala berkaitan dengan keamanan dalam
penyimpanan dan penangana bahan bakar, jika titik nyala bahan bakar tinggi
bahan bakar tidak mudah terbakar dan jika terlalu tinggi akan dapat
menyebabkan keterlambatan dalam penyalaan didalam raung bakar mesin, jika
titik nyala bahan bakar rendah bahan bakar akan mudah terbakar hal ini
berbahaya dalam penyimpanan dan dapat menimbulkan denotasi sebelum bahan
bakar memasuki ruang perapian ( Hardjono, 2000 )
Angka Iod menunjukkan tingkat ketidak jenuhan atau banyaknya ikatan
rangkap dua asam lemak penyusun biodiesel. Kandungan senyawa asam lemak
tak jenuh meningkatkan ferpormansi biodiesel pada temperature rendah karena
disisilain banyaknya senyawa lemak tak jenuh di dalam biodeasel memudahkan
senyawa tersebut bereaksi dengan oksigen di atmosfer ( Azam, 2005 ). Biodiesel
dengan kandungan angaka iod yang tinggi ( lebih besar dari 115 ) akan
mengakibatkan tendensi polimerisasi dan pembentukan deposit di lubang saluran
injector noozle dan cicin piston pada saat mulai pembakaran ( Panjaitan, 2005 ).
2.8.5. Kadar Air dan Sedimen
Kadar air dalam minyak merupakan salah satu tolak ukur mutu minyak.
Makin kecil kadar air dalam minyak maka mutunya makin baik, hal ini dapat
memperkecil kemungkinan terjadinya reaksi hidrolisis yang dapat menyebabkan
kenaikan kadar asam lemak bebas, kandungan air dalam bahan bakar dapat juga
menyebabkan turunnya panas pembakaran, berbusa dan bersifat krosif jika
bereaksi dengan sulfur karena akan membentuk asam, di musim dingin kandungan
air dalam bahan bakar dapat membentuk kristal yang dapat menyumbat aliran
bahan bakar. Kandungan sedimen yang terlampau tinggi dapat menyumbat dan
Tabel 3 :Persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI-04-7182-2006.
Parameter Batas Nilai Metode Uji
Massa jenis pada 40 o
C, kg/m 3
850 – 890 ASTM D 1298 ISO 3675
Viskositas kinematik pada 40 o
C, mm2/s (cSt)
2,3 – 6,0 ASTM D 445 ISO 3104
Angka setana min. 51 ASTM D 613 ISO 5165
Titik nyala (mangkok
tertutup), oC
min. 100 ASTM D 93 ISO 2710
Titik kabut, oC maks. 18 ASTM D 2500 -
Korosi bilah tembaga ( 3 jam,
50 oC)
maks. no. 3 ASTM D 130 ISO 2160
Residukarbon,%-berat, Maks. 0,05 ASTM D 4530 ISO 10370
Air dan sedimen, %-vol. maks. 0,05 ASTM D 2709 -
Temperatur distilasi 90 %, oC maks. 360 ASTM D 1160 -
Abu tersulfatkan, %-berat maks. 0,02 ASTM D 874 ISO 3987
Belerang, ppm-b (mg/kg) maks. 100 ASTM D 5453 prEN ISO 20884
Fosfor, ppm-b (mg/kg) maks. 10 AOCS Ca 12-55 FBI-A05-03
Angka asam, mg-KOH/g maks. 0,8 AOCS Cd 3-63 FBI-A01-03
Gliserol bebas, %-berat maks. 0,02 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03
Gliserol total, %-berat maks. 0,24 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03
Kadar ester alkil, %-berat min. 96,5 dihitung*) FBI-A03-03
Angka iodium, g-I
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.Tempat dan Waktu Penelitian
\ Penelitian dilaksanakan: Proses transesterifikasi minyak biji kemiri
dilaksanakan di laboratorium Anorganik Kimia USU, analisa sifat fisis dan sifat
kimai dilaksanakan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit ( PPKS) Medan, waktu
penelitian selama 4 bulan yaitu bulan Januari sampai April 2010.
3.2. Bahan dan Alat
3.2.1. Bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan yaitu : minyak biji kemiri yang sudah diekstrak
dengan menggunakan sokletasi, metanol sebagai pelarut, KOH dan CaO sebagai
katalis, eter sebagai cosolvent, aquades untuk pencucian, HCl 4N untuk
menurunkan sifat basa campuran, n-hexana untuk memisahkan zat-zat yang
terlarut dengan biodiesel dan Na2SO4 untuk mengikat air dari biodiesel.
3.2.2. Alat yang digunakan
Alat yang digunakan yaitu: blender untuk menghaluskan biji kemiri,
sokletasi untuk mengekstraksi biji kemiri, rotavapor untuk memisahkan n-hexana
dari minyak biji kemiri, tabung destilasi untuk memisahkan n-hexana, eter,
metanol dengan biodiesel, autoclave berkapasitas 2 liter tempat reaksi
transesterifikasi, neraca, gelas ukur, corong pisah tempat pencucian dan untuk
memisahkan gliserol dari biodiesel , termometer, pipet tetes, hotplate stirer untuk
campuran, tabung leher tiga tempat biodiesel untuk didestilasi, kertas saring
untuk menyaring katalis CaO dan mesin vakum .
3.3. Diagram Alir Penelitian
3.3.1. Pengolahn minyak kemiri
Biji Kemiri di haluskan
Minyak kemiri di Rotavapor Sokletasi
Biji yang dihaluskan di extraksi
Larutan minyak kemiri
Ampas
3.3.2.Pembuatan Biodiesel (FAME) :
Minyak kemiri di Uji GC
Minyak biji kemiri
Autoclave ( 3 jam ,650C)
Metanol,dan eter Katalis
KOH/CaO
Proses Pemisahan
3.3.3.Pengujian sifat fisis dan sifat kimia :
FAME
Sifat Fisis
Density, Viskosity, Cloud point, Bilangan Iod ,Moisture
Sifat Ki i
Mono gliserida Digliserida Trigliserida Metil Ester
3.4. Pelaksanaan Penelitian.
3.4.1.Langkah-langkah pembuatan biodiesel.
Biji kemiri yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Kota
Tigalingga Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara.
Prosedur Kerja :
a. Sebanyak 10 kg biji kemiri dihaluskan dengan menggunakan blender ( gbr
3 biji kemiri yang dihaluskan pada lampiran 1 )
b. Biji kemiri diexstraksi dengan sokletasi menggunakan pelarut n-hexana,
setiap exstraksi menggunakan 500 ml n-hexana , 250 gr massa kemiri
selama 3 jam. ( gbr 4 proses ekstraksi minyak kemiri terlampir
pada lampiran 2 ), dari hasil ekstraksi diperoleh 7,6 liter larutan minyak
kemiri.
c. Larutan minyak kemiri di rotavapor / destilasi diperoleh minyak kemiri
sebanyak 5,8 liter.( gbr 5 proses rotavapor minyak kemiri, terlampir pada
d. Untuk menentukan jenis reaksi ( transesterifikasi atau esterifikasi ) dan
untuk mengetahui kandungan asam lemak jenuh dan tak jenuh minyak
kemiri di gaskromatografi( hasil GC minyak kemiri terlampir pada
lampiran 18) diperoleh kandungan asam lemak bebas seperti berikut ini:
Tabel 4 : Jenis Asam Lemak Bebas Dalam Minyak kemiri
Jenis Asam Lemak Nama Asam Lemak Rumus Molekul Jumlah (gr) Asam Lemak Jenuh
Asam Laurat C12H24O2 0,1013
Asam Lemak Jenuh
Asam Meristat C14H28O2 0,1177
Asam Lemak Jenuh
Asam Palmitat C16H32O2 0,3597
Asam Lemak Jenuh
Asam Stearat C18H36O2 2,7596
Asam Lemak Tak Jenuh
Asam Oleat C18H34O2 22,6669
Asam Lemak Tak Jenuh
Asam Linoleat C18H32O2 43,7347
Asam Lemak Tak Jenuh
Asam Linolenat C18H30O2 24,1863
Asam Arachidat C20H40O2 0,0802
Jumlah kandungan asam lemak bebas (FFA) diketahui dengan
perhitungan : FFA( %) = {AV x 282 x100} / 56110
Acid Valeu (AV) ={ [ vol(ml) x N ] x 56110 } / berat sampel (gr)
Maka diperoleh kandungan FFA minyak kemiri : 0,394.
3.4.2.Reaksi transesterifikasi dengan menggunakan katalis KOH.
Prosedur Kerja :
a. Menentukan jumlah metanaol, katalis KOH dan eter .
b. Pada reaksi transesterifikasi untuk mendapatkan jumlah biodiesel yang
maksimal perbandingan molar metanol terhadap minyak nabati 1:6 dan
grm ( 6 mol, 253 ml ) jumlah katalis 1,5 % massa minyak = 15 grm, dan
eter sebanyak 200 ml
c. Mencampurkan katalis KOH dengan metanol.
Katalis KOH dalam bentuk padat dilarutkan kedalam metanol lalu diaduk
selama lebih kurang 15 menit dengan tujuan agar KOH dan metanol
membetuk potassium methoxide ( KOCH3 ) kemudian dimasukkan
kedalam autoclave
d. Mencampur minyak kemiri, potassium methoxide dan eter.
Minyak kemiri, potssuim methoxide, eter dimasukkan kedalam autoclave
lalu dipanaskan didalam oilbath pada suhu 650C dan campuran diaduk
dengan menggunakan hotplate stirer dengan kecepatan pengadukan
2700 rpm selama 3 jam. ( gbr 7 proses raksi transesterifikasi terlampir
pada lampiran 5 )
e. Proses pencucian.
Campuran dikeluarkan dari autoclave dimasukkan kedalam labu leher tiga,
pH nya diukur dengan menggunakan kertas lakmus didapat pH=10
(campuran bersifat basah ), sifat basa ini diturunkan dengan menggunakan
cairan HCl4–normal sebanyak 67 ml hingga pH campuran =7. Jika pH
campuran =7, campuran dimasukkan kedalam corong pisah kemudian
dimasukkan aquades untuk proses pencucian, Pada saat proses pencucian
didalam corong pisah, campuran diaduk kemudian didiamkan hingga
terjadi pemisahan antara biodiesel dengan gliserol ( lapisan atas biodesel,
lapisan bawah gliserol bercampur air ) seperti terlihat pda gambar dibawah
( gbr 8 proses pencucian dengan menggunakan aquades terlampir pada
lampiran 6 )
f. Proses Pemisahan biodiesel dengan gliserol.
Kedalam corong pisah ditambahkan lagi n-hexana dengan tujuan agar zat-
zat yang terlarut dan gliserol berpisah secara sempurna dengan biodesel
( gbr 9 lapisan atas biodiesel, lapiasan bawah gliserol terlampir pada
lampiran 6 ). Gliserol dikeluarkan dari corong pisah, biodiesel dimasukkan
kedalam gelas ukur lalu kedalamnya dimasukkan Na2SO4 dengan tujuan
24 jam hingga terbentuk serbuk putih didasar tabung reaksi .( gbr 10,
Na2SO4 dimasukkan kedalam larutan biodiesel terlampir pada lampiran 7 )
Serbuk Na2SO4 dipisahkan dari biodesel dengan menggunakan kertas
saring .
g. Proses pemurnian
Untuk memurnikan biodiesel dari n-hexana metanol eter biodiese destilasi
selama 5 jam ( gbr 11 proses pemurnian terlampir pada lampiran 8 )
3.4.3.Proses transesterifikasi dengan menggunakan katalis CaO
a. CaO yang akan digunakan sebagai katalis terlebih dahulu dikalsinasi
pada suhu 6000C selama 2 jam , sehingga ketika katalis CaO dilarutkan
dalam methanol akan terjadi reaksi:
CaO + CH3OH Ca(OCH3)2 + H2O ( Tobing ,M.2009 ).
Kedalam autoclave dimasukkan minyak kemiri sebanyak 881 grm,
metanol sebanyak 384 grm ( perbandingan molar metanol dengan minyak
kemiri = 1:12 ) , katalis CaO sebanyak 8% x massa minyak = 8% x 881gr
= 70,48 gr dan eter sebanyak 200 ml, autoclave dipanaskan didalam
oilbath pada suhu tetap 650C dan diaduk dengan menggunakan hotplate
stirer selama 3 jam.
b. Proses pencucian.
Campuran dikeluarkan dari autoclave dimasukkan kedalam gelas ukur,
katalis CaO disaring ( gbr 12 terlampir pada lampiran 9 ) pH campuran
diukur dengan menggunakan kertas lakmus didapat pH = 10 ( campuran
bersifat basah ), sifat basah ini diturunkan dengan menggunakan cairan
HCl 4N hingga pH campuran = 7. Jika pH campuran sudah normal
,campuran dimasukkan kedalam corong pisah ditambahkan aquades
untuk proses pencucian.
c. Proses Pemisahan biodiesel dengan gliserol.
Kedalam corong pisah ditambahkan lagi n-hexana dengan tujuan agar
Gliserol dikeluarkan dari corong pisah. Biodiesel dimasukkan kedalam
gelas ukur kedalamnya dimasukkan Na2SO4 dengan tujuan untuk
mengikat air yang terdapat didalam biodesel lalu didiamkan selama 24 jam
hingga terbentuk serbuk putih didasar tabung reaksi Serbuk Na2SO4
dipisahkan dari biodesel dengan menggunakan kertas saring .
d. Pemurnian biodesel.
Untuk memurnikan biodiesel dari n-hexana, metanol dan eter , biodiesel
didestilasi atau divakum selama 5 jam.
3.5. Pengujian Sifat Fisis
3.5.1 .Pengujian Densitas
Tujuan pengujian densitas adalah untuk mendapatkan perbandingan
berat zat cair dengan volume pada suhu tertentu.
Peralatan yang digunakan :
a. Piknometer
b. Beelas
c. Tissu
d. Water bath
Bahan yang digunakan:
a n-hexana
b. Asam kromat
c. Alkohol
d. Petroleum eter
Prosedur Kerja :
I. Standarisasi
a. Cuci Piknometer dengan asam kromat ,lalu besihkan kemudian timbang
lalu bilas dengan aquadest
b. Piknometer isi dengan aquadest yang baru mendidih, lalu dinginkan
sampai suhu 200C dan tempatkan pada water bath pada suhu 250C, lalu
biarkan selama 30 menit kemudian atur posisi aquadest pada tanda batas
c. Keluarkan dari water bath ,lap kering dengan tissue dan timbang ( A ).
d. Kosongkan piknometer ,lalu bilas dengan alcohol kemudian dengan
petroleum eter, kemudian biarkan sampai kering lalu timbang ( B ).
e. Hitung berat aquadest pada suhu 250C( X ) = ( A-B ) sebanyak 3 kali.
I. Densitads Pada suhu 25/250C
a. Isi piknometer yang telah kering dengan sampel
b. Lalu masukkan dalam water bath selama 30 menit pada suhu 250C
c. Atur volume minyak sampai tanda batas lalu tutup
d. Keluarkan piknometer dari water bath ,lap hingga kering lalu timbang ( C
).
e. Timbang berat piknometer kosong,Seperti halnya pada step 1 ( D ) . Berat
jenis pada suhu 25/250C ( apparent ) dihitung berdasarkan ( C-D ) / X
lakukan 3 pengulangan.
II. Densitas pada 60/250C
a. Prosedur sama dengan prosedur pada 25/250C tetapi temperature water
bath pada 600C., lalu biarkan selama 30 menit kemudian dinginkan pada
temperature kamar.
b. Bersihkan botol sampai kering dan lap kemudian timbang
III.Perhitungan.
Jika berat jenis sampel ditentukan pada suhu tertentu, maka berat jenis
pada 25/250C dihitung dengan G= G' + 0,00064 (T-250C ) , dimana
G = berat jenis pada suhu 25/250C
G!= berat jenis pada suhu T/250C
T = suhu dimana berat jenis ditentukan pada 0,00064 adalah koreksi
rata-rata untuk 10C.
IV.Densitas pada suhu 25/250C adalah:
(
) (
)
C suhu pada air berat botol berat yak dan botol berat G 0 25 min − =Densitas pada suhu 60/250C :
(
)
[
1 0,000025x35]
W
F G
+
=
( gbr 13 Piknometer alat untuk menentukan densitas terlampir pada
lampiran 10 )
3.5.2. Pengujian Viskositas
Tujuan pengujian viskositas adalah untuk mengukur lamanya waktu aliran
minyak untuk melewati batas yang telah dikalibrasi pada alat viskositas kinetik
pada suhu 400C.
Alat dan bahan yang dibutuhkan:
a. Viskosimeter Ostwald
b. Stop watch
c. Magnet Stirrer
d. Beaker glass
e. Stering hotplate
f. Thermometer
g. Statip
h. Balon pipet.
i. n-hexana
j. Parafin cair
Prosedur Kerja:
1. Masukkan parafin cair ke dalam beaker gelas 5 liter kemudian dan magnet
stirrer lalu panaskan diatas hot plate sampai suhu 400C
2. Pasang thermometer pada statip lalu masukkan ke dalam beaker gelas.
3. Masukkan sampel kedalam viskosimeter sampai tanda garis.
4. Hisap sampel sampai tanda garis denga balon pipet, setelah itu lepaskan
sambil lihat stopwatchnya sampai batas garis bawah
5. Catat hasilnya,dan ulangi sampai 3 kali
6. Kemudian cuci viskosimeter dengan n-hexana.
Perhitungan : Viskositas pada 400C : η = 1/ t x ρ x 1,96
( gbr 14 Viknometer untuk mengukur vikositas terlampir pada lampiran
11 )
3.5.3. Pengujian Titik kabut ( Cloud Point )
Tujuan pengujian cloud point adalah untuk mengetahui pada temperature
berapa biodiesel dari minyak kemiri mulai terbentuk awan (titik kabut)
Peralatan yang digunakan :
a. Botol sampel
b. Termometer( kisaran -2 0 C s/d 680C )
c. Water Bath ( suhu water bath sebayiknya tidak kurang dari 20C atau
tidak lebih dari 50C dibawah cloud point )
Prosedur Kerja:
a. Panaskan minyak kemiri sebanyak 70 gr pada temperature 1300C dan
tuangkan 45 ml minyak panas kedalam botol yang berisi minyak kemiri.
b. Masukkan botol yang berisi minyak kemiri kedalam water bath dan mulai
dinginkan .
c. Kemudian water bath diaduk agar suhunya merata. Bila subhu minyak
sudh mencapai 100C diatas cloud pointnya, minyak kemiri mulai diaduk
( menggunakan thermometer ) dengan kecepatan yang relatif konstan
untuk menghindari terbentuknya kristal atau padatan.
d. Amati suhu thermometer ,suhu dimana bacaan termometer tidak dapat
dilihat merupakan cloud point dari sampel yang diamati.
( gbr 15 penentuan titik kabut terlampir pada lampiran 12 )
3.5.4. Pengujian Bilangan Iod
Tujuan pengujian bilangan Iod adalah untuk mengetahui banyaknya ikatan
rangkap atau ikatan tidak jenuh
Peralatan yang digunakan:
b. Neraca Analitik
c. Buret mokro
d. Gelas ukur
e. Pipet
Bahan yang digunakan:
a. Larutan Wijs
b. Karbon tetra klorida ( CCl4 )
c. KI 15 %
d. Indikator amylum
e. Larutan natrium thiosulfat
f. Air destilasi.
Prosedur kerja:
a. Minyak kemiri ditimbang 0,5 grm dalam Erlenmeyer
b. Lalu kedalamnya ditambahkan 20 ml CCl4 dan 15 ml Wijs,kemudian
disimpan ditempat yang gelap selama 30 menit.
c. Kemudian ditambahkan lagi 15 ml KI 15 % dalam 85 ml air destilasi
d. Dititrasi dalam larutan Na2S2O3,5H2O 0,1 N dengan amylum sebagai
indicator dimana warna titik akhir titrasi tepat hilangnya warna biru
e. Lalu catat volume Na2S2O3 yang terpakai.
Rumus perhitungan bilangan Iod:
(
)
Contoh Berat x O S Na N x Sampel Vol blangkoVol. − . 2 2 2 12,69
( gbr 16 buret micro = alat yang digunakan untuk menentukan angka
iod pada lampiran 13 ).
3.5.5. Pengujian Kadar Air
Tujuan adalah untuk mengetahui kadar air yang ada pada biodiesel.
Peralatan yang digunakan:
a. Satu set oven
b. Cawan porselin
c. Gegep Kayu
e. Neraca Analisis
Prosedur Kerja:
a. Menghidupkan oven dan memeriksa apakah alat dalam keadaan baik.
b. Jika oven dalam keadaan baik, maka atur temperatur hingga 1100C dan
waktu pemanasan 4 jam.
c. Cawan porselin dimasukkan ke dalam oven untuk menguapkan kandungan
air.
d. Setelah beberapa saat dipanaskan pada temperatur 1100C, cawan diambil
untuk dimasukkan kedalam desikator.
e. Setel dingin, ambil cawan porselin dan dimasukkan biodisel sesuai volum
yang sudah ditentukan.
f. Cawan porselin berisi biodisel dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan
pada temperatur 1100C selama 4 jam.
g. Cawan porselin dikeluarkan dari oven untuk selanjutnya dimasukkan
kedalam desikator.
h. Setelah dingin, timbang cawan berisi biodisel yang sudah dipanaskan
tersebut dan dicatat beratnya.
i. Selanjutnya dihitung kadar air dalam biodisel dengan rumus sebagai berikut
:
Kadar Air (%) =
Awal Biodisel Berat
Akhir Biodisel Berat
Awal Biodisel
Berat −
x 100%
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHSAN
Dalam penelitian ini telah dilakukan proses reaksi transesterifikasi
terhadap minyak kemiri dalam methanol dengan menggunakan katalis basa yaitu
KOH dan CaO dan eter sebagai koselvent dengan lama reaksi 3 jam pada
temperature 65 0C untuk mendapatkan dan mengetahui apakah jumlah metil ester
,densitas, viskositas, clout point, bilangan iod, kadar air, monogliserida,
digliserida dan trigliserida ada perbedaan
4.1. Hasil dan Pembahsan Proses reaksi transeseterifikasi
Proses transesterifikasi minyak merupakan proses yang paling umum
digunakan dalam memproduksi metil ester, trigliserida dapat dengan mudah
ditransesterifikasi secara batchwise pada tekanan atmosfer dan suhu 60-70 °C menghasilkan metil ester dan gliserol dengan tahapan reaksi sebagai berikut:
( Destianna, 2007 )
Dari hasil analisa metil ester yang tertera pada table