• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Potensi Wisata Bahari Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Potensi Wisata Bahari Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN

POTENSI WISATA BAHARI PANTAI CERMIN

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

T E S I S

OLEH

NARUDDIN DALIMUNTHE

057024039/SP

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN

POTENSI WISATA BAHARI PANTAI CERMIN

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan Program Studi Pembangunan

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH

NARUDDIN DALIMUNTHE

057024039/SP

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERNYATAAN

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN POTENSI WISATA BAHARI PANTAI CERMIN

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi dan sepanjang sepentahuan juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2007

(4)

ABSTRACT

Lately, Maritime Tourism a lot of signalized by regency governments in Indonesia. This matter is understandable because it is true a lot of regency region owning seaboard. Beside that unanswerable that Maritime Tourism have the potency to be source PAD and resource of stock-exchange of State estimated will very big. Implication into effect of system decentralize have opened opportunity for every area to be optimal every existing resource. Area will be pushed to dig every potency in order to improving original earnings of its area ( PAD). So that, in this time a lot of local government owning area in the form of seaboard, coping to develop Maritime Tourism in its region. This matter conducted by Serdang Bedagei Government triedly lift Maritime Tourism potency exist in its area. The Maritime Tourism Location is Coastal region of Mirror matching with result survey conducted by World Tourism Organization (WTO), Maritime Tourism Object of Mirror Coast can be made as ancol in Jakarta or Nusa Dua Bali Deity Island, thereby Maritime Tourism Object of Pantai Cermin by Serdang Bedagai represent very potential experienced resource to be developed. Pursuant to this matter why the writer interested to check how participation socialize in Maritime Tourism potency development of policy and Pantai Cermin any kind of which have been conducted by local government of Serdang Bedagai for tourism development, specially Coastal object Tourism of Pantai Cermin.

Type of Study used in this research have the character of descriptive with approach qualitative where this research cope to depict participation socialize to development potency of Maritime Tourism Pantai Cermin and how governmental policy in development potency of Maritime Tourism Pantai Cermin. To deepen analysis of data related to policy development of Maritime Tourism Pantai Cermin, hence will be conducted by an interview exhaustively with Informan of key with use of appliance of research verbal, to get data that is needed in this research become complete. Data obtained from field, data of secunder and also primary will be compiled and presented and analysed by using approach qualitative in the form of later explain in analysis as according to research problem.

Result of research show that society caring to take care of and got mixed up with the effort tourism service hence the mentioned have shall be deemed to have participated. In line with from participation that is create condition which condusif or equally that participation socialize in Maritime development Tourism of Serdang Bedagai. From research also can be concluded by a several things that is, maritime potency of Serdang Bedagai represent remarkable asset to development especially in maritime development Tourism have made policy about tourism. In developing area Tourism hence the Serdang Bedagai have released some policy which contents tourism development in Serdang Bedagai. Some object Tourism developed by Serdang Bedagai of Pantai Cermin, Pulau Berhala, Bali Kampong, and others. Follow the example of the Perda Number 12, 2006 about Pulau Berhala management as Area Eco Marine Tourism (Maritime Tourism Base on Environment).

(5)

ABSTRAK

Belakangan ini Wisata Bahari banyak ditonjolkan oleh pemerintah-pemerintah kabupaten / kota di Indonesia. Hal ini dapat dimengerti karena memang banyak wilayah kabupaten / kota yang memiliki daerah pesisir. Implikasi diberlakukannya sistem desentralisasi telah membuka peluang bagi setiap daerah untuk mengoptimalkan setiap sumber daya yang ada. Daerah akan didorong untuk menggali setiap potensi dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerahnya (PAD). Hal inilah yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagei dengan mencoba mengangkat potensi Wisata Bahari yang ada di daerahnya. Lokasi Wisata Bahari tersebut adalah wilayah Pantai Cermin yang sesuai dengan hasil survey yang dilakukan oleh World Tourism Organization (WTO), Objek Wisata Bahari Pantai Cermin dapat dijadikan sebagai ancolnya Jakarta atau Nusa Duanya Pulau Dewata Bali, dengan demikian Objek Wisata Bahari Pantai Cermin yang dimiliki Kabupaten Serdang Bedagai merupakan sumber daya alam yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Jenis studi yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif dimana penelitian ini berupaya menggambarkan partisipasi masyarakat terhadap pengembangan potensi Wisata Bahari Pantai Cermin dan bagaimana kebijakan pemerintah dalam pengembangan potensi Wisata Bahari Pantai Cermin. Untuk memperdalam analisis data yang berkaitan dengan kebijakan pengembangan Pariwisata Bahari Pantai Cermin, maka akan dilakukan wawancara secara mendalam dengan Informan kunci dengan penggunaan alat penelitian verbal (tape recording), untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini menjadi lengkap. Data yang diperoleh dari lapangan, baik data sekunder maupun primer akan disusun dan disajikan dan dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif berupa pemaparan yang kemudian di analisis dan di narasikan sesuai dengan masalah penelitian.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kepedulian masyarakat untuk menjaga dan terlibat dalam usaha jasa pariwisata maka hal tersebut sudah bisa dianggap telah berpartisipasi. Sesuai dengan tujuan dari partisipasi yaitu menciptakan kondisi yang kondusif atau dengan kata lain bahwa partisipasi masyarakat dalam pengembangan wisata Bahari Serdang Bedagai memang sangat dilibatkan.Dari penelitian ini juga bisa disimpulkan beberapa hal yaitu, potensi bahari Serdang Bedagai merupakan aset yang luar biasa terhadap pembangunan Kabupten khususnya dalam pengembangan wisata bahari telah membuat perda tentang pariwisata. Dalam mengembangkan daerah wisata maka Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang memang isinya sangat konsen terhadap pengembangan pariwisata di Kabupaten Serdang Bedagai. Beberapa objek wisata yang dikembangkan oleh Pemkab Serdang Bedagai seperti Pengembangan Pantai Cermin, Pulau Berhala, Kampung Bali, dan lain-lain. Contoh Perda tersebut adalah Perda Nomor 12 Tahun 2006 tentang pengelolaan pulau Berhala Serdang Bedagai Sebagai Kawasan Eco Marine Tourism (Wisata Bahari Berbasis Lingkungan).

(6)

KATA PENGANTAR

Assalamu’allaikum Wr.Wb,

Sembah dan Syukur yang tak terhingga dari penulis kepada Allah SWT-Penguasa alam semesta dan Pemberi kehidupan, yang telah memberikan begitu banyak nikmat dan kebahagiaan serta kelapangan hati kepada penulis sehingga tesis yang berjudul ”Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Potensi Wisata Bahari Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai” dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih yang tak

terhingga kepada Isteri dan anak-anak atas semua pemberian dukungan dan cinta kasih yang tulus kepada penulis untuk dapat menyelesaikan pendidikan dengan baik. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga besar saya atas dukungan dan kebersamaannya.

(7)

Ucapan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan juga disampaikan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof.Dr.Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk ikut serta dalam studi di Sekolah Pascasarjana USU.

2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof.Dr.Ir.T.Chairunnisa B,M.Sc.

3. Ketua Program Studi Pembangunan, Bapak Dr.Subhilhar, MA yang telah memberikan kesempatan untuk penulis bisa menimba ilmu di Program Studi Pembangunan serta diskusi-diskusinya yang sangat bermanfaat.

4. Seluruh Dosen-Dosen pada Program Studi Pembangunan USU atas perhatian dan bimbingan selama perkuliahan.

5. Bapak Gubernur Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan bagi saya untuk bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang S2.

6. Bapak Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan dan ijin untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2.

7. Teman-teman kuliah yang tidak dapat disebutkan satu persatu, khususnya mahasiswa Program Studi Pembangunan Angkatan 2005 yang telah memberikan dorongan, semangat sekaligus teman diskusi, saling membantu dan berbagi rasa.

(8)

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu pada kesempatan ini yang telah memberikan dukungan untuk bisa segera menyelesaikan kuliah ini. Semoga Allah memberikan balasan yang berlipat ganda. Amiin.

Wassalam.Wr.Wb

Medan, September 2007 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

2.2. Kebijaksanaan Pemerintah dalam Pengembangan Pariwisata …... 13

2.3 Industri Parawisata ... 18

2.4. Sosiologis Kepariwisataan ... 19

2.5. Pariwisata dan Ekonomi Daerah ... 21

2.6 Konsep Pariwisata Bahari ……… 27

2.7. Konsep Ruang dan Pengembangan Kepariwisataan ... 30

2.8. Filosofi Pariwisata Bahari berkelanjutan berbasis Masyarakat ... 32

2.9. Strategi Kebijakan Pengembangan Wisata Bahari Sebagai Sumber Pendapatan ... 39 2.10. Konsep Pembangunan dan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan.. 44

2.11. Partisipasi Masyarakat ... 50

2.12. Objek Bahari Wisata Pantai Cermin ... 54

(10)

2.14. Bentuk Kepariwisataan ... 58

2.15. Pendekatan Pariwisata ... 60

2.16. Ruang Lingkup Objek dan Daya Tarik Wisata ………. 64

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………. 66

3.1 Jenis Penelitian ... 66

3.2. Definisi Konsep ... 66

3.3. Lokasi Penelitian ... 67

3.4. Informan Kunci ……… 67

3. 5. Teknik Pengumpulan Data ……… 68

3.6. Teknik Analisis Data ... 69

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 70

4.1. Kondisi Geografis ... 70

4.2. Aspek Kepariwisataan ... 74

4.3. Pengunjung Objek Wisata Pantai Cermin ... 77

4.4. Faktor-faktor Penggunaan Lahan ... 81

4.5. Perhotelan beserta Penunjangnya ………... 82

4.6. Pertumbuhan dan Perkembangan Kepariwisataan ... 82

4.7. Sarana dan Prasarana ……….. 89

4.8. Partisipasi Masyarakat Terhadap Pengembangan Potensi Wisata Bahari Kawasan Objek Wisata Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai ... 98

4.9.Kebijakan Pemerintah Daerah Serdang Bedagai dalam Pengembangan Potensi Wisata Bahari di Serdang Bedagai ... 110 BAB V KESIMPULAN ……… 125

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema konsep ecotourism Bahari ……… 28

Gambar 2.2 Komponen Fungsi dari Sisi Persediaan ... 37

Gambar 2.3. Pengaruh luar sistem Pariwisata ... 37

Gambar 2.4 Tipe Pariwisata & Ragamnya ……… 46

Gambar 4.2. Peta tata guna lahan di kawasan objek wisata Pantai Cermin ... 75

Gambar 4.3. Grafik kunjungan wisatawan ke objek wisata Pantai Cermin... 85

Gambar 4.4. Grafik perbandingan kunjungan wisatawan ke Sumatera Utara dan Pantai Cermin... 86

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jumlah pengunjung wisatawan ke objek wisata Pantai Cermin… 55 Tabel 4.1. Jarak dari Kandor Desa ke Ibu Kota Kecamatan dan Ibu Kota Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai ……… 71

Tabel 4.2. Luas Desa dan persentasenya terhadap luas Kecamatan Pantai Cermin... 72

Tabel 4.3. Jumlah Dusun, RT dan RW tiap desa di Kecamatan Pantai Cermin ... 73

Tabel 4.4. Jumlah penduduk menurut kewarganegaraan ... 74

Tabel 4.5. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke objek wisata Pantai Cermin... 77

Tabel 4.6. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Sumatera Utara.... 83

Tabel 4.7. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Sumatera Utara melalui pintu masuk ………..……… 83

Tabel 4.8. Jumlah kunjungan wisatawan ke objek Wisata Pantai Cermin….. 84

Tabel 4.9. Perbandingan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Sumatera Utara dan ke objek Wisata Pantai Cermin... 85

Tabel 4.10. Tanggapan responden tentang penataan lahan pantai... 103

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, dan teknologi, sehingga keadaan ini menjadi perhatian besar dari para ahli dan perencana pembangunan. Penafsiran yang multi dimensional atas fenomena ini menjadikan pariwisata didefenisikan dengan luas dan rumit. Konsep-konsep baru ditawarkan dengan penonjolan perspektif tertentu. Demikianlah misalnya pariwisata sering disamakan sebagai suatu industri karena fenomena ini terkait dengan proses-proses produksi barang dan jasa dengan menggunakan tehnologi tertentu. Dalam perspektif geografi pariwisata terkait dengan fenomena mobilitas pnduduk secara spasial yang terjadi karena perbedaan fungsi-fungsi ruang (dan isinya) bagi kehidupan komunitas masyarakat (Opperman:1980). Keterkaitan antara berbagai fenomena kehidupan masyarakat dalam pariwisata menyebabkan pariwisata ini hanya dapat dipahami dengan baik apabila didasarkan pada pendekatan inter disiplin dan transdisiplin.

(13)

Ketiga konsep dasar ini harus terpadu untuk menciptakan fenomena pariwisata (Stephen, 1998). Dengan demikian pariwisata mencakup baik aktivitas wisata yang dilakukan oleh manusia maupun kegiatan yang memfasilitasi kegiatan itu dan konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya.

Bisnis pariwisata sudah menjadi sektor andalan di banyak negara. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Naisbitt (1997) yang menyatakan pariwisata merupakan penghasil uang terbesar dan sektor terkuat dalam perekonomian global. Pariwisata telah mampu mempekerjakan sebanyak 204 juta orang di seluruh dunia menghasilkan 10,6 persen Produk Nasional Bruto dunia; memberikan kontribusi pajak sebesar 655 juta dollar, sehingga tidak mengherankan apabila banyak negara berlomba-lomba menjadikan negaranya sebagai objek yang kaya akan daya tarik kepariwisataan. Seperti di Indonesia, sebelum terjadinya lembaran hitam dalam sejarah dunia kepariwisataan di Indonesia, berupa peristiwa buruk dengan peledakan bom yang dilakukan oleh teroris di Legian Kuta Bali, 12 oktober 2002 yang lalu, Pariwisata merupakan penghasil devisa terbesar ke tiga setelah tekstil dan migas. Ini meng-isyaratkan bahwa industri jasa bidang pariwisata memilik potensi yang cukup besar untuk menjadi tulang punggung perekonomian nasional di masa mendatang (Sutowo, 2002).

(14)

mulai masuk ke dalam pasar wisatawan, baik lokal, nasional, maupun internasional. Hal itulah sesungguhnya yang terjadi apabila kita mengamati peningkatan jumlah wisatawan internasional dari sekitar 25 juta pada tahun 1950 menjadi sekitar 676 juta pada tahun 2002 yang lalu. Menjelang dasawarsa pertama abad-21 ini diperkirakan jumlah wisatawan global akan mencapai satu millyar. Peningkatan yang drastis ini diikuti pula oleh kenaikan sumbangannya pada PDB dunia dari hanya 1,2 persen menjadi sekitar 12,1 persen pada periode yang sama (WTO, 2004). Bahkan sebelumnya Naisbitt (1997) sudah memprediksi bahwa dengan kontribusi ekonominya (dalam bentuk pajak, kesempatan kerja, belanja negara, dan investasi modal) yang amat besar, pariwisata merupakan industri terbesar pada abad ini.

Apabila diamati lebih dekat tampak bahwa arus utama wacana perkembangan pariwisata ini lebih terfokus pada pariwisata internasional, dalam arti berbagai indikator pertumbuhan arus perjalanan wisata yang melampaui batas-batas teritorial suatu negara. Apabila merujuk pada data kepariwisataan secara global, maka hampir semuanya menunjukkan indikator perkembangan pariwisata internasional tadi. Padahal, sebenarnya perkembangan pariwisata internasional tidak terlepas dari perkembangan pariwisata domestik (Schlenke dan Stewig, dikutip Damanik, 2001). Banyak ahli, termasuk dari kalangan badan pariwisata

internasional mengakui bahwa jumlah wisatawan domestik ini tidak dapat diabaikan dalam spektrum perkembangan pariwisata di setiap negara. Artinya secara umum dapat dikatakan bahwa pariwisata domestik menjadi salah satu basis

(15)

Pembangunan pariwisata di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perkembangan pariwisata dunia yang berlangsung sangat pesat sekali pada tahun-tahun terakhir ini. Hal ini disebabkan oleh kemajuan teknologi yang saling berhubungan dengan sedemikian cepatnya, disertai dengan peningkatan pertumbuhan sosial ekonomi masyarakat yang lebih mendukung kemampuan akan pemenuhan kebutuhan untuk berlibur dengan melakukan kunjungan wisata.

Perkembangan arus wisata yang semakin pesat merupakan salah satu bagian utama dalam pertumbuhan kepariwisataan, sehingga pengembangan periwisata perlu lebih mendapat perhatian khusus, untuk dikemas dan di manage se-sempurna mungkin dalam menjawab tantangan dari laju arus kunjungan wisatawan yang akan datang, yang akan membutuhkan dan menggunakan sarana dan prasarana wisata, yang merupakan fasilitas dari Industri jasa Pariwisata yang tersedia. Dengan kata lain bahwa, perkembangan pariwisata tersebut sangat ditentukan oleh baik atau tidak baiknya keadaan sarana dan prasarana yang merupakan faktor penunjang kepariwisataan.

(16)

dengan upaya keberlanjutan pariwisata itu sendiri yang mencakup perlindungan terhadap lingkungan maupun manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat. Hal inilah yang menjadi faktor utama dalam perspektif pengembangan pariwisata daerah.

Pengembangan pariwisata ini sudah tentu mempunyai kaitan dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat baik dari segi ekonomi maupun dari segi sosial budaya. Apabila dilihat dari segi ekonomi bahwa pariwisata sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), antara lain berupa pajak, retribusi dan sumber Devisa bagi Negara. Disamping itu Industri Pariwisata sebagai Industri padat karya akan membuka lapangan kerja yang begitu besar bagi penduduk dimana obyek wisata itu berada, sekaligus akan membuka peluang bagi Home Industri bagi masyarakat sekitar dalam bentuk karya seni kerajinan tangan, Souvenier, Snack khas daerah, jasa Guide, Jasa transportasi darat dan laut, Restaurant dll. Yang akan menambah pendapatan bagi masyarakat setempat.

(17)

sekitar 5,1 juta orang / tahun. Dengan jumlah pengeluaran sekitar US.$ 5 milyar, dengan asumsi mereka menginap (Long Stay) selama 10 hari dengan pengeluaran rata-rata US.$ 958 / hari. (Soekarno, 2001).

Melihat arus mobilitas manusia saat ini dan kedepan, apalagi dalam memasuki abad 21, sejalan dengan kemajuan teknologi, kebutuhan kepariwisataan bagi penduduk dunia menjadi sangat penting, bahkan telah ber-evolusi menjadi kebutuhan Primier, sehingga tidak terpisahkan dari kebutuhan kehidupan manusia. Dengan demikian Industri Pariwisata ditinjau dari aspek ekonomi merupakan potensi yang sangat prospektif dan menjanjikan. Akan tetapi harus dikemas, digali dikembangkan dan dipublikasikan melalui proses promosi kepada dunia. Potensi pariwisata dari sisi industri yang mengandalkan setiap atraksi, dan merupakan modal untuk menarik dan menahan setiap wisatawan yang datang. Sehingga diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap berbagai aspek, baik kepada masyarakat lokal, maupun sumbangsihnya terhadap peningkatan ekonomi daerah. Namun sehebat apapun perkembangan suatu objek wisata tidaklah ada artinya bagi masyarakat jika masyarakat tidak ikut menikmati hasil dari aktivitas pariwisata yang ada. Hal ini akan sangat penting dan merupakan faktor penentu karena masyarakat terutama penduduk lokal, adalah salah satu komponen penting dalam pengembangan pariwisata, apalagi jika pariwisata diposisikan pula sebagai program dalam upaya untuk mengembangkan dan memakmurkan masyarakat.

(18)

akan didorong untuk menggali setiap potensi dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerahnya (PAD). Sehingga saat ini banyak pemerintah daerah yang memiliki kawasan berupa daerah pesisir, berupaya mengembangkan Wisata Bahari di wilayahnya. Hal inilah yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagei dengan mencoba mengangkat potensi Wisata Bahari yang ada di daerahnya. Lokasi Wisata Bahari tersebut adalah wilayah Pantai Cermin yang sesuai dengan hasil survey yang dilakukan oleh World Tourism Organization (WTO), Objek Wisata Bahari Pantai Cermin dapat dijadikan sebagai ancolnya Jakarta atau Nusa Duanya Pulau Dewata Bali, dengan demikian Objek Wisata Bahari Pantai Cermin yang dimiliki Kabupaten Serdang Bedagai merupakan sumber daya alam yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Kawasan Pantai Cermin terkenal dengan keindahan pantai dengan pasir putih yang landai, potensi laut yang baik untuk pemandian dan diving (melihat panorama keindahan alam dibawah air), makanan laut (Sea Food) yang melimpah, adanya beberapa pantai dan pulau sebagai objek Wisata Bahari yang berdampingan seperti Pantai Putri, Pantai Kelang dan Pantai Sialang buah, Namun objek wisata ini belum sepenuhnya dimanfaatkan dan dikelola secara professional sebagai objek wisata bagi wisatawan mancanegara, maupun wisatawan domestik. Sebab sesungguhnya yang disebut dengan objek wisata adalah “perwujudan dari ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya, sejarah bangsa dan tempat serta keadaan alam yang mempunyai daya tarik untuk

(19)

satu aspek yang sangat penting adalah aspek sosial, ekonomi dan budaya. Aspek ini mensyaratkan bahwa, masyarakat sekitar yang akan bertindak sebagai pelaku dan sekaligus tujuan pembangunan wisata bahari harus mendapatkan manfaat terbesar dari kegiatan pembangunan tersebut. Untuk mengatasi permasalahan ini dibutuhkan peran pemerintah dalam merumuskan suatu kebijakan yang tepat dan efektif guna meningkatkan manfaat potensi tersebut bagi masyarakat sekitar, pendapatan daerah (PAD) dan juga sebagai sumber Devisa bagi negara.

1.2 Perumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam pengembangan potensi Wisata Bahari Pantai Cermin?

2. Bagaimana kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah Serdang Bedagai dalam pengembangan potensi wisata bahari di Serdang Bedagai?

1.3. Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat dalam pengembangan potensi Wisata Bahari Pantai Cermin.

(20)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

a. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumbangan pemikiran kepada Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai, sebagai masukan dalam penyusunan kebijakan dalam pengembangan potensi pariwisata.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pariwisata

Perkataan pariwisata berasal dari bahasa sansekerta dengan rangkaian suku kata “pari”= banyak, ditambah dengan “ wis” = melihat, dan “ ata” = tempat. Jadi, Pariwisata merupakan terjemahan dari “melihat banyak tempat” .

Indonesia pada awalnya mengenal pariwisata dengan mempergunakan bahasa asing yaitu “ tourism”. Perubahan istilah “tourism” menjadi “pariwisata” dipopulerkan ketika dilangsungkan Musyawarah Nasional.

Pengertian pariwisata secara lengkap dapat dilihat dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan dalam Pasal 1 menyatakan :

Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata.

Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.

Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusaha obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.

(22)

Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata, dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut.

Obyek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata.

Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.

Menurut pandangan ahli, pariwisata adalah perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorang atau kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagian dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial budaya, alam dan ilmu (Kodhyat dalam Spillane, 1994:21). Sedangkan menurut Wahab dalam Pemasaran Pariwisata (1992:5) berpendapat : dari definisi yang dikemukakan para pakar tersebut dapat diambil unsur-unsur dari pariwisata adalah:

1. Adanya kegiatan mengunjungi suatu tempat 2. Bersifat sementara

3. Ada sesuatu yang ingin dilihat atau dinikmati 4. Dilakukan perseorangan atau sekelompok orang 5. Mencari kesenangan/ kebahagiaan

(23)

Menurut Oka A. Yoeti (1997) industri pariwisata akan menyumbangkan devisa melalui:

1) Penerimaan visa-fee sewaktu wisatawan akan berangkat ke Indonesia pada kedutaan/perwakilan Indonesia di luar negeri;

2) Hasil penjualan tiket pesawat udara atau kapal laut (bila pesawat udara atau kapal laut yang digunakan adalah pesawat atau kapal yang merupakan milik bangsa Indonesia)

3) Biaya taxi/coach bus untuk transfer dari lapangan udara ke hotel dan sebaliknya

4) Sewa kamar hotel selama menginap pada beberapa kota yang dikunjungi;

5) Biaya makanan dan minuman pada Bar dan Restoran, dalam maupun di luar hotel;

6) Biaya tours dan sight seeing serta excursion pada kota-kota yang dikunjungi;

7) Biaya taxi untuk transportasi lokal untuk keperluan berbelanja (shopping) dan keperluan pribadi lainnya

8) Pengeluaran untuk membeli barang-barang souvenir serta barang-barang lainnya, yang dibeli pada beberapa kota yang dikunjunginya

(24)

2.2 Kebijaksanaan Pemerintah dalam Pengembangan Pariwisata

Pariwisata Indonesia berkembang dengan pesat dapat dijadikan andalan atau penyumbang paling tinggi untuk peningkatan perekonomian masyarakat suatru daerah, hal ini sesuai dengan GBHN 1993, Bab IV yang merumuskan hal-hal sebagai berikut, antara lain :

a. Pembangunan kepariwisataan diarahkan pada peningkatan pariwisata menjadi sektor andalan yang mampu menggalakkan kegiatan ekonomi, termasuk kegiatan sektor lain yang terkait, sehingga lapangan kerja, pendapatan masyarakat, daerah dan negara serta penerimaan devisa meningkat melalui upaya pengembangan dan pendayagunaan potensi kepariwisataan nasional.

b. Dalam pembangunan kepariwisataan harus dijaga tetap terpeliharanya kepribadian serta kelestarian fungsi dan mutu lingkungan hidup. Kepariwisataan perlu ditata secara menyeluruh dan terpadu dengan melibatkan sektor yang terkait dalam suatu keutuhan usaha kepariwisataan yang saling menunjang dan saling menguntungkan baik yang berskala kecil, menengah maupun besar.

(25)

pariwisata remaja dan pemuda dengan lebih meningkatkan kemudahan dalam memperoleh pelayanan kepariwisataan. Daya tarik Indonesia sebagai negara tujuan wisata mancanegara perlu ditingkatkan melalui upaya pemeliharaan benda dan khazanah bersejarah yang menggambarkan ketinggian budaya dan kebesaran bangsa serta didukung dengan promosi memikat.

d. Upaya pengembangan objek dan daya tarik wisata serta kegiatan promosi dan pemasarannya, baik di dalam maupun di luar negeri terus ditingkatkan secara terencana, terarah, terpadu dan efektif, antara lain dengan memanfaatkan secara optimal kerjasama kepariwisataan regional dan global guna meningkatkan hubungan antar bangsa.

Pemerintah telah menerapkan sejumlah kebijakan sebagai pemandu dalam setiap perencanaan pembangunan dan pengembangan kepariwisataan sebagai berikut:

1. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan khususnya pada Pasal 2, Pasal 3 huruf (d), dan Pasal 30.

2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

(26)

4. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Nomor KM.5/UM.209/MPPT-89 Tanggal 18 Januari 1989 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sapta Pesona; khususnya pada Pasal 3, 4, 5, dan 7.

5. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Nomor KM.98/PW.102/MPPT-87 Tanggal 23 Desember 1987 Tentang Ketentuan Usaha Obyek Wisata.

6. Keputusan Direktur Jenderal Pariwisata Nomor KEP-18/U/II/88 Tanggal 25 Pebruari 1990 Tentang Pelaksanaan Ketentuan Usaha Objek Wisata.

7. Instruksi Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Nomor IM.16/KS.001/MPPT-88 Tanggal 17 September 1988 Tentang Peningkatan Kerjasama Antar Instansi Pusat di Bidang Pengembangan dan Pemanfaatan Objek Wisata Alam dan Objek Wi ata Budaya.

8. Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal Pariwisata dan Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Nomor 07/Edr/II/88 dan Nomor SE.02/M/BP/88 Tanggal 26 Pebruari 1988 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang di Bidang Usaha Hotel, Restoren, Usaha Perjalanan, Wisata Tirta, dan Objek Wisata.

(27)

10. Instruksi Presiden RI Nomor 7 Tahun 1987 Tanggal 23 Desember 1987 Tentang Penyederhanaan Perizinan dan Retribusi di Bidang Usaha Pariwisata.

11. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 1987 Tanggal 23 Desember 1987 Tentang Penyederhanaan Perizinan dan Retribusi di Bidang Usaha Pariwisata.

12. Surat Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan RI Nomor 177/DAGRI/VII/86 Tanggal 15 Juli 1986 Perihal Pembebasan Memiliki SIUP Bagi Usaha Jasa Pelayanan di Bidang Pariwisata.

13. Keputusan Menteri pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Nomor KM.52/HM.601/MPPT-89 Tanggal 17 April 1989 Tentang Penyelenggaraan Kampanye Nasional Sadar Wisata.

14. Keputusan Menteri Pariwisata. Pos, dan Telekomunikasi Nomor KM.59/PW.002/MPPT-85 Tanggal 23 Juli 1985 Tentang Peraturan Kawasan Pariwisata.

15. Keputusan Menteri Pariwisata. Pos, dan Telekomunikasi Nomor KM.70/PW.105/MPPT-85 Tanggal 30 Agustus 1985 Tentang Peraturan Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum.

(28)

17. Keputusan Menteri Pariwisata. Pos, dan Telekomunikasi Nomor KM.72/PW.105/MPPT-85 Tanggal 30 Agustus 1985 Tentang Mandala Wisata.

18. Keputusan Menteri Pariwisata. Pos, dan Telekomunikasi Nomor KM.73/PW.105/MPPT-85 Tanggal 30 Agustus 1985 Tentang Peraturan Usaha Rumah Makan.

19. Keputusan Menteri Pariwisata. Pos, dan Telekomunikasi Nomor KM.74/PW.105/MPPT-85 Tanggal 30 Agustus 1985 Tentang Peraturan Usaha Pondok Wisata.

Di dalam Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) Propinsi Sumatera Utara tahun 2001 – 2005, dijelaskan bahwa salah satu arah kebijaksanaan pembangunan di bidang ekonomi adalah mengembangkan kebijakan pembangunan pariwisata sebagai saktor produktif untuk meningkatkan daya saing global dan memberdayakan masyarakat khususnya kelompok bawah agar mampu berperan sebagai pelaku utama.

Selanjutnya pada bidang sumber daya alam, arah kebijaksanaan dalam Pola Dasar Pembangunan adalah mengelola sumberdaya alam dan memelihara sesuai daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi.

(29)

a. Mewujudkan objek wisata di Kabupaten Serdang Bedagai menjadi kawasan wisata berskala nasional maupun internasional.

b. Meningkatkan pengelolaan dan penyediaan sarana dan prasarana pariwisata termasuk pemberdayaan seni dan budaya sebagai penunjang dan daya tarik.

c. Mengembangkan kegiatan berbagai pariwisata melalui pemanfaatan potensi budaya lokal, wisata iman, wisata agro dan wisata eko (eco tourism).

2.3 Industri Parawisata

(30)

akan sangat membawa dampak positif terhadap kemajuan dan perkembangan Pariwisata. Sehingga dalam proses modernisasi, dinamika Industri Pariwisataan akan berkembang dalam suatu konsep pendekatan dalam kegiatan ke pariwisataan yang dikatagorikan menjadi salah satu kegiatan Industri jasa Pariwisata, dengan jangkauan ruang lingkup yang lebih luas untuk memperkaya output dari pariwisata, pembangunan Pariwisata perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan sehingga akan menimbulkan manfaat :

1. Memperbesar penerimaan devisa.

2. Memperluas dan membuka kesempatan usaha dan lapangan kerja. 3. Mendorong pembangunan daerah.

4. Meningkatkan kesejateraan masyarkat.

5. Memperkaya kebudayaan nasional, tanpa menghilangkan ciri kepribadian bangsa, dan terpeliharanya nilai-nilai agama.

6. Memupuk persaudaraan antar bangsa.

7. Memupuk dan melestarikan kecintaan terhadap tanah air dan Lingkungan hidup.

2.4. Sosiologis Kepariwisataan

(31)

dengan kebudayaan masyarakat modern industrial. Kebudayaan-kebudayaan itu saling menyapa, saling bersentuhan, saling beradaptasi dan tidak jarang kemudian menciptakan produk-produk kebudayaan baru.

Dalam dimensi interaksi politik, kegiatan pariwisata dapat menciptakan dua kemungkinan ekstrem, yaitu pertama, persahabatan antar etnis dan antar bangsa, dan kedua, bentuk-bentuk penindasan, eksploitasi dan neokolonialisme. Disatu pihak, melalui pariwisata, masing-masing etnis dan bangsa dapat mengetahui atau mengenal tabiat, kemauan dan kepentingan etnis dan bangsa lain.

Pengetahuan demikian dapat memudahkan pembinaan persahabatan atau memupuk rasa satu sepenanggungan. Tetapi di lain pihak, melalui pariwisata pula, dapat tercipta bentuk ketergantungan suatu etnis atau bangsa kepada etnis atau bangsa lain. Misalnya, meningkatnya ketergantungan pendapatan negara sedang berkembang kepada wisatawan dari negara maju.

Sedangkan dalam dimensi interaksi bisnis, kegiatan pariwisata terlihat menawarkan bertemunya unit-unit usaha yang menyajikan bermacam-macam keperluan wisatawan. Bentuk yang disajikan oleh unit-unit usaha ini dapar berupa barang ataupun jasa. Adapun rentangnya dapat berskala lokal, nasional, atau internasional.

(32)

kerja, meningkatkan devisa negara dan income perkapita, serta menghasilkan ketergantungan pada sektor Migas. Dan sengaja difokuskan pada rentangan skala lokal karena pada saat ini masalah-masalah krusial dalam kaitannya dengan pembangunan industri pariwisata lebih banyak terjadi di tingkat lokal (propinsi dan kabupaten).

2.5. Pariwisata dan Ekonomi Daerah

Semangat otonomi daerah telah mewarnai pendayagunaan potensi ekonomi daerah. Hal ini cukup dimaklumi, karena asumsinya daerah otonom yang memiliki potensi ekonomi yang kuat, mempunyai peluang yang besar dalam menggali dan mengembangkan perekonomian daerahnya untuk kesejahteraan masyarakat, yang pada akhirnya daerah otonom mempunyai kemampuan lebih dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, baik dalam penyelenggaraan pemerintahan maupun pelaksanaan pembangunan.

Realita yang ada menunjukkan, bahwa banyak daerah otonom yang kebijakan pembangunan ekonominya didasarkan pada keunggulan komparatif dengan kompetensi dan keunggulan di setiap daerah, misal perekonomian daerah yang berbasis pada hasil: tambang, hutan, pertanian, perikanan dan laut; industri, perdagangan serta jasa dan lain-lain.

(33)

menciptakan iklim usaha daerah yang mampu menggali potensi daerah, mendorong peluang dan kemampuan kompetitif atau daya saing atas dasar keunggulan komparatif daerahnya (letak geografis, SDM professional, akses informasi dan teknologi, kompetensi kelembagaan dan manajeman, kemampuan permodalan dan akses pasar dll.)

Untuk lebih mengoptimalkan upaya pengembangan perekonomian daerah, diperlukan innovasi atau prakarsa, kreatifitas, serta strategi pengembangan ekonomi masing-masing daerah. Dengan demikian di era kompetisi ini, daerah yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dibanding daerah lain, akan lebih berhasil memanfaatkan potensi daerah secara lebih berdaya guna dan berhasil guna bagi kesejahteraan masyarakat.

Kebijakan otonomi daerah memberi kewenangan dan keleluasaan lebih luas bagi Kabupaten/Kota dalam menggali dan mengembangkan potensi daerah. Hal ini terbukti banyak daerah otonom berkreasi dan berinisiatif dengan kiat-kiatnya untuk memajukan daerahnya, misalnya antara lain: berbagai cara dilakukan untuk peningkatan PAD, mendorong laju penanaman modal melalui promosi dan peningkatan pelayanan perijinan, membangun dan meningkatkan kualitas sarana prasarana penunjang kegiatan investasi, mengembangkan sentra-sentra produksi potensial, melakukan berbagai inovasi manajemen pembangunan dan meningkatkan kualitas SDM.

(34)

basis sumber daya yang dimiliki dengan kemampuan menciptakan interaksi dan keterkaitan secara ekonomi dengan daerah sekitarnya, atau dengan wilayah ekonomi yang lebih luas (Bappenas, 2003). Dengan demikian ada dua aspek yang perlu mendapat perhatian yakni pengembangan ekonomi lokal dan kemitraan.

Pengembangan ekonomi lokal merupakan suatu konsep pembangunan

ekonomi yang mendasarkan pada pendayagunaan sumber daya lokal yang ada pada suatu masyarakat, sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya kelembagaan. Pendayagunaan sumberdaya tersebut dilakukan oleh masyarakat itu sendiri bersama pemerintah lokal maupun kelompok-kelompok kelembagaan berbasis masyarakat yang ada.

Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif dalam pengembangan ekonomi local yang dapat dilakukan melalui suatu forum kemitraan. Sedangkan kemitraan itu sendiri mempunyain makna bahwa dalam tataran proses perencanaan , pelaksanaan dan evaluasi program ada kebersamaan yang sinergis antara pemerintah, dunia usaha dan mayarakat. Dengan demikian diharapkan kemitraan ini dapat menjadi katalis bagi penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (good governance) melalui berbagai proses pengambilan keputusan yang terkait dengan pengembangan ekonomi lokal.

Perhatian terhadap pariwisata sudah sangat mulus tersebar karena sadar akan manfaat-manfaat yang didatangkan bagi negara-negara penerima wisatawan:

(35)

Bahwa pendapatan ini mengalir cepat dan langsung terbagi-bagi secara meluas kepariwisataan dalam perekonomian nasional, sehingga mampu membagi-bagi laju pendapatan secara meluas, bertambah banyak dan berputar-putar ke segala lapisan pedagang besar dan pengecer, transportasi, beragam komponen sektor pariwisata, kebutuhan-kebutuhan dan usaha yang berdasarkan tingkat pengeluaran konsumen.

Bahwa pariwisata adalah suatu pasaran lanjutan searah dengan meningkatnya yang begitu pesat tingkat pendapatan keluarga yang tidak habis terpakai, khusunya pada negara-negara yang industrinya sudah maju.

Bahwa industri pariwisata jika dibanding dengan industri lain termasuk industri yang investasi modalnya kecil sebanding dengan arus pendapatan yang mungkin.

Bahwa pariwisata menyediakan suatu pasaran ekspor tempat konsumen datang untuk meneliti produk-produk tersebut.

Bahwa produk yang dijual terutama berupa jasa-jasa dan tidak dapat dijamah karena udara yang sejuk, alam yang indah terdapat tempat-tempat yang bersejarah, yang kelihatannya secaar potensial tidak akn habis-habisnya, dan hanya tunduk pada keterbatasan upaya promosi dan penjualan.

(36)

Jika pemikiran tersebut pada dasarnya membuktikan tentang perluasan akibat pariwisata pada ekonomi negara penerima dan apakah ada dasarnya atau tidak untuk memberi sektor pariwisata prioritas utama dalam perencanaan pengembangan ekonomi negara itu, maka hal-hal ini akan berbeda pada suatu negara dengan negara lainnya. Hal ini sangat bergantung pada keadilan ekonomi negara itu. Apakah ada pilihan-pilihan untuk pengembangan, juga pada tingkat perkembangan negara itu dalam bidang prasarana dan pada bobot atraksi wisata yang dimiliki negara itu. Unsur lain seperti jarak dan pasaran sumber wisatawan dan biaya fasilitas wisata memainkan peranan yang penting juga.

Karena itu dalam perekonomian tidak ada pengkotak-kotakan, melainkan yang ada adalah ketergantungan pada berbagai bagian ekonomi yang menciptakan masalah-masalah konseptual dan tolak ukurnya dalam analisa ekonomi. Karena pariwisata mempengarui dan sekaligus juga dipengaruhi oleh sektor-sektor produksi ekonomi daerah, maka banyaknya kekuatan penghambat yang terjadi didalam ekonomi akan lebih mempersulit pengukuran kerugian yang timbul dan perhitungan dalam rangka mendapatkan keuntungan

(37)

menunjukkan bahwa kepariwisataan sangat potensial untuk dikembangkan di masa krisis. Salah satu sumberdaya wisata yang sangat potensial yakni wilayah pesisir mempunyai kekayaan dan keragaman yang tinggi dalam berbagai bentuk alam, struktur historis, adat, budaya dan berbagai sumberdaya yang lain yang terkait dengan pengembangan kepariwisataan. Hal ini merupakan karunia dan anugerah Tuhan untuk dapat dikembangkan bagi kesejahteraan manusia. Karena sebagai mahluk yang termulia di beri kuasa untuk memanfaatkan alam serta segala isinya dengan penuh tanggung jawab. Alam dan sekitarnya dengan berbagai keragaman yang tinggi seperti wilayah pesisir mempunyai nilai atraktif dan turistik wajib dikelola dan dikembangkan bagi kesejahteraan melalui pariwisata bahari. Keragaman daerah pesisir untuk pariwisata bahari berupa bentuk alamnya dan juga keterkaitan ekologisnya dapat menarik minat wisatawan baik untuk bermain, bersantai atau sekedar menikmati pemandangan.

(38)

2.6 Konsep Pariwisata Bahari

Pembangunan pariwisata di arahkan untuk meningkatkan kesejahteraan yang berkelanjutan. Wisata bahari dengan kesan penuh makna bukan semata-mata memperoleh hiburan dari berbagai suguhan atraksi dan suguhan alami lingkungan pesisir dan lautan tetapi juga diharapkan wisatawan dapat berpartisipasi langsung untuk mengembangkan konservasi lingkungan sekaligus pemahaman yang mendalam tentang seluk beluk ekosistem pesisir sehingga membentuk kesadaran bagaimana harus bersikap untuk melestarikan wilayah pesisir dan dimasa kini dan masa yang akan datang. Jenis wisata yang memanfaatkan wilayah pesisir dan lautan secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan langsung diantaranya berperahu, berenang, snorkeling, diving, pancing. Kegiatan tidak langsung seperti kegiatan olahraga pantai, piknik menikmati atmosfer laut (Siti Nurisyah, 1998).

Konsep wisata bahari di dasarkan pada view, keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karaktersitik masyarakat sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Wheat (1994) berpendapat bahwa wisata bahari adalah pasar khusus untuk orang yang sadar akan lingkungan dan tertarik untuk mengamati alam. Steele (1993) menggambarkan kegiatan ecotourism bahari sebagai proses ekonomi yang memasarkan ekosistem yang menarik dan langka. Low Choy dan Heillbronn (1996), merumuskan lima faktor batasan yang mendasar dalam penentuan prinsip utama ekowisata, yaitu :

(39)

2. Masyarakat; ecotourism harus memberikan manfaat ekologi, social dan ekonomi langsung kepada masyarakat.

3. Pendidikan dan Pengalaman; Ecotourism harus dapat meningkatkan pemahaman akan lingkungan alam dan budaya dengan adanya pengalaman yang dimiliki

4. Berkelanjutan; Ecotourism dapat memberikan sumbangan positip bagi keberlanjutan ekologi lingkungan baik jangka pendek maupun jangka panjang.

5. Manajemen; ecotourism harus dikelola secara baik dan menjamin sustainability lingkungan alam, budaya yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan sekarang maupun generasai mendatang.

Kelima prinsip utama ini merupakan dasar untuk pelaksanaan kegiatan ecotourism yang berkelanjutan. Skema Konsep wisata bahari terlihat pada gambar 1.

Gambar. 2.1. Skema konsep ecotourism Bahari (DKP,2002)

Alam

Manusia Ekotourisme

bahari Out put tak

langsunng Output langsung

Konservasi alam Input

Input

(40)

Dari Gambar 1. terlihat bahwa output langsung yang di peroleh berupa hiburan dan pengetahuan sedangkan output langsung bagi alam yakni adanya insentif yang dikembalikan untuk mengelola kegiatan konsevasi alam. Output tidak langsung yaitu berupa tumbuhnya kesadaran dalam diri setiap orang (wisatawan) untuk memperhatikan sikap hidup sehari-hari agar kegiatan yang dilakukan tidak berdampak buruk pada alam. Kesadaran ini tumbuh sebagai akibat dari kesan yang mendalam yang diperoleh wisatawan selama berinteraksi secara langsung dengan lingkungan bahari.

Orientasi pemanfaatan utama pesisir dan lautan serta berbagai elemen pendukung lingkungannya merupakan suatu bentuk perencanaan dan pengelolaan kawasan secara terpadu dalam usaha mengembangkan kawasan wisata. Cultural dan physical aspect merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi yang saling mendukung sebagai suatu kawasan wisata bahari. Gunn (1993) mengemukakan bahwa suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil bila secara optimal didasarkan kepada empat aspek yaitu :

1) mempertahankan kelestarian lingkungannya

2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut 3) menjamin kepuasan pengunjung

4) meningkatkan keterpaduan dan unity pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zone pengembangannya.

(41)

1. Daya dukung ekologis; Pigram (1983) dalam Nurisyah, S dkk (2001) mengemukakan bahwa daya dukung ekologis sebagai tingkat maksimal penggunaan suatu kawasan.

2. Daya dukung fisik. Suatu kawasan wiasata merupakan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang diakomodasikan dalam areal tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas.

3. daya dukung sosial. Suatu kawasan wisata dinyatakan sebagai batas tingkat maksimum dalam jumlah dan tingkat penggunaan dimana melampauinya akan menimbulkan penurunanan dalam tingkat kualitas pengalaman atau kepuasan.

4. daya dukung reakreasi merupakan suatu konsep pengelolaan yang menempatkan kegiatan rekreasi dalam berbagai objek yang terkait dengan kemampuan kawasan.

2.7. Konsep Ruang dan Pengembangan Kepariwisataan

(42)

1. Jarak atau rute yang praktis dimana semua objek dan elemen sepanjang rute terfasilitasi dan tergambarkan. Ruang sebagai tempat pergerakan manusia hendaknya menunjukkan keharmonisan dan terintegrasi antara satu dengan yang lainnya.

2. Kondisi Lingkungan merupakan objek dalam pergerakan harus sesuai dengan persepsi pengunjung. Dengan demikian kawasan wisata bahari yang dibuat bukan hanya mempertimbangkan objek dengan ruang saja tetapi juga objek dengan pengunjung.

3. Rangkaian unsur–unsur dalam ruang harus tertata dengan baik dan dalam suatu rangkaian yang dapat diintepretasikan oleh pengunjung. Kaitannya dengan tapak yang ideal dari suatu kawasan wisata bahari maka fungsi suatu tapak harus serasi dengan kondisi dari tapak itu sendiri. Ada 3 aspek utama yang harus diperhatikan dalam perencanaan tapak wisata bahari yaitu :

1) Keterpaduan rencana dan desain; aspek ini mencakup profesionalisme dalam pengembangan kawasan pemilik, pengembang, bank, industri, partisipasi masyarakat dan sebagainya.

(43)

3) Sustainability dari tapak; aspek ini mencakup eco desaign ethics, tempat–tempat kultural, proteksi sumberdaya alam, peraturan pemerintah dan sebagainya.

2.8. Filosofi Pariwisata Bahari berkelanjutan berbasis Masyarakat

Pembangunan berkelanjutan pada umumnya mempunyai sasaran memberikan manfaat bagi generasi sekarang tanpa mengurangi manfaat bagi generasi mendatang. Charles Birch dalam Erari K,Ph (1999) membandingkan dunia sekarang ibarat kapal titanic dengan gunung es yang terlihat sebanyak 5 pucuk yang merupakan ancaman bagi kehidupan manusia antara lain : 1) ledakan penduduk, 2) krisis pangan 3) terkurasnya sumberdaya alam diperbaharui 4) pengrusakan lingkungan hidup dan 5) perang. Selanjutnya disebutkan bahwa suatu tuntutan akan perlunya masyarakat yang berkelanjutan, dan panggilan kemanusiaan untuk bertindak sedemikian rupa agar kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya menikmati hidup berkelanjutan di tengah keterbatasan dunia. Hal ini menunjukkan walaupun dunia yang diibaratkan tersebut maka peranan masyarakat untuk memelihara lingkungan demi kehidupan masa mendatang.

(44)

memelihara integritas cultural, proses ekologi yang esensial, keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan.

World Taurism Organization (1999) menyarankan prinsip pokok

pariwisata berkelanjutan yang sebaiknya diperhatikan dalam pengembangan pariwisata altrnatif yakni :

1. Tourism planning, development and operation should be part of conservation or

sustainable depelopment strategies for a region, a province (state) or nation. Tourism

planning, development and operation shouldbe crossectoral and intergrated,

involving government agencies, private corporations, citizens groups and individual

thus providing the widest possible benefits.

2. Tourism should be planned and managed in a sustainable manner, with due regard

for the protection and appropriate economic uses of the natural and human

environment in host areas.

3. Tourism should be undertaken with equity in mind to distribute fairly benefits and

costs among tourism promoters and host people and areas.

4. Good information, research and communication on the nature of tourism and its

effects on the human and cultural environment should be available prior to and

during development, especially for the local people, so that they can participate in

and influence the direction of development and its effects as much as possible, in the

individual and collective interest.

5. Local people should be encouraged and expected to undertake leadership roles in

planning, and development with the assistance of government, bussines, financial and

other interests.

6. Intergrated environmental, social and economic planning analysis should be

(45)

consideration given to different types of tourism development and the ways in which

they might link with existing uses, ways of life and environmental considerations.

7. Throughout all stages of tourism development and operation, a careful assessment

monitoring and mediation program should be conducted in order to allow local

people and others to take advantage of opportunities or to respond to changes.

Adapun prinsip-prinsip yang menjadi acuan dalam Sustainable Tourism Development ini menurut Burns & Holden terdiri dari :

1. Lingkungan memiliki nilai hakiki yang juga bisa sebagai asset pariwisata. Pemanfaatannya bukan hanya untuk kepentingan pendek, namun juga untuk kenpentingan generasi mendatang.

2. Pariwisata harus diperkenalkan sebagai aktifitas yang positif dengan memberikan keuntungan bersama kepada masyarakat, lingkungan dan wisatawan itu sendiri.

3. Hubungan antara pariwisata dan lingkungan harus dikelola sehingga lingkungan tersebut berkelanjutan untuk jangka panjang. Pariwisata harus tidak merusak sumberdaya, masih dapat dinikmati oleh generasi mendatang atau membawa dampak yang dapat diterima.

4. Aktifitas pariwisata dan pembangunan harus peduli terhadap skala/ ukuran alam dan karakter tempat kegiatan tersebut dilakukan.

5. Pada lokasi lainnya, keharmonisan harus dibangun antara kebutuhan-kebutuhan wisatawan, tempat/ lingkungan , dan masyarakat lokal.

(46)

7. Industri pariwisata, pemerintah lokal dan lembaga swadaya masyarakat, pemerhati lingkungan, semuanya memiliki tugas untuk peduli pada prinsip-prinsip tersebut di atas dan kekerja bersama untuk merealisasikannya.

Agar supaya wisata bahari dapat berkelanjutan maka produk pariwisata bahari yang ditampilkan harus harmonis dengan lingkungan lokal spesifik. Dengan demikian masyarakat akan peduli terhadap sumberadaya wisata karena memberikan manfaat sehingga masyarakat merasakan kegiatan wisata sebagai suatu kesatuan dalam kehidupannya. Cernea ( 1991) dalam Lindberg K and D E, Hawkins (1995) mengemukakan bahwa partisipasi lokal memberikan banyak

peluang secara efektif dalam kegiatan pembangunan dimana hal ini berarti bahwa memberi wewenang atau kekuasaan pada masyarakat sebagai pemeran social dan bukan subjek pasif untuk mengelola sumberdaya membuat keputusan dan melakukan control terhadap kegiatan–kegiatan yang mempengaruh kehidupan sesuai dengan kemampuan mereka. Adanya kegiatan wisata bahari haruslah menjamin kelestarian lingkungannya terutama yang terkait dengan sumberdaya hayati renewable maupun non renewable sehingga dapat menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut.

(47)

ekologis setempat disamping budaya yang khas serta sejarah masa lampau sebagai bangsa bahari dapat di racik sebagai aktraksi wisata bahari. Seperti halnya di beberapa kawasan poensial pengembangan wiasata bahari antara lain di Kepulauan Raja Ampat Sorong yang memiliki ekosistem terumbu karang yang terlengkap dan terbaik di dunia (ekosistem), dari segi budaya masyakat setempat dengan pola hidup, adat dan budaya yang khas merupakan modal bagi pengembangan wisat bahari berbasis masyarakat. Jenis wisata bahari dengan memanfaatkan diantaranya berperahu, snorkeling, diving, berenang serta kegiatan di bagian daratatnya berupa piknik olahraga pantai serta menikmati atmosfer laut dsbnya. Contoh lainnya Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan Bandar bahari 4 Zaman yakni Zaman Hindu, Islam, Kolonial dan Zaman Kemerdekaan. Sangat potensial untuk dikembangkan untuk tujuan wisata budaya bahari.

(48)

Atraksi

Service

Promosi Informasi

Transportasi

Gambar 2.2. Komponen Fungsi dari Sisi Persediaan (Gunn, 1993)

Functioning tourism system

Finance Labor

Oragnisation leadership

Cultural resource

Entreprenneurship

Govermental policy

Community

Natural Resources Competition

(49)

Dari Gambar 3 bahwa faktor luar sangat berperanan bagi keberhasilan pengembangan wisata bahari. Pendekatan pengembangan wisata Bahari berkelanjutan sesuai tujuan tidak mengurangi kesejahteraan generasi masa yang akan datang. Dengan demikian sumberdaya pariwisata bahari akan berhasil dengan adanya ukuran keberhasilan mencakup kepuasan pengunjung, kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan.

Secara harfiah pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan generasi yang akan datang. Bahwa pembangunan pariwisata bahari berkelanjutan tidak boleh membahayakan sistem alam yang mendukung semua aspek kehidupan. Pembangunan pariwisata berbasis masyarakat mengacu kepada upaya pemeliharaan sistem alam yang bertujuan untuk kesejateraan masyarakat.

Wilayah pesisir di Indonesia sangat potensial untuk di manfaatkan untuk kegiatan wisata Bahari baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengembangan wisata bahari di dasarkan kepada kondisi lokal spesifik dengan melibatkan masyarakat sekitarnya akan berkelanjutan. Perencanaan dan Pengembangan wisata bahari harus dilakukan secara terpadu sesuai dengan kondisi lokal spesifik, ekologis, bentang alam, adat dan budaya dimanfaatkan sebaik mungkin .

(50)

2.9. Strategi Kebijakan Pengembangan Wisata Bahari Sebagai Sumber

Pendapatan

Dalam kacamata ekonomi wilayah, berbagai lokasi wisata bahari yang memiliki posisi strategis di dalam struktur alokasi dan distribusi sumberdaya ekonomi disebut memiliki locational rent yang tinggi. Nilai ekonomi kawasan yang berada pada daerah pesisir, selain ditentukan oleh rent lokasi (locational rent), setidak-tidaknya juga mengandung tiga unsur economic rent lainnya, yakni ricardian rent, environmental rent dan social rent. Ricardian rent adalah rent berdasarkan kekayaan dan kesesuaian sumberdaya yang dimiliki untuk berbagai potensi penggunaan aktivitas ekonomi, seperti kesesuaiannya (suitability) untuk berbagai aktivitas budi daya (tambak), kesesuaian fisik untuk pengembangan pelabuhan, dan sebagainya. Environmental rent kawasan kawasan pesisir adalah nilai atau fungsi kawasan yang didasarkan atas fungsinya di dalam keseimbangan lingkungan, sedangkan social rent menyangkut manfaat kawasan untuk berbagai fungsi sosial.Berbagai nilai-nilai budaya masyarakat banyak yang menempatkan kawasan pesisir sebagai kawasan dengan fungsi-fungsi sosial tertentu (Rustiadi, 2001).

Di dalam mekanisme pasar, pada umumnya hanya locational dan ricardian rent yang telah terinternalisasi di dalam struktur nilai pasar, akibatnya

(51)

Terkait dengan perubahan fungsi lahan bahwa sebenarnya perencanaan tata guna lahan serta penentuan kebijakan penggunaan lahan saling berhubungan antara perencanaan dan kebijakan penggunaan lahan yang melengkapi dasar penentuan fungsi yang layak untuk suatu lahan.

Pola penggunaan lahan menunjukkan keterkaitan antara aktivitas manusia dengan sebidang lahan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak manusia yang bermukim pada suatu wilayah, maka semakin besarlah intervensi manusia dalam mengubah penggunaan lahan untuk berbagai macam bentuk kegiatan.

Sutikno dan Malingreau (dalam Ahmad, 1997) menyebutkan bahwa pola penggunaan lahan adalah segala macam campur tangan manusia baik secara permanen ataupun secara siklus terhadap sekumpulan sumberdaya lahan dengan tujuan untuk memperoleh manfaat dari lahan, guna mencukupi kebutuhan hidupnya, baik berupa kebendaan maupun sprituil ataupun keduanya. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Mangunsukardjo (dalam Ahmad, 1997) bahwa pola penggunaan lahan merupakan bentuk penggunaan oleh manusia terhadap lahan, termasuk keadaan yang belum terpenuhi untuk mencukupi kebutuhan manusia.

Best dan Sinaga (dalam Ahmad, 1997) memberikan pengertian pola

(52)

pada dasarnya merupakan hasil dari berbagai faktor penyebab, sebagian besar berkaitan dengan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Penggunaan lahan potensial tidak selalu sama dengan penggunaan lahan sekarang, bahkan sering berbeda dengan penggunaan lahan yang disesuaikan dengan kemampuannya.

Tata guna lahan adalah pengaturan penggunaan lahan. Rencana tata guna lahan merupakan kerangka kerja yang menetapkan keputusan-keputusan terkait dengan fungsi-fungsi perkotaan seperti lokasi, kapasitas dan jadwal pembuatan jalan, saluran air bersih dan air limbah, gedung sekolah, pusat kesehatan, taman dan pusat pelayanan serta fasilitas umum lainnya. Rencana tata guna lahan juga memberi kesempatan untuk pembangunan perumahan, daerah perbelanjaan dan pembangunan ekonomi yang memadai disamping memberikan perlindungan bagi daerah-daerah serta sumber daya lingkungan yang menentukan.

Rencana penggunaan lahan dimaksudkan sebagai suatu sarana penting untuk mencapai tujuan-tujuan fisik, ekonomi dan sosial suatu daerah. Ada beberapa pertimbangan sebagai langkah dalam merencanakan penggunaan lahan yang dibagi 5 bagian (Urban Pattern, Simon Eisner, Arthur Gallioan, Stanley Eisner, 266).

1. Mengidentifikasi tujuan dan prinsip penggunaan perumahan, perdagangan, rekreasi, pendidikan dan industri serta menurut standar bagi pengguna seperti itu.

(53)

sebesar apa yang dapat diakomodasikan di wilayah perkembangan kota saat ini.

3. Melihat secara terinci pada kawasan yang masih belum berkembang disekitar daerah itu, “wilayah pengaruh’’ daerah yang bersangkutan. Penggunaan lahan yang ada diidentifikasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesesuaian tanah untuk perkembangan di masa depan dibahas, standar untuk pembangunan baru diusulkan.

4. Mempersatukan analisis dan hasil dari bagian-bagian sebelumnya dan mengusulkan suatu rencana penggunaan lahan yang komprehensif dan terpadu, baik bagi kota itu maupun wilayah pengaruhnya, termasuk semua kebutuhan, fasilitas-fasilitas dan kenikmatan yang diperlukan untuk melayani penduduk. Rencana ini adalah unsur penting dalam upaya untuk mengelola pertumbuhan dan didasarkan pada perkiraan pertumbuhan masa depan, pola perkembangan saat ini dan keinginan daerah tentang seberapa besar pertumbuhan yang dapat di akomodasikan baik secara fisik maupun finansial. 5. Menganalisa dan mengidentifikasi saran-saran yang dapat digunakan untuk

melaksanakan rencana yang diusulkan.

(54)

Beberapa pedoman dalam pola penggunaan lahan di wilayah pesisir, secara terpadu (Duhari et al. 2001) khususnya daerah Pariwisata bahwa perencanaan pengembangan pariwisata di daerah pesisir hendaknya dilakukan secara menyeluruh, termasuk inventarisasi sumber daya dan dampaknya terhadap lingkungan. Pembangunan tempat berlabuh (marina) dan fasilitas lainnya (toko, hotel dan pemukiman) direncanakan dengan cermat.

Oleh karena itu peranan strategis wilayah wisata bahari hanya tercapai jika memenuhi persyaratan-persyaratan berikut: (1) Basis ekonomi (economic base) wilayah yang bertumbuh atas sumberdaya-sumberdaya domestik yang terbaharui (domesticrenewable resources), (2) Memiliki keterkaitan ke belakang (backward lingkage)dan ke depan (forward lingkage) terhadap berbagai sektor ekonomi

(55)

Untuk mencapai pembangunan wisata bahari secara optimal, berkelanjutan dan andal, salah satu aspek yang sangat penting adalah aspek sosial, ekonomi dan budaya. Aspek ini mensyaratkan bahwa masyarakat disekitar sebagai pelaku dan sekaligus tujuan pembangunan wisata bahari harus mendapatkan manfaat terbesar dari kegiatan pembangunan tersebut. Kenyataan selama ini menunjukkan bahwa sebagian besar keuntungan yang didapatkan justru dinikmati oleh penduduk di luar wilayah pesisir. Oleh karena itu kebijakan pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir yang harus diterapkan adalah (Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah, 1998):

1) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir dan memastikan bahwa mereka mendapatkan manfaat sebesar-besarnya dari kegiatan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan.

2) Meningkatkan peran serta masyarakat pesisir dalam pembangunan dan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan.

3) Memasyarakatkan pembangunan masyarakat pesisir yang berwawasan lingkungan yang diikuti oleh peningkatan pendapatan.

2.10. Konsep Pembangunan dan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang meliputi

(56)

1. Capacity : menyangkut aspek kemampuan meningkatkan produk tivitas atau income.

2. Equity : Menyangkut aspek pengurangan kesenjangan antara berbagai lapisan masyarakat dan daerah.

3. Empowermen : Pemberdayaan masyarakat agar dapat menjadi aktif dalam memperjuangkan nasibnya dan sesamanya.

4. Sustainable : Menyangkut usaha untuk menjaga kelestarian Pembangunan. Paradigma pembangunan nasional yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi berbasis People Centre Development, perlu digandeng dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan berkelanjutan didefinisikan oleh World Commission on Environment and Development, adalah “pembangunan untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa merusak atau

menurunkan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya”.

Konsep pembangunan yang berkelanjutan telah menjadi kesepakatan hampir seluruh bangsa-bangsa di dunia sejak KTT Bumi di Rio de Janeiro 1992.

Perbedaan antara pariwisata lama dan pariwisata baru seperti yang dinyatakan oleh Poon dlm. Faulkner, 1997. terletak pada karakteristik konsumennya, cara pengelolaanya saat ini, teknologi yang diterapkan, dan proses produksi yang membuat pariwisata lama menjadi bentuk yang dikemas secara baku dan kaku, sementara pariwisata baru mengarah ke kelompok yang lebih kecil, lebih luwes dan lebih mandiri.

(57)

dari perubahan arus wisatawan ke negara maju. Arus dari negara maju ke negara maju telah menurun secara proporsional pada sepuluh tahun terakhir ini, karena semakin kuatnya minat wisatawan akan budaya asli daa alam yang murni. Perubahan bentuk pariwisata yang dimksud adalah munculnya pariwisata alternatif yang oleh Edington dan Smith diberi batasan sebagai ”Bentuk pariwisata yang konsisten dengan nilai-nilai alam, sosial dan masyarakat yang memungkinkan baik tuan rumah maupun pengunjung untuk menikmati interaksi yang positif dan berarti dan saling membagikan pengalamannya” (Gunawan, 1997).

Pariwisata alternatif merupakan bentuk oposisi dari pariwisata konvensional/ masal. Menurut Wearing dan Neil (2000) pariwisata alternatif didefenisikan sebagai bentuk-bentuk pariwisata yang menaruh perhatian dan konsisten terhadap alam, sosial dan nilai-nilai kemasyarakatan, dan memberikan kesempatan wisatawan dan penduduk lokal untuk berinteraksi dan menikmatinya secara positif dan saling tukar pengalaman.

(58)

Dari karakteristik yang digambarkan di atas dapat dilihat bahwa ekowisata adalah salah satu bentuk dari pariwisata alternatif. Dalam istilah yang paling sederhana, ekowisata dapat digambarkan sebagai kegiatan wisata dengan dampak yang minimal, koservasi, bertanggung jawab dan apresiatif terhadap lingkungan dan budaya masyarakat yang dikunjungi.

Sementara itu para pemerhati/pakar lingkungan mulai menyadari bahwa upaya-upaya menjaga kelestarian lingkungan tidak akan efektif jika tidak didukung oleh masyarakat luas, khususnya penduduk setempat, dan penduduk setempat akan mendukungnya jika mereka juga dapat memperoleh manfaat dari lingkungan yang lestari tadi, sehingga kesejahteraan hidup mereka bisa meningkat.

Sehubungan dengan itu pada tahun 1993, The Ecotourism Society memberi rumusan defenisi yang bersifat pro-aktif tentang pengertian ecotourism, yaitu ecotourism is responsible travel to natural areas which conserves the environment

and improves the welfare of local people. Selanjutnya The Ecotourism Society menetapkan delapan prinsip pengembangan ekowisata, yaitu:

1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penamggulangan disesuaikan dengan sifat karakter alam dan budaya setempat.

(59)

3. Pendapatan langsung untuk kawasan. Mengatur agar kawasan yang digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelolaan kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan. Retribusi dan conservation tax dapat dipergunakan secara langsung untuk membina, melestarikan dan meningkatkan kualitas kawasan pelestarian alam.

4. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan. Masyarakat diajak dalam merencanakan pengembangan ekowisata. Demikian pula didalam pengawasan, peran masyarakat diharapkan ikut secara aktif.

5. Penghasilan masyarakat. Keuntungan secara nyata terhadap ekonomi masyarakat dari kegiatan ekowisata mendorong masyarakat menjaga kelestarian kawasan alam.

6. Menjaga keharmonisan dengan alam. Semua upaya pengembangan, termasuk pengembangan fasilitas dan ulititas harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam, mengkonservasi flora dan fauna serta menjaga keaslian budaya masyarakat.

7. Daya dukung lingkungan. Pada umumnya lingkungan alam mempunyai daya dukung yang lebih rendah dengan daya dukung kawasan buatan. Meskipun mungkin permintaan sangat banyak, tetapi daya dukunganlah yang membatasi.

(60)

belanja wisatawan didorong sebesar-besranya, dan dinikmati oleh Negara atau Negara bagian atau pemerintah daerah setempat.

Dalam pekembangannya bentuk ekowisata ini berkembang karena banyak digemari oleh wisatawan.Wisatawan ingin berkunjung ke area yang alami, yang dapat menyiptakan kegiatan bisnis. Ekowisata kemudian didefinisikan sebagai bentuk baru dari perjalanan bertanggung jawab dan berpetualang ke area alami, yang dapat menciptakan industri pariwisata (Eplerwood, 1999). Sementara itu Kodhyat , (1997) mengatakan bahwa :

“Ekowisata merupakan salah satu bentuk wisata alternatif yang mencakup perjalan ke daerah alami yang masih belum cemar dengan tujuan khusus hendak mempelajari, mengagumi, dan menikmati pemandangan alam serta flora, fauna dan hidupan lainnya. Ekowisata dikembangkan berdasarkan prisip hendak melestarikan lingkungan alam dan budaya serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang menjadi tuan rumahnya”

Dengan demikian, secara ekologis terdapat empat persyaratan utama yang dapat menjamin tercapainya pembangunan berkelanjutan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan:

keharmonisan spasial,

pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal dan berkelanjutan, membuang limbah sesuai dengan kapasitas asimilasi lingkungan, dan

Gambar

Gambar. 2.1. Skema konsep ecotourism Bahari (DKP,2002)
Gambar 2.3. Pengaruh luar sistem Pariwisata (Gunn,1993)
Gambar 2.4: Tipe Pariwisata & Ragamnya (Wearing dan Neil , 2000 )
Tabel  4.1. Jarak dari Kandor Desa ke Ibu Kota Kecamatan dan Ibu Kota Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai
+7

Referensi

Dokumen terkait

dan petunjukNYA penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Pola Sebaran Fitoplankton sebagai Bioindikator Kondisi Lingkungan Perairan di Pantai Cermin Kabupaten

Strategi utama dalam pengembangan kawasan wisata yakni strategi yang memanfaatkan dan menggali potensi masyarakat dalam mengadakan kegiatan-kegiatan yang mengedepankan nilai unik

Penelitian ini dilaksanakan di Pantai Cermin, Kabupaten Serdang BedagaiProvinsi Sumatera Utara.Kegiatan wisata yang diamati yaitu rekreasi pantai, berenang dan

Studi ini hanya terbatas meneliti faktor kejadian penyakit malaria di Kecamatan Pantai Cermin Kab Serdang Bedagai meliputi faktor sosiodemografi (jenis kelamin, pendidikan,

Faktor yang berisiko meningkatkan terjadinya transmisi malaria di Pantai Cermin Kab Serdang Bedagai adalah jenis dinding rumah, kawat kasa ventilasi, aktivitas

obyek wisata di Kawasan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai. Menganalisis pengaruh lama berkunjung terhadap jumlah kunjungan

Penelitian telah dilakukan di Pantai Sri Mersing, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai pada bulan Agustus-Nopember 2014 dengan menganalisis kualitas air Sungai

dan petunjukNYA penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Pola Sebaran Fitoplankton sebagai Bioindikator Kondisi Lingkungan Perairan di Pantai Cermin Kabupaten