UPAYA PENGEMBANGAN RUMAH BOLON UNTUK MENINGKATKAN KUNJUNGAN WISATAWAN DI KABUPATEN SIMALUNGUN
Kertas Karya
Dikerjakan
O L E H
ERDA PRANITA SINAGA NIM : 062204052
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA
PROGRAM PENDIDIKAN NON GELAR BIDANG KEAHLIAN USAHA WISATA MEDAN
UPAYA PENGEMBANGAN RUMAH BOLON UNTUK MENINGKATKAN KUNJUNGAN WISATAWAN DI KABUPATEN SIMALUNGUN
Kertas Karya Dikerjakan O
L E H
ERDA PRANITA SINAGA NIM : 062204052
Pembimbing
Drs. Ridwan Azhar, M.Hum Nip 131124058
Kertas Karya ini diajukan kepada Panitia Ujian
Program Pendidikan Non Gelar Fakultas Sastra USU Medan Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III
Dalam Program Studi Pariwisata
Universitas Sumatera Utara Fakultas Sastra
Program Pendidikan Non Gelar Bidang Keahlian Usaha Wisata Medan
DISETUJUI OLEH :
PROGRAM DIPLOMA SASTRA DAN BUDAYA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
MEDAN, MARET 2009
PROGRAM STUDI PARIWISATA FAKULTAS SASTRA USU
KETUA
PENGESAHAN
Diterima oleh :
PANITIA UJIAN PROGRAM PENDIDIKAN NON GELAR SASTRA DAN BUDAYA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, UNTUK MELENGKAPI SALAH SATU SYARAT UJIAN DIPLOMA III DALAM BIDANG PARIWISATA
Pada :
Tanggal :
Hari :
PROGRAM DIPLOMA SASTRA DAN BUDAYA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dekan,
Drs. Syaifuddin, M.A,, Ph.D NIP132098531
Panitia Ujian :
No Nama Jabatan Tanda Tangan
KATA PENGANTAR
Segala puji, hormat serta syukur hanya bagi Tuhan Yesus Kristus yang telah
menolong, menguatkan dan memberkati penulis dalam mengerjakan kertas karya
yang berjudul “Upaya Pengembangan Rumah Bolon Untuk Meningkatkan Kunjungan
Wisatawan di Kabupaten Simalungun”. Hanya karena Cinta Kasih dan
anugerahNyalah penulis akhirnya dapat menyelesaikan kertas karya ini.
Dalam menyelesaikan kertas karya ini, suka duka telah saya alami. Namun
dengan dukungan, bantuan, bimbingan, dan dorongan dari banyak pihak, akhirnya
saya dapat melewati segala kesulitan dan hambatan yang dialami. Oleh karena itu,
dengan segenap kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A., Ph. D, selaku Dekan Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Ridwan Azhar, M. Hum, selaku Ketua Jurusan Diploma III
Pariwisata, Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen
pembimbing yang telah memberi bantuan dan pengarahan selama penyusunan
kertas karya ini.
3. Bapak Solahuddin Nasution, SE, M. SP selaku Koordinator Praktek Bidang
Keahlian Usaha Wisata Program Studi DIII Pariwisata Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Sugeng Pramono, SE, M. Si, selaku dosen pembaca yang membantu
penulis dalam menyempurnakan kertas karya ini.
5. Bapak Drs. Mukhtar Madjid, S.Sos., M.P., AMP, selaku Sekretaris Jurusan
Diploma III Pariwisata Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Alm. Hazed Djoeli, selaku dosen yang telah memberikan penulis
banyak ilmu dan pengarahan yang sebaik mungkin.
7. Bapak / Ibu dan staff pengajar di Diploma III Pariwisata Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara
8. Teristimewa buat Bapak tersayang Edi Herman Sinaga dan Ibu Tercinta
Dameria Sipayung, BA yang telah banyak dan selalu memberikan didikan, doa dan kasih sayang. Thank’s Dad and Mom for give me everything. I love
9. Teristemewa buat adik tercinta Duwita Sinaga yang memeberikan doa dan
semangat untuk menyelesaikan kertas karya ini. Tetap Semangat dan rajin
belajar ya biar nyusul tamatnya. OK dek…….
10. Seluruh keluarga besar penulis yang berada di Kisaran (Opung, Tua, Pak tua
Rido sekeluarga, Bou Kiki sekeluarga, Bou Yola sekeluarga, dan Uda Anton),
Jakarta (Bou Angel sekeluarga), Deli Tua (Pak tua Andri sekeluarga) dan
Seribudolok (makasaih ya tulang hen dan naturang buat tempat tinggal selama
ini, serta keluarga tante Rolando) dan seluruh keluarga yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu.
11. Sepupu-sepupu penulis B’Hendri, Via, Kristi yang setiap hari bersama
berada di rumah yang kita banggakan, dan makasih buat selama ini. Tetap
semangat dan teruskan perjuangan kalian.
12. Sobatku yang paling saya sayangi Nita yang telah meminjamkan alat dalam
penyelesaian kertas karya ini. “Thx juga ya nit buat hari-hari yang kita lalui
bersama. Sampeikan thx jg ya buat sobat q Ewin”. Tetap Semangat ya dan
Selamat Berjuang juga dalam menyelesaikan Sarjanamu! OK My lovely
friend……..
13. Spesial thank’s buat sobat-sobat yang terbaik Loeloe, Rina, Era, Ony, Vera,
Ilen, makasih banyak buat bantuan kalian dan kebersamaan yang selama ini kita lalui, dan akhirnya selesai juga perjuangan kita dalam menyelesaikan
kertas karya ini. Tetap semangat ya My Best Friend……
14. Teman-teman seperjuangan UW’06 (Rando, Onoq, Faisal, Mamet, Popy,
Kluarga K’Ro, Keluarga Dini, keluarga C’Mul, Keluarga UW’06 cmuAnya,
beserta rekan-rekan IMAPA khususna Htl’06 (Jojo, ito q Dedek, n Tulang
Roni) thank’s ya buat hari-hari yang tercipta selama ini. Maju terus dan Sukses
ya buat KITA semua.
15. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan kertas karya
ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan kertas karya ini masih terdapat
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan yang
sifatnya membangun serta saran yang positif guna perbaikan dan penyempurnaan
Akhir kata, penulis berharap mudah-mudahan kertas karya ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, khususnya dalam membangun dunia kepariwisataan.
Amin……
Medan, Maret 2009
Penulis
Erda Pranita Sinaga
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
ABSTRAK
BABI PENDAHULUAN
1.1 Alasan Pemilihan Judul……….. 1
1.2 Pembatasan Masalah………... 1
1.3 Tujuan Penulisan………. 3
1.4 Metode Penulisan……… 3
1.5 Sistematika Penulisan………..… 4
BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN DAN KEBUDAYAAN 2.1 Pengertian Pariwisata dan Kepariwisataan..……… 6
2.2 Objek dan Atraksi Wisata……….... 8
2.3 Sarana dan Prasarana Pariwisata………... 10
2.4 Motivasi Perjalanan Wisata……….… 10
2.5 Produk Industri Pariwisata………... 12
2.6 Syarat-syarat Atraksi Wisata yang Baik……….. 14
2.7 Pengeritian Kebudayaan……….. 14
2.7.1 Fungsi Kebudayaan………... 15
2.7.2 Wujud Kebudayaan………... 16
2.8 Dampak Pariwisata Atas Kebudayaan……….. 18
BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN SIMALUNGUN 3.1 Profil Kabupaten Simalungun……….. 21
3.2 Letak Geografis………... 21
3.3 Potensi Ekonomi……….. ……... 22
3.4 Sistem Politik……….. 22
3.5 Sistem Kepercayaan………. 23
3.6 Sistem Mata Pencaharian………. 24
3.7 Bahasa dan Aksara……….. 25
3.8 Sistem Kekerabatan………. 25
3.9 Asal-usul dan Terbentuknya Simalungun………...` 26
BAB IV UPAYA PENGEMBANGAN RUMAH BOLON UNTUK MENINGKATKAN KUNJUNGAN WISATAWAN DI KABUPAT SIMALUNGUN 4.1 Gambaran Rumah Bolon………... 29
4.1.1 Lokasi Rumah Bolon………. 30
4.1.2 Bentuk dan Bagian Rumah Bolon………. 30
4.1.3 Bangunan-bangunan Lain di Sekitar Rumah Bolon…. 32 4.1.4 Raja yang pernah memerintah di Rumah Bolon…..…. 33
4.1.5 Arti Ukiran Pada Rumah Bolon………..….. 34
4.1.6 Cerita Rakyat Mengenai Rumah Bolon………..…….. 41
4.3 Upaya Pengembangan Rumah Bolon
Untuk Meningkatkan Kunjungan
Wisatawan di Kabupaten Simalungun………. 46
4.4 Hambatan-hambatan Dalam Upaya
Pengembangan Rumah Bolon……….. 49
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan……….. 51
5.2 Saran……… 52
LAMPIRAN
ABSTRAK
Kabupaten Simalungun adalah salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang memiliki potensi pariwisata yang sangat menarik. Beberapa potensi pariwisata yang sedang dibangkitkan kabupaten ini kepada wisatawan mancanegara dan wisata nusantara adalah wisata budaya berupa tari-tarian, adat istiadat, legenda cerita rakyat, rumah adat. Selain memiliki keunggulan dan daya pikat di sisi budaya, kabupaten Simalungun juga memiliki objek wisata yang sangat terkenal di dunia yaitu danau Toba.
Wisata pengunjung lain yang memiliki daya tarik untuk wisatawan nusantara dan mancanegara adalah wisata budaya. Wisata ini menawarkan sisi kehidupan masyarakat setempat termasuk warisan karya-karya agung nenek moyang berupa seni dan adat istiadat.
Salah satu karya agung peninggalan nenek moyang yang banyak mendapat perhatian adalah rumah bolon Purba. Rumah ini merupakan istana peninggalan kerajaan Purba yang dibangun pada 1864 oleh raja Purba XII tuan Rahalim. Rumah bolon Purba dibangun dari kayu keras dengan dinding papan dan ditopang oleh 20 tiang penyangga. Keunikan dari rumah ini adalah dibangun tanpa menggunakan paku dan berarsitektur tradisional.
Kekayaan peninggalan sejarah dan seni budaya Simalungun tersebut kini semakin tidak dikenal generasi muda karena mereka jarang berkunjung ke museum daerahnya. Kemudian informasi mengenai kekayaan peninggalan sejarah dan seni budaya itu juga semakin langka di masyarakat.
Diera otonomi daerah ini, peluang untuk mengangkat kembali peninggalan sejarah dan seni-budaya Simalungun cukup luas. Namun untuk mencapai cita-cita itu, pemerintah daerah dan kalangan intelektual Simalungun harus memiliki komitmen yang tinggi memajukan objek wisata sejarah dan budaya, seperti rumah bolon Simalungun di Pematang Purba.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Alasan Pemilihan Judul
Pada umumnya budaya turut menentukan eksistensi suatu suku, walaupun
tidak selalu merupakan faktor penentu yang paling dominan. Suatu suku dibedakan
dengan suku lainnya karena adanya perbedaan budaya.
Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku (etnis), di dalamnya termasuk
suku Simalungun yang dalam kehidupan sehari-hari mempunyai adat, kebudayaan
dan bahasa daerah yang menjadi aset bangsa. Manusia sebagai mahluk sosial dalam
menyampaikan maksud dan tujuannya kepada sesama selalu mempergunakan bahasa,
karenanya sering disebut “Bahasa menunjukkan bangsa”.
Khusus untuk suku Simalungun, eksistensinya sebagai suku dapat bertahan
hingga saat ini terutama berkat budayanya yang tetap berbeda dengan budaya suku
lainnya. Suku Simalungun merupakan salah satu etnis suku Batak, yang memiliki
kegiatan budaya, dan ikatan kekerabatan yang paling kuat, dan merasa dipersatukan
oleh bahasa, musik, tari tradisional, dan adat-istiadat, serta kekhasan yang memiliki
keunikan tersendiri.
Perkembangan peradaban sebuah komunitas dapat ditelusuri lewat
kebudayaannya. Hal inilah yang dapat tergambarkan ketika menjelajahi rumah bolon
di desa Purba Kabupaten Simalungun, yang sekaligus menjadi bukti sejarah eksistensi
kerajaan Purba Simalungun yang sudah berdiri sejak abad ke-15.
Kawasan Simalungun dapat memberikan kesan yang bermakna kepada para
pengunjung yang datang ke Kabupaten Simalungun. Apalagi memasuki desa Purba,
sebuah bangunan yang bersejarah, yang merupakan bukti bahwa dulunya suku
Simalungun memiliki kerajaan. Bangunan bersejarah itu berbentuk rumah adat
Simalungun yang mempunyai nama “Rumah bolon”, yang dulunya rumah bolon
tersebut merupakan istana peninggalan kerajaan Purba. Dan rumah bolon tersebut
merupakan rumah tradisional suku Simalungun.
Berdasarkan urain diatas maka penulis tertarik untuk menguraikan secara
keseluruhan mengenai informasi tentang rumah bolon, yang merupakan bukti
peninggalan bangunan yang bersejarah bagi suku Simalungun khususnya dan
masyarakat Batak pada umumnya, yang juga memiliki keunikan tersendiri dan dapat
menarik minat wiatawan untuk datang berkunjung ke Kabupaten Simalungun. Oleh
karena itu, penulis memilih judul "Upaya Pengembangan Rumah Bolon Purba Untuk
Meningkatkan Kunjungan Wisatawan di Kabupaten Simalungun” sebagai judul kertas
karya ini.
1.2 Pembatasan Masalah
Berkaitan dengan judul diatas, maka penulis memberi batasan yang akan
dibahas. Adapun masalah yang akan dibahas dalam kertas karya ini adalah :
1. Bagaimana sebenarnya keberadaan rumah bolon di Pematang Purba
Kabupaten Simalungun.
2. Bagaimana peran instansi pemerintahan dan masyarakat setempat akan
keberadaan rumah bolon dalam upaya pengembangannya untuk meningkatkan
jumlah kunjungan wisatawan di Kabupaten Simalungun.
3. Bagaimana upaya yang harus dilakukan agar jumlah wisatawan yang datang
4. Sejauh mana masyarakat Simalungun khususnya dan masyarakat Batak
umumnya dalam mengenal rumah bolon yang merupakan warisan peninggalan
bangunan bersejarah.
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan kertas karya ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai salah satu syarat kelengkapan akademis untuk meraih gelar Ahli
Madya Program Pendidikan Diploma III Program Studi Pariwisata Fakultas
Sastra Universitas Sumatera Utara
2. Untuk mengetahui keberadaan rumah bolon di Pematang Purba Kabupaten
Simalungun.
3. Melihat sejauh mana peran instansi pemerintahan dan masyarakat untuk
meningkatkan kunjungan wisatawan di Kabupaten Simalungun.
4. Memperkenalkan kepada masyarakat secara keseluruhan bahwa rumah bolon
adalah warisan peninggalan bangunan bersejarah yang harus tetap dijaga,
dilestarikan dan dipertahankan secara berkelanjutan.
5. Dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Simalungun.
1.4 Metode Penulisan
Adapun metode yang dilakukan untuk mendapatkan informasi maupun
data-data dalam menyusun kertas karya ini adalah :
a. Penelitian Perpustakaan (Library Research)
dahulu melalui buku-buku kepariwisataan dan buku yang berisikan informasi
mengenai rumah bolon di Kabupaten Simalungun, ditambah dengan brosur pariwisata
Kabupaten Simalungun yang berhubungan dalam pembuatan kertas karya ini.
b. Penelitian Lapangan (Field Research)
Suatu cara atau metode yang dilakukan dengan cara langsung kelapangan,
untuk mewawancarai langsung pihak-pihak yang penulis nilai dapat membantu dalam
melengkapi isi kertas karya ini.
1.5 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan kertas karya ini adalah sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
Menguraikan alasan pemilihan judul, pembatasan masalah, tujuan
penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II : Uraian Teoritis Kepariwisataan dan Kebudayaan
Menguraikan beberapa hal mengenai pengertian pariwisata dan
kepariwisataan, objek wisata dan atraksi wisata, sarana dan prasarana
pariwisata, motivasi perjalanan wisata, produk industri pariwisata,
kebudayaan dan dampak pariwisata terhadap kebudayaan.
BAB III : Gambaran Umum Kabupaten Simalungun
Menguraikan gambaran umum Kabupaten Simalungun, yang terdiri
dari profil Kabupaten Simalungun, letak geografis, potensi ekonomi,
sistem politik, sistem kepercayaan, sistem mata pencahariaan, bahasa
terbentuknya Simalungun.
BAB IV : Upaya Pengembangan Rumah Bolon Untuk Meningkatkan Kunjungan Wisatawan di Kabupaten Simalungun.
Merupakan bab utama yang menguraikan gambaran umum dari
rumah bolon, mulai dari lokasi rumah bolon, bentuk dan bagian dari
rumah bolon, bangunan-bangunan lain yang terdapat di sekitar rumah
bolon, arti ukiran pada rumah bolon, raja yang pernah memerintah di
rumah bolon, cerita rakyat mengenai rumah bolon, dan keberadaan
rumah bolon, serta penjelasan mengenai upaya pengembangan rumah
bolon untuk meningkatkan kunjungan wisatawan di Kabupaten
Simalungun.
BAB V : Penutup
Merupakan bab terakhir dari kertas karya ini, dan didalam bab ini
BAB II
URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN DAN KEBUDAYAAN
2.1 Pengertian Pariwisata dan Kepariwisataan
Istilah "Pariwisata" baru dikenal di Indonesia ketika berlangsung Musyawarah
Nasional Tourisme ke II tanggal 12-14 Juni 1958 yang diselenggarakan di Tretes,
Jawa Timur. Ketika menyampaikan amanat di acara pembukaan Munas, Presiden
Soekarno minta agar dicarikan istilah yang tepat dari bahasa Indonesia untuk
mengganti kata "Tourisme" yang merupakan istilah dari bahasa Belanda tersebut.
Oleh Prof. Prijono yang waktu itu menjabat Mentri Pendidikan dan Kebudayaan
dinyatakan bahwa istilah dimaksud adalah "Pariwisata". Ini untuk kegiatan perjalanan
dengan tujuan serupa namun dilakukan di dalam negeri, disebut dengan istilah
"Dharmawisata".
Memperoleh jawaban tersebut, Presiden Soekarno meresmikan kata
"Pariwisata" mengggantikan istilah tourisme itu dan pada tahun 1960 Dewan
Tourisme Indonesia diubah menjadi Dewan Pariwisata Indonesia (DEPARI).
Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta, yang terdiri dari dua suku kata yaitu
"pari" dan "wisata". Pari berarti banyak, berputar, berkeliling, lengkap,
berulang-ulang, sedangkan wisata berarti berpergian ataupun perjalanan. Oleh sebab itu
pariwisata diartikan sebagai perjalanan yang berkeliling ataupun dilakukan
berputar-putar dari satu tempat ketempat yang lain. Perkembangan dari istilah ini, pariwisata
tetap merupakan kata yang dipergunakan untuk baik ke luar negeri maupun yang
dilakukan di dalam negeri.
Pengertian pariwisata berdasarkan Undang-undang No 9 tahun 1990 adalah :
daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut." Undang-undang
No 9 tahun 1990 juga memberikan pengertian tentang wisatawan dan kepariwisataan
yang berlaku di Indonesia yaitu :
Wisatawan adalah setiap orang yang melakukan perjalanan ke tempat lain dari
tempat tinggalnya yang dilakukan secara sukarela, dan bersifat sementara dalam
rangka menikmati objek dan daya tarik wisata.
Kepariwisataan adalah seluruh kegiatan pemerintah, dunia usaha dan
masyarakat yang ditujukan untuk menata kebutuhan perjalanan dan persinggahan
wisata.
Adapun pengertian kata "Pariwisata" sendiri, seperti halnya dengan
istilah-istilah lainnya, masih belum ada keseragaman tentang batasan yang diberikan. Dari
literatur luar negeri yang banyak dibicarakan hanya batasan tentang wisatawan saja,
tetapi anehnya batasan mengenai pariwisata hampir tidak pernah disinggung.
Kata pariwisata sesungguhnya baru populer di Indonesia setelah
diselenggarakan Musyawarah Nasional Tourisme ke II di Tretes, Jawa Timur pada
tanggal 12 s/d 14 Juni 1958. Sebelumnya, sebagi kata pariwisata digunakan kata
"Tourisme" (bahasa Belanda) yang sering pula di-Indonesiakan menjadi "Tourisme".
Beberapa batasan tentang kepariwisataan yang diberikan oleh beberapa orang
ahli di luar negeri, sebagai berikut :
(1) Prof. Hans. Buchli.
Kepariwisataan adalah setiap peralihan tempat yang bersifat sementara dari
seseorang atau beberapa orang, dengan maksud memperoleh pelayanan yang
diperuntukkan bagi kepariwisataan itu oleh lembaga-lembaga yang digunakan untuk
maksud tersebut.
Kepariwisataan, dalam arti sempit, adalah lalu lintas orang-orang yang
meninggalkan tempat kediamannya untuk sementara waktu, untuk berpesiar di tempat
lain, semata-mata sebagai konsumen dari buah hasil perekonomian dan kebudayaan
guna memenuhi kebutuhan hidup dan budayannya atau keinginan yang beraneka
ragam dari pribadinya.
(3) Dr. Hubert Gulden.
Kepariwisataan adalah suatu seni dari lalu lintas orang, dalam mana
manusia-manusia berdiam di suatu tempat asing untuk maksud tertentu, tetapi dengan
kediamannya itu tidak boleh dimaksudkan akan tinggal menetap untuk melakukan
pekerjaan selama-lamanya atau meskipun sementara waktu, sifatnya masih
berhubungan dengan pekerjaan.
(4) Dr. R. Gluckmann.
Dengan kepariwisataan kita artikan keseluruhan hubungan antara manusia
yang hanya berada sementara waktu dalam suatu tempat kediaman dan berhubungan
dengan manusia yang tinggal di tempat itu.
(5) Ketetapan MPRS No. I-II Tahun 1960
Kepariwisataan dalam dunia modern pada hakekatnya adalah suatu cara untuk
memenuhi kebutuhan manusia dalam memberi liburan rohani dan jasmani setelah
beberapa waktu bekerja serta mempunyai modal untuk melihat-lihat daerah lain
(pariwisata dalam negeri) atau negara-negara lain (pariwisata luar negeri).
2.2 Objek dan Atraksi Wisata
Dalam literatur kepariwisataan luar negeri tidak dijumpai istilah objek wisata
seperti yang biasa dikenal di Indonesia. Untuk pengertian objek wisata mereka lebih
daya tarik bagi orang untuk mengunjungi suatu daerah tertentu.
Membicarakan objek dan atraksi wisata ada baiknya dikaitkan dengan
pengertian "product" dari industri pariwisata itu sendiri. Hal ini dianggap perlu,
karena sampai sekarang masih dijumpai perbedaan pendapat antara beberapa ahli
mengenai pengertian "product" industri pariwisata di satu pihak dan objek wisata di
lain pihak.
Terdapat perbedaan yang prinsipil antara pengertian "product" industri
pariwisata dengan objek dan atraksi wisata. Produk industri pariwisata, meliputi
keseluruhan pelayanan yang diperoleh, dirasakan atau dinikmati wisatawan, semenjak
ia meninggalkan rumah di mana biasanya ia tinggal, sampai ke daerah tujuan wisata
yang telah dipilihnya dan kembali ke rumah itu sendiri sebenarnya sudah termasuk
dalam produk industri pariwisata, karena kalau tidak motivasi untuk berkunjung ke
daerah tujuan wisata itu dapat dikatakan tidak ada, padahal kita sangat meyakini
bahwa pada suatu daerah tujuan wisata sudah pasti ada objek dan atraksi wisata.
Manfaat dan kepuasan itu ditentukan oleh dua faktor yang saling berkaitan, yaitu
tourism resources dan tourist services.
Tourism resources ini oleh Prof. Marioti disebut dengan istilah "Attractive
spontanee", yaitu segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata yang
merupakan daya tarik agar orang-orang mau datang berkunjung ke suatu tempat
daerah tujuan wisata, diantaranya ialah :
(1) Benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta, yang dalam istilah
pariwisata disebut dengan isitlah Natural Amenities. Termasuk kelompok ini ialah :
a. Iklim
b. Bentuk tanah dan pemandangan
d. Fauna dan flora
e. Pusat-pusat kesehatan
(2) Hasil ciptaan manusia. Kelompok ini dapat dibagi dalam tiga bagian yang penting,
yaitu :
a. Benda-benda yang bersejarah.
b. Kebudayaan dan keagamaan.
c. Tata cara hidup masyarakat.
2.3 Sarana dan Prasarana Pariwisata
Adapun yang dimaksudkan dengan sarana kepariwisataan adalah
perusahaan-perusahaan yang memberikan pelayanan kepada wisatawan, baik secara langsung atau
tidak langsung dan hidup serta kehidupannya banyak tergantung pada kedatangan
wisatawan.
Yang termasuk kelompok prasarana pariwisata, tidak lain adalah :
a. Prasarana peruhubungan, seperti jalan raya dan kereta api, pelabuhan udara,
pelabuhan laut, terminal dan stasiun.
b. Instansi pembangkit tenaga listrik dan instalasi penjernihan air bersih
c. Instalasi penyulingan bahan bakar minyak dan lain-lain.
d. Sistem pengairan atau irigasi untuk kepentingan pertanian, peternakan dan
perkebunan.
e. Sistem perbankan dan moneter.
f. Sistem telekomunikasi, seperti telepon, pos dan telegraf, telex dan lain-lain.
2.4 Motivasi Perjalanan Wisata
Dibawah ini diberikan beberapa motivasi, mengapa orang melakukan
perjalanan, yaitu :
Alasan pendidikan dan kebudayaan
a. Ingin melihat bagimana rakyat di negara lain bekerja dan bagiamana cara
hidupnya.
b. Ingin melihat kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh negara lain.
c. Ingin menyaksikan tempat-tempat bersejarah, peninggalan-peninggalan kuno,
monumen-monumen, kesenian rakyat, industri kerajinan, festival, events,
keindahan alam, dan lain-lain.
d. Untuk mendapatkan saling pengertian dan ide-ide baru maupun
penemuan-penemuan baru.
e. Untuk berpartisipasi dalam suatu festival kebudayaan, kesenian dan lain-lain.
Alasan santai, kesenangan dan petualangan
a. Menghindarkan diri dari kesibukan sehari-hari dan kewajiban rutin.
b. Untuk melihat daerah-daerah baru, masyarakat asing, dan untuk mendapatkan
pengalaman.
c. Untuk mendapatkan atau menggunakan kesempatan yang ada atau untuk
memperoleh kegembiraan.
d. Untuk mendapatkan suasana romantis yang berkesan, terutama bagi
pasangan-pasangan yang sedang melakukan bulan madu.
Alasan kesehatan, olah raga, dan rekreasi.
a. Untuk beristirahat dan mengembalikan kekuatan setelah bekerja keras dan
menghilangkan ketegangan pikiran.
olimpiade.
c. Untuk menyembuhkan diri dari suatu penyakit tertentu.
d. Melakukan rekreasi dalam menghabiskan masa libur.
Alasan keluarga, negeri asal dan tempat bermukim
a. Untuk mengunjungi tempat dimana kita berasal atau dilahirkan.
b. Untuk mengunjungi tempat dimana kita pernah tinggal atau berdiam pada
masa lalu.
c. Untuk mengunjungi famili dan kawan-kawan.
d. Untuk pertemuan dengan keluarga atau kawan-kawan dalam rangka reuni.
Alasan business, sosial, politik dan konperensi
a. Untuk menyaksikan suatu pameran, kamar dagang, karya wisata, meninjau
proyek, dan lain-lain.
b. Menghadiri konferensi, seminar, simposium, dan pertemuan ilmiah lainnya.
c. Mengikuti perjanjian kerjasama, pertemuan politik dan undangan negara lain
yang berhubungan dengan kenegaraan.
d. Untuk ikut dalam suatu kegiatan sosial.
Alasan persaingan dan hadiah
a. Untuk memperlihatkan kepada orang lain, bahwa yang bersangkutan juga
mampu melakukan perjalanan jauh.
b. Untuk memenuhi keinginan agar dapat bercerita tentang negara lain pada
kesempatan-kesempatan tertentu.
c. Agar tidak dikatakan orang lain ketinggalan zaman.
2.5 Produk Industri Pariwisata
Produk industri pariwisata terdiri dari bermacam-macam unsur yang
merupakan suatu paket yang satu sama lain tidak terpisah. Menurut mereka yang
dimaksudkan dengan produk industri pariwisata adalah "Semua jasa-jasa yang
dibutuhkan wisatawan semenjak ia berangkat meninggalkan rumah sampai di daerah
tujuan wisata yang telah dipilihnya, sampai ia kembali ke rumah di mana biasanya ia
tinggal”. Ada tiga unsur yang membentuk produk tersebut, yaitu:
1. Attractions of the destination is image in the tourst's mind.
2. Facilities at the destination which include accomodation, catering,
entertainment and recreation.
3. Accessibility of the destination.
Bila ketiga unsur tersebut di atas dikembangkan sesuai dengan urutannya,
yaitu semenjak seorang wisatawan meninggalkan tempat kediamannya, sampai di
tempat tujuan dan kembali ke rumah di mana ia biasanya tinggal, maka ada delapan
macam unsur produk yang membentuk produk tersebut sehingga merupakan suatu
paket, yaitu :
1. Jasa-jasa travel agent atau tour operator, yang memberikan informasi,
nasehat-nasehat, pengurusan dokumen perjalanan, perencanaan perjalanan itu sendiri
pada waktu akan berangkat.
2. Jasa-jasa perusahaan angkutan (darat, laut, dan udara) yang akan membawa
wisatawan dari dan ke daerah tujuan wisata yang telah ditentukannya.
3. Jasa-jasa pelayanan dari perusahaan : akomodasi perhotelan, bar dan restoran,
fasilitas rekreasi, entertainment dan hiburan lainnya.
4. Jasa-jasa retail agent atau tour operator lokal yang menyelenggarakan city
5. Jasa-jasa transport lokal (bus, taxi, coach-bus) dalam melakukan city
sightseeing, tours, atau excursion pada objek wisata dan atraksi wisata
setempat.
6. Objek wisata dan atraksi wisata, yang terdapat di daerah tujuan wisata, yang
menjadi daya tarik orang untuk datang berkunjung ke daerah tersebut.
7. Jasa-jasa souvenir shop dan handicraft serta shopping center di mana
wisatawan dapat berbelanja untuk membeli oleh-oleh dan barang-barang
lainnya.
8. Jasa-jasa perusahaan pendukung, seperti penjual postcards, perangko (kantor
pos), penjual camera dan film (photo supply), penukaran uang (money
changers dan bank).
2.6 Syarat-syarat Atraksi Wisata yang Baik
Atraksi wisata yang baik harus dapat memberikan kesan yang menarik untuk
mendatangkan wisatawan sebanyak-banyaknya, menahan mereka di tempat atraksi
dalam waktu yang cukup lama dan memberi kepuasan kepada wisatawan yang datang
berkunjung. Untuk mencapai hasil itu, beberapa syarat harus dipenuhi, yaitu :
1. Kegiatan dan obyek yang merupakan atraksi itu sendiri harus dalam keadaan
yang baik.
2. Karena atraksi wisata itu harus disajikan dihadapan wisatawan, maka cara
penyajiannya (presentasinya) harus tepat.
3. Atraksi wisata adalah terminal dari suatu mobilitas spasial, suatu perjalanan.
Oleh karena itu juga harus memenuhi semua determinan mobilitas spasial,
yaitu akomodasi, transportasi, dan promosi serta pemasaran.
5. Kesan yang diperoleh wisatawan waktu menyaksikan atraksi wisata harus
diusahakan supaya bertahan selama mungkin.
2.7 Pengertian Kebudayaan
Kata "kebudayaan" begitu sering diucapkan dalam lingkungan di
tengah-tengah masyarakat. Dalam bahasa sehari-hari kebudayaan hanya sebatas menunjuk
adat-istiadat atau hal-hal yang indah seperti bangunan candi, dan seni seperti seni tari,
seni suara, seni rupa, kesusasteraan dan filsafat. Sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, maka pengertian kebudayaan juga turut mengalami perkembangan.
Kata "kebudayaan" yang kita kenal dewasa ini dalam bahasa Indonesia berasal
dari bahasa Sansekerta, ialah “buddhayah” sebagai bentuk jamak dari kata buddhi,
yang berarti budi atau segala yang berasal dari akal. Dalam hal ini kebudayaan dapat
diartikan sebagai hal-hal yang berkenaan dengan akal pikiran. Bentuk perwujudan
buah pikiran itu melahirkan kebudayaan. Dengan demikian semua ciptaan manusia
adalah merupakan hasil buah pikiran manusia dalam usahanya mengolah dan
menguasai alam, juga ide-ide dan gagasan bagi kebutuhan hidup jasmaniah. Maka
pada hakekatnya kebudayaan itu mempunyai dua segi yang saling berkaitan dan tak
terpisahkan satu dengan lainnya, yaitu mencakup bidang rohaniah dan bidang
jasmaniah.
Dengan demikian hampir seluruh tindakan manusia adalah "kebudayaan",
karena amat sedikit sekali tindakan manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar. Yaitu hanya beberapa tindakan naluri,
beberapa gerakan refleks, beberapa tindakan akibat proses fisiologis, atau kelakuan
2.7.1 Fungsi Kebudayaan
Kebudayaan berfungsi sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Masyarakat
terdiri dari individu-individu yang tidak selamanya baik dan bertindak bagi
kepentingan pribadinya sendiri. Maka untuk menghadapi hal-hal yang buruk, manusia
menciptakan kaidah-kaidah yang pada hakekatnya merupakan petunjuk-petunjuk
tentang bagaimana manusia harus bertindak dan berlaku di dalam pergaulan hidupnya.
Kebudayaan mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak,
berbuat, menentukan sikapnya dalam berhubungan dengan orang lain.
Adapun kebiasaan merupakan suatu perilaku pribadi, dalam arti kata bahwa
kebiasaan setiap orang berbeda dari kebiasaan orang lain, walaupun misalnya mereka
hidup dalam satu rumah. Jadi setiap orang akan membentuk kebiasaan yang khusus
dalam dirinya sendiri.
Kaidah-kaidah kebudayaan berarti peraturan tentang tingkah laku atau
tindakan yang harus dilakukan dalam suatu keadaan tertentu. Maka berlakunya kaidah
kebudayaan dalam suatu masyarakat tergantung kepada kekuatan kaidah itu sendiri.
Sebagai petunjuk tentang bagaimana seseorang harus berlaku, ialah sampai sejauh
mana kaidah-kaidah itu diterima oleh anggota kelompok masyarakat bersangkutan
sebagai petunjuk perilaku yang pantas.
2.7.2 Wujud Kebudayaan
Wujud kebudayaan sebagai suatu sistem dari ide-ide dan konsep-konsep
berbeda dengan wujud kebudayaan sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktivitas
manusia yang berpola. Oleh karena kebudayaan dapat dibedakan atas tiga gejalanya
yaitu : (ide, aktifitas, dan artefak), maka kebudayaan mempunyai tiga wujudnya, yaitu
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, peraturan, dan sebagainya.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola
dari manusia dalam masyarakat.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
2.7.3 Unsur-unsur Kebudayaan
Setiap kebudayaan dipermukaan bumi ini mempunyai tujuh unsur kebudayaan
universal, yaitu :
1. Bahasa (lisan maupun tulisan).
2. Sistem pengetahuan, terdiri dari tujuh macam pengetahuan :
1. Pengetahuan tentang alam sekitarnya.
2. Pengetahuan tentang alam flora.
3. Pengetahuan tentang alam fauna.
4. Pengetahuan tentang zat-zat, bahan mentah, dan benda-benda dalam
lingkungannya.
5. Pengetahuan tentang tubuh manusia.
6. Pengetahuan tentang sifat-sifat dan tingkah laku sesama manusia.
7. Pengetahuan tentang ruang dan waktu.
3. Organisasi sosial (sistem kekerabatan, organisasi politik).
4. Sistem peralatan hidup dan teknologi, setidaknya ada delapan macam sistem
peralatan, yakni :
1. Alat-alat produktif.
2. Senjata.
4. Alat-alat menyalakan api.
5. Makanan, minuman, bahan pembangkit gairah, dan jamu-jamuan.
6. Pakaian dan perhiasan.
7. Tempat berlindung dan perumahan.
8. Alat-alat transportasi.
5. Sistem mata pencahariaan hidup (berburu dan meramu, beternak, bercocok tanam
di ladang, menangkap ikan dan bercocok tanam menetap dengan irigasi)
6. Sistem religi (sistem kepercayaan).
7. Kesenian.
2.8 Dampak Pariwisata Atas Kebudayaan
Kebudayaan nampak dalam tingkah laku manusia dan hasil karyanya.
Manifestasi kebudayaan itulah yang dihadapkan kepada wisatawan untuk dinikmati
sebagai atraksi wisata. Harus diingat bahwa manifestasi kebudayaan itu beraneka
macam. Ada yang berupa peninggalan kebudayaan yang selalu berupa artefak Ada
manifestasi kebudayaan yang masih hidup, artinya : masih dibuat atau masih
dikerjakan, baik yang berupa artefak, seperti lukisan modern, maupun yang berupa
tingkah laku, seperti kehidupan di pasar, cara bergaul orang di dalam masyarakat dan
sebagainya. Ada manifestasi hidup yang bersifat tradisional, baik yang berupa artefak
seperti pakaian adat, arca kerajinan gaya tradisional, maupaun tari-tarian dan yang
berupa tingkah laku, seperti cara perkawinan adat dan sebagainya.
Sudah tentu pengaruh pariwisata atas berbagai manifestasi kebudayaan itu
berbeda-beda. Jadi pengaruh pariwisata atas kebudayaan itu berlaku saling
melengkapi untuk manifestasi kebudayaan yang bermacam-macam itu.
termasuk yang tradisional. Ini merangsang masyarakat setempat untuk memelihara
apa yang khas dan asli untuk dipamerkan kepada wisatawan. Bahkan orang sering
mereka-reka kejadian yang disajikan sebagai sesuatu yang tradisional. Dengan
demikian di antara yang disajikan kepada wisatawan itu ada yang kuasai tradisional.
Jadi keuntungan pertama dari pariwisata atas kebudayaan ialah bahwa pariwisata
melestarikan kebudayaan dan dengan demikian memelihara identitas masyarakat
setempat. Disamping itu juga melahirkan kebudayaan kuasai tradisional. Ini juga
dapat dilihat sebagai memperkaya khazanah kebudayaan nasional,dalam arti
memelihara keanekaragaman kebudayaan nasional.
Akan tetapi keuntungan itu tidak murni, karena ada bagian yang dapat
merugikan. Di belakang tiap-tiap manifestasi kebudayaan yang disuguhkan kepada
wisatawan terdapat aturan, aturan membuat arca, aturan membuat rumah, aturan
menari dan seterusnya. Aturan-aturan itu dipilih dalam tiap-tiap kebudayaan karena
itulah yang dianggap benar. Dengan perkataan lain, di belakang tiap aturan dan cara
terdapat anggapan tentang yang baik, yang benar dan sebagainya. Dengan kata lain,
dibelakang manifestasi kebudayaan terdapat nilai, yaitu "nilai kebudayaan".
Apa yang menurut nilai dipandang sebagai hiburan atau perutunjukan atau
sebagai dagangan, manifestasinya dapat disuguhkan kepada wisatawan tanpa
perubahan. Akan tetapi banyak manifestasi kebudayaan tradisional yang mengandung
nilai upacara, nilai kepercayaan, nilai sakral. Kalau manifestasi kebudayaan yang
bernilai demikian itu disuguhkan kepada wisatawan akan terjadi pergeseran nilai, dari
nilai sakral menjadi nilai tontonan. Pergeseran nilai itu sering dianggap sebagai suatu
yang merusak kebudayaan. Dalam hal ini terjadilah kerugian kebudayaan yang sering
disebut "Komersialisasi".
sini nilai sakral, nilai upacara berganti menjadi nilai komersial. Contohnya upacara
adat perkawinan, yang kini sudah biasa disajikan sebagai tontonan tanpa ada rasa
kehilangan sesuatu pada masyarkat yang bersifat tradisional dan dianggap sebagai
kekayaan kebudayaannya sendiri. Sebaliknya dapat terjadi bahwa masyarakat lokal
telah menerima sesuatu nilai baru. Manifestasi kebudayaan yang disuguhkan kepada
wisatawan itu banyak yang kehilangan sifat seni dan kekhasannya.
Dalam interaksi kebudayaan seperti itu tidak dapat dicegah bahwa ada
nilai-nilai yang tinggal dan luhur yang hilang atau berganti menjadi nilai-nilai yang rendah.
Kalau pergantian nilai seperti itu oleh partisipan dalam suatu kebudayaan diterima,
mereka tidak merasa kehilangan sesuatu warisan leluhur. Apresiasi seperti itu hanya
terjadi dalam refleksi.
Dalam hubungan dengan pariwisata dapat diperkirakan bahwa akan ada nilai
tinggi dalam kebudayaan, lebih-lebih mengenai tingkah laku kaum remaja yang dalam
refleksi hilangnya akan sangat disayangkan.Makin ramai kunjungan wisatawan,
BAB III
GAMBARAN UMUM KABUPATEN SIMALUNGUN
3.1 Profil Kabupaten Simalungun
Kabupaten Simalungun adalah sebuah kabupaten di Sumatera Utara,
Indonesia. Bupatinya saat ini adalah Drs. T. Zulkarnaen Damanik, MM yang sedang
bertugas untuk masa bakti 2005–2010. Wakil bupati Pardamean Siregar, SP yang juga
Ketua KNPI Simalungun.
Ibu kota kabupaten telah resmi berpindah ke Pematang Raya pada tanggal 23
Juni 2008 dari Kota Pematangsiantar yang telah berstatus kotamadya, setelah tertunda
selama beberapa waktu.
3.2 Letak Geografis
Kabupaten ini memiliki 30 kecamatan dengan luas 438.660 ha atau 6,12 %
dari luas wilayah provinsi Sumatera Utara. Kecamatan yang paling luas adalah
Kecamatan Tanah Jawa dengan luas 49.175 ha, sedangkan yang paling kecil luasnya
adalah Kecamatan Dolok Pardamean dengan luas 9.045 ha. Keseluruhan kecamatan
terdiri dari 306 desa dan 17 kelurahan. Di kabupaten ini juga terdapat sebuah
universitas, yaitu Universitas Simalungun, tepatnya di jalan Sisingamangaraja.
Batas wilayah Kabupaten Simalungun
• Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai.
• Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Asahan.
• Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Karo.
3.3 Potensi Ekonomi
Potensi ekonomi Kabupaten Simalungun sebagian besar terletak pada produksi
pertaniannya. Produksi lainnya termasuk tanaman pangan, perkebunan, pertanian
lainnya, industri pengolahan, serta jasa.
Produksi padi di Kabupaten Simalungun merupakan produksi terbesar kedua
di Sumatera Utara pada tahun 2003 sesudah Kabupaten Deli Serdang.
Produksi kelapa sawit dari perkebunan yang ada di kabupaten ini menjadi
komoditas utama, kedua terbesar di Sumatera Utara setelah Kabupaten Labuhan Batu
pada tahun 2001.
Selain memproduksi kelapa sawit, perkebunan rakyat di Simalungun juga
menghasilkan karet dan cokelat, selain teh (Kecamatan Raya dan Sidamanik) yang
jumlah produksinya semakin menurun. Penjualan hasil tani karet dibantu oleh
kehadiran PT Good Year Sumatera Plantations (didirikan 1970) yang biarpun
memiliki perkebunan sendiri tetapi tetap menampung hasil perkebunan rakyat dan
mengolahnya menjadi bahan setengah jadi sebelum menjualnya ke luar daerah.
3.4 Sistem Politik
Pada era sebelum Belanda masuk ke Simalungun, suku ini terbagi ke dalam 7
daerah yang terdiri dari 4 kerajaan dan 3 partuanan. Kerajaan tersebut adalah:
a. Siantar (menandatangani surat tunduk pada Belanda tanggal 23 Oktober
b. Panei (Januari 1904, SK No.6).
c. Dolok Silou.
d. Tanoh Djawa (8 Juni 1891, SK No.21).
Tiga partuanan (dipimpin oleh seseorang yang bergelar "tuan") tersebut terdiri
atas :
a. Raya (Januari 1904, SK No.6).
b. Purba.
c. Silimakuta.
Setelah Belanda datang, maka ketujuh wilayah tersebut dijadikan sebagai kerajaan
yang dipersatukan dalam Onderafdeeling Simalungun.
Sistem pemerintahan di Simalungun dipimpin oleh seorang raja, sebelum
pemberitaan Injil masuk tuan rajalah yang sangat berpengaruh. Orang Simalungun
menganggap bahwa anak raja itulah Tuhan dan raja itu sendiri adalah Allah yang
kelihatan.
3.6 Sistem Kepercayaan
Patung sang Budha menunggang gajah koleksi museum Simalungun, yang
menunjukkan pengaruh ajaran Budha pada masyarakat Simalungun. Sebelum
masuknya misionaris agama Kristen dari RMG pada tahun 1903, penduduk
Simalungun bagian Timur pada umumnya sudah banyak menganut agama Islam
sedangkan Simalungun Barat menganut animisme. Ajaran Hindu dan Budha juga
pernah mempengaruhi kehidupan di Simalungun, hal ini terbukti dengan peninggalan
menggambarkan makna Trimurti (Hindu) dan sang Budha yang menunggangi gajah
(Budha).
Bila diselidiki lebih dalam suku Simalungun memiliki berbagai kepercayaan
yang berhubungan dengan pemakaian mantera-mantera dari "datu" (dukun) disertai
persembahan kepada roh-roh nenek moyang yang selalu didahului panggilan kepada
tiga dewa, yaitu dewa di atas (dilambangkan dengan warna putih), dewa di tengah
(dilambangkan dengan warna merah), dan dewa di bawah (dilambangkan dengan
warna hitam). 3 warna yang mewakili dewa-dewa tersebut (putih, merah dan hitam)
mendominasi berbagai ornamen suku Simalungun dari pakaian sampai hiasan
rumahnya.
3.6 Sistem Mata Pencaharian
Secara umum mata pencaharian tradisional orang Simalungun sehari-hari
adalah marjuma atau berladang dengan cara menebas hutan belukar (mangimas) yang
mengolahnya untuk tanaman palawija seperti padi, jagung, ubi. Banyak proses yang
harus dilalui ketika mereka membuka ladang baru dan keseluruhannya itu harus
diketahui oleh gamot yang merupakan wakil raja di daerah. Biasanya, di antara
perladangannya didirikan bangunan rumah tempat tinggal (sopou juma) sebagai
tempat mereka sementara dan untuk melindungi mereka dari serangan binatang buas
maupun menghalau binatang-binatang yang dapat merusak tanaman mereka. Selain
itu ada juga yang mengolah persawahan (sabah) seperti di Purba Saribu dan Girsang
Simpangan Bolon dengan luas yang relatif sedikit dengan cara-cara tradisional. Untuk
memenuhi kebutuhan sandang pangan, mereka menenun pakaian (hiou) yang
biasanya dilakukan oleh kaum ibu dan gadis-gadis. Mereka juga menumbuk padi
dahulu para pemuda itu akan memilih pasangannya.
Pada saat ini kebanyakan sistem mata pencaharian orang Simalungun yaitu
bercocok tanam dengan padi dan jagung, karena padi adalah makanan pokok
sehari-hari dan jagung adalah makanan tambahan jika hasil padi tidak mencukupi. Jual-beli
diadakan dengan barter. Jika dibandingkan dengan keadaan Simalungun dengan suku
Batak yang lainnya sudah jauh berbeda.
3.7 Bahasa dan Aksara
Suku Simalungun menggunakan bahasa Simalungun (bahasa Simalungun :
hata / sahap Simalungun) sebagai bahasa ibu. Derasnya pengaruh dari suku-suku di
sekitarnya mengakibatkan beberapa bagian suku Simalungun menggunakan bahasa
Melayu, Karo, Toba, dan sebagainya. Penggunaan bahasa Toba sebagian besar
disebabkan penggunaan bahasa ini sebagai bahasa pengantar oleh penginjil RMG
yang menyebarkan agama Kristen pada suku ini. Aksara yang digunakan suku
Simalungun disebut aksara “Surat Sisapuluhsiah”.
3.8 Sistem Kekerabatan
Orang Simalungun tidak terlalu mementingkan soal silsilah karena penentu
partuturan (perkerabatan) di Simalungun adalah hasusuran (tempat asal nenek
moyang) dan tibalni parhundul (kedudukan / peran) dalam horja-horja adat
(acara-acara adat). Hal ini bisa dilihat saat orang Simalungun bertemu, bukan langsung
bertanya “aha marga ni ham?” (apa marga anda) tetapi “hunja do hasusuran ni ham
(dari mana asal-usul anda)?".
sini Panei. Na ija pe lang na mubah, asal ma marholong ni atei” (dari Raya, Purba,
Dolog, Panei. Yang manapun tak berarti, asal penuh kasih). Sebagian sumber
menuliskan bahwa hal tersebut disebabkan karena seluruh marga raja-raja Simalungun
itu diikat oleh persekutuan adat yang erat oleh karena konsep perkawinan antara raja
dengan “puang bolon” (permaisuri) yang adalah puteri raja tetangganya. Seperti raja
Tanoh Djawa dengan puang bolon dari kerajaan Siantar (Damanik), raja Siantar yang
puang bolonnya dari Partuanan Silappuyang, raja Panei dari puteri raja Siantar, raja
Silau dari puteri raja Raya, raja Purba dari puteri raja Siantar dan Silimakuta dari
puteri raja Raya atau Tongging.
Adapun kekerabatan dalam masyarakat Simalungun disebut sebagai partuturan.
Partuturan ini menetukan dekat atau jauhnya hubungan kekeluargaan
(pardihadihaon), dan dibagi kedalam beberapa kategori sebagai berikut :
• Tutur Manorus / Langsung.
Kekerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri.
• Tutur Holmouan / Kelompok.
Melalui tutur Holmouan ini bisa terlihat bagaimana berjalannya adat
Simalungun.
• Tutur Natipak / Kehormatan.
Tutur Natipak digunakan sebagai pengganti nama dari orang yang diajak
berbicara sebagai tanda hormat.
3.9 Asal-usul dan Terbentuknya Simalungun
besar menceritakan bahwa nenek moyang suku Simalungun berasal dari luar
Indonesia.
Kedatangan ini terbagi dalam 2 gelombang :
A. Gelombang pertama (Proto Simalungun).
Diperkirakan datang dari Nagore (India Selatan) dan pegunungan Assam
(India Timur) di sekitar abad ke-5, menyusuri Myanmar, ke Siam dan Malaka untuk
selanjutnya menyeberang ke Sumatera Timur dan mendirikan kerajaan Nagur dari
raja dinasti Damanik.
B. Gelombang kedua (Deutero Simalungun).
Datang dari suku-suku di sekitar Simalungun yang bertetangga dengan suku
asli Simalungun.
Pada gelombang Proto Simalungun di atas, Tuan Taralamsyah Saragih
menceritakan bahwa rombongan yang terdiri dari keturunan dari 4 raja-raja besar dari
Siam dan India ini bergerak dari Sumatera Timur ke daerah Aceh, Langkat, daerah
Bangun Purba, hingga ke Bandar Kalifah sampai Batubara.
Kemudian mereka didesak oleh suku setempat hingga bergerak ke daerah
pinggiran danau Toba dan Samosir.
Pustaha Parpandanan Na Bolag (pustaka Simalungun kuno) mengisahkan
bahwa “Parpandanan na bolag” (cikal bakal daerah Simalungun) merupakan
kerajaan tertua di Sumatera Timur yang wilayahnya bermula dari Jayu (pesisir Selat
Malaka) hingga ke Toba. Sebagian sumber lain menyebutkan bahwa wilayahnya
meliputi Gayo dan Alas di Aceh hingga perbatasan sungai Rokan diRiau.
Pada kerajaan Nagur di atas, terdapat beberapa panglima (raja Goraha) yaitu
Saragih.
Sinaga.
Purba.
Kemudian mereka dijadikan menantu oleh raja Nagur dan selanjutnya
mendirikan kerajaan-kerajaan :
Silou (Purba Tambak).
Tanoh Djawa (Sinaga).
Raya (Saragih).
Selama abad ke-13 hingga ke-15, kerajaan-kerajaan kecil ini mendapatkan
serangan dari kerajaan-kerajaan lain seperti Singhasari, Majapahit, Rajendra Chola
(India) dan dari Sultan Aceh, Sultan-sultan Melayu hingga Belanda.
Selama periode ini, tersebutlah cerita "Hattu ni sapar" yang melukiskan
kengerian keadaan saat itu di mana kekacauan diikuti oleh merajalelanya penyakit
kolera hingga mereka menyeberangi "Laut tawar" (sebutan untuk danau Toba) untuk
mengungsi ke pulau yang dinamakan Samosir yang merupakan kependekan dari
“Sahali misir“ (bahasa Simalungun, artinya sekali pergi).
Saat pengungsi ini kembali ke tanah asalnya (huta hasusuran), mereka
menemukan daerah Nagur yang sepi, sehingga dinamakanlah daerah kekuasaan
kerajaan Nagur itu sebagai “Sima-sima ni lungun”, bahasa Simalungun untuk daerah
BAB IV
UPAYA PENGEMBANGAN RUMAH BOLON UNTUK MENINGKATKAN KUNJUNGAN WISATAWAN DI KABUPATEN SIMALUNGUN
4.1 Gambaran Rumah Bolon
Rumah adat Simalungun pada dasarnya hampir sama dengan rumah adat batak
Toba, karena daerahnya terletak antara permukiman suku batak Karo dan suku batak
Toba. Dalam bidang arsitektur Simalungun mempunyai ciri khas pada bangunan,
yaitu konstruksi bagian bawah atau kaki bangunan selalu berupa susunan kayu yang
masih bulat-bulat atau gelondongan, dengan cara silang menyilang dari sudut ke
sudut. Ciri khas lainnya adalah bentuk atap di mana pada anjungan diberi limasan
berbentuk kepala kerbau lengkap dengan tanduknya.Di samping itu pada
bagian-bagian rumah lainnya diberi hiasan berupa lukisan-lukisan yang berwarna-warni yaitu
merah, putih dan hitam.
Ragam hias rumah bolon Simalungun antara lain hiasan Sulempat pada tepian
dinding bagian bawah, hiasan saling berkaitan. Kemudian hiasan hambing marsibak
yaitu kambing berkelahi. Hiasan Sulempat dan Hambing Marsibak menggambarkan
kehidupan yang kait-berkait sehingga melahirkan kekuatan dan kesatuan yang tidak
tergoyahkan. Hiasan pada bagian tutup keyong dengan motif segitiga, motif cicak,
ipan-ipan serta motif ikal yang menyerupai tumbuhan menjalar. Biasanya pada bagian
ini diberi hiasan kepala manusia yang disebut bohi-bohi, sebagai pengusir hantu.
Seperti halnya hiasan ipan-ipan yang menggambarkan segi-segi runcing mempunyai
4.1.1 Lokasi Rumah Bolon
Rumah Bolon Pematang Purba terletak 54 km dari Pematangsiantar,
merupakan istana peninggalan kerajaan Purba yang dibangun pada tahun 1864 oleh
raja Purba ke XII tuan Rahalim. Terbuat dari kayu keras dengan dinding papan yang
unik serta ditopang oleh 20 tiang penyangga. Rumah ini dibangun dengan arsitektur
tradisional tanpa mempergunakan paku.
Beberapa bangunan di sekitar Rumah Bolon terdiri dari 8 tipe yang memiliki
fungsi tersendiri di antaranya adalah : rumah bolon yang berfungsi sebagai bangunan
induk tempat raja dan keluarganya tinggal ; balei bolon, tempat mengadakan rapat ;
jambur sebagai tempat para tamu menginap ; patanggan sada, bangunan tempat
permaisuri bertenun ; losung adalah tempat wanita menumbuk padi ; uttei jungga,
tempat tinggal panglima dan keluarganya, dan balei buttu, tempat para penjaga istana.
Raja Purba adalah seorang raja yang sangat terkenal pada zamannya, memiliki
24 istri dan salah satu di antaranya diangkat menjadi isteri.
4.1.2 Bentuk dan Bagian Rumah Bolon
Meski keturunan raja Purba tidak berkuasa lagi sejak tahun 1946, namun jejak
kerajaannya masih tegak berdiri hingga hari ini. Istana yang dikenal dengan “Rumah
bolon” (rumah besar) menjadi saksi kerajaan 14 orang keturunan raja Purba yang
memerintah di Simalungun. Dan saat ini, pemerintah sudah menjadikannya sebagai
salah satu objek wisata resmi.
Rumah bolon lebih mirip sebuah komplek istana yang di sekelilingnya
terdapat bangunan-bangunan pemerintahan dan perkuburan keluarga kerajaan.
satu lorong yang dipakai sebagai pintu masuk dan keluar, sehingga musuh tidak
gampang menerobos ke dalam.
Rumah bolon persis terletak di bagian tengah komplek kerajaan. Bangunan ini
memakai arsitektur kuno Simalungun. Pembangunannya tidak memakai sebatang
paku pun. Dan bahan-bahan utama bangunan adalah kayu, bambu, ijuk.
Di bagian dalam rumah bolon, terdapat 12 perapian untuk tempat memasak.
Menurut cerita rakyat, setiap perapian digunakan oleh satu isteri raja. Uniknya,
dapur-dapur itu sekaligus menjadi tempat tidur para isteri raja. Jadi, rumah bolon sebenarnya
bukanlah serita sebuah istana dengan kemegahan kerajaan versi dongeng.
Para isteri raja hanya tidur di atas selembar tikar yang digelar di sisi perapian.
Satu dapur dengan dapur lainnya tidak memiliki sekat. Raja sendiri hanya memiliki
satu kamar tidur sempit dengan selembar tikar di dalamnya. Kamar itu pun masih
dibagi dua lagi. Di bagian bawah ada lorong kecil untuk tempat tidur ajudan atau
pesuruh. Dan pada bagian atasnya tempat tidur raja.
Bila sang raja bersedia menerima salah seorang isteri di kamarnya, ia cukup
menyuruh si ajudan menyiapkan sirih dan memberikannya pada si isteri yang
dikehendaki. Setelah diberikan, maka sang isteri akan langsung menuju kamar raja.
Sedang si ajudan mengawasi dari bawah sambil menunggu perintah selanjutnya.
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, sama seperti tradisi dinasti
di Cina, seorang ajudan raja harus dikebiri terlebih dahulu. Tapi tradisi ini tidak jelas
berlangsung sampai kapan. Pada masa raja Purba XIII, ajaran Kristen sudah masuk,
dan kemungkinan sejak itulah pengkebirian dihentikan. Apalagi raja Purba XIII hanya
beristeri satu orang, karena sudah menganut agama Kristen.
Purba XII. Pada masa pemerintahannya, rumah bolon diperbesar lagi agar dapat
menempung isterinya yang berjumlah 12 orang. Rumah bolon yang berdiri saat ini
merupakn finalisasi dari pembangunan yang di prakarsainya.
4.1.3 Bangunan-bangunan Lain di Sekitar Rumah Bolon
Selain rumah bolon sebagai bangunan utama, di sekelilingnya terdapat
sejumlah bangunan lain. Persis di depan rumah bolon, terdapat bangunan panggung
kecil dengan tulisan “Patangan raja”. Bangunan ini adalah tempat bersantai raja dan
tidak boleh ada orang lain yang menempatinya. Di sebelahnya, berdiri “Jambur”
untuk balai pertemuan.
Sedangkan di bagian samping rumah bolon, sebuah bangunan yang sama
dengan “Pattangan raja” dibangun untuk puan bolon (permaisuri). Di sampingnya
lagi terdapat sebuah rumah pengadilan dengan ukuran cukup besar. Rakyat yang ingin
memperoleh keadilan disidang di rumah ini.
Ke arah samping bagian terluar, terlihat puluhan makam. Di sanalah para raja
dan keluarganya dikuburkan. Tapi menurut Zaipin Purba yang mengaku sebagai
seorang keturunan dari salah satu isteri raja Purba XII, tidak semua makam raja Purba
diketahui keberadaannya. Raja Purba yang dimakamkan di komplek rumah bolon
hanya mulai dari raja Purba IX sampai XIII. Raja Purba I hingga VIII menjadi “jejak
terputus”. Sedangkan raja Purba XIV yang bernama raja Mogang, menjadi korban
revolusi rakyat Simalungun hingga tidak diketahui jasadnya.
Untuk mengenang para raja yang tidak diketahui makamnya, pemerintah
daerah telah membangun dua tugu di komplek rumah bolon. Satu tugu untuk 8 raja
Bangunan lain yang cukup unik adalah tempat penumbukan padi. Di sini,
tersedia dua losung panjang lengkap dengan alunannya. Konon, setiap musim panen,
gadis-gadis cantik dari seluruh daerah dipanggil untuk menumbuk padi di bangunan
tersebut. Raja akan memperhatikan mereka satu per satu, dan kalau beliau tertarik,
maka si gadis yang terpilih diizinkan memasuki rumah bolon untuk diperisteri.
Di dekat bangunan penumbukan padi, ada dua bangunan lagi yang lokasinya
persis di mulut lorong masuk dan keluar. Keduanya adalah rumah panglima dan
keluarganya serta rumah para pengawal rumah bolon.
4.1.4 Raja yang Pernah Memerintah di Rumah Bolon
Purba adalah marga dari raja di kerajaan Banua Purba, salah satu kerajaan
yang pernah ada di daerah Simalungun. Raja Purba memiliki keturunan : Tambak,
Sigumonrong, Tua, Sidasuha (Sidadolog, Sidagambir). Kemudian ada lagi Purba
Siboro, Tanjung, Pakpak, Girsang, Tondang, Sihala, Raya.
Pada abad ke-18 ada beberapa marga Simamora dari Bakkara melalui Samosir
untuk kemudian menetap di Haranggaol dan mengaku dirinya Purba. Purba keturunan
Simamora ini kemudian menjadi Purba Manorsa dan tinggal di Tangga Batu dan
Purbasaribu.
Raja-Raja Kerajaan Purba :
Tuan Pangultop-ultop (1624-1648).
Tuan Ranjiman (1648-1669).
Tuan Nanggaraja (1670-1692).
Tuan Bakkaraja (1718-1738).
Tuan Baringin (1738-1769).
Tuan Bona Batu (1769-1780).
Tuan Raja Ulan (1781-1769).
Tuan Atian (1800-1825).
Tuan Horma Bulan (1826-1856).
Tuan Raondop (1856-1886).
Tuan Rahalim (1886-1921).
Tuan Karel Tanjung (1921-1931).
Tuan Mogang (1933-1947).
4.1.5 Arti Ukiran Pada Rumah Bolon 1. Sulempat
• Bentuknya : Siku tangan saling terkait.
• Maknanya : Simbol kesatuan dan persatuan sangat diperlukan.
• Diukir pada : Landasan dinding rumah bolon.
2. Hambing Mardogu
• Bentuknya : Tanduk yang sedang berlaga.
• Maknanya : Keberanian menghadapi segala tantangan hidup.
3. Hail Putoh
• Bentuknya : Mata pancing / kail berduri berbentuk bunga.
• Maknanya : Mengautkan, mempererat bentuk pergaulan dalam
masyarakat.
• Diukir pada : Diukir di tiang induk rumah bolon.
4. Gatip-gatip
• Bentuknya : Kepala ular berbisa.
• Maknanya : Bertemu dengan ular itu akan terjadi percobaan cepat dalam
kehidupan manusia yang berakibat baik atau buruk.
• Diukir pada : Pada dinding beranda bangunan rumah.
5. Gundur Manggalupa
• Bentuknya : Pucuk daun labu yang subur / tegar berkait ke kiri / ke kanan.
• Maknanya : Melambang kemakmuran, kesuburan, kejayaan masyarakat.
• Diukir pada : Bingkai jerajak jendela balai bolon.
6. Bunga Labu
• Bentuknya : Gambar daun batang dan bunga pohon labu.
• Maknanya : Bentuk pemerintahan yang baik atau kokoh.
• Diukir pada : Pada tiang dinding belakang rumah bolon.
7. Pinar Bulungni Anduhur
• Bentuknya : Sejenis tumbuhan yang merayap dan tumbuh sempurna.
• Maknanya : Mengajak untuk menepati janji dan mendahulukan kepentingan
• Diukir pada : Pada halikkip dan lesplang balai buttu.
8. Pahu-pahu Patundal
• Bentuknya : Pakis yang saling bertolak belakang.
• Maknanya : Lambang persatuan di segala arah.
• Diukir pada : Pada tiang nanggar dan ruang mata di balai rumah bolon.
9. Pinar Asi-asi
• Bentuknya : Merupakan daun asi-asi yang dipakai untuk ramuan
obat-obatan.
• Maknanya : Menjaga kesehatan dan kesehjateraan bersama di dalam
masyarakat.
• Diukir pada : Pada tiang rumah bolon dan nanggar balai buttu.
10. Rumbak-rumbak
• Bentuknya : Sejenis daun kucing yang subur.
• Maknanya : Lambang kesetiaan dan hidup damai.
• Diukir pada : Dilukis di bawah sulempat dan pada bagian sembaho.
11. Pinar Mombang
• Bentuknya : Daun kayu besar (terop).
• Maknanya : Lambang mahaguru / dukun yang mampu mengatasi masalah
dalam masyarakat.
• Diukir pada : Di atas pintu rumah dan tiang nanggar rumah bolon serta tiang
12. Sihilap Bajaronggi
• Bentuknya : Kilat sebelum petir tiba.
• Maknanya : Simbol saling mengingat walaupun jauh.
• Diukir pada : Pada dinding bawah bagian belakang rumah bolon dan pada
lesplang di balai buttu.
13. Jambul Merak
• Bentuknya : Jambul merak adalah lambang keindahan.
• Maknanya : Menghargai yang patut dihargai.
• Diukir pada : Pada rumah bolon antara lapau dengan tempat permaisuri,
pada tiang belakang dan tiang nanggar.
14. Porkis Manakkih Bakkar
• Bentuknya : Semut sedang memanjat bambu kering.
• Maknanya : Sifat ketelitian, kerajinan, ketabahan semut perlu ditiru.
• Diukir pada : Di atas sembahau rumah bolon, di sebelah kanan rumah
bolon.
15. Sinar Apol-apol
• Bentuknya : Sayap kupu-kupu yang sedang terbang dan digunakan secara
geometris yang saling berkaitan.
• Maknanya : Simbol untuk kebersihan, kebaikan dan kesempurnaan.
• Diukir pada : Tiang nanggar dan para sanding balai bolon.
16. Ganjo Mardopak
• Maknanya : Berusaha agar semua keadaan dapat tertip.
• Diukir pada : Para sanding dan pintu dalam lapau serta nanggar rumah
bolon.
17. Bodat Marsihutan
• Bentuknya : Monyet yang sedang mencari kutu.
• Maknanya : Manusia itu harus bekerja sama untuk meringankan beban dan
menghindari kerusuhan.
• Diukir pada : Halikkip, tiang nanggar dinding belakang dan pada
langit-langit rumah bolon.
18. Bunga Sayur Matua
• Bentuknya : Bunga Raya berwarna merah menyala.
• Maknanya : Suatu usaha menyesuaikkan diri dimana saja.
• Diukir pada : Tiang nanggar dan para sanding rumah bolon.
19. Pinar Tilobur Pinggan
• Bentuknya : Sejenis tumbuhan yang menjalar yang dapat digunakan
sebagai obat-obatan.
• Maknanya : Suatu lambang saling tolong menolong dan pendirian kuat,
ramah dan lain-lain.
• Diukir pada : Tiang rumah bolon dan di para sanding balai.
20. Pinar Andur Hadukka
• Bentuknya : Sejenis tumbuhan menjalar, yang batangnya dapat digunakan
tali.
• Maknanya : Hiasan ini symbol pembawa rezeki dan banyak anak.
• Diukir pada : Tiang pusat rumah bolon dan para sandingnya.
21. Pinar Bunga Terompet
• Bentuknya : Hiasan batang, daun, bunga Terompet
• Maknanya : Semua harus memperhatikan dan mematuhi Undang-undang.
• Diukir pada : Tiang nanggar rumah bolon.
22. Porkis Marodor
• Bentuknya : Sederetan semut yang biasanya mengapit “Gorga sulempat”.
• Maknanya : Sifat gotong royong dan rajin bekerja di dalam masyarakat.
• Diukir pada : Tembahau rumah bolon.
23. Pinar Bunga Hambili
• Bentuknya : Hambili adalah sejenis bunga yang dapat dipintal sebagai
benang.
• Maknanya : Simbol penghematan.
• Diukir pada : Ujung tiang dan pinggir ukuran lain.
24. Ipon-ipon
• Bentuknya : Menyerupai gigi yang tersusun rapi.
• Maknanya : Ramah dan hormat dengan semua orang.
25. Pinar Bunga Bombang
• Bentuknya : Ornamen ini adalah anyaman bambu.
• Maknanya : Selain untuk kerapian juga menangkal yang buruk-buruk.
• Diukir pada : Halikkip belakang rumah bolon.
26. Beraspati
• Bentuknya : Menyerupai cecak yang hidup di rumah.
• Maknanya : Melindungi seisi rumah karena mempunyai kekuatan gaib.
• Diukir pada : Tiang-tiang nanggar dan dinding rumah bolon.
27. Bohi-bohi
• Bentuknya : Profil wajah manusia.
• Maknanya : Melambangkan ilmu hitam dan kewaspadaan.
• Diukir pada : Ujung sembahou rumah bolon.
28. Bindu Matoguh
• Bentuknya : Dua segi empat bersusun menjadi 8 penjuru angka.
• Maknanya : Lambang pertahanan ke segala penjuru.
• Diukir pada : Lesplang balai buttu dan tiang nanggar lapou.
29. Tanduk Horbo
• Bentuknya : Kepala kerbau.
• Maknanya : Kemakmuran dan kebesaran raja yang memerintah.
4.1.6 Cerita Rakyat Mengenai Rumah Bolon
Konon, dulu desa Purba dikenal sebagai salah satu pusat pemerintahan
kerajaan tertua di Simalungun, yaitu kerajaan Purba yang hingga akhir kekuasaanya,
terhitung ada 14 raja yang pernah memegang tampuk kekuasaannya. Jadi jelaslah
bahwa kerajaan ini bukanlah satu-satunya kerajaan yang pernah ada di wilayah
Simalungun.
Sejarah mencatat, ada lima kerajaan besar yang masing-masing menguasai
wilayahnya sendiri-sendiri yang di antaranya tersebar di beberapa wilayah : Siantar,
Panambean, Tanah Jawa, Pematangraya dan Purba. Wilayah ini kemudian didiami
oleh marga-marga tertentu pula, seperti Saragih, Manik, Sinaga dan Purba sendiri.
Rumah Bolon Pematang Purba sendiri merupakan kediaman raja Purba yang
pertama kali diduduki tuan Pangultop-ultop (1624-1648), yang kemudian diteruskan
secara turun-temurun dengan sebuah tradisi budaya setempat. Raja terakhir yang
memimpin adalah raja tuan Mogang, yang konon jasadnya hingga kini belum
ditemukan. Disinyalir ia dibunuh ketika revolusi sosial berlangsung di Simalungun
pada tahun 1947.
Tak diketahui siapa pembunuhnya dan apa pula motifnya,” ujar Wanson.
Penjaga sekaligus pemandu wisatawan, lokasi bangunan tua yang berdiri di atas lahan
seluas 1 hektar itu.
Mengenai tradisi pengalihan kekuasaan, Wanson menjelaskan ada semacam
tradisi pengalihan kekuasaan yang wajib dilakukan. Ketika raja hendak mewariskan
kekuasaannya, diwajibkan untuk menyembelih seekor kerbau, yang lalu tanduknya
disimpan agar kelak menjadi bukti untuk raja yang akan berkuasa kemudian.
tergantung di dinding ruangan Rumah Bolon.
Lalu, apa dasar pengalihan kekuasaan itu?. Seperti lazimnya dalam tradisi
kerajaan yang meneruskan kekuasaan pada anak sulung, maka prinsip itu tidaklah
mutlak dalam tradisi kerajaan Purba. “Bukan harus anak sulung, tetapi siapa
keturunan yang bagi raja memiliki talenta untuk menjadi pemimpin, maka ialah yang
diangkat sebagai penerus kerajaan,” ujar Wanson.
Politik kekuasaan
Sebenarnya, raja yang mula-mula berkuasa di kerajaan Purba bukanlah tuan
Pangultop-ultop, melainkan raja Purba Dasuha. Tuan Pangultop-ultop sendiri pada
awalnya hanyalah pendatang yang datang dari wilayah Dolok Sanggul yang konon
disinyalir berdekatan dengan wilayah Pakpak Barat sekarang.
Lantas, mengapa ia kemudian menjadi raja?. Ini masih berdasarkan penuturan
Wanson Purba, yang juga merupakan pegawai dinas pariwisata Kabupaten
Simalungun yang dihunjuk untuk mengawasi bangunan tua itu. Ia menjelaskan,
kedatangan tuan Pangultop-ultop ke wilayah Purba awalnya dikarenakan
kegemarannya menangkap burung yang kemudian mengantarkannya ke kawasan
Purba.
Konon, suatu ketika di wilayah hutan belantara Purba, ia berhasil menangkap
seekor burung Nanggordaha yang kemudian dari tembolok burung itu (terdapat biji
padi dan jagung), ia mendapatkan makanannya sendiri. Ketika ia melihat bahwa Purba
adalah negeri yang subur, maka ia pun memohon kepada raja Purba Dasuha untuk
diberikan sebidang tanah. Tanah itu kelak ia tanami dengan biji padi dan jagung yang
kepada kejayaan. Hasil panen yang melimpah dari sebidang tanah atas kebaikan raja
itu, ia simpan di sebuah lumbung besar.
Suatu waktu munculah masa paceklik yang mengakibatkan penduduk
kewalahan mencari makanan. Mengetahui Pangultop-ultop memiliki banyak
menyimpan padi dan jagung di lumbungnya, mereka pun lalu memintanya agar
memberikan padi dan jagung yang selama itu ia kumpulkan.
Hanya saja, ia tak mau memberi jika mereka hanya memanggilnya dengan
sebutan “oppung” (kakek atau orang yang dihormati), melainkan panggilan raja.
“Jangan panggil aku oppung jika ingin mendapatkan padi dan jagung dari saya, tapi
panggillah saya raja,” katanya.
Mereka akhirnya memanggilnya demikian, yang lantas diketahui oleh Purba
Dasuha. Merasa pengakuan terhadap dirinya terancam tidak diakui lagi, maka Purba
Dasuha pun mengadakan pertemuan dengan Pangultop-ultop. “Jika kamu memang
raja, maka buktikanlah”.
Hal ini kemudian dituruti Pangultop-ultop dengan mematuhi peraturan yang
ditetapkan Purba Dasuha. “Marbijah” (disumpahi) adalah prosesi yang menjadi
langkah pembuktian itu. Segenggam tanah, air dan “Appang-appang” (kulit kerbau)
adalah medianya. Maka, Pangultop-ultop kembali ke tanah asalnya untuk
mendapatkan ketiganya. Segenggam ta