• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KEKUATAN MODIFIKASI DIMENSI STANDAR BATU BATA MENGGUNAKAN CAMPURAN BAHAN ADDITIVE ABU AMPAS TEBU BERDASARKAN SNI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI KEKUATAN MODIFIKASI DIMENSI STANDAR BATU BATA MENGGUNAKAN CAMPURAN BAHAN ADDITIVE ABU AMPAS TEBU BERDASARKAN SNI"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

STRENGHT ANALYSIS FOR BRICK USING BAGASSE ASH MATERIAL BASED ADDITIVE

By

Citra Dwiyana Putri

Brick is one of the most popular building materials in Indonesia. Brick is a material made of pure clay or with an additional mixture made through several processes and stages. This study aims to make bricks using clay materials with 15% of additional bagasse ash material. The purpose of using bagasse in this research is to use the waste and to improve the quality of bricks. The strength of brick in this study compared to the one of brick, which is designed based on SNI. Raw material for bricks in this study are clay obtained from Yoso Mulyo Village, Eastern Metro. For compressive strength test, bricks with dimesion of 4cm x 4cm size x 4cm, 5cm x 5cm x 5cm, 6cm x 6cm x 6cm, 7cm x 7cm and x 7cm were used. Bricks have been dried for 7 days. After drying, some samples were burned and the other were not burned.

(2)

ABSTRAK

STUDI KEKUATAN MODIFIKASI DIMENSI STANDAR BATU BATA

MENGGUNAKAN CAMPURAN BAHAN ADDITIVE ABU AMPAS TEBU

BERDASARKAN SNI

Oleh

Citra Dwiyana Putri

Batu bata adalah salah satu bahan bangunan yang paling populer di Indonesia. Batu bata merupakan material yang terbuat dari tanah liat murni atau dengan campuran tambahan yang dibuat melalui beberapa proses dan tahapan. Penelitian ini bertujuan untuk membuat batu bata dengan menggunakan bahan tanah liat dengan bahan tambahan abu ampas tebu dengan kadar campuran 15%. Tujuan pemanfaatan ampas tebu adalah untuk memanfaatkan limbah serta dapat meningkatkan kualitas batu bata. Kekuatan batu bata pada penelitian ini dibandingkan dengan kekuatan batu bata dengan standar batu bata yang mengacu kepada SNI.

Bahan baku batu bata pada penelitian ini adalah tanah lempung yang berasal dari Desa Yoso Mulyo, Kecamatan Metro Timur, Metro. Untuk pengujian kuat tekan, dipakai batu bata dengan ukuran 4cm x 4cm x 4cm, 5cm x 5cm x 5cm, 6cm x 6cm x 6cm, dan 7cm x 7cm x 7cm. Batu bata dikeringkan dalam waktu 7 hari. Sebagian sampel kemudian dibakar dan sebagian lagi tidak dibakar.

Berdasarkan hasil pengujian fisik tanah asli, USCS mengklasifikasikan sampel tanah sebagai tanah lanau dengan plastisitas rendah dan termasuk ke dalam kelompok ML. Hasil penelitian pengujian kuat tekan pasca pembakaran dari keempat dimensi, menghasilkan nilai kuat tekan rata-rata maksimum terjadi pada batu bata dengan dimensi 7cm x 7cm x 7cm sebesar 51,67 kg/cm2. Dengan demikian batu bata ini termasuk dalam kelas 50 based on SNI tahun1991. Nilai kuat tekan rata-rata maksimum batu bata sebelum pembakaran dihasilkan oleh batu bata denagn dimensi 4cm x 4cm x 4cm yaitu sebesar 29,95 kg/cm2. Batu bata ini masuk kedalam kelas 25.

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 26 Januari 1993. Merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari keluarga Bapak Wahyu Hidayat dan Ibu Dra. Suwarti.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak- Kanak (TK) Al-Munawarrah Bandar Lampung pada tahun 1998, SDN 2 Teladan Rawa Laut Bandar Lampung pada tahun 2004, SMPN 9 Bandar Lampung tahun 2007, dan SMAN 10 Bandar Lampung Program Studi Ilmu Pengetahuan Alam yang diselesaikan pada tahun 2010.

(8)
(9)
(10)
(11)
(12)

D

DAAFFTTAARR IISSII

Halaman HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR NOTASI ... vi

I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah... 3

C.Tujuan Penelitian ... 4

D.Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Tanah ... 6

1. Pengertian Tanah ... 6

2. Klasifikasi Tanah ... 7

B.Tanah Lempung ... 12

1. Definisi Tanah Lempung ... 12

2. Mineral Lempung ... 14

3. Sifat Tanah Lempung ... 15

4. Abu Ampas Tebu ... 16

D. Batu Bata ... 18

1. Definisi Batu Bata ... 18

(13)

ii

3. Proses Pembakaran Batu Bata ... 22

III. METEDOLOGI PENELITIAN A.Sampel Tanah ... 24

B. Metode Pencampuran Sampel Tanah Dengan Abu Ampas Tebu ... 24

C.Pelaksanaan Pengujian ... 25

1. Pengujian Sifat Fisik Tanah ... 25

2. Pengujian Batu Bata ... 27

D.Urutan Prosedur Penelitian ... 28

E. Pengolahan Dan Analisa Data ... 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Hasil Pengujian Tanah Asli ... 32

1. Hasil Pengujian Kadar Air ... 32

2. Hasil Pengujian Berat Jenis ... 33

3. Hasil Pengujian Batas-Batas Atterberg ... 33

4. Hasil Pengujian Analisa Saringan ... 33

5. Hasil Pengujian Pemadatan Tanah ... 34

6. Resume Pengujian Material Tanah ... 34

7. Klasifikasi Material Tanah ... 35

B.Hasil Pengujian Batu Bata...36

1. Hasil Uji Kadar Air ... 36

2. Hasil Uji Berat Jenis ... 37

3. Hasil Uji Kuat Tekan... 37

a. Uji Kuat Tekan Sebelum Pembakaran ... 38

b. Uji Kuat Tekan Pasca Pembakaran ... 41

c. Perbandingan Uji Kuat Tekan Sebelum dan Pasca Pembakaran ... 44

4. Hasil Uji Daya Serap Air ... 46

(14)

iii

V. PENUTUP

A. Kesimpulan... 51 B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(15)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Unified ... 11

Tabel 2. Sistem Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO ... 13

Tabel 3. Prosentase Komposisi Kimia Abu Pembakaran Ampas Tebu ... 18

Tabel 4. Ukuran dan Toleransi Bata Merah Pasangan Dinding . ... 20

Tabel 5. Klasifikasi Kekuatan Batu Bata ... 21

Tabel 6. Hasil Uji Sampel Material Tanah Asli ... 34

Tabel 7. Hasil Uji Kadar Air ... 36

Tabel 8. Hasil Uji Berat Jenis ... 37

Tabel 9. Nilai Kuat Tekan Batu Bata Sebelum Pembakaran ... 38

Tabel 10. Nilai Kuat Tekan Batu Bata Pasca Pembakaran ... 41

Tabel 11. Nilai Daya Serap Air Batu Bata ... 47

Tabel 12. Nilai Rata-Rata Daya Serap Air ... 48

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Proses Penggilingan Tebu ... . 17

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian ... 32

Gambar 3. Diagram Plastisitas ... 35

Gambar 4. Grafik Kuat Tekan Batu Bata Sebelum Pembakaran ... 39

Gambar 5. Grafik Kuat Tekan Batu Bata Sebelum Pembakaran dengan Abu Sekam Padi ... ... 40

Gambar 6. Grafik Kuat Tekan Batu Bata Pasca Pembakaran ... 41

Gambar 7. Grafik Kuat Tekan Batu Bata Pasca Pembakaran dengan Abu Sekam Padi ... ... 43

Gambar 8. Grafik Perbandingan Nilai Kuat Tekan Batu Bata Dimensi 4cm x 4cm x 4cm Sebelum dan Pasca Pembakaran... 44

Gambar 9. Grafik Perbandingan Nilai Kuat Tekan Batu Bata Dimensi 5cm x 5cm x 5cm Sebelum dan Pasca Pembakaran... 44

Gambar 10. Grafik Perbandingan Nilai Kuat Tekan Batu Bata Dimensi 6cm x 6cm x 6cm Sebelum dan Pasca Pembakaran... 45

Gambar 11. Grafik Perbandingan Nilai Kuat Tekan Batu Bata Dimensi 7cm x 7cm x 7cm Sebelum dan Pasca Pembakaran... 45

Gambar 12. Grafik Nilai Daya Serap Air Batu Bata ... . 48

(17)
(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring pembangunan konstruksi yang berkelanjutan, pertambahan penduduk semakin meningkat dan pertumbuhan perekonomian yang semakin baik, maka material konstruksi akan meningkat untuk mendukung kebutuhan sarana dan prasarana pembangunan konstruksi. Untuk mendukung perkembangan dan pertumbuhan tersebut, maka batu bata sebagai salah satu material konstruksi akan semakin dibutuhkan. Pembangunan di Indonesia pada saat ini berkembang sangat pesat, terutama pembangunan di bidang konstruksi seperti gedung maupun perumahan. Hal ini menyebabkan permintaan akan bahan bangunan semakin meningkat, sehingga banyak masyarakat yang membangun pabrik batu bata untuk pemenuhan kebutuhan batu bata. Namun dalam proses pembuatan batu bata, para pengusaha batu bata hanya menggunakan jenis tanah tertentu demi menjaga kualitas produksi batu bata, sehingga pemenuhan bahan dasar tanah sebagai bahan utama dalam pembuatan batu bata lambat laun ketersediaannya semakin berkurang dan harga semakin meningkat.

(19)

2

fondasi ataupun sebagai dinding pembatas dan estetika pada konstruksi gedung tanpa memikul beban diatasnya.

Batu bata adalah batu buatan yang terbuat dari tanah liat dengan atau tanpa campuran tambahan (additive) yang melalui beberapa proses. Proses tersebut meliputi pengeringan dengan cara dijemur dan kemudian dibakar dengan temperatur tinggi dengan tujuan agar batu bata mengeras dan tidak hancur jika direndam dalam air.

Penggunaan bahan tambahan (additive) pada campuran batu bata akan menjadikan kekuatan batu bata semakin bertambah. Pemanfaatan bahan limbah yang ramah lingkungan juga perlu dipertimbangkan sebagai bahan campuran batu bata. Untuk itu, peneliti mencoba menggunakan bahan pencampur yang salah satunya adalah abu ampas tebu.

Tebu merupakan salah satu jenis tanaman yang hanya dapat ditanam di daerah beriklim tropis. Dalam proses produksi di pabrik gula, ampas tebu yang dihasilkan sebesar 90% dari setiap tebu yang diproses, gula yang termanfaatkan hanya 5%, sisanya berupa tetes tebu (molase) dan air. (Johanes Anton Witono dalam Nuraisyah Siregar, 2010).

(20)

3

diperoleh abu ampas tebu yang menjadi limbah dan belum dapat dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat. Abu ampas tebu ini terdiri dari garam-garam anorganik dan kaya akan silica (Si). Menurut penelitian terdahulu, silica sangat potensial digunakan dalam bidang geoteknik terutama dalam perkuatan tanah.

Ampas tebu (bagase furnace) memiliki komposisi kimia seperti Silikat (SiO2) sebesar ±71%, Aluminat (AL2O3) sebesar ±1,9%, Ferri Trioksida (Fe2O3) sebesar ± 7,8%, Calsium Oksida (CaO) sebesar ± 3,4% dan lain-lain Ampas tebu yang merupakan abu sisa pembakaran ampas tebu (bagase) sebagai bahan tambahan dalam mortar yang banyak memiliki kandungan senyawa silikat (SiO2) yang juga merupakan bahan baku utama dari semen biasa (portland), pemanfaatan ampas tebu sebagai bahan tambah pembuatan paving block dapat meningkatkan kuat tekan paving block.

(21)

4

digunakan. Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi bidang teknik sipil dan juga masyarakat.

Berdasarkan penjelasan diatas, perlu dilakukan penelitian yang objektif terhadap pembuatan batu bata menggunakan tanah yang bagi sebagian besar pengusaha batu bata berkualitas buruk, dimana abu ampas tebu digunakan sebagai campuran pada pembuatan batu bata sehingga limbah abu ampas tebu dari perusahaan gula tidak terbuang sia-sia, tetapi dapat menambah kekuatan batu bata tersebut sehingga dapat menghasilkan batu bata dengan kualitas yang baik yang dapat dijadikan pilihan alternatif oleh masyarakat.

B. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada beberapa masalah, yaitu :

1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah berbutir halus yang diambil dari Desa Yoso Mulyo, Kecamatan Metro Timur, Metro.

2. Bahan additive yang digunakan adalah abu ampas tebu pada kadar campuran 15 % yang berasal dari Desa Yoso Mulyo, Kecamatan Metro Timur, Metro.

3. Batu bata yang digunakan sesuai dengan standard SNI yang berlaku. 4. Pengujian batu bata yang dilakukan :

1. Uji kuat tekan sebelum dan pasca pembakaran batu bata 2. Uji daya serap air pada batu bata

(22)

5

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui sifat-sifat fisik tanah berbutir halus di Desa Yoso Mulyo, Kecamatan Metro Timur, Metro.

2. Untuk Mengetahui manfaat limbah yang dihasilkan dari bahan additive abu ampas tebu untuk peningkatan kualitas batu bata.

3. Nilai kuat tekan batu bata sebelum dan pasca pembakaran menggunakan bahan additive berupa abu ampas tebu.

4. Membandingkan kekuatan batu bata dengan memodifikasi dimensi standar batu bata berdasarkan standard SNI dengan menggunakan campuran bahan additive berupa abu ampas tebu.

5. Untuk membandingkan dan mendapatkan dimensi kuat tekan sesuai standar SNI dengan dimensi kuat tekan lebih kecil dan lebih besar dari standar SNI.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat antara lain :

1. Produsen industri batu bata dapat memanfaatkan limbah abu ampas tebu pabrik gula dari PT. Indo Lampung Perkasa sebagai bahan campuran alternatif meningkatkan kualitas pembuatan batu bata.

(23)

6

(24)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tanah

(25)

8

yang tersenyawa diantara partikel tersebut, atau dapat juga disebabkan oleh adanya material organik. Bila hasil dari pelapukan tersebut berada pada tempat semula maka bagian ini disebut sebagai tanah sisa (residu soil). Hasil pelapukan terangkut ke tempat lain dan mengendap di beberapa tempat yang berlainan disebut tanah bawaan (transportation soil). Media pengangkut tanah berupa gravitasi, angin, air, dan gletsyer. Pada saat akan berpindah tempat, ukuran dan bentuk partikel dapat berubah dan terbagi dalam beberapa rentang ukuran.

Proses penghancuran dalam pembentukan tanah dari batuan terjadi secara fisis atau kimiawi. Proses fisis antara lain berupa erosi akibat tiupan angin, pengikisan oleh air dan gletsyer, atau perpecahan akibat pembekuan dan pencairan es dalam batuan, sedangkan proses kimiawi menghasilkan perubahan pada susunan mineral batuan asal. Salah satu penyebab adalah air yang mengandung asam alkali, oksigen dan karbondioksida (Wesley, 1977).

B. Klasifikasi Tanah

(26)

Tanah-9

tanah yang dikelompokkan dalam urutan berdasarkan suatu kondisi fisik tertentu. Tujuan klasifikasi tanah adalah untuk menentukan kesesuaian terhadap pemakaian tertentu, serta untuk menginformasikan tentang keadaan tanah dari suatu daerah kepada daerah lainnya dalam bentuk berupa data dasar. Klasifikasi tanah juga berguna untuk studi yang lebih terperinci mengenai keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan sifat teknis tanah seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi, dan sebagainya (Bowles, 1989).

Menurut Verhoef (1994), tanah dapat dibagi dalam tiga kelompok: 1. Tanah berbutir kasar (pasir, kerikil)

2. Tanah berbutir halus (lanau, lempung) 3. Tanah campuran

Perbedaan antara pasir/kerikil dan lanau/lempung dapat diketahui dari sifat-sifat material tersebut. Lanau/lempung seringkali terbukti kohesif (saling mengikat) sedangkan material yang berbutir (pasir, kerikil) adalah tidak kohesif (tidak saling mengikat). Struktur dari tanah yang tidak berkohesi ditentukan oleh cara penumpukan butir (kerangka butiran). Sruktur dari tanah yang berkohesi ditentukan oleh konfigurasi bagian kecil dan ikatan diantara bagian-bagian kecil ini.

(27)

10

Ada beberapa macam sistem klasifikasi tanah yang umumnya digunakan sebagai hasil pengembangan dari sistem klasifikasi yang sudah ada. Beberapa sistem tersebut memperhitungkan distribusi ukuran butiran dan batas-batas Atterberg, sistem-sistem tersebut adalah sistem klasifikasi tanah berdasarkan AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Official) dan sistem klasifikasi tanah berdasarkan USCS (Unified System Clasification Soils)

A.Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Unified (USCS)

Sistem klasifikasi tanah ini yang umum digunakan untuk pekerjaan dalam bidang teknik sipil, seperti bendungan, pondasi bangunan dan konstruksi yang sejenis. Klasifikasi tanah berdasarkan Sistem Unified, maka tanah dikelompokkan dalam (Das, 1995) :

1. Tanah butir kasar (coarse-grained-soil) yaitu tanah berbutir kasar dengan kurang dari 50% dari berat total tanah adalah lolos ayakan No. 200. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) dan S untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.

(28)

11

Uraian lebih detail, tentang batasan-batasan untuk menentukan klasifikasi tanah berdasarkan Sistem Unified, dipelihatkan pada Tabel 1. Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria :

a. Ukuran butiran

Kerikil adalah bagian tanah yang lolos ayakan diameter 75 mm dan tertahan pada ayakan No. 200. Pasir adalah tanah yang lolos ayakan No.10 (2 mm) dan tertahan ayakan No. 200 (0,075 mm). Lanau dan lempung adalah yang lolos ayakan No. 200.

b. Plastisitas

Tanah berlanau mempunyai indeks plastis sebesar 10 atau kurang. Tanah berlempung bila indeks plastisnya 11 atau lebih.

c. Bila dalam contoh tanah yang akan diklasifikasikan terdapat batuan dengan ukuran lebih besar dari 75 mm, maka batuan tersebut harus dikeluarkan dahulu tetapi persentasenya harus tetap dicatat.

Data yang akan didapat dari percobaan laboratorium telah ditabulasikan pada Tabel 2. Kelompok tanah yang paling kiri dengan kualitas paling baik, makin ke kanan semakin berkurang kualitasnya.

Tabel 1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Unified

Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi

Ta na h be rb ut ir ka sa r≥ 5 0 % b u ti ra n te rt ah an sari n g an N o . 2 0 0 K er ik il 50 %≥ fra ks i k as ar te rt ah an sari n g an N o .

4 Ker

ik il b er si h (h an y a k er ik il

) GW

Kerikil bergradasi-baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

N o .2 0 0 : G M , G P , S W , S P . Le b ih d ar i 1 2 % lo lo s sar in g an N o .2 0 0 : G M , G C

, Cu = D60 > 4

D10

Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3

D10 x D60 GP

Kerikil bergradasi-buruk dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

(29)

12 K er ik il d en g an B u ti ra n h al u

s GM

Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau

Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI < 4

Bila batas Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol

GC Kerikil berlempung, campuran kerikil-pasir-lempung

Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI > 7

Pa si r≥ 5 0% fr ak si k as ar lo lo s sari n g an N o . 4 P asi r b er si h ( h an y a p as ir ) SW

Pasir bergradasi-baik , pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Cu = D60 > 6

D10

Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3

D10 x D60 SP

Pasir bergradasi-buruk, pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW P asi r d en g an b u ti ra n h al u s

SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau

Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI < 4

Bila batas Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol

SC Pasir pasir-lempung berlempung, campuran

Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI > 7

Ta n ah b er b u ti r h al u s 5 0 % at au l eb ih l o lo s ay ak an N o . 2 0 0 La n au d an l em p u n g ba ta s c ai r ≤ 5 0% ML

Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung

Diagram Plastisitas:

Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.

60

50 CH 40 CL

30 Garis A CL-ML

20

4 ML ML atau OH 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Batas Cair LL (%)

Garis A : PI = 0.73 (LL-20) CL

Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan sedang lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau, lempung “kurus” (lean clays)

OL

Lanau-organik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah La n au d an l em p u n g b at as ca ir ≥ 50 % MH

Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae, lanau yang elastis

CH

Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung “gemuk” (fat clays)

OH

Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai dengan tinggi

Tanah-tanah dengan kandungan organik sangat tinggi

PT

Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi

Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488

Sumber : Hary Christady, 1992.

B. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO

(30)

13

jumlah tanah yang lolos ayakan No. 200. Sedangkan tanah yang masuk dalam golongan A-4, A-5, A-6, dan A-7 adalah tanah berbutir halus. (Sukirman, 1992).

C. Tanah Lempung

1. Definisi Tanah Lempung

Tanah lempung merupakan tanah yang bersifat multi component, terdiri dari tiga fase yaitu padat, cair, dan udara. Bagian yang padat merupakan polyamorphous terdiri dari mineral inorganis dan organis. Mineral-mineral lempung merupakan subtansi-subtansi kristal yang sangat tipis yang pembentukan utamanya berasal dari perubahan kimia pada pembentukan mineral-mineral batuan dasar. Semua mineral lempung sangat tipis kelompok-kelompok partikel kristalnya berukuran koloid (<0,002 mm) dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron. Tanah lempung merupakan partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm. Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi di dalam tanah yang kohesif (Bowles, 1991). Menurut Craig (1991), tanah lempung adalah mineral tanah sebagai kelompok-kelompok partikel kristal koloid berukuran kurang dari 0,002 mm yang terjadi akibat proses pelapukan Tabel 2. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO

Klasifikasi umum Tanah berbutir

(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200) Klasifikasi

kelompok

A-1

A-3 A-2

(31)

14

Analisis ayakan (% lolos) No.10 No.40 No.200 Maks 50 Maks 30 Maks 15 Maks 50 Maks 25 Min 51

Maks 10 Maks 35

Maks 35 Maks 35 Maks 35

Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40 Batas Cair (LL)

Indeks Plastisitas (PI) Maks 6 NP

Maks 40 Maks 10 Min 41 Maks 10 Maks 40 Min 11 Min 41 Min 41

Tipe material yang paling dominan

Batu pecah, kerikil dan pasir

Pasir

halus Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung

Penilaian sebagai

bahan tanah dasar Baik sekali sampai baik

Klasifikasi umum Tanah berbutir (Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200)

Klasifikasi

kelompok A-4 A-5 A-6 A-7

Analisis ayakan (% lolos)

No.10 No.40

No.200 Min 36 Min 36 Min 36 Min 36

Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40

Batas Cair (LL)

Indeks Plastisitas (PI) Maks 40 Maks 10 Min 41 Maks 10 Maks 40 Min 11 Min 41 Min 11

Tipe material yang

paling dominan Tanah berlanau Tanah Berlempung

Penilaian sebagai

bahan tanah dasar Biasa sampai jelek

Sumber: Das (1995).

kimia pada batuan yang salah satu penyebabnya adalah air yang mengandung asam ataupun alkali, dan karbondioksida.

(32)

15

bersifat plastis pada kadar air sedang. Di Amerika bagian barat, untuk lempung yang keadaan plastis ditandai dengan wujudnya bersabun seperti terbuat dari lilin disebut “gumbo”. Sedangkan pada keadaan air yang lebih tinggi tanah lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. (Terzaghi dan Peck, 1987). Dengan adanya pengetahuan mengenai mineral tanah tersebut, pemahaman mengenai perilaku tanah lempung dapat diamati. (Hardiyatmo, 1992).

2. Mineral Lempung

a. Kaolinite

Kaolinite merupakan anggota kelompok kaolinite serpentin, yaitu hidrus alumino silikat dengan rumus kimia Al2 Si2O5(OH)4. Kekokohan sifat struktur dari partikel kaolinite menyebabkan sifat-sifat plastisitas dan daya pengembangan atau menyusut kaolinite menjadi rendah.

b. Montmorilonite

Mineral ini memiliki potensi plastisitas dan mengembang atau menyusut yang tinggi sehingga bersifat plastis pada keadaan basah dan keras pada keadaan kering. Rumus kimia montmorilonite adalah Al2Mg(Si4O10)(OH)2 xH2O.

c. Illite

(33)

16

D. Sifat Tanah Lempung pada Pembakaran

Tanah lempung yang dibakar akan mengalami perubahan seperti berikut :

1. Pada temperatur + 150oC, terjadi penguapan air pembentuk yang ditambahkan dalam tanah lempung pada pembentukan setelah menjadi batu bata mentah.

2. Pada temperatur antara 400oC – 600oC, air yang terikat secara kimia dan zat-zat lain yang terdapat dalam tanah lempung akan menguap.

3. Pada temperatur diatas 800oC, terjadi perubahan-perubahan kristal dari tanah lempung dan mulai terbentuk bahan gelas yang akan mengisi pori-pori sehingga batu bata menjadi padat dan keras.

4. Tanah lempung yang mengalami susut kembali disebut susut bakar. Susut bakar diharapkan tidak menimbulkan cacat seperti perubahan bentuk (melengkung), pecah - pecah dan retak. Tanah lempung yang sudah dibakar tidak dapat kembali lagi menjadi tanah lempung oleh pengaruh udara maupun air.

E. Abu Ampas Tebu

Abu ampas tebu merupakan limbah hasil pembakaran ampas tebu. Ampas tebu merupakan suatu residu dari proses penggilingan tanaman tebu setelah diekstrak atau dikeluarkan niranya pada industri pemurnian gula sehingga hasil samping sejumlah limbah berserat yang dikenal sebagai ampas tebu (baggasse).

(34)

17

Penambahan abu ampas tebu dalam pembuatan batu bata menghasilkan kuat tekan maksimum pada penambahan 15%. Abu ampas tebu yang digunakan untuk pembakaran batu bata, dapat digunakan kembali pada kadar 15% sebagai bahan additive, tanpa mengurangi kualitas batu bata tetapi dapat meningkatkan kekuatan batu bata tersebut.(Dinand, 2014).

Pada proses penggilingan tebu, terdapat lima kali proses penggilingan dari batang tebu sampai dihasilkan ampas tebu. Pada penggilingan pertama dan kedua dihasilkan nira mentah yang berwarna kuning kecoklatan. Pada proses penggilingan ketiga, keempat dan kelima dihasilkan nira dengan volume yang tidak sama. Setelah proses penggilingan awal, yaitu penggilingan pertama dan kedua dihasilkan ampas tebu basah. Untuk mendapatkan nira yang optimal, pada penggilingan ampas hasil gilingan kedua harus ditambahkan susu kapur 3Be yang berfungsi sebagai senyawa yang mampu menyerap nira dari serat ampas tebu sehingga pada penggilingan ketiga nira masih dapat diserap meskipun volumenya lebih sedikit dari hasil gilingan kedua. Pada penggilingan seterusnya hingga penggilingan kelima ditambahkan susu kapur 3Be dengan volume yang berbeda-beda tergantung sedikit banyaknya nira yang masih dapat dihasilkan, diperlihatkan pada Gambar 1.

(35)

18

ampas tebu dapat membawa masalah sebab ampas bersifat meruah sehingga menyimpannya perlu area yang luas.

Penggilingan I Penggilingan III Penggilingan V

Penggilingan II Penggilingan IV

Ampas Ampas Ampas Ampas Ampas Gilingan I Gilingan II Gilingan III Gilingan IV Gilingan V

Tebu

Susu Kapur Susu Kapur Susu Kapur

[image:35.612.160.498.151.398.2]

3Be 3Be 3Be

Gambar 1. Proses Penggilingan Tebu

(36)

19

utama dari semen biasa (portland), pemanfaatan ampas tebu sebagai bahan tambah pembuatan paving block dapat meningkatkan kuat tekan paving block.

F. Batu Bata

1. Pengertian Batu Bata

Batu bata merupakan salah satu elemen (material) pendukung dalam pendirian sebuah bangunan, terbuat dari tanah hitam (humus) dan tanah kuning (tanah liat). Bahan utama batu merah adalah tanah dan air.

Tabel 3. Prosentase Komposisi Kimia Abu Pembakaran Ampas Tebu

SiO2 71

Al203 1,9

Fe2o3 7,8

CaO 3,4

MgO 0,3

KzO 8,2

P2O5 3

MnO 0,2

(37)

20

Definisi batu bata menurut SNI 15-2094-2000 dan SII-0021-78 merupakan suatu unsur bangunan yang diperuntukkan pembuatan konstruksi bangunan dan yang dibuat dari tanah dengan atau tanpa campuran bahan-bahan lain, dibakar cukup tinggi, hingga tidak dapat hancur lagi bila direndam dalam air.

2. Standar Batu Bata

Pembuatan batu bata harus memiliki standardisasi, karena dalam pembuatan batu bata merupakan syarat mutlak dan menjadi suatu acuan penting dari sebuah industri di suatu negara khususnya di Indonesia.

Standardisasi menurut Organisasi Internasional (ISO) merupakan proses penyusunan dan pemakaian aturan-aturan untuk melaksanakan suatu kegiatan secara teratur demi keuntungan dan kerjasama semua pihak yang berkepentingan, khususnya untuk meningkatkan ekonomi keseluruhan secara optimum dengan memperhatikan kondisi-kondisi fungsional dan persyaratan keamanan.

Adapun syarat-syarat batu bata dalam SNI 15-2094-2000 dan SII-0021-78 meliputi beberapa aspek seperti :

a. Sifat Tampak

(38)

21

b. Ukuran dan Toleransi

[image:38.612.171.506.222.451.2]

Standar Bata Merah di Indonesia oleh BSN (Badan Standardisasi Nasional) nomor 15-2094-2000 menetapkan suatu ukuran standar untuk bata merah sebagai berikut :

Tabel 4. Ukuran dan Toleransi Bata Merah Pasangan Dinding

Modul Tebal (mm) Lebar (mm) Panjang (mm)

M-5a M-5b M-6a M-6b M-6c M-6d

65 + 2 65 + 2 52 + 3 55 + 3 70 + 3 80 + 3

90 + 3 100 + 3 110 + 4 110 + 6 110 + 6 110 + 6

190 + 4 190 + 4 230 + 4 230 + 5 230 + 5 230 + 5

Sumber: SNI 15-2094-2000

c. Kuat Tekan

Besarnya kuat tekan rata-rata dan koefisien variasi yang diijinkan pada bata merah untuk pemasangan dinding sesuai pada tabel 5 :

Tabel 5. Klasifikasi Kekuatan Bata

Kelas

Kekuatan Tekan Rata-Rata Batu Bata Koefisien

Variasi Izin

[image:38.612.169.528.612.674.2]
(39)

22

50 100 150

50 100 150

5,0 10 15

22% 15% 15%

Sumber : (SNI 15-2094-2000)

d. Garam Berbahaya

Garam yang mudah larut dan berbahaya, antara lain : Magnesium Sulfat (MgSO4), Natrium Sulfat (Na2SO4), Kalium Sulfat (K2SO4), dan kadar garam maksimum 1,0%, tidak boleh menyebabkan lebih dari 50% permukaan batu bata tertutup dengan tebal akibat pengkristalan garam. e. Kerapatan Semu

Kerapatan semu minimum bata merah pasangan dinding adalah 1,2 gram/cm3.

f. Penyerapan Air

Penyerapan air maksimum bata merah pasangan dinding adalah 20%.

3. Proses Pembakaran Batu Bata

(40)

23

sepenuhnya, maka bahan pembuatan batu bata tersebut tidak dapat dimatangkan lagi dengan pembakaran yang kedua.

Pembakaran batu bata dapat dilakukan dengan menyusun batu bata secara bertingkat dan bagian bawah tumpukan itu diberi terowongan untuk kayu bakar. Bagian samping tumpukan ditutup dengan batu bata setengah matang dari proses pembakaran sebelumnya atau batu bata yang sudah jadi. Sedangkan bagian atasnya ditutup dengan batang padi dan lumpur tanah liat. Saat kayu bakar telah menjadi bara menyala, maka bagian dapur atau lubang tempat pembakaran tersebut di tutup dengan lumpur tanah liat. Tujuannya agar panas dan semburan api selalu mengangah dalam tumbukan bata. Proses pembakaran ini memakan waktu 1 – 2 hari tergantung jumlah batu bata yang dibakar.

(41)

24

III. METODE PENELITIAN

A. Bahan Penelitian

1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah berbutir halus yang diambil dari Desa Yoso Mulyo, Kecamatan Metro Timur, Metro.

2. Abu ampas tebu (baggase ash)berasal dari PT. Indo Lampung Perkasa. 3. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik

Universitas Lampung.

4. Pada penelitian ini jumlah sampel tanah akan dicampur dengan (additive) abu ampas tebu optimal 15% yang dimodifikasi ukuran batu bata yang akan diteliti.

B. Metode Pencampuran Sampel Tanah dengan Abu Ampas Tebu

Pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah, Fakultas Teknik, Universitas Lampung. Ada 3 tahap yang dilakukan dalam pengujian, yaitu :

1. Pengujian sifat fisik tanah.

2. Pengujian kuat tekan dan daya serap air terhadap batu bata dengan komposisi campuran material tanah dan abu ampas tebu.

(42)

25

C. Pelaksanaan Pengujian

Pelaksanaan pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah. Adapun pengujian-pengujian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pengujian Sampel Sifat Fisik Tanah

Sifat-sifat fisik tanah sangat berhubungan erat dengan kelayakan pada banyak penggunaan yang diharapkan dari tanah. Kekuatan dan kekokohan pendukung, kapasitas penyimpanan air, plastisitas, semuanya secara erat berkaitan dengan kondisi fisik tanah. Pengujian-pengujian yang dilakukan antara lain:

a. Pengujian Kadar Air (Moisture Content)

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui kadar air suatu sampel tanah yaitu perbandingan antara berat air dan butiran berat tanah kering. Cara kerja pada pengujian berdasarkan ASTM D-2216-92.

b. Pengujian Berat Jenis (Specific Gravity)

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan berat jenis tanah yang lolos saringan No.200 dengan labu ukur.

Cara kerja berdasarkan ASTM D-854

c. Pengujian Batas Atterberg

(43)

26

Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada batas antara keadaan plastis dan keadaan cair. Cara kerja berdasarkan ASTM D-4318

2) Batas Plastis (Plastic Limit)

Tujuanpengujian ini adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada keadaan batas antara keadaan plastis dan keadaan semi padat.

Cara kerja berdasarkan ASTM D 4318

d. Pengujian Berat Volume (Unit Weight)

Sesuai dengan ASTM D-2937, pengujian ini bertujuan untuk menentukan berat volume tanah basah dalam keadaan asli (undisturb sample), yaitu perbandingan antara berat tanah dan volume tanah. Cara kerja berdasarkan ASTM D-2937

e. Pengujian Analisa Saringan (Sieve Analysis)

(44)

27

2. Pengujian Sampel Batu Bata + Abu Ampas Tebu

Melakukan pengujian kuat tekan terhadap batu bata yang diberi additive abu ampas tebu optimum 15% dengan kadar ukuran batu bata tertentu untuk mengetahui kuat tekan dari batu bata yang dimodifikasi tersebut. Pada pengujian ini sampel tanah dibuat dengan dimensi yang dimodifikasi menjadi 4cm x 4cm x 4cm, 5cm x 5cm x 5cm, 6cm x 6cm x 6cm, 7cm x 7cm x 7cm. Dicampurkan dengan kadar abu ampas tebu 15% sebanyak 20 sampel dengan dilakukan masa pengeringan 7 hari, lalu pembakaran selama 3x24 jam dan sebagian sampel diuji kuat tekan dan kadar air. Pelaksanaan pengujian kuat tekan dilakukan di Laboratorium Bahan dan Konstruksi Fakultas Teknik Universitas Lampung.

a. Pengujian Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan pada batu bata adalah untuk mendapatkan besarnya beban tekan maksimum yang bisa diterima oleh batu bata. Alat uji yang digunakan adalah mesin desak. Pengujian ini dapat dilakukan dengan meletakkan benda uji pada alat uji dimana di bawah dan di atas benda uji diletakkan pelat baja kemudian jalankan mesin desak dan dicatat gaya tekan maksimumnya. Kuat tekan batu bata dihitung dengan menggunakan persamaan :

Kuat tekan = P A Dimana :

P = beban hancur

(45)

28

b. Pengujian Daya Serap Air

Pengukuran daya serap merupakan persentase perbandingan antara selisih massa basah dengan massa kering dengan massa kering besarnya daya serap dikerjakan hasilnya sesuai dengan SNI 03-0691-1996. Sampel yang sudah diukur massanya merupakan massa kering dan direndam selama 24 jam lalu diukur massa basahnya menggunakan neraca analitis.

Porositas air = Mb–Mk x 1 x 100 Vb air

Dengan :

P = Porositas (%)

Mb = Massa basah sampel setelah direndam (gram) Mk = Massa kering sampel sebelum direndam (gram) Vb = Volume benda uji (cm3)

D. Urutan Prosedur Penelitian

1. Pencampuran Material Bahan

Sebelum pencampuran material bahan, sampel tanah telah diuji sifat fisiknya, meliputi pengujian kadar air, analisis saringan, berat jenis, berat volume, batas atterberg, dan uji pemadatan tanah dimana nantinya akan didapat nilai kadar air optimum untuk pencampuran sampel.

(46)

29

2. Pencetakan Batu Bata

Setelah campuran teraduk dengan rata kurang lebih 3x24 jam, maka batu bata dapat dicetak. Langkah awal pencetakan batu bata yaitu menaruh bahan yang telah dicampur ke dalam mesin cetak (strength stress).

3. Pengeringan Batu Bata

Proses pengeringan batu bata dilakukan secara bertahap, digunakan terpal atau penutup plastik dengan tujuan agar batu bata tidak terkena panas matahari langsung. Apabila proses pengeringan terlalu cepat dalam artian panas matahari terlalu menyengat, akan mengakibatkan timbulnya retakan-retakan pada batu bata nantinya. Batu bata yang sudah berumur satu hari dari masa pencetakan kemudian dibalik. Setelah cukup kering, batu bata tersebut ditumpuk menyilang satu sama lain agar terkena angin. Jika kondisi cuaca baik, proses pengangingan memerlukan waktu 7 hari. Sedangkan jika kondisi udara lembab, proses pengeringan batu bata membutuhkan waktu sekurang-kurangnya 14 hari.

4. Pembakaran Batu Bata

Proses pembakaran batu bata harus berjalan seimbang dengan kenaikan suhu dan kecepatan suhu. Proses pembakaran dilakukan 3x24 jam setelah itu dilakukan proses pengujian kuat tekan.

5. Pengujian Kuat Tekan

(47)

30

E. Analisis Hasil Penelitian

Semua hasil yang didapat dari pelaksanaan penelitian akan ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik hubungan serta penjelasan-penjelasan yang didapat dari: 1. Hasil yang didapat dari pengujian sampel tanah asli ditampilkan dalam

bentuk tabel dan digolongkan berdasarkan sistem klasifikasi tanah AASHTO.

2. Dari hasil pengujian kuat tekan terhadap masing-masing campuran dengan kadar abu ampas tebu setelah waktu pengeringan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik hasil pengujian.

(48)

31

Pengambilan Sampel Tanah Asli

Pengujian Tanah Asli :

1. Berat Jenis 3.AnalisaSaringan

2. Batas atterberg 4. Berat Volume

5. Kadar Air

Pembuatan Benda Uji :

15% Abu Ampas Tebu + Tanah + Air

Pemeraman selama 14 hari

Pencetakan sampel batu bata dengan ukuran 4cm x 4cm x 4cm, 5cm x 5cm x 5cm, 6cm x 6cm x 6cm, 7cm x

7cm x 7cm

[image:48.595.146.429.91.702.2]

Pengeringan dengan cara penganginan

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian Pembakaran batu bata

Analisis Hasil

Kesimpulan

Selesai Mulai

(49)

52

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan yang telah dilaksanakan terhadap hasil uji batu bata dengan material tanah yang dicampur menggunakan bahan additive berupa abu ampas tebu yang dilakukan di desa Yoso Mulyo, Kec.Metro Timur, Laboratorium Mekanika Tanah dan Laboratorium Bahan dan Kontruksi, Fakultas Teknik, Universitas Lampung, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan :

1. Pada hasil pengujian yang telah dilakukan, penambahan bahan additive berupa abu ampas tebu dapat meningkatkan kualitas hasil batu bata yang diproduksi dari Desa Yoso Mulyo, Kec.Metro Timur.

2. Hasil sampel tanah asli yang berasal dari desa Yoso Mulyo, Kec.Metro Timur digunakan dalam penelitian ini berdasarkan sistem klasifikasi USCS yang digolongkan pada tanah berbutir halus dan termasuk ke dalam klasifikasi tanah lempung dengan plastisitas rendah (ML).

(50)

53

29,95kg/cm2, nilai kuat tekan tersebut masuk kedalam kelas 25 berdasarkan tabel kekuatan tekan batu bata (SNI tahun1991).

4. Pada uji kuat tekan batu bata pasca pembakaran menghasilkan fc’ sebesar 41,32kg/cm2 – 49,64kg/cm2. Pada dimensi 7 cm x 7 cm x 7 cm yang menghasilkan nilai kuat tekan rata – rata maksimum yaitu sebesar 51,67kg/cm2, nilai kuat tekan tersebut masuk kedalam kelas 50 berdasarkan tabel kekuatan tekan batu bata (SNI tahun 1991).

5. Secara keseluruhan, hasil uji daya serap air batu bata pasca pembakaran yaitu sebesar 13,78% - 16,68% ,uji daya serap air kurang dari 20%. Sehingga batu bata pasca pembakaran memenuhi persyaratan SNI 15-2094-2000.

B. Saran

Untuk pengembangan penelitian selanjutnya mengenai pembuatan batu bata, menggunakan bahan additive berupa campuran abu ampas tebu dengan memodifikasi dimensi standar batu bata disarankan beberapa hal di bawah ini untuk dipertimbangkan :

1. Diperlukannya ketelitian pada proses pencampuran bahan additive, tanah dan air untuk memperoleh hasil yang baik.

(51)

54

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, A.R. 2014. Studi Kekuatan Pasangan Batu Bata Pasca Pembakaran Menggunakan Campuran Bahan Additive Abu Sekam Padi dan Abu Ampas Tebu. Skripsi Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Bowles, J. 1984. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta.

Bembin, F. 2013. Studi Kekuatab Batu Bata Pasca Pembakaran Menggunakan Bahan Additive Abu Ampas Tebu. Skripsi Universitas Lampung. Bandar Lampung

Craig, R.F. 1991. Mekanika Tanah. Penerbit Erlangga. Jakarta

Das, B. M. 1995. Mekanika Tanah. (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis). Jilid II. Erlangga. Jakarta.

Gesang, S.J.M.V. 1979. Teknologi Bahan Bangunan Bata dan Genteng, Balai Penelitian Keramik. Bandung.

Hardiyatmo, Hary Christady. 1992. Mekanika Tanah I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Nurmalia, D. 2013. Pengaruh Tanah Terhadap Kekuatan Paving Block Pasca Pembakaran. Skripsi Universitas Lampung. Bandar Lampung

Siregar, N. 2010. Pemanfaatan Abu Pembakaran Ampas Tebu dan Tanah Liat Pada Pembuatan Batu Bata. Skripsi Universitas Sumatera Utara. Medan.

(53)

Standar Nasional Indonesia. 2000. Bata Merah Pejal Untuk Pasangan Dinding. SNI 15-2094-2000.

Standar Nasional Indonesia, 1991. Mutu dan Cara Uji Batu Merah Pejal. SNI 15-2094-1991.

Universitas Lampung. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Unified
Gambar 1.   Proses Penggilingan Tebu
Tabel 5. Klasifikasi Kekuatan Bata
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Sama halnya dengan hasil penelitian ini, sebagian besar ibu yang memiliki balita BGM memiliki pengetahuan yang baik, akan tetapi belum mampu memberikan

ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Jadi pernikahan yang sah menyebabkan laki- laki dan perempuan akan dapat

Simulasi ini dilakukan dengan tujuan untuk membantu mengetahui, menganalisa dan memprediksi kerusakan pada komposit laminat yang meliputi jenis kerusakan, ukuran, lokasi

Proses pembuatan biodiesel yang dilakukan Kusumaningsih, dkk., 2006 pada Tabel 4.4 melakukan reaksi transesterifikasi minyak jarak dengan katalis homogen KOH dan mendapatkan

Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya diperlukan sebuah penelitian untuk melakukan pengembangan respons terhadap notifikasi SMS dan panggilan masuk

Debit puncak digunakan untuk identifikasi kesehatan suatu daerah aliran sungai (DAS), perencanaan pengelolaan DAS, serta untuk monitoring dan evaluasi kinerja DAS. Debit puncak

Sedangkan dalam syaamil Quran ammarah diartikan sebagai menyuruh (2007:242). Kata menyuruh berorientasi kepada perbuatan yang tidak baik.. Kepribadan Ammarah berada di

4.1 Mengamati, mengolah, dan menyajikan teks laporan hasil pengamatan tentang gaya, gerak, energi panas, bunyi, dan cahaya dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan