OLEH
HENDRA RAKHMAWAN H14050558
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
“ANALISIS DAYA SAING KOMODITI UDANG INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL” ADALAH BENAR-BENAR KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2009
Pasar Internasional (dibimbing oleh IDQAN FAHMI)
Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah laut yang luas yang meliputi 5,8 juta km2 sehingga memiliki sumberdaya laut yang melimpah dan merupakan sumberdaya yang bergizi tinggi karena kaya akan mineral untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat Indonesia serta menjadi tumpuan kekuatan ekonomi nasional di masa yang akan datang. Udang merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang selain mengandung zat-zat gizi yang tinggi bagi tubuh, juga merupakan salah satu komoditi yang memiliki nilai jual yang tinggi baik di pasar domestik maupun mancanegara. Diketahui berdasarkan Depdag (2009) bahwa realisasi ekspor / devisa yang dihasilkan udang Indonesia pada tahun 2006 sebesar US$ 943.998.000, pada tahun 2007 sebesar US$ 791.854.000 dan meningkat menjadi 1.055.805.000 sampai akhir bulan Agustus 2008.
Meskipun potensi udang Indonesia sangat besar, tetapi terdapat berbagai permasalahan ekspor yang menimpa komoditi udang Indonesia sampai saat ini seperti kalahnya pangsa pasar ekspor udang Indonesia di AS oleh Thailand dan China, jatuhnya harga pasaran udang Indonesia di Jepang karena tingkat persaingan yang tinggi, munculnya tuduhan “transhipment” pasar AS atas ekspor udang Indonesia, penetapan standarisasi Uni Eropa yang memberatkan ekspor udang Indonesia, serta penurunan kualitas udang Indonesia di pasar AS karena krisis global. Sebenarnya komoditi udang Indonesia telah mampu memenuhi permintaan pasar dunia seperti Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang, namun dalam keunggulan seperti kualitas ataupun daya saingnya masih dipertanyakan karena banyaknya masalah-masalah dalam ekspor udang Indonesia seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Karena itu penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat daya saing komoditi udang Indonesia, faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing tersebut, serta merumuskan strategi-strategi yang dapat diterapkan untuk mendukung peningkatan daya saing komoditi udang Indonesia.
industri, sebaliknya penangkapan perairan laut berkurang. Daerah usaha penghasil udang utama Indonesia berada di perairan Jawa dan Sumatera, Papua, sebagian Maluku, Kalimantan, dan Sulawesi Selatan. Dari seluruh daerah tersebut, Lampung merupakan daerah penghasil utama udang Indonesia, dimana jumlah produksinya adalah 40% dari total produksi udang nasional. Lampung pula yang menjadi pelopor budi daya udang nasional berskala dunia seperti yang dilakukan PT Dipasena dan PT Centralproteinaprima. Pada pasar ekspor udang Indonesia meliputi pasar Jepang (sekitar 60% dari total ekspor), Amerika Serikat (16,5%) dan Uni Eropa (12,5%).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa komoditi udang Indonesia berdaya saing kuat atau Indonesia mempunyai keunggulan komparatif atas komoditi udang Indonesia karena terlihat dari nilai RCA yang mencapai angka puluhan. Sedangkan pada hasil analisis Porter’s Diamond Theory
ditunjukkan bahwa komoditi udang Indonesia mempunyai potensi dalam faktor input yaitu sumberdaya alam yang melimpah, sumberdaya manusia, modal serta infrastruktur yang unggul. Tetapi pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi komoditi udang Indonesia masih lemah karena kurangnya penerapan teknologi intensif (modern) pada sektor budidaya udang serta teknologi ekspor yang kurang memadai dibandingkan negara pesaingnya seperti Thailand. Selain itu komoditi udang Indonesia juga mempunyai potensi pada permintaan domestik dan ekspor yang tinggi, persaingan yang ketat antarnegara eksportir udang serta adanya peran pemerintah untuk pengembangan komoditi udang Indonesia dan faktor kesempatan yang bagus di dunia internasional. Sedangkan pada industri terkait dan pendukung serta struktur dan strategi ekspor komoditi udang Indonesia yang juga rendah karena belum banyaknya tempat-tempat penelitian benih udang dan kurang berperannya industri pakan udang, sedikitnya industri produk-produk olahan udang yang berorientasi ekspor dan dominasi Chakroen Phokphand Group yang berstruktur monopoli serta belum adanya strategi-strategi khusus dalam ekspor udang Indonesia.
meningkatkan daya saingnya di pasar global serta menjaga kesinambungan peningkatan jumlah ekspor udang Indonesia agar nilai ekspornya juga ikut meningkat dan mendorong pada peningkatan daya saingnya di pasar dunia.
Commodity in International Market (guided by IDQAN FAHMI)
Indonesia is the country which has a large of ocean territorial in 5,8 million km2 and has a wealthy sea resources which full of nutrients and minerals to supply all the foods of its citizen and also as the national economic power in the future. Shrimp is one of sea resources which not only has a big nutrients for body but also has a high value even in domestic or international market. Based on Depdag (2009) that export value of Indonesia shrimp in 2006 was US$ 943.998.000, US$ 791.854.000 in 2007 and raised to 1.055.805.000 until August, 2008.
Although Indonesia shrimp potency was so big, but it has so many export problems until now such as the conquered of Indonesia shrimp market share in USA by Thailand and China, fall out of Indonesia shrimp export price in Japan because of high competition, transhipment accused for Indonesia shrimp export, Europe standardization which aggravated Indonesia shrimp export, and also the quality declining of Indonesia shrimp export in USA because of global crisis. Actually Indonesia shrimp export had filled demand of world market such as USA, Europe and Japan, but for the competitiveness still questioned because so many problems from them. So this research was purposed to analyze the competitiveness of Indonesia shrimp commodity.
The research had used quantitative and qualitative analysis. Quantitative analysis used to explain the grade of Indonesia shrimp commodity competitiveness by RCA (Revealed Comparative Analysis). Analysis for the influences factors of the competitiveness Indonesia shrimp export (for giant tiger and vanname shrimp) used OLS (Ordinary Least Square). Qualitative analysis used Porter’s Diamond Theory to analyze potency, problems, and chance which analyzed influence factors of competitiveness Indonesia shrimp commodity (the research objection was giant tiger and vanname shrimp).
superior infrastructure. But in knowledge and technology of Indonesia shrimp commodity still weak because of the less intensive technology system in shrimp production and export technology which not superior if compared with the competitor country such as Thailand. Indonesia shrimp commodity also had potency domestic demand and high export, tighten competition for shrimp exporting countries, good regulation government to increase the competitiveness of Indonesia shrimp commodity and also good chance in international market. For related and supporting industry, structure and strategy in competitiveness shrimp commodity still descent because there weren’t many superior shrimp hatchery, less the role of weft industry and shrimp fickle export products industry. Beside there was dominated Chakroen Phokphand Group which had monopoly structure industry and there hadn’t specific strategy to increased the competitiveness Indonesia shrimp commodity.
Including RCA, OLS and Porter’s Diamond Theory analysis, were result some strategy to increase the competitiveness of Indonesia shrimp commodity such as (1) Increasing export quality of Indonesia shrimp commodity by increasing the export volume of shrimp fickle products which gives value added to increase the competitiveness of Indonesia shrimp commodity. (2) Increasing intensive technology for all the shrimp production and also create a superior technology of shrimp export. (3) Building superior hatcheries to get a good quality shrimp seed. (4) Increasing the production of vanname shrimp as the superior seed which invulnerable against the disease. (5) Increasing the standardized of Indonesia shrimp export. (6) Do the diversification of Indonesia shrimp export market to prospective area such as Japan market. In this research is also suggest to increasing in production system technology and also shrimp fickle export product technology, building a cluster industry to get a good access of superior seeds, good quality weft, developing shrimp production sector and shrimp fickle in good quality to get a value added and increase the competitiveness of Indonesia shrimp commodity in global market, the last suggest is to keep the increasing of shrimp export volume to make an increasing of shrimp export value and its competitiveness in international market.
Oleh
HENDRA RAKHMAWAN H14050558
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
NIM : H14050558
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Ir. Idqan Fahmi, M.Ec NIP. 19631111 198811 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 19641023 198903 2 002
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada ALLAH SWT, karena atas rahmat dan hidayah-NYA maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Daya Saing Komoditi Udang Indonesia di Pasar Internasional”. Skripsi ini disusun sebagai bentuk kepedulian penulis terhadap kendala-kendala ekspor yang dihadapi oleh komoditi udang Indonesia dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan dalam penyusunannya membutuhkan bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih dengan penuh hormat kepada:
1. Kedua orang tua penulis, M. Nurul Mulyasaputra dan Nurlaida yang telah memberikan segala doa dan dukungannya baik moril maupun materil kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Ir. Idqan Fahmi M.Ec selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan secara teoritis dan teknis kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bapak M. Firdaus, Ph.D selaku dosen penguji utama yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan, kritik, dan ilmu yang bermanfaat dalam skripsi ini.
4. Kak Tony Irawan, M.App. Ec selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan masukan dalam perbaikan tata bahasa dan pedoman penulisan skripsi.
5. Kakak-kakak tercinta saya, Bang Rusdi, Teh Irma, A Dade, dan Teh Dian serta keponakan tercinta saya, Daffa yang telah memberikan harapan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.
OLEH
HENDRA RAKHMAWAN H14050558
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
“ANALISIS DAYA SAING KOMODITI UDANG INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL” ADALAH BENAR-BENAR KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2009
Pasar Internasional (dibimbing oleh IDQAN FAHMI)
Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah laut yang luas yang meliputi 5,8 juta km2 sehingga memiliki sumberdaya laut yang melimpah dan merupakan sumberdaya yang bergizi tinggi karena kaya akan mineral untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat Indonesia serta menjadi tumpuan kekuatan ekonomi nasional di masa yang akan datang. Udang merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang selain mengandung zat-zat gizi yang tinggi bagi tubuh, juga merupakan salah satu komoditi yang memiliki nilai jual yang tinggi baik di pasar domestik maupun mancanegara. Diketahui berdasarkan Depdag (2009) bahwa realisasi ekspor / devisa yang dihasilkan udang Indonesia pada tahun 2006 sebesar US$ 943.998.000, pada tahun 2007 sebesar US$ 791.854.000 dan meningkat menjadi 1.055.805.000 sampai akhir bulan Agustus 2008.
Meskipun potensi udang Indonesia sangat besar, tetapi terdapat berbagai permasalahan ekspor yang menimpa komoditi udang Indonesia sampai saat ini seperti kalahnya pangsa pasar ekspor udang Indonesia di AS oleh Thailand dan China, jatuhnya harga pasaran udang Indonesia di Jepang karena tingkat persaingan yang tinggi, munculnya tuduhan “transhipment” pasar AS atas ekspor udang Indonesia, penetapan standarisasi Uni Eropa yang memberatkan ekspor udang Indonesia, serta penurunan kualitas udang Indonesia di pasar AS karena krisis global. Sebenarnya komoditi udang Indonesia telah mampu memenuhi permintaan pasar dunia seperti Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang, namun dalam keunggulan seperti kualitas ataupun daya saingnya masih dipertanyakan karena banyaknya masalah-masalah dalam ekspor udang Indonesia seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Karena itu penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat daya saing komoditi udang Indonesia, faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing tersebut, serta merumuskan strategi-strategi yang dapat diterapkan untuk mendukung peningkatan daya saing komoditi udang Indonesia.
industri, sebaliknya penangkapan perairan laut berkurang. Daerah usaha penghasil udang utama Indonesia berada di perairan Jawa dan Sumatera, Papua, sebagian Maluku, Kalimantan, dan Sulawesi Selatan. Dari seluruh daerah tersebut, Lampung merupakan daerah penghasil utama udang Indonesia, dimana jumlah produksinya adalah 40% dari total produksi udang nasional. Lampung pula yang menjadi pelopor budi daya udang nasional berskala dunia seperti yang dilakukan PT Dipasena dan PT Centralproteinaprima. Pada pasar ekspor udang Indonesia meliputi pasar Jepang (sekitar 60% dari total ekspor), Amerika Serikat (16,5%) dan Uni Eropa (12,5%).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa komoditi udang Indonesia berdaya saing kuat atau Indonesia mempunyai keunggulan komparatif atas komoditi udang Indonesia karena terlihat dari nilai RCA yang mencapai angka puluhan. Sedangkan pada hasil analisis Porter’s Diamond Theory
ditunjukkan bahwa komoditi udang Indonesia mempunyai potensi dalam faktor input yaitu sumberdaya alam yang melimpah, sumberdaya manusia, modal serta infrastruktur yang unggul. Tetapi pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi komoditi udang Indonesia masih lemah karena kurangnya penerapan teknologi intensif (modern) pada sektor budidaya udang serta teknologi ekspor yang kurang memadai dibandingkan negara pesaingnya seperti Thailand. Selain itu komoditi udang Indonesia juga mempunyai potensi pada permintaan domestik dan ekspor yang tinggi, persaingan yang ketat antarnegara eksportir udang serta adanya peran pemerintah untuk pengembangan komoditi udang Indonesia dan faktor kesempatan yang bagus di dunia internasional. Sedangkan pada industri terkait dan pendukung serta struktur dan strategi ekspor komoditi udang Indonesia yang juga rendah karena belum banyaknya tempat-tempat penelitian benih udang dan kurang berperannya industri pakan udang, sedikitnya industri produk-produk olahan udang yang berorientasi ekspor dan dominasi Chakroen Phokphand Group yang berstruktur monopoli serta belum adanya strategi-strategi khusus dalam ekspor udang Indonesia.
meningkatkan daya saingnya di pasar global serta menjaga kesinambungan peningkatan jumlah ekspor udang Indonesia agar nilai ekspornya juga ikut meningkat dan mendorong pada peningkatan daya saingnya di pasar dunia.
Commodity in International Market (guided by IDQAN FAHMI)
Indonesia is the country which has a large of ocean territorial in 5,8 million km2 and has a wealthy sea resources which full of nutrients and minerals to supply all the foods of its citizen and also as the national economic power in the future. Shrimp is one of sea resources which not only has a big nutrients for body but also has a high value even in domestic or international market. Based on Depdag (2009) that export value of Indonesia shrimp in 2006 was US$ 943.998.000, US$ 791.854.000 in 2007 and raised to 1.055.805.000 until August, 2008.
Although Indonesia shrimp potency was so big, but it has so many export problems until now such as the conquered of Indonesia shrimp market share in USA by Thailand and China, fall out of Indonesia shrimp export price in Japan because of high competition, transhipment accused for Indonesia shrimp export, Europe standardization which aggravated Indonesia shrimp export, and also the quality declining of Indonesia shrimp export in USA because of global crisis. Actually Indonesia shrimp export had filled demand of world market such as USA, Europe and Japan, but for the competitiveness still questioned because so many problems from them. So this research was purposed to analyze the competitiveness of Indonesia shrimp commodity.
The research had used quantitative and qualitative analysis. Quantitative analysis used to explain the grade of Indonesia shrimp commodity competitiveness by RCA (Revealed Comparative Analysis). Analysis for the influences factors of the competitiveness Indonesia shrimp export (for giant tiger and vanname shrimp) used OLS (Ordinary Least Square). Qualitative analysis used Porter’s Diamond Theory to analyze potency, problems, and chance which analyzed influence factors of competitiveness Indonesia shrimp commodity (the research objection was giant tiger and vanname shrimp).
superior infrastructure. But in knowledge and technology of Indonesia shrimp commodity still weak because of the less intensive technology system in shrimp production and export technology which not superior if compared with the competitor country such as Thailand. Indonesia shrimp commodity also had potency domestic demand and high export, tighten competition for shrimp exporting countries, good regulation government to increase the competitiveness of Indonesia shrimp commodity and also good chance in international market. For related and supporting industry, structure and strategy in competitiveness shrimp commodity still descent because there weren’t many superior shrimp hatchery, less the role of weft industry and shrimp fickle export products industry. Beside there was dominated Chakroen Phokphand Group which had monopoly structure industry and there hadn’t specific strategy to increased the competitiveness Indonesia shrimp commodity.
Including RCA, OLS and Porter’s Diamond Theory analysis, were result some strategy to increase the competitiveness of Indonesia shrimp commodity such as (1) Increasing export quality of Indonesia shrimp commodity by increasing the export volume of shrimp fickle products which gives value added to increase the competitiveness of Indonesia shrimp commodity. (2) Increasing intensive technology for all the shrimp production and also create a superior technology of shrimp export. (3) Building superior hatcheries to get a good quality shrimp seed. (4) Increasing the production of vanname shrimp as the superior seed which invulnerable against the disease. (5) Increasing the standardized of Indonesia shrimp export. (6) Do the diversification of Indonesia shrimp export market to prospective area such as Japan market. In this research is also suggest to increasing in production system technology and also shrimp fickle export product technology, building a cluster industry to get a good access of superior seeds, good quality weft, developing shrimp production sector and shrimp fickle in good quality to get a value added and increase the competitiveness of Indonesia shrimp commodity in global market, the last suggest is to keep the increasing of shrimp export volume to make an increasing of shrimp export value and its competitiveness in international market.
Oleh
HENDRA RAKHMAWAN H14050558
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
NIM : H14050558
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Ir. Idqan Fahmi, M.Ec NIP. 19631111 198811 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 19641023 198903 2 002
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada ALLAH SWT, karena atas rahmat dan hidayah-NYA maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Daya Saing Komoditi Udang Indonesia di Pasar Internasional”. Skripsi ini disusun sebagai bentuk kepedulian penulis terhadap kendala-kendala ekspor yang dihadapi oleh komoditi udang Indonesia dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan dalam penyusunannya membutuhkan bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih dengan penuh hormat kepada:
1. Kedua orang tua penulis, M. Nurul Mulyasaputra dan Nurlaida yang telah memberikan segala doa dan dukungannya baik moril maupun materil kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Ir. Idqan Fahmi M.Ec selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan secara teoritis dan teknis kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bapak M. Firdaus, Ph.D selaku dosen penguji utama yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan, kritik, dan ilmu yang bermanfaat dalam skripsi ini.
4. Kak Tony Irawan, M.App. Ec selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan masukan dalam perbaikan tata bahasa dan pedoman penulisan skripsi.
5. Kakak-kakak tercinta saya, Bang Rusdi, Teh Irma, A Dade, dan Teh Dian serta keponakan tercinta saya, Daffa yang telah memberikan harapan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Pihak Departemen Kelautan dan Perikanan yang telah memberikan data Potensi Produksi dan Ekspor/Impor Kelautan dan Perikanan periode 2002-2007.
8. Pusat Data dan Informasi Dirjen Budidaya Perikanan di Departemen Pertanian yang telah memberikan data Ekspor Hasil-Hasil Perikanan Menurut Komoditi Utama 1988-2007.
9. Pihak Badan Pusat Statistik Pusat yang telah memberikan data Konsumsi dan Pengeluaran Rata-Rata Perkapita Produk Makanan 2002-2008.
10. Pihak Departemen Perdagangan yang telah memberikan data tentang program peningkatan ekspor udang serta profil ekspor udang Indonesia. 11. Teman-teman satu bimbingan skripsi yaitu Vagha, Riza dan Adrian yang
telah berjuang bersama-sama dalam suka dan duka dalam penyusunan skripsi ini.
12. Teh Rina, Kak Jum’at, Dhamar, Lukman, Nazrul, Reza, Babeh, Regy, Triyanto, Awi, Acun, Nci, Neneh, Ulee, Mei, Tia, Ciput, Putie, Ririe, Inna, Acil, Mamiech, Rina, Bon-Bon, Herman, Evan, Azis, Ivan, Dipta, Hadi, Hendri serta teman-teman IE 42 dan non IE 42 yang telah memberikan bantuan beserta dukungan yang sangat berarti kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
Bogor, Agustus 2009
1987 di Jakarta. Penulis juga merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, yaitu dari pasangan Bapak Nurul Mulyasaputra dan Ibu Nurlaida.
DAFTAR ISI 1.5 Ruang Lingkup Penelitian………..11 II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Pengertian Udang dan Klasifikasinya……….……..12 2.1.1 Udang Windu (Giant Tiger Shrimph)………...14 2.1.2 Udang Vanname (Pacific White Shrimph)………15 2.2 Pengertian Daya Saing….……….17 2.2.1 Konsep Keunggulan Komparatif……….……….18 2.2.2 Konsep Keunggulan Kompetitif..……….19 2.3 Penelitian Terdahulu………..25 2.4 Kerangka Pemikiran………..27 2.5 Hipotesis………30 III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data………..31 3.2 Metode Analisis Data………31 3.2.1 Analisis Daya Saing Revealed Comparative Advantage (RCA)…..32 3.2.2 Analisis Porter’s Diamond Theory………...34
3.2.4 Definisi Operasional Variabel dalam Model………..………...38 3.2.5 Uji Kesesuaian Model………...40 IV GAMBARAN UMUM KOMODITI UDANG INDONESIA
4.1 Industri Udang Indonesia………...45 4.2 Jenis Udang dan Pasar-Pasar Ekspor Udang Indonesia……….51 V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Daya Saing Komoditi Udang Indonesia (Analisis RCA)………...55 5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing Komoditi Udang
Indonesia………...61 5.2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keunggulan Komparatif……..61
5.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keunggulan Kompetitif……...67 5.3 Analisis Strategi-Strategi Peningkatan Daya Saing Komoditi Udang
Indonesia……….………...95 VI KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1.1 Negara-Negara Produsen Utama Udang Dunia……….4 2.1 Kerangka Pemikiran Konseptual………..29 3.1 Porter’s Diamond Theory………35 4.1 Harga Komoditas Udang Segar, Udang Beku dan Udang Olahan di
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Data Analisis RCA………...102 2. Nilai RCA Udang Beku dan Tak Beku Negara-Negara Pesaing
Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang strategis dan
memiliki wilayah laut yang sangat luas sekitar 5,8 juta km2 dengan
wilayah-wilayah perairan, seperti selat Malaka, Laut Jawa, Selat Sunda, Laut Natuna, dan
lain-lainnya. Tentunya wilayah perairan tersebut menyimpan sumberdaya laut
yang melimpah seperti perikanan, terumbu karang, udang, cumi-cumi, kerang,
lobster, dan berbagai sumberdaya laut lainnya. Semuanya itu merupakan
sumberdaya yang bergizi tinggi karena kaya akan mineral untuk memenuhi
kebutuhan pangan rakyat Indonesia serta menjadi salah satu tumpuan kekuatan
ekonomi nasional di masa yang akan datang.
Berdasarkan para ahli, konsumsi akan sumber daya laut masyarakat global
akan mengalami peningkatan, yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : (1)
meningkatnya jumlah penduduk disertai dengan dengan meningkatnya pendapatan
masyarakat, (2) meningkatnya apresiasi terhadap makanan sehat (healthy food)
sehingga mendorong konsumsi daging dari pola red meat ke white meat, (3)
adanya globalisasi yang menuntut adanya sumber makanan yang universal, dan
(4) berjangkitnya penyakit hewan sumber protein hewani selain ikan (sumberdaya
laut) sehingga sumber daya laut menjadi sumber alternatif terbaik (Kusumastanto,
2007).
Udang merupakan jenis sumberdaya laut yang berpotensi sebagai bahan
pangan karena mengandung zat-zat gizi yang berguna bagi tubuh, seperti
kebotakan dan kanker. Selain itu udang juga mempunyai kadar vitamin B12 dan
vitamin D yang tinggi yang berfungsi menambah darah, meningkatkan kesuburan
dan kekuatan tulang serta sangat berguna untuk sintesa hormon thyroid, yaitu
suatu hormon yang jika levelnya sangat rendah bisa menimbulkan obesitas atau
pertumbuhan sel tidak normal. Terakhir, udang mengandung asam lemak omega-3
yang mengandung banyak manfaat bagi tubuh seperti melindungi dinding
pembuluh darah dan kerusakan akibat radikal bebas, membuat awet muda, anti
radang, mencegah terjadinya darah yang menggumpal, dan oksidasi kolesterol
jahat yang merupakan penyebab utama dari penyakit jantung.
Kelezatan dan cita rasa yang tinggi pada udang menambah daya tarik
tersendiri di masyarakat di samping kandungan gizi yang ada di dalamnya.
Karenanya, udang menjadi salah satu komoditi yang paling diminati dan memiliki
nilai jual yang tinggi baik di pasar domestik maupun internasional. Udang juga
merupakan komoditas potensial dan sebagian komoditas revitalisasi perikanan
yang nilai ekspornya selalu meningkat dari tahun ke tahun. Seperti pada tahun
2004 misalnya total nilai ekspor udang sebesar US$ 892.451.547 dan pada tahun
2005 sebesar US$ 948.130.353 naik sebesar 6,24%. Begitu pula pada tahun 2006
terjadi peningkatan nilai ekspor udang menjadi US$ 1.115.962.589 dari US$
948.130.353 di tahun 2005. Hal ini membuktikan bahwa komoditas udang
memang memiliki nilai jual yang tinggi di pasar dunia. Volume ekspor udang
Tabel 1.1 Volume Ekspor Udang Indonesia Tahun 1990-2007 (ton)
Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Jakarta, 2009
Berdasarkan data pada Tabel 1.1 diketahui bahwa komoditi udang hanya
mengalami penurunan volume ekspor pada tahun 1993, 1995, 1997, 1999, 2002
dan 2007. sedangkan sisanya mengalami peningkatan yang relatif lebih besar
daripada tahun-tahun sebelumnya. Seperti pada tahun 1998-1999 mengalami
penurunan volume ekspor sebesar 33.039 ton dari 142.689 ton pada tahun 1998
menjadi 109.650 ton pada tahun 1999. Dimana nilai penurunan ekspor ini masih
lebih kecil dibandingkan peningkatannya pada tahun 1997-1998 sebesar 49.646
ton yaitu dari 93.043 ton pada tahun 1997 menjadi 142.689 pada tahun 1998.
Adanya volume ekspor yang berfluktuatif ini mungkin juga disebabkan adanya
pengaruh dari krisis moneter yang terjadi pada tahun-tahun tersebut.
0.000 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 140.000 160.000 180.000
1990 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Pada wilayah Asia, terdapat beberapa negara yang berkontribusi ekspor
komoditi udang terbesar dunia yakni Indonesia, Thailand, Malaysia, India,
Filipina, Vietnam dan China. Kemudian ada juga beberapa negara Amerika Latin
seperti Brazil, Ekuador, Venezuela, Panama dan Meksiko yang terkenal dengan
udang vanamenya. Negara-negara produsen utama udang dunia dapat dilihat pada
Gambar 1. Adapun pasar utama ekspor udang Indonesia adalah Amerika Serikat,
Jepang dan Uni Eropa.
Berdasarkan Gambar 1.1 diketahui bahwa Indonesia selalu berproduksi di
atas dua juta ton setiap tahunnya bahkan pernah mencapai lebih dari tiga juta ton
di tahun 2003 dan 2004. Karena itu Indonesia menempati peringkat tiga eksportir
terbesar pada periode 2000-2004 setelah Vietnam dan Thailand. Kemudian ada
India, Ekuador, China dan Brazil.
Sumber : (Depdag: FIGIS-FAO, 2006)
Gambar 1.1 Negara-Negara Produsen Utama Udang Dunia 0
Ada berbagai jenis udang yang dihasilkan di kawasan perairan Indonesia.
Udang yang banyak diproduksi untuk diekspor umumnya adalah udang vaname
dan udang windu. Namun ada juga jenis udang api-api, udang dogol, udang putih,
udang galah, banana shrimp, dan lain-lainnya untuk kebutuhan domestik. Semua
jenis udang tersebut diproduksi berupa budidaya tambak udang yang tersebar di
beberapa daerah seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Lampung,
Kalimantan Timur, NTB, Riau, Aceh dan Sulawesi Selatan. Ekspor udang
Indonesia pun mayoritas masih berupa produk bahan mentah yaitu udang beku
dan udang tak beku sehingga belum banyak menghasilkan produk turunan udang
yang memiliki nilai tambah tersendiri untuk diekspor.
Dalam suatu sistem perdagangan bebas, negara yang memiliki daya saing
paling tinggi adalah negara yang muncul sebagai pemenang. Artinya negara
tersebut juga menikmati keuntungan yang optimal dari perdagangan bebas.
Sedangkan untuk negara yang gagal dalam peningkatan daya saing akan sulit
menikmati keuntungan dan cenderung hanya akan menjadi pasar bagi negara lain
saja. Begitu pula dengan komoditi udang Indonesia yang masih dipertanyakan
daya saingnya karena kalahnya pangsa pasar ekspor udang Indonesia di AS oleh
negara Thailand dan China. Hal ini dapat terlihat pada impor AS dari Indonesia
dan beberapa negara lainnya di Tabel 1.2.
Pada Tabel 1.2 diketahui bahwa pada produk ikan dan udang Indonesia
pada tahun 2008 pangsa pasarnya di AS sebesar 7,28% yang kalah jauh
dibandingkan dengan Thailand yang mempunyai pangsa pasar sebesar 8,17% dan
Tabel 1.2 Impor AS dari Indonesia dan Beberapa Negara Lainnya1
HS KETERANGAN
Ekspor Indonesia ke AS Pangsa Pasar di AS (%)
Juta US$ PangsaPasar di AS Malaysia Thailand China
2008 2006 2007 2008 2008 2008 2008
Sumber : US International Trade Commision (USITC), diolah
Hal ini membuktikan bahwa Indonesia sebagai salah satu eksportir udang
terbesar dunia masih kalah pangsa pasarnya dengan Thailand dan China yang
mempunyai peluang ekspor yang sama. Padahal diketahui bahwa panjang pantai
garis Indonesia sebesar 81.290 km2 yang merupakan pantai garis terpanjang di
dunia. Kawasan pantai sangat potensial untuk tambak udang sehingga menjadi
keunggulan komparatif Indonesia yang lebih unggul di samping Thailand ataupun
China yang tentunya mempunyai panjang garis pantai yang lebih kecil daripada
Indonesia. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan pangsa dan nilai ekspor
udang Indonesia, kajian mengenai analisis daya saing udang dirasakan cukup
penting agar dapat menunjang peningkatan ekspor komoditi udang Indonesia.
1Sadewa Y.P. 2009. “Jangan Abaikan Perdagangan Internasional”.
1.2 Perumusan Masalah
Komoditi udang Indonesia merupakan salah satu sumberdaya potensial
yang ikut berperan dalam memberikan sumbangan devisa yang besar. Di pasar
internasional Indonesia termasuk negara penghasil udang dan eksportir terbesar
yang amat diminati karena produksinya yang cukup tinggi. Sebenarnya komoditi
udang laut Indonesia telah mampu memenuhi permintaan pasar dunia seperti
Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang, namun dalam keunggulan seperti kualitas
ataupun daya saingnya masih dipertanyakan karena rendahnya pangsa ekspor
udang Indonesia jika dibandingkan dengan Thailand dan China seperti pada Tabel
1.2. Berdasarkan Tabel 1.2 diketahui pada produk udang olahan atau yang
diproses Indonesia hanya mempunyai pangsa pasar sebesar 8,43% di AS yang
kalah jauh dibandingkan Thailand yang sebesar 27,98% dan China yang sebesar
11,79%. Ini disebabkan rendahnya kemampuan Indonesia dalam menghasilkan
produk turunan udang dan dominan mengekspor udang beku dan tak beku yang
masih segar atau mentah sehingga berbeda dengan Thailand ataupun Cina yang
sudah dominan mengolah udang dalam bentuk produk olahannya.
Berbagai masalah yang selalu muncul dalam pengembangan ekspor udang
Indonesia adalah pertama pada tahun 2002 adanya larangan dari pasar ekspor
Amerika dan Eropa untuk mengimpor udang dari negara-negara yang udangnya
mengandung antibiotik Chloraphenicol dan Nitrofurant. Akibatnya,
negara-negara yang biasa melakukan ekspor ke Amerika dan Eropa seperti India,
Pakistan dan beberapa negara lainnya di Asia, membelokkan ekspornya ke
serap pasar atas udang Indonesia menjadi kecil. Bukan itu saja, harga udang
Indonesia pun menjadi jatuh secara mencolok. Secara umum nilai ekspor udang
turun 30 – 40%, akibat penurunan harga jual ekspor sebesar 20%.
Kedua, munculnya tuduhan AS kepada Indonesia untuk tindakan
transhipment, yakni komoditas ekspor udang Indonesia ke Amerika Serikat
merupakan udang hasil impor Indonesia dari negara-negara yang terkena larangan
anti dumping Amerika yaitu China, Thailand, Vietnam, Equador, India dan Brazil
sejak pasar AS menerapkan larangan antidumping pada 31 Desember 20032. Sejak
itu pula, Indonesia menjadi sasaran utama bagi beberapa negara yang terkena
petisi anti dumping AS untuk bisa memasukkan ekspornya ke negara tersebut.
Karena itulah dikhawatirkan terjadinya embargo udang ekspor Indonesia ke
Amerika karena transhipment ini seperti halnya Malaysia yang sudah mendapat
peringatan keras dari AS karena tindakan reekspornya. Setelah itu juga terjadi
impor udang yang dapat mematikan produksi udang lokal yang sebenarnya
mampu mencukupi kebutuhan nasional dimana udang impor masuk dengan harga
lebih murah daripada udang lokal.
Ketiga, standarisasi dari Uni Eropa untuk ekspor budidaya udang yang
memberatkan negara-negara pengekspor. Standarisasi itu melarang agar di lokasi
tambak tidak boleh ada binatang, pakaian pekerja harus rapi dan bersih, pekerja
tidak boleh sakit, di dalam air tambak tidak boleh ada bakteri Salmonella (bakteri
yang memang terdapat di dalam air) dan tidak boleh menggunakan antibiotik.
2
Siagian, N. 2003. “Derita Petambak Udang dan Ancaman Sanksi AS”.
Persyaratan ini sangat tidak mungkin dipenuhi petambak Indonesia karena secara
umum. Sebagian besar dari 300 ribu hektare total luas lahan tambak di tanah air
para pekerjanya makan dan tidur serta hidup sehari-hari di lokasi tambak. Hal ini
mengakibatkan penolakan 10 kontainer udang dari Sumatera Utara di pelabuhan
Brussels, Belgia.
Terakhir, adanya penurunan kualitas udang di pasar AS karena imbas dari
krisis global 2008 yang menurunkan daya beli masyarakat AS. Adanya krisis
global menyebabkan penurunan permintaan ekspor udang Indonesia di pasar AS
yang biasanya udang kualitas nomor satu yang jumlahnya 40 ekor per kilogram,
menjadi udang yang ukurannya lebih kecil yaitu udang yang jumlahnya menjadi
70 ekor per kilogram.
Hal tersebut ditambah dengan adanya kasus pelarangan ekspor salah satu
produsen udang terbesar Indonesia, PT. Central Proteinaprima3 Tbk pada Oktober
2008, karena masih tersangkut masalah transhipment atas dua kontainer ke Uni
Eropa dan AS karena ditemukan hanya satu kontainer menggunakan antibiotik
dari hasil cek ulang. Sampai akhir Januari 2009 lalu, pihak DKP masih menunggu
utusan dari AS untuk melakukan pengecekan ulang atas masalah tersebut, di
antaranya melakukan pengecekan atas kadar air yang digunakan dalam udang
tersebut.
Selain itu ada juga kendala domestik seperti merebaknya wabah penyakit pada
udang hasil budidaya tambak seperti penyakit bintik putih (White Spot Syndrome)
yang menyerang berbagai jenis udang Asia seperti udang windu yang sempat
3 PT Central Proteinaprima. 2009. “CP Prima Komitmen Kembangkan Ekspor Udang Indonesia”
mematikan produksi udang nasional. Penyakit Bintik Putih sempat diantisipasi
karena ditemukannya jenis udang vanname yang berasal dari perairan Amerika
Latin seperti Brazil, Ekuador dan lainnya yang kebal terhadap virus tersebut dan
mulai dibudidayakan petambak lokal dan nasional setelah tahun 2000-an.
Upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan peranan komoditas udang
sebagai komoditas ekspor yang berperan besar dalam menyumbang devisa negara,
maka perlu adanya peningkatan daya saing komoditi udang laut Indonesia baik di
pasar domestik maupun internasional. Berdasarkan uraian tersebut maka
permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana daya saing komoditi udang Indonesia?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi daya saing komoditi udang
Indonesia?
3. Strategi-strategi apa yang perlu diterapkan dalam mendukung peningkatan
daya saing komoditi udang Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dirumuskan, maka penelitian
ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis daya saing komoditi udang Indonesia.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing komoditi
udang Indonesia.
3. Merumuskan strategi-strategi yang diterapkan dalam mendukung
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi kepada para pelaku usaha yang bergerak dalam
sektor budidaya udang termasuk perusahaan-perusahaan eksportir udang
untuk meningkatkan kinerjanya.
2. Memberikan masukan kepada pemerintah untuk dapat meningkatkan
kinerja ekspor udang Indonesia demi menunjang peningkatan devisa
negara.
3. Memberikan pengetahuan dan wawasan baru bagi masyarakat tentang
studi ekspor dan daya saing pada komoditi udang Indonesia.
4. Untuk penulis, penelitian ini dapat digunakan sebagai penyelaras antara
teori yang didapatkan di perkuliahan dengan kondisi nyata yang
sebenarnya terjadi.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membahas tentang analisis daya saing komoditi udang
Indonesia. Dalam penelitian analisis daya saing ini hanya membahas mengenai
daya saing komoditi udang Indonesia, faktor-faktor yang mempengaruhi, dan
strategi-strategi yang diperlukan dalam mendukung peningkatan daya saingnya.
Komoditi udang dalam penelitian ini adalah jenis udang beku dan tak beku pada
komoditi ekspor udang windu dan udang vanname. Sedangkan periode yang
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Pengertian Udang dan Klasifikasinya
Udang merupakan hewan yang hidup di perairan, terutama laut dan danau.
Umumnya udang dapat ditemukan di hampir semua genangan air yang berukuran
besar baik air tawar, air payau, maupun air asin pada kedalaman yang bervariasi,
baik di dekat permukaan hingga pada beberapa ribu meter pada kedalaman atau di
bawah permukaan air. Udang biasanya dijadikan makanan laut (seafood) dan juga
sebagai sumberdaya laut yang sangat potensial. Selain itu udang juga merupakan
salah satu hasil dari perikanan demersal yaitu perairan pantai sampai kedalaman
40 meter.
Komoditi udang biasanya dibudidayakan dalam bentuk tambak baik untuk
dikonsumsi oleh masyarakat domestik maupun untuk diekspor. Ada beberapa
jenis udang yang bernilai tinggi untuk diekspor seperti udang vanname dan udang
windu. Ada juga jenis udang yang biasanya untuk kebutuhan domestik seperti
udang galah, udang karang, banana shrimp (udang pisang), udang dogol, udang
jeblug serta bermacam-macam jenis udang lainnya.
Jenis udang yang sering dikonsumsi dan diolah yaitu udang yang masih
bermutu baik dan laku diekspor, harus memenuhi syarat-syarat utuh, belum ada
bagian-bagian yang patah atau lepas, kulit licin dan mudah meluncur diantara satu
dan lainnya, warna masih asli sesuai jenisnya dan belum berubah menjadi merah
muda, tidak terdapat bercak-bercak hitam (black spot) di kepala, sambungan
dagingnya masih kenyal dan manis rasanya, kulitnya kuat dan tidak mudah
mengelupas, bau segar, khas sesuai ukuran seragam dan jenisnya.
Pada siklus hidupnya, udang menjadi dewasa dan hanya mampu bertelur
di habitat air laut. Udang betina mampu menghasilkan telur dari 50.000 sampai 1
juta telur yang akan menetas setelah 1 hari menjadi larva (nauplius). Larva ini
kemudian bermetamorfosis pada tahap kedua menjadi zoea atau benih udang
(benur). Zoea hidup dengan memakan ganggang liar. Setelah itu ia
bermetamoorfosis lagi selama beberapa hari menjadi mysis4. Mysis hidup dengan
memakan ganggang dan zooplankton5. Kemudian pada tahap akhir, mysis akan
bermetamorfosis menjadi postlarvae, yaitu udang muda yang sudah memiliki
ciri-ciri hewan dewasa. Pada fase ini akan bermigrasi ke estuari, sebuah tempat yang
kaya akan nutrisi dan bersalinitas rendah. Di sanalah mereka akan mengalami
masa pertumbuhan menjadi udang dewasa. Setelah itu, udang dewasa akan
kembali menuju perairan terbuka agar semakin dewasa. Semua proses ini
menempuh waktu 12 hari dari mulai menetas. Setelah itu barulah udang mulai
dibudidaya dan siap diperdagangkan yang disebut dengan benur. Pada Tabel 2.1 dapat dilihat berbagai daerah yang berpotensi menghasilkan udang peneid6.
4Mysis : Tahapan kedua dari metamorphosis (perubahan daur hidup) udang.
Tabel 2.1 Wilayah-Wilayah Berpotensi Penghasil Udang Peneid
dan Selat Sunda 225,48
Perairan Laut
2.1.1 Udang Windu (Giant Tiger Shrimp)
Pada udang windu (Giant Tiger Shrimp) merupakan jenis udang yang
sudah biasa dibudidayakan dan merupakan ciri khas udang asli Indonesia. Udang
windu banyak ditemukan pada hampir semua perairan Indonesia, seperti perairan
laut Jawa, Selat Malaka, Laut Natuna, Laut Flores, dan lain-lain. Udang windu
pertumbuhannya sangat cepat dan dapat mencapai ukuran yang besar serta bila
dimasak warnanya akan berubah menjadi merah cerah yang membangkitkan
selera konsumen. Walaupun ada juga yang berwarna biru atau cokelat pada tubuh
aslinya. Karena itulah udang windu juga dikenal dengan sebutan Blue/Brown
Tiger Prawn.
Udang windu memiliki kulit tubuh yang keras dari bahan chitin. Warna
menjadi dua, yakni bagian cephalotorax yang terdiri atas kepala dan dada serta
bagian abdomen yang terdiri atas perut dan ekor. Cephalotorax dilindungi kulit
chitin yang tebal yang disebut karapas (carapace). Bagian depan kepala yang
menjorok merupakan kelopak kepala yang memanjang dengan bagian pinggir
bergerigi atau disebut juga dengan cucuk (rostrum). Rostrum di kepala memiliki
tujuh buah gerigi di bagian atas dan tiga buah gerigi di bagian bawah dengan
sepasang mata di bawah pangkal kepala. Berikut akan diuraikan klasifikasi atau
tatanama udang windu di bawah ini.
Klasifikasi Tata Nama Udang Windu
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Penaeidae
Genus : Penaeus
Spesies : Penaeus monodon
2.1.2 Udang Vanname (Pasific White Shrimp)
Pada udang vanname atau udang putih (Vannamei) merupakan spesies
udang budidaya Indonesia yang berasal dari perairan Amerika Tengah, tepatnya
Panama, Brazil, dan Meksiko yang sudah lama membudidayakan jenis udang
yang biasa disebut sebagai pacific white shrimp ini.
Udang vanname sendiri mulai masuk ke Indonesia dan dibudidayakan
pada awal tahun 2000an. Dimana masuknya udang vanname ini telah kembali
menggairahkan pertambakan udang Indonesia yang sempat mengalami kegagalan
budidaya karena serangan hama penyakit bintik putih (white spot). Pada waktu itu
penyakin bintik putih telah menyerang banyak tambak udang terutama pada udang
windu baik yang dikelola secara tradisional maupun intensif meskipun telah
memakai teknologi tinggi dengan fasilitas yang lengkap. Sampai saat ini udang
vanname sudah menjadi alternatif para pengusaha tambak udang untuk
meningkatkan produktivitasnya. Di daerah Lampung misalnya mulai banyak para
pengusaha tambak udang baik tradisional maupun semi intensif yang beralih pada
udang Pasifik putih ini7.
Tubuh udang vanname dibentuk oleh dua cabang yaitu bagian luar tubuh
udang (exopodite) dan bagian dalam tubuh udang (endopodite). Pada bagian
kepala udang vanname terdiri dari antenulla (sungut awal sebagai indera perasa),
antenna (sungut kedua sebagai sensor), mandibula (rahang atas), dan dua pasang
maxillae (rahang bawah). Selain itu juga bagian kepalanya juga dilengkapi 3
pasang maxilliped (organ makan di dekat maxilla) dan 5 pasang kaki berjalan
(peripoda) atau kaki sepuluh (decapoda). Maxilliped sudah mengalami modifikasi
dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Pada peripoda bentuknya beruas-ruas
yang berujung di bagian dactylus (bagian ujung kaki udang). Dactylus ada yang
7 Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Papua. 2008. “DKP Pacu Produksi Udang Nasional”.
berbentuk capit (tiga kaki di bagian belakang) sedangkan tanpa capit (dua kaki di
bagian depan). Pada bagian perut (abdomen) terdiri dari enam ruas yang terdapat
5 pasang kaki renang dan sepasang uropods (mirip ekor) yang membentuk kipas
dengan nama telson. Berikut akan dijelaskan klasifikasi taksonomi udang
vanname.
Klasifikasi Tata Nama Udang Vanname
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
2.2 Pengertian Daya Saing
Menurut Michael E. Porter (1990), daya saing diidentikkan dengan
produktivitas dimana tingkat output yang dihasilkan untuk setiap unit input yang
digunakan. Peningkatan produktivitas meliputi peningkatan jumlah input fisik
(modal dan tenaga kerja), peningkatan kualitas input yang digunakan dan
peningkatan teknologi (total faktor produktivitas). Pendekatan yang sering
digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditi dilihat dari dua indikator
Sedangkan menurut Simanjuntak dalam Febriyanthi (2008) daya saing
merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi
dengan biaya yang cukup rendah sehingga harga-harga yang terjadi di pasar
internasional kegiatan produksi tersebut menguntungkan8. Sedangkan menurut
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam kamus Bahasa Indonesia tahun
1995, daya saing adalah kemampuan komoditi untuk memasuki pasar luar negeri
dan kemampuan untuk bertahan didalam pasar tersebut.
2.2.1 Konsep Keunggulan Komparatif
Hukum keunggulan komparatif pertama kali dijelaskan dalam buku yang
diterbitkan oleh David Ricardo yang berjudul Principles of Political Economy and
Taxation pada tahun 1817. Menurut hukum keunggulan komparatif tersebut
meskipun suatu negara mengalami kerugian atau ketidakunggulan absolut untuk
memproduksi dua komoditi jika dibandingkan dengan negara lain, namun
perdagangan yang saling menguntungkan masih dapat berlangsung. Hal ini dapat
terjadi jika salah satu negara berspesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor
komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (komoditi yang memiliki
keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut
lebih besar atau yang memiliki kerugian komparatif.
Hukum komparatif tersebut berlaku dengan beberapa asumsi, yaitu (1)
hanya terdapat dua negara dan dua komoditi, (2) perdagangan bersifat bebas, (3)
terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam namun tidak ada
mobilitas antara dua negara, (4) biaya produksi konstan, (5) tidak ada biaya
8 Simanjuntak, B. 2008. “Pengertian Daya Saing Industri”. Febriyanthi [penerjemah].
transportasi, (6) tidak ada perubahan teknologi, dan (7) menggunakan teori nilai
tenaga kerja. Asumsi satu sampai enam dapat diterima, tapi asumsi tujuh tidak
dapat berlaku dan seharusnya tidak digunakan untuk menjelaskan keunggulan
komparatif.
Para ahli ekonomi lainnya yaitu Eli Heckser dan Bertil Ohlin dalam buku
Salvatore (1996) menelaah sebab-sebab dan dampak keunggulan komparatif bagi
tiap negara dalam hubungan perdagangan terhadap pendapatan faktor produksi di
kedua negara. Teori Heckser-Ohlin menyatakan bahwa suatu negara memiliki
keunggulan komparatif dalam menghasilkan komoditi secara intensif
memanfaatkan kepemilikan faktor-faktorproduksi yang melimpah di negaranya.
Teori ini disebut juga sebagai teori keunggulan komparatif berdasarkan
kelimpahan faktor (factor endowment theory of comparative advantage) yang
mengasumsikan bahwa setiap negara memiliki kesamaan fungsi produksi,
sehingga faktor produksi yang sama menghasilkan output yang sama namun
dibedakan oleh harga-harga relatif faktor produksi tiap negara.
2.2.2 Konsep Keunggulan Kompetitif
Menurut Hady (2001), keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang
dimiliki oleh suatu negara atau bangsa untuk dapat bersaing di pasar
internasional9. Menurut Porter (1990), dalam persaingan global saat ini, suatu
bangsa atau negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing
di pasar internasional bila memiliki empat faktor penentu dan dua faktor
9
pendukung. Empat faktor utama yang menentukan daya saing suatu komoditi
adalah kondisi faktor (factor condition), kondisi permintaan (demand condition),
industri terkait dan industri pendukung yang kompetitif (related and supporting
industry), serta kondisi struktur, persaingan dan strategi industri (firm strategy,
structure, and rivalry). Ada dua faktor yang mempengaruhi interaksi antara
keempat faktor tersebut yaitu faktor kesempatan (chance event) dan faktor
pemerintah (government). Secara bersama-sama faktor-faktor ini membentuk
sistem dalam peningkatan keunggulan daya saing yang disebut Porter’s Diamond
Theory.
1. Kondisi Faktor (Factor Condition)
Sumberdaya yang dimiliki suatu bangsa merupakan suatu faktor
produksi yang sangat penting untuk bersaing. Kondisi faktor atau faktor
input dalam analisis Porter ini merupakan variabel-variabel yang sudah
ada dan dimiliki oleh suatu cluster10 industri. Ada lima kelompok dalam
faktor sumber daya, yaitu : (1) sumberdaya manusia yang meliputi jumlah
tenaga kerja yang tersedia, kemampuan manajerial dan keterampilan yang
dimiliki, etika kerja dan tingkat upah yang berlaku. Dimana semuanya ini
sangat mempengaruhi daya saing nasional.
(2) Sumberdaya modal yang terdiri dari jumlah dan biaya yang
tersedia, jenis pembiayaan atau sumber modal, aksesbilitas terhadap
pembiayaan, serta kondisi lembaga pembiayaan dan perbankan. Selain itu
juga diperlukan peraturan-peraturan seperti peraturan keuangan, peraturan
moneter dan fiskal untuk mengetahui tingkat tabungan masyarakat dan
kondisi moneter dan fiskal. (3) Sumberdaya alam atau fisik yang meliputi
biaya, aksesibilitas, mutu dan ukuran. Sumberdaya alam juga harus
meliputi ketersediaan air, mineral, energi serta sumberdaya pertanian,
perikanan dan kelautan, perkebunan, kehutanan serta sumberdaya lainnya
baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui.
Begitu juga kondisi cuaca dan iklim, luas wilayah geografis, kondisi
topografis, dan lain-lain.
(4) Sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), merupakan
sumberdaya yang terdiri dari ketersediaan pengetahuan tentang pasar,
pengetahuan teknis, pengetahuan ilmiah yang menunjang dalam
memproduksi barang dan jasa. Selain itu ketersediaan sumber-sumber
pengetahuan dan teknologi dapat pula berasal dari perguruan tinggi,
lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga statistik, literatur bisnis
dan ilmiah, basis data, laporan penelitian, serta sumber pengetahuan dan
teknologi lainnya.
(5) Sumberdaya infrastruktur yang terdiri dari ketersediaan jenis,
mutu, dan biaya penggunaan infrastruktur yang mempengaruhi daya saing,
seperti halnya sistem transportasi, komunikasi, pos dan giro, sistem
pembayaran dan transfer dana, air bersih, energi listrik, dan lain-lain.
Adapun kelima kelompok sumberdaya tersebut sangat mempengaruhi daya
2. Kondisi Permintaan (Demand Condition)
Kondisi permintaan merupakan merupakan sifat dari permintaan pasar
asal untuk barang dan jasa industri. Kondisi permintaan ini sangat
mempengaruhi daya saing terutama mutu permintaan. Mutu permintaan
merupakan sarana pembelajaran bagi perusahaan-perusahaan untuk
bersaing secara global. Mutu permintaan juga memberikan tantangan bagi
perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya dengan memberikan
tanggapan terhadap persaingan yang terjadi.
Menurut Porter, kondisi permintaan dalam diamond model dikaitkan
dengan sophisticated and demanding local customer. Artinya semakin
maju suatu masyarakat dan semakin demanding pelanggan dalam negeri,
maka industri akan selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas produk
atau melakukan inovasi guna memenuhi permintaan pelanggan lokal yang
tinggi. Dalam hal ini kondisi permintaan tidak hanya berasal dari lokal
tetapi juga dari luar negeri karena adanya globalisasi.
3. Industri Terkait dan Industri Pendukung (Related and Supporting
Industry)
Keberadaan industri terkait dan pendukung (related and supporting
industry) akan mempengaruhi daya saing dalam hal industri hulu yang
mampu memasok input bagi industri utama dengan harga yang lebih
murah, mutu yang lebih baik, pelayanan yang cepat, pengiriman tepat
waktu dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan industri. Begitu pula
bahan bakunya. Jika industri hilirnya berdaya saing global, maka dapat
menarik industri hulunya menjadi ikut berdaya saing pula.
Adapun manfaat industri pendukung dan terkait akan meningkatkan
efisiensi dan sinergi dalam clusters. Sinergi dan efisiensi dapat tercipta
terutama dalam transaction cost11, technology sharing12, informasi,
ataupun skills (keahlian dan keterampilan) tertentu yang dapat
dimanfaatkan oleh industri atau perusahaan lainnya. Selain itu dengan
adanya industri pendukung dan terkait maka akan meningkatkan
produktivitas yang dapat menciptakan daya saing.
4. Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan (Firm Strategy,
Structure, and Rivalry)
Adanya tingkat persaingan bagi perusahaan akan mendorong
kompetisi dan inovasi. Persaingan dalam negeri mendorong perusahaan
untuk mengembangkan produk baru, memperbaiki produk yang telah ada,
menurunkan harga dan biaya, mengembangkan teknologi baru, dan
memperbaiki mutu serta pelayanan. Dalam hal ini, strategi perusahaan
dibutuhkan untuk memotivasi perusahaan atau industri untuk selalu
meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan dan selalu mencari inovasi
baru.
Struktur perusahaan atau industri dapat menentukan daya saing
dengan melakukan perbaikan dan inovasi. Dalam situasi persaingan, hal
ini juga akan berpengaruh pada strategi yang dijalankan perusahaan atau
industri. Pada akhirnya persaingan di dalam negeri yang kuat akan
mendorong perusahaan untuk mencari pasar internasional.
5. Peran Pemerintah (Government)
Peran pemerintah akan berpengaruh terhadap faktor-faktor yang
menentukan tingkat daya saing. Pemerintah bertindak sebagai fasilitator
agar perusahaan dan industri semakin meningkatkan daya saingnya.
Pemerintah dapat mempengaruhi daya saing global melalui
regulasi-regulasi dan kebijakan yang memperlemah atau memperkuat faktor
penentu daya saing tersebut. Pemerintah juga dapat memfasilitasi
lingkungan industri yang mampu memperbaiki kondisi faktor daya saing
sehingga dapat berdaya guna secara efisien dan aktif.
6. Peran Kesempatan (Chance Factor)
Peran kesempatan berada di luar kendali perusahaan maupun
pemerintah untuk mempengaruhi daya saing. Hal-hal seperti
keberuntungan merupakan peran kesempatan, seperti penemuan baru yang
murni, biaya perusahaan yang konstan akibat perubahan harga minyak atau
depresiasi mata uang. Selain itu dapat juga terjadi karena peningkatan
permintaan produk industri yang lebih besar dari pasokannya atau kondisi
2.3 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai daya saing pernah dilakukan oleh Kusumastanto
(2007)13 dengan judul Kebijakan dan Strategi Peningkatan Daya Saing Produk
Perikanan Nasional dengan menggunakan analisis RCA (Revealed Comparative
Advantage) untuk menunjukkan bagaimana pangsa produk atau komoditas
perikanan dalam keseluruhan ekspor Indonesia, dibandingkan dengan pangsa
produk sejenis pada pasar ekspor dunia. Berdasarkan hasil penelitian pada
komoditas udang atau jenis Crustacea nilai RCA mengalami penurunan yaitu
sebesar 2.2 pada tahun 2002 menjadi 2.1 pada tahun 2003, dan 1.4 pada tahun
2004. Jadi dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan kontribusi jenis udang
(crustacea) di perdagangan internasional mengalami penurunan tetapi masih
berdaya saing kuat karena nilai RCAnya lebih besar dari satu (RCA >1).
Mudjayani (2008) melakukan penelitian mengenai analisis daya saing
buah-buahan tropis Indonesia. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif
kualitatif yang dilakukan dengan menggunakan metode Porter’s Diamond untuk
menganalisis potensi, kendala, peluang dan keunggulan kompetitif buah-buahan
tropis Indonesia, serta analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode
RCA (Revealed Comparative Advantage) untuk mengukur posisi daya saing
buah-buahan tropis Indonesia. Selain itu untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi daya saing buah-buahan tropis digunakan metode regresi linear
berganda OLS (Ordinary Least Square). Berdasarkan hasil penelitian diketahui
bahwa buah-buahan tropis Indonesia memiliki keunggulan kompetitif (metode
13 Kusumastanto, T. 2007. “Kebijakan dan Strategi Peningkatan Produktivitas dan Daya Saing
Porter’s Diamond Theory) dan berdasarkan hasil perhitungan RCA, didapat nilai
RCA >1 yang berarti bahwa buah-buahan tropis Indonesia memiliki daya saing
yang kuat. Sementara itu pada hasil regresi berganda pada taraf nyata 10 persen
menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap daya saing
buah-buahan tropis Indonesia adalah nilai ekspor dan produktivitas, sedangkan
faktor-faktor berpengaruh negatif adalah harga ekspor dan dummy krisis.
Pada penelitian lain juga dilakukan oleh Efani dkk, tentang Analisis
Penawaran Udang Indonesia di Pasar Internasional14. Penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi udang
Indonesia, perilaku penawaran ekspor udang Indonesia ke negara-negara tujuan
ekspor utama serta mencari kebijakan yang bisa ditempuh untuk meningkatkan
ekspor udang Indonesia. Penelitian ini menggunakan empat model fungsi
produksi/penawaran total udang dan fungsi penawaran ekspor udang dengan
metode Two Stage Least Squares (2SLS). Berdasarkan hasil penelitiannya
diketahui bahwa produksi udang Indonesia sangat dipengaruhi oleh produksi
udang pada tahun sebelumnya dan investasi di bidang perikanan, tetapi kurang
responsif terhadap harga udang domestik dan tingkat suku bunga rupiah. Selain
itu harga udang domestik dipengaruhi secara nyata dan positif oleh harga udang
domestik tahun sebelumnya dan harga udang dunia tetapi kurang dipengaruhi oleh
nilai tukar rupiah.
14 Efani, Anthon, Chandra dan Nuhfil Hanani. 2006. “Analisis Penawaran Udang Indonesia di
2.4 Kerangka Pemikiran
Indonesia sebagai negara yang memiliki wilayah perairan yang sangat luas
dan berpotensi dalam sumberdaya perairan yang begitu melimpah dalam
memenuhi kebutuhan manusia baik berupa pangan ataupun kebutuhan lainnya
sebagai pusat kekuatan ekonomi nasional dalam perdagangan global. Komoditas
udang merupakan komoditas sumberdaya perairan Indonesia yang sangat
potensial sebagai bahan makanan yang bergizi sekaligus memiliki nilai yang
tinggi dalam perdagangan dunia sehingga menjadi komoditas unggul nonmigas
yang berpeluang besar dalam menghasilkan devisa negara.
Indonesia memang masih menjadi salah satu negara penghasil dan
eksportir komoditas udang terbesar di dunia, disamping negara-negara lainnya
seperti Thailand, China, Malaysia, Vietnam, India, Pakistan, Filipina, Brazil dan
Ekuador. Sebenarnya komoditas udang Indonesia pun telah mampu memenuhi
permintaan pasar dunia seperti permintaan dari Amerika Serikat, Uni Eropa,
Jepang dan negara-negara lainnya. Namun dalam keunggulan seperti kualitas
ataupun daya saingnya masih dipertanyakan karena rendahnya pangsa ekspor
udang Indonesia seperti pada Tabel 1.2 dan masih terdapat berbagai masalah
eksternal pada ekspor udang Indonesia di pasar internasional. Karena itu
diperlukan daya saing yang tinggi untuk dapat mempertahankan bahkan
meningkatkan pangsa pasar dan peranannya dalam perdagangan internasional.
Berdasarkan hal tersebut maka tujuan dari penelitian “Analisis Daya Saing
Komoditi Udang Indonesia di Pasar Internasional” ini adalah menganalisis posisi
kompetitif (menggunakan Porter’s Diamond Theory) dari komoditas udang
Indonesia terutama udang windu dan udang vanname serta menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing dan merumuskan strategi untuk
meningkatkan daya saing komoditi udang Indonesia di pasar internasional.
Pada analisis keunggulan komparatif menggunakan metode RCA
(Revealed Comparative Advantage). Pada RCA akan dijelaskan kekuatan daya
saing komoditas udang Indonesia secara relatif terhadap produk sejenis dari
negara lain (dunia) yang juga menunjukkan posisi komparatif Indonesia sebagai
produsen komoditas udang dibandingkan dengan negara-negara lainnya dalam
perdagangan internasional. Analisis kuantitatifnya adalah metode OLS (Ordinary
Least Square) untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing
komoditas udang Indonesia. Selain itu juga digunakan Teori Berlian Porter
(Porter’s Diamond Theory) untuk menganalisis keunggulan kompetitif komoditi
udang Indonesia. Dalam penelitian ini juga dilakukan analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi keunggulan kompetitif melalui komponen dalam Porter’s
Diamond Theory pada jenis udang yang diteliti yaitu udang windu dan udang
vanname. Adapun kerangka pemikiran konseptual dapat ditunjukkan pada
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Konseptual
Analisis Daya Saing Komoditi Udang
2.5 Hipotesis
1. Nilai RCA komoditas udang Indonesia lebih besar dari satu (RCA > 1),
artinya Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada komoditi udang
(di atas rata-rata dunia) sehingga komoditi tersebut berdaya saing kuat.
2. Indeks RCA komoditas udang Indonesia lebih besar dari satu (indeks RCA
> 1), artinya terjadi peningkatan RCA atau kinerja ekspor komoditi udang
Indonesia di pasar internasional pada tahun tersebut lebih tinggi daripada
tahun sebelumnya.
3. Pada variabel harga ekspor udang Indonesia berhubungan positif terhadap
daya saing komoditi udang Indonesia, semakin tinggi harga ekspor maka
semakin tinggi daya saing komoditi udang Indonesia.
4. Pada variabel volume ekspor udang Indonesia berhubungan positif
terhadap daya saing komoditi udang Indonesia, semakin tinggi volume
ekspor maka semakin tinggi daya saingnya.
5. Pada variabel harga input udang diduga berpengaruh positif terhadap daya
saing komoditas udang Indonesia, semakin tinggi harga input udang maka
akan meningkatkan harga ekspor yang menyebabkan peningkatan pada
daya saing komoditi udang Indonesia
6. Pada variabel nilai ekspor ikan tuna sebagai komoditi substitusi diduga
berpengaruh negatif terhadap daya saing komoditas udang Indonesia.
Peningkatan nilai ekspor ikan tuna karena kualitas yang lebih bagus akan
menggantikan nilai ekspor udang Indonesia yang lebih rendah sehingga
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa
deret waktu (time series) dengan periode waktu 19 tahun yaitu dari tahun
1989-2007. Jenis data meliputi data harga ekspor udang Indonesia, volume ekspor
udang Indonesia, harga input udang Indonesia, nilai ekspor ikan tuna sebagai
komoditi subtitusinya, nilai ekspor seluruh komoditi Indonesia, nilai ekspor udang
dunia, dan nilai ekspor seluruh komoditi dunia. Adapun jenis udang yang diteliti
adalah udang beku dan tak beku pada jenis komoditi ekspor udang windu dan
udang vanname.
Data tersebut diperoleh dari Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP),
Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS),
website UNComtrade, serta studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang
bersumber dari buku-buku dan literatur seperti perpustakaan di IPB dan sekitar
lingkungan IPB.
3.2 Metode Analisis Data
Analisis yang digunakan yaitu analisis kuantitatif dan analisis kualitatif.
Analisis kuantitatif untuk menjelaskan kekuatan daya saing keunggulan
komparatif yang dilakukan dengan analisis RCA (Revealed Comparative
Advantage). Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing