• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kesejahteraan keluarga di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kesejahteraan keluarga di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

ID1 KABUPATEN LEMBATA, NTT

HASAN IBRAHIM

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kesejahteraan Keluarga di Kabupaten Lembata, NTT adalah karya saya sendiri di bawah bimbingan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan daiam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2007

-

(3)

ABSTRAK

HASAN IBRAHIM. Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kesejahteraan keluarga di Kabupaten Lembata, NTT. HARTOYO dan DRAJAT MARTIANTO.

Tingkat kesejahteraan mencerminkan kualitas hidup sebuah keluarga. Keluarga dengan tingkat kesejahteram yang lebih tinggi berarti memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Nubatukan dan 1fe Ape, Lembata, NTT bertujuan untuk mengukur prevalensi kemiskinan berdasarkan indikator BPS, BKKBN, dan subyektif, tingkat akurasi indikator BKKBN dan subyektif dengan bench mark indikator BPS, serta faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kesejahteraan keluarga. Penelitian ini melibatkan 100 keluarga sampel yang dipilih dengan metode sfratijied random sampling.

Prevalensi kemiskinan di lokasi sangat bewariasi tergantung indikator yang di~ergunzkan, yaitu 78% (menggunakan indikator BKKBN), 66% (menggunakan indikator BPS), dan 31% (menggunakan indikator penilaian subyektif). Dengan menggunakan indikator BPS sebagai bench mark, penggunaan indikator BKKBN memiliki sensitifitas yang cukup tinggi (89,4%), tapi spesifisitas yang rendah (44,1%) dalam penentuan keluarga miskin. Sebaiiknya penggunaan indikator penilaian subyektif memiliki sensitifitas yang rendah (36,4%), tapi spesifisitas yang cukup tinggi (79,4%). Faktor-faktor yang berhubungan nyata (p<0,05) dengan kesejahteraan adalah jenis kelamin KK, pendidikan KK, pekerjaan KK.

(4)

@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

(5)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

DI KABUPATEN LEMBATA, NTT

HASAN IBRAHIM

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Tesis : Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kesejahteraan Keluarga di Kabupaten Lembata, NTT

Nama : Hasan Ibrahim

NIM : A325010121

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hartoyo. M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Gizi Masyarakat dan

Sumberdaya Keluarga

&$@,

,

9

,

Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, Notodiputro, M.S

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penrtlis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas ijin dan bimbinganNya sehingga tesis yang berjudul Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kesejahteraan Keluarga di Kabupaten Lembata, NTT dapat diselesaikan. Penelitian ini mempakan salah satu tugas akhir yang dilakukan dalam rangka menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bog or.

Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam menyelesaikan penelitian ini saya

tidak bekerja sendiri tetapi dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Oleh sebab itu dari lubuk hati yang paling dalam penulis mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Ucapan terimakasih yang pertama penulis berikan kepada Bapak Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc dan Bapak Dr. Drajat Martianto, M.S sebagai komisi pembimbing

yang telah membimbing dan mengarahkan penulis sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Terimakasih juga penulis haturkzn kepada Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan seluruh tenaga pengajar dan tenaga administrasi, terutama yang bergabung di program studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga karena ketulusan dalam pengajaran serta pelayanan administrasi selama penulis menuntut ilmu di IPB.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Direktur Politeknik Pertanian (Politani) Negeri Kupang atas ijin yang telah diberikan kepada penulis untuk

melanjutkan studi di sekolah pascasajana IPB.

Atas bantuan dana yang telah diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu di IPB maka penulis ucapkan terimakasih kepada pengelola bantuan dana pendidikan pascasarjana (BPPS) direktorat pendidikan tinggi departemen pendidikan nasional, pemerintah daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur, serta pemerintah Kabupaten Lembata.

Tak lupa penulis mengucapkan. terima kasih kepada Bapak Bupati Kabupaten Lembata, Bapak Camat Kecamatan Nubatukan, Kecamatan Ile Ape,

(8)

Tagawiti masing-masing beserta stafnya atas ijin yang telah diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian di kedua wilayah tersebut.

Penulis memberikan penghargaan yang tulus dan terimakasih yang menGalam kepada ayahanda Haji Ibrahim (almarhum) dan ibunda Siti Habiba serta nenek haja Siti Fatima atas pengasuhan yang telah diberikan kepada penulis. Spesial penulis ucapkan terimakasih buat isteri tercinta Rindayanti, SP, M.Si,

atas pengertian dan pengorbanan, nanda Fityan Loly Al-Hasan dan Al-Gifari Loly Hasan yang senantiasa setiap saat menanti kehadiran ayah.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Rusdi Koto dan Mama Rosmiati serta adik-adikku Naldilawati, Wiwitria Rosa, Leni Rusdianti, dan Yuni Angelia, Ros mini dan Nurhayati, Kak Kadija beserta suami dan anak-

anaknya atas sega!a bantuan dan do'a yang telah diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu di IPB.

Terimakasih yang terakhir penulis sampaikan buat teman-teman angkatan

2002 di program studi GMSK, khususnya Bu As As, Bu Cucu, Bu Fitri, dan Woro atas kerjasama yang telah kita ciptakan berikut kita bina selama kita di

pengembangan sumberdaya keluarga (PSDK).

Meski masih belum sempurna, penulis tetap berharap tesis ini dapat memberikan kontribusi keilmuan maupun masukan bagi kebijakan dan program peningkatan kesejahteraan, khususnya di Kabupaten Lembata.

Bogor, Maret 2007

Hasan Ibrahim

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lamahala pada tanggal 24 Agustus 1969. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara, putra dari Bapak Haji Ibrahim dan Ibu Siti Habiba.

Riwayat pendidikan penulis adalah SD Negeri Lamahala tahun 1976 sampai tahun 1982, SMP Negeri Lamahala 1982 - 1986, SMA Negeri 468 Larantuka tahun 1986 - 1989, Penulis masuk Jurusan Nutrisi dan Makanan Temak Fakultas Petemakan Universitas Nusa Cendana Kupang pada tahun 1990 dan memperoleh gelar Sarjana Peternakan Jurusan Nutrisi dan Makanan Temak pada tahun 1996.

Sejak Agustus 1997 sampai dengan sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Politeknik Pertanian Negeri Kupang.

(10)

DAFTAR IS1

Halaman

D ~ F T A R TABEL

...

DAFTAR GAMBAR

...

DAFTAR LAMPIRAN

...

...

PENDAHULUAN

...

Latar belakang

Pemrnusan masalah

.

.

...

Tujuan penel~tlan

...

Tujuan umum

...

...

Tujuan khusus

.

.

...

Manfaat penel~tlan

TINJAUAN PUSTAKA

...

Konsep kesejahteraan keluarga

...

Faktor-faktor determinan kesejahteraan keluarga

...

Karakteristik mmahtangga rniskin versus tidak miskin

...

Ukuran mrnahtangga

...

Umur kepala mahtangga

...

Lama pendidikan kepala rumahtangga

...

Surnber penghasilan utarna

...

Pola konsumsi mahtangga

...

Luas lantai mrnah

...

Pengukuran tingkat kesejahteraan

.

.

...

Ukuran kem~sk~nan BPS

...

Ukuran kesejahteraan BKKBN

...

Ukuran kerniskinan Sayogyo

...

Ukuran kerniskinan Esrnara

...

...

Ukuran kemiskinan Bank Dunia

Ukuran kerniskinan KFM

...

Ukuran kemiskinan Abuzz Asra

...

...

Ukuran kemiskinan Subyektif

Upayz-upaya

. .

~emerintah dalam rangka pengentasan

...

kem~skman

KERANGKA PEMIKIRAN

...

METODE PENELITIAN

...

...

Desain. tempat dan waktu penelitian

...

Metode pengambilan sampel

...

Jenis dan cara pengurnpulan data

...

Penetapan keluarga responden

. .

...

Pengolahan dan analisis data

. .

Definisl operasional

...

(11)

HASIL DAN PEMBAHASAN

...

...

Profil Kabupaten Lembata

...

Karakteristik keluarga responden

...

Ukuran keluarga responden

...

Umur kepala keluarga dan responden

Agama keluarga

...

...

Etnis kepala keluarga dan responden

...

Pendidikan kepala keluarga dan responden

Pekerjaan kepala keluarga

...

Pekerjaan responden

...

...

Pendapatan dan pengeluaran keluarga responden

Aset keluarga responden

. .

...

Prevalensi kern~sk~nan

...

Tingkat akurasi indikator BPS. BKKBN. dan penilaian subyektif

...

Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kesejahteraan keluarga

...

Umur kepala keluarga

...

Jenis kelamian kepala keluarga

...

Pendidikan kepala keluarga

...

Jumlah anggota keluarga

...

Pekerjaan kepala keluarga

...

Etnis kepala keluarga

...

Agama keluarga

...

Lokasi ternpat tinggal

...

Rekomendasi kebijakan pengentasan kemiskinan

.

.

...

Pendidlkan

...

...

Pekerjaan

Lokasi tempat tinggal

...

SIMPULAN DAN SARAN

...

Simpulan

...

Saran

...

(12)

DAFTAR TABEL

1. Karakteristik sosial demografi rumahtangga miskin dan tidak

. .

m~skin

...

2 Persentase rumahtangga miskin dan tidak miskin menurut

sumber penghasilan utama

...

3. Poia konsumsi rumahtangga miskin dan tidak miskin

...

4 Persentase rumahtangga miskin dan tidak miskin menurut luas - - lantai

...

5 Program-program pengentasan kemiskinan yang telah

dilakukan selama periode 1990-an

...

6 Jenis dan cara pengumpulan data

...

7. Hasil pendataan keluarga tingkat kelurahan tahun 2003 oleh

Sebaran keluarga responden menttrut tingkat kesejahteraan versi PLKB di Nubatukan d m Ile Ape

...

Jumlah keluarga responden hasil verifikasi berdasarkan tingkat kesejahteraan

...

Akurasi metode pengukuran kesejahteraan

...

Sebaran penduduk Kabupaten Lembata berdasarkan tingkat

...

pendidikan

Penduduk berumur 15 tahun ke atas menurut status

...

ketenagakerjaan

Penduduk menurut golongan pengeluaran per kapita perbtt!an.. Pengeluaran per kapita per bulan (Rp) di Kabupaten Lembata 2002-2003

...

Sebaran keluarga menurut ukuran keluarga

...

Sebaran keluarga menurut kategori jumlah anak dan anggota keluarga lain

...

Sebaran keluarga menurut tipe keluarga

...

Sebaran keluarga berdasarkan umur kepala keluarga dan responden

...

Sebaran keluarga berdasarkan agama di Nubatukan dan Ile

...

Ape

Sebaran keluarga berdasarkan etnis

...

Sebaran kepala keluarga dan responden menurut tahun

...

pendidikan

Sebaran kepala keluarga menurut peke jaan utama dan tambahan

...

Sebaran responden menurut pekerjaan utama dan tamb ahan... Sebaran keluarga menurut kategori pendapatan

...

Keragaan pengeluaran pangan dan non pangan

...

Persentase pengeluaran pangan dan non pangan terhadap - - pengeluaran total

...

Sebaran keluarga menurut perbandingan pendapataq dan

...

pengeluaran

Sebaran keluarga menurut kepemilikan aset

...

Rata-rata kepemilikan aset temak keluarga

...

(13)

Sebaran keluarga berdasarkan kategori luas bangunan rumah... Sebaran keluarga miskin berdasarkan indikator ALEK

...

Sebaran keluarga berdasarkan indikator kesejahteraan

BKKBN dan persepsi subyektif dangan indikator BPS sebagai

bench mark

...

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

. .

. .

...

1. Kerangka pem~klran penel~tlan 17

...

2. Kerangka pengambilan sarnpel 18

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Tahapan keluarga sejahtera (BKKBN 2003)

...

69 2. Indikator kemiskinan alasan ekonomi (ALEK) (BKKBN 71

...

2003)

3. Indikator penilaian subyektif

...

72 4 Sebaran mmahtangga berdasarkan penilaian subyektif 73

terhadap tingkat kesejahteraan dan status kesejahteraan BKKBN

...

...

(16)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Pembangunan nasional p d a hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Dalam kurun waktu 1976-1996, terjadi peningkatan kesejahteraan yang cukup signifikan, yang ditandai dengan penurunan jumlah dan proporsi penduduk miskin yang hidup di bawah garis kemiskinan (BPS 1999). Namun akibat adanya krisis ekonomi pada tahun 1998 (1997-1998), jumlah penduduk miskin meningkat sangat tajam menjadi sekitar 4 9 3 juta jiwa (24,23%).

S e j d terjadi krisis ekonomi, berbagai program peningkatan kesejahteraan telah dilakukan, namun belum dapat secara nyata meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jumlah dan proporsi penduduk miskin per maret 2006 (BPS 2006) masih relatif tinggi yaitu sebesar 39,05 juta (17,75%); lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2005 (35,l juta jiwa atau 15,97%). Banyak faktor yang berkaitan dengan kurang berhasilnya program yang dilaksanakan, di antaranya adalah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang diakibatkan oleh kebijakan

pengurangan subsidi BBM. Selain itu, program peningkatan kesejahteraan yang

dilakukan pada awal setelah terjadinya krisis, lebih bemuansa untuk mencegah te rjadi penurunan kesejahteraan yang lebih buruk (safety netprogram).

Tingkat kesejahteraan mencerminkan kualitas hidup dari sebuah keluarga (Ancok 1990). Keluarga dengan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi berarti

memiliki kualitas hidup yang lebih baik, sehingga pada akhirnya keluarga tersebut

mampu untuk menciptakan kondisi yang lebih baik ur~tuk bisa meningkatkan kesejahteraan mereka.

Tingkat kesejahteraan bervariasi tergantung pendekatan yang digunakan dalam mengartikan kesejahteraan. BPS mengartikan kesejahteraan sebagai

kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup minimumnya. Keluarga yang tidak sejahtera (miskin) apabila tidak mampu memenuhi kebutuhan minimumnya. Sementara BKKBN mengartikan kesejahteraan sebagai

(17)

Kemiskinan menurut Sumodiningrat el a1 (1999) bersifat kompleks d m multidimensi. Kompleks artinya faktor sebab akibat kemiskinan sating mempengaruhi sehingga membentuk sebuah lingkaran setan. Untuk

mengentaskan kemiskinan maka lingkaran tersebut hams diputuskan. Hal ini dapat dilakukan dengan intervensi program pengentasan kemiskinan. Karena kemiskinan merupakan sebuah siklus maka intervensi program tidak hanya dilakukan pada satu entry point, tetapi hams dilakukan secara menyeluruh

(Khomsan 2002).

Efektifitas atau keberhasilan program intervensi kemiskinan sangat

ditentukan oleh targeting (menentukan kelompok sasaran program) yang tepat.

Hal ini berkaitan dengan penggunaan metode pengukuran kemiskinan (indikator penentu kemiskinan) yang konsisten. Penentuan kelompok sasaran yang tepat akan menjamin bantuan yang diberikan sesuai target (kelompok miskin)(Grosh 1992). Suryahadi et a1 (1999) dalam Irawan dan Romdiati (2000) yang

melakukan survei sebanyak 100 desa menyatakan bahwa hasil yang dicapai oleh program operasi pajar khusus (OPK) belum optimal karena umumnya kelompok sasaran tidak sesuai dengan ketentuan program. Keluarga yang menjadi target

OPK adalah keluarga pra sejahtera dan sejahtera I. Selain itu dalam penanggulangan kemiskinan dibutuhkan pemahaman yang baik terhadap faktor-

faktor yang berhubungan dengan tingkat prevalensi kemiskinan, sehingga dapat ditentukan entry point untuk melakukan intervensi program pengentasan kemiskinan (Khomsan 2002).

Perumusan masalah

Tingkat prevalensi kemiskinan di Kabupaten Lembata selama setahun (2002-2003) mengalami peningkatan. Pada tahun 2002 jumlah keluarga miskin adalah 18830 sementara tahun 2003 adalah 27112 (BPS 2004b) atau meningkat sebesar 43,98%. Meningkatnya jumlah keluarga miskin menunjukkan bahwa

program pengentasan kemiskinan di Kabupaten Lembatabelum efektif. Program

(18)

Pemahaman terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan kesejhteraan keluarga. Berdasarkan permasalahan tersebut dapat diajukan beberapa research question sebagai berikut:

1) Bagaimana tingkat prevalensi kerniskinan rnenurut indikator BPS, BKKBN, dan subyektif?

2) Bagairnana tingkat akurasi indikator BPS, BKKBN, dan subyektif dalam

rnengukur tingkat kesejahteraan keluarga?

3) Faktor-faktor apa yang berhubungan dengan tingkat kesejahteraan keluarga?

4) Bagairnana upaya dalam pengentasan kemiskinan?

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui tingkat kesejahteraan keluarga di Kabupaten Lernbata dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kesejahteraan keluarga. Sernentara itu tujuan khusus dari penelitian ini rneliputi:

1) Mengetahui tingkat prevalensi kesejahteraan keluarga menurut indikator BPS,

BKKBN, dan subyektif.

2) Mengukur tingkat akurasi indikator BKKBN dan subyektif dalam menentukan tingkat kesejahteraan keluarga dengan menggunakan indikator BPS sebagai bench mark.

3) Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kesejahteraan keluarga.

4) Merumuskan rekomendasi kebijakan dalam rangka peningkatan kesejahteraan

keluarga.

M a ~ f a a t penelitian

Penelitian ini diharapkan menghasilkan inforrnasi yang berkaitm dengan pengukuran tingkat kesejahteraan dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kesejahteraan; yang bemanfaat sebagai:

1) Rekomendasi bagi pemerintah Kabupaten Lembata dalam menyusun program-

(19)

2) Masukan bagi masyarnkat Lembata dalam rangka meningkatkan kesejahteraan kcluarga.

(20)

TINZAUAN PUSTAKA

Konsep kesejahteraan keluarga

Kesejahteraan adalah sesuatu yang bersifat subyektif, sehingga setiap orang yang memiliki pedoman, tujuan, dan cara hidup yang berbeda akan memberikan nilai yang berbeda tentang faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan (Sukirno 1985). Kesejahteraan menggarnbarkan kepuasan

seseorang karena rnengkonsumsi pendapatan yang diperoleh. Kepuasan yang diperoleh bersifat relatif tergantung jumlah pendapatan yang diperoleh (Sawidak

1985). Orzng yang berpendapatan rendah tidak mampu memenuhi kebutuhaii hidup minimumnya, sehingga kepuasan yang diperoleh rendah atau tidak sejahtera (miskin). Konsep kesejahteraan menurut Sawidak (1985) adalah kesejahteraan ekonomi.

Kesejahteraan ekonomi merupakan kesejahteraan yang bersifat lahiriah

sehingga bersifat nyata (tangible) dan dapat diukur (measurable). Pengukuran dapat dilakukan terhadap kemarnpuan keluarga dalarn memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, dan kebutuhan yang bersifat kebendaan laimya.

Konsep kesejahteraan ekonomi memberikan ruang untuk diperdebatkan karena mengabaikan aspek bathiniah dari keluarga. Syarief dan Hartoyo (1993)

menyatakan bahwa keluarga dengan pendapatan di atas standar minimum belurn tentu sejahtera dan pendapatan di bawah standar minimum tidak selarnanya tidak sejahtera. Keluarga yang memiliki pendapatan di atas standar hidup minimum merasa tidak sejahtera karena tidak puas dengan apa yang diperolehnya, merasa stress, dan dituntut oleh pekejaan. Sedangkan keluarga yang berpendapatan di

bawah standar hidup minimun bisa merasa sejahtera karena selalu bersyukur atas karunia yang diberikan serta rnerasa cukup serta hidupnya selaras alam.

Faktor-faktor determinan kesejahteraan keluarga

Menurut Syarief dan Eartoyo (1993), faktor yang mempengaruhi kesejehteraan keluarga terdiri dari faktor ekonomi dan bukan ekonomi. Faktor

ekonomi berkaitan dengan kemarnpuan keluarga dalam memperoleh pendapatan.

Keluarga yang tidak sejahtera (miskin) memiliki pendapatan yang rendah.

(21)

(1997) disebabkan oleh adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya, rendahnya kualitas sumberdaya manusia, serta perbedaaan akses dalam modal

Faktor-faktor bukan ekonomi yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga adalah faktor budaya, faktor teknologi, faktor keamanan, faktor kehidupan beragama, faktor kepastian hukum (Syarief dan Hartoyo 1993). Budaya berfungsi sebagai filter untuk mengantisipasi budaya luar sehingga keluarga tetap eksis. Teknologi dapat meningkatkan produk dan efisiensi dalam. menggunakan sumberdaya yang terbatas sehingga akan meningkatkan pendapatan. Kondisi yang aman memberikan rumg bagi pelaksanaan pembangunan berikut pendistribusian hasil-hasilnya bagi masyarakat, serta menjamin kebebasan setiap keluarga dalam mempelajari dan menjalarkan syariat menurut agama yang

dipeluknya. Adanya kepastian hukum membuat setiap keluarga akan berusaha dengan tenang karena sumberdaya yang dimiliki dijamin oleh hukum.

Rambe (2004) menemukan bahwa faktor-faktor yang menentukan

kesejahteraan keluarga tergantung pada indikator yang digunakan dalam mengukur kesejahteraan keluarga. Selanjutnya dikatakan bahwa ada 4 faktor yang konsisten dalam menentukan tingkat kesejahteran keluarga yakni faktor pendidikan, kondisi tempat tinggal, harga, dan pengeluaran.

Karakteristik rumahtangga miskin versus tidak miskin.

Karakteristik yang dibandingkan antara rumahtangga miskin dan tidak

miskin terdiri dari karakteristik demografi, karakteristik ketenagakejaan, pola konsumsi rumahtangga dan karakteristik tempat tinggal. Dengan membandingkan setiap karakteristik antara rumahtangga miskin dan tidak miskin pcrsoalan kemiskinan dapat terungkap (BPS 1999). Karakteristik-karakteristik tersebut akan di.jeIaskan di bawah ini.

Ukuran rumahtangga. Rumahtangga miskin menanggung beban yang lebih besar jika dibandingkan dengan rumahtangga tidak miskin. Hal ini

ditunjukkan oleh rata-rata jumlah anggota rumahtangga miskin yang lebih tinggi

(22)

rurnahtangga miskin cenderung besar karena rnemiliki tingkat kelahiran yang lebih tinggi sementara tingkat kematian rendah. Hal ini disebabkan oleh pendapatan yang rendah, dan kurangnya akses terhadap kesehatan dan pemenuhan

gizi.

Umur kepala rumahtangga. Rata-rata umur kepala rurnahtangga miskin adalah 46,l tahun dan rurnahtangga tidak miskin adalah 46,4 tahun (Tabel 1). Dengan demikian dapat dikatakan usia kepala kepala rumahtangga miskin dan

tidak miskin hampir sama. Keadaaan ini rnenggambarkan bahwa rumahtangga miskin dan tidak rniskin dikepalai oleh kepala keluarga yang masih produktif.

Lama pendidikan kepala rumahtangga. Ditinjau dari segi pendidikan, rata-rata lama pendidikan kepala rumahtangga rniskin lebih rendah (5,s) tahun daripada di kota (7,7) tahun (Tabel I). Hal ini mengindikasikan bahwa rurnahtangga tidak miskin dipimpin oleh kepala rurnahtangga yang berpendidikan lebih rendah. Pola penyebaran lama pendidikan kepala rumahtangga miskin dan tidak miskin sama, yakni lama pendidikan kepala nunahtangga di desa lebih

rendah daripada di kota.

Tabel 1 Karakterisiik sosial demografi rumahtangga miskin dan tidak rniskin

Surnber:

BPS

(1999)

Sumber penghasilan utama. Sumber penghasilan utama rumahtangga miskin dan tidak miskin disajikan pada Tabel 2. Visualisasi pada tabel 2 menunjukkan bah..va sumber penghasilan utama rumahtangga miskin adalah berasal dari sektor pertanian 59,68% sementara rurnahtangga tidak miskin adalah berasal dari sektor jasa-jasa (43,52)(Tabel 2). Dengan demikian rumahtangga

(23)

rumahtangga miskin dan tidak miskin di desa lebih dominan adalah berasal dari sektor pertanian yakni 75,70% dan 58,79%. Kenyataan ini memberi konfirmasi

bahwa sebagian besar rumahtangga di desa menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

Tabel 2 Persentase rumah tangga miskin dan tidak miskin menurut sumber penghasilan utama

Sumber: BPS (1999)

Pola konsumsi rumahtangga. Rumahtangga miskin rnemiliki persentase

pengeluaran untuk makanan lebih besar (71,23%) daripada tidak miskin (38,31%)(Tabel 3). Sementara pengeluaran untuk bukan makanan bagi mmahtangga miskin hanya 28,70% jika dibandingkan dengan mmahtangga tidak miskin yang rnencapai 61,70. M i n y a prioritas utama mrnahtangga miskin dalam membelanjakan sebagian besar pendapatannya adalah untuk memenuhi kebutuhana makanan.

Tabel 3 Pola konsumsi rumah tingga rniskin dan tidak miskin

Luas lantai rumah. Luas lantai adalah salah satu ukuran yang dapat

digunakan untuk menilai kualitas mmah. Dan segi luas lantai, terlihat perbedaan yang cukup jelas antara mmahtangga miskin dan tidak rniskin. Hal ini

ditunjukkan oleh persentase rumahtangga tidak miskin yang merniliki r ~ m a h Wilayah

Kota Desa

Rata-rata kota+desa Sumber: BPS (1999)

Jenis konsumsi (%)

makanan Bukan makann

miskin 7434 68,26 71;23 miskin 25,66 3 1,74 28,70 Tidak miskin 40,71 35,90 38,31 Tidak rniskin .

[image:23.539.62.465.32.756.2]
(24)

dengan luas lantai >45 m2 lebih besar (65,?2%) daripada miskin (58,24%)(Tabel

4).

Tabel 4 Persentase rumahtangga miskin dan tidak miskin menurut luas lantai

Sumber: BPS(1999)

Dari perbandingan karakteristik tersebut dapat disimpulkan bahwa: (1) keluarga miskin memiliki tanggungan keluarga lebih tinggi daripada kel1-~arga tidak miskin, (2) usia kepala rumahtangga miskin tidak berbeda dengan tidak

miskin, (3) rata-rata lama pendidikan kepala rumahtangga miskin lebih rendah daripada tidak miskin, (4) sumber penghasilan utama mmahtangga miskin berasal dari sektor pertanian sedangkan rumahtangga tidak miskin berasal dari sektor jasa,

(5) alokasi pengeluaran terbesar untuk rumahtangga miskin adalah untuk makanan sedangkan rumahtangga tidak miskin adalah bukan makanan, (6) persentase rumahtangga miskin yang memiliki luas lantai > 45 m2 lebih rendah daripada rumahtangga tidak miskin.

Pengukuran tingkat kesejahteraan

Pengukuran tingkat kesejahteraan dapat dilakukan dengan pendekataii obyektif dan subyektif. Pendekatan obyektif dikembangkan berdasarkan nilai- nilai normatif, sedangkan pendekatan subyektif dikembangkan berdasarkan psda

nilai-nilai individu dan rumahtangga. ~ a l & mengukur tingkat kemiskinan dengan pendekatan obyektif terlebih dahulu hams ditetapkan garis kemiskinan

atau standar hidup minimum suatu masyarakat sebagai pembanding yang dikenal dengan garis kemiskinan. Pendudllk dikatakan miskin jika standar hidup

(25)

Pengukuran kemiskinan menggunakan pendekatan obyektif berdasarkan indikator-indikator yang telah disepati sehingga dapat digunakan untuk melakukan survei dalam skala yang luas (negara dan propinsi). Namun pendekatan subyektif didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan individual untuk menentukan tingkat kesejahteraan (Raharto dan Romdiati 2000), karena

merekalah yang paling mengenal kehidupannya (Tim peneliti 1994). Dengan demikian dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesejahteraan pada tingkat keluarga.

Uku:an kemiskinan BPS. Pengukuran kemiskinan yang dilakukan BPS dengan cara membandingkan total pengeluaran penduduk per kapita per bulan

terhadap batas garis kemiskinan yang berlaku. Penduduk dinyatakan miskin jika pengeluaran per kapitanya di bawah garis kemiskinan. Metode ini disebut metode Head Count Index (BPS 2000).

Garis kemiskinan yang digunakan oleh BPS adalah besamya nilai rupiah yang dibelanjakan per kapita per bulan untuk memenuhi kebutuhan minimum

makanan dan bukan makanan. Penentuan garis kemiskinan merujuk pada reference population atau penduduk yang hidup sedikit di atas garis kemiskinan (BPS 1999). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2100 Kalori per orang per hari menurut rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1978. Sementara pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan adalah pengeluaran untuk perumahan, pakaian, pendidikan, kesehatan, transportasi, bamg-barang yang tahan lama dan bxang serta jasa esensial laimya (Irawan 2000).

Ukuran kesejahteraan BKKBN. Pengukuran tingkat kesejahteraan yang

dilakukan oleh BKKBN berdasarkan pada konsep keluarga sejahtera. Keluarga sejahtera dibagi menjadi 5 tahap yakni keluarga pra sejahtera (PS), keluarga sejahtera I (KS I), keluarga sejahtera I1 (KS II), keluarga sejahtera 111 (KS III), dan keluarga sejahtera 111 plus (KS 111 plus) (BKKBN 2003). Pentahapan

tersebut mencerminkan kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya.

Kebutuhan hidup setiap tahapan keluarga diterjemahkan dalam kriteria-

(26)

Fapan, kesehatan, pendidikan, keluarga berencana (KB), interaksi dalam keluarga,

interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, transportasi, menabung, memperoleh informasi dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakataX (Raharto & Romdiati 2000).

Keluarga PS I adalah keluarga yang belum memenuhi kebutuhan dasamya secara minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, sandang, papan dan kesehatan. KS I adalah keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasamya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial

psikologisnya, seperti kebutuhan pendidikan, KB, interaksi dalarn keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi. KS

I1

adalah keluarga yang selain dapat memenuhi kebutuhan dasar minimalnya dapat pula memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi

kebutuhan pengembangan seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi. KS I11 adalah keluarga-keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum dan sosial psikologisnya, dapat memenuhi kebutuhan

pengembangannya, tetapi belum aktif da!am usaha kemasyarakatan di lingkungan desa atau wilayahnya. KS 111 Plus adalah keluarga-keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya, kebutuhan sosial psikologisnya, kebutuhan pengembangannya, serta secara teratur ikut menyurnbang dalam kegiatan sosiai dan aktif mengikxti gerakan semacam itu dalam masyarakat

(BKKBN 2003). Kriteria masing-masing tahapan keluarga sejahtera disajikan pada Lampiran 1.

Untuk menentukan keluarga miskin di tingkat desakelurahan BKKBN mengtmbangkan indikator-indikator yang bersifat ekonomi. Menurut indikator alasan ekonomi keluarga miskin terdiri dari keluarga pra sejahtera alasan ekanomi d m keluarga sejahtera I alasan ekonomi. Indikator kemiskinan alasan ekonomi

disajikan pada lampiran 2. Keluarga yang tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih dari enam indikator penentu kemiskinan alasan ekonomi digolongkan keluarga miskin (BKKBN 2003). Lndikator alasan ekonomi dilampirkan pada

Lampiran 2

Ukuran kemiskinan Sayogyo. Dalam mengukur tingkat kesejahteram

(27)

satuan kilogram beras ekuivalen. Garis kemiskinan dihitung dengan cara mengalikan jumlah konsumsi beras (kgkapita) dengan harga beras pada saat yang bersangkutan dan rata-rata anggota tiap keluarga adalah 5 orang. Menurut garis kemiskinan Sayogyo, keluarga dibagi menjadi:

1. Keluarga sangat miskin. Keluarga yang memiliki penghasilan di bawah setara dengan 240 kg berasltahun untuk penduduk yang tinggal di pedesaan dan pengllasilan di bawah setara 360 kg berasltahun bagi mereka yang tinggal di perkotaan.

2. Keluarga miskin. Keluarga yang mempunyai penghasilan setara dengan

240 kg beras sampai 320 kg berasltahun untuk daerah pedesaan dan 360 kg beras sampai 480 kg/tahun ntuk daerah perkotaan.

3. Keluarga hampir cukup. Keluarga yang tergolong dalam kelompok ini adalah mereka yang berpenghasilan setara dengan 320 kg sampai 480 kg berasltahun untuk pedesaan, dan mereka yang berpenghasilan setara 480 kg sampai 720 kg berasltahun yang tinggal di perkotaan.

4. Cukup. Kelompok ini terdiri dari keluarga yang memiliki penghasilan setara dengan lebih dari 480 kg beras/tahun yang tinggal di pedesaan dan mereka yang tinggal di perkotaan dengan penghasilan di atas setara 720 kg berasltahun (Sumodiningtrat el a1 1999).

Indikator ini rnemiliki keterbatasan karena kebutuhan dasar setiap individu sangat beragam, baik kebutuhan pangan maupun bukan makanan. Oleh karena itu

tidak dapat diukur hanya dengan merujuk pada pengeluaran yang disetarakan beras. Selain itu indikator ini sulit untuk diterapkan pada daerah yang bahan makanan utamanya bukan beras @ahart0 & Romdiati 2000).

Ukuran kemiskinan Esmara. Menurut Hendra Esmara (1986), garis kemiskinan diukur berdasarkan pada jumlah pengeluaran konsumsi untuk

memenuhi kebutuhan pokok per kapita selama setahun. Kebutuhan pokok adalah kebutuhan akan barang-barang seperti beras, daging, sayur, perurnahan, pendidikan dan kesehatan. Kebutuhan pokok di sini dapat berubah-ubah.

(28)

(Sumodiningtrat et a1 1999). Sehingga dikatakan ukuran kemiskinan Esmara

marnpu menangkap dampak inflasi maupun dampak penghasilan riil yang meningkat terhadap kuantitas b'arang-barang esensial yang dikonsumsi (Kuncoro

1997).

Ukuran Bank Dunia. Garis kemiskinan yang digunakan bank dunia untuk mengukur penduduk miskin adalah pengeluaran berdasarkan data-data SUSENAS. Untuk mengatasi perbedaan harga antar daerah maka pengeluaran konsumsi hams disesuaikan dengan harga yang berlaku di Jakarta (Sumodiningtrat et ai 1999).

Ukuran kebutuhan fisik minimum ( K F M ) . Ukuran ini dikembangkan oleh departemen tenaga kerja untuk menentukan tingkat upah minimum. Metode yang digunakan adalah dengan mengumpulkan data tentang biaya hidup di kota- kota di seluruh propinsi, untuk menentukan indeks kebutuhan fisik minimum. Garis kemiskinan ditentukan berdasarkan indeks kebutuhan fisik minimum,

meliputi kebutuhan pangan dan non pangan yang telah ditetapkan (Sumodiningrat

er a1 1999).

Ukurau Abuzar Asra. Penentuan garis kemiskinan tidak berbeda dengan ukuran sebelurnnya tetapi dilakukan penyesuaian terhadap batas garis kemiskinan dari waktu ke waktu sebagai akibat dari adanya inflasi terhadap barang-barang dan jasa konsumsi kelornpok miskin (Sumodiningtrat et a1 1999).

Ukuran subyektif. Pengukurat kemiskinan dengan ukuran subyektif dilakukan berdasarkar. pada asumsi bahwa masyarakat yang lebih memahami dan

mengartikan standar hidupnya (Raharto dan Romdiati 2000). Pendekatan ini mengukur kesejahteraan keluarga dalam perspektif fenomenologi artinya berdasarkan fenomena yang mmcul di masyarakat (Bogdan and Taylor 1984 diacu dalam Tim Peneliti 1994).

Beberapa hasil penelitian yang menggunakan pendekatan subyektif dalam mengukur tingkat kesejahteraan antara lain: (1) Singarimbun dan Penny (1984) menjelaskan bahwa konsep kesejahteraan di pedesaan Jawa berhubungan erat dengan pemilikan dan penguasaan lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan

(29)

masyarakat nclayan berkaitan dengan pemilikan alat tangkap, hubungan patron-

clienf (punggawa-sawi) dan kebutuhan mencari pekerjaan tambahan. (3) Sayogyo

(1994) menemukan bahwa pandangan masyarakat NTT tentang kesejahteraan

berkaitan dengan kehidupan ekonomi dan sosial. Pandangan mereka berbeda- beda tergantung pada budaya dan wilayah geografi. (4) Rambe (2004) menyatakan bahwa faktor-faktor yang menentukan kesejahteraan keluarga menurut indikator subyektif adalah pendidikan kepala ~ m a h t a n g g a , umur kepala rumahtangga, persepsi harga, dan pendapatan.

Upaya-upaya pemerintah dalam rangka pengentasan kemiskinan.

Komitmen pemerintah dalarn meningkatkan kesejahteraan tercermin dalam berbagai kebijakan yang mendukung dan berorientasi pada penanggulangan kemiskinan. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk memperbaiki kesejahteraan penduduk sekaligus mengurangi kesenjangan sosial ekonomi antar

golongan. Operasionalisasi Kebijakan penanggulangan kemiskinan melalui program-program pengentasan kemiskinan. Program-program ini dapc: disajikan pada Tabel 5.

Secara umum seluruh program pengentasan kemiskinan memiliki tujuan yang sama yakni membantu dan memberdayakan penduduk miskin untuk keluar

dari jeratan kemiskinan. Perbedaannnya adalah program pengentasan kemiskinan sebelum krisis difokuskan untuk meningkatkan pendapatan sedangkan di masa krisis hanya bersifat transfer pendapatan.

Strategi penghapusan kemiskinan sebelum krisis diarahkan untuk memperbaiki pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar dari seluruh penduduk, baik dari aspek kebutuhan pangan, papan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Oleh

sebab itu bantuan dana maupun pendampingan yang diberikan diharapkan ada perbaikan struktural seperti penciptaan lapangan k e j a yang produktif yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan penduduk miskin.

Sementara pada era krisis ekonomi program-program pengentasan

(30)

yang diterima oleh penduduk miskin tersebut hanyalah transfer pendapatan bukan melalui perbaikan stmktural (Irawan dan Romdiati 2000).

Tabel 5 Program-program pengentasan kemiskinan yang telah dilakukan selama periode 1990-an

I I I I

Sumber: Irawan dan Rorndiati (20CO) dan Remi, S dan S, Tjiptoherijanto, P (2002)

Target sasaran program

Wilayah (desa dan kecamatan miskin. Penduduklkeluarga miskin.

Ibutisteri dari KK yang termasuk dalam

kelompok sasaran PS dan KSI alasan ekonomi di desa IDT dan bukan IDT. Anak sekolah dasar (SD) dan rnadrasah ibtidaiyah (MI) negeri maupun swasta di daerah miskin.

Sesuai dengan sektor Program pengentasan

kemiskinan Sebelum krisis ekonomi Inpres desa tertinggal (IDT)

Pembangunan keluarga sejahtera (FKS).

Pemberian makanan tambahan anak sekolah (PMTAS).

Program pengentasan kemiskinan sektoral.

Masa krisis

Tujuan program

melepaskan diri dari kemiskinan,

memunculkan pengusaha kecil yang dapat

memperkuat daya tahan ekonomi rakyat.

meningkatkan peran dan fungsi keluarga terutama keluarga PS dan KSI terutama di bidang ekonomi.

mengembangkan ekonomi desa dan meningkatkan derajat kesehatan dan gizi anak sekolah.

membantu dan rnemberdayakan penduduk miskin

Keluarga PS dan KSI.

Keluarga miskin.

Peilganggur karena pemutusan hubungan ke j a dan penganggur lain akibat krisis. Ketahanan pangan Pengamana sosial: bidang pendidikan bidang kesehatan Penciptaan lapangan kerja Padat karya membantu penduduk miskin akibat krisis dalam memenuhi

kebutuhan dasar terutama pangan.

agar anak-anak usia sekolah terhindar dari putus sekolah.

memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi keluarga miskin

(31)

KERANGKA PEMIKIRAN

Tingkat kesejahteraan keluarga berbeda-beda tergantung wilayah regional maupun geografi serta nilai-nilai sosial budaya dimana keluarga berada. Konsekuensi logisnya adalah terjadi perbedax setiap individu (keluarga) dalam menentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kesejahteraan keluarga.

Faktor-faktor atau karakteristik yang berhubungan dengan tingkat kesejahteraan keluarga dalam penelitian ini terdiri dari: (1) Karakteristik deinografi (umur kepala keluarga, jumlah anggota keluarga, dan jenis kelamin kepala keluarga), (2) Karakteristik sosial ekonomi (pendidikan keptila keluarga, pendapatan dan pekerjaan kepala keluargs.), Karakteritik sosial budaya (etnis dan

agama) serta (3) Lingkungan eksternal (Iokasi tempat tinggal).

Hubungan antara karakteristik demografi (umur dan jenis kelamin KK) dengan tingkat kesejahteraan keluarga adalah melalui pendapatan. Umur

menentukan tingkat produktifitas. Hubungan antara umur dan produktifitas adalah

negatif, artinya semakin bertambah umur seorang kepala keluarga menyebabkan produktifitasnya menurun. Di sisi lain produktifitas ditentukan oleh jenis

kelamin. Kepala keluarga yang berjenis kelamin laki-laki lebih produktif dibandingkan perempuan. Hal ini akan berimplikasi pada pendapatan yang

diperoleh keluarga. Keluarga yang dikepalai oleh kepala keluarga yang masih produktif dan berjenis kelamin laki-laki berpeluang lebih sejahtera. Ukuran keluarga merupakan jumlah seluruh anggota keluarga yang menjadi tanggungan

keluarga. Hubungan antara ukuran keluarga dengan kesejahteraan keluarga melalui alokasi pengeluaran keluarga, sehingga keluarga yang memiliki tanggungan yang lebih banyak berpeluang untuk tidak sejahtera.

Pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan kepala keluarga. Pendidikan yang lebih tinggi memberi peluang kepada kepala keluarga untuk memperoleh

jenis pekerjaan yang lebih baik sehingga pendapatan yang diperoleh lebih tinggi.

Dengan demikian keluarga yang dipimpin oleh kepala keluarga yang berpendidikan lebih tinggi berpeluang lebih sejahtera.

Kesejahteraan keluarga juga berkaitan dengan lingkungan eksternal yakni

(32)

dibandingkan keluarga di desa. Hal ini disebabkan oleh fasilitas umum di kota lebih memadai daripada di desa.

Secara skematis kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

demografi: Umur KK

Kesejahteraan keluarga

* Jumlah anggota

keluarga

Jenis kelamin

si

;l---

1

Miskid[ sewera

:

Manajemen

I

sumberdaya I

sosial budaya:

Agama Tidak miskidsejahtera

Lingkungan eksternal:

Tempat tinggal

,---,

I Tidak diteliti

[image:32.532.39.455.0.741.2]

L - - - l

(33)

METODE PENELITIAN

Desain, ternpat dan waktu penelitian

Desain penelitian ini adalah cross secrional. Penelitian ini telah dilaksanakan di Kabupaten Lembata selama 3 bulan, mulai bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2005.

Metode pengambilan sampel

Tahap pertama dalam pengambilan sampel adalah menentukan 2 kecamatan sebagai sampel. Dari masing-masing kecamatan dipilih 2 desa sebagai sampel. Penentuan sampel kecamatan dan desa dilakukan secara purposive

sampling, dengan pertimbangan tingkat prevalensi kerniskinan tertinggi menurut indikator BPS. Tahap kedua adalah memilih 25 keluarga dari setiap desa sampel secara slratiJied random sampling. Stratifikasi dilakukan berdasarkan strata

tingkat kesejahteraan keluarga menurut BKKBN. Total sarnpel penelitian adalah 100 keluarga. Metode pengambilan sampel dapat ditarnpilkan pada Gambar 2.

stratified random

- - - sampling

Kabupaten

x

p z z q

purposive

Gambar 2 Kerangka ~engambilan sampel

Kecamatan - - - sampliny

A

/'\

--- purposive [image:33.539.55.461.44.774.2]
(34)

Jenis dan cara pengumpulan data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah karakteristik demografi, ekonomi, sosial budaya, pengeluaran keluarga, serta tingkat kesejahteraan. Pengeluaran keluarga untuk makanan dikumpulkan dengan metode recall selama sebulan yang lalu. Sementara time frame untuk pengeluaran bukan makanan adalah sebulan yang lalu serta setahun yang lalu. Jenis dan cara pengumpulan data disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Jenis dan cara pengumpulan data

papan dan kesehatan Data sekunder tentang keluarga

6.

Sikologis terdiri dari pendidikan, KB, interaksi dalam keluaga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi

c) Kebutuhan pengembangan terdiri dari menabung dan memperoleh informasi

d) Memberi sumbangan dan beperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan

Tingkat kemiskinan subyektif terdiri dari: persePra-Si harga, tempat tinggal, budaya, agama, pendapatan, pendidikan, kesehatan, anak, pekerjaan, hubungan sosial, dan aset

Petugas Lapangan Keluarga Berencana (F'LKB)

[image:34.536.60.462.111.725.2]
(35)

Data sekunder adalah data tingka.t kesejahteraan keluarga berdasarkan kriteria BKKBN melalui rekapitulasi hasil pendataan oleh PLKB 2003. Data penunjang terdiri dari kaji dokurnentasi dan kepustakaan dari publikasi/laporan instansi terkait seperti BPS, BKKBN, kabupaten, kecamatan, dan monografi desa. Kuesioner terlebih dahulu dilakukan uji coba untuk mengukur validitas dan reabilitasnya sebelum digunakan untuk penelitian. Tujuan dilakukan uji coba adalah untuk menjamin kualitas data yang akan dikumpulkan dalafil penelitian ini. Hasil pendataan keluarga sejahtera yang dilakukan oleh PLKB disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil Pendataan keluarga tingkat kelurahan tahun 2003 oleh PLKB

Berdasarkan hasil pendataan PLKB dinyatakan bahwa 56,2% adalah keluarga Pra-S dan 32,2% keluarga dengan strata KSI, 6 3 % KSII, 4,8% KSIII, dan tidak ada keluarga yang dikategorikan KSIII plus (0%). BKKRN menggolongkan keluarga Pra-S dan KSI menjadi keluarga miskin. Dengan demikian sekitar 88,4% keluarga di lokasi penelitian tergolong miskin dan 11,6 tidak miskin.

Penetapan keluarga responden

Penetapan keluarga contoh dalam penelitian ini dilakukan melalui 3 tahap.

Tahap-tahap tersebut adalah:

1. Secara sengaja menentukan 100 orang ibu rumahtangga sebagai

(36)
[image:36.547.100.469.182.293.2]

stratifikasi tingkat kesejahteraan keluarga menurut BKKBN. Hal ini dilakukan terhadap data hasil ~encacahan oleh PLKB tahun 2003 (Tabel 7). Tahap ini menghasilkan distribusi rumah tangga responden di Nubatukan dan Ile Ape menurut tingkat kesejahteraan (Tabel 8).

Tabel 8 Sebaran keluarga responden menurut tingkat kesejahteraan versi PLKB di Nubatukan dan Ile Ape.

2. Melakukan verifikasi terhadap ~ m a h t a n g g a responden yang diperoleh pada Tabel 8. Verifikasi dilakukan untuk memeriksa kembali data rumahtangga responden yang telah dikumpulkan oleh PLKB. Hasil verifikasi keluarga berdasarkan tingkat kesejahteraan disajikan pada Tabel

9.

Tabel 9. Jumlah keluarga responden hasil verifikasi berdasarkan tingkat kesejahteraan

Tabel 9 menunjukkan bahwa jumlah keluarga setiap strata berbeda

antara data PLKB dan hasil verifikasi. Angka yang terletak pada diagonal

menunjukkan konsistensi antara PLKB dan verifikasi dalam menentukan keluarga sejahtara. Keluarga Pra-S berkurang 11, KSI bertambah 16 dan KSII dan KSIII berkurang masing-masing 2 dan 3. Perbedaan ini

(37)

penurunan tingkat kesejahteraan dan (2) kesalahm yang dilakukan oleh petugas PLKB dalam melakukan pencacahan keluarga.

3. Penetapan keluarga responden. Keluarga responden dalam penelitian ini ditetapkan berdasarkan data hasil verifikasi yang dihasilkan pada tahap 2. Dengan demikian rumahtangga responden berjumlah 100 rumahtangga yang terdiri dari 49 keluarga Pra-S, 50 KS I, dan KSII sebanyak 1

keluarga.

Pengolahan dan analisis data

1 . Data entry

Memasukkan data ke dalam komputer dan diproses dengan menggunakan program aplikasi microsoft excel XP. Sebelum dimasukkan ke dalam komputer, data yang telah dikumpulkan perlu diberi kode.

2. Editing

Data yang telah dikumpulkan dalam kuesioner perlu dibaca lagi dan diperbaiki jika terdapat hal-ha1 yang salah atau yang masih meragukan.

3. Cleaning

Memeriksa kelengkapan dan kesesuaian informasi yang telah dimasukkan ke dalam komputer. Apabila tejadi kesalahan memasukkan data ke komputer

maka dilakukan pengecekan ulang ke kuesioner. Cleaning dapat dilakukan

dengan melihat distribusi frekuensi setiap peubah.

Tingkat kesejahteraan dalam penelitian ini diukur menggunakan 3 kriteria: 1. BPS, menggunakan garis kemiskinan Kabupaten Lembata.

Membandingkan pengeluaran/kapita/bulan dengan garis kemiskinan Kabupsten Lembata (Rp 99625kaphln). Keluarga digolongkan sebagai

kcluarga miskin apabila pengeluaran/kapita/bulan lebih rendah dari garis kemiskinan dan digolongkan tidak miskin jika pengeluaran/kapita/bulan

sama dengan atau lebih tinggi dibandingkan dengan garis kemiskinan. 2. BKKBN, menetapkan beberapa tahap keluarga sejahtera, yaitu:

h

Keluarga Pra-S adalah keluarga yang belum dapat memenuhi
(38)

9 KS I adalah keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, sandang, papan, dan kesehatan.

9 KS I1 adalah keluarga yang selain memenuhi kebutuhan dasar minimumnya juga dapat memenuhi kebutuhan sosial Pra-Sikologisnya. 9 KS 111 adalah keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasar

minimum, kebutuhan sosial Pra-Sikologis, dan kebutuhan pengembangan.

9 KS 111 plus adalah keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum, kebutuhan sosial Pra-Sikologis, kebutuhan pengeinbangan, serta secara teratur ikut menyumbang dalam kegiatan sosial dan aktif mengikuti gerakan semacam itu di masyarakat. Untuk menggolongkan

keluarga miskin atau tidak, BKKBN (2003)menggunakan indikator alasan ekonomi (ALEK), terdiri dari:

6

Pada umum.ya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau

lebih.

+6

Anggota ke!uarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di mmah, bekerjalsekolah dan bepergian.

6

Bagian lantai yang terluas dari tanah

$ Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging atau ikan atau telur.

6

Setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang

satu stel pakaian bam

$ Luas lantai rumah paling kurang 8m2 untuk tiap penghuni.

Apabila keluarga tidak memenuhi salah satu dari ke-6 indikator ALEK maka digolongkan miskin

3. Persepsi terhadap kesejahteraan keluarga: :

Menggunakan 43 pertanyaan tentang penilaian subyektif respunden terhadap kesejahteraan. Jawaban pertanyaan terdiri dari 2 kategori yakni tidak diberi skor 0 dan skor

1

untuk jawaban ya. Keluarga dinyatakan

sejahtera apabila skor jumlah jawaban 'ya' 2 50% dan tidak sejahtera

(39)

4. Analisis data dilakukar. menurut prosedur sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan tingkat kesejahteraan keluarga dengan indikator BPS,

BKKBN, dan persepsi subyektif berkenaan dengan tingkat kesejahteraan. 2. Mengukur akurasi masing-masing metode dengan menggunakan indikator

BPS sebagai bench mark. Tingkat akurasi dinilai berdasarkan kemampuan alat untuk mengklasifikasi keluarga miskin. Indikator yang digunakan untuk menilai tingkat akurasi adalah sensitifitas dan spesifisitas (Budiarto 2001). Penghitungan indek sensitifitas dan spesifisitas digambarkan dengan ilustrasi berikut (Tabel 10).

Tabel 10 Akurasi metode pengukuran kesejahteraan.

3. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kesejahteraan

keluarga mengg.~nakan analisis khi kuadrat (Agresti & Finlay 1997)). Jumlali A+B C+D Alat 1 Miskin Tidak miskin Julnlah

4. Hasil anallsis data dipergunakan untuk membuat rumus atau rekomendasi Keterangan:

A: Benar miskin B: Miskin Semu C: Tidak mbkin Semu D: Benar tidak miskin Sensitifitas: A/A+C Spesifisitas: D/B+D

kebijakan pengentasan kemisicinan. Alat 2

Definisi operasional

1. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami isteri, Miskin

A

C

A+C

suami istri dan anak, ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Tidak miskin

B

D

B+D

2. Kepala keluarga adalah anggota keluarga dewasa (laki-laki atau perempuan)

yang berperan sebagai pemimpin dan pencari nafkah utama dalam keluarga.

(40)

Tingkat kesejdlteraan dalam penelitian ini diukur menggunakan indikator BPS, BKKBN, dan subyektif. Tingkat kesejahteraan ymg dimaksud dalam penelitian ini adalah kesejahteraan keluarga yang diukur menggunakan kriteria BPS, BKKBN, dan subyektif

4. Pendapatan adalah total uang yang diterima keluarga dari seluruh anggota keluarga yang bekerja dan memperoleh gaji maupun dari penghasilan tarnbahan laimya (Rp per bulan).

5. Usia kepala keluarga dihitung berdasarkaxi hari ulang tahun terakhir.

6. Pekerjaan adalah kegiatan individu dimana sebagian besar waktunya dihabiskan dalam pekerjaan tersebut untuk rnendapatkan pecghasilan. Dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi 2 yaitu pekerjaan KK sebagai karyawan atau buruh seperti PNS, karyawan perusahaan, buruh pabrik, pengemudi dengan sistem gaji, buruh penggarap tanah dengan sistem gaji dan pekerjaan KK sebagai pengusaha/majikan seperti pemilik tanah, nelayan yang menyewakan kapal, pedagang, pemilik perusahaan..

7. Pendidikan adalah adalah lama pendidikan formal yang pemah dan sedeng ditempuh oleh

KK

(tahun), diklasifikasikan menjadi 0 (buta huruf), 1-6 (SD), 7-9 (SLTP), 10-12 (SLTA), 13-16 (PT).

8. Aset adalah kekayaan keluarga dalam bentuk uang, emas, dan perhiasan, tanah, rumall, mobil, kebun, surat-swat berharga, saham, dan investasi modal.

9. Pengeluatan adalah banyaknya uang (Rp) yang dikeluarkan untuk keperluan konsumsi, tabungan, makanan, perurnahan, pendidikan, dan kesehatan yang dinyatakan dalam Rp/kap/bulan. Dalam penelitian ini pengeluaran dibagi

menjadi pengeluaran pangan dan bukan makanan.

10. Ukuran keluarga adalah banyaknya individu Cjiwa) yang tinggallmenetap bersama delam satu rumah dan hidup dari sumber penghasilan yang sama.

Cut offpoinr ukuran keluarga dalam penelitian ini adalah keluarga kecil (54

orang), sedang (5-7 orang), dan besar <>7 orang).

11. Indikator BPS adalah indikator penentu kemiskinan yang merujuk garis kemiskinan yang dihitung dari pengeluaran per kapita per bulan untuk pangan

(41)

12. Indikator BKKBN yang digunaka untuk mengidentifikasi keluarga miskin adalah indikator alasan ekonomi (ALEK) (Lampiran 2).

13. Indikator penilaian subyektif terdiri dari 5 kelompok penilaian responden terhadap kesejahteraan yakni penilaian terhadap pendapatan, harga, budaya, agama, dan aset (Lampiran 3).

14. Sensitifitas adalah kernampuan sebuah indikator untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi keluarga yang benar-benar miskin bila dibandingkan dengan

benchmark.

(42)

HASIL DAN PEMBAHAS.4N

Profil Kabupaten Lembata

Kabupaten Lembata adalah salah satu kabupaten yang tergabung di dalam wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dengal luas wilayah 1266,39 km.

Secara geografis Kabupaten Lembata berbatasan dengan laut Flores di bagian sebelah utara, laut s a w di bagian selatan, Kabupaten Alor di bagian timur dan Kabupaten Flores Timur di bagian barat. Sementara wilayah administrasinya terdiri dari 8 buah kecamatan, 5 buah keluahan, dan 11 1 buah desa (BPS 2004b).

Prestasi ekonomi yang dicapai oleh sebuah wilayah dapat dilihat pada

perkembangan produk domestik regional bruto (PDRB) dan pendapatan perkapita yang terjadi di wilayah tersebut. Perkembangan PDRB dan pendapatan perkapita

selama 2 tahun terakhir di Kabupaten Lembata meningkat. Pada tahun 2001 PDRB Kabupaten Lembata adalah Rp 38 991 040 000 sedangkan PDRB tahun 2002 adalah Rp 40 313 405 000. Dengan demikian mengalami peningkatan

sekitar Rp 1 322 365 000 (3,2%). Sementara pendapatan perkapita Kabupaten Lembata pada tahun 2001 adalah Rp 1 202 706 sedangkan pada tahun 2002 mencapai Rp 1 374 064. Artinya mengalami peningkatan sebesar 12,47% (BPS 2004b). Garnbaran ini menunjukkan bahwa dari segi ekonomi tingkat kesejahteraan Kabupaten lembata meningkzt.

PDRB terbentuk atas kontribusi dari berbagai sektor. Sektor-sektor tersebut berikut kontribusinya menurut BPS (2004b) adalah sektor pertanian

(53,26%) diikuti sektor-sektor jasa (26,00%), sektor perdagangan, restoran, dan hotel (7,40%), sektor pengangkutan dan komunikasi (7,36%), sektor bangunan dan konstruksi (2,91%), sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan

(I,%%), sektor industri pengolahm (0,53%), pertambangan dan penggalian

(O,Sl%) dan terakhir adalah sektor listrik, gas, dan air minum sebesar 0,48%. Kontribusi sektor terhadap pembentukan PBRB yang paling tinggi adalah pertanian dan yang terendah berasal dari sektor pertambangan dan penggalian. Sektor pertanian masih mendominasi perekonomian Kabupaten Lembata.

Tingkat pendidikan sebagian besar penduduk di Kabu~aten ~ e m b a t a

(43)

Rendahnya persentase penduduk yang menamatkan pendidikan SLTP ke atas menurut hasil SUSENAS 2003 (BPS 2004a) disebabkan oleh faktor ekonomi dan lapangan kerja. Karena tidak mampu mereka tidak dapat melanjutkan pendidikan bahkan ada yang mencari pekerjaan atau bekerja di tempat lain. Komposisi

tingkat pendidikan ini mengindikasikan bahwa tingkat pendidikan di Kabupaten Lembata relatif rendah (Tabel 11). Dengan demikian dapat dikatakan kualitas sumber daya manusia di Lembata masih rendah.

Tabel 1 1 Sebaran penduduk Kabupaten Lembata berdasarkan tingkat pendidikan.

Sumber : BPS (2004a)

Penduduk dapat digolongkan menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan

kerja. Kusumosuwidho (2000) menyatakan bahwa angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja (manpower) yang sesungguhnya terlibat atau berusaha untuk terlibat dalam kegiatan produksi barang dan jasa. Sementara bukan angkatan kerja

adalah bagian dari tenaga kerja (manpower) yang tidak bekerja ataupun mencari pekerjaan.

Tabel 12 Penduduk berumur 15 tahun ke atas menurut status ketenagakerjaan.

Sumber: BPS (2004b)

Jumlah Tidak

Te jawab Bukan

Angkatan Kecamatan Angkatan

(44)

Jumlah penduduk 15 tahun ke atas yang ada di Kabupaten Lembata terdiri dari 46667 orang angkatan kerja dan bukan akan kerja sebanyak 11782 orang

(Tabel 12). Visualisasi dari tabel 12 menggambarkan bahwa ada 46667 orang yang bekerja dan sedang mencari pekerjaan. Sedangkan sekitar 11782 orang yang tidak bekerja. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih banyak orang yang bekerja daripada menganggur. Perbedaan antara orang yang bekerja dengan yang menganggur adalah sekitar 34845 orang.

Perkembangan keluarga miskin di Kabupaten Lembata dari tahun 2002- 2003 mengalami peningkatan. Pada tahun 2002 jumlah keluarga miskin di Kabupaten Lembata adalah 18830 keluarga sedangkan pada tahun 2003 adalah

271 12 keluarga (BPS 2004b). Dengan demikian selama setahun keluarga miskin di Kabupaten Lembata meningkat sebanyak 8252 keluarga atau 43,98%. Kondisi

tersebut menunjukkan bahwa selama kurun waktu setahun tingkat kesejahteraan keluarga di Kabupaten Lembata mengalami penurunan.

Tabel 13 Penduduk menurut golongan Pengeluaran per kapita per bulan

Sumber: BPS (2004a)

Pengeluaran per kapita per bulan penduduk di Lembata disajikan pada Tabel 13. Sebagian besar pengeluaran per kapita penduduk (43,64%) Kabupaten Lembata berada pada kisaran Rp 100000

-

Rp 149999. Hanya sebagian kecil

penduduk (0,05%) yang memiliki pengeluaran Iebih dari 500 000 per kapita per bulan. Dengan menggunakan garis kemiskinan Rp 99625, diperkirakan 35,8%

penduduk tergolong miskin dan 64,2% tidak miskin (Tabel 13).

Komposisi pengeluaran perkapita per bulan di Lembata selama setahun

(45)

bulan di Kabupaten Lembata meningkat sebesar 14,06%. Namun demikian persentase pengeluaran untuk makanan menurun relatif kecil. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kesejahteraan keluarga yang relatif kecil.

Tabel 14 Pengeluaran per kapita per bulan (Rp) di Kabupaten Lembata 2OU2-2003

Sumber: BPS (2004b)

Karakteristik keluarga respondell

Ukuran keluarga responden. Ukuran keluarga mencerminkan besamya beban yang ditanggung rumahtangga. Secara rata-rata jumlah anggota keluarga di Nubatukan adalah 4,82 orang (sedang) dan di Ile Ape adalah 4,14 (keluarga kecil)(Tabel 15). Hal ini iaengindikasikan bahwa ukuran keluarga di Nubatukan

lebih besar dibandingkan Ile Ape.

Tabel 15 Sebaran keluarga menurut ukuran keluarga

Jumlah anggota keluarga mencakup jumlah anak serta jumlah anggota

keluarga lain yang ikut tinggal bersama. Proporsi jumlah anak di kota dan desa berkurang seiring meningkatnya kategori jumlah anak. Pola proporsi ini

mengandung arti bahwa keluarga di lokasi penelitian lebih banyak memiliki

jumlah anak 5 2 anak (66%) diikuti oleh 3-5 anak (33%), dan 6-8 anak sebesar 1% (Tabel 16). Akan tetapi jumlah anak yang

5

2 anak di Ile Ape lebih banyak
(46)

8 anak lebih banyak di Nubatukan. Pola proporsi berikut sebaran jumlah anggota keluarga lain di lokasi penelitian sama dengan jumlah anak (Tabel 16). Berdasarkan temuan ini dapat dikatakan bahwa ukuran keluarga di Ile Ape lebih kecil karena lebih banyak keluarga di Ile Ape memiliki jumlah anak dan anggota keluarga lain 52 anak.

Menumt pengamatan di lapangan anggota keluarga lain yang ikut tinggal

bersama keluarga di Nubatukan terdiri dari kerabat dekat, kerabat jauh, dan orang yang dianggap kerabat. Alasan anggota mmahtangga lain yang ikut tinggal dengan keluarga di Nubatukan karena menuntut ilmu serta mencari pekerjaan.

Anggota keluarga lain ikut tinggal bersama baik di Nubatukan maupun Ile Ape adalah berasal dari kerabat dekat dan jauh.

Tabel I6 Sebaran keluarga menumt kategori jumlah anak dan anggota keluarga lain

Kerabat dekat dan kerabat jauh sama-sama memjuk pada keterikatan individu dalam keluarga melalci darah, adopsi, dan atau perkawinan. Yang membedakan keduanya adalah hubungan atau ikatan keluarga pada conventioilal kin lebih kuat daripada discreationary kin. Di sisi lain pada discreationary kin

terjadi bukan karena adanya kewajiban sebagai anggota keluarga tetapi karena kepentingan pribadi. Sementara itu orang yang dianggap kerabat Gctive kin)

adalah karena adanya hubungan yang khusus seperti hubungan antar teman (Bell

1979 dalam Suleeman 1999) 52 3-5 total Rata-ratakSD 46 4 50 92 8 100 0,74*1,19 48

2

50
(47)

Tabel 17 Sebaran keiuarga menurut tipe keluarga

Keluarga dapat dikategorikan menjadi keluarga inti dan keluarga luas. Keiuarga inti terdiri dari ibu, bapak dan anak sedangkan keluarga luas meliputi ibu, bapak, anak, dan anggota keluarga lain. Dengan demikian faktor yang menentukan keluarga inti atau luas adalah adanya anggota keluarga lain yang ikut

tinggal bersama keluarga. Tabel 17 menunjukkan bahwa Lebih banyak keluarga inti berada di Ile Ape (62%). Sedangkarh keluarga luas lebih banyak (40%) tinggal di Nubatukan. Makna yang terkandung dalam temuan ini adalah bahwa keluarga di Nubatukan memiliki jumlah anggota keluarga lain yang lebih tinggi.

[image:47.541.21.474.21.734.2]
(48)

Umur kepala keluarga dan responden. Umur kepala keluarga dan responden disajikan pada Tabel 18. Terlihat bahwa rata-rata umur kepala keluarga adalah 44,93 tahun dan responden adalah 41,77 tahun. Umur kepala keluarga lebih tua sebesar 3,16 tahun jika dibandingkan umur responden. Akan tetapi umur responden dan kepala keluarga masih tergolong produktif secara ekonomi. Tabel 18 juga menunjukkan bahwa rata-rata umur kepala keluarga di Nubatukan lebih tua dibandingkan kepala keluarga di Ile Ape (46,68 tahun vs 44,18 tahun). Pola yang sama juga tejadi pada umur responden (42,26 tahun vs 41,28 tahun).

Agama Keluarga. Berdasarkan jenis agama yang dianut, sebagian besar

keluarga di lokasi penelitian adalah beragama Katolik (86%), 13% beragama Islam, sementara keluarga yang beragama protestan hanya 1%. Agama yang dianut responden sama dengan yang dianut oleh kepala keluarga (Tabel 19).

Distribusi penganut agama di Nusa Tenggara Timur WTT) bervariasi berdasarkan pulau. Pulau Timor, Alor, dan Sumba dihuni mayoritas penduduk yang beragama Protestan, sedangkan sebagian besar penduduk di Pulau Flores beragama Katolik. Sementara agama Islam merupakan agama minoritas yang

tersebar di keempat pulau tersebut (Tule 1994). Oleh sebab itu wajar apabila agama katolik adalah agama yang dianut oleh mayoritas penduduk di Kabupaten Lembata karena Kabupaten Lembata tergabung dalam gugusan Pulau Flores.

Tabel 19 Sebaran keluarga berdasarkan agama di Nubatukan dan Ile Ape

Etnis kepala keluarga dan responden. Seluruh responden (100%)

berasal dari etnis Flores dan menikah dengan suami (kepala mmahtangga)

(49)

Flores dan Timor adalah dua dari empat kelompck etnis besar yang mendiami Nusa Tenggara Timur (NTT). Menumt Liliweri (1994) etnis-etnis yang ada di NTT memiliki etnisitas yang tinggi, mereka memandang etnisnya lebih unggul dari yang lain. Kecendemngan responden bersuamikan kepala kepala keluarga beretnis Flores karena mereka merasa etnis Flores lebih unggul dari etnis-etnis yang lain.

Etnis Timor juga memiliki pandangan yang sama terhadap etnis lain. Akan tetapi karena alasan ekonomi etnis Timor migrasi dari daerah asalnya (Pulau Timor) ke Lembata. Di Lembata mereka melakukan kawin campuran (antar etnis) dengan etnis Flores, sehingga memudahkan mereka untuk bersosialisasi dengan masyarakat setempat. Menurut Soekanto (1990) perkawinan campuran tersebut

akan mempermudah terjadinya asimilasi antara etnis Timor dan Flores. Tabel 20 Sebaran keluarga berdasarkan etnis

Pendidikan kepala keluarga dan responden. Tingkat pendidikan kepala

keluarga dan responden diszjikan pada tabel 21. Terlihat bahwa tingkat pendidikan kepala keluarga dan responden relatif rendah karena persentase lama

pendidikan mereka (1-6 tahun) atau setingkat SD cukup tinggi, 62% untuk kepala keluarga dan 72% untuk responden. Temuan ini sesuai dengan hasil SUSENAS

(50)

35

Tabel 21 Sebaran kepala keluarga dan responden menurut tahun pendidikan

Pekerjaan kepala keluarga. Pekerjaan utama kepala keluarga di kota lebih beragam daripada di desa. Variasi ini disebabkan oleh jenis lapangan pekerjaan yang ada di kota lebih banyak dibandingkan dengan di desa. Kepala keluarga lebih banyak (66%) bekerja sebagai petani (Tabel 22). Proporsi ini menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Gambaran ini tidak berbeda dengan Kabupaten Lembata karena 85,49% penduduknya masih bekerja sebagai petani (BPS 2004a). Hal ini

mungkin berkaitan dengan tingkat pendidika! kepala keluarga yang relatif rendah atau 62% setara sekolah dasar (Tabel 21). Tingkat pendidikan yang rendah tersebut &an membatasi kepala keluarga dalam mengakses pekerjaan yang membutuhkan keahlian di luar sektor pertanian. Persentase pekerjaan utama

(51)
[image:51.532.40.459.50.736.2]

3 6

Tabel 72 Sebxan kepala keluarga menurut pekerjaan u:ama dan tambahm

Pekerjaan responden. Pekerjaan responden disajikan pada Tabel 23. Persentase responden yang memiliki mata pencaharian utama sebagai petani adalah 46%. Sementara sebanyak 18% bekeja di sektor-sektor di luar sektor

pertmian, seperti reponden yang berprofesi sebagai nelayan sekitar 9%, PNS (3%), wiraswasta (5%) dan 1% sebagai pegawai swasta dan lainnya (3%).

Persentase responden yang tidak memiliki pekejaan adalah sebanyak 33%. Responden umumnya (85%) tidak memiliki pekejaan tambahan dan hanya 15% yang memiliki pekejaan tambahan. Petani merupakan pekejaan tambahan yang

(52)
[image:52.544.59.458.63.745.2]

37

Tabel 23 Sebaran responden rnenurut pekerjaan utama dan tarnbahan

Pendapatan dan pengeluaran keluarga rezponden. Rata-rata pendapatan di Nubatukan lebih tinggi (Rp 114181,19) daripada di Ile Ape, yang

Gambar

Tabel 2 Persentase rumah tangga miskin dan tidak miskin menurut sumber
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2 Kerangka ~engambilan sampel
Tabel 6. Tabel 6 Jenis dan cara pengumpulan data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat hubungan yang signifikan konsentrasi dengan hasil penalty stroke pada permainan hoki field, bahwa korelasi antara konsenrasi dengan penalty stroke

Simpulan penelitian pengembangan ini adalah (1) Dihasilkan modul pembelajaran fisika dengan strategi inkuiri terbimbing pada materi fluida statis yang tervalidasi; (2)

Hasil dari penelitian ini yaitu; (1) menghasilkan komik yang memiliki karakteristik berbasis desain grafis, dan berisi materi Besaran dan Satuan SMP kelas VII SMP, dan

Secara teoritis dapat dijadikan sumbangan informasi dan keilmuan yang yang berarti bagi lembaga yang berkompeten mengenai pentingnya kondisi fisik atlet, khususnya atlet

skor penilaian yang diperoleh dengan menggunakan tafsiran Suyanto dan Sartinem (2009: 227). Pengkonversian skor menjadi pernyataan penilaian ini da- pat dilihat

KONTRIBUSI POWER TUNGKAI DAN KESEIMBANGAN DINAMIS TERHADAP HASIL DRIBBLE-SHOOT DALAM PERMAINAN FUTSAL.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Sedangkan pada opsi put Eropa, writer juga dapat mengalami kerugian jika yang terjadi pada saat maturity time adalah strike price lebih besar dibanding harga

The cost of land under development consists of the cost of land for development, direct and indirect real estate development costs and capitalized borrowing