KESADARAN DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MEMBAYAR
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) SEKTOR PERKOTAAN
(Studi di Kelurahan Tegal Sari Mandala II, Kecamatan Medan Denai)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu
Sosial Dan Ilmu Politik
Disusun Oleh :
RATI MERIANI NADEAK
100903033
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLTIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh:
Nama : Rati Meriani Nadeak
Nim : 100903033
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Judul : Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor Perkotaan (Studi di Kelurahan Tegal Sari Mandala II, Kecamatan Medan Denai)
Medan, 27 Maret 2014
Dosen Pembimbing Ketua Departemen
Ilmu Administrasi Negara
Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si Drs. M. Husni Thamrin NasutionM.Si
NIP: 196401081991021001 NIP:196401081991021001
Dekan
FISIP USU MEDAN,
Prof. Dr. Badaruddin, M.Si
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus yang
selalu setia menemani dan memberi kekuatan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat guna memenuhi program studi S1 Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik dalam Departemen Ilmu Administrasi Negara dengan konsentrasi
Administrasi Pembangunan di Universitas Sumatera Utara.
Penulis menerima banyak bantuan baik secara moral maupun materil, sehingga penulisan
skripsi yang berjudul “ Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB) Sektor Perkotaan di Kelurahan Tegal Sari Mandala II ” dapat terselesaikan.
Kepada bapak (L. Nadeak ) dan mama tersayang (M. br Pasaribu), penulis sangat berterima kasih atas doa dan dukungan yang tiada hentinya yang diberikan kepada penulis. Semoga bapak
dan mama panjang umur, dan selalu mendoakan penulis agar bisa membanggakan keluarga.
Untuk menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak bekerja sendiri. Banyak pihak-pihak yang
membantu penulis saat proses penyelesaian skripsi ini. Maka, penulis ingin berterima kasih
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Baddaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si, selaku Ketua Jurusam Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara dan selaku dosen pembimbing yang penuh dengan kesabaran membimbing dan
3. Bapak Drs. Kariono, M.Si, selaku dosen penguji yang telah memberikan pengarahan
yang bermanfaat bagi penulis.
4. Ibu Dra. Elita Dewi selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Administrasi Negara yang telah
membagikan ilmunya, terima kasih atas jasa Bapak/Ibu, semoga ilmu yang didapat
oleh penulis dapat menjadi ilmu yang bermanfaat bagi keluarga, masyarakat, nusa
dan bangsa.
6. Kepada pihak-pihak yang telah membantu proses administrasi di Departemen AN
(Kak Mega, Kak Dian, Pak Talal dan semuanya yang di bagian pendidikan,
kemahasiswaan, perpustakaan dll; terima kasih atas bantuan yang telah kalian berikan
kepada penulis.
7. Semua pegawai di Dinas Pendapatan Kota Medan, Kantor Kecamatan Medan Denai,
Kelurahan Tegal Sari Mandala II, dan warga Kelurahan Tegal Sari M andala II yang
tidak bisa saya sebutkan satu per satu namanya. Terima kasih atas bantuannya selama
proses pengerjaan skripsi saya. Tuhan Yesus memberkati.
8. My brothers, Romendra Nadeak and Heri Nadeak, terima kasih buat doa dan
dukungannya yang diberikan kepada penulis.
9. My sister, Lasria Nadeak terima kasih buat doa, dukungan dan pengertian yang
diberikan kepada penulis. Kamu sista yang paling aku sayangi semoga sukses UMB
tahun ini… amin…
10.The Boger Show (Feby, Ester, Errin dan Riri Dute), terima kasih atas doa, dukungan
tertawa bareng lagi, semoga persahabatan kita bukan yang terakhir kalinya. Gak
terasa udaaa 3 tahun lamanya kita saling mengenal dan mengasihi. I miss our sweet memories
11.Boy Friend “Hoding Sianturi”, terima kasih buat doa dan bantuan materialnya semoga abang cepat naik jabatan dan traktirin aku lagi. Hahahahaha….
12.Teman-teman magang Desa Sampe Raya (Errin, Grace, Santa, Rhenata, Artha,
Charty, Jeaneta, Calvin, Martin, Adit, Yudho dan Chandra) terima kasih atas
kebersamaan yang telah kita bina, tetap semangat ya teman-teman….. dan semoga
yang lain bisa menyusul yaa…
13.Teman-teman AN 2010 yang sudah menyusul terdahulu semoga cepat mendapat
pekerjaan dan yang masih menikmati tetap semangat iyaa..!!!!!!!!!
14.Keluarga dan teman-temanku yang lain yang tidak disebutkan namanya… Terima
kasih yaa…
Tak lupa penulis meminta maaf kepada semuanya apabila ada perkataan maupun
perbuatan penulis yang pernah menyinggung perasaan dan juga hal yang tidak
berkenan dihati. Harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan
pembangunan daerah di Kota Medan sehingga kedepannya kesejahteraan dan
kehidupan masyarakat Kota Medan tercinta lebih baik lagi. Aminnn…… Tuhan
Yesus memberkati.
Medan, 27 Maret 2013
ABSTRAKSI
Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkotaan di Kelurahan Tegal Sari Mandala II, Kecamatan Medan Denai
Nama : Rati Meriani Nadeak
NIM : 100903033
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Dosen Pembimbing : Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si
Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkotaan merupakan pajak langsung atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, yang hasil penerimaannya ditujukan untuk kepentingan masyarakat di daerah yang bersangkutan dengan letak objek pajak. Realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan Kota Medan masih belum mencapai target yang ditentukan, hal ini terlihat dari masih banyaknya tunggakan dalam buku I, II dan III. Oleh karena itu Kadispenda Kota Medan mengajak camat hingga kepala lingkungan untuk terlibat langsung dalam penagihan pajak bumi dan bangunan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan sektor perkotaan dan upaya yang dilakukan pihak Kelurahan serta Dispenda Kota Medan dalam hal peningkatan kesadaran tersebut sehingga kedepannya dapat memenuhi pencapaian target dan pembangunan daerah.
Adapun penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan wawancara, kuesioner dan observasi. Teknik pengambilan subyek penelitian yakni dengan menggunakan teknik purposive sampling dan snowball sampling. Dari teknik ini diperoleh 5 informan kunci, yang terdiri dari Lurah Tegal Sari Mandala II, Sekretaris Lurah Tegal Sari Mandala II, Seksi Pembangunan Tegal Sari Mandala II, Sektim penagih/pemungut PBB Kecamatan Medan Denai, dan Kepala Lingkungan serta beberapa informan utama dari masyarakat Kelurahan Tegal Sari Mandala II khususnya wajib pajak PBB.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka didapat beberapa temuan penelitian, antara lain: Pertama, kesadaran masyarakat khususnya wajib pajak PBB di Kelurahan Tegal Sari Mandala II bisa dikatakan rendah. Ini dibuktikan dengan masih adanya masyarakat yang merasa keberatan atas beban yang mereka terima dan belum melunasi pajak bumi dan bangunan sampai tanggal jatuh tempo. Kedua, kondisi ekonomi merupakan faktor utama yang menyebabkan masyarakat kurang memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak bumi dan bangunan secara tepat waktu.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……… iii
ABSTRAKSI ……….. vi
DAFTAR ISI ………... vii
DAFTAR TABEL ………... xi
DAFTAR GAMBAR ……….. xii
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang ………. 1
I.2. Rumusan Masalah ……… 9
I.3. Tujuan Penelitian ………. 9
I.4. Manfaat Penelitian ……… 10
I.5. Kerangka Teori ……….. 10
I.5.1 Gambaran umum mengenai pajak………. 11
I.5.1.1 Definisi pajak ………... 11
I.5.1.2 Fungsi pajak ………. 12
I.5.1.3 Jenis-jenis pajak ………... 13
I.5.1.4 Asas pemungutan pajak ……….. 15
I.5.1.5. Tarif pajak ………... 15
I.5.1.6. Sistem pemungutan pajak ……… 16
I.5.2 Pajak Bumi dan Bangunan……… 18
I.5.2.1. Definisi pajak bumi dan ………... 18
I.5.2.2 Maksud dan tujuan pajak bumi dan bangunan ………. 20
I.5.2.3.1 Objek pajak bumi dan bangunan ……… 21
I.5.2.3.2 Objek pajak bumi dan bangunan yang dikecualikan….. 22
I.5.2.4 Subyek dan wajib pajak bumi dan bangunan ……… 23
I.5.2.5 Hak dan kewajiban wajib pajak ………. 24
I.5.2.6 Sistem pemungutan pajak bumi dan bangunan ………. 25
I.5.2.7 Dasar pengenaan tarif dan cara menghitung PBB ………. 26
I.5.2.8 Alasan PBB sebagai pajak daerah ………. 27
I.5.2.9 Keuntungan PBB menjadi pajak daerah ……… 28
I.5.3 Kesadaran dan Kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB ………... 29
I.5.3.1 Definisi Kesadaran wajib pajak ……….. 30
I.5.3.2 Definisi Kepatuhan wajib pajak ………. 31
I.5.3.3. Iklim perpajakan ……… 32
I.5.3.4 Faktor yang mempengaruhi kesadaran dan kepatuhan …………... 42
I.6 Definisi Konsep ………. 44
I.7 Sistematika penulisan ……….... 45
BAB II METODE PENELITIAN II.1 Bentuk Penelitian ……….. 46
II.2 Lokasi Penelitian ……… 47
II.3 Informan Penelitian ……… 48
II.4 Teknik Pengumpulan Data ………. 49
II.5 Teknik Analisa Data ………... 50
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN III.1 Gambaran umum Kelurahan Tegal Sari Mandala II ………. 51
III.2 Luas wilayah Kelurahan Tegal Sari Mandala II ……….. 52
III.4 Fasilitas/prasarana ……… 60
III.5 Organisasi sosial budaya ……….. 60
III.6 Struktur organisasi ……… 61
III.7 Uraian tugas dan fungsi ……… 64
BAB IV PENYAJIAN DATA IV.1 Karateristik informan ……… 69
IV.2 Hasil kuesioner ………. 74
IV.3 Hasil wawancara ………... 84
BAB V ANALISA DATA V.1 Kepemimpinan ……… 114
V.2 Komunikasi ……… 116
V.3 Pendidikan ……….. 118
V.4 Perlakuan yang berbeda terhadap wajib pajak yang belum melunasi PBB … 119 V.5 Sikap petugas penagih/pemungut pajak bumi dan bangunan ………. 120
V.6 Kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan ………. 122
V.7 Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib Pajak ……….. 126
BAB VI PENUTUP VI.1 Kesimpulan ……… 128
VI.2 Saran ……… 129
DAFTAR TABEL
Tabel I.1. Realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan di Kelurahan Tegal Sari
Mandala II tahun 2010 – 2013 ……….. 8
Tabel III.3.1 Komposisi penduduk berdasarkan lingkungan ……… 53
Tabel III.3.2 Komposisi penduduk berdasarkan usia ……… 54
Tabel III.3.3 Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin ………. 55
Tabel III.3.4 Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian ………. 56
Tabel III.3.5 Komposisi penduduk berdasarkan pendidikan ……… 57
Tabel III.3.6 Komposisi penduduk berdasarkan agama ……… 58
Tabel III.3.7 Komposisi penduduk berdasarkan suku ……….. 59
Tabel III.4 Fasilitas/prasarana di Kelurahan Tegal Sari Mandala II ……… 60
Tabel IV.1.1 Distribusi informan berdasarkan jenis kelamin ………... 70
Tabel IV.1.2 Distribusi informan berdasarkan usia ……….. 70
Tabel IV.1.3 Distribusi informan berdasarkan tingkat pendidikan ……….. 71
Tabel IV.1.4 Distribusi informan berdasarkan pekerjaan ………. 72
Tabel IV.1.5 Distribusi informan berdasarkan tingkat penghasilan ………. 73
Tabel IV.2.1 Distribusi jawaban informan tentang pengertian PBB ………. 74
Tabel IV.2.2 Distribusi jawaban informan tentang pengetahuan sebagai wajib pajak PBB ... 75
Tabel IV.2.3 Distribusi jawaban informan tentang tujuan dari pembayaran PBB …………... 75
Tabel IV.2.4 Distribusi jawaban informan tentang prosedur pembayaran PBB ……….. 76
Ekonomi ……… 78 Tabel IV.2.7 Distribusi jawaban informan tentang keaktifan kepala lingkungan untuk
mengajak masyarakat membayar pajak bumi dan bangunan ………. 79 Tabel IV.2.8 Distribusi jawaban informan tentang kemudahan membayar PBB ……… 80 Tabel IV.2.9 Dstribusi jawaban informan tentang sistem komunikasi aparatur kelurahan … 81 Tabel IV.2.10 Distribusi jawaban informan tentang keterlambatan dalam membayar PBB .. 82 Tabel IV.2.11 Distribusi jawaban informan tentang pengenaan sanksi bagi wajib pajak
DAFTAR GAMBAR
ABSTRAKSI
Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkotaan di Kelurahan Tegal Sari Mandala II, Kecamatan Medan Denai
Nama : Rati Meriani Nadeak
NIM : 100903033
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Dosen Pembimbing : Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si
Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkotaan merupakan pajak langsung atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, yang hasil penerimaannya ditujukan untuk kepentingan masyarakat di daerah yang bersangkutan dengan letak objek pajak. Realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan Kota Medan masih belum mencapai target yang ditentukan, hal ini terlihat dari masih banyaknya tunggakan dalam buku I, II dan III. Oleh karena itu Kadispenda Kota Medan mengajak camat hingga kepala lingkungan untuk terlibat langsung dalam penagihan pajak bumi dan bangunan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan sektor perkotaan dan upaya yang dilakukan pihak Kelurahan serta Dispenda Kota Medan dalam hal peningkatan kesadaran tersebut sehingga kedepannya dapat memenuhi pencapaian target dan pembangunan daerah.
Adapun penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan wawancara, kuesioner dan observasi. Teknik pengambilan subyek penelitian yakni dengan menggunakan teknik purposive sampling dan snowball sampling. Dari teknik ini diperoleh 5 informan kunci, yang terdiri dari Lurah Tegal Sari Mandala II, Sekretaris Lurah Tegal Sari Mandala II, Seksi Pembangunan Tegal Sari Mandala II, Sektim penagih/pemungut PBB Kecamatan Medan Denai, dan Kepala Lingkungan serta beberapa informan utama dari masyarakat Kelurahan Tegal Sari Mandala II khususnya wajib pajak PBB.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka didapat beberapa temuan penelitian, antara lain: Pertama, kesadaran masyarakat khususnya wajib pajak PBB di Kelurahan Tegal Sari Mandala II bisa dikatakan rendah. Ini dibuktikan dengan masih adanya masyarakat yang merasa keberatan atas beban yang mereka terima dan belum melunasi pajak bumi dan bangunan sampai tanggal jatuh tempo. Kedua, kondisi ekonomi merupakan faktor utama yang menyebabkan masyarakat kurang memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak bumi dan bangunan secara tepat waktu.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Negara membutuhkan dana pembangunan yang besar untuk membiayai segala
keperluannya. Pengeluaran pembangunan yang memang ditujukan untuk kesejahteraan rakyat,
otomatis mengikutsertakan masyarakat guna mendukung berhasilnya program pembangunan
yang dilaksanakan pemerintah. Dalam hal ini negara Indonesia sebagai negara hukum yang
menjunjung tinggi hak dan kewajiban warga negara, menempatkan masalah perpajakan sebagai
salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan bagi warganya untuk ikut berperan serta dalam
pembangunan nasional.
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang penting dan potensial selain
sumber penerimaan lainnya yaitu penerimaan migas maupun penerimaan bukan pajak karena
dengan jumlah penduduk yang begitu besar dan wilayah yang begitu luas, maka Indonesia
memiliki sumber-sumber pajak yang sangat banyak. Penerimaan dari sektor pajak ini selanjutnya
dimanfaatkan oleh pemerintah untuk membangun sarana dan prasarana kepentingan umum.
Dengan kata lain, pendapatan negara dari sektor pajak ini merupakan “motor penggerak”
kehidupan ekonomi masyarakat yang merupakan sarana nyata bagi pemerintah untuk mampu
menyediakan berbagai sarana dan prasarana kepentingan umum.
Penerimaan pajak dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi suatu negara karena
pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga masyarakat
mempunyai kemampuan finansial untuk membayar pajak. Di Indonesia wajib pajak yang sudah
memenuhi kewajibannya baru mencapai antara 50% sampai dengan 60% sedangkan yang tidak
dengan 20% yang tidak mampu membayar pajak dikarenakan rendahnya pendapatan atau miskin
dan 10% sampai dengan 20% tidak membayar pajak karena kurang kesadaran dan kepatuhan
masyarakat khususnya wajib pajak akan kewajibannya. (Dirjen pajak: 2007)
Dalam kaitannya dengan otonomi daerah, penerimaan pemerintah daerah yang digunakan
untuk membiayai pembanguanan berasal dari pajak. Ditinjau dari aspek ekonomi, pajak
merupakan pemindahan sumber daya dari sektor privat/perusahaan ke sektor publik/negara yang
digunakan untuk membiayai keperluan negara. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat balas jasa timbal
(kontraprestasi) yang langsung ditunjukkan dan yang dapat digunakan untuk membayar
pengeluaran umum (Mardiasmo, 2009 : 1).
Sistem pemungutan pajak yang mudah dan didukung partisipasi masyarakat dalam
bentuk kesadaran dan kepatuhan untuk membayar pajak, merupakan impian setiap pemerintah.
Peran aktif rakyat dalam menunjang pembangunan nasional sangatlah diperlukan, khususnya
wajib pajak. Rakyat sebagai wajib pajak akan ikut memberikan iuran bagi Negara dalam bentuk
pajak. Dari hasil pembayaran pajak oleh rakyat tersebut diharapkan akan dapat membiayai
pembangunan nasional. Meskipun pajak dianggap sebagai sumber dana yang paling potensial
bagi pembiayaan negara, namun dalam realisasinya pemungutan pajak masih sangat sulit
dilakukan oleh Negara. Hal ini disebabkan masih rendahnya tingkat kesadaran dan kepatuhan
wajib pajak dan kepercayaan masyarakat kepada administrasi pengelolaan pajak. Hal ini
membuktikan bahwa wajib pajak di Indonesia membutuhkan motivasi untuk meningkatkan
kepatuhannya dalam membayar pajak, serta peningkatan kepercayaan masyarakat bahwa
rakyat sehingga persepsi wajib pajak tentang pembayaran pajak akan positif terhadap pemerintah
dalam mengelola pajak yang telah dibayarkan.
Pelaksanaan pembangunan di daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional
yang berdasarkan prinsip otonomi daerah dengan pelaksanaan yang membuat masyarakat di
daerah mandiri dalam melaksanakan pembangunannya. Sebagaimana yang terdapat dalam
penjelasan Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang dibentuk
dengan asas desentralisasi adalah daerah kabupaten dan kota berwenang untuk menentukan dan
melaksanakan kebijakan atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi-aspirasi masyarakat.
Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, daerah kota dan kabupaten
mempunyai perangkat daerah yaitu kecamatan yang dipimpin oleh kepala kecamatan dalam
tugasnya yang menerima pelimpahan sebagian kewenangan dari Walikota atau Bupati, didalam
kecamatan juga mempunyai perangkat yaitu kelurahan yang dipimpin oleh Lurah sebagai
penerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Camat. Sesuai dengan keputusan
Menteri Keuangan RI No. 1007/KMK 0411985 tentang pelimpahan wewenang pungutan pajak
kepada Gubernur kepala pemerintahan propinsi dan Walikota kepala pemerintahan kota dan
Bupati kepala pemerintahan kabupaten untuk selanjutnya diserahkan kepada organisasi
dibawahnya sebagai usaha mengoptimalkan penerimaan negara yang berasal dari Pajak Bumi
dan Bangunan, untuk itulah peranan kepala daerah sangat dituntut keaktifannya dalam hal
pemungutan pajak ini.
Di Negara-negara yang sedang berkembang, pelaksanaan pembangunan merupakan
tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Peran serta pemerintah dan
aparatnya sangatlah penting. Pembangunan merupakan tanggung jawab bersama antara
pembangunan tersebut. Maka dari itu untuk mewujudkan pembangunan, pemerintah memungut
pajak dari masyarakat, pajak yang dipungut oleh pemerintah terdiri dari Pajak Pusat dan Pajak
Daerah, pajak yang di pungut oleh Pemerintah Daerah di atur dalam Undang-Undang No. 28
Tahun 2009 . Salah satu jenis pajak yang di pungut oleh Pemerintah Daerah yaitu Pajak Bumi
dan Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan, khusus untuk Kota Medan telah tercantum
dalam Peraturan Daerah Kota Medan No. 3 tahun 2011.
Pajak Bumi dan Bangunan terbagi ke dalam beberapa sektor yaitu : Sektor Perdesaan,
Sektor Perkotaan, Sektor Perkebunan, Sektor Pertambangan dan Sektor Perhutanan. Pajak Bumi
dan Bangunan Sektor Perkotaan merupakan salah satu penerimaan yang cukup besar bagi
Pemerintah Daerah. Hasilnya akan sangat membantu Pemerintah Daerah dalam melaksanakan
percepatan pembangunan khususnya di daerah. Oleh karena itu pajak bumi dan bangunan perlu
mendapat perhatian yang serius dari pemerintah daerah dalam hal penanganannya, sehingga
nantinya akan dapat memberikan sumbangan yang besar pada Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Mengingat pentingnya sumbangan yang diberikan oleh penerimaan pajak bumi dan bangunan
bagi pembiayaan pembangunan, maka pemungutan pajak bumi dan bangunan harus dilakukan
secara efektif, sehingga nantinya dapat memenuhi target pemungutan yang telah ditetapkan.
Sebagaimana jenis pajak yang lain, pajak bumi dan bangunan akan selalu berkaitan
dengan fungsi budgeter dan regulasi. Masalah penting yang harus selalu diperhatikan dalam
pengenaan pajak adalah distribusi beban pajak pada masyarakat. Salah satu syarat dan penetapan
pajak adalah harus memenuhi prinsip keadilan. Ada 2 tolak ukur yang dapat digunakan untuk
melihat adil tidaknya distribusi beban pajak. Pertama adalah prinsip kemampuan untuk
membayar dan kedua adalah prinsip manfaat. Pembayaran pajak bumi dan bangunan bersifat
dan sertifikat tanah untuk kepemilikan lahan. Jumlah pembayaran atau pungutan PBB ini
berdasarkan luas tanah yang tertera di surat sertifikat tersebut yang harus dibayar satu kali dalam
setiap tahun.
Kota Medan yang merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara tidak luput dari
permasalahan perpajakan dimana pencapaian penerimaan pajak Kanwil Dirjen Pajak Sumut
selama tahun 2012 terealisasi sebesar Rp 10,87 triliun. Jumlah tersebut sesuai dengan harapan
yang dibebankan oleh Dirjen Pajak sejak awal tahun 2012 yang lalu dengan pencapaian sebesar
100.37 persen. Perolehan pajak di tahun 2012, mengalami kenaikan dari 2011 yang hanya
teralisasi Rp 8,85 triliun. Dari realisasi tersebut, perolehan pajak jenis PPH non migas
mendominasi dengan raihan sebesar Rp 6,76 triliun, menyusul PPN dan PPnBM sebesar Rp 3,9
trilun, PBB Rp 116 miliar dan perolehan dari jenis pajak lainnya yang sebesar 89 miliar. (Tribun Medan, 15 Januari 2013 diakses pada tanggal 15 Desember 2013 pukul 20.15 WIB)
Berbanding terbalik dengan penerimaan pajak daerah tersebut, penerimaan atas pajak
bumi dan bangunan mengalami penurunan di tahun 2012, hal ini dikarenakan kesadaran
masyarakat Medan untuk membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) masih sangat rendah.
Setidaknya pernyataan ini terungkap dalam rapat Komisi C DPRD Kota Medan bersama
perwakilan Dinas Pendapatan Kota Medan. Berdasarkan laporan per tanggal 9 Mei 2012,
realisasi penerimaan PBB yang terkumpul masih sekitar Rp 22,864 miliar atau 7,62 persen dari
target tahun 2012 yang berjumlah Rp 300 miliar. Yang seharusnya sampai bulan Mei sudah bisa
tercapai 60 persen. Penurunan ini merupakan gambaran penolakan dari masyarakat khususnya
Berdasarkan data Pemerintah Kota Medan Tahun 2012, tunggakan pajak bumi dan
bangunan sangat signifikan yakni Rp.448.152.920.986. Kondisi itu menyebabkan penerimaan
PBB tidak mencapai target yang ditentukan. Dalam rapat koordinasi penagihan tunggakan pajak
antara pihak Dispenda bersama camat, lurah dan kepala lingkungan di Kantor Camat Medan
Area mengatakan bahwa sejak ditetapkannya pajak bumi dan bangunan menjadi pajak daerah
sesuai Undang-undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2009, maka Pemko Medan telah
melaksanakan penagihan pajak bumi dan bangunan. Namun saat jatuh tempo per tanggal 31
Agustus 2013, ditemukan banyaknya tunggakan pajak bumi dan bangunan dari wajib pajak
sehingga realisasi pajak bumi dan bangunan tidak mencapai target. Untuk mempercepat realisasi
penagihan tunggakan pajak bumi dan bangunan, Dispenda akan melibatkan camat hingga kepala
lingkungan. Kegiatan penagihan akan dimulai bulan Nopember sampai berakhirnya tahun 2013.
(Waspada Online, 4 November 2013 diakses pada tanggal 20 Desember 2013 pukul 14.20)
Dalam kesempatan rapat koordinasi tersebut Kadispenda Kota Medan menyerahkan
rekapitulasi tunggakan PBB tahun 2007 sampai 2012 dalam buku I, buku II dan buku III. Di
dalam rekapitulasi itu terdapat 3 kecamatan di Kota Medan yang mengalami penunggakan PBB
yakni: Kecamatan Medan Amplas, Medan Area dan Medan Kota. Untuk Kecamatan Medan
Amplas, jumlah WP sebanyak 46.702 orang dengan tunggakan PBB sebesar Rp.7.233.495.260.
Sedangkan jumlah kepling sebanyak 77 orang. Kemudian Kecamatan Medan Area, WP
berjumlah 24.482 orang dan kepling sebanyak 172 orang, sedangkan jumlah tunggakan PBB
sebesar Rp.4.650.164.091. Sementara itu Kecamatan Medan Kota, jumlah WP sebanyak 36.190
orang dan kepling 146 orang, sedangkan jumlah tunggakan PBB sebesar Rp.5.265.580.521.
Kecamatan Medan Denai adalah salah satu dari 21 kecamatan di kota Medan, Sumatera
Utara, dengan luas wilayah 9.827 Km2 dan jumlah penduduk 144.678 jiwa. Kecamatan Medan
Denai berbatasan dengan Medan Kota dan Medan Area di sebelah barat, Kabupaten Deli
Serdang di timur, Medan Amplas di selatan, dan Medan Tembung di utara. Di Kecamatan ini
juga terdiri dari 6 kelurahan yaitu, Kelurahan Tegal Sari Mandala I, Kelurahan Tegal Sari
Mandala II, Kelurahan Tegal Sari Mandala III, Kelurahan Denai, Kelurahan Medan Tenggara
(Menteng) dan Kelurahan Binjai (www.pemkomedan.go.id diakses pada tanggal 10 November 2013 pukul 19.35 WIB).
Kelurahan Tegal Sari Mandala II merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Medan
Denai yang memisahkan diri dari Kelurahan Tegal Sari Mandala I. Kelurahan Tegal Sari
Mandala II terbagi menjadi 15 lingkungan yang masing-masing lingkungan dipimpin oleh
seorang kepala lingkungan. Jumlah penduduk Kelurahan Tegal Sari Mandala II Tahun 2008 secara keseluruhan yaitu 20.185 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga 4.169 Kepala Keluarga
dan masih didominasi oleh penduduk miskin khususnya di Lingkungan I – VIII. Berdasarkan
Laporan dari Kantor Kelurahan Tegal Sari Mandala II jumlah wajib pajak atas Bumi dan
Bangunan tahun 2012 sebesar 2.778 wajib pajak dan 2.821 wajib pajak di tahun 2013 dengan
jumlah tunggakan Rp 572.727.889,00 terhitung dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012.
Adapun data yang diperoleh dari Kelurahan Tegal Sari Mandala II tentang target dan
Tabel I.1
Laporan Realisasi Penerimaan PBB Kelurahan Tegal Sari Mandala II Tahun 2010 – 2013
No Tahun Target Realisasi Persentase (%)
1 2010 308.105.134 232.167.011 80,09
2 2011 310.471.538 233.350.213 78,34
3 2012 706.753.793 387.253.514 54,95
4 2013 362.363.294 264.990.912 73,46
Sumber : Kantor Kelurahan Tegal Sari Mandala II, 2013
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dalam 4 (empat) tahun terakhir penerimaan pajak
bumi dan bangunan di Kelurahan Tegal Sari Mandala II selalu gagal untuk memenuhi target
yang telah ditetapkan oleh Pihak Dispenda maupun aparatur Kelurahan yaitu mencapai 100%.
Hal ini menunjukkan masih ada sebagian wajib pajak yang tidak melakukan kewajibannya dalam
hal pembayaran PBB dikarenakan masih kurangnya kesadaran dan kepatuhan masyarakat
tersebut.
Mengingat betapa pentingnya peran masyarakat dalam peran sertanya menanggung
pembiayaan Negara, maka dituntut adanya kesadaran dan kepatuhan masyarakat untuk
membayar pajak bumi dan bangunan dengan benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Namun kenyataannya banyak hambatan yang dihadapi oleh aparatur Kelurahan
dalam pemungutannya. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat dalam
membayar pajak, kondisi ekonomi yang belum maksimal serta tingkat perkembangan intelektual
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan diatas maka peneliti merasa tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul “ Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkotaan (Studi pada Kelurahan Tegal Sari Mandala II) ”
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang menjadi perhatian
dalam penelitian adalah “ Bagaimana Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkotaan di Kelurahan Tegal Sari Mandala II ?”
I.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tingkat kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak
bumi dan bangunan sektor perkotaan di Kelurahan Tegal Sari Mandala II.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran dan kepatuhan wajib
pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan sektor perkotaan di Kelurahan Tegal
Sari Mandala II.
3. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan pihak Kelurahan dan fiksus dalam
meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan
I.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah :
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan bagi penulis dan
pembaca tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran dan Kepatuhan mayarakat dalam
membayar Pajak Bumi dan Bangunan.
2. Secara praktis, diharapkan sebagai referensi atau masukan bagi pihak Kelurahan serta Dinas
Pendapatan Daerah Kota Medan untuk meningkatkan pencapaian target pajak bumi dan
bangunan dimasa yang akan datang.
3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah ilmiah dan
sumbangan bagi pengembangan teori-teori dalam ilmu Administrasi Negara khususnya dalam
kaitan peningkatan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan
bangunan sektor perkotaan.
1.5 Kerangka Teori
Kerangka teori diperlukan untuk memudahkan penelitian, sebab ia merupakan pedoman
berfikir bagi peneliti. Oleh karena itu, seorang peneliti harus terlebih dahulu menyusun suatu
kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana ia menyoroti
masalah yang dipilihnya. Selanjutnya, menurut Singarimbun dan Effendi (1989: 37), teori adalah
serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu
fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Dalam
1.5.1 Gambaran Umum Mengenai Pajak 1.5.1.1 Definisi Pajak
Ada banyak pengertian pajak yang berbeda-beda dikemukakan oleh para ahli dalam
bidang perpajakan dan perundang-undangan meskipun makna dan tujuan utamanya adalah sama.
Beberapa pengertian pajak tersebut, antara lain sebagai berikut :
a. Pajak adalah iuran kepada kas negara (pengalihan kekayaan atau pendapatan individu
kepada negara) berdasarkan Undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat
jasa timbale balik secara langsung dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum
(Prof. DR.H Rochmat Soemitro, SH, 1990 : 5).
b. Pajak adalah iuran kepada kas negara (dapat dipaksakan) yang terhutang wajib
membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang
langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum
berhubungan dengan tugas negara untuk menjalankan pemerintahan (P.J.A.Adriani, 1992
: 2).
c. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasrkan Undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat (Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007).
d. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh pribadi atau Badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya
Dari beberapa pengertian pajak diatas dpat disimpulkan bahwa pajak adalah :
1. Iuran rakyat kepada kas negara dan daerah.
2. Bersifat memaksa karena berdasarkan Undang-undang
3. Tidak mendapatkan imbalan secara langsung.
4. Sebagai biaya pengeluaran umum negara dan daerah untuk menjalankan pemerintahan.
1.5.1.2 Fungsi Pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di
dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk
membiayai semua pengeluaran pembangunan. Ada dua fungsi pajak, yaitu fungsi penerimaan
(budgetair) dan fungsi mengatur (regulerend).
Fungsi budgetair adalah pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya, sedangkan fungsi regulerend adalah pajak sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi
(Mardiasmo, 2009 : 2).
Beberapa fungsi pajak dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Fungsi anggaran (budgetair / financial)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksankan
pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak.
Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,
pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari
pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan
pembangunan yang semakin meningkat ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
2. Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak.
Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar
negeri, dieberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi
produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar
negeri.
Jadi kesimpulannya, pajak berfungsi sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah dan mengatur kebijaksanaan pajak guna
mencapai tujuan pemerintah.
1.5.1.3 Jenis-jeni Pajak
Sesuai dengan asas pemungutan pajak, maka di Indonesia ditetapkan berbagai
pengelompokkan pajak agar dapat membedakan antara pajak yang satu dengan pajak yang lain.
Jenis pajak dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu (Mardiasmo, 2009 : 2).
a. Pajak menurut golongannya.
1) Pajak langsung adalah pajak yang beban pajaknya harus ditanggung sendiri oleh
wajib pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada wajib pajak yang
lain. Yang tergolong pajak ini adalah Pajak Penghasila (PPh).
2) Pajak tidak langsung adalah pajak yang beban pajaknya dapat dialihkan atau
dilimpahkan kepada pihak lain. Yang Tergolong pajak ini adalah Pajak Pertambahan
b. Pajak menurut sifatnya.
1) Pajak Subjektif adalah pajak yang pengenaanya memperhatikan pada keadaan
pribadi. Wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya.
Yang tergolong pajak ini adalah Pajak Penghasilan(PPh).
2) Pajak Objektif adalah pajak yang pengenaanya memperhatikan pada objeknya, baik
berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya
kewajiban membayar pajak tanpa memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak
maupun tempat tinggal. Yang tergolong pajak ini adalah Pajak Pertambahan Nilai
(PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penjualan atas barang mewah
(PPnBM), dan Bea materai.
c. Pajak menurut Lembaga pemungutannya.
1) Pajak Negara/Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah dan
Departemen Keuangan dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara pada
umumnya. Yang tergolong pajak ini adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas barang mewah (PPnBM), Bea
Materai.
2) Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat
I maupun daerah tingkat II dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah
masing-masing. Yang tergolong pajak daerah tingkat I adalah Pajak Kendaraan
bermotor, Bea balik nama dan yang tergolong pajak darah tingkat II adalah pajak
radio, pajak reklame, pajak hotel, pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak hiburan,
1.5.1.4 Asas Pemungutan Pajak
Dalam pemungutan pajak ada tiga macam cara yang biasa dilakukan (Suandy, 2008 : 40)
yaitu :
1. Asas Domisili (Tempat Tinggal)
Dalam asas ini, pemungutan pajak berdasarkan domisili atau tempat tinggal wajib pajak
dalam suatu negara. Negara dimana wajib pajak bertempat tinggal berhak memungut pajak
terhadap wajib pajak tanpa melihat dari mana pendapatan atau penghasilan tersebut
diperoleh, baik dalam negeri maupun luar negeri dan melihat kebangsaan atau
kewarganegaraan wajib pajak tersebut.
2. Asas Sumber
Pemungutan pajak didasarkan pada sumber pendapatan/penghasilan dalam suatu negara.
Menurut asas ini, negara yang menjadi sumber pendapatan/penghasilan tersebut berhak
memungut pajak tanpa memperhatikan domisili dan kewarganegaraan wajib pajak.
3. Asas Kebangsaan
Pemungutan pajak didasarkan pada kebangsaan atau kewarganegaraan dari wajib pajak,
tanpa melihat dari mana sumber pendapatan/penghasilan tersebut maupun di negara mana
tinggal (domisili) dari wajib pajak yang bersangkutan.
1.5.1.5 Tarif Pajak
Tarif pajak didefinisikan sebagai suatu angka tertentu yang digunakan sebagai dasar
perhitungan pajak. Secara garis besar, perpajakan mengenal empat tarif yaitu :
1. Tarif Progresif
Adalah tariff yang semakin tinggi dasar penggenaanya, sehingga menghasilkan jumlah
2. Tarif Degresif
Adalah kebalikan dari tariff progresif, yaitu semakin tinggi dasar penggenaannya
semakin rendah persentase tarifnya. Tetapi hingga saat ini belum ada terdapat jenis pajak
yang merupakan taruf ini.
3. Tarif Proporsional
Adalah tarif pajak yang semakin tinggi dasar pengenaanya semakin tinggi pula beban
pajak yang terutang. Misalnya tariff PPnBM.
4. Tarif Tetap
Adalah suatu tariff yang tidak dapat dipengaruhi oleh dasar pengenaannya, seperti yang
dianut oleh per Undang-undang Bea Materai.
1.5.1.6 Sistem Pemungutan Pajak
Pada dasarnya terdapat 3 sistem pemungutan pajak yang berlaku (Suandy, 2008 : 130),
yaitu :
1. Official Assesment System
Official Assesment System adalah sistem pemungutan pajak dimana jumlah pajak
yang harus dilunasi atau terutang oleh Wajib Pajak dihitung dan ditetapkan oleh
Fiskus/aparat pajak. Maka dalam sistem ini Wajib Pajak bersifat pasif sedangkan Fiskus
bersifat aktif. Dengan demikian, jika dihubungkan dengan ajaran timbulnya utang pajak,
maka official assessment system sesuai dengan timbulnya utang pajak menurut ajaran formil
Ciri-cirinya :
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
b. Wajib pajak bersifat pasif
c. Utang paajk timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
2. Self Assesment System
Self Assesment System adalah sistem pemungutan pajak dimana Wajib Pajak harus
menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan jumlah pajak yang terutang.
Untuk mensukseskan sistem Self Assesment System ini dibutuhkan beberapa prasyarat dari
wajib pajak, antara lain kesadaran wajib pajak (tax consciousness), kejujuran wajib pajak,
kemauan membayar pajak dari wajib pajak (tax mindedness), dan kedisiplinan wajib pajak
(tax discipline).
Ciri-cirinya :
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri.
b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak
yang terutang.
c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3. Withholding System
Withholding system adalah sistem pemungutan pajak dimana besarnya pajak
terhutang dihitung dan dipotong oleh pihak ketiga. Pihak ketiga yang dimaksud antara lain
Ciri-cirinya :
a. Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak
selain Fiskus dan Wajib pajak.
1.5.2 Pajak Bumi dan Bangunan
1.5.2.1 Definisi Pajak Bumi dan Bangunan
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan No. 3 Tahun 2011 yang dimaksud dengan
bumi dan bangunan
a. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Yang termasuk dalam
pengertian bumi meliputi :
tanah dan perairan pedalaman (rawa-rawa, tambak, perairan)
laut wilayah kabupaten/kota
b. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah atau
perairan pedalaman dan laut. Yang terrmasuk dalam pengertian bangunan meliputi :
jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik dan
emplasemennya, yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut
jalan tol
kolam renang
pagar mewah
tempat olah raga
tempat penampungan/kilang minyak,air dan gas, pipa minyak dan
menara.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan terhadap objek pajak
berupa bumi dan bangunan (Setiawan dan Hardi, 2006 : 125)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti
besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek pajak yaitu bumi dan bangunan, keadaan
subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang
(Waluyo, 2010 : 196)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan atas harta tak bergerak,
maka oleh sebab itu yang dipentingkan adalah objeknya dan oleh karena itu keadaan atau status
orang atau badan yang dijadikan subjek tidak penting dan tidak mempengaruhi besarnya pajak
(Soemitro dan Muttaqin, 2001 : 5)
Pajak Bumi dan Bangunan adalah Pajak Daerah yang di kenakan terhadap bumi dan atau
bangunan berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, khusus untuk Kota Medan telah tercantum dalam Peraturan Daerah Kota
Medan Nomor 3 Tahun 2011, Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan
Perkotaan.
1. Pajak Bumi dan Bangunan menurut UU PDRD No. 28 Tahun 2009
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Pajak atas bumi dan/atau
bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan,
kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha Perkebunan, Perhutanan dan
2. Pajak Bumi dan Bangunan menurut Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2011
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Pajak atas bumi dan/atau
bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan,
kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha Perkebunan, Perhutanan dan
Pertambangan.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan
adalah pungutan yang dikenakan terhadap bumi dan bangunan (harta yang tak bergerak) dan
merupakan pajak daerah (langsung) yang sebagian besar penerimaannya digunakan untuk
penyediaan fasilitas umum daerah.
1.5.2.2. Maksud dan Tujuan Pajak Bumi dan Bangunan
Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, bumi termasuk peraairan dan kekayaan
akan didalamnya dikuasai oleh Negara. Oleh karena itu bagi mereka yang memperoleh manfaat
dari bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya wajar menyerahkan sebagian dari
kenikmatan yang diperolehnya pada negara melalui pembayaran pajak.
Adapun maksud dan tujuan dari Pajak Bumi dan Bangunan tersebut adalah :
1. Menyederhanakan peraturan perundang-undangan sehingga mudah dimengerti oleh
rakyat.
2. Memberi dasar hukum yang kuat pada pemungutan pajak atas harta tidak bergerak dan
sekalian menyerasikan pajak atas harta tidak bergerak di semua daerah.
3. Memberikan kepastian hukum pada masyarakat, sehingga rakyat tahu sejauh mana hak
4. Menghilangkan pajak ganda yang terjadi sebagai akibat dari berbagai undang-undang
pajak yang sifatnya sama.
5. Memberikan penghasilan kepada daerah yang sangat diperlukan untuk menegakkan
otonomi daerah dan untuk pembangunan daerah.
6. Menambah penghasilan daerah.
1.5.2.3 Definisi Objek Pajak Bumi dan Bangunan 1.5.2.3.1 Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Objek Pajak Bumi dan Bangunan menurut Peraturan Daerah Kota Medan No. 3 Tahun
2011 adalah bumi dan bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang
pribadi atau badan kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan,
perhutanan, pertambangan.
Bumi dan bangunan memiliki jenis yang berbeda. Dalam hal ini bumi dan bangunan
dikelompokkan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta untuk memudahkan
perhitungan pajak yang terutang. Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah diperhatikan
faktor-faktor sebagai berikut:
a. Letak
b. Peruntukan
c. Pemanfaatan
d. Kondisi lingkungan dan lain-lain.
Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
b. Rekayasa
c. Letak
d. Kondisi lingkungan dan lain-lain.
1.5.2.3.2 Objek Pajak Bumi dan Bangunan yang dikecualikan
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan No. 3 Tahun 2013, Objek Pajak Bumi dan
Bangunan yang dikecualikan adalah :
1. Objek yang digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan.
2. Objek yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak untuk
mencari keuntungan antara lain:
di bidang ibadah, contoh: masjid, gereja, vihara.
di bidang kesehatan, contoh: rumah sakit.
di bidang pendidikan, contoh: madrasah, pesantren.
di bidang sosial, contoh: panti asuhan.
di bidang kebudayaan nasional, contoh: museum, candi.
3. Objek yang digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu.
4. Objek yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional dan
tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
5. Objek yang digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan
6. Objek yang digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan
dengan Peraturan Menteri Keuangan.
1.5.2.4 Subjek dan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan No. 3 Tahun 2013 Pasal 3 ayat (1) sampai (7)
yang termasuk sebagai subjek dan wajib pajak bumi dan bangunan yaitu :
(1) Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau Badan
yang secara nyata mempuyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi,
dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan.
(2) Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau Badan
yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi,
dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan
.(3) Dalam hal Objek Pajak belum jelas diketahui Wajib Pajaknya, Kepala Daerah dapat
menetapkan Subjek Pajak sebagai Wajib Pajak.
(4) Subjek Pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat memberikan
keterangan secara tertulis kepada Kepala Daerah bahwa ia bukan Wajib Pajak terhadap Objek
Pajak dimaksud.
(5) Bila keterangan yang diajukan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
disetujui , maka Kepada Kepala Daerah membatalkan penetapan sebagai Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu 1 (satu ) bulan sejak diterima surat
keterangan dimaksud.
(6) Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Kepala Daerah mengeluarkan
(7) Apabila setelah jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya keterangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Kepala Daerah tidak memberikan keputusan, maka
keterangan yang diajukan itu dianggap disetujui dan Kepala Daerah segera membatalkan
penetapan sebagai Wajib Pajak.
Maka dapat ditarik pengertian bahwa subjek pajak bumi dan bangunan adalah seorang
dalam artian pribadi atau badan hukum yang dinyatakan sebagai subjek hukum dan dikenakan
kewajiban membayar pajak sekaligus merupakan wajib pajak. Dengan kata lain bahwa wajib
pajak PBB adalah orang-orang atau badan hukum yang secara nyata mempunyai dan
memperoleh manfaat atas bumi dan bangunan dan dikenakan kewajiban membayar pajak
(Mardiasmo, 2004 : 273 - 274).
1.5.2.5 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Bumi dan Bangunan
Akibat perikatan pajak antara fiskus dan wajib pajak menimbulkan adanya hak dan
kewajiban pada kedua belah pihak. Berhubung dengan pajak bumi dan bangunan, hak dan
kewajiban wajib pajak antara lain sebagai berikut :
a. Hak Wajib Pajak
1. Mendapat penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan ketetapan
PBB.
2. Menerima surat pemberitahuan pajak terutang dari kepala lingkungan yang
bersangkutan.
3. Menerima surat tanda terima setoran PBB dari Bank yang tercantum pada SPPT atau
tanda terima sementara dari petugas pemungut PBB Kelurahan atau desa yang
b. Kewajiban Wajib Pajak
1. Mendatangani bukti tanda terima SPPT dan menyerahkannya kembali kepada
Lurah/Dispenda/Kantor penyuluhan pajak untuk diteruskan ke kantor pelayanan PBB
yang menerbitkan SPPT.
2. Melunasi PBB sebelum tanggal jatuh tempo ke tempat yang telah ditentukan.
1.5.2.6 Sistem Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan
Pemungutan pajak bumi dan bangunan masih menggunakan Official Assesment System
mengingat sangat luasnya pajak bumi dan bangunan yang akan meliputi sebagian besar dari
rakyat yang memiliki harta tidak bergerak, baik berupa tanah maupun bangunan. Dan mengingat
pula sebagian besar rakyat Indonesia tingkat pendidikannya masih dianggap belum memadai
untuk diserahi self assessment system (wajib pajak yang menentukan sendiri besarnya pajak
terutang).
Pengertian official assessment system adalah suatu sistem pemungutan yang memberi
wewenang pada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib
pajak.
Ciri-cirinya :
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
b. Wajib pajak bersifat pasif
c. Utang paajk timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
Dengan demikian timbulnya utang pajak akan memberi kewajiban kepada wajib pajak
setelah menerima ketetapan fiskus. Dalam rangka pendataan, subjek pajak harus mendaftarkan
objek pajaknya dengan mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP).
Dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan pedesaan perkotaan adalah jumlah
pembayaran atau yang seharusnya dibayar terhadap kepemilikan atas pajak bumi dan bangunan.
Berdasarkan Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
Perkotaan, dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan adalah nilai jual objek pajak (NJOP).
Besarnya nilai jual objek pajak (NJOP) ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun, kecuali untuk objek
pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya. Dalam
penetapan besarnya nilai jual objek pajak (NJOP) dilakukan oleh Kepala Daerah. Tarif Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan sebagai berikut :
1. Untuk NJOP sampai dengan Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) ditetapkan
sebesar 0,2 % (nol koma dua persen) pertahun.
2. Untuk NJOP diatas Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) ditetapkan sebesar 0,3 %
(nol koma tiga persen ) pertahun.
Besaran Pokok Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang
dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak setelah dikurangi Nilai Jual
Objek Tidak Kena Pajak. Hasil perhitungan besaran Pokok Pajak Bumi dan Bangunan yang
terhutang ditetapkan minimal sebesar Rp. 20.000,00 (dua puluh ribu rupiah).
1.5.2.8Alasan Pajak Bumi dan Bangunan Sebagai Pajak Daerah
1. Kondisi pelayanan sektor publik di Indonesia masih jauh dari memuaskan, sehingga
pendaerahan PBB akan membuat pemerintah daerah bersikap lebih transparan dan akuntabel.
2. Secara fisik, Indonesia merupakan wilayah yang sangat luas, sehingga menyulitkan untuk
3. Kondisi setiap wilayah adalah untuk dimana ada yang sangat kaya dengan sumber daya alam
di satu titik ekstrem sementara ada wilayah yang sama sekali tidak memiliki sumber daya alam,
dengan mengalihkannya menjadi pajak daerah, maka daerah-daerah akan terdorong lebih kreatif
dalam melakukan pengembangan PBB
4. Pemerintah pusat lebih memfokuskan usahanya untuk memikirkan hal-hal yang strategis bagi
kepentingan nasional, dan tidak terlibat lagi pada hal-hal yang dapat dilakukan oleh
daerah-daerah.
5. PBB bukanlah dan tidak dapat digunakan sebagai alat pemerataan fiskal yang dapat digunakan
sebagai alat pemerataan fiskal adalah DAU.
1.5.2.9 Keuntungan PBB Menjadi Pajak Daerah
1. Proses pendataan dan penilaian Objek dan Subjek PBB akan lebih baik. Hal ini dikarenakan
kantor Kelurahan akan lebih aktif melakukan pendataan. Keadaan ini dimungkinkan karena
kelurahan lebih mudah memonitor penambahan dan mutasiobjek maupun subjek pajak PBB
yang ada didaerahnya. Disamping itu pejabat penilai PBB akan lebih mudah melakukan proses
penilaian. Apalagi bila prestadi pendataan dan penilaian PBB merupakan bagian dari penilaian
kinerja yang dilakukan oleh kantor kelurahan setempat.
2. Penentuan target penerimaan PBB lebih mencerminkan potensi daerah dan sesuai dengan
target penerimaan dalam APBD yang disetujui oleh DPRD. Kondisi ini akan menyebabkan peran
serta mesyarakat dalam pembayaran PBB akan dapat lebih dioptimalkan sehingga akan lebih
meminimalkan tunggakan yang bakal terjadi. Disamping itu akan mudah memonitor penerimaan
PBB di setiap tempat pembayaran, yaitu dengan lebih meningkatkan koordinasi aparat kelurahan
3. Penetapan PBB akan lebih mudah dan terarah. Hal ini dikarenakan dengan hasil pendataan dan
penilaian yang andal dan baik akan menjamin penetapan subyek PBB yang terarah/tepat sasaran.
Dengan demikian dapat diminimalkan adanya dobel ketetapan atau salah penetapan.
4. Penentuan tarif dan nilai Jual Kena Pajak (NJKP) lebih fleksibel.
5. Pelayanan wajib pajak. Pelayanan yang baik akan menjamin peran serta masyarakat yang
lebih tinggi. Sehingga pada gilirannya akan lebih meningkatkan penerimaan dan tertib
administrasi.
6. Peningkatan koordinasi dan kinerja pegawai. Adanya pelimpahan sumber daya manusia ini
proses pembinaan dan peningkatan karir bagi pegawai akan lebih mudah dilakukan. Kondisi ini
berdampak terhadap peningkatan etos kerja dan koordinasi. Dengan demikian prestasi dan
kinerja pegawai juga dapat lebih ditingkatkan dan pada gilirannya akan akan meningkatkan
pengadministrasian Pajak Bumi dan Bangunan.
7. Efesiensi belanja dan anggaran Negara. Adanya pelimpahan wewenang pengelolaan PBB dari
Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah akan dapat menghemat DIK dan DIP dari anggaran
Negara. Dengan demikian anggaran yang ada dapat digunakan untuk kegiatan lain yang lebih
berdaya guna bagi kesejahteraan masyarakat.
1.5.3 Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan
1.5.3.1Definisi Kesadaran Wajib Pajak
Istilah kesadaran berasal dari kata “sadar” yang mempunyai arti merasa tahu dan ingat
kepada keadaan sebenarya, ingat akan dirinya, siuman ingat kembali dari keadaan pingsan dan
Imbuhan ke –an pada kata “sadar” sehingga membentuk istilah kesadaran bermakna
perbuatan atau proses menjadikan sadar. Kesadaran merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melaksanakan suatu tindakan tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.
Pengertian kesadaran menurut Freira (2002 : 125)
Kesadaran merupakan kemauan disertai dengan tindakan dari refleksi terhadap
kenyataan.
Menurut Padila dan Prior (2002 : 194)
Kesadaran merupakan suatu proses belajar dari pengalaman dan pengumpulan informasi
yang diterima untuk mendapatkan keyakinan dari pengalaman dan pengumpulan informasi yang
diterima untuk mendapatkan keyakinan diri yang mendorong dilakukannya suatu tindakan.
Pada hakikatnya kesadaran membayar pajak adalah suatu keadaan dimana (dalam hal ini)
wajib pajak berada dalam keadaan tahu, mengerti, dan tidak merasa dipaksa ataupun takut dalam
melaksanakan kewajibannya, karena adanya nilai-nilai hukum dalm diri wajib pajak dan adanya
pengetahuan bahwa suatu perilaku tertentu diatur oleh hukum.
Dari pengertian kesadaran diatas dan dihubungkan dengan Pajak Bumi dan Bangunan
dapat disimpulkan bahwa kesadaran wajib pajak berarti tingkat pengetahuan dan pemahaman
wajib pajak, antara lain tentang :
a. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan
b. Manfaat Pajak Bumi dan Bangunan
c. Pendaftaran objek pajak
e. Kegunaan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
f. Penetapan nilai Pajak Bumi dan Bangunan
g. Jangka waktu pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan
h. Pembayaran denda
i. Hak dan kewajiban wajib pajak
Kesadaran Wajib Pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan sering dikaitkan
dengan kerelaan dan kepatuhan dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan peraturan yang berlaku, terutama pada hal sebagai berikut :
a. Pengetahuan masyarakat, dimana semakin tinggi tingkat pengetahuan akan pentingnya
membayar pajak semakin mudah untuk menyadarkan Wajib Pajak, terutama mengenai
hubungan antara biaya dan manfaat dari setiap aktivitas pemerintah.
b. Tingkat pendidikan, hal ini diperlukan dalam pemahaman pajak dan pengisian formulir
pajak yang terkadang rumit bagi masyarakat.
c. Sistem yang berlaku, terutama pada sistem pajak yang adil dan sistem administrasi yang
mudah dan sederhana.
1.5.3.2Definisi Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia 1995 : 1013, istilah kepatuhan berarti tunduk
atau patuh pada ajaran atau aturan. Artinya untuk dapat melaksanakan kepatuhan seseorang
harus mengerti dan memahami adanya hukuman norma yang berlaku menyangkut suatu tindakan
yang akan dilakukan.
Kepatuhan pajak dalam hal ini diartikan bahwa wajib pajak mempunyai kesediaan untuk
memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakan
pemeriksaan, investigasi sesama, peringatan ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum
maupun administrasi.
Menurut Tjahjono (2006 : 29)
Kepatuhan wajib pajak adalah perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Menurut Nurmantu (2003 : 148)
Kepatuhan wajib pajak merupakan suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua
kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.
Kriteria wajib pajak patuh berdasarkan perpajakan adalah sebagai berikut :
a. Tepat waktu dalam menyampikan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) untuk semua jenis
pajak dalam dua tahun terakhir.
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh
izin untuk mengawasi atau menunda pembayaran pajak.
c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindakan pidana di bidang perpajakan
dalam jangka waktu 10 tahun.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepatuhan wajib pajak dalam
membayar pajak bumi dan bangunan adalah perilaku/tingkah laku wajib pajak untuk
melaksanakan hak perpajakannya dan memenuhi kewajiban perpajakannya seperti mengisi
tanpa ada tindakan pemaksaan, dan memasukkan dan melaporkan pada waktunya informasi yang
diperlukan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
1.5.3.3 Iklim Perpajakan
Walaupun organisasi perpajakan sudah dilengkapi dengan dua fungsi utamanya, yaitu
fungsi verifikasi/pemeriksaan (the audit fuction) dan fungsi pemungutan/penagihan pajak (the
collection fuction), satu hal yang dapat dipastikan bahwa kesadaran dan kepatuhan memenuhi
kewajiban perpajakan tidak hanya tergantung kepada masalah-masalah teknis saja yang
menyangkut metode pemungutan, teknis pemeriksaan, penyidikan, penerapan sanksi sebagai
perwujudan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, akan tetapi
tergantung pada kemauan (willingness) wajib pajak, sampai sejauh mana wajib pajak tersebut
akan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pada dasarnya tidak satu pun dari verifikasi atau metode teknis lainnya dapat diperluas
sampai mencapai jumlah wajib pajak yang cukup, agar diperoleh efek langsung yang
berpengaruh terhadap penerimaan pajak atau menjamin tercapainya kepatuhan membayar pajak
yang cukup tinggi. Prosedur teknik tersebut memang berperan dalam mengurangi penyeludupan
pajak, akan tetapi yang diharapkan adalah agar prosedur tersebut dapat membantu pembentukan
akal sehat para wajib pajak yang pada ajhirnya akan menghasilkan kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan para wajib pajak.
Menurut pengamatan Norman D. Nowak, peningkatan penerimaan pajak akibat verifikasi
aparat perpajakan, aktivitas para ahli hukum, para akuntan serta tekisi lainnya dan keputusan
peradilan pajak, biasanya hanya merupakan tiga sampai lima persen dari seluruh penerimaan
perpajakan. Misi utama dari intansi pajak adalah menciptakan dan mengembangkan ilim
perpajakan yang bercirikan :
- Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
- Mengisi formulir pajak dengan tepat.
- Menghitung pajak dengan jumlah yang besar.
- Membayar pajak tepat waktu.
Beberapa faktor yang penting yang dapat mempengaruhi pengembangan “state of mind”
tersebut tergantung antara lain kemampuan untuk meyakinkan para wajib pajak tentang tiga hal,
yaitu :
1. Kepercayaan yang penuh dari para wajib pajak bahwa pemerintah bersikap adil dan
masuk akal dalam hal pembebanan pajak terhadap setiap wajib pajak atau dengan
perkataan lain para wajib pajak yakin bahwa pajak tersebut diadministrasikan secara
efektif, sehingga tidak dirasakan oleh para wajib pajak adanya diskriminasi pajak dan
adanya keadilan dalam menanggung beban pajak.
2. Respek para wajib pajak terhadap pemerintah akan kemampuan dan kemauan baik dari
pemrintah untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
dengan tidak memihak. Agaknya, yang paling merusak moral wajib pajak apabila wajib
pajak mengetahui bahwa wajib pajak lainnya tidak mematuhi dan membayar pajak sesuai
dengan beban yang harus dipikulnya. Dalam hal ini administrator pajak harus bersikap
tegas terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan kebenaran tindakan atau
3. Suatu kenyataan yang dapat dilihat dan dirasakan oleh para wajib pajak, bahwa mereka
juga memperoleh manfaat atau keuntungan dari hasil pembayaran pajak seperti misalnya
jalan yang baik, sekolah yang cukup, rumah sakit yang memadai, keamanan, dan
sebagainya.
Beberapa pendekatan penting lainnya dalam rangka penciptaan iklim perpajakan yang
sehat tersebut, yang dapat dilakukan oleh instansi pajak dan merupakan tanggung jawabnya
untuk dikembangkan, adalah :
1. Sistem perpajakan yang adil
Pada dasarnya hampir semua orang berakhlak (bermoral) dan membayar pajak
bukanlah merupakan tindakan yang sederhana, tetapi terdapat banyak hal yang bersifat
emosional, yang dipengaruhi oleh akhlak tersebut. Meskipun kebanyakan orang mengeluh
mengenai pajak yang dibayarkan, namun ada juga beberapa dari mereka bangga melakukan
pembayaran pajakanya. Apabila semua masyarakat membayar pajak sesuai kemampuannya
dan bahwa setiap orang akan mempunyai tempat dan perlakuan yang sama apabila mereka
memenuhi kewajibannya, namun satu hal yang tetap menjadi masalah besar adalah
menyangkut “ berapa besarnya” jumlah pajak tersebut untuk dapat dianggap sebagai
penerimaan yang adil.
Apabila selanjutnya diinginkan pembebanan yang adil dan sekaligus peningkatan
penerimaan negara dari sektor perpajakan, satu-satunya tarif yang dianggap adil adalah
diterapkannya tarif progresif, adanya pengurangan berbentuk penghasilan tidak kena pajak
yang wajar serta beberapa pengurangan lainnya atas pengeluaran pribadi dengan catatan
kemunduran yang berarti dalam tingkat tabungan, investasi dan pertumbuhan ekonomi serta
meningkatkan pula penyeludupan pajak.
Tanpa dapat menyakinkan para wajib pajak bahwa adanya keadilan dalm sistem
perpajakan dan bahwa para wajib pajak membayar pajak sesuai dengan porsinya menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan maka tidaklah banyak yang dapat
diperbuat oleh administrator pajak untuk mengurangi penyeludupan pajak. Jumlah utang
pajak yang diseludupkan oleh orang kaya dan berkuasa apabila mereka benar-benar
melakukan penyeludupan pajak, akan merupakan lisensi bagi wajib pajak lainnya untuk
menyeludupkan pajak dan kecenderungan penurunan penerimaan pajak akibat penyeludupan
pajak tersebut akan berlipat ganda. Hal ini berarti pula bahwa kepercayaan wajib pajak
terhadap pemerintah dan sistem perpajakan yang adil telah hilang.
2. Sanksi administrasi dan pidana.
Wajib pajak merasa takut akan ancaman hukuman dalam hal ini diketahui oleh
instansi pajak bahwa dia melakukan penyeludupan pajak. Berkenaan dengan hal ini,
beberapa administrator pajak berpendapat bahwa sesungguhnya tidak diperlukan suatu
tindakan apapun, apabila dengan rasa takut dan ancaman hukuman saja wajib pajak sudah
akan mematuhi kewajibannya namun hal ini sangat tergantung kepada kebudayaan
masing-masing negara dan merupakan persoalan negara yang bersangkutan untuk memutuskan mana
yang terbaik untuk negaranya.
Penduduk diberbagai bagian di dunia ini merasa takut akan ancaman hukuman yang
berbeda-beda, tetapi pada umumnya para wajib pajk cenderung tidak takut akan ketetapan