(Studi Empiris pada Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Purworejo)
THE FACTORS THAT AFFECT THE WILLINGNESS
OF INDIVIDUAL TAXPAYERS TO MEET
THE OBLIGATION TO PAY TAX
(Empirical Study on Individual Taxpayers in KPP Pratama Purworejo)
Oleh
DIAH AYU PRAMITA SARI 20130420011
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
i
THE FACTORS THAT AFFECT THE WILLINGNESS OF INDIVIDUAL TAXPAYERS TO MEET
THE OBLIGATION TO PAY TAX
(Empirical Study on Individual Taxpayers in KPP Pratama Purworejo)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh
DIAH AYU PRAMITA SARI 20130420011
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
iv Nama : Diah Ayu Pramita Sari
Nomor Mahasiswa : 20130420011
Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEMAUAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
UNTUK MEMENUHI KEWAJIBAN MEMBAYAR PAJAK (Studi Empiris
pada Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Purworejo)” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila
ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut
dibatalkan.
Yogyakarta, 4 April 2017
v
Barangsiapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil & barangsiapa yang bersabar akan beruntung.
(QS. Al-Baqarah 2:152)
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.
(B. J. Habibie)
Dimanapun engkau berada selalulah menjadi yang terbaik dan berikan yang terbaik dari yang bisa kita berikan.
(Tung Desem Waringin)
Tidak ada kata Gagal yang ada hanyalah Sukses atau Belajar.
(Narimo ing pandum)
Menerima segala rintangan dengan ikhlas.
(Diah Ayu Pramita Sari)
Belajarlah dari kesalahan masa lalu, mencoba dengan cara yang berbeda dan selalu berharap untuk sebuah kesuksesan di masa depan.
vi
Karya Kecil ini ku persembahkan untuk:
Papah dan Mamahku tercinta
♥
Agus Pramono dan Sri Sugiharti
Terimakasih telah berjuang dengan penuh keikhlasan, menorehkan kasih sayang dengan penuh rasa ketulusan yang tak kenal lelah dan batas waktu, selalu memanjatkan segala doa yang tak henti-hentinya tercurahkan untuk putrimu ini yang tidak akan pernah bisa membalas semuanya sampai kapanpun.
♥Terimakasih Penyemangatku♥
Kakak-kakak kandungku tersayang
♥
Nova Hermawan
Agus Tri Wicaksono
Aryo Tejo Baskoro
Terimakasih atas segala doa, dukungan, motivasi dan kasih sayangnya, sehingga adikmu ini selalu bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
♥Terimakasih telah mengajariku untuk lebih mandiri♥
Sahabat-sahabatku
♥
Terimakasih atas segala doa, dukungan semangat dan kasih sayang yang telah kalian berikan hingga skripsi ini terselesaikan. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kalian dan memudahkan segala hal yang kalian cita-citakan.
Aamiin.
xiii
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Batasan Masalah Penelitian... 9
C. Rumusan Masalah Penelitian ... 9
D. Tujuan Penelitian ... 10
E. Manfaat Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
A. Landasan Teori ... 12
1. Teori Atribusi (Atribution Theory) ... 12
2. Technology Acceptance Model (TAM) ... 14
3. Pajak ... 15
4. Wajib Pajak ... 17
5. Kemauan Membayar Pajak (willingness to pay tax) ... 18
6. Kesadaran Membayar Pajak (the awareness of paying taxes) ... 19
xiv
C. Model Penelitian ... 32
BAB III METODE PENELITIAN... 33
A. Obyek atau Subyek Penelitian ... 33
B. Jenis Data ... 33
C. Teknik Pengambilan Sampel ... 34
D. Teknik Pengumpulan Data ... 34
E. Skala Pengukuran ... 35
F. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 35
G. Uji Kualitas Instrumen dan Data ... 39
1. Uji Validitas ... 39
2. Uji Reliabilitas ... 40
3. Uji Asumsi Klasik ... 40
H. Uji Hipotesis dan Analisis Data ... 42
1. Analisis Statistik Deskriptif ... 42
2. Analisis Regresi Linier Berganda ... 42
3. Uji Nilai t (Uji Parsial) ... 43
4. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R Square) ... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44
A. Gambaran Umum Obyek/Subyek Penelitian ... 44
1. Deskripsi Penelitian ... 44
2. Analisis Karakteristik Responden ... 45
B. Uji Kualitas Instrumen dan Data ... 47
1. Uji Statistik Deskriptif ... 47
2. Uji Kualitas Data ... 49
3. Uji Asumsi Klasik ... 52
C. Hasil Penelitian (Uji Hipotesis) ... 55
xv
5. Hasil Pengujian � ... 58
6. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R Square) ... 59
D. Pembahasan ... 60
1. Pengaruh Kesadaran Membayar Pajak terhadap Kemauan Membayar Pajak ... 60
2. Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kemauan Membayar Pajak .... 61
3. Pengaruh Sanksi Pajak terhadap Kemauan Membayar Pajak ... 62
4. Pengaruh Persepsi Kemudahan Penggunaan E-Billing terhadap Kemauan Membayar Pajak ... 63
BAB V SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN ... 65
A. Simpulan ... 65
B. Saran ... 66
C. Keterbatasan Penelitian ... 67
DAFTAR PUSTAKA
xvi
4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 45
4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 46
4.4. Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 47
4.5. Hasil Uji Validitas Variabel Kemauan Membayar Pajak ... 49
4.6. Hasil Uji Validitas Variabel Kesadaran Membayar Pajak ... 50
4.7. Hasil Uji Validitas Variabel Kualitas Pelayanan ... 50
4.8. Hasil Uji Validitas Variabel Sanksi Pajak ... 51
4.9. Hasil Uji Validitas Variabel Persepsi Kemudahan Penggunaan E-Billing .... 51
4.10. Hasil Uji Reliabilitas ... 52
4.11. Hasil Uji Normalitas ... 53
4.12. Hasil Uji Multikolinearitas ... 54
4.13. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 55
4.14. Hasil Uji Regresi Berganda ... 56
4. 15. Ringkasan Hasil Uji Hipotesis ... 59
vii
faktor yang memengaruhi kemauan Wajib Pajak Orang Pribadi untuk memenuhi
kewajiban membayar pajak. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Wajib
Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Purworejo. Jumlah sampel
yang digunakan sebanyak 90 responden yang telah dipilih dengan menggunakan
teknik incidental sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan metode
survei dengan kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi
linear berganda dengan menggunakan alat bantu analisis SPSS versi 22.0.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa kesadaran
membayar pajak dan persepsi kemudahan penggunaan e-Billing berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kemauan membayar pajak, sedangkan kualitas
pelayanan dan sanksi pajak tidak berpengaruh terhadap kemauan membayar
pajak.
Kata kunci: kesadaran membayar pajak, kualitas pelayanan, sanksi pajak dan
viii
willingness of individual taxpayers to meet the obligation to pay tax. Population
in this research was all individual taxpayers registered in the KPP Pratama
Purworejo. The number of samples used as many as 90 respondents who have
been selected by using incidental sampling technique. Data collection techniques
by using questionnaire survey method. Technique of data analysis used is multiple
linear regression by using the analysis tool SPSS version 22.0. Based on the
analysis that has been done obtained the result that the awareness of paying taxes
(AOPT) and perceived ease of use e-Billing (PEOUE) has positive and significant
effect on willingness to pay tax, while the quality of service (QOS) and tax
penalties (TP) don’t affect the willingness to pay tax (WTPT).
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Salah satu sumber pendapatan terbesar suatu negara berasal dari
sektor pajak. Banyak negara, termasuk Indonesia mengandalkan pajak
sebagai sumber penerimaan yang utama. Pajak sangat diandalkan untuk
kelangsungan hidup bangsa Indonesia terutama pada pembangunan nasional
dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu pajak banyak memberikan
kontribusi besar bagi pembangunan ekonomi di Indonesia dan sumber dana
yang penting bagi pembiayaan nasional (Caroko dkk., 2015). Salah satu jenis
pajak yang memberikan kontribusi terbesar adalah Pajak Penghasilan (PPh),
baik PPh Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) maupun PPh Wajib Pajak
Badan.
Menurut pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) menjelaskan
bahwa Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang meliputi pembayar
pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Undang-undang tersebut dengan jelas mencantumkan
bahwa salah satu kewajiban Wajib Pajak adalah membayar pajak. Dalam
Pergilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedangkan mereka dalam keadaan tunduk. (QS. At-Taubah 9:29).
Hal yang dapat dipetik dari arti ayat tersebut adalah mengajarkan
kepada seluruh umat beragama agar patuh terhadap kewajibannya untuk
membayar jizyah (pajak). Kepatuhan membayar pajak merupakan salah satu
kewajiban bagi pemerintah dan rakyat kepada Tuhan Yang Maha Esa, dimana
memiliki hak serta kewajiban yang harus dimiliki oleh pemerintah dan rakyat
(Tahar dan Rachman, 2014). Musthapa (2011) menyatakan:
“A wider definition of tax compliance, tax compliance should be
defined as Taxpayers' ability and willingness to comply with tax laws roomates are determined by ethics, legal environment and other
situational factors at a particular time and place”.
Berdasarkan kutipan di atas kepatuhan pajak didefinisikan sebagai
kemampuan dan kemauan dari pembayar pajak untuk mematuhi
undang-undang perpajakan dimana ditentukan oleh etika, lingkungan hukum dan
faktor situasional lain pada waktu dan tempat tertentu.
Fakta yang terjadi di Indonesia menurut data Kementerian Keuangan,
Bambang Brodjonegoro menyampaikan melalui pers bahwa setoran pajak
dari WP OP hanya Rp 9 triliun dari total realisasi penerimaan pajak yang
mencapai Rp 1.061 triliun di APBN-P 2015 (Ariyanti, 2016). Berdasarkan
data tersebut dapat disimpulkan bahwa penerimaan pajak khususnya dari PPh
penerimaan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi hanya Rp 9 triliun. Sebagai
negara yang besar, seharusnya Indonesia mendapatkan sumber penerimaan
yang besar juga khususnya dari sektor pajak. Jika penerimaan pajak tinggi,
maka pembangunan ekonomi di Indonesia akan semakin berkembang. Karena
besarnya kontribusi penerimaan pajak terhadap pendapatan negara sangat
memengaruhi jalannya roda pemerintahan dan perekonomian negara.
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam menjalankan roda
pemerintahan memerlukan dana yang tidak sedikit, sehingga pemerintah
berupaya menggali sumber-sumber dana khususnya yang berasal dari iuran
rakyat berupa pajak. Hal ini menunjukkan bahwa perpajakan sebagai salah
satu kegiatan pemerintah yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan
negara yang berasal dari iuran rakyat yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan dan penambahan pelayanan
publik, sehingga pemerataan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat
tercapai serta mengurangi kesenjangan sosial antar warga negara. Namun
untuk mencapai tujuan tersebut tidak selalu berjalan dengan lancar, salah satu
hal yang perlu diperhatikan adalah pemungutan pajak. Dalam melakukan
pemungutan pajak, dibutuhkan suatu sistem agar pemungutan dapat efektif
dan efisien.
Sejak tahun 1983 Indonesia menerapkan sistem pemungutan pajak
yaitu Self Assessment System (Witono, 2008). Self Assessment System adalah
suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib
2011). Wajib Pajak diberi kepercayaan yang lebih besar dalam menentukan
besarnya pajak yang harus dibayar (Budileksmana, 2000). Artinya Wajib
Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, menyetor dan melaporkan
sendiri pajak terutangnya. Menurut Hardiningsih dan Wati (2011) penerapan
Self Assessment System di Indonesia menyebabkan kebenaran pembayaran
pajak tergantung pada kejujuran dari Wajib Pajak dalam pelaporan kewajiban
perpajakannya. Wajib Pajak juga harus membuktikan bahwa perhitungan
kewajiban pajak mereka akurat, sedangkan petugas pajak hanya mengawasi
dan memeriksa pengembalian formulir pajak (Mansor dkk., 2004).
Hal yang harus diperhatikan dengan adanya Self Assessment System
adalah kemauan membayar pajak. Walaupun sudah ada undang-undang
perpajakan yang mengatur tentang kewajiban membayar pajak dengan benar
bagi Wajib Pajak, hal itu tidaklah cukup karena pemungutan pajak bukan
suatu pekerjaan yang mudah. Disamping adanya undang-undang perpajakan
dan peran aktif dari petugas pajak, kemauan membayar pajak merupakan hal
yang sangat penting untuk mengetahui sejauhmana Wajib Pajak mengerti
tentang ketentuan dan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Kemauan membayar pajak (willingness to pay tax) dapat diartikan
sebagai suatu nilai yang rela dikontribusikan oleh seseorang (yang ditetapkan
dengan peraturan) yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum
negara dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) secara langsung
(Rantung dan Adi, 2009). Penyebab kurangnya kemauan membayar pajak
Pajak. Hal ini terjadi karena masyarakat tidak pernah mengetahui wujud
konkret imbalan dari uang yang dikeluarkan untuk membayar pajak
(Widayati dan Nurlis, 2010). Banyak faktor yang diduga berpengaruh
terhadap kemauan membayar pajak, yaitu:
Faktor yang pertama adalah kesadaran membayar pajak. Kesadaran
memiliki pengaruh terhadap kemauan membayar pajak. Jika Wajib Pajak
sadar betapa pentingnya membayar pajak dan manfaat yang diterima dari
membayar pajak, maka Wajib Pajak akan cenderung mau untuk membayar
pajak. Hardiningsih dan Wati (2011) menyimpulkan bahwa kesadaran
membayar pajak berpengaruh positif terhadap kemauan membayar pajak. Hal
ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kesadaran yang dimiliki
Wajib Pajak, maka semakin meningkatkan kemauan Wajib Pajak untuk
membayar pajak.
Pendapat di atas sejalan dengan hasil penelitian Pratama (2014) bahwa
kesadaran membayar pajak berpengaruh positif terhadap kemauan membayar
pajak. Violita (2015) juga mendapatkan hasil bahwa kesadaran membayar
pajak berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak. Namun berbeda
dengan hasil penelitian Prastiwi (2013) yang sejalan dengan hasil penelitian
Handayani dkk., (2012) bahwa kesadaran membayar pajak tidak berpengaruh
terhadap kemauan membayar pajak WP OP yang melakukan pekerjaan bebas.
Faktor yang kedua adalah kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan yang
baik diharapkan mampu meningkatkan kemauan Wajib Pajak untuk
harus memenuhi lima dimensi, yaitu bukti fisik (tangible), perhatian
(emphaty), ketanggapan (responsiveness), keandalan (reliability) dan jaminan
(assurance). Dalam menyelenggarakan pelayanan, pihak penyedia jasa
pelayanan harus selalu berupaya untuk mengacu pada tujuan utama pelayanan
yaitu kepuasan pelanggan (Wajib Pajak). Kepuasan Wajib Pajak dapat diukur
dengan mempersepsikan jasa yang dirasakan dan diharapkan. Jika jasa
pelayanan perpajakan yang diberikan dirasa tidak sesuai dengan yang
diharapkan, maka Wajib Pajak tidak akan puas dan begitu juga sebaliknya.
Hardiningsih dan Wati (2011) menyimpulkan bahwa kualitas
pelayanan berpengaruh positif terhadap kemauan membayar pajak. Hal ini
menunjukkan bahwa Wajib Pajak telah mendapatkan pelayanan yang
memadai sehingga meningkatkan kemauan membayar pajak. Pendapat
tersebut sejalan dengan hasil penelitian Prastiwi (2013) bahwa kualitas
layanan fiskus berpengaruh positif terhadap kemauan membayar pajak WP
OP yang melakukan pekerjaan bebas. Violita (2015) juga mendapatkan hasil
bahwa kualitas layanan berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak,
sedangkan hasil penelitian Samrotun dan Kustiyah (2015) kualitas pelayanan
tidak berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak.
Faktor yang ketiga adalah sanksi pajak. Jika Wajib Pajak tidak
melaksanakan kewajibannya sesuai dengan peraturan yang ada, maka akan
dikenakan sanksi sesuai dengan sifat pelanggarannya. Sanksi tersebut dapat
berupa sanksi administrasi (denda, bunga dan kenaikan) dan sanksi pidana
dan pidana akan mendorong kepatuhan Wajib Pajak (Hutagaol dkk., 2007).
Wajib Pajak akan memenuhi kewajiban perpajakan apabila memandang
bahwa sanksi perpajakan akan lebih merugikannya (Jatmiko, 2006). Artinya
Wajib Pajak yang memahami hukum perpajakan dengan baik pasti akan
mematuhi kewajibannya untuk membayar pajak dibandingkan melanggar
peraturan yang akan merugikan dirinya sendiri secara materiil. Doran (2009)
menyatakan, mengapa pemerintah memberikan hukuman kepada orang-orang
yang tidak membayar pajak?. Jawabannya, karena pemerintah ingin
pembayar pajak mematuhi kewajiban pajak mereka.
Susmita dan Supadmi (2016) menyimpulkan bahwa sanksi pajak
berpengaruh positif terhadap kepatuhan pelaporan WP OP di KPP Pratama
Denpasar Timur. Artinya pengenaan hukuman kepada WP OP yang
melanggar peraturan pajak berupa sanksi pajak apabila diterapkan secara
tegas, maka dapat menaikkan kepatuhan WP OP. Hasil penelitian Kusuma
(2016) menunjukkan bahwa sanksi pajak berpengaruh positif terhadap
kepatuhan WP OP. Hasil penelitian Pratama (2014) menunjukkan bahwa
sanksi pajak berpengaruh negatif terhadap kemauan membayar pajak. Hasil
penelitian Masfufah (2013) dan Prastiwi (2013) menunjukkan bahwa sanksi
pajak tidak berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak.
Faktor lain yang diduga berpengaruh terhadap kemauan membayar
pajak adalah persepsi kemudahan penggunaan e-Billing. E-Billing merupakan
sistem pembayaran elektronik atau cara baru untuk membayar pajak secara
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-26/PJ/2014
tentang Sistem Pembayaran Pajak Secara Elektronik yang menjelaskan bahwa
sistem pembayaran pajak secara elektronik adalah bagian dari penerimaan
negara secara elektronik yang diadministrasikan oleh Biller Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) dan menerapkan Billing System (http://bit.ly/2hrbpcT).
Hasil penelitian Violita (2015) menemukan bahwa modernisasi
perpajakan berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak. Hasil penelitian
Susmita dan Supadmi (2016) menunjukkan bahwa e-Filing berpengaruh
positif terhadap kepatuhan pelaporan WP OP di KPP Pratama Denpasar
Timur. Artinya semakin baik kualitas yang diberikan akibat penerapan
e-Filing, maka dapat meningkatkan kepatuhan pelaporan WP OP. Hasil
penelitian Sulistyorini dkk., (2017) menunjukkan bahwa penerapan e-Billing
berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Hasil penelitian Mentari
(2016) menunjukkan e-Billing tidak berpengaruh terhadap penerimaan pajak.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Kemauan Wajib Pajak Orang Pribadi untuk Memenuhi Kewajiban
Membayar Pajak (Studi Empiris pada Wajib Pajak Orang Pribadi di
KPP Pratama Purworejo)”.
Penelitian ini merupakan kompilasi dari penelitian yang dilakukan
oleh Hardiningsih dan Wati (2011), Violita (2015) serta Susmita dan
Supadmi (2016). Perbedaan dengan penelitian Hardiningsih dan Wati (2011)
bebas. Perbedaan dengan penelitian Violita (2015) adalah teknik pengambilan
sampel menggunakan Incidental Sampling, sedangkan perbedaan dengan
penelitian Susmita dan Supadmi (2016) adalah menggunakan variabel
dependen kemauan membayar pajak dan salah satu variabel independen
menggunakan persepsi kemudahan penggunaan e-Billing serta tempat
penelitian dilakukan di KPP Pratama Purworejo.
B. Batasan Masalah Penelitian
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini hanya meneliti satu variabel dependen, yaitu kemauan
membayar pajak dan empat variabel independen, yaitu kesadaran
membayar pajak, kualitas pelayanan, sanksi pajak dan persepsi
kemudahan penggunaan e-Billing.
2. Sampel penelitian ini hanya Wajib Pajak Orang Pribadi yang berada di
KPP Pratama Purworejo.
C. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah:
1. Apakah kesadaran membayar pajak berpengaruh positif terhadap
kemauan membayar pajak?
2. Apakah kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kemauan
membayar pajak?
3. Apakah sanksi pajak berpengaruh positif terhadap kemauan membayar
4. Apakah persepsi kemudahan penggunaan e-Billing berpengaruh positif
terhadap kemauan membayar pajak?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk menguji secara empiris apakah kesadaran membayar pajak
berpengaruh positif terhadap kemauan membayar pajak.
2. Untuk menguji secara empiris apakah kualitas pelayanan berpengaruh
positif terhadap kemauan membayar pajak.
3. Untuk menguji secara empiris apakah sanksi pajak berpengaruh positif
terhadap kemauan membayar pajak.
4. Untuk menguji secara empiris apakah persepsi kemudahan penggunaan
e-Billing berpengaruh positif terhadap kemauan membayar pajak.
E. Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat yang diharapkan dari terlaksananya penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Manfaat di Bidang Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan di bidang perpajakan khususnya mengenai kemauan
Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban membayar pajak.
b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi penelitian
2. Manfaat di Bidang Praktik
a. Bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi untuk pengambilan keputusan dalam
meningkatkan kualitas pelayanan pajak demi tercapainya target
penerimaan pajak untuk setiap tahunnya.
b. Bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP), penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan mengenai tindakan yang dapat diambil oleh
KPP Pratama Purworejo guna meningkatkan kemauan Wajib Pajak
untuk membayar pajak.
c. Bagi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, penelitian ini sebagai
tambahan literatur dan bukti empiris mengenai faktor-faktor yang
memengaruhi kemauan Wajib Pajak Orang Pribadi untuk memenuhi
kewajiban membayar pajak.
d. Bagi Peneliti, dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti
serta dapat mengembangkan ilmu yang telah diperoleh khususnya
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Teori Atribusi (Atribution Theory)
Secara sederhana atribusi dapat diartikan sebagai suatu proses
bagaimana seseorang mencari kejelasan sebab-sebab dari perilaku orang
lain (Thoha, 1993). Menurut Robbins (1996) pada dasarnya teori atribusi
menyatakan bahwa apabila individu mengamati perilaku atau sikap orang
lain, maka individu tersebut akan mencoba menentukan apakah perilaku
orang lain itu ditimbulkan secara internal atau eksternal. Perilaku yang
ditimbulkan secara internal merupakan perilaku yang diyakini berada di
bawah kendali pribadi seseorang, sedangkan perilaku yang ditimbulkan
secara eksternal merupakan perilaku yang dipengaruhi dari luar diri
seseorang, artinya individu akan terpaksa berperilaku karena situasi dan
kondisi lingkungan sekitar (Jatmiko, 2006).
Penentuan internal atau eksternal menurut Robbins (1996)
tergantung pada tiga faktor, yaitu:
a. Kekhususan/kesendirian
Kekhususan artinya seseorang akan mempersepsikan perilaku orang
lain secara berbeda dalam situasi yang berlainan. Jika perilaku
bertindak sebagai pengamat akan memberikan atribusi eksternal
terhadap perilaku tersebut, sedangkan jika hal itu dianggap biasa,
maka akan dinilai sebagai atribusi internal.
b. Konsensus
Konsensus artinya apabila semua orang mempunyai kesamaan
pandangan dalam merespon perilaku seseorang dalam situasi yang
sama. Jika konsensusnya tinggi, maka termasuk atribusi internal,
sedangkan jika konsensusnya rendah, maka termasuk atribusi
eksternal.
c. Konsistensi
Konsistensi artinya apabila seseorang menilai perilaku orang lain
dengan respon yang sama dari waktu ke waktu. Semakin konsisten
perilaku tersebut, maka seseorang akan menghubungkan hal itu
dengan sebab-sebab internal.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa atribusi
merupakan salah satu proses pembentukan kesan atau persepsi mengenai
hal yang menyebabkan seseorang berperilaku. Atribusi juga merupakan
suatu proses untuk menarik kesimpulan dimana seseorang menentukan
faktor apa yang mendorong dirinya atau orang lain untuk berperilaku.
Alasan pemilihan teori ini, karena kemauan Wajib Pajak untuk
membayar pajak berkaitan dengan persepsi Wajib Pajak dalam membuat
penilaian terhadap pajak. Persepsi seseorang dalam membuat penilaian
eksternal dari orang tersebut, oleh karena itu teori atribusi ini sangat
relevan untuk menjelaskan maksud tersebut. Sejalan dengan pendapat
Tahar dan Rachman (2014) yang menyatakan bahwa aspek-aspek yang
memengaruhi rakyat dalam membayar pajak dapat disebabkan oleh faktor
internal dan eksternal.
2. Technology Acceptance Model (TAM)
Technology Acceptance Model (TAM) merupakan salah satu teori
tentang penggunaan sistem teknologi informasi yang dianggap sangat
berpengaruh dan umumnya digunakan untuk menjelaskan penerimaan
individu terhadap penggunaan sistem teknologi informasi (Laihad, 2013).
Teori ini pertama kali dikenalkan oleh Davis (1989) yang mendefinisikan
TAM sebagai salah satu model yang digunakan untuk memprediksi dan
menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi diterimanya penggunaan
teknologi komputer.
Menurut Davis (1989) terdapat dua faktor yang memengaruhi
minat individu terhadap penggunaan teknologi, yaitu:
a. Persepsi Kemanfaatan (perceived usefulness)
Persepsi Kemanfaatan yaitu sejauh mana seseorang percaya bahwa
menggunakan sistem tertentu akan meningkatkan kinerja pekerjaan
mereka. Sebuah sistem yang dirasakan tinggi manfaatnya merupakan
salah satu bukti bahwa pengguna percaya pada adanya hubungan
b. Persepsi Kemudahan (perceived ease of use)
Persepsi Kemudahan yaitu sejauh mana seseorang percaya bahwa
menggunakan sistem tertentu akan bebas dari usaha besar atau
kesulitan. Sebuah sistem yang dianggap lebih mudah digunakan dari
pada yang lain, tentunya akan lebih dapat diterima oleh pengguna.
Artinya pengguna akan selalu menggunakan sistem tersebut setelah
mengetahui cara yang lebih mudah untuk dipelajari dan diterapkan.
TAM dalam penelitian ini digunakan sebagai dasar pengambilan
variabel independen yaitu persepsi kemudahan penggunaan e-Billing,
karena TAM merupakan teori yang digunakan untuk melihat bagaimana
suatu sistem teknologi dapat memengaruhi pengguna dari teknologi
tersebut pada aktivitas pengguna yang berkaitan dengan aktivitas
perpajakan (Susmita dan Supadmi, 2016). Pengguna teknologi pada
penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi, sedangkan penerapan
teknologinya adalah e-Billing. TAM diharapkan dapat menjelaskan bahwa
persepsi kemudahan penggunaan e-Billing dapat memengaruhi kemauan
Wajib Pajak Orang Pribadi untuk membayar pajak.
3. Pajak
Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH:
Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang KUP:
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Inti dari definisi pajak di atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa
pajak merupakan iuran wajib yang dibebankan kepada rakyat (individu
atau badan) untuk kas negara dan pemungutannya dipaksakan oleh
undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang bermanfaat
bagi masyarakat. Dalam hal balas jasa dengan tujuan untuk kemakmuran
rakyat, pemerintah mewujudkannya kepada masyarakat dalam bentuk
pelayanan publik dan pembangunan, seperti jalan raya, jembatan dan
fasilitas umum lainnya (Amaliyah dan Murtin, 2010).
Menurut Mardiasmo (2011) pajak yang dipungut oleh pemerintah
mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Fungsi Penerimaan (budgetair)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran rutin negara. Artinya pajak
merupakan sumber penerimaan utama bagi negara. Sebagai contoh:
dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
b. Fungsi Mengatur (regulerend)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
Sebagai contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap
minuman keras, barang-barang mewah dan tarif pajak untuk ekspor
sebesar 0%.
4. Wajib Pajak
Menurut pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
tentang KUP, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan (subjek pajak)
meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak yang
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Setiap warga negara mempunyai kewajiban perpajakan dimulai
sejak memenuhi persyaratan subyektif dan obyektif. Setiap Wajib Pajak
yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif wajib memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). NPWP adalah nomor pajak yang
diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi
perpajakan, yang digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas
Wajib Pajak untuk mempermudah dalam melaksanakan hak dan
kewajiban perpajakannya. Setiap hal yang berhubungan dengan dokumen
perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan untuk mencantumkan NPWP yang
dimilikinya (Nugroho, 2012).
Penelitian ini berkaitan dengan Wajib Pajak Orang Pribadi (WP
OP). WP OP adalah orang pribadi yang memenuhi persyaratan subjektif
dan objektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
berada di Indonesia lebih dari 183 hari (tidak harus berturut-turut) dalam
jangka waktu 12 bulan atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak
berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia (Fikriningrum, 2012).
5. Kemauan Membayar Pajak
Menurut Fikriningrum (2012) kemauan merupakan dorongan dari
dalam diri seseorang berdasarkan pertimbangan pemikiran dan perasaan
yang menimbulkan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu,
sedangkan kemauan membayar merupakan suatu keadaan dimana
seseorang rela untuk mengeluarkan dan mengorbankan uangnya untuk
memperoleh barang atau jasa (Widaningrum 2007 dalam Widayati dan
Nurlis, 2010). Pajak merupakan prestasi yang dipaksakan oleh negara dan
terutang kepada Wajib Pajak, tanpa ada kontraprestasi dan semata-mata
digunakan untuk membiayai pengeluaran umum (Violita, 2015).
Berdasarkan penjelasan di atas, kemauan membayar pajak diartikan
sebagai suatu nilai atau tindakan moral yang secara sukarela dilakukan
oleh Wajib Pajak dengan mengeluarkan uang sesuai dengan peraturan
yang berlaku, dimana uang tersebut akan dipergunakan untuk keperluan
umum negara dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dari
negara. Hal serupa diungkapkan oleh Rantung dan Adi (2009) bahwa
kemauan membayar pajak dapat diartikan sebagai suatu nilai yang rela
digunakan untuk membiayai pengeluaran umum negara dengan tidak
mendapat jasa timbal (kontraprestasi) secara langsung.
Kemauan membayar pajak yang dimaksudkan dalam penelitian ini
adalah sebagai persiapan Wajib Pajak dalam melakukan pembayaran
pajak serta faktor yang berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak.
Oleh karena itu penelitian ini akan mengkaji lebih jauh tentang
faktor-faktor yang diduga memengaruhi kemauan Wajib Pajak Orang Pribadi
untuk memenuhi kewajiban membayar pajak, yaitu kesadaran membayar
pajak, kualitas pelayanan, sanksi pajak dan persepsi kemudahan
penggunaan e-Billing.
6. Kesadaran Membayar Pajak (the awareness of paying taxes)
Kesadaran merupakan unsur dalam diri manusia dalam memahami
realita dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi terhadap realita.
Kesadaran yang dimiliki oleh manusia, yaitu kesadaran dalam diri, akan
diri sesama, masa silam dan kemungkinan masa depannya (Widayati dan
Nurlis, 2010).
Berdasarkan definisi di atas, kesadaran merupakan sikap atau
perilaku manusia yang didasari unsur untuk mau melakukan suatu hal
yang akan dilakukan dan apa yang seharusnya dilakukan. Perilaku yang
berkaitan dengan pekerjaan atau kegiatan tentu sangat dipengaruhi oleh
niat atau motivasi. Seseorang yang memiliki niat untuk melakukan
sesuatu akan mencoba untuk menerapkan hal tersebut dengan baik
mempunyai arti keadaaan dimana seseorang mengetahui, mengerti dan
memahami tentang cara membayar pajak.
Irianto (2005) dalam Rantung dan Adi (2009) menguraikan
beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong Wajib
Pajak untuk membayar pajak, antara lain:
a. Kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam
menunjang pembangunan negara dengan menyadari bahwa Wajib
Pajak mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari
pemungutan pajak yang dilakukan. Pajak disadari dan digunakan
untuk pembangunan negara guna meningkatkan kesejahteraan warga
negara.
b. Kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan
beban pajak berdampak pada kurangnya sumber daya finansial yang
dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan negara.
c. Kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat
dipaksakan. Wajib Pajak akan membayar pajak karena pembayaran
pajak disadari memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan
kewajiban mutlak setiap warga negara.
7. Kualitas Pelayanan (the quality of service)
Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk, jasa manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan dari pihak yang menginginkannya (Hardiningsih dan
orang lain yang ditunjukkan dengan memberikan informasi, fasilitas,
motivasi dan sarana tanpa adanya kepemilikan dan digunakan untuk
memberikan rasa nyaman dan aman serta puas, sehingga orang tersebut
merasa dihargai (Tahar dan Rachman, 2014). Pelayanan pada sektor
perpajakan dapat diartikan sebagai pelayanan yang diberikan oleh DJP
kepada Wajib Pajak untuk membantu Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya (Jotopurnomo dan Yenni, 2013).
Pelayanan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelayanan
yang dilakukan oleh fiskus (petugas pajak) kepada Wajib Pajak saat
berada di KPP. Pelayanan ini dapat berupa keramahan dalam melayani,
cepat dalam merespon, adil dan tegas agar Wajib Pajak merasa dihargai,
sehingga Wajib Pajak taat dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Hubungan Wajib Pajak dengan petugas pajak dapat dimodelkan sebagai
kontrak implisit yang melibatkan ikatan emosional yang kuat dan
loyalitas (Cevik dan Harun, 2013).
Menurut Bitner dkk., (2010) kualitas pelayanan yang baik harus
memenuhi lima dimensi, yaitu:
a. Berwujud (tangible) adalah seluruh bentuk penampilan fisik dari
pemberi pelayanan, meliputi fasilitas fisik, perlengkapan dan sarana
komunikasi.
b. Perhatian (emphaty) adalah sikap kontrak petugas pajak maupun
dalam melakukan komunikasi yang baik, perhatian pribadi, perhatian
dan memahami kebutuhan maupun kesulitan Wajib Pajak.
c. Ketanggapan (responsiveness) adalah kemampuan atau keinginan
petugas pajak untuk membantu dan memberikan pelayanan yang
dibutuhkan Wajib Pajak. Hal ini berkaitan dengan tanggung jawab
dan keinginan untuk memberikan jasa yang prima serta membantu
Wajib Pajak apabila menghadapi masalah yang berkaitan dengan
perpajakan.
d. Keandalan (reliability) adalah kemampuan untuk memberikan
pelayanan yang dijanjikan dengan tepat dan kemampuan dapat
dipercaya, terutama dalam memberikan pelayanan secara tepat dengan
cara yang sesuai dengan jadwal yang telah dijanjikan tanpa melakukan
kesalahan.
e. Jaminan (assurance) adalah jaminan yang diberikan oleh Kantor
Pelayanan Pajak kepada Wajib Pajak pada saat mempergunakan
pelayanan. Jaminan tersebut mencakup pengetahuan, kemampuan,
kesopanan dan kejujuran yang dimiliki para petugas pajak.
Menurut Susmita dan Supadmi (2016) kualitas pelayanan adalah
seluruh pelayanan terbaik yang diberikan dengan tujuan untuk tetap
menjaga kepuasan bagi Wajib Pajak di KPP dan dilakukan berdasarkan
undang-undang perpajakan. Hal ini sejalan dengan pendapat Nugroho
(2012) bahwa pelayanan yang baik adalah salah satu faktor yang penting
pelayanan dapat dikatakan baik, apabila usaha yang dijalankan sesuai
dengan apa yang diharapkan oleh pihak yang diberi layanan. Artinya
kualitas pelayanan merupakan pelayanan fiskus yang dapat memberikan
kepuasan kepada Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya
dan tetap dalam batas untuk memenuhi standar pelayanan yang dapat
dipertangggungjawabkan serta harus dilakukan secara terus-menerus.
8. Sanksi Pajak (tax penalties)
Jatmiko (2006) mendefinisikan sanksi sebagai hukuman negatif
bagi pelanggar peraturan. Peraturan atau undang-undang merupakan
rambu-rambu bagi seseorang untuk melakukan sesuatu mengenai apa
yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan. Sanksi
diperlukan agar peraturan atau undang-undang tidak dilanggar.
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dipatuhi atau
dengan kata lain sebagai alat pencegah agar Wajib Pajak tidak melanggar
norma perpajakan (Mardiasmo, 2011). Agar norma perpajakan dipatuhi,
maka harus ada sanksi bagi pelanggarnya. Dalam undang-undang
perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu:
a. Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada negara
khususnya yang berupa bunga dan kenaikan. Sanksi administrasi,
b. Sanksi Pidana
Sanksi pidana merupakan siksaan atau penderitaan dengan kata lain
sebagai alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar
norma perpajakan dipatuhi. Menurut norma perpajakan sanksi pidana,
yaitu: denda pidana, kurungan dan penjara.
Menurut Tahar dan Sandy (2012) dari segi penegakan hukum,
pemerintah harus menerapkan hukum dengan adil kepada semua orang.
Hal ini dilakukan jika ada Wajib Pajak yang tidak membayar pajak
(siapapun dia), maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Menurut Caroko dkk., (2015) sanksi merupakan cara yang
dilakukan fiskus agar Wajib Pajak tidak melakukan kecurangan dalam
membayar pajak. Dengan beratnya sanksi yang diberikan berupa sanksi
administrasi dan sanksi pidana kepada Wajib Pajak yang melanggar
diharapkan Wajib Pajak jera dan memiliki motivasi untuk membayar
pajak.
9. Persepsi Kemudahan Penggunaan E-Billing (perceived ease of use e-Billing)
Saat ini Wajib Pajak dapat lebih mudah dalam hal pemenuhan
kewajiban perpajakan dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas elektronik
yang telah disediakan Direktorat Jenderal Pajak. Salah satu fasilitas
tersebut adalah e-Billing. E-Billing merupakan sistem pembayaran pajak
elektronik atau cara baru untuk membayar pajak secara online melalui
dapat membayar pajak melalui internet kapan saja dan dimana saja Wajib
Pajak berada (Avianto dkk., 2016). Menurut Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor Per-26/PJ/2014 tentang Sistem Pembayaran Pajak Secara
Elektronik, e-Billing adalah metode pembayaran pajak secara elektronik
dengan menggunakan kode Billing. Kode Billing adalah kode identifikasi
yang diterbitkan melalui sistem Billing atas suatu jenis pembayaran pajak
yang akan dilakukan oleh Wajib Pajak (http://bit.ly/2hrbpcT).
Penerapan e-Billing ini bertujuan untuk memberikan kemudahan
bagi Wajib Pajak dalam melakukan pembayaran pajak. Kemudahan yang
diberikan diharapkan dapat memberikan motivasi bagi Wajib Pajak untuk
membayar pajak khususnya bagi WP OP. Berdasarkan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor Per-47/PJ/2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Uji
Coba Penerapan Sistem Pembayaran Pajak Secara Elektronik (Billing
System) dalam Sistem Modul Penerimaan Negara (MPN), Billing System
adalah serangkaian proses yang meliputi kegiatan pendaftaran peserta
Billing, pembuatan kode Billing dan rekonsiliasi Billing dalam sistem
MPN. MPN yaitu modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur
mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan,
pengikhtisaran sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan
penerimaan negara bagian dari sistem pembendaharaan dan anggaran
negara (http://bit.ly/2j5nSRI).
Modul Penerimaan Negara yang digunakan pada layanan e-Billing
merupakan sistem penerimaan negara yang menggunakan Surat Setoran
Elektronik (SSE). SSE adalah surat setoran yang berdasarkan pada sistem
Billing. Sistem pembayaran elektronik (billing system) berbasis MPN-G2
yang memfasilitasi Wajib Pajak untuk membayarkan pajaknya dengan
lebih mudah, lebih cepat dan lebih akurat.
(http://www.pajak.go.id/e-billing).
B. Hipotesis
1. Pengaruh Kesadaran Membayar Pajak terhadap Kemauan
Membayar Pajak
Setiap WP OP pasti memiliki tingkat kesadaran yang berbeda-beda
dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Kesadaran membayar
pajak merupakan unsur dari dalam diri manusia, dalam memahami realita
dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi terhadap realita untuk patuh
membayar pajak kepada kas negara yang digunakan untuk kepentingan
bersama. Ketika Wajib Pajak memiliki kesadaran terhadap kewajiban
perpajakannya berarti Wajib Pajak mau membayar pajak karena merasa
tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang sifatnya memaksa. Jika
Wajib Pajak memiliki kesadaran yang tinggi dalam membayar pajak,
maka kemauan untuk membayar pajak juga tinggi dan penerimaan pajak
akan meningkat.
Hasil penelitian Violita (2015) memberikan dukungan empiris
untuk teori atribusi, bahwa kesadaran Wajib Pajak merupakan suatu
Ketika Wajib Pajak memiliki kesadaran akan pentingnya membayar
pajak, tentu akan mendukung pemerintah dalam membangun negara. Jika
Wajib Pajak memiliki tingkat kesadaran, maka akan menunjukkan nilai
pribadi Wajib Pajak tersebut sebagai warga negara.
Pendapat di atas sejalan dengan hasil penelitian Hardiningsih dan
Wati (2011), Pratama (2014) serta Violita (2015) yang menunjukkan
bahwa kesadaran membayar pajak berpengaruh positif terhadap kemauan
membayar pajak, namun berbeda dengan hasil penelitian Prastiwi (2013)
yang menunjukkan bahwa kesadaran membayar pajak tidak berpengaruh
terhadap kemauan membayar pajak. Berdasarkan uraian tersebut dan hasil
penelitian terdahulu maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
� : Kesadaran membayar pajak berpengaruh positif terhadap
kemauan membayar pajak.
2. Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kemauan Membayar Pajak
Berdasarkan teori atribusi, kualitas pelayanan merupakan perilaku
yang timbul atas dorongan eksternal. Pelayanan yang baik yaitu meliputi
cara petugas pajak dalam melayani Wajib Pajak, cara bertutur kata dan
berperilaku serta cara berpenampilan. Maksud dari cara berpenampilan
yaitu cara berpakaian yang rapi dan sopan sehingga layak dipandang.
Wajib Pajak tentunya menginginkan pelayanan yang berkualitas
dari fiskus (petugas pajak). Suatu pelayanan dapat dikatakan baik, apabila
usaha yang dijalankan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pihak
fiskus yang dapat memberikan kepuasan kepada Wajib Pajak dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya dan tetap dalam batas untuk
memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertangggungjawabkan serta
harus dilakukan secara terus-menerus.
Kualitas pelayanan tersebut merupakan pelayanan yang dapat
memberikan kepuasan kepada Wajib Pajak saat berada di KPP. Semakin
baik kualitas pelayanan pajak, maka akan semakin tinggi kemauan Wajib
Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Kualitas pelayanan
yang baik diharapkan mampu meningkatkan tingkat kemauan Wajib
Pajak dalam membayar pajak. Artinya ketika kualitas pelayanan semakin
meningkat, hal ini akan memotivasi Wajib Pajak untuk melakukan
kewajibannya.
Hasil penelitian Hardiningsih dan Wati (2011), Prastiwi (2013)
serta Violita (2015) menunjukkan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh
positif terhadap kemauan membayar pajak, sedangkan hasil penelitian
Samrotun dan Kustiyah (2015) menunjukkan bahwa kualitas pelayanan
tidak berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak. Berdasarkan
uraian tersebut dan hasil penelitian terdahulu, maka dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
� : Kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kemauan
3. Pengaruh Sanksi Pajak terhadap Kemauan Membayar Pajak
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dipatuhi atau
dengan kata lain sebagai alat pencegah agar Wajib Pajak tidak melanggar
norma perpajakan (Mardiasmo, 2011). Menurut Caroko dkk., (2015)
sanksi merupakan cara yang dilakukan fiskus agar Wajib Pajak tidak
melakukan kecurangan dalam membayar pajak. Dengan beratnya sanksi
yang diberikan berupa sanksi administrasi dan sanksi pidana kepada
Wajib Pajak yang melanggar, diharapkan Wajib Pajak jera dan memiliki
motivasi untuk membayar pajak. Adanya sanksi perpajakan ini bertujuan
agar Wajib Pajak mematuhi norma perpajakan. Wajib Pajak akan lebih
memilih membayar pajak dari pada dikenakan sanksi perpajakan yang
akan lebih banyak merugikan dirinya.
Hasil penelitian Susmita dan Supadmi (2016) menunjukkan bahwa
sanksi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan WP OP
di KPP Pratama Denpasar Timur. Artinya, pengenaan hukuman kepada
WP OP yang melanggar peraturan pajak berupa sanksi pajak apabila
diterapkan secara tegas dapat menaikkan kepatuhan Wajib Pajak dalam
membayar pajak. Hasil penelitian Kusuma (2016) menunjukkan bahwa
sanksi pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan WP OP, sedangkan
hasil penelitian Masfufah (2013) dan Prastiwi (2013) menunjukkan bahwa
Berdasarkan uraian tersebut dan hasil penelitian terdahulu, maka
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
� : Sanksi pajak berpengaruh positif terhadap kemauan membayar
pajak.
4. Pengaruh Persepsi Kemudahan Penggunaan E-billing terhadap Kemauan Membayar Pajak
Saat ini Wajib Pajak dapat lebih mudah dalam pemenuhan
kewajiban perpajakan dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas elektronik
yang telah disediakan oleh DJP. Salah satu fasilitas tersebut adalah
e-Billing. E-Billing merupakan sistem pembayaran pajak elektronik atau
cara baru untuk membayar pajak secara online. Penerapan e-Billing ini
bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam
melakukan pembayaran pajak. Kemudahan yang diberikan diharapkan
dapat memberikan motivasi bagi Wajib Pajak untuk membayar pajak,
khususnya bagi WP OP.
Diterapkannya e-Billing ini merupakan suatu langkah awal yang
dilakukan oleh DJP dalam rangka modernisasi sistem perpajakan di
Indonesia yang diharapkan dapat memberikan kualitas pelayanan yang
lebih baik sehingga akan memberikan kepuasan bagi Wajib Pajak. Wajib
Pajak yang puas terhadap kualitas pelayanan ini diharapkan mampu untuk
merubah perilakunya dalam melaksanakan kewajiban membayar pajak,
Hasil penelitian Violita (2015) menunjukkan bahwa modernisasi
perpajakan berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak. Hasil
penelitian Susmita dan Supadmi (2016) menunjukkan bahwa penerapan
e-Filing berpengaruh positif terhadap kepatuhan pelaporan WP OP di KPP
Pratama Denpasar Timur. Hasil penelitian Sulistyorini dkk., (2017)
menunjukkan bahwa penerapan e-Billing berpengaruh positif terhadap
kepatuhan Wajib Pajak, sedangkan hasil penelitian Mentari (2016)
menunjukkan bahwa e-Billing tidak berpengaruh terhadap penerimaan
pajak. Berdasarkan uraian tersebut dan hasil penelitian terdahulu, maka
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
C. Model Penelitian
Penelitian ini menguji empat variabel independen yang meliputi
kesadaran membayar pajak, kualitas pelayanan, sanksi pajak dan persepsi
kemudahan penggunaan e-Billing. Variabel dependen yang digunakan
adalah kemauan membayar pajak. Model penelitian dapat dilihat pada
Gambar 2.1. yang menggambarkan pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen.
GAMBAR 2. 1.
Model Penelitian
+
+
+
+
Kemauan Membayar Pajak
Persepsi Kemudahan Penggunaan e-Billing
Kualitas Pelayanan
Sanksi Pajak Kesadaran Membayar
33
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Obyek atau Subyek Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulan. Sampel merupakan
bagian dari populasi yang digunakan sebagai subyek penelitian (Sugiyono,
2010). Dalam penelitian ini yang menjadi obyek penelitian adalah KPP
Pratama Purworejo, sedangkan subyeknya adalah seluruh WP OP yang
terdaftar di KPP Pratama Purworejo. Sampel dalam penelitian ini adalah WP
OP yang berada di KPP Pratama Purworejo.
B. Jenis Data
Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan
metode survey. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer.
Data primer yang diperoleh langsung dari sumber tanpa perantara. Instrumen
yang digunakan adalah kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan kepada WP OP yang berada di KPP Pratama Purworejo yang
dikumpulkan secara khusus dan berkaitan langsung dengan permasalahan
C. Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh WP OP yang terdaftar di
KPP Pratama Purworejo. Sampel dalam penelitian ini adalah WP OP yang
berada di KPP Pratama Purworejo yang telah ditentukan dengan
menggunakan teknik non probability sampling. Non probability sampling
merupakan teknik pengambilan sampel yang tidak memberi kesempatan sama
bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik incidental sampling.
Incidental sampling merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan
kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti
dapat digunakan sebagai sampel, apabila orang yang kebetulan ditemui cocok
sebagai sumber data (Sugiyono, 2010).
D. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer, sehingga metode
pengumpulan data yang digunakan adalah metode survey. Menurut Jogiyanto
(2014) survey adalah metode pengumpulan data primer dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan kepada responden-responden secara tertulis. Dalam
melakukan pendekatan survey, peneliti menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpulan data. Kuesioner diberikan secara langsung kepada WP OP yang
sedang berada di KPP Pratama Purworejo. Kuesioner bersifat tertutup dimana
jawaban telah disediakan oleh peneliti, sehingga responden hanya memilih
jawaban yang telah disediakan dengan memberikan tanda centang (√) sesuai
E. Skala Pengukuran
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini diukur dengan
menggunakan skala likert 1-5 poin. Menurut Sugiyono (2010) skala likert
adalah skala yang mengukur variabel dengan menjabarkan variabel menjadi
indikator variabel, kemudian indikator tersebut dijadikan tolak ukur untuk
menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau
pernyataan. Dalam penelitian ini responden akan menjawab beberapa
pernyataan yang diajukan peneliti kepada responden sesuai dengan pendapat
mereka mengenai kemauan membayar pajak, kesadaran membayar pajak,
kualitas pelayanan, sanksi pajak dan persepsi kemudahan penggunaan
e-Billing. Setiap pernyataan dinilai dengan uraian skor sebagai berikut:
TABEL 3. 1.
F. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel Dependen
Dalam penelitian ini variabel dependen yang digunakan adalah
kemauan membayar pajak. Menurut Rantung dan Adi (2009) kemauan
membayar pajak dapat diartikan sebagai suatu nilai yang rela
dikontribusikan oleh seseorang (yang ditetapkan dengan peraturan) yang
mendapat jasa timbal (kontraprestasi) secara langsung. Instrumen
pertanyaan kemauan membayar pajak terdiri dari lima item pernyataan
yang dikembangkan oleh Hardiningsih dan Wati (2011). Variabel ini
diukur dengan menggunakan lima indikator antara lain:
a. Konsultasi sebelum melakukan pembayaran pajak.
b. Dokumen yang diperlukan dalam membayar pajak.
c. Informasi mengenai cara dan tempat pembayaran pajak.
d. Informasi mengenai batas waktu pembayaran pajak.
e. Membuat alokasi dana untuk membayar pajak.
2. Variabel Independen
a. Kesadaran Membayar Pajak
Kesadaran membayar pajak mempunyai arti keadaan dimana
seseorang mengetahui, mengerti dan memahami tentang cara
membayar pajak (Nugroho, 2012). Instrumen pertanyaan kesadaran
membayar pajak terdiri dari enam item pernyataan yang
dikembangkan oleh Hardiningsih dan Wati (2011). Variabel ini diukur
dengan menggunakan enam indikator antara lain:
1) Pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang
pembangunan negara.
2) Penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak dapat
merugikan negara.
4) Membayar pajak tidak sesuai dengan yang seharusnya dibayarkan
sangat merugikan negara.
5) Pemungutan pajak sesungguhnya juga dirasakan oleh Wajib Pajak
sendiri, tetapi tidak secara langsung dinikmati oleh Wajib Pajak.
6) Membayar pajak akan terbentuk rencana untuk kemajuan
kesejahteraan rakyat.
b. Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
mengenai kualitas pelayanan fiskus (petugas pajak) dalam membantu
Wajib Pajak untuk mengurus atau menyiapkan segala keperluan yang
dibutuhkan Wajib Pajak. Variabel ini diukur dengan menggunakan
lima indikator sesuai dengan dimensi kualitas pelayanan yang baik,
antara lain tangible, emphaty, responsiveness, reliability dan
assurance (Bitner dkk., 2010). Instrumen pertanyaan kualitas
pelayanan terdiri dari lima item pernyataan yang dikembangkan oleh
Violita (2015). Item-item pernyataan tersebut antara lain:
1) Petugas Pajak (Fiskus) memberikan 3S (Senyum, Salam, Sapa)
kepada Wajib Pajak.
2) Fiskus dapat menjelaskan secara rinci dan jelas apabila Wajib
Pajak kurang paham tentang perpajakan.
3) Fiskus membantu Wajib Pajak dan memberikan layanan dengan
cepat, tepat dan cekatan.
5) Fiskus bersikap sopan dan ramah dalam melayani Wajib Pajak.
c. Sanksi Pajak
Sanksi pajak merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dipatuhi,
dengan kata lain sanksi pajak merupakan alat pencegah agar Wajib
Pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2011).
Instrumen pertanyaan sanksi pajak terdiri dari lima item pernyataan
yang dikembangkan oleh Kusuma (2016). Variabel ini diukur dengan
menggunakan lima indikator antara lain:
1) Wajib pajak akan diberi sanksi jika terlambat atau tidak
memenuhi kewajiban perpajakannya.
2) Wajib pajak akan diberi sanksi jika menyembunyikan objek
pajaknya.
3) Wajib Pajak akan dikenakan sanksi administrasi jika tidak
membayar/kurang membayar pajak terutang saat jatuh tempo.
4) Wajib Pajak akan dikenakan sanksi pidana jika dengan sengaja
memperlihatkan dokumen palsu atau dipalsukan.
5) Wajib Pajak akan diberi sanksi sesuai dengan ketentuan dan
peraturan yang berlaku.
d. Persepsi Kemudahan Penggunaan E-Billing
E-Billing merupakan sistem pembayaran pajak elektronik atau
cara baru untuk membayar pajak secara online. Variabel ini diukur
dan kemudahan penggunaan e-Billing. Instrumen pertanyaan persepsi
kemudahan penggunaan e-Billing terdiri dari empat item pernyataan
yang dikembangkan oleh peneliti yang mengacu pada penelitian
Violita (2015). Berdasarkan empat item tersebut peneliti mengganti
istilah e-Filing menjadi e-Billing. Item-item pernyataan tersebut
antara lain:
1) Penggunaan aplikasi e-Billing pada smartphone mudah dipahami.
2) Penerapan e-Billing memudahkan Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajiban membayar pajak.
3) E-Billing sangat praktis dan Wajib Pajak dapat melakukan
pembayaran pajak dimanapun ia berada.
4) E-Billing meningkatkan motivasi Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajiban membayar pajak.
G. Uji Kualitas Instrumen dan Data
Penelitian ini menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas untuk
menguji kualitas instrumen dan menggunakan uji asumsi klasik untuk
menguji kualitas datanya.
1. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sejauhmana instrumen
yang digunakan benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur.
Menurut Ghozali (2011) suatu kuesioner dikatakan valid, jika pertanyaan
pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur
yaitu dengan menghitung korelasi antara skor masing-masing item
pertanyaan dengan total skor. Syarat validitas masing-masing item
variabel yaitu memiliki nilai pearson correlation ≥ 0,25 maka dapat
dikatakan valid.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur sejauhmana instrumen
yang digunakan benar-benar mengukur variabel/konstruk secara
konsisten. Menurut Ghozali (2011) suatu kuesioner dikatakan reliabel,
jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten dari waktu
ke waktu. Pengujian reliabilitas kuesioner menggunakan rumus
cronbach’s alpha. Syarat reliabilitas masing-masing item variabel
memiliki nilai cronbach’s alpha > 0,60 maka dapat dikatakan reliabel.
3. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan karena merupakan salah satu syarat
untuk melakukan uji regresi berganda, agar dapat menunjukkan hubungan
yang valid dan tidak bias. Uji asumsi klasik terdiri dari sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam model
regresi, nilai residual berdistribusi normal atau tidak (Ghozali, 2011).
Model regresi yang baik memiliki nilai residual berdistribusi normal.
Kolmogorov-Smirnov Test dengan melihat nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > alpha 0,05
maka residual data berdistribusi normal.
b. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya kolerasi antar variabel independen (Ghozali,
2011). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di
antara variabel independen. Untuk mendeteksi multikolinearitas dapat
dilihat melalui nilai tolerance value dan nilai Variance Inflation
Factor (VIF) dari masing-masing variabel independen. Apabila nilai
tolerance value ≥ 0,10 dan nilai VIF < 10 maka tidak terdapat gejala
multikolinearitas (Nazaruddin dan Basuki, 2016).
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah
dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual
untuk satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2011).
Model regresi yang baik tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk
mendeteksi ada atau tidaknya gejala heteroskedastisitas dilakukan
dengan uji Glejser. Hal ini dapat dilihat jika nilai sig > 0,05 maka
H. Uji Hipotesis dan Analisis Data
1. Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku
umum atau generalisasi. Dalam penelitian ini, analisis statistik deskriptif
untuk mengetahui jumlah data, nilai minimum, nilai maksimum, nilai
rata-rata (mean) dan standar deviasi dari sampel penelitian (Nazaruddin
dan Basuki, 2016).
2. Analisis Regresi Linear Berganda
Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi
berganda (multiple regression), karena dalam penelitian ini terdapat
empat variabel independen yang berhubungan dengan satu variabel
dependen. Persamaan yang dapat dirumuskan berdasarkan hipotesis yang
dikembangkan adalah sebagai berikut:
AOPT : Kesadaran Membayar Pajak QOS : Kualitas Pelayanan
TP : Sanksi Pajak
PEOUE : Persepsi Kemudahan Penggunaan E-Billing