• Tidak ada hasil yang ditemukan

Afiks Pembentuk Nomina pada koran Pos Kota kolom Jakarta dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Afiks Pembentuk Nomina pada koran Pos Kota kolom Jakarta dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Maimunah 1111013000049

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016. Pembimbing: Dr. Hindun, M.Pd

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan prefiks, infiks, sufiks pembentuk nomina pada koran Pos Kota kolom Jakarta dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teks berita kolom Jakarta dalam koran Pos Kota edisi 2-31 Januari 2016. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dan teknik pengumpulan data menggunakan teknik catat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 363 prefiks pembentuk nomina pada koran Pos Kota kolom Jakarta, dengan rincian: penggunaan 352 prefiks pe-, dan sebelas prefiks se-. Tidak ditemukannya penggunaan infiks pembentuk nomina dan 438 sufiks pembentuk nomina, yaitu: 409 sufiks –an, dua puluh tujuh sufiks –isasi, satu sufiks –isme dan satu sufiks –ir.

Hasil penelitian ini dapat diterapkan dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA kelas XI semester genap berdasarkan kurikulum 2013. Dengan kompetensi dasar menganalisis struktur kata, frasa, dan klausa serta dengan indikator siswa mampu menganalisis struktur kata berimbuhan yang menjadi pembedanya pada KI-3. Dengan demikian, penelitian ini dapat dijadikan sumber materi untuk siswa dalam menganalisis struktur kata berimbuhan.

(6)

ii

Departement of Indonesian Languange and Indonesian Literature. Faculty of Tarbiyah and Teachers Training Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016. Advisor: Dr. Hindun, M.Pd

The purpose of this research is to describe the use of prefix, infix, suffix are nomina former in Pos Kota news paper in column Jakarta and the implication towards learning Indonesian Languange an Indonesian Litarature in High School. The source of the data which was used in this research was Jakarta column news text in Pos Kota news paperdate 2-31 January 2016. The method wis was used in this research was qualitative description and data collection techniques using the technique of note.

The result showed that there are 363 prefix nomina former in Pos Kota news paper in column Jakarta, with description: using 352 prefix pe-, and 11 prefix se-. Not founded using infix nomina former and 438 suffix nomina former, there are 409 suffix –an, 27 suffix –isasi, 1 suffix –isme and 1 suffix –ir.

The result of this research can be applied in learning Indonesian Languange and Indonesian Literature in High School class XI second semester which based on curriculum 2013. With competence of structure analyze words, frase and clause also indicator student are able to analyze structure affix which became the distinguishing at KI-13. So that, this research can be material for student to analyze the structure of affix.

(7)

iii

rahmat serta karunianya sehingga skripsi ini dengan judul “Afiks Pembentuk Nomina pada Koran Pos Kota Kolom Jakarta dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Di SMA” dapat diselesaikan. Atas izinNya penulis diberikan kekuatan dan kesempatan untuk melalui segala kendala sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tidak lupa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing kebaikan kepada seluruh umatnya.

Penyusunan skripsi ini untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk para pembacanya, dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan dukungan moral serta materil dari berbagai pihak, tanpa dukungan tersebut skripsi ini sulit terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Makyun Subuki, MA, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memperlancar proses penyelesaian skripsi ini.

3. Toto Edidarmo, MA selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

4. Dr. Hindun, M.Pd selaku dosen pembimbing, yang dengan sabar dan tulus membantu, mengarahkan penulis serta meluangkan waktu dan pikirannya dalam proses pembuatan skripsi ini.

(8)

iv

menjadi motivasi terbesar penulis.

7. Fenty Yanuarti, Nurlaela Sari Baehaki, Desi Komalasari, Redita Dwi Pinasti dan Adi Nugroho teman seperjuangan skripsi yang dengan sabar mendengarkan keluh kesah kepada penulis agar tidak lelah menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2011, khususnya kelas B yang telah membantu penulis. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan yang telah membantu dengan ikhlas dalam penyusunan skripsi ini.

Jakarta, 1 September 2016 Penulis,

(9)

v SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Batasan Masalah. ... 5

D. Rumusan Masalah... 5

E. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teoretis ... 7

1. Pengertian Morfologi ... 7

2. Proses Morfologi ... 8

3. Jenis-Jenis Afiks a. Prefiks ... 13

b. Infiks ... 13

c. Sufiks ... 14

d. Konfiks ... 14

4. Pengertian Media Cetak... 27

5. Pengertian Kolom ... 28

(10)

vi

B. Teknik Pengumpulan Data ... 38 C. Desain dan Langkah Penelitian ... 38 D. Teknik Analisis Data ... 40 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Afiks Pembentuk Nomina dalam Koran Pos Kota Kolom Jakarta

Edisi 2-31 Januari 2016. ... 41 1. Prefiks Pe- Sebagai Pembentuk Nomina dalam Koran Pos Kota Kolom

Jakarta Edisi 2-31 Januari 2016 ... 41 a. Prefiks Pe- Bermakna ‘Profesi’ Sebagai Pembentuk Nomina dalam

Koran Pos Kota Kolom Jakarta Edisi 2-31 Januari 2016 ... 41 b. Prefiks Pe- Bermakna ‘Alat Instrumentalis’ Sebagai Pembentuk

Nomina dalam Koran Pos Kota Kolom Jakarta Edisi 2-31 Januari

2016 ... 45 c. Prefiks Pe- Bermakna ‘Habituatif’ Sebagai Pembentuk Nomina

dalam Koran Pos Kota Kolom Jakarta Edisi 2-31 Januari 2016 ... 47 d. Prefiks Pe- Bermakna ‘Pelaku’ Sebagai Pembentuk Nomina dalam

Koran Pos Kota Kolom Jakarta Edisi 2-31 Januari 2016 ... 48 2. Prefiks Se- Bermakna ‘Satu/Sama’ Sebagai Pembentuk Nomina dalam

Koran Pos Kota Kolom Jakarta Edisi 2-31 Januari 2016 ... 55 3. Sufiks -an Sebagai Pembentuk Nomina dalam Koran Pos Kota Kolom

Jakarta Edisi 2-31 Januari 2016 ... 56 a. Sufiks -an Bermakna ‘Hasil’ Sebagai Pembentuk Nomina dalam

Koran Pos Kota Kolom Jakarta Edisi 2-31 Januari 2016 ... 56 b. Sufiks -an Bermakna ‘apa yang di-’ Sebagai Pembentuk Nomina

dalam Koran Pos Kota Kolom Jakarta Edisi 2-31 Januari 2016 ... 61 c. Sufiks -an Bermakna ‘Lokatif’ Sebagai Pembentuk Nomina dalam

Koran Pos Kota Kolom Jakarta Edisi 2-31 Januari 2016 ... 64 d. Sufiks -an Bermakna ‘Kolektif’ Sebagai Pembentuk Nomina dalam

(11)

vii

Edisi 2-31 Januari 2016 ... 69 g. Sufiks -an Bermakna ‘yang bernilai/jumlah’ Sebagai Pembentuk

Nomina dalam Koran Pos Kota Kolom Jakarta Edisi 2-31 Januari

2016 ... 71 h. Sufiks -an Bermakna ‘Frekuensi’ Sebagai Pembentuk Nomina dalam

Koran Pos Kota Kolom Jakarta Edisi 2-31 Januari 2016 ... 72 4. Sufiks –isasi Bermakna ‘Proses’ Sebagai Pembentuk Nomina dalam

Koran Pos Kota Kolom Jakarta Edisi 2-31 Januari 2016 ... 73 5. Sufiks –si Bermakna ‘Pelaku Jamak’ Sebagai Pembentuk Nomina dalam

Koran Pos Kota Kolom Jakarta Edisi 2-31 Januari 2016 ... 74 6. Sufiks –isme Bermakna ‘Aliran/Paham’ Sebagai Pembentuk Nomina

dalam Koran Pos Kota Kolom Jakarta Edisi 2-31 Januari 2016 ... 75 B. Implikasi Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia ... 77 BAB V PENUTUP

A. Simpulan ... 79 B. Saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk sosial, untuk berinteraksi dengan manusia lainnya dibutuhkan bahasa sebagai perantara untuk mempermudah komunikasi, karena fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat komunikasi sosial. Bahasa biasanya digunakan oleh suatu masyarakat tertentu untuk bekerja sama, berinteraksi dengan tujuan mendapatkan pemahaman yang diinginkan. Dengan demikian, setiap masyarakat dipastikan memiliki dan menggunakan alat komunikasi sosial, tidak ada masyarakat tanpa bahasa dan tidak ada pula bahasa tanpa masyarakat, manusia dan bahasa adalah dua unsur yang tidak dapat dipisahkan karena keduanya saling berkaitan. Melalui bahasa seseorang dapat mengungkapkan ide, gagasan, pikiran serta keinginan.

Terdapat dua jenis bahasa yang digunakan oleh manusia yaitu bahasa verbal dan non verbal. Bahasa verbal adalah bahasa yang diucapkan secara langsung dan digunakan untuk bercakap sehari-hari. Setiap suku atau kelompok mempunyai ciri bahasa verbal yang khas dan berbeda-beda, karena di setiap wilayah terdapat dialek daerah. Jenis ini biasa disebut ragam lisan. Adapun, penggunaan bahasa non verbal seperti dialek yang digunakan oleh masyarakat nusantara mempunyai kesepakatan pada setiap komunitas penggunanya. Misalnya di Indonesia bahasa non verbal pada penggunaan bendera kuning saat seseorang meninggal dunia atau berduka cita.

(13)

tulisan adalah bentuk komunikasi yang terbentuk dari kosakata yang disusun dan membentuk suatu kalimat serta dituangkan ke dalam bentuk tulisan. Bahasa tulisan dapat berupa artikel, jurnal, berita, cerita pendek dan novel.

Berita merupakan salah satu bagian dari media massa cetak yang mudah dijangkau oleh seluruh kalangan masyarakat. Seiring perkembangan zaman, masyarakat dapat menikmati berita di setiap waktu, di setiap tempat melalui televisi bahkan di telepon genggam. Hal ini menunjukan bahwa berita merupakan hal yang penting dalam kehidupan karena berita menyajikan kejadian berupa opini atau fakta yang memberikan informasi terhadap pembacanya. Akan tetapi, dalam perkembangannya media massa cetak merupakan salah satu akses terpenting dalam menyampaikan informasi kerena melalui berita seseorang dapat mengetahui seluruh informasi dalam negeri dan dunia.

Berita mempunyai ciri bahasa sendiri yakni singkat, jelas, padat dan objektif. Dengan demikian, menulis berita merupakan hal yang tidak mudah, penggunaan bahasa Indonesia yang sesuai dengan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), penggunaan kalimat efektif, penguasaan struktur kata bahasa Indonesia dan penulisan bahasa formal yang mudah dipahami menjadikan berita semakin menarik di luar dari tema.

Penggunaan bahasa untuk menulis berita tidak mudah digunakan, oleh sebab itu penulis berita harus memerhatikan penulisan struktur kata, pembentukan kata yang sesuai dengan EBI menjadi titik pusat yang diperhatikan oleh pembaca, terutama dalam penulisan berita yang menyalurkan informasi kepada khalayak. Hal ini dapat kita pelajari dalam cabang ilmu linguistik yaitu morfologi yang mengkaji struktur

pembentukan kalimat dan „kata’ menjadi satuan terkecil dalam kajian ini.

(14)

mempunyai fungsi mengubah golongan kata dasar menjadi golongan kata tertentu seperti nomina. Khusus untuk afiksasi (penambahan imbuhan) mendapatkan peran penting dalam penulisan karena jika kata ditambahkan dengan imbuhan, makna gramatikal dan leksikalnya akan berubah pula. Misalnya, kata temu diberi imbuhan me-kan menjadi menemukan, pe-menjadi penemu, pe-an menjadi penemuan, dan imbuhan -an menjadi temuan, meski sama-sama memiliki kata dasar yang sama yaitu “temu” tapi arti jika sudah diberi imbuhan akan berbeda, menemukan mempunyai arti mendapatkan sesuatu yang belum ada sebelumnya, penemu adalah orang yang menemukan, penemuan merupakan proses, cara, perbuatan menemukan, sedangkan temuan merupakan hasil memikirkan dan melakukan percobaan sehingga memperoleh suatu yang baru berdasarkan eksperimen.

Penambahan afiks dalam penulisan berita adalah hal yang harus diperhatikan karena apabila terdapat kesalahan dalam penggunaan afiks, berita menjadi tidak komunikatif bahkan keakuratannya dipertanyakan. Berdasarkan permasalahan inilah banyak editor yang tidak hanya merevisi tulisan, tetapi berupaya untuk meningkatkan kemampuan menulis.

Pada kehidupan masyarakat sehari-hari tidak akan dapat telepas dari media massa salah satunya yaitu koran. Keberadaan surat kabar sudah dibutuhkan dari zaman kemerdekaan Indonesia yang berperan untuk melawan sabotase komunis, hingga zaman order baru bahwa keberadaan surat kabar sebagai kontrol sosial dan informasi pendidikan.

(15)

Republika, Media Indonesia, Pos Kota, dan lain-lain. Setiap daerah juga mempunyai penerbit korannya masing-masing, misalnya di daerah Bekasi terdapat koran Radar Bekasi, dan daerah Tangerang Selatan mempunyai penerbit koran Tangsel-Pos.

Meski demikian, setiap koran menyajikan bermacam-macam berita tetapi tidak menjamin penulis berita penggunaan EBI yang baik dan benar. Hal ini dapat terjadi karena ketidaktelitian editor ataupun kesalahan dari penulis berita tersebut. Pos Kota adalah salah satu media cetak yang tidak hanya beredar di Ibu Kota tetapi menjangkau kota-kota yang berada di sekeliling Jakarta seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (JABODETABEK) hal ini menjadikan Pos Kota sebagai salah satu media masa yang mendapat tanggapan baik dari pembaca.

Seperti kita ketahui, afiks merupakan morfem terikat yang tidak bisa berdiri sendiri dan harus dilekatkan dengan morfem lain atau kata dasar, afiks juga disebut sebagai penyebab kemunculan dari makna gramatikal suatu kata. Dengan menganalisis afiks pembentuk nomina, pembaca dapat mengetahui cara pembentukan kata, jenis dan makna yang dihasilkan dari afiks pembentuk nomina tersebut. Selain itu, dengan menggunakan koran sebagai bahan ajar pada materi struktur kata imbuhan kelas XI, siswa dapat mengetahui prefiks, infiks dan sufiks pembentuk nomina dalam surat kabar dan mendapatkan informasi dari koran yang digunakan sebagai bahan ajar.

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, penulis mengidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

(16)

3. Implikasi penggunaan afiks pembentuk nomina pada kolom Jakarta yang dijadikan bahan pembelajaran di SMA

C.

Batasan Masalah

Seperti yang dijelaskan pada latar belakang, maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut:

1. Koran Pos Kota kolom Jakarta 2. Edisi 2-31 Januari 2016

3. Tahun terbitan koran 2016

4. Fokus penelitian pada prefiks, infiks, sufiks pembentuk nomina

D.

Rumusan Masalah

Berdasarakan pembatasan masalah yang telah diuraikan, maka masalah

yang diteliti dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana penggunaan afiks

pembentuk nomina pada koran Pos Kota kolom Jakarta dan implikasinya

terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA?”

E.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat akademis yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Manfaat teoretis yang diharapkan dapat memberikan sumbangan analisis bagi pembinaan dan pengembangan bahasa. Manfaat praktis yang diharapkan dapat menjadikan penelitian ini sebagai bahan pembelajaran untuk menambah pengetahuan mengenai afiks prefiks, infiks, dan sufiks pembentuk nomina. Adapun manfaat yang terurai dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Manfaat teoretis

(17)

b. Menambah pengetahuan pembentukan afiks dalam surat kabar. c. Menambah kekayaan penelitian khususnya dalam penelitian bahasa

di bidang penggunaan afiks dalam surat kabar. 2. Manfaat praktis

a. Guru

Sebagai bahan masukan untuk sumber belajar bahasa Indonesia dalam penggunaan afiks pada surat kabar.

b. Siswa

(18)

7

A.

Landasan Teoretis

1. Pengertian Morfologi

Manusia menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi dalam kehidupan, bahasa itu sendiri dirangkai oleh kata-kata, tentunya kata-kata itu membentuk beragam kalimat yang terdiri dari berbagai macam bentuk, bentuk-bentuk inilah yang menjadi pembahasan utama dalam morfologi. Abdul Chaer menjelaskan, secara etimologi kata morfologi berasal dari

kata morf yang berarti „bentuk‟ dan kata logi yang berarti „ilmu‟, di dalam

kajian linguistik morfologi berarti „ilmu mengenai bentu-bentuk dan

pembentukan kata‟.1

Harimurti Kridalaksana mengungkapkan bahwa

“morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari morfem dan

kombinasi-kombinasinya serta bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata, yakni morfem”.2

Hal serupa juga dikemukakan oleh Ahmad dan Alek yang menjelaskan morfologi sebagai bagian dan ilmu kebahasaan, mempelajari strktur intern kata, tata kata atau tata bentuk.3 Maka dapat disimpulkan morfologi merupakan salah satu kajian dari ilmu linguistik yang mempelajari tentang struktur bahasa meliputi bentuk, klarifikasi dan bagian-bagian kata yang disebut juga sebagai morfem. Morfem menjadi bagian terkecil dalam kajian morfologi dan tidak dapat dibagi lagi menjadi satuan yang lebih kecil. Meski demikian, morfem mempunyai makna.

1

Abdul Chaer, Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses), (Jakarta: PT Rineka Cipta, Cet. Pertama, 2008), hlm. 3.

2

Harimurti Kridalaksna, Kamus Linguistik, (Jakarta: Gramedia, Edisi Keempat Cetakan Kedua, 2009), hlm. 159.

3

(19)

Tidak berbeda dengan definisi di atas, J. W. M Verhaar mendefinisikan morfologi merupakan cabang linguistik yang mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal.4 Morphology is the study of words.5 Morphology is the study of word formation, including the ways new words are coined in the language of the world, and the way forms of words are varied depending on how they’re used in sentences.6 Dengan demikian, morfologi mempelajari struktur kata, bagian-bagian kata meliputi cara pembentukan kata di dalam bahasa serta cara mengubah kata yang sesuai dengan penggunaannya menurut tata bahasa yang benar.

Ramlan mendefinisikan morfologi ialah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.7 Berdasarkan pendapat-pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa morfologi disebut ilmu yang mempelajari tata kata atau tata bentuk kata dan merupakan bagian gramatika yang menyelediki struktur kata, bagian-bagiannya, serta cara pembentukannya yang mempengaruhi golongan kata tersebut.

2. Proses Morfologi

Setiap bahasa mempunyai tata bahasa tersendiri dan mempunyai kemungkinan untuk membentuk kata-kata baru dari bentuk dasar yang telah ada. Pembentukan kata sering disebut juga proses morfologi, yaitu

4

J.W. M. Verhaar, Asas-asas Linguistik Umum, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Cet. Ketujuh, 2010), hlm. 97.

5

David E Freeman dan Yvonne S. Freeman, Essential Linguistics, (Portsmouth: United States of America on Acid-Free Paper, 2004), hlm. 166.

6

Rochelle Lieber, Introducting Morphology, (New York: Cambridge University Press, Frist Published, 2010), hlm. 2.

7

(20)

proses terjadinya kata yang berasal dari morfem dasar melalui perubahan morfemis.8 Proses morfologis adalah peristiwa penggabungan morfem satu dengan morfem yang lainnya yang menjadi kata.9 Dengan demikian, proses morfologi adalah proses pembentukan morfem menjadi kata yang mengalami beberapa proses morfologi.

Parera mengungkapkan proses morfologi sebagai proses morfemis, yaitu proses pembentukan kata bermorfem jamak baik derivatif maupun inflektif, proses ini bermakna dan berfungsi sebagai pelengkap makna leksikal yang dimiliki oleh sebuah bentuk dasar.10 Widdowson dalam Farkhan mendefinisikan morfologi morphology as the study of the structure of the words; of how morphemes operate in the process of direvation and inflection.11 Berdasarkan pendapat tersebut, morfologi juga dipahami sebagai ilmu yang mempelajari pembentukan kata yang melibatkan proses derivasi (mengubah kelas kata) dan infleksi (tidak mengubah kelas kata).

Menurut Abdul Chaer proses morfologi pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (dalam proses afiksasi), pengulangan (dalam proses reduplikasi), penggabungan (dalam proses komposisi), pemendekan (dalam proses akronimisasi), dan pengubahan status (dalam proses konversi).12 Ahmad dan Alek dalam buku Linguistik Umum membagi proses morfologi antara lain: gramatikalisasi, afiksasi, reduplikasi, komposisi, modifikasi internal

8

Ahmad HP dan Alek Abdullah, Linguistik Umum, (Jakarta:FITK PRESS, 2009), hlm. 68.

9

Mansur Muslich, Tata Bentuk Bahasa Indonesia Kajian ke Arah Tatabahasa Deskriptif, (Jakarta: Bumi Aksara, Cet. Ketiga, 2010), hlm. 32.

10

(21)

dan suplisi, serta pemendekan. 13 Pembagian proses morfologi berdasarkan pendapat Chaer dan Alek tidaklah jauh berbeda, yang membedakan adalah Alek menambahkan modifikasi internal dan suplisi dalam proses morfologi.

Ramlan mendefinisikan proses morfologi adalah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya dan membagi proses morfologis menjadi tiga bagian yaitu proses pembubuhan afiks, proses pengulangan dan proses pemajemukan. Ramlan menambahkan bahwa proses perubahan zero juga termasuk proses morfologis.14 Senada dengan Ramlan, Masnur Muslich membagi tiga macam proses morfologi; 1) pembentukan kata dengan menambahkan morfem afiks pada bentuk dasar; 2) pembentukan kata dengan mengulang bentuk dasar; 3) pembentukan kata dengan menggabungkan dua kata atau lebih bentuk dasar. 15 Berdasarkan pendapat di atas proses morfologi hanya terbagi kepada tiga bagian yaitu afikasasi, reduplikasi dan komposisi. Jika dibandingkan dengan pendapat Chaer dan Alek yang memasukkan akronim sebagai salah satu proses morfologi, Muslich berpendapat bahwa akronim atau pemendekan kata termasuk dalam pembentukan kata di luar proses morfologi.

Proses morfologis membicarakan hubungan struktural antara morfem-morfem, ada berbagai macam bentuk hubungan struktural antara satu morfem dengan morfem lainnya, proses morfologis yang umumnya tercatat dan berlangsung dalam hampir setiap bahasa dapat dibedakan atas

13

(22)

proses afiksasi, proses pergantian, proses reduplikasi/ulangan, dan proses kosong (zero morphemes).16

Meski beberapa ahli di atas membagi bagian proses morfologi secara berbeda, tetapi hanya istilahnya saja yang membedakan. Pada hakikatnya, proses morfologi melibatkan bentuk dasar dengan menggunakan alat pembentuk meliputi afiksasi (penambahan), reduplikasi (pengulangan), komposisi (penggabungan), akromisasi (pemendekan) dan konversi (pengubahan status), makna gramatikal, dan hasil proses pembentukan yang membentuk kata baru.

Salah satu proses morfologi adalah afiksasi, yaitu proses penambahan afiks untuk membentuk suatu kata. Afiks adalah sebuah bentuk dan biasanya berupa morfem terikat.17 Definisi afiks berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bentuk terikat yang apabila ditambahkan pada kata dasar atau bentuk dasar akan merubah makna gramatikal (seperti prefiks, infiks, konfiks, atau sufiks); bentuk (atau morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata imbuhan.18 Dengan demikian, afiks merupakan salah satu morfem yang bersifat terikat, dan jika ditambahkan dengan kata dasar maka akan terjadi perubahan makna.

Afiks merupakan satuan gramatik terikat yang di dalam suatu kata merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain membentuk kata atau pokok kata baru.19 Afiks dapat didefinisikan sebagai bentuk kebahasaan terikat yang hanya mempunyai arti gramatikal yang merupakan unsur langsung suatu kata, tetapi bukan merupakan bentuk dasar yang memiliki

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 14.

19

(23)

kesanggupan untuk membentuk kata-kata baru.20 Lieber juga

mendefinisikan “afiks is a mophemes that cannot stand alone”.21 Maka

dapat disimpulkan, afiks menjadi morfem yang melekat pada bentuk dasar kata, afiks bukan bagian dari kata dan bersifat terikat yang berarti tidak dapat berdiri sendiri, selalu melekat dengan kata lain dan mempunyai fungsi membentuk suatu kata baru.

Afiksasi merupakan satu proses yang paling umum dalam bahasa, proses ini terjadi apabila sebuah morfem terikat dibubukan atau dilekatkan pada sebuah morfem bebas secara urutan lurus.22 Afiksasi adalah proses penambahan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar, dalam afiksasi terlibat unsur-unsur dasar atau bentuk dasar, afiks, dan makna gramatikal yang dihasilkan. Muslich mengemukakan bahwa afiksasi ialah peristiwa pembentukan kata dengan jalan membubuhkan afiks pada bentuk dasar yang berupa suatu pokok kata.23 Jadi, afikasasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah bentuk dasar yang menghasilkan suatu makna gramatikal.

Kridalaksana berpendapat afiksasi adalah proses yang mengubah leksem menjadi kata kompleks dalam bahasa Indonesia yang kompleks, afiks membentuk suatu sistem, sehingga kejadian kata dalam bahasa Indonesia merupakan rangkaian proses yang berkaitan. Proses ini leksem berubah bentuknya menjadi kategori tertentu sehingga status katanya berganti ketegori, dan terkadang berubah maknanya. 24 Seperti hal bentuk: pelajar – pengajar, pesuruh – penyuruh, petinju – peninju dan petatar – penatar.

20

Mansur Muslich, Tata Bentuk Bahasa Indonesia Kajian ke Arah Tatabahasa Deskriptif, (Jakarta: Bumi Aksara, Cet. Pertama, 2010), hlm. 41.

21

Rochelle Lieber, Introducting Morphology, (New York: Cambridge University Press, Frist Published, 2010), hlm. 33.

22

Jos Daniel Parera, Morfologi, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, Cet. Keempat, 2007), hlm. 18.

23

Mansur Muslich, Tata Bentuk Bahasa Indonesia Kajian ke Arah Tatabahasa Deskriptif, (Jakarta: Bumi Aksara, Cet. Pertama, 2010), hlm. 38.

24

(24)

3. Jenis afiks

Proses afiksasi merupakan satu proses yang paling umum dalam bahasa, proses afiksasi terjadi apabila sebuah morfem terikat dibubuhkan atau dilekatkan pada sebuah morfem bebas secara urutan lurus, dalam bahasa Indonesia terdapat jenis afiks, yaitu:

a. Prefiks

Prefiks yaitu afiks yang diletakan di muka dasar. Contoh: me-, di-, ber-, ke-, ter-, pe-, per-, se-. prefiks me- pada kata menghibur.25 Prefiks adalah afiks yang diletakan di muka bentuk dasar. Dalam bahasa Indonesia misalnya mem-, di-, ber-, ke-, ter-, se-, pem-, dan pe-/per.26 Parera juga menjelaskan bahwa prefiks adalah pembubuhan morfem terikat terhadap morfem bebas dalam bahasa Indonesia seperi per-, di-, ke-, me-, dan sebagainya. Dengan demikan, pendapat Kridalaksana dan Ahmad mempunyai kesamaan, namun prefiks menurut Parera tidaklah jauh berbeda, Parera tidak menggunakan istilah prefiks, infiks, sufiks, konfiks

tetapi menggunakan istilah “Pembubuhan depan dengan morfem

terikat depan”.

b. Infiks

(25)

gemilang dan kata suling yang diberi imbuhan –er- menjadi seruling. 27

c. Sufiks

Sufiks yaitu afiks yang diletakan di belakang dasar. seperti: -an, -kan, -i, -nya, -wati, -wan, -man, -isme, dan –isasi. Umpanya, dalam bahasa Indonesia sufiks –an pada kata bagian, dan sufiks in seperti terdapat pada kata bagikan. 28Parera membagi jenis sufiks lebih sedikit dibandingkan dengan Harimurti, yaitu sufiks adalah pembubuhan akhir dengan morfem terikat akhir dapat dilihat/dicatat dalam bahasa Indonesia seperti: -kan, -i, -an, -wan.

d. Konfiks

Konfiks terdiri dari dua unsur, satu di muka bentuk dasar dan satu di belakang bentuk dasar, dan berfungsi sebagai satu morfem terbagi. Dalam hal ini perlu kita bedakan antara konsep konfiks dan kombinasi afiks. Konfiks adalah satu afiks dengan satu makna gramatikal, sedangkan kombinasi afiks bukanlah satu afiks, dan kemungkinan mengungkapkan makna gramatikal. Dalam bahasa Indonesia setidak-tidaknya terdapat empat konfiks, yaitu ke-...-an, pen-...-an, per-...-an, dan ber-...an. konfiks ini misalnya melekat pada kata pengiriman, persahabatan, berhalangan. 29 Sedangkan Parera menggunakan istilah untuk konfiks yaitu pembubuhan terbagi dengan morfem terikat terbagi, seperti ke-an, per-an, ke-i, ber-an, dan sebagainya.

27

Harimurti Kridalaksana, Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Utama, Edisi Kedua, 1996), hlm. 28.

28Ibid

., hlm. 28. 29Ibid

(26)

Berdasarkan proses pembentukannya, kata akan mengalami perubahan makna dan golongan kata jika terjadi proses gramatik salah satunya adalah afiksasi (proses penambahan afiks pada kata dasar). Proses afiksasi ini menjadikan kata dasar berubah golongan ke beberapa bentuk antara lain: verba, nomina dan ajektiva. Proses pembentukan nomina yang berasal dari morfem atau kelas kata yang lain di sebut nominalisasi, proses ini dapat terjadi salah satunya akibat afiksasi.30 Seperti yang sudah dijelaskan pada subab sebelumnya yaitu jenis-jenis afiks terdiri dari 9 afiks. Akan tetapi, dalam skripsi ini penulis memusatkan hanya kepada prefiks, infiks, dan sufiks pembentuk nomina menurut Kridalaksana. Yakni :

1) Sufiks –an

-an1 V →N „hasil‟

Catatan murid itu sangat rapi.

Tulisan anak itu tidak terbaca olehku.

-an2 A →N „hasil‟

Manisan Cianjur sangat disukai Kami sangat menyukai asinan Bogor.

-an3 N →N „tempat (lokatif)‟

Tepian sungai itu semakin lama semakin menjorok ke darat karena erosi arus yang deras.

Daratan negeri Belanda lebih rendah dari pada permukaan laut.

Ruangan pesta itu dipenuhi oleh pasangan-pasangan yang sedang berdansa.

-an4 V →N „tempat (lokatif)‟

Kuburan itu menyeramkan pada malam hari.

30

(27)

Jangan memberi tumpangan kepada orang yang tidak dikenal.

Untuk menuju ke desa itu kita harus melelaui titian yang sangat licin.

-an5 A →N „tempat (lokatif)‟

Lapangan tenis itu baru diresmikan kemarin.

-an6 N →N „hasil mengukur‟ takaran

Ibu membeli beras kiloan di pasar. Di sini menjual kain meteran.

-an7 Num→N „yang bernilai/jumlah‟

Untuk mengukur panjang kain digunakan satuan meter.

Ribuan orang berkumpul di lapangan untuk menghadiri rapat terbuka itu.

Sekarang banyak diterbitkan novel picisan.

-an8 N →N „frekuensi‟

waktu

Pabrik itu mempekerjakan buruh harian. Ia mendapat gaji mingguan.

-an9 N →N „kolektif‟ takaran

Punya uang recehan?

Jangan membeli barang kodian meskipun harganya murah.

Ibu membeli lusinan piring kertas untuk makan dalam piknik besok.

Catatan:

(28)

-an10 N →N „yang mempunyai‟ Kami sangat menyukai durian.

Indonesia telah memproduksi rambutan dalam kalengan.

-an11 N →N „yang ditempatkan di‟

Kata makanan mempunyai akhiran –an. Awalan me- mempunyai banyak makna. Walaupun ia seorang bawahan, ia sangat rajin bekerja.

-an12 V →N „apa yang di-‟

Di toko tersedia pelbagai jenis makanan.

Akhir-akhir ini minuman dalam botol besar sangat digemari.

-an13 N →N „kolektif‟

Pasangan suami istri itu sedang menunggu kelahiran anak mereka yang pertama.

Kawanan domba itu sedang digiring oleh gembala itu menuju padang rumput yang hijau.

-an14 N →N „kegiatan yang bersangkutan dengan‟

Pesta Natalan biasanya dirayakan setelah hari Natal. Keluarga itu mengadakan syukuran karena putra mereka sudah sembuh dari sakit berat.

-an15 V →N „alat untuk‟

Anak-anak senang bermain di ayunan itu.

(29)

2) Prefiks ke-

ke1- A →N „yang di + D + kan/i‟

Karena disiplin dan tanggung jawabnya yang tinggi, ia diangkat menjadi ketua.

ke2- V →N „abstrak‟

Ia hanya melaksanakan kehendak orang tuanya.

ke3- V →N „orang yang di....‟

Kekasih hatinya telah pergi menghadap yang Maha Kuasa.

3) Prefiks Pe1-

pe1- V → N (me- + V) „pelaku‟ telis

Di sepanjang jalan Malioboro banyak penjual cindera mata.

Wakil presiden menjadi wakil pejabat presiden. Penyanyi asal Bandung itu berhasil menjuarai pemilihan bintang radio dan televisi 1987.

Pemangku lurah di desa ini belum ditunjuk.

pe2- V → N (me- + N) „pelaku‟ telis

Peninju wanita itu berhasil ditangkap.

pe3- V → N (me- + V) „alat (instrumentalis)‟ telis

Tongkat pemukul softball itu patah menjadi dua.

(30)

Siapa yang mematahkan penggaris ini, dia yang harus menggantikannya.

Kau dapat membersihkan ruangan ini dengan menggunakan alat penyapu lantai itu.

pe5- V → N (me- + N) „mempunyai kebiasaan

(habituatif)‟

telis

Ia seorang perokok berat.

pe6 - V → N (me- + V) „mempunyai kebiasaan

(habituatif)‟

Pemabuk itu menelantarkan keluarganya.

Peminum itu ditangkap polisi karena mengganggu ketenangan masyarakat di sekitar rumahnya.

pe7- V → N (me- + V) „profesi‟ telis

Setelah lulus sekolah guru, ia menjadi seorang pengajar sekolah dasar.

Kau kenal penulis buku tata bahasa yang sedang kau baca ini?

pe8- V → N (me- + N) „profesi‟ telis

Suaminya seorang pelaut, oleh karena itu jarang ada di rumah.

Penari itu sudah berhasil mendapat gelar sarjana. Kata orang, nenek itu seorang penyihir.

pe 9- V → N (me- + V(+kan) „abstrak‟ telis

(31)

Catatan:

Bentuk perokok dan pelaut berasal dari bentuk antara merokok dan melaut, bukan dari bentuk berokok dan berlaut.

Pendapat tidak berasal dari bentuk mendapat atau mendapatkan melainkan proses pembentukan dari bentuk dasar.

pe- A N „orang yang mempunyai kedudukan,

propesi‟

Walaupun ia seorang penggede, hidupnya sangat sederhana.

Massa mencemaskan para petinggi itu.

Ketika pembesar itu datang ke desa kami, semua halaman rumah harus dibersihkan.

Penjahat yang sangat ditakuti itu sudah ditangkap polisi.

Berapa besar gaji penjinak binatang buas itu? 4) Prefiks per-

per1- V N (ber-+N) „pelaku‟

Para pejalan kaki harus berjalan di tepi sebelah kiri. R. A. Kartini adalah pejuang hak-hak wanita Indonesia.

Pejabat yang curang sangat mengecewakan rakyat.

per2- V N (ber-+N) „profesi‟

Dulu ia seorang petinju yang ternama, sekarang hanya beberapa orang saja yang masih mengenalnya.

Ada 200 orang lebih petatar yang ikut serta dalam penataran kali ini.

(32)

per3- V N (ber-+V) „profesi‟ atelis

Dilihat dari caranya berpakaian, apakah dia seorang pelajar?

Kabarnya pertapa itu sudah bertapa selama puluhan tahun.

per4- V N (ber-+V) „alat, yang ber- (instrumentalis)‟ atelis

perhatikan baik-baik petunjuk berikut ini.

5) Prefiks se-

se- N N „satu dan bersama-sama‟

Hasan sekantor dengan saya.

Paham yang dianutnya sealiran dengan paham saya. Pak Suyudi dan Pak Maurits pernah seasrama. Sekantornya ditraktirnya, ketika ia mendapat bonus.

6) Infiks el-

-el1- A→N „benda yang …‟

Anak itu sedang asyik bermain dengan gelembung-gelembung sabun.

-el2- V→N „alat (intrumentalis)‟

(33)

-el3- N→N „alat (instrumentalis)‟

Telapak tanganku selalu terasa panas setelah aku mengiris cabai.

-el4- N→N „kumpulan‟

Geligi anak itu sedang diperiksa oleh seorang dokter gigi.

7) Infiks er-

-er1- N →N „alat (instrumentalis)‟ Seruling itu terbuat dari bambu.

-er2- N →N „yang ber…‟

Gerigi gergaji itu sudah tumpul. 8) Sufiks at

-at - „pelaku jamak feminin‟

Selamat datang kami sampaikan kepada para hadirin dan hadirat.

Pada hari raya Lebaran orang-orang Kristen mengucapkan selamat kepada kaum muslimin dan muslimat.

9) Sufiks si

-si N → Npelaku jamak (dasar + -us) „pelaku jamak‟ abs

Para kritisi film menganggap pilihan juri terhadap film itu sebagai film terbaik masih perlu dipertanyakan.

(34)

10)Sufiks ika

-ika - (penanda bidang ilmu)

Fisika adalah mata pelajaran yang paling tidak saya senangi.

Kita harus memakai logika juga dalam mamutuskan masalah ini, jangan hanya mengandalkan perasaan saja.

11)Sufiks in

-in - „pelaku jamak maskulin‟

Ketika Bapak Presiden memasuki ruangan, hadirin diminta berdiri.

Setiap hari Jumat, para muslimin bersembahyang di mesjid.

12)Sufiks ir

-ir V→N „pelaku‟

Para pemilik toko seharusnya menjalin hubungan yang baik dengan para leveransir.

Para importir beras merasa keberatan dengan dinaikkannya bea masuk.

13)Sufiks ur

-ur1 V→N „pelaku maskulin‟

(35)

Redaktur majalah Sarinah menerima banyak surat.

-ur2 -„sistem‟

Usaha kaum komunis mendirikan diktaktur proletariat digagalkan kaum sosialis.

Praktik sensur di negara itu gagal memberantas ajaran-ajaran sesat.

14)sufiks-ris

-ris -pelaku feminin-

Direkteris perusahaan itu pintar lagi pula cantik. Rebecca giling, aktris jelita dari australia membintangi film seri return to eden.

Dia terpilih sebagai inspekteris dalam upacara sumpah pemuda.

15)sufiks us

-us -pelaku tunggal, orang yang bergerak dalam bidang‟

H.B jassin adalah kritikus sastra yang terkenal.

Ia ingin menjadi sorang politikus ulung 16)sufiks isme

-isme1 -paham-

Aliran humanisme mengutamakan unsur kemanusiaan.

Kapitalisme ditolak negara komunis.

Feodalisme sudah tidak sesuai lagi untuk zaman sekarang.

(36)

-isme2 -„kebiasaan atau gaya hidup yang kurang baik‟ Pemuda-pemuda kita menghadapai bahaya yang datang dari individualisme, hedonisme, laikisme, dan sekularisme.

Holandisme sudah tidak nampak dalam bahasa Indonesia

17)sufiks-is (berhubungan dengan -isme)

-is -(dasar+isme)‟ orang yang bersangkutan dengan. .‟

Apakah kedudukan kaum kapitalis makin kuata pada masa ini?

Pikirannya mencerminkan ia seorang feodalis.

18)sufiks isasi

-isasi -„proses‟

Perusahaan yang bagkrut itu tidak mempunyai investarisasi yang cukup.

Ia mengambil spesialisasi bidang kedokteran anak. Ibu aktif dalam pelnagai organisasi dikantornya

19)sufiks-isida

-isida -„pembunuh‟

Fungisida digunakan untuk mengendalikan jamur. Penyiangan itu dapat dilakukan dengan menggunakan cat kimia yang terkenal dengan nama herbisida.

(37)

20)sufiks ita

-ita -„wanita‟

Dia seorang seniorita yang sangat cerewet selama masa perpeloncoan.

Salah seorang rekanita kita akan pergi bertugas ke daerah.

Madona adalah biduanita yang paling banyak penggemarnya.

21)sufiks or

-or - pelaku maskulin‟(dengan nuansa unggul)

Aktor terbaik yang mendapat piala citra pada tahun 1987 adalah Dedy Mizwar.

Anak yangberdasi biru itu terpilih menjadai deklamator terbaik karena ia dapat membaca puisi dengan baik.

Negara agresor itu dikutuk oleh dewan keamanan PBB.

Koruptor yang sudah dihukum berat ini belum juga jera.

Kudeta di asuncion telah menjatuhkan diktator Alfredo Stroessner

Badan sensor ikut menyaring film-film video.

22)sufiks tas

(38)

Berenang merupakan salah satu aktivitas yang digemari para remaja.

Kita harus menghadapi realitas hidup ini.

Kaulaitas barang ekspor di negara itu semakin merosot.

Banyak universitas swasta Indonesia yang belum memiliki status.

4. Media Cetak

Sejak awal mula pertumbuhannya media cetak mengalami banyak perubahan baik dari sisi perwajahan, sopistikasi bahasanya, kualitas pesan-pesannya, semua telah berubah sejalan dengan perubahan masyarakat dan kemajuan teknologi pendukungnya.31 Perjalanan media cetak tidaklah singkat, empat puluh tahun media cetak mengalami perjalanan yang cukup panjang menuju pengabdian, kehidupan media cetak dipengaruhi oleh sisi internal media cetak dan kondisi sistem politik, sistem kekuasaan, serta kultur kekuasaan.32 Hal ini menjadikan media massa menjadi salah satu media massa yang paling populer, media cetak merupakan media komunikasi yang bersifat tertulis atau tercetak.33 Dengan demikian, media cetak merupakan salah satu jenis media massa yang bersifat tertulis atau tercetak, sebab perjalanan media cetak yang panjang menjadikan media cetak menjadi media yang terpopuler di masyarakat.

Jenis media cetak yang beredar di masyarakat sangat beragam. Secara garis besar, media cetak dapat dikelompokan sebagai surat kabar, majalah dan tabloid, Asep Saiful Muhtadi dalam bukunya yang berjudul

31

Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik Pendekatan Teori & Praktik, (Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu, Cet. Pertama, 1999), hlm. 88.

32

Septian Santana K, Jurnalisme Kontemporer, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, Cet. Pertama, 2005), hlm. 85.

33

(39)

Jurnalisik Pendekatan Teori dan Praktik menjelaskan surat kabar atau biasa disebut koran merupakan salah satu kekuatan sosial dan ekonomi yang cukup penting dalam masyarakat, yang pada awal perkembangannya surat kabar tumbuh secara bertahap mulai dari lembaran-lembaran kertas yang dipublikasikan secara lokal, sampai jumlah halaman yang banyak dan telah dipublikasikan secara internasional.34

Media cetak salah satunya surat kabar harus memiliki lima orientasi yang ada dalam setiap penyajian berita, kelima orientasi adalah (1) aktualisasi, mengacu pada keadaan yang sebenarnya; (2) publisitas, yang mengacu pada penyampaian informasi kepada publik; (3) periodesitas, yang mengacu pada konsistensi jadwal penerbitan; (4) universalitas, yang mengacu pada keberagaman isi berita; dan (5) dokumentatif, yang mengacu pada dokumentasi konkret dan dapat didokumentasikan. Jika ditinjau dari proses penyajiannya, setiap jenis media cetak sangat dipengaruhi oleh dua aspek penting, yaitu (a) aspek bahasa yang bertumpu pada pemilihan dan pemakaian bahasa (seperti pemakaian kata, frase, kalimat, paragraf) yang informatif dan efektif dan (b) aspek lay out (tata letak), yang bertumpu pada desain atau tata letak penyajian berita agar mengundang daya tarik. Sebagai hasil karya jurnalistik, setiap informasi yang disajikan dalam media cetak harus mengandung unsur kebenaran, kejelasan, keakuratan, dan daya tarik.35

5. Pengertian Kolom

Salah satu rubik khusus dalam surat kabar yaitu kolom, kolom adalah sebuah rubik khusus di media massa cetak yang berisikan karangan atau tulisan pendek, yang berisikan pendapat subjektif penulisnya tentang suatu masalah. Kolom dapat dikatakan mirip dengan artikel opini dan esai

34

Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik Pendekatan Teori & Praktik, (Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu, Cet. Pertama, 1999), hlm. 88.

35

(40)

yang dimuat di surat kabar atau majalah. Hanya saja jika dicermati, gaya penulisan kolom terlihat khas dan berbeda dengan artikel dan esai.36

Kurniawan Djunaedhie dalam Santana mendefiniskan kolom adalah lajur pada surat kabar atau majalah, bisa juga berarti tulisan dalam penerbitan pers yang menyoroti suatu masalah tertentu dengan gaya bahasa yang bebas, bersifat subjektif, biasanya satiris, dan komis mengenai politik, ekonomi, dan lain-lain. 37 Kolom juga dapat didefinisikan sebagai opini singkat seseorang yang lebih banyak menekankan aspek pengamatan dan pemaknaan terhadap suatu topik atau masalah yang berkembang masyarakat. Kolom merupakan cermin pemikiran pribadi penulis dan sebagai pemaknaan subjektif tentang topik atau masalah yang dibahas. Penulis kolom tidak harus jurnalis/wartawan, siapa saja dapat menulis kolom.38

Dengan demikian, kolom adalah salah satu bagian dari media massa, baik cetak maupun online kolom menjadi rubik khusus di media cetak berisi tentang suatu masalah tertentu yang bersifat serius atau ringan, meski demikian kolom mempunyai ciri khas tertentu dibandingkan dengan rubik media cetak yang lain, yaitu cara penulisannya yang terlihat khas, ditulis dengan bahasa yang ringan, dan bersifat subjektif.

Tulisan kolom tidak mempunyai struktur tertentu, misalnya ada bagian pendahuluan atau lead, isi atau tubuh tulisan, dan penutup, kolom langsung berisi tubuh tulisan, yakni berupa pengungkapan pokok bahasan dan pendapat penulisnya tentang masalah tersebut.39 Sedia Willing Barus juga menjelaskan kolom ditulis dengan gaya yang sangat ringan meski

36

Mudrajad Kuncoro, Mahir Menulis Kiat Jitu Menulis Artikel Opini, Kolom & Resensi Buku, (Jakarta: Penerbit Earlangga, 2009), hlm 33.

37

Septian Santana K, Jurnalisme Kontemporer, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, Cet. Pertama, 2005), hlm. 59.

38

Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan, (Bogor: Ghalia Indonesia, Cet. Pertama, 2010), hlm. 35.

39

(41)

masalah yang dibahas termasuk ke dalam masalah yang serius seperti politik, ekonomi, sosial, kriminalitas dan sebagainya.40 Pendapat Kuncoro dan Barus menguatkan bahwa kolom mempunyai ciri khas dalam penulisannya salah satunya adalah kolom tidak mempunyai struktur seperti lead, isi, dan penutup.

6. Bahasa Jurnalistik

Setiap bidang ilmu mempunyai tatabahasanya sendiri yakni seperangkat peraturan yang erat kaitannya dengan berbagai alat indera dalam hubungannya dengan penggunaan media. Bahasa yang digunakan oleh wartawan dinamakan bahasa pers atau bahasa jurnalistik, bahasa pers adalah salah satu ragam bahasa yang didasarkan pada bahasa baku, serta memperhatikan kaidah-kaidah tata bahasa dan ejaan yang benar, meski demikian bahasa jurnalistik tetap mengikuti perkembangan dalam masyarakat.41 Sarwoko juga berpendapat bahwa bahasa Indonesia Jurnalistik tidaklah berbeda dengan bahasa Indonesia baku, yang membedakan antara keduanya hanyalah penggunaannya, karena digunakan sebagai media penyampaian informasi, bahasa yang digunakan media massa memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan dengan bahasa yang digunakan untuk keperluan lain.42

Bahasa jurnalistik disebut juga sebagai bahasa koran, bahasa jurnalistik dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki oleh wartawan dan kebiasaan berbahasa yang dianut oleh insitusi media, selain itu bahasa jurnalistik juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:43

40

Sedia Willing Barus, Jurnalistik Petunjuk Teknis Menulis Berita, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010), hlm. 148.

41

Rosihan Anwar, Bahasa Jurnalistik dan Komposisi, (Yogyakarta: Penerbit Media Abadi, Cet. Kelima, 2004), hlm. 3.

42

Tri Adi Sarwoko, Inilah Bahasa Indonesia Jurnalistik. (Yogyakarta: CV ANDI OFFSET, Edisi 1, 2007), hlm. 1-2.

43

(42)

1) Karena adanya keterbatasan ruang dan waktu yang dimiliki oleh wartawan dalam menulis berita. Bahasa jurnalistik dapat membantu wartawan untuk menulis berita tanpa meninggalkan unsur-unsur pokok dalam berita tersebut.

2) Karena mobilitas pembaca yang tinggi sehingga menjadikan kepentingan pembaca media menjadi terbatas, banyak pembaca hanya sekedar memperoleh informasi semata, tanpa mau membaca berita seluruhnya. Dengan demikian, bahasa jurnalistik yang lebih lugas dan informatif harus menjadi acuan, khususnya dalam penyajian head line atau lead berita. 3) Karena pembaca bersifat universal sehingga bahasa jurnalistik

harus mudah dibaca oleh setiap orang dengan latar belakang pendidikan dan tingkat intelektual yang minimal.

Bahasa dalam media cetak ibarat roh atau nyawa. Tanpa bahasa, media cetak tidak akan bermakna apa-apa. Dalam UU Pokok Pers nomor 40 tahun 1999, wartawan memiliki kebiasaan dalam bebahasa. Akan tetapi, karena keterbatasan media cetak, jurnalistik harus mempunyai ciri-ciri, antara lain:44

1) Singkat, artinya bahasa jurnalistik harus menghindari penjelasan yang panjang dan bertel-tele.

2) Padat, artinya bahasa jurnalistik yang singkat itu sudah mampu menyampaikan informasi yang lengkap. Semua yang diperlukan pembaca sudah tertampung di dalamnya. Menerapkan prinsip 5W+1H, pembuangan kata-kata adalah mubazir dan lebih baik menerapkan ekonomi kata.

3) Lugas, artinya bahasa jurnalistik mampu menyampaikan pengertia atau makna informasi secara langsung, dengan menghindari bahasa yang berbunga-bunga.

44

(43)

4) Menarik, artinya menggunakan pilihan kata yang masih hidup, tumbuh, dan berkembang. Hindari kata-kata yang sudah mati (tak pernah lagi digunakan dalam masyarakat)

5) Jelas, artinya informasi yang disampaikan jurnalis dengan mudah dapat dipahami oleh khalayak umum (pembaca). Struktur kalimatnya tidak menimbulkan penyimpangan atau pengertian makna yang berbeda, menghindari ungkapan bersayap atau bermakna ganda (ambigu). Oleh karena itu, sepantasnya bahasa jurnalistk menggunakan kata-kata bermakna denotatif (makna sebenarnya)

Ciri-ciri bahasa jurnalistik secara terperinci juga dipaparkan oleh Suhaimin dan Ruli Nasrullah, terdapat 17 ciri utama bahasa jurnalistik yang berlaku untuk semua media berkala (cetak dan online), yakni:45

1) Sederhana

Sederhana berarti selalu mengutamakan dan memilh kata atau kalimat yang paling banyak diketahui maknanya oleh khalayak pembaca yang sangat heterogen, baik dilihat dari tigkat intelektualitasnya maupun karakteristik demografis dan psikografisnya.

2) Singkat

Singkat berarti langsung kepada pokok masalah (to the point), tidak bertele-tele, tiadk berputa-putar sehingga tidak memboroskan waktu pembaca.

3) Padat

Padat dalam bahasa jurnalistik berarti sarat informasi, kalimat yang singkat tidak berarti memuat banyak informasi sedangkan kalimat yang padat pasti mengandung banyak informasi.

45

(44)

4) Lugas

Lugas berarti tegas, tidak ambigu, sekaligus menghidari eufemisme atau penghalusan kata dan kalimat yang membingungkan khalayak pembaca sehingga terjadi perbedaan persepsi dan kesalahan konklusi.

Jernih berarti bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus, tidak menyembunyikan sesuatu yang lain yang bersifat negatif seperti prasangka atau fitnah.

7) Menarik

Menarik artinya mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca, memicu selera baca. Bahasa jurnalistik berpijak pada prinsip: menarik, benar, dan baku.

8) Demokratis

Salah satu ciri yang paling menonjol dari bahasa jurnalistik adalah demokratis. Demokratis berarti bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta baik dari penulis maupun pembaca.

9) Populis

Populis berarti setiap kata, istilah, atau kalimat apapun yang terdapat dalam karya-karya jurnalistik harus akrab di telinga, di mata, dan di benak pikiran khalayak pembaca.

10)Logis

(45)

diterima dan sekaligus mencerminkan nalar dan sesuai dengan fakta.

11) Gramatikal

Bahasa jurnalistik harus mengikuti tata bahasa baku artinya bahasa resmi sesuai dengan ketentuan tata bahasa serta pedoman ejaan yang disempurnakan berikut pedoman pembentukan istilah yang menyertainya.

12)Menghindarkan kata tutur

Kata tutur ialah kata yang biasanya digunakan dalam percakapan sehari-hari secara informal. Kata tutur menekankan pada pengertian, sama sekali tidak memperhatikan masalah struktur dan tata bahasa.

13)Menghindarkan kata dan istilah asing

Berita ditulis untuk dibaca atau didengar. Pembaca atau pendengar harus mengetahui arti dan makna setiap kata yang dibaca atau didengar. Berita atau laporan yang banyak diselipi kata-kata asing, selain tidak informatif dan komunikasi juga membingungkan.

14)Pilihan kata (diksi) yang tepat

Pilihan kata atau diksi yang tidak tepat dalam setiap kata jurnalistik, bisa menimbulkan akibat fatal, diksi digunakan untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan tetapi juga gaya bahasa dan pengungkapan.

15)Mengutamakan kalimat aktif

(46)

16)Menghindari kata atau istilah teknis

Karena ditujukan untuk pembaca umum, maka bahasa jurnalistik harus sederhana, mudah dipahami, ringan dibaca. Istilah teknis hanya berlaku untuk kelompok atau komunitas tertentu yang bersifat homogen.

17)Tunduk kepada kaidah etika

Salah satu tujuan utama pers adalah edukasi, mendidik. Fungsi ini harus tercermin pada materi isi berita, laporan, gambar dan artikel-artikelnya, melainkan juga harus tampak pada bahasanya.

Eni Setiati memaparkan ciri-ciri bahasa jurnalistik yang dilihat dari segi penulisannya, seperti singkat, padat, lugas, menarik dan jelas. Suhaemin dan Nasrullah menjelaskan secara rinci, selain ciri-ciri bahasa jurnalistik yang dilihat dari segi penulisannya, bahasa jurnalistik perlu mengutamakan penyajian tulisan dengan menggunakan pola kalimat berjenis aktif, dapat dilihat pada ciri-ciri point ke-15. Kalimat aktif dalam penyajian berita terbukti lebih mudah dipahami dan lebih disukai pembaca, serta dapat memperjelas pemahaman pembaca.

Di samping itu, karena sifat pembacanya umum, penggunaan kata/istilah teknis perlu diperhatikan, karena pada dasarnya kata/istilah yang umum disajikan agar pembaca dapat memahami. Bahasa jurnalistik juga harus tunduk dan patuh pada kaidah dan etika bahasa Indonesia yang baku, penggunaan bahasa yang sesuai dengan kaidah dan etika yang baku tentu akan menjadikan perusahan penerbitan media lebih profesional dan memiliki reputasi kuat di masyarakat.

B.

Penelitian yang Relevan

(47)

1. Siti Markamah, “Analisis afiksasi pembentuk verba dalam induk opini surat kabar Pos Kota sebagai sumber belajar”.

Inti yang dibahas dalam skrispi ini adalah peneliti membahas afiks-afiks yang membentuk verba (kata kerja) dalam induk opini surat kabar yang digunakan dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus, metode ini menyelidiki fenomena kontemporer yaitu sedang berlangsung atau telah berlangsung tetapi masih menyisakan dampak dan pengaruh yang luas, kuat atau khususnya pada saat penelitian dilakukan. Pada skripsi ini bersifat paparan, penulis menjabarkan penggunaan afiks yang berfungsi sebagai pembentuk verba turunan dalam induk opini surat kabar Pos Kota sehingga dapat ditentukan keuntungan dan kerugian penggunaan penggunaan induk opini tersebut sebagai sumber belajar.

Perbedaan penelitian Siti Markamah dengan skripsi ini yaitu pada subjek analisisnya, semua afiks pembentuk verba diteliti oleh Siti Markamah, sedangkan penulis membahas afiks pembentuk nomina terutama prefiks, infiks, dan sufiks.

2. Anggraini Prastikasari, “Afiksasi Pembentuk Verba dalam Teks Siswa Kelas VIII di SMP Darul Muttaqien Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014”.

Inti skripsi ini membahas tentang penggunaan afiksasi pembentuk verba pada teks berita siswa kelas VIII di SMPA Darul Muttaqien Jakarta, untuk menganalisis datanya penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan tekni pengumpulan data yaitu observasi, yaitu dengan memberikan tes kepada siswa dan dianalasis berdasarkan teori afiks pembentuk verba.

(48)

3. Yusuf Munandar, “Afiks Pembentuk Verba Bahasa Sunda”.

Skripsi yang ditulis Yusuf Munandar membahas tentang afiks, kaidah yang digunakan dalam membentuk verba bahasa Sunda dalam bentuk derivasional serta makna yang dikandung oleh afiks pembentuk verba bahasa sunda dengan data penelitian bersumber dari informan penutur asli bahasa Sunda. Munandar menggunakan metode cakap simak dengan teknik rekam, teknik catat.

Fokus analisis yang dilakukan dalam penelitian Munandar lebih luas yaitu pada afiks pembentuk verba dengan objek penelitian informan pengguna bahasa Sunda. Sedangkan dalam skripsi ini, fokus penelitiannya pada afiks pembentuk nomina dengan objek surat kabar Pos Kota.

Berdasarkan tiga penelitian relevan yang telah dipaparkan, terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian penulis, antara lain: subjek yang digunakan Markamah, Prastikasari, dan Munandar adalah afiks pembentuk verba, dengan objek penelitiannya menggunakan teks siswa dan informan pengguna. Namun, peneliti menggunakan subjek afiks pembentuk nomina dengan objek surat kabar.

(49)

38

A.

Sumber Data

Sumber data yang digunakan oleh penulis adalah teks berita kolom Jakarta dalam surat kabar Pos Kota. Penulis menggunakan kolom Jakarta karena ingin meneliti penggunaan afiks terutama prefiks, infiks, sufiks pembentuk nomina yang terdapat dalam kolom tersebut.

B.

Teknik Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan metode pengumpulan data dengan teknik simak catat karena yang digunakan dalam penelitian ini berupa teks berita pada kolom Jakarta surat kabar Pos Kota dengan menggunakan teknik simak catat, peneliti mengumpulkan data, mempelajari data, dan menganalisis data yang telah dikumpulkan dengan cara menyimak dan mencatat hasil analisis data yang kemudian dideskripsikan sesuai dengan hasil analisis.

C.

Desain dan Langkah Penelitian

Jenis metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati, serta analisis yang digunakan dalam penelitian kualitatif deskriptif-analitis yang berarti intrepretasi terhadap isi dibuat dan disusun secara sistemik atau menyeluruh dan sistematis.43

43

(50)

Samsudin dan Vismaia juga menjelaskan bahwa Pendekatan kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temu-temuan tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungannya44 Dengan demikian, karena kualitatif tidak menggunakan perhitungan dan angka dan bersifat deskriptif-analitis. Maka penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif untuk menjelaskan permasalahan yang telah dirumuskan dengan tujuan mengambil kesimpulan.

Penulis menggunakan metode penelitian dekriptif kualitatif karena dalam penelitian ini penulis menganalisis dan mendeskripsikan penggunaan afiks, terutama prefiks, infiks, dan sufiks pembentuk nomina kolom Jakarta pada surat kabar Pos Kota. Oleh karena itu, penggunaan metode deskriptif kualitatif ini sesuai untuk mengkaji dan menganalisis data secara objektif berdasarkan fakta yang ditemukan.

Setelah mengumpulkan data dari kolom Jakarta, selanjutnya adalah analisis data. Data dianalisis melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1. Peneliti mengklasifikasikan bentuk-bentuk yang termasuk prefiks, infiks, sufiks pembentuk nomina dalam kolom Jakarta Kota pada surat kabar Pos Kota.

2. Mengidentifikasi kelas kata yang terdapat pada kata dasar yang berimbuhan dengan prefiks, infiks, sufiks pembentuk nomina. 3. Mendeskripsikan proses afiksasi yang terdapat pada kata dasar

yang berimbuhan dengan prefiks, infiks, sufiks pembentuk nomina. 4. Mendeskripsikan pembentukan kata dan perubahan kelas kata yang

diakibatkan oleh prefiks, infiks, sufiks pembentuk nomina. 5. Menarik kesimpulan berdasarkan hasil analisis data.

44

(51)

D.

Teknik Analisis Data

Data pada penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Ciri atau karakeristik penelitian kualitatif salah satunya adalah analisis data dilakukan secara induktif, menurut Biklen;Lincoln dalam Guba dalam Moleong: Nana Sudjanan dan Ibrahim; H.B Mustopo yang dimaksud dengan analisis data dilakukan secara induktif adalah penelitian kualitatif tidak dimulai dari deduksi teori, tetapi dimulai dari fakta empiris. Analisis data di dalam penelitian kualitatif dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data, dengan demikian temuan penelitian di lapangan yang kemudian dibentuk ke dalam bangunan teori, hukum, bukan dari teori yang telah ada, melainkan dikembangkan dari data lapangan (induktif).45

Dalah satu penggunaan metode dalam penelitian kualitatif adalah metode simak, yaitu cara memperoleh data yang dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa, tidak hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa secara lisan tetapi juga penggunaan bahasa secara tertulis, metode ini mempunyai teknik dasar berwujud teknik sadap dan diikuti dengan teknik lanjutan yang berupa teknik catat.46 Karena peneliti menggunakan data bahasa secara tertulis, maka peneliti hanya dapat menggunakan teknik catat sebagai gandengan dari teknik simak. Dengan demikian, penulis meyadap penggunaan bahasa pada data yang telah ditentukan kemudian mencatat beberapa bentuk yang relevan bagi data penelitian.

Proses analisis yang digunakan dalam penelitian ini berupa analisis morfologi, karena penelitian ini menganalisis kesalahan penggunaan afiks, yang merupakan salah satu pembentuk kata.

45

Nurul Zuhria, Op.cit., hlm. 93. 46

(52)

41

A.

Analisis Afiks Pembentuk Nomina dalam Koran

Pos Kota

Kolom

Jakarta

Edisi 2-31 Januari 2016

1. Prefiks Pe- Sebagai Pembentuk Nomina dalam Koran Pos Kota Kolom Jakarta Edisi 2-31 Januari 2016

a. Prefiks Pe- Bermakna ‘Profesi’ Sebagai Pembentuk Nomina dalam Koran Pos Kota Kolom Jakarta Edisi 2-31 Januari 2016

(1) “Pejabatpulau seribu harus bekerja cepat”

Kata jabat bermakna „memegang‟, verba menjabat

bermakna „memegang jabatan‟ sedangkan jabatan bermakna

„orang yang memegang jabatan‟. Nomina pejabat diturunkan dari

dasar jabat melalui verba menjabat. Kata pejabat mengalami proses analogi karena prefiks pe- dari kata dasar jabat mempunyai dua bentuk yaitu pejabat yang bermakna „memegang jabatan‟ dan penjabatbermakna „memegang jabatan sementara‟

Pada kalimat (1) terdapat kata pejabat. Kata pejabat merupakan nomina yang diturunkan dari kelas kata verba jabat yang berimbuhan dengan prefiks pembentuk nomina pe-. Penggunaan kata pejabat pada kalimat (1) tepat, karena kata pejabat sesuai makna dan penggunaannya dalam kalimat (1) yang

mempunyai makna „para pegawai pemerintah yang memegang

jabatan penting di Pulau Seribu harus bekerja cepat‟ (2) “Petugas PPSU di kelurahan tersebut dijadwalkan piket

(53)

Verba tugas mempunyai makna „yang wajib dikerjakan

atau yang ditentukan untuk dilakukan‟ melalui verba bertugas yang

bermakna „menjalankan tugas‟ dan ditambahkan sufiks pe-

bermakna „pelaku‟, sehingga menurunkan nomina petugas yang

mempunyai makna „orangyang bertugas‟

Pada kalimat (2) terdapat kata petugas, merupakan nomina yang diturunkan dari verba tugas dan berimbuhan dengan prefiks nomina pe- pembentuk nomina. Penggunaan kata petugas dalam kalimat (2) tepat, karena sesuai dengan makna dan penggunaannya dalam kalimat (2) yang mempunyai makna „orang yang bertugas untuk melakukan pembersihan sisa perayaan tahun baru adalah petugas PPSU (Penanganan Prasaran dan Sarana).

(3) “pedagang buah jualan di trotoar”

Nomina dagang bermakna „pekerjaan yang berhubungan dengan menjual dan membei barang untuk memperoleh

keuntungan‟, verba berdagang bermakna „berjual beli‟ sedangkan

pedagang bermakna „orang yang kerjanya berdagang‟. Nomina pedagang mengalami proses penurunan dari kata dasar jabat melalui verba berdagang serta pembubuhan prefiks pe- bermakna

„profesi‟ dan menurunkan nomina pedagang.

Pada kalimat (3) terdapat kata pedagang. Kata pedagang mempunyai makna „orang yang pekerjaannya berdagang untuk

mencari nafkah‟. Penggunaan kata pedagang dalam kalimat (3) tepat, karena sesuai makna dan penggunaannya dalam kalimat (3)

yang mempunyai makna „orang yang pekerjaannya berdagang

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan deskripsi proses, dan deskripsi produk, dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat ditarik simpulan-simpulan (1) terjadi peningkatan aktivital belajar

Nama paket pekerjaan : Pengadaan Bibit Kopi Robusta Super Polybag Untuk Desa Muara Danau dan Desa Penyandingan Kecamatan Semende Darat Laut 50 Ha Keperluan Dinas Perkebunan

Sementara itu, perubahan indeks harga yang dibayar petani (Ib) yang mengalami kenaikan sebesar 0 ,2 9 persen diakibatkan oleh naiknya indeks subkelompok konsumsi

Lingkup pekerjaan : Pekerjaan jasa audit ini meliputi penilaian kewajaran atas penyajian Laporan Keuangan LPDP tahun 2016 sesuai dengan SAK yang berlaku untuk

According to Knowles (1999), mentioned that in franchise businesses, there must be a contract regarding all the terms and conditions agreed between the franchisor and the

MENURUT ORGANI SASI / BAGI AN ANGGARAN, UNI T ORGANI SASI , PUSAT,DAERAH DAN KEWENANGAN. KODE PROVINSI KANTOR PUSAT KANTOR DAERAH DEKONSEN

Penelitian ini mencoba menganalisa pengaruh kadar hb dan lingkar lengan atas (lila) pada ibu hamil trimester tiga terhadap berat badan lahir bayi.. Analisa

Perhatikan kata-kata Ki Hajar Dewantara berikut “membangun budaya agar siswa selalu siap dengan perubahan yang semakin kompetitif” artinya diperlukan sikap yang