• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Soal Ulangan Akhir Semester (Uas) Biologi Sma Kelas X Ditinjau Dari Taksonomi Bloom

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Soal Ulangan Akhir Semester (Uas) Biologi Sma Kelas X Ditinjau Dari Taksonomi Bloom"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

TAKSONOMI BLOOM

Studi kasus pada 9 SMAN di Kota Bogor

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh

DIRA MUSTARAH NIM: 108016100009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

v

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, berkat rahmat, dan ridha-Nya Skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat yang tak pernah terlewatkan, salam yang tak pernah tenggelam, selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW. Alhamdulillah dengan izin Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Analisis Soal Ulangan Akhir Semester (UAS) biologi SMA Kelas X Ditinjau Dari Taksonomi Bloom”.

Dalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan, motivasi, serta bimbingan dari berbagai pihak. Maka sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK).

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., Ketua Jurusan Pendidikan IPA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Zulfiani, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Biologi dan sebagai pemeriksa untuk validitas hasil olah data.

4. Bapak Dr. Ahmad Sofyan, M.Pd dan Ibu Eny S. Rosyidatun, MA., sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi.

5. Kepala Sekolah beserta guru-guru biologi kelas X SMAN 1, SMAN 2, SMAN 3, SMAN 4, SMAN 6, SMAN 7, SMAN 8, SMAN 9, SMAN 10 yang sudah memberikan kesempatan dan meluangkan waktu dalam proses penelitian.

6. Para dosen yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat.

(6)

vi

8. Ahmad Syaifulloh yang telah memberikan dukungan dan meluangkan waktu dalam rangka penyelesaian skripsi.

9. Sahabat-sahabat program studi Biologi angkatan 2008 yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang selalu menghiasi hari-hari penulis dengan keceriaan dan kebersamaan. Semoga persahabatan dan tali silaturahmi selalu terjaga dan dirahmati Allah SWT, Amin.

10.Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi.

Akhirnya, hanya kepada Allah SWT jualah semuanya dikembalikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk penulis khususnya dan untuk pembaca umumnya.

Jakarta, April 2013

Dira Mustarah

(7)

vii

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Perumusan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN TEORETIK A. Teori-teori yang Relevan dengan Variabel yang Diteliti ... 6

1. Belajar ... 6

a. Pengertian Belajar ... 6

b. Teori Belajar... 11

c. Hasil Belajar ... 14

2. Tes ... 16

a. Pengertian Tes ... 16

b. Fungsi Tes ... 25

c. Penulisan Soal ... 25

3. Taksonomi Bloom ... 28

(8)

viii

b. Peran Guru ... 42

c. Kompetensi Guru ... 42

6. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam ... 43

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 44

C. Kerangka Berpikir ... 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 46

B.Metode Penelitian ... 46

C.Unit Analisis ... 46

D.Instrumen Penelitian ... 47

E. Teknik Pengumpulan Data ... 48

F. Teknik Analisis Data ... 48

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan Penelitian ... 49

1. Kesesuaian Soal dengan Indikator ... 49

2. Pengelompokan Soal Berdasarkan Kompetensi Dasar ... 50

3. Pengelompokan Soal Berdasarkan Tingkat Kognitif Taksonomi Bloom ... 51

4. Analisis Kualitatif Berdasarkan Isi dan Konstruksi ... 53

B. Pembahasan terhadap Temuan Penelitian ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68

(9)

ix

[image:9.595.107.493.172.561.2]

Halaman

Tabel 2.1 Tingkatan Domain Kognitif ... 33

Tabel 2.2 Kata Kerja Ranah Kognitif ... 34

Tabel 2.3 Taksonomi Bloom Lama dan Revisi ... 36

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian ... 47

Tabel 4.1 Kesesuaian Butir Soal dengan Indikator ... 49

Tabel 4.2 Pengelompokan Butir Soal Berdasarkan KD ... 50

Tabel 4.3 Pengelompokan Butir Soal Berdasarkan Tingkatan Kognitif Taksonomi Bloom ... 51

Tabel 4.4 Analisis Kualitatif Berdasarkan Isi dan Konstrukksi Soal Pilihan Ganda (PG) ... 53

Tabel 4.5 Analisis Kualitatif Berdasarkan Isi dan Konstrukksi Soal Esay ... 55

(10)

x

Halaman

Lampiran 1. Instrumen Penilaian Butir Soal ... 72

Lampiran 2. Analisis Soal ... 73

Lampiran 3. Analisis Kualitatif Berdasarkan Isi dan Konstruksi ... 148

Lampiran 4. Soal-soal SMAN Kota Bogor ... 153

Lampiran 5. Surat Keterangan Validitas ... 201

Lampiran 6. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 202

Lampiran 7. Surat Keterangan Tidak Dapat Melakukan Penelitian ... 203

Lampiran 8. Surat Keterangan Dinas Pendidikan ... 204

Lampiran 9. Surat Keterangan Melakukan Penelitian ... 205

Lampiran 10. Daftar Nama SMA Kota Bogor ... 214

(11)

1 A. Latar Belakang Masalah

Menurut P. Ratnawati, pendidikan adalah memanusiakan manusia muda. Sedangkan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha pendewasaan melalui upaya pengajaran dan pelatihan. “Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah proses sosial dalam memanusiakan manusia melalui pembelajaran yang dilakukan dengan sadar, baik

secara terencana maupun tidak”.1

Pendidikan merupakan suatu proses pengubahan tingkah laku dan kemampuan seseorang menuju ke arah kemajuan dan peningkatan. Selain itu pendidikan dapat mengubah pola pikir seseorang untuk selalu melakukan inovasi dan perbaikan dalam segala aspek kehidupan menuju ke arah peningkatan kualitas diri. Pada pendidikan formal, penyelenggaraan pendidikan tidak lepas dari tujuan pendidikan yang akan dicapai karena tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan merupakan tolak ukur dari keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Agar tujuan pendidikan bersifat dinamis, maka tujuan pendidikan nasional disesuaikan dengan tuntutan pembangunan dan perkembangan Bangsa Indonesia.2

Sebagai tenaga profesional guru mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat penting untuk mencapai visi pendidikan 2025 yaitu menciptakan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif. Di dalam Permendiknas nomor 16 Tahun 2007 kompetensi guru meliputi kompetensi Pedagogik, Kepribadian, Sosial dan Profesional. Salah satu kompetensi guru dalam dimensi pedagogik adalah dapat menyelenggarakan penilaian, evaluasi proses dan hasil belajar, dengan kompetensi inti diantaranya dapat menentukan aspek-aspek proses dan hasil

1

P. Ratnawati, Mengukur Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan Pendidikan, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 043, 2003, h. 473.

2

(12)

belajar yang penting untuk dinilai dan dievaluasi sesuai dengan karakteristik dan mengembangkan instrumen penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.3

Alat evaluasi dalam pengajaran dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: tes dan non tes. Tes hasil belajar merupakan tes yang digunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan guru dalam jangka waktu tertentu. Untuk keperluan evaluasi, dapat menggunakan tes yang telah distandardisasikan (standardized tes), ataupun tes buatan guru (teacher-made test). Standardized test merupakan tes yang telah mengalami proses standardisasi, yakni proses validitas dan reliabilitas, sehingga tes tersebut benar-benar valid (shahih) dan reliabel (ajeg), biasanya digunakan oleh instansi pemerintah seperti tes untuk penerimaan pegawai baru. Sedangkan tes buatan guru adalah tes yang disusun oleh guru sendiri untuk mengevaluasi keberhasilan proses belajar mengajar, banyak digunakan di sekolah-sekolah dan biasanya terbatas pada suatu kelas atau sekolah tertentu.4

Evaluasi atau penilaian, merupakan salah satu faktor penting dalam pembelajaran, karena posisinya dapat disetarakan dengan penetapan tujuan dalam proses pembelajaran. Sebab, pencapaian kompetensi dan efektifitas proses belajar hanya dapat diketahui jika dilakukan penilaian yang komprehensif dan akurat. Mengingat betapa pentingnya kegiatan mengukur dan menilai kompetensi peserta didik, maka sudah seharusnya setiap guru memiliki pengetahuan tentang konsep dasar penilaian serta keterampilan mengaplikasikannya dalam kegiatan pembelajaran. Namun kenyataannya, masih banyak guru yang belum dapat menampakkan kemampuan tersebut.5

Masalah pengukuran dan penilaian pendidikan adalah masalah yang selalu ada dalam pekerjaan dan pendidikan keguruan, oleh karena itu, sudah seharusnya menjadi salah satu bagian yang penting dalam kelengkapan keahlian seorang guru.

3

Poppy Kamalia Devi, Pengembangan Soal “Higher Order Thinking Skill” Dalam Pembelajaran IPA SMP/MTS, 2011, h. 1, (http://p4tkipa.net/data-jurnal/HOTs.Poppy.pdf).

4

Harjanto, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), Cet. 6, h. 278-279.

5

(13)

Bahkan ia tidak hanya sekedar menjadi salah satu bagian saja, namun merupakan bagian yang integral, yang tidak terpisahkan dari proses mengajar dan belajar.6

Pada hakikatnya, penilaian merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi. Dalam pendidikan, penilaian diartikan sebagai proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Untuk melaksanakan penilaian, guru memerlukan instrumen penilaian dalam bentuk soal-soal, baik untuk menguji aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.7

Penilaian atau pengukuran membantu kita menempatkan pengukuran sebagai upaya menguji fenomena mengukur perbedaan-perbedaan hasil belajar peserta didik. Pengukuran dapat berguna bila digunakan untuk meningkatkan belajar dan kinerja pembelajaran. Hasil pengukuran memberikan berbagai fungsi yang penting dalam pendidikan. Evaluasi berperan penting sebagai upaya mengukur belajar siswa, menemukan miskonsepsi, dan menentukan efektivitas pembelajaran. Tuckman B.W. dalam kutipan I Made Alit Mariana berpendapat mengenai penggunaan tes dalam pengukuran pencapaian belajar siswa. Pertama, mengarahkan kita kepada obyektifitas dalam observasi. Kedua, menentukan perilaku yang dicapai sebagai upaya pengendalian kondisi belajar. Ketiga, menentukan secara sampling kinerja yang dicapai siswa. Keempat, menentukan kinerja dan pencapaian yang sesuai dengan tujuan dan standar. Kelima, menentukan sesuatu yang tidak terlihat. Keenam, menentukan ciri khas dan komponen perilaku. Ketujuh, memprediksi perilaku masa depan. Kedelapan, mencari data yang sesuai untuk masukan berkelanjutan dan pengambilan keputusan.8

Instrumen penilaian yang digunakan guru untuk menguji hasil belajar peserta didik pada ranah kognitif biasanya diambil dari berbagai buku atau kumpulan soal-soal ujian. Soal dapat berupa uraian atau pilihan ganda. Tetapi

6

T. Raka Joni, Pengukuran dan Penilaian Pendidikan, (Malang: YP2LPM, 1984), h. 1.

7

Devi, op. cit., h. 2.

8

(14)

kenyataan di lapangan, soal-soal cenderung lebih banyak menguji aspek ingatan. Banyak buku yang menyajikan materi dengan mengajak peserta didik belajar aktif, sajian konsep sangat sistematis, tetapi sering diakhiri soal evaluasi yang kurang melatih keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik. Peserta didik harus mulai dilatih berpikir tingkat tinggi. Melatih peserta didik untuk terampil ini dapat dilakukan guru dengan cara melatihkan soal-soal yang sifatnya mengajak siswa berpikir dalam level analisis, sintesis dan evaluasi.9

Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa soal yang digunakan sebagai pengukur/evaluasi cenderung lebih banyak menguji aspek ingatan sedangkan ranah kognitif pada taksonomi bloom terdapat enam, yakni pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, evaluasi. Setelah melakukan observasi di kota Bogor, ternyata tujuh dari sembilan sekolah mengatakan belum adanya penelitian mengenai analisis soal. UAS merupakan suatu alat evaluasi yang harus dilalui oleh siswa dalam setiap semester untuk masuk ke jenjang berikutnya atau semester berikutnya. Maka dengan alasan tersebut perlu dilakukan analisis soal UAS Biologi SMA se-kota Bogor.

B. Identifikasi Masalah

1. Guru yang kurang terampil dalam membuat soal. 2. Soal cenderung lebih banyak menguji aspek ingatan

3. Soal evaluasi yang dibuat kurang melatih keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik

C. Batasan Masalah

Penelitian ini hanya terbatas pada kesesuaian soal Ulangan Akhir Semester (UAS) biologi kelas X SMA dengan indikator pencapaian dan tingkatan kognitif pada Taksonomi Bloom serta hubungannya dengan pengalaman mengajar guru.

9

(15)

D. Rumusan Masalah

Bagaimanakah soal UAS biologi SMA Negeri yang ada di Kota Bogor berdasarkan aspek kognitif pada Taksonomi Bloom serta kesesuaiannya dengan indikator pencapaian?

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kesesuaian antara indikator dengan soal UAS Biologi SMA kelas X.

2. Untuk mengetahui tingkatan kognitif yang digunakan pada soal UAS Biologi SMA.

F. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi mengenai kesesuaian indikator dan tingkatan kognitif Taksonomi Bloom pada soal UAS Biologi SMA.

(16)

6

BAB II

KAJIAN TEORETIK

A. Teori-teori yang Relevan dengan Variabel yang Diteliti

1. Belajar

a. Pengertian Belajar

Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang dilakukan secara sadar, perubahan tersebut meliputi perubahan dalam hal kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar diartikan sebagai usaha memperoleh dan mengumpulkan ilmu pengetahuan. Belajar merupakan usaha memperoleh pengetahuan melalui pengalaman.1

Seperti yang dikutip oleh Riyanto, sebaik-baiknya belajar adalah dengan mengalami sesuatu menggunakan pancaindra, yakni mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar, dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Degeng menyatakan bahwa belajar merupakan pengaitan pengetahuan baru dengan yang sudah dimiliki oleh seseorang. Dalam proses belajar, siswa akan menghubungkan pengetahuan yang sudah dimilikinya dengan pengetahuan yang baru.2 Belajar dirumuskan sebagai aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap. Pada dasarnya belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk mendapatkan kesan dari bahan yang dipelajari.dengan demikian, belajar dapat dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan dalam diri seseorang.3

Banyak para ahli yang mendefinisikan tentang belajar sebagai berikut: Skinner berpendapat bahwa belajar sebagai proses adaptasi atau penyesuaian

1

Asep Herry Hernawan, Asra, dan Laksmi Dewi, Belajar dan PembelajaranSD, (Bandung: UPI Press, 2007), Cet. 1, h. 2.

2

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Rreferensi bagi Guru Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), Cet. 1, h. 5 dan 6.

3

(17)

tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Sedangkan menurut M. Sobry Sutikno, belajar merupakan proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh perubahan baru sebagai hasil pengalaman dalam interaksi dengan lingkungan. Yakni perubahan yang bertujuan untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. C. T. Morgan, menetapkan tingkah laku sebagai suatu perubahan yang relatif, sebagai hasil dari pengalaman. Dan Tursan Hakim berpendapat bahwa belajar adalah proses perubahan kepriabadian seseorang yang tampak dalam bentuk meningkatnya kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan, daya fikir, dan lain sebagainya.

Dari beberapan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada

hakikatnya belajar adalah “perubahan” yang terjadi pada seseorang setelah

melakukan aktivitas tertentu. Dalam belajar yang terpenting adalah proses. Artinya, belajar harus diperoleh dengan usaha sendiri, sedangkan orang lain hanya sebagai perantara atau penunjang dalam kegiatan belajar agar dapat belajar dengan hasil yang baik.4

Belajar merupakan tahap perubahan tingkah laku yang relatif positif dan mantap sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif, atau dapat dikatakan sebagai kegiatan berproses yang bertahap-tahap. Tahapan tersebut diantaranya yaitu:

1) Perolehan informasi (acquisition). 2) Penyimpanan informasi (storage).

3) Pendekatan kembali informasi (retrieval).

Menurut pendapat Sudjana, belajar merupakan proses yang ditandai dengan adanya perubahan diri, diantaranya dapat berupa perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, dan kebiasaan. Sedangkan menurut John Dewey, belajar merupakan bagian interaksi manusia dengan lingkungannya. Belajar sangat beragam baik dalam bentuk maupun jenis, baik dalam pendidikan formal, informal, maupun non

4

(18)

formal. Slameto merumuskan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalamannya.5 Belajar diartikan pula sebagai usaha penguasaan ilmu pengetahuan.6

Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam belajar diantaranya yaitu: 1) Perubahan terjadi secara sadar

Berarti seseorang yang belajar menyadari akan adanya perubahan dalam dirinya. Sebagai contoh, seseorang menyadari bahwa pengetahuannya bertambah.

2) Perubahan bersifat kontinu dan fungsional

Yakni perubahan yang terjadi secara berkesinambungan dan akan menyebabkan perubahan berikutnya. Misalnya seseorang belajar menulis, maka ia akan mengalami perubahan dari tidak bisa menulis menjadi bisa menulis dan seterusnya sehingga kecakapan menulisnya menjadi lebih baik atau sempurna.

3) Perubahan yang bersifat positif dan aktif.

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam belajar, senantiasa tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik. Perubahan yang bersifat aktif yakni perubahan tersebut terjadi karena usaha individu sendiri. 4) Perubahan yang bukan bersifat sementara.

Misalnya seseorang yang mahir bermain piano setelah belajar, tidak akan hilang begitu saja kemahirannya melainkan akan terus dimiliki dan semakin berkembang jika terus dilatih. Jadi perubaha yang terjadi akibat dari belajar bersifat menetap.

5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah

Berarti perubahan tingkah laku terjadi karena adanya tujuan dan belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari. 6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.

5

Asep Jihad dan Abdul Haris, Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Multi Pressindo, 2008), Cet. 1, h. 1-2.

6

(19)

Setelah mengalami proses belajar, seseorang akan mendapatkan perubahan meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku, baik sikap, keterampilan, pengetahuan, dan lain sebagainya. Misalnya seseorang yang belajar naik sepeda maka akan terlihat keterampilannya naik sepeda. Akan tetapi selain itu juga ia mengalami perubahan-perubahan yang lain seperti memahami cara kerja sepeda, kebiasaan membersihkan sepeda, pengetahuan tentang jenis sepeda, dan sebagainya. Jadi perubahan tersebut saling berhubungan dengan aspek lainnya.7

Beberapa kesamaan mengenai konsep atau pengertian belajar dipandang sebagai prinsip belajar. Diantaranya yaitu:

1) Belajar merupakan bagian dari perkembangan

Dalam perkembangan dituntut belajar agar perkembangan seseorang lebih pesat.

2) Belajar berlangsung seumur hidup

Belajar dilakukan sejak lahir sampai menjelang kematian, dilakukan baik secara sadar ataupun tidak, sengaja ataupun tidak, dan direncanakan ataupun tidak.

3) Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor bawaan, faktor lingkungan, kematangan, dan usaha dari individu itu sendiri.

4) Kegiatan belajar berlangsung pada setiap tempat dan waktu, tidak hanya di sekolah tetapi juga di rumah, di masyarakat, di tempat rekreasi bahkan dimana saja bisa terjadi. Belajar juga tidak hanya saat jam-jam pelajaran, tetapi setiap saat kecuali pada saat tidur.

5) Belajar berlangsung dengan guru ataupun tanpa guru 6) Belajar mencakup semua aspek kehidupan

7

(20)

7) Untuk kegiatan belajar tertentu memerlukan bimbingan dari orang lain, karena tidak semua pelajaran dapat dipelajari sendiri. Perlu petunjuk atau bimbingan untuk memecahkan masalah tersebut.8

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, diantaranya yaitu: 1) Faktor internal (berasal dari dalam diri)

a) Kesehatan

Kesehatan jasmani maupun rohani sangat berpengaruh, bila seseorang tidak sehat, pusing kepala, demam atau sejenisnya maka dapat mengakibatkan tidak bergairah untuk belajar. Begitu pula jika kesehatan rohani kurang baik, misalnya konflik dengan orang tua dapat mengganggu atau mengurangi semangat belajar.

b) Inteligensi dan bakat

Seseorang yang memiliki inteligensi (IQ) tinggi biasanya mempermudah belajar dengan hasil yang biasanya baik pula. Bakatpun berpengaruh dalam keberhasilan belajar, seseorang yang memiliki bakat biasanya lebih mudah dan cepat untuk memahami sesuatu dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki bakat. c) Minat dan motivasi

Minat dan motivasi dapat timbul dari luar dan dalam diri seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Minat dapat timbul Karena keinginan sedangkan motivasi merupakan dorongan untuk melakukan sesuatu kegiatan.

d) Cara belajar

Cara belajar seseorang berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajarnya.

2) Faktor eksternal (berasal dari luar diri) a) Keluarga

8

(21)

Keluarga terutama orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan anak dalam belajar. Cukup atau kurangnya perhatian, rukun atau tidak keluarga, semua faktor dalam keluarga mempengaruhi pencapaian hasil belajar anak.

b) Sekolah

Kualitas guru, cara mengajar, fasilitas, jumlah murid dalam satu kelas, dan sebagainya, mempengaruhi terhadap pencapaian belajar siswa.

c) Masyarakat

Jika disekitar tempat tinggal keadaan masyarakatnya baik, maka akan mendorong anak lebih giat belajar. Tetapi jika sebaliknya, misalnya banyak anak nakal, tidak sekolah dan pengangguran, maka akan mengurangi semangat belajar.

d) Lingkungan sekitar

Keadaan lingkungan sekitarpun sangat mempengaruhi, misalnya jika bangunan rumah penduduk terlalu rapat, suara bising orang atau kendaraan terdengar maka akan mengganggu kegiatan belajar.9

Setiap peserta didik memiliki gaya belajar masing-masing. Gaya belajar merupakan satu kesatuan dari menyerap, mengatur dan mengolah informasi. Terdapat tiga jenis gaya belajar, diantaranya yaitu gaya belajar visual, auditorial, dan kinesthetic. Gaya belajar visual merupakan belajar dengan menitik beratkan ketajaman indra penglihat, ciri-cirinya yaitu memiliki kebutuhan yang tinggi untuk melihat dan menangkap informasi sebelum memahaminya. Gaya belajar auditory adalah gaya belajar yang digunakan dengan cara lebih mengandalkan indra pendengar untuk dapat memahami sekaligus mengingat. Sedangkan gaya belajar kinesthetic mengharuskan individu atau peserta didik untuk menyentuh sesuatu yang dapat memberikan informasi tersebut agar dapat mengingatnya.10

9

M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), Cet. 5, h. 55-60.

10

(22)

b. Teori Belajar

Terdapat bermacam-macam teori belajar, diantaranya yaitu: 1) Aliran Behavioristik

Para penganut aliran ini berpendapat bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Guru berpendapat bahwa tingkah laku peserta didik merupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan baik masa lalu maupun masa sekarang dan tingkah laku tersebut merupakan hasil belajar.11

Menurut Gredler, belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respons.

Prinsip-prinsip behaviorisme adalah: a) Objek psikologi adalah tingkah laku

b) Semua bentuk tingkah laku dikembalikan kepada reflek c) Mementingkan terbentuknya kebiasaan

Menurut Throndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus (pikiran, perasaan atau gerakan) dan respons (yang juga berupa pikiran, perasaan atau gerakan).

2) Aliran Kognitif

Merupakan teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar. Belajar tidak hanya melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, tetapi juga melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks.

Ilmu pengetahuan dibangun melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Menurut Jean Piaget, proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahap, yaitu:

a) Asimilasi

Yaitu proses penyatuan informasi baru kestruktur kognitif yang sudah ada.

b) Akomodasi

Siswa menyesuaikan struktur kognitif kedalam situasi yang baru c) Ekuilibrasi (penyeimbangan)

11

(23)

Penyesuaian berkesinambungan atau terus menerus antara asimilasi dan akomodasi. 12

Adapun tingkat perkembangan yang dikemukakan oleh Piaget: a) Tingkat sensori motoris : 0 – 2

Anak hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap oleh indranya.

b) Tingkat preoperasional : 2 – 7

Mulai timbulnya pertumbuhan kognitif pada anak tetapi masih terbatas pada hal-hal yang dapat dilihat di lingkungan. Setelah anak berumur 2 tahun terakhir, anak mulai mengenal simbol atau nama. c) Tingkat operasi konkret : 7 – 11

Anak sudah dapat mengetahui simbol-simbol namun belum dapat mengetahui hal yang abstrak.

d) Tingkat operasi formal : 11 ---

Anak telah memiliki pemikiran yang abstrak yang kompleks misalnya, pada anak remaja dapat membuat keputusan terhadap suatu masalah secara tepat.13

Sedangkan menurut teori kognitif lainnya yaitu menurut Ausubel, belajar menerima dan menemukan dapat merupakan hafalan (proses belajar dengan cara mengingat kata-kata) atau bermakna (proses belajar yang memberikan hasil yang bermakna).14

3) Aliran Teori Humanistis

Teori ini merupakan teori yang paling abstrak, yang paling mendekat dunia filsafat dari pada dunia pendidikan dan juga proses belajar yang paling ideal. Teori ini lebih kepada ide belajar yang paling ideal dari pada belajar apa adanya, seperti apa yang biasa diamati dalam keseharian. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal bertujuan untuk memanusiakan manusia (mencapai aktualisasi diri) dapat tercapai.15 Tujuan utama para pendidik

12

Riyanto, op. cit., h. 6-7, dan 9.

13

Dalyono, op. cit., h. 39-40.

14

Riyanto, op.cit., h. 15.

15

(24)

adalah membantu siswa mengembangkan dirinya yakni membantu siswa untuk mengenal dirinya sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi yang ada pada dirinya.16

Bloom dan Karthwohl menunjukkan yang mungkin dapat dikuasai (dipelajari) oleh siswa, yaitu:

a) Kognitif, terdiri dari enam tingkatan : mengingat, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi.

b) Psikomotorik, terdiri dari lima tingkatan: peniruan, penggunaan, ketepatan, perangkaian dan naturalisasi

c) Afektif, terdiri dari lima tingkatan: pengenalan, merespons, penghargaan, pengorganisasian, dan pengalaman.17

4) Aliran Sibernetika

Merupakan teori belajar yang dianggap paling baru, yakni berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu informasi. Menurut teori ini belajar adalah pengelolaan informasi. Sekilas mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yang mementingkan proses. Tetapi yang lebih penting lagi adalah sistem informasi yang diproses itu.

Tidak ada satu proses belajar pun yang ideal untuk segala situasi, yang cocok untuk semua siswa. Mungkin informasi akan dipelajari oleh siswa dengan satu macam proses belajar yang berbeda.18

c. Hasil Belajar

Setiap proses belajar yang dilakukan oleh seseorang menghasilkan hasil belajar. Hasil belajar adalah suatu perubahan yang terjadi pada individu yang belajar. Menurut Sudjana, hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik setelah menerima pengalaman belajar. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono hasil belajar adalah hasil dari interaksi antara belajar dan mengajar pada individu yang belajar. Dari ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan suatu perubahan yang

16

Dalyono, op., cit, h. 43.

17

Riyanto, op. cit., h. 17-18.

18

(25)

terjadi pada individu yang belajar dalam bentuk kemampuan yang dimiliki oleh individu tersebut sebagai hasil interaksi dari tindakan belajar dan mengajar.19

Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh peserta didik setelah melalui kegiatan belajar. Menurut Benjamin S. Bloom tiga ranah hasil belajar yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Usman berpendapat bahwa hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik erat kaitanya dengan rumusan tujuan instruksional yang dikelompokkan dalam tiga katagori yakni kognitif, afektif, dan psikomotor.20

1) Kognitif

a) Pengetahuan, merupakan jenjang paling rendah yang meliputi ingatan tentang hal-hal yang pernah dipelajari.

b) Pemahaman, meliputi kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari suatu hal yang dipelajari.

c) Penerapan, yaitu kemampuan untuk menerapkan suatu metode pada situasi yang baru.

d) Analisis, kemampuan untuk memecah atau merincikan suatu kesatuan menjadi bagian-bagian agar dapat dipahami dengan baik. e) Sintesis, kemampuan untuk membentuk suatu pola baru sehingga

dapat tercipta suatu bentuk yang baru.

f) Evaluasi, kemampuan untuk membentuk pendapat terhadap suatu hal yang disertakan dengan pertanggung jawaban.

2) Afektif

a) Penerimaan, mencakup kepekaan terhadap suatu rangsangan dan kesediaan untuk menerima atau memperhatikan rangsangan itu, seperti penjelasan yang diberikan oleh guru.

b) Partisipasi, kesediaan seseorang untuk memperhatikan secara aktif dan ikut serta berpartisipasi.

19

Yenni Anggrayni, Pengaruh Penerapan Model e-Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi di SMA Plus Negeri 17 Palembang, Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, 2, 2010, h. 9.

20

(26)

c) Penilaian, kemampuan untuk member penilaian terhadap suatu hal. d) Organisasi, kemampuan untuk membentuk suatu system nilai

sebagai pedoman dalam kehidupan.

e) Pembentukan pola hidup, yakni kemampuan untuk memahami nilai-nilai kehidupan.

3) Psikomotor

a) Persepsi, kemampuan yang menunjukkan adanya kesadaran akan hadirnya rangsangan dan perbedaan antara setiap rangsangan yang ada. Misalnya, kemampuan memisahkan benda berwarna merah dari benda yang berwarna hijau.

b) Kesiapan, kemampuan diri untuk memulai suatu gerakan atau kegiatan.

c) Gerakan terbimbing, kemampuan melakukan serangkaian gerakan sesuai dengan contoh yang diberikan.

d) Gerakan yang terbiasa, kemampuan melakukan serangkaian gerakan dengan lancar tanpa memperhatikan lagi contoh yang diberikan.

e) Gerakan kompleks, kemampuan untuk melakukan rangkaian kegiatan yang berurutan dan menggabungkan beberapa keterampilan menjadi suatu keseluruhan gerak atau kegiatan yang teratur seperti membongkar dan memasangkan kembali mesin. f) Penyesuaian pola gerak, kemampuan untuk mengadakan perubahan

dan menyesuaikannya dengan kondisi setempat.

g) Kreativitas, kemampuan untuk melahirkan gerak yang baru atas inisiatif sendiri.21

2. Tes

a. Pengertian Tes

Tes dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan “ujian”.22

Menurut Anas Sudijono dalam pengantar evaluasi pendidikan, tes merupakan alat untuk

21

(27)

mendiagnosis atau mengukur keadaan individu.23 Secara harfiah “tes” berasal dari bahasa Perancis Kuno testum yang artinya piring untuk menyisihkan logam mulia (yakni dengan menggunakan piring tersebut dapat mendapatkan jenis logam mulia yang nilainya tinggi) dalam bahasa Inggris ditulis test dan dalam terjemahan bahasa Indonesia ditulis “tes”, “ujian” atau “percobaan”.24

Tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Untuk mengerjakannya tergantung dari petunjuk yang diberikan misalnya: melingkari salah satu jawaban di pilihan jawaban, menerangkan, mencoret jawaban yang salah, melakukan tugas atau suruhan, menjawab secara lisan, dan sebagainya.25

Tes adalah suatu proses yang sistematis untuk mengetahui tingkat pencapaian siswa sekaligus memberikan gambaran keefektifitasan pengajaran yang diberikan oleh guru. Tes merupakan suatu cara yang digunakan untuk penilaian berbentuk tugas yang harus dikerjakan oleh siswa sehingga menghasilkan nilai yang dapat dibandingkan dengan nilai siswa lainnya.26 Menurut Sudjono, tes adalah alat yang digunakan dalam pengukuran dan penilaian. Sedangkan menurut Sudjana, tes merupakan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan untuk mendapat jawaban dalam bentuk lisan, tulisan, maupun perbuatan.27

Tes juga dimaknai sebagai cara untuk menilai yang dapat berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan nilai atau prestasi, yang kemudian dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh anak-anak lain atau dengan nilai standar yang ditetapkan. Menurut Frederick G. Brown memaknai tes

22

Yanti Herlanti dan Nopithalia, Meneropong Kualitas Soal Tes Buatan Guru Biologi MTs Negeri Se-Jakarta Selatan, Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, 2, 2010, h. 179.

23

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), Cet. 11. h. 65.

24

Ibid., h. 66.

25

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. 9, h. 53.

26

Asdam, op. cit., h. 454.

27

(28)

sebagai prosedur yang sistematik untuk mengukur keterapilan seseorang.28 Sedangkan menurut Anne Anastasia dalam karya tulisnya yang berjudul Psychological Testing, tes merupakan alat pengukur yang dapat digunakan secara meluas karena memiliki standar yang obyektif dan dapat pula digunakan untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku seseorang.

Dari definisi-definisi diatas dapat difahami bahwa tes yang dimaksud dalam dunia pendidikan adalah cara yang dapat digunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian dibidang pendidikan, dapat berupa tugas atau serangkaian tugas berupa pertanyaan atau perintah yang harus dikerjakan, sehingga dapat dihasilkan nilai yang menggambarkan tingkah laku atau prestasi seseorang dan dapat dibandingkan dengan nilai-nilai yang dicapai oleh peserta tes lainnya.29

Tes hasil belajar adalah tes yang digunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran peserta didik yang telah diberikan oleh guru.30 Tes hasil belajar yang baik memiliki empat ciri, yaitu: valid, reliabel, obyektif, dan praktis. Ciri pertama bahwa tes hasil belajar bersifat valid atau mempunyai validitas, yang sering diartikan dengan tepat, benar, shahih, dan absah. Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur atau mengungkapkan apa yang seharusnya diukur atau diungkap dengan secara tepat, benar, shahih, ataupun absah. Jadi tes hasil belajar dapat dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik secara tepat, benar, shahih, dan absah.

Ciri kedua yakni bersifat reliabel atau memiliki reliabilitas yang berarti keajegan atau kemantapan. Tes hasil belajar dinyatakan reliabel apabila hasil-hasil pengukuran yang dilakukan berulang kali terhadap seseorang yang sama, menunjukkan hasil yang tetap sama yakni bersifat ajeg dan stabil. Suatu tes dikatakan memiliki reliabilitas tinggi apabila pengukuran dengan menggunakan tes yang dilakukan secara berulang-ulang terhadap seseorang

28

Herlanti dan Nopithalia, loc. cit.

29

Sudijono, op. cit., h. 66-67.

30

(29)

atau sekelompok orang yang sama, memiliki hasil yang sama atau mendekati sama.

Ciri ketiga yaitu tes hasil belajar bersifat obyektif. Yakni apabila tes

tersebut disusun dan dilaksanakan “apa adanya”. Apabila dilihat dari segi isi

atau materi, tes diambil dari materi atau bahan ajar yang sesuai dengan tujuan instruksional yang telah ditentukan, yakni bahan ajar yang untuk dipelajari oleh peserta didik. Sedangkan jika dilihat dari segi pemberian skor, maka

istilah “apa adanya” berarti pemberian skor pada suatu tes terhindar dari unsur subyektivitas yang ada pada penyusun tes tersebut.

Ciri keempat yaitu tes hasil belajar bersifat praktis atau ekonomis, yang mengandung arti bahwa tes tersebut dapat dilaksanakan dengan mudah karena bersifat sederhana (tidak memerlukan peralatan yang banyak atau sulit untuk didapatkan), lengkap (telah dilengkapi dengan petunjuk cara mengerjakan, kunci jawaban dan pedoman scoring serta penentuan nilai). Bersifat ekonomis yakni bahwa tes tersebut tidak memakan waktu yang panjang dan tidak memerlukan tenaga serta biaya yang banyak.31

Untuk kebutuhan evaluasi proses belajar mengajar, dapat digunakan tes yang telah distandarisasikan (standardized test) maupun tes buatan guru sendiri (teacher-made test). Standardized test merupakan tes yang telah mengalami proses standardisasi, yakni proses validitas dan reliabilitas, sehingga tes tersebut benar-benar valid dan reliabel untuk suatu tujuan dan bagi kelompok tertentu. Standardized test biasanya dibuat oleh para ahli psikologi dan banyak digunakan diinstansi pemerintahan yang memerlukan, misal tes untuk penerimaan pegawai baru, dan sebagainya. Sedangkan tes buatan guru adalah tes yang disusun oleh guru sendiri utuk mengevaluasi keberhasilan proses belajar mengajar. Biasanya tes buatan guru sendiri banyak dipergunakan di sekolah-sekolah. Tes buatan guru sendiri biasanya hanya digunakan pada kelas atau sekolah tertentu sebagai pemakainya.32 Tes buatan guru disusun untuk menghasilkan informasi yang dibutuhkan oleh guru yang

31

Sudijono, op.cit., h. 93-97.

32

(30)

bersangkutan. Misalnya, untuk mengumpulkan informasi terkait penguasaan materi pelajaran peserta didiknya, atau untuk melihat efektivitas proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Tes buatan guru hanya mencakup materi yang terbatas, oleh karena itu biasanya tidak terlalu memperhatikan tingkat validitas dan reliabilitas.33

Ditinjau dari bentuk pertanyaan yang diberikan, tes hasil belajar yang biasa dipergunakan oleh guru untuk menilai hasil belajar peserta didik di sekolah dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:

1) Tes Objektif

Terdiri dari item-item yang dapat dijawab dengan cara memilih salah satu alternatif yang benar dari sejumlah jawaban yang tersedia atau dengan mengisi jawaban yang benar dengan beberapa perkataan atau simbol.34 Sedangkan menurut Harjanto, tes objektif adalah tes yang dibuat dengan sedemikian rupa sehingga hasil tes tersebut dapat dinilai secara objektif, sehingga dinilai oleh siapa pun akan menghasilkan nilai yang sama. Tes objektif jawabannya ringkas dan pendek-pendek.35 Tes obyektif dibedakan menjadi lima golongan yaitu bentuk benar-salah (true-false test), bentuk menjodohkan (matching test), bentuk melengkapi (completion test), bentuk isian (fill in test), dan bentuk pilihan ganda (multiple choice item test).

a) Benar-salah (true-false test)

Salah satu bentuk tes dimana butir soal yang diajukan berbentuk pernyataan, yakni pernyataan benar dan salah. Jadi merupakan bentuk tes yang mengandung dua kemungkinan jawaban benar atau salah.36 b) Menjodohkan (matching test)

Butir soal menjodohkan biasanya ditulis dalam dua kolom, kolom pertama merupakan soal dan kolom kedua merupakan jawaban.37

33

Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet. 3, h. 239.

34

Herlanti dan Nopithalia. loc. cit. 35

Harjanto, op. cit., h.279.

36

(31)

Tes menjodohkan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) Tes terdiri dari satu pertanyaan dan satu jawaban

(2) Peserta tes mencari jawaban yang sesuai atau cocok, atau merupakan jodoh dari pertanyaannya.

c) Melengkapi (completion test)

Tes obyektif bentuk melengkapi (completion test) merupakan bentuk tes yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

(1) Terdiri atas kalimat yang bagian-bagiannya dihilangkan

(2) Bagian-bagian yang dihilangkan tersebut diganti dengan

titik-titik (………)

(3) Titik-titik tersebut harus diisi atau dilengkapi oleh peserta tes. Jadi bentuk tes melengkapi mirip dengan bentuk tes isian (fill in test). Perbedaannya yaitu jika pada tes bentuk isian butir soal merupakan satu kesatuan cerita, sedangkan pada bentuk tes melengkapi, butir soal dapat terdiri dari lebih dari satu kesatuan cerita atau berlainan antara yang satu dengan yang lainnya.

d) Isian (fill in test)

Biasanya berbentuk cerita atau karangan. Beberapa kata-kata yang terdapat dicerita tersebut dikosongkan, dan tugas peserta tes yaitu mengisi bagian-bagian kata yang dikosongkan tersebut. 38

e) Pilihan ganda (multiple choice item test)

Merupakan salah satu bentuk tes obyektif yang memiliki alternatif jawaban lebih dari dua, biasanya empat atau lima. Butir soal terdiri dari dua bagian, yaitu pernyataan atau stim dan alternatif jawaban atau option.39

Dalam penggunaan tes objektif biasanya jumlah soal yang diajukan lebih banyak dari pada tes esai. Kadang-kadang untuk tes yang berlangsung selama 60 menit dapat diberikan 30-40 soal.

37

Asmawi Zainul dan Noehi Nasoetion, Penilaian Hasil Belajar, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1997), Cet. 5, h. 63.

38

Sudijono, op. cit., h. 111, 114, dan 116-117.

39

(32)

a) Kelebihan tes objektif

(1) Mengandung lebih banyak segi positif, misalnya lebih mewakili isi dan luas bahan, lebih objektif, dapat dihindari campur tangannya unsur-unsur subjektif baik dari siswa sendiri maupun guru yang memeriksa.

(2) Cara memeriksanya lebih mudah dan cepat karena dapat menggunaka kunci tes atau kunci jawaban bahkan alat-alat hasil kemajuan teknologi.

(3) Pemeriksaannya dapat diserahkan orang lain.

(4) Tidak ada unsur subjektif yang dapat mempengaruhi dalam pemeriksaan.40

b) Kelemahan tes objektif

(1) Lebih sukar untuk disusun.

(2) Membuka peluang untuk terjadinya penebakan terhadap jawaban benar.

(3) Sukar dirumuskan untuk mengukur kemampuan jenjang tinggi. (4) Memerlukan biaya yang lebih besar.41

2) Tes Esay

Tes esay merupakan suatu bentuk tes yang terdiri dari suatu pertanyaan yang menghendaki jawaban berupa uraian-uraian yang relatif panjang.42 Menurut Harjanto, tes esay adalah tes yang berbentuk pertanyaan tertulis, yang jawabannya merupakan kerangka (esay) atau kalimat yang panjang-panjang. Panjang pendeknya tes esay relatif, sesuai kemampuan si penjawab tes.43 Tes bentuk esay merupakan sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata. Soal-soal bentuk esay biasanya jumlahnya tidak banyak, sekitar 5-10

40

Arikunto, op. cit., h. 164-165.

41

Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Press, 2006), Cet. 1, h. 54.

42

Herlanti dan Nopithalia. loc. cit. 43

(33)

soal dalam kisaran waktu 90 sampai dengan 120 menit. Tes esai ini menuntut peserta didik untuk dapat mengingat dan mengenal kembali, terutama harus mempunyai daya kreativitas yang tinggi.44

Tes uraian atau esay adalah bentuk tes yang terdiri dari satu atau beberapa pertanyaan yang menuntut jawaban berdasarkan pendapatnya sendiri. Tes uraian ini sangat populer dikarenakan mudah ditulis dan cara terbaik untuk mengungkapkan kemampuan mengorganisasi pikiran dan menyatakan pengetahuan dengan lengkap. Secara umum tes uraian dapat diartikan sebagai pertanyaan yang menuntut jawaban dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskudikan, membandingkan, memberikan alasan, dan sejenisnya sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan bahasa sendiri.45

Tes uraian merupakan salah satu bentuk tes hasil belajar yang memiliki karakteristik, diantaranya yaitu: pertama, merupakan bentuk pertanyaan yang membutuhkan jawaban berupa uraian kalimat yang relatif panjang. Kedua, pertanyaan yang diberikan menuntut peserta tes untuk memberikan penjelasan, komentar, penafsiran, membandingkan, membedakan, dan sebagainya. Ketiga, jumlah butir soal biasanya lima sampai dengan sepuluh. Keempat, biasanya butir soal tes tersebut diawali dengan kata-kata: jelaskan, terangkan, uraikan, mengapa, bagaimana, dan lain sebagainya.46

Soal uraian dibagi menjadi dua kelompok, yakni uraian bebas atau terbuka dan uraian terbatas. Dikatakan sebagai uraian bebas karena soal tidak menyangkut masalah yang spesifik, melainkan masalah yang menuntut jawaban yang sangat terbuka. Contoh: uraikanlah peranan ilmu biologi dalam peningkatan kesejahteraan umat manusia. Sedangkan uraian terbatas merupakan dari permasalahan yang diajukan sangat spesifik, contoh: tuliskan definisi mengenai biologi.47

44

Arikunto, op. cit., h. 162.

45

Tarhadi, dkk., op. cit., h. 102-103.

46

Sudijono, op. cit., h. 100.

47

(34)

Sedangkan menurut M. Chabib Thoha, tes uraian bentuk bebas adalah butir soal yang hanya menyangkut masalah utama yang dibicarakan, tanpa memberikan arahan tertentu dalam menjawab soal tersebut sedangkan tes uraian terbatas, merupakan tes uraian yang peserta didik diberi kebebasan untuk menjawab soal yang ditanyakan tetapi arah jawaban dibatasi, sehingga kebebasan tersebut menjadi lebih terbimbing atau terarah.48

a) Kelebihan tes esay

(1) Dapat mengukur kemampuan jenjang tinggi yang sukar diukur melalui tes obyektif.

(2) Melatih siswa untuk menjawab dengan kata-kata sendiri. (3) Tidak memungkinkan terjadinya penebakan

(4) Lebih mudah disusun

(5) Mendorong siswa untuk lebih mengerti tentang suatu gagasan. b) Kekurangan tes esay

(1) Cakupan materi sangat terbatas.

(2) Menyulitkan untuk penentuan skor terhadap jawaban siswa. (3) Dipengaruhi unsur subyektif dalam penentuan skor.

(4) Faktor-faktor yang tidak relefan mempengaruhi penentuan skor misalnya kualitas tulisan dan kemampuan berbahasa.49

Sedangkan menurut Wina Sanjaya, dilihat dari cara pelaksanaannya, tes dapat dibedakan menjadi tes tulisan, tes lisan, dan tes perbuatan. Tes tulisan atau sering disebut juga tes tertulis, adalah tes yang dilakukan dengan cara tertulis. Ada dua jenis tes yang termasuk ke dalam tes tulisan, yaitu tes objektif dan tes esay.

Tes lisan adalah bentuk tes dengan cara menggunakan bahasa secara lisan. Tes ini bagus untuk menilai kemampuan nalar siswa. Melalui bahasa secara verbal, penilai dapat mengetahui secara mendalam pemahaman siswa tentang sesuatu yang dievaluasi, yang bukan hanya pemahaman

48

M. Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996). Cet. 3, h. 57.

49

(35)

tentang konsep, akan tetapi bagaimana aplikasinya serta hubungannya dengan konsep yang lain, bahkan penilai juga dapat mengungkap informasi tentang pendapat dan pandangan mereka tentang sesuatu yang dievaluasi. Tes lisan hanya mungkin dapat dilakukan apabila jumlah siswa atau peserta didik yang dievaluasi sedikit, dan menilai sesuatu yang tidak terlalu luas akan tetapi mendalam.

Tes perbuatan adalah tes dalam bentuk peragaan. Tes ini cocok apabila digunakan untuk mengetahui kemampuan dan keterampilan seseorang mengenai sesuatu. Contohnya memeragakan gerakan-gerakan, mengoperasikan sesuatu alat, dan lain sebagainya.50

b. Fungsi Tes

1) Sebagai alat untuk mengukur peserta didik, yakni berfungsi untuk mengukur perkembangan atau kemajuan yang dicapai oleh peserta didik setelah menempuh proses belajar mengajar.

2) Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran. Jadi melalui tes dapat diketahui seberapa jauh program pengajaran yang telah dicapai.51

c. Penulisan Soal

1) Beberapa petunjuk yang harus diperhatikan dalam membuat butir soal a) Soal yang dibuat harus valid, yakni mampu mengukur ketercapaian

indikator kompetensi yang dirumuskan

b) Soal yang dibuat harus menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti agar tidak menimbulkan kesalahan dalam penafsiran

c) Soal terlebih dahulu harus dikerjakan, sebelum digunakan pada tes yang sesungguhnya

50

Sanjaya, op. cit., h. 239-240.

51

(36)

d) Dalam pembuatan soal, hindari sejauh mungkin kesalahan dalam pengetikan karena hal tersebut dapat mempengaruhi validitas e) Memberikan petunjuk mengerjakan soal secara lengkap dan jelas52 2) Langkah-langkah penyusunan soal

a) Menentukan tujuan tes

b) Menentukan kompetensi atau indikator yang akan diuji c) Menentukan topik yang akan diujikan

d) Menetapkan penyebaran butir soal berdasarkan kompetensi, topik, dan bentuk tesnya

e) Menyusun kisi-kisi soal f) Menulis butir soal

g) Menelaah butir soal secara kualitatif h) Merakit soal menjadi perangkat tes

i) Menyusun pedoman penilaiannya/penskoran j) Menguji cobakan butir soal

k) Menganalisis butir soal secara kuantitatif dari data empirik hasil uji coba

l) Memperbaiki soal berdasarkan hasil analisis.53 3) Kaidah penulisan soal

Kaidah penulisan soal bentuk pilihan ganda, diantaranya yaitu: Materi

a) Soal harus sesuai dengan indikator b) Pilihan jawaban harus homogen

c) Setiap soal hanya memiliki satu jawaban benar Konstruksi

d) Pokok soal dirumuskan secara jelas dan tegas

e) Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan

52

Sofyan, op. cit., h. 96-97.

53

Nopitalia, “Analisis Soal Tes Buatan Guru Biologi Madrasah Tsanawiyah Negeri Se-Jakarta

Selatan Berdasarkan Aspek Kognitif Taksonomi Bloom”, Skripsi pada Program Sarjana UIN

(37)

f) Pokok soal tidak memberi petunjuk jawaban benar

g) Pokok soal tidak menggunakan pernyataan bersifat negatif ganda h) Panjangnya pilihan jawaban relatif sama

i) Tidak menggunakan pilihan jawaban semua benar atau semua salah

j) Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu diurutkan dari yang terkecil hingga yang terbesar

k) Untuk gambar, grafik, tabel, diagram, dan sejenisnya harus jelas dan berfungsi

l) Butir soal tidak bergantung pada jawaban soal sebelumnya Bahasa

m) Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa indonesia

n) Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat o) Menggunakan bahasa yang komunikatif

p) Pilihan jawaban tidak mengulang kata atau kelompok kata yang sama.

Kaidah penulisan soal bentuk esay: Materi

a) Soal harus sesuai dengan indikator

b) Batasan pertanyaan dan jawaban harus jelas c) Materi harus sesuai dengan jenjang sekolah Konstruksi

d) Rumusan kalimat soal harus menggunakan kata Tanya atau perintah yang menuntut jawaban benar

e) Membuat petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal f) Membuat pedoman penskoran setelah soal ditulis

(38)

Bahasa

h) Butir soal menggunakan bahasa yang mudah dipahami peserta didik

i) Soal tidak menggunakan kata-kata atau kalimat yang menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian

j) Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar

k) Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat, jika soal akan digunakan untuk daerah lain atau nasional.54

3. Taksonomi Bloom

Kata taksonomi diambil dari bahasa Yunani tassein yang artinya “untuk

mengelompokkan” dan nomos yang berarti “aturan”. Taksonomi dapat diartikan sebagai pengelompokan suatu hal berdasarkan hierarki (tingkatan) tertentu. Lebih tinggi posisi taksonomi maka bersifat lebih umum sedangkan posisi yang lebih rendah bersifat lebih spesifik. Taksonomi terdiri dari kelompok (taksa) dan materi pelajaran yang diurutkan menurut persamaan dan perbedaan, prinsip atau dasar klasifikasi (hukum), misalnya, persamaan dan perbedaan dalam struktur, prilaku, dan fungsi.55

Pada tahun lima puluhan, Benyamin S. Bloom mengajukan pendapat mengenai klasifikasi tujuan-tujuan pendidikan yang disebut juga taksonomi tujuan pendidikan. Berdasarkan klasifikasi tersebut, pengukuran dapat lebih terarah sehingga evaluasi dapat dilakukan dengan lebih tepat.56 Taksonomi ini pada dasarnya adalah taksonomi tujuan pendidikan, yang menggunakan pendekatan psikologik, yakni perubahan pada dimensi psikologik apa yang terjadi pada peserta didik setelah memperoleh pendidikan. Taksonomi ini dikenal secara popular dengan sebutan taksonomi Bloom‟s, karena nama pencetus ide ini adalah Banyamin S. Bloom.57

54

Endang Kurniawan dan Endah Mutaqimah, Penilaian, (Jakarta: BERMUTU, 2009), h. 23-24, 27-28.

55

Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. 1, h. 8-9.

56

Herlanti dan Nopithalia, op. cit., h. 180.

57

(39)

Bloom, mengklasifikasikan tujuan-tujuan pengajaran (Tujuan Instruksiaonal) menjadi tiga aspek atau bidang (domain), yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor. Aspek kognitif meliputi tujuan-tujuan yang berhubungan dengan berfikir, mengetahui dan memecahkan masalah. Sedangkan aspek afektif mencakup tujuan-tujuan yang berkaitan dengan sikap, nilai dan minat. Dan aspek psikomotor meliputi tujuan-tujuan yang berhubungan dengan keterampilan manual dan motorik.58

Bloom dan Karthwohl telah memberikan banyak inspirasi kepada banyak orang yang melahirkan taksonomi lain. Prinsip – prinsip dasar yang digunakan oleh 2 orang ini ada 4 buah, yaitu:

a. Prinsip Metodologis

Perbedaan-perbedaan yang besar telah merefleksi kepada cara-cara guru dalam mengajar.

b. Prinsip Psikologis

Taksonomi hendaknya konsisten dengan fenomena kejiwaan yang ada sekarang.

c. Prinsip Logis

Taksonomi hendaknya dikembangkan secara logis dan konsisten. d. Prinsip Tujuan

Tingkatan-tingkatan tujuan tidak selaras dengan tingkatan-tingkatan nilai-nilai. Setiap jenis tujuan pendidikan hendaknya menggambarkan corak yang netral.

Atas dasar prinsip tersebut maka taksonomi disusun menjadi suatu tingkatan yang menunjukkan tingkatan kesulitan. Sebagai contoh, mengingat fakta lebih mudah dari pada menarik kesimpulan. Atau menghafal, lebih mudah dari pada memberikan pertimbangan.59

Guru diharapkan mampu memahami arti dan tingkatan dalam domain serta dapat menerapkannya dalam proses pembelajaran dan penilaian. Penilaian terhadap hasil belajar penguasaan materi bertujuan untuk mengukur penguasaan

58

Herlanti dan Nopithalia. loc. cit.

59

(40)

dan pemilihan konsep dasar keilmuan (content objectives) berupa materi-materi esensial sebagai konsep kunci dan prinsip utama. Konsep kunci dan prinsip utama keilmuan tersebut harus dimiliki dan dikuasai siswa secara tuntas. Ranah kognitif ini merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan kegiatan mental/otak. Pada ranah kognitif terdapat enam jenjang proses berfikir, mulai dari tingkat rendah sampai tinggi. Untuk menilai aspek penguasaan materi (kognitif) ini digunakan bentuk tes, yang dapat mengukur keenam tingkatan tersebut.60

Penulisan ranah taksonomi Bloom pada ranah kognitif biasanya ditulis dengan singkatan C1 untuk tahap kognitif paling rendah yakni pengetahuan sampai dengan C6 untuk tahap kognitif paling tinggi yakni evaluasi.61

a. Pengetahuan (C1)

Merupakan tingkat kognitif yang paling rendah. Yakni berhubungan dengan kemampuan untuk mengingat informasi yang sudah dipelajarinya (recall), contohnya seperti mengingat nama, tanggal dan tahun sumpah pemuda, dan lain sebagainya. Pengetahuan mengingat fakta sangat bermanfaat dan sangat penting untuk mencapai tujuan-tujuan berikutnya.62

b. Pemahaman (C2)

Pemahaman adalah memahami atau mengerti mengenai suatu hal yang dipelajari serta dapat melihatnya dari beberapa segi. Siswa dituntut mengerti atau memahami apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa harus menghubungkan dengan materi lain.63

c. Penerapan (C3)

Yang termasuk jenjang penerapan atau aplikasi adalah kemampuan menggunakan prinsip, aturan, metode yang dipelajarinya pada situasi baru atau pada situasi konkrit.

d. Analisis (C4)

60

Sofyan, dkk., op. cit., h. 14-15.

61

Poppy Kamalia Devi, Pengembangan Soal “Higher Order Thinking Skill” Dalam Pembelajaran

IPA SMP/MTS, 2011, h. 6, (http://p4tkipa.net/data-jurnal/HOTs.Poppy.pdf).

62

Sanjaya, op. cit., h. 126.

63

(41)

Analisis meliputi kemampuan menguraikan suatu informasi yang dihadapi menjadi komponen-komponennya sehingga struktur informasi serta hubungan antara komponen informasi tersebut menjadi jelas.64 Jenjang kemampuan ini menuntut seorang siswa untuk dapat menguraikan suatu keadaan tertentu kedalam unsur-unsur atau komponen-komponen pembentukannya agar keadaan tersebut menjadi lebih jelas.65

e. Sintesis (C5)

Yang termasuk jenjang sintesis ialah kemampuan untuk mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah-pisah menjadi suatu keseluruhan yang terpadu. Termasuk kemampuan merencanakan eksperimen, menyusun karangan (laporan praktikum, artikel, rangkuman), menyusun cara baru untuk mengklasifikasikan obyek-obyek, peristiwa dan informasi lainnya.66 Sintesis merupakan salah satu cara berfikir untuk menjadikan orang yang lebih kreatif. Berpikir kreatif adalah salah satu hasil yang hendak dicapai dalam pendidikan karena seseorang yang kreatif sering menemukan atau menciptakan sesuatu yang baru.67 Ranah sintesis ini dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe, yaitu:

1) Kemampuan menemukan hubungan yang unik. Yakni menemukan unit-unit yang tak berarti menjadi unit yang berarti dengan cara menambahkan suatu unsur tertentu. Seperti kemampuan mengkomunikasikan gagasan, perasaan, atau pengalaman dalam bentuk tulisan, gambar, simbol ilmiah, atau lainnya.

2) Kemampuan menyusun rencana atau langkah-langkah operasional dari suatu gagasan atau masalah. Misalnya, dalam suatu rapat terdapat berbagai usul tentang berbagai hal. Dengan kemampuan sintesisnya, seseorang dapat mengusulkan langkah-langkah urutan atau tahapan untuk membahas dan menyelesaikan berbagai usul tersebut.

64

Sofyan, dkk., op. cit., h. 16-17.

65

Herlanti dan Nopithalia. loc. cit.

66

Sofyan, dkk., op. cit., h. 17.

67

(42)

3) Kemampuan mengabstraksi sejumlah besar fenomena, data, atau hasil observasi, menjadi teori, proporsi, hipotesis, skema, model, atau dalam bentuk lainnya.68

f. Evaluasi (C6)

Merupakan jenjang tertinggi dalam ranah kognitif, karena melibatkan seluruh aspek kognitif sebelumnya. Misalnya kemampuan menentukan keputusan yang benar dan tepat dari masalah yang dihadapi. Pada tahap ini siswa dituntut kesanggupannya dalam menilai suatu situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep berdasarkan kriteria tertentu.

Dalam pembelajaran biologi, siswa memiliki berbagai perbedaan yang perlu mendapat perhatian guru. Setiap siswa di kelas sebenarnya merupakan pribadi yang unik. Sedekat apapun hubungan keluarga tetap memiliki berbagai perbedaan, baik dalam hal minat, sikap, motifasi, kemampuan dalam menyerap suatu informasi, gaya belajar, dan sebagainya. Semua faktor siswa tersebut idealnya turut menjadi perhatian guru dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Kognitif merupakan salah satu faktor siswa yang juga penting untuk diperhatikan guru. Gaya kognitif berhubungan dengan cara penerimaan dan pemprosesan informasi seseorang. Gaya kognitif merupakan cara seseorang dalam menerima dan mengorganisasi informasi, kecenderungan perseorangan dalam menentukan keberhasilan pembelajaran.69

68

M. Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), Cet. 12, h. 46-47.

69

(43)
[image:43.595.113.521.131.557.2]

Tabel 2.1 Tingkatan Domain Kognitif70

No Tingkatan Deskripsi Kompetensi

1 Ingatan / Pengetahuan (knowledge/recalling)

Pengetahuan terhadap fakta, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, rumus, teori, dan kesimpulan.

2 Pemahaman

(comprehension)

Pemahaman terhadap hubungan antar-faktor, antar-konsep, antar-data, sebab-akibat, dan penarikan kesimpulan.

3 Penerapan

(application)

Menggunaka pengetahuan untuk memecahkan maslah dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.

4 Analisis (analysis) Menentukan bagian-bagian dari suatu masalah, penyelesaian atau gagasan, menunjukkan hubungan antar-bagian. 5 Sintesis (synthesis) Menggabungkan berbagai informasi

menjadi satu kumpulan atau konsep, merangkai berbagai gagasan menjadi sesuatu yang baru.

6 Evaluasi (evaluation) Mempertimbangkan dan menilai benar-salah, baik-buruk, bermanfaat-tidak bermanfaat.

70

(44)
[image:44.842.120.697.102.444.2]

Tabel 2.2 Kata Kerja Ranah Kognitif. 71

Pengetahuan Pemahaman Penerapan Analisis Sintesis Evaluasi

Mengutip Menyebutkan Menjelaskan Menggambar Membilang Mengidentifikasi Mendaftar Menunjukkan Memberi label Memberi indeks Memasangkan Menamai Menandai Membaca Menyadari Memperkirakan Menjelaskan Mengkategorikan Mencirikan Merinci Mengasosiasikan Membandingkan Menghitung Mengkontraskan Mengubah Mempertahankan Menguraikan Menjalin Membedakan Mendiskusikan Menugaskan Mengurutkan Menentukan Menerapkan Menyesuaikan Mengkalkulasi Memodifikasi Mengklasifikasi Menghitung Membangun Membiasakan Mencegah Menentukan Menggambarkan Menggunakan Menganalisis Mengaudit Memecahkan Menegaskan Mendeteksi Mendiagnosis Menyeleksi Merinci Menominasikan Mendiagramkan Megkorelasikan Merasionalkan Menguji Mencerahkan Menjelajah Mengabstraksi Mengatur Menganimasi Mengumpulkan Mengkategorikan Mengkode Mengombinasikan Menyusun Mengarang Membangun Menanggulangi Menghubungkan Menciptakan Mengkreasikan Mengoreksi Membandingkan Menyimpulkan Menilai Mengarahkan Mengkritik Menimbang Memutuskan Memisahkan Memprediksi Memperjelas Menugaskan Menafsirkan Mempertahankan Memerinci Mengukur 71

(45)
(46)

Mulai tahun 2001, ranah-ranah pada taksonomi Bloom sudah ada perubahan, tetapi pada penerapannya di lapangan masih menggunakan ranah-ranah kognitif taksonomi Bloom yang lama72, karena masih kuat dan banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia.73

[image:46.595.119.513.254.545.2]

Perbedaan taksonomi Bloom yang baru dengan yang lama:

Tabel 2.3 Taksonomi Bloom lama dan Taksonomi Bloom revisi.74 Taksonomi Bloom lama Taksonomi Bloom revisi

Pengetahuan Mengingat

Pemahaman Memahami

Penerapan Menerapkan

Analisis Menganalisis

Sintesis Mengevaluasi

Evaluasi Menciptakan

Hasil revisi taksonomi pada semua tingkatan dalam domain kognitif yang asalnya berupa kata benda dirubah menjadi kata kerja, misalnya tingkatan pertama yang disebut dengan pengetahuan (knowledge) dirubah menjadi mengingat (remembering).75 Penggantian kata benda menjadi kata kerja agar sesuai dengan tujuan yang digunakan.76 Perbedaan pertama antara taksonomi Bloom lama dengan yang baru terletak pada ranah sintesis, yakni pada taksonomi yang direvisi ranah sintesis tidak ada lagi, tetapi sebenarnya digabungkan dengan analisis. Tambahannya yaitu mencipta yang berasal dari Create. Urutan evaluasi posisinya menjadi yang kelima sedangkan mencipta urutan keenam, sehingga ranah tertinggi adalah mencipta atau mengkreasikan. Perbedaan yang kedua adalah pada proses kognitif yang paling rendah yaitu pengetahuan (knowledge) diubah menjadi mengingat (remember). Ada peningkatan dalam proses kognitif

72

Ibid., h. 6.

73

Sofyan, dkk., op. cit., h. 14-15.

74

Devi. loc. cit.

75

Sanjaya, op. cit., h. 129.

76David R. Krathwohl, A Revision of Bloom‟s Taxonomy: An Overview,

(47)

contohnya peserta didik tidak hanya dituntut untuk mengetahui suatu konsep saja tetapi harus sampai mengingat konsep yang dipelajarinya.77

a. Mengingat

Yaitu mengeluarkan pengetahuan yang ada di memori jangka panjang yang mencakup dua hal yakni “pengenalan” yaitu penempatan pengetahuan baru misalnya mengenal tanggal-tanggal penting dan “mengingat kembali” yaitu pengeluaran pengetahuan yang ada misalnya mengingat-ingat tahun-tahun penting dalam sejarah penemuan mikroskop, dan lain-lain.

b. Memahami

“Yaitu membangun makna dari pesan instruksional berupa lisan, tulisan, dan grafik. Proses ini mencakup tujuh hal yaitu interpretasi, pemberian contoh, penggolongan, pengikhtisaran, inferensi, perbedaan dan penjelasan.” c. Menerapkan

“Meliputi penjalanan dan pelaksanaan. Penjalanan atau penerapan yaitu penerapan sebuah prosedur pada tugas yang sudah dikenal, misalnya membagi satu angka dengan angka lain. Pelaksanaan atau penggunaan yaitu penerapan sebuah prosedur pada tugas yang belum atau tidak dikenal, misalnya menerapkan hukum Newton 2 pada situasi yang lain.”

d. Menganalisis

Berarti memecahkan materi menjadi bagian-bagian kecil dan menunjukkan bahwa bagian-bagian tersebut berhubungan satu dengan lainnya dan menjadi struktur yang menyeluruh atau satu tujuan.

e. Evaluasi

Membuat keputusan berdasarkan kriteria standar. Evaluasi meliputi pengecekan dan pengkritikan. Pengecekan dapat diartikan sebagai pendeteksian atau pengujian. Misalnya memutuskan manakah metode yang terbaik untuk memecahkan dari masalah yang diberikan.

f. Mengkreasikan/Menciptakan

Meliputi generalisasi, perencanaan, dan produksi. Generalisasi atau hipotesis yaitu pemunculan hipotesis alternatif berdasarkan kriteria, misalnya

77

(48)

hipotesis sebagai catatan bagi fenomena yang telah diobservasi. Perencanaan atau desain yakni penemuan prosedur untuk melengkapi beberapa tugas atau perintah, misalnya perencanaan makalah penelitian topik sejarah. Produksi atau pembangunan (constructing) yaitu penemuan baru sebuah produk, misalnya membangun sebuah habitat untuk tujuan tertentu.78

4. Analisis Butir Soal

Analisis soal bertujuan untuk mengidentifikasi soal-soal yang baik, kurang baik, dan soal yang jelek. Dengan analisis soal dapat diperoleh informasi tentang

kejelekan suatu soal dan “petunjuk” untuk memperbaikinya.79

Terdapat dua cara analisis, yaitu analisis kualitatif (qualitative control) dan analisis kuantitatif (quantitative control).80

a. Analisis Kualitatif (Teoritik)

Analisis kualitatif atau sering juga disebut dengan validitas logis (logical validity).81 Secara kualitatif, telaah atau penilaian butir soal merupakan analisis teoritis, dilakukan sendiri atau bantuan teman sejawat, berdasarkan isi atau materi, konstruksi, dan bahasa.82

1) Isi atau materi

Menunjukkan keadaan suatu soal yang disusun berdasarkan isi materi pelajaran yang di evaluasi.83

2) Konstruksi

Telaah soal yang pada umumnya berkaitan dengan teknik penulisan soal.

3) Bahasa

Telaah soal yang berkaitan dengan penggunaan bahasa Indone

Gambar

Tabel 2.1 Tingkatan Domain Kognitif ...................................................
Tabel 2.1 Tingkatan Domain Kognitif70
Tabel 2.2 Kata Kerja Ranah Kognitif. 71
Tabel 2.3 Taksonomi Bloom lama dan Taksonomi Bloom revisi.74
+7

Referensi

Dokumen terkait

Demikianlah informasi yang bisa kami sampaikan, mudah-mudahan dengan adanya 55+ Contoh Soal UAS Seni Budaya Kelas 10 SMA/MA dan Kunci Jawabnya Terbaru ini para siswa akan

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah informasi keungan dan non keuangan yang terdapat dalam website perusahaan dan Volume perdagangan saham yang

Pada pengukuran Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.55 mengklasifikasikan aset keuangan dengan dapat diukur dengan nilai wajar melalui laporan laba rugi, investasi

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat terselesaikannya Skripsi dengan judul “ HUBUNGAN BUDAYA K3 DENGAN

Apabila dibandingkan dengan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, kekhasan teologi ialah bahwa tidak hanya didasarkan pada pengalaman inderawi manusia serta akal budi manusia saja,

Anemia : kadar hemoglobin atau eritrosit kurang atau lebih rendah dari nilai normal (WHO (1968, 1972) menetapkan kriteria untuk diagnosis anemi yaitu sebagai

pada bulan Januari sampai dengan Juni 2016 , untuk mengisi kuesioner online pada website www.kppnbanjarmasin.net sesuai dengan petunjuk terlampir3. Kami mengharapkan

Tujuan tindakan dalam ekonomi adalah seperti berikut ini: untuk dapat menentukan/pemilihan pada benda dan jasa sebagai perangkat pemenuh kebutuhan,