• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korelasi kualitas air terhadap kinerja pertumbuhan benih ikan patin Pangasius hypophthalmus ukuran 1 inci di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar Subang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Korelasi kualitas air terhadap kinerja pertumbuhan benih ikan patin Pangasius hypophthalmus ukuran 1 inci di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar Subang"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

KORELASI KUALITAS AIR TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI DI BALAI PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR TAWAR SUBANG

RIFQAH PRATIWI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “

K

orelasi kualitas air terhadap kinerja pertumbuhan benih ikan patin Pangasius hypophthalmus ukuran 1 inci di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar Subang” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Rifqah Pratiwi

(4)

ABSTRAK

RIFQAH PRATIWI. Korelasi kualitas air terhadap kinerja pertumbuhan benih ikan patin Pangasius hypophthalmus ukuran 1 inci di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar Subang. Dibimbing oleh KUKUH NIRMALA dan DANIEL DJOKOSETIYANTO.

Tujuan penelitian ini adalah menguji korelasi kualitas air dari fluktuasi suhu, oksigen terlarut, dan pH terhadap kinerja pertumbuhan (panjang dan bobot) benih ikan patin ukuran 1 inci pada umur 10, 20, dan 30 hari di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Subang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei lapangan jenis korelasional untuk mengetahui kondisi aktual kualitas air yang mempengaruhi kinerja pertumbuhan ikan. Kualitas air yang berkorelasi terhadap kinerja pertumbuhan benih ikan patin umur 10 hari adalah suhu yang berkisar 24,00-30,50°C, yaitu menghambat pertumbuhan benih disebabkan fluktuasi suhu turun 5,25°C dalam waktu 4 jam. Saat benih umur 20 hari, fluktuasi dan kondisi pH berkisar 7,97-8,03 mendukung pertumbuhan benih. Saat benih umur 30 hari, fluktuasi kualitas air tidak berpengaruh besar terhadap kinerja pertumbuhan, diduga karena ukuran tubuh benih yang sudah relatif besar dan telah mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungannya.

Kata kunci: benih ikan patin Pangasius hypophthalmus, fluktuasi, kinerja pertumbuhan, korelasi, kualitas air.

ABSTRAC

RIFQAH PRATIWI. Correlation of water quality on the growth performance of catfish seeds Pangasius hypophthalmus size 1 inch in Freshwater Aquaculture Development Center of Subang. Supervised by KUKUH NIRMALA and DANIEL DJOKOSETIYANTO.

The purpose of this study was to examine the correlation of water quality fluctuations in temperature, dissolved oxygen, and pH on the growth performance (length and weight) of catfish seeds size 1 inch at the age of 10, 20, and 30 days in Freshwater Aquaculture Development Center of Subang. The method used in this study are correlational type of field surveys to determine actual water quality conditions that affect fish growth performance. Water quality is correlated to the growth performance of catfish seeds is 10 days old the temperature ranged from 24.00 to 30.50°C, which inhibits the growth of seeds due to temperature fluctuations down 5.25°C within 4 hours. When seeds 20 days old, and the fluctuations ranged from 7.97 to 8.03 pH conditions favor the growth of the seeds. When seeds 30 days old, fluctuations in water quality not affect growth performance, presumably because body size is already relatively large seeds and has been able to adapt to changes in their environment.

(5)

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

KORELASI KUALITAS AIR TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI DI BALAI PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR TAWAR SUBANG

RIFQAH PRATIWI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

(6)
(7)

Judul Skripsi : Korelasi kualitas air terhadap kinerja pertumbuhan benih ikan patin Pangasius hypophthalmus ukuran 1 inci di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar Subang

Nama : Rifqah Pratiwi

NIM : C14100037

Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Disetujui oleh

Dr Ir Kukuh Nirmala, MSc Pembimbing I

Prof Dr Ir D. Djokosetiyanto, DEA Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Sukenda, MSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi berjudul “Korelasi kualitas air terhadap kinerja pertumbuhan benih ikan patin Pangasius hypophthalmus ukuran 1 inci di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar Subang” dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Juli 2013 bertempat di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Subang, Jawa Barat.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ayahanda H. Abdul Hae, SH dan Ibunda Dra Hj. Nurlina, serta seluruh keluarga atas doa, kasih sayang, dan dukungannya.

2. Dr Ir Kukuh Nirmala, MSc dan Prof Dr Ir D. Djokosetiyanto, DEA selaku pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis hingga penyelesaian skripsi ini.

3. Dr Sri Nuryati, SPi, MSi dan Dr Ir Mia Setiawati, MSi selaku dosen penguji dan komisi pendididikan S1 Departemen Budidaya Perairan.

4. Ir Iis Diatin, MM selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan akademik kepada penulis.

5. Pimpinan dan staf Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Subang atas kesempatan untuk melaksanakan penelitian di balai tersebut. 6. Pak Oyok (Staf Sie. Pengujian hatchery patin), Bu Indah (Staf Laboratorium),

dan Keluarga PLA Cijengkol 2013 yang telah membantu proses penelitian. 7. Keluarga besar BDP 47, para De’Malingers 47 dan “chinggue-yoeboo”

terbaik atas kenangan akan kebersamaan, keceriaan, kebahagiaan, serta kerjasamanya.

8. Kakak senior BDP 45 & 46, adik-adik BDP 48 & 49 atas doa dan dukungan yang telah diberikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat dijadikan acuan para pembaca untuk penanganan kualitas air; suhu, oksigen terlarut, dan pH hatchery dalam budidaya pendederan ikan patin.

Bogor, Maret 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

METODE 2

Persiapan Wadah dan Bahan 2

Pengelolaan Kualitas Air 3

Metode Pengambilan Sampel 3

Parameter Kualitas Air 3

Parameter Biologis Benih Ikan Patin 4

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Hasil 5

Kinerja Pertumbuhan 5

Korelasi Kualitas Air Terhadap Kinerja Pertumbuhan 7

Pembahasan 11

KESIMPULAN DAN SARAN 14

Kesimpulan 14

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 17

(10)

DAFTAR TABEL

1 Manajemen pemberian pakan pendederan ikan patin selama 30 hari

pemeliharaan 2

2 Parameter kualitas air dan biologis yang diamati serta alat yang

digunakan dalam penelitian 4

3 Kinerja pertumbuhan benih ikan patin, kualitas air, sintasan serta hasil

produksi 7

4 Korelasi (pearson correlation) kualitas air media pemeliharaan

terhadap kinerja pertumbuhan benih ikan patin 9

5 Korelasi (pearson correlation) antar variabel parameter kualitas air

hatchery pada media pemeliharaan benih ikan patin 10

6 Hasil pemantauan kualitas air hatchery selama 30 hari pemeliharaan

benih ikan patin 10

DAFTAR GAMBAR

1 Pertumbuhan panjang total dan panjang mutlak benih ikan patin dari

awal penebaran hingga 30 hari pemeliharaan 6

2 Pertumbuhan bobot total dan bobot mutlak benih ikan patin dari awal

penebaran hingga 30 hari pemeliharaan 6

3 Korelasi pertumbuhan panjang mutlak dan bobot mutlak benih ikan

patin selama 30 hari masa pemeliharaan 6

4 Dendrogram (cluster of variables) korelasi antar variabel pada pemeliharaan benih ikan patin umur 10 hari. Keterangan variabel ∆ B: bobot mutlak, ∆ P: panjang mutlak, ∆ DO: fluktuasi oksigen terlarut, ∆ pH: fluktuasi pH, dan ∆ suhu: fluktuasi suhu 8 5 Dendrogram (cluster of variables) korelasi antar variabel pada

pemeliharaan benih ikan patin umur 20 hari. Keterangan variabel ∆ B: bobot mutlak, ∆ P: panjang mutlak, ∆ DO: fluktuasi oksigen terlarut, ∆ pH: fluktuasi pH, dan ∆ suhu: fluktuasi suhu 8 6 Dendrogram (cluster of variables) korelasi antar variabel pada

pemeliharaan benih ikan patin umur 30 hari. Keterangan variabel ∆ B: bobot mutlak, ∆ P: panjang mutlak, ∆ DO: fluktuasi oksigen terlarut, pH: fluktuasi pH, dan suhu: fluktuasi suhu 9

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil produksi pendederan benih ikan patin di BPBAT Subang 17 2 Hasil analisis diskriminasi (cluster of variables); dendrogram korelasi

antara variabel pada waktu pemeliharaan benih ikan patin 17 3 Hasil analisis metode korelasi (pearson correlation) fluktuasi kualitas

air dan kinerja pertumbuhan benih ikan patin 18

4 Peta lokasi Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT)

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan patin merupakan salah satu komoditas ikan air tawar unggulan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2014 yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Spesies ikan patin yang populer dibudidayakan di Indonesia adalah ikan patin siam Pangasius hypophthalmus, yang asalnya merupakan introduksi dari Thailand (Saparinto 2009). Ikan patin semakin diminati oleh masyarakat Indonesia khususnya saat ini. Sebagai contoh, permintaan benih ikan patin di Provinsi Jawa Barat diproyeksikan mencapai lebih dari 1 milyar ekor pada tahun 2014 (Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Barat 2009). Dengan demkian usaha di bidang pendederan yang menghasilkan benih patin siap tebar ini memiliki prospek yang sangat besar kedepannya. Kualitas air dalam kegiatan pendederan merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan kegiatan produksi. Faktor kualitas air yang mempengaruhi kehidupan organisme budidaya tidak lain yang utama seperti suhu, oksigen terlarut, dan pH air.

Suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju metabolisme dan kelarutan gas dalam air (Zonneveld et al. 1991). Ikan merupakan organisme akuatik yang bersifat poikilotermik yang sangat bergantung pada suhu lingkungannya. Kinerja pertumbuhan ikan meliputi panjang dan bobot tubuh ditentukan oleh respon fisiologis seperti nafsu makan, proses metabolisme, hingga kesehatan dipengaruhi oleh suhu lingkungannya (Lermen et al. 2004). Oksigen terlarut merupakan faktor lingkungan yang sangat penting, karena keberadaannya mutlak diperlukan oleh ikan untuk proses respirasi. Kandungan oksigen terlarut yang rendah menyebabkan nafsu makan menurun dan sistem kekebalan tubuh terhadap patogen penyebab penyakit ikut menurun (Buentello et al. 1999). Begitu pun pada pH yang merupakan faktor pembatas, mempengaruhi dan menentukan kecepatan reaksi metabolisme pada ikan, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan dan sintasannya (Ritvo et al. 1999).

Peristiwa fluktuasi pada suhu, oksigen terlarut, dan pH dalam wadah terkontrol secara spesifik dapat mempengaruhi kinerja pertumbuhan. Begitu pun pada kondisi lapang, faktor suhu, oksigen terlarut, dan pH sering kali mengalami fluktuasi. Perubahan kondisi lingkungan salah satunya akibat fluktuasi kualitas air akan mempengaruhi kehidupan ikan, proses-proses fisiologis, tingkah laku, dan mortalitasnya (Buentello et al. 1999). Untuk mengurangi pengaruh buruk dari lingkungannnya maka ikan melakukan adaptasi. Adaptasi adalah suatu proses penyesuaian diri secara bertahap yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap kondisi baru. Dalam rangka menyesuaikan diri dengan lingkungan, energi yang diperoleh dari pakan akan digunakan untuk beradaptasi dan bertahan hidup dibanding untuk pertumbuhannya.

(12)

2

pakan dan kondisi lingkungan benih sesuai, maka pertumbuhan benih dapat meningkat dan sintasan yang diperoleh tinggi mencapai 60-75% per siklus.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan monitoring kualitas air, antara lain suhu, oksigen terlarut, dan pH selama 30 hari pendederan ikan patin ukuran 1 inci. Selanjutnya data monitoring kualitas air dan hasil sampling

pertumbuhan benih akan dianalisis untuk mengetahui tingkat korelasinya. Pengetahuan akan korelasi kualitas air terhadap kinerja pertumbuhan dapat berguna sebagai gambaran untuk mengetahui faktor kualitas air mana yang dapat mendukung atau menghambat pertumbuhan benih. Sehingga sebelum atau dalam proses berlangsungnya pemeliharaan dapat dicegah dengan melakukan antisipasi terhadap perubahan faktor kualitas air. Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni hingga Juli 2013 di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Subang.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji korelasi kualitas air dari fluktuasi suhu, oksigen terlarut, dan pH terhadap kinerja pertumbuhan (panjang dan bobot) benih ikan patin Pangasius hypopththalmus ukuran 1 inci pada umur 10, 20, dan 30 hari di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Subang.

METODE

Persiapan Wadah dan Bahan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei lapangan jenis korelasional, yang akan mengamati kondisi kualitas air yang dapat mempengaruhi kinerja pertumbuhan ikan. Hewan uji yang digunakan adalah larva ikan patin siam

Pangasius hypophthalmus dengan bobot awal 0,0005±0 g/ekor dan panjang awal 0,52±0,01 cm/ekor, berasal dari Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Subang. Total larva yang digunakan adalah 50.000 ekor dengan padat tebar 25-30 ekor/L. Padat tebar pendederan ikan patin yang biasa diterapkan adalah 25-30 ekor/L (BPBAT Subang 2012). Padat tebar pendederan ikan patin ini sesuai ketentuan Badan Standarisasi Nasional (2000), yaitu optimal berkisar 20-40 ekor/L.

(13)

3

3 kali/hari at satiation 08.00,17.00, 21.00

Pemeliharaan benih ikan patin menggunakan 5 bak fibreglass persegi panjang dengan ukuran 2,2 x 1,1 x 0,4 m. Bak pemeliharaan benih dibersihkan dan diisi dengan air bersih yang berasal dari sumur bor (air tanah) dengan volume 400 L/bak atau setinggi 30 cm dari dasar bak. Selanjutnya dilakukan aklimatisasi penebaran larva sebanyak 10.000 ekor/bak. Setiap bak pendederan ini dilengkapi sistem aerasi dengan menggunakan Hiblow Air Pump yang dilengkapi dengan 2 titik selang aerasi. Pemeliharaan benih dilakukan di hatchery patin selama 30 hari dengan pemberian pakan antara lain naupli artemia, cacing sutra Tubifex, pakan buatan (pellet) dengan kandungan protein 40% (Tabel 1).

Pengelolaan Kualitas Air

Pengelolaan kualitas air harian dilakukan dengan cara penyiponan bak pemeliharaan dan penggantian air setiap hari. Hal ini dilakukan ketika tubuh larva sudah tampak, yang dapat terlihat saat umur larva 3 hari. Sebelum pemberian pakan pada pagi hari dilakukan penyiponan feses, sisa pakan yang tidak termakan, dan larva ikan yang mati. Pergantian air sebanyak 30% mulai dilakukan saat pemeliharaan hari ke-4 hingga 10. Selanjutnya pada pemeliharaan hari ke-11 hingga 30 sebanyak 75%. Adapun perlakuan yang diberikan pada air sebelum digunakan yaitu diendapkan terlebih dahulu selama 24 jam dengan perlakuan filter fisik (batu zeolit dan pecahan batok kelapa) kemudian dialirkan ke tandon air dengan pemberian aerasi kuat. Selanjutnya air dialirkan ke bak penampungan sementara yang diaerasi kuat, kemudian dapat dialirkan ke bak-bak pemeliharaan pendederan ikan patin.

Metode Pengambilan Sampel

Parameter Kualitas air

Pengukuran kualitas air hatchery dilakukan setiap hari selama 30 hari masa pemeliharaan, yaitu pada pagi hari pukul 08.00 WIB, siang hari pukul 12.00 WIB, dan sore hari pukul 16.00 WIB. Sampel air yang diambil yaitu pada kolom perairan atau kedalaman 15 cm dari permukaan. Sampel air yang diambil pada 2 titik berbeda tiap baknya sebanyak 2 botol sampel kedap udara untuk pengukuran oksigen trlarut. Parameter kualitas air lain yang diamati yaitu suhu, dan pH.

Pengambilan sampel air dalam penelitian ini menggunakan prinsip Grab Sample (sampel sesaat), yaitu hasil pengukuran sampel air digunakan untuk menggambarkan karakteristik air pada suatu tempat secara umum (Effendi 2003). Pengukuran suhu air menggunakan termometer celup secara insitu dilakukan di

(14)

4

Parameter Biologis Benih Ikan Patin

Parameter biologis dihitung untuk mengetahui pertumbuhan benih ikan patin selama 30 hari pemeliharaan. Sampling panjang dan bobot dilakukan pada waktu pemeliharaan ke-1, ke-10, ke-20, dan ke-30 hari. Benih yang diambil menjadi sampel yaitu sebanyak 10 ekor/bak. Jumlah sampel benih yang digunakan cukup untuk mewakili tiap populasi sebab keragaman benih yang sangat kecil. Hal ini dapat dilihat dari standar deviasi pada bobot awal benih 0,0005±0 g/ekor yaitu 0. Pertumbuhan bobot dan panjang diukur kemudian dirata-ratakan dari setiap baknya. Alat yang digunakan dalam sampling adalah penggaris, dan Sartorius/timbangan digital (Tabel 2). Parameter biologis yang dihitung kemudian dimasukkan ke dalam rumus bobot mutlak, panjang mutlak, laju pertumbuhan harian, sintasan, dan hasil produksi.

Tabel 2 Parameter kualitas air dan biologis yang diamati serta alat yang

Bobot mutlak dihitung untuk mengetahui pertambahan bobot benih ikan patin selama masa pemeliharaan. Bobot mutlak dapat dihitung dengan persamaan berikut (Zonneveld et al. 1991):

B = Bt – Bo

Panjang mutlak dihitung untuk mengetahui pertambahan panjang benih ikan patin selama masa pemeliharaan. Panjang mutlak dapat dihitung dengan persamaan berikut (Effendie 1979):

P = Pt – Po Keterangan :

P : Panjang mutlak (cm)

(15)

5

Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan harian dihitung untuk mengetahui persentase pertambahan bobot benih ikan patin setiap harinya. Laju pertumbuhan harian dapat dihitung dengan persamaan berikut (Zonneveld et al. 1991):

LPH= x 100 % Keterangan :

LPH: Laju pertumbuhan harian (%/hari) : Bobot rata-rata akhir (g)

: Bobot rata-rata awal (g) t : Waktu yang dibutuhkan (hari)

Hasil Produksi

Hasil produksi merupakan biomassa akhir benih ikan patin selama pemeliharaan. Hasil produksi dihitung dengan persamaan berikut (Effendie 1979):

H = B x N Keterangan :

H : Hasil produksi (g) B : Bobot rata-rata akhir (g) N : Jumlah populasi akhir (ekor)

Analisis Data

Data kualitas air dan pertumbuhan diolah dengan bantuan perangkat lunak

Microsoft Excel 2007. Selanjutnya data dianalisis menggunakan program MINITAB 16. Metode statistik yang digunakan adalah analisis diskriminasi (cluster of variables) dan korelasi (pearson correlation) untuk menilai hubungan variabel kualitas air (suhu, oksigen terlarut, pH) terhadap kinerja pertumbuhan (panjang dan bobot) benih ikan patin.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kinerja Pertumbuhan

(16)

6

totalnya semakin bertambah. Nilai korelasi (r) antara waktu pemeliharaan terhadap panjang total adalah 0,9729, berarti 97,29% waktu pemeliharaan mempengaruhi panjang total benih. Sedangkan panjang mutlaknya adalah 0,8455, berarti 84,55% waktu pemeliharaan mempengaruhi panjang mutlak benih.

Gambar 1 Pertumbuhan panjang total dan panjang mutlak benih ikan patin dari awal penebaran hingga 30 hari pemeliharaan

Pertumbuhan bobot total dan mutlak benih ikan patin dengan bobot awal 0,0005±0 g/ekor, selama waktu pemeliharaan menunjukkan korelasi erat terhadap pertumbuhan bobotnya (Gambar 2). Semakin lama pemeliharaan benih ikan patin maka bobot totalnya semakin bertambah. Nilai korelasi (r) antara waktu pemeliharaan terhadap bobot total adalah 0,9768, berarti 97,68% waktu pemeliharaan mempengaruhi bobot total benih. Sedangkan bobot mutlaknya adalah 0,9484, berarti 94,84% waktu pemeliharaan mempengaruhi bobot mutlak benih.

Gambar 2 Pertumbuhan bobot total dan bobot mutlak benih ikan patin dari awal penebaran hingga 30 hari pemeliharaan

Gambar 3 Korelasi pertumbuhan panjang mutlak dan bobot mutlak benih ikan patin selama 30 hari masa pemeliharaan. W = a Lb ; koefisien b

(17)

7

Hubungan pertumbuhan panjang mutlak dan bobot mutlak benih ikan patin selama masa pemeliharaan 30 hari memiliki nilai korelasi (r) yang erat 0,8623 (Gambar 3). Hal ini menunjukkan 86,23% pertumbuhan panjang mutlak mempengaruhi berat bobot mutlak benih. Berarti seiring bertambahnya pertumbuhan panjang maka pertumbuhan bobot benih juga meningkat selama waktu pemeliharaan tersebut. Froese (2006) dalam Suwarni (2009), teori pola pertumbuhan ikan disebut bersifat alometrik negatif, dapat terlihat dari nilai koefisien b yang lebih kecil dari 3 (b < 3). Sesuai dengan hasil analisis, nilai koefisien b yang diperoleh 2,24 sehingga pola pertumbuhan yang terjadi pada benih ikan patin adalah alometrik negatif (Gambar 3). Hal ini berarti pertumbuhan bobot benih ikan patin selama pemeliharaan cenderung lebih lambat dibandingkan pertumbuhan panjangnya.

Tabel 3 Kinerja pertumbuhan benih ikan patin, kualitas air, sintasan, serta hasil produksi benih ikan patin selama pemeliharaan

Variabel Satuan Pengukuran Rerata ± SD LPH (%/hari)

min. maks.

Benih umur 10 hari

Bobot mutlak g/ekor 0,0100 0,0186 0,0154±0,0033 34,40±2,32

Panjang mutlak cm/ekor 0,59 0,66 0,62±0,03

Suhu °C 24,00 30,50 27,61±1,01

Oksigen terlarut mg/L 3,10 5,05 4,08±0,42

pH - 8,02 9,00 8,67±0,23

Benih umur 20 hari

Bobot mutlak g/ekor 0,0070 0,0252 0,0137±0,0072 20,50±1,65

Panjang mutlak cm/ekor 0,25 0,51 0,38±0,17

Suhu °C 28,25 31,00 29,65±0,92

Oksigen terlarut mg/L 3,80 4,50 4,17±0,18

pH - 7,97 8,03 8,01±0,25

Benih umur 30 hari

Bobot mutlak g/ekor 0,0327 0,2344 0,1003±0,0850 18,09±1,85

Panjang mutlak cm/ekor 0,28 1,46 0,90±0,49

Korelasi Kualitas Air Terhadap Kinerja Pertumbuhan

Analisis diskriminasi (cluster of variables) ini dilakukan untuk menggambarkan persentase tingkat kesamaan (similarity level). Tingkat kesamaan akan menunjukkan variabel yang saling berpengaruh dominan. Representasi bentuk dendrogram ini dibuat sistem klaster yang masing-masing sejumlah 4 klaster berdasarkan tingkat kesamaannya. Besarnya tingkat kesamaan tersebut yang mendekati 100%, menunjukkan bahwa hubungan antar variabel bobot dan panjang mutlak terhadap variabel fluktuasi suhu, oksigen terlarut, serta pH saling mempengaruhi dan memiliki korelasi yang erat.

(18)

8

73,94%. Klaster IV (fluktuasi suhu) dengan tingkat kesamaan terendah 70,63%. Hal ini menggambarkan korelasi kualitas air terhadap kinerja pertumbuhan, antara lain panjang mutlak dominan dipengaruhi oleh kondisi fluktuasi oksigen terlarut dan pH, sedangkan fluktuasi suhu dominan mempengaruhi bobot mutlak benih (Gambar 4).

Gambar 4 Dendrogram (cluster of variables) korelasi antar variabel pada pemeliharaan benih ikan patin umur 10 hari. Keterangan variabel ∆ B: bobot mutlak, ∆ P: panjang mutlak, ∆ DO: fluktuasi oksigen terlarut, ∆ pH: fluktuasi pH, dan ∆ suhu: fluktuasi suhu.

Pemeliharaan benih ikan patin umur 20 hari diperoleh klaster I (pertumbuhan bobot dan panjang mutlak) dengan tingkat kesamaan tertinggi 96,60%. Klaster II (fluktuasi pH) memiliki tingkat kesamaan 91,98%. Klaster III (fluktuasi suhu) memiliki tingkat kesamaan 84,52%. Klaster IV (fluktuasi oksigen terlarut) dengan tingkat kesamaan terendah 79,22%. Hal ini menggambarkan korelasi kualitas air terhadap kinerja pertumbuhan, antara lain panjang dan bobot mutlak benih dominan dipengaruhi oleh kondisi fluktuasi pH, kemudian fluktuasi suhu dan oksigen terlarut (Gambar 5).

(19)

9

Pemeliharaan benih ikan patin umur 30 hari diperoleh klaster I (fluktuasi suhu dan oksigen terlarut) dengan tingkat kesamaan tertinggi 96,81%. Klaster II (pertumbuhan bobot dan panjang mutlak) memiliki tingkat kesamaan 95,28%. Klaster III (fluktuasi pH) memiliki tingkat kesamaan 75,76%. Sedangkan klaster IV (mewakili variabel pertumbuhan dan fluktuasi kualitas air) dengan tingkat kesamaan terendah 67,42%. Hal ini menggambarkan korelasi kualitas air terhadap kinerja pertumbuhan, antara lain panjang dan bobot mutlak benih dominan dipengaruhi oleh kondisi fluktuasi pH, kemudian fluktuasi suhu dan oksigen terlarut (Gambar 6). Namun tingkat kesamaan yang diperoleh relatif kecil yaitu 67,42%, sehingga korelasi yang ditunjukkan kurang erat antar variabel pertumbuhan dan kualitas air.

Gambar 6 Dendrogram (cluster of variables) korelasi antar variabel pada waktu pemeliharaan benih ikan patin umur 30 hari. Keterangan variabel ∆ B: bobot mutlak, ∆ P: panjang mutlak, ∆ suhu: fluktuasi suhu, ∆ DO: fluktuasi oksigen terlarut, dan ∆ pH: fluktuasi pH.

Korelasi variabel (r) yang dianalisis mendekati nilai 1 adalah menyatakan korelasi antar kedua variabel tersebut sangat erat (Ritvo et al. 1999). Besarnya korelasi yang mendekati nilai 1 pada Tabel 4 dan 5, menunjukkan bahwa hubungan antar variabel yaitu panjang dan bobot mutlak benih ikan patin terhadap fluktuasi kualitas air sangat erat. Kondisi kualitas air yang mendukung pertumbuhan optimal benih ikan patin, ditunjukkan dari nilai korelasi yang positif. Sebaliknya, kondisi kualitas air yang berpotensi menghambat pertumbuhan optimal benih ikan patin terdapat pada korelasi negatif yang diperoleh dari hasil analisis korelasi (pearson correlation).

Tabel 4 Korelasi (pearson correlation) kualitas air media pemeliharaan terhadap kinerja pertumbuhan benih ikan patin

Variabel

Korelasi variabel (r) pada pemeliharaan benih ikan patin 10 hari

( 10-0 hari ke-I )

20 hari ( 20-10 hari ke-I )

30 hari ( 30-20 hari ke-I )

∆ P dengan ∆ suhu - 0,03 +0,46 +0,35

∆ P dengan ∆ DO +0,75a +0,52 +0,11

(20)

10

∆ B dengan ∆ suhu - 0,75b +0,39 +0,02

∆ B dengan ∆ DO - 0,29 +0,29 - 0,17

∆ B dengan ∆ pH +0,48 +0,84a - 0,28

a

korelasi positif yang erat antar variabel, bkorelasi negatif yang erat antar variabel, bbmewakili korelasi antar variabel Keterangan ∆ P: pertumbuhan panjang mutlak, ∆ B: pertumbuhan bobot mutlak, ∆ suhu: fluktuasi suhu, ∆ DO: fluktuasi oksigen terlarut, ∆ pH: fluktuasi pH

Pemeliharaan benih ikan patin saat umur 10 hari diperoleh korelasi positif, antara lain panjang mutlak dengan fluktuasi oksigen terlarut (75%) dan panjang mutlak dengan fluktuasi pH (71%). Benih umur 20 hari, antara lain panjang mutlak dengan fluktuasi pH (78%) dan bobot mutlak dengan fluktuasi pH (84%). Benih umur 30 hari, tidak terdapat korelasi yang cukup erat antar variabel. Sedangkan korelasi negatif yang diperoleh saat pemeliharaan benih umur 10 hari, antara bobot mutlak dengan fluktuasi suhu (75%). Benih umur 20 hari, tidak terdapat korelasi negatif, sedangkan benih umur 30 hari tidak terdapat korelasi yang cukup erat antar variabel. Namun diwakili oleh variabel panjang mutlak dengan fluktuasi pH (40%) (Tabel 4).

Tabel 5 Korelasi (pearson correlation) antar variabel kualitas air hatchery

pada media pemeliharaan benih ikan patin

Variabel

Korelasi variabel (r) pada pemeliharaan benih ikan patin 10 hari

korelasi positif yang erat antar variabel, bkorelasi negatif yang erat antar variabel

Keterangan ∆ suhu: fluktuasi suhu, ∆ DO: fluktuasi oksigen terlarut, ∆ pH: fluktuasi pH

Terlihat pula korelasi dari interaksi variabel kualitas air (suhu, oksigen terlarut, dan pH) yang saling mempengaruhi kondisi media pemeliharaan benih (Tabel 5). Pemeliharaan saat benih umur 10 hari terdapat korelasi negatif, yaitu efek negatif dari fluktuasi oksigen terlarut terhadap pH (70%). Pemeliharaan saat benih umur 20 hari terdapat korelasi positif, yaitu efek positif dari fluktuasi suhu terhadap pH (69%). Pemeliharaan saat benih umur 30 hari terdapat korelasi positif, yaitu efek positif dari fluktuasi suhu terhadap oksigen terlarut (94%). Efek negatif yang dimaksud tersebut adalah mempengaruhi variabel lain sehingga kondisi kualitas air menurun atau menjadi buruk. Begitu pun sebaliknya, efek positif yang dimaksud adalah mempengaruhi variabel lain sehingga kondisi kualitas air meningkat atau menjadi baik.

Tabel 6 Hasil pemantauan kualitas air hatchery selama 30 hari pemeliharaan

(21)

11

Pembahasan

Pertumbuhan adalah perubahan bentuk dalam hal panjang, bobot maupun isi sesuai dengan perubahan waktu. Kualitas air yang optimal merupakan salah satu syarat dalam kegiatan pendederan, khususnya benih ikan patin siam. Kualitas air dalam wadah pemeliharaan harus tetap terkontrol agar dapat menghasilkan pertumbuhan benih ikan patin yang optimal. Namun peristiwa fluktuasi kualitas air yang ekstrim dalam wadah terkontrol pun dapat mempengaruhi kinerja pertumbuhan. Parameter kualitas air aktual yang teramati pada penelitian ini antara lain suhu, oksigen terlarut, dan pH air yang merupakan dasar parameter yang sering diaplikasikan pembudidaya pada umumnya. Adapun parameter lainnya yang dapat digunakan dalam monitoring kualitas air pendederan ikan patin antara lain, seperti total amoniak terlarut (TAN), kesadahan, dan alkalinitas.

Suhu selama waktu pemeliharan berkisar 24-31°C. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2000), suhu optimal untuk pendederan ikan patin yaitu 27-31°C sehingga kisaran suhu diduga cukup optimal untuk pertumbuhan. Namun pada penelitian ini terjadi kisaran suhu minimum diluar batas optimal untuk pertumbuhan benih ikan patin. Suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju metabolisme dan kelarutan gas dalam air (Zonneveld et al. 1991). Kebutuhan suhu ini berpengaruh terhadap kinerja fisiologis dari hormon dan enzim yang disekresikan ikan (Halver et al. 2002). Suhu yang semakin tinggi akan meningkatkan laju metabolisme ikan, namun respirasi yang terjadi semakin cepat sehingga mengurangi konsentrasi oksigen di air yang dapat menyebabkan stres bahkan kematian pada ikan.

Kandungan oksigen terlarut selama waktu pemeliharan berkisar 3,17-5,05 mg/L. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2000), oksigen terlarut optimal untuk pendederan ikan patin yaitu 3-8 mg/L sehingga oksigen terlarut diduga cukup optimal untuk pertumbuhan benih ikan patin. Berkurangnya kandungan oksigen terlarut ini terjadi akibat pemanfaatan oleh ikan untuk proses respirasi dan metabolisme. Oksigen terlarut merupakan parameter kualitas air yang sangat penting karena keberadaannya mutlak diperlukan oleh organisme budidaya untuk proses respirasi. Kandungan oksigen terlarut yang rendah menyebabkan nafsu makan menurun, selanjutnya akan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ikan.

pH media selama waktu pemeliharaan berkisar 7,5-9,0. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2000), kisaran pH optimal untuk pendederan ikan patin yaitu 6,5-8,5. pH merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi dan menentukan kecepatan reaksi metabolisme pada ikan, selanjutnya akan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan dan sintasannya (Ritvo et al. 1999). Swingle (1969) dalam Boyd (1990) menjelaskan pengaruh pH terhadap pertumbuhan ikan, pada pH 4,0-6,5 dan pH 9,0-11,0 pertumbuhan ikan lambat, pH 6,5-9,0 pertumbuhan ikan optimum, sedangkan pH < 4,0 dan pH > 11,0 menyebabkan kematian pada ikan.

(22)

12

24,00-30,50°C yang mempengaruhi bobot, sehingga bobot mutlak yang dihasilkan 0,0154±0,0033 g/ekor. Berdasarkan tingkat kesamaannya, memperkuat bahwa pengaruh fluktuasi oksigen terlarut dan pH terhadap panjang mutlak 87,66% dan 85,39% per hari, sedangkan suhu terhadap bobot mutlak 70,63% (Gambar 4). Hal ini menunjukkan sesuai hasil analisis korelasi, bahwa kualitas air yang berpengaruh terhadap kinerja pertumbuhan adalah kandungan oksigen terlarut dan pH cukup baik dan perlu dipertahankan agar tetap optimal. Sedangkan fluktuasi suhu belum sesuai untuk mendukung pertumbuhan optimal sehingga perlu dikelola agar dapat mendukung pertumbuhan benih.

Suhu media pemeliharaan saat benih umur 10 hari merupakan faktor yang menghambat pertumbuhan, khususnya pada bobot benih. Masalah pada kisaran suhu ini adalah terjadi fluktuasi yang cukup berbahaya untuk kelangsungan hidup benih. Sebagai contoh saat pemeliharaan, suhu pagi hari diketahui 24,00°C, siang hari 30,50°C, dan pada sore hari 25,25°C, kondisi fluktuasi yang naik 6,50°C dan turun 5,25°C ini terjadi dalam jarak waktu 4 jam. Kondisi ini menyebabkan benih ikan patin stres dan menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Silverstein et al. (2000), menurunkan suhu media pemeliharaan dari 26,00°C menjadi 21,70°C menyebabkan metabolisme tubuh ikan tidak berjalan normal, enzim-enzim yang bekerja dalam tubuh ikan membeku dan akhirnya ikan mati. Kondisi lingkungan perairan yang baik jika perbedaan suhu tidak berbeda 5,00°C pada siang dan malamnya (Buentello et al. 1999).

Laju pertumbuhan harian yang dihasilkan saat benih umur 20 hari yaitu 20,500±1,65% per hari. Kualitas air yang berkorelasi positif ditemukan pada oksigen terlarut berkisar 3,10-5,05 mg/L dan pH 8,02-9,00 mempengaruhi bobot mutlak 0,0137±0,0072 g/ekor dan panjang mutlak 0,38±0,17 cm/ekor. Kondisi fluktuasi suhu, oksigen terlarut, dan pH diketahui tidak menyebabkan terhambatnya pertumbuhan benih, sehingga tidak diperoleh korelasi negatif. Hal ini diduga karena benih sudah cukup beradaptasi dengan fluktuasi lingkungannya dan sistem kekebalan tubuh sudah mulai meningkat. Fluktuasi pH terjadi disebabkan oleh fotosintesis, respirasi organisme dan keberadaan ion dalam perairan (Welch 1952). Berdasarkan tingkat kesamaannya, memperkuat bahwa pengaruh fluktuasi pH terhadap pertumbuhan benih 91,98%. Fluktuasi suhu dan oksigen terlarut berturut-turut sebesar 84,52% dan 79,22% (Gambar 5). Hal ini menunjukkan sesuai hasil analisis korelasi bahwa kualitas air yang berpengaruh terhadap kinerja pertumbuhan adalah fluktuasi pH air. Kondisi fluktuasi dan kisaran pH telah sesuai, sehingga perlu dipertahankan agar tetap optimal mendukung pertumbuhan benih.

(23)

13

kandungan mineral kalsium dalam kisaran optimal, sehingga ikut serta mendukung pertumbuhan benih ikan patin.

Kondisi aktual saat benih berumur 30 hari tidak ditemukan korelasi cukup erat pada kualitas air yang mempengaruhi kinerja pertumbuhan. Namun diwakili pada kisaran pH 7,50-9,00 berkorelasi negatif yaitu 40% mempengaruhi pertumbuhan panjang benih. Panjang mutlak benih bertambah menjadi 0,90±0,49 cm/ekor, dengan laju pertumbuhan harian 18,09±1,85% per hari. Berdasarkan tingkat kesamaannya, diperoleh pengaruh fluktuasi suhu dan oksigen terlarut serta pH terhadap pertumbuhan relatif kecil 67,42% (Gambar 6). Namun sesuai dengan hasil analisis korelasi yang menyatakan tidak terdapat korelasi erat pada kualitas air, yang mendukung kinerja pertumbuhan benih. Hal ini diduga benih umur 30 hari cenderung memiliki ukuran tubuh relatif besar telah mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2000), pemeliharaan benih ikan patin dengan kepadatan 20-40 ekor/L pada umur benih berkisar 12-15 hari, arboresen terbentuk dan organ tubuh benih ikan patin lengkap. Sehingga korelasi yang mendukung kinerja pertumbuhannya bukan dari faktor kualitas air, melainkan diduga faktor lain yang tidak terukur salah satunya seperti efisiensi pakan yang diberikan. Penggunaan pakan secara efisien berarti jumlah pakan, jadwal pemberian dan cara pemberian pakan sesuai dengan kebutuhan dan kebiasaan makan ikan (Utomo et al. 2005).

Pemeliharaan pada media terkontrol hingga benih berumur 30 hari tidak menghasilkan pertumbuhan bobot dan panjang yang sama pada semua benih. Hal ini diduga bahwa suhu, oksigen terlarut, dan pH mengalami fluktuasi yang secara spesifik berpengaruh erat terhadap kinerja pertumbuhan ikan. Namun fluktuasi kualitas air ini masih dalam kisaran cukup baik untuk pertumbuhan benih, khususnya ikan patin siam. Pendederan ikan patin siam yang dilakukan selama penelitian ini menghasilkan sintasan 70%, dengan total hasil produksi 4,55 kg benih ikan patin (Tabel 3). Pertumbuhan panjang total benih terhadap waktu pemeliharaan memiliki korelasi 97,29% (Gambar 1) dan bobot total benih 97,68% (Gambar 2). Kinerja pertumbuhan panjang dan bobot total benih tersebut salah satunya dipengaruhi oleh kualitas air sebagai parameter yang terukur dalam penelitian ini. Sedangkan sisanya 2,71% dan 2,32% merupakan pengaruh dari faktor lain yang tidak terukur, diduga seperti efisiensi pakan, iklim, cuaca, dan lain lain.

(24)

14

dari awal hingga akhir pemeliharaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Syahrir (2012), telur ikan yang menetas menghasilkan larva dengan ukuran tubuh yang berbeda disebabkan oleh kondisi lingkungan dan kualitas induknya.

Pengaruh meningkatnya suhu air terhadap kesehatan benih patin adalah dapat meningkatkan toksisitas kontaminan terlarut, mendukung perkembangan dan tingkat serangan patogen, menurunnya konsentrasi oksigen terlarut, meningkatnya konsumsi oksigen benih disebabkan suhu tubuh meningkat, serta meningkatkan respon kekebalan tubuh benih. Sedangkan pengaruh menurunnya suhu air menyebabkan suhu tubuh benih menurun, aktivitas renang, nafsu makan, dan laju pertumbuhan menurun, serta menekan respon kekebalan tubuh benih. Masalah fluktuasi kualitas air bukan menjadi hambatan untuk menghasilkan benih ikan patin yang memiliki pertumbuhan baik. Fluktuasi suhu dapat dicegah ketika suhu rendah dapat dengan meningkatkan suhu ruangan menggunakan pemanas (kompor), penambahan penggunaan lampu neon pada bagian atas bak pemeliharaan, atau dapat menggunakan thermostat (alat mengatur kondisi suhu pada air agar tidak berubah).

Pengaruh menurunnya konsentrasi oksigen terlarut dalam air dapat menyebabkan stress respirasi, anoreksia, hipoksia jaringan, pingsan bahkan kematian massal (Sa’diyah 2006). Fluktuasi oksigen terlarut yaitu dengan turun naiknya konsentrasi oksigen terlarut dalam air dapat diatasi dengan penambahan titik aerasi. Pengaruh kemasaman pH air terhadap benih ikan patin dapat menyebabkan meningkatnya kerentanan terhadap penyakit infeksius, mengganggu transportasi ion pada insang, serta dapat mengarah ke kegagalan osmoregulasi dan kematian pada benih. Fluktuasi pH air ini dapat dicegah dengan cara penyiponan feses ikan dan sisa pakan yang tidak termakan pada media pemeliharaan serta melakukan penggantian air bertahap 30-75% setiap hari. Adapun penerapan pada air yang belum terdapat ikan di dalamnya yaitu jika pH air asam dengan penambahan CaCO3 dan pada pH air basa dengan penambahan asam asetat.

Penambahan konsentrasi CaCO3 sebesar 50 ppm terbukti meningkatkan sintasan

ikan patin siam hingga 94,16% (Djokosetiyanto et al. 2005).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kualitas air yang berkorelasi terhadap kinerja pertumbuhan benih ikan patin umur 10 hari adalah suhu yang berkisar 24,00-30,50°C. Saat benih umur 20 hari, fluktuasi dan kondisi pH yang berkisar 7,97-8,03 mendukung pertumbuhan benih. Saat benih umur 30 hari, fluktuasi kualitas air tidak berpengaruh terhadap kinerja pertumbuhan.

Saran

(25)

15

seperti alkalinitas, kesadahan, dan total amoniak terlarut (TAN) pada media pemeliharaan untuk melihat pengaruh kinerja pertumbuhan benih ikan patin.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional. 2000. Produksi Benih Ikan Patin Siam (Pangasius hypophthalmus) Kelas Benih Sebar (SNI: 01-6483.4-2000). Jakarta (ID). Boyd CE. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama, USA (US):

Birmingham Publishing Co.

BPBAT [Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar] Subang. 2012. Profil Balai

Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Subang. Teknik

Pendederan Ikan Patin Siam.SOP Hatchery Patin. Subang (ID).

Buentello JA, Gatlin DM, Neill WH. 1999. Effects of Water Temperature and Dissolved Oxygen on Daily Feed Consumption, Feed Utilization and Growth of Channel Catfish Ictalurus punctatus. Journal of Aquaculture.

182(2000): 339-352.

Diskanlut [Dinas Perikanan dan Kelautan]. 2009. Statistik Perikanan Budidaya [internet]. [diacu 2013 Desember 20]. Tersedia dari: http://diskanlut.jabarprov.go.id/index.php?mod=manageMenu&idMenuKiri =435&idMenu=448.

Djokosetiyanto D, Dongoran RK, Supriyono E. 2005. Pengaruh Alkalinitas Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Ikan Patin Siam (Pangasius sp.). Jurnal Akuakultur Indonesia: 4(2): 53-56.

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Bogor (ID): Yayasan Dewi Sri. Halver JE, Hardi RW. 2002. Fish Nutrition. Third Edition. California, USA (US):

Academy Press Inc.

Lermen CL, Lappe R, Crestani M, Vieira VP, Gioda CR, Schetinger MRC, Baldisserotto B, Moraes G, Morsch VM. 2004. Effect of Different Temperature Regimes on Metabolic and Blood Parameters of Silver Catfish

Rhamdia quelen. Journal of Aquaculture. 239(2004): 497-507.

Ritvo G, Speed FM, Neill WH, Dixon JB, Lawrence AL, Samocha TM. 1999. Regression Analysis of Soil Chemical Composition for Two Shrimp Farms in Texax. Journal of The World Aquaculture Society. 30(1): 26-35.

Sa’diyah. 2006. Pemanfaatan buah mahkota dewa Phaleria macrocarpa untuk pencegahan infeksi penyakit MAS Motile Aeromonad Septicaemia ditinjau dari gambaran darah ikan patin Pangasionodon hypophthalmus [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Saparinto C. 2009. Budidaya Ikan di Kolam Terpal. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Silverstein JT, Wolters WR, Shimizu M, Dickhoff WW. 2000. Bovine Growth Hormone Treatment of Channel Catfish: Strain and Temperature Effects on Growth, Plasma IGF-I Levels, Feed Intake and Efficiency and Body Composition. Journal of Aquaculture. 190(2000): 77-88.

Suwarni. 2009. Hubungan Panjang-Bobot dan Faktor Kondisi Ikan Butana

(26)

16

Pantai Desa Mattiro Deceng, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. 19(3): 160-165. Syahrir M. 2012. Kajian Aspek Pertumbuhan Ikan di Perairan Pedalaman

Kabupaten Kutai Timur. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis. 18(2): 8-13.

Utomo NBP, Kumalasari F, Mokoginta I. 2005. Pengaruh Cara Pemberian Pakan yang Berbeda Terhadap Konversi Pakan dan Pertumbuhan Ikan Mas

Cyprinus carpio di Karamba Jaring Apung Waduk Jatiluhur. Jurnal Akuakultur Indonesia. 4(1): 63-67.

Welch PS. 1952. Limnology. New York (US): Mc Graw Hill Company Inc.

(27)

17

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil produksi pendederan benih ikan patin selama waktu pemeliharaan di BPBAT Subang

Kinerja Produksi Hasil

Volume (L) 2.000

Jumlah benih tebar awal (ekor) 50.000

Padat tebar (ekor/L) 25-30

Lama pemeliharaan (hari) 30

Jumlah panen (ekor) 35.000

Kepadatan panen (ekor/L) 18-22

Sintasan (%) 70

Panjang total awal (cm/ekor) 0,52±0,01 Panjang total akhir (cm/ekor) 2,31±0,41 Pertumbuhan Panjang (cm) 1,79±0,40 Bobot awal (g/ekor) 0,0154±0,00 Bobot akhir (g/ekor) 0,1003±0,09 Biomasa awal (g/ekor) 0,0005±0,00 Biomasa akhir (g/ekor) 0,1299±0,08

LPH (%) 24,23±0,35

Lampiran 2 Hasil analisis diskriminasi (cluster of variables); dendrogram korelasi antara variabel pada waktu pemeliharaan benih ikan patin

Analisis Klaster dari variabel: ∆ B10, ∆ P10, ∆ suhu10, ∆ DO10, ∆ pH10

Jarak Koefisien Korelasi, Hubungan Tunggal Tingkat hubungan

Urutan observasi Urutan Tingkat Tingkat Hubungan Klaster dalam klaster Tingkat klaster kesamaan jarak klaster baru baru

1 4 87,6620 0,246760 2 4 2 2 2 3 85,3921 0,292158 2 5 2 3 3 2 73,9376 0,521247 1 2 1 4 4 1 70,6334 0,587332 1 3 1 5

(28)

18

Analisis Klaster dari variabel: ∆ B20, ∆ P20, ∆ suhu20, ∆ DO20, ∆ pH20

Jarak Koefisien Korelasi, Hubungan Tunggal Tingkat hubungan

Lampiran 3 Hasil analisis metode korelasi (pearson correlation) fluktuasi kualitas air dan kinerja pertumbuhan benih ikan patin

(29)

19

Panjang mutlak dan variabel kualitas air

Korelasi antara variabel P, suhu, DO, pH benih patin umur 10 hari

∆P10 ∆suhu10 ∆DO10 ∆suhu10 -0,034

∆DO10 0,753 0,413

∆pH10 0,708 -0,136 0,695

Korelasi antara variabel P, suhu, DO, pH benih patin umur 20 hari

∆P20 ∆suhu20 ∆DO20 ∆suhu20 0,462

∆DO20 0,515 0,584

∆pH20 0,778 0,690 0,166

Korelasi antara variabel ∆ P, ∆ suhu, ∆ DO, ∆ pH benih patin umur 30 hari

∆P30 ∆suhu30 ∆DO30 ∆suhu30 0,348

∆DO30 0,109 0,936

∆pH30 -0,399 0,288 0,515

Bobot mutlak dan variabel kualitas air

Korelasi antara variabel ∆ B, ∆ suhu, ∆ DO, ∆ pH benih patin umur 10 hari

∆B10 ∆suhu10 ∆DO10 ∆suhu10 -0,747

∆DO10 -0,287 0,413

∆pH10 0,479 -0,136 0,695

Korelasi antara variabel ∆ B, ∆ suhu, ∆ DO, ∆ pH benih patin umur 20 hari

∆B20 ∆suhu20 ∆DO20 ∆suhu20 0,385

∆DO20 0,288 0,584

∆pH20 0,840 0,690 0,166

Korelasi antara variabel B, suhu, DO, pH benih patin umur 30 hari

∆B30 ∆suhu30 ∆DO30 ∆suhu30 0,021

∆DO30 -0,167 0,936

(30)

20

Lampiran 4 Peta lokasi B Subang

Alamat BPBAT Su

Jl. Sukamandi Kec. Patokbe

BPBAT Subang Jawa Barat

si Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar

Subang:

andi-Purwadadi KM.2, Desa Rancabango, okbeusi, Kab. Subang, Jawa Barat.

ng,

(31)

21

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Donggala (Sulawesi Tengah) pada tanggal 14 Januari 1993. Penulis merupakan anak sulung dari pasangan H. Abdul Hae, SH dan Dra Hj. Nurlina. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Mamuju (Sulawesi Barat) dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB), diterima pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi intra maupun ekstra kampus. Kegiatan tersebut diantaranya adalah aktif sebagai aktivis IPB Political School (2010/2011), Forum Duta Anti Korupsi IPB (2010/2011), penanggung jawab kajian strategi di Kementerian Kebijakan Nasional BEM KM IPB (2011/2012), Forum Perempuan BEM KM IPB (2011/2012), delegasi IPB di Aliansi BEM Seluruh Indonesia (2011/2012), penanggung jawab kajian strategi di Divisi KASTRAT BEM FPIK IPB (2012/2013), dan supervisor di Divisi KASTRAT BEM FPIK IPB (2013/2014). Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Nutrisi Ikan (TA 2012/2013), Fisiologi Reproduksi Organisme Akuatik (TA 2013/2014), Teknologi Pembuatan dan Pemberian Pakan Ikan (TA 2013/2014), Manajemen Kualitas Air (TA 2013/2014), serta Fisika dan Kimia Perairan (TA 2013/2014).

Gambar

Gambar 2 Pertumbuhan bobot total dan bobot mutlak  benih  ikan patin dari awal
Tabel 3 Kinerja pertumbuhan benih ikan patin, kualitas air, sintasan, serta hasil
Gambar 4 Dendrogram ( cluster of variables) korelasi antar variabel pada
Tabel 4 Korelasi (pearson correlation) kualitas air media pemeliharaan terhadap
+2

Referensi

Dokumen terkait

ABSTRAK : Perisian Sistem Pengurusan Pangkalan Data Ujian Standard Kecergasan Fizikal Kebangsaan Malaysia (SEGAK) merupakan satu sistem pengurusan pangkalan data yang digunakan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Ekstrak Buah Jambu Biji (Psidium guajava L) terhadap Kadar Glukosa Darah dan Gambaran Histologi Pankreas Tikus Putih (Rattus

Kemasan Budaya lokal ini diaplikasikan dalam bentuk produk dekoratif yang memanfaatkan limbah (sisa konveksi) menjadi produk baru yang bernilai jual sebagai inovasi ekonomi

Secara umum, pokea awal matang gonad di muara Sungai Pohara dan muara Sungai Lasolo berada pada ukuran yang relatif sama dengan beberapa kerang lainnya (Tabel 2)

Penyalahartian konsep gender inilah yang akhirnya menjadi perhatian khusus masyarakat dunia, karena dengan adanya perbedaan status antara laki-laki dan perempuan

2. Setiap perangkat kemudi listrik atau electrohydraulic yang terdiri dari satu atau lebih unit daya harus dilayani oleh setidaknya dua sirkuit eksklusif fed

Artinya bila terjadi peningkatan 1 satuan variabel Jenis Rute dan Pelayanan Trip dimana faktor-faktor lain konstan akan dapat meningkatkan keputusan masyarakat