• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Pengambilan Keputusan Inovasi Budidaya Jambu Kristal (Psidium guajava L.) pada Rumahtangga Petani di Desa Bantarsari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Pengambilan Keputusan Inovasi Budidaya Jambu Kristal (Psidium guajava L.) pada Rumahtangga Petani di Desa Bantarsari"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI BUDIDAYA JAMBU

KRISTAL (Psidium guajava L.) PADA RUMAHTANGGA PETANI DI DESA

BANTARSARI

ZULMIZIAR MARWANDANA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Pengambilan Keputusan Inovasi Budidaya Jambu Kristal (Psidium guajava L.) pada Rumahtangga Petani di Desa Bantarsari adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

(3)

ABSTRAK

ZULMIZIAR MARWANDANA. Studi Pengambilan Keputusan Inovasi Budidaya Jambu Kristal (Psidium guajava L.) pada Rumahtangga Petani di Desa Bantarsari. Di bawah bimbingan SITI SUGIAH MUGNIESYAH.

Penelitian yang mengacu pada teori Rogers dan Shoemaker tentang Paradigma Proses Pengambilan Keputusan Inovasi yang dilakukan pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2013 di Desa Bantarsari dilakukan secara sengaja (purposive). Seluruh variabel yang menghubungkan pada proses tersebut dibuktikan dalam penelitian. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu dan rumahtangga. Dari 38 rumahtangga yang menjadi responden dalam penelitian ini, diketahui jumlah total anggota rumahtangga petani BJK adalah 191 orang yang terdiri dari 99 orang laki-laki dan 92 orang perempuan. Menurut kelompok umur, diketahui mayoritas anggota rumahtangga petani tergolong usia produktif (15-64 tahun) sebesar 77.49 persen. Dilihat dari jenis kelaminnya, anggota rumahtangga laki-laki pada kelompok umur lansia (>60 tahun) lebih 2.62 persen lebih tinggi dibanding anggota rumahtangga perempuan. Pertama, tahap pengenalan, hanya pada Frekuensi Partisipasi dalam Penyuluhan(X4) dengan Tingkat Pengenalan Petani terhadap BJK pada taraf α=0.05. Selanjutnya yang cukup berhubungan pada taraf α=0.10 adalah Pola Perilaku Komunikasi (X8) selebihnya tidak berhubungan. Kedua, tahap persuasi, terdapat lima variabel yang berhubungan pada taraf α=0.05 adalah Tingkat Kompatibilitas BJK (X10), Tingkat Kerumitan BJK (X11), Tingkat Kemungkinan Dicoba BJK (X12), Tingkat Kemungkinan Diamati Hasil BJK (X13), dan Tingkat Pengenalan Petani terhadap BJK (Y1). Ketiga, pada tahap keputusan hanya Tingkat Persuasi Petani terhadap BJK (Y2) yang berhubungan pada taraf α=0.05. Keempat, tahap implementasi, variabel Frekuensi Partisipasi dalam Penyuluhan(X4) dan Tingkat Keputusan Petani terhadap BJK (Y3) berhubungan nyata pada taraf α=0.05. Kelima, tahap konfirmasi yang berhubungan adalah Frekuensi Partisipasi dalam Penyuluhan(X4) dan Tingkat Implementasi Petani terhadap BJK (Y4) selebihnya pada konsep kepuasan petani terhadap BJK tidak ada yang berhubungan. Dari hasil uji korelasi tersebut maka Proses pengambilan keputusan inovasi (PK Inovasi) BJK di Desa Bantarsari tergolong tipe proses pengambilan keputusan inovasi opsional yang terjadi bila unit pengambil keputusan dan unit adopsi inovasi dilakukan oleh individu setiap petani BJK. Hasil uji Korelasi Rank Spearman menunjukkan seluruh proses tahapan pengambilan keputusan inovasi berhubungan nyata pada taraf α=0.05.

(4)

ABSTRACT

ZULMIZIAR MARWANDANA. Study on Innovation Decision Making about Crystal Guava Cultivation (Psidium Guajava L.) in Farmer Households, Bantarsari Village. Supervised by SITI SUGIAH MUGNIESYAH.

Research refers to the theory of Rogers and Shoemaker on Decision Making Process Innovation Paradigm conducted in April to May 2013 in the village of Bantarsari done intentionally (purposive). All variables linking the process is evidenced in the research. The unit of analysis in this study are individuals and households. Of the 38 households who were respondents in this study, note the total number of household members are farmers BJK 191 people consisting of 99 men and 92 women. By age group, known to the majority of members of farm households belonging to the productive age (15-64 years) amounted to 77.49 percent. Judging from her gender, male household members in the age group of elderly (> 60 years) is 2.62 percent higher than female household members. First, the introduction stage, only the frequency of participation Adopters (X4) with Introductory Rate Farmers against BJK at level α =0.05 level. Furthermore, a fairly related to the level of α =0.10 is the Communication Behavior (X8) the rest are not related. Secondly, persuasion stage, there are five variables related to the level of α =0.05 is Level Compatibility BJK (X10), BJK Complexity Level (X11), Level Possible Attempted BJK (X12), Possible Rate Observed Results BJK (X13), and the rate of introduction farmers against BJK (Y1). Third, the decision stage only Level Persuasion Farmers

against BJK (Y2) related to the level of α =0.05 level. Fourth, the implementation phase, variable frequency Participation Adopters (X4) and Level Decision Farmers against BJK (Y3) significantly correlated to the level of α =0.05 level. Fifth, the confirmation stage is related Adopters Participation Frequency (X4) and Level of Implementation of Farmers against BJK (Y4) rest on the concept of satisfaction to the farmer no related BJK. From the results of the correlation test , the decision-making process of innovation (Innovation PK) in the village of Bantarsari classified BJK type optional innovation decision-making process that occurs when a decision-making units and units of the adoption of innovations carried out by each individual farmer BJK. Spearman Rank Correlation test results show all the stages of the decision-making process related real innovation at the level of α =0.05 level .

(5)

STUDI PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI BUDIDAYA JAMBU

KRISTAL (Psidium guajava L.) PADA RUMAHTANGGA PETANI DI

DESA BANTARSARI

ZULMIZIAR MARWANDANA

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan

Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(6)

Judul Skripsi : Studi Pengambilan Keputusan Inovasi Budidaya Jambu Kristal (Psidium guajava L.) pada Rumahtangga Petani di Desa Bantarsari

Nama Mahasiswa : Zulmiziar Marwandana

NIM : I34090032

Disetujui oleh

Ir. Siti Sugiah Mugniesyah, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Siti Amanah, MSc Ketua Departemen

(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Studi Pengambilan Keputusan Inovasi Budidaya Jambu Kristal (Psidium guajava L.) pada Rumahtangga Petani di Desa Bantarsari”. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan sebagai Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Dalam tulisan ini penulis mendeskripsikan pengambilan keputusan inovasi rumahtangga petani di Desa Bantarsari dalam berbudidaya jambu kristal. Penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat diselesaikan karena bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

a) Ibu Ir Siti Sugiah Mugniesyah, MS selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah berbagi ilmu dan pengalaman berkenaan studi pengambilan keputusan inovasi budidaya jambu kristal pada rumahtangga petani; serta atas curahan waktu, pikiran, dan dukungan, baik moral maupun materil sejak penyusunan studi pustaka, penulisan proposal hingga penyelesaian skripsi ini.

b) Ibu Dr Ir Ekawati Sri Wahyuni, MS sebagai dosen Pembimbing Akademik sekaligus menjadi dosen penguji wakil Departemen SKPM, serta kepada Dr Ir Pudji Muljono, MSi yang telah bersedia menjadi dosen penguji utama.

c) Bapak Prof Dr Ir Machfud, MS dan Saudari Asri Suliastri yang ikhlas membantu dan memberi saran dalam pengolahan data.

d) Kepada Dr. Anas D Susila sebagai ketua University Farm Institutut Pertanian Bogor (UF-IPB) dan Farida Nur Fitriana, STp selaku penanggung jawab jambu kristal dari Taiwan International Corporation and Development Fund, yang telah bersedia menerima dan memberikan izin untuk melakukan penelitian di desa binaan budidaya jambu kristal dan telah membantu penulis mengumpulkan data sekunder.

e) Warga masyarakat di Desa Bantarsari pada umumnya dan khususnya kepada semua anggota rumahtangga petani budidaya jambu kristal yang telah bersedia diwawancarai dan berbagi pengalaman mereka dalam berbudidaya jambu kristal. Hanya karena keikhlasan mereka dalam berbagi informasi dan pengalaman tersebut, penulisan skripsi ini dapat dilakukan.

f) Keluarga Bapak Rahman, yang telah bersedia menerima dan mengizinkan penulis untuk tinggal bersama mereka, serta atas keikhlasan mereka memberi dukungan moral dan fasilitas selama penulis melaksanakan penulisan.

(8)

h) Kepada keluarga dermawan Ibu Fatimah Kalla, Bapak Pulu Niode, serta kakak Ari, dan Adik Rani yang sudah mengasuh penulis sejak menempuh pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga menjadi mahasiswi di Institut Pertanian Bogor (IPB).

i) Teman-teman terdekat saya Nanang, Finka Dwi Utami, dan Emma Hijriati penulis berterima kasih atas persahabatan, dorongan semangat, dan berbagi pengalaman selama proses perkuliahan dan proses penulisan. Kepada Fifa penulis ucapkan terima kasih atas semangat dan perjuangan bersama-sama dalam mengikuti bimbingan skripsi.

Bogor, September 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Kegunaan Penelitian 3

PENDEKATAN TEORITIS 4

Tinjauan Pustaka 4

Kerangka Pemikiran 8

Hipotesis 9

Definisi Operasional 10

METODE 14

Metode Penelitian 14

Lokasi dan Waktu Penelitian 14

Penentuan Sampel dan Responden 15

Pengolahan Analisis Data 15

KEADAAN UMUM DESA BANTARSARI 16

Kondisi Geografis dan Luas Wilayah Desa 16

Keadaan Umum Penduduk 17

Kondisi Sosial 18

Sarana dan Prasarana 20

GAMBARAN UMUM PROYEK TAIWAN ICDF/UF-IPB 21

(10)

PROFIL RUMAHTANGGA PETANI ADOPTER BUDIDAYA JAMBU KRISTAL

(BJK) DI DESA BANTARSARI 26

Karakteristik ART Petani Adopter BJK 26

Karakteristik Rumahtangga Petani Adopter BJK 31

TAHAPAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN ADOPSI INOVASI BUDIDAYA JAMBU KRISTAL (PSIDIUM GUAJAVA L.) DI DESA BANTARSARI 35

Tahap Pengenalan terhadap BJK 35

Tahap Persuasi terhadap BJK 38

Tahap Keputusan terhadap BJK 39

Tahap Implementasi terhadap BJK 40

Tahap Konfirmasi terhadap BJK 41

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TAHAPAN

PENGAMBILAN KEPUTUSAN 43

SIMPULAN DAN SARAN 52

Simpulan 52

Saran 53

DAFTAR PUSTAKA 54

LAMPIRAN 56

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Tahapan kegiatan budidaya jambu kristal (Psidium guajava L.) 7 Tabel 2 Luas dan persentase wilayah Desa Bantarsari menurut

penggunaannya, tahun 2011

17 Tabel 3 Jumlah dan persentase penduduk Desa Bantarsari menurut

kelompok umur dan jenis kelamin, tahun 2011

17 Tabel 4 Jumlah dan persentase penduduk Desa Bantarsari menurut

tingkat pendidikan, tahun 2011

18 Tabel 5 Jumlah dan persentase penduduk Desa Bantarsari menurut jenis

pekerjaan, tahun 2011

19 Tabel 6 Jumlah dan persentase penduduk Desa Bantarsari menurut

tingkat kesejahteraan, tahun 2011

19 Tabel 7 Jumlah dan persentase penduduk Desa Bantarsari menurut

agama, tahun 2011

20 Tabel 8 Jumlah dan persentase bibit yang ditanam petani di Desa

Bantarsari

23 Tabel 9 Jumlah petani adopter BJK di Kabupaten Bogor menurut desa

binaan, tahun 2011

23 Tabel 10 Standar mutu jambu kristal per grade mutu 24 Tabel 11 Jumlah dan persentase anggota rumahtangga petani adopter BJK

menurut kelompok umur dan jenis kelamin di Desa Bantarsari, tahun 2013

27

Tabel 12 Jumlah dan persentase anggota rumahtangga petani adopter BJK menurut pekerjaan dan jenis kelamin, tahun 2013

28 Tabel 13 Jumlah dan persentase anggota rumahtangga petani adopter BJK

menurut kelompok umur dan status perkawinan, tahun 2013

29 Tabel 14 Jumlah dan persentase anggota rumahtangga petani adopter BJK

menurut tingkat pendidikan formal dan jenis kelamin, tahun 2013

30

Tabel 15 Jumlah dan persentase kepemilikan ternak pada rumahtangga petani adopter BJK Desa Bantarsari, tahun 2013

31 Tabel 16 Jumlah dan persentase anggota rumahtangga menurut

kepemilikan benda teknologi rumahtangga petani adopter BJK Desa Bantarsari, tahun 2013

32

Tabel 17 Jumlah dan persentase rumahtangga petani adopter BJK menurut luas kepemilikan lahan usahatani Desa Bantarsari, tahun 2013

(12)

Tabel 18 Jumlah dan persentase petani di Desa Bantarsari menurut pengalaman berusahatani

33 Tabel 19 Jumlah dan persentase petani di Desa Bantarsari menurut

pengalaman berbudidaya jambu kristal

33 Tabel 20 Jumlah dan persentase keterangan umum rumahtangga petani

BJK Desa Bantarsari, tahun 2013

34 Tabel 21 Jumlah dan persentase petani BJK Desa Bantarsari menurut

waktu pengenalan inovasi BJK, tahun 2013

35 Tabel 22 Jumlah dan persentase sumber informasi tentang inovasi

budidaya jambu kristal Desa Bantarsari, tahun 2013

36 Tabel 23 Jumlah dan persentase petani yang mengenal inovasi budidaya

jambu kristal Desa Bantarsari, tahun 2013

37 Tabel 24 Jumlah dan persentase petani yang suka terhadap inovasi

budidaya jambu kristal Desa Bantarsari, tahun 2013

38 Tabel 25 Jumlah dan persentase responden yang memutuskan untuk

menerima inovasi BJK menurut unsur panduan BJK secara baku Desa Bantarsari, tahun 2013

40

Tabel 26 Jumlah dan persentase petani yang mengimplementasikan inovasi budidaya jambu kristal Desa Bantarsari, tahun 2013

41 Tabel 27 Jumlah dan persentase petani yang konfirmasi terhadap inovasi

budidaya jambu kristal Desa Bantasari, tahun 2013

42 Tabel 28 Korelasi antara saluran komunikasi, kondisi sebelumnya, dan

kaakteristik unit pengambilan keputusan dengan tingkat pengenalan petani terhadap BJK

43

Tabel 29 Korelasi antara saluran komunikasi, tahap pengenalan, dan persepsi petani terhadap BJK dengan tingkat persuasi petani terhadap BJK

45

Tabel 30 Korelasi antara saluran komunikasi dan tahap persuasi dengan tingkat keputusan petani terhadap BJK

47 Tabel 31 Korelasi antara Frekuensi Partisipasi dalam Penyuluhan dan

tingkat keputusan petani terhadap BJK dengan tingkat implementasi petani terhadap BJK

48

Tabel 32 Korelasi antara saluran komunikasi, tingkat implementasi petani terhadap BJK, dan kepuasan petani BJK dengan tingkat

konfirmasi petani terhadap BJK

48

Tabel 33 Jumlah dan persentase petani BJK menurut pendapatan yang diperoleh

49 Tabel 34 Produksi rata-rata (ton/ha) usahatani petani BJK menurut

stratum dan kelas kelompok

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Hubungan Antar Variabel Independen dan Variabel Dependen dalam Proses Pengambilan Keputusan Inovasi Budidaya Jambu Kristal (Psidium guajava L)

14

Gambar 2 Struktur Organisasi Taiwan ICDF/UF IPB 22

Gamber 3 Jambu kristal berdasarkan grade mutu 24

Gambar 4 Persentase Anggota Rumahtangga Petani BJK Desa Bantarsari menurut Jenis Kelamin, Tahun 2013

26

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data produksi buah jambu biji Di Indonesia 56

Lampiran 2 Peta Desa Bantarsari 58

Lampiran 3 Paradigma Proses Pengambilan Keputusan Inovasi 59 Lampiran 4 Daftar Sensus Mansyarakat yang Terlibat sebagai Petani BJK 60 Lampiran 5 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman dengan SPSS 18 61 Lampiran 6 Nilai minimal, maksimal, dan rata-rata variabel 75

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah (RPJMN) 2004-2009 dinyatakan bahwa lingkup pembangunan bidang Sumber Daya Alam (SDA) dan Lingkungan Hidup (LH) meliputi: revitalisasi pertanian dan perbaikan pengelolaan SDA dan perbaikan fungsi LH. Selanjutnya, dalam RPJMN 2010-2014, dinyatakan bahwa pembangunan SDA dan LH masih terus diarahkan kepada dua kelompok, yaitu: (i) pemanfaatan SDA yang mendukung pembangunan ekonomi, dan (ii) peningkatan kualitas dan kelestarian LH. Khusus dalam pemanfaatan SDA dalam mendukung pembangunan ekonomi dijabarkan melalui tiga prioritas, diantaranya adalah Peningkatan Ketahanan Pertanian, Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. Untuk hal ini, pemerintah telah mengintroduksikan beragam inovasi kepada masyarakat petani, diantaranya inovasi komoditi hortikultura.

Kebijakan pemerintah terkait komoditi hortikultura tercantum dalam Permentan Nomor 60 Tahun 2012 dan Permendag Nomor 60 Tahun 2012, yang didalamnya dinyatakan bahwa impor hortikultura hanya dapat dilakukan apabila produksi dan pasokan produk hortikultura di dalam negeri belum mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat sehingga dibuat Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Hal ini telah berdampak pada peningkatan nilai impor komoditas buah pada periode 2007-2011, meskipun bersifat fluktuatif. Diketahui bahwa pada tahun 2007 nilai impor komoditas buah sebesar 449.5 juta dolar dan pada tahun 2011 sebesar 856.2 juta dolar, atau meningkat sebesar 18 persen. Dari data komoditi buah yang diimpor pada periode tersebut tidak tertulis secara eksplisit tentang komoditi jambu.

Dalam hal produksi jambu biji dalam negeri, diketahui bahwa pada periode 1997-2011 terdapat peningkatan produksi, yakni dari 160.469 ton menjadi 211 836 ton atau meningkat sekitar 51 367 ton. Data pada tahun 2011 menunjukkan bahwa total produksi jambu biji di Indonesia sebesar 883 969 ton. Jika dilihat menurut distribusi produksinya diketahui bahwa Provinsi Jawa Barat menduduki rangking pertama, yaitu 17.8 persen dari total produksi jambu di Indonesia pada tahun yang sama. Tingginya produksi jambu biji di Provinsi Jawa Barat diduga juga mencakup produksi jambu kristal (dapat dilihat pada Lampiran 1).

(15)

Budidaya jambu kristal selanjutnya berkembang dan sekitar 5 000 pohon bibit jambu kristal telah disebar kepada banyak petani (Permana et al. 2012).

Sejak diintroduksikannya kepada masyarakat petani di Kabupaten Bogor, telah ada beberapa penelitian tentang perkembangan budidaya jambu kristal tersebut. Selain Permana et al (2012), penelitian lainnya dilakukan oleh Rahman (2011) dan Narundana (2011). Rahman meneliti tentang “Penyimpanan Jambu Biji Crystal Terolah Minimal dan Berlapis Edibel dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi”, sementara penelitian Narundana (2011) mengenai “Studi Kelayakan Bisnis Tanaman Buah Jambu Kristal pada Kelompok Tani Desa, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor”. Berdasar penelusuran atas sejumlah literatur yang ada, tampaknya belum ada penelitian yang secara khusus mempelajari tentang pengambilan keputusan inovasi budidaya jambu kristal yang diintroduksikan oleh Taiwan ICDF/UF-IPB tersebut.

Sehubungan dengan penjelasan di atas, menjadi penting untuk melakukan penelitian berkenaan pengambilan keputusan inovasi budidaya jambu kristal (Psidium guajava L.). Selain untuk mempelajari proses pengambilan keputusan inovasi budidaya jambu kristal di kalangan rumahtangga petani, juga diharapkan dapat memberi gambaran atas kontribusi IPB pada umumnya dan khususnya Taiwan ICDF dalam memberdayakan rumahtangga petani di Kabupaten Bogor.

Perumusan Masalah

Umum diketahui bahwa masyarakat petani itu tergolong heterogen dalam hal profil rumahtangga maupun karakteristik individu anggota rumahtangganya. Merujuk pada Rogers dan Shoemaker (1973) dan Rogers (1983) sebagaimana dikutip Mugniesyah (2006) bahwa pada tahap pengenalan (knowledge) pada proses pengambilan keputusan inovasi dipengaruhi oleh karakteristik unit pengambil keputusan, yang meliputi tiga aspek: karakteristik sosial-ekonomi, kepribadian, dan perilaku komunikasi. Sehubungan dengan itu, bagaimanakah karakteristik sosial-ekonomi, kepribadian, dan perilaku komunikasi petani pembudidaya jambu kristal?

Sehubungan dengan diintroduksikannya inovasi budidaya jambu kristal pada rumahtangga petani di Kabupaten Bogor, serta merujuk pada teori Pengambilan Keputusan Inovasi -selanjutnya ditulis PK Inovasi- dari Rogers dan Shoemaker (1973) dan Rogers (1983) sebagaimana dikutip Mugniesyah (2006), pengambilan keputusan inovasi diartikan sebagai suatu proses yang mencakup suatu rangkaian kegiatan penerimaan atau penolakan inovasi oleh individu (unit pengambil keputusan), yang berlangsung melalui lima tahapan yang berlangsung secara berurutan, yaitu tahap-tahap: pengenalan, persuasi, keputusan, implementasi, dan konfirmasi. Sehubungan dengan itu, bagaimanakah berlangsungnya tahap pengambilan keputusan inovasi budidaya jambu kristal di kalangan rumahtangga petani di Desa Bantarsari, Kabupaten Bogor.

(16)

tahapan pada proses PK Inovasi budidaya jambu kristal di kalangan rumahtangga petani di Desa Bantarsari, Kabupaten Bogor?

Mengingat introduksi inovasi budidaya jambu kristal oleh Taiwan ICDF/UF-IPB sudah berlangsung sekitar lima tahun (2008-2013), adakah permasalahan yang dihadapi para petani dalam berbudidaya jambu kristal tersebut? Apakah permasalahan tersebut mempengaruhi perilaku PK Inovasi petani, khususnya pada tahap konfirmasi?

Tujuan Penelitian

Berdasar perumusan masalah di atas, tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pengambilan keputusan inovasi budidaya jambu kristal di Desa Bantarsari dan tujuan khusus adalah untuk:

1. Mendeskripsikan keadaan umum wilayah penelitian dan Proyek Taiwan ICDF/UF-IPB.

2. Mendeskripsikan profil individu dan rumahtangga petani adopter Inovasi Budidaya Jambu Kristal.

3. Menjelaskan Proses Pengambilan Keputusan Inovasi Budidaya Jambu Kristal, khususnya di kalangan rumahtangga petani di Desa Bantarsari Kabupaten Bogor, yang mencakup tahap-tahap: pengenalan, persuasi, keputusan, implementasi, dan konfirmasi.

4. Menganalisis hubungan sejumlah variabel independen dengan variabel dependen pada setiap tahapan pada Pengambilan Keputusan Inovasi Budidaya Jambu Kristal di kalangan rumahtangga petani di Desa Bantarsari, Kabupaten Bogor.

5. Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi para petani pengadopsi inovasi (adopter) budidaya jambu kristal dan cara mengatasinya.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut:

1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman dalam menerapkan berbagai konsep dan teori berkenaan proses pengambilan keputusan inovasi, yaitu dalam konteks introduksi Inovasi Budidaya Jambu Kristal pada Rumahtangga Petani di Desa Bantarsari, Kabupaten Bogor.

2. Bagi pihak lain, khususnya para peneliti di bidang riset pengambilan keputusan inovasi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan informasi awal bagi studi pengambilan keputusan Inovasi Budidaya Jambu Kristal di Kabupten Bogor dan wilayah lainnya di Indonesia. Selain itu, diharapkan dapat berkontribusi pada pengembangan riset pengambilan keputusan sebagai bagian dari komunikasi pembangunan di Indonesia.

(17)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Konsep Pengambilan Keputusan Inovasi

Menurut Rogers dan Shoemaker (1971) dalam Mugniesyah (2006), inovasi adalah suatu gagasan, praktek, atau objek yang dipandang sebagai baru oleh individu. Menurut kedua ahli tersebut, PK Inovasi melalui lima tahapan. Adapun pengertian dan perilaku individu yang mengalami setiap tahapan pada proses keputusan inovasi tersebut adalah sebagai berikut:

1) Pengenalan (Knowledge), adalah tahap dimana individu mulai mengenal tentang adanya inovasi dan memperoleh beberapa pengertian tentang bagaimana fungsi/kegunaan dari inovasi tersebut.

2) Persuasi (Persuasion), adalah tahap dimana individu membentuk sikap suka atau tidak suka terhadap inovasi.

3) Keputusan (Decision), adalah tahap dimana individu melakukan aktivitas-aktivitas yang akan membawanya kepada membuat suatu pilihan untuk memutuskan menerima atau menolak inovasi.

4) Penerapan (Implementation), adalah tahap dimana individu melaksanakan dalam kehidupan nyata inovasi yang telah dia ambil keputusannya.

5) Konfirmasi (Confirmation), adalah tahap dimana individu mencari penguatan atau pengukuhan atas keputusan inovasi yang telah dibuatnya, akan tetapi dia dapat mengubah keputusannya yang terdahulu, jika dia diperkenalkan pada informasi yang bertentangan dengan inovasi yang telah dia adopsi atau dia tolak sebelumnya.

Kelima tahapan PK Inovasi tersebut dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 1 (Lampiran 3).

Selanjutnya Rogers dan Shoemaker membedakan pengambilan keputusan inovasi ke dalam empat tipe, yaitu opsional, kolektif, otoritas, dan kontigensi. Perbedaan keempatnya terletak pada siapa yang menjadi unit pengambil keputusan dan unit adopsi inovasinya. Pada PK Inovasi Opsional, unit pengambil keputusan, dan unit adopsi inovasinya adalah individu, sementara pada PK Inovasi Kolektif, unit pengambil keputusan dan unit adopsi inovasinya adalah suatu sistem sosial/kelompok atau dengan perkataan lain pengambilan keputusan berlangsung melalui konsensus diantara anggota sistem sosial. Pada PK Inovasi Otoritas, proses pengambilan keputusan inovasi melibatkan seseorang atau unit pengambilan keputusan lainnya (lembaga) yang mempunyai posisi kekuasaan atasan (superordinat), sedangkan unit adopsinya anggota sistem sosial (subordinat). Adapun pada PK Inovasi Kontingensi, proses pengambilan keputusan inovasi tertentu dilakukan setelah ada keputusan tipe lain mendahuluinya (Mugniesyah 2006).

(18)

Budidaya Jambu Kristal (Psidium guajava L.)

Jambu kristal merupakan hasil mutasi dari sejenis jambu yang sebenarnya berasal dari Thailand, ditemukan pada tahun 1991 di District Koa Shiung-Taiwan. Pada tahun yang sama, jambu kristal yang dikembangkan oleh Taiwan itu diintroduksikan ke Indonesia melalui kerja sama Misi Teknik Taiwan. Awalnya diintroduksikan di Yogyakarta, namun dalam perkembangannya, jambu kristal yang ditanam di Yogyakarta mengalami kegagalan karena pada saat dicoba ditanam pada musim kemarau, dimana tanahnya mengalami retak lebar, sehingga menyebabkan akar tanaman menjadi putus dan akhirnya tanaman menjadi mati (Permana et al. 2012).

Karakteristik fisik buah jambu kristal berbeda dengan jambu biji lainnya yaitu: biji jambu kristal kurang dari tiga persen bagian buah, daging buahnya putih kekuning-kuningan dengan rasa manis agak asam, teksturnya agak keras, renyah, dan beromama wangi, jambu kristal bentuknya seperti buah apel dengan ukuran diameter antara 10-15 cm, dan kulit buahnya bila matang berwarna hijau keputih-putihan. Jambu kristal dapat dikonsumsi sebagai makanan buah segar maupun olahan yang mempunyai gizi dan mengandung vitamin A dan C yang tinggi, dengan kadar gula delapan persen. Jambu kristal mempunyai rasa dan aroma yang khas disebabkan oleh senyawa eugenol. Meskipun jambu ini seperti jambu bangkok, tetapi daging buahnya lebih tebal dan bijinya sedikit.

Pembibitan jambu biji kristal dapat dilakukan dengan stek, cangkok, dan okulasi. Bibit jambu kristal ini merupakan hasil persilangan antara jambu Indonesia yang diambil sebagai batangnya dengan jambu Taiwan yang merupakan bagian atas tanaman jambu. Jambu Taiwan digunakan sebagai bibit adalah tanaman jambu yang sudah pernah berbuah. Hal ini bertujuan untuk mempercepat terjadinya proses pembuahan, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk memetik hasil tanam tidak terlalu lama (Narundana 2011).

Merujuk panduan budidaya jambu kristal secara baku dari Taiwan ICDF/UF-IPB meliputi serangkaian aktivitas dari sejak persiapan lahan sampai dengan panen. Adapun rangkaian aktivitas dapat dilihat pada Tabel 1.

Hasil-hasil Studi Adopsi dan Difusi di Indonesia

Hasil penelitian Mugniesyah dan Lubis (1990) menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan inovasi Supra Insus di Dua WKPP Kasus, di WKBPP Binong, UHSI XI dominan tergolong tipe pengambilan keputusan otoritas. Pada proses pengambilan keputusan inovasi Supra Insus ada dua fase yaitu: fase pengambilan keputusan dan fase keputusan. Dalam fase pertama dilakukan oleh unit pengambilan keputusan yang terdiri dari unsur pemerintah yaitu Camat Binong, Kepala Desa Mariuk, dan Kepala Desa Tambak dahan. Fase kedua dilakukan oleh unit pelaksana yang melibatkan empat kelompok yang berjenjang yaitu: kelompok KTNA UHSI XI, Kelompok Kontak Tani Andalan WKPP, dan Kelompok Kontak Tani di masing-masing WKPP kasus.

(19)

termasuk dalam variabel ciri-ciri individu yang berhubungan nyata dengan konfirmasi responden untuk tetap meneruskan keputusan yang telah dilaksanakannya. Variabel frekuensi penyuluhan, tingkat keuntungan relatif, tingkat kerumitan yang rendah, dan tingkat kesesuaian berhubungan nyata, namun tingkat kerumitan dan tingkat kesesuaian berhubungan negatif terhadap tahap konfirmasi.

(20)

Tabel 1 Tahapan kegiatan budidaya jambu kristal (Psidium guajava L.)

Tahap Kegiatan Keterangan

Penggemburan lahan Penggemburkan terlebih dahulu dengan menggunakan cangkul

Pembuatan lubang Pembuatan lubang tanaman berukuran 40 x 40 x 40 cm Jarak tanam 3 m x 3 m

Pemupukan sebelum Tanam

Pemberian kapur pertanian (dolomit) sebanyak 200 gr/lubang tanam

Pemupukan masa berbuah

250-300 gr KNO3 atau 100 gr KCL per pohon Pupuk Kandang (per pohon)

Umur 0-2 tahun 25 kg pupuk kandang per 4 bulan Umur 2-5 tahun 40-50 kg pupuk kandang per 4 bulan

Umur >5 tahun 40-50 kg pupuk kandang per 4 bulan dengan menggunakan pupuk ayam telur atau pupuk kambing

Pupuk Daun

Umur 0-2 tahun Gandasil D sebesar 2 gr/lt pupuk daun per bulan

Umur 2-5 tahun Gandasil B, Gandasil D sebesar 2 gr/lt pupuk daun per 2 minggu

Umur >5 tahun Gandasil B, Gandasil D sebesar 2 gr/lt pupuk daun per 2 minggu

Pemupukan NPK

Umur 0-2 tahun Mutiara, Phonska sebesar100-150 gr NPK per bulan Umur 2-5 tahun Mutiara, Phonska sebesar 350-500 g per 3 bulan Umur >5 tahun Mutiara, Phonska sebesar 350-500 g per 3 bulan Rebahkan dan

pemangkasan

Merebahkan 45 sampai dengan 60 derajat dan pemangkasan dilakukan dengan cara memangkas tiga ruas dari posisi buah terakhir/ujung daun atau 50 cm dari pangkal tanaman.

Pengendalian Hama Terpadu

Pengendalian hama serangga menggunakan larutan metindo, jika ada gulma menggunakan roundup, jamur menggunakan dithane, cacing menggunakan furadan. Panen Dilakukan setelah 4 (empat) bulan pasca munculnya

bunga atau 2.5 bulan sejak pembungkusan.

(21)

Kerangka Pemikiran

Penelitian yang berjudul “Studi Pengambilan Keputusan Inovasi Budidaya Jambu Kristal (Psidium guajava L.) pada Rumahtangga Petani di Desa PK Inovasi Budidaya Jambu Kristal diartikan sebagai suatu proses yang mencakup suatu rangkaian kegiatan penerimaan atau penolakan Inovasi Budidaya Jambu Kristal oleh para petani di Desa Bantarsari, yang meliputi lima tahapan, yaitu: pengenalan, persuasi, keputusan, implementasi, dan konfirmasi. Sehubungan dengan itu variabel dependen dalam penelitian ini adalah: Tingkat Pengenalan Petani terhadap Budidaya Jambu Kristal Petani (Y1), Tingkat Persuasi Budidaya Jambu Kristal Petani (Y2), Tingkat Keputusan Inovasi Budidaya Jambu Kristal Petani (Y3), Tingkat Implementasi Budidaya Jambu Kristal Petani (Y4), dan Tingkat Konfirmasi Budidaya Jambu Kristal Petani (Y5). Setiap variabel dependen tersebut diduga berhubungan dengan variabel independen dari sejumlah faktor yang tercakup pada Gambar 1. Dalam penelitian ini, Budidaya Jambu Kristal selanjutnya akan disingkat menjadi BJK.

Tahap pengenalan (knowledge) menunjuk pada gejala dimana para petani mengetahui adanya inovasi BJK dan memperoleh pengertian mengenai manfaat dari penerapan inovasi tersebut pada usahatani mereka. Mengacu kepada teori PK Inovasi dan inovasi BJK, tahap ini diduga berhubungan dengan berbagai faktor yakni saluran komunikasi yang menyebabkan petani memperoleh informasi tentang BJK, pengalaman terdahulu, serta karakteristik unit pengambil keputusan, yakni individu petani. Merujuk pada penjelasan introduksi inovasi dari hasil studi empiris studi terdahulu, dalam penelitian ini diduga terdapat tiga variabel independen pada faktor kondisi sebelumnya yang mempengaruhi tahap ini, yaitu Praktek Berusahatani Sebelumnya (X1), Tingkat Kebutuhan Petani atas BJK (X2), dan Tingkat Keinovativan Petani (X3). Mengingat petani BJK memperoleh informasi dan mendapat bimbingan dari Taiwan ICDF serta harus melalui kelompok taninya, maka pada saluran komunikasi ada variabel independen yang diduga berpengaruh terhadap tahap ini, termasuk empat tahap selainnya (Y1 sampai dengan Y5), yaitu Partisipasi Adopter BJK (X4). Variabel Y1, diduga juga dipengaruhi oleh sejumlah variabel pada faktor karakteristik Unit PK Inovasi, yang meliputi karakteristik sosial ekonomi, kepribadian, dan perilaku komunikasi. Pada karakteristik sosial ekonomi, variabel yang diduga berhubungan adalah: Tingkat Pendidikan Formal (X5), Tingkat Pendidikan Non-Formal (X6), Tingkat Pengalaman Berusahatani (X7), merupakan variabel independen pada faktor kepribadian yang diduga berpengaruh, sementara variabel independen pada faktor perilaku komunikasi yang diduga berpengaruh adalah Terdedah Komunikasi Interpersonal, Terdedah Media Massa, dan Pola Perilaku Komunikasi (X8).

(22)

oleh Tingkat Pengenalan terhadap BJK (Y1) dan lima variabel pada faktor penerimaan petani atas Inovasi BJK, yaitu Tingkat Keuntungan Relatif BJK (X9), Tingkat Kompatibilitas BJK (X10), Tingkat Kerumitan terhadap BJK (X11), Tingkat Kemungkinan Dicoba (X12), dan Tingkat Kemungkinan Diamati Hasil BJK (X13).

Tingkat Keputusan BJK Petani adalah tahap dimana petani memutuskan untuk menerima atau menolak inovasi BJK. Keputusan untuk menerima atau menolak tersebut dilakukan melalui serangkaian musyawarah, untuk memperoleh kesepakatan mengenai proses penerapan menggunakan apa, bagaimana dan penentuan waktu penerapan beberapa unsur inovasi BJK. Tahap ini dipengaruhi oleh variabel Tingkat Persuasi BJK Petani (Y2) dan variabel pada Saluran Komunikasi (X4). Tahap yang keempat adalah tahap implementasi, yakni tahap pelaksanaan hasil keputusan dari pada unit pengambil keputusan. Tahap ini dipengaruhi oleh X4 dan Tingkat Keputusan Inovasi BJK Petani (Y3).

Tingkat Konfirmasi Petani terhadap (Y5) adalah tahap terakhir dari proses pengambilan keputusan inovasi yang merupakan gejala dimana petani BJK akan berusaha mencari informasi lebih lanjut untuk menguatkan keputusan yang telah dibuatnya tadi. Pada tahap ini petani diduga akan mengubah atau tidak mengubah keputusan yang telah dilaksanakannya, tergantung kepada pengalaman yang diperolehnya dari pelaksanaan unsur-unsur inovasi BJK. Sesuai dengan paradigmanya, Y5 ini diduga berhubungan dengan dua variabel saluran komunikasi serta tahap implementasi. Dari aspek pengalaman yang diperoleh pada Tingkat Implementasi tersebut diduga terdapat dua variabel independen, yaitu: Tingkat Produksi BJK (X14) dan Tingkat Pendapatan yang Diperoleh (X15).

Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara variabel-variabel pada faktor kondisi terdahulu (Tingkat Kebutuhan Petani atas BJK dan Tingkat Keinovativan Petani), saluran komunikasi (Tingkat Frekuensi Pembinaan oleh Taiwan) serta karakteristik unit PK Inovasi (Tingkat Pendidikan Formal, Tingkat Pendidikan Non-formal, dan Tingkat Pengalaman Berusahatani) dengan Tingkat Pengenalan Petani terhadap BJK.

2. Terdapat hubungan antara variabel-variabel Tingkat pengenalan BJK petani dengan faktor saluran komunikasi (Frekuensi Pembinaan oleh ICDF dan Frekuensi Pertemuan Kelompok Tani BJK) serta persepsi petani terhadap Inovasi BJK (Tingkat Keuntungan Relatif Berbudidaya BJK, Tingkat Kompatibilitas BJK, Tingkat Kerumitan BJK, Tingkat Kemungkinan Dicoba, dan Tingkat Kemungkinan Diamati Hasil BJK) dengan Tingkat Persuasi Petani terhadap BJK.

3. Terdapat hubungan antara variabel-variabel saluran komunikasi dan Tingkat Persuasi Petani terhadap BJK dengan Tingkat Keputusan Petani terhadap BJK. 4. Terdapat hubungan antara saluran komunikasi dan Tingkat Keputusan Petani

terhadap BJK dengan Tingkat Implementasi Petani terhadap BJK.

(23)

Tingkat Pendapatan yang Diperoleh) dengan Tingkat Konfirmasi Petani terhadap BJK.

Definisi Operasional

1. Tingkat Pengenalan Petani terhadap BJK (Y1) adalah pengetahuan petani mengenai teknis BJK yang mencakup kegiatan pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman, panen, hingga pasca panen. Skor nol jika tidak mengetahui dan skor satu jika mengetahui.

2. Tingkat Persuasi Petani terhadap BJK (Y2) adalah pendapat petani untuk setuju/tidak setuju atau suka/tidak suka terhadap BJK. Skor untuk setuju mendapat nilai satu dan skor untuk tidak setuju mendapat nilai nol.

3. Tingkat Keputusan Petani terhadap BJK (Y3) adalah pernyataan petani untuk menerima/menolak jika mau menyatakan mau menerima BJK di lahan usahatani mereka. Skor nol jika menolak dan skor satu jika menerima.

4. Tingkat Implementasi BJK Petani (Y4) adalah pelaksanaan keputusan petani untuk menerima atau menolak BJK oleh petani sebagai konsekuensi. Skor nol jika menolak dan skor satu jika menerima.

5. Tingkat Konfirmasi Petani terhadap BJK (Y5) adalah petani mencari penguatan atau pengukuhan atas keputusan inovasi yang telah dibuatnya, akan tetapi dia dapat mengubah keputusannya yang terdahulu, jika dia diperkenalkan pada informasi yang bertentangan dengan inovasi yang telah dia adopsi atau dia tolak sebelumnya, sehingga skor satu jika menerima dan skor nol jika menolak.

6. Praktek Berusahatani Sebelumnya (X1) adalah jenis praktek budidaya tanaman sebelumnya. Jika sebelumnya pada lahan tersebut ditanami tanaman yang jarang menghasilkan (jarang panen) kemudian lahan tersebut digunakan untuk berbudidaya jambu kristal, maka skor yang dimiliki semakin tinggi. Jika sebelumnya pada lahan tersebut non-tanaman (perikanan, peternakan) maka skor diberi satu, usahatani sebelumnya tanaman hortikultura (buah-buahan) diberi skor dua, usahatani sebelumnya hortikultura dengan jenis komoditi sayur-sayuran (kangkung, bayam, terong, dll) diberi skor tiga, bila usahatani sebelumnya tanaman padi/jagung/ubi diberi skor empat, dan jika usahatani sebelumnya ditanami singkong maka memiliki skor tertinggi yakni lima. 7. Tingkat Kebutuhan Petani atas BJK (X2) adalah motivasi atau alasan petani

untuk mengadopsi BJK pada lahan usahatani. Masing-masing alasan diberi skor satu dan diakumulasikan dari total alasan berbudidaya. Jumlah alasan yang terbanyak ada lima alasan dan jumlah alasan tekecil ada satu alasan, sehingga skor terendah satu dan skor tertinggi lima.

8. Tingkat Keinovativan Petani (X3) adalah waktu (hari/bulan/tahun) yang dibutuhkan petani sejak mendengar/mengenal Inovasi BJK sampai dengan menerapkannya pada usahatani lahan kering mereka. Waktu terendah tiga hari dan tertinggi 720 hari.

9. Partisipasi Adopter BJK (X4) adalah banyaknya kegiatan penyuluhan yang diterapkan dari ICDF dalam proses penyuluhan BJK sampai petani mengadopsi BJK. Jumlah frekuensi tertinggi 20 pertemuan dan terendah nol pertemuan. 10.Tingkat Pendidikan Formal (X5) adalah jenjang pendidikan formal tertinggi

(24)

Tingkat pendidikan formal tamat atau sedang SD/sederajat; skor dua jika Tingkat Pendidikan Formal tamat atau sedang SLTP/sederajat; skor tiga jika Tingkat Pendidikan Formal SLTA/sederajat; skor empat jika Tingkat Pendidikan Formal akademi; dan skor lima jika Tingkat Pendidikan Formal sarjana (S1).

11.Tingkat Pendidikan Non-Formal (X6) adalah skor kegiatan pendidikan di luar sekolah (PLS) yang pernah diikuti oleh petani, baik pelatihan dan/atau kursus, seminar, lokakarya, pameran, mimbar sarasehan, dan lainnya, sehingga dibagi menjadi lima, yaitu: skor satu jika tidak pernah mengikuti PLS; skor dua jika mengikuti satu PLS; skor tiga jika mengikuti dua PLS; skor empat jika mengikuti tiga PLS; dan skor lima jika mengikuti empat PLS.

12.Tingkat Pengalaman Berusahatani (X7) adalah total lamanya (bulan/tahun) petani responden berusahatani dalam sektor pertanian, minimal pengalaman berusahatani petani adalah dua tahun dan maksimalnya 44 tahun.

13.Pola Perilaku Komunikasi (X8) adalah akumulasi skor dari interaksi komunikasi (pergaulan) petani dengan beragam sumber informasi yang diperoleh melalui komunikasi interpersonal baik lokalit maupun kosmopolit dan komunikasi bermedia dan media massa. Pada komunikasi interpersonal lokalit diukur dari pola interaksi dominan dengan sumber-sumber informasi yang berdomisili di satu RT, satu RW, satu kampung, satu dusun, dan satu desa; berturut-turut diberi skor satu, skor dua, skor tiga, skor empat, dan skor lima. Pada komunikasi kosmopolit diukur dari status sumber informasi yang berinteraksi dengan petani: ketua kelompok tani, kontak tani/tokoh masyarakat di tingkat: desa, kecamatan, kebupaten, provinsi, dan nasional; berturut-turut diberi skor satu, skor dua, skor tiga, skor empat, skor lima, dan skor enam. Pada komunikasi bermedia dan/atau media massa yang dibedakan menurut jenis media massanya: radio, surat kabar, buku, telepon, televisi, dan internet; berturut-turut diberi skor skor satu, skor dua, skor tiga, skor empat, skor lima, dan skor enam. Total skor terendah satu dan tertinggi delapan.

14.Tingkat Keuntungan Relatif BJK (X9) adalah rata-rata keuntungan (rupiah dan atau produksi) yang diperoleh dari budidaya dengan metode Inovasi BJK. Tingkat keuntungan relatif Inovasi BJK ini dihitung dengan dua cara: (a) produktivitas adalah jumlah produksi BJK dalam satuan ton per/ha dan (b) keuntungan relatif pendapatan adalah hasil jual produksi BJK dikurangi dengan biaya produksi BJK. Secara umum dapat dikatakan semakin tinggi keuntungan relatif suatu inovasi, semakin cepat petani akan mengadopsi inovasi. Sehingga dari hasil panen petani adopter BJK terendah 50kg dan tertinggi 700kg.

15.Tingkat Kesesuaian/Kompatibilitas BJK (X10) adalah derajat dimana aktivitas dan/atau BJK dipandang sesuai (tidak bertentangan/konsisten) dengan aktivitas dan/atau teknologi budidaya jambu biji yang biasanya dan kebutuhan-kebutuhan petani terhadap BJK. Secara keseluruhan ada 13 aktivitas pada Inovasi BJK.

(25)

Skor satu jika mudah dan skor nol jika tidak mudah. Secara keseluruhan ada 13 aktivitas pada Inovasi BJK.

17.Tingkat Kemungkinan Dicobanya BJK (X12) adalah derajat dimana suatu inovasi dapat dicoba dalam skala kecil sehingga dari sejumlah komponen aktivitas dan/atau ke teknologi dalam BJK dianggap relatif mudah diaplikasikan oleh petani. Secara keseluruhan ada 13 aktivitas pada Inovasi BJK, dimana minimalnya ada enam aktivitas dan maksimalnya ada sebelas aktivitas yang diketahui petani BJK.

18.Tingkat Kemungkinan Diamati BJK (X13) adalah derajat dimana hasil-hasil penerapan suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain dan dirasakan manfaatnya oleh petani. Semakin tinggi kemungkinan untuk diamati hasilnya semakin tinggi penerimaan anggota sistem sosial terhadap suatu inovasi. Skor satu jika dapat diamati dan skor nol jika tidak mungkin diamati. Secara keseluruhan ada 13 aktivitas pada Inovasi BJK.

19.Tingkat Produksi BJK (X14) produksi yang dicapai berupa buah Jambu Kristal yang dihasilkan oleh usahatani BJK per hektar (kg) yang dibedakan ke dalam rendah, sedang, dan tinggi. Dari jumlah produksi yang dicapai terendah sebesar 50 kg dan tertinggi mencapai 700 kg.

(26)

13

Gambar 1. Hubungan Antar Variabel Independen dan Variabel Dependen dalam Proses Pengambilan Keputusan Inovasi Budidaya Jambu Kristal (Psidium guajava L)

1. Tingkat Keuntungan Relatif BJK (X9) 2. Tingkat Kompatibilitas BJK (X10) 3. Tingkat Kerumitan BJK (X11) 4. Tingkat Kemungkinan Dicoba (X12) 5. Tingkat Kemungkinan Diamati Hasil BJK

(27)

METODE

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan melalui survei, sementara pendekatan kualitatif dilakukan dengan metode wawancara mendalam dan observasi. Pendekatan kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran umum proses pengambilan keputusan Inovasi BJK pada petani yang mengadopsi inovasi (adopter) BJK.

Survei dalam penelitian ini meliputi survei rumahtangga dan individu petani adopter BJK, semuanya dilakukan dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Survei rumahtangga petani dilakukan untuk memperoleh data tentang profil rumahtangga petani, terutama tentang aspek demografi, penguasaan lahan, aset produksi pertanian dan barang berharga, serta partisipasi dalam beragam kelembagaan, baik formal maupun informal. Kuesioner pada survei rumahtangga ini dilakukan dengan mengadaptasi kuesioner profil rumahtangga dan kuesioner usahatani yang diadaptasi dari penelitian Riset Unggulan Terpadu tentang Pemberdayaan Wanita dalam Pembangunan Pertanian Berkelanjutan untuk Meningkatkan Ekonomi dan Ketahanan Pangan Rumahtangga (Mugniesyah. 2001). Survei pada tingkat individu dilakukan untuk mengumpulkan data primer tentang semua variabel dependen dan independen sebagaimana dikemukakan pada Gambar 1. Adapun wawancara mendalam (indepth interview) dilakukan untuk mengumpulkan informasi baik tentang proses Pengambilan Keputusan Inovasi BJK, serta permasalahan yang dihadapi petani setelah mengadopsi Inovasi BJK. Observasi dilakukan dengan mengikuti pertemuan kelompok dan kunjungan usahatani BJK, yang dimaksudkan untuk lebih mengetahui aspek-aspek teknis dalam BJK.

Data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup data primer dan sekunder. Data primer mencakup semua data variabel dependen dan independen sebagaimana disajikan pada Gambar 1. Selain itu juga data berkenaan gambaran umum penerapan Inovasi BJK yang diperoleh melalui wawancara mendalam, dan observasi. Adapun data sekunder mencakup semua data berkenaan penyelenggaraan dan perkembangan BJK yang tercantum dalam buku panduan BJK dari Taiwan ICDF/UF-IPB, dan data sekunder lainnya berupa Profil Desa Bantarsari (untuk mengetahui kondisi umum lokasi penelitian). Selain itu, mencakup data berkenaan dengan ketersediaan infrastruktur di desa, dan kebijakan pemerintah.

Lokasi dan Waktu Penelitian

(28)

Penentuan Sampel dan Responden

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Bantarsari di Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Adapun populasi contoh dalam penelitian ini adalah masyarakat petani di desa tersebut yang berbudidaya jambu kristal. Penentuan responden ditentukan berdasarkan pertimbangan bahwa di Desa Bantarsari terdapat Kelompok Petani BJK yang dibentuk sejak adanya introduksi jambu kristal oleh Taiwan ICDF/UF-IPB sejak tahun 2008.

Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu (petani BJK) dan rumahtangga. Unit analisis individu digunakan untuk menganalisis tahapan pengambilan keputusan.

Pengolahan dan Analisis Data

Data primer yang telah terkumpul diedit terlebih dahulu untuk kemudian dimasukkan (entry) ke dalam sistem data dalam komputer dengan menggunakan Program Microsoft Excel 2010. Data yang sudah dientry tersebut selanjutnya, adapun diolah dan dianalisis ke dalam bentuk tabulasi frekuensi dan tabulasi silang dengan menggunakan PIVOT, khususnya untuk mendeskripsikan profil individu dan rumahtangga, serta menjelaskan setiap tahapan proses keputusan Inovasi BJK dan semua variabel yang ada dalam penelitian ini sebagaimana disajikan pada Gambar 1.

(29)

KEADAAN UMUM DESA BANTARSARI

Kondisi Geografis dan Luas Wilayah Desa

Secara administratif, Desa Bantarsari merupakan salah satu desa dari tujuh desa yang ada di Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa Bantarsari berbatasan dengan sejumlah desa yang terletak di dua kecamatan. Di sebelah Utara berbatasan dengan Desa Cimulang yang berlokasi di kecamatan yang sama, dan dengan tiga desa yang berlokasi di Kecamatan Kemang, berturut-turut dengan Desa Bojong di sebelah Timur, dengan Desa Bantar Jaya di sebelah Selatan, dan Desa Pabuaran di sebelah Barat .

Lokasi Desa Bantarsari berjarak sekitar lima kilometer dari ibukota kecamatan, 21 kilometer dari ibukota Kabupaten Bogor, 161 kilometer dari ibukota Provinsi Jawa Barat, atau 83 kilometer dari ibukota Negara Republik Indonesia.

Perjalanan menuju Desa Bantarsari dapat ditempuh melalui trayek angkutan umum atau kendaraan roda dua (motor). Trayek angkutan umum dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Kecamatan Dramaga menuju Desa Bantarsari adalah melalui trayek angkutan umum Kampus Dalam yang berpangkal di Terminal Laladon atau Bubulak. Selanjutnya dari Terminal Laladon atau Bubulak naik trayek 32 arah Kabupaten Cibinong dan turun di perbatasan lampu merah Jalan Semplak. Kemudian, melanjutkan perjalanan trayek Anyar-Parung dan turun di Jalan Salabenda, dan trayek terakhir angkutan umum khusus masuk ke desa dengan nomor trayek 63. Trayek khusus angkutan masuk ke dalam desa tidak banyak, sehingga penumpang akan menunggu satu hingga dua jam. Sehingga, untuk menempuh Desa Bantarsari dari perjalanan awal dari kampus dalam menggunakan empat trayek angkutan umum. Namun jika tidak bersedia menunggu lama angkutan umum yang masuk ke desa, bisa ditempuh dengan trayek yang lebih mudah dan lebih cepat dengan menggunakan ojek motor, yakni dari perbatasan lampu merah Jalan Semplak menggunakan trayek pasar Anyar-Bantarkambing, yang selanjutnya turun di pangkalan ojek Lumbung dan masuk ke dalam desa dengan menggunakan ojek motor. Sehingga biaya yang dibutuhkan untuk sekali sampai di Desa Bantarsari sebesar Rp15.000,00 dan pulang pergi sebesar Rp30.000,00.

Secara administratif, Desa Bantarsari terdiri dari empat buah dusun (kampung) dan tujuh buah Rukun Warga (RT), dimana setiap RW terdapat Rukun Tetangga (RT). Adapun jumlah RT di masing-masing RW, yakni RW1 terdapat empat RT, RW 2 terdapat empat RT, RW 3 terdapat empat RT, RW 4 terdapat tiga RT, RW 5 terdapat empat RT, RW 6 terdapat lima RT, dan RW 7 terdapat tiga RT, sehingga jumlah keseluruhan RT sebanyak 27 buah. Luas wilayah Desa Bantarsari dapat dilihat pada Tabel 2.

(30)

hortikultura baik buah-buahan maupun tanaman sayuran, serta tanaman palawija berupa antara lain bengkuang dan singkong. Adapun lahan sawah dimanfaatkan untuk budidaya padi.

Tabel 2 Luas dan persentase wilayah Desa Bantarsari menurut penggunaannya, tahun 2011

Penggunaan lahan Luas (Ha) Persen (%)

Perkantoran desa 0.10 0.03

Sumber: Data Potensi Desa Bantarsari 2011

Dari hasil observasi di lapangan, ada penggunaan lahan seperti perkantoran sekolah tampaknya tidak dimasukkan pada luas wilayah perkantoran desa. umur dan jenis kelamin, tahun 2011

Golongan

(31)

Berdasar Potensi Desa Bantarsari Tahun 2011, jumlah penduduk di desa ini tercatat sebanyak 6 045 jiwa, yang terdiri atas 3 136 jiwa laki-laki, dan 2 909 jiwa perempuan. Jumlah tersebut berasal dari 1 859 Kepala Keluarga (KK), dengan rata-rata jumlah anggota keluarga sebanyak tiga orang. Adapun data distribusi penduduk di Desa Bantarsari menurut kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 3.

Berdasar data pada Tabel 3 diketahui mayoritas penduduk Desa Bantarsari tergolong usia kerja atau usia produktif (15-60 tahun) yakni sebesar 4 265 jiwa atau sebesar 70.5 persen dari jumlah total. Penduduk usia yang tegolong dalam usia sekolah (SD-SMA), yakni mereka pada kelompok umur 5-19 tahun sekitar 30 persen, sementara penduduk lanjut usia (umur ≥ 61 tahun) sekitar 380 jiwa atau 6.2 persen. Adapun penduduk usia bawah lima tahun atau balita (umur 0-4 tahun) sebanyak 1.063 jiwa atau sekitar 17.5 persen.

Tabel 4 Jumlah dan persentase penduduk Desa Bantarsari menurut tingkat pendidikan, tahun 2011

Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persen (%)

Tamatan Perguruan Tinggi 83 2.03

Tamat SLTA/Sederajat 696 16.99

Tamat SLTP/Sederajat 1 460 35.64

Tamat SD/Sederajat 1 430 34.91

Tidak Tamat SD/MI 427 10.42

Total 4 096 100.00

Sumber: Data Potensi Desa Bantarsari 2011

Berdasarkan data pada Tabel 4, diketahui bahwa mayoritas warga masyarakat Desa Bantarsari, terdiri atas mereka yang berpendidikan tamat SLTA/Sederajat sebesar 29.45 persen. Berdasarkan Program Education for All (EFA) yang dicanangkan oleh permerintah adalah komitmen pendidikan selama 12 tahun, di Desa Bantarsari terbukti program tersebut telah dijalankan. Sedikitnya masyarakat yang lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) dikarenakan tidak adanya fasilitas gedung SMA di Desa Bantarsari dan untuk menjangkau keluar dari desa tersebut dengan menggunakan transportasi membutuhkan dana yang tinggi.

Kondisi Sosial

Mayoritas penduduk Desa Bantarsari beragama Islam mencapai 95 persen dan kehidupan beragama di Desa Bantarsari dalam keadaan baik. Dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat Desa Bantarsari mayoritas mata pencahariannya buruh/jasa, mereka tidak tergantung kepada tanah pertanian dari jumlah usia kerja. Untuk melihat kondisi sosial masyarakat Desa Bantarsari, dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

(32)

atau sebesar 27.89 persen. Pada sektor perdagangan sebanyak 107 orang atau 7.22 persen.

Tabel 5 Jumlah dan persentase penduduk Desa Bantarsari menurut jenis pekerjaan, tahun 2011

Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persen (%)

Sektor Pertanian

Petani pemilik tanah 97 7.91

Petani penggarap tanah 67 5.46

Buruh tani 309 25.18

Pertukangan (buruh bangunan) 247 20.13

Sub-Total 515 41.97

Total 1 227 100.00

Sumber: Data Potensi Desa Bantarsari 2011

Dari penjelasan data di atas, hal tersebut di atas diperkuat dari data Tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6 Jumlah dan persentase penduduk Desa Bantarsari menurut tingkat kesejahteraan, tahun 2011

Tingkat Kesejahteraan Jumlah (orang) Persen (%)

KS III+ 15 0.87

Sumber: Data Potensi Desa Bantarsari 2011

(33)

Pada Tabel 7 di bawah ini dapat dilihat keadaan penduduk menurut agama yang mereka anut.

Tabel 7 Jumlah dan persentase penduduk Desa Bantarsari menurut agama, tahun 2011

Agama Jumlah (orang) Persen (%)

Islam 6 433 98.92

Budha 55 0.85

Kristen Protestan 15 0.23

Total 6 503 100.00

Sumber: Data Potensi Desa Bantarsari 2011

Masyarakat Desa Bantarsari mayoritas penduduknya beragama Islam dan mereka merupakan masyarakat lokal (etnik Sunda) Adapun penduduk yang beragama bukan Islam umumnya adalah penduduk pendatang dari luar desa yang terdiri dari etnik Cina yang beragama Budha dan etnik Batak yang beragama Kristen Protestan.

Sarana dan Prasarana

Desa Bantarsari mempunyai sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan masyarakat, diantaranya fasilitas umum seperti lapangan olahraga, taman, dan jalur hijau. Selain itu, di desa ini terdapat 12 masjid dan lima unit mushola yang tersebar. Dalam hal prasarana pendidikan, di desa ini terdapat empat unit Taman Kanak-kanak (TK), tiga unit Sekolah Dasar (SD), dua unit Sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI), dan dua unit Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Kelembagaan yang ada di Desa Kemang meliputi kelembagaan formal dan informal. Kelembagaan formal terdiri dari lembaga pemerintahan seperti Pemerintahan Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) beranggotakan sembilan orang dan Lembaga Kemasyarakatan Desa yang meliputi kelompok Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) beranggotakan 16 orang, Rukun Warga (RW), Rukun Tetangga (RT), Karang Taruna, Posyandu, dan Kelompok Rukun Tani. Kelompok Rukun Tani di Desa Bantarsari adalah salah satu kelembagaan di bidang pertanian. Tujuan terbentuk kelompok ini adalah untuk membantu mobilisasi transaksi produk-produk pertanian.

(34)

GAMBARAN UMUM PROYEK TAIWAN ICDF/

UF

-IPB

Sejarah dan Struktur Organisasi Proyek Taiwan ICDF/UF IPB

Taiwan International Cooperative Development Fund (Taiwan ICDF) adalah organisasi yang menetapkan pendirian Misi Teknik Taiwan, yang didirikan sejak tahun 1959 di Vietnam. Sekarang Misi Teknik Taiwan telah memiliki 204 Teknisi di 25 negara yang tersebar antara lain di Timur Tengah, Asia Tengah, Afrika, Amerika Tengah, Asia Pasifik, Karibia, dan Amerika Selatan. Sejak tahun 1984, Misi Teknik Taiwan telah melakukan proyek-proyek di Indonesia antara lain proyek perikanan di Probolinggo dan Situbondo, Jawa Timur yang berlangsung hingga bulan Desember 2007. Adapun pada tahun 1998 hingga bulan Desember 2006 melakukan proyek kedelai di Lawang, Jawa Timur. Pada tahun 1990 hingga bulan Mei 2005 melakukan proyek jamur di Sleman Yogyakarta. Sejak tahun 1996 hingga sekarang, Misi Teknik Taiwan melakukan proyek agribisnis beberapa kabupaten di Jawa Barat dan Jawa Tengah antara lain di Mojokerto, Boyolali, Sleman, dan Bogor.

Proyek penelitian ini merupakan hasil kesepakatan antara IPB dan TTM (Taiwan Technical Mission) yang ditandatangani pada bulan April 2006, yang kemudian diikuti kegiatan persiapan lahan yang dilakukan pada bulan Mei 2006. Proyek ini memiliki aset berupa lahan seluas enam hektar. Di atas lahan enam hektar tersebut terdapat beberapa bangunan yang terdiri dari tempat pembibitan, tempat pembimbingan, ruang pengemasan (packing room), rumah kaca (green house), lahan demonstrasi, lahan produktif, kantor pos satpam, garasi, tempat parkir. Konstruksi sarana dibangun pada 26 Februari 2007 dan mulai resmi dibuka pada 24 Oktober 2007. Kegiatan utama yang dilakukan adalah penyuluhan melalui metode penyuluhan: demonstrasi, pelatihan, lokakarya (workshop), kunjungan, produksi bibit, pemasaran, serta pameran promosi.

Misi Teknik Taiwan bekerjasama dengan University Farm Institut Pertanian Bogor bergerak di bidang usaha proyek agribisnis yang saat ini diberi nama Agribusiness Development Center (ADC). Alamat kantor berada di Cikarawang RT/RW 003/007, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Struktur organisasi terdiri dari Misi Teknik Taiwan yang mengelola proyek agribisnis, untuk bagian tim jambu kristal dipimpin oleh Mr. Liao. Adapun pihak University Farm IPB menunjuk beberapa staf sebagai counterpart dalam pengelolaan dan pembinaan di setiap produk agribisnis, khusus untuk jambu kristal adalah Ibu Farida Nur Fitriana, STP. Struktur organisasi perusahaan selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3.

(35)

pepaya. Adapun komoditi buah yang dibudidayakan dan menjadi unggulan ICDF/IPB adalah jambu kristal, yang di dalamnya tidak hanya mencakup kegiatan produksi, tetapi juga meliputi pengolahan, penyortiran, pengemasan, penyimpanan, dan pemasaran.

Gambar 2 Struktur organisasi Taiwan ICDF/UF IPB (Taiwan ICDF/UF-IPB. 2012)

Hubungan Kemitraan antara Taiwan ICDF/UF-IPB dengan Petani Mitra

Seperti dapat dilihat pada Gambar 2, yang menjadi penanggung jawab kemitraan dengan petani pembudidaya jambu kristal adalah Counterparts Jambu Kristal. Produk agribisnis yang dipasarkan oleh Taiwan ICDF/UF-IPB berasal dari lahan proyek Taiwan ICDF/UF-IPB dan lahan yang dikuasai petani mitra. Sistem kerja sama dengan petani mitra berupa sistem yarnen (bayar saat panen), yakni sistem kerja sama dimana petani mitra memperoleh bibit yang ditanam di lahannya yang diperoleh dari Taiwan ICDF/UF-IPB yang seharga Rp25 000.-. Dalam sistem yarnen tersebut petani diwajibakan menyetorkan sebesar 25 persen untuk cicilan pelunasan bibit tiap pengiriman jambu. Bentuk kemitraan yang dibangun antara petani dengan Taiwan Technical Mission atau TTM yaitu petani University Farm

Institut Pertanian Bogor

Taiwan International Cooperation and Development Fund

Expert Sayuran Organik : Huang Chih Hisen Sayuran non organik : Chiu Wen Chi Jambu Kristal : Liao

Marketing : Wu Chiung Feng

Counterparts

Sayuran organik : Tisna Sayuran non organik : Koko Jambu Kristal : Farida Nur Fitriana

Marketing : Hima

Agribussiness Development Centre (ADC)

Farm Manager : Ezipotia Rusli

(36)

berperan sebagai produsen utama dari komoditi-komoditi yang dikembangkan dan TTM berperan sebagai tenaga pendamping bagi petani untuk mendapatkan produksi yang lebih baik. Jumlah dan persentase bibit yang ditanam petani di Desa Bantarsari dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Jumlah dan persentase bibit yang ditanam petani di Desa Bantarsari Jumlah bibit yang ditanam Jumlah (orang) Persen (%)

30-200 23 60.53 Bantarsari tergolong pada kategori rendah yaitu jumlah bibit yang ditanam sebanyak 30-200 pohon di lahan usahatani mereka. Dari jumlah total pembudidaya jambu kristal hanya enam orang yang menamam jambu kristal sebanyak 350-500 pohon di lahan usahatani mereka.

Petani mitra pembudidaya jambu kristal tersebar di beberapa desa di Kabupaten Bogor, dan yang terbanyak ada di Desa Cikarawang dan Desa Bantarsari yang hampir mencapai 103 orang. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah yang menjelaskan jumlah petani BJK yang tertinggi berbudidaya jambu kristal adalah Desa Bantarsari sebesar 42 orang dan dilanjutkan Desa Cikarawang sebesar 29 orang.

Tabel 9 Jumlah petani adopter BJK di Kabupaten Bogor menurut desa binaan, tahun 2011

Nama Desa Binaan Jumlah (orang) Persen (%)

Desa Bantarsari 42 40.78

Sumber: Data Petani Desa Binaan 2011

Terdapat perjanjian antara Taiwan ICDF/UF-IPB dengan petani mitra yakni petani mitra wajib memasarkan hasil panennya kepada pihak Taiwan ICDF/IPB dan harus melakukan sortasi (grading). Terdapat tiga grade jambu kristal yang akan dibeli oleh Taiwan ICDF/UF-IPB yaitu grade A, B, dan C

1

(37)

dengan ketetapan harga berurut-turut sebesar Rp15 000.-, Rp7 000.-, Rp5 000.- per kg. Tampilan untuk jambu kristal berdasarkan grade mutu dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Jambu kristal berdasarkan grade mutu (Taiwan ICDF/UF-IPB. 2012)

Keterangan untuk standar mutu jambu kristal yang diterapkan di Taiwan ICDF/UF-IPB pada saat penyortiran dijabarkan pada Tabel 10.

Tabel 10 Standar mutu jambu kristal per grade mutu

Klasifikasi Grade Keterangan

Grade A -ukuran buah seragam dan memiliki bobot kurang lebih 300 gram,

- bentuk buah mendekati bulat atau bulat, - warna kulit buah hijau muda, dan

-ekstur permukaan buah mulus, tidak ada bercak kecoklatan akibat serangan penyakit, kebusukan, atau akibat benturan fisik.

Grade B - ukuran 250 sampai 300 gram,

- bentuk buah tidak bulat sempurna, dan

- tekstur permukaan terdapat sedikit bercak kecokelatan Grade C -ukuran buah tidak seragam, cenderung kecil sekitar 250

gram

- tekstur permukaan buah tidak mulus, terdapat bercak kecokelatan, terdapat cacat akibat benturan fisik, warna kulit buah kekuningan dan bentuk buah tidak sempurna.

Hubungan antara Taiwan ICDF/UF-IPB dengan Keikutsertaan Petani dalam Budidaya Jambu Kristal (BJK) di Desa Bantarsari

Hubungan antara Taiwan ICDF/UF-IPB dengan petani BJK melalui kerja sama (kemitraan) dalam bentuk yarnen. Kemitraan ini dilakukan secara tertulis/kontrak namun tidak mengikat. Dalam kemitraan tersebut petani mitra sebagai pemasok utama bagi pangsa pasar Taiwan ICDF/UF IPB dan memperoleh bibit secara gratis dan yarnen. Dalam menentukan harga jual dari hasil panen berada sepenuhnya di tangan Taiwan ICDF/UF-IPB dimana harga yang

(38)

ditawarkan kepada petani lebih tinggi dari harga pasar, namun hasil panen tersebut terlebih dahulu disortir sesuai mutu grade.

(39)

PROFIL RUMAHTANGGA PETANI ADOPTER BUDIDAYA

JAMBU KRISTAL (BJK) DI DESA BANTARSARI

Bab ini mengemukakan profil rumahtangga petani adopter budidaya jambu kristal (selanjutnya ditulis BJK), khususnya berkenaan karakteristik anggota rumahtangga dan rumahtangga di Desa Bantarsari yang disurvei penelitian ini. Profil rumahtangga petani adopter BJK mencakup karakteristik individu dan rumahtangga. Anggota rumahtangga (selanjutnya ditulis ART) meliputi jenis kelamin, umur, jenis pekerjaan, status perkawinan, dan tingkat pendidikan formal. Adapun karakteristik rumahtangga petani adopter BJK, meliputi: kepemilikan ternak, benda-benda berharga, serta penguasaan lahan yang dimiliki. Responden tersebar di empat kampung, yakni: Hulurawa, Bantarsari, Bojong Tengah, dan Baru. Jumlah populasi petani BJK di Kampung Hulurawa sebesar 19 orang, di Kampung Bantarsari lima orang, Kampung Bojong Tengah tujuh orang, dan Kampung Baru sebanyak tujuh orang, sehingga jumlah keseluruhan petani BJK di Desa Bantarsari berjumlah 38 petani yang terdiri empat individu perempuan dan 34 individu laki-laki dengan cara sensus.

Karakteristik Anggota Rumahtangga Petani Adopter BJK

Rata-rata Jumlah Anggota Rumahtangga dan Jenis Kelamin

Dari hasil survei rumahtangga diketahui bahwa jumlah ART dari total rumahtangga petani adopter sebanyak 191 orang, atau rata-rata terdapat sekitar 5 orang per rumahtangga. Hal ini diduga karena mayoritas rumahtangga yang bekerja di sektor pertanian masih menganut sistem nilai “Banyak Anak Banyak Rezeki”. Selain itu diduga juga karena melemahnya pelaksanaan Program Keluarga Berencana yang dicanangkan Pemerintah Kabupaten Bogor.

Menurut jenis kelaminnya, ART Petani Adopter BJK terdiri atas 99 orang laki-laki (51.83 persen) dan 92 orang perempuan (48.17 persen). Kondisi lebih tingginya persentase ART laki-laki dibanding ART perempuan ini tidak jauh berbeda dengan kondisi umum penduduk di Desa Bantarsari, dimana persentase penduduk laki-lakinya sedikit lebih tinggi dibanding penduduk perempuan.

Gambar 4 Persentase anggota rumahtangga petani BJK Desa Bantarsari menurut jenis kelamin, tahun 2013

1 52% 2

(40)

Anggota Rumahtangga menurut Kelompok Umur

Pada Tabel 11 di bawah ini disajikan data komposisi ART petani adopter BJK menurut kelompok umur dan jenis kelamin. Dari tabel tersebut diketahui bahwa mayoritas ART adopter BJK tergolong usia produktif (15-64 tahun) sebesar 77.49 persen. Adapun sisanya adalah mereka yang tidak produktif. Pada kelompok usia bukan produktif ( <15 tahun), persentase ART perempuan lebih tinggi sekitar 0.52 persen dibanding laki-laki. Adapun persentase ART petani BJK yang tergolong usia lanjut (65 tahun ke atas) karena sudah lansia sebesar 4.19 persen.

Tabel 1 Jumlah dan persentase anggota rumahtangga petani adopter BJK menurut kelompok umur dan jenis kelamin di Desa Bantarsari, tahun 2013

Kelompok

Menurut jenis kelaminnya, persentase ART laki-laki lebih tinggi 3.66 persen dibanding ART perempuan. Terdapat 8.90 persen ART yang tergolong lanjut usia atau lansia (berumur ≥60 tahun). Menurut jenis kelaminnya, ART laki -laki pada kelompok umur ini lebih tinggi 2.62 persen disbanding kelompok ART perempuan pada kelompok umur yang sama.

Berdasar pada pendapat Rusli (1995) tentang rumus analisis ketergantungan individu (dependency ratio)2, dapat diketahui besaran beban tanggungan setiap rumahtangga dengan cara menghitung rasio ART usia muda dan lanjut usia (lansia) dengan jumlah ART usia produktif. Dari data tersebut diperoleh nilai ketergantungan individu (dependency ratio) sebesar 30. Artinya setiap 100 orang ART usia produktif harus menanggung 30 orang ART usia tidak produktif. Dengan perkataan lain, analisis ketergantungan individu menunjukkan bahwa adopter BJK di Desa Bantarsari mempunyai tingkat ketergantungan yang rendah, yakni sekitar 0.3 atau kurang dari satu. Ini memperkuat data jumlah

2

Rumus Dependency Ratio = Jumlah penduduk umur − tahun dan +

Gambar

Tabel 2  Luas dan persentase wilayah Desa Bantarsari menurut penggunaannya, tahun 2011
Tabel 4  Jumlah dan persentase penduduk Desa Bantarsari menurut tingkat pendidikan, tahun 2011
Tabel 6  Jumlah dan persentase penduduk Desa Bantarsari menurut tingkat kesejahteraan, tahun 2011
Gambar 2  Struktur organisasi Taiwan ICDF/UF IPB (Taiwan ICDF/UF-IPB. 2012)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lahan di Desa Wonokoyo pada awalnya sebagian besar berupa lahan pertanian, oleh karena itu mata pencaharian yang dominan adalah tani, akan tetapi setelah lahannya

Limbah kandang sapi potong dan kotoran sapinya adalah bahan baku utama pupuk organik (kompos). Namun, pembuatan pupuk organik berbahan baku limbah kandang masih

Kecamatan Kemalang Dalam Angka 2020 / Kemalang Subdistrict in Figure 2020 78 Koperasi Unit desa Village Unit Cooperative (KUD) Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan motivasi dan keterampilan menulis puisi siswa dari siklus I ke siklus II.. Hal

Penyiapan bahan diklat merupakan kegiatan rutin di dalam tugas jabatan widayaiswara, bahkan ditingkatkan dalam persiapan penyelenggaraan Diklat Prajabatan pola baru untuk

Perhimpunan Al-Irsyad lebih telah memfokuskan perhatiannya pada bidang pendidikan Islam hal ini dapat dilihat berdirinya cabang-cabang Al- Irsyad di beberapa pelosok

1) Garis 4-1 ‟ menunjukkan penurunan tekanan yang terjadi pada refrigeran saat melewati suction line dari evaporator ke kompresor. 2) Garis1-1 ‟ menunjukkan terjadinya

Makanya tamu-tamu itu yang udah biasa pake Blue Bird, suka ngafalin nomor identitas ato nomor mobil yang kayak si sebelah kiri mba itu, buat pengaduan yang kayak-kayak itu