• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Darah, Persentase Bobot Karkas dan Organ Dalam Ayam Broiler yang Diberi Jus Silase Jagung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Profil Darah, Persentase Bobot Karkas dan Organ Dalam Ayam Broiler yang Diberi Jus Silase Jagung"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL DARAH, PERSENTASE BOBOT KARKAS DAN

ORGAN DALAM AYAM

BROILER

YANG DIBERI

JUS SILASE JAGUNG

SISCA CHINTIA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Profil Darah,

Persentase Bobot Karkas dan Organ Dalam Ayam Broiler yang Diberi Jus Silase

Jagung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Sisca Chintia

(4)

ABSTRAK

SISCA CHINTIA. Profil Darah, Persentase Bobot Karkas dan Organ Dalam

Ayam Broiler yang Diberi Jus Silase Jagung. Dibimbing oleh NAHROWI dan

SUMIATI.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemberian jus silase jagung terhadap profil darah, persentase bobot karkas dan organ dalam ayam broiler. Dua ratus DOC dibagi kedalam 4 perlakuan yaitu R0 (Ransum kontrol +

air minum kontrol), R1 (Ransum mengandung 0.01% zinc bacitracin + air minum

kontrol), R2 (Ransum kontrol + 0.2% jus silase dalam air minum), dan R3 (Ransum kontrol + 0.4% jus silase dalam air minum). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 5 ulangan. Analisis data dilakukan dengan sidik ragam (ANOVA). Uji Duncan digunakan untuk mengetahui perbedaan rataan perlakuan satu dengan yang lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jus silase dengan taraf 0.2% dalam air minum mampu meningkatkan (p<0.05) nilai hemoglobin, serta menurunkan (p<0.05) nilai eosinofil, persentase bobot hati, dan bobot duodenum. Jus silase dengan taraf 0.2% dalam air minum efektif menurunkan tingkat stres pada ayam broiler dan memiliki kemampuan yang sama dengan penggunaan antibiotik dalam meningkatkan bobot hidup broiler.

Kata kunci: bobot karkas, broiler, jus silase, organ dalam, profil darah

ABSTRACT

SISCA CHINTIA. Blood profiles, Percentage of Carcass Weight and Internal Organs Broilers of Giving Corn Silage Juice. Supervised by NAHROWI and

drinking water), R2 (control feed + 0.2% silage juice in drinking water), and R3 (control feed + 0.4% silage juice in drinking water). A completely randomized design (RAL) which consists of 5 replications was used in this experiment. Data were analyzed using analysis of variance (ANOVA). The Duncan test is used to determine the difference of the treatments mean from one to another. The results showed that addition of juice silage with a level of 0.2% in the drinking water increased (p<0.05) the value of hemoglobin, as well as reduced (p<0.05) value of eosinophils, percentage of liver weights, and weight of the duodenum. Juice silage with a level of 0.2% in drinking water effectively reduce the level of stress in broiler and have the same efficacy to the application of antibiotic in diet in term of increasing live weight of broiler.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

PROFIL DARAH, PERSENTASE BOBOT KARKAS DAN

ORGAN DALAM AYAM

BROILER

YANG DIBERI

JUS SILASE JAGUNG

SISCA CHINTIA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Profil Darah, Persentase Bobot Karkas dan Organ Dalam Ayam

Broiler yang Diberi Jus Silase Jagung

Nama : Sisca Chintia

NIM : D24100013

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Nahrowi, MSc Pembimbing I

Dr Ir Sumiati, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHKS, MSi Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah jus silase sebagai probiotik, dengan judul Profil Darah, persentase Bobot Karkas dan

Organ Dalam Ayam Broiler yang Diberi Jus Silase Jagung.

Ayam broiler memiliki karakteristik pertumbuhan yang cepat sebagai

penghasil daging. Namun pertumbuhan yang cepat tersebut tidak diimbangi dengan pertumbuhan organ limfoid/kekebalan yang cepat pula sehingga

menyebabkan ayam mudah terserang penyakit dan stress. Salah satu cara untuk

menanggulangi masalah tersebut adalah dengan memberikan bahan pakan

tambahan (feed additive). Umumnya feed additive ini berasal dari produk

komersial (sintetis) yang kurang terjamin aspek keamanannya, sehingga sering terjadi kasus munculnya residu. Residu antibiotik dapat menyebabkan resistensi bakteri patogen dan resiko penyakit degeneratif. Terkait dengan hal tersebut perlu

dicari feed additive alternatif antibiotik agar dapat menghasilkan ternak yang sehat

dan produk ternak yang lebih aman.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran agar dapat diperbaiki dalam tulisan-tulisan selanjutnya. Penulis juga berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun semua pihak demi kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, September 2014

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

METODE PENELITIAN 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Materi 2

Prosedur Percobaan 3

Penyiapan Silase dan Produksi Jus Silase 3

Pelaksanaan Pemeliharaan 4

Pengambilan Darah 4

Analisis Persentase Bobot Karkas dan Bobot Organ Dalam 4

Analisis Kadar Air Karkas 5

Peubah yang Diamati 5

Rancangan Percobaan dan Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Profil Darah Ayam Broiler Jantan dan Betina 6

Persentase Bobot Karkas dan Kadar Air Karkas 10

Persentase Organ Dalam 12

Persentase Organ Pencernaan 14

SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 19

RIWAYAT HIDUP 29

(12)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi dan kandungan nutrien ransum penelitian 2

2 Waktu pemberian ransum berdasarkan umur ayam 4

3 Nilai profil darah ayam broiler jantan dan betina 7

4 Rataan bobot hidup (gram ekor-1), persentase bobot karkas (%), dan

persentase kadar air karkas (%) ayam broiler umur 35 hari 10

5 Persentase bobot organ dalam ayam broiler umur 35 hari 13

6 Persentase bobot dan panjang saluran pencernaan ayam broiler umur

35 hari 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis ragam profil darah ayam broiler jantan 19

2 Analisis ragam profil darah ayam broiler betina 20

3 Analisis ragam persentase bobot karkas dan kadar air karkas 22

4 Analisis ragam persentase organ dalam dan organ pencernaan 23

(13)

1

PENDAHULUAN

Ayam broiler merupakan galur ayam hasil rekayasa teknologi yang

memiliki karakteristik pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging, konversi ransum rendah, dapat dipotong pada umur muda, dan menghasilkan kualitas daging yang berserat lunak (Bell dan Weaver 2002). Pertumbuhan broiler yang begitu cepat tidak diimbangi dengan pertumbuhan organ limfoid/kekebalan yang cepat pula sehingga menyebabkan ayam mudah terserang penyakit dan stress. Salah satu cara untuk menanggulangi masalah tersebut adalah dengan

memberikan bahan pakan tambahan (feed additive). Umumnya feed additive ini

berasal dari produk komersial (sintetis) yang kurang terjamin aspek keamanannya, sehingga sering terjadi kasus munculnya residu bahan kimia, antibiotik, hormon dan lain-lain pada produk hasil ternak tersebut. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa penggunaan antibiotik dapat menyebabkan resistensi bakteri patogen yang dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan manusia (Dibner dan Richards 2005). Residu antibiotik dalam daging atau telur unggas juga dapat menyebabkan resiko penyakit degeneratif (Donoghue 2003).

Disisi lain banyak feed additive yang belum termanfaatkan secara optimal

seperti jus silase. Produk hasil fermentasi silase tidak hanya menghasilkan pakan silase yang awet namun juga disertai dengan produk asam-asam organik dan bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat telah banyak dilaporkan berperan penting dalam menghambat bakteri-bakteri patogen. Pengunaan bakteri asam laktat menghasilkan senyawa-senyawa antimikroba melalui aktifitas metabolitnya,

seperti: produk asam-asam organik, hidrogen peroksida (H2O2) dan reuterin

(Finnegan et al. 2010; Schaefer et al. 2010). Mekanisme kerja bakteri asam laktat

yang dikemukakan oleh Lopez (2000), yaitu menekan kemampuan hidup mikroorganisme patogen karena mampu memproduksi komponen antibakteria seperti hidroksi peroksida dan asam-asam organik seperti asam laktat. Asam laktat yang dihasilkan tersebut berguna untuk menurunkan pH. Bakteri asam laktat juga mampu menstimulasi kekebalan tubuh dengan cara meningkatkan konsentrasi antibodi immunoglobulin.

Brooks et al. (2001) melaporkan bahwa pakan yang difermentasi oleh

bakteri asam laktat mampu mencegah kontaminasi yang disebabkan oleh bakteri

Salmonella. Pada pakan silase, bakteri asam laktat menghambat pertumbuhan

bakteri-bakteri perusak bahan pakan seperti Clostridia (McDonald et al. 1991)

dan mampu memutus siklus rantai penyebaran bakteri Escherichia coli dalam

pakan (food born patogen) (Duniere et al. 2011). Jus silase yang dihasilkan dari

silase jagung umur 70 hari dengan jumlah BAL 10.32 ± 9.84 Log10 CFU/ml

mampu menghambat bakteri E. coli dan Salmonella sp. (Gurning 2013).

Berdasarkan hasil kajian penelitian sebelumnya penggunaan feed additive asal

silase mampu memberikan hasil positif pada ternak unggas. Sampai saat ini informasi dan data mengenai kajian tentang pengaruh penggunaan jus silase

terhadap profil darah, persentase bobot karkas dan organ dalam ayam broiler

masih terbatas sehingga perlu dilakukan penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemberian jus silase jagung terhadap profil darah, persentase bobot karkas dan organ dalam ayam

(14)

2

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2014 di Laboratorium Lapang Blok A, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, dan Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, serta Laboratorium Patologi Klinik, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Materi

Ternak dan Kandang

Penelitian ini menggunakan ayam broiler strain Ross Jumbosebanyak 200

ekor. Ayam broiler tersebut dipelihara dari umur satu hari (DOC) sampai 35 hari.

Kandang yang digunakan adalah kandang dengan sistem litter yang beralaskan sekam padi sebanyak 20 petak (150 cm x 100 cm). Setiap petak kandang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat air minum, dan lampu pijar 100 watt sebagai pemanas. Perlengkapan yang digunakan adalah gelas ukur, gelas piala, pressan hidrolik, timbangan digital, karung, plastik ransum, thermometer ruang, dan kipas angin.

Analisis Profil Darah

Alat yang digunakan untuk analisis profil darah adalah tabung

vacumtainer yang mengandung antikoagulan EDTA, syringe, pipa kapiler,

sumbat, mikrosentrifuse, crestaseal, alat baca mikrohematokrit, tabung sahli, pipet

sahli, standar warna hemoglobinometer, pipet eritrosit, kamar hitung, gelas objek, dan mikroskop. Bahan yang digunakan adalah methanol 75%, kertas isap, minyak

imersi, HCl 0.1 N, cairan Rees Ecker, dan aqudes.

Analisis Bobot Organ Dalam, Bobot Karkas dan Kadar Air Karkas

Alat yang digunakan adalah pisau, gunting operasi, nampan, pinset,

meteran, jangka sorong digital, timbangan digital, plastik, oven 60 oC dan 105 oC.

Ransum Perlakuan

Ransum yang digunakan adalah ransum yang diformulasikan sendiri dan

dibuat dalam bentuk crumble. Ransum disusun sesuai dengan kebutuhan broiler

berdasarkan SNI 01-3930-2006 untuk pakan starter (1-21 hari) dan SNI

01-3931-2006 untuk pakan finisher (22-35 hari). Komposisi dan kandungan nutrien ransum

penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Ransum seluruh perlakuan memiliki

komposisi yang sama, namun pada ransum R1 ditambahkan 0.01% Zinc

(15)

3

Tabel 1 Komposisi dan kandungan nutrien ransum penelitian

Bahan Komposisi (%)

Starter (1-21 hari) Finisher (22-35 hari)

Jagung 57.14 59.40

Dedak padi 3.52 10.00

Bungkil kedelai 42% 28.00 18.96

Tepung ikan 55% 6.76 5.00

Kandungan nutiren Starter (1-21 hari) Finisher (22-35 hari)

Hasil perhitungan

Bahan kering (%) 87.15 86.97

Energi metabolis (kkal kg-1) 3062.88 3058.72

Protein kasar (%) 20.55 18.08

Methionine+cystine (%) 0.97 0.96

Hasil analisis*

* Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB (2014).

Prosedur Percobaan

Penyiapan Silase dan Produksi Jus Silase

Fermentasi silase dalam penelitian ini dilakukan tanpa perlakuan pelayuan

dan penambahan bahan additive. Silase dibuat dari jagung muda yang ditandai

(16)

4

daun dan biji dipanen dan dipotong ukuran 1-2 cm dengan menggunakan chopper.

Bahan kemudian diaduk hingga merata dan dimasukkan kedalam kantong plastik

setebal 0.35 mm dan dilapis double. Setelah itu, kantong plastik divakum dan

diikat kencang dengan karet pengikat. Kantong plastik yang telah terikat dimasukkan kedalam tong penampung dan ditutup rapat. Kemudian

tong-tong penampung tersebut didiamkan dalam suhu ruang penyimpanan 25-28 oC

untuk melangsungkan fermentasi silase (ensilase) (Gurning 2013). Silase yang telah mengalami proses ensilase dikeluarkan dari tong. Kemudian wadah plastik dilubangi pada semua bagian. Setelah itu dipress menggunakan pressan hidrolik untuk diambil cairannya. Pengepresan dilakukan setiap pagi hari sebelum pemberian air minum.

Persiapan Kandang

Kandang yang digunakan terlebih dahulu disucihamakan dengan cara dibersihkan dengan detergen dan karbol. Kemudian dilakukan pengapuran pada seluruh dinding maupun lantai kandang dan sekat serta penyemprotan desinfektan pada sekam dengan tujuan menghambat dan membunuh pertumbuhan bibit penyakit. Tempat pakan dan air minum dibersihkan dengan sabun dan air.

Pelaksanaan Pemeliharaan

DOC yang digunakan sebanyak 200 ekor. DOC tersebut ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot badan awal. DOC dibagi secara acak dan ditempatkan ke dalam 20 kandang perlakuan. Ayam pada masing-masing kandang diberi salah satu dari 4 perlakuan, yaitu :

R0 = Ransum kontrol + air minum kontrol

R1 = Ransum mengandung 0.01% zinc bacitracin + air minum kontrol

R2 = Ransum kontrol + 0.2% jus silase dalam air minum R3 = Ransum kontrol + 0.4% jus silase dalam air minum

Perlakuan mulai diberikan pada umur 8 hari. Pemberian pakan dilakukan

sesuai dengan umur ternak (Tabel 2) yang mengacu pada manajemen brooding

Medion (2010) dan setelah umur 14 hari pakan diberikan tiga kali sehari pada

pukul 07.00 WIB, 13.00 WIB dan 19.00 WIB. Air minum diberikan ad libitum.

Tabel 2 Waktu pemberian ransum berdasarkan umur ayam

Umur (hari)

Frekuensi

Pemberian (kali) Waktu Pemberian (pukul)

1-3 9 6 8 10 12 14 16 19 21 23

Pengambilan sampel darah dilakukan pada setiap ulangan perlakuan setelah ayam diberi perlakuan selama 5 minggu. Sampel darah diambil sebanyak 3

cc dari vena Axillaris (pada sayap) menggunakan syringe kemudian dimasukkan

(17)

5

memperoleh whole blood. Pemeriksaan darah meliputi jumlah hematokrit,

eritrosit, hemoglobin, jumlah leukosit, dan differensiasi leukosit (Jain 1986).

Analisis Persentase Bobot Karkas dan Bobot Organ Dalam

Pada akhir masa pemeliharaan pengambilan sampel dilakukan pada masing-masing ulangan sebanyak 2 ekor berdasarkan rataan bobot hidup ayam

broiler terdekat. Ayam dipuasakan selama 12 jam sebelum dipotong, kemudian

ditimbang untuk memperoleh bobot hidup. Ayam yang telah dipotong sebanyak

40 ekor dicelupkan ke dalam air bersuhu 70 0C selama 30 detik untuk

mempermudah dalam pencabutan bulu. Ayam yang telah dibului diproses lebih

lanjut menjadi karkas dengan memisahkan kepala, leher, shank dan jeroan. Organ

dalam dipisahkan untuk dilakukan penimbangan. Setelah itu bobot karkas dan bobot organ dalam dihitung persentasenya terhadap bobot hidup.

Analisis Kadar Air Karkas

Bagian dada dan paha sebelah kanan karkas dipisahkan antara daging dan tulang. Daging ayam bagian dada dan paha digunakan untuk mengukur kadar air karkas menggunakan metode oven (AOAC 2005). Tahap pertama pada analisis

kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 0C

selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Sampel seberat 1 gram ditimbang setelah terlebih dahulu digerus. Selanjutnya cawan yang telah diisi

sampel tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 0C selama 5-6

jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin (30 menit) kemudian ditimbang. Kadar air dihitung dengan rumus:

Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram)

B = Berat cawan yang diisi dengan sampel (gram)

C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (gram)

Peubah yang Diamati

2. Persentase bobot karkas dan kadar air karkas

a. Bobot hidup (gram ekor-1)

b. Bobot karkas (gram ekor-1)

c. Persentase bobot karkas (%)

(18)

6

3. Persentase bobot organ dalam dan organ pencernaan

a. Persentase bobot hati (%)

b. Persentase bobot jantung (%)

c. Persentase bobot limpa (%)

d. Persentase bobot ginjal (%)

e. Persentase kelenjar timus (%)

f. Persentase bursa fabricius (%)

g. Presentase bobot lemak abdominal (%)

h. Persentase bobot gizzard (%)

i. Persentase seka dan bobot usus halus (duodenum, jejunum, ileum) (%)

j. Panjang seka dan usus halus (cm 100g-1 dari bobot hidup)

Rancangan Percobaan dan Analisa Data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 5 ulangan, dan setiap ulangannya terdiri dari 10 ekor ayam. Model matematik dari Rancangan Acak Lengkap adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993):

Yij = μ + τ + εij

Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

μ = Rataan umum

τ = Pengaruh pemberian perlakuan ke-i (i = 1, 2, 3, 4)

εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j ( j = 1, 2, 3, 4, 5 )

Analisis data dilakukan dengan sidik ragam (ANOVA). Sebelum

dilakukan analisis, data ditransformasi terlebih dahulu ke dalam arcsin √x. Jika

didapatkan hasil berbeda nyata (p<0.05) dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Darah Ayam Broiler Jantan dan Betina

Persentase sel darah merah dalam 100 ml darah dinamakan hematokrit

atau packed cell volume (PCV). Jain (1993) menyatakan bahwa presentase

hematokrit broiler penelitian ini masih berada dalam kisaran normal (Tabel 3).

(19)

7

Tabel 3 Nilai profil darah ayam broiler jantan dan betina

Peubah Perlakuan Standar

R0 R1 R2 R3 (1983); *superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p< 0.05); R0: Ransum kontrol + air minum kontrol; R1: Ransum mengandung 0.01% Zinc Bacitracin + air minum kontrol; R2: Ransum kontrol + 0.2% jus silase dalam air minum; R3: Ransum kontrol + 0.4% jus silase dalam air minum.

Hemoglobin adalah senyawa yang berasal dari ikatan komplek antar protein dan Fe yang menimbulkan warna merah pada darah. Sintesis asam asetat dan glycine menghasilkan porphyrin. Porphyrin yang berkombinasi dengan besi

menghasilkan satu molekul heme. Jika empat molekul heme dikombinasikan

dengan molekul globin maka terbentuk hemoglobin (Rastogi 2007). Jain (1993)

menyatakan bahwa persentase nilai hemoglobin broiler penelitian ini masih

berada pada kisaran normal (Tabel 3). Nilai hemoglobin tertinggi terdapat pada perlakuan R2. Tetapi hasil sidik ragam tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata

perlakuan terhadap nilai hemoglobin broiler jantan.

Nilai hemoglobin ayam broiler betina perlakuan R2 berpengaruh nyata

(p<0.05) terhadap perlakuan R1 tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan R0 dan R3. Penambahan jus silase sebanyak 0.2% dalam air minum nyata

meningkatkan nilai hemoglobin broiler betina. Hal ini menunjukkan bahwa

pemberian jus silase dalam air minum sebanyak 0.2% memberikan pengaruh

positif terhadap nilai hemoglobin broiler jantan dan betina. Ali et al. (2013)

(20)

8

Eritrosit adalah sel darah merah yang membawa hemoglobin ke dalam sirkulasi darah. Eritrosit pada unggas intinya terletak di tengah dan berbentuk oval. Eritrosit pada unggas yang mempunyai nukleus, dan berperan membawa hemoglobin dengan mengikat oksigen ke seluruh tubuh. Perlakuan tidak

berpengaruh nyata terhadap nilai eritrosit broiler jantan dan betina.

Mangkoewidjojo dan Smith (1988) menyatakan bahwa nilai eritrosit pada broiler

jantan dan betina masih berada di dalam kisaran normal (Tabel 3). Pernyataan

tersebut sesuai dengan hasil penelitian Talebi et al. (2005) dan Jain (1993) bahwa

nilai eritrosit ayam broiler adalah 1.97-2.83 x106 mm-3 dan 2.50-3.50 x106 mm-3.

Jus silase dapat dikategorikan sebagai probiotik yang bermanfaat sebagai

feed additive dengan beberapa kelebihan yaitu dapat meningkatkan ketersediaan lemak dan protein bagi ternak, mampu memperbaiki resistensi penyakit akibat

stimulasi dan peningkatan natural immunity, serta dapat meningkatkan kandungan

vitamin B komplek melalui proses fermentasi (McDonald et al. 1991). Nilai

hemoglobin R2 yang tinggi diduga akibat konsumsi protein nutrien (Lampiran 42) dan produksi vitamin B komplek yang dihasilkan oleh jus silase. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Piliang dan Djojosoebagio (2006) bahwa faktor yang mungkin dapat mempengaruhi pembentukan hemoglobin dan eritrosit adalah protein, vitamin B2, vitamin B12, dan asam folic. Protein berperan sebagai komponen sel darah merah. Vitamin B2 berperan dalam mengaktifkan asam folat menjadi koenzim. Vitamin B12 berperan dalam pematangan sel darah merah, serta asam folat berperan dalam sintesis DNA (Deoxyribonucleatide acid) dan pematangan sel darah merah.

Leukosit merupakan sel darah putih dengan jumlah lebih sedikit daripada eritrosit. Mangkoewidjojo dan Smith (1988) menyatakan bahwa Nilai leukosit

ayam jantan dan betina pada penelitian ini masih berada di dalam kisaran normal

(Tabel 3). Hasil sidik ragam tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata perlakuan terhadap nilai leukosit. Hasil tersebut membuktikan bahwa pemberian jus silase sampai 0.4% tidak berpengaruh negatif terhadap jumlah leukosit. Peningkatan nilai leukosit dari jumlah normal menandakan terjadinya infeksi sedangkan penurunan leukosit menandakan depresi sumsum tulang, yang diakibatkan oleh infeksi viral atau reaksi toksik terhadap agen kimia (Rastogi 2007).

Heterofil berisi enzim-enzim perusak dan menyulut inflamasi terhadap mikroorganisme dengan cara migrasi ke daerah-daerah yang sedang diserang oleh bakteri (Frandson 1992). Perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai

heterofil broiler jantan dan betina. Mangkoewidjojo dan Smith (1988)

menyatakan bahwa persentase heterofil hasil penelitian masih berada pada kisaran

normal (Tabel 3). Nilai heterofil broiler jantan dan betina perlakuan R0 dan R1

lebih tinggi dibandingkan dengan nilai normal menurut Swenson (1984) yaitu sebesar 25-30%. Nilai heterofil yang meningkat di atas normal ini diduga akibat adanya infeksi atau stres pada broiler.

Khan et al. (2002) melaporkan bahwa stres terjadi saat persentase

(21)

9

sering dikaitkan dengan penyakit infeksius yang disebabkan oleh bakteri, fungi

(seperti Aspergillus spp.) dan klamidia (Campbell 1995). Hal tersebut

menunjukkan bahwa perlakuan R2 dan R3 dapat meningkatkan daya tahan tubuh

broiler terhadap infeksi dan stres. Patterson dan Burkholder (2003) menyatakan bahwa mengkonsumsi makanan yang difermentasi dapat meningkatkan kesehatan dan bakteri asam laktat dapat berfungsi sebagai agen yang dapat meningkatkan kesehatan. Selain itu, beberapa asam organik memiliki sifat antibakteri (Gauthier 2002).

Day dan Schultz (2010) menyatakan bahwa sejumlah limfosit dibentuk dalam sumsum tulang, kelenjar limpa, timus dan bursa fabrisius. Persentase nilai

limfosit broiler jantan dan betina menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.

Persentase limfosit hasil penelitian masih berada pada kisaran normal (Tabel 3) menurut Mangkoewidjojo dan Smith (1988). Tizard (1988) menyatakan bahwa limfosit memiliki fungsi kompleks dengan fungsi utama memproduksi antibodi (limfosit B) atau sebagai sel efektor khusus ketika menanggapi antigen yang melekat pada makrofag (limfosit T). Limfosit berperan dalam merespon antigen dan pengembangan imunitas. Pemberian jus silase sampai taraf 0.4% tidak memberikan efek negatif terhadap jumlah limfosit ayam broiler jantan dan ayam broiler betina.

Persentase nilai eosinofil hasil perlakuan pada penelitian ini masih berada pada kisaran normal (Tabel 3) menurut Mangkoewidjojo dan Smith (1988). Hasil sidik ragam menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata perlakuan terhadap nilai

eosinofil broiler betina. Sedangkan nilai eosinofil broiler jantan dengan

perlakuan R0 berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap perlakuan R2 dan R3 tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap R1. Penambahan jus silase sebanyak 0.2 dan

0.4% dalam air minum nyata menurunkan nilai eosinofil broiler jantan. Hal ini

menunjukkan bahwa pemberian jus silase dalam air minum sampai taraf 0.4%

memberikan pengaruh positif terhadap nilai eosinofil ayam broiler jantan.

Perlakuan jus silase diduga lebih tahan terhadap infeksi parasit serta alergi. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Frandson (1992) bahwa sel eosinofil dapat meningkat saat tubuh terkena penyakit kronis seperti terinfeksi parasit atau saat reaksi alergi.

Rasio H/L berguna dalam menunjukkan tingkat stres yang terjadi pada broiler. Semakin tinggi angka rasio tersebut maka makin tinggi pula tingkat stresnya. Rasio H/L pada hasil penelitian masih berada pada kisaran normal menurut Gross dan Siegel (1983). Hasil tersebut menunjukkan bahwa broiler mengalami stres dalam tingkat sedang (Tabel 3). Gross dan Siegel (1983) menyatakan bahwa rasio H/L dengan nilai 0.2, 0.5, dan 0.8 secara berturut-turut

memiliki tingkat stres rendah, medium, dan tinggi. Perlakuan R2 dan R3 broiler

jantan memiliki rasio H/L lebih rendah 7.55% dan 28.30% dibandingkan kontrol,

sedangkan pada broiler betina memiliki rasio H/L lebih rendah 14.29% dan

(22)

10

Perlakuan R3 menurunkan jumlah eritrosit dan rasio H/L paling besar dibandingkan perlakuan lainnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pemberian

jus silase sampai taraf 0.4% dapat menurunkan tingkat stres pada broiler dengan

cara menurunkan jumlah patogen yang dapat menimbulkan stres. Mekanisme kerja bakteri asam laktat yang dikemukakan oleh Lopez (2000), yaitu menekan kemampuan hidup mikroorganisme patogen karena mampu memproduksi komponen antibakteria seperti hidroksi peroksida dan asam-asam organik seperti asam laktat. Asam organik dalam saluran pencernaan dapat melakukan proses ionisasi dengan mudah yaitu dengan cara melepaskan ion hidrogen. Peningkatan jumlah ion hidrogen tersebut akan menurunkan pH saluran pencernaan sehingga mikroorganisme yang tidak tahan terhadap kondisi asam akan terhambat pertumbuhannya (Hardy 2003). Pada bakteri yang sensitif terhadap perubahan pH, asam organik menembus dinding sel bakteri sehingga asam organik akan terurai

(H+ dan RCOO-), mengakibatkan pH dalam sel akan turun. Pada kondisi tersebut

bakteri berusaha melepaskan H+ dari dalam sel agar pH dalam sel menjadi normal,

namun proses ini membutuhkan energi yang besar sehingga mengakibatkan bakteri akan berhenti tumbuh dan mati.

Persentase Bobot Karkas dan Kadar Air Karkas

Penambahan jus silase sebanyak 0.2% dalam air minum (R2) berpengaruh

nyata (p<0.05) terhadap rataan bobot hidup broiler umur 35 hari dibandingkan

dengan perlakuan R0 dan R3 tetapi tidak tidak berpengaruh nyata terhadap

perlakuan R1 (Tabel 4). Ayam broiler dengan perlakuan R2 memiliki rataan

bobot hidup lebih tinggi dibandingkan R0 dan R3 tetapi lebih rendah dari R1. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian jus silase dalam air minum sebanyak 0.2%

memberikan pengaruh positif terhadap nilai rataan bobot hidup broiler.

Tabel 4 Rataan bobot hidup (gram ekor-1), persentase bobot karkas (%), dan

persentase kadar air karkas (%) ayam broiler umur 35 hari

(23)

11

Silase dapat menghasilkan asam organik yang dapat berfungsi sebagai

growth promotor yang dapat digunakan untuk menstabilkan mikroflora pada

saluran pencernaan dan meningkatkan performa secara umum pada unggas (Gauthier 2002). Selain itu silase juga mengandung bakteri asam laktat yang dapat berperan sebagai probiotik. Jus silase jagung yang digunakan sebagai hasil pengepresan dari silase jagung memiliki kandungan bakteri asam laktat (BAL)

10.32 ± 9.84 log10 CFU ml-1 dengan kandungan asam laktat 7.71 ± 0.73 mg ml-1

(Gurning 2013).

Rendahnya rataan bobot hidup ayam broiler dengan perlakuan R3 (jus

silase 0.4%) diakibatkan oleh rendahnya konsumsi ransum. Rasyaf (2003) mengemukakan bahwa faktor pendukung pertumbuhan ayam adalah kualitas dan kuantitas makanan, suhu serta manajemen pemeliharaannya.. Menurunnya konsumsi ransum akan mengakibatkan rendahnya konsumsi nutrien atau energi yang dibutuhkan sehingga produktivitas ternak dalam hal ini bobot badan akan terhambat. Penurunan konsumsi ransum tersebut diduga terdapat dua penyebab. Penyebab pertama adalah akibat mekanisme dari beberapa fungsi probiotik yaitu memperbaiki saluran pencernaan serta merangsang produksi enzim untuk mencerna ransum. Proses pencernaan dalam usus menjadi semakin baik dan makanan yang dikonsumsi akan lebih lama tinggal di dalam usus atau laju ransum tersebut menjadi lebih lambat sehingga konsumsi ransum akan menurun. Penyebab kedua yaitu pH air minum yang rendah sehingga akan mengakibatkan palatabilitas terhadap konsumsi pakan menjadi menurun. Amrullah (2003)

menyatakan bahwa lidah unggas juga memiliki sistem perasa berupa gustative or

taste buds untuk mengenali rasa makanannya, sementara indera penciumannya

kurang berkembang. Penerimaan unggas terhadap makanan dipengaruhi oleh rasa, akibat yang dirasakan setelah makanan ditelan.

Perlakuan jus silase dalam air minum tidak menyebabkan perbedaan yang

nyata terhadap bobot karkas ayam broiler umur 35 hari (Tabel 4). Hal tersebut

tidak sesuai dengan pendapat Soerparno (1994) bahwa persentase karkas meningkat seiring dengan meningkatnya bobot hidup, tetapi persentase bagian non karkas seperti darah, usus halus, dan organ vital menurun. Bobot hidup

tertinggi pada penelitian ini terdapat pada ayam broiler dengan perlakuan R1,

namun persentase karkas tertinggi terdapat pada ayam broiler dengan perlakuan

R2. Hal tersebut disebabkan oleh persentase bobot bulu pada perlakuan R1 yang sangat nyata (p<0.01) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Persentase bulu pada perlakuan R1 mencapai 4.15% yang merupakan persentase tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Tabel 4). Tetapi persentase karkas yang dihasilkan pada penelitian ini masih berada dalam kisaran normal. Hal tersebut

sesuai dengan pendapat Bell dan Weaver (2002) yang melaporkan bahwa

persentase karkas ayam pedaging bervariasi antara 65-75% dari bobot hidup. Persentase bobot bulu terbesar pada perlakuan R1 diduga akibat konsumsi protein kasar yang lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya. Konsumsi protein kasar perlakuan R0 sebesar 599.51 gram, perlakuan R1 sebesar 617.78 gram, perlakuan R2 sebesar 615.97 gram, dan perlakuan R3 sebesar 604.23 gram. Persentase konsumsi protein kasar perlakuan R1 1.001% lebih besar dibandingkan dengan konsumsi protein kasar kontrol. Konsumsi protein kasar yang lebih besar tersebut mengakibatkan proses pertumbuhan bulu lebih banyak pula. Hal tersebut

(24)

12

makanan yang penting untuk jaringan-jaringan lunak di dalam tubuh hewan seperti urat daging, kolagen, kulit, rambut, kuku, dan pada ayam untuk bulu, kuku, dan bagian paruh. Kandungan protein kasar (%) tepung bulu ayam sebesar 81% menurut NRC (1994).

Perlakuan jus silase sebanyak 0.2% dan 0.4% tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap persentase kadar air karkas (Tabel 4). Nilai kadar air karkas tertinggi terdapat pada perlakuan R0 yaitu 75.01% dan kadar air karkas terendah terdapat pada perlakuan R3 yaitu 72.43%. Nilai kadar air yang didapat masih berada pada kisaran normal sesuai hasil yang didapatkan oleh Anggorodi (1980)

yaitu berkisar antara 70–77% terhadap bobot badan. Hasil tersebut

menggambarkan bahwa pemberian jus silase tidak memberikan efek negatif terhadap kandungan kadar air karkas. Nilai kadar air perlakuan R3 rendah diduga akibat pH air minum yang lebih rendah sehingga palatabilitas terhadap konsumsi air minum menjadi menurun. Amrullah (2003) menyatakan bahwa lidah unggas

juga memiliki sistem perasa berupa gustative or taste buds untuk mengenali rasa

makanannya, sementara indera penciumannya kurang berkembang. Penerimaan unggas terhadap makanan dipengaruhi oleh rasa, akibat yang dirasakan setelah makanan ditelan.

Kadar air yang tinggi dapat dijadikan indikasi daya mengikat air yang baik. Hal ini berarti bahwa air yang terikat oleh protein lebih banyak pada daging perlakuan R0, sehingga kadar airnya relatif lebih tinggi. Soeparno (1994) menyatakan bahwa kemampuan daging mengikat air salah satunya disebabkan oleh protein otot. Daya mengikat air daging tergantung dari banyaknya gugus reaktif protein. Sekitar 34% dari protein ini larut dalam air. Berdasarkan hal tersebut maka kualitas daging pada perlakuan R0 lebih baik dibandingkan dengan perlakuan yang lain.

Persentase Organ Dalam

Perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap organ dalam kecuali bobot hati. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pemberian jus silase dan antibiotik tidak mengandung bahan-bahan berbahaya yang dibuktikan dengan persentase bobot organ dalam yang tidak berbeda nyata dan masih dalam kisaran normal (Tabel 5). Frandson (1992) menyatakan bahwa jantung sangat rentan terhadap racun dan zat antinutrisi, pembesaran jantung dapat terjadi karena adanya akumulasi racun pada otot jantung. Aktivitas limpa dapat mengakibatkan limpa membesar ukurannya atau bahkan mengecil apabila limpa terserang penyakit atau benda asing (Ressang 1984).

Ressang (1984) menyatakan bahwa salah satu fungsi hati adalah untuk menyaring racun yang masuk kedalam darah. Pemberian jus silase sebanyak 0.2% dan 0.4% berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap persentase bobot hati ayam

broiler. Perlakuan R1, R2, dan R3 memiliki persentase bobot hati yang lebih rendah dibandingkan dengan R0. Persentase bobot hati yang diperoleh pada penelitian ini masih berada pada kisaran normal sesuai pendapat Putnam (1991)

yaitu 1.7–2.8% dari bobot hidup (Tabel 5). Penelitian Hasanah (2002)

(25)

13

Tabel 5 Persentase bobot organ dalam ayam broiler umur 35 hari

Peubah Perlakuan Standar

R0 R1 R2 R3 berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p< 0.05); R0: Ransum kontrol + air minum kontrol; R1: Ransum mengandung 0.01% Zinc Bacitracin + air minum kontrol; R2: Ransum kontrol + 0.2% jus silase dalam air minum; R3: Ransum kontrol + 0.4% jus silase dalam air minum.

Rendahnya persentase bobot hati perlakuan jus silase dibandingkan kontrol diakibatkan oleh fungsi dari bakteri asam laktat (BAL) dan asam organik di dalam jus silase yang dapat menurunkan pH sehingga mikroorganisme yang tidak tahan tehadap kondisi asam akan mengalami perlambatan pertumbuhan atau mati (Hardy 2003). Kondisi tersebut menguntungkan ternak sehingga salah satu fungsi organ hati yang digunakan untuk menyaring racun yang dihasilkan oleh bakteri patogen dapat diminimalkan dengan keberadaan BAL tersebut. Apabila tubuh mengandung racun, hati bekerja keras untuk menetralisirnya sehingga hati membesar. Hasil pengamatan terhadap sifat fisik hati menunjukkan tidak adanya kelainan fisik yang ditandai dengan tidak adanya perubahan konsistensi hati serta organ hati berwarna coklat kemerahan. Kelainan-kelainan hati secara fisik biasanya ditandai dengan adanya perubahan warna hati, pembengkakan dan pengecilan pada salah satu lobi atau tidak adanya kantung empedu (Ressang 1984).

Kontrol deposisi lemak abdominal pada ayam broiler bertujuan untuk

efisiensi pembentukan jaringan otot atau daging yang lebih menguntungkan. Penurunan lemak abdominal merupakan hal yang menguntungkan, karena akan memperbaiki kualitas karkas dengan menghasilkan daging yang rendah lemak

(Sanz et al. 2000). Perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap

persentase bobot lemak abdominal ayam broiler. Rataan persentase lemak

abdomen seluruh perlakuan berada dibawah kisaran normal menurut North dan Bell (2002) yaitu berkisar antara 2.64-3.30% dari bobot hidup. Hal tersebut disebabkan oleh ransum memiliki kandungan protein kasar yang tinggi sedangkan

energi rendah (Fontana et al. 1993).

Perlakuan pada penelitian ini tidak berpengaruh nyata terhadap persentase

bobot rempela ayam broiler. Rataan persentase bobot rempela ayam broiler yang

(26)

14

(1991) yaitu berkisar antara 1.6-2.3% dari bobot hidup (Tabel 5). Hasil tersebut menyatakan bahwa rempela masih dapat bekerja secara normal dan pemberian jus silase tidak memberikan efek negatif terhadap fungsi rempela. Tidak adanya perbedaan bobot rempela antar perlakuan diakibatkan oleh kandungan serat kasar ransum pada setiap perlakuan relatif sama sehingga aktivitas rempela untuk mencerna makanan tidak mengakibatkan penebalan urat daging rempela yang dapat menyebabkan pembesaran ukuran rempela. Akoso (1993) menyatakan bahwa bobot rempela dipengaruhi oleh kadar serat kasar ransum. Semakin tinggi kadar serat kasar ransum, maka aktifitas rempela juga semakin tinggi, sehingga bobotnya juga semakin besar. Proses pemecahan partikel ransum dapat dibantu oleh adanya kerikil (grit) yang ada dalam rempela.

Persentase Organ Pencernaan

Perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot dan panjang organ pencernaan kecuali bobot duodenum. Hal tersebut menggambarkan bahwa pemberian jus silase dan antibiotik tidak mempengaruhi bobot dan panjang organ

pencernaan broiler. Persentase bobot dan panjang saluran pencernaan ayam

broiler umur 35 hari dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Persentase bobot dan panjang saluran pencernaan ayam broiler umur 35

hari 0.4% jus silase dalam air minum.

Perlakuan R0 berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap persentase bobot

duodenum ayam broiler perlakuan R1 dan R3 tetapi tidak berpengaruh nyata

terhadap R2. Perlakuan R3 memiliki bobot duodenum paling rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa penyerapan zat makanan di

dalam usus halus ayam broiler yang mendapat perlakuan jus silase lebih baik

(27)

15

menjadi semakin baik (Seifert dan Gessler 1997). Proses pencernaan yang semakin baik oleh probiotik akan meringankan kerja duodenum dalam mencerna zat makanan terutama pati sehingga makin kecilnya bobot duodenum. Ransum yang banyak mengandung serat, atau bahan berserat seperti serbuk gergaji dan bahan lainnya yang tidak tercerna menimbulkan perubahan ukuran bagian-bagian saluran pencernaan, sehingga menjadi lebih berat, lebih panjang dan lebih tebal. Perubahan ini juga diikuti dengan jumlah villi usus atau jonjot usus dan kemampuan sekresi enzim-enzim pencernaan (Amrullah 2003).

Luas permukaan usus dapat meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah vili usus yang berfungsi untuk penyerapan zat-zat makanan (Frandson 1992). Dinding duodenum akan mensekresikan enzim yang mampu meningkatkan pH zat makanan yang masuk, sehingga kelarutan dan penyerapan di jejunum dan ileum akan lebih meningkat. Selain itu, duodenum merupakan pusat terjadinya lipolisis dalam tubuh, sedangkan jejunum merupakan tempat penyerapan zat makanan terbesar. Ileum merupakan tempat pertumbuhan bakteri saluran pencernaan (Anggorodi 1995). Duodenum memiliki kelenjar pankreas didalamnya. Kelenjar ini mensekresi enzim-enzim pemecah polimer pati, lemak, dan protein yaitu amilase, lipase dan tripsin. Cairan pankreas dan empedu masuk ke dalam usus halus sehingga masing-masing dicerna dan dapat diserap sebagian besar di jejunum (Amrullah 2003).

Hasil tersebut didukung dengan bobot seka perlakuan R3 yang rendah pula (Tabel 6). Bobot seka perlakuan R0 yang paling tinggi diduga akibat banyaknya bahan pakan yang belum terproses di usus halus. Hal tersebut sesuai dengan pendapat McLelland (1990) bahwa usus buntu (seka) merupakan saluran pencernaan setelah usus yang berfungsi membantu absorpsi air, pencernaan karbohidrat dan protein dengan bantuan mikroorganisme di dalam usus buntu (seka). Seka berperan dalam pencernaan makanan yang tidak tercerna pada organ pencernaan sebelumnya terutama serat kasar dengan bantuan bakteri (fermentasi). Persentase bobot dan panjang seka secara berturut-turut adalah 0.33-0.38% dan

0.17-0.19 cm 100g-1 dari bobot hidup. Sekum memiliki panjang berkisar antara

12-25 cm (Nickle et al.1977).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian jus silase sebanyak 0.2% dalam air minum efektif menurunkan

tingkat stres pada ayam broiler dan memiliki kemampuan yang sama dengan

penggunaan antibiotik dalam meningkatkan bobot akhir broiler.

Saran

(28)

16

DAFTAR PUSTAKA

Akoso BT. 1993. Manual Kesehatan Unggas. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Ali AS, Ismoyowati, Diana I. 2013. Jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan hematokrit pada berbagai jenis itik lokal terhadap penambahan probiotik

dalam ransum. J Ilmiah Petern. 1(3):1001-1013.

Amrullah IK. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Bogor (ID): Lembaga Satu Gunung

Budi.

Anggorodi HR. 1980. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta (ID): Gramedia.

Anggorodi HR. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Jakarta (ID): Gramedia.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 2005. Official method of analysis of the association of official analytical of chemist. Arlington, Virginia (USA): AOAC Inc.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. SNI 01-3930-2006, Pakan anak

ayam ras pedaging (broiler starter). Jakarta (ID): BSN.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. SNI 01-3931-2006, Pakan ayam ras

pedaging masa akhir (broiler finisher). Jakarta (ID): BSN.

Bell DD, Weaver WD. 2002. Commercial Chickhen Meat and Egg Production.

Ed ke-5. Amerika (US): Kluwer Academic.

Brooks PH, Beal JD, Niven S. 2001. Liquid feeding of pigs: potential for reducing environmental impact and for improving productivity and food safety.

RAAN.13:49-63.

Campbell TW. 1995. Avian Hematology and Cytology. Ed ke-2. Iowa (US): Iowa

State Pr.

Cunningham JG. 2002. Textbook of Veterinary Physiology. Amerika (US):

Saunders Company.

Day MJ, Schultz RD. 2010. Veterinary Immunology: Principles and Practice.

London (GB): Manson.

Dibner JJ, Richards JD. 2005. Antibiotics growth promot-ers in agriculture:

history and mode of action. Poultry Sci. 84:634-643.

Donoghue DJ. 2003. Antibiotic residues in poultry tissues and eggs: human health

concerns?. Poultry Sci. 82:618–621.

Duniere L, Gleizal A, Chaucheyras-Durand F, Chevallier I, Thevenot-Sergentet D. 2011. Fate of Escherichia coli O26 in corn silage experimentally contaminated at ensiling, at opening or after aerobic exposure and

protective effect of various bacterial inoculants. Applied and

Environment Microbiol. 77(24):8696–8704.

doi:10.1128/AEM.06320-11.

Finnegan M, Linley E, Denyer SP, McDonnell G, Simons C, Maillard J. 2010. Mode of action of hydrogen peroxide and other oxidizing agents:

differences between liquid and gas forms. J Antimicrobiol Chemoter.

65:2108-2115.doi:10.1093/jac/ dkq308.

Fontana EA, Weaver JR, Denbaow DM, Watkins WA. 1993. Early feed restricition of broiler: Effect on abdominal fat pad, liver, and gizzard

weight, fat deposition and carcass composition. Poultry Sci. 72:243–250.

Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed ke-4. Srigandono, Koen

(29)

17

Gauthier R. 2002. Intestinal health, the key to productivity (The case of organic acid). XXVII Convencion ANECA-WPDC. Puerto Vallrta. Jal. Mexico. Gross WB, Siegel HS. 1983. Evaluation of the heterophil/lymphocyte ratio as a

measure of stress in chickens. Avian Dis. 27:972–979.

Gurning FN. 2013. Profil jus silase jagung dan kemampuannya dalam

menghambat bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. yang diisolasi

dari feses pedet diare [tesis]. Bogor (ID): IPB.

Hasanah S. 2002. Pengaruh pemberian silase ikan-tape ubi kayu terhadap persentase berat karkas, lemak abdomen dan organ dalam ayam broiler [skripsi]. Bogor (ID): IPB.

Hardy B. 2003. Nutraceutical concepts fo gut health in pigs [internet]. NutriVicion Inc. Fairmont, Minnesota. [diunduh 2014 Mei 20]. Tersedia pada: www.nutrivisioninc.com.

Hermana W, Puspitasari DI, Wiryawan KG, Suharti S. 2008. Pemberian tepung

daun salam (Syzygium polyanthum (wight) walp.) dalam ransum sebagai

bahan antibakteri Escherichia coli terhadap organ dalam ayam broiler.

Med Pet. 31(1):63-70.

Ihsan FN. 2006. Persentase bobot karkas, lemak abdomen dan organ dalam ayam broiler dengan pemberian silase ransum komersial [skripsi]. Bogor (ID): IPB.

Jain NC. 1986. Schalm’s Veterinary Hematology. Ed ke-4. Philadelphia (AS): Lea

and Febiger.

Jain NC. 1993. Essential of Veterinary Hematology. Philadelphia (AS): Lea and

Febiger.

Khan WA, Khan A, Anjum AD, Rehman ZU. 2002. Effects of induced heat stress

on haematological values in broiler chicks. J Agriculture Biol.

4(1):1560–8530.

Lopez J. 2000. Probiotic in animal nutrition. Asian-Australian. J Anim Sci. Special

Issue. 13:12-26.

Mangkoewidjojo S, Smith JB. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan

Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta (ID): Universitas

Indonesia.

McDonald P, Henderson AR, Heron SJE. 1991. The Biochemistry of Silage. Ed

ke-2. Aberystwyth (GB): Cambrian Printers.

McLelland J. 1990. A Colour Atlas of Avian Anatomy. London (GB): Wolfe

Publishing Ltd.

Medion. 2010. Manajemen brooding [internet]. [diunduh 2014 Februari 20]. Tersedia pada: http://info.medion.co.id.

Meyer DJ, Harvey JW. 2004. Veterinary Laboratory Medicine Interpretation and

Diagnosis. Ed ke-3. Amerika (US): Saunders.

[NRC] National Research Council. 1994. Nutrients Requirement of Poultry. Ed ke-9. Washington (US): National Academy Pr.

Nickle RA, Schummer E, Seifrle WG, Siller, Wight PHL. 1977. Anatomy of

Domestic Bird. Berlin (DE): Verlag Paul Parey.

North MO, Bell DD. 2002. Commercial Chicken Production Manual. Ed ke-4.

New York (US): Chapman and Hall.

Patterson JA, Burkholder KM. 2003 Application of prebiotics and probiotics in

(30)

18

Piliang WG, Djojosoebagio S. 2006. Fisiologi Nutrisi Volume II. Bogor (ID): IPB

Pr.

Putnam PA. 1991. Handbook of Animal Science. San Diego (US): Academic Pr.

Rastogi SC. 2007. Essentials of Animal Physiology. Ed ke-4. New Delhi (IN):

New Age International (P) Ltd.

Rasyaf M. 2003. Manajemen Peternakan Ayam Broiler. Jakarta (ID): Penebar

Swadaya.

Ressang AA. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Ed ke-2. Denpasar (ID). NV

Percetakan Bali.

Sanz MAF, Lopez-Bete CJ, Carmora JM. 2000. Effect of the inclusion time of dietary saturated and unsaturated fats before slaughter on the accumulation and composition of abdominal fat in female broiler

chickens. Poultry Sci. 79:1320-1325.

Schaefer L, Auchtung TA, Hermans KE, Whitehead D, Borhan B, Britton RA. 2010. The antimicrobial compound reuterin (3-hydroxypropionaldehyde) induces oxidative stress via interaction with thiol groups. 156:1589-1599.doi10.1 099/mic.0.035642-0.

Biometrik. M. Syah, penerjemah. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Swenson MJ. 1984. Dukes' Physiology of Domestic Animals. Ed ke-10. Itacha and

London (GB): Cornell Univ Pr.

Talebi A, Asri-Rezaei S, Rozeh-Chai R, Sahraei R. 2005. Comparative studies on haematological values of broiler strain (Ross, Cobb, Arbor-acres and

Arian). Poultry Sci. 4(8):573-579.

Tizard I. 1988. Pengantar Immunologi Veteriner. Ed ke-3. M. Partodiredjo,

penerjemah. Surabaya (ID): Airlangga Univ Pr.

Toghyani M, Tohidi M, Gheisari AA, Tabeidian SA. 2010. Performance, immunity, serum biochemical and hematological parameters in broiler chicks fed dietary thyme as alternative for an antibiotic growth

promotor. J Biotechnol. 9(40):6819-6825.

(31)

19

LAMPIRAN

Analisis Ragam Profil Darah Ayam Broiler Jantan

Lampiran 1 Analisis ragam persentase hematokrit ayam broiler jantan

Sumber

Lampiran 2 Analisis ragam persentase hemoglobin ayam broiler jantan

Sumber

Lampiran 3 Analisis ragam persentase eritrosit ayam broiler jantan

Sumber

Lampiran 4 Analisis ragam persentase leukosit ayam broiler jantan

Sumber

Lampiran 5 Analisis ragam persentase heterofil ayam broiler jantan

(32)

20

Lampiran 6 Analisis ragam persentase limfosit ayam broiler jantan

Sumber

Lampiran 7 Analisis ragam persentase eosinofil ayam broiler jantan

Sumber

Lampiran 8 Uji lanjut Duncan persentase eosinofil ayam broiler jantan

Perlakuan* Jumlah

Signifikansi 0.332 0.153 0.332

Analisis Ragam Profil Darah Ayam Broiler Betina

Lampiran 9 Analisis ragam persentase hematokrit ayam broiler betina

Sumber

Lampiran 10 Analisis ragam persentase hemoglobin ayam broiler betina

(33)

21

Lampiran 11 Uji lanjut Duncan persentase hemoglobin ayam broiler betina

Perlakuan* Jumlah

Signifikansi 0.133 0.050

Lampiran 12 Analisis ragam persentase eritrosit ayam broiler betina

Sumber

Lampiran 13 Analisis ragam persentase leukosit ayam broiler betina

Sumber

Lampiran 14 Analisis ragam persentase heterofil ayam broiler betina

Sumber

Lampiran 15 Analisis ragam persentase limfosit ayam broiler betina

(34)

22

Lampiran 16 Analisis ragam persentase eosinofil ayam broiler betina

Sumber

Analisis Ragam Persentase Bobot Karkas dan Kadar Air Karkas

Lampiran 17 Analisis ragam bobot hidup ayam broiler

Sumber

Galat 36 662393.010 18399.806

Total 39 877968.171

Lampiran 18 Uji lanjut Duncan bobot hidup ayam broiler

Perlakuan* Jumlah

Signifikansi 0.143 0.137

Lampiran 19 Analisis ragam bobot karkas ayam broiler

Sumber

Galat 36 444792.729 12355.354

Total 39 528827.550

Lampiran 20 Analisis ragam persentase bobot karkas ayam broiler

(35)

23

Lampiran 21 Analisis ragam persentase bobot bulu ayam broiler

Sumber

Lampiran 22 Uji lanjut Duncan persentase bobot bulu ayam broiler

Perlakuan** Jumlah

Signifikansi 0.165 1.000

Lampiran 23 Analisis ragam persentase kadar air karkas ayam broiler

Sumber

Analisis Ragam Persentase Organ Dalam dan Organ Pencernaan

Lampiran 24 Analisis ragam bobot hati ayam broiler

Sumber

Lampiran 25 Uji lanjut Duncan bobot hati ayam broiler

Perlakuan* Jumlah

(36)

24

Lampiran 26 Analisis ragam bobot jantung ayam broiler

Sumber

Lampiran 27 Analisis ragam bobot limpa ayam broiler

Sumber

Lampiran 28 Analisis ragam bobot ginjal ayam broiler

Sumber

Lampiran 29 Analisis ragam bobot kelenjar timus ayam broiler

Sumber

Lampiran 30 Analisis ragam bobot bursa fabricius ayam broiler

Sumber

Lampiran 31 Analisis ragam bobot lemak ayam broiler

(37)

25

Lampiran 32 Analisis ragam bobot gizzard bersih ayam broiler

Sumber

Lampiran 33 Analisis ragam bobot seka ayam broiler

Sumber

Lampiran 34 Analisis ragam panjang seka ayam broiler

Sumber

Lampiran 35 Analisis ragam bobot duodenum ayam broiler

Sumber

Lampiran 36 Uji lanjut Duncan bobot duodenum ayam broiler

Perlakuan* Jumlah

(38)

26

Lampiran 37 Analisis ragam panjang duodenum ayam broiler

Sumber

Lampiran 38 Analisis ragam bobot jejenum ayam broiler

Sumber

Lampiran 39 Analisis ragam panjang jejenum ayam broiler

Sumber

Lampiran 40 Analisis ragam bobot ileum ayam broiler

Sumber

Lampiran 41 Analisis ragam panjang ileum ayam broiler

Sumber

*berbeda nyata dengan taraf kesalahan 5% (α = 0.05); **beda nyata dengan taraf kesalahan 1% (α

(39)

27

Lampiran 42 Perhitungan konsumsi total nutrien ransum ayam broiler

Perlakuan Konsumsi protein

Hematokrit (% volume sel darah merah) dengan Metode Mikrohematokrit

Darah dimasukkan ke dalam mikrokapiler hematokrit sampai 4/5 bagian

pipa kapiler. Ujung mikrokapiler disumbat dengan crestaseal. Pipa-pipa kapiler

ditempatkan dalam alat pemusing (mikrosentrifuse), kemudian diputar dengan

kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit. Nilai hematokrit ditentukan dengan menggunakan alat baca mikrohematokrit (Jain 1986).

Kadar Hemoglobin dengan Metode Sahli

Tabung Sahli diisi dengan larutan HCl 0.1 N sebanyak 2 ml (garis paling bawah pada tabung). Darah dihisap menggunakan pipet Sahli beserta aspiratornya sampai batas angka 20 (0.02 ml) secara perlahan-lahan. Ujung pipet dibersihkan dan darah yang ada di dalamnya segera dikeluarkan ke dalam tabung Sahli. Tabung Sahli diletakkan di antara kedua bagian standar warna dalam alat hemoglobinometer. Pencampuran antara darah dan HCL 0.1 N dibiarkan selama 3 menit sampai terbentuk asam hematin yang berwarna cokelat. Kemudian setetes demi setetes aquades ditambahkan ke dalam tabung sambil diaduk sampai warnanya sama dengan warna standar. Nilai hemoglobin ditentukan dengan melihat skala g% tinggi permukaan cairan pada tabung Sahli (Jain 1986).

Jumlah Eritrosit

Darah dihisap dengan pipet eritosit sampai batas 0.5. Kemudian dicampur dengan pelarut Rees and Ecker sampai dengan batas 101 yang tertera pada pipet. Isi pipet dikocok dengan membuat gerakan angka 8 atau alat pengocok, agar yang tercampur hanya larutan yang berada pada bagian pipet yang membesar saja. Cairan dimasukkan ke kamar hitung kemudian dilakukan penghitungan di bawah mikroskop.

Untuk menghitung eritrosit dalam hemocytometer, digunakan kotak

eritrosit yang berjumlah 25 buah dengan mengambil bagian sebagai berikut: satu kotak pojok kanan atas, satu kotak pojok kiri atas, satu kotak di tengah, satu kotak pojok kiri bawah dan satu kotak pojok kanan bawah. Untuk mengetahui eritrosit

dalam 1 mm3 misalnya jumlah eritrosit yang terhitung adalah sebanyak a, maka a

dikalikan 10.000 (Jain 1986).

(40)

28

Jumlah leukosit

Darah dihisap menggunakan pipet leukosit hingga tanda tera 0,5 dengan aspirator. Ujung pipet dibersihkan dengan menggunakan tisu, lalu laruatan pengencer Rees and Ecker dihisap hingga tanda 11. Kemudian diputar dengan membentuk angka 8. Setelah homogen, cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet ke tisu. Setetes cairan dimasukkan ke dalam kamar hitung dan biarkan butir-butir yang ada di dalam kamar hitung mengendap. Butir darah putih dihitung dengan mikroskop pada pembesaran 400 kali. Untuk menghitung leukosit dalam

hemocytometer neubeur, digunakan kotak leukosit yang berjumlah 4 buah dari 9

kotak utama dengan mengambil bagian sebagai berikut : satu kotak pojok kanan atas, satu pojok kiri atas, satu kotak pojok kanan bawah dan satu pojok kiri bawah. Jumlah leukosit yang didapat dari hasil perhitungan dengan mikroskop (b) dikalikan 50 untuk mengetahui jumlah leukosit dalam 1 mm3 darah. Angka 50 merupakan perkalian dari tebal kamar hitung 1/10 mm, panjang kamar 1 mm, lebar 1 mm dan 4 kotak kamar hitung dalam mm3 kemudian dikalikan dengan faktor pengencer sebesar 200. Jumlah eritrosit dapat dihitung dengan rumus di bawah ini (Jain 1986):

Jumlah Leukosit per mm3 darah = b x 50 butir

Differensiasi leukosit

(41)
(42)

30

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat serta ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Terima kasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Nahrowi, MSc selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Ir. Sumiati, MSc selaku pembimbing II yang telah banyak memberi bimbingan, arahan, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan pula kepada Ibu Dr. Ir. Rita Mutia, MSc. Selaku penguji sekaligus panitia seminar, Ibu Dr. Sri Suharti, SPt. MSi. selaku dosen penguji sidang dari departemen INTP sekaligus panitia sidang dan Bapak Dr. Jakaria, SPt. MSi selaku dosen penguji sidang dari departemen IPTP yang telah memberikan banyak kritik dan saran untuk perbaikan skripsi. Kemudian terima kasih penulis ucapkan kepada Rahayu Asmadini Rosa dan Anisa Octa Arifa selaku teman satu penelitian dan bimbingan yang telah memberikan banyak bantuan dan kerja sama.

Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada Bapak Wardi dan staf Laboratorium Lapang Blok A, Ibu Eneh dan staf Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Ibu Lanjarsih dan staf Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB, serta Bapak Jajat dan staff Laboratorium Patologi Klinik, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB atas bantuannya selama pelaksanaan penelitian dan pengumpulan data. Terakhir, terima kasih penulis sampaikan kepada Terima kasih penulis ucapkan kepada Ayahanda Icing, Ibunda Aisyah, Kakanda Rudi, Adinda Aditya atas doa dan kasih sayangnya,

Beasiswa Bidik Misi, keluarga besar Senior Resident Asrama TPB IPB,

teman-teman INTP angkatan 47, Gedung A1 angkatan 49 dan 50, serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu yang telah memberi motivasi dan warna kehidupan selama penulis menempuh pendidikan di IPB.

Gambar

Tabel 1 Komposisi dan kandungan nutrien ransum penelitian
Tabel 3 Nilai profil darah ayam broiler jantan dan betina
Tabel 4 Rataan bobot hidup (gram ekor-1), persentase bobot karkas (%), dan
Tabel 5 Persentase bobot organ dalam  ayam broiler umur 35 hari
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan ransum memberikan pengaruh nyata (P&lt;0,05) terhadap persentase berat bati namun tidak memberikan pengaruh riyata (P&gt;0,05)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari pemberian metionin cair dalam air minum terhadap performa, persentase karkas, dan organ dalam ayam broiler periode

Hasil uji t pada diastole diperoleh nilai P sebesar 0,033, yang berarti P&lt;0,05 yang artinya jus wortel efektif dalam menurunkan tekanan diastole, dengan

Pemberian tepung daun sambiloto pada dosis 0,2-0,8% secara umum tidak berpengaruh terhadap bobot hidup, persentase berat karkas, hati, jantung, limpa, rempela, lemak abdomen,

Berdasarkan hasil penelitian seperti terlihat pada Gambar 1, terlihat bahwa pemberian air minum dengan herbal feed additive berupa gula merah 2 % dan kunyit 20 gram

Hasil menunjukkan bahwa pemberian tepung umbi bunga dahlia dalam pakan hingga level 1,2 % berpengaruh nyata (P&lt;0,05) terhadap persentase karkas, persentase

Tujuan penelitian ini adalah melihat pengaruh pemberian probiotik Temban, Biovet dan Biolacta terhadap persentase bobot karkas, bobot lemak abdomen, dan bobot

Pada akhir masa pemeliharaan pengambilan sampel dilakukan pada masing-masing ulangan sebanyak 25% (dua ekor) berdasarkan rataan bobot hidup ayam broiler betina terdekat.