• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Histologis Pulmo Mencit Jantan (Mus Musculus L.) Setelah Dipapari Asap Rokok Elektrik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Histologis Pulmo Mencit Jantan (Mus Musculus L.) Setelah Dipapari Asap Rokok Elektrik"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN HISTOLOGIS PULMO MENCIT JANTAN

(Mus musculus L.) SETELAH DIPAPARI ASAP ROKOK

ELEKTRIK

SKRIPSI

NANIN TRIANA

080805032

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN HISTOLOGIS PULMO MENCIT JANTAN

(Mus musculus L.) SETELAH DIPAPARI ASAP ROKOK

ELEKTRIK

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

NANIN TRIANA

080805032

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : GAMBARAN HISTOLOGIS PULMO MENCIT

JANTAN (Mus musculus L.) SETELAH DIPAPARI ASAP ROKOK ELEKTRIK

Kategori : SKRIPSI

Nama : NANIN TRIANA

Nomor Induk Mahasiswa : 080805032

Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI

Departemen : BIOLOGI

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Januari 2013 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dr. Salomo Hutahaean, M.Si Prof.Dr. Syafruddil Ilyas, M.Biomed NIP. 19651011 199501 1 001 NIP. 19660209 199203 1 003

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

GAMBARAN HISTOLOGIS PULMO MENCIT JANTAN (Mus musculus L.) SETELAH DIPAPARI ASAP ROKOK ELEKTRIK

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2013

(5)

PENGHARGAAN

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Gambaran Histologis Pulmo Mencit Jantan (Mus musculus L.) Setelah Dipapari Asap Rokok Elektrik”. Shalawat dan salam kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed. selaku Pembimbing I dan Bapak Salomo Hutahaean, M.Si. selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, kritikan dan saran kepada penulis hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Dra. Emita Sabri, M.Si dan Ibu Dra. Isnaini Nurwahyuni, M.Sc. selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Drs. Kiki Nurtjahja, M.Sc selaku dosen Penasehat Akademik dan Sekretaris Departemen Biologi, Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi, Bapak dan Ibu dosen pengajar Departemen Biologi FMIPA USU yang telah memberikan segala ilmunya kepada penulis. Ibu Roslina Ginting dan Bang Erwin selaku pegawai Departemen Biologi, serta Ibu Nurhasni Muluk selaku Analis dan Laboran di Laboratorium Departemen Biologi yang telah memberikan bantuan kepada penulis, penulis ucapkan terima kasih banyak.

Penulis menyampaikan rasa bangga dan bahagia serta rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada kedua orang tua, Ayahanda Boiman dan Ibunda Sugiatik yang sangat penulis cintai dan sayangi yang telah mencurahkan segala bentuk kasih sayangnya baik dalam bentuk do’a, perhatian, materi serta dukungan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini, penulis ucapkan terima kasih. Jasa ayah dan ibu tidak akan pernah terbalaskan. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan ayah dan ibu. Kepada kakanda Ari Sutya Utami, abangnda Ahmadi, dan adinda Sumita Wardani dan seluruh keluarga yang telah memberikan perhatian, doa, motivasi dan kebersaman dalam persaudaraan penulis ucapkan terimakasih.

(6)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan untuk penulis khususnya dan pembaca umumnya. Amin Ya Robbal ‘Alamin.

(7)

GAMBARAN HISTOLOGIS PULMO MENCIT JANTAN (Mus musculus L.) SETELAH DIPAPARI ASAP ROKOK ELEKTRIK

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efek paparan rokok elektrik terhadap struktur histologis paru-paru mencit. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan, yaitu perlakuan rokok elektrik rasa strawberry (P1), perlakuan rokok elektrik rasa gudang garam (P2), dan kontrol (P0) yang tidak diberi asap rokok. Untuk tiap perlakuan digunakan 8 ekor mencit jantan. Pajanan asap rokok elektrik pada mencit dilakukan setiap hari selama 2 minggu berturut-turut dengan dosis 20 kali hisapan menggunakan spuit enjeksi 60 mL. Setelah mendapat perlakuan selama 2 minggu, mencit dibunuh dengan cara dislokasi leher. Organ paru-paru diambil, kemudian dibuat menjadi preparat histologis dengan metode parafin dan diwarnai dengan Hematoksilin dan Eosin (HE). Hasil percobaan menunjukkan, perlakuan asap rokok elektrik menurunkan berat badan mencit secara nyata (p<0,05). Secara anatomi, asap rokok elektrik menyebabkan kerusakan jaringan paru-paru berupa kerusakan membran, kerusakan lumen, dan hubungan antar alveolus, tetapi pengamatan secara histologis pada kerusakan membran, kerusakan lumen, dan hubungan antar alveolus secara statistik tidak berbeda nyata (p>0,05). Kesimpulan penelitian ini adalah singkatnya masa pajanan asap rokok cenderung memberikan efek kerusakan paru-paru secara anatomi, tetapi secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap kerusakan jaringan paru-paru.

(8)

HISTOLOGICAL FEATURE OF MICE (Mus musculus L.) LUNGS AFTER EXPOSURE TO THE ELECTRIC CIGARETTE SMOKE

ABSTRACT

The effects of electric cigarette exposure on lung tissue of mice were studied. The experiments using completely randimized design (CRD) with 3 treatments, i.e. treatment of electric cigarette with strawberry flavour, tobacco flavour, and control treatment that was not exposed by cigarette smoke. Eight male mice were used for each group. Exposure treatment was done every day for 2 consecutive weeks with dosage 20 times suction using syringe of 60 mL. After receiving treatment for 2 weeks, the mice were killed by cervical dislocation. The lungs were isolated and prepared histologically using paraffin method and then stained with by haematoxylin and eosin (HE). The results showed that, smoke treatment mice lose weight significantly (p< 0.05). In gross anatomy, electric cigarrete smoke affect lung feature, but histological observation on membrane damage, damage to the lumen and the relationship between alveoli the smoke effect were statistically unsignificant (p>0.05). In summary short period exposure to electric cigarette smoke tends affect lung damage in anatomy, but statistically has no effect of the damage to the lung tissue.

(9)
(10)

b. Pajanan Asap Rokok Elektronik pada Mencit 20

c. Penimbangan Bobot Berat Badan 21

d. Pengambilan Organ 21

e. Pembuatan Preparat Histologis 21

f. Parameter Pengamatan 23

g. Analisis Statistik 23

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Pengamatan Berat Paru-Paru 24

4.2 Data Hasil Pengamatan Berat Badan 26

4.3 Hasil Gambaran Morfologi Paru-Paru 28

4.4 Hasil Pemeriksaan Histopatologis 30

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 35

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Skor Derajat Kerusakan Jaringan Paru-paru Mencit Akibat 23 Paparan Asap Rokok Antara Kelompok Kontrol, Perlakuan

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Daerah Konduksi dan Daerah Pertukaran pada Saluran Napas 7 Gambar 2.2 Seperangkat Rokok Elektrik dan Cartridge Rokok Elektrik 17

Gambar 2.3 Struktur Rokok Elektrik 17

Gambar 3.1 Cara Pemberian Perlakuan pada Hewan Uji 20 Gambar 3.2 Skema Pemaparan Asap Rokok Elektrik Selama 2 Minggu 21 Gambar 4.1 Pengaruh Rokok Elektrik terhadap Berat Paru-paru Mencit 24

antara Kelompok Kontrol (P0) dan Kelompok Perlakuan (P1 dan P2)

Gambar 4.2 Pengaruh Rokok Elektrik terhadap Perubahan Bobot Badan 26 Mencit

Gambar 4.3 Morfologi Paru Mencit akibat Pemberian Asap Rokok Elektrik 28 Gambar 4.4 Pengaruh Rokok Elektrik terhadap Kerusakan Jaringan Paru 31

Mencit

Gambar 4.4 Efek Asap Rokok Elektrik terhadap Mikroanatomi Paru-paru 32 Mencit

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data dan Analisis Statistik Berat Paru-paru Mencit 39 Lampiran 2. Data dan Analisis Statistik Berat Badan (Awal dan Akhir) 40

Mencit

Lampiran 3. Data dan Analisis Statistik Skor Derajat Kerusakan Jaringan

Paru-paru 42

(14)

GAMBARAN HISTOLOGIS PULMO MENCIT JANTAN (Mus musculus L.) SETELAH DIPAPARI ASAP ROKOK ELEKTRIK

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efek paparan rokok elektrik terhadap struktur histologis paru-paru mencit. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan, yaitu perlakuan rokok elektrik rasa strawberry (P1), perlakuan rokok elektrik rasa gudang garam (P2), dan kontrol (P0) yang tidak diberi asap rokok. Untuk tiap perlakuan digunakan 8 ekor mencit jantan. Pajanan asap rokok elektrik pada mencit dilakukan setiap hari selama 2 minggu berturut-turut dengan dosis 20 kali hisapan menggunakan spuit enjeksi 60 mL. Setelah mendapat perlakuan selama 2 minggu, mencit dibunuh dengan cara dislokasi leher. Organ paru-paru diambil, kemudian dibuat menjadi preparat histologis dengan metode parafin dan diwarnai dengan Hematoksilin dan Eosin (HE). Hasil percobaan menunjukkan, perlakuan asap rokok elektrik menurunkan berat badan mencit secara nyata (p<0,05). Secara anatomi, asap rokok elektrik menyebabkan kerusakan jaringan paru-paru berupa kerusakan membran, kerusakan lumen, dan hubungan antar alveolus, tetapi pengamatan secara histologis pada kerusakan membran, kerusakan lumen, dan hubungan antar alveolus secara statistik tidak berbeda nyata (p>0,05). Kesimpulan penelitian ini adalah singkatnya masa pajanan asap rokok cenderung memberikan efek kerusakan paru-paru secara anatomi, tetapi secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap kerusakan jaringan paru-paru.

(15)

HISTOLOGICAL FEATURE OF MICE (Mus musculus L.) LUNGS AFTER EXPOSURE TO THE ELECTRIC CIGARETTE SMOKE

ABSTRACT

The effects of electric cigarette exposure on lung tissue of mice were studied. The experiments using completely randimized design (CRD) with 3 treatments, i.e. treatment of electric cigarette with strawberry flavour, tobacco flavour, and control treatment that was not exposed by cigarette smoke. Eight male mice were used for each group. Exposure treatment was done every day for 2 consecutive weeks with dosage 20 times suction using syringe of 60 mL. After receiving treatment for 2 weeks, the mice were killed by cervical dislocation. The lungs were isolated and prepared histologically using paraffin method and then stained with by haematoxylin and eosin (HE). The results showed that, smoke treatment mice lose weight significantly (p< 0.05). In gross anatomy, electric cigarrete smoke affect lung feature, but histological observation on membrane damage, damage to the lumen and the relationship between alveoli the smoke effect were statistically unsignificant (p>0.05). In summary short period exposure to electric cigarette smoke tends affect lung damage in anatomy, but statistically has no effect of the damage to the lung tissue.

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sehat merupakan kebutuhan dasar manusia. Kepentingan kesegaran jasmani dalam pemeliharaan kesehatan tidak diragukan lagi, semakin tinggi tingkat kesehatan, maka kesegaran jasmani akan semakin baik pula. Kesegaran jasmani seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor yakni, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah sesuatu yang sudah terdapat dalam tubuh seseorang yang bersifat menetap misalnya genetik, umur, jenis kelamin. Faktor eksternal diantaranya aktivitas fisik, lingkungan dan kebiasaan merokok (Irawan, 2009).

Rokok adalah salah satu hasil olahan tembakau dengan menggunakan ataupun tanpa bahan tambahan. Rokok dengan bahan tambahan berupa cengkeh disebut rokok kretek. Rokok tanpa bahan tambahan cengkeh disebut sebagai rokok putih. Rokok putih sering dihubungkan dengan rokok ultramild, mild, dan light. Rokok semacam ini adalah rokok dengan kandungan nikotin dan tar yang rendah yang biasanya dicantumkan pada label pembungkus rokok (Bindar, 2000).

(17)

termasuk kenaikan cukai rokok, namun jumlah perokok terus saja bertambah dan sulit untuk dicegah (Widodo, 2006).

Widodo (2006), menyebutkan sekitar 20% murid SLTP di Jakarta adalah perokok. Mereka ini adalah anak-anak yang sejak dini telah terpapar asap yang dapat merugikan kesehatannya. Saat ini sekitar 30 persen penduduk Indonesia adalah perokok, sedangkan berdasarkan jenis kelamin sekitar 60 persen laki-laki dan 5 persen wanita Indonesia merokok.

Kebiasaan merokok menganggu kesehatan. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kebiasaan merokok bukan saja merugikan bagi perokok sendiri tapi juga bagi orang disekitarnya. Kebiasaan merokok yang melanda dunia telah menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Diperkirakan setiap tahunnya dua setengah juta orang meninggal akibat penyakit yang berhubungan dengan kebiasaan merokok (Theodorus, 1994 dalam Irawan 2009).

Theodorus, 1994 dalam Irawan, 2009 mengungkapkan bahwa jumlah perokok yang ada di dunia sebanyak 30%, dan hampir 50% perokok di Amerika Serikat termasuk usia remaja. Survei awal yang dilakukan Irawan (2009) pada mahasiswa Jurusan Fisioterapi Diploma IV angkatan 2005 hingga 2008, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta, didapatkan hasil dari total populasi mahasiswa laki-laki yang berjumlah 71 orang, 75% memiliki kebiasaan merokok.

1.2Identifikasi Masalah

(18)

dan tidak keteraturan detak jantung. Bahkan telah diketahui bahwa merokok menyebabkan penyakit saluran pernafasan kronis dan sering membawa kematian. Perokok berpeluang besar terkena kanker paru-paru, tenggorokan, dan lidah. Selain itu juga dapat terkena emfisema dan bronchitis (Pratiwi et al., 2004).

Rokok elektronik menjadi pilihan alternatif bagi para perokok aktif yang secara perlahan ingin berhenti dari kebiasaan merokok konvensional. Rokok elektronik atau “Elecronic Nicotine Delivery Systems” (ENDS) dipasarkan sebagai pengganti rokok dan diklaim tidak menimbulkan bau dan asap. Bentuknya seperti batang rokok biasa, tetapi tidak membakar daun tembakau, seperti produk konvensional rokok elektrik dengan sistem ENDS membakar cairan menggunakan baterai dan uapnya itu masuk ke paru-paru pemakai. Nikotin yang terkandung di dalam cartrige rokok elektrik umumnya antara 0-16 mg nikotin dengan variasi rasa yang dimiliki seperti rasa rokok konvensional dan dengan rasa buah-buahan seperti apel, coklat, cherry, vanila (Westenberger, 2009). Sementara itu rokok kretek memiliki kandungan nikotin 2,76 mg/batang, tar 45,77 mg/batang, eugenol 14,70 mg/batang, CO 2,70% atau 16.66 mg/batang menurut hasil pengujian dari Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Jakarta (Widodo, 2006).

Telah banyak dilakukan penelitian menggunakan rokok putih dan rokok kretek, salah satunya oleh Widodo (2006) yang mengamati perubahan histopatologi dan ultrastruktur saluran napas, namun efek rokok elektrik terhadap organ pernapasan belum pernah diteliti. Untuk itu, dilakukan penelitian tentang pemberian asap rokok elektrik serta dampaknya terhadap histologis sel paru-paru pada mencit jantan.

1.3Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui efek dari asap rokok elektrik terhadap histologis sel paru-paru (pulmo) mencit.

(19)

1.4Hipotesis

a. Rokok elektrik tidak berbahaya bagi kesehatan organ pernapasan mencit

b. Tidak ada perbedaan gambaran histologis antara kelompok perlakuan yang dipaparkan asap rokok elektrik dengan rasa tambahan (strawberry) dengan kelompok perlakuan yang dipaparkan asap rokok elektrik degan kandungan rasa rokok konvensional (gudang garam).

1.5Manfaat

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pernapasan

Sistem pernapasan atau respirasi berperan dalam menjamin ketersediaan oksigen untuk kelangsungan metabolisme sel-sel tubuh dan pertukaran gas. Melalui peran sistem respirasi oksigen diambil dari atmosfir, ditransport masuk ke paru-paru dan terjadi pertukaran gas oksigen dengan karbondioksida di alveoli, selanjutnya oksigen akan didifusi masuk kapiler darah untuk dimanfaatkan oleh sel dalam proses metabolisme (Tarwoto et al., 2009). Sistem pernapasan mencakup paru dan sistem saluran yang menghubungkan tempat berlangsungnya pertukaran gas dengan lingkungan luar dan terdapat suatu mekanisme ventilasi, yang terdiri atas rangka toraks, otot interkostal, diafragma, dan unsur elastis serta kolagen paru, yang penting dalam memindahkan udara melalui bagian konduksi dan respirasi paru (Junqueira et al., 1998). Paru-paru dihubungkan dengan lingkungan luar melalui serangkaian

saluran, hidung, faring, laring, trakea dan bronki. Saluran-saluran tersebut relatif kaku dan tetap terbuka dan keseluruhannya merupakan bagian konduksi dari sistem pernapasan (Tambajong, 1995).

(21)

metabolismenya, yang berarti pekerjaan selesai dan hasil buangan dalam bentuk karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) dihilangkan (Pearce, 2008).

2.2 Anatomi dan Fisiologi Saluran Napas

2.2.1 Anatomi Saluran Napas

Menurut Aiache & Guyot (1993), sebagai pintu masuk saluran napas adalah hidung dan mulut. Saluran napas dapat dibagi dalam dua daerah yang berbeda yaitu daerah konduksi dan daerah pertukaran. Daerah konduksi merupakan seluruh saluran udara dari rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus sampai bronchiolus terminalis, yang berperan pada transfer gas ke daerah pertukaran. Diameter bronkus akan menciut kearah distal dan selanjutnya secara berturutan terbagi atas:

- Bronkus besar yang bercabang dua yaitu segmentum ekstrapulmonari dan berdiameter lebih dari 1,5 cm.

- Bronkus distribusi, berdiameter antara 1,5-0,5 cm.

- Bronkus interlobular, berdiameter antara 5 dan 1,5 mm, yang berakhir pada bronchus sub-lobulair di pusat lobuler

(22)

Daerah pertukaran, secara anatomis berhubungan dengan struktur acinus pulmonalis yang sebagian atau seluruh strukturnya beralveoli. Daerah pertukaran

tersebut berupa kanal-kanal. Struktur tersebut bertugas melaksanakan pertukaran udara antara alveolus dan pembuluh darah (Aiache & Guyot, 1993).

Gambar2.1 Daerah Konduksi dan Daerah Pertukaran pada Saluran Napas (Sumber: Junqueira et al., 1998)

2.2.2 Fisiologi Saluran Napas

2.2.2.1 Hidung

(23)

Struktur yang berbeda ini sangat penting untuk pertahanan saluran napas. Bulu dan epitel rambut getar berfungsi menyaring partikel-partikel yang masuk ke dalam hidung sedangkan mukosa akan menahan partikel-partikel tersebut melalui tumbukan atau pengendapan sehingga alveolus selalu berada dalam keadaan steril. Penolakan cemaran yang dilakukan oleh gerakan hidung terjadi secara spontan dengan kecepatan 7 mm/detik atau dengan cara bersin, pembuangan ingus atau dengan penelanan, dan hal tersebut dapat diperburuk oleh adanya kongesti mukosa, misalnya akibat reaksi alergi (Aiache & Guyot, 1993).

Udara yang dihirup dipengaruhi oleh perpindahan panas dan uap air pada hidung bagian superior yang menyempit dan peranannya didukung oleh adanya pengaliran darah yang cukup. Sementara itu, pada keadaan yang kurang menguntungkan, misalnya cuaca yang dingin atau kering, terjadi dehidrasi pada saluran pernapasan (Aiache & Guyot, 1993).

2.2.2.2 Trakhea

Trakhea merupakan penyalur udara yang terletak antara laring dengan bronkhus, berbentuk buluh yang semifleksibel dan semikolaps, terdapat di bagian ventral leher, terbentang mulai laring sampai rongga dada. Secara histologi, trakhea terdiri dari beberapa lapis, yaitu lapis mukosa (epitel silindris banyak baris bersilia dan lamina propria), lapis submukosa (daerah ujung kelenjar), cincin tulang rawan, lapisan otot (Musculus transversus trachealis), dan adventisia (Dellmann & Brown, 1992 dalam Widodo 2006).

(24)

2.2.2.3 Bronkus

Secara histologi, struktur bronkhus mirip dengan trakhea. Bronkhus dilapisi epitel silindris banyak baris, terutama terdiri dari sel-sel yang mampu bersekresi, sel bersilia dan sel basal. Secara proporsional jumlah sel bronkhus lebih sedikit dibanding trachea (Dellmann & Brown, 1992 dalam Widodo, 2006). Bronkus merupakan cabang dari trakhea yang bercabang dua ke paru-paru kanan dan paru-paru kiri. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar diameternya. Bronkus kiri lebih horizontal, lebih panjang, dan lebih sempit. Bronkus primer kanan bercabang menjadi 3 bronkus sekunder (bronkus lobaris) dan bronkus kiri bercabang menjadi 2 bronkus sekunder. Selanjutnya bronkus sekunder bercabang-cabang menjadi bronkus tersier, bronkiolus, bronkiolus terminal, bronkiolus respiratori sampai pada alveolus (Tarwoto et al., 2009).

2.2.2.4 Bronkiolus

(25)

2.2.2.5 Paru-paru

Pulmo (paru-paru) adalah salah satu organ yang berbentuk kantung dan merupakan kumpulan banyak rongga udara yang kecil. Fungsi utama organ ini adalah untuk mencukupi kebutuhan oksigen yang digunakan di dalam tubuh dan untuk mengeluarkan karbondioksida, yang merupakan sisa pembakaran tubuh. (Akoso, 2000 dalam Anindyajati, 2007). Tiap paru-paru melekat pada jantung dan trakhea melalui

radix pulmonis dan ligamentum pulmonale. Paru-paru sehat selalu berisi udara dan akan mengapung bila dimasukkan ke dalam air. Paru-paru dari fetus atau bayi baru lahir berwarna agak kemerahan dan lunak. Bila bayi belum bernapas maka paru-paru tidak akan mengapung di dalam air tetapi akan tenggelam. Paru-paru orang dewasa mempunyai permukaan yang berwarna lebih gelap dan sering ada bercak-bercak yang disebabkan oleh penimbunan partikel debu yang terisap (Wibowo & Paryana, 2009). Semakin berusia lanjut bercak ini menjadi hitam, karena granul dengan kandungan bahan karbon yang dihirup, tersimpan pada jaringan penyambung dekat permukaan. Biasanya, apex pulmonis dan tepi belakang paru yang kurang dapat bergerak, berwarna lebih gelap (Gunardi, 2007). Dibandingkan dengan paru-paru kiri, maka paru-paru kanan lebih besar dan lebih berat, tetapi lebih pendek karena kubah diafragma kanan letaknya lebih tinggi. Juga lebih lebar karena adanya jantung yang letaknya lebih ke kiri dalam rongga thorax (Wibowo & Paryana, 2009).

(26)

Paru-paru dapat dibagi menjadi sistem penyalur udara intrapulmonar, parenkim/sistem respirasi, dan pleura. Sistem penyalur udara intrapulmonar (bronchus dan bronkhiolus), menempati sekitar 6% dari paru-paru. Parenkim (sistem respirasi atau daerah pertukaran gas, terdiri dari duktus alveolaris, sakus alveolaris dan alveoli) mencakup 85% dari seluruh paru-paru. Paru-paru dibalut oleh jaringan ikat dan sel-sel mesotel membentuk pleura viseral. Pleura, pembuluh darah, syaraf dan bronkhiolus menempati sekitar 9%-10% dari total paru-paru. Pada paru-paru yang menggembung, (parenkim menempati 85%), terdapat 70% rongga udara dan 30% merupakan jaringan tempat pertukaran gas yang mengelilingi rongga udara. Jaringan ini mencakup epitel, beberapa jaringan ikat, arteriola dan venula, serta jalinan kapiler paru-paru (Irvin, 2003).

Tempat terjadinya pertukaran gas disebut barier darah-udara (air-blood barrier), yang merupakan permukaan luas dengan jalinan kapiler di satu sisi dan udara

pada sisi lain. Pertukaran gas umumnya terjadi pada kedua belah sisi septa jaringan yang memisahkan alveolus/septa interalveolaris. Saluran udara dalam parenkim diatur dalam unit asinus/unit respiratori terminalis merupakan unit fungsional dari daerah pertukaran gas (Vanwye, 1993 dalam Widodo, 2006).

2.3 Merokok dan Kesehatan

(27)

Irawan (2009), mendefinisikan kebiasaan merokok sebagai perilaku penggunaan tembakau yang menetap, biasanya lebih dari setengah bungkus rokok per hari, dengan tambahan adanya distres yang disebabkan oleh kebutuhan akan tembakau secara berulang-ulang. Dampak yang ditimbulkan akibat kebiasaan merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran napas dan jaringan paru-paru. Pada saluran nafas besar, sel mukosa membesar (hyperthropy) dan kelenjar mukus bertambah banyak (hyperplasia) sehingga terjadi penyempitan saluran napas.

Pada jaringan paru-paru terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli. Akibat perubahan struktur dan fungsi saluran napas dan jaringan paru-paru pada perokok akan timbul permasalahan fungsi paru dengan segala macam gejala klinisnya. Hal ini menjadi unsur utama terjadinya penyakit obstruksi paru menahun (PPOM) termasuk emfisema paru-paru, bronkitis kronis, dan asma (Hans, 2003 dalam Irawan 2009). Penurunan fungsi paru akan mulai terlihat pada lama pernapasan yang terjadi pada 2 tahun dan seterusnya akibat debu dan kebiasaan merokok (Hermianto, 1998 dalam Irawan 2009)

(28)

sehingga yang bersangkutan mampu bekerja secara terus-menerus tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan (Irawan, 2009).

2.3.1 Kandungan Tembakau

Tembakau dapat dihirup melalui rokok atau dikunyah, dan nikotin dapat keluar dari tembakau pada proses itu. Pada daun tembakau segar, nikotin terikat pada asam organik dan tetap terikat pada asam itu bila daun dikeringkan perlahan-lahan. Selain mengandung nikotin, asap rokok mengandung senyawa pirimidin, amoniak, karbon dioksida, karbon monoksida, asam organik, keton, aldehid dan tar. Semua zat tersebut bersifat mengganggu membran berlendir yang terdapat pada mulut dan saluran pernapasan. Kecuali getah tembakau yang terdapat dalam asap tembakau, pengaruh tembakau hampir seluruhnya bergantung pada kadar nikotinnya. Nikotin adalah cairan bening yang menjadi kecoklatan jika terpapar udara. Nikotin dapat masuk ke dalam tubuh melalui paru-paru dan saluran pencernaan jika zat tersebut tercampur air liur dan tertelan. Nikotin yang masuk ke dalam tubuh, 5-15%nya akan keluar lagi bersama urin tanpa mengalami perubahan, sisanya diubah dalam tubuh menjadi senyawa sederhana dan mungkin sekali mengalami dekomposisi di dalam hati. Jika asap rokok dihirup dalam-dalam, jumlah nikotin yang terisap dan kemudian dikeluarkan bersama urin jumlahnya akan meningkat (Pratiwi et al., 2004).

2.3.2 Bahan Pokok dalam Asap Rokok

(29)

Asap rokok terdiri atas asap utama (main stream smoke) dan asap sampingan (side stream smoke). Asap utama adalah asap tembakau yang dihirup langsung oleh perokok tersebut, sedangkan asap sampingan adalah asap yang disebarkan ke udara bebas dan asap inilah yang akan dihirup oleh orang lain atau yang disebut sebagai perokok pasif (Tandra, 2003).

Paparan asap rokok yang dialami terus-menerus pada orang dewasa yang sehat dapat menambah resiko terkena penyakit paru-paru dan penyakit jantung sebesar 20 - 30 persen. Lingkungan asap rokok dapat memperburuk kondisi seseorang yang mengidap penyakit asma, menyebabkan bronkitis, dan pneumonia. Asap rokok juga menyebabkan iritasi mata dan saluran hidung bagi orang yang berada di sekitarnya. Pengaruh lingkungan asap tembakau dan kebiasaan ibu hamil merokok dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada anaknya bahkan sebelum anak dilahirkan. Bayi yang lahir dari wanita yang merokok selama hamil dan bayi yang hidup di lingkungan asap rokok mempunyai resiko kematian yang sama (Susanna et al., 2003). Menurut Andrews (2010), wanita yang merokok selama kehamilan dapat membuat janin perempuan mereka mengalami penurunan fertilitas dan menopause dini, dan membuat janin laki-laki mereka berisiko tinggi mengalami kelainan sperma dan kemungkinan penurunan fertilitas pada generasi mereka selanjutnya.

(30)

2.3.2.1 Nikotin

Nikotin dalam rokok dapat mempercepat proses penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dan penyempitan ini bisa terjadi pada pembuluh darah koroner, yang bertugas membawa oksigen ke jantung. Nikotin, merupakan alkaloid yang bersifat stimulant dan beracun pada dosis tinggi (Irawan, 2009). Dalam jumlah yang besar, yaitu sekitar 20-50 mg nikotin dapat menyebabkan pernapasan terhenti, sedangkan dalam jumlah kecil mempunyai pengaruh menenangkan, tetapi dapat menyebabkan radang saluran pernapasan. Nikotin menaikkan tekanan darah dan mempercepat denyut jantung, hingga pekerjaan jantung lebih berat. Selanjutnya, nikotin juga menyebabkan ketagihan (Pratiwi et al., 2004).

Zat yang terdapat dalam tembakau ini sangat adiktif, dan mempengaruhi otak dan sistem saraf. Efek jangka panjang penggunaan nikotin akan menekan kemampuan otak untuk mengalami kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar nikotin yang semakin tinggi untuk mendapatkan tingkat kepuasan (Irawan, 2009). Bagi orang-orang yang bukan perokok atau tidak biasa merokok, menghisap 1-2 mg nikotin saja sudah menyebabkan rasa pusing, sakit kepala, mual dan muntah, berkeringat dan terasa sakit pada daerah lambung (Pratiwi et al., 2004)

2.3.2.2 Karbon Monoksida

(31)

2.3.2.3 Tar

Tar adalah zat kimia yang dianggap sebagai penyebab terjadinya kanker dan menganggu mekanisme alami pembersih paru-paru, sehingga banyak polusi udara tertinggal menempel di paru-paru dan saluran bronchial. Tar dapat membuat sistem pernapasan terganggu salah satu gejalanya adalah pembengkakan selaput mucus (Irawan, 2009). Pada saat rokok dihisap, tar masuk ke dalam rongga mulut sebagai uap padat. Setelah dingin, akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna cokelat pada permukaan gigi, saluran pernapasan, dan paru-paru. Pengendapan ini bervariasi antara 3-40 mg per batang rokok (Safitri, 2010). Tar merupakan komponen dalam asap rokok yang tinggal sebagai sisa sesudah nikotin dan tetesan-tetesan cairannya dihilangkan. Sebatang rokok menghasilkan 10-30 mg tar. Kadar tar yang terkandung dalam rokok inilah yang berhubungan dengan resiko timbulnya kanker (Pratiwi et al., 2004).

2.4 Rokok Elektrik

Orang beranggapan selama ini menyatakan bahwa rokok elektrik lebih sehat daripada rokok biasa ternyata anggapan ini salah. Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia menjelaskan, rokok elektrik sama berbahayanya dengan rokok yang dibakar biasa. Kandungan propelin glikol, dieter glikol dan gliserin sebagai pelarut nikotin ternyata dapat menyebabkan penyakit kanker. Mungkin saja orang beranggapan bahwa rokok elektrik hanya mengandung nikotin, dan kalau rokok biasa ada bahan-bahan lainnya. Kandungan yang terdapat dalam rokok elektrik adalah nikotin cair dengan bahan pelarut propelin glikol, dieter glikol ataupun gliserin, dan jika nikotin dipanaskan bersamaan dengan bahan-bahan ini akan menghasilkan senyawa nitrosamine, senyawa inilah yang dapat menyebabkan penyakit kanker (Jefrey, 2010).

Electronic cigarette atau e-cigarette adalah produk rokok elektronik yang

(32)

saat dioperasikan, akan timbul panas yang dihasilkan dari tenaga baterai yang kemudian akan memanaskan sejumlah cairan yang tersimpan di dalam cartridge untuk menghasilkan asap yang dihisap oleh pengguna atau perokok (Woolsheid & Kremzer, 2009).

Menurut Westenberger (2009), cartridge pada rokok elektrik berisi nikotin sintetik yang terlarut dalam propelin glikol, air, dan zat pemberi rasa. Selain itu, terdapat pula bahan tambahan diethilen glokil (komponen anti pembekuan dan bersifat toksik pada manusia) dan nitrosamine yang bersifat karsinogenik. Beberapa bahan yang merupakan komponen spesifik tembakau yang bersifat berbahaya bagi manusia yaitu anabasine, myosamine, dan beta-nycotyrine juga dideteksi terdapat pada kandungan rokok elektrik.

Gambar 2. 2 A. Seperangkat Rokok Elektrik dan B. Cartridge Rokok Elektrik

(33)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kandang pemeliharaan dan Laboratorium Struktur Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam mulai Desember 2011 sampai dengan Juli 2012

3.2 Materi Penelitian

3.2.1 Hewan Coba

(34)

3.2.2 Rokok

Rokok yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis rokok elektrik/elektronik e-health cigarette dengan kandungan rasa strawberry dan gudang garam serta dilengkapi dengan 10 buah cartridge, 1 charger USB, 1 charger mobil, 1 charger rumah.

3.2.3 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kotak smoking ukuran 30x20x15 cm3, selang yg dihubungkan dengan three way untuk aliran asap, spuit ukuran 60 ml untuk memompa asap rokok, mikroskop video mikrometer, mikrotom, staining jar, kandang hewan coba dan perlengkapannya, dissecting set, penutup dan objek preparat.

Bahan penelitian yang digunakan yaitu Mus musculus L. jantan usia 8-12 minggu sebanyak 24 ekor, alkohol absolut, alkohol 96%, 80%, 70%, 50%, 40%, 30%, akuades, xylol, Hematoxilin, Eosin, canada balsam, larutan Bouin, rokok elektrik dengan label e-cegarette health dengan kandungan rasa gudang garam dan strawberry, parafin, NaCl 0,9%, dan kertas millimeter.

3.2.4 Metode Kerja

a. Persiapan Pakan dan Adaptasi Mencit dalam Kandang

(35)

b. Pajanan Asap Rokok Elektronik pada Mencit

Pajanan asap rokok elektrik pada mencit dilakukan setiap hari selama 2 minggu berturut-turut. Satu batang rokok elektrik sejak awal harus dicharge hingga penuh agar pada saat pemaparan pada hewan uji dapat terjadi secara maksimal. Pemberian asap rokok elektrik dilakukan dengan dosis 20 kali hisapan hingga mencit yang berada di dalam smoking box menjadi lemas dan tidak aktif bergerak.

Tahapan pemajanan asap rokok dilakukan dengan terlebih dahulu mempersiapkan peralatan yang digunakan dalam pemajanan ini. Smoking box memiliki dua lubang penghubung di bagian depan, yang dihubungkan dengan selang dan three way. Lubang three way yang pertama untuk menghubungkan selang ke batang rokok, lubang three way kedua untuk menghubungkan selang ke spuit untuk memompa sehingga asap masuk ke dalam tabung spuit, dan lubang three way yang ketiga untuk menghubungkan dan mengalirkan asap ke smoking box. Pada saat pemaparan asap, smoking box ditutup rapat dengan plastik putih transparan.

Kedelapan mencit dimasukkan bersamaan dalam smoking box, kemudian ditutup kembali. Satu batang rokok elektrik dipasang pada ujung selang sebelah kiri, kemudian three way diputar sehingga yang terbuka hanya jalur selang pada rokok dan selang pada spuit, rokok lalu dipompa hingga asap yang keluar masuk ke dalam tabung spuit, kemudian three way diputar kembali sehingga yang terbuka hanya jalur selang pada spuit dan jalur selang untuk masuknya asap ke smoking box. Lalu asap pada tabung spuit dikeluarkan, sehingga asap rokok masuk ke dalam smoking box. Penghisapan dilakukan sampai mencit di dalam smoking box menjadi lemas.

(36)

Gambar 3.2 Skema Pemaparan Asap Rokok Elektrik Selama 2 Minggu

c. Penimbangan Bobot Badan

Berat badan mencit ditimbang pada awal mulai penelitian dan kemudian ditimbang kembali pada akhir penelitian.

d. Pengambilan Organ

Mencit dibunuh secara dislokasi leher, kemudian dibedah bagian bawah abdomen hingga ke bagian toraks. Lalu diambil organ pulmo secara hati-hati dan dimasukkan ke dalam larutan garam fisiologis guna untuk membersihkan organ. Setelah itu, organ ditimbang beratnya lalu diletakkan di atas kertas millimeter untuk difoto.

e. Pembuatan Preparat Histologis

Organ paru-paru dipotong menjadi beberapa bagian untuk difiksir. Jaringan kemudian difiksasi dengan menggunakan larutan Bouin selama 1 atau 2 malam. Selanjutnya dilakukan proses pencucian (clearing), fiksatif dibuang dan dicuci dengan alkohol 70 % berulang kali hingga warna jaringan menjadi pucat atau warna Bouin pada jaringan memudar. Jaringan kemudian diinapkan lebih kurang selama 6 jam atau 1 malam dengan menggunakan alkohol 70%. Selanjutnya, dilanjutkan dengan proses dehidrasi, yaitu dilakukan dalam alkohol bertingkat dimulai dengan alkohol 30%, alkohol 40%,

Pemaparan asap rokok elektrik

strawberry

Pemaparan asap rokok elektrik gudang garam

(37)

alkohol 50%, alkohol 60 %, alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 90 %, dan alkohol absolut masing-masing selama 1 jam.

Setelah dehidrasi, segera dilakukan proses penjernihan (clearing), dalam xylol murni ± 24 jam. Proses selanjutnya yaitu infiltrasi dilakukan di dalam oven dengan suhu 56o Celcius. Sampel dimasukkan secara berturut-turut ke dalam campuran xylol-parafin I dengan perbandingan 3 : 1 ± 60’, xylol-xylol-parafin II dengan perbandingan 1:1 selama 60’, dan ke dalam xylol-parafin III dengan perbandingan 1:3 selama 60’, lalu dimasukkan ke dalam parafin murni selama 60’.

Langkah selanjutnya adalah penanaman (embedding). Jaringan ditanam ke dalam blok parafin yang kemudian disimpan dalam refrigerator (4-6o C). Blok ditempel pada holder sampai melekat erat, kemudian dipasang pada mikrotom untuk proses pemotongan (sectioning). Pengirisan dilakukan dengan ketebalan 6µ. Kemudian pita parafin di potong menjadi 3 atau lebih potongan organ lalu dicelupkan di atas permukaan air biasa (tidak panas) lalu ke air hangat agar pita parafin tidak mengkerut dan ditempelkan potongan organ ke objek preparat.

Selanjutnya proses deparafinasi. Preparat dicelupkan ke dalam xylol sampai bebas dari parafin. Lalu dilanjutkan dengan dealkoholisasi, dengan memasukkannya ke dalam alkohol bertingkat secara berturut-turut yaitu dari alkohol absolut, 90%, 80%, 70%, 50%, 40%, 30%, lalu ke akuades 1. Setelah itu menuju perwarnaan (staining) dengan memasukkan preparat ke dalam larutan pewarna Erlich hematoxylin selama 3-7” lalu ke akuades 2, kemudian dicelupkan ke alkohol absolut bertingkat yaitu dari alkohol 30%, 50%, 70%. Kemudian, dicelupkan ke dalam larutan pewarna eosin 0,5 %, Kemudian dicelupkan atau dimasukkan ke dalam alkohol 70%, 80%, 90% dan alkohol absolut (100%). Selanjutnya preparat dimasukkan ke xylol selama lebih kurang 7”. Lalu dikeringkan dengan menggunakan kertas penghisap.

(38)

f. Parameter Pengamatan

Pada penelitian ini, parameter yang diamati yaitu struktur mikroanatomi jaringan paru-paru mencit yang dianalisis secara deskriptif kualitatif dan dibuat skor derajat kerusakan seperti tercantum dalam Tabel 1 (Marianti, 2009), parameter berikutnya adalah berat badan dan berat pulmo mencit.

Tabel 3.1 Skor Derajat Kerusakan Jaringan Paru-paru Mencit Akibat Paparan Asap Rokok antara Kelompok Kontrol, Perlakuan Rasa Gudang

(39)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Pengamatan Berat Paru-paru

Rata-rata berat organ paru-paru mencit kelompok kontrol (P0) dan kelompok perlakuan (P1 dan P2) dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Pengaruh Rokok Elektrik Terhadap Berat Paru-paru Mencit

antara Kelompok Kontrol (P0) dan Perlakuan (P1 dan P2). Huruf yang samamenyatakan tidak berbeda nyata pada taraf 5% (p>0,05).

Dari hasil uji parametrik (Gambar 4.1) menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan (p>0,05) pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Untuk kelompok kontrol (P0) dan kelompok perlakuan strawberry (P1) berat rata-rata paru-paru yaitu 0,2 g (ditimbang dengan neraca digital) sedangkan kelompok perlakuan gudang garam (P2) memiliki berat rata-rata 0,21 g. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya kandungan senyawa kimia yang lebih banyak pada asap rokok dengan kandungan rasa gudang garam. Asap rokok yang masuk ke dalam paru-paru akan menyebabkan gangguan

(40)

pernapasan dan kerusakan jaringan paru-paru sehingga dalam kurun waktu beberapa tahun dapat menyebabkan paru-paru perokok menjadi kolaps.

Menurut Amin (1996), rokok merupakan faktor resiko utama PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun) yang utama. Asap rokok dapat mengganggu aktivitas bulu getar saluran pernapasan, fungsi makrofag, dan mengakibatkan hipertrofi kelenjar mukosa. Resiko PPOM yang diakibatkan oleh rokok empat kali lebih besar daripada bukan perokok. Rokok tidak hanya menimbulkan inflamasi tapi juga melemahkan pertahanan terhadap kerja elastase dan reparasi dari matriks ekstrasel. Mekanisme kerusakan paru akibat rokok melalui dua tahap yaitu peradangan yang disertai kerusakan matriks ekstrasel (jalur utama) dan jalur kedua adalah menghambat reparasi matriks ekstrasel. Mekanisme kerusakan paru-paru diakibatkan oleh rokok melalui radikal bebas yang dikeluarkan oleh asap rokok. Bahan utama perusak sel akibat proses di atas adalah protease, mieloperoksidase (MPO), oksigen dan radikal bebas. Sedangkan yang bertugas meredam bahan-bahan tersebut adalah AAT (alfa -1- antitrypsin).

Disamping gas dan uap, aerosol cair dan partikel-partikel di udara juga dapat diserap. Umumnya, partikel besar (> 10 µm) tidak memasuki saluran napas, dan kalaupun masuk, mereka akan diendapkan di hidung dan dihilangkan dengan mengusap, dan meniup. Partikel yang sangat kecil (< 0,01 µm) lebih mungkin terbuang ketika menghembuskan napas. Partikel berukuran 0,01-10 µm diendapkan dalam berbagai bagian saluran napas. Partikel yang lebih besar mungkin diendapkan di nasofaring dan diserap lewat epitel di daerah ini atau lewat epitel saluran cerna setelah mereka tertelan bersama lendir (Lu, 1994).

(41)

mengakibatkan penurunan luas permukaan yang tersedia untuk proses difusi dan kecepatan pernafasan berkurang.

4.2 Data Hasil Pengamatan Bobot Badan

Hasil pengamatan perbandingan persentase perubahan bobot badan antara kelompok kontrol (P0) dan kelompok perlakuan (P1 dan P2) dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Pengaruh Rokok Elektrik Terhadap Perubahan Bobot Badan Mencit. P0 = Persentasi Kenaikan Bobot Badan

P1 & P2 = Persentase Penurunan Bobot Badan

Dari gambar 4.2 dapat dilihat bahwa untuk kelompok kontrol terjadi peningkatan persentase berat badan dan untuk kelompok perlakuan (P1 dan P2) menunjukkan persentase penurunan berat badan. Dari hasil uji ANOVA untuk perubahan berat badan mencit menunjukkan bahwa kelompok P0 (kontrol) berbeda nyata (p<0,05) dengan kelompok P1 (strawberry) tetapi tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan kelompok P2 (gudang garam). Hal ini dikarenakan pada kelompok perlakuan yang dipapari dengan asap rokok mengalami gangguan metabolisme dalam tubuhnya. Penelitian dengan rokok putih oleh Chen et al., (2006), menunjukkan paparan selama 4 minggu menyebabkan anoreksia ringan yang berpengaruh pada bobot badan. Hal ini

(42)

disebabkan paparan asap rokok menyebabkan penurunan enzim Neuropeptide Y Axis pada hipotalamus yang secara umum mengganggu sistem fisiologis tubuh dalam metabolisme.

Partikel gas CO yang terdapat di dalam asap rokok memiliki afinitas yang kuat terhadap Hb, sehingga O2 yang biasanya diikat oleh Hb diganti oleh CO dan menyebabkan O2 dalam jaringan berkurang. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa, menghisap udara yang tercemar oleh gas CO dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan kelahiran bayi dengan berat yang kurang normal (Safrizal, 2003).

Efek yang ditimbulkan oleh asap rokok tergantung lamanya pemaparan, konsentrasi pemaparannya, dan imunitas suatu objek percobaannya (dalam hal ini objeknya yaitu mencit). Lebih singkat pemaparannya, tentu konsentrasinya lebih rendah, dan efeknya lebih ringan. Begitu juga jika lebih lama pemaparan asapnya, maka efeknya lebih berat. Menurut Syafrizal (2003), konsentrasi yang membahayakan kesehatan manusia menurut OSHA (Occupation Safety and Health Administration) dari Amerika Serikat, antara lain untuk respirable dust 5 mg/m3, total dust 15 mg/m3, monoksida karbon 50 ppm TWA, akrolein 0,1 ppm TWA dan hydrogen klorida 5

ppm.

(43)

dan edema paru-paru. Efek dari gas SO2 dalam jangka yang lama menyebabkan terjadinya bronkhitis kronis dan emfisema paru (Safrizal, 2003).

Menurut Rahajoe et al., (1994) dalam Mengkidi (2006) menyatakan bahwa kebiasaan merokok dapat menimbulkan gangguan ventilasi paru karena dapat menyebabkan iritasi dan sekresi mukus yang berlebihan pada bronkus. Keadaan seperti ini dapat mengurangi efektifitas mukosiler dan membawa partikel-partikel debu sehingga merupakan media yang baik tumbuhnya bakteri. Asap rokok dapat meningkatkan risiko timbulnya penyakit bronkitis dan kanker paru. Dalam hal ini terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dan gangguan saluran pernapasan.

4.3 Hasil Gambaran Morfologi Paru-paru

Hasil pengamatan gambaran morfologi paru-paru kelompok kontrol (P0) dan perlakuan (P1 dan P2) dapat dilihat pada gambar 4.3.

Gambar 4.3. Morfologi Paru Mencit Akibat Pemberian Asap Rokok Elektrik. & Lobus Paru Berwarna Putih Kemerahan, Lobus Paru Berwarna Merah Agak Gelap.

Dari gambaran morfologi paru-paru (gambar 4.3) antara kelompok kontrol dan perlakuan memiliki berat yang tidak jauh berbeda. Gambar 4.3 menunjukkan bahwa warna paru-paru antara kelompok kontrol (P0) dan kelompok perlakuan pemaparan asap rokok kandungan rasa strawberry (P1) tidak jauh berbeda dimana lobus dari kedua paru-paru berwarna putih kemerahan serta memiliki struktur yang kenyal dan berat rata-rata yang sama yaitu 0,2 g. Tetapi, pada kelompok perlakuan pemaparan

(44)

asap rokok kandungan rasa gudang garam (P2) memiliki perbedaan warna dan berat rata-rata 0,21 g. Lobus paru-paru pada kelompok P2 ini memiliki warna putih kemerahan serta agak gelap. Hal ini dikarenakan adanya bercak-bercak hitam pada permukaan paru-paru.

Pada saat merokok, berbagai bahan kimia terserap masuk dan bila terjadi dalam jangka waktu lama akan terjadi penghambatan kerja paru, misalnya karbon monoksida, keberadaannya dalam paru akan mengurangi kemampuan darah untuk mengikat oksigen dari paru. Hal ini terjadi karena sel darah merah memiliki afinitas yang lebih kuat terhadap karbon monoksida dibandingkan dengan oksigen. Selain karbon monoksida, tar dan bahan-bahan kimia pengganggu lainnya juga akan menyelimuti paru-paru dan pada saat bersamaan akan terjadi pengurangan kekenyalan kantung udara di dalamnya. Hal ini menyebabkan hanya sejumlah kecil udara yang dapat dihirup, sehingga pertukaran udara tidak berjalan lancar. Keadaan ini menyebabkan sesak napas dan batuk hebat dalam waktu lama (Guyatt,1970 dalam Santoso et al., 2004).

Pada umumnya, merokok memiliki dampak yang sangat besar pada kehidupan manusia, dimana merokok biasanya telah dimulai dari usia sekolah atau remaja. Dampak rokok akan terasa setelah 10-20 tahun pasca digunakan. Dampak asap rokok bukan hanya untuk si perokok aktif (Active smoker), tetapi juga bagi perokok pasif (Pasive smoker). Orang yang tidak merokok atau perokok pasif, tetapi terpapar asap rokok akan menghirup 2 kali lipat racun yang dihembuskan oleh perokok aktif. Asap rokok yang mengandung nikotin akan mengeluarkan racun karsinogenik yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Salah satunya yaitu penyakit kanker paru-paru. Sebatang rokok dikatakan menciptakan 3 triliun radikal bebas pada pembuluh darah. Saat seseorang merokok, nikotin dalam asap akan terhisap masuk ke paru-paru, kemudian ikut terserap oleh darah, dan selanjutnya akan menyebar ke seluruh tubuh (Palupi, 2006).

(45)

paru. (Gold, 2001 dalam Santoso et al., 2004). Asap rokok merupakan radikal bebas yang mengandung lebih dari 1500 bahan yang merupakan campuran kompleks. Asap rokok yang dihisap terdiri dari 2 komponen, yaitu yang cepat menguap berbentuk gas dan komponen yang bersama gas terkondensasi menjadi komponen partikulat, dengan demikian asap rokok yang terhisap dapat berupa gas sejumlah 85% dan sisanya berupa partikel dan zat yang menyebabkan penyakit paru. Asap rokok yang masuk ke dalam saluran pernapasan dapat menyebabkan gangguan refleks saluran napas, gangguan fungsi silier (siliotoksik) dan meningkatkan produksi mukus. Pada perokok didapatkan pengurangan hantaran udara pada saluran pernapasan. Perokok berat jelas menunjukkan adanya bronkokonstriksi dibandingkan dengan perokok ringan atau bukan perokok. Demikian pula perokok yang menghisap rokok dalam-dalam, akan memperlihatkan respon bronkokonstriksi lebih jelas (Dastyawan, 2000 dalam Santoso et al., 2004).

Perbedaan insiden kanker paru pada orang non perokok di beberapa negara berbeda membuktikan bahwa lingkungan dapat mempengaruhi resiko. Polusi udara merupakan gabungan kompleks gas dan komponen partikel yang berperan sebagai faktor resiko sedang terhadap kanker paru. Polusi udara yang berasal dari lalu lintas padat, pembakaran minyak serta pabrik industri bertanggung jawab terhadap insiden kanker paru. Hubungan antara kanker paru dengan polusi udara telah dilaporkan dalam berbagai penelitian dari berbagai negara. Penduduk kota yang mengalami paparan yang tinggi mempunyai resiko kanker paru 1.5 lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk desa. Oleh karena paru mempunyai vulome respirasi yang besar (500-600 liter oksigen/jam), disertai dengan area yang luas (75-85 m2) dengan perfusi yang banyak terpapar oleh udara beracun disekitarnya akan mencetuskan keracunan paru dan pertumbuhan kanker paru walau dengan kadar yang rendah sekalipun (Aage & Steen, 2008).

4.4 Hasil Pemeriksaan Histopatologis

(46)

mikroskop video micrometer dengan perbesaran 400x. Gambar 4.4 menunjukkan grafik rerata skor derajat kerusakan dari jaringan paru-paru.

Gambar 4.4 Pengaruh Rokok Elektrik terhadap Kerusakan Jaringan Paru Mencit. Huruf yang Sama Menyatakan Tidak Berbeda Nyata pada Taraf 5% (tn=p>0,05).

Untuk kerusakan jaringan paru-paru dilakukan dengan uji Kruskall-Wallis untuk melihat perbedaan dari ketiga perlakuan. Dari hasil uji analisa statistik menunjukkan bahwa untuk kerusakan membran, kerusakan lumen, serta hubungan antara alveolus memiliki skor derajat kerusakan yang tidak berbeda nyata yaitu skor 2, dimana keadaan membran alveolus masih utuh dengan sel-sel endotelium disekelilingnya, alveolus relatif masih utuh membulat, dan hubungan antar alveolus relatif masih rapat. Hal ini kemungkinan dikarenakan terlalu singkatnya waktu pemaparan dan kandungan nikotin yang rendah pada rokok elektrik. Epler (2000) menyatakan bahwa, berbagai faktor yang berpengaruh dalam timbulnya penyakit atau gangguan pada saluran pernapasan yaitu faktor debu yang meliputi ukuran partikel, bentuk konsentrasi, daya larut serta sifat kimiawi dan faktor individual yang meliputi mekanisme pertahanan paru, anatomi dan fisiologi saluran nafas serta faktor imunologis. Penilaian paparan pada manusia perlu dipertimbangkan antara lain sumber paparan, lamanya paparan, paparan dari sumber lain, aktifitas fisik dan faktor penyerta yang potensial seperti umur, gender, etnis, kebiasaan merokok, dan faktor alergen.

Gambaran kerusakan histologis paru-paru antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.5.

(47)

Gambar 4.5 Efek Asap Rokok Elektrik terhadap Mikroanatomi Paru-paru Mencit (Mus musculus L.), P0 (kontrol), 1, 2, 3 (skor derajat kerusakan), Pewarnaan HE, Perbesaran 400x, 10 μm, (a) membran (b) lumen alveolus (c) hubungan antar alveolus

Dari hasil gambar mikroanatomi (Gambar 4.5) di atas dapat dilihat bahwa kerusakan yang terjadi antara kelompok perlakuan pemaparan asap rokok elektrik dengan kandungan rasa strawberry tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan kelompok perlakuan pemaparan asap rokok elektrik dengan kandungan rasa gudang garam. Hal ini juga sesuai dengan hasil analisa statistik dari data kerusakan jaringan paru-paru. Untuk skor 1, alveolus tersusun atas sel-sel endotel lengkap dan berinti, bentuk alveolus utuh membulat dan struktur alveolus rapat. Pada skor 2, membran alveolus relatif masih utuh dengan endotelium disekelilingnya, bentuk alveolus masih relatif utuh membulat, dan alveolus relatif rapat. Sedangkan pada skor 3, sel membran alveolus tidak berinti dan sel-sel endotelium disekelilingnya tidak tampak, alveolus melebar, dan hubungan antar alveolus merenggang. Menurut Mansyur (2002), lamanya pemaparan untuk

P0 1

(48)

kronik, dan kronik. Tetapi pemahaman-pemahaman akut lebih biasa dengan toksikologi inhalasi dan pemahaman-pemahaman kronik adalah lebih biasa dengan toksikologi perilaku.

Hubungan antar alveolus yang rapat pada kelompok yang tidak dipapar asap rokok menunjukkan bahwa matriks ekstraseluler yang antara lain terdiri atas serabut kolagen dan elastin masih utuh. Lumen alveolus nampak normal tidak membesar yang umum terjadi apabila ada kelainan paru-paru. Hal ini disebabkan paru-paru tersebut tidak terpapar dengan toksikan yang terkandung dalam asap rokok, sehingga sel-selnya tidak mengalami kerusakan (Marianti, 2009). Keadaan ini tampak sedikit berbeda dengan paru-paru mencit yang dipapar dengan asap rokok elektrik secara kontinyu selama 2 minggu.

Pada mencit yang dipapar dengan asap rokok secara kontinyu, terlihat terjadinya kerusakan pada struktur mikroanatomi paru-parunya. Hal ini disebabkan telah terjadi perusakan sel-sel epitelium dan endotelium pada alveolus yang disebabkan oleh toksikan pada asap rokok. Menurut MacNee dan Rahman (1999) dalam Marianti (2009), asap rokok merupakan salah satu radikal bebas yang menyebabkan kerusakan jaringan akibat proses oksidasi pada lipoprotein membran sel. Hal ini terlihat pada kelompok perlakuan yang mengalami kerusakan membran alveolus berupa hilangnya sel-sel endotelium yang normalnya terdapat di sekeliling alveolus, sehingga menyebabkan kematian sel. Selain itu, hubungan antar alveolus juga merenggang akibat rusaknya jaringan ikat.

(49)

Umumnya bahan yang paling berbahaya pada asap rokok adalah tar. Biasanya, paru-paru orang perokok aktif memiliki penampakan luar yang berwarna hitam. Warna hitam ini merupakan penumpukan tar dalam organ paru-paru. Joel (2011), melakukan demonstrasi penelitian tentang bahaya tar pada rokok. Joel mendesain sebuah alat mesin rokok yang dapat menghisap rokok sebanyak 2000 batang perhari. Dalam 1 hari, mesin menghasilkan tar dari 2000 batang rokok sebanyak setengah botol. Kemudian tar ini diencerkan dan dioleskan ke permukaan kulit tikus. Dan sekitar 60% dari tikus percobaannya menderita kanker kulit dalam kurun waktu 1 tahun.

(50)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

a. Pemberian asap rokok elektrik kepada mencit secara statistik tidak memberikan efek kerusakan terhadap membran alveolus, lumen alveolus, dan hubungan antar alveolus. Namun demikian, pada pengamatan mikroskopis ada kecenderungan asap rokok elektrik menyebabkan lumen alveolus melebar, hubungan antar alveolus yang merenggang, dan sel-sel endotelium pada membran tidak terlihat. b. Ada kemungkinan masa pajanan yang singkat menjadi penyebab kuantitas

kerusakan lumen alveolus, hubungan antar alveolus, dan membran alveolus antara perlakuan dan kontrol cenderung tidak berbeda antara kelompok perlakuan paparan asap rokok kandungan rasa strawberry dan rasa gudang garam.

5.2 Saran

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Aage, H dan Steen Mollerup. 2008. “In ed text book of lung cancer 2th”. Etiology of Lung Cancer: hlm. 107-109. Informa Health Care.

Aiache, J. M dan G. Hermann. 1993. Biofarmasi. Edisi ke-2. Paris: Technique et Documentation. hlm. 518-545.

Amin, M. 1996. Penyakit Paru Obstruktif Menahun: Polusi Udara, Rokok dan Alfa-1-Antitripsin. Semarang: Airlangga University Press. hlm. 57-163.

Andrews, G. 2010. Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi ke-2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. hlm. 46-49.

Anindyajati, E. A. 2007. Pengaruh Asap Pelelehan Lilin Batik (malam) Terhadap Struktur Histologis Trakea dan Alveoli Pulmo, Jumlah Eritrosit serta Kadar Hemoglobin Mencit (Mus musculus L). Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Bindar, Y. 2000. Ekonomi, Rokok dan Konsekuensinya. Jurusan Teknik Kimia ITB. http:/www.Angelfire/.com/il/nalapralaya/rokok/html.

Chen H, Hansen MJ, Jones JE, Vlahos R, Bozonovski S, Anderson GP, Morris MJ. 2006. Cigarette Smoke Exposure Reprograms the Hypothalamic Neuropeptide Y Axis to Promote Weight Loss. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine. 173(54):248-1255.

Corwin, E. J. 2008. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. hlm. 521-539. Epler, G. R. 2000. Environmental and Occupational Lung Disease. In : Clinical

Overview Of Occupational Lung Diseases. Return To Epler Com.

Gondodiputro, S. 2007. Bahaya Tembakau dan Bentuk-Bentuk Sediaan Tembakau. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.

Gunardi, S. 2007. Anatomi Sistem Pernafasan. Jakarta: FKUI. hlm. 78-81.

Intania, I. 2006. Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Spermatogenesis Mencit Jantan Strain Balb/c Yang Diberi Paparan Asap Rokok. Artikel Karya Tulis Ilmiah. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

(52)

Irvin, C.G. Bates JHT. 2003. Measuring The Lung Fungtion In The Mouse: The Challenge. Respir Res. 4(1):4

Jefrey. 23 Agustus 2010. Rokok Elektrik Lebih Bahaya Dari Rokok Biasa.

Diakses tanggal

22 September 2011.

Joel. 23 Juni 2011. Smoking’s Impact on the Lungs. Diakses tanggal 8 Agustus 2012. Junqueira, L. C., Jose Corneoro dan Robert O. K. 1998. Histologi Dasar. Edisi ke-8.

Jakarta: Buku Kedokteran EGC. hlm. 336-355.

Lu, F. C. 1994. Toksikologi Dasar. Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Risiko. Edisi Kedua. Jakarta: UI Press. hlm. 85-99, 187-200.

Mansyur. 2002. Toxicology. Selective Toxicity and Test. Universitas Sumatera Utara: USU digital library.

Marianti, A. 2009. Aktifitas Antioksidan Jus Tomat pada Pencegahan Kerusakan Jaringan Paru-Paru Mencit yang Dipapar Asap Rokok. Jurnal Biosaintifika 1(1):1-10.

Mengkidi, D. 2006. Gangguan Fungsi Paru dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya pada Karyawan PT. Semen Tonasa Pangkep Sulawesi Selatan. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.

Pearce, E. 2008. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum. hlm. 211-221.

Palupi, H. D. 2006. Pengaruh Pemberian Jus Buah Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) Terhadap Viabilitas Spermatozoa Mencit Balb/C Jantan yang Diberi Paparan Asap Rokok. Karya Tulis Ilmiah. Semarang: Universitas Diponegoro. hlm. 211-225.

Pratiwi, D. A., Sri Maryati dan Srikini. 2004. Biologi. Jilid 2. Jakarta: Erlangga. hlm. 133-134.

Safitri, W. 2010. Bahaya Merokok Bagi Kesehatan. UMM.

Diakses tanggal 22 September 2011.

Safrizal. 2003. Dampak Kebakaran Hutan terhadap Kesehatan Manusia (Forest Fire Impact On Human Healthy). RIMBA Kalimantan Fakultas Kehutanan Unmul 8(2):63-67.

(53)

Sukmaningsih, A. A. 2009. Penurunan Jumlah Spermatosit Pakiten dan Spermatid Tubulus Seminiferus Testis Pada Mencit (Mus musculus L.) Yang Dipaparkan Asap Rokok. Jurnal Biologi 13(2):31-35.

Suntoro, S. H. 1983. Metode Pewarnaan (Histologi dan Histokimia). Jakarta: Penerbit Bhratara Karya Aksara.

Susanna, D., B. Hartono dan H. Fauzan. 2003. Penentuan Kadar Nikotin Dalam Asap Rokok. Makara Kesehatan 7(2):39-41.

Tambajong, J. 1995. Sinopsis Histologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. hlm. 155.

Tandra, H. 2003. Merokok dan Kesehatan. Kompas Senin, 30 Juni 2003: hlm. 4

Tarwoto. R. Aryani dan Wartonah. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media. hlm. 157-169.

Westenberger, B. J. 2009. Evaluation of e-cigarettes. Department of Health and Human Services Food and drug Administration, center of drug evaluation and research division of pharmaceutical analysis. 1-8.

Wibowo, S. D dan W. Paryana. 2009. Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: Graha Ilmu. hlm. 213-219.

Widodo, E. 2006. Pajanan Asap Rokok Kretek Pada Tikus Putih Sebagai Model Untuk Manusia : Perhatian Khusus pada Perubahan Histopatologi dan Ultrastruktur Saluran Napas. Disertasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

(54)

Lampiran 1. Data dan Analisis Statistik Berat Paru-paru Mencit

Rataan berat paru-paru mencit (Mus musculus L) setelah dipapari asap rokok elektrik dengan kandungan rasa yang berbeda

Ulangan Kelompok perlakuan

Rata-rata 0.20625 0.19375 0.21125

Hasil uji statistik berat paru-paru mencit

Tests of Normality

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variance

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

berat_organ Based on Mean 2.846 2 21 .081

Based on Median 1.897 2 21 .175

(55)

Post Hoc Tests

Lampiran 2. Data dan Analisis Statistik Persentasi Perubahan Bobot Badan Mencit

Rataan persentasi perubahan bobot badan mencit (Mus musculus L) setelah dipapari asap rokok elektrik dengan kandungan rasa yang berbeda

Ulangan P0 (%) P1 (%) P2 (%) Hasil uji statistik berat badan mencit

Tests of Normality

(56)

Test of Homogeneity of Variance

Based on Median and with adjusted df

Lower Bound Upper Bound

P0 P1 6.31750* 1.66789 .003 1.9787 10.6563

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Lampiran 3. Data dan Analisis Statistik Skor Derajat Kerusakan Jaringan paru

1. Untuk kerusakan membran alveolus masing-masing kelompok

Ulangan Skor derajat kerusakan membran alveolus

(57)

Hasil uji statistik kerusakan membran alveolus

2. Untuk kerusakan lumen alveolus masing-masing kelompok

Ulangan Skor derajat kerusakan lumen alveolus

P0 P1 P2

Hasil uji statistik kerusakan lumen alveolus

(58)

lumen_alveolus

3. Untuk kerusakan hubungan antar alveolus masing-masing kelompok

Ulangan Skor derajat kerusakan hubungan antar alveolus

P0 P1 P2

Hasil uji statistik kerusakan hubungan antar alveolus

Kruskal-Wallis Test

Ranks

kelompok N Mean Rank

hubungan_antar_alveolus P0 8 10.75

(59)

Lampiran 4. Prosedur Pembuatan Histologi Paru-paru Metode Parafin (Suntoro Handari, 1983)

difiksasi dengan larutan bouin’s selama 1 malam dicuci (washing) dengan alkohol 70%

didehidrasi dengan alkohol bertingkat 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, 96%, & alkohol absolute masing-masing ± 1 jam dijernihkan/penjernihan (clearing) menggunakan xilol selama 24 jam diinfiltrasi dalam oven pada suhu 56oC menggunakan perbandingan xylol:paraffin 3:1, 1:1, 1:3 dan berakhir di paraffin murni masing selama 1 jam

ditanam/penanaman (embedding)

dilakukan penyayatan/pemotongan (section) menggunakan

mikrotom

rotary dengan ketebalan 6-10 µm

ditempel/penempelan (affiksing) pada slide

diwarnai/pewarnaan (staining) menggunakan pewarnaan hematoxilin eosin (HE)

ditutup/penutupan (mounting) menggunakan cover glass

Organ paru-paru

(60)

Lampiran 5. Prosedur Pengamatan Preparat Histologi Jaringan Paru-paru Mencit (Mus musculus L.) (Mengikuti Metode Marianti, 2009)

diletakkan dibawah mikroskop

dilihat kerusakan membran alveolus, lumen alveolus, dan hubungan antar alveolus untuk 20 sel alveolus dengan perbesaran 400x

hasil dirata-rata kan untuk mendapat persentase derajat kerusakan jaringan paru-paru di setiap mencit

data yang terkumpul dianalisis dengan program SPSS release 17.0

Preparat histologi paru-paru

(61)

Gambar

Gambar2.1 Daerah Konduksi dan Daerah Pertukaran pada Saluran Napas
Gambar 2. 2 A. Seperangkat Rokok Elektrik dan B. Cartridge Rokok Elektrik
Gambar 3.1 Cara Pemberian Perlakuan pada Hewan Uji
Gambar 3.2 Skema Pemaparan Asap Rokok Elektrik Selama 2 Minggu
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berarti p value &gt; 0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara usia dan perilaku VCT HIV/AIDS pada ibu rumah tangga di Puskesmas Tegalrejo

Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi khusunya di bidang teknologi informasi dan komputer serta dalam rangka menghadapi era globalisasi, maka sebuah organisasi Koperasi

Metode yang digunakan dalam pengambilan data â data adalah dengan menggunakan studi pustaka yaitu mencari bahan â bahan dengan cara mempelajari buku-buku, bacaan maupun informasi

yang dihasilkan pada pengukuran ini sudah sesuai dengan yang ditetapkan oleh WHO yaitu heart rate&lt;60 disebut bradycardia, heart rateantara 60 sampai 100

Modul aplikasi ini dibuat sedemikian rupa, sehingga pemakai yang belum pernah menyentuh piano sekali pun akan dapat belajar piano dengan baik. Secara urut, menu utama terdiri

Tingkat error yang dihasilkan setelah melakukan pengukuran dan perhitungan untuk rata-rata error heart rate yaitu 0.5%, dengan rata-rata simpangan sebesar 0.38 bpm

Dalam pembuatan aplikasi perhitungan pembagian harta warisan ini, penulis menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0 yang terdiri dari beberapa form yaitu form pertama yaitu

SENSOR STRAIN GAUGE MELALUI MEDIA BLUETOOTH SMARTPHONE DESIGNING OF PULSE SENSOR USING STRAIN GAUGE WITH MEDIA,” e-Proceeding Eng.. Ratryana, “Monitoring Heart Rate dengan