ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA
DI PROVINSI BANTEN
ANDRI PRIYANTO
(H 151090154)
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembangunan Sumber Daya Manusia di Provinsi Banten adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2011
ABSTRACT
ANDRI PRIYANTO. Analysis of Factors Affecting the Development of Human Resources in the Province of Banten. Under direction of SRI MULATSIH and YETI LIS PURNAMADEWI
The increasing of human development will have an impact on improving the quality of labor which in turn will affect the level and quality of economic growth. The United Nations Development Programme (UNDP) since 1990 has used the Human Development Index (HDI) to measure the achievment of human development process. The economic growth and GDRP (Gross Domestic Regional Product) per capita in Banten province was raising during in the research period
(2002-2009), while HDI was in the 23rd from 33 provinces in Indonesia.
The purpose of this study is to examines the development of human resources in the province of Banten, to analyze the factors that influence human resource development in Banten province, and to formulate policies that can be taken to enhance human resource development. The study was conducted in Banten province by using secondary data derived from BPS and Ministry of Finance from 2002 to 2009. Descriptive analysis is used to see the condition of economic development and human resource development, panel data regression model used is to determine the factors that influence human development index.
The results of this study is during the period 2002-2009, economic development in Banten Province has improved human development index (HDI) from 66,6 in 2002 to 70,6 in 2009. Except gini ratio (GR), factors that significantly increase the HDI are: GDRP per capita (INC), government expenditure in education and health (GOV), head of family educated of junior high school (EDU), and the number of resident sickness (HLTH), with the coefficient value: 0,00014; 0,03; 16,71; and 4,76 respectively. The head of the family with junior high school educated or equivalent and above is the most influential factor in human development.
Four significant factors should be priority in government policy to improve human development and reduce gap with other province. The improvement of HDI in province level has a strong relation to the human development in each District of Banten Province. This study found that Pandeglang and Lebak District below the average. Policy implications that can be taken in improving the HDI is to increase sustainable education and social activities and strengthen coordination between government officials..
RINGKASAN
ANDRI PRIYANTO. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembangunan Sumber Daya Manusia di Provinsi Banten. Dibimbing oleh SRI MULATSIH dan YETI LIS PURNAMADEWI
Peningkatan sumber daya manusia (SDM) akan berdampak pada peningkatan kualitas tenaga kerja yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat dan kualitas pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan sarana utama (principal means) bagi pembangunan SDM untuk dapat berlangsung secara berkesinambungan. Pertumbuhan ekonomi dapat meningkatan penciptaan lapangan kerja atau usaha, dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan rumahtangga yang memungkinkan peningkatan kualitas anggota keluarganya. Melalui jalur inilah modal manusia atau human capital dapat melanjutkan pembangunan yang lebih merata di masa mendatang. United Nations
Development Programme (UNDP) sejak 1990 telah menggunakan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) untuk mengukur keberhasilan atau kinerja suatu negara atau wilayah dalam pembangunan SDM.
Pencapaian pembangunan yang komprehensif di Provinsi Banten dirasa belum memuaskan, dimana pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita yang terus meningkat tiap tahunnya, namun pencapaian IPM masih relatif rendah dibandingkan dengan provinsi lain. IPM Provinsi Banten menempati ranking 23 dari seluruh provinsi se Indonesia. Kualitas SDM sangat tergantung pada tingkat pendidikan dan kesehatan dari penduduk itu sendiri. Pada tahun 2009 tingkat pendidikan terakhir penduduk berusia 10 tahun keatas di Banten masih didominasi oleh tidak/belum dan tamat SD/MI/Sederajat, yaitu sebesar 55,60 persen (BPS, 2009). Penduduk yang tidak berkualitas sulit mendapatkan pekerjaan yang layak, bahkan kurang beruntung mendapatkan pekerjaan (pengangguran).
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengkaji pembangunan ekonomi dan SDM di Provinsi Banten, (2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan SDM di Provinsi Banten, dan (3) Merumuskan kebijakan yang bisa diambil untuk meningkatkan pembangunan SDM.
Penelitian dilakukan di Provinsi Banten dengan menggunakan data sekunder berupa panel data yang mencakup kabupaten/kota di Provinsi Banten. Analisis deskriptif digunakan untuk melihat kondisi pembangunan ekonomi dan pembangunan SDM. Sementara model regresi data panel digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembangunan sumber daya manusia. Model dimodifikasi dari Ramirez, et. al (2000).
Hasil pengolahan menunjukkan bahwa selain indeks gini rasio (GR), semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini berpengaruh nyata dalam meningkatkan IPM di Provinsi Banten. Variabel-variabel tersebut yaitu: PDRB perkapita (INC), pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan kesehatan (GOV), pendidikan kepala rumah tangga (EDU), serta jumlah penduduk yang sakit (HLTH) dengan koefisien masing masing sebesar: 0,00014; 0,03; 16,71; dan 4,76. Variabel pendidikan kepala rumah tangga merupakan faktor paling dominan dalam meningkatkan pembangunan manusia di Banten.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka untuk meningkatkan IPM di Provinsi Banten dirumuskan saran kebijakan sebagai berikut: (1) Pembangunan manusia di Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang masih rendah untuk itu perlu adanya peningkatan pengeluaran pemerintah bidang pendidikan maupun kesehatan di ketiga kabupaten tersebut, (2) Empat faktor yang berpengaruh signifikan terhadap peningkatan IPM sebaiknya menjadi prioritas dalam pengambilan kebijakan pemerintah, (3) Perlu adanya peningkatan investasi terutama pada kabupaten/kota yang PDRB perkapitanya masih rendah
©Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA
DI PROVINSI BANTEN
ANDRI PRIYANTO
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembangunan Sumber Daya Manusia di Provinsi Banten
Nama : Andri Priyanto NRP : H151090154
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr. Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr.
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc, Agr.
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas ijin dan ridho-Nya penulis mampu menyelesaikan penyusunan tesis ini. Tema yang dipilih untuk penelitian ini adalah “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembangunan Sumber Daya Manusia di Provinsi Banten”. Penulis memilih tema dan lokasi penelitian karena melihat kondisi SDM di Provinsi Banten yang relatif rendah.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc. selaku anggota komisi pembimbing atas arahan dan masukan dalam menyusun tesis ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Kepala Badan Pusat Statistik yang telah memberikan kesempatan dan dukungan untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pasca Sarjana IPB.
Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih yang tak terkira kepada Tri Murti (ibunda tercinta), Aning Widiarti (istri penulis), Muhammad Rizqi Al Fajri Wicaksono (anak pertama penulis), Aisyah Rizqia Putri Salsabila (anak kedua penulis) dan seluruh keluarga besar Angkatan II BPS-IPB serta BPS Provinsi Banten, yang telah memberikan dukungan, berupa moril dan materiil dari awal perkuliahan hingga penyelesaian tesis ini.
Akhirnya, besar harapan penulis agar tesis ini menjadi hasil penelitian yang bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi pembangunan di Provinsi Banten khususnya dalam hal pembangunan SDM serta bermanfaat bagi dunia pendidikan dan kesehatan.
Bogor , Juni 2011 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Andri Priyanto lahir pada tanggal 26 April 1979, di Magelang (Jawa Tengah). Penulis merupakan anak keempat dari enam bersaudara, dari pasangan Bapak Sukamto, alm dan Ibu Trimurti. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Negeri Cacaban Satu Magelang, pada tahun 1991, selanjutnya menamatkan jenjang SLTP pada SMP Negeri Empat Magelang pada tahun 1994. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN Lima Magelang, Jawa Tengah dan lulus pada tahun 1997.
Setelah tamat SMA, pada tahun 1997 penulis melanjutkan pendidikan ke Akademi Ilmu Statistik (AIS) Jakarta, lulus pada tahun 2000, dan langsung melanjutkan ke Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta, tamat pada tahun 2001 dengan gelar Sarjana Sains Terapan (S.St). Setelah itu bekerja pada Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku Utara selama lebih kurang 5 tahun 7 bulan. Pada tahun 2003 penulis menikah dengan Aning Widiarti dan sampai dengan sekarang sudah mempunyai satu putra dengan nama Muhammad Rizqi Al Fajri Wicaksono dan seorang putri bernama Aisyah Rizqia Putri Salsabila. Pada tahun 2007 penulis dipindah tugaskan ke Badan Pusat Statistik Provinsi Banten sampai dengan sekarang.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... xxiii
DAFTAR GAMBAR... xxv
DAFTAR LAMPIRAN... xxvii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………... 1
1.2. Perumusan Masalah ………... 4
1.3. Tujuan Penelitian .. ………. 7
1.4. Manfaat Penelitian ……….. 7
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ……..……….... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pembangunan ….…….……… 9
2.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi..………. 10
2.3. Teori Pembangunan Manusia ……….. 14
2.4. Tinjauan Studi Terdahulu... .. . ……… 17
2.5. Kerangka Pemikiran………. 18
2.6. Hipotesis Penelitian ………. 20
III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 21
3.2. Jenis dan Sumber Data ... ... 21
3.3. Metode Analisis Data ………... 23
3.3.1 Analisis Deskriptif ………... 23
3.3.2 Analisis Regresi Data Panel ……… 23
3.4. Spesifikasi Model ……… 28
3.5. Uji Asumsi ……….. 29
3.6. Definisi Operasional ……… 30
IV DINAMIKA PEMBANGUNAN SDM DI PROVINSI BANTEN 4.1. Kependudukan... 33
4.2. Perkembangan Perekonomian... 37
4.3. Kebijakan Pembangunan SDM... 41
V ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBANGUNAN SDM DI PROVINSI BANTEN
5.1. Hasil Uji Model ... 55 5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembangunan SDM ... 57
5.2.1 Pengaruh PDRB Perkapita terhadap Pembangunan
SDM... ... 57 5.2.2 Pengaruh Gini Rasio terhadap Pembangunan SDM ... 59 5.2.3 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap
Pembangunan SDM... 60 5.2.4 Pengaruh KRT Berpendidikan SMP/ Sederajat keatas
terhadap Pembangunan SDM ... 63 5.2.5 Pengaruh Angka Kesakitan terhadap Pembangunan
SDM... 67 5.3. Implikasi Kebijakan... 70 VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ... 75 6.2. Saran untuk Penelitian Selanjutnya... 76
DAFTAR TABEL
1 IPM Wilayah Jawa dan Bali Tahun 2007–2009 ... 4 2 Persentase Penduduk 10 Tahun Keatas menurut Jenis Kelamin dan
Ijazah Tertinggi yang Dimiliki di Provinsi Banten Tahun 2009... 5 3 Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Banten Tahun 2007-2008... 6 4 Variabel yang Digunakan dalam Penelitian dan Keterangannya ... 32 5 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Penduduk Berumur 10 Tahun
Keatas menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun
2008-2009 ... 35 6 Pertumbuhan Ekonomi menurut Kabupaten/Kota se Provinsi Banten
Tahun 2007–2009 ... 38 7 Persentase Pengeluaran Perkapita Sebulan menurut Kabupaten/Kota
dan Jenis Pengeluaran, Tahun 2009 ... 40 8 Jumlah Sekolah Berdasarkan Jenjang Pendidikan menurut
Kabupaten/Kota Tahun 2007–2009 ... 44 9 Jumlah Rumah Sakit dan Puskesmas menurut Kabupaten/Kota Tahun
2007–2009 ... 44 10 Angka Harapan Hidup dan Indeksnya menurut Kabupaten/Kota di
Banten, Tahun 2008-2009 ... 45 11 Angka Melek Huruf dan Rata-Rata Lama Sekolah dan Indeksnya
menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun 2008-2009 ... 47 12 Daya Beli dan Indeksnya menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun
2008-2009... ... 49 13 IPM dan Rangking IPM menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun
DAFTAR GAMBAR
1 Perkembangan Ranking IPM Provinsi di Jawa dan Bali, Tahun 2002,
2004- 2009 ... 3 2 PDRB Perkapita Provinsi Banten 2002–2009... 4 3 Modal dan Output per Efektif Tenaga Kerja ……… 12 4 Dinamika Produktivitas Tenagakerja ……… ……….. 13 5 Kerangka Penelitian... 19 6 Estimasi dengan Pendekatan PLS ……… 26 7 Estimasi dengan Pendekatan WG ………. 27 8 Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun
1961-2009 ... 34 9 Piramida Penduduk Provinsi Banten Tahun 2010 ... 34 10 Persentase KRT Berpendidikan SMP/Sederajat keatas menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2002–2009... 36 11 Persentase Angka Kesakitan menurut Kabupaten/Kota Provinsi
Banten Tahun 2002-2009 ... 37 12 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Banten Tahun 2002–2009... 38 13 Persentase Distribusi Sembilan Sektor Kegiatan Ekonomi di Provinsi
Banten 2000–2008... 39 14 Perkembangan PDRB Perkapita Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
2002–2009... 39 15 Perkembangan Indeks Gini Rasio Kabupaten/Kota di Provinsi
Banten 2002–2009... 41 16 Persentase Penduduk Usia 10 Tahun keatas Berdasarkan Pendidikan
pada Tahun 2009………... 42
17 Persentase Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan dan
Kesehatan menurut Kabupaten/Kota tahun 2002-2009... 43 18 Angka Harapan Hidup menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun
2009 ... ... 46 19 Indeks Pendidikan menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun
2008-2009 ... ... 47 20 Indeks Daya Beli menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun
23 Perkembangan Indikator-Indikator Komposit IPM Periode
2002-2009 ... ... 53 24 IPM dan Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan dan Pendidikan
menurut Kabupaten/Kota tahun 2002-2009... 58 25 IPM dan PDRB Perkapita menurut Kabupaten/Kota Tahun 2002-
2009... 62 26 IPM dan KRT Berpendidikan SMP/Sederajat keatas menurut
Kabupaten/Kota Tahun 2002-2009 ... 66 27 IPM dan Angka Kesakitan menurut Kabupaten/Kota Tahun 2002-
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data Sekunder yang Dianalisis... 81 2 IPM dan PDRB Perkapita menurut Kabupaten/Kota dari Tahun
2002-2009 ... ... 84 3 IPM dan Indeks Gini Rasio menurut Kabupaten/Kota dari Tahun
2002-2009... ... 85 4 IPM dan Persentase Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan dan
Kesehatan menurut Kabupaten/Kota dari Tahun 2002-2009... 86 5 IPM dan Persentase KRT Berpendidikan SMP/Sederajat keatas
menurut Kabupaten/Kota Tahun 2002-2009 ... 87 6 IPM dan Angka Kesakitan menurut Kabupaten/Kota Tahun
2002-2009 ... ... 88 7 Output Hasil Pengolahan ... 89 8 Pengeluaran Rata-Rata Perkapita Sebulan menurut Jenis Pengeluaran
dan Golongan Pengeluaran, Tahun 2009 ... 93 9 Persentase Pengeluaran Rata-Rata Perkapita Sebulan menurut Jenis
Pengeluaran dan Golongan Pengeluaran, Tahun 2009 ... 95 10 Penduduk Berusia 10 Tahun keatas menurut Status Sekolah dan Jenis
Kelamin, Tahun 2009... 97 11 Persentase Penduduk Berusia 10 Tahun keatas menurut Status
Sekolah dan Jenis Kelamin, Tahun 2009... 98 12 Banyaknya Penduduk Usia 7 - 12 Tahun menurut Kabupaten/Kota
dan Partisipasi Sekolah serta Jenis Kelamin, Tahun 2009 ... 99 13 Banyaknya Penduduk Usia 13 - 15 Tahun menurut Kabupaten/Kota
dan Partisipasi Sekolah serta Jenis Kelamin, Tahun 2009 ... 100 14 Banyaknya Penduduk Usia 16 - 18 Tahun menurut Kabupaten/Kota
dan Partisipasi Sekolah serta Jenis Kelamin, Tahun 2009 ... 101 15 Banyaknya Penduduk Usia 19 - 24 Tahun menurut Kabupaten/Kota
dan Partisipasi Sekolah serta Jenis Kelamin, Tahun 2009 ... 102 16 Penduduk Usia 10 Tahun keatas menurut Ijasah Tertinggi Dimiliki,
Tahun 2009 ... ... 103 17 Persentase Penduduk Usia 10 Tahun keatas menurut Ijasah Tertinggi
yang Dimiliki, Tahun 2009 ... 104 18 Banyaknya Penduduk menurut Jenis Keluhan Kesehatan dan Jenis
19 Persentase Penduduk menurut Jenis Keluhan Kesehatan dan Jenis
1.1. Latar Belakang
Suatu wilayah akan berkembang sesuai dengan cara alokasi pemanfaatan
sumber daya yang tersedia. Sumber daya tersebut adalah sumber daya manusi
(SDM) dan sumber daya modal, kedua sumber daya tersebut dalam ilmu ekonomi
disebut sebagai faktor-faktor produksi. Faktor-faktor produksi mampu mengubah
bahan awal menjadi suatu produk dimana nilai output tersebut lebih tinggi dari
pada bahan awal atau input yang digunakan semula. Peningkatan nilai tambah dari
suatu bahan baku menjadi produk atau dari input menjadi output menunjukkan
adanya perkembangan perekonomian suatu negara. Dornbusch, et. al.(2004) juga
menegaskan suatu teori pertumbuhan neoklasik dikenal dengan model
pertumbuhan Solow yang dikemukan oleh Robert Solow. Menurut teori ini
pertumbuhan ekonomi terjadi tidak saja dipengaruhi oleh peningkatan modal
(melalui tabungan dan investasi) tetapi juga dipengaruhi oleh peningkatan
kuantitas dan kualitas tenaga kerja (pertumbuhan jumlah penduduk dan perbaikan
pendidikan) dan peningkatan teknologi.
Dengan pertimbangan pembangunan berkelanjutan, target pertumbuhan
ekonomi bukan lagi menjadi tujuan utama. Pembangunan dapat dilakukan bukan
saja dalam bidang usaha-usaha fisik seperti pertanian, industri atau pariwisata
yang sudah biasa dikenal, akan tetapi di bidang SDM juga memerlukan
pengembangan. Menurut paradigma pembangunan manusia, tujuan utama dari
pembangunan adalah menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan
masyarakatnya untuk menikmati kehidupan yang kreatif, sehat dan berumur
panjang. Pertumbuhan produksi dan pendapatan hanya merupakan alat
pembangunan, sedangkan tujuan akhirnya adalah manusia yaitu memperluas
pilihan-pilihan manusia (Haq, 1995). Pengertian ini mempunyai dua sisi. Pertama,
pembentukan kemampuan manusia seperti tercermin dalam kesehatan,
pengetahuan dan keahlian yang meningkat. Kedua penggunaan kemampuan yang
telah dipunyai untuk bekerja, untuk menikmati kehidupan atau untuk aktif dalam
Pada pembangunan SDM, sejumlah dana dikeluarkan masa sekarang (saat
pembangunan dilakukan) untuk meningkatkan kemampuan SDM dalam meraih
kesempatan memperoleh penghasilan lebih di masa mendatang. Imbalannya
adalah tingkat penghasilan yang lebih tinggi, mencapai tingkat konsumsi yang
lebih tinggi di masa yang akan datang. Pembangunan manusia secara holistik
mempunyai 4 (empat) unsur penting, yakni peningkatan produktivitas, pemerataan
kesempatan, kesinambungan pembangunan, dan pemberdayaan manusia, melalui
perbaikan pendidikan dan kesehatan.
Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan
SDM. Pendidikan tidak saja menambah pengetahuan, tetapi juga dapat
meningkatkan ketrampilan serta pengalaman kerja. Pendidikan yang terarah,
dengan sistematika yang terukur dan disesuaikan dengan pasar kerja akan
meningkatkan produktivitas kerja dan mampu bersaing di pasar kerja.
Kesehatan, juga sangat penting dalam meningkatkan pembangunan SDM
di daerah. Bagi pemerintah daerah, meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat
merupakan salah satu kegiatan pembangunan SDM yang penting untuk depan,
dengan mengeluarkan sejumlah uang untuk meningkatkan kualitas kesehatan
masyarakat.
Kualitas manusia yang meningkat pada sisi lain akan berdampak pada
peningkatan kualitas tenaga kerja yang pada gilirannya akan mempengaruhi
tingkat dan kualitas pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan
sarana utama (principal means) bagi pembangunan manusia untuk dapat
berlangsung secara berkesinambungan. Bukti empiris yang menunjukkan bahwa
tidak ada suatu negara pun yang dapat membangun manusia secara
berkesinambungan tanpa tingkat pertumbuhan ekonomi relatif tinggi.
Pertumbuhan ekonomi dapat meningkatan penciptaan lapangan kerja atau usaha,
dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan rumahtangga yang
memungkinkannya “membiayai” peningkatan kualitas anggota keluarganya.
Melalui jalur inilah modal manusia atau human capital dapat melanjutkan
pembangunan yang lebih merata di masa mendatang. Kaitannya dengan capaian
pembangunan yang komprehensif yang mampu mengakomodir konsep
Programme (UNDP) sejak 1990 telah menggunakan IPM (IPM) atau Human
Development Index (HDI) untuk mengukur keberhasilan atau kinerja suatu negara
atau wilayah dalam pembangunan manusia. Berdasarkan penilaian UNDP,1990
kualitas SDM Indonesia atau tingkat Provinsi juga diukur melalui IPM (human
development index).
Nilai IPM Provinsi Banten sebagai daerah penyangga Ibu Kota tahun 2009
berada dalam kategori menengah dengan angka IPM sebesar 70,06 dan berada
pada peringkat ke 23 dari 34 Provinsi. Membandingkan peringkat IPM antar
Provinsi selama periode 2002 sampai 2009 memperlihatkan bahwa Banten
mengalami ketertinggalan dalam pembangunan SDM-nya. Oleh karena itu
meningkatkan mutu masyarakatnya Banten perlu melalui IPM dengan lebih cepat
untuk mengejar ketertinggalannya dari Provinsi-Provinsi lainnya (Gambar 1).
[image:31.595.102.513.34.823.2]Sumber : BPS Provinsi Banten
Gambar 1. Perkembangan Ranking IPM Provinsi di Jawa dan Bali, Tahun 2002, 2004- 2009
Dalam hal ini perlu ada evaluasi lebih lanjut oleh pemerintah apakah
proses pembangunan selama sepuluh tahun terakhir di Provinsi Banten ini sudah
mendekati hasil yang optimal atau belum. Oleh karena itu diperlukan informasi
tentang campur tangan pemerintah dalam pembangunan manusia sebagai modal
pembangunan ekonomi di Provinsi Banten.
1 1 1 1 1 1 1
17
14 14 14 15 15 15
13
17
16
15
14 14 14
3 3 4 4 4 4 4
25
23
22
20
19
18 18
11
20 20 21
23 23 23
9
15 15 16 16 16 16
0 5 10 15 20 25 30
2002 2004 2005 2006 2007 2008 2009
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah
Jawa Timur Banten Bali
Tahun
1.2. Perumusan Masalah
Provinsi Banten mengalami kenaikan PDRB perkapita dengan cukup pesat,
yakni rata-rata 10,06 juta rupiah selama periode 2002 – 2009. (Gambar 2).
7.22 7.74 8.39
9.37 10.61
11.41 12.76 13.00
0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00
Ju
ta R
u
p
iah
2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9
Tahun
Sumber: BPS Provinsi Banten (data diolah)
Gambar 2. PDRB Perkapita Provinsi Banten 2002 – 2009
Berkaitan dengan pencapaian pembangunan yang komprehensif dan
mampu mengakomodir konsep pembangunan manusia, selain memperlihatkan
kinerja pembangunan ekonomi, perlu dilihat juga proses pembangunan SDM.
Pembangunan SDM Provinsi Banten dirasa sangat mengkawatirkan, dimana IPM
Provinsi ini merupakan urutan terbawah di tiga tahun terakhir diantara Provinsi di
Jawa dan Bali (Tabel 1.) serta ranking 23 diantara provinsi se Indonesia (Tabel
[image:32.595.118.508.138.348.2]14).
Tabel 1. IPM Wilayah Jawa dan Bali Tahun 2007 – 2009
Provinsi 2007 2008 2009
DKI Jakarta 76,59 77,03 77,36
Jabar 70,71 71,12 71,64
Jateng 70,92 71,60 72,10
DIY 74,15 74,88 75,23
Jatim 69,78 70,38 71,06
Banten 69,29 69,70 70,06
Bali 70,53 70,98 71,52
Rendahnya kualitas SDM mencerminkan buruknya mutu pendidikan karena
pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan
manusia, sehingga kualitas SDM sangat tergantung dari pendidikan dari penduduk
itu sendiri. Pada tahun 2009 tingkat pendidikan terakhir penduduk berusia 10
tahun ke atas di Banten masih didominasi oleh Tamat SD/MI/Sederajat, yaitu
sebesar 29,7 persen. Sedangkan yang mampu menamatkan hingga tingkat
[image:33.595.96.512.37.810.2]diploma, sarjana/pasca sarjana hanya sebesar 1,96 persen (Tabel 2).
Tabel 2. Persentase Penduduk 10 Tahun Keatas Menurut Jenis Kelamin dan Ijazah Tertinggi yang Dimiliki di Provinsi Banten Tahun 2009
Tingkat Jenjang Pendidikan Laki-laki Perempuan Total
Tidak/Belum Tamat
SD/MI/Sederajat 22,5 29,3 25,9
SD/MI/Sederajat 28,9 30,6 29,7
SLTP/Sederajat 18,7 17,6 18,1
SLTA/SMK/Sederajat 23,9 17,5 20,7
Universitas 6,0 5,1 5,5
J U M L A H 100,00 100,00 100,00
Sumber: BPS Provinsi Banten, 2009
Akibat lain dari tidak terpenuhinya kebutuhan SDM yang berkualitas
adalah masuknya SDM dari wilayah lain diluar Banten yang dapat membuat
tersingkirnya SDM lokal Banten karena kalah dalam bersaing. Penduduk yang
tidak berkualitas relative sulit mendapatkan pekerjaan yang layak, bahkan kurang
beruntung mendapatkan pekerjaan (pengangguran). Provinsi Banten merupakan
daerah yang persentase pengangguran terbesar diantara Provinsi di Indonesia
(Tabel 3). Sehingga perlu campur tangan pemerintah untuk meningkatkan kualitas
Tabel 3. Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2007-2008
Kabupaten/Kota 2007 2008
Kab. Pandeglang 10,02 11,13
Kab. Lebak 12,35 10,68
Kab. Serang 15,39 15,23
Kab. Tangerang 17,13 16,49
Kota Tangerang 20,43 18,62
Kota Cilegon 20,84 18,65
Provinsi Banten 15,75 15,18
Sumber: BPS Provinsi Banten, 2008
Menurut teori, pertumbuhan ekonomi terjadi tidak saja dipengaruhi oleh
peningkatan modal (melalui tabungan dan investasi) tetapi juga dipengaruhi oleh
peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga kerja (pertumbuhan jumlah penduduk
dan perbaikan pendidikan) dan peningkatan teknologi. Berdasar studi-studi
sebelumnya, juga diperoleh beberapa variabel yang dapat merepresentasikan
pembangunan SDM. SDM yang berkualitas sangat diperlukan bagi pembangunan
berkelanjutan. Oleh karena itu adalah hal yang menarik untuk melakukan
penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan SDM
sehingga bisa dirumuskan strategi untuk peningkatan pembangunannyadi Provinsi
Banten.
Berdasarkan uraian diatas, permasalahan yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana gambaran pembangunan SDM dan pembangunan ekonomi di
Provinsi Banten?
2. Faktor apa yang mempengaruhi pembangunan SDM di Provinsi Banten?
3. Kebijakan apa yang bisa diambil untuk meningkatkan pembangunan
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Mengkaji perkembangan pembangunan SDM dan pembangunan ekonomi
di Provinsi Banten.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan SDM di
Provinsi Banten.
3. Menganalisis kebijakan yang bisa diambil untuk meningkatkan
pembangunan SDM.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini, menambah kajian
empiris mengenai variabel yang mempengaruhi pembangunan SDM pada tingkat
regional. Bagi pembuat kebijakan, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan dukungan secara keilmuwan dalam menyusun kebijakan
pembangunan manusia untuk mendorong perkembangan pembangunan ekonomi.
1.5. Ruang lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada pembangunan SDM dan variabel yang
mempengaruhinya di Provinsi Banten periode tahun 2002-2009. Data yang
digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu PDRB Provinsi
Banten, PDRB Kabupaten/Kota se Provinsi Banten sebagai proxy keberhasilan
pembangunan perekonomian, data PDRB perkapita, IPM sebagai indikator
keberhasilan pembangunan SDM, KRT berpendidikan SMP/sederajat dan sebagai
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Pembangunan
Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat yang mencakup berbagai aspek kehidupan secara
berkesinambungan yang hasilnya harus bisa dinikmati oleh seluruh lapisan
masyarakat secara adil dan merata. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses
dari pemikiran yang dilandasi keinginan untuk mencapai kemajuan bangsa.
Todaro dan Smith (2006) menyatakan nilai inti pembangunan adalah
kecukupan (sustenance), harga diri (self esteem) dan kebebasan (freedom).
kecukupan (sustenance) adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
dasar seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan keamanan. Harga diri (self
esteem) untuk menjadi manusia seutuhnya, merupakan dorongan dari diri sendiri
untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak
melakukan sesuatu. Sedangkan kebebasan (freedom) dari sikap menghamba berupa
kemampuan untuk memilih. Nilai yang terkandung dalam konsep ini adalah konsep
kemerdekaan manusia, yang diartikan sebagai kemampuan untuk berdiri tegak
sehingga tidak mudah diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materiil dalam
kehidupan ini.
Sedangkan tujuan inti pembangunan menurut Todaro dan Smith (2006) ada
tiga, yaitu:
1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang
kebutuhan hidup
2. Peningkatan standar hidup
3. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial
Bank Dunia 1991, dalam Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa
tujuan utama pembangunan adalah memperbaiki kualitas kehidupan. Sedangkan
United Nations Development Programme (UNDP, 1991) menyatakan bahwa cara
terbaik untuk mewujudkan pembangunan adalah dengan meningkatkan kualitas
2.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat
kinerja perekonomian, baik di tingkat nasional maupun regional (daerah).
Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang
menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi penduduk bertambah. Dalam
tingkat negara seluruh barang dan jasa yang dihasilkan di dalam negeri diukur
secara agregat dalam bentuk Produk Domestik Bruto (PDB). Seluruh barang dan
jasa yang diproduksi dikonversi dalam bentuk mata uang negara yang
bersangkutan agar dapat diagregasikan. Pertumbuhan ekonomi dapat diukur dari
perubahan peningkatan PDB riil pada periode tertentu. Pada tingkat rumah tangga
ataupun individu pertumbuhan ekonomi dapat diukur dari peningkatan pendapatan
rumah tangga atau pendapatan perkapita. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi
dapat didekati dengan pengukuran peningkatan PDB atau peningkatan pendapatan
perkapita.
Todaro dan Smith (2006), mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai
suatu proses peningkatan kapasitas produktif dalam suatu perekonomian secara
terus-menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu sehingga menghasilkan
tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin lama semakin besar. Ada
tiga komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu:
1. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi
baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau
SDM.
2. Pertumbuhan penduduk yang pada tahun-tahun berikutnya akan
memperbanyak jumlah angkatan kerja.
3. Kemajuan teknologi.
Sukirno (2004), menerangkan beberapa faktor penting yang dapat
mewujudkan pertumbuhan ekonomi.
1. Tanah dan kekayaan alam lainnya.
Kekayaan alam suatu negara meliputi luas dan kesuburan tanah,
keadaan iklim dan cuaca, jumlah dan jenis hutan dan hasil laut, serta
jumlah dan jenis kekayaan barang tambang yang terdapat.
Penduduk yang bertambah dari waktu ke waktu dapat menjadi
pendorong maupun penghambat perkembangan ekonomi.
3. Barang-barang modal dan tingkat teknologi.
Barang-barang modal yang bertambah dan teknologi yang modern
memegang peranan penting dalam mewujudkan kemajuan ekonomi.
4. Sistem ekonomi dan sikap masyarakat.
Selanjutnya, konsep modal manusia ini menjadi penting sejalan dengan
perkembangan pemikiran, bahwa pertumbuhan ekonomi jangka panjang suatu
negara tidak hanya didukung oleh kenaikan stok modal fisik dan jumlah tenaga
kerja, tetapi juga peningkatan mutu modal manusia yang memiliki pengaruh kuat
terhadap peningkatan kualitas tenaga kerja serta pemanfaatan kemajuan teknologi.
Dalam konsep pertumbuhan modern, faktor teknologi dalam arti luas yang
dianggap konstan dan ditentukan secara eksogenus oleh aliran pemikiran
pertumbuhan tradisional, dianggap kurang tepat. Faktor teknologi adalah dinamis
dan ditentukan oleh SDM atau mutu modal manusia. Menurut teori pertumbuhan
modern, pertumbuhan ekonomi tidak hanya bersumber dari peningkatan jumlah
faktor-faktor produksi berupa tenaga kerja (labour) dan modal fisik (kapital) saja,
tetapi juga dari produktivitas dari tenaga kerja yang berkaitan erat dengan
sejauhmana peningkatan mutu modal manusia.
Teori pertumbuhan ekonomi semakin berkembang dari masa ke masa.
Beberapa teori pertumbuhan ekonomi yang menonjol sebagaimana diuraikan
Todaro dan Smith (2006) adalah model pertumbuhan Harrod-Domar, model
perubahan struktural, model pertumbuhan neoklasik dan model pertumbuhan
endogen. Model pertumbuhan Harrod-Domar menekankan perlunya tabungan
untuk kegiatan investasi yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang
direpresentasikan oleh peningkatan pendapatan nasional.
Teori perubahan struktural menekankan pada mekanisme transformasi
ekonomi negara terbelakang dengan kegiatan ekonomi yang bersifat pertanian
subsisten menuju negara modern yang berbasis industri manufaktur dan jasa.
Proses transformasi ini disebabkan adanya surplus tenaga kerja di sektor pertanian
Teori pertumbuhan neoklasik dikenal dengan model pertumbuhan Solow
karena pertama kali dikemukan oleh Robert Solow. Menurut teori ini
pertumbuhan ekonomi terjadi tidak saja dipengaruhi oleh peningkatan modal
(melalui tabungan dan investasi) tetapi juga dipengaruhi oleh peningkatan
kuantitas dan kualitas tenaga kerja (pertumbuhan jumlah penduduk dan perbaikan
pendidikan) dan peningkatan teknologi, dengan asumsi:
1. Diminishing return to scale bila input tenaga kerja dan modal
digunakan secara parsial dan constant return to scale bila digunakan
secara bersama-sama.
2. Perekonomian berada pada keseimbangan jangka panjang (full
employment).
Model pertumbuhan endogen memasukkan pengaruh teknologi, investasi
modal fisik dan SDM sebagai variabel endogen. Model pertumbuhan endogen
menggunakan asumsi diminishing return to scale atas investasi modal dari model,
dan memberikan peluang terjadinya increasing return to scale dalam produksi
agregat dan peran eksternalitas dalam menentukan tingkat pengembalian investasi
modal. Investasi sektor publik dan swasta dalam SDM menghasilkan ekonomi
eksternal dan peningkatan produktivitas sehingga terjadi increasing return to
scale dan pola pertumbuhan jangka panjang yang berbeda-beda antar negara.
Tingkat pertumbuhan tetap konstan dan berbeda antar negara tergantung tingkat
tabungan nasional dan tingkat teknologinya. Tingkat pendapatan perkapita di
negara-negara miskin akan modal cenderung tidak dapat menyamai tingkat
pendapatan perkapita di negara kaya, meskipun tingkat pertumbuhan tabungan
dan tingkat pertumbuhan penduduknya serupa.
Aspek yang menarik dari model pertumbuhan endogen adalah mampu
menjelaskan keanehan aliran modal internasional yang memperparah ketimpangan
antara negara maju dengan negara berkembang. Potensi tingkat pengembalian atas
investasi yang tinggi yang ditawarkan negara berkembang (rasio modal-tenaga
kerja rendah) akan berkurang dengan cepat karena rendahnya tingkat investasi
SDM (pendidikan), infrastruktur, atau riset dan pengembangan (R&D). Model ini
dikembangkan lagi oleh Romer dengan menambahkan asumsi cadangan modal
pengetahuan sebagai barang publik, secara positif mempengaruhi output pada
tingkat industri, sehingga terdapat kemungkinan increasing return to scale pada
tingkat perekonomian secara keseluruhan.
2.3. Teori Pembangunan Manusia
Salah satu pelopor pendekatan pembangunan manusia dalam Ilmu
Ekonomi Pembangunan adalah Sen (2000) melalui konsep human capabilities
approach. Pendekatan ini menekankan pada gagasan kemampuan (capabilities)
manusia sebagai tema sentral pembangunan. Haq (1995) juga telah menegaskan,
manusia harus menjadi inti dari gagasan pembangunan, dan hal ini berarti bahwa
semua sumberdaya yang diperlukan dalam pembangunan harus dikelola untuk
meningkatkan kapabilitas manusia. Gagasan ini sejalan dengan pemikiran UNDP
yang diterjemahkan ke dalam beberapa indikator sosial-ekonomi yang
menggambarkan kualitas hidup dalam beberapa ukuran kuantitatif, seperti
kemampuan ekonomi, kemampuan dalam pengetahuan dan keterampilan serta
kemampuan untuk hidup lebih panjang dan sehat (Ranis, 2004).
Dimensi pembangunan sosial-ekonomi mencakup dan terkait dengan
beberapa tema utama, antara lain prestasi perekonomian, kenaikan taraf
kesehatan, angka harapan hidup serta perluasan distribusi pendidikan. Secara
umum, UNDP (United Nations Development Program) mendefinisikan
pembangunan manusia (human development) sebagai perluasan pilihan bagi setiap
orang untuk hidup lebih panjang, lebih sehat dan hidup lebih bermakna (UNDP,
1990). Memperluas pilihan manusia berarti mengasumsikan suatu kondisi layak
hidup yang memungkinkan manusia memperoleh akses untuk mendapatkan
pengetahuan dan pendidikan serta akses terhadap sumberdaya yang dibutuhkan
untuk hidup secara layak. Secara ringkas Ranis (2004) mengartikan pembangunan
manusia sebagai peningkatan kondisi seseorang sehingga memungkinkan hidup
lebih panjang sekaligus lebih sehat dan lebih bermakna.
Selanjutnya dalam laporan Pembangunan Manusia Tahun 2001, UNDP
menyatakan ada 4 aspek utama yang harus diperhatikan dalam proses
pembangunan manusia, yaitu:
1. Peningkatan produktivitas dan partisipasi penuh dalam lapangan
pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu bagian dari model
pembangunan manusia.
2. Peningkatan akses dan kesetaraan memperoleh peluang-peluang
ekonomi dan politik. Dengan kata lain, penghapusan segala bentuk
hambatan ekonomi dan politik yang merintangi setiap individu untuk
berpartisipasi sekaligus memperoleh manfaat dari peluang-peluang
tersebut.
3. Adanya aspek keberlanjutan (sustainability), yakni bahwa
peluang-peluang yang disediakan kepada setiap individu saat ini dapat
dipastikan tersedia juga bagi generasi yang akan datang, terutama,
daya dukung lingkungan atau modal alam dan ‘ruang’ kebebasan
manusia untuk berkreasi.
4. Pembangunan tidak hanya untuk masyarakat, tetapi juga oleh
masyarakat. Artinya, masyarakat terlibat penuh dalam setiap keputusan
dan proses-proses pembangunan, bukan sekedar obyek pembangunan,
dengan kata lain adanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Peningkatan kualitas SDM menurut RPJMN untuk mendukung
ketersediaan angkatan kerja berketerampilan dan berpendidikan tinggi, dengan
strategi pengembangan:
1. Meningkatkan akses pelayanan pendidikan dan keterampilan kerja.
2. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan.
3. Meningkatkan produktivitas angkatan kerja dan mengembangkan
ekonomi lokal.
Konsep pembangunan manusia seutuhnya merupakan konsep yang
menghendaki peningkatan kualitas hidup penduduk yang dilakukan dengan
menitikberatkan pada pembangunan SDM secara fisik dan mental. Azas
pemerataan yang merupakan salah satu dasar trilogi pembangunan yang akan
diimplementasikan dalam berbagai program pembangunan. Azas pemerataan
merupakan salah satu prinsip pembangunan manusia. Melalui strategi jalur
pemerataan, kebijakan pembangunan mengarah pada pemihakan terhadap
kelompok penduduk yang tertinggal. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi,
melalui pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan dasar.
Pembangunan manusia dapat juga dilihat dari sisi pelaku atau sasaran yang
ingin dicapai. Dalam kaitan ini, UNDP melihat pembangunan manusia sebagai
semacam “model” pembangunan tentang penduduk, untuk penduduk, dan oleh
penduduk, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Tentang penduduk; berupa investasi di bidang pendidikan, kesehatan, dan
pelayanan sosial lainnya.
b. Untuk penduduk; berupa penciptaan peluang kerja melalui perluasan
(pertumbuhan ekonomi dalam negeri);
c. Oleh penduduk; berupa upaya untuk memperkuat (empowerment)
penduduk dalam menentukan harkat manusia dengan cara berpartisipasi
dalam proses politik dan pembangunan.
Kaitannya dengan capaian pembangunan yang komprehensif yang mampu
mengakomodir konsep pembangunan manusia secara lebih luas, United Nations
Development Programme (UNDP) sejak 1990 telah menggunakan indeks
pembangunan manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) untuk
mengukur keberhasilan atau kinerja (performance) suatu negara atau wilayah
dalam pembangunan manusia. Dimensi pembangunan manusia menjadi sangat
penting sehingga diperlukan kemauan dan komitmen yang kuat dari penyusun
kebijakan dan para pelaku pembangunan.
Nilai IPM suatu negara atau wilayah menunjukkan seberapa jauh negara
atau wilayah itu telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan
hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat (tanpa kecuali),
tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup yang layak.
Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100, semakin dekat jalan
yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran itu.
Karena hanya mencakup tiga komponen utama, maka IPM harus dilihat
sebagai penyederhanaan dari realitas yang kompleks dari luasnya dimensi
pembangunan manusia. Oleh karena itu pesan dasar IPM perlu dilengkapi dengan
kajian dan analisis yang dapat mengungkapkan dimensi-dimensi pembangunan
lainnya dan tidak terbatas pada sektor-sektor utama saja (kesehatan, pendidikan
tidak memungkinkan untuk diukur (mental, moral, spiritual, tanggung jawab dan
sejenisnya)(BPS, 2009).
Sementara itu UNDP sejak tahun 1990 telah mengeluarkan secara berkala
IPM sebagai ukuran kuantitatif tingkat pencapaian pembangunan manusia. Indeks
ini merupakan teknik komposit terhadap beberapa indikator tingkat pendidikan,
kesehatan dan pendapatan. Secara umum IPM merupakan salah satu instrumen
untuk mengetahui pencapaian pembangunan manusia suatu negara karena dalam
batas-batas tertentu IPM mewakili tujuan dari pembangunan manusia. Hal ini
sejajar dengan pemahaman yang telah dikemukakan oleh UNDP dalam Laporan
Pembangunan Manusia Tahun 1990, bahwa tujuan mendasar dari pembangunan
adalah menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan masyarakat hidup
lebih panjang, lebih sehat serta memiliki kreativitas untuk mengaktualisasikan
gagasan. Pernyataan ini sejalan dengan yang pernah dikemukakan oleh Sen
(2000), bahwa dengan menempatkan pembangunan manusia sebagai tujuan akhir
dari proses pembangunan diharapkan dapat menciptakan peluang-peluang yang
secara langsung menyumbang upaya memperluas dan meningkatkan kemampuan
manusia dan kualitas kehidupan mereka, antara lain melalui peningkatan layanan
kesehatan, pendidikan dasar dan jaminan sosial, khususnya bagi warga miskin.
Diantara beberapa pengertian pembangunan manusia di atas, dapat ditarik
benang merah kesamaan, bahwa pembangunan manusia adalah upaya
meningkatkan kemampuan manusia terutama melalui peningkatan taraf kesehatan
dan pendidikan, sehingga membuat manusia menjadi lebih sehat, lebih kreatif dan
lebih produktif sehingga memungkinkan untuk meraih peluang-peluang yang
tersedia bagi dirinya masing-masing dalam kelangsungan hidupnya untuk
mendapatkan penghasilan yang layak.
2.4. Tinjauan Studi Terdahulu
Brata (2002), meneliti tentang Pembangunan Manusia dan Kinerja
Ekonomi Regional di Indonesia. Hasil estimasi memberikan bukti adanya
hubungan antara pembangunan manusia dan pembangunan ekonomi regional di
Indonesia, termasuk di masa krisis. Hasil estimasi model IPM dan PDRB atas
dasar harga konstan (ADHK) dengan metode 2SLS. Dalam model IPM, variabel
pembangunan manusia yang dilihat dari IPM. Selain itu, variabel lama pendidikan
sekolah perempuan juga berpengaruh signifikan. Sedangkan indeks Gini, rasio
migas dan variabel boneka konflik tidak signifikan pengaruhnya terhadap IPM
Ranis (2004), dalam penelitiannya menemukan bahwa pembangunan
manusia merupakan prasyarat untuk pembangunan ekonomi yang berkelanjutan,
kebijakan pemerintah dan pendanaan publik mungkin perlu ditingkatkan. Negara
dalam ambang batas pembangunan manusia apabila suatu bangsa yang terjebak
siklus perangkap kemiskinan. Rendahnya pembangunan manusia mungkin perlu
target pemerintah dalam menginvestasikan untuk memenuhi biaya perbaikan
pembangunan manusia. Investasi ini meliputi biaya tetap sekolah, rumah sakit,
dan yang diperlukan perbaikan pemerintahan untuk secara efektif melaksanakan
proyek investasi tersebut.
Ramires, et. al (2000), dalam kajiannya tentang hubungan pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan manusia, menggunakan dua model yaitu: (1)
pertumbuhan ekonomi untuk pembangunan manusia, (2) pembangunan manusia
terhadap pertumbuhan ekonomi. Berbagai hubungan di masing-masing model,
beserta tinjauan dari beberapa materi yang ada. Ramires menggunakan data
lintas-negara untuk periode 1970-1992. Hasil yang diperoleh bahwa ada hubungan
positif yang kuat di kedua arah dan bahwa pengeluaran publik untuk pelayanan
sosial dan pendidikan perempuan menentukan kekuatan hubungan antara
pertumbuhan ekonomi terhadap pembangunan manusia, sementara tingkat
investasi dan distribusi pendapatan berhubungan signifikan dalam menentukan
kekuatan antara pembangunan manusia terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hasil-hasil studi empiris di berbagai negara termasuk juga di Indonesia,
menunjukkan adanya keterkaitan antara pembangunan SDM dan pembangunan
ekonomi, adapun faktor faktor yang mempengaruhi pembangunan SDM sudah mulai
diungkap satu persatu.
2.5. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian diatas, secara sederhana dapat di katakan kualitas SDM
di Provinsi Banten berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi, karena SDM
merupakan salah satu input dalam proses produksi, yang selanjutnya akan
terhadap pembangunan SDM. Untuk meningkatkan kualitas SDM, salah satu
indikatornya adalah IPM. Meningkatnya IPM akan berdampak pada pencapaian
pembangunan. Strategi untuk meningkatkan IPM secara efektif adalah dengan
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian IPM, sehingga bisa
dijadikan faktor penting dalam menentukan kebijakan. Secara keseluruhan kerangka
pemikiran penelitian ini seperti pada Gambar 3
Gambar 3. Kerangka Penelitian
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
2.6. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini adalah:
1. Pembangunan ekonomi berpengaruh positif terhadap meningkatkan
pembangunan SDM
2. Peningkatan PDRB perkapita berpengaruh positif terhadap peningkatan
pembangunan SDM. Analisis Deskriptif
1. PDRB perkapita yang tinggi 2. IPM yang rendah
3. Pendidikan yang rendah 4. Pengangguran yang tinggi
Strategi dalam peningkatan SDM
Faktor yang mempengaruhi pembangunan SDM
1. Koefisien gini rasio
2. Pendapatan perkapita
3. Pengeluaran Pemerintah
4. Pendidikan
5. Kesehatan PROVINSI BANTEN
Pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia
Provinsi Baru Penyangga Ibu Kota
Gambaran Pembangunan SDM dan pembangunan ekonomi di
Provinsi Banten
3. Pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap peningkatan
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Provinsi Banten dengan menggunakan data tahun
2002 sampai dengan tahun 2009. Pemilihan dilakukan dengan melihat Provinsi
Banten merupakan provinsi baru dan secara geografis yang strategis, sebagai
penopang Ibu Kota Negara, namun melihat isu nasional mengenai kemiskinan,
pengangguran dan pendidikan yang masih kurang diperhatikan oleh pemerintah
daerah ataupun masyarakat itu sendiri menjadi bahan pemikiran Provinsi Banten
layak untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Departemen Keuangan. Data yang
digunakan antara lain data produk domestik regional bruto (PDRB) Provinsi
Banten, PDRB Kabupaten/Kota se Provinsi Banten, data IPM, rata-rata lama
sekolah, angka harapan hidup, realisasi pengeluaran pemerintah sektor pendidikan
dan kesehatan, tenaga kerja tahun 2002 sampai 2009. Data APBD yang
digunakan berasal dari publikasi APBD oleh BPS dan Departemen Keuangan.
Data APBD dipisahkan menurut fungsinya, sehingga didapat besarnya nilai
anggaran untuk pendidikan, kesehatan. Data kesehatan dan pendidikan
dikumpulkan oleh BPS setiap tahun melalui SUSENAS.
Metode Analisis Data
Analisis Deskriptif
Analisis Deskriptif merupakan bentuk analisis sederhana yang bertujuan
mendeskripsikan dan mempermudah penafsiran yang dilakukan dengan membaca
tabel dan gambar. Analisis deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk melihat
kondisi pertumbuhan ekonomi, ketimpangan pendapatan dan pembangunan SDM
selama periode penelitian. Analisis disajikan dalam bentuk deskripsi dibantu
Analisis Regresi Data Panel
Data panel (atau longitudinal data) adalah data yang memiliki dimensi
ruang (individu) dan waktu. Dalam data panel, data cross section yang sama
diobservasi menurut waktu. Jika setiap unit cross section memiliki jumlah
observasi time series yang sama maka disebut sebagai balanced panel (total
jumlah observasi = N x T). Sebaliknya jika jumlah observasi berbeda untuk setiap
unit cross section maka disebut unbalanced panel. Penggabungan data cross
section dan time series dalam studi data panel digunakan untuk mengatasi
kelemahan dan menjawab pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh model cross
section dan time series murni.
Penggunaan data panel telah memberikan banyak keuntungan secara statistik
maupun menurut teori ekonomi diantaranya sebagai berikut:
1. Mampu mengontrol heterogenitas individu. Dengan metode ini estimasi yang
dilakukan dapat secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu.
2. Dengan mengkombinasikan data time series dan cross section, data panel
dapat memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar
peubah, meningkatkan derajat kebebasan dan lebih efisien.
3. Lebih baik untuk studi dynamics of adjustment. Karena berkaitan dengan
observasi cross section yang berulang, maka data panel lebih baik dalam
mempelajari perubahan dinamis.
4. Lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana
tidak dapat diatasi dalam data cross section saja atau data time series saja.
Selain manfaat yang diperoleh dengan penggunaan panel data, metode ini
juga memiliki keterbatasan di antaranya adalah:
1. Masalah dalam disain survei panel, pengumpulan dan manajemen data.
Masalah yang umum dihadapi diantaranya: cakupan (coverage), nonresponse,
kemampuan daya ingat responden (recall), frekuensi dan waktu wawancara.
2. Distorsi kesalahan pengamatan (measurement errors). Measurement errors
umumnya terjadi karena respon yang tidak sesuai.
a. Self-selectivity Æ Permasalahan ini muncul karena data-data yang
dikumpulkan untuk suatu penelitian tidak sepenuhnya dapat menangkap
fenomena yang ada.
b. Nonresponse Æ Permasalahan ini muncul dalam panel data ketika ada
ketidaklengkapan jawaban yang diberikan oleh responden (sample
rumahtangga).
c. Attrition Æ Yaitu jumlah responden yang cenderung berkurang pada
survei lanjutan yang biasanya terjadi karena responden pindah, meninggal
dunia atau biaya menemukan responden yang terlalu tinggi
4. Dimensi waktu (time series) yang pendek. Jenis panel mikro biasanya
mencakup data tahunan yang relatif pendek untuk setiap individu.
5. Cross-section dependence. Sebagai contoh, apabila macro panel dengan unit
analisis negara atau wilayah dengan deret waktu yang panjang mengabaikan
cross-country dependence akan mengakibatkan inferensi yang salah
(misleading inference).
Analisis data panel secara garis besar dibedakan menjadi dua macam yaitu
statis dan dinamis. Pada analisis data panel dinamis, regressor-nya mengandung
variabel lag dependent-nya, sedangkan pada analisis data panel statis tidak.
Penelitian ini menggunakan analisis data panel statis sehingga pembahasannya
dibatasi untuk analisis statis saja.
Secara umum, terdapat dua pendekatan dalam metode data panel, yaitu
Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM). Keduanya
dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya korelasi antara komponen error dengan
peubah bebas.
Misalkan diberikan persamaan regresi data panel sebagai berikut:
it it i
it a X
y = + β+ε (3.1)
dimana: yit : nilai dependent variable untuk setiap unit individu (cross section
unit) i pada periode t dimana i = 1, …, n dan t = 1, …, T
i
a : unobserved heterogenity
it
X : nilai independent variable yang terdiri dari sejumlah K variabel.
⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = KNT NT NT KN N N KN N N T K T T K K T K T T K K it x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x X ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 2 1 2 2 2 2 1 1 1 2 1 1 2 22 12 22 222 122 21 221 121 1 21 11 12 212 112 11 211 111
Pada one way, komponen error dispesifikasikan dalam bentuk:
it i
it =λ +u
ε (3.2)
dimana: λi : efek individu (time invariant)
it
u : disturbance yang besifat acak (uit ~N(0,σu2))
Untuk two way, komponen error dispesifikasikan dalam bentuk:
it t i
it =λ +μ +u
ε (3.3)
Dimana: μt : efek waktu (individual invariant)
Pada pendekatan one way komponen error hanya memasukkan komponen
error yang merupakan efek dari individu (λi). Pada two way telah memasukkan
efek dari waktu (μt) ke dalam komponen error. uit diasumsikan tidak berkorelasi
dangan Xit.
A Fixed Effect Model (FEM)
FEM digunakan ketika efek individu dan efek waktu mempunyai korelasi
dengan Xit atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Asumsi ini membuat
komponen error dari efek individu dan waktu dapat menjadi bagian dari intecept.
Untuk one way komponen error: yit =ai+λi+Xitβ+uit (3.4)
Untuk two way komponen error: yit =ai+λi+μt +Xitβ+uit (3.5)
Penduga FEM dapat dihitung dengan beberapa teknik, yaitu Pooled Least
Square (PLS), Within Group (WG), Least Square Dummy Variable (LSDV), dan
Two Way Error Component Fixed Effect Model.
1. Pendekatan Pooled Least Square (PLS)
Pada prinsipnya, pendekatan ini adalah dengan menggunakan gabungan dari
seluruh data (pooled) sehingga terdapat N x T observasi yang diregresikan dengan
model:
it it i
it X u
y =α + + dengan αi =ai+λi (3.6)
Asumsinya tidak ada perbedaan antar individu sehingga αi bersifat konstan untuk
semua observasi (αi = α ). Pendugaan parameternya mirip dengan estimasi
dengan metode OLS (Ordinary Least Square).
Keuntungan menggunakan pendekatan PLS adalah dapat meningkatkan
derajat kebebasan sehingga dapat memberikan hasil estimasi yang lebih efisien.
Hal ini disebabkan oleh observasinya menjadi lebih banyak.
Kelemahan pendekatan PLS yaitu dugaan parameter β akan bias karena
mengabaikan efek individu. PLS tidak dapat membedakan observasi yang berbeda
pada periode waktu yang sama atau sebaliknya yaitu PLS tidak dapat
membedakan observasi yang sama pada periode yang berbeda.
2. Pendekatan Within Group (WG)
Pendekatan WG digunakan untuk mengatasi masalah bias pada PLS. Teknik
yang digunakan adalah dengan menggunakan data deviasi dari rata-rata individu.
Model regresi dari pendekatan WG ini adalah:
i it
it y y
y* = −
∑
= −
= T
t it
i T y
y 1 1 i i i
i x u
y =α + 'β+ (3.7)
i it
it x x
x* = −
∑
= −
= T
t it
i T x
x 1 1 it it i
it x u
(
i i) (
it i)
' ( it i)i
it y x x u u
y − = α −α + − β+ − atau * *' *
it it
it x u
y = β+ (3.9)
Kelebihan pendekatan WG adalah dapat menghasilkan dugaan parameter β
yang tidak bias. Kelemahannya adalah dugaan parameter β relatif lebih tidak
efisien dibanding pendekatan PLS. Atau dengan kata lain nilai var( βWG ) >
var(βPLS). Kelemahan lainnya adalah tidak mengakomodir heterogenitas individu
karena tidak ada intercept dalam model WG.
3. Pendekatan Least Square Dummy Variable (LSDV)
Pendekatan ini banyak digunakan untuk menduga parameter pada FEM.
Pendekatan ini merepresentasikan perbedaan intercept dengan dummy variable.
Jumlah dummy variable adalah sesuai dengan banyaknya individu. Persamaan
regresi untuk pendekatan LSDV adalah sebagai berikut :
it it Nit N it
it
it d d d x u
y =α1 1 +α2 2 +...+α + 'β+ (3.10)
Persamaan ini diestimasi dengan metode OLS sehingga diperoleh βLSDV.
Kelebihan pendekatan LSDV adalah dapat menghasilkan parameter βLSDV
yang efisien dan tidak bias. Kelemahannya hanya terjadi jika jumlah unit
observasinya (individu) sangat besar sehingga akan terlihat cumbersome.
Uji signifikansi intercept menggunakan uji-F dengan hipotesis:
H0 : α1=α2 =...=αN (Lebih baik menggunakan metode PLS)
H1 : minimal satu dari αi ada yang tidak sama (Lebih baik menggunakan metode
1 . 1 2 2 2 − − − − − = N k N NT R R R F LSDV PLS LSDV
stat (3.11)
Dimana 2
LSDV
R : koefisien determinasi LSDV
2 PLS
R : koefisien determinasi PLS
k : banyaknya peubah
Jika Fstat >Ftabel maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa
nol sehingga hipotesa bahwa α adalah konstan dapat ditolak atau dengan kata lain
penggunaan metode LSDV lebih valid.
4. Pendekatan Two Way Error Component Fixed Effect Model
Model ini disusun berdasarkan fakta bahwa terkadang fixed effect tidak
hanya berasal dari observasi individu tetapi juga berasal dari efek waktu, sehingga
model dasar yang digunakan adalah:
it it t i
it x u
y =α +γ + ' β+ (3.12)
dimana γt merepresentasikan efek waktu.
Jika masing efek individu dan efek waktu diasumsikan berbeda, maka akan
terdapat sejumlah N+T dummy variable. Sehingga modelnya menjadi:
it it Tit T it Nit N it
it d d g g x u
y =α1 1 +...+α +γ1 1 +...+γ + 'β+ (3.13)
d adalah dummy variable untuk individu dan g adalah dummy variable untuk
periode waktu.
Penambahan sejumlah dummy variable ke dalam persamaan menyebabkan
masalah pada penggunaan two way fixed effect yaitu berkurangnya derajat
kebebasan, yang pada akhirnya akan semakin mengurangi efisiensi dari
parameter yang diestimasi.
B. Random Effect Model (REM)
REM digunakan ketika efek individu dan efek waktu tidak berkorelasi
dengan Xit atau memiliki pola yang sifatnya acak. Keadaan ini membuat
komponen error dari efek individu dan efek waktu dimasukkan ke dalam error.
Untuk one way komponen error: yit =ai+Xitβ+uit+λi (3.14)
Asumsi yang digunakan dalam REM adalah
(
uit | i)
=0E τ
(
2)
2| i u
it u
E τ =σ
(
i |xit)
=0Eτ untuk semua i dan t
(
2)
2| στ
τi xit =
E untuk semua i dan t
(
uit j)
=0E τ untuk semua i, t, dan j
(
uitujs)
=0E untuk i≠ j dan t≠s
( )
i j =0Eττ untuk i≠ j
Dimana untuk:
One way error component: τi =λi
Two way error component: τi =λi +μt
Dari semua asumsi di atas, yang paling penting adalah E
(
τi|xit)
=0 .Pengujian asumsi ini menggunakan HAUSMAN test. Uji hipotesis yang digunakan
adalah:
H0 : E
(
τi|xit)
=0Æ Tidak ada korelasi antara komponen error dengan peubahbebas
H1 : E
(
τi |xit)
≠0Æ Ada korelasi antara komponen error dengan peubah bebas(
)
(
M M)
(
)
( )
kH = βˆREM −βˆFEM ' FEM − REM −1βˆREM −βˆFEM ~χ2
dimana M : matriks kovarians untuk parameter β
k : derajat bebas
Jika H > 2 tabel
χ maka komponen error mempunyai korelasi dengan peubah bebas
dan artinya model yang valid digunakan adalah REM.
Penduga REM dapat dihitung dengan dua cara yaitu pendekatan Between
Estimator (BE) dan Generalized Least Square (GLS).
1. Pendekatan Between Estimator (BW)
Pendekatan ini berkaitan dengan dimensi antar data (differences between
individual) yang ditentukan sebagaimana OLS estimator pada sebuah regresi dari
rata-rata individu y dalam nilai x secara individu. BW konsisten untuk N tak
hingga, dengan asusmsi bahwa peubah bebas dan error tidak saling berkorelasi
2. Pendekatan Generalized Least Square (GLS)
Pendekatan GLS mengkombinasikan informasi dari dimensi antar dan dalam
(between dan within) data secara efisien. GLS dapat dipandang sebagai rata-rata
yang dibobotkan dari estimasi between dan within dalam sebuah regresi.
Uji Asumsi
Uji asumsi dilakukan untuk memenuhi persyaratan sebuah model yang akan
digunakan. Setelah kita memutuskan untuk menggunakan suatu model tertentu
(FEM atau REM) berdasarkan HAUSMAN Test, maka kita dapat melakukan uji
terhadap asumsi yang digunakan dalam model.
1. Uji Heteroskedastisitas
Nilai dugaan parameter dalam model regresi diasumsikan bersifat BLUE
(Best Linier Unbiased Estimate), maka var (ui) harus sama dengan σ2 (konstan),
atau semua residual atau error mempunyai varian yang sama, yang disebut
dengan homoskedastisitas. Metode General Least Square (Cross section Weights)
yaitu dengan membandingkan sum square Resid pada Weighted Statistics dengan
sum square Resid unweighted Statistics dapat digunakan untuk mendeteksi adanya
heteroskedastisitas. Jika sum square Resid pada Weighted Statistics lebih kecil