• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan mutu dan penerapan cara produksi pangan yang baikpada industri rumah tangga minuman temulawak instan di Desa Benteng, Ciampea, Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan mutu dan penerapan cara produksi pangan yang baikpada industri rumah tangga minuman temulawak instan di Desa Benteng, Ciampea, Bogor"

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN MUTU DAN PENERAPAN CARA PRODUKSI

PANGAN YANG BAIK PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA

MINUMAN TEMULAWAK INSTAN

DI DESA BENTENG, CIAMPEA, BOGOR

SKRIPSI

CITRA AYU OKTAVIA

F24080016

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

QUALITY IMPROVEMENT AND APPLICATION OF GOOD

MANUFACTURING PRACTICES (GMP) IN HOME INDUSTRY OF

INSTANT TEMULAWAK DRINK

AT DESA BENTENG, CIAMPEA, BOGOR

Citra Ayu Oktavia and Sutrisno Koswara1

1

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java,

Indonesia

Phone: 62 856 93180905, E-mail: citra.ayuoktavia@yahoo.com

ABSTRACT

This research was consisted of 5 steps i.e. to study the characteristic of Home Industrial Food Product (HIFP) of temulawak instant drink, to improve formulation and process of temulawak instant drink, to determine chemical characteristic of the product, certification of temulawak instant drink product of home industrial scale, and analyses of business feasibility. The first step was to determine the condition of Home industrial temulawak instant drink. The data of this step was used to improve formula and process to obtain standard formula. Besides, determination of Standarad Operating Procedure of home industrial of temulawak instant drink was carried out as further step of the improvement of formula and production process. The second step of this research was to analyse the chemical characteristic of the standard formula’s product using proximat analyses. The propose of certification of Home Industrial Food Product (HIFP) to was carried out as the fourth step. Finally, business feasibility analyses on home industrial scale was done to determine whether this business are feasible or not. Formula III (the ratio temulawak and sugar amount 1:2) was chosen as the most acceptable formula since it showed highest preference level as result of organoleptic test. This formula also had the shortest rehydration period and highest yield. The chemical and phsycal properties of instant temulawak are 1,06% of water content; 2,84% of ash content; 3,51% of fat content; 2,07% of protein content; 90,53% of carbohydrat content; and 33,09% of total sugar with L= +52,53; a= +3,29; b= +29,16 representating the color. This instant Coro has 0,428% of dissoluble part and 28 second for rehydration time. Home industrial of temulawak instant drink considered to be sufficient in GMP application and has acquired HIFP certificate with serial number of6123201021009 from governmental health department. The feasibility study based on investment criteria showed the production of instant temulawak was feasible to be done.

(3)

Citra Ayu Oktavia. F24080016. Peningkatan Mutu dan Penerapan Cara Produksi Pangan yang Baikpada Industri Rumah Tangga Minuman Temulawak Instan di Desa Benteng, Ciampea, Bogor.Dibawah bimbingan Ir. Sutrisno Koswara, M. Si. 2012.

RINGKASAN

Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) merupakan salah satu faktor yang penting untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan untuk pangan. Melalui CPPB ini, industri pangan dapat menghasilkan pangan yang bermutu, layak dkonsumsi, dan aman bagi kesehatan. Namun, hingga saat ini masih banyak industri pangan yang belum menerapkan CPPB dengan baik, khususnya industri rumah tangga. Salah satunya adalah Ibu Cicih sebagai pengusaha minuman temulawak instan pada Industri Rumah Tangga (IRT) minuman temulawak instan di Desa Benteng, Ciampea, Bogor. Oleh karena itu, IRT minuman temulawak instan belum memiliki sertifikasi P-IRT dari Dinas Kesehatan baik sertifikat penyuluhan maupun sertifikat produksi. Produk temulawak instan tersebut belum memiliki formula standard yang konsisten. Selain itu, label dan kemasan produk belum sesuai dengan tata cara pelabelan menurut PP 69 Tahun 1999 Tentang Iklan dan Label Pangan sehingga produk ini memiliki jangkauan pemasaran yang sangat terbatas. Selain itu, IRT minuman temulawak instan belum mengetahui apakah usaha minuman temulawak instan yang dilakukan telah layak atau tidak untuk dijalankan. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki tujuan, yaitu untuk mempelajari minuman temulawak instan yang optimum sehingga tercipta produk yang konsisten dan sesuai dengan penerimaan konsumen, menerapkan pedoman CPPB pada IRT minuman temulawak instan, serta melakukan pengkajian mengenai analisis kelayakan usaha berdasarkan kriteria investasi dari usaha minuman temulawak instan.

Salah satu teknologi yang digunakan dalam pembuatan minuman instan adalah teknik kristalisasi. Kristalisasi adalah peristiwa pembentukan suatu kristal solut dengan sukrosa sebagai agen penyalut akibat pemanasan pada waktu tertentu. Kristalisasi merupakan metode yang paling

tepat untuk IRT pangan karena mudah, applicable, dan murah. Keuntungan menyajikan

temulawak dalam bentuk instan, yaitu flavor terlindungi dalam periode penyimpanan yang panjang, mudah penanganan, dan tidak higroskopik. Pembuatan temulawak instan ini menggunakan gula pasir sebagai agen kristalisasi.

Formulasi minuman temulawak instan ditentukan berdasarkan rendemen dan hasil uji organoleptik untuk ketiga formula. Penentuan ketiga rancangan formula didasarkan pada rasio jumlah temulawak dan gula pasir yang digunakan. Hal ini disebabkan oleh karakter temulawak yang memiliki rasa pahit sehingga diperlukan formula yang dapat meminimalisasi rasa pahit tersebut dengan tambahan gula pasir yang memberikan rasa manis. Terdapat 3 (tiga) formulasi minuman temulawak instan yang diuji organoleptik menggunakan Uji Rating Hedonik dengan 70 panelis tidak terlatih. Formula tersebut adalah formula I (1:1,5), II (1:1), dan III (1:2). Formula I (1:1,5) adalah formula terdahulu yang digunakan Ibu Cicih di IRT minuman temulawak instan. Formula III ditetapkan sebagai formula yang terbaik karena memiliki rendemen yang terbesar diantara ketiga formula, yaitu 66,72%. Selain itu, hasil uji organoleptik atribut rasa dan kenampakan menyatakan bahwa formula III berbeda nyata dengan kedua formula lain dan memiliki nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap atribut rasa dan kenampakan yang tertinggi. Begitu pula dengan atribut keseluruhan (overall), formula III memiliki nilai rata-rata kesukaan panelis yang tertinggi dibandingkan dengan kedua formula lainnya. Disisi lain, atribut aroma ketiga formula tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis.

Serbuk temulawak instan formula terpilih memiliki waktu rehidrasi 28 detik dan bagian tak larut air sebesar 0,428%. Minuman temulawak instan memiliki kadar air 1,06% (bb); kadar abu 2,84% (bb); kadar lemak 3,51%; kadar protein 2,07%; kadar karbohidrat 90,53%;dan total gula 33,09%. Selain itu, serbuk minuman temulawak instanmemiliki warna kuning dengan nilai L= 52,53; a*= +3,29; dan b*= +29,16.

(4)

penerapan CPPB di tempat produksi, meliputi lingkungan, fasilitas, karyawan, dan suplai air dinilai telah cukup baik diterapkan di IRTP tersebut. Selain itu, pengusaha IRT minuman temulawak instan telah mengajukan sertifikasi P-IRT (Produk Industri Rumah Tangga) ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Sertifikat P-IRT diberikan oleh perwakilan Dinas Kesehatan kepada Ibu Cicih, pengusaha IRT temulawak instan, pada hari Rabu, 20 Juni 2012 di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Nomor P-IRT yang tertera di sertifikat P-IRT adalah 6123201021009. Perolehan sertifikat P-IRT menunjukkan bahwa produk temulawak instan memiliki mutu yang lebih baik dan aman bagi kesehatan konsumen.

Analisis kelayakan usaha berdasarkan kriteria investasi menunjukkkan bahwa usaha pembuatan minuman temulawak instan pada skala rumah tangga memiliki nilai NPV, Gross B/C,

Net B/C, dan IRR yang telah memenuhi persyaratan bahwa suatu usaha dikatakan layak untuk

(5)

PENINGKATAN MUTU DAN PENERAPAN CARA PRODUKSI

PANGAN YANG BAIK PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA

MINUMAN TEMULAWAK INSTAN

DI DESA BENTENG, CIAMPEA, BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

CITRA AYU OKTAVIA

F24080016

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Penguji Luar Komisi Pembimbing :

Dr. Ir. Yadi Haryadi, M. Sc

dan

(7)

Judul Skripsi : Peningkatan Mutu dan Penerapan Cara Produksi Pangan yang Baikpada Industri Rumah Tangga Minuman Temulawak Instan di Desa Benteng, Ciampea, Bogor Nama : Citra Ayu Oktavia

NIM : F24080016

Menyetujui:

Dosen Pembimbing,

Ir. Sutrisno Koswara, M. Si NIP 196405051991031003

Mengetahui: Ketua Departemen,

Dr. Feri Kusnandar, M. Sc NIP 1968052619993031004

(8)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Peningkatan

Mutu dan Penerapan Cara Produksi Pangan yang Baik pada Industri Rumah Tangga

Minuman Temulawak Instan di Desa Benteng, Ciampea, Bogor adalah hasil karya saya sendiri

dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya baik yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 2012

Yang membuat pernyataan,

Citra Ayu Oktavia

(9)

© Hak cipta milik Citra Ayu Oktavia, tahun 2012 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

(10)

BIODATA PENULIS

Citra Ayu Oktavia. Lahir di Bogor, 18 Oktober 1990 dari pasangan Suparman dan Heni Suyeni sebagai anak bungsu dari 2 (dua) bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di SMA Negeri 1 Bogor hingga tahun 2008 dan akhirnya melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di Institut Pertanian Bogor pada tahun yang sama melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis menjalankan kuliah di Fakultas Teknologi Pertanian di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan sebagai mayor pendidikan S1. Selain itu, penulis juga menjalankan kegiatan kuliah di Fakultas Ekonomi dan Manajemen tepatnya di Departemen Manajemen dengan paket mata kuliah Manajemen Fungsional sebagai minor pendidikan S1. Selama kuliah, penulis aktif di beberapa organisasi kampus, diantaranya sebagai Pengurus Himpunan Mahasiswa Profesi – Himitepa berturut-turut pada periode 2010 dan 2011 Divisi Internal. Selain itu, penulis juga aktif sebagai panitia di beberapa acara yang diselenggarakan di kampus, seperti National Student Paper Competition (NSPC) sebagai Anggota Divisi Acara, Pelatihan Hazzard Analytical Critical Control Point (HACCP) sebagai divisi sponsorship, Masa Perkenalan Departemen dan Himpro (BAUR) sebagai Ketua Divisi Acara, dan Olahraga dan Malam Keakraban Warga ITP (Orde dan Malam Keramat) sebagai ketua divisi acara. Penulis bersama dua rekan satu timnya pernah menjadi finalis Lomba Bussiness Plan Competition yang diselenggarakan BEM Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB dengan peserta yang berasal dari perguruan tinggi lain tingkat nasional. Penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa-Kewirausahaan (PKM-K) dan berhasil lolos sebagai tim yang didanai Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Penulis pernah mengikuti Pelatihan Good Laboratory Practises (GLP), Workshop International Food Technology (IFT) dan PKM, serta sebagai peserta seminar pangan di beberapa acara, diantaranya Indonesia Food Expo (IFOODEX) dan Pelatihan dan Manajemen Pangan Halal (Plasma) yang diselenggarakan oleh Himitepa IPB.

(11)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian dengan judul “Peningkatan Mutu dan Penerapan Cara Produksi Pangan yang Baik pada Industri Rumah Tangga Minuman Temulawak Instan di Desa Benteng, Ciampea, Bogor” ini dilaksanakan di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor sejak Februari hingga Juni 2012.

Penyelesaian skripsi ini membutuhkan kerja keras Penulis dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Penulis hendak menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan ridha kepada hamba-Nya sehingga Penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2. Bapak, Mama, Teteh, Mas Riza, dan Aza tercinta yang selalu memberi seluruh bentuk

dukungan sehingga Penulis dapat tetap berdiri tegak hingga saat ini, walau dengan segala kekurangan dan ketidaksempurnaannya.

3. Ir. Sutrisno Koswara, M. Si selaku pembimbing akademik yang telah mendukung segala proses yang dilalui sehingga terciptanya skripsi ini.

4. Dr. Ir. Yadi Haryadi, M. Sc dan Dr. Elvira Syamsir, S. Tp, M. Si sebagai dosen penguji yang telah memberikan ilmu, saran, danwaktunya.

5. Doddy Aryanto yang selalu memberi dukungan dan semangat baik dalam suka maupun duka.

6. Teman-teman tersayang yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan ide-ide yang

sangat inspiratif: Mega, Ahmadun, Indra, HafizHaphap, Arum Puspa, Deami, Anita, Dini, Ardy, Sarinah, Dara, Hafiz Pea, Yufi, Putri, Ageng, Panji, dan Hafiz Iis.

7. Teman-teman Harmony 1 yang selalu bersama-sama berbagi keluh kesah selama kurang lebih

3 (tiga) tahun: Hilda, Rathih, Ninggar, Sakinah, Dinia, Rohanah, Yona, Risma, Riska, Nobi, Rara, Elok, Maya, Olif, Ibu Any, dan Harum.

8. Teman-teman Divisi Internal Himitepa 2011: Chairul, Eka, Icha, Charles, Cicil, Cici, dan Dani.

9. Teman-teman Departemen ITP 44, 45, 46, dan 47 yang telah memberi dukungan dalam bentuk

apapun sehingga Penulis dapat terus bersemangat dalam satu nasib dan penanggungan di Departemen ITP ini.

10. Civitas Departemen ITP baik para staf Unit Pelayanan Terpadu maupun teknisi laboratorium yang telah membantu segala proses administrasi dan penelitian.

11.Ibu Cicih, pengusaha IRT minuman temulawak instan, yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga dalam pendampingan terkait penelitian ini.

12. SEAFAST Center yang telah membantu Penulis saat penelitian dan seluruh bantuan yang

diberikan.

13. Seluruh pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan skripsi ini dan tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Akhir kata, Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat untuk elemen masyarakat manapun dan dunia pendidikan Indonesia.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. LATAR BELAKANG ... 1

1.2. TUJUAN PENELITIAN ... 2

II. PROFIL PERUSAHAAN ... 3

2.1. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN ... 3

2.2. RUANG LINGKUP PERUSAHAAN ... 3

III. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

3.1. INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) ... 4

3.2. KONDISI DAN PERMASALAHAN UMUM UNIT MENENGAH KECIL MIKRO ... 4

3.3. CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK (CPPB) ... 5

3.4. TEMULAWAK ... 6

3.5. KOMPOSISI DAN MANFAAT TEMULAWAK ... 7

3.6. MINUMAN TRADISIONAL ... 7

3.7. MINUMAN TRADISIONAL INSTAN ... 8

3.8. TEMULAWAK INSTAN ... 9

3.9. GULA PASIR ... 9

3.10. PANDAN ... 10

3.11. ANALISIS KELAYAKAN USAHA ... 11

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 12

4.1. BAHAN DAN ALAT ... 12

4.2. METODE PENELITIAN ... 12

4.2.1. Mempelajari Karakteristik Formula pada IRT Minuman Temulawak Instan ... 12

4.2.2. Perbaikan Formula dan Proses Pembuatan Minuman Temulawak Instan ... 13

4.2.2.1. Pembuatan Minuman Temulawak Instan ... 13

4.2.2.2. Pengamatan Formula Minuman Temulawak Instan ... 15

4.2.2.3. Penentuan Formula Terbaik ... 15

4.2.2.4. Penentuan Standard Operating Procedure (SOP) ... 15

4.2.3. Karakteristik Kimia Produk Minuman Temulawak Instan ... 15

4.2.4. Sertifikasi Produk Minuman Temulawak Instan Skala Rumah Tangga ... 15

4.2.4.1. Pengajuan Permohonan Sertifikat P-IRT ... 15

4.2.4.2. Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP) ... 16

4.2.4.3. Pendampingan CPPB-IRT IRT Temulawak Instan ... 16

4.2.4.4. Pemeriksaan Sarana Produksi ... 16

4.2.5. Analisis Kelayakan Usaha ... 16

4.2.5.1. Net Present Value (NPV) ... 16

4.2.5.2. Gross Benefit-Cost Ratio (Gross B/C) ... 17

(13)

4.2.5.4. Internal Rate of Return (IRR) ... 17

4.3. METODE ANALISIS ... 18

4.3.1. Uji Organoleptik Rating Hedonik ... 18

4.3.2. Rendemen ... 18

4.3.3. Waktu Rehidrasi ... 18

4.3.4. Analisis Warna (Metode Chromameter) ... 18

4.3.5. Bagian Tak Larut Air ... 18

4.3.6. Analisis Kadar Air (Metode Oven) ... 19

4.3.7. Analisis Kadar Abu (Metode Oven) ... 19

4.3.8. Analisis Kadar Lemak (Metode Soxhlet) ... 19

4.3.9. Analisis Kadar Protein (Metode Kjeldahl) ... 20

4.3.10.Analisis Kadar Karbohidrat (By Different) ... 20

4.3.11. Analisis Total Gula (Metode Luff-Schoorl) ... 21

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

5.1. MEMPELAJARI KARAKTERISTIK IRT MINUMAN TEMULAWAK INSTAN ... 22

5.2. PEMBUATAN MINUMAN TEMULAWAK INSTAN ... 23

5.2.1. Uji Organoleptik Rating Hedonik ... 24

5.2.1.1. Atribut Rasa ... 25

5.2.1.2. Atribut Kenampakan ... 26

5.2.1.3. Atribut Aroma ... 28

5.2.1.4. Atribut Keseluruhan (Overall) ... 29

5.2.2. Rendemen ... 31

5.2.3. Waktu Rehidrasi ... 31

5.2.4. Warna ... 31

5.2.5. Bagian Tak Larut Air ... 31

5.3. PENENTUAN FORMULA TERBAIK ... 32

5.4. KARAKTERISTIK KIMIA PRODUK MINUMAN TEMULAWAK INSTAN ... 32

5.5. PEMBUATAN STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) ... 33

5.6. SERTIFIKASI PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (P-IRT) ... 34

5.7. ANALISIS KELAYAKAN USAHA ... 37

VI. SIMPULAN DAN SARAN ... 39

6.1. SIMPULAN ... 39

6.2. SARAN ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi kimia rimpang temulawak ... 7

Tabel 2. Syarat Mutu Gula Kristal Putih (SNI-01-3140-2001) ... 10

Tabel 3. Formula minuman temulawak instan ... 13

Tabel 4. Masalah di IRT minuman temulawak instan ... 22

Tabel 5. Hasil karakteristik kimia produk minuman temulawak instan ... 32

Tabel 6. Arti nomor pada sertifikat P-IRT minuman temulawak instan ... 36

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Rimpang temulawak ... 7

Gambar 2. Contoh minuman tradisional Indonesia dari rempah-rempah ... 8

Gambar 3. Minuman temulawak instan komersial ... 9

Gambar 4. Pandan (Pandanus amaryllifolius) ... 11

Gambar 5. Diagram alir pembuatan minuman temulawak instan ... 14

Gambar 6. Label dan kemasan temulawak instan sebelum dan setelah perbaikan... 23

Gambar 7. Perbandingan presentase komposisi panelis dan respon panelis ... 25

Gambar 8. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut rasa ketiga formula ... 25

Gambar 9. Frekuensi kesukaan panelis kategori suka minuman temulawak atribut rasa ... 26

Gambar 10. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut kenampakan ketiga formula ... 27

Gambar 11. Frekuensi kesukaan panelis suka minuman temulawak atribut kenampakan ... 27

Gambar 12. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut aroma ketiga formula ... 28

Gambar 13. Frekuensi kesukaan panelis kategori suka minuman temulawak atribut aroma ... 29

Gambar 14. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut keseluruhan ketiga formula ... 30

Gambar 15. Frekuensi kesukaan panelis suka minuman temulawak atribut keseluruhan ... 26

Gambar 16. Denah ruang produksi IRT minuman temulawak instan ... 34

Gambar 17.Diagram alir pembuatan minuman temulawak instan dalam (SOP) produksi ... 46

Gambar 18. Pendamping dan Pengusaha IRT minuman temulawak instan ... 74

Gambar 19. Pencatatan input, output, dan tanggal produksi ... 74

Gambar20. Pengolahan minuman temulawak instan ... 74

Gambar 21. Ruang produksi IRT minuman temulawak instan ... 74

Gambar 22. Lantai ruang produksiIRT minuman temulawak instan. ... 74

Gambar 23. Dinding ruang produksi IRT minuman temulawak instan. ... 74

Gambar 24. Tempat mencuci tangan di ruang produksi IRT minuman temulawak instan. ... 75

Gambar 25. Perlengkapan P3K di ruang produksi IRT minuman temulawak instan. ... 75

Gambar 26. Langit-langit dan lubang angin di IRT minuman temulawak instan ... 75

Gambar 27. Air sumur untuk produksi di IRT minuman temulawak instan ... 75

Gambar 28. Lemari penyimpan peralatan di IRT minuman temulawak instan ... 75

Gambar 29. Penyuluhan keamanan pangan di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor ... 75

Gambar 30. Peninjauan rumah produksi IRT minuman temulawak instan ... 75

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Diagram pembuatan temulawak instan ... 44

Lampiran 2. Standar Operating Procedure (SOP) Produksi Minuman Temulawak Instan ... 45

Lampiran 3a. Worksheetuji rating hedonik minuman temulawak instan ... 50

Lampiran 3b. Scoresheet uji rating hedonik minuman temulawak instan ... 50

Lampiran 4a. Alur pemberian sertifikat penyuluhan ... 51

Lampiran 4b. Alur pemberian sertifikat P-IRT ... 51

Lampiran 4c. Alur penyelenggaraan Sertifikasi P-IRT ... 52

Lampiran 5a. Hasil perhitungan rendemen formula I (1:1,5) ... 53

Lampiran 5b. Hasil perhitungan rendemen formula II (1:1) ... 53

Lampiran 5c. Hasil perhitungan rendemen formula III (1:2) ... 53

Lampiran 6a. Hasil uji rating hedonik ... 54

Lampiran 6b. Anova uji rating hedonik atribut rasa ... 57

Lampiran 6c. Anova uji rating hedonik atribut kenampakan ... 58

Lampiran 6d. Anova uji rating hedonik atribut aroma ... 59

Lampiran 6e. Anova uji rating hedonik atribut keseluruhan (overall) ... 60

Lampiran 7a. Waktu rehidrasi minuman temulawak instan ketiga rancangan formula ... 61

Lampiran 7b. Hasil analisis warna serbuk temulawak instan ketiga rancangan formula ... 61

Lampiran 7c. Hasil analisis bagian tak larut temulawak instan ketiga rancangan formula... 61

Lampiran 8a. Hasil analisis kadar air minuman temulawak instan ... 62

Lampiran 8b. Hasil analisis kadar abu minuman temulawak instan ... 62

Lampiran 8c. Hasil analisis kadar protein minuman temulawak instan ... 63

Lampiran 8d. Hasil analisis kadar lemak minuman temulawak instan ... 63

Lampiran 9. Hasil analisis total gula (Metode Luff Scoorl) ... 64

Lampiran 10. Tabel kesetaraan gula Luff-Schoorl ... 65

Lampiran 11. Perhitungan HPP (Harga Pokok Produksi) ... 66

Lampiran 12. Cashflow usaha pada IRT minuman temulawak instan ... 67

Lampiran 13. Perhitungan neraca laba rugi ... 70

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1.

LATAR BELAKANG

Negara kita memiliki kekayaan sumber hayati yang besar, diantaranya adalah tanaman rempah dan obat. Namun sampai sekarang pemanfaatan hasil tanaman tersebut masih belum optimal. Seiring dengan berkembangnya makanan dan minuman modern yang sudah merambah ke seluruh pelosok negeri, orang cenderung melupakan makanan minuman tradisional yang semakin lama semakin langka dan seolah-olah tenggelam di tengah-tengah kemajuan peradaban manusia (Hirasa et al. 2008). Padahal makanan minuman tersebut dilihat dari beberapa sisi memiliki keunggulan antara lain relatif murah, aman dan juga memiliki efek positif bagi kesehatan. Pengembangan produk minuman fungsional dari rempah-rempah merupakan upaya penting untuk

mengurangi kecenderungan masyarakat mengkonsumsi soft drink (Widjayakusuma et al. 1996),

sekaligus memanfaatkan khasiat dari ekstrak rempah untuk menjaga dan memelihara kesehatan (Widowati 2004). Minuman fungsional instan dapat berasal dari pengolahan rempah-rempah, seperti temulawak, kunyit, jahe, dan lain-lain (Rismunandar 2008).

Institut Pertanian Bogor (IPB) yang bekerja sama dengan SEAFAST Center melakukan pembinaan mengenai cara mendapatkan nomor PIRT (Produk Industri Rumah Tangga) untuk industri rumah tangga di Desa Benteng, Ciampea Bogor. Berbagai macam produk telah diproduksi oleh para pengusaha di Desa Benteng, salah satunya adalah minuman temulawak instan.

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tanaman asli Indonesia, termasuk salah satu jenis temu-temuan marga Zingiberaceae yang banyak digunakan sebagai bahan baku obat tradisional (Sidik et al. 2005). Penggunaan rimpang temulawak yang utama sebagai bahan baku obat tradisional, hal ini karena komponen-komponen temulawak sangat berkhasiat, diantaranya komponen kurkumin dan komponen p-tolilmetilkarbinol yang digunakan untuk gangguan hati, seperti penyakit kuning, batu empedu, dan untuk meningkatkan produksi dan sekresi empedu (Fardiaz 1997). Khasiat lain dari komponen kurkumin dan minyak atsirinya adalah dapat meningkatkan ekskresi kolesterol, anti inflamasi, meningkatkan kesuburan wanita, obat demam, sebagai astrigensia, dan mempunyai daya anti septik (UNIDO dan FAO 2005).

Salah satu diversifikasi hasil olahan temulawak adalah temulawak instan yang memperhatikan

kandungan kurkuminoid dan minyak atsirinya (Herlina et al. 2002). Keuntungan menyajikan

temulawak dalam bentukan instan, yaitu flavor terlindungi dalam periode penyimpanan yang panjang, bebas aliran, tidak kamba sehingga mudah penanganan dan pencampurannya, bebas dari enzim, tanin, bakteri dan kotoran (Wakidi 2003), mudah untuk digabungkan dalam pencampuran kering, dan tidak higroskopik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendukung pemasyarakatan dan pengembangan produk minuman instan dengan bahan baku dari hasil tanaman rempah dan obat (Hamiudin 2007).

(18)

1.2.

TUJUAN PENELITIAN

(1) Mempelajari formulasi minuman instan temulawak(Curcuma xanthoiriza Roxb.) yang

optimumsehingga tercipta formula produk yang konsisten dan sesuai dengan penerimaan konsumen.

(2) Menerapkan Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) pada IRT minuman temulawak

instan di Desa Benteng, Ciampea, Bogor.

(3) Mengkaji aspek kelayakan usaha produksi minuman temulawak instan pada skala rumah

(19)

II.

PROFIL PERUSAHAAN

2.1.

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN

Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) Konservasi Toga di Desa Benteng, Ciampea, Bogor telah menghasilkan beberapa produk pangan yang bersifat tradisional dan fungsional. Produk pangan yang dihasilkan, diantaranya minuman bandrek, jahe merah instan, dan temulawak instan. Selain itu, beberapa makanan ringan yang cocok dikonsumsi sebagai camilan juga diproduksi, seperti combro garing (comring).Para pengusaha IRTP ini adalah masyarakat sekitar yang bertempat tinggal di Desa Benteng dan jumlahnya yang terdiri dari 10-20 orang pengusaha.

Salah satu produsen yang hingga saat ini masih tetap menjalankan usahanya di bidang IRTP adalah Ibu Cicih sebagai pengusaha minuman temulawak instan.IRT minuman temulawak instan merupakan salah satu industri yang berada dibawah naungan IRTP Konservasi Toga yang memproduksi satu jenis minuman, yaitu temulawak instan. Ibu Cicih sebagai pemilik industri temulawak instan ini telah menjalankan usaha selama 3 tahun, tepatnya pada bulan Juni 2009.

Perkembangan IRT minuman temulawak instan pada awalnya berkembang cukup baik. Namun, adanya kekurangan pada produk ini menyebabkan pemasaran produk terhambat. Kekurangan tersebut adalah belum adanya nomor P-IRT pada produk minuman temulawak instan. Produk IRT yang belum memiliki nomor P-IRT tidak diperbolehkan beredar secara bebas baik di warung maupun di toko besar lainnya karena dianggap belum memenuhi persyaratan produk pangan yang berkualitas dan aman bagi kesehatan konsumen.

2.2.

RUANG LINGKUP PERUSAHAAN

Industri minuman temulawak instan milik Ibu Cicih yang berlokasi di Desa Benteng ini termasuk ke dalam golongan industri rumah tangga. IRT ini hingga kini masih memproduksi minuman temulawak hanya dalam bentuk instan. Hal ini disebabkan oleh umur IRT yang baru menginjak tahun ke-3 dimana IRT masih mengembangkan lingkup pemasarannya pada produk minuman temulawak instan.

Temulawak instan diproduksi secara manual di dapur rumah pribadi dengan peralatan

rumah tangga yang sederhana. Produksi temulawak instan berjalan dengan tipe batch dan

(20)

III.

TINJAUAN PUSTAKA

3.1.

INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP)

Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) adalah industri yang mengolah pangan yang bertempat di rumah tempat tinggal dengan peralatan manual hingga semi otomatis (Badan Pengawas Obat dan Makanan 2003). Definisi lain yang menjelaskan tentang industri rumah tangga adalah definisi oleh Badan Pusat Statistik (Badan Pusat Statistik 2005) yang menggolongkan usaha industri pengolahan di Indonesia ke dalam 4 (empat) kategori berdasarkan jumlah pekerja yang dimiliki oleh suatu usaha tanpa memperhatikan besarnya modal yang ditanam ataupun kekuatan mesin yang digunakan. Empat kategori tersebut, antara lain :

1. Industri kerajinan rumah tangga, yaitu usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 1-4 orang.

2. Industri kecil, yaitu perusahaan/usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 5-19

orang.

3. Industri sedang, yaitu perusahaan/usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 20-99 orang.

4. Industri besar, yaitu perusahaan/usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 100 orang atau lebih.

Selanjutnya, BPS menggolongkan jenis-jenis usaha, seperti industri makanan minuman (golongan pokok 15), indsutri pengolahan tembakau (golongan pokok 16), industri tekstil (golongan pokok 17), indsutri pakaian jadi (golongan pokok 18), dan lain-lain. Dalam hal ini IRTP masuk dalam golongan pokok 15.

Definisi IRTP lainnya adalah berdasarkan UU RI No. 9 tahun 1995 tentang usaha kecil. Dalam UU ini dijelaskan bahwa yang dimaksud usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang nerskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam UU. Sedangkan kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut, 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah), tidak termasuk

tanah dan bangunan tempat usaha atau,

2. Memiliki kasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) 3. Milik Warga Negara Indonesia

4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,

dikuasai, atau berafiliasi bail langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar

5. Berbentuk orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha

yang berbadan hukum termasuk koperasi.

Jika dilihat dalam definisi usaha kecil seperti pada UU RI No. 9 tahun 1995 tersebut maka IRTP masuk dalam usaha kecil yang bergerak di bidang pangan.

3.2.

KONDISI DAN PERMASALAHAN UMUM USAHA MENENGAH

KECIL MIKRO (UMKM)

(21)

eksternal. UMKM justru mampu dengan cepat menangkap berbagai peluang, misalnya untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Karena itu, pengembangan UMKM dapat menunjang diversifikasi ekonomi dan percepatan perubahan struktural, yang merupakan prasyarat bagi pembangunan ekonomi jangka panjang yang stabil dan berkesinambungan (Ariawati 2004).

Saat ini, sektor ekonomi UMKM yang memiliki proporsi unit usaha terbesar berdasarkan statistik UMKM tahun 2009-2010 adalah sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, perdagangan, hotel dan restaurant, industri pengolahan, pengangkutan dan komunikasi, serta jasa. Sedangkan sektor ekonomi UMKM yang memiliki proporsi unit usaha terkecil secara berturut-turut adalah sektor pertambangan, bangunan, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta listrik, gas, dan air bersih. (BPS 2010). Secara kuantitas, UMKM memang unggul dibandingkan dengan industri besar skala nasional. Hal ini berdasarkan fakta bahwa sebagian besar usaha di Indonesia, yaitu lebih dari 99% berbentuk UMKM (Dipta 2004). Namun, apabila keseluruhan pendapatan dan aset UKM di Indonesia digabungkan, jumlahnya belum tentu dapat bersaing dengan satu perusahaan berskala nasional. Data tersebut menunjukkan bahwa UMKM berada di sebagian besar sektor usaha yang ada di Indonesia. Pengembangan sektor swasta, khususnya UKM, perlu dilakukan mengingat sektor ini memiliki potensi untuk menjaga kestabilan perekonomian, meningkatkan tenaga kerja, dan mengembangkan dunia usaha (Pangabean 2004).

Perkembangan jumlah UMKM yang meningkat belum diimbangi dengan perkembangan kualitas. UMKM masih menghadapi permasalahan klasik, yaitu rendahnya produktivitas. Keadaan ini secara langsung berkaitan dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia, khususnya dalam manajemen, organisasi, teknologi, dan pemasaran (Iwantono 2004). Selain itu, lemahnya kompetensi kewirausahaan dan terbatasnya kapasitas UMKM untuk mengakses permodalan, informasi teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya menjadi permasalahan umum yang dihadapi UMKM. Sementara itu, masalah eksternal yang dihadapi oleh UMKM, antara lain besarnya biaya transaksi akibat kurang mendukungnya iklim usaha, praktek usaha yang tidak sehat, dan keterbatasan informasi serta jaringan pendukung usaha (Taufiq 2004). UMKM juga menghadapi tantangan terutama yang ditimbulkan oleh pesatnya perkembangan globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan seiring dengan cepatnya perkembangan teknologi (Dipta 2004).

3.3.

CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK (CPPB)

Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) merupakan salah satu faktor yang penting untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan untuk pangan CPPB sangat berguna bagi kelangsungan hidup industri pangan baik yang berskala kecil, sedang, maupun yang berskala besar. Melalui CPPB ini, industri pangan dapat menghasilkan pangan yang bermutu, layak dkonsumsi dan aman bagi kesehatan. Dengan menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi, kepercayaan masyarakat niscaya akan meningkat, dan industri pangan yang bersangkutan akan berkembang pesat. Dengan berkembangnya industri pangan yang menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk dkonsumsi, maka masyarakat pada umumnya akan terlindung dari penyimpangan mutu pangan dan bahaya yang mengancam kesehatan.

Pedoman CPPB-IRT (CPPB-Industri Rumah Tangga) sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1639.2003. Melalui CPPB ini, industri pangan dapat menghasilkan pangan yang bermutu, layak dikonsumsi, dan aman bagi kesehatan (BPOM 2003).

(22)

diproduksinya. Bangunan dan fasilitas IRT harus dapat menjamin agar pangan selama dalam proses produksi tidak tercemar oleh bahaya fisik, biologis, dan kimia serta mudah dibersihkan. Tata letak kelengkapan ruang produksi diatur agar tidak terjadi kontaminasi silang. Peralatan produksi yang kontak langsung dengan pangan agar diletakkan sedemikian untuk menjamin mutu dan keamanan pangan yang dihasilkan. Air yang digunakan selama proses produksi harus cukup dan memenuhi persyaratan kualitas air bersih dan atau air minum. Fasilitas dan kegiatan sanitasi diperlukan untuk menjamin agar bangunan dan peralatan selalu dalam keadaan bersih dan mencegah terjadinya kontaminasi silang dari karyawan. Hama, seperti tikus, serangga, dan lain-lain merupakan pembawa cemaran biologis yang dapat menurunkan mutu dan keamanan pangan. Kegiatan pengendalian hama dilakukan untuk mengurangi kemungkinan masuknya hama ke ruang produksi yang akan mencemari pangan. Kesehatan dan higiene karyawan yang baik dapat menjamin bahwa pekerja yang kontak langsung maupun tidak langsung dengan pangan tidak menjadi sumber pencemaran. Label pangan harus jelas dan informatif untuk memudahkan konsumen memilih, menyimpan, mengolah, dan mengonsumsi pangan. Kode produksi pangan diperlukan untuk penarikan produk.

Ironisnya, seiring dengan penetapan pedoman CPPB-IRT tersebut, pada kenyataannya IRTP yang kian menjamur justru kurang menerapkan CPPB, baik dari segi proses maupun produksinya. Hal ini ditandai dengan belum adanya sertifikat P-IRT yang seharusnya dimiliki oleh setiap IRTP tersebut (BPOM 2003). Para pengusaha IRTP memiliki pengetahuan yang terbatas terkait CPPB itu sendiri sehingga mengambil jalan pintas berupa kecurangan yang seringkali ditemui di dunia bisnis, misalnya perdagangan produk pangan tanpa nomor P-IRT yang seharusnya tertera pada label produk.Hal tersebut sangat merugikan berbagai pihak, terutama konsumen karena pangan yang tidak aman dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Oleh karena itu, usaha IRTP untuk menerapkan pedoman CPPB salah satunya dengan sertifikasi P-IRT (BPOM 2003).

3.4.

TEMULAWAK

Temulawak (Curcuma xanthoiriza Roxb.) merupakan tanaman asli Indonesia yang

termasuk salah satu jenis temu-temuan dari divisi Spermathophyta, anak divisi Angiberales, bangsa Zingiberales, suku Zingiberaceae, marga Curcuma dan jenis Curcuma xanthoiriza Roxb. (Anonim 2005).

(23)

Gambar 1. Rimpang Temulawak (Anonim 2012)

3.5.

KOMPOSISI DAN MANFAAT TEMULAWAK

Temulawak adalah tanaman berumbi kuning dengan kandungan kimia terdiri dari kurkumin, minyak atsiri (kamfer, sikloisoprenmirsen, karbinol), dan xanthorizal yang berkhasiat sebagai astrigensia, yaitu dapat membuat muara folikel rambut atau pori-pori kulit mengalami edema sehingga secara tidak langsung dapat mengurangi sekresi kelenjar sebasea (Irawati 2008). Daya antiseptik ringan yang terdapat dalam temulawak dapat membantu membersihkan kulit terhadap kuman dan radang jerawat (Afifah 2003). Temulawak juga dapat bermanfaat sebagai penambah nafsu makan (Septia 2009).

Rimpang temulawak segar mengandung air sekitar 75 %. Selain air, rimpang temulawak mengandung minyak atsiri, lemak, zat warna, protein, resin, selulosa, pentosan, pati, mineral, zat-zat penyebab rasa pahit, dan sebagainya (Sinambela 2005). Komposisi kimia rimpang temulawak dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia rimpang temulawak

(Chen et al. 2006)

Kandungan minyak atsiri dalam temulawak merupakan yang paling tinggi diantara jenis Curcuma (Herman 2005). Kandungan minyak atsiri pada temulawak sekitar 8% dan warna kuning merupakan warna dari kurkumin (Redgrove 2003).

3.6.

MINUMAN TRADISIONAL

Indonesia begitu kaya dengan rempah-rempah dan hasil alam yang hadir di tengah masyarakat berupa makanan dan minuman. Melalui racikan penduduk setempat, terhidanglah minuman tradisional yang bercita rasa khas dan menyehatkan. Minuman tradisional dikatakan sehat karena dalam pembuatannya menggunakan bahan-bahan alami yang memiliki manfaat untuk kesehatan tubuh konsumen (Sutedjo 2000).

Komposisi Kadar (%)

Pati 58.24 Lemak 12.10 Kurkumin 5.05

Serat Kasar 4.20

Abu 4.90 Protein 2.90 Mineral 4.29

(24)

Minuman tradisional Indonesia berpotensi sebagai minuman fungsional terkait dengan manfaatnya bagi tubuh. Terdapat berbagai macam minuman tradisional Indonesia yang dapat digolongkan sebagai pangan fungsional, antara lain beras kencur, wedang temulawak, wedang jeruk, kunyit asam, bir pletok, ronde, sekoteng, bandrek, dan sari temulawak (Yunita dan Lukman 2000). Beberapa minuman Indonesia yang terbuat dari rempah-rempah, antara lain bir pletok (Jakarta), bandrek dan bajigur (Jawa Barat), dan wedang jahe (Jawa Tengah). Minuman-minuman ini ditunjukkan dengan Gambar 2.

a b c d

Gambar 2. (a) bir pletok, (b) bandrek, (c) bajigur, (d) wedang jahe (Anonim 2012)

3.7.

MINUMAN TRADISIONAL INSTAN

Minuman instan adalah minuman yang siap dikonsumsi (siap saji) dengan penambahan air hangat atau air panas dan penambahan satu atau lebih bahan tambahan sehingga minuman instan lebih disukai oleh masyarakat dan rasanya juga lebih enak. Instanisasi membuat produk mudah dibawa, dapat disimpan sehingga dapat mempermudah pendistribusian produk dan memperpanjang umur simpan produk. Serbuk instan yang diperoleh harus memenuhi syarat, yaitu mudah dituang tanpa tersumbat, tidak higroskopis, tidak menggumpal, mudah dibasahi, dan cepat larut (Shachman 2005).Pembuatan minuman instan dilakukan dengan penambahan komponen lain atau bahan tambahan pangan, seperti gula. Penambahan gula digunakan untuk kristalisasi, bahan pengawet, pemanis, dan penambah energi. Menurut Iskandar dan Tajudin (2000), kristalisasi adalah suatu proses pemisahan dengan cara pemekatan larutan sampai konsentrasi bahan yang terlarut (solut) menjadi lebih besar daripada pelarutnya pada suhu yang sama.

(25)

mengandung semua bagian padatan dari bahan baku. Konsep kristalisasi dapat dilihat pada Gambar 3.

Teknik kristalisasi ini juga dikenal dengan istilah teknik kristalisasi gula semut (Tjiptahadi 1994). Teknik kristalisasi gula semut merupakan teknik yang digunakan dalam pembuatan gula semut. Meski demikian, teknik ini juga dapat digunakan dalam pembuatan serbuk minuman yang berbasis gula. Menurut Dachlan (2006), satu sampai tiga kilogram gula pasir dilarutkan dalam satu liter air untuk membuat larutan gula. Kemudian dilakukan proses penyaringan, pemekatan larutan dengan pemanasan, dan pendinginan yang disertai pengadukan dengan cepat untuk pembentukan serbuk. Proses kristalisasi akan menghasilkan serbuk berwarna kuning kecokelatan hingga cokelat dan kadar air maksimum 3.0%. Keunggulan instanisasi dengan gula semut dibandingkan dengan

teknologi (spray drying) adalah mudah, murah, peralatan sederhana dan tidak dibutuhkan

kemampuan operator yang tinggi sehingga dapat diterapkan pada industri kecil, rumah tangga, dan industri menengah (Santoso 1998).

3.8.

TEMULAWAK INSTAN

Temulawak instan saat ini berkembang cukup pesat dalam bentuk bubuk atau serbuk yang siap seduh kapan dan dimana saja jika ingin dikonsumsi. Temulawak instan merupakan minuman dari sari temulawak yang mengandung komponen-komponen temulawak baik yang menguap (minyak atsiri) maupun komponen yang tidak menguap (resin, pigmen, dan sebagainya) dan cara pembuatannya dengan teknik kristalisasi (Mursito 2002). Kristalisasi adalah peristiwa pembentukan suatu kristal dari solut dalam larutan toleransinya akibat pemanasan pada waktu tertentu (Grosch 2000). Kristalisasi dapat terjadi sebagai pembentukan partikel-partikel padat dalam uap seperti pada pembentukan salju sebagai pembekuan lelehan cair (Tatsawan 2009). Sebagaimana dalan pembentukan kristal dari larutan cair atau pembentukan kristal tunggal yang besar.

Minuman instan temulawak ini terdiri dari beberapa bahan yang digunakan, diantaranya temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), daun pandan (Pandanus amaryllifolius), gula pasir, dan air. Minuman temulawak instan komersial dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Minuman temulawak instan komersial (Anonim 2012)

3.9.

GULA PASIR

(26)

bahan makanan, gula juga digunakan, antara lain sebagai bahan pengawet makanan, bahan baku alkohol, pencampur obat-obatan, dan mentega (James 1999). Pada umumnya, gula mempunyai rasa manis, tidak berwarna, tidak berbau, dapat mengkristal, dan larut dalam air (Goutara dan Wijandi 2005).

Gula pasir atau disebut juga gula kristal putih mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari karena merupakan sumber pemanis yang sekaligus juga merupakan sumber kalori (Lees 1999). Gula pasir tidak seluruhnya dikonsumsikan secara langsung oleh rumah tangga, tetapi dikonsumsi pula secara tidak langsung melalui mkakanan dan minuman hasil industri (Dulimarta 2000). Syarat mutu gula kristal putih (SNI-01-3140-2001) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Syarat Mutu Gula Kristal Putih (SNI-01-3140-2001)

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

GKP 1. Keadaan

1.1. Bau 1.2. Rasa

2. Warna (nilai remisi yang direduksi) % b/b min. 53

3. Berat jenis butir Mm 0,8-1,2

4. Air % b/b maks. 0,1

5. Sakarosa % b/b min. 99,3

6. Gula pereduksi % b/b maks. 0,1

7. Abu % b/b maks. 0,1

8. Bahan asing tidak larut derajat maks. 5

9. Bahan tambahan pangan

- Belerang dioksida (SO2) mg / kg maks. 30

10. Cemaran logam

1.1. Timbal (Pb) mg / kg maks. 2

1.2.Tembaga (Cu) mg / kg maks. 2

1.3. Raksa (Hg) mg / kg maks. 0,03

1.4. Seng (Zn) mg / kg 40

1.5. Timah (Sn) mg / kg 40

11. Arsen (As) mg / kg 1

(BSN 2001)

3.10.

PANDAN

Tanaman pandan atau biasa disebut pandan wangi merupakan tanaman perdu menjalar, asalnya tidak diketahui, tinggi tanaman dapat mencapai 1,75 m. Berdaun tipis dengan lebar 4,5 cm, dan panjang mencapai 40-80 cm. Ujung daun berduri rapat, berwarna hijau kekuningan, dan bila diremas berbau wangi. Taksonomi tanaman pandan merupakan tumbuhan berbiji dari divisio Spermatophyta, sub divisio Angiospermae, kelas Dycotyledoneae, ordo Pandales, famili Pandanaceae, genus Pandanus, spesies Pandanus amaryllifolius (Malingre 2001).

(27)

Gambar 4. Pandan (Pandanus amaryllifolius) (Anonim 2012)

3.11.

ANALISIS KELAYAKAN USAHA

Industri pengolahan pangan skala kecil dan menengah memberikan kesempatan yang baik bagi seseorang menjadi wirausahawan (entrepreneur). Awal dimulainya suatu bisnis atau usaha, memungkinkan terjadinya hambatan sehingga perlu antisipasi sejak awal faktor-faktor penyebab

kegagalan. Seorang calon entrepreneur tidak cukup hanya mengetahui bagaimana memproduksi

suatu ptosuk pangan mutu tinggi, tetapi juga harus mengetahui bagaimana cara mengontrol aspek keuangan dari bisnis tersebut.

Pengkajian aspek keuangan (finansial) memperhitungkan berapa jumlah dana yang dibutuhkan untuk membangun dan mengoperasikan kegiatan bisnis. Dana untuk membangun usaha lazim disebut dana modal tetap. Dana tersebut digunakan, antara lain untuk memniayai kegiatan pra-investasi, pengadaan tanah, gedung, mesin, peralatan, dan biaya-biaya lain yang bersangkutan dengan pembangunan bisnis, serta pengadaan dana modal tetap itu sendiri, misalnya bunga pinjaman selama masa pembangunan usaha. Dana yang dibutuhkan untuk memutar roda operasi bisnis setelah selesai dibangun disebut dana modal kerja. Perhitungan jumlah dana keseluruhan usaha, yaitu jumlah modal kerja dihitung secara netto dalam arti jumlah dana yang dibutuhkan untuk membiayai seluruh harta lancar dikurangi sengan jumlah hutang jangka pendek yang diharapkan dapat diperoleh dari pihak ketiga (Nurmalina et al. 2009).

(28)

IV.

METODOLOGIPENELITIAN

4.1. BAHAN

DAN

ALAT

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu rimpang temulawak, daun pandan, gula pasir, garam, air, dan bahan untuk analisis kimia, yaitu uji proksimat dan total gula metode Luff-Schoorl.

Alat-alat yang digunakan antara lain pisau, talenan, wadah baskom, sodet, wajan penggorengan, saringan, seamer, kompor gas, dan blender, serta alat-alat gelas yang dibutuhkan untuk analisis fisik dan kimia, diantaranya labu Bidwell-Sterling, labu didih, alat destilasi lengkap

dengan kondensor, pemanas berjaket (hot plate), neraca analitik, oven, vakum evaporator,

sentrifuse, dan spektrofotometer.

4.2.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini terdiri dari5 tahap, yaitu mempelajari karakteristik IRTP minuman temulawak instan, perbaikan formula dan proses minuman temulawak instan, karakteristik kimia produk minuman temulawak instan, sertifikasi produk minuman temulawak instan skala rumah tangga, dan analisis kelayakan usaha. Tahapan awal bertujuan mengetahui keadaan dan kondisi Industri Rumah Tangga Desa Benteng yang selanjutnya dilakukan perbaikan oleh peneliti, yaitu tahap perbaikan formula dan proses guna memperoleh formula standard. Selain itu, dilakukan penetapan Standard Operating Procedure (SOP) oleh peneliti untuk IRTP minuman temulawak instan sebagai tahap lanjut perbaikan formula dan proses produksi. Tahap selanjutnya produk yang telah standard dianalisis karakteristik kimia produk menggunakan analisis proksimat. Tahap selanjutnya adalah sertifikasi produk minuman temulawak instan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Tahap akhir, dilakukan analisis kelayakan usaha dalam skala rumah tangga untuk melihat apakah usaha tersebut layak untuk dijalankan atau tidak.

4.2.1.

Mempelajari Karakteristik Formula pada Industri Rumah Tangga

Pangan Minuman Temulawak Instan di Desa Benteng, Ciampea,

Bogor

Formula yang menjadi objek penelitian adalah formula minuman temulawak instan produksi Industri Rumah Tangga (IRT) temulawak instan yang berlokasi di Desa Benteng, Ciampe, Bogor. Pengusaha industri ini adalah Ibu Cicih Sri Lestari yang telah menjalankan usaha selama 3 tahun.

(29)

standardisasi formula, aspek legal, dan penyesuaian dengan CPPB agar menjadi produk industri rumah tangga yang lebih berkualitas dan memiliki jangkauan pasar yang lebih luas.

4.2.2.

Perbaikan Formula dan Proses Pembuatan Minuman Temulawak

Instan

Kegiatan ini bertujuan mendapatkan formula terbaik yang optimum secara fisik dan organoleptik. Secara fisik diuji melalui analisis warna menggunakan Chromameter dan waktu rehidrasi. Selanjutnya, diujikan melalui uji organoleptik. Tahap ini dilakukan guna penentuan Standard Operating Procedure (SOP) untuk peralatan, cara produksi, bahan baku, dan karyawan.

4.2.2.1.

Pembuatan Minuman Temulawak Instan

Pembuatan minuman temulawak instan diawali dengan menyiapkan beberapa bahan, seperti temulawak segar, gula pasir, garam, daun pandan, dan air. Ada tiga formula yang digunakan dalam pembuatan minuman temulawak instan. Ketiga formula dibedakan dari rasio gula pasir dan temulawak segar yang digunakan. Selain itu, dilakukan perhitungan rendemen dengan skala produksi 750 gram. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Formula minuman temulawak instan

Bahan Formula I Formula II Formula III

(1:1,5) (1:1) (1:2)

Temulawak 300 g 375 g 250 g

Gula pasir 450 g 375 g 500 g

Garam 1 g 1 g 1 g

Air 300 ml 300 ml 300 ml

Daun pandan 3 lembar 3 lembar 3 lembar

(30)
[image:30.612.123.428.33.519.2]

Gambar 5. Diagram alir pembuatan minuman temulawak instan

Pertama-tama, rimpang temulawak segar dibersihkan. Pembersihan dilakukan dengan cara menggosok kulit rimpang temulawak menggunakan tangan dibawah air mengalir. Tujuan pembersihan ini adalah untuk menghilangkan kotoran tanah yang menempel pada kulit temulawak. Setelah itu, temulawak diiris kemudian dihancurkan menggunakan blender dengan bantuan pelarut air. Setelah dihancurkan, diperoleh bubur temulawak. Bubur temulawak kemudian disaring untuk memisahkan sari dan ampas temulawak.Sari temulawak yang dihasilkan diendapkan lalu dipanaskan bersamaan dengan daun pandan menggunakan api sedang. Setelah volume sari temulawak berkurang menjadi ¼ bagian awal, selanjutnya ditambahkan gula pasir dan garamdapur. Pemanasan dan pengadukan dilakukan secara kontinyu. Selama pemanasan, air menguap sehingga sari temulawak pekat dan kental. Setelah itu, api dikecilkan dan pengadukan terus dilakukan. Proses ini menghasilkan pembentukan kristal temulawak. Setelah terbentuk kristal seluruhnya, serbuk temulawak kemudian diayak dengan ukuran ayakan 80 mesh. Serbuk yang tidak lolos ayak, dihancurkan kembali menggunakan blender, lalu diayak kembali menggunakan

Gula pasir, garam, daun pandan

Air

Temulawak

Sortasi

Penghancuran (blender) Pengirisan

Pencucian

Penimbangan

Pengendapan

Pemanasan disertai pengadukan

Pendinginan disertai pengadukan

Pembentukan kristal

Pengayakan Pengecilan ukuran kristal

(31)

ayakan dengan ukuran mesh yang sama. Setelah itu, temulawak instan dikemas dan siap dipasarkan.

4.2.2.2.

Pengamatan Formula Minuman Temulawak Instan

Pengamatan formula dilakukan pada ketiga formula. Pengamatn ini bertujuan untuk memperoleh formula yang terbaik. Pengamatan formula, antara lain :

a. Uji organoleptik rating hedonik (Meilgaard et al. 1999) b. Rendemen (Andarwulan et al. 2011)

c. Waktu rehidrasi (Khopkar 2008)

d. Analisis warna metode chromameter (AOAC 1995)

e. Uji bagian tak larut air (AOAC 1995)

4.2.2.3.

Penentuan Formula Terbaik

Berdasarkan tahap pengamatan, maka akan dipilih satu formula dari ketiga formula, yaitu formula I, II, dan III untuk menjadi formula standard yang akan melalui tahapan lanjut, yaitu analisis kimia dan aplikasi formula pada IRTP minuman temulawak instan.

4.2.2.4.

Penentuan

Standard Operating Procedure

(SOP)

Pembuatan Standard Operating Procedure (SOP) ini bertujuan agar IRTP dapat

menghasilkan produk yang berkualitas, aman bagi kesehatan konsumen, layak dikonsumsi, serta ukuran produk seragam dan konsisten.

4.2.3.

Karakteristik Kimia Produk Minuman Temulawak Instan

Tahap ini dilakukan untuk menguji formula yang terpilih pada tahap proses formulasi. Pengamatan yang dilakukan, meliputi analisis kimia proksimat. Analisis proksimat terdiri dari analisis kadar air metode oven (AOAC 1995), kadar abu metode oven (AOAC 1995), kadar lemak metode ekstraksi soxhlet (AOAC 1995), kadar protein metode Kjeldahl (AOAC 1995), dan kadar karbohidrat menggunakan metode by difference.

4.2.4.

Sertifikasi Produk Minuman Temulawak Instan dalam Skala Rumah

Tangga Pangan

Sertifikasi produk minuman temulawak instan perlu dilakukan guna memperoleh sertifikat produk pangan. Tahap sertifikasi ditunjukkan pada Gambar. Secara rinci, berikut uraian tahapan sertifikasi, meliputi :

4.2.4.1.

Pengajuan Permohonan Sertifikat Produk Pangan Industri Rumah

Tangga (SPP-IRT)

(32)

4.2.4.2.

Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP)

Penyuluh adalah petugas Dinas Kesehatan yang memiliki sertifikat penyuluh pangan yang diberikan oleh BPOM RI. Peserta penyuluhan adalah pemohon SPP-IRT yang tidak lain adalah pemilik atau penanggung jawab perusahaan.

Materi penyuluhan didominasi oleh pengetahuan mengenai berbagai jenis bahaya baik biologis, kimia, maupun fisik dan cara mencegah serta memusnahkannya. Selain itu, diberikan pula materi mengenai sanitasi sarana produksi di IRTP, Cara Produksi Pangan yang Baik Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT), dan peraturan tertulis tentang keamanan pangan. Penyuluhan dilakukan sekurang-kurangnya 2 hari selama 5 jam/hari.

4.2.4.3.

Pendampingan CPPB-IRT pada IRT Minuman Temulawak Instan

Penerapan CPPB-IRT dilakukan guna menghasilkan pangan yang bermutu baik dari segi produk maupun proses produksi, aman bagi kesehatan, dan layak untuk dikonsumsi. Pendampingan CPPB-IRT ditujukan pada pengusaha IRT minuman temulawak instan agar dapat memenuhi persyaratan produksi yang baik, diantaranya persyaratan lokasi, bangunan, fasilitas produksi, pengendalian hama, sanitasi karyawan, pengendalian proses, dan pengawasan.

4.2.4.4.

Pemeriksaan Sarana Produksi

Pemeriksaan mengikuti pedoman yang dikeluarkan oleh BPOM RI. Hasil pemeriksaan, yaitu perolehan sertifkat produksi pangan beserta nomor P-IRT yang menunjukkan bahwa pemeriksaan sarana produksi dinyatakan lulus dengan syarat minimal hasil berita acara pemeriksaan bernilai cukup dan telah melakukan perbaikan atas saran Dinas Kesehatan Kabupaten/kota Bogor.Alur penyelenggaraan dan penyerahan sertifikat pada Sertifikasi P-IRT dapat dilihat di Lampiran 4.

4.2.5.

Analisis Kelayakan Usaha (Nurmalina

et al

. 2009)

Analisis kelayakan produksi temulawak instan, meliputi perhitungan Net Present Value (NPV), Gross Benefit-Cost Ratio (Gross B/C), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of Return (IRR).

4.2.5.1.

Net Present Value

(NPV)

NPV = ∑ / - ∑ /

Keterangan :

Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t

t = Tahun kegiatan bisnis (t = 0, 1, 2, 3, …, n), tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung karakteristik bisnisnya

i = Tingkat discount rate (%)

Indikator :

(33)

4.2.5.2.

Gross Benefit-Cost Ratio

(

Gross

B/C)

Gross B/C = ∑ /

/

Keterangan :

Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t

t = Tahun kegiatan bisnis (t = 0, 1, 2, 3, …, n), tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung karakteristik bisnisnya

i = Tingkat discount rate (%) Indikator :

Jika Gross B/C>1, maka bisnis layak untuk dilaksanakan Jika Gross B/C<1, maka bisnis tidak layak untuk dilaksanakan

4.2.5.3.

Net Benefit-Cost Ratio

(

Net

B/C)

Net B/C = ∑ /

/

Keterangan :

Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t

t = Tahun kegiatan bisnis (t = 0, 1, 2, 3, …, n), tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung karakteristik bisnisnya

i = Tingkat discount rate (%) Indikator :

Jika Net B/C>1, maka bisnis layak untuk dilaksanakan Jika Net B/C<1, maka bisnis tidak layak untuk dilaksanakan

4.2.5.4.

Internal Rate of Return

(IRR)

IRR = i1 + (i1 – i2)

Keterangan :

i1= discount rate yang menghasilkan NPV positif

i2= discount rate yang menghasilkan NPV negative

NPV1= NPV positif

NPV2= NPV negative

Indikator :

(34)

4.3.

METODE ANALISIS

4.3.1.

Uji Organoleptik Rating Hedonik (Meilgaard

et al

. 1999)

Uji organoleptik dilakukan dengan skor kesukaan atau hedonik terhadap formula yang telah dibuat. Skala yang digunakan adalah skala kategorik yang direntangkan dari skala 1 sampai 7 yang mempresentasikan tingkat kesukaan panelis dari sangat suka hingga sangat tidak suka. Panelis yang digunakan sebanyak 70 orang. Atribut yang diujikan, antara lain rasa, aroma, kenampakan, dan keseluruhan (overall) (Meilgaard et al. 1999). Uji organoleptik ini merupakan hasil seduhan dari serbuk minuman instan temulawak hasil kristalisasi. Minuman yang disajikan terhadap panelis adalah minuman dalam keadaan hangat. Worksheet dan scoresheet uji rating hedonik minuman temulawak instan dapat dilihat pada Lampiran 3.

4.3.2.

Rendemen

Rendemen = x 100%

4.3.3.

Waktu Rehidrasi

Sampel sebanyak 0.1 gram dimasukkan ke dalam 100 ml air matang yang panas. Kemudian, waktu yang dibutuhkan serbuk untuk terdispersi sempurna dicatat (Khopkar 2008).

4.3.4.

Analisis Warna (Metode Chromameter)

Analisis warna menggunakan metode Hunter. Alat dipersiapkan dan dihubungkan dengan arus listrik. Kemudian, dilakukan kalibrasi alat dengan menekan tombol “calibrate” dan data Y, x, y yang terdapat pada penutup bagian dalam plat kalibrasi dimasukkan. Measuring head diletakkan

pada alat kalibrasi yang berwarna putih. Kemudian, tombol “measure” pada measuring head

ditekan. Alat akan menyimpan data kalibrasi dalam memorinya.

Analisis warna dengan chromameter CR-300 Minolta dilakukan dengan meletakkan measuring head pada contoh yang akan diukur, dan tekan “measure” atau tekan tombol pada measuring head.Analisis warna menggunakan Chromameter CR-300 Minolta dengan metode Hunter (L, a*, b*) (AOAC 1995).

4.3.5.

Bagian Tak Larut Air

Sebanyak 5 gram sampel dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml. Setelah itu, ditambahkan 50 ml air panas, kemudian diaduk hingga larut. Sampel disaring ke dalam kertas saring yang telah dikeringkan dalam keadaan panas. Gelas piala yang telah digunakan dibilas menggunakan air panas, lalu air bilasan disaring. Kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu

105 oC selama 2 jam. Kertas saring tersebut didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap

(AOAC 1995).

Bagian yang tak larut dalam air (%) = %

Keterangan :

W = bobot sampel (g)

W1 = bobot botol timbang + kertas saring berisi bagian yang tak dapat larut (g)

(35)

4.3.6.

Analisis Kadar Air (Metode Oven)

Penetapan kadar air dengan metode oven dilakukan di mana cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selam 15 menit, kemudian cawan tersebut didinginkan dalam desikator. Cawan kering yang telah dingin kemudian ditimbang (c). Sampel sebanyak 5 gram (a) dimasukkan ke dalam cawan kering kemudian cawan yang berisi sampel dikeringkan di dalam oven suhu 105

o

C selama 6 jam smapai tercapai bobo yang konstan. Cawan tersebut didinginkan di dalam desikator sekitar 30 menit dan segera ditimbang (b). Perhitungan kadar air dapat dinyatakan sebagai persen kadar air (dry dan wet basis).

Kadar air (% bb) = %

atau

Kadar air (% bk) = %

Keterangan :

a = bobot sampel awal (g)

b = bobot sampel + cawan kering (g) c = bobot cawan kosong (g)

4.3.7.

Analisis Kadar Abu (Metode Oven)

Cawan porselin beserta tutupnya dikeringkan dalam oven bersuhu 105 °C selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3 – 5 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan porselin tersebut. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar Bunsen sampai tidak berasap lagi lalu di dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400 – 600 °C selama 4 – 6 jam atau sampel terbentuk abu berwarna putih. Kemudian sampel didinginkan di dalam desikator dan selanjutnya ditimbang. Perhitungan kadar abu dapat dinyatakan sebagai persen kadar air (dry dan wet basis).

Kadar abu (% bb) = %

atau

Kadar abu (% bk) = %

% % Keterangan :

a = bobot sampel sebelum diabukan (g) b = bobot sampel + cawan sesudah diabukan (g) c = bobot cawan kosong (g)

4.3.8.

Analisis Kadar Lemak (Metode Soxhlet)

(36)

dalam desikator, dan ditimbang. Perhitungan kadar abu dapat dinyatakan sebagai persen kadar air (dry dan wet basis).

Kadar lemak = %

Keterangan : a = bobot sampel (g)

b = bobot labu lemak+ lemak hasil ekstraksi (g) c = bobot labu lemak kosong (g)

4.3.9.

Analisis Kadar Protein (Metode Kjeldahl)

Sampel sebanyak 100 – 250 mg dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian tambahkan 1.0 ± 0.1 gram K2SO4, 40 ± 10 mg HgO dan 2 ± 0.1 ml H2SO4. Ditambahkan pula 2 – 3 butir batu

didih. Sampel dididihkan selama 1 – 1.5 jam dengan kenaikan suhu secara bertahap sampai cairan menjadi jernih, lalu didinginkan. Sejumlah kecil air destilata ditambahkan melaui dinding labu secar perlahan dan digoyang pelan agar kristal yang terbentuk dapat larut kembali. Isi labu dipindahkan ke dalam labu destilasi dan labu dibilas sebanyak 5 - 6 kali dengan 1 – 32 ml air destilata kemudian air cucian labu tersebut dipindahkan ke dalam labu destilasi dan ditambahkan ke dalamnya 8 – 10 ml larutan 60 % NaOH – 5 % Na2CO3. Selanjutnya erlenmeyer 250 ml yang

berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2 – 4 tetes indikator metilen red-metilen blue diletakkan di bawah

kondensor dengan ujung kondensor harus terndam dengan larutan H3BO3 untuk menampung hasil

destilasi sekitar 15 ml. Hasil destilasi kemudian dititrasi oleh HCL 0.02 N terstandar sampai terjadi perubahan warna menajdi abu-abu. Prosedur yang sama pun dilakuka terhadap blanko (tanpa sampel).Penetapan kadar protein berdasar pada perhitungan :

Kadar protein (% bb) = . %

atau

Kadar protein (% bk) = %

% %

Keterangan :

a = ml titrasi HCl pada sampel b = ml titrasi HCl pada blanko

4.3.10.

Analisis Kadar Karbohidrat (

By Different

)

Penentuan kadar karbohidrat dilakukan secara by different, yaitu berat total produk dikurangi kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak.

Kadar karbohidrat (%) = 100 % - (K.A + A + P + L) Keterangan :

(37)

4.3.11.

Analisis Total Gula (Metode Luff-Schoorl)

Tahap persiapan contoh

Sebanyak 5 ml contoh dimasukkan ke dalam gelas piala, ditambahkan 95 ml air destilata dan 1 g CaCO3. Contoh dididihkan selama 30 menit, didinginkan, dan ditambahkan larutan

Pb-asetat jenuh hingga larutan menjadi jernih. Selanjutnya, larutan disaring. Tambahkan 1.5 g Na-oksalat kering ke dalam filtrat untuk mengendapkan Pb. Selanjutnya contoh kembali disaring. Sebanyak 1 ml filtrat dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan hingga tanda tera dengan air destilata.

Sebanyak 25 ml larutan pada pengenceran yang sama dengan larutan sebelum inversi dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Sebanyak 3 tetes indikator methylen red-methylen blue dan larutan HCl 4 N ditambahkan hingga larutan berwarna merah. Kemudian tambahkan larutan HCl 0,1 N sebanyak 15 ml. Selanjutnya, dimasukkan ke dalam waterbath lalu diinversi pada suhu 60-70 OC selama 30 menit. Kemudian, larutan didinginkan dan dinetralkan dengan 15 ml NaOH 0,1 N hingga netral. Jika belum netral, larutan NaOH 1 N ditambahkan hingga warna larutan tepat berubah menjadi orange lalu ditambahkan dengan aquades hingga tanda tera. Larutan tersebut kemudian dipipet sebanyak 25 ml lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, ditambahkan dengan larutan Luff-Schoorl sebanyak 25 ml. Pendingin balik dihubungkan dengan erlenmeyer kemudian tunggu hingga mendidih. Setelah itu, didiamkan selama 10 menit. Selanjutnya,

ditambahkan 25 ml H2SO4 6 N, CO2 dihilangkan, lalu ditambahkan dengan larutan KI 20%

sebanyak 15 ml sampai warna cokelat. Larutan kemudian dititrasi menggunakan Na2S2O3 0,1 N

dengan indikator pati 1% sampai warna biru tepat hilang.

Blanko

Larutan Luff-Schoorl 25 ml dipipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Lalu, ditambahkan 15 ml aquades kemudian dihubungkan dengan pendingin balik, dipanaskan sampai mendidih, dan ditunggu selama 10 menit. Setelah didinginan, sebanyak 25 ml larutan H2SO4 6 N

ditambahkan dan CO2 dihilangkan, lalu ditambah dengan larutan KI 20% sebanyak 15 ml. Larutan

dititrasi menggunakan titran Na-thiosulfat 0,1 N dengan indikator pati 1% sampai warna biru tepat hilang.Perhitungan kadar total gula adalah sebagai berikut:

Mula-mula dihitung selisih V Na2S2O3 0,1 N antara blanko dan sampel.

V Na2S2O3 : (b-a)

Setelah itu, selisih tersebut dicocokkan dengan angka kesetaraan gula pada Tabel Gula Luff-Schoorl. Tabel Kesetaraan Gula Luff-Schoorl dapat dilihat di Lampiran 10.

Kadar total gula :

x 100%

Keterangan :

a = Volume Na2S2O3(ml)

b = Volume Na2S2O3 untuk blanko (ml)

(38)

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1.

MEMPELAJARI KARAKTERISTIK INDUSTRI RUMAH TANGGA

MINUMAN TEMULAWAK INSTAN

[image:38.612.140.514.216.427.2]

Industri Rumah Tangga (IRT) minuman temulawak instan memiliki permasalahan yang secara garis besra dapat dilihat pada Tabel.

Tabel 4. Masalah di IRT minuman temulawak instan

Parameter Permasalahan

Formula produk Belum ada formula standard sehingga produk

tidak konsisten dan belum optimum

Ruang produksi Belum ada ruang khusus produksi sehingga

masih bersatu dengan dapur rumah pribadi

Sanitasi ruang produksi Langit-langit dan lantai masih dalam keadaan

kotor

Tempat sampah Belum adanya tempat sampah khusus di ruang

produksi

PPPK Belum ada perlengkapan PPPK untuk keperluan

produksi

Spesifikasi kemasan Belum ada penetapan spesifikasi kemasan

Pemeriksaan kesehatan Belum ada pemeriksaan kesehatan karyawan

secara rutin

Tanggal kadaluarsa Belum ada penetapan tanggal kadaluarsa produk

Kode produksi Belum ada penetapan kode produksi pada produk

Pencatatan dan dokumentasi Belum ada sistem pencatatan dan dokumentasi

Standard Operating Procedure (SOP) Belum ada pedoman tetap untuk spesifikasi bahan baku dan cara produksi

Minuman temulawak instan produksi salah satu IRT di Desa Benteng, Ciampea, Bogor belum memiliki formula standard. Formula standard diperlukan mengingat kesamaan prosedur saat produksi antara pemilik dan karyawan perusahaan. Selain itu, formula standard akan menghasilkan produk temulawak instan yang konsisten dan berkualitas baik. Hal ini erat kaitannya dengan kepercayaan konsumen yang timbul terhadap minuman temulawak instan produksi IRT Desa Benteng tersebut.

Ruang produksi di IRT minuman temulawak instan pun masih memiliki kekurangan sehingga belum memenuhi persyaratan. Produksi tidak dilakukan di ruang produksi khusus, tetapi masih bersatu dengan dapur rumah pribadi. Peralatan produksi, seperti kompor gas dan timbangan tergolong masih terbatas. Selain itu, IRT belum memiliki Standard Operating Procedure (SOP) untuk spesifikasi bahan baku atau cara produksi. SOP diperlukan guna menghasilkan produk yang aman, berkualitas, dan layak untuk dikonsumsi.

Kemasan produk minuman temulawak instan pada awalnya menggunakan kemasan primer plastik LDPE (Low Density Polyethylene), sedangkan kemasan sekundernya adalah kertas sampul cokelat yang strukturnya lebih kokoh sehingga dapat membentuk tubuh kemasan produk berbentuk keranjang.

(39)

terlindung dari berbagai cemaran yang dapat masuk saat penyimpanan, seperti semut, debu, dan sebagainya.

Label dan kemasan produk minuman temulawak instan masih memiliki masalah dalam hal ketidaksesuaian dengan peraturan tertulis yang diacu, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 mengenai Label dan Iklan Pangan.

Kemasan primer temulawak instan yang pada awalnya menggunakan plastik, saat ini telah diganti dengan alumunium foil. Alumunium foil dijadikan sebagai kemasan primer karena mampu menahan air dan udara lebih baik dibandingkan plastik. Hal ini disebabkan oleh alumunium foil yang memiliki tingkat permeabilitas terhadap air maupun udara yang lebih tinggi dibandingkan plastik.

Label produk minuman temulawak instan juga masih terdapat kesalahan. Informasi pada label masih sangat kurang dan belum sesuai dengan tata cara pelabelan. Keterangan pada label sekurang-kurangnya, antara lain nama produk, komposisi bahan, berat bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi, tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa menurut tata cara pelabelan yang diacu di Indonesia, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Selain itu, untuk produk IRTP wajib mencantumkan nomor P-IRT dan kode produksi pada setiap label produk.

Setelah dilakukan perbaikan, label temulawak instan kini telah memiliki informasi yang sesuai dengan PP No. 69 Tahun 1999. Kemasan sekunder produk tetap menggunakan kertas sampul yang lebih tebal sehingga produk dapat memiliki bentuk yang lebih kuat dan kokoh. Label dan kemasan produk IRT minuman temulawak instan sebelum dan setelah perbaikan dapat dilihat pada Gambar 6.

a b

Gambar 6. (a) Label dan kemasan produk IRT minuman temulawak instan sebelum perbaikan, (b) Label dan kemasan produk IRT minuman temulawak instan setelah perbaikan

5.2.

PEMBUATAN DAN FORMULASI MINUMAN TEMULAWAK

INSTAN

[image:39.612.158.467.387.580.2]
(40)

melibatkan beberapa bahan dalam proses pembuatannya, yaitu temulawak, gula pasir, daun pandan, garam, dan air.Temulawak yang digunakan adalah temulawak dalam bentuk segar. Proses awal pembuatan minuman temulawak instan, yaitu pemilihan temulawak segar yang digunakan sebagai bahan baku (sortasi). Setelah itu, dilakukan pembersihan dan penimbangan. Metode pembersihan yang digunakan adalah pencucian menggunakan air mengalir. Pencucian dilakukan dengan cara menggosok temulawak sehingga tanah dan kotoran lain yang menempel di kulit temulawak dapat terlepas.

Selanjutnya, dilakukan ekstraksi temulawak agar memperoleh ekstrak/sari temulawak untuk diolah lebih lanjut menjadi temulawak instan. Ekstraksi temulawak dilakukan melalui proses

penghancuran temulawak menggunakan blender kecepatan 3000 rpm selama 10 menitdengan

penambahan air sebagai agen ekstraksi menggunakan perbandingan

Gambar

Gambar 5. Diagram alir pembuatan minuman temulawak instan
Tabel 4. Masalah di IRT minuman temulawak instan
Gambar 6. (a) Label dan kemasan produk IRT minuman temulawak instan sebelum perbaikan,  (b) Label dan kemasan produk IRT minuman temulawak instan setelah perbaikan
Gambar 7. Perbandingan presentase kommposisi panelis dan respon panelis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya yang berupa kesehatan, lindungan serta bimbingan kepada penulis

KONSEP CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK (CPPB) PADA PEMBUATAN BOLU PISANG DI INDUSTRI RUMAH TANGGA.. “IBU HARMI”

Pengambilan sampel dilakukan secara purposive (berdasarkan pertimbangan tertentu), yaitu dipilih produk yang telah mencantumkan nomor P-IRT dalam label kemasannya

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas maka, pada laporan tugas akhir kali ini diperlukan evaluasi pengendaluan mutu dan perencanaan konsep CPPB

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya, sehingga penyusunan laporan Tugas Akhir di IRT Nusa Indah dapat diseleseikan

KONSEP CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK (CPPB) PADA PEMBUATAN KACANG OVEN DI INDUSTRI RUMAH TANGGA.. “ SAMUDRA ”