• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Perilaku Asertif Dengan Tingkat Stres Kerja Perawat Di RSJD Provsu Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Perilaku Asertif Dengan Tingkat Stres Kerja Perawat Di RSJD Provsu Tahun 2012"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Judul Penelitian : Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Perilaku Asertif Dengan Tingkat Stres Kerja Perawat di RSJD Provsu Medan

Peneliti : Mersi Nosiami Gulo

Saya adalah mahasiswi dari Fakultas Ilmu Keperawatan USU yang sedang melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengidentifikasi hubungan pengetahuan perawat tentang perilaku asertif dengan tingkat stres kerja perawat di RSJD Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan tugas akhir di Fakultas Ilmu Keperawatan USU.

Saya mengharapkan partisipasi Bapak/Ibu dalam memberi jawaban sesuai dengan yang Bapak/Ibu rasakan tanpa pengaruh dari pihak manapun. Saya akan menjamin Kerahasiaan identitas dan jawaban Bapak/Ibu. Informasi yang Bapak/Ibu berikan hanya akan digunakan untuk pengembangan ilmu keperawatan.

Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela, Bapak/Ibu bebas menerima atau menolak menjadi responden penelitian tanpa sanksi apapun.

Jika Bapak/Ibu bersedia menjadi responden dalam penelitian ini, silahkan Bapak/Ibu menandatangani surat persetujuan ini sebagai bukti sukarela dari Bapak/Ibu untuk berpatisipasi dalam kegiatan penelitian ini.

Terima kasih atas partisipasi Bapak / Ibu Untuk penelitian ini Tanda Tangan :

(2)

1.Kuesioner Data Demografi

Petunjuk : Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberikan tanda check list (v) pada kotak yang disediakan.

1. No. Kode Responden :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin : Pr Lk

4. Agama : Islam

Kristen Katolik Kristen Protestan

Hindu Buddha

5. Suku : Batak Jawa

Karo

lainnya

6. Pendidikan : D3 Keperawatan

S1 Keperawatan

S2 Keperawatan

7. Lama Bekerja : < 1 Tahun 1-5 Tahun

(3)

2. Kuesioner Pengetahuan Perawat Tentang Perilaku Asertif

Petunjuk : Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberikan tanda (X) pada jawaban yang menurut anda benar.

1. Agar rekan kita mau memperhatikan, memahami dan menghargai diri kita maka kita harus :

a. Terlebih dahulu menunjukkan perhatian, pemahaman dan penghargaan kepada mereka

b. Menolak setiap pendapat dan saran dari mereka c. Memilih teman yang sesuai dengan kita

d. Memberikan perhatian yang berlebihan

2. Ada tiga hal dalam membangun perilaku asertif, kecuali: a. Appreciation (penghargaan)

b. Acceptance (penerimaan) c. Accomodating (keramahan) d. Attention (perhatian)

3. Perasaan mau menerima, memberikan arti sangat positif terhadap perkembangan kepribadian seseorang merupakan salah satu pendekatan :

a. Appreciation (penghargaan) b. Acceptance (penerimaan) c. Accomodating (keramahan) d. Attention (perhatian)

4. Keramahan membuat hati kita senantiasa terbuka, yang dapat mengarahkan kita untuk bersikap akomodatif terhadap situasi dan kondisi yang kita hadapi tanpa meninggalkan kepribadian kita yang artinya :

a. Kita dapat memperlihatkan toleransi dengan penuh rasa hormat namun bukan berarti kita melebur dalam pandangan orang lain

b. Berbicara pelan dengan maksud agar orang tidak tersinggung c. Bersikap baik pada orang dengan cara membantu mereka

d. Berlaku sabar pada setiap tindakan yang bertentangan dengan pribadinya

5. Unsur verbal meliputi :

a. Kelancaran mengatakan kata-kata b. Mengunakan kontak mata

c. Mempertahankan hak dan mengungkapkan perasaan d. Ungkapan wajah

6. Perilaku asertif perawat ada dua yaitu verbal dan non verbal. Verbal meliputi menyatakan tidak atau menyatakan sikap, dll sedangkan non verbal adalah: a. Logat bahasa yang bervariasi

b. Gerakan tubuh yang berlebihan

c. Kekerasan suara/volume suara, kontak mata, ungkapan wajah, ungkapan tubuh, dll

d. Raut muka yang tidak bersahabat

(4)

b. Verbal d. Non verbal

8. Belajar berkata” tidak” mengajarkan untuk berkata tidak jika tidak sanggup memikul tanggungjawab tambahan, tanpa harus merasa bersalah atau merasa telah melukai perasaan orang lain. Selain hal di atas keterampilan perawat bersikap asertif adalah :

a. Melakukan penolakan secara damai b. Tidak berterus terang jika tidak mampu

c. Hanya tersenyum dalam menanggapi pendapat orang lain d. Mengalihkan tugas dan tanggung jawab kepada orang lain

9. Mampu berkata “tidak” ketika anda tidak ingin melakukan suatu pekerjaan merupakan keterampilan:

a. Asertif c. Agresif b. Pasif d. Aktif

10. Selain membantu mengklaim kepemilikan persepsi, keyakinan belajar berkata ”saya” membantu untuk, kecuali :

a. Pikiran c. Menghindari manipulasi b. Perasaan d. Pendapat

11. Salah satu ciri-ciri perawat asertif adalah, kecuali :

a. Bersikap acuh tak acuh pada pendapat dan saran orang lain b. Memiliki sikap dan pandangan yang aktif terhadap kehidupan c. Mampu berkomunikasi secara langsung dan terbuka

Bebas mengemukakan pikiran dan pendapat, baik melalui kata-kata maupun tindakan

12. Salah satu ciri perawat asertif adalah : a. Merespon dengan cepat

b. Bersikap ramah pada setiap orang

c. Mampu memulai, melanjutkan, dan mengakhiri suatu pembicaraan dengan baik

d. Membangun kerjasama pada sesama perawat

13. Menerima keterbatasan yang ada dalam dirinya dengan tetap berusaha untuk mencapai apa yang di inginkannya sebaik mungkin sehingga baik berhasil maupun gagal ia akan tetap memiliki harga diri (self esteem) dan kepercayaan diri (self confidence) adalah salah satu ciri-ciri dari :

a. Perawat profesional b. Perawat yang pintar c. Perawat asertif

d. Perawat yang memiliki keterampilan

14. Salah satu teknik tindakan asertif adalah, kecuali : a. Memberikan umpan balik

b. Berbicara sopan pada orang c. Menentukan batasan

d. Berlaku persisten

15. Mengabaikan provokasi, merespon kritik dan membuat permintaan merupakan bagian dari :

(5)

b. Teknik –teknik bertindak asertif c. Kategori perilaku asertif

d. Unsur-unsur perilaku asertif

16. Dalam teknik bertindak asertif selain memberikan umpan balik, perawat juga harus mampu :

a. Mengekspresikan perasaan b. Menolak permintaan

c. Meminta umpan balik dari orang lain d. Menggunakan kontak mata

17. Tidak menerima konsekuensi dari apa yang telah di ungkapkan merupakan hal yang tidak termasuk dalam:

a. Asertif permintaan b. Asertif penolakan c. Asertif pujian d. Asertif acceptance

18. Tidak menghargai dan tidak menyukai keberadaan orang lain bukanlah hal yang termasuk dalam kategori perilaku asertif :

a. Asertif penolakan b. Asertif pujian c. Asertf permintaan d. Prinsip asertif

19. Asertif permintaan merupakan asertif : a. Kemampuan untuk berkata tidak b. Mengekspresikan perasaan positif

c. Melakukan sesuatu yang diminta oleh orang lain tanpa paksaan d. Merespon kritik

20. Selain dari kecakapan untuk mengekspresikan perasaan positif maupun negatif yang termasuk dari prinsip asertif adalah :

a. Kecakapan menjawab setiap pertanyaan b. Kecakapan berinteraksi

c. Kecakapan dalam memberi pendapat

(6)

3. Kuesioner Tingkat Stres Kerja Perawat

Petunjuk : Berilah tanda check list ( v ) pada kolom dibawah ini yang menurut anda sesuai dengan yang pernah anda alami ketika anda sedang/setelah bekerja.

No Pertanyaan Ya Tidak

1 Apakah anda sering merasa mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang anda miliki?

2 Apakah anda merasa penglihatan anda menjadi lebih jelas ketika sedang menyelesaikan suatu pekerjaan?

3 Apakah anda memiliki perasaan untuk bekerja secara berlebihan?

4 Apakah anda merasa lekas capek sehabis bekerja?

5 Apakah ketika anda bangun pagi badan terasa tidak segar dan merasa letih?

6 Apakah anda merasa otot tengkuk dan punggung menjadi tegang sehabis bekerja?

7 Apakah ketika anda sedang bekerja anda sering marah- marah? 8 Apakah anda sering mengalami insomnia / susah tidur?

9 Apakah anda mudah terjaga / terbangun saat tidur dan sulit untuk tidur kembali?

10 Apakah anda merasa aktivitas pekerjaan anda menjenuhkan? 11 Apakah anda merasa ketika bekerja konsentrasi dan daya ingat

menurun?

12 Apakah anda sering menolak ajakan teman setelah bekerja? 13 Apakah anda merasa tidak bisa menyelesaikan pekerjaan yang

sederhana dan ringan?

(7)

15 Apakah anda sering merasa takut dan cemas ketika sedang bekerja?

16 Apakah anda merasa jantung anda berdebar keras ketika sedang bekerja?

17 Apakah ketika menyelesaikan suatu pekerjaan anda merasa sesak nafas?

(8)

Hasil Reliabel Pengetahuan Perawat tentang Perilaku Asertif dengan Menggunakan KR-20

No P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 X ?

1 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 8 64

2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 400

3 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 16 256

4 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 12 144

5 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 12 144

6 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 17 289

7 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 12 144

8 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 16 256

9 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 8 64

10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 18 324

Jlh 7 7 7 6 8 8 6 8 7 4 6 6 8 8 7 7 8 9 5 7 ? ? ? 2085

p 0,7 0,7 0,7 0,6 0.8 0,8 0,6 0,8 0,7 0,4 0,6 0,6 0,8 0,8 0,7 0,7 0,8 0,9 0,5 0,7 q 0,3 0,3 0,3 0,4 0,2 0,2 0,4 0,2 0,3 0,6 0,4 0,4 0,2 0,2 0,3 0,3 0,2 0,1 0,5 0,3

p.q 0,21 0,21 0,21 0,24 0,16 0,16 0,24 0,16 0,21 0,24 0,24 0,24 0,16 0,16 0,21 0,21 0,16 0,09 0,25 0,21 =3,97

Vt =

I

?

?

?

?

I

? ??

?

?

R =

?

? ? ?

?

? ??

I

? ?

? ?

=

? ? ? ? ?

?? ? ? ??

? ?

? ?

= 15,29 R =

? ?

? ? ? ?

?

? ? ?? ? ? ? ?? ?

(9)

Hasil Reliabel Stres Kerja dengan Menggunakan KR-20

No P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 X ?

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 17 289

2 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 8 64

3 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 25

4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 11 121

5 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 9

6 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 13 169

7 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 256

8 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 6 36

9 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 10 100

10 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 64

Jlh 8 8 9 7 6 6 7 7 6 5 3 5 4 3 4 3 3 3 97 1133

p 0,8 0,8 0,9 0,7 0,6 0,6 0,7 0,7 0,6 0,5 0,3 0,5 0,4 0,3 0,4 0,3 0,3 0,3 q 0,2 0,2 0,1 0,3 0,4 0,4 0,3 0,3 0,4 0,5 0,7 0,5 0,6 0,7 0,6 0,7 0,7 0,7

p.q 0,16 0,16 0,09 0,21 0,24 0,24 0,21 0,21 0,24 0,25 0,21 0,25 0,24 0,21 0,24 0,21 0,21 0,21 =3,79

Vt =

I

?

?

?

?

I

? ??

?

?

R =

?

? ? ?

?

? ??

I

? ?

? ?

=

? ? ? ? ?

?? ? ??

? ?

? ?

= 19,21 R =

? ?

? ? ? ?

?

? ? ?? ? ? ? ?? ?

(10)

Frequencies

[DataSet1] D:\The KrisAmy\spss blm siap.sav

Frequency Table

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 25-30 10 33,3 33,3 33,3

31-36 6 20,0 20,0 53,3

37-42 10 33,3 33,3 86,7

43-48 2 6,7 6,7 93,3

49-54 2 6,7 6,7 100,0

Total 30 100,0 100,0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Laki-laki 10 33,3 33,3 33,3

Perempuan 20 66,7 66,7 100,0

Total 30 100,0 100,0

Statistics

Umur Jenis Kelamin Agama Suku Pendidikan Lama Bekerja

N Valid 30 30 30 30 30 30

Missing 0 0 0 0 0 0

Mean 2,3333 1,6667 1,7000 2,2667 1,4000 2,4667

Median 2,0000 2,0000 1,0000 2,0000 1,0000 2,5000

Std. Deviation 1,21296 ,47946 ,83666 1,11211 ,49827 ,57135

Minimum 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

(11)

Agama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Islam 16 53,3 53,3 53,3

Kristen Katolik 7 23,3 23,3 76,7

Kristen Protestan 7 23,3 23,3 100,0

Total 30 100,0 100,0

Suku

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Batak 10 33,3 33,3 33,3

Karo 7 23,3 23,3 56,7

Jawa 8 26,7 26,7 83,3

Lainnya 5 16,7 16,7 100,0

Total 30 100,0 100,0

Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid D3 18 60,0 60,0 60,0

S1 12 40,0 40,0 100,0

Total 30 100,0 100,0

Lama Bekerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <1 tahun 1 3,3 3,3 3,3

1-5 tahun 14 46,7 46,7 50,0

>5 tahun 15 50,0 50,0 100,0

(12)

Frequency Table

Pengetahuan tentang Perilaku Asertif

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Baik 6 20,0 20,0 20,0

Cukup 15 50,0 50,0 70,0

Rendah 9 30,0 30,0 100,0

Total 30 100,0 100,0

Stres Kerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Rendah 7 23,3 23,3 23,3

Sedang 18 60,0 60,0 83,3

Tinggi 5 16,7 16,7 100,0

Total 30 100,0 100,0

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pengetahuan tentang

Perilaku Asertif * Stres Kerja

(13)

Pengetahuan tentang Perilaku Asertif * Stres Kerja Crosstabulation

Stres Kerja

Total rendah sedang Tinggi

Pengetahuan tentang Perilaku Asertif

Baik Count 1 4 1 6

Expected Count

1,4 3,6 1,0 6,0

Residual -,4 ,4 ,0

Cukup Count 6 9 0 15

Expected

Count

3,5 9,0 2,5 15,0

Residual 2,5 ,0 -2,5

Rendah Count 0 5 4 9

Expected

Count

2,1 5,4 1,5 9,0

Residual -2,1 -,4 2,5

Total Count 7 18 5 30

Expected

Count

7,0 18,0 5,0 30,0

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 10,741a 4 ,030

Likelihood Ratio 13,715 4 ,008

Linear-by-Linear Association 2,933 1 ,087

N of Valid Cases 30

a. 7 cells (77,8%) have expected count less than 5. The minimum

(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Mersi Nosiami Gulo

Tempat/Tanggal Lahir : Nias/03 Agustus 1990 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl.Jahe VI No.2 P.Simalingkar Medan

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1996-2002 : SDI No.075062 Doli-Doli 2. Tahun 2002-2005 : SLTP Negeri 2 Mandrehe

3. Tahun 2005-2008 : SMAS Katolik Budi Murni 2 Medan

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Abraham,C & Shanley, E. (1997). Psikologi Sosial Untuk Perawat. Jakarta : EGC.

Ade. (2010). Tingkat Stres Kerja Pada Perawat di Ruang Inap RSJ Menur Surabaya. Diakses tanggal 04 April 2012 di http://www.unair.ac.id

Agoes, A. (2003). Teori dan Manajemen Stres. Jakarta : Taroda Aikman,Ann & Water . (1991). Stres. Jakarta : Erlangga

Alimul, A. (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rhineka Cipta.

Chusna. (2010). Hubungan Beban Kerja Perawat Dengan Stres Kerja di

Instalasi Rawat Inap RSU Islam Surakarta. Diakses tanggal 14 November

2012 di http://ums.ac.id

Dadang. (2006). Manajemen stres, cemas, dan depresi. Jakarta : Gaya Baru. Erlinafsiah.(2010). Modal perawat dalam praktik keperawatan jiwa. Jakarta :

Trans Info Media.

Fitri.(2009). Perilaku Asertif. Diakses tanggal 04 April 2012 di

http://zhalabe.blogspot.com

Gail, W.Stuart. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC Hardjana,Agus. (1994). Stress tanpa Distress. Jogyakarta : Kanisius

Hadi. (2011). Upaya menurunkan stres kerja perawat ICU. Diakses tanggal 04 April 2012 di http://www.scribd.com

Imron.(2009). Standar Kompetensi Keperawatan Jiwa. Diakses tanggal 06 April 2012 di http://www.imron46.blogspot.com.

Kristianingsih, R. (2008). Hubungan Antara Perilaku Asertif Dengan Stres Kerja Pada Perawat di Rumah Sakit Umum Magetan dan Rumah Sakit

Griya Husada Madiun. Diakses tanggal 04 April 2012 di

(24)

Kusumawati.(2008). Stres dan Koping Perawat Pada Penanganan Pasien Perilaku Kekerasan. Diakses tanggal 12 April 2012 di

http://keperawatan.undip.ac.id.

Lowry,R. (2009). Sikap Asertif Perawat. Diakses tanggal 18 April di

http://RobertLowryHenky.blogspot.com.

Manag,J. (2007). Pengaruh Pelatihan Berbasis Web Pernyataan Untuk Stres Perawat di Jepang. Diakses 06 April 2012 di

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17688565

Managing Partner The Jakarta Consulting Group. (2006). Memilih Asertif Bukan

Agresif. Diakses tanggal 04 April 2012 di http//www.The Jakarta

Consulting Group.com.

Muing A. (2012). Studi Tentang Sikap Asertif perawat dalam Memberikan Pelayanan keperawatan diInstalasi Rawat Inap RSUD Labuang Baji Makassar. Diakses tanggal 14 Desember 2012 di http://stikesnh.ac.id

Namura & Pieter, H. 2010. Pengantar Psikologi dalam Keperawatan. Jakarta : Kencana.

National Safe Council. 2004. Manajemen Stres. Jakarta : EGC.

Notoadmojo,S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rhineka Cipta.

Notoadmojo,S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rhineka Cipta Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Pratanti. (2008). Perilaku Asertif. Diakses tanggal 18 April 2012 di zhalabe.blogspot.com

Putri. (2012). Hubungan antara Kecerdasan Emosi Dengan Stres Kerja Pada

Perawat ICU dan Perawat IGD. Diakses tanggal 14 November 2012 di

http://ums.ac.id

Rahman. (2010). Strategi Coping Perawat di RSJD Surakarta. Diakses tanggal 06 April 2012 di http://etd.eprints.ums.ac.id

Rasmun. (2004). Stres, Koping dan Adaptasi. Jakarta : Sagung Seto

(25)

& Nusa Indah Di RSUD. dr. Djoelham Binjai. Diakses tanggal 04 April 2012 di http://usu.repository.ac.id

Retnaningsih.(2007). Kontribusi Perilaku Asertif Atas Kecerdasan Emosional.

Diakses tanggal 04 April 2012 di http://papers.gunadarma.ac.id. Roger. (2008). Assertivitas Perawat. Diakses tanggal 26 April 2012 di

www.rguhs.ac.in

Setiadi. (2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu

Sunaryo.(2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

Supardi. (2007). Analisa Stres Kerja Pada Kondisi dan Beban Kerja Perawat

Dalam Klasifikasi Pasi en di Ruang Rawat Inap RS Putri Hijau Medan.

Diakses tanggal 19 Desember 2012 di http://Repository.usu.ac.id

Umiyati. (2009). Perbedaan Perilaku Antara Etnis Jawa Dengan Etnis Dayak.

Diakses tanggal 04 Mei 2012 di http:umrielpoenya.blogspot.com

Wahyu.(2009). Pengaruh Stres Kerja terhadap Kinerja Perawat di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Soeroyo Magelang. Diakses tanggal 04 April 2012 di

http://www.skripsistikes,wordpress.com

Wilkinson, G. (2003). Panduan Menangani Stres Sendiri. Jakarta : Intimedia & Ladang Pustaka.

(26)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep yang satu terhadap konsep yang lainnya atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoadmojo, 2010).

Kerangka konsep ini menjelaskan dugaan bahwa ada hubungan diantara dua variabel yakni variabel independen, pengetahuan perawat tentang perilaku asertif dan variabel dependen, tingkat stres kerja perawat.

Skema 3.1 : Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Perilaku Asertif dengan Tingkat Stres Kerja Pada Perawat di RSJD PROVSU Medan

Pengetahuan Perawat tentang perilaku asertif :

1. Pendekatan dalam membangun asertif

2. Unsur-unsur perilaku asertif 3. Keterampilan bersikap asertif 4. Ciri-ciri perawat asertif

5. Teknik-teknik bertindak asertif 6. Kategori perilaku asertif

(27)

3.2Defenisi Operasional

Variabel Defenisi operasional Alat Ukur Hasil ukur Skala

Pengetahuan Perawat tentang perilaku asertif

Segala informasi yang diketahui dan dipahami perawat di RSJD Provsu tentang perilaku asertif yang meliputi : pendekatan dalam membangun asertif, unsur-unsur perilaku asertif, keterampilan bersikap asertif, ciri-ciri perawat asertif, teknik-teknik bertindak asertif dan kategori perilaku asertif Kuesioner yang terdiri dari 20 pertanyaan Baik (14-20)

Cukup (7-13)

Rendah (<6)

Ordinal

Tingkat stres kerja perawat

Hasil penilaian terhadap

berat ringannya stres

yang dialami perawat di

(28)

3.3 Hipotesis

Ho : Hipotesis yang menyatakan tidak ada hubungan antara variabel yang satu dengan variabel lainnya.

Ha : Hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara variabel yang satu dengan variabel lainnya

(29)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif korelatif yang digunakan untuk mendeskripsikan pengetahuan perawat tentang perilaku asertif dan menganalisis hubungan pengetahuan perawat tentang perilaku asertif dengan tingkat stres kerja perawat di RSJD Provinsi Sumatera Utara.

.

4.2Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi penelitian adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bekerja diruang inap RSJD Provinsi Sumatera Utara yaitu sebanyak 122 orang.

4.2.2 Sampel

(30)

- Bersedia menjadi responden

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling yaitu suatu cara pengambilan sampel dimana tiap unsur yang membentuk populasi diberi kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel, dilakukan dengan cara mengundi anggota populasi di RSJD Provinsi Sumatera Utara.Peneliti akan mendaftar semua anggota populasi, kemudian masing- masing anggota populasi diberi nomor, masing- masing dalam satu kertas kecil-kecil telah diberi nomor kemudian digulung. Gulungan kertas yang telah berisi nomor- nomor tersebut, kemudian dimasukkan ke dalam suatu kotak yang digunakan untuk mengaduk sehingga tempatnya tersusun secara acak. Setelah proses pengadukan dianggap sudah merata, kemudian peneliti atau orang lain yang diawasi peneliti, mengambil gulungan kertas satu persatu sampai diperoleh sejumlah sampel yang diperlukan.

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

(31)

4.4 Pertimbangan Etik

Prosedur penelitian dilakukan setelah mendapat izin penelitian, kemudian dilakukan dengan pengumpulan data, menganalisa data, dan menampilkan data penelitian yang hanya dilakukan untuk kepentingan penelitian. Jika responden bersedia diteliti maka lebih dahulu menandatangani lembar persetujuan. Bila responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak responden. Untuk menjaga kerahasiaan responden pada lembar pengumpulan data yang akan diajukan pada responden lembar tersebut hanya diberi No. kode responden. Kerahasiaan informasi yang diberikan di jamin kerahasiaan oleh peneliti (Nursalam, 2001).

4.5 Instrumen Penelitian

4.5.1 Kuesioner Data Demografi

Meliputi umur, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan dan lama bekerja.

4.5.2Kuesioner pengetahuan perawat tentang perilaku asertif

(32)

skornya adalah 0. Jadi total skor tertinggi adalah 20 dan skor terendah adalah 0. Jawaban akan dikategorikan berpengetahuan baik jika skor diantara (14-20), cukup (7-13) dan rendah (<6).

4.5.3 Kuesioner stres kerja perawat

Kuesioner ini terdiri dari 18 pertanyaan berisi tentang stres kerja pada perawat yang disesuaikan dengan tinjauan pustaka untuk mengukur tingkat stres kerja pada perawat. Kuesioner ini menggunakan skala Guttman yaitu skala tegas yang hanya memiliki 2 pilihan jawaban dalam hal ini menggunakan jawaban ya dan tidak. Skor tersebut akan dibagi dalam tiga kategori yaitu berat (14-18), sedang (7-13) dan ringan (<6).

4.5.4 Pengukuran Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan (Arikunto, 2006). Validitas selanjutnya dikonsultasikan kepada yang ahli dalam penyusunan instrumen ini.

4.5.5 Pengukuran Realibilitas

(33)

diantaranya pemberian instrumen hanya sekali dengan bentuk instrumen kepada satu subjek studi.

Uji realibilitas dilakukan terhadap 10 orang perawat di ruang rawat jalan RSJD PROVSU. Pada bagian pertanyaan tentang pengetahuan dan stres kerja pada perawat dilakukan perhitungan manual menggunakan KR-20. Hasil realibilitas terhadap 10 orang responden diperoleh hasil koefisien sebesar 0,77 hal ini berarti instrumen telah reliabel (Setiadi, 2007).

4.6 Rencana Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengajukan permohonan izin kepada Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan kepada Direktur RSJD Provinsi Sumatera Utara. Setelah mendapatkan izin penelitian, peneliti melanjutkan dengan proses pengambilan data. Pengambilan data dilakukan dengan cara membagikan kuesioner kepada responden untuk diisi. Setelah pertemuan tersebut peneliti menunggu hasil pengisian kuesioner sambil menjelaskan hal- hal mana yang belum bisa dimengerti. Setelah semua kuesioner terisi dan dikembalikan kepada peneliti maka seluruh data tersebut dilakukan proses analisa data.

(34)

4.7 Analisa Data

(35)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Dalam bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan penelitian mengenai karakteristik responden dan hubungan pengetahuan perawat tentang perilaku asertif dengan tingkat stres kerja perawat di RSJD Provsu Medan dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang.

5.1.1. Karakteristik Responden

(36)
[image:36.596.157.514.177.542.2]

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012. (n = 30)

Karakteristik Frekuensi Persentase(%) Jenis Kelamin

Laki-laki 10 33,3

Perempuan 20 66,6

Umur

25-30 10 33,3

31-36 37-42 43-48 49-54 6 10 2 2 20 33,3 6,7 6,7 Agama Islam Kristen Katolik Kristen Protestan 16 7 7 53,3 23,3 23,3 Suku Batak Karo Jawa Lain-lain 10 7 8 5 33.3 23.3 26,7 16,7 Pendidikan D3 S1 18 12 60 40 Lama Kerja <1 Tahun 1-5 Tahun > 5 Tahun

(37)

5.1.2 Pengetahuan Perawat Tentang Perilaku Asertif

Berdasarkan Tabel 5.2 dibawah ini menunjukkan bahwa mayoritas perawat memiliki pengetahuan tentang perilaku asertif dalam kategori cukup yakni sebanyak 15 orang (50%).

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Perawat tentang Perilaku Asertif di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012. (n=30)

5.1.3 Stres Kerja Perawat

[image:37.596.138.518.311.379.2]

Berdasarkan tabel 5.3 dibawah ini menunjukkan bahwa tingkat stres kerja pada perawat di RSJD Provsu mayoritas dalam kategori sedang yakni sebanyak 18 orang (60%).

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Stres Kerja Perawat di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012.(n=30)

Pengetahuan Perawat

tentang Perilaku Asertif Frekuensi Persentase(%)

Baik 6 20

Cukup 15 50

Rendah 9 30

Stres Kerja Perawat Frekuensi Persentase(%)

Tinggi 5 16,7

Sedang 18 60

[image:37.596.147.474.610.659.2]
(38)

5.1.4 Hubungan Pengetahuan Perawat tentang Perilaku Asertif dengan

[image:38.596.108.539.176.341.2]

Tingkat Stres Kerja Perawat

Tabel 5.4 Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Perilaku Asertif Dengan Tingkat Stres Kerja Perawat di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012. (n=30)

Hasil analisis hubungan antara pengetahuan perawat tentang perilaku asertif dengan tingkat stres kerja perawat diperoleh bahwa perawat berpengetahuan asertif yang cukup mengalami tingkat stres kerja yang sedang sebanyak 9 orang (60%) sedangkan perawat yang berpengetahuan asertif yang rendah mengalami tingkat stres kerja yang tinggi sebanyak 4 orang (44,5%). Hasil uji statistik diperoleh nilai ? = 0,03 maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan stres kerja pada perawat berpengetahuan asertif yang baik dengan yang berpengetahuan asertif yang rendah (ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat tentang perilaku asertif dengan tingkat stres kerja perawat).

Pengetahuan perawat tentang

perilaku asertif

Stres kerja perawat

Total

P value Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % N %

Baik 1 16,6 4 66,7 1 16,6 6 100

0,03

Cukup 6 40 9 60 0 0 15 100

Rendah 0 0 5 55,5 4 44,5 9 100

(39)

5.2. Pembahasan

5.2.1 Pengetahuan Perawat Tentang Perilaku Asertif Di RSJD Provsu

Dalam penelitian ini pengetahuan perawat tentang perilaku asertif adalah semua pemahaman perawat tentang perilaku asertif yang meliputi pendekatan dalam membangun asertif, unsur-unsur perilaku asertif, keterampilan bersikap asertif, ciri-ciri perawat asertif, teknik-teknik bertindak asertif dan kategori perilaku asertif.

Hasil penelitian tentang pengetahuan perawat tentang perilaku asertif menunjukkan bahwa mayoritas pengetahuan perawat tentang perilaku asertif termasuk dalam kategori cukup sebanyak 15 orang (50%), 6 orang (20%) dengan pengetahuan asertif yang baik dan 9 orang (30%) berpengetahuan asertif yang rendah.

(40)

mengecewakan orang lain sehingga dirinya tidak diterima diantara teman-temannya.

Berdasarkan wawancara peneliti dengan para responden, perawat di RSJD Provsu masih belum memiliki pemahaman yang baik tentang asertif karena mereka beranggapan bahwa perilaku asertif bertujuan untuk membuat orang lain senang, misalnya mereka tidak menolak ketika teman meminta tolong walau hal itu bertentangan dengan keinginan mereka. Hal ini merupakan pemahaman yang salah, karena asertif merupakan suatu kejujuran dan usaha untuk melakukan hal yang terbaik yang dapat kita lakukan dan tujuannya bukan untuk menyenangkan orang lain.

Hal ini sejalan dengan pendapat Pratanti (2007), bahwa kebanyakan orang tidak mau bersikap asertif karena ada rasa takut mengecewakan orang lain, takut jika akhirnya dirinya tidak disukai atau diterima. Selain itu alasan untuk mempertahankan kelangsungan hubungan juga sering menjadi alasan karena salah satu pihak tidak ingin membuat pihak lain sakit hati. Padahal, dengan membiarkan diri untuk bersikap tidak asertif justru akan mengancam hubungan yang ada karena salah satu pihak kemudian akan merasa dimanfaatkan oleh pihak lain.

(41)

Hal ini juga dilatar belakangi oleh tingkat pendidikan, perawat yang bekerja di RSJD Provsu sebagian besar adalah tamatan D3 keperawatan. Pengetahuan mereka tentang perilaku asertif masih belum baik, hal ini disebabkan karena mereka merupakan perawat vokasional yang lebih menjurus kepada praktek. Pendidikan mempunyai andil yang cukup besar terhadap pembentukan perilaku, khususnya perilaku asertif. Pendidikan mempunyai tujuan untuk menghasilkan individu yang mudah menerima dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan kerja, lebih mampu untuk mengungkapkan pendapatnya, memiliki rasa tanggung jawab dan lebih berorientasi ke pendapatnya.

Hal ini sejalan dengan penelitian Muing A. (2012) di RSUD Labuang Baji Makassar yang menyatakan bahwa Perawat belum semuanya bersikap asertif dalam pelayanan keperawatan. Hal ini disebabkan oleh latar belakang pend idikan perawat yang mayoritas berpendidikan D3 keperawatan sebanyak 96,7 %.

Hal ini juga berkaitan dengan lama kerja perawat tersebut di rumah sakit. Pengalaman dalam menghadapi pasien dan teman sekerja akan mempengaruhi perilaku asertif seorang perawat. Rata-rata perawat di RSJD Provsu telah bekerja > 5 tahun, Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keteramp ilan dalam berperilaku asertif terhadap pasien dan sesama perawat.

(42)

dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain pendidikan, usia, jenis kelamin dan pengalaman kerja.

5.2.2 Tingkat Stres Kerja Perawat Di RSJD Provsu

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden dikategorikan dalam tingkat stres kerja sedang yakni sebanyak 18 orang (60%), tingkat stres yang rendah sebanyak 7 orang (23,3%) dan 5 orang (16,7%) responden mengalami stres dalam kategori tinggi . Hal ini menunjukkan bahwa perawat di RSJD Provsu telah menyesuaikan diri dengan situasi kerja dan memahami apa yang menjadi penyebab dari stres kerja mereka sebagai seorang perawat sehingga stres kerja yang mereka alami menurun.

Menurut Hans Selye dalam Sunaryo (2002) stres merupakan respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban yang ada dalam dirinya. Misalnya bagaimana respon tubuh perawat ketika mengalami beban pekerjaan yang berlebihan. Bila perawat sanggup mengatasinya artinya tidak ada gangguan pada fungsi organ tubuh, maka perawat tidak mengalami stress. Namun jika perawat mengalami gangguan pada fungsi organ tubuh sehingga tidak dapat menjalankan pekerjaannya dengan baik maka ia mengalami stress.

(43)

kritis, berurusan dengan pengobatan/perawatan pasien dan merawat pasien yang gagal untuk membaik.

Berdasarkan wawancara dan kuesioner yang telah dibagikan kepada responden beban kerja yang dialami perawat di RSJD Provsu tergolong sedang, hal ini disebabkan pasien yang dirawat sebagian telah mampu beraktivitas seperti biasa dan membantu perawat dalam mengawasi serta merawat pasien yang masih belum mampu seperti membersihkan ruangan, memandikan pasien, memberi makan dan obat pada pasien. Pembagian shift kerja disesuaikan dengan proporsi kerja dimana shift pagi lebih banyak perawat jaganya karena jumlah kerja lebih banyak di pagi hari daripada sore dan malam hari.

Waktu yang tersisa setelah melaksanakan tugasnya dalam merawat pasien digunakan untuk mendokumentasikan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien, bercakap-cakap dengan pasien atau sesama perawat. Namun banyaknya waktu luang diantara jam kerja dan melakukan kegiatan yang sama setiap hari membuat perawat merasa jenuh bekerja, perawat bosan untuk bekerja yang menyebabkan potensi perawat merasakan keletihan.

(44)

Supardi (2007) di RS Putri Hijau Kesdam Medan menunjukkan bahwa perawat dengan beban kerja yang sedang mengalami stres kerja yang disebabkan oleh kebosanan, kondisi kerja yang kurang baik dan ketidakpuasan.

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Chusna (2010) di RSU Islam Surakarta yang menyatakan bahwa perawat mengalami tingkat stres kerja yang tinggi. Peningkatan beban kerja yang dialami oleh perawat dalam memberikan pelayanan menimbulkan stres yang menyebabkan kondisi perawat menjadi tidak stabil. Dari hasil analisis data terdapat hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan stres kerja. Hal ini membuktikan bahwa beban kerja yang berlebihan pada perawat dapat menyebabkan timbulnya stres kerja yang dialami oleh perawat.

(45)

Namun sebagian responden yakni 5 orang (16,7%) mengalami stres kerja yang tinggi, hal ini disebabkan perawat masih belum bisa menyesuaikan dirinya dengan lingkungan kerja dan kurang berinteraksi dengan perawat yang lain, hal ini biasanya dialami perawat yang masih baru kerja di RSJD Provsu, mereka masih canggung untuk berkomunikasi dengan perawat yang telah lama bekerja disana. Perawat merasa bosan dengan pekerjaan mereka yang menurut mereka terus berulang setiap hari dan merasa tidak mampu memberi dukungan yang dibutuhkan teman sekerjanya serta tidak mampu merawat pasien dengan baik. Bahkan ada yang mengalami konflik dengan sesama perawat yang lain dan tidak bisa berkomunikasi dengan baik kepada pasien hal ini semua menyebabkan mereka mengalami stres kerja

Hal ini sejalan dengan penelitian Andreas K (2008) terhadap perawat di RS tipe C Semarang yang menyatakan bahwa komunikasi yang kurang antara sesama perawat menjadi faktor pemicu stres yang dialami perawat di tempat kerja. Selain itu, kemampuan individu dalam mengambil sikap di tempat kerja memberi pengaruh yang cukup besar sebagai penyebab stres kerjsa.

(46)

5.2.3 Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Perilaku Asertif Dengan

Tingkat Stres Kerja Perawat Di RSJD Provsu

Berdasarkan hasil analisa statistik yang diperoleh menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan perawat tentang perilaku asertif dengan tingkat stres kerja perawat di RSJD Provsu. Dari analisa statistik diperoleh nilai signifikan p = 0,03. Nilai ini lebih kecil dari nilai signifikan a = 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesa diterima artinya bahwa adanya hubungan antara pengetahuan perawat tentang perilaku asertif dengan tingkat stres kerja perawat di RSJD Provsu dapat diterima. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kristianingsih (2008) menunjukkan adanya hubungan yang berkorelasi negatif antara stres kerja dengan perilaku asertif yaitu semakin seorang perawat berperilaku asertif maka stres kerjanya akan semakin rendah. Perawat yang mengalami stres kerja disebabkan oleh lingkungan kerja yang tidak mendukung, komunikasi antara sesama staf tidak terjalin dengan baik dan beban kerja yang berlebihan. Untuk itu perawat harus beradaptasi dengan lingkungan dimana dia bekerja, lebih terbuka dengan staf yang lain sehingga komunikasi bisa terjalin dengan baik dan menerima tanggung jawab dan perannya dengan baik.

(47)

pasien. Perawat mampu mengungkapkan pendapatnya secara langsung dan bersikap tegas dalam menghadapi pasien dan sesama perawat.

Pengetahuan perawat tentang perilaku asertif berhubungan dengan tingkat stres kerja perawat di tandai dengan perawat yang memiliki pemahaman tentang perilaku asertif misalnya sabar, ramah kepada pasien dan sesama perawat, suka membantu teman, menghargai sesama staf dan menerima tanggung jawabnya masing- masing seperti merawat pasien, memandikan pasien, memberi makan dan obat kepada pasien mampu untuk beradaptasi dengan situasi kerja, mampu mengungkapkan pendapatnya dan mampu berinteraksi dengan sesama perawat dan pasien. Hal ini dapat menurunkan stres kerja yang dialami perawat selama bekerja.

Perawat berpengetahuan asertif yang rendah cenderung mengalami tingkat stres yang tinggi, hal ini disebabkan perawat masih belum mampu mengeluarkan pendapatnya dan terus memendamnya karena takut dirinya tidak diterima diantara teman-temannya sehingga hal ini memicu munculnya stres kerja. Selain itu kemampuan berinteraksi dengan lingkungan kerja juga kurang, merasa bosan dengan pekerjaan mereka yang menurut mereka terus berulang setiap hari.

(48)

dan tekanan lingkungan (lingkungan pekerjaannya), mereka akan tetap tenang walaupun berada dibawah tekanan dan mampu bekerja dengan baik.

Namun berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perawat yang berpengetahuan asertif yang baik memiliki stres kerja ya ng tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya stres kerja tidak hanya dipengaruhi oleh perilaku asertif seorang perawat, tetapi lama bekerja perawat < 5 tahun yang merasa bosan dengan pekerjaannya misalnya melakukan pendokumentasian keperawatan pada pasien gangguan jiwa yang dilakukan secara berulang- ulang, melakukan intervensi keperawatan pada pasien gangguan jiwa setiap hari secara rutin dan kondisi psikologis individu yang mengalami stres kerja serta cara pandang perawat tersebut dalam menangani stres yang dialaminya.

Hal ini sejalan dengan Rasmun (2004) yang mengatakan bahwa cara pandang perawat dalam melihat situasi kerja akan menentukan besarnya stres yang dialami perawat. Stres pada tingkat tertentu bertindak sebagai stimulus atau dorongan untuk bertindak, namun ketika stres meningkat sampai pada fase kelelahan maka prestasi kerja dapat menurun secara dratis.

(49)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Sesuai dengan tujuan penelitian sebelumnya telah disebutkan dalam BAB 1, maka kesimpulan dari penelitian ini menjawab dari tujuan penelitian yang telah ditentukan. Hasil yang diperoleh dari penelitian Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Perilaku Asertif Dengan Tingkat Stres Kerja Perawat di RSJD Provsu ini adalah sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar perawat di RSJD Provsu memiliki pengetahuan tentang perilaku asertif dalam kategori cukup (n= 15, 50%).

2. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil bahwa sebagian besar perawat di RSJD Provsu mengalami tingkat stres kerja dalam kategori sedang (n=18, 60%).

3. Dari hasil uji analisa statistik didapat hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat tentang perilaku asertif dengan tingkat stres kerja perawat di RSJD Provsu (p value = 0,03).

(50)

6.2 Saran

6.2.1 Praktek Keperawatan

Rumah sakit sebaiknya mempertimbangkan pelatihan asertif dalam pengembangan staf dan kualitas keperawatan. Meskipun pelatihan asertif bukan hal yang bersifat urgent namun pelatihan ini bisa diadakan mengingat manfaat asertif merupakan strategi dalam upaya menurunkan stres kerja yang dialami perawat. Selain itu, diharapkan perawat dapat mengembangkan kerjasama yang positif dan terpadu melalui tolong menolong dan keterbukaan antar sesama perawat.

6.2.2 Pendidikan Keperawatan

Sebagai rekomendasi untuk peserta didik keperawatan sebaiknya mengakses pengetahuan tentang perilaku asertif serta berlatih berperilaku asertif. Diharapkan institusi pendidikan dapat memberikan kontribusi seperti seminar dan pelatihan berperilaku asertif kepada peserta didik sehingga tingkat stres kerja yang dialami perawat dapat diturunkan.

6.2.3. Penelitian

(51)
(52)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Perilaku

Menurut Skinner seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme merespon (Notoadmojo, 2003).

Berdasarkan teori Skinner maka perilaku dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Perilaku tertutup (covert behaviour)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup(covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum diamati secara jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka (overt behavior)

(53)

Perilaku Asertif

Keasertifan diri didefenisikan sebagai suatu kemampuan untuk berkeinginan kuat merasa nyaman dengan pikiran, perasaan dan tindakan kita, tidak menghambat juga tidak membuat tindakan yang agresif, untuk memperbaiki diri sendiri di dalam lingkungan. Keasertifan diri telah menjadi fokus utama dalam mengubah perilaku yang berkaitan dengan stres. Keasertifan adalah salah satu dari tiga gaya umum perilaku manusia, yang terletak diantara perilaku pasif dan perilaku agresif (National Safety Council, 2003).

Perilaku asertif adalah kemampuan untuk mengemukakan pikiran, perasaan, pendapat secara langsung, jujur dan dengan cara yang tepat dan sesuai dalam penyampaiannya yaitu tidak menyakiti atau merugikan diri sendiri maupun orang lain. Beberapa aspek dari perilaku asertif, yaitu berusaha mencapai tujuan, kemampuan mengungkapkan perasaan, menyapa atau memberi salam kepada orang lain, menampilkan cara yang efektif dan jujur, menanyakan alasan, berbicara mengenai diri sendiri, menghargai pujian dari orang lain, penolakan, menatap lawan bicara, dan respon melawan rasa takut (Retnaningsih, 2007).

2.1.2 Pendekatan dalam Membangun Perilaku Asertif

Dalam membangun assertivitas terdapat beberapa pendekatan yang dapat ditempuh. Salah satunya adalah Formula 3 A, yang terangkai dari tiga kata Appreciation, Acceptance, Accommodating.

(54)

atas apa yang terjadi pada diri mereka. Mereka pun seperti kita, tetap membutuhkan perhatian orang lain. Dengan demikian, agar mereka mau memperhatikan, memahami, dan menghargai diri kita, maka sebaiknya kita mulai dengan terlebih dahulu menunjukkan perhatian, pemahaman dan penghargaan kepada mereka.

Acceptance adalah perasaan mau menerima, memberikan arti sangat positif terhadap perkembangan kepribadian seseorang, yaitu menjadi pribadi yang terbuka dan dapat menerima orang lain sebagaimana keberadaan diri mereka masing- masing. Dalam hal ini, kita tidak memiliki tuntutan berlebihan terhadap perubahan sikap atau perilaku orang lain (kecuali yang negatif) agar ia mau berhubungan dengan mereka. Tidak memilih- milih orang dalam berhubungan dengan tidak membatasi diri hanya pada keselarasan tingkat pendidikan, status sosial, suku, agama, keturunan, dan latar belakang lainnya.

(55)

sekali untuk diperhatikan agar kita mampu menempatkan diri secara benar di tengah khalayak luas, sekaligus membina saling pengertian dengan banyak orang (Managing Partner The Jakarta Consulting Group, 2006).

2.1.2 Unsur-unsur Perilaku Asertif

Perilaku asertif perawat terdiri dari dua unsur yakni verbal dan non verbal. Unsur verbal meliputi menyatakan tidak atau menyatakan sikap, meminta bantuan atau mempertahankan hak dan mengungkapkan perasaan. Sedangkan unsur non verbal mencakup kekerasan suara/volume suara, kelancaran mengatakan kata-kata, kontak mata, ungkapan wajah, ungkapan tubuh dan jarak pada saat berinteraksi (Lowry, 2009).

2.1.3 Keterampilan Perawat Bersikap Asertif

a. Belajar berkata “tidak” : mengajarkan untuk berkata tidak jika tidak sanggup memikul tanggung jawab tambahan, tanpa harus merasa bersalah atau merasa telah melukai perasaan orang lain.

b. Belajar cara menggunakan pernyataan “saya” : membantu untuk mengklaim kepemilikan pikiran, perasaan, pendapat, persepsi dan keyakinan.

(56)

terutama jika anda merasa takut ditolak.pelatihan bersikap asertif mendorong anda untuk melakukan kontak mata ketika mengungkapkan pikiran, perasaan dan pendapat kepada orang lain.

d. Menggunakan bahasa tubuh yang asertif. Cara berdiri dan memposisikan tangan, kaki, dan tubuh dapat memperkuat atau justru memperlemah pesan anda.

e. Melakukan penolakan secara damai. Apabila pendapat dan fakta disampaikan dengan tenang, semua sudut pandang dapat tergambar dalam proses pembuatan keputusan sehingga penolakan tersebut dianggap sehat.

f. Menghindari manipulasi.

g. Mencoba berespons bukan bereaksi. Belajar merespons sebuah situasi berarti meluangkan waktu untuk memikirkan respons yang sesuai dengan situasi saat itu dan menggunakannya.

2.1.4 Ciri-ciri Perawat Asertif

Fensterheim dan Baer (1980) berpendapat seseorang dikatakan mempunyai sikap asertif apabila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a. Bebas mengemukakan pikiran dan pendapat, baik melalui kata-kata

maupun tindakan.

b. Dapat berkomunikasi secara langsung dan terbuka.

(57)

d. Mampu menolak dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pendapat orang lain, atau segala sesuatu yang tidak beralasan dan cenderung bersifat negatif.

e. Mampu mengajukan permintaan dan bantuan kepada orang lain ketika membutuhkan.

f. Mampu menyatakan perasaan, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan dengan cara yang tepat.

g. Memiliki sikap dan pandangan yang aktif terhadap kehidupan.

h. Menerima keterbatasan yang ada di dalam dirinya dengan tetap berusaha untuk mencapai apa yang diinginkannya sebaik mungkin, sehingga baik berhasil maupun gagal ia akan tetap memiliki harga diri (self esteem) dan kepercayaan diri (self confidence).

2.1.5 Teknik-teknik bertindak asertif

a. Memberikan umpan balik.

b. Meminta umpan balik dari orang lain. c. Menentukan batasan.

(58)

2.1.6 Kategori perilaku asertif

Prinsip dan bentuk asertif antara lain:

a. Pada prinsipnya asertif adalah kecakapan orang untuk berkata tidak, untuk meminta bantuan atau minta tolong orang lain.

b. Kecakapan untuk mengekspresikan perasaan-perasaan positif maupun negative.

c. Kecakapan untuk melakukan inisiatif dan memulai pembicaraan. Ada 3 kategori perilaku asertif yaitu :

a. Asertif penolakan yaitu ucapan untuk memperhalus, seperti misalnya : maaf.

b. Asertif pujian yaitu mengekspresikan perasaan positif, seperti misalnya menghargai, menyukai, mencintai, mengagumi, memuji dan bersyukur.

c. Asertif permintaan yaitu asertif yang terjadi kalau seseorang meminta orang lain melakukan sesuatu yang memungkinkan kebutuhan atau tujuan seseorang tercapai tanpa tekanan atau paksaan.

2.2 Pengetahuan

(59)

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Overt Behavior)

Proses Adopsi Perilaku

Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni :

a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus terlebih dahulu.

b. Interest yakni orang mulai tertarik kepada stimulus

c. Evaluation ( menimbang- nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d. Trial ,Orang telah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption, Subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

(60)

2.2.2 Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitive mempunyai 6 tingkatan:

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

(61)

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu metode kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjukkan kepada sesuatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi- formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justification atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian tersebut didasarkan pada suatu kriteria-kriteria yang telah ada.

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan dalam Diri Seseorang

1. Pendidikan

(62)

Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut .

2. Informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact)

(63)

terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

3. Sosial budaya dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

4. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

5. Pengalaman

(64)

masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.

6. Usia

(65)

2.3 Stres Kerja

Stres merupakan ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia (National Safety Council, 2003).

Stres kerja adalah suatu proses yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang karena pekerjaan, tempat kerja atau situasi kerja yang tertentu (Dadang, 2006).

Stres kerja juga merupakan penentu penting timbulnya depresi, penyebab keempat terbesar timbulnya penyakit di seluruh dunia. Bukan suatu hal yang mustahil jika pada kurun waktu tertentu muncul stres, karena apa yang dikerjakan nampak sia-sia atau tidak menghasilkan sesuatu yang berarti bagi dirinya maupun orang lain. Terlebih lagi, jika kondisi ini dibarengi dengan faktor eksternal lainnya, seperti kurang mendapat penghargaan, tuntutan pengembangan diri kurang, situasi lingkungan kerja yang kurang kondusif, dan lainnya. Semakin tuntutan yang tidak terpenuhi, semakin meningkat kualitas stres yang dihadapi (Hadi, 2011).

2.3.2 Sumber Stres Kerja dalam Keperawatan

Menurut Abraham C. dan Shanley F. (1997) sumber stres dalam keperawatan meliputi :

(66)

merasa tidak mampu memberi dukungan yang dibutuhkan teman sekerja dan menghadapi masalah keterbatasan tenaga.

b. Kesulitan menjalin hubungan dengan staf yang lain, misalnya mengalami konflik dengan teman sejawat, mengetahui orang lain tidak menghargai sumbangsih yang dilakukan dan gagal membentuk tim kerja dengan staf.

c. Kesulitan terlibat dalam merawat pasien kritis, misalnya kesulitan menjalankan peralatan yang belum dikenal, mengelola prosedur atau tindakan baru dan bekerja dengan dokter yang menuntut jawaban dan tindakan cepat.

d. Berurusan dengan pengobatan/perawatan pasien misalnya bekerja dengan dokter yang tidak memahami kebutuhan sosial dan emosional pasien, terlibat dalam ketidaksepakatan pada program tindakan, merasa tidak pasti sejauh mana harus memberi informasi pada pasien atau keluarga dan merawat pasien yang sulit atau tidak kerja sama.

e. Merawat pasien yang gagal untuk membaik misalnya pasien lansia, pasien yang nyeri kronis dan yang meninggal selama dirawat. (Sunaryo,2004).

2.3.3 Gejala-gejala stres kerja

(67)

kepala, sering menangis, sulit tidur, perasaan was-was, frustasi dan lain-lain.

Gejala-gejala terhadap stres dibagi menjadi menjadi empat bagian : a. Fisik, meliputi sakit kepala, jantung berdebar-debar, lidah menjadi

kelu, kehilangan nafsu makan, sulit tidur, berkeringat secara berlebihan, kaku dibagian dada, leher dan punggung bagian belakang, diare, sembelit, sulit konsentrasi dan mudah merasa lelah. b. Emosi, meliputi mudah marah, cemas, pencemburu, kurang istirahat,

tidak sabaran, mudah menangis, tidak punya inisiatif, menyendiri,banyak pikiran, dan tidak memiliki refleksi respons emosi yang positif. Kondisi ini dipicu karena ketidakstabilan hormon didalam tubuh.

c. Kognitif, contohnya pelupa, khawatir berlebihan, tidak fokus, kurang kreatif, sulit berpikir dan berpikiran negatif.

d. Lingkungan, contohnya menarik diri dari lingkungan dan tidak peduli. (Wulandari,2010).

2.3.4 Tahapan Stres Kerja

Menurut Van Amberg (1979) sebagaimana dikemukakan oleh Hawari (2001) bahwa tahapan stress adalah sebagai berikut:

(68)

pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki dan penglihatan menjadi tajam.

b. Stres Tahap kedua, yaitu stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi badan tidak terasa segar dan merasa letih, lekas capek pada saat menjelang sore hari, lambung atau perut tidak nyaman, jantung berdebar, otot tengkuk dan punggung menjadi tegang. Hal ini disebabkan karena cadangan tenaga yang tidak memadai.

c. Stres tahap ketiga, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti defekasi yang tidak teratur, otot semakin tegang, emosional, insomnia, mudah terjaga dan sulit untuk tidur kembali, bangun terlalu pagi, koordinasi tubuh terganggu dan mau jatuh pingsan.

d. Stres tahap keempat, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti tidak mampu bekerja sepanjang hari (loyo), aktivitas pekerjaan terlalu sulit dan menjenuhkan, kegiatan rutin terganggu, dan gangguan pada pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat menurun, serta dapat menimbulkan ketakutan serta kecemasan.

e. Stres tahap kelima, yaitu tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan secara fisik dan mental, ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan ringan, gangguan pencernaan berat, meningkatnya rasa takut dan cemas, bingung dan panik.

(69)

2.3.5 Akibat Stres Kerja

a. Kelelahan akibat kerja

Meliputi kelelahan fisik, emosional, dan mental yang disebabkan oleh adanya keterlibatan dalam waktu yang lama dengan situasi yang menuntut secara emosional. Misalnya sedih tanpa sebab, bingung, kehilangan orientasi, mudah marah, hilangnya kepedulian atau kesabaran, mudah sinis, gangguan somatis atau fisik berupa sakit kepala, sakit kepala, sakit sendi, gangguan perut, dan lain- lain yang tidak jelas penyebabnya dan tidak kunjung sembuh.

b. Psikosomatis

Psikosomatis adalah penyakit yang berupa gejala-gejala fisik yang disebabkan atau diperburuk oleh faktor mental atau psikologis. Sebenarnya segala penyakit melibatkan reaksi pikiran dan fisik, namun beberapa penyakit dapat diperburuk oleh faktor mental seperti stres misalnya penyakit jantung atau tekanan darah tinggi.

c. Trauma

Secara psikologis trauma mengacu pada pengalaman yang mengagetkan dan menyakitkan yang melebihi situasi stres yang dialami manusia dalam kondisi wajar.

d. Trauma sekunder

(70)

e. Kelelahan kepedulian

Merupakan kelelahan emosional disebabkan karena empati dan kepedulian yang terus-menerus sebagai tuntutan dan sifat pekerjaan yang terus menerus harus memperhatikan orang lain. Orang yang mengalami kelelahan kepedulian biasanya cenderung mengalami kelelahan fisik yang sangat, perasaan tak berdaya, sedih tanpa sebab, bingung dan perasaan bersalah yang terus- menerus karena tidak bisa membantu orang lain ya ng memerlukan bantuan (Wulandari, 2010).

2.3.6 Penanganan Stres Kerja

Stres sebenarnya tidak selalu buruk dan merupakan bagian normal dari kehidupan sehari- hari. Stres merupakan motivasi yang dibutuhkan seseorang untuk aktif karena merupakan suatu energi. Namun, stres dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman jika seseorang tidak mampu menanganinya. Cara penanganan stres kerja yang dialami adalah :

a. Merencanakan dengan baik aktivitas : apa, mengapa, bagaimana, kapan dan siapa yang bertanggung jawab terhadap tugas-tugas yang akan dikerjakan.

b. Membangun iklim kerja yang menyenangkan yaitu dengan bersikap terbuka dan berkomunikasi dengan sesama rekan kerja.

c. Mengerti terhadap tugas dan tanggung jawab, serta tidak ragu untuk bertanya.

(71)

e. Memiliki sikap toleransi kepada sesama rekan kerja.

f. Mendelegasikan sebagian tanggung jawab kepada rekan kerja g. Mempertahankan semangat tim kerja.

h. Menyediakan lingkungan kerja yang baik, meminimalkan gangguan-gangguan seperti suara, ventilasi, cahaya dan suhu.

i. Berolahraga secara teratur.

(72)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Keperawatan adalah pelayanan sosial yang diberikan oleh perawat terhadap individu, keluarga dan masyarakat yang mempunyai masalah kesehatan. Pelayanan yang diberikan adalah upaya mencapai derajat kesehatan seoptimal mungkin sesuai dengan potensi yang dimiliki dalam menjalankan kegiatan dibidang promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan menggunakan proses keperawatan yang dilaksanakan oleh tenaga keperawatan bekerja sama dengan petugas kesehatan lainnya dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal. Keperawatan jiwa merupakan sebagian dari penerapan ilmu tentang perilaku manusia, psikososial, biopisik dan teori- teori kepribadian dimana penggunaan diri perawat itu sendiri secara terapeutik sebagai alat atau instrumen yang digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan (Erlinafsiah, 2010).

Perawatan psikiatrik menurut American Nurses Associations (ANA)

(73)

Perawat jiwa berperan sebagai pemberi asuhan keperawatan yang dapat dilakukan dengan mempertahankan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosa keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan kebutuhan manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Selain itu perawat berperan sebagai advokat, edukator, koordinator, kolaborator dan konsultan (Imron, 2010).

Dalam menjalankan perannya perawat mengalami stres. Stres adalah salah satu bahaya psikologis di tempat kerja di zaman modern saat ini. Menurut hasil survei dari PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) tahun 2006, sekitar 50,9% perawat yang bekerja di empat provinsi di Indonesia mengalami stres. Selain itu American National Association for Occupational Safety menempatkan kejadian stress pada perawat berada di urutan paling atas pada empat puluh pertama kasus stres pada pekerja (Wahyu, 2009)

(74)

Penelitian yang dilakukan Kusumawati (2008) tentang Stres Perawat di Instalasi Rawat Inap RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang didapati bahwa gejala ya ng timbul pada stres perawat dalam penanganan pasien dengan perilaku kekerasan yang dijumpai di rumah sakit jiwa meliputi sedih, menghindar, emosi, marah, kelelahan, lebih waspada, intonasi suara jadi tinggi, berpikir tidak realistis, dan khawatir.

Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya menunjukkan bahwa dari 60,98% perawat mengalami stres kerja yang tinggi. Hal ini disebabkan lingkungan kerja, beban kerja perawat dan ancaman serangan ditempat kerja (Ade, 2010)

Banyak perilaku yang dapat memicu atau mempertahankan respons terhadap stres. Perubahan lama dan menggantinya dengan perilaku yang baru dan tepat akan membantu menyelesaikan masalah yang menyebabkan stres. Keterampilan berperilaku asertif adalah perilaku untuk merasakan dan mengekspresikan emosi, dan pendapat. Keasertifan diri bukanlah sikap pasif yang memperkuat persetujuan atau penolakan dan juga bukan sikap agresif yang dapat mengintimidasi orang lain (National safety Council, 2003)

(75)

perilaku antar pribadi yang bersifat jujur dan terus terang dalam mengekspresikan pikiran dan perasaan dengan me mpertimbangkan pikiran dan kesejahteraan orang lain.

Menurut Notoadmojo (2003) dalam Umiyati (2009) pengetahuan merupakan bagian dari perilaku manusia yakni ungkapan apa yang diketahui atau hasil dalam pekerjaan. Pengetahuan mempunyai andil yang cukup besar terhadap pembentukan perilaku, khususnya perilaku asertif sehingga perilaku asertif seseorang berhubungan dengan apa yang diketahui tentang asertif dan menjadikan hasil yakni perilaku asertif.

Hasil penelitian yang dilakukan Ratih (2009) di RSUD dr. Djoeham Binjai menunjukkan bahwa pengetahuan perawat tentang perilaku asertif dalam kategori cukup 68,3 %. Hal ini disebabkan pemahaman perawat tentang perilaku asertif masih belum baik karena beranggapan bahwa perilaku asertif bertujuan untuk membuat orang lain senang.

(76)

Hasil penelitian yang dilakukan J Nurs Manag (2007) tentang Pengaruh Pelatihan Berbasis Web Pernyataan Untuk Manajemen Stres Perawat Jepang

menunjukkan bahwa pernyataan pengetahuan dan perilaku sukarela dalam asertif selama pelatihan meningkat dan stres kerja menurun sekitar 65,9 %.

Sebuah penelitian yang dilakukan Kristianingsih (2008) yang mengidentifikasi Hubungan Antara Perilaku Asertif dengan Stres Kerja pada Perawat di Rumah Sakit Umum Magetan dan Rumah Sakit Griya Husada

Madiun, diperoleh hubungan yang berkorelasi negatif antara stres dengan perilaku asertif yaitu semakin seorang perawat berperilaku asertif maka stres kerjanya akan semakin rendah.

(77)

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah Bagaimana hubungan pengetahuan perawat tentang perilaku asertif dengan tingkat stres kerja pada perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara ?

3. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengidentifikasi hubungan pengetahuan perawat tentang perilaku asertif dengan tingkat stres pada perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012.

2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi pengetahuan perawat tentang perilaku asertif di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.

2. Mengidentifikasi tentang

Gambar

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Perawat tentang Perilaku Asertif di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012
Tabel 5.4 Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Perilaku Asertif

Referensi

Dokumen terkait

Analisis menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan tingkat stres kerja antara shift pagi, sore dan malam pada perawat rawat inap di RSUD

Mereka tidak merasa rendah diri (minder) karena kekurangannya dan tidak meremehkan individu lain karena kelebihannya.. Bertindak sesuai dengan minat. Individu-individu yang asertif

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara perilaku asertif dan tingkat stres kerja pada karyawan.. Subjek penelitian adalah karyawan

Karena dengan hasil prosentase sangat tinggi sebesar 42% dengan hasil kategorisasi stres sangat rendah, maka dapat disimpulkan bahwa perawat tidak mengalami stres dalam

Berdasarkan kesimpulan dan hasil pengujian yang telah dilakukan dari penelitian dapat diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan (bermakna) antara tingkat stres kerja

Hasil diketahui bahwa responden memiliki tingkat stres ringan sebanyak 108 orang (99,1%), sebagian besar responden memiliki kinerja yang baik sebanyak 87 orang (71,5%), dan

Tingkat stres kerja perawat yang sebagian besar yaitu 76% berada dalam kategori sedang dapat disebabkan karena perawat sudah dapat mengurangi jumlah dan jenis

Hubungan Beban Kerja perawat dengan Stres kerja di ruang IGD dan ICU Di RSUD Prof Dr soekandar Mojosari – Mojokerto Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat memiliki beban kerja