TESIS
Oleh
MABRUR
107011143/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
MABRUR
107011143/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
Pembimbing Pembimbing
(Prof Dr. Budiman Ginting, SH, M. Hum) (Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum
2. Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn
Nama : MABRUR
Nim : 107011143
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NOTARIS
DALAM MELAKSANAKAN KEWENANGAN
JABATANNYA MELAKUKAN LEGALISASI
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
i
bawah halaman terakhir dari akta itu oleh notaris tersebut dibubuhkan pernyataan bertanggal mengenai keterangan bahwa yang membubuhkan tanda tangan itu dikenal atau diperkenalkan kepadanya. bahwa tulisan tersebut telah dibacakan terlebih dahulu sebelum dilakukan penandatangan oleh para penghadap. Kemudian Notaris tersebut membubuhkan tandatangannya dan cap di bawah keterangan yang dibuatnya itu, untuk selanjutnya didaftarkan kedalam buku khusus legalisasi Buku khusus berisi daftar legalisasi itu merupakan bagian dari protokol yang harus dimiliki oleh setiap Notaris. Perbuatan legalisasi tidak sama dengan pembuatan akta otentik dan oleh karena itu sifat pertanggungjawabannya juga berbeda baik terhadap Notaris yang yang bersangkutan, maupun terhadap pihak yang melaksanakan kedua perbuatan hukum tersebut.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif, Dimulai dari premis umum dan diakhiri dengan suatu kesimpulan khusus. Pengumpulan data diperoleh dari bahan hukum primer yang terdiri dari norma atau kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundangan-undangan yang terkait dengan hukum kenotariatan khususnya dalam hal legalisasi. Dan bahan-bahan hukum tertier yang terdiri dari kamus umum, kamus hukum, majalah, jurnal ilmiah serta artikel-artikel yang relevan dengan penelitian ini.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Semua Akta selain akta otentik dan belum ditandatangani oleh para pihak boleh dilegalisasi oleh Notaris. Legalisasi yang dimaksudkan disini adalah Penandatanganan surat dibawah tangan dihadapan Notaris disertai dengan pernyataan bertanggal berupa keterangan tertulis yang dibubuhkan oleh Notaris tersebut : bahwa yang membubuhkan tanda tangan itu dikenal atau diperkenalkan kepadanya; bahwa tulisan tersebut telah dibacakan terlebih dahulu sebelum penandatanganannya dan kemudian Notaris tersebut membubuhkan tandatangan dan cap Notaris di bawah keterangan yang dibuatnya itu, kemudian didaftarkan kedalam buku khusus legalisasi. Dengan dilegalisasinya suatu akta oleh Notaris maka kekuatan pembuktian formil dari akta itu akan sama sebagaimana yang dimiliki oleh akta otentik. Pertanggungjawaban Notaris sebagai pejabat publik terhadap akta yang dilegalisasinya hanya sebatas apa yang dia saksikan dan apa yang dia nyatakan pada akhir itu. Perlindungan hukum terhadap Notaris yang melakukan legalisasi adalah bahwa Notaris tersebut hanya dapat dijadikan saksi. Kesepakatan yang dilegalisasinya, telah dibuat dan disepakati oleh para pihak terlebih dahulu sebelum dibawa kehadapannya untuk dilegalisasi.
ii
Notary after read by notary in the presence of the witnesses. The notary describes the legalization before put the stamp and signs the lower part of the last page of the deed. And then Notary registers the deed into the special register for legalization by put the date based on the date of signing. The special register contains the legalization list as a part of the protocol owned by Notary. The legalization is not same to the preparing the authentic deed and therefore its responsibility is differed either to the Notary or to the parties who do the law action.
This research is an analytic descriptive using the normative juridical as approach refer to the law norms that contained in the valid regulations as normative standard that begin by general premise and ended by a special conclusion. The data is collected from the primary law such as norm or basic principles, basic rule, law and regulation related to the notary law especially in legalization issue. And the tertiary law material that consists of general dictionary, law dictionary, magazines, scientific journal and articles related to this research.
The results of research indicates that all of deed in addition to authentic deed and has not yet signed by parties can be legalized by notary. The legalization means the signing of under hand deed before Notary with any statement on a date such as written statement by notary that the people who sign the deed is known by or introduced to him/her; that the statement had read before the signing and then notary sign and put stamp of notary under the statement made by him/her and then to register it into the special registration for legalization. By a legalization of a deed by Notary, the formal verification of the deed is same as authentic deed. The accountability of notary as public officer to the legalized deed is limited to what had be known by him/her and what his/her statement in the end of the page. The law protection to the Notary who makes legalization is that the Notary only can be a witness. The agreement legalized by him/her had made and approved by parties before take the deed for legalization.
iii
rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini tepat pada
waktunya. Adapun judul tesis ini adalah “Perlindungan Hukum terhadap Notaris dalam Melaksanakan Kewenangan Jabatannya melakukan Legalisasi”. Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk
memperoleh gelar Magister Kenotariatan Program Studi S2 Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan
dorongan baik berupa masukan maupun saran, sehingga penulisan tesis dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih
yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan
amat terpelajar BapakProf. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CNselaku Pembimbing
utama penulis, BapakProf. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Pembimbing II
penulis, dan Bapak Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn, selaku Pembimbing III penulis
yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk
kesempurnaan penulisan tesis ini.
Kemudian juga, kepada Dosen Penguji yang terhormat dan amat terpelajar
IbuDr.T.Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHumdan IbuHj. Chairani Bustami Jusuf,
iv
yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. BapakProf. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), , Sp.A (K), selaku
Rektor Universitas Sumatra Utara yang telah memberikan kesempatan dan
fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, yang telah memberi kesempatan dan fasilitas kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus
pembimbing yang telah memberikan bimbingan serta saran yang membangun
kepada penulis tesis ini.
4. Bapak dan Ibu Guru Besar juga Dosen Pengajar pada Program Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik
dan membimbing penulis sampai kepada tingkat Magister Kenotariatan.
5. Para pegawai/karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, yang selalu membantu kelancaran dalam hal
manajemen administrasi yang dibutuhkan.
Sungguh rasanya suatu kebanggaan tersendiri dalam kesempatan ini penulis
juga turut menghaturkan sembah sujud dan ucapan terima kasih yang tak terhingga
v
Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan
kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar
selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan dan rezeki yang melimpah kepada kita
semua.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna,
namun tak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan
manfaat kepada semua pihak.
Medan, Januari 2014 Penulis,
vi
Nama : Mabrur
Tempat/Tgl. Lahir : Simpang Balik / 3 Desember 1974
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jalan Takengon-Bireun, Dusun Keude
Simpang Balik, Kecamatan Wih Pesam Kabupaten Bener Meriah.
II. KELUARGA
Ayah : Alm. H. Syeh Nurdin
Ibu : Hj. Timah
Kakak/Abang : Zuryati, SyN
Zulaika
Azzama, SE, MM.
Amridini Sp.d
Zulkarnani, SP
Gomsalati, SH, SPN
Anhar, SE
Mikial, S.Pd
III. PENDIDIKAN
SDN 2 Wih Pesam Ijazah Tahun : 1987
SMPN 2 Wih Pesam Ijazah Tahun : 1990
SMAN 1 Takengon : 1993
S-1 Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara Ijazah Tahun : 2005
vii
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR SINGKATAN/ISTILAH ASING ... ix
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Keaslian Penelitian... 10
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi ... 12
G. Metode Penelitian... 25
1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 25
2. Bahan Penelitian ... 26
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 27
4. Analisis Data ... 27
BAB II PRAKTEK LEGALISASI OLEH NOTARIS ... 29
A. Akta dan Jenis-jenis Akta... 29
B. Legalisasi Akta... 36
C. Akta Sebagai alat Bukti... 41
D. Wewenang Notaris Dalam Melakukan Legalisasi ... 47
BAB III PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS TERHADAP AKTA YANG TELAH DILEGALISASINYA ... 55
viii
A. Akta Yang Dilegalisasi Oleh Notaris sebagai Alat Bukti
Di Pengadilan ... 74
B. Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Berkaitan Dengan Akta Di Bawah Tangan yang Telah Dilegalisasinya ... 89
C. Sekilas Tentang Alat Bukti Saksi... 96
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 101
A. Kesimpulan ... 101
B. Saran... 102
ix Schriftelijk Bewijs : Bukti Tertulis
Gijzeling : Penyanderaan
KUH Perdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
HIR : Herziene Inlandsch Reglement (Berlaku di daerah Jawa dan Madura)
HAM : Hak Azasi Manusia
INI : Ikatan Notaris Indonesia IUS Constitutum : Hukum Positif
Legalisasi : Penandatanganan Surat/Dokumen di Bawah Tangan di hadapan Notaris
Lex Loci Solutionis : hukum yang berlaku adalah tempat dimana isi perjanjian dilaksanakan
MPND : Majelis Pengawas Notaris Daerah (Notaris) MPNW : Majelis Pengawas Notaris Wilayah (Notaris) MPNP : Majelis Pengawas Notaris Pusat (Notaris) Minuta Akta : Asli Akta Notaris
PJN : Peraturan Jabatan Notaris Partij Akte : Akta Para Pihak
Pacta Sun Servanda : Janji harus Ditepati
Protocol Notaris : Tempat Penyimpanan Surat Dokumen Notaris
RBg : Rechtsreglement voor de Buitengewesten (Berlaku di daerah luar Pulau Jawa dan Madura)
Rechthandelling : Perbuatan Hukum Rechtsfeit : Fakta Hukum Rechtszekerheid : Kepastian Hukum Streking : Maksud dan Tujuan Staatblad : Lembaran Negara
i
bawah halaman terakhir dari akta itu oleh notaris tersebut dibubuhkan pernyataan bertanggal mengenai keterangan bahwa yang membubuhkan tanda tangan itu dikenal atau diperkenalkan kepadanya. bahwa tulisan tersebut telah dibacakan terlebih dahulu sebelum dilakukan penandatangan oleh para penghadap. Kemudian Notaris tersebut membubuhkan tandatangannya dan cap di bawah keterangan yang dibuatnya itu, untuk selanjutnya didaftarkan kedalam buku khusus legalisasi Buku khusus berisi daftar legalisasi itu merupakan bagian dari protokol yang harus dimiliki oleh setiap Notaris. Perbuatan legalisasi tidak sama dengan pembuatan akta otentik dan oleh karena itu sifat pertanggungjawabannya juga berbeda baik terhadap Notaris yang yang bersangkutan, maupun terhadap pihak yang melaksanakan kedua perbuatan hukum tersebut.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif, Dimulai dari premis umum dan diakhiri dengan suatu kesimpulan khusus. Pengumpulan data diperoleh dari bahan hukum primer yang terdiri dari norma atau kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundangan-undangan yang terkait dengan hukum kenotariatan khususnya dalam hal legalisasi. Dan bahan-bahan hukum tertier yang terdiri dari kamus umum, kamus hukum, majalah, jurnal ilmiah serta artikel-artikel yang relevan dengan penelitian ini.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Semua Akta selain akta otentik dan belum ditandatangani oleh para pihak boleh dilegalisasi oleh Notaris. Legalisasi yang dimaksudkan disini adalah Penandatanganan surat dibawah tangan dihadapan Notaris disertai dengan pernyataan bertanggal berupa keterangan tertulis yang dibubuhkan oleh Notaris tersebut : bahwa yang membubuhkan tanda tangan itu dikenal atau diperkenalkan kepadanya; bahwa tulisan tersebut telah dibacakan terlebih dahulu sebelum penandatanganannya dan kemudian Notaris tersebut membubuhkan tandatangan dan cap Notaris di bawah keterangan yang dibuatnya itu, kemudian didaftarkan kedalam buku khusus legalisasi. Dengan dilegalisasinya suatu akta oleh Notaris maka kekuatan pembuktian formil dari akta itu akan sama sebagaimana yang dimiliki oleh akta otentik. Pertanggungjawaban Notaris sebagai pejabat publik terhadap akta yang dilegalisasinya hanya sebatas apa yang dia saksikan dan apa yang dia nyatakan pada akhir itu. Perlindungan hukum terhadap Notaris yang melakukan legalisasi adalah bahwa Notaris tersebut hanya dapat dijadikan saksi. Kesepakatan yang dilegalisasinya, telah dibuat dan disepakati oleh para pihak terlebih dahulu sebelum dibawa kehadapannya untuk dilegalisasi.
ii
Notary after read by notary in the presence of the witnesses. The notary describes the legalization before put the stamp and signs the lower part of the last page of the deed. And then Notary registers the deed into the special register for legalization by put the date based on the date of signing. The special register contains the legalization list as a part of the protocol owned by Notary. The legalization is not same to the preparing the authentic deed and therefore its responsibility is differed either to the Notary or to the parties who do the law action.
This research is an analytic descriptive using the normative juridical as approach refer to the law norms that contained in the valid regulations as normative standard that begin by general premise and ended by a special conclusion. The data is collected from the primary law such as norm or basic principles, basic rule, law and regulation related to the notary law especially in legalization issue. And the tertiary law material that consists of general dictionary, law dictionary, magazines, scientific journal and articles related to this research.
The results of research indicates that all of deed in addition to authentic deed and has not yet signed by parties can be legalized by notary. The legalization means the signing of under hand deed before Notary with any statement on a date such as written statement by notary that the people who sign the deed is known by or introduced to him/her; that the statement had read before the signing and then notary sign and put stamp of notary under the statement made by him/her and then to register it into the special registration for legalization. By a legalization of a deed by Notary, the formal verification of the deed is same as authentic deed. The accountability of notary as public officer to the legalized deed is limited to what had be known by him/her and what his/her statement in the end of the page. The law protection to the Notary who makes legalization is that the Notary only can be a witness. The agreement legalized by him/her had made and approved by parties before take the deed for legalization.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pencatatan, merupakan hal yang penting dilakukan didalam kehidupan
bermasyarakat. Terutama sekali didalam perbuatan hukum keperdataan yang
membutuhkan tersedianya alat bukti atas kebenaran suatu peristiwa. Untuk
kejadian-kejadian tertentu, pencatatan yang dilakukan bahkan membutuhkan keterlibatan
beberapa orang saksi. Keberadaan saksi-saksi ini penting, mengingat sifat dari
manusia itu sendiri rentan akan kealfaan dan kelupaan. Apalagi jika
peristiwa-peristiwa itu telah terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama. Pencatatan seperti
ini, di kenal dengan istilah surat dibawah-tangan.
Bagi umat islam pencatatan sebagaimana disebutkan di atas merupakan suatu
hal yang merupakan kewajiban untuk dilakukan, sebagaimana diisyaratkan didalam
Al-qur’an surat Al-Baqarah ayat 182-1831. Ayat ini juga mengisyaratkan pentingnya
dibuat suatu lembaga khusus yang berwenang membuat catatan untuk dipergunakan
sebagai alat bukti tulisan.
“Hai orang-orang yang beriman!, apabila kamu melakukan utang piutang tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menulis, dan hendaklah orang yang berpiutang itu mendektekan, dan hendaklah dia bertaqwa kepada Allah, Tuhannya. Dan Janganlah dia mengurangi sedikitpun
1 Ahmad Hatta,Tafsir Qur’an Perkata, Dilengkapi Dengan Asbabun Nuzul dan Terjemah,
Magfirah Pustaka, Jakarta, 2009, hal. 48
darinya. Jika yang berhutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah (keadaannya), atau tidak mampu mendektekan sendiri, maka hendaklah walinya mendektekannya dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang laki-laki (diantaramu). Jika tidak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu sukai dari para saksi (yang ada), supaya jika seorang lupa, maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu menolak (memberi keterangan) jika dipanggil; dan janganlah kamu bosan menuliskannya untuk batas waktunya, baik hutang itu kecil maupun besar. Yang demikian itu lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan. (Tulislah Mu’amalahmu itu), kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan diantara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menuliskannya. Dan ambil saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah menulis dipersulit dan begitu juga saksi, jika kamu lakukan (yang demikian), maka sunguh hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan Allah mengetahui segala sesuatu”. Dan jika kamu didalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu memegang amanatnya (Utangnya) dan hendaklah dia bertaqwa kepada Allah, Tuhannya. Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena siapa yang menyembunyikannya, sungguh hatinya kotor (berdosa). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan
secara tegas, bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum, prinsip
Negara hukum adalah menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum. Hal
ini mengingatkan kita akan arti pentingnya dilakukan pencatatan terhadap kebenaran
suatu peristiwa. Terutama sekali terhadap peristiwa-peristiwa yang membutuhkan
pembuktian dimasa yang akan datang. Kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum
itu, menuntut adanya alat bukti yang menentukan dengan tegas tentang hak dan
kewajiban seseorang sebagai subyek hukum. Berkaitan dengan pencatatan yang akan
kenotariatan. Mula-mula lembaga ini muncul pada zaman Romawi, kemudian masuk
ke Belanda, dan oleh Pemerintah Kolonial Belanda diperkenalkan hingga akhirnya
berkembang seperti sekarang ini. Pencatatan yang dilakukan melalui lembaga ini
diantaranya dimaksudkan untuk menciptakan alat bukti tulisan yang kita kenal juga
dengan istilah akta.
Jabatan Notaris, merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh Negara2.
Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris menyebutkan dan memberikan pengertian tentang
Notaris, adalah sebagai berikut :
“Notaris adalah Pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturaan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semua sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain”.
Untuk membuat akta otentik, seseorang harus mempunyai kedudukan sebagai
pejabat umum atau ditetapkan oleh undang-undang. Seorang advokat, meskipun ahli
dalam bidang hukum, tidak berwenang untuk membuat akta otentik, karena Ia tidak
mempunyai kedudukan sebagai pejabat umum. Sebaliknya untuk hal-hal tertentu,
seorang pegawai catatan Sipil meskipun bukan seorang ahli hukum, berhak membuat
akta otentik. Minsalnya untuk membuat akta kelahiran, akta perkawinan, akta
perceraian, akta kematian dan lain-lain. Notaris adalah satu-satu pejabat umum yang
mempunyai wewenang umum dalam hal pembuatan akta.
Pasal 2 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 menyatakan bahwa, “Notaris diangkat
dan diberhentikan oleh Menteri. Sebelum melaksanakan tugas jabatannya sebagai
pejabat publik, seorang Notaris harus terlebih dahulu mengucapkan sumpah (janji)
menurut agama dan keyakinannya dihadapan Menteri atau Pejabat yang ditunjuk
untuk itu3. Pengucapan sumpah ini dilakukan dalam waktu paling lambat dua bulan
sejak pengangkatannya4. JIka tidak dilakukan maka pengangkatannya dapat
dibatalkan Menteri5. Dalam hal ini adalah Menteri Hukum dan Hak Azazi Manusia.
Setelah pengucapan Sumpah, seorang Notaris wajib menjalankan jabatannya itu yang
dimulai dengan Menyampaikan berita acara sumpah jabatan Notaris kepada Menteri,
Organisasi Notaris dan Majelis Pengawas Daerah. Menyampaikan alamat kantor,
contoh tanda tangan dan paraf serta teraan cap/stempel jabatan notaris berwarna
merah kepada Menteri dan Pejabat lain yang bertanggung jawab dibidang agraria
pertanahan, organisasi notaris, Ketua Pengadilan Negeri, Majelis Pengawas Daerah
serta Bupati atau Walikota di tempat Notaris ditugaskan6.
3Pasal 4 ayat (1) UUJN, berbunyi : Notaris wajib mengucapkan sumpah/janji menurut
agamanya dihadapan Mentri atau Pejabat yang di tunjuk.
4Pasal 5 UUJN, berbunyi : Pengucapan Sumpah/Janji Jabatan Notaris sebagaimana dimaksud
dalam pasal 4 dilakukan dalam waktu paling lambat 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal keputusan pengangkatan sebagai notaris.
5Pasal 6 UUJN, berbunyi : Dalam hal pengucapan Sumpah/Janji tidak dilakukan sebagaimana
dimaksud di dalam pasal 5, keputusan pengangkatan notaris dapat dibatalkan oleh Menteri.
6Pasal 7 UUJN, berbunyi : Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
pengambilan sumpah/janji jabatan notaris, yang bersangkutan wajib : a. Menjalankan jabatan dengan nyata ;
b.Menyampaikan berita acara sumpah/janji jabatan Notaris kepada Menteri, Organisasi Notaris dan Majelis Pengawas Daerah; dan
Seorang Notaris perlu memperhatikan “perilaku jabatan” yang menunjukkan
tingkat profesionalitas seseorang pada pekerjaannya. Perilaku idealnya yang harus
dimiliki oleh seorang Notaris, adalah sebagai berikut :7
1. Dalam menjalankan tugas profesinya. Seorang Notaris harus mempunyai integritas moral yang mantap. Dalam hal ini, segala pertimbangan moral harus menjadi landasan dalam pelaksanaan tugas profesinya. Walaupun akan memperoleh imbalan jasa yang tinggi, namun sesuatu yang bertentangan dengan moral harus dihindarkan.
2. Seorang Notaris harus jujur, tidak hanya pada kliennya, tetapi juga pada diri sendiri. Ia juga harus mengetahui akan batas-batas kemampuannya, tidak memberi janji-janji, sekedar untuk menyenangkan kliennya, atau agar si klien tetap mau memakai jasanya. Kesemuanya itu merupakan suatu ukuran tersendiri tentang kadar kejujuran intelektual seorang Notaris.
3. Seorang Notaris harus menyadari akan batas-batas kewenangannya. Ia harus mentaati ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, Tentang seberapa jauh Ia dapat bertindak dan apa yang boleh serta apa yang tidak boleh dilakukan. Adalah bertentangan dengan perilaku profesional, apabila seorang Notaris ternyata berdomisili dan bertempat tinggal tidak ditempat kedudukannya sebagai Notaris. Atau memasang papan dan mempunyai kantor di tempat kedudukannya, tetapi tempat tinggalnya dilain tempat. Seorang Notaris juga dilarang untuk menjalankan jabatannya di luar daerah jabatannya. Apabila ketentuan tersebut dilanggar, maka akta yang bersangkutan akan kehilangan daya otentiknya.
4. Sekalipun keahliannya dapat dimanfaatkan sebagai upaya yang lugas untuk mendapatkan uang, Namun dalam menjalankan tugas profesinya seorang Notaris harus dapat menciptakan alat bukti formal yang menjamin kepastian hukum tanpa mengesampingkan rasa keadilan yang didukung oleh pengetahuan dan pengalaman.
Seseorang yang diangkat sebagai Notaris, bekerja untuk kepentingan
masyarakat yang dilayaninya. Agar dapat menjalankan tugas, kewajiban, tanggung
jawab, dan kewenangannya dengan baik dan benar. Seorang Notaris haruslah
berupaya sedapat mungkin meningkatkan kualitas dirinya. Baik itu melalui
7Nico Winanto,TanggungJawab Notaris Selaku Pejabat Umum,Centre for Documentation
pendidikan untuk memantapkan pengetahuan dan pemahamannya. Maupun dengan
meningkatkan pendalamannya terhadap ilmu pengetahuannya
Akta Otentik hasil pencatatan yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris,
mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Catatan ini dapat menentukan
secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus
diharapkan pula menghindari terjadinya sengketa.8 Pada hakikatnya, Akta otentik
memuat kebenaran formal, sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak. Notaris
berkewajiban untuk memasukkan, bahwa apa yang termuat dalam akta itu
sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan
memperjelas isi dan membacakannya. Notaris juga berkewajiban memberikan akses
terhadap informasi mengenai peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para
pihak penandatangan akta. Sehingga para pihak dapat menentukan dengan bebas
untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi akta yang akan ditandatanganinya.9 Para
pihak juga, dapat membuat akta yang akan dipergunakan sebagai alat bukti tanpa
bantuan Notaris, akta seperti ini, dikenal dengan istilah akta dibawah-tangan
Selain kewenangan untuk membuat akta otentik, Pasal 15 ayat (2)
Undang-Undang Nomor : 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa Notaris
berwenang pula untuk :
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah tangan dengan mendaftarkannya dalam buku khusus;
8Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang jabatan Notaris, Legal
Center Publishing, hal 47.
b. Membukukan surat -surat dibawah-tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
c. Membuat kopy dari asli surat-surat dibawah-tangan, berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
d. Melakukan pengesahan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya; e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan atau membuat akta
risalah lelang.
Pengertian legalisasi dapat juga ditemui pada Pasal 1874 ayat 2 (dua) dan
1874a Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Pasal 1874
menyatakan bahwa :
“Dengan penandatanganan sepucuk tulisan dibawah tangan dipersamakan dengan cap jempol, dibubuhi dengan suatu persyaratan yang bertanggal dari seorang Notaris atau seorang pegawai lain yang ditunjuk oleh Undang-Undang dari mana ternyata bahwa ia mengenal si pembubuh cap jempol, atau bahwa orang ini telah diperkenalkan kepadanya bahwa isi akta telah dijelaskan kepada orang itu bahwa setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan dihadapan pegawai tadi”.
Pasal 1874a menyatakan bahwa :
“Jika pihak-pihak yang berkepentingan menghendaki, dapat juga di luar hal yang dimaksud dalam ayat kedua Pasal lalu, pada tulisan-tulisan dibawah tangan yang ditandatangani, diberi suatu persyaratan dari seorang Notaris atau seorang pegawai lain yang ditunjuk oleh Undang-Undang, darimana ternyata bahwa ia mengenal si penandatangan, atau bahwa orang ini telah diperkenalkan kepadanya bahwa isi akta telah dijelaskan kepada si penandatangan, dan bahwa setelah itu penanda tanganan telah dilakukan dihadapan pegawai tersebut”.
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut diatas dapat diketahui bahwa wewenang
legalisasi untuk surat-surat dibawah-tangan tidak hanya diberikan kepada Notaris
Dalam perbuatan surat dibawah-tangan yang dilegalisasi oleh Notaris
sebagaimana dimaksudkan didalam pasal-pasal tersebut diatas, dapat dipahami bahwa
kedudukan Notaris hanyalah sebagai saksi yang menyaksikan telah dibuat suatu akta
perjanjian dibawah-tangan oleh para pihak dan Ia menyaksikan penandatangannya
secara langsung.10Oleh karena itu akta dibawah-tangan yang dilegalisasi oleh Notaris
tidak dapat disamakan kedudukan hukumnya dengan akta otentik, karena
kewenangan Notaris pada masing-masing perbuatan itu memiliki dasar hukum serta
tanggung jawab hukum yang berbeda. Perbedaan yang paling prinsipil antara akta
otentik dan akta dibawah-tangan adalah pada bentuk dari akta tersebut.11 Sedangkan
perbedaan antara akta dibawah-tangan yang dilegalisasi oleh Notaris dengan yang
tidak dilegalisasi adalah sebagai berikut :
“Perbedaan surat dibawah-tangan yang telah dilegalisasi oleh Notaris dengan surat dibawah-tangan yang tidak dilegalisasi oleh Notaris, ialah bahwa surat dibawah-tangan yang dilegalisasi oleh Notaris mempunyai tanggal yang pasti, tanda-tangan yang dibubuhkan di bawah surat itu benar berasal dan asli dibubuhkan oleh orang yang namanya tercantum dalam surat itu dan orang yang membubuhkan tanda tangannya di bawah surat itu tidak lagi dapat mengatakan, bahwa ia tidak mengetahui apa isi surat itu, oleh karena isinya telah terlebih dahulu dibacakan kepadanya sebelum ia membubuhkan tanda tangannya di hadapan pejabat itu.12
Berdasarkan uraian-uraian yang tersebut di atas maka penelitian ini
dilaksanakan dengan tujuan akan membahas lebih lanjut mengenai praktek perbuatan,
pembuatan legalisasi oleh Notaris. Bagaimana aspek hukum yang melingkupinya,
sejauh mana tanggung jawabnya dan bagaimana perlindungan hukum terhadap
Notaris atas perbuatan, pembuatan legalisasi yang dilakukannya.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Surat atau akta apa saja yang dapat dilegalisasi oleh Notaris dan apa arti
legalisasi oleh Notaris.
2. Bagaimanakah pertanggungjawaban Notaris sebagai pejabat publik terhadap akta
yang telah dilegalisasinya tersebut, dan
3. Bagaimanakah Perlindungan hukum terhadap Notaris yang melakukan legalisasi
terhadap akta dibawah-tangan apabila akta tersebut diajukan sebagai alat bukti di
pengadilan?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat
dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis surat atau akta apa saja yang dapat
dilegalisasi oleh notaris dan apa arti legalisasi oleh notaris.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pertanggungjawaban Notaris
3. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap Notaris yang
melakukan legalisasi apabila akta tersebut diajukan sebagai alat bukti di
pengadilan.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbang saran dalam
ilmu hukum pada umumnya dan hukum kenotariatan tentang legalisasi pada
khususnya terutama mengenai tanggung jawab dan perlindungan hukum Notaris
dalam melakukan perbuatan hukum legalisasi. Disamping itu juga dapat menjadi
litelatur dalam memperkaya khazanah dan kepustakaan serta perkembangan ilmu
hukum perdata dan kenotariatan di perguruan tinggi.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada para
pihak dan Notaris yang membuat perjanjian dan melakukan perbuatan legalisasi,
agar para pihak mengetahui dan memahami secara lebih mendalam mengenai
pengetahuan hukum, tanggung jawab dan perlindungan hukum atas perbuatan
legalisasi yang dilakukan oleh Notaris.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran sementara dan pemeriksaan yang telah
dilakukan baik di Perpustakaan Ilmu Magister Hukum maupun pada Perpustakaan
sejauh yang diketahui tidak ditemukan judul yang sama dengan judul penelitian ini.
Adapun judul penelitian yang ada kaitannya dengan masalah Notaris adalah sebagai
berikut :
1. Hasnah (067011039), “Perlindungan Hukum Bagi Notaris Dan PPAT sebagai
Pejabat Umum”.
Substansi permasalahan yang dibahas dalam penelitian atas nama Hasnah
tersebut di atas adalah :
a. Apa saja tugas dan kewenangan Notaris dan PPAT sebagai Pejabat
Umum?
b. Bagaimana persamaan dan perbedaan Notaris dan PPAT sebagai pejabat
umum?
c. Bagaimana perlindungan hukum terhadap Notaris dan PPAT sebagai
Pejabat umum dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya?
2. Gloria Gita Putri Ginting (047011029), “Pertanggung Jawaban Notaris terhadap
Akta yang Mengandung Sengketa (Studi di Kota Medan)”.
Substansi permasalahan yang dibahas dalam penelitian Gloria Gita Putri Ginting
tersebut adalah :
a. Bagaimana perlindungan hukum terhadap Notaris sebagai pejabat umum
dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya berdasarkan UUJN No.30
Tahun 2004.
b. Bagaimana peran dan tanggung jawab Notaris dalam penyelesaian akta yang
3. Junita Sila Kariani Zebua (087011059), “Analisis Yuridis Tugas Jabatan Notaris
dan Perlindungan Hukum Terhadap Notaris”
Substansi permasalahan yang dibahas dalam penelitian Gloria Gita Putri Ginting
tersebut adalah :
a. Bagaimana tanggung jawab jabatan Notaris dalam pembuatan akta
b. Bagaimana tanggung jawab Notaris terhadap kekuatan pembuktian akta
sebagai alat bukti
c. Bagaimana perlindungan hukum bagi Notaris Selaku Pejabat umum dalam
menjalankan tugas jabatannya.
Dari ketiga judul penelitian diatas dan dari pokok permasalahan yang dibahas
dalam penelitian tersebut berbeda dengan judul dan permasalahan yang dibahas
dalam penelitian ini. Dengan demikian penelitian dengan judul “Perlindungan Hukum
Terhadap Notaris Dalam Menjalankan Kewenangan Jabatannya Melakukan
Legalisasi” belum pernah dilakukan penelitian, sehingga hasil penelitian tesis ini
dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara akademis.
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.13. Suatu teori harus diuji
dengan menghadapkannya pada fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.14
Tiori juga menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis dalam kerangka
teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut15.
Menurut teori konvensional, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan,
kemanfaatan dan kepastian hukum.16 Apeldoorn menyatakan bahwa tujuan hukum
adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil. Untuk mencapai
kedamaian, hukum harus diciptakan didalam masyarakat secara adil dengan
mengadakan penyatuan antara kepentingan yang bertentangan satu sama lain, dan
setiap orang harus memperoleh hak-haknya sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku dalam mewujudkan keadilan.17 Setiap orang mempunyai kedudukan yang
sama dihadapan hukum. Dan setiap orang hanya akan bertanggung jawab tidak lebih
dari apa yang dia perbuat. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Hans
Kelsen berikut :18
“Suatu konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan, biasanya yakni dalam hal sanksi di tujukan
13 J.J.J. M. Wuisman, dengan menyunting M.Hisyam. Penelitian ilmu-ilmu Sosial, FE.UI,
Jakarta, 1996, hal 203.
14Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,UI Press, Jakarta, 1986, hal 6.
15Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis, Yokyakarta, Andi,
2006 hal. 6.
16 Achmad Ali, Mengenal Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofi dan Sosiologi), Prenada
Media, Jakarta, hal 2005 dan hal 85.
17R. Soeroso,Pengantar Ilmu Hukum,Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal 57.
18Hans Kelsen,Teori Hukum Murnidengan buku asliGeneral Theory of Law and State, alih
kepada pelaku langsung, seseorang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Dalam kasus ini subjek dari tanggung jawab hukum dan subjek dari kewajiban hukum tertentu”.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tanggung-jawab
hukum. Peraturan hukum tentang legalisasi yang menjadi bagian dari wewenang
Notaris tercantum didalam Pasal 1874 ayat (2), Pasal 1874a KUH Perdata dan Pasal
15 ayat (2) Undang-UndangJabatan Notaris Nomor : 30 Tahun 2004. Didalam
pasal-pasal tersebut dengan tegas dijelaskan, bahwa dalam perbuatan legalisasi notaris
hanya bertindak sebagai pejabat umum yang berwenang mengesahkan tanda tangan
para pihak, terhadap akta dibawah-tangan yang dibawa kehadapannya, Notaris tidak
terlibat langsung didalam membuat kesepakatan itu. Oleh karena itu, dalam hal
pemeriksaan yang dilakukan terhadap Notaris, baik yang dilakukan oleh Majelis
Pengawas Notaris maupun penyidik (POLRI) terhadap perbuatan legalisasi yang
dilakukannya harus berdasarkan asas keadilan dengan menggunakan prinsip
pemeriksaan praduga tak bersalah. Hal ini penting, mengingat Notaris bekerja
berlandaskan Undang-Undang dan oleh karena itu Undang-Undang juga wajib
memberikan perlindungan hukum terhadapnya agar Notaris tersebut tidak
diperlakukan secara sewenang-wenang.19
Legalisasi yang diperbuat oleh Notaris terhadap suatu akta dibawah-tangan pada prinsipnya merupakan tanggungjawab sepenuhnya dari para pihak yang membuatnya, sesuai dengan makna dari legalisasi adalah akta yang biasa dibuat dibawah-tangan dimana isi atau redaksinya tidak dibuat oleh/atau dihadapan Notaris. meskipun pada prakteknya kadang-kadang pegawai notaris yang memiliki konsepnya atau yang mengetik dan mencetaknya. Para pihak
19Habib Adjie,Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik terhadap Undang-Undang No. 30
yang membawa akta dibawah- tangan tersebut terlebih dahulu memperoleh penjelasan dari notaris mengenai akibat hukumnya, setelah para pihak mengerti dan memahami akta di bawah tangan tersebut kemudian menandatanganinya di hadapan Notaris yang bersangkutan. Setelah para pihak yang membuat akta di bawah tangan tersebut menandatanganinya, lalu oleh Notaris yang bersangkutan dicatatkan dalam buku daftar legalisasi dengan memberi nomor dan tanggal sesuai dengan tanggal penandatanganan dari akta dibawah-tangan tersebut. Dalam hal ini, meskipun penandatanganan akta di bawah tangan tersebut dilakukan di hadapan Notaris, namun Notaris tidak bertanggungjawab terhadap isi akta dibawah-tangan tersebut, Notaris hanya menjamin tanggal dan orang/pihak yang menandatanganinya adalah orang yang wajib dan berwenang. Notaris juga menjamin bahwa nama-nama yang tertera dalam akta dibawah-tangan tersebut adalah sama dengan nama dari orang-orang yang menghadap Notaris tersebut juga menandatangani akta dibawah-tangan itu.20
Oleh karena itu untuk menjamin adanya perlindungan hukum terhadap Notaris
dalam hal pembuatan legalisasi, ukurannya secara kualitatif ditentukan dalam
Undang-Undang. Undang-Undang tersebut antara lain Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kode
Etik Profesi Notaris dan Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya yang terkait dengan
pelaksanaan tugas jabatan Notaris.21
Untuk menganalisa masalah pembuatan legalisasi oleh Notaris serta
pertanggung jawaban hukumnya dibutuhkan pendekatan sistem (approach system).
Maksud menggunakan pendekatan sistem adalah mengisyaratkan terdapatnya
kompleksitas masalah hukum yang berkaitan dengan tugas dan jabatan Notaris
20Henry Sammi,Legalisasi dan Akibat Hukumnya Bagi Notaris, Citra Ilmu, Jakarta, 2009,
hal 19.
sebagai pejabat umum tersebut, sehingga menghasilkan pendapat yang baik dan
benar.22
Suatu sistem adalah kumpulan asas-asas yang terpadu yang merupakan
landasan, diatasmana dibangun tertib hukum.23 Berdasarkan sistem ini, dapat
dirumuskan bahwa sistem hukum kenotariatan adalah kumpulan asas-asas hukum
yang merupakan landasan tempat berpijak di atas mana tertib hukum jabatan profesi
Notaris itu dibangun. Dengan adanya ikatan asas-asas hukum tersebut, berarti hukum
kenotariatan merupakan suatu sistem hukum.24 Kebutuhan akan alat bukti dalam
hubungan hukum keperdataan antar anggota masyarakat mendorong lahirnya
lembaga Notariat yang ditegaskan oleh kekuasaan umum untuk dimana perlu bila
Undang-Undang mengharuskan atau masyarakat menghendakinya dapat membuat
alat bukti tertulis guna dipergunakan sebagai alat bukti otentik. Didalam sengketa alat
bukti berupa Akta otentik merupakan alat bukti terkuat yang dapat memberikan
sumbangan nyata dalam penyelesaian perkara25.
UUJN Nomor 30 Tahun 2004 yang mulai berlaku sejak tanggal diundangkan
yaitu Tanggal 6 Oktober 2004 merupakan perwujudan unifikasi hukum kenotariatan
yang mengandung tiga hal pokok berkaitan dengan pelaksanaanya yaitu :
1. Pengawasan ;
2. Perlindungan ; dan
22Abdul Bari Azed,Profesi Notaris sebagai Profesi Muda,Media Ilmu, Jakarta, 2005, hal 46. 23Mariam Darus Badrulzaman,Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni Bandung,
1986, hal 14.
24Ibid, hal 15.
25Nurman Rizal,Implementasi UUJN Kaitannya dengan Pengawasan,Renvoi 30 November
3. Organisasi Notaris.
Dalam menjalankan jabatannya seorang notaris harus bersifat tidak memihak
terhadap siapa saja yang meminta bantuannya. Harus tetap berada didalam
koridor-koridor hukum yang berlaku. Kode etik profesi notaris merupakan suatu rumusan
norma moral manusia bagi mereka yang mengemban profesi tersebut. Menjadi tolak
ukur perbuatan anggota kelompok sebagai upaya mencegah berbuat yang tidak etis
bagi anggotanya26. Oleh karena itu, penting adanya pengawasan terhadap notaris.
Pengawasan atas Notaris meliputi prilaku notaris dan pelaksanaan jabatannya,
termasuk pembinaan yang dilakukan Menteri Hukum dan HAM terhadap Notaris27.
Majelis Pengawas ditingkat pusat disebut Majelis Pengawas Pusat (MPP), Majelis
Pengawas ditingkat propinsi disebut disebut Majelis Pengawas Wilayah (MPW) dan
Majelis Pengawas ditingkat kabupaten/kota (daerah) disebut dengan Majelis
Pengawas Daerah (MPD)28.
26Abdul Kadir Muhammad,Etika Profesi Hukum,Citra Aditya Bakti,Bandung, 2001 hal 72. 27Pasal 67 UUJN berbunyi :
(1). Pengawasan atas notaris dilakukan oleh Menteri
(2). Dalam pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud didalam ayat (1) Menteri membentuk Majelis Pengawas.
(3). Majelis pengawas sebagaiman dimaksud pada ayat (2) berjumlah 9 (Sembilan) Orang, terdiri atas unsur ; a. Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang;
b. Organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang; dan c. Ahli/akademisi sebanyak 3 (tiga) orang.
(4) Dalam hal suatu daerah tidak terdapat unsur Instansi Pemerintah, sebagaimana dimaksud pada ayat 3 (tiga) hurup (a) keanggotaan dalam majelis pengawas di isi dari unsur lain yang ditunjuk oleh menteri.
(5) Pengawasan sebagiman dimaksud pada ayat 2 (satu) meliputi perilaku Notaris dan Pelaksanaan Jabatan Notaris.
(6) Ketentuan mengenai pengawasan sebagimana dimaksu pada ayat 5 (lima) berlaku bagi Notaris Pengganti, Notaris Pengganti khusus, dan Pejabat Sementara Notaris.
Pada mulanya, sesuai ketentuan Pasal 66 ayat (1) UUJN Nomor 30 tahun
2004. Pemanggil Notaris oleh penyidik POLRI baik sebagai saksi maupun sebagai
tersangka harus memperoleh ijin terlebih dahulu dari Majelis Pengawas Daerah.
Namun kemudian ketentuan ini dicabut oleh Mahkamah Konstitusi dengan alasan
“Persamaan kedudukan setiap warga negara dihadapan hukum dan pemerintahan”
melalui putusan Nomor : 49/PUU-X/2012. Meskipun ketentuan tersebut tidak berlaku
lagi, perlindungan hukum terhadap Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan
profesi dan tugasnya harus tetap harus ditegakkan. Namun demikian, Prinsip
kehati-hatian dalam menjalankan tugas jabatan perlu dimiliki oleh setiap Notaris, sebagai
upaya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap dirinya sendiri bila
dikemudian hari akta ataupun perbuatan legalisasi yang telah dilakukannya
menimbulkan permasalahan hukum.29
“Sekalipun keahlian seorang Notaris dapat dimanfaatkan sebagai upaya yang tegas untuk mendapatkan uang, namun dalam menjalankan tugas profesinya, ia tidak semata-mata didorong oleh pertimbangan uang. Seorang Notaris yang pancasila harus berpegang teguh rasa keadilan yang hakiki. Tidak terpengaruh dengan jumlah uang, dan tidak semata-mata menciptakan alat bukti formal mengejar adanya kepastian hukum, tapi mengabaikan rasa keadilan.”30
Sejak lahirnya UUJN Nomor 30 Tahun 2004, dunia Kenotariatan mengalami
perkembangan hukum yang cukup signifikan dalam hal:
1. Kewenangan yang dinyatakan dalam Pasal 15 ayat (2) UUJN yaitu : kewenangan Notaris dalam mengesahkan tanda-tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawahtangan dengan mendaftar dalam buku khusus, membukukan surat-surat di
29 R. Soegondo Notodisoerdjo, Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan, Rajawali,
Jakarta, 1982, hal 53.
30Liliana Tedjosaputro,Etika Profesi dan Profesi Hukum,Aneka Ilmu, Semarang, 2003, hal
bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus, membuat kopi dari asli surat-surat dibawa-tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan, melakukan pemeriksaan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya, memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta, membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan, dan membuat akta risalah lelang.31
Pada Penjelasan ketentuan Pasal 15 ayat (2) butir (a) UUJN dikatakan bahwa
perbuatan hukum sebagaimana disebutkan di dalam ayat tersebut merupakan
legalisasi terhadap akta dibawah-tangan yang dibuat sendiri oleh orang
perseorangan atau oleh para pihak diatas kertas yang bermaterai cukup dengan
jalan pendaftaran dalam buku khusus yang disediakan oleh Notaris.32
2. Pelaksanaan sumpah Jabatan Notaris oleh Menteri Hukum dan HAM Republik
Indonesia yang telah dilimpahkan kewenangannya kepada Kepala Kantor Wilayah
Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia berdasarkan.
3. Notaris diperbolehkan menjalankan jabatannya dalam bentuk perserikatan perdata
berupa kantor bersama33.
4. Mengamanatkan agar Notaris berhimpun dalam suatu wadah, organisasi notaris
sesuai dengan Pasal 82 ayat (1) UUJN Nomor 30 Tahun 200434.
31
Mohammad Affandi Nawawi,Notaris sebagai Pejabat Umum Berdasarkan UUJN Nomor 30 tahun 2004,Mitra Media, Jakarta, 2006, hal 23.
32Makna pemateraian adalah pembayaran pajak atas dokumen/akta notaris beserta salinannya
berdasarnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang bea materai jo Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perubahan Tarif Bea Materai Dan besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan bea materai.
33Pasal 20 UUJN berbunyi :
(1) Notaris dapat menjalankan jabatannya dalam bentuk perserikatan perdata dengan tetap memperhatikan kemandirian dan ketidak berpihakan dalam menjalankan jabatannya.
(2) Bentuk perserikatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atur oleh para notaris berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam proses peradilan, penyidik, penuntut umum atau hakim dapat
mengambil fotocopy minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta
akta atau protokol Notaris yang ada dalam penyimpanannya. Notaris dapat juga
dimintakan kehadiranya dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang
dibuatnya atau berkaitan dengan protokol yang berada dalam penyimpanannya.
Terhadap protocol yang dimintakan, notaris bersangkutan berkewajiban untuk
membuat berita acara peyerahannya35.
Protocol Notaris yang dimaksudkan adalah sesuai dengan ketentuan pasal 1
ayat (13) UUJN yang menyatakan bahwa, Protokol Notaris adalah kumpulan
dokumen yang merupakan arsip Negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh
Notaris. Dalam penjelasan pasal 62 UUJN disebutkan Protokol notaris terdiri atas :
a. Minuta akta ;
b. Buku daftar akta atau refertorium;
c. Buku daftar akta di bawah tangan yang penandatangannya dilakukan di hadapan Notaris atau akta di bawah tangan yang di daftar;
d. Buku daftar nama penghadap atau klapper; e. Buku daftar protes ;
f. Buku daftar wasiat; dan
g. Buku daftar lain yang harus di simpan oleh Notaris berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
34
Pasal 82 UUJN berbunyi :
(1) Notaris terhimpun dalam satu wadah Organisasi Notaris.
(2) Ketentuan mengenai tujuan, tugas, wewenang, tata kerja, dan susunan organisasi ditetapkan didalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
35Pasal 66 UUJN berbunyi :
(1) Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang :
a. Mengambil fotocopy minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris.
b. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau protocol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
Sebelum keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor :
49/PUU-X/2012, Perlindungan hukum terhadap Notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya
diberikan oleh ketentuan pasal 66 ayat 1 UUJN dan Peraturan Menteri Hukum dan
HAM Republik Indonesia Nomor : M.03.HT.03.10 Tahun 2007 sebagai peraturan
pelaksana UUJN Nomor 30 Tahun 2004 tersebut. Peraturan Menteri Hukum dan
HAM tersebut mengatur lebih rinci tentang tata cara pengambilan dokumen
surat-surat yang berada dalam penyimpanan Notaris atau pemanggilan Notaris untuk
kepentingan proses pemeriksaan di pengadilan, penyelidikan maupun penyidikan.
Pasal 14 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 14.03.HT.01.10 Tahun 2007
menyatakan, “Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim untuk kepentingan proses
peradilan dapat memanggil Notaris sebagai saksi, tersangka atau terdakwa dengan
mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Pengawas Daerah (MPD).
Permohonan sebagaimana di maksud tersebut wajib memuat alasan pemanggilan
Notaris sebagai saksi, tersangka atau terdakwa. Permohonan tersebut tembusannya
disampaikan kepada Notaris yang bersangkutan. Tetapi dengan keluarnya putusan
Mahkamah Konstitusi tersebut ijin Majelis Pengawaas daerah tidak diperlukan lagi.
“Dalam proses pemanggilan Notaris oleh penyidik Polri dalam suatu perkara pidana, baik pemanggilan Notaris sebagai saksi maupun sebagai tersangka merupakan suatu proses penyelidikan dan penyidikan yang tujuannya adalah untuk mencari bukti permulaan yang cukup dan bukti-bukti lainnya yang akan membuat jelas dan terang suatu perbuatan pidana yang telah terjadi dan bagaimana perbuatan pidana yang telah terjadi tersebut dapat dijatuhi hukuman pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku”.36
36 Hari Sasangka, Penyidikan, Penahanan dan Praperadilan dalam Teori dan Prakatek,
Undang-Undang Nomor : 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia merupakan dasar pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
telah diamandemen, Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR 2000 dan Ketetapan MPR
RI Nomor : VII/MPR 2000, menyatakan bahwa keamanan dalam negeri dirumuskan
sebagai format tujuan kepolisian Negara Republik Indonesia dan secara konsisten
dinyatakan dalam perincian tugas pokok yang memelihara kemanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum, serta melindungi, mengayomi dan melayani
masyarakat. Dalam melaksanakan fungsi penyelidikan dan penyidikan,
Undang-Undang memberi hak istimewa atau “hakprivilese” kepada Polri untuk memanggil,
memeriksa, menangkap, menahan, menggeledah, menyita terhadap tersangka dan
barang yang dianggap berkaitan dengan tindak pidana. Akan tetapi dalam
melaksanakan hak dan kewenangan istimewa tersebut harus taat dan tunduk kepada
prinsip “the right of due process”. Setiap tersangka berhak diselidiki dan disidik
diatas landasan sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku yaitu
Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 1981.
Konsep due process dikaitkan dengan landasan menjunjung tinggi supremasi hukum dalam menangani tindak pidana. Tidak seorangpun berada dan menempatkan diri di atas hukum(no one is above the law), dan hukum harus diterapkan kepada siapapun berdasarkan prinsip perlakuan dan dengan cara yang jujur (fair manuver). Essensi due process adalah setiap penegakan dan penerapan hukum pidana harus sesuai dengan persyaratan konstitusional serta harus mentaati hukum. Oleh karena itu due process tidak membolehkan pelanggaran terhadap suatu bagian ketentuan umum dengan dalih guna menegakkan bagian hukum yang lain.37
Dalam melaksanakan pemanggilan, pemeriksaan terhadap Notaris penyidik Polri harus berpegang kepada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan juga nota kesepahaman antara kepolisian Negara Republik Indonesia dengan Ikatan Notaris Indonesia (INI) Nomor : Polisi B/1056/V/2006, Nomor : 01MOU/PP-INI/V/2006 tentang pembinaan dan peningkatan profesinalisme di bidang penegakan hukum dan peraturan-peraturan pelaksana lainnya yang terkait dengan pelaksanaan tugas jabatan notaris sebagai pejabat umum, meskipun Pasal 66 ayat (1) huruf a dan b UUJN Nomor 30 Tahun 2004 telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan nomor 49-PUU/X/2012.38
Notaris merupakan jabatan kepercayaan, profesi terhormat dan mulia yang
harus pula memperoleh perlindungan hukum dari Undang-Undang dalam
melaksanakan tugas jabatannya.39
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsepsi
dalam penelitian ini adalah untuk menghubungkan teori dan observasi antara abstrak
dan kenyataan40. Konsep diartikan pula sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang
digeneralisasikan dalam hal-hal yang khusus yang disebut dengan defenisi
operasional.41 Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindarkan
perbedaan pengertian atau penafsiran mendua dari suatu istilah yang dipakai42
Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kerangka konsepsi pada hakekatnya
merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis
yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi operasional yang
38Habib Adjie, Op.Cit. hal. 38.
39Endang Widiastuti,Notaris dan Kode Etik Profesi,Sumber Ilmu, Jakarta, 2008, hal 36 40Masri Singarimbun, dkk.Metode Penelitian Survey, Jakarta, LP3ES, hal. 34.
41Sumadi Suryabrata,Metodologi Penelitian,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal 307. 42 Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan yang Didambakan. Alumni
menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.43Pentingnya defenisi operasional
bertujuan untuk menghindari perbedaan salah pengertian atau penafsiran oleh karena
itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini, harus dibuat seberapa defenisi
konsep dasar sebagai acuan agar penelitian ini sesuai dengan yang diharapkan yaitu :
1. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UUJN Nomor 30 Tahun
2004.
2. Legalisasi adalah praktek legalisasi dalam arti luas termasuk pencocokan tanda
tangan copy suatu dokumen dengan dokumen aslinya.
3. Legalisasi oleh Notaris adalah “Penanda tanganan suatu tulisan dihadapan
Notaris atau pejabat umum yang berwenang untuk itu disertai dengan pernyataan
bertanggal berupa keterangan tertulis yang dibubuhkan oleh pejabat
bersangkutan mengenai keterangan bahwa yang membubuhkan tanda tangan itu
dikenal atau diperkenalkan kepadanya, bahwa tulisan tersebut telah dijelaskan
terlebih dahulu sebelum dilakukan penandatangannya. Kemudian Notaris
membubuhkan tandatangannya dan membubuhkan cap stempel, barulah
kemudian Notaris tersebut mendaftarkannya pada buku daftar khusus legalisasi.
4. Wewenang Notaris adalah wewenang Notaris dalam pembuatan, perbuatan
legalisasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
5. Akta adalah Surat yang ditanda-tangani untuk dipergunakan sebagai alat bukti
6. Alat bukti adalah bahan-bahan atau bukti yang diperlukan oleh hakim dalam
menarik suatu kesimpulan.
7. Pertanggung jawaban Notaris adalah suatu pertanggung jawaban hukum Notaris
terhadap pembuatan legalisasi yang telah dilakukannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang kenotariatan.
8. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan oleh
Undang-Undang-Undang terhadap Notaris berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya
sebagai pejabat publik apabila dikemudian hari ternyata pelaksanaan tugas
jabatan Notaris tersebut menimbulkan permasalahan hukum, khususnya di
bidang hukum pidana.
9. Pemanggilan Notaris adalah pemberitahuan tertulis kepada Notaris oleh penyidik
Polri dalam rangka penyelidikan dan/atau penyidikan terhadap dugaan
pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Notaris tersebut berkaitan dengan
pembuatan legalisasi yang telah dilakukannya.
G. Metode Penelitian
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif (yuridis normatif)
dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan
perundang-undangan yang berlaku mengenai pembuatan legalisasi oleh Notaris dan
juga dibidang kenotariatan serta bidang hukum lainnya. Sifat dari penelitian ini
memaparkan segala permasalahan yang ada dengan tujuan memperoleh gambaran
secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis yang
dimaksudkan berdasarkan gambaran fakta yang diperoleh akan dilakukan secara
cermat bagaimana menjawab permasalahan yang timbul.
2. Bahan Penelitian
Bahan dari penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data-data yang
dibutuhkan berkaitan dengan penelitian ini dengan cara studi dokumen terhadap
bahan kepustakaan yang terdiri dari :
1. Bahan hukum primer yang berupa norma/peraturan dasar dan peraturan
perundang-undangan. Dalam penelitian ini bahan primer adalah Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) UUJN
Nomor 30 Tahun 2004 dan peraturan pelaksana lainnya yang berkaitan dengan
pembuatan hukum kenotariatan.
2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer yang berupa buku, hasil-hasil penelitian dan atau karya
ilmiah hukum tentang hukum kenotariatan pada umumnya dan ketentuan serta
tata cara legalisasi berdasarkan peraturan perundang-undangan bidang
kenotariatan pada khususnya.
3. Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data (bahan hukum) dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara penelitian kepustakaan (library research). Alat pengumpulan data yang
digunakan yaitu dengan studi dokumen untuk memperoleh data dengan membaca,
mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisa data primer, sekunder
maupun tertier yang berkaitan dengan penelitian ini.
4. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data ke dalam pola kategori dan satuan urutan dasar sehingga dapat ditemukan tema
dan dapat dirumuskan suatu hipotesa yang disarankan oleh data. Di dalam penelitian
hukum normatif,44maka analisis pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan
sistematisasi terhadap bahan hukum tertulis. Sistematis berarti membuat klasifikasi
terhadap hukum tertulis primer, sekunder, maupun tertier, untuk memudahkan
pekerjaan analisis dan konstruksi. Dalam penelitian ini bahan-bahan hukum tertulis
yang digunakan adalah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum
kenotariatan yaitu KUH Perdata, KUH Pidana, UUJN Nomor 30 tahun 2004 dan
Peraturan Pelaksana UUJN Nomor 30 Tahun 2004, Literatur-literatur dan karya
ilmiah yang berkaitan dengan masalah pembuatan legalisasi oleh Notaris dan juga
bidang hukum kenotariatan yang dijadikan pedoman untuk menghasilkan jawaban
yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Semua data
yang diperoleh tersebut di atas dianalisa secara kualitatif dan penarikan kesimpulan
44Bambang Sunggono,Metode Penelitian Hukum,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal
digunakan dengan menggunakan metode logika deduktif, yaitu penarikan kesimpulan
diawali dari hal-hal yang bersifat umum (kaidah hukum yang terdapat dalam KUH
Perdata UUJN Nomor 30 Tahun 2004) menuju hal-hal yang bersifat khusus
BAB II
PRAKTEK LEGALISASI OLEH NOTARIS
A. Akta dan Jenis-Jenis Akta
Istilah akta berasal dari Belanda yaitu Akte. Dalam mengartikan akta ini ada
dua pendapat. Pertama mengartikan akta sebagai surat dan kedua mengartikan akta
sebagai perbuatan hukum. Beberapa Sarjana yang menganut pendapat pertama
mengartikan akta sebagai surat antara lainPitlo45, mengartikan akta yaitu “surat yang
ditandatangani, diperbuat untuk dipahami sebagai bukti dan untuk dipergunakan oleh
orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat”.
Sudikno Mertokusumo berpendapat, akta adalah surat yang diberi tandatangan
yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar dari suatu hak atau perkataan
yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuatan.46 Selanjutnya Fokema
Andrea dalam bukunya Kamus Istilah Hukum Belanda-Indonesia berpendapat, yang
dimaksud dengan akte adalah :47
a. Dalam arti luas, akte adalah perbuatan-perbuatan hukum(rechthandelling);
b. Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai sebagai bukti suatu perbuatan hukum
yang ditujukan kepada pembuktian sesuatu. Sementara itu akte menurut pendapat
45Pitlo,Pembuktian dan Daluwarsa,Internusa, Jakarta, 1986, hal 52.
46Sudikno Mertokusumo,Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1979,
hal 106.
47N.E.Algra. H.R.W. Gokkel, Saleh Adwinata,Kamus Istilah Hukum,Bina Cipta, Bandung,
Marjanne Ter Mar Shui Zen, istilah akte (Bahasa Belanda) disamakan dengan
istilah dalam Bahasa Indonesia yaitu :48
c. Akta;
d. Akte;
e. Surat.
Apabila dibandingkan dengan pendapat Pitlo dan Sudikno Mertokusumo,
Marjenne tidak memberi pengertian tentang akte, melainkan memberi terjemahan
dalam Bahasa Indonesia. Hal ini berbeda dengan pendapat dari Algra dan lainnya,
Menurut R. Subekti, kata “acta” merupakan bentuk jamak dari kata “actum”
yang merupakan bahasa Latin yang mempunyai arti perbuatan-perbuatan.49 Selain
pengertian akta sebagai surat memang sengaja diperbuat sebagai alat bukti, ada juga
yang menyatakan bahwa perkataan akta yang dimaksud tersebut bukanlah “surat”,
melainkan suatu perbuatan.
Pasal 108 KUH Perdata menyebutkan “Seorang istri, biar ia kawin diluar
persatuan harta kekayaan atau telah berpisah dalam hal itu sekalipun, namun tak
boleh ia menghibahkan barang sesuatu atau memindahtangankannya, atau
memperolehnya baik dengan cuma-cuma maupun atas beban, melainkan dengan
bantuan dalam akta, atau dengan ijin tertulis dari suaminya”. Menurut R. Subekti
menyatakan kata “akta” pada Pasal 108 KUH Perdata tersebut bukanlah berarti surat
atau tulisan melainkan “perbuatan hukum” yang berasal dari bahasa Perancis yaitu
48 Marjenne Ter, Mar Shui Zen, Kamus Hukum Belanda, Belanda-Indonesia, Djambatan,
Jakarta, 1999, hal 19.
“acte” yang artinya adalah perbuatan.50 Sehubungan dengan adanya dualisme
pengertian mengenai akta ini, maka yang dimaksud disini sebagai akta adalah surat
yang memang sengaja dibuat dan diperuntukkan sebagai alat bukti.
Ada dua unsur yang harus di penuhi agar suatu tulisan memperoleh kualifikasi
sebagai akta yakni51:
1. Tulisan itu harus ditandatangani; dan
2. Tulisan itu diperbuat dengan tujuan untuk dipergunakan menjadi alat bukti.
Dalam hukum kenotariatan di tinjau dari segi pembuatanya, dikenal 2 (dua)
macam jenis akta yaitu akta otentik dan akta dibawah-tangan. Akta otentik dibagi
dalam 2 (dua) macam yaitu akta pejabat(ambetelijk acte)dan akta para pihak (partij
acte). Diatas telah diterangkan bahwa wewenang serta pekerjaan pokok dari Notaris
adalah membuat akta otentik, baik yang dibuat dihadapan(partij acten)maupun oleh
Notaris (relaas acten) apabila orang mengatakan akta otentik, maka pada umumnya
yang dimaksudkan tersebut tidak lain adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan
Notaris.
Menurut Kohar akta otentik adalah akta yang mempunyai kepastian tanggal
dan kepastian orangnya, sedangkan Pasal 1868 KUH Perdata menyatakan bahwa akta
otentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang
dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat dimana
50R. Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata,PT. Internusa, Jakarta, 2006, hal 29.
51 M.U. Sembiring, Teknik Pembuatan Akta, (Program Pendidikan Spesialis Notaris,