• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adaptasi Psikologis Pasien Tuberkulosis Paru di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Adaptasi Psikologis Pasien Tuberkulosis Paru di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

Lampiran

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Adaptasi psikologis pasien tuberkulosis paru di RSUD Dr. Pirngadi medan

Oleh

Deni Syahputra / 121101007

Saya adalah mahasiswa program studi ilmu keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi adaptasi psikologis pasien tuberkulosis paru dalam.

Maka saya memerlukan data/informasi yang nyata dan akurat dari bapak/ibu melalui pengisian kuesioner yang akan saya lampirkan pada surat saya ini. saudara berhak berpartisipasi atau tidak. Bila saudara setuju terlibat dalam penelitian ini, mohon mendatangani lembaran persetujuan menjadi responden yang telah disediakan. Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian pada saudara dan kerahasiaan informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

Atas kesediaan dan partisipasi bapak/ibu sangat saya harapkan dan atas perhatian dan bantuannya saya ucapkan terima kasih.

Medan, Maret 2016 Hormat saya,

(6)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini merasa tidak keberatan untuk menjadi responden dalam penelitian yang dilakukan mahasiswa program study ilmu keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang bernama Deni Syahputra dengan NIM 121101007 dengan judul “Adaptasi Psikologis pasien tuberkulosis paru di RSUD Dr. Pirngadi Medan.” Saya mengetahui informasi yang saya berikan ini sangat besar manfaatnya bagi peningkatan dan pengembangan bidang keperawatan dimasa yang akan datang. Saya menyadari dan mengerti bahwa penelitian ini tidak berdampak buruk bagi saya sehingga dengan sukarela dan tanpa rasa paksaan bersedia membantu penelitian ini.

Demikian persetujuan ini saya buat dengan sejujur-jujurnya tanpa paksaan dari pihak manapun dan agar dapat digunakan seperlunya.

Medan, Maret 2016

Responden,

(7)
(8)
(9)

Lampiran INSTRUMEN PENELITIAN

ADAPTASI PSIKOLOGIS PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RSUD DR.PIRNGADI MEDAN

I. Kuesioner Data Demografi

Petunjuk pengisian : isilah data di bawah ini dengan lengkap. Berilah tanda check list (√) pada kotak pilihan yang tersedia sesuai dengan situasi dan kondisi anda saat ini.

Kode Responden : (diisi peneliti)

Inisial Nama :

Usia : ……. tahun

Jenis kelamin : L / P

Agama :

Status : 1. Menikah 2. Tidak menikah

Pendidikan : 1. SD 4. Sarjana

2. SMP

5. Lain-lain

3. SMA

Pekerjaan : 1. PNS 4. Wiraswasta

2. Pegawai BUMN

5. Lain-lain 3. Pegawai Swasta

Penghasilan : 1. < Rp. 1.800.000 2. > Rp. 1.800.000

(10)

II. Kuisioner Tingkat adaptasi psikologis pasien tuberkulosis paru

Cara pengisian: Berikanlah tanda checklist ( √ ) pada kolom angka yang ada di sebelah kanan pada masing-masing butir pertanyaan dengan

pilihan yang sesuai dengan yang Anda alami. Keterangan :

SS : Sangat Sering S : Sering

KK : Kadang-kadang

TP: Tidak Pernah

NO Pertanyaan SS S KK TP

1 Saya segera berkonsultasi kepada ahli tenaga kesehatan agar stres saya berkurang

2 Saya malu dengan kondisi saya dan tidak mau bergaul lagi

3 Saya masih bisa melakukan aktifitas tanpa takut akan penyakit ini.

4 Saya tidak perlu khawatir karena saya masih bisa sembuh

5 Walaupun saya menderita penyakit ini, keluarga saya masih menyayangi saya 6 Saya merasa malu karna penyakit ini adalah

kutukan yang saya dapatkan.

7 Saya tidak perlu malu karna penyakit ini bukan penyakit keturunan

8 Saya gampang merasa marah kepada orang lain karena penyakit ini

9 Saya menyalahkan orang lain karena penyakit ini.

10 Walaupun saya memiliki penyakit ini, tapi saya masih bisa bekerja tanpa harus malu 11 Saya masih memiliki pekerjaan yang baik

walaupun saya menderita penyakit ini 12 Saya mengerjakan hobi saya dan tidak

memikirkan penyakit saya

13 Saya harus mengikuti saran aktivis-aktivis yang sembuh dari TB

14 Saya tidak mau memikirkan dari mana saya mendapatkan penyakit ini

(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)

RELIABILITY

/VARIABLES=VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006 VAR00007

VAR00008 VAR00009 VAR00010 VAR00011 VAR00012 VAR00013 VAR00014 VAR00015

/SCALE('ALL VARIABLES') ALL/MODEL=ALPHA /STATISTICS=DESCRIPTIVE .

Reliability

Notes

Output Created 22-AUG-2016 06:57:10

Comments

Input Active Dataset DataSet1 Filter <none> Weight <none> Split File <none> N of Rows in Working

Data File 10

Matrix Input Missing Value

Handling

Definition of Missing User-defined missing values are treated as missing.

Cases Used Statistics are based on all cases with valid data for all variables in the procedure.

Syntax RELIABILITY

/VARIABLES=VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006 VAR00007

VAR00008 VAR00009 VAR00010 VAR00011 VAR00012 VAR00013 VAR00014 VAR00015

/SCALE('ALL VARIABLES') ALL/MODEL=ALPHA

/STATISTICS=DESCRIPTIVE .

Resources Elapsed Time

0:00:00,00

Memory Available 786944 bytes Largest Contiguous Area 786944 bytes Workspace Required 752 bytes

(17)

[DataSet1]

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 10 100,0 Excluded(

a) 0 ,0

Total 10 100,0

a Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items ,731 15

Item Statistics

(18)
(19)

FREQUENCIES

VARIABLES=usia JK agama status pendidikan pekerjaan penghasilan pengobatan

/ORDER= ANALYSIS .

Frequencies

Notes

Output Created 05-AUG-2016 11:35:27

Comments

Input Active Dataset DataSet0 Filter <none> Weight <none> Split File <none> N of Rows in

Working Data File 40

Missing Value Handling

Definition of Missing User-defined missing values are treated as missing.

Cases Used Statistics are based on all cases with valid data.

Syntax FREQUENCIES

VARIABLES=usia JK agama status pendidikan pekerjaan penghasilan pengobatan /ORDER= ANALYSIS . Resources Elapsed Time

0:00:00,00

Processor Time 0:00:00,00

[DataSet0]

Statistics

usia JK agama status pendidikan pekerjaan penghasilan pengobatan

N Valid 40 40 40 40 40 40 40 40

(20)
(21)

pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid PNS 4 10,0 10,0 10,0

Pegawai BUMN 1 2,5 2,5 12,5

pegawai swasta 5 12,5 12,5 25,0

wiraswasta 25 62,5 62,5 87,5

lain-lain 5 12,5 12,5 100,0

Total 40 100,0 100,0

penghasilan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid < Rp. 1.800.000 22 55,0 55,0 55,0

> Rp. 1.800.000 18 45,0 45,0 100,0

Total 40 100,0 100,0

pengobatan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 - 3 bulan (lini pertama) 39 97,5 97,5 97,5

4 - 6 bulan (lini kedua) 1 2,5 2,5 100,0

(22)
(23)

VAR00001 (1 thru 30=1) (31 thru 60=2) . EXECUTE .

FREQUENCIES

VARIABLES=VAR00001

/STATISTICS=STDDEV MINIMUM MAXIMUM MEAN /ORDER= ANALYSIS .

Frequencies

[DataSet0]

Statistics

VAR00001

N Valid 40

Missing 0

Mean 1,80

Std. Deviation ,405

Minimum 1

Maximum 2

VAR00001

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid mal adaptif 8 20,0 20,0 20,0

adaptif 32 80,0 80,0 100,0

(24)
(25)
(26)
(27)

VAR00014

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 5 12,5 12,5 12,5

2 8 20,0 20,0 32,5

3 16 40,0 40,0 72,5

4 11 27,5 27,5 100,0

Total 40 100,0 100,0

VAR00015

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 6 15,0 15,0 15,0

2 12 30,0 30,0 45,0

3 15 37,5 37,5 82,5

4 7 17,5 17,5 100,0

Total 40 100,0 100,0

VAR00016

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 7 17,5 17,5 17,5

2 12 30,0 30,0 47,5

3 15 37,5 37,5 85,0

4 6 15,0 15,0 100,0

(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)

Lampiran

ANGGARAN DANA

NO KEGIATAN BIAYA

1 Menyiapkan proposal sampai sidang proposal

 Biaya internet dan pulsa modem

 Kertas A4 80 gr 2 rim

 Fotokopi sumber-sumber daftar pustaka

 Memperbanyak proposal

 Sidang proposal

 Survei awal, izin penelitian, izin proposal

 Sidang hasil

 Jilid lux dan CD

 Abstrak translate

Rp. 100.000,00 Rp. 80.000,00 Rp. 30.000,00 Rp. 50.000,00 Rp. 350.000,00 Rp. 600.000,00 Rp. 400.000,00 Rp. 200.000,00 Rp. 100.000,00

(36)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Deni Syahputra

Tempat/ Tanggal Lahir : Tanjung Tiram, 19 Desember 1993

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum menikah

Alamat rumah : Jl. Nelayan no 154 lingkungan VI kec.

Tanjung Tiram Kab. Batu Bara Sumatera Utara

No Hp : 081394497469

Riwayat pendidikan :

1. TK Ade Irma Suryani (1999-2000)

2. SD Negeri 010165 Tanjung Tiram (2000-2006)

3. SMP Negeri 1 Tanjung Tiram (2006-2009)

4. MAS Alwashliyah Tanjung Tiram (2009-2012)

5. Fakultas Keperawatan USU

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Abdad, F. A. 2013. Asuhan keperawatan harga diri rendah situasional pada NN.Y yang mengalami TB paru dengan pengobatan OAT di Ruang Antesena RS. DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Di unduh tanggal 1 Desember 2015, dari

Alsagaff, H & Mukty, A. 2005. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya: Airlangga University Press.

Arikunto, S. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., & Murr, A.C. (2010). Nursing care plan: Guidelines for individualizing client care across the life span. 8th edition. Philadelphia: F.A DavisCompany.

Hidayat, 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan edisi:1. Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, 2006. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan edisi:1. Jakarta: Salemba Medika.

Hitchcock, J.E., Schubert, P.E., & Thomas, S.A. (1999). Community health nursing: caring in action. Albani: Delmas Publisher.

Indrayani, R. (2011). Gambaran tingkat kecemasan TB Paru ditinjau dari lama mengkonsumsi obat TBC di Wilayah Kerja Pusskesmas Gemolong Sragen. Diunduh tanggal 12 april 2016 di google.com

Julia, L M & Kizilay, Patricia E. (1998). Foundations of Nursing Practice : A Nursing Process Approach. 1st Ed, WB Saunders Company, Philadelphia Anak Menanga

Karsasmita, C, B. (2009). Epidemiologi tuberkulosis. Sari Pediatri,Volume 11, 124-129.

Kemenkes RI. (2013). Riset kesehatan dasar. Jakarta: Kemenkes RI.

Kemenkes RI (2014). Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. Jakarta: Kemenkes RI.

(38)

Kozier, Erb, Berman & Snyder. (2010). Fundamental keperawatan: konsep, proses, & praktek, Edisi 7. Alih bahasa oleh Widayanti, E. Jakarta: EGC.

Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan metodologi peneliti ilmu keperawatan,

Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2001). Konsep dan penerapan metodologi peneliti ilmu keperawatan,

Jakarta: Salemba Medika.

Potter, P.,A & Perry, A.G. (2005). Fundamental keperawan buku 1 Ed. 4. Alih bahasa oleh devi muliyanti, monica ester, Jakarta: Salemba Medika.

Potter, P.,A & Perry, A.G. (2009). Fundamental keperawan buku 1 Ed. 7. Alih bahasa oleh Renata Komalasari, Jakarta: Salemba Medika.

Rab, T & Qlintang, S (1996). Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates.

Ratnasari, N. Y. (2012). Hubungan dukungan sosial dengan kualiatas hidup pada penderita tuberkulosis paru (TB paru) di Balai pengobatan penyakit paru (B4P) Yogyakarta unit minggiran. Jurnal tuberkulosis indonesia.volume 8. 7-11.

Rizqina, M (2010). Konsep diri penderita TB paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4) Medan. Di unduh 1 desember 2015, dari repository.usu.ac.id.

Robbins, S., P & Timothy A, J. (2008). Perilaku organisasi keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Roy, C.,S & Andrew, H. A. (1991) The roy adaptation model, the definitive statement. California: Appletion & Lange.

Setiawan, Y (2011). Hilangkan stigma negatif tentang penyakit TB. http :// www.lkc.or.id/2011/ 10/ 26/ hilangkan -3 – stigma –negatif – tentang – tb /

Sitohang, G. E. D. (2015). Korelasi konsep diri dengan kepatuhan pasien TB paru dalam menjalani pengobatan di Rumah sakit Grand Medistra lubuk pakam. Diundul tanggal 1 Desember 2015, dari repository.usu.ac.id.

Sumantri, I. (2010). Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan. Jakarta:Salemba Medika.

(39)

Sundari, S (2005). Kesehatan mental dalam kehidupan. Jakarta: Rineka Cipta.

Tarwoto & Wartona. (2003). Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan

Jakarta: Salemba Medika.

Tomey, M. A., & Alligood, M. R. (2006). Nursing theory utilization & application, third edition. USA: Elseiver Mosby.

(40)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1Kerangka konsep

Kerangka konsep merupakan abstraksi dari suatu realitas agar dapat

dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar

variabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti), kerangka konsep

akan membantu penelitian menghubungkan hasil penemuan dengan teori

(Nursalam, 2008).

Penelitian ini menggambarkan tentang tinkat adaptasi psikologi pasien TB

Paru di Rumah Sakit Daerah Dr. Pirngadi Medan.

skema 3.1. Kerangka Konsep penelitian

3.2Defenisi Operasional

Merupakan bagian dari keputusan. Didalam ilmu logika merupakan

urutan kedua (yaitu pengertian tentang fakta; kemudian keputusan; pernyataan

benar atau tidak, dan penyimpulan; pembuktian/silogisme). (Nursalam, 2008). Adaptasi psikologis

pasien tuberkulosis

Adaptif

(41)

Tabel 3.2. Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi

Operasional pasien TB paru dalam dan 4 pernyataan negatif. Dengan penilaianpositif:

Sangat sering: 4 Sering: 3

Kadang-kadang: 2 Tidak pernah: 1

Untuk penilaian negatif:

Sangat sering: 1 Sering : 2

Kadang-kadang: 3 TidakPernah : 4

(42)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk

memperoleh gambaran adaptasi psikologis pasien Tuberkulosis Paru di RSUD.

Dr. Pirngadi Medan.

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah diperkirakan dari jumlah keseluruhan

pasien TB paru dalam menjalani pengobatan di RSUD, Dr Pirngadi kota Medan

pada Januari 2015 sampai Oktober 2015. Dari hasil survey awal yang telah

dilakukan pada (28 Desember 2015), didapatkan laporan data dari rekam medik

bahwa jumlah populasi pasien rawat jalan TB Paru di RSUD Pirngadi kota

Medan sebanyak 402 orang.

2. Sampel Penelitian

Penentuan jumlah sampel ditentukan sesuai dengan Arikunto (2006) yang

menjelaskan bahwa, jika populasi besar melebihi 100 orang maka proporsi sampel

dapat diambil antara 10% untuk itu proporsi sampel yang diambil 10%, maka

(43)

menggunakan teknik Purposive sampling dimana dengan menggunakan kriteria

inklusi sebagai berikut:

1. Pasien Tuberkulosis paru dewasa.

2. Tidak disertai dengan penyakit HIV dan komplikasi penyakit yang lain

3. Tidak mengalami gangguan jiwa

4. Tidak buta aksara

5. Mampu berkomunikasi dan bersedia menjadi Responden.

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Adapun Rumah

sakit ini dipilih peneliti karena rumah sakit ini termasuk memiliki pelayanan TB

paru yang cukup memadai, sehingga lokasi ini memiliki jumlah sampel yang

cukup untuk bisa dilakukan penelitian. Serta disamping itu juga pertimbangan

efisiensi biaya penelitian dan waktu dimana lokasi penelitian ini dilakukan dekat

dengan tempat tinggal peneliti sehingga memungkinkan untuk melakukan

penelitian. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juli – Agustus 2016.

4.4 Pertimbangan Etik

Objek penelitian ini adalah manusia maka pertimbangan etik sangat

penting. Penelitian ini akan dilakukan setelah disetujui oleh komite etik di

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini mengakui

hak-hak responden dalam menyatakan kesediaannya untuk dijadikan objek penelitian.

(44)

objek penelitian. Peneliti akan menjelaskan tujuan, sifat, dan manfaat penelitian.

Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti.

Untuk menjaga kerahasiaan maka kuesioner yang diberikan akan diberi kode

tertentu tanpa nama dan hanya peneliti yang mempunyai akses terhadap informasi

tersebut (Nursalam, 2008).

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk kuesioner yang

bertujuan untuk memperoleh informasi langsung dari responden. Kuesioner dibuat

oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka. Kuesioner terdiri dari 2 bagian, yakni

pertama demografi dan kedua adaptasi psikologis pasien Tuberkulosis paru.

Kuesioner data demografi responden meliputi nama inisial, usia, jenis

kelamin, agama, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan lama

pengobatan. Data demografi responden tidak akan dianalisis hanya untuk

mengetahui karakteristik responden.

Kuesioner adaptasi psikologis berdasarkan dari tinjauan pustaka hidayat

(2006) dari 15 pernyataan dengan pernyataan positif sebanyak 11 terdiri dari

nomor 1, , 3, 4, 5, 7, 8, 10, 12, 13, 14, 15. Sedangkan pernyataan negatif sebanyak

4 terdiri dari nomor 2, 4, 8, 9 dengan menggunakan skala Likert, yaitu dengan

penilaian Nilai 4: Sangat Sering, Nilai 3: Sering , Nilai 2: Kadang-kadang , Nilai

1: Tidak Pernah. Untuk pernyataan negatif penilaianya adalah 4: Tidak Pernah,

(45)

Penilaian adaptasi psikologis pasien TB ini dikategorikan sebagai

adaptasi adaptif dan maladaptif dengan menggunakan rumus statistik menurut

Sudjana (1992), maka

P

Maka didapatkan nilai Adaptasi yang maladapif dengan skor 1 - 30

dan adaptasi yang adaptif dengan skor 31 – 60.

4.6 Uji Validitas Instrumen

Validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip

keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat dapat

mengukur apa yang harus diukur (Nursalam, 2008).

Uji validitas telah dilakukan dengan melakukan uji konten (isi) oleh 1

orang keperawatan ahli jiwa. Instrumen yang berisikan pernyataan terdiri 15

butir dapat digunakan dengan 2 kali perbaikan kalimat. Setelah itu dilakukan

pengecekan ulang oleh validator dan dinyatakan sesuai dengan tinjauan pustaka.

4.7. Uji Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta

atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang

berlainan (Nursalam, 2008).

Uji reliabilitas sudah dilakukan pada 10 pasien tuberkulosis yang sesuai

dengan kriteria peneliti dan bukan menjadi sampel peneliti di Rumah Sakit

Umum Daerah Dr. Pringadi Kota Medan. Perhitungan dengan bantuan

(46)

didapatkan adalah 0,73 yang artinya telah reliabilitas. Alasan peneliti

menggunakan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan karena jumlah

populasi yang didapatkan disana cukup memadai.

4.8 Metode Pengumpulan Data

Data penelitian diambil di RSUD dr.Pirngadi Kota Medan selama sebulan.

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan pertama adalah mengajukan

permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan (Program

Studi S1 ilmu keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara).

Lalu, mengajukan permohonan izin kepada komite etik Fakultas Keperawatan

USU. setelah itu, Mengirimkan permohonan izin pengambilan data yang

diperoleh dari fakultas ke tempat penelitian (RSUD Dr.Pingadi Medan). Setelah

mendapat persetujuan dari RSUD Dr. Pirngadi Medan, peneliti ditempatkan

dibagian poliklinik paru dan diberi tempat ruang diskusi di nurse station.

Peneliti dibantu oleh perawat dan dokter di poli paru untuk memverifikasi

responden peneliti dengan kriteria inklusif yang diberikan. Selanjutnya peneliti

menjelaskan pada calon responden tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian

kuesioner. Calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani

Informed Consent (surat pesetujuan). Peneliti melakukan pemberian Informasi

terhadap kuesioner yang diberikan. Selama melakukan pengisian kuesioner,

responden diberi kesempatan untuk bertanya pada peneliti bila ada pertanyaan

yang tidak dipahami. Selanjutnya data yang diperoleh dikumpulkan untuk

(47)

4.9. Analisa data

Setelah semua data pada kuesioner terkumpul, maka dilakukan analisa

melalui beberapa tahap. Pertama melakukan pengecekan kelengkapan data

responden dan memastikan semua pertanyaan telah diisi. Selanjutnya

mengklarifikasi data dengan mentabulasi data yang telah dikumpulkan dengan

proses editing dan data yang telah sesuai diberikan kode (coding) untuk

memudahkan peneliti melakukan tabulasi dan analisa data . Kemudian dilakukan

pengolahan data (entry) dengan menggunakan teknik komputerisasi dan hasil

(48)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil penelitian

Pengumpulan data telah dilaksanakan selama 1 bulan dimulai dari Juli –

Agustus 2016 di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan. Bab hasil

penelitian menguraikan tentang hasil penelitian yang dilakukan untuk

menjelaskan karakteristik responden dan adaptasi psikologis pasien TB paru.

5.1.1. Karakteristik responden

Berdasarkan karakteristik pasien TB paru (umur, jenis kelamin, agama,

status, pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan lama pengobatan) di rumah sakit

Dr. Pirngadi Medan menunjukan bahwa pasien TB paru lebih banyak kriteria

dewasa muda yang berusia antara 20-40 tahun berjumlah 18 orang (45%).

Berdasarkan jenis kelamin lebih banyak berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah

25 orang (62,5%). Berdasarkan agama, responden yang lebih banyak menganut

agama Islam dan Kristen Protestan dengan jumlah masing-masing 20 orang

(50%). Berdasarkan status pernikahan, mayoritas responden menikah dengan

jumlah 27 orang (67,5%). Berdasarkan pendidikan mayoritas responden

mempunyai pendidikan terakhir SMA dengan jumlah 25 orang (62,5%).

Berdasarkan pekerjaan, mayoritas responden mempunyai pekerjaan sebagai

wiraswasta dengan jumlah 25 orang (62,5%). Berdasarkan penghasilan, mayoritas

(49)

orang (55%) dan berdasarkan jangka lama pengobatan, hampir semua responden

yang sedang dalam melakukan pengobatan di tahap pertama dengan 39 orang

(97.5%). Pemaparan lebih lanjut dijelaskan pada tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 5.1 Karakteristik Pasien TB paru di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan (N=40)

Karakteristik responden Frekuensi (f) Persentase (%)

Umur

Lini pertama (1–3 bulan) Lini kedua (4-6 bulan)

39 1

(50)

5.1.2. adaptasi psikologis pasien TB paru

Hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas responden adaptif

dengan jumlah 32 orang (80%) dan yang mengalami adaptasi psikologis mal

adaptif berjumlah 8 orang (20%). Seperti dijelaskan pada tabel 5.1.2.1

Tabel 5.1.2.1 Distribusi frekuensi adaptasi psikologis pasien TB paru di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi medan.(N= 40)

Adaptasi psikologis pasien TB paru

Frekuensi (f)

Persentase (%)

Adaptif Maladaptif

32 8

80 20

Hasil penelitian menunjukkan gambaran adaptasi psikologis pasien

Berdasarkan pernyataan didapatkan bahwa mayoritas responden cenderung jarang

untuk segera berkonsultasi kepada ahli tenaga kesehatan ketika terdiagnosa

penyakit TB agar stress mereka berkurang dengan jumlah 21% (52,5%).

Berdasarkan pernyataan mayoritas responden juga memilih sering berpikir bahwa

responden tidak perlu khawatir karena responden masih berpikir untuk sembuh

dengan jumlah 19 orang (47,5%). Tetapi, responden dengan jumlah 1 orang

(2,5%) memilih bahwa ketika responden sakit, keluarganya sudah mulai menjauhi

dan merasa tidak menyayanginya. Pemaparan lebih lanjut dijelaskan di tabel 5.2

(51)

Tabel 5.1.2.1 Distribusi frekuensi adaptasi psikologis pasien TB paru

di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan (N= 40)

No Pernyataan Sangat

Sering

Malu dan tidak mau bergaul lagi.

Masih melakukan aktifitas tanpa merasa takut.

Tidak perlu khawatir dan berpikir bisa sembuh. Meskipun menderita TB Paru, namun keluarga selalu mendukung.

Merasa malu dan merasa kutukan.

Merasa tidak malu sebab ini bukan keturuanan. Gampang marah kepada orang lain karna penyakit ini.

Menyalahkan orang lain karna penyakit ini

Memliki penyakit ini masih bisa bekerja tanpa malu.

Masih memiliki pekerjaan yang baik walaupun menderita penyakit ini.

Mampu mengerjkan hobi dan tidak memikirkan penyakit

Mengikuti saran aktifis yang sembuh

Tidak memikirkan dari mana penyakit ini berasal Merasa Baik-baik saja

(52)

5.2. Pembahasan

Hasil penelitian menujukkan bahwa adaptasi psikologis pasien tuberkulosis

paru di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan adalah adaptif yaitu 32

orang (80%) dan yang mengalami maladaptif yaitu 8 orang (20%). Ini

menunjukkan pasien tuberkulosis paru memiliki mekanisme pertahanan diri yang

baik.

Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian dari Winarni, Setiowati,

Rahayu, & Parante (2003) dengan judul adaptasi psikologi pada klien kanker

payudara yang menjalani kemoterapi di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta

menunjukkan bahwa pasien kanker payudara dapat beradaptasi dengan

baikdengan persentase 85,7%. Penelitian ini sama dengan menggunakan analisis

deskriptif sederhana dan yang membedakan adalah responden , jumlah sampel,

dan tempat penelitian.

Hasil ini juga didukung oleh pernyataan Roy (1991) menguraikan bagaimana

individu mampu meningkatkan kesehatannya dengan cara mempertahankan

perilaku secara adaptif serta mampu merubah perilaku yang maladaptif. Secara

ringkas, menurut Roy (1991) mengemukakan bahwa individu sebagai makhluk

biospsikososial dan spiritual sebagai satu kesatuan yang utuh untuk beradaptasi

terhadap perubahan lingkungan sehingga individu selalu berinteraksi terhadap

perubahan lingkungan. Ini juga didukung oleh Sundari (2005) adaptasi adaptif

jika tidak adanya ketegangan emosi, bila individu menghadapi problema, tetap

(53)

menggunakan rasio dan emosinya terkendali, dalam memecahkan realitas dan

objektif.

adaptasi psikologis dipengaruhi oleh usia, Pendidikan terakhir dan sosial

ekonomi, dan pengobatan. ini juga didukung oleh pernyataan Juliana (1998)

bahwa kondisi fisik yang baik, psikologi yang baik, pengalaman terhadap

penyakit, sosial ekonomi, dan sosial dapat mempengaruhi adaptasi.

Hitchlock dkk (1999) mengatakan bahwa usia dewasa mempunyai kemampuan

beradaptasi pada perubahan dan lebih stabil dan matang dalam mengambil

keputusan. Pada penelitian ini, usia responden mayoritas adalah dewasa muda

yaitu dengan jumlah 18 orang (45%). Peneliti berpendapat bahwa responden

mampu beradaptasi dengan perubahan, dan mengambil keputusan dengan baik

untuk pergi ke pelayanan kesehatan bukti bahwa responden bisa beradaptasi

dengan adaptif walaupun mengalami perubahan yakni melakukan terapi regimen

pengobatan.

Pada penelitian ini, pendidikan terakhir responden mayoritas adalah SMA

dengan jumlah 25 orang (62,5%). Menurut (Tarwoto & Wartonah, 2003) faktor

pendidikan seseorang sangat menentukan kecemasan klien dengan pendidikan

yang tinggi akan lebih mampu mengatasinya dan menggunakan koping yang

efektif serta konstruktif dari pada seseorang dengan pendidikan rendah.

Pendidikan adalah salah satu usaha untuk mengembangkan kepribadian

kemampuan didalam dan diluar sekolah serta berlangsung seumur hidup. Pada

(54)

beradaptasi dengan baik karena pendidikan terakhir pasien tuberkulosis mayoritas

adalah SMA sehingga sudah mampu mengatasi perubahan yang dialami. Ini juga

didukung oleh Nursalam (2001) bahwa pendidikan dapat mempengaruhi

seseorang akan pola hidup terutama dalam motivasi untuk bersikap berperan serta

dalam pembangunan kesehatan.

Pada penelitian ini, mayoritas responden mempunyai penghasilan dibawah

Rp. 1.800.000, dengan jumlah 22 orang (55%). Menurut Roy (1989) mengatakan

faktor eksternal antara lain masalah keuangan (memegang peranan penting dalam

pemenuhan kebutuhan ekonomi yang terkait dengan kebutuhan biaya kesehatan.

Pada penelitian ini, peneliti berpendapat bahwa mayoritas pasien tuberkulosis

paru mempunyai adaptasi adaptif adalah karena pasien tuberkulosis paru hanya

memikirkan kesembuhan dan untuk biaya terapi pengobatan bisa didapatkan

dengan gratis yang mereka dapatkan akhirnya di pelayanan kesehatan. Ini

didukung dengan pernyatan WHO (2013) membuat program DOTS untuk pasien

Tuberkulosis.

Pada penelitian ini, responden yang diteliti merupakan pasien tuberkulosis

yang baru didiagnosa dan bukan pasien berulang (MDR) sehingga pasien tidak

memiliki riwayat kegagalan pengobatan sebelumnya. Kozier et al (2010)

mengatakan bahwa seseorang yang pernah mengalami kegagalan mengaganggap

dirinya gagal, sementara orang yang memiliki riwayat keberhasilan memiliki

konsep diri yang lebih positif, yang kemungkinan dapat mencapai lebih banyak

(55)

didagnosa dan belum ada pengalaman gagal sehingga adaptasi psikologis adaptif

karna pasien tuberkulosis tidak mau gagal dalam pengobatan.

Pada penelitian ini berdasarkan pernyataan kuesioner. Responden menjawab

sering dengan 2 pernyataan yakni tidak perlu khawatir, karena smasih bisa

sembuh dengan jumlah 19 orang (47,5%) dan walaupun menderita penyakit ini,

keluarga masih menyayangi dengan jumlah 17 (42,5%). Menurut Tarwoto &

Wartonah (2003) seseorang yang telah menikah akan lebih mempunyai rasa

percaya diri dan ketenangan dalam melakukan kegiatan, karena mereka pernah

mengalami menjadi bagian keluarga, maupun anggota masyarakat, sehingga

diharapkan dapat memahami keberadaanya. pada hasil penelitian ini didapatkan

bahwa responden pasien tuberkulosis paru adaptasinya adaptif adalah karena

dukungan faktor keluarga yang diterima responden.

Keterbatasan peneliti.

1. Instrumen pengumpulan data dibuat sendiri oleh peneliti dan baru pertama

kali digunakan sehingga belum sempurna..

2. Selama melakukan penelitian, peneliti tidak membahas mengenai penyakit

(56)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Pada penelitian ini didapatkan bahwa mayoritas pasien Tuberkulosis (TB)

Paru mengalami adaptasi psikologis secara adaptif yakni 32 orang (80%), dan

adaptasi secara psikologis maladaptif sebanyak 8 orang (20%).

6.2. Saran

6.2.1. Bagi pelayanan keperawatan

Penelitian ini dapat menjadi bahan acuan perawat dalam melakukan asuhan

keperawatan kepada pasien terutama pasien tuberkulosis paru sehingga dapat

meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang optimal. Dalam memberikan

asuhan keperawatan, perawat diharapkan untuk memperhatikan aspek psikologis

pasien tuberkulosis paru agar pasien bisa beradaptasi dengan baik dalam

menjalani pengobatan.

6.2.2. Bagi pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini dapan menjadi sumber informasi bagi pendidikan

keperawatan yang berfokus terhadap pemenuhan kebutuhan holistik pada pasien

(57)

6.2.3. bagi peneliti selanjutnya

Penelitian sebagai acuan dapat dijadikan sebagai data dasar bagi penelitian

selanjutnya yang berfokus pada adaptasi psikologis untuk mendapatkan pelayanan

tuberkulosis yang lebih baik. Selain itu peneliti selanjutnya dapat memperbanyak

responden dan bervariasi (dengan penyakit penyerta lain) sehingga mendapatkan

data informasi yang lebih banyak mengenai penyakit tuberkulosis.

Peneliti selanjutnya juga bisa menggunakan metode kualitatif dalam mengkaji

lebih dalam mengenai tingkat adaptasi psikologis beserta aspek-aspek

didalamnya sehingga pasien bisa lebih mengeksplor perasaannya dan peneliti

mendapatkan baik data verbal maupun non verbal dari pasien terkait adaptasi

(58)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Tuberkulosis Paru

2.1.1Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Myobacterium

tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau

diberbagai organ tubuh yang lainnya yang mempunyai tekanan tekanan parsial

oksigen yang tinggi (Rab, 1996). Menurut Alsagaf & Mukhti (2005)

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil

mikobakterium tuberkulosis yang menyerang pernapasan bagian bawah.

Menurut Sumantri (2010) Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang

menyerang parenkim paru-paru yang disebabkan oleh Myobacterium

tuberculosis. Menurut Kemenkes (2014) Tuberkulosis adalah penyakit menular

yang disebabkan oleh kuman Myobacterium tuberculosis.

2.1.2 Penyebab Tuberkulosis Paru

Myobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang

berukuran panjang 1-4mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar komponen

Myobacterium tuberculosis adalah berupa lemak/lipid sehingga kuman mampu

tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik.

Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak

oksigen. Oleh karena itu, Myobacterium tuberculosis senang tinggal di daerah

apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi

(59)

2.1.3 Patofisiologi tuberkulosis paru

Infeksi diawali karena seseorang mengirup hasil Myobacterium

tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu

berkembang biak dan terlihat menumpuk. Perkembangan Myobacterium

tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru-paru (lobus

atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian

tubuh lain (ginjal, tulang, dan korteks serebri) dan area lain dari paru-paru

(lobus atas). Selanjutnya, sistem kekebalan tubuh memerikan respons dengan

melakukan reaski inflamasi. Neutrofil dan makrofga melakukan aksi fagositosis

(menelan bakteri), sementara limfosit spesifik tuberkulosis menghancurkan

(melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan

terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan brokonpnemonia.

Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu sete;lah terpapar bakteri

(Sumantri,2010).

Interaksi antara Myobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh

pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut

granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang

dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah

bentuk menjadi masa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut

disebut ghon tuberculosis. materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri men

jadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang penampakannya seperi

(60)

membentuk jaringan kolagen kemudian bakteri menjadi nonaktif (Sumantri,

2010).

Setelah infeksi awal, jika respon imun tidak adekuat maka penyakit akan

menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi tulang

atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus ini,

ghon tubrcle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa

didalam bronkhus. Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan

membentuk jaingan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang

mengakibatkan timbulnya bronkopnemonia, membentuk tuberkel, dan

seterusnya. Pnemonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya (Sumantri,

2010)

Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembak biak

didalam sel makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan

sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit

(membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan

granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan menmbulkan respons

berbeda, kemudian pada akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang

dikelilingi oleh tuberkel (Sumantri, 2010).

2.1.4 Cara Penularan Tuberkulosis Paru

Menurut Kemenkes (2014) ada beberapa cara penularan Tuberkulosis Paru

Yakni:

a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak

(61)

pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal

tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah kuman yang terkandung dalam

contoh uji ≤ dari 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit dideteksi melalui

pemeriksaan mikroskopis langsung.

b. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan

menularkan penyakit TB. penularan pasien TB BTA positif adalah 65%,

pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan

pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto Toraks positif adalah 17%.

c. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung

percik dahak yang infeksius tersebut.

d. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam

bentuk percikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali batuk dapat

menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

2.1.5 Identifikasi terduga pasien TB

Menurut Kemenkes & PPNI (2014) terduga pasien TB paru adalah

seseorang yang mempunyai keluhan aau gejala klinis mendukung TB

(sebelumnya dikenal sebagai suspek TB). Biasanya terduga TB datang ke

fasilitas pelayanan kesehatan dengan berbagai keluhan dan gejala klinis yang

mungkin akan menunjukkan bahwa yang bersangkutan termasuk terduga TB.

Gejala utamanya adalah batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih dan gejala

tambahan. Gejala tambahan yang sering dijumpai adalah:

(62)

b. Gejala sistemik: badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun,

rasa kurang enak badan (malaise), pada malam hari walaupun tanpa kegiatan,

demam meriang yang berulang.

Perlu diketahui bahwa gejala-gejala tersebut dapat dijumpai pula pada

penyakit paru selain TB, seperi bronkiektasis, bronkitis kronik, asma, kanker

paru, dan lain-lain. Di negara endemis TB seperti Indonesia, setiap orang yang

datang ke fasilitas pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut diatas, harus

dianggap sebagai seorang suspek TB dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak

secara mikrokopis langsung terlebih dahulu.

Seseorang yang menderita TB ekstra paru mungkin mempunyai keluhan /

gejala terkait organ yang terkena, misalnya.

a.Pembesaran pada getah bening yang kadang juga mengeluarkan nanah.

b. Nyeri dan pembengkakakn sendi yang terkena TB.

c.Sakit kepala, demam, kaku kuduk dan gangguan kesadaran bila terkena TB

otak

2.1.6 Diagnosis Tuberkulosis Paru

Menurut Kemenkes (2014) untuk menegakkan diagnosis TB paru harus

melakukan pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis dimaksudkan

adalah pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan dan tes cepat. Apabila

pemeriksaan secara bakteriologis negatif, maka penegakkan diagnosis dapat

dilakukan dengan secara klinis dengan menggunakan hasil pemeriksaan klinis

penunjang (setidak-tidaknya foto toraks) yang sesuai dan ditetapkan dengan

(63)

dilakukan setelah pemberian terapi antibiotika spektrum luas (Non OAT dan

Non Kuinon) yang tidak memberikan perbaikan klinis.

Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan melakukan pemeriksaan

Serologis, berdasarkan foto toraks saja dan tes tuberkulin. Karena tidak terlalu

memberikan gambaran spesifik TB paru sehingga menyebabkan terjadi

overdiagnosis atau underdiagnosis.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang TB

Menurut Kemenkes (2014) ada beberapa pemeriksaan penunjang yang

perlu diperhatikan. Yakni:

1. Pemeriksaan Dahak mikroskpis langsung

a. Untuk kepentingan diagnosis dengan cara pemeriksaan dahak secara

mikroskopis langsung, terduga pasien TB diperiksa contoh uji dahak SPS

(sewaktu – pagi – sewaktu).

b. Ditetapkan sebagai pasien TB apabila minimal 1 dari pemeriksaan contoh

uji dahak SPS hasilnya BTA positif

2. Pemeriksaan dahak

a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai

keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan

dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 contoh

uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan

(64)

1. S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang

berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulang, terduga pasien

membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari kedua.

2. P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah

bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di fasyankes.

3. S(sewaktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat

menyerahkan dahak pagi.

b. Pemeriksaan Biakan

Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis (M.tb)

dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien tertentu,

misal:

1. Pasien TB ekstra paru.

2. Pasien TB anak.

3. Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung BTA

negatif.

Pemeriksaan tersebut dilakukan disarana laboratorium yang terpantau

mutunya. Apabila dimungkinkan pemeriksaan dengan menggunakan tes cepat

yang direkomendasikan WHO maka untuk memastikan diagnosis dianjurkan

untuk memanfaatkan tes cepat tersebut.

3. Pemeriksaan uji kepekaan obat

Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi M. TB

terhadap OAT. Untuk menjamin kualitas hasil pemeriksaan, uji kepekaan obat

(65)

pemantapan mutu/QualityAssurance (QA). Hal ini dimaksudkan untuk

memperkecil kesalahan dalam menetapkan jenis resistensi OAT dan

pengambilan keputusan paduan pengobatan pasien dengan resistan obat. Untuk

memperluas akses terhadap penemuan pasien TB dengan resistensi OAT,

Kemenkes RI telah menyediakan tes cepat menyediakan tes cepat yaitu Gen

expert ke fasilitas kesehatan (laboratorium dan RS) diseluruh provinsi

(Kemenkes, 2014)

2.1.8 Pengobatan tuberkulosis Paru

Menurut Kemenkes (2014) pengobatan tb harus selalu meliputi

pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan dengan:

a. Tahap Awal: Pengobatan dberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada

tahap ini adalah dimaksudkan secara efektif menurunkan jumlah kuman

yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian

kecil kuman yang mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien

mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru,

harus diberikan selama 2 bulan. Pada umunya dengan pengobatan secara

teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun

setelah pengobatan selama 2 minggu.

b. Tahap lanjutan: Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting

untuk membunuh sisa sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya

kuman persister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya

(66)

2.1.9 Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan TB

Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada orang dewasa

dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis.

Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan

pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap

Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena

tidak spesifik untuk TB. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan

pemeriksaan dua contoh uji dahak (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan

dinyatakan negatif bila ke 2 contoh uji dahak tersebut negatif. Bila salah satu

contoh uji positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut

dinyatakan positif. Hasil dari pemeriksaan mikroskopis semua pasien sebelum

memulai pengobatan harus dicatat. Pemeriksaan ulang dahak pasien TB BTA

positif merupakan suatu cara terpenting untuk menilai hasil kemajuan

pengobatan. Setelah pengobatan tahap awal, tanpa memperhatikan hasil

pemeriksaan ulang dahak apakah masih tetap BTA positif atau sudah menjadi

BTA negatif, pasien harus memulai pengobatan tahap lanjutan (tanpa pemberian

OAT sisipan apabila tidak mengalami konversi). Pada semua pasien TB BTA

positif, pemeriksaan ulang dahak s0elanjutnya dilakukan pada bulan ke 5.

Apabila hasilnya negatif, pengobatan dilanjutkan hingga seluruh dosis

pengobatan selesai dan dilakukan pemeriksaan ulang dahak kembali pada akhir

(67)

2.2 Konsep Adaptasi

2.2.1 Definisi adaptasi

Adaptasi adalah kemampuan individu untuk bereaksi kaena tuntutan dalam

memenuhi dorongan kebutuhan dan mencapai ketentraman batin dalam

berhubungan dengan sekitar (Sundari, 2005). Adaptasi merupakan suatu proses

perubahan yang menyertai individu dalam berespon terhadap perubahan yang ada

dilingkungan dan dapat mempengaruhi keutuhan tubuh baik secara fisiologis

maupun psikologis yang akan menghasilkan perilaku Adaptif (Hidayat, 2006)..

Menurut sundari (2005), adaptasi yang berhasil bilamana dengan

sempurna memenuhi kebutuhan tanpa melebihkan yang satu dan mengurangi

yang lain, tidak mengganggu manusia lain dalam memenuhi kebutuhan yang

sejenisnya dan bertanggung jawab terhadap masyarakat dimana ia berada untuk

mencapai keharmonisan pada dirinya dan lingkungan. Adaptasi berhasil secara

positif jika tidak adanya ketegangan emosi, bila individu menghadapi problema,

emosi, tetap tenang, tidak panik, sehinga dalam memecahkan masalah dengan

menggunakan rasio dan emosinya terkendali, dalam memecahkan masalah

terhadap realitas dan objektif. Bila seseorang menghadapi masalah segera

dihadapi secara apa adanya tidak ditunda-tunda, tidak menjadi frustasi, konflik

maupun kecemasan dan mampu belajar pengetahuan yang mendukung apa yang

dihadapi sehingga dengan pengetahuan itu dapat digunakan menanggulangi

timbulnya problema. Adaptasi yang negatif jika yang bersangkutan tidak dapat

mengendalikan emosinya, bila ada masalah menjadi panik sehingga tindakan tidak

(68)

2.2.2 Jenis Adaptasi

Menurut Hidayat (2006), ada 4 jenis adaptasi yakni

2.2.2.1Adaptasi Fisiologis

Adaptasi fisiologis merupakan kemampuan tubuh untuk mempertahankan

keadaan relatif seimbang, kemampuan adaptif ini adalah bentuk dinamika dari

ekuilibrium lingkungan internal tubuh (Potter & Perry, 2005).

Riset klasik yang dilakukan selye, 1976 (dalam Hidayat, 2006) membagi

adaptasi fisiologis menjadi sindrom adaptasi psikososial lokal (local adaptation

syndrom—LAS) dan sindrom adaptasi umum (general adaptation syndrome—

GAS).

2.2.2.2Adaptasi psikologis

Adaptasi ini merupakan proses penyesuaian secara psikologis dengan cara

melakukan mekanisme pertahanan diri yang bertujuan melindungi atau bertahan

dari serangan atau hal yang tidak menyenangkan (Hidayat, 2006)

2.2.2.3Adaptasi Sosial Budaya

Merupakan cara untuk mengadakan perubahan dengan melakukan proses

penyesuaian perilaku yang sesuai dengan normal yang berlaku di masyarakat,

misalnya seseorang yang tinggal dalam lingkungan masyarakat dengan budaya

gotong royong akan berupaya beradaptasi dengan lingkungannya tersebut

(69)

2.2.2.4 Adaptasi Spiritual

Proses penyesuaian diri dengan melakukan perubahan perilaku yang

didarkan pada keyakinan atau kepercayaan yang dimiliki sesuai dengan agama

yang dianutnya. Misalnya, apabila mengalami stress, seseorang akan giat

melakukan ibadah, seperti rajin sembahyang, berpuasa, dan sebagainya

(Hidayat, 2006).

2.2.4 Mekanisme Adaptasi

Individu mempunyai kemampuan untuk mempertahankan kesehatan, dan

menggunakan energinya untuk beradaptasi secara positif. Terdapat dua sub sistem

yang berperan, antara lain:

2.2.4.1Sub sistem regulator

Yaitu sub sistem dari manusia yang menangani terhadap adanya rangsangan

dari luar yaitu melalui sistem saraf dan hormonal, contohnya bagaimana

seseorang yang mengalami stimulus respon emosional, kemudian tubuh

menyesuaikan diri dengan mengeluarkan hormon adrenalin yang berefek untuk

mempercepat denyut nadi, pernafasan yang meningkat, suhu tubuh meningkat,

otot tubuh berkontraksi.

2.2.4.2 Sub sistem kognator

Yaitu sub sistem yang menangani stimulus dengan melalui proses informasi,

belajar, dan pengambilan keputusan. Artinya adaptasi ini dengan cara

mengaktifkan fungsi-fungsi kognitif untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi

(70)

2.2.5 Respon Adaptasi

Respon atau perilaku adaptasi seseorang terhadap perubahan atau

kemunduran bergantung pada stimulus yang masuk dan /kemampuan adaptasi

orang tersebut. atau kemampuan adaptasi seseorang ditentukan oleh tiga hal,

yaitu masukan (input), control, dan keluaran (output) (Asmadi, 2008). Respon

individu terhadap stimulus lingkungan dapat berupa respon adaptif dan

maladaptif. Respon adaptif merupakan respon yang dapat meningkatkan integritas

dan membantu individu untuk mencapai tujuan dari adaptasi sendiri, seperti

bertahan hidup, tumbuh, bereproduksi, penguasaan dan perubahan pada individu

maupun lingkungan. Sebaliknya, respon maladaptif dapat menggagalkan atau

mengancam tujuan adaptasi (Alligood & Tomey, 2010).

2.3 Adaptasi psikologis

Adaptasi ini merupakan proses penyesuaian secara psikologis dengan

melakukan mekanisme pertahanan diri yang bertujuan melindungi atau bertahan

dari serangan atau hal yang tidak menyenangkan. Adaptasi psikologis bisa bersifat

konstruktif atau deskruktif. Perilaku yang konstruktif membantu individu

menerima tantangan untuk memecahkan konflik, bahkan rasa cemaspun bisa

menjadi konstruktif, jika dapat memberi sinyal adanya suatu ancaman sehingga

individu apat mengambil langkah-langkah untuk mengurangi dampaknya perilaku

deskruktif tidak membantu individu mengatasi stressor. (Hidayat. 2006).

Perilaku konstruktif membantu individu menerima tantangan untuk

menyelesaikan konflik. Bahkan ansietas dapat konstrukti misalnya, ansietas dapat

(71)

tindakan untuk mengurangi keparahannya. Perilaku destruktif mempengaruhi

orientasi realitas, kemampuan pemecahan masalah, keperibadian, dan situasi yang

sangat berat, kemampuan untuk berfungsi. Ansietas dapat juga bersifat destruktif

(mis. jika seseorang tidak mampu beritindak melepaskan diri dari stressor). Sama

halnya, penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan dapat dipandang sebagai

perilaku adapatif dalam kenyataannya hal ini malah meningkatkan stress dan

bukan menurunkan stress.Perilaku adaptif psikologis individu membantu

kemampuan seseorang untuk menghadapi stressor. Perilaku ini diarahkan pada

penatalaksanaan stress dan didapatkan melalui pembelajaran dan pengalaman

sejalan dengan individu mengidentifikasi perilaku yang dapat diterima dan

berhasil (potter& perry, 2005)

Perilaku adaptasi psikologis juga mengacu pada mekanisme koping (coping

mechanisme) yang berorientasi pada tugas (task oriented) dan mekanisme

pertahanan iri (ego oriented) (Hidayat, 2006).

2.3.1 Reaksi yang berorientai pada tugas.

Reaksi ini melibatkan penggunaan kemampuan kognitif untuk mengurangi

stres dan memecahkan masalah. Terdapat tiga jenis perilaku yang umum yakni:

1) Menyerang, yaitu bertindak menghilangkan, mengatasi stressor, atau

memenuhi kebutuhan, misalnya berkonsultasi dengan orang yang ahli.

2) Menarik diri dari stressor secara fisik maupun emosi.

3) Berkompromi, yaitu mengubah metode yang biasa digunakan, mengganti

(72)

2.3.2 Reaksi yang berorientasi pada ego

Reaksi ini dikenal sebagai mekanisme pertahanan diri secara psikologis

untuk mencegah gangguan psikologis yang lebih dalam. Mekanisme pertahanan

diri tersebut adalah:

1) Rasionalisasi. Berusaha memberikan alasan yang rasional sehingga masalah

yang dihadapinya dapat teratasi.

2) Pengalihan. Upaya untuk mengatasi masalah psikologis dengan melakukan

pengalihan tingkah laku pada objek lain, contohnya jika seserorang terganggu

akibat situasi gaduh yang disebabkan oleh temannya, maka ia berupaya

menyalahkan temanya tersebut.

3) Kompensasi. Mengatasi masalah dengan mencari kepuasan pada keadan lain.

Misalnya, seseorang memiliki masalah karena menurunya daya ingat, maka

di sisi lain, ia berusaha menonjolkan bakal melukis yang dimilikinya.

4) Identifikasi. Meniru perilaku orang lain dan berusaha mengikuti sifat

karakteristik, dan tindakan orang tersebut.

5) Represi. Mencoba menghilangkan pikiran masalah yang secara sadar tidak

dapat diterima dan tidak memikirkan hal-hal yang kurang menyenangkan.

6) Penyangkalan. Upaya pertahanan diri dengan cara menyangkal masalah yang

dihadapi atau tiak mau menerima kenyataan yang dihadapinya, misalnya

menolak kenyataan bahwa pasangan sudah meninggal dunia dengan cara

(73)

2.4 Masalah Psikologis pasien TB

Gejala yang dapat dirasakan seorang penderita TB paru tidak hanya berupa

gejalafisik saja. Penderita TB paru juga rentan mengalami masalah atau

gejalapsikososial. Doenges, Moorhouse, dan Murr (2010) menyebutkan

bahwaseseorang yang mengalami TB paru akan menunjukkan gejala-gejala

psikologiseperti merasa stres berkepanjangan, tidak ada harapan dan putus asa,

penderitamungkin menunjukkan penyangkalan khususnya pada fase awal

penyakit,kecemasan, ketakutan, cepat marah, ceroboh dan terjadi perubahan

mental padatahap lanjut. Dampak psikologis ini tentunya tidak boleh diabaikan

begitu saja,karena masalah psikologis yang dibiarkan berlarut-larut dapat

berkembangmenjadi kondisi yang semakin buruk dan menyebabkan masalah baru

bagipenderita TB paru itu sendiri (Abdad, 2013).

Kecemasan merupakan awal masalah psikologis pasien. Pasien tuberkulosis paru

perlu mendapatkan perhatian yang serius untuk kecemasannya dalam masa

pengobatan. Pengobatan TB yang bertujuan untuk menyembuhkan pasien,

mencegahkematian, mencegah kekambuhan, memutus rantai penularan dan

mencegahterjadinya resistensi kuman tuberculosis (Indrayani, 2011).

Ketidakmampuan penderita TBdalam melakukan pengobatan dapat berdampak

pada timbulnya kekhawatiranpenderita TB tentang keadaan dirinya. Timbulnya

perasaan takut yang dialamipenderita TB yang disebabkan oleh ketidakmampuan

mereka menjalankanpengobatan TB dengan baik akan menimbulkan kecemasan

dalam diripenderita TB. Nurjanah (2004 dalam indrayani, 2011) menyebutkan

(74)

seseorang. Berdasarkanpendapat tersebut,maka timbulnya penyakit TB paru pada

seorang pasienberdampak terhadap timbulnya kesadaran akan terancamnya

keberadaan atauintegritas pasien dalam kehidupan secara pribadi maupun di

masyarakat.

Pasien menyadari bahwa ketika pasien didiagnosa menderita penyakit TB,maka

secara otomatis pasien tersebut harus mengikuti program pengobatanyang relatif

lama yaitu minimal 6 bulan. Timbulnya perilaku baru yang pasienhadapi yaitu

harus meminum obat dalam jumlah banyak serta dalam waktuyang lama

menimbulkan kekhawatiran terhadap apakah ia mampumenjalankan pengobatan

tersebut, karena tidak semua orang mampu menelanobat serta apakah mampu ia

menjaga motivasi dirinya untuk terus melakukanpengobatan sehingga tidak

mengalami putus obat. Konsekuensi-konsekuensiyang merupakan akibat dari

pengobatan TB paru merupakan faktor pencetustimbulnya kecemasan pada diri

pasien terhadap kondisi hidupnya pada masasekarang dan akan datang (Indrayani

dkk, 2011).

Masalah psikososial juga dapat muncul akibat berbagai faktor. Penderita TB paru

dapatmengalami beban pikiran yang berat akibat kondisi sakit yang tidak

diharapkanatau akibat mengalami beban perasaan atas tuntutan masyarakat yang

dikelilingioleh banyak stigma. Menurut Setiawan (2011) ada beberapa stigma

negatif yangberkembang terkait penyakit tuberkulosis diantaranya adalah

anggapan bahwa tuberkulosis merupakan penyakit guna-guna atau kutukan,

penyakit keturunan danpenyakit yang tidak dapat disembuhkan. Stigma-stigma ini

(75)

akanmerasa malu dan takut akan dikucilkan oleh lingkungannya sehingga

penderitalebih memilih menyembunyikan penyakitnya dan menolakuntukberobat

(76)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih menjadi salah satu masalah

kesehatan masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan Directly

Observed Treatment, Short-course (DOTS) telah diterapkan di berbagai negara

sejak tahun 1995 (Kemenkes, 2014). World Health Organization (WHO)

menyatakan bahwa sepertiga penduduk dunia telah terinfefksi tuberkulosis. Setiap

detik ada satu orang yang terinfeksi TB. Berdasarkan global tuberkulosis tahun

2011 angka prevalensi semua tipe TB adalah sebesar 289 per 100.000 penduduk

atau sekitar 690.000 kasus. Insidensi kasus baru TB dengan Basil Tahan Asam

(BTA) positif sebesar 189 per 100.000 penduduk atau sekitar 450.000 kasus.

Kematian akibat TB diluar Human Immuno Deficiency Virus (HIV) sebesar 27 per

100.000 atau 182 orang perhari (WHO, 2013)

Kasus TB naik 58% dari tahun 1990 hingga 2009, 90% diantaranya terjadi di

negara berkembang. Di asia tenggara selama 10 tahun, peningkatan kasus TB paru

mencapai 35,1 juta, 8% diantaranya (2,8 juta) disertai dengan infeksi HIV.

Menurut WHO, Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam kasus TB paru yang

mencapai 0,4 juta kasus baru, setelah india yang menduduki 2,1 juta kasus dan

cina 1,1 juta kasus (Karsasmita, 2009).

Prevalensi penduduk Indonesia pada tahun 2013 yang didiagnosis TB paru

(77)

berdasarkan diagnostik tenaga kesehatan dan keluhan responden adalah 6, 7 %. Di

Sumatera Utara terjadi peningkatan prevalensi TB paru pada tahun 2013 dimana

prevalensi TB paru 0, 2 % yang didiagnosa oleh tenaga kesehatan dan 3,8 %

dengan gejala batuk >2 minggu dan 2,7% dengan gejala batuk darah (Kemenkes,

2013).

Penyakit tuberkulosis dapat menimbulkan berbagai dampak yang dapat

berpengaruh terhadap kondisi kesehatan penderita. Dampak fisik yang dialami

oleh pasien paru seperti batuk yang tidak kunjung sembuh, batuk berdarah, nyeri

dada, demam, berkeringat pada malam hari, nafas pendek(wheezing) serta

kelelahan yang kronik (Alsagaf & Mukty, 2005). Kondisi kesehatan fisik yang

menurun akibat menderita TB paru juga dapat menimbulkan masalah lain yakni

kondisi psikologis pasien (Abdad, 2013).

Cemas, malu, depresi, dan mengisolasikan diri adalah gangguan mental yang

dihadapi oleh pasien yang mengalami tuberkulosis paru. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh Rajeswari, dkk, 2005 dalam Rizqiana, 2011 mengatakan 50

% responden merasa takut setelah mereka didiagnosis menderita tuberkulosis

paru dan 9% dari mereka berpikir untuk bunuh diri. Ketika orang lain menduga

seseorang mengalami penyakit tuberkulosis paru, muncul sikap berhati-hati secara

berlebihan, misalnya mengasingkan penderita, enggan mengajak berbicara, kalau

dekat dengan penderita akan segera menutup hidung dan sebagainya. Hal tersebut

akan sangat menyinggung perasaan pasien (Ratnasari, 2012).

Stigma, isolasi, dan diskriminasi juga diberikan oleh masyarakat terhadap

(78)

menjadi perbedaan penyakit tuberkulosis paru dari penyakit kronis lainnya.

Penyakit tuberkulosis paru dan pengobatannya dapat mengganggu seluruh aspek

dari diri seseorang. (Sitohang, 2015).

Masalah ekonomi pasien tuberkulosis paru juga mengalami gangguan.

Sebagian pasien tuberkulosis paru yang berusia produktif harus merelakan waktu

kerjanya sekitar 3-4 bulan untuk masa pengobatan. Hal tersebut akan kehilangan

pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika pasien meninggal

karena tuberkulosis paru maka akan kehilangan pendapatan sekitar 15 tahun, ini

akan menjadi beban psikologis tersendiri oleh pasien (Kemenkes, 2014)

Masalah-masalah yang dihadapi pasien tuberkulosis inilah perlu adanya

penyesuaian adaptasi. Stres dapat menimbulkan tuntutan seseorang, dan jika

seseorang tersebut tidak dapat beradaptasi, maka dapat menjadikan bahaya untuk

pasien misalnya menimbulkan suatu penyakit. Adaptasi adalah proses dimana

dimensi yang meliputi fisilogis dan psikologis berubah dalam berespon terhadap

stress. Seseorang harus mampu berespons terhadap stress dan beradaptasi

terhadap tuntutan atau perubahan yang dibutuhkan (Potter & Perry, 2005)

Perilaku adaptif pikologis sangat diperlukan agar pertahanan seseorang

terhadap stress menjadi semakin baik misalnya membicarakan kepada keluarga

agar beban dirasakan berkurang. Perilaku adaptif psikologis ini dapat konstruktif

maupun maupun deskruktif (Potter & Perry, 2005). Sehingga nantinya ketika

(79)

Berdasarkan Survey Awal di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi

medan, peneliti mendapatkan data rekam medik pasien tuberkulosis paru

sebanyak 662 periode Januari – Oktober 2015.

Berdasarkan uraian diatas karna belum adanya peneliti adaptasi psikologis

pasien tuberkulosis, maka Peneliti tertarik ingin meneliti bagaimana adaptasi

psikologis Pasien tuberkulosis Paru di Rumah Sakit Umum Daerah. Dr. Pirngadi

Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana adaptasi psikologis tuberkulosis paru di Rumah Sakit Umum

Daerah Dr. Pringadi Medan?

1.3 Tujuan Peneliti

Mengetahui gambaran adaptasi psikologis pasien tuberkulosis paru di Rumah

Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi pendidikan keperawatan

Sebagai pemberi informasi kepada Pendidikan keperawatan sehingga

penididikan keperawatan yang bisa menjadi lebih baik dalam hal pemberi

layanan TB paru.

2. Bagi Pelayanan Keperawatan

Sebagai pemberi Informasi kepada pelayanan Rumah Sakit Umum Dr.

Pirngadi Medan sehingga pihak pelayanan dalam perawatan TB paru bisa

(80)

3. Bagi Peneliti Keperawatan

Dapat dipakai sebagai sumber informasi dan rujukan untuk melakukan

penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian yang telah

(81)

Judul Penelitian : Adaptasi Psikologis Pasien Tuberkulosis Paru di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan

Nama Mahasiswa : Deni Syahputra

NIM : 121101007

Fakultas : Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Tahun Akademik : 2015/2016

ABSTRAK

Masalah-masalah yang dihadapi pasien tuberkulosis paru seperti cemas, malu, dan terisolasi serta stigma inilah perlu adanya penyesuaian adaptasi. Masalah-masalah psikologis ini dapat menimbulkan masalah, dan jika seseorang tersebut tidak dapat beradaptasi, maka dapat menjadikan bahaya untuk pasien misalnya menimbulkan suatu penyakit. Perilaku adaptif pikologis sangat diperlukan agar pertahanan seseorang terhadap stress menjadi semakin baik sehingga nantinya pasien TB paru dapat melakukan pertahanan diri dari masalah yang diderita. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adaptasi psikologis pasien TB paru di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan. Desain yang digunakankan deskriptif dengan jumlah sampel sebanyak 40 orang dengan menggunakan teknik

purposive sampling. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adaptasi psikologis pasien TB paru adaptif sebanyak 32 orang (80%) dan maladaptif sebanyak 8 orang (20%) . Dari hasil penelitian ini disarankan kepada pelayanan keperawatan agar dapat memperhatikan lebih jauh aspek psikologis pasien tuberkulosis paru agar pasien bisa mendapatkan adaptasi yang lebih baik dalam menjalani terapi regimen pengobatan

(82)
(83)

Adaptasi Psikologis Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Di Rumah

Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan

SKRIPSI

oleh

Deni Syahputra

121101007

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(84)
(85)

Gambar

TABEL MASTER DATA DEMOGRAFI
Tabel 3.2. Defenisi Operasional
Tabel 5.1 Karakteristik Pasien TB paru di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.                   Pirngadi Medan (N=40)
Tabel 5.1.2.1 Distribusi frekuensi  adaptasi psikologis pasien TB paru

Referensi

Dokumen terkait

mampu merumuskan pokok-pokok permasalaha n, siswa mampu mengungkap fakta yang ada, Siswa mampu menentukan teorema yang digunakan, siswa mampu mendeteksi bias Siswa mampu

Faktor  yang  keempat  adalah  faktor peluang bisnis  keuntungan dimaksud  adalah setelah melihat beberapa pertimbangan peluang dan  kesempatan  di  masyarakat 

Berdasarkan Penetapan Pengadaan Langsung Nomor: : 06/PAN-PL/M3D-DIPA/2012 tanggal 30 November 2012 untuk pekerjaan Pengadaan Material 3D Printing Penelitian Mobil Listrik

Maka dengan ini Pokja 2 ULP mengumumkan bahwa pelelangan untuk paket Pengadaan Peralatan Elektronik dan Inventaris Perkantoran Pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai. Tipe

 Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan

Sampai dengan berakhirnya batas waktu pemasukan dokumen penawaran, yaitu Rabu, 2 Desember 2015 pukul 13.00 WIB, peserta yang mendaftar sebanyak 4 (Empat) perusahaan dan tidak

 Menunjukkan perilaku patuh, tertib dan mengikuti aturan dalam melakukan penjumlahan dan pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan asli , bilangan bulat dan pecahan

Ketua Panitia Pengadaan