• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Psikologis Tokoh Utama Dalam Novel “The Devil’s Whisper “Karya Miyuki Miyabe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Psikologis Tokoh Utama Dalam Novel “The Devil’s Whisper “Karya Miyuki Miyabe"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 1990. Kajian Tekstual dalam Psikologi Sastra : Sekitar Masalah

Sastra, Beberapa Prinsip dan Model Pengembangannya. Malang: Yayasan

Asah Asih Asuh

--- 2000. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung : Sinar Baru

Aglesindo

Benedict, Ruth. 1989. Pedang Samurai dan Bunga Seruni (The Chrysantheum

and

The Sword), Alih Bahasa, Pramudji. Jakarta : Sinar Harapan

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta : Media

Pressindo

Hall, Calvin S. 1995. Freud. Jakarta : Delapratasa

Koentjaraningrat. 1976. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Universitas

Indonesia Press

Kosasih, E. 2008. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta : PT Nobel Edumedia

Miyabe, Miyuki. 2012. The Devil’s Whisper. Bandung : Serambi Ilmu Semesta Nawawi, Hadari. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gajah

Mada University Press

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gajah Mada

University Press

Pradopo, Rahmat Djoko. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta :

(2)

--- 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta :

Gama Media

Pujiono, Muhammad. 2002. Skripsi Analisis Nilai-Nilai Religius dalam Cerpen

Karya Miyazawa Kenji. Medan : STIBA Swadaya

Semi, Atar. 1990. Metode Penelitian Sastra. Padang : Angkasa

Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta : Grasindo

Subagyo, Joko. 1997. Metode Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta

Tarigan, Henry Guntur. 1993. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung : Penerbit

Angkasa Bandung

Wellek, Rene dan Austin, Warren. 1995. Teori Kesusatraan. Jakarta : Gramedia

http://en.wikipedia.org/wiki/Miyuki_Miyabe

http://teguhwirwan.blogdetik.com/tag/novel/

(3)

BAB III

ANALISIS PSIKOLOGIS TOKOH UTAMA

3.1 Ringkasan Cerita

Di Hirakawa, hiduplah seorang anak laki-laki berusia 4 tahun yang bernama

Mamoru Kusaka. Ayah Mamoru, Toshio Kusaka, adalah asisten kepala bagian

keuangan. Sedangkan ibu Mamoru, Keiko Kusaka, merupakan ibu rumah tangga

biasa. Mereka hidup rukun dan bahagia, sampai akhirnya Toshio membawa kabur

dana masyarakat sebanyak 5 juta yen dan meninggalkan Mamoru serta Keiko

begitu saja.

Bukan hanya itu, Toshio juga diduga melarikan diri bersama seorang wanita

yang menjadi simpanannya. Mereka diduga telah pergi jauh dari Hirakawa.

Berfoya-foya dan hidup bergelimang harta dari hasil uang curian tersebut.

Karena Hirakawa adalah kota kecil yang hampir bisa dikatakan tak ada

kasus kriminal di sana, kabar itu pun menyebar dengan cepat. Mamoru dan ibunya

menjadi bulan-bulanan masyarakat. Tak hanya itu saja, mereka berdua pun

dikucilkan oleh masyarakat.

Bahkan tak ada seorang anak pun yang mau bermain dengan Mamoru.

Mamoru hanya memiliki seorang teman yang ia panggil Kakek, seorang pria

paruh baya yang berprofesi sebagai tukang kunci. Dari Kakek lah Mamoru belajar

keahlian mengenai perkuncian.

Kakek adalah orang baik. Ia selalu mengajarkan tentang kebaikan kepada

(4)

membenci ayahnya. Bagaimana pun, menurut Kakek, dendam tak akan pernah

bisa menyelesaikan masalah. Tak berapa lama, Kakek meninggal dalam damai.

Mamoru kembali kesepian karena benar-benar tidak memiliki teman.

Ketika Mamoru berusia 16 tahun, Keiko meninggal karena terkena serangan

stroke. Sebelum meninggal, Keiko mengirim surat kepada Yoriko Asano,

kakaknya, untuk mau merawat Mamoru. Yoriko pun bersedia menampung

Mamoru dan membawa Mamoru ke rumahnya di Tokyo.

Di sana bukan hanya ada Yoriko saja, melainkan suami Yoriko yang

bernama Taizo Asano serta putri tunggal mereka, Maki Asano. Keduanya

menerima Mamoru dengan sangat baik dan menyayangi Mamoru. Bahkan mereka

sudah menganggap Mamoru sebagai keluarga sendiri. Tidak ada perbedaan sedikit

pun.

Namun di sekolah, Mamoru harus menghadapi pembullyan dari seorang

temannya yang bernama Miura. Miura terus mengancam dan meneror Mamoru

karena Mamoru menolong teman wanitanya. Saat itu, dompet teman wanita

Mamoru hilang, padahal di dalamnya terdapat kunci gembok sepeda. Mamoru

membantu membukakan gembok sepeda teman wanitanya tersebut, tanpa

Mamoru ketahui bahwa Miura sengaja menyembunyikan dompet si teman wanita

dengan tujuan agar sang wanita mau diantar pulang oleh Miura.

Miura berhasil mengetahui masa lalu Mamoru. Ia mengorek informasi

sebanyak mungkin, kemudian mulai menyebarkannya dengan cepat. Misalnya,

Miura menempelkan selebaran berisi fotokopian koran tentang berita pencurian

yang dilakukan oleh ayah Mamoru hingga semua orang di sekolah tahu mengenai

(5)

Mamoru beruntung karena memiliki sahabat baik seperti Anego dan Yoichi.

Mereka berdua lah yang membantu dan menghibur Mamoru. Berkat dukungan

keduanya pula Mamoru berhasil untuk tidak terpengaruh oleh perbuatan usil

Miura.

Pada peralihan musim gugur ke musim dingin, terjadilah suatu kasus di

mana Taizo yang berprofesi sebagai supir taksi menabrak seorang mahasiswi

hingga tewas. Sulit dipercaya supir sebaik Taizo bisa melakukan hal sefatal itu

karena Taizo terkenal sebagai supir taksi yang tidak memiliki pelanggaran lalu

lintas sedikit pun. Mamoru kemudian bertekad untuk menyelidiki kasus ini demi

membuktikan pamannya tak bersalah.

Akhirnya Mamoru pun menemukan fakta bahwa gadis tersebut meninggal

bukan karena sengaja bunuh diri, melainkan karena dibisiki oleh seseorang yang

dendam padanya. Ada dua gadis lain pula yang sudah meninggal. Mamoru segera

menggali informasi dan terkejut ketika mengetahui bahwa ketiga gadis itu terlibat

dalam praktik penipuan. Bukan itu saja, ada gadis keempat yang merupakan target

pembunuhan selanjutnya. Mamoru pun bertekad untuk menyelamatkan gadis

keempat yang masih hidup dan terancam nyawanya.

Seseorang yang membisikkan kata-kata gaib agar korbannya dapat menuruti

perintahnya tanpa sadar bernama Harasawa. Harasawa adalah seorang ilmuwan

yang ahli di bidang hipnoterapi. Ia dendam kepada empat orang gadis yang

bekerja sebagai pelacur modern, yaitu menguras harta lelaki lugu dan

meninggalkan hutang yang sangat besar kemudian mencampakkannya.

Murid kesayangan Harasawa, Kenichi Tazawa, menjadi korban dari salah

(6)

merasa sangat dendam, lalu membunuh satu per satu dari mereka secara perlahan

dan tanpa jejak.

Ia memerintahkan untuk bunuh diri dengan membisikkan kata kunci tertentu.

Sang korban akan secara suka rela dan tanpa sadar berlari ke depan rel kereta api

yang akan melintas atau terjun dari atas apartemen. Semuanya bersih tanpa

meninggalkan bukti apa pun.

Sayangnya, perempuan ketiga yang bernama Yoko Sugano, berlari tepat

ketika taksi paman Mamoru, Taizo, sedang melintas. Taizo tidak sempat

mengerem karena hal tersebut berlangsung begitu cepat. Tubuh Yoko terpental

dan langsung tewas seketika.

Tidak ada saksi mata dalam kejadian naas tersebut karena waktu itu sudah

terlalu malam dan keadaan jalan sangat sepi. Saat keluarga Asano telah putus asa,

muncul seorang saksi mata yang bernama Yoshitake. Yoshitake merupakan

seorang pebisnis terkenal di Jepang. Ia memiliki perusahaan yang baik secara

finansial. Polisi akhirnya percaya pada apa yang diutarakan oleh Yoshitake dan

akhirnya membebaskan Taizo dari penjara.

Sejak kejadian itu, Yoshitake terus menerus menghubungi Mamoru. Ia

memberikan kasih sayang dan perhatian sebagaimana seorang ayah mengasihi

anaknya. Mamoru mengira bahwa Yoshitake adalah ayah kandungnya. Apalagi

saat kejadian ayahnya meninggalkan Mamoru dan ibunya, Mamoru tidak begitu

ingat dengan jelas seperti apa wajahnya karena Mamoru masih berusia 4 tahun.

Taizo pun segera mendapatkan pekerjaan baru karena bantuan Yoshitake.

Mamoru sempat mencari informasi mengenai perempuan pelacur modern

(7)

Yoshitake dan berhasil mengungkapkan hal yang sebenarnya, yaitu Yoshitake

telah tanpa sengaja membunuh Toshio Kusaka.

Saat itu hujan dan langit sudah mulai gelap. Yoshitake yang sedang

mengendarai mobilnya untuk pulang ke Hirakawa tanpa sengaja menabrak Toshio.

Tubuh Toshio berlumuran darah dan denyut nadinya telah berhenti. Bingung akan

melakukan apa, Yoshitake malah membawa pulang jasad Toshio yang telah

terbujur kaku ke rumah ibunya.

Ibu Yoshitake pun menyuruh untuk menguburkan Toshio di gunung dekat

rumah mereka. Ia tidak ingin hal ini menjadi skandal, apalagi saat itu Yoshitake

sudah akan menikah dengan seorang wanita kaya dari Tokyo dan mereka akan

membangun bisnis bersama-sama. Akhirnya dengan berat hati, Yoshitake

menuruti perintah ibunya.

Namun lama-kelamaan muncul perasaan bersalah dalam diri Yoshitake.

Kehidupan pernikahannya tidak seindah yang ia harapkan. Ia bahkan tidak

memiliki seorang pun anak. Rumah megah yang ia miliki terasa sepi. Hanya ada

beberapa orang pembantu saja yang setia melayani.

Yoshitake merasa bertanggung jawab atas kematian Toshio dan secara

diam-diam menggali informasi tentang segala hal mengenai Toshio Kusaka.

Yoshitake merasa terkejut karena Toshio memiliki seorang istri dan seorang anak

laki-laki. Dengan tekad yang kuat, Yoshitake pun membantu memberikan

pekerjaan pada Keiko dan selalu memantau perkembangan Mamoru. Jauh di

lubuk hati Yoshitake, ia telah jatuh cinta kepada ibu dan anak ini. Rasa sayang

(8)

Setelah Mamoru mengetahui hal tersebut, ia merasa sangat sedih karena

selama ini telah salah sangka terhadap Yoshitake. Ia juga kecewa karena berharap

Yoshitake adalah ayah kandungnya yang selama ini telah meninggalkannya.

Apalagi kenyataan bahwa Yoshitake malah diam-diam menguburkan jasad

ayahnya sewaktu ayahnya hendak menyerahkan diri ke kantor polisi atas

perbuatannya yang mencuri dana masyarakat.

Mamoru sempat berkeinginan untuk mengikuti saran Harasawa, yaitu

menghipnotis Yoshitake agar Yoshitake bunuh diri dengan cara melompat dari

atas gedung kantornya. Mamoru bahkan telah membisikkan kata kunci di telinga

Yoshitake. Namun Mamoru ingat nasehat Kakek untuk tidak menjadikan dendam

sebagai pelampiasan, maka Mamoru akhirnya memutuskan untuk menolong

Yoshitake dan memaafkan segala kesalahannya.

3.2 Analisis Psikologis Tokoh Mamoru Kusaka Cuplikan 1 (hal. 36)

Di samping pintu terdapat papan pengumuman dengan artikel tentang

kecelakaan yang dialami pamannya, digunting dengan rapi, dan ditempel dengan

paku payung. Di papan tulis besar terdapat tulisan kasar dengan kapur merah yang

mengatakan, “PEMBUNUH!” Sebuah anak panah menunjuk ke arah artikel tadi. Ke mana pun kau pergi pasti ada orang-orang yang berbuat seperti ini.

Mamoru berusaha mengendalikan amarahnya. Orang-orang berengsek yang

mendapatkan kesenangan dari penderitaan orang lain sama dengan kecoak; tak

(9)

Analisis :

Dari cuplikan berikut : “Mamoru berusaha mengendalikan amarahnya. Orang-orang berengsek yang mendapatkan kesenangan dari penderitaan orang

lain sama dengan kecoak; tak peduli seberapa banyak kau menyingkirkannya,

selalu saja muncul lagi ratusan.” menunjukkan adanya indeksikal perbuatan Ego yang dilakukan oleh Mamoru. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa kemarahan

merupakan salah satu bentuk perbuatan Id. Ego tahu benar bahwa sikap marah

merupakan hal yang tidak baik, karena amarah tidak disenangi oleh siapapun dan

cenderung akan melakukan tindakan yang buruk. Hal ini sesuai dengan teori

kepribadian Sigmund Freud bahwa Ego bekerja sebagai prinsip realitas menyadari

jika rasa marah harus dicegah dan tidak boleh dilampiaskan.

Id Mamoru yang ingin meluapkan amarahnya berhasil ditekan karena Ego

Mamoru lebih dominan. Mamoru berpikir bahwa meladeni orang-orang seperti itu

sia-sia karena mereka akan tetap muncul seperti kecoak yang tak pernah habis

dibasmi.

Di sini Ego Mamoru berhasil mencegah perbuatan Id karena Mamoru

mampu mengendalikan amarahnya dan memilih untuk diam saja. Mamoru merasa

malu jika ia membalas perbuatan orang-orang yang suka mengejeknya karena hal

tersebut adalah hal yang sia-sia. Mamoru tidak ingin mempermalukan dirinya

sendiri dan menambah masalah di sekolah. Hal ini sesuai dengan budaya malu

Jepang, yaitu perbuatan malu merupakan suatu reaksi psikologis yang timbul

(10)

Cuplikan 2 (hal. 96-97)

Ketika ayahnya membuka pintu depan, suara hujan terdengar semakin keras

dan bertahan selama beberapa detik lebih lama ketika Toshio berhenti sejenak,

menoleh kembali ke dalam rumah sebelum dia berbalik untuk pergi. Pintunya

tertutup, dan itulah kali terakhir Mamoru melihatnya.

Setelah ayahnya pergi dan berita penggelapan dana itu mengemuka, ibunya

menghabiskan lebih banyak waktu lagi dalam keadaan linglung. Dia akan

memotong-motong sesuatu di dapur atau melipat cucian, lalu berhenti begitu saja

dan pandangannya menerawang. Ujian-ujian bagi Mamoru dimulai saat semua

temannya menolak bermain bersamanya. Dia menghabiskan seluruh masa

kecilnya dengan mempelajari seperti apa rasanya kehilangan seorang ayah dan

apa tepatnya yang telah dilakukan oleh lelaki itu.

Ayahku telah menelantarkan aku. Rasanya aku ingin sekali mendorongnya ke dalam jurang agar ia tak bisa lagi menyakiti hati ibuku. Pemahaman akan

fakta ini serupa dengan apa yang dirasakan anak-anak kecil saat pertama

menyentuh kompor panas dan tiba-tiba menyadari bahwa api itu berbahaya.

Mamoru berusaha keras untuk melupakan fakta tersebut dan menjaga jarak

darinya.

Analisis :

Digambarkan bahwa Mamoru teringat kembali pada peristiwa ketika

ayahnya pergi meninggalkan dirinya dan ibunya, serta bagaimana reaksi ibunya

menghadapi musibah tersebut.

(11)

menunjukkan adanya indeksikal perbuatan Id. Hasrat ingin membunuh muncul

dalam diri Mamoru. Ia menganggap bahwa sang ayah telah banyak menyakiti hati

ibunya, sehingga Mamoru berkeinginan untuk membunuh ayahnya. Namun pada

kalimat “Mamoru berusaha keras untuk melupakan fakta tersebut dan menjaga jarak darinya.” menunjukkan adanya indeksikal perbuatan Super Ego. Super Ego yang bekerja berdasarkan hati nurani menganggap bahwa membunuh bukanlah

solusi dari permasalahannya. Apalagi membunuh ayah kandungnya sendiri, tentu

merupakan tindakan tercela. Bagaimanapun seorang anak tidak boleh membunuh

orangtuanya, meskipun orangtuanya jahat dan berkelakuan buruk. Ajaran Buddha

tentang welas asih sedikitnya berhasil memengaruhi pikiran Mamoru. Mamoru

merasa malu jika sampai membunuh ayahnya, karena bagaimana pun ayahnya

telah membesarkan Mamoru dan Mamoru harus membalas budi ayahnya. Hal ini

sesuai dengan budaya malu Jepang, yaitu rasa malu muncul karena

ketidakmampuan membalas budi dari orang lain, atau disebut on, yang terdiri dari

giri dan gimu (Benedict, 1989:338).

Konflik batin yang terjadi dalam diri Mamoru membuat jiwa Mamoru

sedikit tertekan dan menutupinya dengan cara berusaha melupakannya. Mamoru

merasa bahwa ayahnya telah membuat dirinya dan ibunya sangat menderita dan

Mamoru tidak ingin mengingat masa lalunya itu.

Di sini Id Mamoru yang ingin menghindari rasa sakit dengan cara

membunuh ayahnya berhasil dicegah oleh Super Ego Mamoru yang berupa lebih

memilih untuk melupakan fakta-fakta yang berhubungan dengan ayahnya. Hal ini

(12)

kepribadian yang berisi nilai-nilai atau aturan-aturan yang menyangkut baik atau

buruk dan yang berisi kata hati seseorang.

Cuplikan 3 (hal. 192-193)

Mamoru menatap wajah Nozaki yang pucat dan bertanya, “Apa yang Bapak pikirkan? Apakah menurutmu aku yang melakukannya?”

Nozaki menolak berbicara selama beberapa detik. Dia bahkan tak dapat

memaksakan dirinya memandang wajah Mamoru. Akhirnya sang guru

menggumam, “Aku—aku hanya ingin kau mengatakan yang sebenarnya.”

“Kalau begitu masalahnya sederhana. Aku tidak melakukannya. Itu saja.”

“Itu saja?” Nozaki menggeragap. “Apakah kau yakin hanya itu?”

Mamoru memikirkan pamannya di penjara. Akhirnya Mamoru mengerti

bagaimana perasaan lelaki itu sekarang ini. Tak adakah seseorang yang mau

memercayaiku? Aku mengatakan yang sebenarnya! Sekarang Mamoru marah, dan

tahu dia tak dapat tinggal di sana lebih lama lagi. “Kau takut kepadaku!” Dia menjeritkannya kepada lelaki yang berdiri di hadapannya, yang sedang

mengerutkan bibir dan mata yang menolak menatapnya. Hanya memikirkan

bahwa salah satu muridnya telah melakukan sesuatu yang tidak pantas sudah

cukup membuatnya histeris gelisah.

Analisis :

Dari cuplikan “Kau takut kepadaku!” Dia menjeritkannya kepada lelaki yang berdiri di hadapannya, yang sedang mengerutkan bibir dan mata yang

(13)

oleh adanya konflik batin yang terjadi di dalam diri Mamoru. Ia mengungkapkan

kemarahannya kepada Nozaki, guru olahraganya.

Di sini Ego tidak dapat menjalankan perannya dengan baik. Padahal tidak

seharusnya seorang murid berkata kasar kepada gurunya, apalagi sampai berteriak.

Ego tidak mampu mengendalikan Id karena Id Mamoru terlalu besar dan malah

membantu Id dalam memuaskan hasrat dan kebutuhannya. Mamoru kesal karena

dituduh melakukan perbuatan yang tak pernah ia lakukan dan merasa bahwa

Nozaki mencurigainya karena Nozaki tahu ayah Mamoru merupakan tersangka

kasus pencurian dana masyarakat sebesar 5 juta yen. Mamoru menganggap

Nozaki tetap saja tidak memercayainya walaupun Mamoru telah berkata hal yang

benar.

Hal di atas mencerminkan sikap dari budaya malu Jepang, yaitu adanya

penilaian pihak lain yang cenderung negatif, seperti sindiran, kritikan atau

cemoohan. Rasa malu yang dimiliki masyarakat Jepang bukan malu yang muncul

karena keberadaan Tuhan atau takut karena dosa, melainkan lebih kepada malu

yang muncul dengan adanya keberadaan pihak lain (Benedict, 1989:338).

Id Mamoru yang bekerja sebagai prinsip kenikmatan (pleasure principle)

berhasil mengalahkan Ego karena Mamoru tidak dapat menguasai dirinya dan

malah berteriak marah kepada Nozaki. Hal ini sesuai dengan teori kepribadian

Sigmund Freud yang mengatakan bahwa Id merupakan suatu dorongan yang

(14)

Cuplikan 4 (hal. 228-231)

Segera setelah meninggalkan lahan sekolah, Mamoru pergi ke telepon

umum dan menelepon ke rumah Miura.

“Halo?” Miura terdengar menyenangkan secara tidak wajar; dia pasti sedang menunggu telepon dari kekasihnya.

“Apa ini Miura?”

“Yah, tapi … tunggu dulu! Apakah ini kau, Kusaka?”

Mamoru dapat merasakan tekanan darahnya meningkat, dan pelipisnya

berdenyut-denyut. Dia mencoba berbicara sejelas dan setenang mungkin. “Aku hanya akan mengatakannya satu kali ini saja, Miura. Aku tahu tentang segala hal

yang kau lakukan. Dan mengapa kau melakukannya. Itu karena aku anak baru di

kota ini, aku anak kampung, dan aku anak yatim piatu parasit dengan ayah

seorang pencuri. Bukankah begitu? Dan itulah tipe orang yang suka kau kerjai.

Tetapi aku kasihan kepadamu, dan apa kau tahu kenapa? Kau telah membuka

pintu yang seharusnya tertutup.”

Ada jeda sejenak sebelum Miura mulai berteriak, tetapi Mamoru sudah siap

menghadapinya, dan berteriak balik ke arahnya. “Apakah kau dengar? Sekaranglah satu-satunya kesempatanmu. Aku tak akan lagi berbincang

denganmu jika lain kali kau merasa ingin mengerjaiku! Ya kan? Aku spons tak

tahu terima kasih dengan ayah seorang pencuri. Tetapi ada satu hal lain yang tak

kau ketahui. Ayahku menggelapkan uang, itu memang benar, tetapi dia juga

pembunuh. Dia membunuh ibuku. Tak ada yang mengetahuinya.” Mamoru tidak berbohong—dia menganggap ayahnya bertanggung jawab atas kematian sang ibu.

(15)

Miura terdiam lagi.

“Selama ini kau benar, Miura! Aku anak seorang pembunuh. Dan kau percaya hal-hal seperti itu merupakan faktor genetik, bukan? Pencuri melahirkan

pencuri. Memang begitulah keadaannya. Jadi, lebih baik kau berhati-hati. Ada

darah seorang pembunuh yang mengalir di nadiku.”

“Jika sekali lagi, LAGI, kau melakukan sesuatu terhadapku, terhadap semua temanku, atau keluargaku, aku tak akan menahan diri lagi. Kau bisa bersembunyi

di balik sekian banyak kunci sesukamu atau kau bisa mencoba melarikan diri— tetapi itu tak akan ada gunanya bagimu. Aku akan mengikuti jejakmu. Bagaimana

dengan sepeda motor milikmu? Apakah kendaraan itu terkunci dengan rapat dan

baik di tempat yang aman? Lebih baik kau memeriksanya sebelum

mengendarainya lain kali. Bisa saja kau sedang mengebut ketika remnya blong.” Mamoru membanting gagang telepon dengan kadar yang tepat. Beban berat

di perutnya mulai terurai. Dia sadar lututnya sendiri gemetaran. Mamoru

bersandar di kaca bilik telepon umum dan menarik napas dalam-dalam.

Analisis :

Pada cuplikan kalimat “Jika sekali lagi, LAGI, kau melakukan sesuatu terhadapku, terhadap semua temanku, atau keluargaku, aku tak akan menahan diri

lagi.” menunjukkan adanya perbuatan Id. Mamoru menelepon Miura dan mengancamnya karena Miura telah memfitnah Mamoru dan menyakiti Miyashita,

sahabat Mamoru. Terlihat gelombang kebencian yang bangkit di hatinya dan

menimbulkan konflik batin yang sangat hebat di jiwa Mamoru. Dari cuplikan di

(16)

Mamoru di dalam hidupnya. Ia tidak bisa membiarkan Miura mengganggu

hidupnya terus menerus.

Mamoru menganggap bahwa Miura bukanlah orang yang patut untuk

dikasihani dan Mamoru lupa pada rasa malunya. Padahal di dalam budaya malu

Jepang, ajaran Shinto dan Buddhisme mengajarkan bahwa nilai yang paling tinggi

adalah rasa malu. Oleh sebab itu, seluruh aktivitas mereka difokuskan pada usaha

menjaga rasa malu tersebut. Dan seseorang yang tahu malu didefinisikan sebagai

orang yang bajik (Benedict, 1989:234).

Di sini, Ego Mamoru berperan dalam memuaskan hasrat Id untuk

mengancam Miura. Padahal di dalam prinsip realitas, Ego seharusnya mencegah

Id dari perbuatan yang tidak baik. Begitu juga dengan Super Ego yang tidak dapat

menjalankan fungsinya sebagai prinsip moralitas. Hati nurani Mamoru tidak bisa

lagi mengendalikan rasa marah dan kesal yang ada pada diri Mamoru dan ia tidak

memiliki rasa kasihan sedikitpun terhadap Miura.

Dalam konflik tersebut, Id Mamoru yang bekerja untuk menghindari rasa

sakit dan berusaha mengurangi ketegangan mendorong Ego Mamoru untuk

melakukan suatu tindakan yang berupa ancaman terhadap Miura. Sementara

Super Ego Mamoru yang bekerja berdasarkan prinsip moral tidak mempunyai

kekuatan untuk meredakan keinginan Id. Terlihat pada reaksi Mamoru yang

menggambarkan bahwa ia merasa lega karena telah mengancam Miura. Hal ini

sesuai dengan teori kepribadian Sigmund Freud bahwa Id berfungsi berdasarkan

prinsip kenikmatan, yaitu berusaha memeroleh kenikmatan dan menghindari rasa

(17)

Cuplikan 5 (hal. 252-254)

Puing-puing rumah itu sudah mendingin. Kapankah ledakannya terjadi?

Jamnya berhenti pada pukul dua lewat sepuluh. Sekarang baru lewat setengah

lima. Itu pasti terjadi pada pukul dua lewat sepuluh dini hari.

Itu berarti bukan Hashimoto yang meneleponnya --- ada orang lain yang

menelepon menggunakan namanya. Tiba-tiba saja segalanya tampak jelas.

Mamoru-lah satu-satunya orang yang memiliki salinan artikel Information

Channel. Itu menjadikannya salah satu mata rantai. Hanya dia yang memiliki

bukti yang tersisa mengenai keterkaitan keempat perempuan itu. Mamoru mulai

berkeringat dingin.

Majalah itu ada di rumah! Mamoru teringat bahwa dia telah memberikan

Hashimoto sebuah memo berisi telepon rumah dan alamatnya. Siapa pun itu telah

menemukannya dan menelepon Mamoru --- untuk memperingatkan bahwa dia

adalah korban selanjutnya!

Mamoru harus menemukan telepon dan menghubungi bibinya. Dia berlari

beberapa blok sampai menemukan satu telepon umum. Dalam kepanikan, dia

berjuang mengingat nomor telepon rumahnya sendiri. Dia mengambil gagang

telepon dan mendengar nada panggilnya. Barangkali dia sudah terlambat.

Bagaimana kalau saluran teleponnya sibuk?

“Halo, keluarga Asano,” jawab Bibi Yoriko.

“Bibi, kau harus keluar dari rumah sekarang juga!”

“Apa? Siapa ini?”

(18)

bersamamu. Pastikan Paman Taizo dan Maki juga pergi bersamamu. Sekarang

juga!”

“Mamoru, apa gerangan yang terjadi padamu?”

“Lakukan apa yang kukatakan! Kumohon!”

“Aku tidak tahu apa sebenarnya masalahmu, tetapi seseorang menelepon lagi tadi sewaktu kau keluar. Hashimoto ini ingin kau meneleponnya …”

“Aku tahu, itulah sebabnya …”

“Dia memberiku nomornya. Apakah kau membutuhkannya sekarang?” Mamoru terdiam. Dia memberikan nomornya?

Analisis :

Pada kalimat “Mamoru harus menemukan telepon dan menghubungi bibinya” nampak bahwa adanya indeksikal perbuatan Id. Mamoru takut keluarganya dibunuh oleh Harasawa, seperti Harasawa yang membunuh

Hashimoto. Maka dengan bergegas ia berlari mencari telepon umum agar bisa

memperingatkan bibinya yang sedang berada di rumah.

Kemudian pada kalimat “Lakukan saja apa yang kukatakan. Pergi dari rumah sekarang juga. Jangan bawa apa pun bersamamu. Pastikan Paman Taizo

dan Maki juga pergi bersamamu. Sekarang juga!” tercermin adanya sikap Ego. Ego bekerja sesuai dengan prinsip realita yang mendorong keinginan untuk

menyelamatkan Bibi Yoriko, Paman Taizo dan Maki dari ancaman Harasawa.

Sikap Mamoru ini mencerminkan budaya malu Jepang, yaitu wajib untuk

membalas kebaikan orang lain (Benedict, 1989:338).

Dalam hal ini, Ego membantu hasrat Id Mamoru untuk melindungi

(19)

Ego dalam menjalankan fungsinya tidak ditujukan untuk menghambat pemuasan

kebutuhan-kebutuhan yang berasal dari Id, melainkan sebagai perantara dari

tuntutan naluri dari satu pihak dengan keadaan lingkungan pihak yang lain.

Cuplikan 6 (hal. 260-261)

Rasa takut kembali mencengkeram hati Mamoru dengan sangat cepat

seolah-olah melekat pada peluru. Dia dapat melihat wajah-wajah orang yang

dikasihinya berkelebatan ketika segalanya menjadi jelas. Ingin sekali ia

menghilangkan nyawa Harasawa karena takut Harasawa akan menyakiti keluarga

dan para sahabat Mamoru.

“Kau pengecut.” Hanya itu yang sanggup dilontarkan Mamoru. “Tak sulit bagimu untuk menemukanku dan membunuhku. Apa yang menahanmu?”

“Aku menyukaimu, Bocah. Kau berani, kau memiliki kecerdasan dan kau tahu cara menggunakannya. Ada banyak hal yang bisa kita bagi bersama-sama.”

“Tak ada apa pun …”

“Bagaimana dengan percobaan kecil?” suara itu menukasnya. “Malam ini jam sembilan. Akan kugunakan seseorang dalam keluargamu untuk membuktikan

bahwa aku dapat membuat orang lain melakukan apa pun yang kuinginkan.

Kemudian kau dapat memutuskan apakah kau memercayaiku atau tidak. Tak akan

terlalu terlambat bagimu untuk bertindak.” Suara itu mengimbuhkan nada mengejek, “Begini saja, kalau kau masih merasa ingin bertindak …”

“Kau gila! Apakah kau tahu apa yang sedang kau lakukan?”

(20)

ingin ku ajarkan kepadamu. Sampai saat itu, lupakan semua hal tentang diriku.

Aku yang akan menghubungimu.”

“Aku akan mencari Kazuko Takagi.” Mamoru memulai. “Akan kupastikan kau tak bisa menyakitinya.”

“Lakukan sesukamu.” Suara itu tertawa. “Tokyo itu luas. Bagaimana caramu menemukannya? Menurutku dia tidak berada di suatu tempat yang akan

kau pikirkan. Dia tak akan menjawab jika kau memanggil-manggil namanya. Dia

sudah sangat ketakutan.”

Orang itu pasti bermaksud mengatakan bahwa Kazuko Takagi tahu bahwa

dialah satu-satunya dari keempat perempuan itu yang masih hidup.

Analisis :

Nampak pada kalimat “Ingin sekali ia menghilangkan nyawa Harasawa karena takut Harasawa akan menyakiti keluarga dan para sahabat Mamoru.” terlihat adanya indeksikal perbuatan Id. Mamoru berpikir bahwa dengan

menghilangkan nyawa Harasawa ia bisa melindungi orang-orang yang dikasihinya

dari berbagai macam teror dan masalah yang akan dilakukan oleh Harasawa.

Ketika itu Mamoru ditelepon oleh Harasawa yang berniat untuk membunuh

Kazuko. Mamoru mengira Harasawa akan melakukan apapun agar Mamoru

bersedia membantunya, termasuk menyakiti orang-orang di sekitar Mamoru.

Namun perasaan ingin membunuh Harasawa itu hilang setelah Mamoru

(21)

namun mencari seseorang di suatu daerah tanpa petunjuk apa-apa merupakan hal

yang sulit. Ia khawatir tak dapat menemukan di mana Kazuko berada. Mamoru

menganggap bahwa menyelamatkan Kazuko lebih penting daripada membunuh

Harasawa. Mamoru juga berpendapat Kazuko layak untuk diberikan kesempatan

hidup dan tidak pantas untuk dibunuh. Sikap Mamoru ini mencerminkan budaya

malu Jepang, yaitu berusaha semaksimal mungkin untuk berbuat kebaikan,

apalagi membalas kebaikan yang telah ia terima dari orang lain. Jika ia tidak

mampu, maka ia harus melakukan bunuh diri (Benedict, 1989:107).

Dengan demikian bisa dikatakan bahwa Super Ego berhasil mengalahkan Id

karena Mamoru tidak melampiaskan hasrat ingin membunuhnya kepada Harasawa

dan malah berniat untuk menyelamatkan Kazuko. Hal ini sesuai dengan teori

kepribadian Sigmund Freud bahwa Super Ego berhubungan dengan lingkungan

sosial dan mempunyai nilai moral sehingga merupakan kontrol atau sensor

terhadap dorongan-dorongan yang datang dari Id.

Cuplikan 7 (hal. 274-275)

Selama beberapa hari, Mamoru mengalami mimpi berulang di mana dia

mendengar suara gas yang bocor. Bukan suara yang tidak biasa, tetapi itu terjadi

di rumah Mamoru, yang untuk sejumlah alasan juga rumah Hashimoto. Mamoru

dapat melihat siluet Hashimoto yang tertidur. Teleponnya berdering. Satu, dua,

tiga kali. Mamoru terus berteriak, memperingatkan lelaki itu agar tidak

mengangkatnya. Namun Hashimoto terbangun dan menjawab teleponnya.

(22)

Mamoru terbangun, seperti yang dilakukannya pada satu titik dalam mimpi

ini. Tubuhnya basah oleh peluh dan meringkuk dalam posisi janin, seolah-olah

mencoba untuk melindungi dirinya sendiri dari dampak ledakan.

Bagaimana kalau dia memberitahu seseorang? Bagaimana kalau dia

membuat pengakuan mengenai semua ini? Namun tak seorang pun akan

memercayainya. Mereka akan menertawainya, dan mengatakan bahwa dia butuh

liburan. Dia bahkan akan berakhir menertawakan dirinya sendiri. Namun dia

yakin bahwa orang yang akan diberitahunya akan tewas dalam hitungan hari

setelah melompati atap atau berlari ke depan mobil yang melaju. Kemudian

teleponnya berdering untuk Mamoru : Bocah, kau telah melanggar janji …

Pada akhirnya Mamoru berpikir bahwa Harasawa tak dapat ia hindari.

Mamoru tak bisa bersembunyi ke mana pun. Yang bisa ia lakukan hanyalah

melindungi orang-orang yang ia cintai. Apapun akan ia lakukan demi mereka.

Tidak, dia tak dapat memberi tahu orang lain. Dan karena dia tak bisa

membicarakannya, dia berhenti mengatakan banyak hal. Maki tidak senang, dan

dia terus bertanya mengapa Mamoru jadi mudah marah seperti itu. Yoichi

Miyashita akan mendekatinya untuk mengobrol, mengamati wajahnya, dan

kemudian menjauh lagi. Anego telah berhenti bersikap khawatir dan hanya merasa

jengkel. Mamoru bahkan tak mau berbicara pada Takano, yang memutuskan

sendiri untuk keluar dari rumah sakit sehingga dia bisa menangani bisnis akhir

tahun di bagian Buku di Laurel.

Analisis :

Dari cuplikan di atas dijelaskan bahwa tersirat rasa takut dalam diri Mamoru

(23)

sebenarnya terjadi kepada siapapun. Dalam kalimat “Yang bisa ia lakukan hanyalah melindungi orang-orang yang ia cintai.” menunjukkan adanya perbuatan Id, yaitu hasrat ingin melindungi semua orang yang disayangi oleh Mamoru.

Sedangkan pada kalimat “Tidak, dia tak dapat memberi tahu orang lain. Dan karena dia tak bisa membicarakannya, dia berhenti mengatakan banyak hal.” terlihat adanya indeksikal perbuatan Ego. Mamoru sadar bahwa ia tidak dapat

berbuat apa-apa selain menyembunyikan semua masalahnya. Ego membuat

Mamoru berpikir secara realitas bahwa ia tidak bisa memberitahukan

permasalahannya kepada siapapun. Ia takut orang-orang di sekitarnya terluka.

Maka ia lebih memilih untuk berhenti bicara dan berubah menjadi sosok pendiam,

meskipun banyak orang yang khawatir dan mencoba bicara dengan dirinya. Hal

ini sesuai dengan budaya malu Jepang, yaitu merasa malu apabila ia dijadikan

bulan-bulanan atau ditolak oleh orang lain, atau dengan membayangkan bahwa

dirinya telah dijadikan atau menjadikan orang lain sebagai bulan-bulanan

(Benedict, 1989:223).

Di sini terlihat bahwa Id Mamoru yang bekerja sebagai prinsip kenikmatan

ingin menghindari rasa takut dan berusaha mengurangi ketegangan mendorong

Ego Mamoru sehingga mengambil suatu tindakan yaitu berupa pengacuhan

terhadap sekitar. Mamoru lebih memilih untuk tidak berbicara dengan siapapun

dan lebih suka memendam masalahnya sendirian. Id lebih dominan dan berhasil

mengalahkan Ego. Hal ini sesuai dengan teori kepribadian Sigmund Freud bahwa

tegangan itu merupakan suatu keadaan yang relative inaktif dan rasa sakit adalah

tegangan atau peningkatan energi yang mendambakan kepuasan. Bagi individu,

(24)

Cuplikan 8 (hal. 317-319)

“Hanya ini makanan terbaik yang ada di Laurel, maaf.” Yoshitake mengajak Mamoru untuk makan siang bersamanya, dan Mamoru menyarankan restoran

China di lantai lima pujasera. Mamoru tahu bahwa Yoshitake mungkin pernah

bersantap di restoran yang lebih baik di seluruh dunia, tetapi hanya sejauh inilah

Mamoru bisa pergi pada saat istirahatnya.

Yoshitake mengelap tangan dengan handuk hangat yang diberikan

pramusaji kepadanya, lalu tersenyum. “Jangan mencemaskan itu. Andai saja kau melihat apa yang sering kusantap saat makan siang. Biasanya makanan cepat saji.”

“Sungguh?”

“Ya, sungguh. Nasi panas dan sup miso adalah makanan paling lezat yang bisa kupikirkan. Itulah yang kurindukan saat aku tinggal di kamar kontrakan.”

“Makanan ini juga sudah enak,” kata Mamoru sambil menelan ludah, membayangkan berbagai macam makanan enak akan masuk ke dalam mulutnya.

Yoshitake memesan beberapa item menu yang lebih mahal, dengan buah

leci sebagai pencuci mulut. Pramusajinya memiringkan kepala dengan ragu saat

berjalan kembali ke dapur dengan pesanan mereka. Mamoru tiba-tiba khawatir

restoran itu mungkin tidak memiliki stok buah leci.

“Aku mampir di rumahmu dan mendapati bahwa kau bekerja di sini selama liburan.” Taizo dan Yoriko sedang menghabiskan “Tahun Baru mereka di tempat tidur”. Terutama Taizo yang tak terbiasa dengan kegiatan angkut-mengangkut dalam pekerjaan barunya dan sekarang sedang mengalami sakit punggung.

Mamoru hanya bisa membayangkan mereka sibuk bersih-bersih ketika Yoshitake

(25)

Ketika makanannya datang, lelaki yang lebih tua itu mendorong Mamoru

untuk menyantapnya. “Sebaiknya kau cepat makan. Kelihatannya kau akan sibuk lagi sore ini.”

“Keluargaku pasti akan iri karena aku menyantap makanan selezat ini siang-siang!”

Analisis :

Nampak dalam kalimat “Makanan ini juga sudah enak,” kata Mamoru sambil menelan ludah, membayangkan berbagai macam makanan enak akan

masuk ke dalam mulutnya.” bahwa terdapat indeksikal perbuatan Id. Makanan tersebut sangat mewah bagi Mamoru, bahkan ia belum pernah memakannya.

Keinginan Mamoru untuk segera menyantap makanan enak sedikit dia tahan

karena merasa segan dengan Yoshitake. Ia malu memperlihatkan rasa laparnya,

apalagi ia tahu bahwa Yoshitake mungkin pernah memakan makanan yang lebih

enak di restoran terbaik di seluruh dunia. Hal ini sesuai dengan budaya malu

Jepang, yaitu untuk tidak bersikap sesuatu yang mempermalukan diri sendiri di

depan orang lain (Benedict, 1989:109).

Dan pada kalimat “Sebaiknya kau cepat makan. Kelihatannya kau akan sibuk lagi sore ini.” terdapat indeksikal adanya perbuatan Ego. Yoshitake berperan sebagai Ego Mamoru, yaitu menyuruhnya memakan makanan yang telah

terhidang di atas meja sehingga Mamoru tanpa ragu melahapnya dengan gembira.

Dalam hal ini Ego mendorong keinginan Id. Id Mamoru ingin langsung

memakan apa yang disajikan pramusaji karena rasa lapar memerintahkannya

untuk segera makan. Dan Ego membantu Id untuk mencapai kepuasan tersebut.

(26)

Ego memilih dorongan mana yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas

kebutuhan.

Cuplikan 9 (hal. 324-326)

Kesadaran Yoshitake kembali sekitar satu jam kemudian di ranjang rumah

sakit umum. Mamoru duduk di kursi yang ditariknya ke kaki ranjang.

Wajah Yoshitake membiru dan dia mencengkeram bagian dada sebelah

kirinya ketika terjatuh, sehingga para dokter awalnya mengira dia terkena

serangan jantung. Mamoru takut hal terburuklah yang terjadi, dan menunggu di

koridor dengan mata yang terpancang ke pintu ruangan tempat Yoshitake dirawat.

Namun, dalam waktu setengah jam denyut nadi dan tekanan darah Yoshitake

mulai stabil dan napasnya mulai kembali normal. Dokternya kebingungan, dan

memutuskan agar ia dirawat inap untuk observasi.

“Apa yang terjadi?” Itu adalah kata-kata pertama yang diucapkan Yoshitake.

“Harusnya aku yang mengatakannya! Bagaimana perasaanmu?” Mamoru merespons seraya menekan tombol untuk memanggil perawat, tepat seperti yang

telah diinstruksikan.

Mamoru merenungkan apa yang terjadi sementara dia mendengarkan

pembicaraan antara Yoshitake dengan dokternya. Dia bertingkah aneh, hampir

seperti lelaki yang waktu itu. Itulah yang dikatakan Takano. Itu berarti Yoshitake

mungkin ambruk karena video-video subliminal itu.

“Kapan terakhir kali Anda memeriksa kesehatan Anda?” tanya si dokter.

(27)

“Tidak, bukan seperti itu,” sang dokter merespons. “Segalanya normal, tetapi letaknya tidak tepat. Pernahkah sesuatu seperti ini terjadi sebelumnya?”

“Tidak. Aku sendiri tak bisa memercayainya. Apakah aku benar-benar pingsan?”

“Saya mau mengadakan sejumlah tes, jadi Anda harus menginap di sini selama beberapa hari.”

“Tetapi aku baik-baik saja.” Yoshitake mencoba mendebatnya, tetapi dokter sekaligus perawatnya meninggalkan kamar.

“Kau harus memikirkan kesehatanmu. Itu yang terpenting.” Mamoru tersenyum dan mencoba menenangkannya.

“Dia terlalu berlebihan.” Yoshitake mendesah. “Aku cuma agak stress. Itulah yang terjadi. Terutama sejak Desember. Aku bangun pagi-pagi buta dan tak

selalu dapat mengingat apa yang telah kulakukan malam sebelumnya. Aku pasti

minum terlalu banyak. Apakah kau naik ambulans bersamaku?” Dia menatap Mamoru yang masih mengenakan seragam Laurel.

Mamoru mengangguk. “Aku menghubungi rumahmu. Pelayanmu bilang dia akan membawakan barang-barangmu.”

“Wah, terima kasih, kuhargai itu.”

Analisis :

Dari cuplikan kalimat berikut “Kau harus memikirkan kesehatanmu. Itu yang terpenting.” menunjukkan adanya perbuatan Id. Terlihat bahwa Mamoru khawatir dengan keadaan Yoshitake yang tiba-tiba ambruk dan harus dirawat di

rumah sakit. Mamoru ingin agar Yoshitake lebih memikirkan kesehatannya

(28)

malu Jepang, yaitu berusaha semaksimal mungkin untuk berbuat kebaikan,

apalagi membalas kebaikan yang telah ia terima dari orang lain (Benedict,

1989:107).

Kemudian dalam kalimat “Aku menghubungi rumahmu. Pelayanmu bilang dia akan membawakan barang-barangmu.” terlihat adanya perbuatan Ego. Di sini, Ego Mamoru berperan sebagai prinsip realitas menganggap bahwa menghubungi

dan mengabari pelayan Yoshitake adalah tindakan yang tepat. Jadi keluarga

Yoshitake bisa mengetahui bagaimana kondisi Yoshitake saat ini dan apa saja

yang dibutuhkan Yoshitake selama di rumah sakit bisa dibawakan oleh para

pelayannya.

Dalam hal ini, Ego Mamoru membantu Id agar keinginan untuk menjaga

Yoshitake bisa terwujud. Dengan kata lain, Ego Mamoru bekerja dengan baik

dalam memuaskan hasrat Id. Hal ini sesuai dengan teori kepribadian Sigmund

Freud bahwa Ego berusaha memperoleh kepuasan yang dituntut Id dengan

mencegah terjadinya tegangan baru atau menunda kenikmatan sampai ditemukan

objek nyata yang dapat memuaskan kebutuhan.

Cuplikan 10 (hal. 387-388)

“Apa yang ada di pikiranmu?” tanya Yoshitake. Mamoru telah menelepon hari ini untuk menyampaikan bahwa ada yang harus dibicarakannya, dan bertanya

apakah Yoshitake bisa menemuinya; dia akan merasa senang hati bertemu dengan

Yoshitake di dekat kantornya.

“Apakah kau sudah merasa baikan?” Mamoru bertanya.

(29)

Mamoru kesulitan berbicara. Dia tak bisa mengalihkan pandangannya dari

wajah Yoshitake dan kulit halus kecoklatannya akibat main golf.

Ayahku sudah lama mati selama kau bermain golf, minum-minum, dan bahkan saat kau berada di kantor polisi memberikan kesaksian. Sekarang dia hanya tumpukan tulang yang dikuburkan di gunung antah berantah. Kau menjalani hidup bahagia selama waktu aku membenci ayahku, semua tahun-tahun ibuku menunggunya untuk pulang. Hanya kaulah pihak yang merasakan kebahagiaan.

“Ada masalah apa?” Ekspresi Yoshitake berubah mendung. “Mengapa kau menatapku seperti itu?”

“Seperti apa?” Mamoru mengambil cangkir kopi, dan menjatuhkannya. Cairan hitam tertumpah dari cangkir porselen itu ke tangannya. Mamoru

bertanya-tanya sambil lalu apakah warnanya menyerupai darah.

Analisis :

Dalam kalimat “Kau menjalani hidup bahagia selama waktu aku membenci ayahku, semua tahun-tahun ibuku menunggunya untuk pulang. Hanya kaulah pihak yang merasakan kebahagiaan.” dapat dilihat adanya indeksikal tentang hasrat Id berupa puncak konflik batin yaitu tersirat rasa benci yang Mamoru

tanam kepada Yoshitake karena Yoshitake telah menabrak ayah Mamoru hingga

meninggal dunia dan menguburkannya di gunung di Hirakawa, namun Yoshitake

tak mau menyerahkan dirinya pada polisi dan lebih memilih untuk menyimpan

rahasianya dalam-dalam. Mamoru diliputi perasaan bimbang karena di satu sisi ia

telah banyak dibantu oleh Yoshitake, namun di sisi yang lain Yoshitake tanpa

(30)

malu Jepang, yaitu rasa malu yang muncul karena tidak mampu membalas budi

orang lain (Benedict, 1989:338).

Dalam konflik tersebut, Id Mamoru yang bekerja untuk menghindari rasa

sakit berusaha mengurangi ketegangan mendorong Ego Mamoru. Namun Id

Mamoru belum cukup kuat mendorong Ego Mamoru untuk melakukan suatu

tindakan apapun. Mamoru diselimuti kemarahan tanpa mampu berbuat apa-apa.

Hal ini sesuai dengan teori kepribadian Sigmund Freud bahwa Id selalu

menginginkan atau mendorong hal-hal yang dikehendaki agar perasaan puas bisa

segera diwujudkan.

Cuplikan 11 (hal. 396-397)

Mamoru perlahan-lahan menuruni tangga. Dia harus duduk sebentar dan

beristirahat. Pada saat dia tiba di luar, saljunya turun semakin deras. Segera saja

jaket dan celananya tertutup warna putih. Dia berpikir untuk berhenti dan diam

saja di sana selamanya, seperti sebuah kotak surat.

Dia mulai berjalan, dan dia dapat melihat jejak kakinya di salju. Dia berada

di turunan. Dia tidak berhasil sampai ke puncak.

Dia menemukan telepon umum, menekan nomor tertentu dan menunggu.

Apakah Harasawa terlalu lemah untuk menggapai telepon?

“Halo?” Suara parau akhirnya menjawab.

“Ini aku.”

Ada keheningan panjang.

(31)

Aku tak bisa melakukannya. Kupikir aku sanggup, tetapi aku gagal. Apakah kau

mengerti? Aku tak bisa melakukannya seperti yang kau lakukan. Aku tak

membiarkan Yoshitake mati.” Salju di atas pipinya mulai mencair dan mengalir menuruni wajahnya. “Aku tak dapat membunuhnya. Aku tak dapat membunuh lelaki yang membunuh ayahku. Menggelikan sekali!”

Analisis :

Pada cuplikan dalam kalimat “Aku tak bisa melakukannya. Kupikir aku sanggup, tetapi aku gagal. Apakah kau mengerti? Aku tak bisa melakukannya

seperti yang kau lakukan. Aku tak membiarkan Yoshitake mati.” menunjukkan adanya indeksikal perbuatan Super Ego. Super Ego yang bekerja sebagai prinsip

moralitas berperan dengan sangat baik. Mamoru menelepon Harasawa dan

mengatakan padanya bahwa ia tak dapat membunuh Yoshitake yang secara tidak

sengaja telah membunuh ayah Mamoru. Terlihat bahwa Mamoru tidak mampu

untuk membalaskan dendamnya kepada Yoshitake. Mamoru merasa malu jika ia

sampai membunuh Yoshitake, padahal ia berkewajiban untuk memaafkan

Yoshitake dan menjebloskannya ke dalam penjara. Hal ini sesuai dengan budaya

malu Jepang, yaitu rasa malu akan muncul apabila seseorang tidak mampu

menunaikan kewajibannya dengan baik (Benedict, 1989:105).

Meski Id Mamoru menginginkan hal tersebut terjadi, namun Super Ego

Mamoru yang bertugas untuk melakukan hal yang sesuai dengan hati nurani

cenderung bersikap lebih dominan. Dengan kata lain, Super Ego Mamoru berhasil

menekan Id Mamoru. Hal ini sesuai dengan teori kepribadian Sigmund Freud

(32)

impuls-impuls naluri Id agar impuls-impuls-impuls-impuls tersebut disalurkan dalam cara atau bentuk

(33)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari analisis yang telah dilakukan terhadap tokoh utama Mamoru dalam

novel The Devil’s Whisper karya Miyuki Miyabe dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Tokoh yang ada dalam novel adalah tokoh fiksi atau dengan kata lain

merupakan hasil kreativitas seorang pengarang. Pengarang bebas menentukan

bagaimana tokoh tersebut ditampilkan, baik dari segi fisik maupun

perwatakannya.

2. Di dalam novel ini menceritakan tentang seorang remaja laki-laki berusia 16

tahun bernama Mamoru Kusaka yang tinggal dengan bibi, paman dan

sepupunya tak lama setelah ibunya meninggal. Sebelumnya ia selalu dibully

karena ayahnya telah mencuri dana masyarakat sebesar 5 juta yen. Sang ayah

tak pernah kembali sejak Mamoru berusia 4 tahun, hingga muncul kasus

pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh pamannya. Tanpa diduga, kasus

tersebut menguak kebenaran atas masa lalu Mamoru.

3. Novel The Devil’s Whisper dianalisis dengan menggunakan teori struktur kepribadian Sigmund Freud, yaitu Id, Ego, dan Super Ego. Teori ini bisa

disebut juga sebagai teori psikoanalisa yang sangat membantu penulis dalam

melakukan analisis terhadap setiap konflik batin yang dialami tokoh utama.

4. Dilihat dari segi kepribadian, Id dari tokoh utama yaitu Mamoru banyak

(34)

ada juga beberapa sikap Ego dan Super Ego yang menjadi penghalang ketika

perbuatan Id sudah di luar norma, aturan dan tidak sesuai dengan hati nurani.

Jadi bisa dikatakan bahwa Ego dan Super Ego berhasil menekan Id.

5. Id Mamoru adalah berkeinginan untuk membunuh Yoshitake karena telah

menabrak ayahnya hingga tewas. Ketika Egonya hampir berhasil

menjalankan hasrat tersebut, yaitu dengan mengucapkan kata kunci yang

diberikan Harasawa agar Yoshitake terhipnotis dan tanpa sadar akan

melompat dari jendela kantornya, hati nurani Mamoru tergerak dan malah

menyelamatkan Yoshitake. Ini berarti Super Ego Mamoru telah berhasil

menekan Id Mamoru karena telah bertindak hal yang benar.

6. Miyuki Miyabe selaku pengarang dari novel ini adalah orang Jepang yang

tinggal di New York, Amerika Serikat. Ia memiliki pandangan yang sudah

terbuka dan menjunjung tinggi HAM. Pengarang berusaha memberitahukan

kepada para pembaca setianya bagaimana situasi dan kondisi seorang anak

yang dikucilkan oleh masyarakat sejak kecil. Selain itu, pengarang juga ingin

membuka pikiran pembaca agar jangan menghakimi seseorang dari perbuatan

orang tua ataupun keluarganya, karena walaupun orangtuanya bertindak

kriminal, belum tentu anaknya juga bertindak kriminal. Kejahatan seseorang

tidak bisa diteruskan kepada keturunannya.

7. Jepang memiliki budaya yang khas dan unik. Sikap masyarakat Jepang yang

menempatkan rasa malu sebagai nilai yang paling tinggi di dalam kehidupan

tanpa mengabaikan rasa takut yang paling tinggi yaitu Tuhan, di mana orang

Jepang menganut paham budaya malu. Oleh sebab itu, seluruh aktivitas

(35)

8. Rasa malu atau haji adalah budaya yang terdapat dalam masyarakat Jepang

yang tetap dijalankan sebagai ciri khas bangsa. Haji juga merupakan reaksi

psikologis yang timbul akibat adanya kritikan, sindiran dan cemoohan dari

orang lain.

9. Melalui novel ini juga ada banyak hal yang dapat kita pelajari dari tokoh

utama, di antaranya belajar bagaimana menerima kenyataan walaupun sulit

sekalipun, tidak memiliki rasa dendam dan berusaha memaafkan kesalahan

orang lain. Serta berpikir secara logika tanpa mengesampingkan ego ataupun

perasaan untuk membantu sesama manusia.

9.2 Saran

Setelah membaca dan memahami isi skripsi ini diharapkan pembaca dapat

mengontrol struktur kepribadian Id, yaitu keinginan-keinginan yang muncul dari

dalam diri yang bertentangan dengan Ego dan Super Ego. Meski Id itu dirasa

benar dan sulit untuk dilawan, sebagai manusia yang memikili akal dan budi

pekerti, kita harus mencoba berpikir secara rasional dan jangan terlalu mudah

membawa perasaan. Ada aturan serta norma yang harus dipatuhi dan dijalankan,

apalagi di dalam kehidupan bermasyarakat.

Di samping itu, kita juga harus selalu menjaga nama baik dan martabat

keluarga. Kebaikan orang lain harus kita balas dengan kebaikan juga, walau

mungkin orang lain tersebut melakukan kesalahan, namun kita harus bisa

memaafkan dan mengingat semua kebaikan yang telah ia lakukan pada kita.

Karena bagaimana pun juga, hal yang baik harus selalu diingat dan diamalkan.

(36)

membalaskan dendam tersebut. Kita tak akan pernah puas dan selalu mencari-cari

kesalahan orang lain tanpa mau bersikap tegar.

Dan semoga pembaca dapat lebih mempertimbangkan berbagai akibat yang

mungkin akan muncul dari setiap pemenuhan kebutuhan manusia tersebut. Serta

(37)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL THE DEVIL’S WHISPER DAN KONSEP PSIKOANALISA SIGMUND FREUD

2.1 Definisi Novel

Sebutan novel berasal dari bahasa Itali, yaitu novella yang berarti ‘sebuah

barang baru yang kecil’, lalu diartikan sebagai ‘cerita pendek dalam bentuk prosa’.

Indonesia mengambil istilah novel dari bahasa Inggris novellet, artinya sebuah

karya prosa fiksi yang panjangnya cukup, tidak terlalu panjang namun juga tidak

terlalu pendek.

Prosa dalam pengertian kesusastraan juga disebut sebagai fiksi. Karya fiksi

menyarankan pada suatu karya yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan,

khayalan, sesuatu yang tidak ada, dan terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak

perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata (Nurgiyantoro, 1995:2). Tokoh

peristiwa dan tempat yang disebut-sebut dalam fiksi adalah tokoh, peristiwa, dan

tempat yang bersifat imajiner.

Menurut Poerwadaminta (1996:694) novel adalah karangan prosa yang

panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang yang

dikelilinginya dan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Sedangkan menurut

Takeo dalam Pujiono (2002:3), novel merupakan sesuatu yang menggambarkan

(38)

2.1.1 Unsur Intrinsik

Unsur intrinsik atau unsur dalam adalah unsur yang ikut mempengaruhi

terciptanya karya sastra. Adapun unsur pembentuk yang dibangun oleh unsur

intrinsik sebagai berikut.

a. Tema

Tema adalah gagasan yang menjalin struktur isi cerita. Tema cerita

menyangkut segala persoalan kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang,

kecemburuan, dsb. Untuk mengetahui tema suatu cerita, diperlukan apresiasi

menyeluruh terhadap berbagai unsur karangan. Tema jarang dituliskan secara

tersurat oleh pengarangnya. Untuk dapat merumuskan tema cerita fiksi, seorang

pembaca harus mengenali unsur-unsur intrinsik yang dipakai oleh pengarang

untuk mengembangkan cerita fiksinya.

Menurut Brooks (1952:820), tema adalah pandangan hidup yang tertentu

atau perasaan tertentu mengenai kehidupan atau rangkaian nilai-nilai tertentu yang

membentuk atau membangun dasar atau gagasan utama dari suatu karya sastra.

Istilah tema menurut Scharbach dalam Aminuddin (2000:91) berasal dari

bahasa latin yang berarti ‘tempat meletakkan suatu perangkat’. Disebut demikian

karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga

sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang

diciptakannya. Sebab itulah penyikapan terhadap tema yang diberikan

pengarangnya dengan pembaca umumnya terbalik. Seorang pengarang harus

memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum melaksanakan proses

(39)

telah selesai memahami unsur-unsur signifikan yang menjadi media pemapar tema

tersebut.

Lebih lanjut, Brooks dalam Aminuddin (2000:92) mengatakan bahwa dalam

mengapresiasi tema suatu cerita, seorang apresiator harus memahami ilmu-ilmu

humanitas karena tema sebenarnya merupakan pendalaman dan hasil kontemplasi

pengarang yang berkaitan dengan masalah kemanusiaan serta masalah lain yang

bersifat universal. Tema dalam hal ini tidaklah berada di luar cerita, tetapi inklusif

di dalamnya. Akan tetapi, keberadaan tema meskipun inklusif di dalam cerita

tidaklah terumus dalam satu dua kalimat secara tersurat, tetapi tersebar di balik

keseluruhan unsur-unsur signifikan atau media pemapar prosa fiksi.

Dalam upaya pemahaman tema, pembaca perlu memperhatikan beberapa

langkah berikut.

1. Memahami setting dalam prosa fiksi yang dibaca.

2. Memahami penokohan dan perwatakan para pelaku dalam prosa fiksi yang

dibaca.

3. Memahami suatu peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa dalam

prosa fiksi yang dibaca.

4. Memahami plot atau alur cerita dalam prosa fiksi yang dibaca.

5. Menghubungkan pokok-pokok pikiran yang satu dengan yang lainnya yang

disimpulkan dari satuan-satuan peristiwa yang terpapar dalam suatu cerita.

6. Menentukan sikap penyair terhadap pokok-pokok pikiran yang

ditampilkannya.

7. Mengidentifikasi tujuan pengarang memaparkan ceritanya dengan bertolak

(40)

8. Menafsirkan tema dalam cerita yang dibaca serta menyimpulkannya dalam

satu dua kalimat yang diharapkan merupakan ide dasar cerita yang

dipaparkan pengarangnya.

Berdasarkan pengertian di atas, tema yang diangkat dalam novel The

Devil’s Whisper ini adalah mengenai pengucilan dan balas dendam. Adanya

budaya malu membuat masyarakat Jepang tidak bisa menerima dengan baik

keluarga pelaku kriminal dan malah menjauhinya.

b. Alur (plot)

Alur adalah pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan

sebab-akibat. Pola pengembangan cerita novel tidak seragam. Jalan cerita suatu novel

terkadang berbelit-belit, penuh kejutan ataupun sederhana.

Menurut Aminuddin (2000:83), pengertian alur pada karya sastra adalah

rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin

suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Tahapan

peristiwa yang menjalin suatu cerita bisa berbentuk dalam rangkaian peristiwa

yang berbagai macam.

Sedangkan alur menurut Stanton dalam Nurgiyantoro (1995:13), adalah

cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan

secara sebab-akibat. Peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya

adalah segala keterangan, petunjuk, dan pengacuan yang berkaitan dengan ruang,

waktu dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra. Dari penjelasan

(41)

Peristiwa-peristiwa cerita dimanifestasikan lewat perbuatan, tingkah laku, dan

sikap tokoh-tokoh dalam cerita.

Peristiwa, konflik dan klimaks merupakan tiga unsur yang sangat esensial

dalam pengembangan sebuah alur (plot) dalam cerita. Sebuah cerita menjadi

menarik karena adanya tiga unsur tersebut.

Menurut Luxemburg dkk (1984:50), peristiwa merupakan peralihan dari

satu keadaan ke keadaan yang lain. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat

dibedakan antara kalimat-kalimat tertentu yang menampilkan peristiwa dengan

yang tidak. Peristiwa yang ditampilkan dalam karya fiksi sangat banyak, maka

perlu dilakukan analisis peristiwa untuk menentukan peristiwa mana yang

berfungsi sebagai pendukung plot.

Konflik mengacu pada pengertian sesuatu yang bersifat tidak

menyenangkan yang terjadi atau dialami oleh tokoh-tokoh cerita yang jika diberi

kebebasan untuk memilih maka mereka tidak akan memilih peristiwa itu

menimpanya.

Peristiwa dan konflik biasanya berkaitan erat dan dapat saling menyebabkan

terjadinya satu dengan yang lain, bahkan konflik pun hakikatnya merupakan

peristiwa. Ada peristiwa tertentu yang dapat menimbulkan konflik atau bahkan

sebaliknya. Bentuk konflik dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu konflik

fisik dan konflik batin.

Konflik fisik (eksternal) adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh

dengan sesuatu di luar dirinya, bisa dengan tokoh lain maupun dengan alam.

Sedangkan konflik batin (internal) adalah konflik yang terjadi di dalam hati, jiwa

(42)

dialami manusia dengan dirinya sendiri. Kedua konflik tersebut saling berkaitan

dan menyebabkan terjadinya satu dengan yang lain dan dapat terjadi secara

bersamaan.

Menurut Stanton (2007:16), klimaks adalah saat konflik telah mencapai

intensitas tertinggi dan saat itu merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari

kejadiannya. Klimaks utama sebuah cerita akan terdapat pada konflik utama dan

akan diperankan oleh tokoh-tokoh utama dalam cerita.

Di dalam karya sastra terdapat tiga alur, yaitu :

1. Alur maju (progresif), adalah rangkaian cerita yang dimulai dari pengenalan

masalah, terjadinya konflik, klimaks dan penyelesaian masalah.

2. Alur mundur (regresif), adalah rangkaian cerita yang dimulai dari

menampilkan konflik, kemudian pengenalan tokoh dan penyelesaian

masalah.

3. Alur campuran, merupakan perpaduan antara alur maju dan alur mundur.

Alur cerita dalam novel The Devil’s Whisper adalah alur campuran. Pada

awal novel terdapat cerita tentang Mamoru setelah berumur 16 tahun. Pada cerita

selanjutnya terdapat adanya flashback, yaitu cerita saat Mamoru masih kecil dan

terjadinya kasus pencurian yang dilakukan oleh ayahnya, yang merupakan awal

dari penderitaan Mamoru. Adanya pergantian sudut pandang karakter membuat

novel ini cukup membingungkan bagi orang yang sulit untuk menghapal sekian

banyak nama tokoh dalam waktu singkat. Ditambah dengan alur ceritanya yang

(43)

c. Tokoh

Para tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memiliki peranan yang

berbeda-beda. Seorang tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita disebut

dengan tokoh inti atau tokoh utama, sedangkan tokoh yang memiliki peranan

tidak penting karena permunculannya hanya melengkapi, melayani dan

mendukung pelaku utama disebut tokoh tambahan atau tokoh pembantu.

Dalam menentukan siapa tokoh utama dan tokoh pembantu dalam suatu

novel, pembaca dapat menentukannya dengan jalan melihat keseringan

permunculannya dalam suatu cerita. Selain lewat memahami peranan dan

keseringan permunculannya, dalam menentukan tokoh utama serta tokoh

pembantu dapat juga ditentukan lewat petunjuk yang diberikan oleh pengarangnya.

Tokoh utama umumnya merupakan tokoh yang sering diberi komentar dan

dibicarakan oleh pengarangnya, sedangkan tokoh tambahan hanya dibicarakan ala

kadarnya (Aminuddin, 2000:79-80).

Menurut Fananie (2000:86), tokoh tidak saja berfungsi untuk memainkan

cerita, tetapi juga berperan menyampaikan ide, motif, plot dan tema. Tokoh dalam

cerita memiliki karakter dan sifat-sifat yang sesuai dengan yang dimainkan.

Tokoh juga mempunyai posisi dalam sebuah cerita tergantung di mana ia

ditempatkan. Hal inilah yang disebut dengan penokohan.

Penokohan merupakan perwujudan dan pengembangan pada sebuah cerita.

Tanpa adanya tokoh, suatu cerita tidak dapat tersampaikan dengan baik.

Penokohan lebih luas istilahnya daripada tokoh dan perwatakan, karena

penokohan mencakup siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan dan bagaimana

(44)

jelas kepada para pembaca. Penokohan dan karakterisasi perwatakan menunjuk

pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu dalam sebuah

cerita (Nurgiyantoro, 1995:166).

Di dalam sebuah cerita biasanya terdapat dua jenis tokoh, yaitu tokoh utama

dan tokoh tambahan atau figuran. Tokoh utama adalah tokoh yang sering

diceritakan di dalam suatu cerita dan sangat menentukan perkembangan dari suatu

cerita tersebut. Sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh pendamping dari tokoh

utama yang biasanya hanya dimunculkan beberapa kali di dalam suatu cerita,

namun memiliki peranan penting sehingga membuat cerita menjadi lebih

berwarna. Antara tokoh utama dengan tokoh tambahan saling berkaitan erat

karena saling melengkapi. Jika di dalam suatu cerita hanya memiliki tokoh utama

saja atau tokoh tambahan saja, maka cerita tidak dapat tersampaikan dengan baik

bahkan cenderung membingungkan karena tidak adanya interaksi yang terjadi di

dalam cerita tersebut.

Dalam novel ini tokoh yang digunakan hanya tokoh utama bernama

Mamoru Kusaka yang memiliki masalah dalam kehidupannya menyangkut masa

lalunya.

2.1.2 Unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik atau unsur luar adalah unsur yang berada di luar karya

sastra itu sendiri, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau

sistem organism karya sastra (Nurgiyantoro, 1995:23). Atau dengan kata lain

unsur ekstrinsik adalah unsur luar sastra yang ikut memengaruhi penciptaan karya

(45)

Unsur tersebut meliputi latar belakang pengarang, keyakinan dan pandangan

hidup pengarang, adat istiadat yang berlaku, persoalan sejarah, keadaan ekonomi,

situasi politik dan pengetahuan agama. Unsur ekstrinsik untuk setiap karya sastra

adalah sama. Unsur ini mencakup berbagai aspek kehidupan sosial yang

tampaknya menjadi latar belakang penyampaian amanat cerita dan tema. Selain

unsur-unsur yang datangnya dari luar diri pengarang, hal yang sudah ada dan

melekat pada kehidupan pengarang pun cukup besar pengaruhnya terhadap

terciptanya suatu karya sastra.

2.2 Setting Dalam Novel The Devil’s Whisper

Yang dimaksud dengan latar atau setting adalah penggambaran situasi,

tempat, dan waktu serta suasana terjadinya peristiwa (Aminuddin, 2000:94). Latar

atau setting yang disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian

tempat, hubungan, waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan, (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995:216).

Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting

untuk memberikan kesan realistis terhadap pembaca, menciptakan suasana

tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Pembaca dengan

demikian merasa dipermudah untuk menggunakan daya imajinasinya, di samping

memungkinkan untuk berperan serta secara kritis sehubungan dengan

pengetahuannya tentang latar.

Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok yaitu tempat, waktu

dan sosial. Ketiga unsur tersebut walaupun masing-masing menawarkan

(46)

kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya

(Nurgiyantoro, 1995:227).

a. Latar Tempat

Latar tempat berhubungan dengan lokasi terjadinya peristiwa yang

diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan berupa

tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, ataupun lokasi tertentu tanpa

nama yang jelas. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah

mencerminkan ataupun tidak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis

tempat yang bersangkutan. Deskripsi tempat secara teliti dan realistis ini penting

untuk memberikan kesan kepada pembaca bahwa seolah-olah hal yang diceritakan

itu sungguh-sungguh ada dan terjadi di tempat seperti yang terdapat dalam cerita.

Dalam hal ini, lokasi tempat berlangsungnya cerita dalam novel The Devil’s

Whisper adalah kota Tokyo di Jepang. Disebutkan bahwa tempat tinggal sang

tokoh utama terdapat kanal-kanal besar sebagai penghalang ketika sungai meluap

sewaktu diterjang angin topan.

b. Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi yang biasanya dihubungkan

dengan waktu faktual. Latar waktu juga harus dikaitkan dengan latar tempat dan

latar sosial karena pada kenyataannya memang saling berkaitan.

Digambarkan bahwa kisah dalam novel ini berlangsung pada musim dingin

Referensi

Dokumen terkait

Apabila mereka ingin saling berkenalan dengan berjabatan tangan sekali dengan setiap orang, maka banyaknya cara jabat tangan yang mungkin adalah …a. Persamaan lingkaran yang berpusat

[r]

Apabila mereka ingin saling berkenalan dengan berjabatan tangan sekali dengan setiap orang, maka banyaknya cara jabat tangan yang mungkin adalah …a. Persamaan lingkaran yang berpusat

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Penunjukan Kuasa Pengguna Anggaran, Bendahara, Pejabat

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Penunjukan Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen,

Menyiapkan bahan pengoordinasian, pelaksanaan, dan pembinaan evaluasi hasil rencana pembangunan daerah serta program pembangunan lainnya.. Renstra Bappeda Tahun 2016-2021 Page II -

The difference in the biomass of forest stands was caused by differences in site quality, the types of clones eucalyptus, land area in ech compartmen, number of trees,