• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi genom mitokondria labi-labi, Doganias subplana, (Trionychidae, Testudines, Reptilia)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi genom mitokondria labi-labi, Doganias subplana, (Trionychidae, Testudines, Reptilia)"

Copied!
306
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI

GENOM MlTOKONDRlA

LABI-LABI,

Dogania subplana

(TRIONYCHIDAE, TESTUDINES, REPTILIA)

ACHMAD FARAJALLAH

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

ACHMAD FARAJALLAH (985098). Karakterisasi genorn rnitokondria labi-labi, Dogania subplana, (Trionychidae, Testudines, Reptilia). Komisi pernbirnbing: Prof.Dr. Nawangsari Sugiri, Prof. Osarnu Takenaka, D.Sc., Barnbang Suryobroto, D.Sc., dan Dr. M.F. Rahardjo.

Runutan nukleotida lengkap genorn rnitokondria (rntDNA) labi-labi, Dogania subplana, telah dilakukan. Ukuran rntDNA labi-labi adalah 17289 bp. Organisasi, orientasi dan ukuran setiap gen dari 13 gen penyandi protein rntDNA, 22 gen penyandi tRNA dan dua gen penyandi rRNA serta daerah kontrol adalah serupa dengan yang telah diternukan pada vertebrata lainnya. Panjang daerah kontrol adalah 1820 bp, yang di dalarnnya bisa diternukan tiga motif runutan DNA berulang. Motif pertarna dan kedua berturut-turut adalah 15 bp dan 37 bp, yang keduanya berulang secara tandem sarnpai 728 bp. Motif ketiga adalah ruas TA berulang, yaitu (TA)n dan (ATAlT)n. Motif ketiga ini disebut rnikrosatelit

rnitokondria. Analisis terhadap daerah kontrol rnenernukan adanya domain tengah yang stabil untuk sernua anggota Testudines, dan adanya tiga macarn Conserve Sequence Blocks yang hornolog dengan daerah kontrol rntDNA vertebrata.

Berdasarkan domain tengah daerah kontrol, keragarnan nukleotida D. subplana di lndonesia cukup tinggi (0.21%). Selain itu, penyebaran labi-labi di lndonesia rnengikuti penyebaran vikarian. Populasi

0.

subplana Surnatera Bagian Selatan mernpunyai afinitas yang tinggi ke populasi Jawa dibanding ke populasi Bengkulu. Trionychidae merupakan kelornpok yang rnonofiletik berdasarkan analisis

parsirnoni dan neighbourjoining rnenggunakan gabungan data runutan nukleotida

Cyt b, tRNA Phe, tRNA Pro dan domain tengah daerah kontrol rntDNA.

(3)

ABSTRACT

ACHMAD FARAJALLAH (985098). Characterization of mitochondrial genome of the soft-shelled turtle, Dogania subplana, (Trionychidae; Testudines; Reptilia). Advisory committe: Prof.Dr. Nawangsari Sugiri, Prof. Osamu Takenaka, D.Sc., Bambang Suryobroto, D.Sc., and Dr. M.F. Rahardjo.

Complete nucleotide sequence of Malayan soft-shelled turtle, Dogania subplana,

mitochondrial genome (mtDNA) was determined. The total length of the sequence was 17289 bp. The organization, orientation and individual gene size of 13

protein-coding genes, 22 tRNA genes, two rRNA genes (1 2 s and 16s rRNA), and the control region were identical to the typical vertebrate arrangement. The control region is 1820 bp long that contains three repeat sequences. The first and the second repeated motifs were 15 bp and 37 bp long, repectively, and spanned 728 bp. The third repeat sequence consisted of two motifs which are (TA)n and

(ATATT)n; they are named as mitochondrial microsatellites. Analysis of this control region permitted the identification of the middle conserved domain of all

Testudines, and three types of Conserve Sequence Blocks, which have high homology to vertebrate mtDNA. Nucleotide diversity of the middle conserved domain of D. subplana in Indonesia is relatively high (0.21%). Based on the nucleotide sequences, D. subplana is shown to be vicariantly distributed in Indonesia. D. subplana population of South Sumatra has high affinity to Java compared to Bengkulu. Trionychidae as a monophyletic group was supported by parsimony and neighbor joining analyses using combined sequence data of Cyt

b,

tRNA Phe, tRNA Pro, and the middle conserved domain of mtDNA.
(4)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul:

"Karakterisasi genom mitokondria iabi-labi, Dogania subplana (Trionychidae,

Testudines, Reptilia)" adalah benar karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah

dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bo or, Septe ber 02

(5)

KARAKTERISASI GENOM MlTOKONDRlA

LABI-LAB1

,

Dogania

subplana

(TRIONYCHIDAE, TESTUDINES, REPTILIA)

oleh

ACHMAD FARAJALLAH

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Biologi

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

-

s . d

- ;,

.*- 'em - -

Kamkterisasi Genorn M t o k o n d r i a b b b i 4 a b i ; - ~ ~ ~ i a aUbp/ana , (Trionychibae; Testudines; Reptilia)

Nama~ ' : Achmad Farajallah

..

,NRP- -

:985098

P : ,

m Studi: Bidogi

n -

&Ay?-

*;i

- -4-, .

;.'

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

,i

-

,

Pmf.

Dr. NdG;anasan

' - .

' Suairi

--; ' L .

, - * -

Prof. Osamu Takenak.

D.Sc,

Anggota
(7)

Nama : Achmad Farajallah

Tempat, Tanggal Lahir : Sampang

-

Madura, 27 April 1965

Pekerjaan : Dosen di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan IPA, lnstitut Pertanian Bogor

Alamat Kantor : Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMlPA IPB

Gedung Zoologi dan Biokimia Lantai II Kampus Gunung Gede

Jalan Raya Pajajaran Bogor 16143 : Kawin

Status Perkawinan Riwayat Peke jaan

1989

1990

-

sekarang

Riwayat Pendidikan 1972

-

1984 1984

-

1 985 1985

-

1 989 1991

-

1995

: Calon Pegawai Negeri di Jurusan Biologi, FMlPA IPB

: Dosen di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan IPA, IPB

: SD, SMP dan SMA di Sampang Madura

: Tingkat Persiapan Bersama IPB

: S1, Program Studi Biologi, FMlPA IPB : S2, Program Studi Biologi

Program Pascasa rjana IPB : S3, Program Studi Biologi

(8)

KATA PENGANTAR

Tulisan ini berisi hasil penelitian tentang keragaman genetik labi-labi, Dogania subplana, di Indonesia berdasarkan runutan nukleotida genom

mitokondria, dan filogeni anggota ordo Testudines. Penelitian dilaksanakan untuk menyusun disertasi sebagai syarat memperoleh gelar Doktor dalam bidang studi Biologi di Program Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor. Untuk itu, penulis

sampaikan terima kasih yang mendalam kepada komisi pembimbing, yaitu Prof.Dr. Nawangsari Sugiri, Prof. Osamu Takenaka D.Sc., Bambang Suryobroto, D.Sc. dan Dr. M.F. Hahardjo atas segala kesabaran, ketelitian dan dukungannya selama penulis menempuh program doktor. Terima kasih khusus kepada Prof. Osamu Takenaka, D.Sc. yang telah memperkenalkan penulis ke pendekatan molekular terbaru untuk menganalisis biodiversitas hewan. Dalam kesempatan ini pula,

penulis sampaikan terima kasih kepada Dr. Muladno dan Dr. Jatna Supriatna atas komentar dan koreksinya.

Selain itu, penulis sampaikan terima kasih yang mendalam kepada Bapak

.

Go Bang, A Cun, Benny Prakasa Putra, Kasmirudin M.Si., Nasarudin M.Si, Qodri

Madang M.Si., Dra. Titisari Puntorini dan Haerul Azhar atas kerjasama yang saling menguntungkan dalam menangkap dan memperoleh sampel labi-labi dan

kura-kura. Penulis menikmati interaksi yang hangat dan saling mendukung dari rekan sejawat, staf teknisi, staf administrasi dan para mahasiswa di Department of Molecular and Cellular Biology, Primate Research Institute U niversitas Kyoto dan d i

Laboratorium Zoologi FMlPA IPB, yang kalau disebutkan satu persatu terlalu banyak, terima kasih.

Untuk isteri, anak-anak dan ibu, terima kasih atas kesabaran dan dukungannya.

(9)

DAFTAR IS1

RIWAYAT HlDUP KATA PENGANTAR DAFTAR IS1

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR SINGKATAN

BAB 1. PENDAHULUAN UMUM Klasifikasi Kura-kura Labi-labi

Posisi Filogeni Kura-kura dalam Amniota Distribusi, Filogeni dan Sistematika Kura-kura Karakteristik Genom DNA Mitokondria Vertebrata Tujuan Penelitian

BAB 2. BAHAN DAN METODE

Penentuan Runutan Lengkap Nukleotida mtDNA D. subplana

Keragaman Daerah Kontrol mtDNA Labi-labi, D. subplana, di Indonesia

Filogeni Kura-kura di lndonesia Berdasarkan Runutan Cyt b, tRNA Pro, tRNA Thr dan Domain Tengah dari Daerah Kontrol

BAB 3. RUNUTAN NUKLEOTIDA LENGKAP GENOM MlTOKONDRlA LABI-LABI, DOGANIA SUBPLANA

Pendahuluan Hasil

Pembahasan Kesimpulan

BAB 4. KERAGAMAN DNA DAERAH KONTROL LABI-LABI, DOGANIA SUBPLANA, Dl INDONESIA

(10)

Pembahasan Kesimpulan

BAB 5. FlLOGENl MOLEKULAR KURA-KURA, LABI-LAB1 DAN PENYU BERDASARKAN RUNUTAN DNA CYT B, tRNA THR, tRNA PRO DAN DOMAIN TENHA DAERAH KONTROL GENOM

MlTOKONDRlA Pendahuluan Hasil

Pembahasan Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR

TABEL

Nomor Te ks Halaman

1.1 Tabel 1.1. Klasifikasi kura-kura (Gaffney 1975; Hirayama 1984;

Meylan 1987 12

3.1 Karakteristik mtDNA labi-labi, D. subplana 36

3.2 Komposisi nukleotida mtDNA D. subplana (%) 37

3.3 Jumlah penggunaan kodon (huruf cetak tegak) dan nilai indeks

penggunaan kodon (huruf cetak miring) dalam mtDNA D. subplana 38 4.1 Sampel Labi-labi Dogania subplana dan haplotipe mtDNA 77 4.2 Jarak genetik antar haplotipe D. subplana berdasarkan domain

tengah dari daerah kontrol mtDNA (di bawah diagonal) dan standart error (di atas diagonal) yang diduga menggunakan metode

bootstrap dengan 1000 ulangan 74

4.3 Divergensi nukleotida dalam populasi (di diagonal), divergensi nukleotida antar populasi (di bawah diagonal) dan total divergensi

nuleotida antar populasi (di atas diagonal) dari D. subplana 76 5.1 Sampel spesies kura-kura dan ukuran produk PCR (bp)

menggunakan primer 512-576 (Cyt b

-

TAS), primer 577-578 (TAS

-

CSBIII) dan primer 512

-

578 93

5.2 Jarak genetik (di bawah diagonal) menggunakan metode 2 parameter Kimura dan rasio transisi terhadap transversi (di atas diagonal) berdasarkan kombinasi data dari nukleotida pertama dan kedua gen Cyt b, gen tRNA dan domain tergah daerah kontrol

mtDNA 94

5.3 Jarak genetik (di bawah diagonal) menggunakan metode 2 parameter Kimura dan rasio transisi terhadap transversi (di atas

diagonal) berdasarkan ketiga nukleotida setiap kodcn gen Cyt b ' 95

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Te ks Halaman

1 .I Beberapa hipotesis hubungan filogeni testudines dan anggota

amniota 11

3.1 Peta pemotongan Mbol dan posisi penempelan primer (angka cetak

tebal) dalam mtDNA D. subplana 39

3.2 Peta genetik mtDNA D. subplana 40

3.3 Runutan lengkap nukleotida dan karakteristik mtDNA D. subplana 4 1 3.4 Runutan nukleotida dan struktur sekunder gen-gen tRNA mtDNA D.

subplana 56

3.5 Struktur batang dan gelung dari OnL (titik asal replikasi utas L)

mtDNA D. subplana 59

3.6 Struktur batang dan gelung dari dua motif runutan DNA berulang di

bagian ujung 5' daerah kontrol mtDNA D. subplana 60 3.7 Hubungan filogeni antar anggota amniota berdasarkan kombinasi

runutan nukleotida dari gen-gen penyandi protein (kecuali gen-gen ND3, ND4L dan ND6), penyandi tRNA (kecuali gelung DHU dan

V c )

6 1

3.8 Hubungan filogeni antar anggota amniota berdasarkan runutan asam amino yang ditranslasikan dari gen-gen penyandi protein

(kecuali gen-gen ND3, ND4L dan ND6) 62

4.1 Peta pengambilan sampel labi-labi D. subplana 77

4.2 Posisi runutan nukleotida yang beragam antar haplotipe mtDNA D.

subplana 78

4.3 Pohon filogeni Neighborjoining antar haplotipe D. subplana 79 4.4 Pohon filogeni yang dihasilkan metode Minimum Evolution (A) dan

UPGMA (B) antar haplotipe D. subplana 80

5.1 Organisasi gen antara Cyt b dan daerah kontrol dalam mtDNA

Testudines 97

5.2 Perbandingan runutan nukleotida gen Cyt b beberapa spesies kura-kura menggunakan ClustalW yang dibantu dengan hasil

translasi ke asam aminonya 98

5.3 Perbandingan runutan nukleotida gen-gen tRNA Thr dan tRNA Pro

(13)

5.4 Perbandingan runutan nukleotida domain tengah daerah kontrol dari

mtDNA beberapa spesies kura-kura menggunakan ClustalW 101

5.5 Hubungan filogeni antar spesies kura-kura berdasarkan kombinasi

data dari gen-gen Cyt b, tRNA Thr, tRNA Pro, dan domain tengah

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Daflar kura-kura yang ada di Indonesia 111

Lampiran 2 Peta penyebaran labi-labi, Dogania subplana, di 113 lndonesia

Lampiran 3 Runutan dan perbandingan nukleotida domain tengah dari 114 daerah kontrol pada masing-masing haplotipe mtDNA D.

subplana yang diapit oleh primer 577 dan 578

Lampiran 4 Runutan nukleotida Cyt b, tRNA Thr, tRNA Pro, dan 121 domain tengah dari daerah kontrol genom mitokondria

beberapa spesies kura-kura

(15)

DAFTAR SINGKATAN

12Sr RNA

16Sr RNA

ATPase 6

ATPase 8

COI COll COlll Cyt b NDI ND2 ND3 ND4 ND4L ND5 ND6 dloop

tRNA

-

(J

A

G

C T

12s ribosomal RNA 16s ribosomal RNA

Adenosine triphosphatase sub unit 6

Adenosine triphosphatase sub unit 8 Cytochrome c oxidase sub unit 1 Cytochrome c oxidase sub unit I1 Cytochrome c oxidase sub unit 111 Cytochrome b apoenzyme

Nicotinamide adenine dinucleotide dehydrogenase sub unit 1 Nicotinamide adenine dinucleotide dehydrogenase sub unit 2 Nicotinamide adenine dinucleotide dehydrogenase sub unit 3

Nicotinamide adenine dinucleotide dehydrogenase sub unit 4

Nicotinamide adenine dinucleotide dehydrogenase sub unit 4L

Nicotinamide adenine dinucleotide dehydrogenase sub unit 5 Nicotinamide adenine dinucleotide dehydrogenase sub unit 6

Displacement loop

Transfer RNA three letter amino acid abbreviation (anticodon) Adenine

(16)

BAB I.

PENDAHULUAN UMUM

Kura-kura rnemiliki tengkorak yang masih primitif, kraniurn utuh tanpa lubang

temporal dan tubuhnya berada dalam cangkang. Kura-kura diklasifikasikan seba-

gai ordo Testudines, subklas Anapsida dan Klas Reptilia (Emst & Barbour 1989).

Cangkang kura-kura terdiri atas dua bagian yang saling berhubungan, yaitu kara-

pas di sisi atas dan plastron di sisi bawah. Pada urnurnnya, cangkang kura-kura

terbuat dari bahan tanduk yang keras. Walaupun begitu, cangkang pada bebera-

pa taksa bersifat lunak, rnisalnya semua anggota farnili Trionychidae.

Dalarn tulisan ini, narna kura-kura secara urnurn rnerujuk pada semua ang-

gota ordo Testudines. Narna penyu rnerujuk pada kura-kura yang hidup di laut,

yaitu farnili Cheloniidae dan Derrnochelyidae. Sedangkan narna labi-labi rnerujuk

pada semua anggota farnili Trionychidae, yaitu kura-kura yang hidup di air tawar

dan bercangkang lunak.

Klasifi kasi Kura-kura

Klasifikasi ordo Testudines tingkat farnili ke atas rnengikuti Gaffney (1 975)

dan untuk farnili labi-labi rnengikuti Meylan (1987) (Tabel 1 .A). Ordo Testudines

dibagi rnenjadi dua subordo, yaitu Cryptodira dan Pleurodira. Subordo Cryptodira

rnemiliki leher yang bisa ditarik rnasuk ke dalarn cangkang di antara gelang bahu,

sedangkan subordo Pleurodira merniliki leher yang tidak bisa ditarik ke dalam

cangkang. Subordo Cryptodira dibagi rnenjadi tiga superfarnili, yaitu Testudinoi-

(17)

Trionychidae. Lebih lanjut Meylan (1 987) membagi Famili Trionychidae menjadi

dua subfamili, yaitu Cyclanorbinae dan Trionychinae.

Famili Emydidae dibagi menjadi dua subfamili oleh Hirayama (1 984), yaitu

Emydinae dan Batagurinae. Walaupun begitu, Hirayama (1 984) menyimpulkan

bahwa pengelompokan Emydinae dan Batagurinae dalam Emydidae dalam

pandangan kladistik bukan sebagai kelompok alami, yang keduanya mempunyai

daerah penyebaran yang sangat berbeda. Emydinae, baik fosil maupun yang

hidup sekarang, mempunyai daerah penyebaran di Eropa dan Amerika, sedany-

kan semua anggota Batagurinae mempunyai daerah penyebaran di Asia kecuali

genus neotropika, yaitu Rhinoclemmys (Ernst & Barbour 1989).

Pada saat ini ada 22 spesies labi-labi di dunia. Penyebarannya meliputi

daerah beriklim tropis sampai ke subtropis (Meylan 1987; Ernst & Barbour 1989;

lverson 1992). Nama lokal untuk setiap spesies labi-labi beragam antar daerah

(lampiran 1).

Cangkang labi-labi berbentuk pipih dorsoventral. Karapas dan plastron

labi-labi berupa kulit yang lunak. Sambungan keduanya juga lunak, yang ditunjang

oleh struktur pertulangan yang mirip dengan tulang perifer pada anggota famili

yang lain. Selain itu, labi-labi mempunyai bentuk tubuh yang memungkinkannya

untuk menggali dan membenamkan diri di dasar perairan tawar. Sebagian besar

anggota labi-labi jarang keluar dari air. Di dalam air, mereka sangat gesit dan

(18)

tersebut memungkinkan mereka bertindak sebagai karnivora (Ernst & Barbour 1989; Pritchard 1993; Lim & Das 1999).

Labi-labi melayu, Dogania subplana, merupakan spesies dengan ukuran yang paling kecil di antara semua labi-labi yag ada di Asia (Pritchard 1993). Pe-

nyebaran D. subplana meliputi seluruh wilayah Asia Tenggara, mulai dari bagian barat Thailand, Malaysia, Singapura sampai ke Sumatera, Kalimantan dan Jawa

(Ernst & Barbour 1989; lverson 1992; Lim & Das 1999). Peta penyebaran D. subplana di Indonesia yang dibuat oleh lverson (1992) disajikan dalam Lampiran 2.

Dogania subplana memiliki kepala yang besar dengan rahang yang kuat; tulang maksila bersinggungan dengan tulang frontal pada bagian sisi anterior orbit;

panjang tulang postorbital kurang dari seperlima diameter orbit; bagian posterior

foramen jugularis memanjang membentuk lengkung opisthotic yang berada di luar lubang postotic; tulang pterigoid bersinggungan dengan foramen newus trigemini

di antara tulang apipterigoid dan tulang parietal; epiplastron memanjang ke arah

anterior melebihi lebar hyohypoplastron; ada empat kalus pada plastron; tulang neural membagi sama panjang semua tulang pleural di posisi tengah; dua tulang

neural terbalik ditemukan pada posisi paling posterior dari sembilan tulang neural;

(19)

Posisi Filogeni Kura-kura dalam Amniota

Pengelompokan amniota berdasarkan kondisi lubang pada tulang temporal

diajukan oleh Laurin & Reisz (1995) sebagai berikut:

1 Anapsida: tulang temporal tidak ada lubang, yaitu pada kura-kura.

2. Diapsida: tulang temporal mempunyai dua lubang di sisi atas dan bawah, yaitu

pada arkosauria (krokodilia dan burung) dan lepidosauria (kadal, ular dan

.

Sphenodon).

3. Sinapsida: tulang temporal mempunyai satu lubang di sisi bawah yang dibatasi paling tidak oleh jugal, postorbital dan skuamosal, yaitu pada mamalia.

4. Euryapsida: tulang temporal mempunyai satu lubang di sisi atas yang dibatasi

oleh parietal, postfrontal, postorbital dan skuamosal. Kelompok ini hanya

ditemukan pada reptilia jaman Mesozoikum dan Permian Bawah.

Sampai saat ini, hubungan-hubungan filogeni dari anggota amniota masih

belum disepakati, begitu juga dengan posisi kura-kura dalam amniota. Secara

luas, kura-kura dianggap berada pada posisi pangkal dari semua anggota amniota

karena kondisi anapsida dari tulang temporalnya dianggap sebagai kondisi yang

lebih primitif dibanding kondisi diapsida (Benton 1990). Gambar 1 . I memperli-

hatkan beberapa hipotesis filogeni amniota (disarikan dari Zardoya & Meyer 1998 dan Cao et a/. 2000). Menghadapi ketidakpastian filogeni amniota di atas, Wilkin-

son et a/. (1997) menyarankan pendekatan molekular. Walaupun begitu, hubung-

an filogeni akan muncul beragam tergantung pada kumpulan taksa yang dianalisis.

Hal itu berkaitan dengan ketersediaan data molekular yang sampai saat ini paling

banyak berasal dari mamalia, sedangkan yang berasal dari burung dan reptilia

(20)

data yang lebih ekstensif akan menghasilkan hubungan filogeni yang lebih bisa

dipercaya. Dengan begitu, runutan lengkap nukleotida dari genom mitokondria

(mtDNA) labi-labi melayu,

0.

subplana,

yang disajikan dalam Bab 3 diharapkan bisa menambah data yang cukup untuk memperjelas hubungan-hubungan filogeni

amniota dan menempatkan posisi kura-kura pada posisi filogeni yang lebih tepat.

Distribusi, Filogeni dan Sistematika Kura-kura

Dari 260 spesies kura-kura yang sudah dikenal di dunia, 85 spesies di

antaranya bisa ditemukan di Asia (Ernst & Barbour 1989; lverson 1992) dan 39

spesies di antaranya bisa ditemukan di Indonesia (Lampiranl). Hampir semua

spesies yang ada di Asia Tenggara miskin informasi berkenaan dengan status

populasi, pola penyebaran, perikehidupan dan hubungan filogeninya (Jenkins

1995; Barzyk 1999). Barzyk (1 999) melaporkan bahwa beberapa spesies baru

berhasil dideskripsikan bukan dari spesimen yang diperoleh dari habitat aslinya,

melainkan dari pasar hewan hias. Bersamaan dengan kurangnya informasi

tersebut, saat ini terjadi penurunan populasi kura-kura yang drastis akibat perburu-

an liar yang dipicu oleh harga pasar yang tinggi. Beberapa penyebab penurunan

populasi lainnya adalah polusi perairan, fragmentasi habitat, kerusakan habitat dan

perubahan lingkur~gan akibat introduksi spesies tanaman dan hewan baru. Di sisi

yang lain, berbagai informasi biologi diperlukan sebagai pijakan dalam manajemen

konsewasi.

Sampai saat ini, penggunaan data molekular untuk mempelajari sistematika

dan filogeni kura-kura jauh tertinggal dibanding mamalia dan burung. Kalaupun

(21)

.

kan pada perspekstif yang sangat terbatas, misalnya pada tingkat proteinlisozim

(Sites et a/. 1984), karyotipe (Bickham & Carr 1983), serologi (Frair 1985) dan DNA mitokondria (Lamb & Lydeard 1994; Walker et a/. 1995; Walker et a/. 1997;

Seddon et a/. 1997; Lenk et a/. 1999; Weisrock & Janzen 2000).

Dari catatan penemuan fosil, diperkirakan bahwa kura-kura pertama kali

muncul sekitar 200 juta tahun yang lalu, sedangkan famili Trionychidae muncul

pertama kali sekitar jaman Kreta Awal (sekitar 146 juta tahun yang lalu) (Meylan

1987). Meylan (1987) menunjukkan bahwa Trionychidae merupakan salah satu

famili dari 11 famili kura-kura lainnya yang fosilnya ditemukan secara kontinyu

sejak jaman Senozoikum di daerah Barat Daya Amerika. Walaupun begitu, posisi

filogeni famili Trionychidae terhadap anggota famili Testudines yang lain masih

tidak jelas berkenaan dengan daerah penyebarannya yang sangat luas, kelim-

pahannya yang tinggi dan umurnya yang relatif tua.

Berdasarkan hasil analisis morfologi oleh Gaffney (1 975), Trionychidae

merupakan famili yang unik diantara kriptodira. Disebutkan pula bahwa Trionychi-

dae justru berkerabat dekat dengan Carettochelyidae, Dermatemydidae, dan

Kinostemidae, yang kemudian dikelompokkannya menjadi satu superfamili baru,

yaitu Trionychoidea. Berbeda halnya dengan Bickham & Carr (1983) dan Frair (1985) yang mengajukan bahwa Trionychidae mempunyai hubungan yang erat

dengan Carettochelyidae dibanding dengan famili yang lain. Meylan (1 987)

berpendapat bahwa konsep Trionychoidea oleh Gaffney adalah lebih untuk

menjernihkan kontroversi yang menyebutkan bahwa Kinosternidae dan Chelydri-

dae lebih dekat ke Emydidae dan Testudinidae. Konsep Trionychoidea juga

(22)

a/. 1997). Walaupun begitu, data runutan nukleotida mtDNA kurang bisa menjelas-

kan hubungan antar anggota kriiptodira secara keseluruhan (Shaffer et al. 1997).

Kurangnya resolusi data morfologi secara parsial untuk menjelaskan hubung-

an filogeni anggota Trionychidae ditunjukkan dengan adanya kecenderungan yang

kuat memasukkan semua labi-labi ke dalam satu genus Trionyx, kecuali Chitra and

Pelochelys. Smith & Smith (1 980 dalam Meylan 1987) menghitung sebanyak 47 nama genus yang bisa dianggap sebagai sinonim. Berdasarkan data morfologi

yang ekstensif dalam rangka revisi besar-besaran terhadap semua anggota

Trionychidae, Meylan (1 987) mengusulkan pengelompokan anggota Trionychidae

menjadi empat klad, yang kemudian memunculkan klasifikasi Trionychidae yang

baru (Tabel 1.1). Lebih lanjut Meylan (1987) memberi alasan bahwa klasifikasi

baru itu bukan karena adanya perbedaan karakter morfologi, melainkan karena

perbedaan interpretasi sistematik dari sudut pandang yang menyeluruh.

Di Indonesia ada empat spesies labi-labi yang menyebar secara alami, yaitu D. subplana, Amyda cartilaginea, Pelochelys canton' dan Chitra indica (Tabel 1.1,

Lampiran I ) , dan satu spesies labi-labi introduksi, yaitu Pelodiscus sinensis (Lim &

Das 1999).

Hubungan filogeni anggota Batagurinae juga masih belum terpecahkan.

Berdasarkan kesamaan morfologi tengkorak, Batagurinae diklasifikasikan menjadi

empat kompleks spesies, yaitu kompleks spesies Hardella (Hardella, Morenia dan

Geoclemys), kompleks spesies Batagur (Batagur, Kachuga, Callagur, Ocadia,

Hieremys, Chinemys dan Malayemys), kompleks spesies Orlifia (Orlitia dan

Siebenrockiella) dan kompleks spesies Geoemyda (Geoemyda, Cyclemys,

(23)

Sacalia) (McDowell 1964). Hubungan Batagurinae seperti di atas tidak disepakati oleh Gaffney (1 975) dan Hirayama (1 984) berdasarkan data morfologi yang meli-

batkan fosil dan jumlah karakter yang lebih banyak, dan juga oleh Bickham & Carr

(1983) berdasarkan karyotipe. Hirayama (1 984) mengusulkan adanya dua jalur

evolusi di antara Batagurinae. Jalur evolusi pertama adalah kura-kura yang memi-

liki kehidupan lebih ke daratan yang diwakili oleh Geoemyda dan Testudinidae. Jalur kedua adalah kura-kura yang memiliki kehidupan lebih ke air yang dicirikan

dengan adanya langit-langit mulut sekunder yang ekstensif seperti yang ditemukan

Batagur dan Hardella.

Karakteristik Genom DNA Mitokondria Vertebrata

Sampai saat ini, runutan lengkap nukleotida genom mitokondria (mtDNA)

veAebrata telah dilaporkan untuk lebih dari seratus spesies, yang pada umumnya

mamalia (database di GenBank, EMBL

-

European Molecular Biology Laboratories, DDBJ

-

DNA Database Bank of Japan ). Sedangkan untuk reptilia, runutan leng- kap nukleotida mtDNA telah dilaporkan hanya pada delapan spesies, yaitu Alligator missisippiensis (Janke & Arnason 1997), Pelomedusa subrufa (Zardoya & Meyer

1998), Dinodon semicarinatus (Kumazawa et a/. 1998), Chrysemys picta (Mindell et a/. 1999), Chelonia mydas, Eumeces egregius (Kumazawa & Nishida 1999),

Iguana iguana dan Caiman crocodylus (Janke et a/. 2001).

Molekul mtDNA memiliki banyak kelebihan sebagai penanda molekular untuk

mempelajari hubungan evolusi hewan pada berbagai tingkatan. Hal ini disebabkan

oleh ukuran mtDNA vertebrata relatif kecil (sekitar 16000 bp) yang mengandung 13

(24)

menyandikan rRNA (ribosomal RNA) dan satu ruas DNA berukuran besar yang tidak menyandikan. Selain itu, mtDNA vertebrata dikemas secara ekonomis

yang ditunjukkan dengan tidak adanya intron, beberapa gennya saling tum-

pang tindih, kodon stop beberapa gennya tidak sempurna dan ujung 3'-CCA

dari gen-gen tRNA-nya tidak ada. Pola pewarisan melalui garis ibu yang

menyebabkan tidak ada rekombinasi dan laju mutasinya yang tinggi merupa-

kan keunggulan tersendiri bagi mtDNA sebagai penanda molekular tingkat

intraspesies pada sebagian besar vertebrata (Avise 1994). Penggunaan mtDNA

untuk mempelajari kekerabatan intraspesies maupun antarspesies pada beberapa

spesies kura-kura telah dilakukan Avise et al. (1992), Lamb & Lydeard (1994), Walker et a/. (1995), Walker et al. (1 997), Seddon et al. (1 997), Lenk et a/. (1 999)

dan Weisrock & Janzen (2000).

Dalam Bab 4 dibahas sejarah populasi dan kekerabatan genetik D. subplana di Indonesia berdasarkan keragaman nukleotida domain tengah dari daerah kontrol

mtDNA. Primer yang diperlukan untuk memperbanyak ruas DNA secara in vitro

didesain berdasarkan runutan nukleotida yang diperoleh dalam Bab 3. Selain itu,

beberapa primer yang lain juga didesain untuk memperbanyak ruas mtDNA labi-

labi dan kura-kura yang ada di Indonesia. Ruas mtDNA itu digunakan untuk

(25)

Tujuan Penelitian

1. Menentukan runutan lengkap nukleotida dan mengkarakterisasi mtDNA

labi-labi (D. subplana).

2. Menerangkan posisi kura-kura dalam filogeni amniota.

3.

Mempelajari keragaman intraspesies labi-labi, B. subplana menggunakan

penanda molekular mtDNA.

4. Mempelajari keragaman antarspesies labi-labi dan hubungan filogeninya

(26)

Lepidosauria

A

Archosauria

Lepidosauria

B

Testudines

u

Testudines

Lepidosauria

Archosauria

Lepidosauria

Testudines

[image:26.572.66.495.69.722.2]

Mammal ia

Archosauria

Gambar 1 .I. Beberapa hipotesis hubungan filogeni testudines dan anggota amniota (disarikan dari Zardoya & Meyer 1998 dan Cao et a/. 2000).

A. Testudines adalah kelompok terdekat dari diapsida.

B. Testudines berada di dalam diapsida. Dalam ha1 ini testudines membentuk satu klad dengan lepidosauria.

C. Testudines berada di dalam diapsida. Dalam ha1 ini testudines membentuk satu klad dengan arkosauria.

D. Hipotesis bahwa testudines sebagai parareptilia, yaitu kondisi tulang temporal testudines sebagai karakter yang paling primitif.

(27)

Tabel I .I. Klasifikasi kura-kura (Gaffney 1975; Hirayama 1984; Meylan 1987)

p k l a s Anapsida

I

Ordo Testudines

1

Subordo Cryptodira

semua kura-kura yang lehernya bisa ditarik ke dalam cangkang diantara kedua gelang bahu

Superfamili Testudinoidea Famili Chelydridae Famili Emydidae Subfamili Emydinae Subfamili Batagurinae Famili Testudinidae Superfamili Chelonioidea Famili Cheloniidae Famili Dermochelyidae Superfamili Tri~nychoidea Famili Dermatemydidae Famili Kinosternidae Famili Carettochelyidae Famili Trionychidae Subfamili Cyclanorbinae Tribe Cyclanorbini Tribe Lissemydini Subfamili Trionychinae Tribe Chitrini Tribe Aspideretini Tribe Trionychini Tribe Pelodiscini Subordo Pleurodira

semua kura-kura yang lehernya bisa ditekuk ke samping dan tidak bisa dimasukkan ke dalam cangkang. Tulang pelvis kura-kura ini

menyambung ke cangkang dan mereka mempunyai otot penarik rahang yang berpangkal pada penjuluran tulang pterigoid

(28)

BAB 2.

BAHAN DAN METODE

Penentuan Runutan Lengkap Nukleotida mtDNA D. subplana

A. lsolasi Molekul mtDNA Murni

Satu spesimen labi-labi, Dogania subplana, yang digunakan dalam penen-

tuan runutan lengkap mtDNA berasal dari Sungai Ciliwung Bogor, Jawa Barat.

ldentifikasi spesies mengikuti Ernst & Barbour (1989).

Molekul mtDNA murni diekstraksi dari hati, ginjal dan otot jantung. Organ-

organ itu diambil dari labi-labi yang sudah dibius (deep anaesthezised) mengguna-

kan kloroform. Hati, ginjal dan otot jantung dicuci dalam larutan NaCl0.76% dingin

untuk membersihkan sisa darah. Setiap organ (50

-

100 mg) secara terpisah dige-

rus dalam larutan penggerus (Tris-HCI 30 mM, EDTA 2 mM, sukrosa 0.25 M, pH

8.0). Inti dan sisa sel dalam gerusan dipisahkan dengan sentrifugasi kecepatan

rendah (1000 g, 1 menit). Organel mitokondria dalam supernatan diendapkan de-

ngan sentrifugasi kecepatan tinggi (12000 g, 10 menit) dalam suhu dingin. Kemu-

dian organel mitokondria yang diperoleh dari ketiga organ dicampur menjadi satu.

Ekstraksi molekul mtDNA mengikuti metode lisis alkali (Tamura & Aotsuka 1988). Endapan mitokondria disuspensikan dalam 1 x STE (NaCI 1 M, Tris-HCI

10-I M, EDTA 10-2M, pH 8.0). Ke dalam suspensi ditambahkan NaOH 0.18 N dan

SDS 1 % (sodium dodesil sulfat) sebanyak 2 x volume. Setelah diinkubasi selama 5 menit dalam penangas es, larutan alkali dinetralkan dengan menambahkan

(29)

supernatan yang mengandung molekul mtDNA ditangkap dengan perlakuan fenol:

kloroform:isoamil-alkohol (25:24:1) (Sambrook et a/. 1989). Fase DNA yang me-

ngandung mtDNA dipisahkan dari fase fenol dengan sentrifugasi 1000 g selama 5

I

menit, kemudian mtDNA diendapkan dengan menambahkan NaCl5 M sebanyak

1/10 x volume dan etanol absolut sebanyak 2 x volume. Endapan mtDNA dicuci

dengan etanol 70% dingin. Molekul mtDNA murni kemudian disuspensikan dalam

larutan TE encer (Tris-HCI ~ x I O - ~ M, EDTA 2x1 0-4 MI pH 8.0).

B.

Penyiapan Fragmen Mbol Molekul mtDNA: Kloning plasmid pUC118

Molekul mtDNA murni dipotong dengan enzim restriksi Mbol. Semua frag-

men kemudian disisipkan ke dalam plasmid pUCl18 pada situs BamHl (TaKaRa).

Plasmid yang sudah disisipi fragmen mtDNA ditransformasikan ke E. coli JM109

(TaKaRa) menggunakan metode kejut panas (Sambrook et al. 1989). Transfor-

man E. coli ditumbuhkan dalam medium padat Luria-Bertani (LB) dalam cawan

petri yang mengandung ampisilin 0.5 mglml, isopropiltiogalaktosidase 2.4% dan

PGalactosidase 2 %, kemudian diinkubasi pada suhu 37 OC selama 14 jam. Beberapa koloni E.coli berwarna putih diinokulasikan secara terpisah ke medium

cair 2YT dalam tabung transformasi (IWAKI), kemudian diinkubasikan pada suhu

37 OCselama 14 jam sambil dikocok secara vertikal pada kecepatan 6000 rpm.

lsolasi DNA plasmid dilakukan menggunakan pengisolasi DNA plasmid

otomatis (KURABO P100) berdasarkan prosedur lisis alkali (Sambrook et a/. 1989).

Keberadaan sisipan fragmen mtDNA dalam DNA plasmid diuji dengan mengapli-

kasikan enzim restriksi EcoRl dan Pstl. Situs pemotongan kedua enzim tersebut

(30)

Visualisasi hasil pemotongan dilakukan dengan elektroforesis gel poliakrilamida

5% dalam bufer IxTBE (Tris 17.8 mM, Borat 17.8 mM, EDTA 0.4 mM) yang dilan-

jutkan dengan pewarnaan perak (Tegelstrom 1986).

C. Penentuan Runutan Nukleotida

DNA plasmid pUCl18 yang mengandung sisipan fragmen mtDNA dijadikan

cetakan dalam siklus reaksi penentuan runutan nukleotida menggunakan primer

universal M I 3 yang diberi label floresen FITC. Reaksi itu menggunakan ABI- sequencing kit dengan TaqGold sebagai enzim polimerase yang dijalankan dalam mesin thermal cycle Perkin-Elmer tipe 9600. Runutan nukleotida kemudian dibaca menggunakan automated DNA sequencers Shimadzu DSQ-1 atau Shimadzu DSQ-2000L. Kegiatan penentuan runutan nukleotida ini dilakukan di Department of Molecular and Cellular Biology, Primate Research Institute, Kyoto University.

D.

Penyusunan Runutan Nukleotida Seluruh Genom mtDNA

Runutan nukleotida dari setiap DNA sisipan dalam plasmid diedit dan disu-

sun membentuk molekul mtDNA utuh. Pengeditan dilakukan dengan mengga-

bungkan hasil perunutan dari beberapa plasmid, baik yang menggunakan primer

M I 3 fonvard maupun reverse. Penyusunan itu dimulai dengan cara mencari kesa- maan antara setiap runutan nukleotida yang diperoleh dengan runutan mtDNA

pembanding, yaitu manusia (Anderson et a/. 1981), katak (Roe et a/. 1985) dan aiigator (Janke & Arnason 1997).

(31)

berdekatan. DNA hasil perbanyakan PCR-nya disisipkan ke plasmid pGEM-T easy

Vector (Promega Corp.), ditransformasikan ke E.coli , kemudian dilakukan perunut-

an nukleotida untuk dikaji ulang. Fragmen mtDNA hasil pemotongan Mbol dan

posisi setiap primer yang didesain disajikan dalam Gambar 3.1.

Dalam ha1 DNA sisipan terlalu besar dan melebihi kapasitas pembacaan

Shimadzu DSQ-1 maupun Shimadzu DSQ-2000L, maka dilakukan subkloning.

DNA sisipan diambil dari plasmid, dipotong dengan Alul, Haelll atau Rsal, kemu-

dian disisipkan kembali ke plasmid pUC118 pada situs pemotongan Smal. Tahap-

an selanjutnya sama dengan metode sebelumnya, yaitu perunutan nukleotida.

E. Analisis

Data

Analisis homologi runutan nukleotida genom mtDNA dan karakterisasi

daerah kontrol dan gen-gen penyandi RNA dan protein dilakukan dengan bantuan

Genetyx-Win versi 3.2.0 (Software). Selain berdasarkan kesamaan runutan nuk-

leotida yang tinggi dengan mtDNA pembanding, karakterisasi lebih lanjut untuk

gen-gen penyandi protein dilakukan dengan mencari adanya kodon inisiasi dan

kodon stop, kemudian menterjemahkannya ke dalam asam amino mengikuti

vertebrate mitochondria1 translation code yang ada dalam Genetyx-Win. Sedang-

kan untuk gen-gen penyandi tRNA, karakterisasi lebih lanjut dilakukan dengan

membandingkan struktur sekundernya terhadap struktur sekunder yang dilaporkan

oleh Kumazawa & Nishida (1 993).

Analisis filogeni amniota menggunakan metode maksimum parsimoni (MP)

dengan model min-mini heuristic dan metode neighborjoining (NJ) yang ada dalam

(32)

analisis filogeni dilakukan dengan ClustalW (Thompson et a/. 1994) yang kemudi-

an dikoreksi secara manual. Koreksi terhadap gen-gen penyandi protein dilakukan

dengan bantuan hasil translasi ke bentuk asam aminonya, sedangkan terhadap

gen-gen penyandi tRNA dilakukan dengan bantuan struktur sekundernya. Hasil

(33)

Keragaman Daerah Kontrol mtDNA Labi-labi,

D.

subplana, di Indonesia

A.

Sampel

D. subplana

Sebanyak 52 sampel D. subplana digunakan dalam penelitian ini (Tabel 3.1). Sampel diperoleh dari Jawa (Bogor 23 ekor, Bandung 1 ekor dan Panganda-

ran 1 ekor), Sumatera Bagian Selatan (Lampung 1 ekor dan Palembang 2 ekor),

Bengkulu (Bengkulu Selatan 9 ekor dan Bengkulu Utara 10 ekor) dan Kalimantan

Selatan (Banjarbaru 5 ekor) (Gambar 4.1). ldentifikasi D. subplana mengikuti Ernst

& Barbour (1989) dan Lim & Das (1999). Spesimen sisa disimpan di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan IPA, lnstitut Pertanian Bogor.

6.

Ekstraksi DNA total

DNA total diekstraksi dari darah atau otot, baik yang masih segar maupun

yang sudah disimpan dalam alkohol70%, mengikuti metode Kan

ef

a/. (1977). Setetes darah disuspensikan ke dalam 1 x STE, kemudian ditambahkan SDS 1 %.

Sekitar 50 mg otot direndam dalam larutan 1 x SE (sarkosil 1 % dan EDTA 0.05 M) kemudian dipotong-potong sampai halus. Kedua sumber DNA itu kemudian

dicerna dengan proteinase-K (0.05

-

0.1 mglml) dan diinkubasi pada suhu

55OC

selama 2 jam. Bahan organik yang masih tercampur dengan DNA ditangkap

dengan perlakuan fenol:kloroform:isoamil-alkohol (25:24:1). Setelah sentrifugcsi

1000 g selama 5 menit, fase DNA dipisahkan dari fase fenol kemudian dimasukkan

ke dalam kantung dialisis dan dilanjutkan dengan dialisis dalam larutan TE (Tris

I 0-2 M, EDTA M, pH 8.0) selama minimal 5 jam. Kandungan RNA kemudian

(34)

M, EDTA

l o 3

M, pH 8.0) selama minimal 5 jam. Kandungan RNA kemudian

dibuang dengan menambahkan RNase A (0.05-0.1 mglml).

Domain tengah dari daerah kontrol mtDNA diperbanyak secara in vitro

menggunakan mesin PCR dengan primer 577 (5'- l T C ACG AGA GAT TAA GCA

ACC

-

3') dan primer 578 (5'- CTC GGC TTT TGG GGT l T G AC

-

3'). Reaksi PCR dilakukan dalam volume 25 pI dengan komposisi sebagai berikut: sampel cetakan

DNA 10

-

100 ng, dNTP 400 pM dNTP, masing-masing primer 25 pmol, MgC12 200

pM, dan enzim polimerase TaqGold 0.83 unit (Perkin Elmer) beserta bufernya.

Reaksi PCR dijalankan menggunakan mesin Perkin Elmer 9600 pada kondisi

denaturasi awal 95°C 5 min yang diikuti dengan 94 "C 50 detik, 55 "C 60 detik dan

72 "C 120 detik sebanyak 30 siklus.

Produk PCR dideteksi dengan elektroforesis agarosa 1 % dalam bufer TAE pH 7.3 yang dilanjutkan dengan pewarnaan etidium bromida. Pita tunggal dari

produk PCR dipotong dari gel, kemudian dielusikan dari gel menggunakan Ultra-

Free DA (Microcon-Amicon Corp). Produk PCR yang sudah murni disisipkan ke

pGEM T-easy Vector (Promega).

Perunutan DNA dari setiap kion dilakukan dengan cara yang sama dengan

metode terdahulu.

Perbandingan runutan DNA dilakukan secara manual karena runutan DNA

yang diperoleh mempunyai kesamaan yang sangat tinggi, yang kemudian dicek

lagi dengan perbandingan yang diperoleh menggunakan Genetyx-Win versi 3.0

(35)

Filogeni Kura-kura di Indonesia Berdasarkan

Runutan DNA Cyt b, tRNA Thr, tRNA Pro dan Domain Tengah dari Daerah Kontrol

A.

Sampel Kura-kura

Sebanyak 10 spesies kura-kura digunakan dalam penelitian ini, yaitu

famili Trionychidae (D. subplana

-

Bogor, A. cartilaginea

-

Bengkulu, P. cantori

-

Palembang dan C. indica

-

Kebun Binatang Ragunan) dan subfamili Batagu-

rinae (Cuora amboinensis

-

Banten, Cyclemys dentata

-

Banten, Siebenrocki-

ella crassicollis

-

Banten, Heosemys grandis

-

Palembang, Batagur baska

-

Kebun Binatang Ragunan dan Chinemys reevisii

-

Nagoya). ldentifikasi

spesies mengikuti Ernst & Barbour (1989) dan Lim & Das (1999). Selain itu, runutan DNA homolog juga diambil dari database GenBank, yaitu Chelonia

mydas (Cheloniidae, AB012104), Chrysemys picta (Emydinae, AF069423) dan

Pelomedusa subrufa (Pleurodira, AF039066) (Tabel 5.1).

B. Analisis Runutan DNA

Ruas antara Cyt b dan domain tengah dari daerah kontrol mtDNA

diperbanyak menggunakan primer 51 2 (5'- AGA ATG ATA TTT CCT ATT CGC

CT-3') dan 576 (5'-CTA ACA AGG GTT GCT TAC CTCS'), 577 dan 578.

Pasangan primer 512 dan 489 memperbanyak ruas Cyt b, tRNA Thr, tRNA Pro dan

motif TAS (termination associated sequence), sedangkan primer 577 dan 578

memperbanyak Domain Tengah dari Daerah Kontrol, mulai dari motif TAS sampai

motif CSB

Ill

(consenled segunce block 111). Reaksi dan kondisi PCR sama dengan
(36)

Deteksi produk PCR, elusi pita tunggal produk PCR dari gel dan perunutan

nukleotida dilakukan dengan cara yang sama dengan metode terdahulu.

1

Perbandingan runutan nukleotida untuk analisis filogeni dilakukan

menggunakan Clustal W (Thompson et a/. 1994) yang kemudian dikoreksi secara manual. Analisis filogeni menggunakan metode MP dan NJ yang terdapat dalam

(37)

BAB

3.

RUNUTAN NUKLEOTIDA LENGKAP GENOM MlTOKONDRlA

LABI-LABI,

DOGANlA SUBPLANA

Pendahuluan

I

Runutan nukleotida lengkap genom mitokondria (mtDNA) dari ratusan

spesies anggota vertebrata telah dilaporkan. Hampir semua mtDNA vertebrata

mempunyai kandungan gen yang sama, yaitu dua gen penyandi RNA ribosom

(rRNA), 22 gen penyandi RNA transfer (tRNA), 13 gen penyandi protein dan satu

ruas DNA yang tidak menyandikan. Biasanya, ruas DNA yang tidak menyandikan

disebut daerah kontrol atau dloop karena di dalamnya terdapat motif DNA yang

mengatur replikasi dan transkripsi (Anderson et al. 1981 ; Avise 1994). Walaupun

begitu, dilaporkan adanya perpindahan posisi beberapa gen dalam mtDNA, seperti

yang ditemukan pada ayam (Desjardins & Morais 1990), hewan berkantung

(Paabo et a/. 1991) dan beberapa spesies reptilia dan amfibia (Macey et al. 1997;

Yoneyama 1987; Kumazawa & Nishida 1995; Kumazawa et al. 1998). Avise (1994) menyebutkan bahwa mtDNA terbukti bisa digunakan sebagai penanda

genetik yang efektif untuk mempelajari berbagai fenomena populasi sampai ke

hubungan filogeni dan sistematika. Hal itu disebabkan oleh ukurannya yang relatif

kecil dengan laju mutasi tinggi, kandungan gennya relatif stabil dan diwariskan

melalui garis ibu.

Sejak ditemukannya PCR (polymerase chain reaction) dan teknik-teknik

penentuan runutan nukleotida, penggunaan mtDNA sebagai penanda dalam

(38)

filogeni itu sendiri. Di lain pihak, pada saat ini banyak dilaporkan adanya perma-

salahan yang muncul yang diakibatkan oleh perpindahan beberapa gen pada

beberapa kelompok taksa (Macey et a/. 1997) dan adanya transposisi mtDNA ke dalam DNA inti (Lopez et a/. 1996; Zhang & Hewitt 1996).

Sampai saat ini, runutan nukleotida lengkap mtDNA dari delapan spesies

Reptilia telah dilaporkan yang terdiri atas tiga spesies Testudines (Chelonia mydas,

chrysemys picta dan Pelomedusa subrufa), tiga spesies skuamata (Dinodon semicarinatus, Eumeces egregius dan Iguana iguana) dan dua spesies krokodilia

(Alligator missisippiensis dan Caiman crocodylus). Runutan nu kleotida leng kap mtDNA itu dipakai untuk mempelajari pentarikhan divergensi molekular antara

krokodilia dan burung (Janke & Arnason 1997), menempatkan kura-kura di antara spesies-spesies arkosauria dan lepidosauria (Zardoya & Meyer 1998; Kumazawa &

Nishida 1999) dan mencari hubungan filogeni amniota yang terpercaya (Janke et a/. 2001).

Bab ini mendeskripsikan runutan nukleotida lengkap genom mtDNA labi-labi

D. subplana. Penentuan runutan nukleotida lengkap mtDNA ini merupakan lang- kah awal untuk mempelajari berbagai fenomena populasi, filogeni dan sistematika

(39)

Hasil

Penentuan Runutan Nukleotida Berulang di Daerah Kontrol mtDNA

Runutan nukleotida lengkap mtDNA D. subplana disusun dari runutan

nukleotida beberapa klon yang berasal dari molekul mtDNA yang dibandingkan

dengan mtDNA manusia, Xenopus laevis dan Alligator missisippiensis. Hasil

perbandingan menunjukkan bahwa empat klon yang berasal dari pemotongan

molekul mtDNA dengan Mbol hilang selama proses penyisipan ke plasmid, yaitu

200 bp (posisi 3865

-

4065), 1 1 13 bp (posisi 4065

-

51 78), 1070 bp (posisi 6032

-

7102) dan 234 bp (posisi 14799

-

15033) (Gambar 3.1). Runutan nukleotida dari

klon-klon yang hilang itu kemudian diperoleh dari molekul mtDNA yang

diperbanyak secara in vitro menggunakan PCR.

Klon yang menempati posisi 151 65

-

16363 (Gambar 3.1) mengandung

motif runutan berulang dengan jumlah unit ulangan yang tidak berhasil dirunlrt

semuanya. Setelah perbanyakan PCR menggunakan primer 512 dan 489

dicobakan untuk menetapkan jumlah ulangan, ditemukan bahwa perbanyakan itu

selalu menghasilkan DNA produk PCR dengan panjang yang beragam (multiple

products). Hasil perunutan nukleotida terhadap produk PCR menunjukkan bahwa

setiap DNA produk PCR memiliki perbedaan panjang kelipatan 52 bp. Ukuran 52

bp itu merupakan kornbinasi dari dua motif nukleotida berulang yang ada di daerah

kontrol (Gambar 3.3 dan 3.7). Selain itu, ukuran produk PCR terbesar yang berha-

~ i l menyisip ke dalam plasmid memiliki panjang yang berbeda dengan ukuran klon

(40)

'kan jumlah ulangan kemudian digunakan referensi ukuran klon yang berasal dari

molekul mtDNA awal, seperti yang dilakukan oleh Asakawa et al. (1 995).

Besar dan Komposisi Nukleotida mtDNA D. subplana

Ukuran panjang mtDNA D. subplana adalah 17289 bp yang setara dengan panjang mtDNA amfibia dan reptilia lainnya, tetapi sedikit lebih panjang dibanding

dengan mtDNA ikan, burung dan mamalia. Panjang mtDNA ini mencakup tiga

motif DNA berulang di daerah kontrol. Motif DNA berulang pertama berukuran 15

nt (nukleotida), motif kedua berukuran 37 nt dan motif ketiga berupa mikrosatelit

mitokondria, yaitu TA dan ATATT (Gambar 3.3).

Karakteristik mtDNA D. subplana disajikan dalam Tabel 3.1. Posisi nukleo- tida awal dalam runutan mengacu pada posisi ujung 5' dari gen tRNA Phe seperti

yang dilakukan pada spesies kura-kura lainnya (P. subrufa, Zardoya & Meyer 1998; Chelonia mydas, Kumazawa & Nishida 1999; Chrysemys picta, Mindell et a/.

1999).

Komposisi nukleotida utas H (heavy strand) didominasi oleh nukleotida A sebesar 35.3%, kemudian berturut-turut C (26.7%), T (26.0%) dan G (12.0%)

(Tabel 3.2). Komposisi nukleotida A dalam mtDNA D. subplana sedikit lebih besar dibanding P. subrufa dan Alligator. Walaupun begitu, mtDNA reptilia, amfibia, sebagian besar mamalia dan burung mempunyai pola komposisi nukleotida yang

sama, yaitu A>C>T>G.

Organisasi, orientasi dan ukuran setiap gen dari mtDNA labi-labi yang

ditemukan dalam penelitian ini sama dengan yang ditemukan pada mtDNA

(41)

protein, 22 gen penyandi tRNA, dua gen penyandi rRNA (12s dan 16s rRNA) dan

satu ruas daerah kontrol.

Gen-gen Penyandi Protein Genom D. subplana

0

Kode genetik dan penggunaan kodon dari gen-gen penyandi protein pada

D. subplana tidak bisa dibedakan dengan yang ditemukan pada vertebrata lainnya.

Seperti halnya ciri khas gen-gen penyandi protein dalam genom mtDNA, keragam-

an terbesar ditemukan pada nukleotida ketiga dari setiap kodon. Nukleotida ketiga

A paling sering digunakan oleh setiap kodon dari gen yang disandikan utas H

(49.6%) dan nukleotida ketiga G adalah yang paling jarang digunakan (3.5%),

sedangkan nukleotida ketiga C dan T berturut-turut digunakan sebesar 30.2% dan

16.7%. Hal yang sebaliknya ditemukan untuk gen ND6 yang disandikan utas L

(light strand), yaitu kodon dengan nukleotida ketiga T paling sering digunakan

(55.4%), kemudian berturut-turut G (23.2%), A (1 5.3%) dan C (6.2%).

Semua gen penyandi protein menggunakan kodon inisiasi ATG, kecuali

gen COI menggunakan GTG seperti yang umum ditemukan pada mtDNA vertebra-

ta, terutama mamalia. Sedangkan kodon stop yang sering digunakan adalah TAA,

TAG atau TNN, kgcuali AGA yang hanya digunakan oleh gen ND6. kodon stop

TNN digunakan oleh gen-gen yang tumpang tindih dengan gen yang bersebelah-

an. Dalam mtDNA D. subplana tidak ditemukan adanya insersi satu nukleotida yang mengubah aturan kodon triplet (translational frameshifiing), seperti yang

ditemukan dalam gen ND3 dan ND4L pada P. subrufa, Chrysemys picta dan

(42)

Gengen Penyandi tRNA mtDNA D. subplana

Gen-gen penyandi tRNA mtDNA D. subplana ditemukan sebanyak 22 jenis Pada umumnya, posisi gen tRNA menyebar di antara berbagai gen penyandi pro-

tein maupun penyandi rRNA, kecuali di antara kelompok gen-gen ATPase 8

-

ATPase 6

-

COlll, ND4L

-

ND4, dan ND5

-

ND6. Posisi gen tRNA yang menyebar

itu bisa dianggap sebagai sinyal pengenalan dalam memproses RNA mitokondria

(Ojala et a/. 1981). Selain itu, beberapa gen penyandi tRNA ditemukan berkelom- pok, yaitu Ile

-

Gin

-

Met, Trp

-

Ala

-

Asn

-

Cys

-

Tyr dan His

-

Ser(AGY)

-

Leu(CUN),

seperti yang ditemukan pada genom mtDNA yang khas vertebrata.

Ukuran gen-gen penyandi tRNA berkisar antara 62 dan 76 bp. Semua gen

penyandi tRNA dapat dilipat membentuk struktur sekunder berbentuk daun

semanggi (Gambar 3.4). Struktur sekunder yang agak menyimpang ditemukan

pada tRNA Ser(AGY). Gen ini memiliki struktur tanpa lengan DHU (dihidrouridina)

(Gambar 3.4). Runutan nukleotida paling stabil ditemukan pada bagian lengan

antikodon dan batang pembawa asam amino. Di bagian lengan pembawa asam

amino sampai ke gelung DHU dari tRNA Leu(UUR) ditemukan adanya motif

ribosomal RNA transcription termination seperti pada genom mtDNA yang khas vertebrata, sedangkan dalam genom mtDNA avertebrata motif tersebut ditemukan

berada pada posisi yang sangat beragam (Valverde et a/. 1994).

Ruas DNA yang tidak menyandikan antara tRNA Asn dan tRNA Cys pada

D. subplana mungkin bisa berfungsi sebagai titik asal replikasi utas L (ORL). Motif ORL ini secara konsisten selalu ditemukan dalam genom mtDNA mamalia

(Anderson et al. 1981) dan beberapa reptilia (Macey et a/. 1997; Kumazawa et a/.

(43)
(44)

bagian 5' daerah kontrol merupakan pembatas struktur fungsional dari proses

replikasi yang menyebabkan munculnya displacement loop, TAS (termination-

associated sequence) dan runutan kaya C.

Motif ketiga merupakan mikrosatelit mitokondria yang konsisten ditemukan

pada semua genom mtDNA anggota Testudines (Caretta caretta, Laurent et al.

1995; P. subrufa, Zardoya & Meyer 1998; C. mydas, Kumazawa & Nishida 1999;

C. picta, Mindell et al. 1999). Pada lokasi yang berbeda, daerah kaya AT juga

ditemukan pada sebagian besar genom mtDNA Arthropoda (Boore 1999).

Jika ketiga runutan nukleotida berulang dibuang maka akan diperoleh

panjang daerah kontrol setara dengan yang ada pada vertebrata umumnya, yaitu

sekitar 1000 bp (Anderson et al. 1981). Motif runutan nukleotida berulang dalam

jumlah banyak tanpa jeda sepertinya tidak sejalan dengan sifat ekonomis sebagai-

mana menjadi ciri genom mtDNA (Moritz et a1.1987). Selain itu, dalam perjalanan

evolusi biasanya akan terjadi seleksi ke jumlah ulangan yang lebih sedikit (Lopez

eta/. 1996).

Selain ketiga motif DNA berulang, dalam daerah kontrol mtDNA D.

subplana ditemukan tiga motif CSB (conserved sequence block). Runutan nukleo-

tida dan lokasi ketiga CSB tersebut mempunyai kesamaan yang tinggi dengan

yang ada pada mtDNA yang khas vertebrata, yang kemudian membentuk domain

tengah yang stabil (the middle conserved domain). Domain ini diduga terlibat

dalam membentuk struktur tersier (Boore 1999) yang berperan dalam mengontrol

(45)

Analisis Filogeni

Runutan nukleotida lengkap mtDNA Dogania dan 18 spesies vertebrata

lainnya (Lampiran 5) digunakan untuk mempelajari hubungan filogeni anggota

amniota. Data runutan nukleotida dibagi menjadi tiga himpunan, yaitu pertama

gen-gen penyandi protein kecuali ND3 dan ND4L karena adanya translational

frameshifting dan ND6 karena disandikan oleh utas L, kedua semua gen penyandi

tRNA dan ketiga dua gen penyandi rRNA.

Perbandingan situs-situs nukleotida semua gen penyandi protein mengha-

silkan 10344 situs, 477 situs di antaranya dikesampingkan karena ada senjang.

Analisis filogeni dilakukan terhadap 6578 situs dari nukleotida pertama dan kedua

dari setiap kodon triplet. Dari jumlah itu, sebanyak 3612 situs dikategorikan

sebagai beragam dan sisanya (2966 situs) sebagai situs yang seragam untuk

semua spesies yang dianalisis. Dari situs yang beragam ditemukan sebanyak 2787

situs bersifat parsimoni, yaitu satu karakter yang berbeda dalam satu situs diwakili

oleh minimal dua spesies. Perbedaan runutan nukleotida antar spesies yang

dibandingkan berkisar antara 6% dan 30%, dan rata-rata rasio transisi terhadap

transversi sebesar 0.9. Translasi ke asam amino menghasilkan 3285 situs, yang

mana 2142 situs dikategorikan sebagai beragam dan 1656 situs bersifat parsimoni.

Perbedaan asam amino tersebut berkisar antara 8% dan 44%.

Semua gen tRNA digabung, tetapi bagian gelung DHU, TyC (thymine-

pseudouridine-cytosine) dan variable loops (Gambar 3.4) dibuang. Analisis

perbandingan nukleotida menghasilkan 1162 situs, yang dikategorikan sebagai

situs beragam sebanyak 864 situs dan yang dikategorikan bersifat parsimoni

sebanyak 665 situs. Perbedaan runutan nukleotida berkisar antara 7% dan 38%,

(46)

Perbandingan runutan nukleotida gen 12Sr RNA dan 16SrRNA menghasil-

kan 2887 situs yang kemudian 937 situs di antaranya dikesampingkan karena gap.

Sebanyak 1252 situs diantaranya beragam dan 1000 situs bersifat parsimoni.

Perbedaan runutan nukleotida berkisar antara 8% dan 35%, dan rata-rata rasio

transisi terhadap tranversi adalah 1 .O.

Analisis maksimum parsimoni menggunakan kombinasi ketiga himpunan

data menghasilkan pohon filogeni tunggal (Gambar 3.7 kiri) dengan indeks konsis-

tensi untuk karakter parsimoni sebesar 0.43. Topologi pohon filogeni tersebut

sama dengan yang diperoleh menggunakan metode NJ kecuali posisi ayam dan

burung falkon saling terbalik (Gambar 3.7 kanan). Pohon filogeni MP menunjukkan

bahwa testudines berada dalam satu cabang bersama-sama dengan anggota

diapsida, walaupun tidak didukung nilai bootstrap yang tinggi (40%). Pengelom-

pokan testudines dengan burung dalam satu klad ditunjukkan oleh pohon filogeni

NJ (Gambar 3.7 kanan).

Hubungan filogeni yang berbeda diperoleh jika menggunakan data asam

amino hasil translasi gen penyandi protein (Gambar 3.8). Meskipun begitu, ada

kecenderungan testudines lebih dekat ke arkosauria dibanding ke lepidosauria

(47)

I

Pembahasan

Organisasi genom, kandungan gen, komposisi nukleotida, penggunaan

kodon dan lokasi ORL menunjukkan bahwa mtDNA D. subplana dapat mewakili genom mtDNA yang khas vertebrata (Anderson et a/. 1981 ; Macey et al. 1997). Walaupun begitu, organisasi mtDNA yang sedikit berbeda dilaporkan terjadi pada

berbagai spesies vertebrata (Desjardins & Morais 1990; Paabo et a/. 1991 ; Macey et a/. 1997; Yoneyama 1987; Kumazawa & Nishida 1995; Kumazawa et al. 1998). Sedangkan pada tingkatan taksa yang jauh berbeda, misalnya Cephalochordata,

Molluscs, Brachiopoda dan Arthropoda, transposisi gen dan penggunaan kodon

ditemukan sangat berbeda (Boore 1999). Hal ini menunjukkan bahwa laju evolusi

organisasi mtDNA vertebrata jauh lebih rendah dibanding dengan laju evolusi

runutan nukleotidanya.

Motif runutan nukleotida ORL serta lokasinya ternyata tidak konsisten

ditemukan dalam mtDNA testudines, anggota reptilia lainnya dan beberapa

spesies burung. Hal yang sebaliknya adalah beberapa motif CSB secara

konsisten ditemukan dalam daerah kontrol mtDNA vertebrata. Selain motif CSB,

dalam daerah kontrol bisa ditemukan motif TAS, the middle conserved domain, dan ORH (origin replication of H strand). Dengan begitu, pendapat bahwa replikasi mtDNA vertebrata dilakukan dengan cara yang sangat stabil (Ojala et a/. 1981 ; Moritz et al. 1987; Yoneyama 1987; Boore 1999) masih bisa dipertahankan. Keberadaan motif-motif tersebut dalam daerah kontrol diperlukan untuk memben-

tuk struktur tersier yang fungsional (Boore 1999).

Daerah kontrol mtDNA vertebrata bisa dibagi menjadi tiga domain, yaitu

dua domain perifer yang sangat beragam dan domain tengah yang sangat stabil.

(48)

dengan motif DNA berulang secara tandem yang sangat besar di bagian 5' dan

mikrosatelit mitokondria TA dan ATATT di bagian 3'. Hal yang menarik adalah

domain tengah dan mikrosatelit mitokondria ditemukan sangat stabil antar spesies

testudines (pembahasan lebih lanjut dalam Bab 5). Mikrosatelit mitokondria di

bagian 3' hanya ditemukan pada anggota testudines (Zardoya & Meyer 1998; Mindell et al. 1999; Laurent et al. 1995, Kumazawa & Nishida 1999) tetapi tidak ada pada anggota reptilia lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa evolusi daerah

kontrol mtDNA bagi testudines masih relatif baru. Zardoya & Meyer (1998) menyarankan untuk memanfaatkan karakter mikrosatelit mitokondria sebagai

penanda genetik yang handal.

Runutan lengkap nukleotida genom mtDNA mungkin bisa digunakan untuk

memperkirakan waktu pemisahan beberapa spesies testudines menjadi lebih

tepat. Berdasarkan catatan fosil, pemisahan beberapa spesies testudines terjadi

lebih dari 100 juta tahun yang lalu. Sedangkan pemisahan anapsida dan diapsida

diperkirakan terjadi lebih dari 200 juta tahun yang lalu. Laurin & Reizs (1995) memperkirakan bahwa morfologi yang ekstrim dari kura-kura dibandingkan dengan

anggota amniota lainnya paling tidak terjadi sekitar 300 juta tahun yang lalu.

Berdasarkan catatan fosil, pemisahan kelompok-kelompok utama amniota terjadi

sekitar 250 juta tahun yang lalu.

Pada tingkat runutan nukleotida, Zardoya & Meyer (1 996) memperlihatkan

bahwa divergensi mtDNA mencapai titik yang jenuh (plateu) pada taksa-taksa yang

mempunyai waktu pemisahan di atas 200 juta tahun. Sebelum umur itu, antara

pertambahan waktu dan divergensi mtDNA masih menunjukkan hubungan yang

linear. Hal ini terlihat dari hasil analisis filogeni amniota yang melibatkan hubungan

(49)

(Gambar 3.7 dan 3.8). Selain itu, penggunaan data asam amino malah cenderung memasukkan mamalia ke dalam cabang diapsida (Gambar 3.8).

Meskipun begitu, hasil penelitian ini mendukung posisi kura-kura sebagai lebih

dekat dengan arkosauria dibanding dengan lepidosauria.

Ketersediaan runutan nukleotida lengkap mtDNA dari D. subplana sangat berguna untuk mempelajari lebih lanjut berbagai fenomena populasi dan hubungan

filogeni anggota testudines, salah satunya seperti dapat dilihat dalam Bab 4 dan 5.

Hasil penelitian ini memberi peluang yang besar untuk memanfaatkan runutan

nukleotida dari berbagai bagian mtDNA sebagai penanda genetik walaupun

beberapa laporan menyebutkan adanya masalah-masalah teknis yang mungkin

(50)

Kesimpulan

Ukuran mtDNA D. subplana adalah 17289 bp. Organisasi genom, kandungan gen, kornposisi basa, penggunaan kodon, lokasi ORL dan beberapa karakter

daerah kontrol rntDNA 0. subplana dapat mewakili mtDNA yang khas vertebrata. Adanya ruas DNA berulang secara tandem tanpa jeda di bagian 5' daerah kontrol

mtDNA D. subplana adalah unik, sedangkan rnikrosatelit mtDNA di bagian 3' daerah kontrol mtDNA merupakan ciri khas anggota testudines. Gen-gen penyandi

protein, tRNA dan rRNA, dan daerah kontrol genom rntDNA D. subplana secara kesatuan rnaupun terpisah dapat dijadikan penada molekular untuk mempelajari

(51)

Tabel 3.1. Karakteristik mtDNA labi-labi, D. subplana

- -

Gen Posisi dan Ukuran Kodon** Spasi ujung 5'

dari ke* ukuran lnisiasi Stop tRNA Phe

12Sr RNA tRNA Val

1 GSrRNA tRNA Leu(UUR) NDI

tRNA Ile

.

tRNA Gln

tRNA Met ND2 tRNA Trp tRNA Ala tRNA Asn tRNA Cys tRNA Tyr COI tRNA Ser(UCN) tRNA Asp COll tRNA Lys ATPase8 ATPase6 COlll tRNA Gly ND3 tRNA Arg ND4L ND4 tRNA His tRNA Ser(AGY) tRNA Leu (CUN) ND5 ND6 tRNA Glu tRNA Thr tRNA Pro ATG ATG GTG ATG ATG ATG ATG ATG ATG ATG ATG ATG ATG Tag TAA TAA TAA Taa Tac Tgg Tgg Tgt TAA AGA TAA CAACCAAAC A *** A TAACA C A T CCA TC CAA

Dloop 15470 17289 1820

* L

=

disandikan utas L [image:51.574.51.511.92.672.2]
(52)

Tabel 3.2. Komposisi nukleotida mtDNA

0.

subplana (Oh)

GenIKarakter

Seluruh mtDNA

12s rRNA

16s rRNA

tRNA (utas H)

tRNA (utas L)

Daerah kontrol

-

dloop

G 11.95 16.37 16.01 15.70 13.80 10.57 AT 61.30 59.79 61.45 61.94 51.62 63.88 A 35.33 37.82 39.85 35.66 27.78 30.70

Penyandi protein

-

utas H

nukleotida pertama nukleotida kedua nukleotida ketiga C 26.75 23.83 22.53 22.36 34.59 25.55 T 25.97 21.97 21.60 26.28 23.84 33.18 34.79 20.39 49.56

Penyandi protein

-

utas L [image:52.576.42.511.81.760.2]
(53)

Tabel 3.3. Jumlah penggunaan kodon (huruf cetak tegak) dan nilai indeks penggu- naan kodon (huruf cetak miring) dalam mtDNA

0.

subplana. lndeks penggunaan kodon adalah perbandingan jumlah kodon yang digunakan terhadap rata-rata jumlah kodon sinonimnya. Nama asam amino menggunakan singnkatan tiga huruf

Phe TTT 71 0.73

TTC 123 1.27

Leu TTA 155 1.75 TTG 19 0.21

Leu CTT 51 0.58

CTC 39 0.44

CTA 247 2.79

CTG 21 0.24

lle ATT 132 0.95

ATC 145 1.05

I Met ATA 206 1.75

ATG 29 0.25

Val GTT 34 0.97

GTC 29 0.83

GTA 72 2.06

GTG 5 0.14

Ser TCT 23 0.56

TCC 44 1.07

TCA 123 3.00

TCG 4 0.10

Pro CCT 23 0.50

CCC 38 0.83

CCA 115 2.51

CCG 7 0.15

Thr ACT 58 0.64

ACC 124 1.36

ACA 177 1.94

ACG 6 0.07

Ala GCT 39 0.75

GCC 87 1.68

GCA 78 1.51

GCG 3 0.06

Tyr TAT 53 0.95

TAC 58 1.05

* TAA 7 2.80

TAG 2 0.80

His CAT 33 0.74

CAC 56 1.26

Gln CAA 89 1.82

CAG 9 0.18

Asn AAT 39 0.58

AAC 95 1.42

Lys AAA 77 1.97

AAG 1 0.03

Asp GAT 17 0.65

GAC 35 1.35

Glu GAA 75 1.85

GAG 6 0.15

Cys TGT 9 0.67

TGC 18 1.33

Trp TGA 86 1.76

TGG 12 0.24

Arg CGT 6 0.40

CGC 12 0 8 0

CGA 41 2.73

CGG I 0.07

Ser AGT 18 0.44

AGC 32 0.78

AGA 1 0.40

AGG 0 0.00 Gly GGT 32 0.70

GGC 50 1.09

GGG 31 0.67

[image:53.576.40.512.84.755.2]
(54)

Dogania subplana mtDNA

17289 bp

Gambar 3.1. Situs pemotongan Mbol (angka cetak biasa) dan posisi penempelan primer (angka cetak tebal) dalam mtDNA

0.

subplana. Primer yang menempel di utas H [image:54.568.26.508.87.643.2]
(55)

Phe 12SrRNA

\

\

ND2

[image:55.568.44.492.112.612.2]

Dogania subplana mtDNA 17289 bp

Gambar 3.2. Peta genetik mtDNA

0.

subplana. Gen-gen yang disandikan utas

H

(56)

I--tRNA P h e - - - I--12S rRNA---

G T T A T T G T A G T T T A C A C W G C A T G G C A C T G A A A A T G C C A A G A C G T A C T C A T T A T C C C T C A C G A T T T G G T C C T T C T T T G T T A C 1 0 0

...

TTTTTACTAAACCTACACATGTAAGTATCAGCAAGCCAGTGAAATGCCCTAAAAGTCACATCAGACAAAAGGAGCTGGTATCAGGCACGCCACAGCAGCC 200

...

TTAAAACGGACCTGAGGTGCGCACACACCGCCCGTCACCCCCATCAACTTTCTGTTCACCCCACAAATCAGATGGGGTGTCGT 1 0 0 0

(57)

---I I--tRNA Val---

A A C A A G G T A A G T G T A C C G G A A G G T G C A C T T G G A C T A C C G G T T A 1100

---I I--16S rRNA---

TTTTGAGCAAAACTCTCAGCTCAACCAACCAGTATCAACCCAACAAACTAAATATTCCACACAAACTAAACTAAAACATTCTAACCATAATCCAAGTATA 1200

...

G T A C C T C T T G C A T C A T G A T T T A G C C A G A A T A A T A C C T C 1400

...

C G C T A G C T T A A A T C A G A A C A G A T A A A C T A C T G A T T A T T C C A 1900

...

C A G G A G C G T A A A C A A G A A A G A T T A A A A T C T G T A A A A G G C G T A T 2000

...

TAGGGGTGATGCCTGCCCAGTGACACTGTTCAACGGCCGCGGTATCCTAACCGTGCAAAGGTAGCGTAATCACTTGTCCTTTAAATAGGGACCAGTATGA 2100

...

AAGGCTAAACGAGGCCCTATCTGTCTCTTACAGATAATCAGTGAAATTGATCTTCTCGTGCAARAGCGAGAATATAAATATAAGACGAGAAGACCCTGTG 2200

(58)

---

I I - - ~ R N A Leu

(uu~)---

I ND1

C C C A A A A C A C A G G G C T G A T T G G G G T G G C A G A G C C A G G T ~ T A C A T G T T T 2800

M F

A T A C T A C T A T C T A A C C T A T T

Gambar

Gambar 1 .I. Beberapa hipotesis hubungan filogeni testudines dan anggota
Tabel 3.1. Karakteristik mtDNA labi-labi, D. subplana
Tabel 3.2. Komposisi nukleotida mtDNA 0. subplana
Tabel 3.3. Jumlah penggunaan kodon (huruf cetak tegak) dan nilai indeks penggu-
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menyatakan bahwa dengan metode senam irama dapat meningkatkan kemampuan motorik halus anak TK Pertiwi 04 Ngringo Jaten Karanganyar Tahun Ajran

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna sosial Industri Pariwisata Gunung Kawi bagi masyarakat Desa Wonosari dan ingin mengetahui tanggapan masyarakat terhadap

Data radiasi matahari pada Pulau Giliiyang berdasarkan software Homer ditunjukkan pada gambar 4. mempunyai rata-rata berkisar 5.8 kwh/m2/day tapi berdasarkan pengukuran

Rasio BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) dari ke- empat bank syariah tersebut menunjukkan bahwa selama periode 2010-2012 dalam kondisi SEHAT karena nilai

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah model kooperatif tipe STAD dengan audio visual dapat meningkatkan aktivitas siswa,

Berdasarkan hasil pengolahan data dengan uji statistik, ternyata secara empirik terdapat pengaruh yang signifikan pembelajaran dengan menggunakan media gambar

Bagaimana membuat sistem uji agar spektrometer digital ini dapat digunakan untuk mengukur panjang gelombang laser HeNe, lampu LED dan mencari hubungan linier antara pergeseran

Perbedaan dengan ketiga karya ilmiyah di atas adalah pada fokus pembahasan yaitu disini penulis lebih menekankan pada komunikasi interpersonal antara suami istri