• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I KONSEP DASAR MUTU PELAYANAN KESEHATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB I KONSEP DASAR MUTU PELAYANAN KESEHATAN"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

KONSEP DASAR MUTU PELAYANAN KESEHATAN

A.Kompetensi Dasar

1. Mampu menjelaskan pengertian mutu pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan kebidanan.

2. Mampu menjelaskan tentang persepsi mutu pelayanan kesehatan dan pelayanan kebidanan.

3. Mampu mendeskripsikan dimensi mutu pelayanan kesehatan dan kebidanan. 4. Mampu menguraikan manfaat program jaminan mutu pelayanan kesehatan dan

kebidanan.

B.Uraian Materi

1.1 Mutu Pelayanan Kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan sangat melekat dengan faktor- faktor subjektivitas individu yang berkepentingan dalam pelayanan kesehatan, seperti pasien, masyarakat dan organisasi masyarakat, profesi layanan kesehatan, dinas kesehatan, dan pemerintah daerah sehingga akan membentuk pendangan yang bereda dalam definisi mutu pelayanan kesehatan.

1.1.1 Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan

Definisi mutu menurut pakar utama dalam manajemen mutu terpadu (total quality management) adalah sebagai berikut:

1. Menurut Juran (V. Daniel Hunt, 1993:32), mutu produk adalah kecocokan penggunaan produk (fitneess for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan.

2. Crosby (1979:58) menyatakan mutu adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau di standarkan.

(2)

2

4. Mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.

5. Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan kebutuhan kepuasan pelanggan (ASQC dalam Wijoyo,1999)

6. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa yang dihasilkan, didalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman dan terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang dihasilkan tersebut (Din ISO 8402, 1986).

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa mutu pelayanan kesehatan adalah kesesuaian pelayanan kesehatan dengan kebutuhan klien/konsumen/pasar atau melebihi harapan.

Meskipun tidak ada definisi mutu yang diterima secara universal, namun dari definisi di atas dapat diambil beberapa elemen sebagai berikut:

a. Mutu mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan dalam pelayanan kesehatan.

b. Mutu mencakup produk, jasa manusia, proses dan lingkungan. c. Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah

Yoseph M. Juran terkenal dengan konsep "Trilogy" mutu dan mengidentifikasikannya dalam tiga kegiatan:

1. Perencanaan mutu meliputi: siapa pelanggan, apa kebutuhannya, meningkatkan produk sesuai kebutuhan, dan merencanakan proses untuk suatu produksi

2. Pengendalian mutu: mengevaluasi kinerja untuk mengidentifikasi perbedaan antara kinerja aktual dan tujuan.

3. Peningkatan mutu: membentuk infrastruktur dan team untuk melaksanakan peningkatan mutu. Setiap kegiatan dijabarkan dalam langkah-Iangkah yang semuanya mengacu pada upaya peningkatan mutu

(3)

3

dilakukan penilaian, baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, totalitas dari wujud serta ciri dan kepatuhan para penyelenggara pelayanan terhadap standar yang telah ditetapkan. Dalam kenyataan sehari-hari melakukan penilaian ini tidaklah mudah, penyebab utamanya ialah karena mutu pelayanan tersebut bersifat multi-dimensional. Tiap orang, tergantung dari latar belakang dan kepentingan masing-masing dapat saja melakukan penilaian dari dimensi yang berbeda. Misalnya penilaian dari pemakai jasa pelayanan kesehatan, dimensi mutu yang dianut ternyata sangat berbeda dengan penyelenggara pelayanan kesehatan ataupun dengan penyandang dana pelayanan kesehatan.

1.1.2 Persepsi Mutu Pelayanan Kesehatan

Setiap mereka yang terlibat dalam layanan kesehatan seperti pasien, masyarakat dan organisasi masyarakat, profesi layanan kesehatan, dinas kesehatan, dan pemerintah daerah, pasti mempunyai persepsi yang berbeda tentang unsur penting dalam menentukan mutu layanan kesehatan. Perbedaan ini antara lain disebabkan oleh terdapatnya perbedaan latar belakang, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, pengalaman, lingkungan dan kepentingan.

1. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan/masyarakat

Pasien/masyarakat (konsumen) melihat layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan dan diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan mampu menyembuhkan keluhannya serta mencegah berkembangnya atau meluas penyakitnya.

(4)

4 2. Bagi pemberi layanan kesehatan

Pemberi layanan kesehatan (provider) mengaitkan layanan kesehatan yang bermutu dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja atau protokol, kebebasan profesi dalam melakukan setiap layanan kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaimana keluaran (outcome) atau hasil layanan kesehatan tersebut.

Komitmen dan motivasi pemberi layanan kesehatan bergantung pada¬ kemampuannya dalam melaksanakan tugas dengan cara yang optimal. Profesi layanan kesehatan membutuhkan dan mengaharapkan adanya dukungan teknis, administratif, dan layanan pendukung lainnya yang efektif serta efisien dalam menyelenggarakan layanan kesehatan yang bermutu tinggi.

3. Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan

Penyandang dana atau asuransi kesehatan menganggap bahwa layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang efektif dan efisien. Pasien diharapkan dapat disembuhkan dalam waktu yang sesingkat mungkin sehingga biaya pengobatan dapat menjadi efisien. Kemudian upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit akan ditingkatkan agar layanan kesehatan penyembuhan semakin berkurang.

4. Bagi pemilik sarana layanan kesehatan

Pemilik sarana layanan kesehatan berpandangan bahwa layanan kesehatan yang bermutu merupakan layanan kesehatan yang menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif yang masih terjangkau oleh pasien/masyarakat, yaitu pada tingkat biaya yang tidak mendapat keluhan dari pasien dan masyarakat.

5. Bagi administrator layanan kesehatan

(5)

5 1.1.3 Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan

Menurut Robert dan Prevost (1987) perbedaan dimensi tersebut adalah: 1. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas dalam memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara petugas dengan pasien, keprihatinan serta keramah-tamahan petugas dalam melayani pasien, atau kesembuhan penyakit yang sedang diderita oleh pasien.

2. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan yang diselenggarakan dengan ilmu dan teknologi kesehatan, standar dan etika profesi, dan adanya otonomi profesi pada waktu menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.

3. Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efesiensi pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan, atau kemampuan dari pelayanan kesehatan mengurangi kerugian

Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal, banyak syarat yang harus dipenuhi, syarat yang dimaksud mencakup delapan hal pokok yakni: tersedia (available), wajar (appropriate), berkesinambungan (continue), dapat diterima (acceptable), dapat dicapai (accesible), dapat dijangkau (affordable), efisien (efficient) serta bermutu (quality).

Menurut Parasuraman dkk (1985) ada lima dimensi untuk menilai mutu pelayanan kesehatan yaitu :

1. Kehandalan (Reliability)

(6)

6

apa yang ditetapkan sehingga menimbulkan rasa percaya pasien terhadap pelayanan yang diberikan.

2. Empati (Emphaty)

Meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para pasien. Disamping itu empati dapat diartikan sebagai harapan pasien yang dinilai berdasarkan kemampuan petugas dalam memahami dan menempatkan diri pada keadaan yang dihadapi atau dialami pasien.

Empati diyakini berpengaruh terhadap hasil komunikasi dalam berbagai tipe dari hubungan-hubungan sosial kita sehari-hari, tanpa empati komunikasi diantara petugas kesehatan dengan pasien akan mengurangi kualitas pelayanan kesehatan.

Empati yakni peduli, memberi perhatian pribadi dengan pasien atau dengan kata lain kemampuan untuk merasakan dengan tepat perasaan orang lain dan untuk mengkomunikasikan pengertian ini kapada orang trsebut.

Sikap petugas yang sabar dan telaten dalam menghadapi pasien cukup memberikan harapan yang baik kepada pasien, disamping itu petugas memiliki rasa hormat, bersahabat, memahami keadaan yang dialami pasien dengan baik merupakan harapan para pasien.

3. Berwujud (Tangibles)

Kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan aksistensinya kepada pihak ekseternal, dimana penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa yaitu meliputi fasilitas fisik (gedung), perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi), dn penampilan pegawai serta media komunikasi.

4. Ketanggapan (Responsiveness)

(7)

7

membiarkan pasien menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan.

5. Jaminan Kepastian (Assurance)

Yaitu mencakup pengetahuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki petugas kesehatan, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan. Asuransi diartikan sebagai salah satu kegiatan menjaga kepastian atau menjamin keadaan dari apa yang dijamin atau suatu indikasi menimbulkan rasa kepercayan Selain itu dimensi mutu pelayanan kesehatan meliputi:

1. Kompetensi Teknis (Technical Competence)

Keterampilan, kemampuan dan penampilan petugas, manajer dan staf pendukung dalam memberikan pelayanan kepada pasien sehingga menimbulkan kepuasan pasien. Kompetensi teknis berhubungan dengan bagaimana cara petugas mengikuti standar pelayanan yang telah ditetapkan 2. Akses terhadap pelayanan (Accessibility)

Akses atau jalan dalam memberikan pelayanan kepada pasien tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial ekonomi, budaya, organisasi maupun hambatan yang terjadi karena perbedaan bahasa.

a. Geografis

Dalam hal ini keadaan geografis merupakan keadaan daerah yang akan mendapat pelayanan, dapat diukur dengan jenis tansportasi yang digunakan untuk menuju tempat pasien, jarak / jauh dan tidaknya tempat yang dituju, waktu perjalanan.

b. Akses ekonomi

(8)

8

melalui bantuan misalnya dari pemerintah dengan menggunakan ASKESKIN

c. Akses sosial atau budaya

Berkaitan dengan diterimanya pelayana yang dikaitkan dengan nilai budaya, kepercayaan dan perilaku dari masyarakat setempat.

d. Akses organisasi

Berkaitan dengan sejauh mana pelayanan diatur untuk kenyamanan pasien, jam kerja klinik, waktu tunggu.

e. Akses bahasa

Pelayanan diberikan dalam bahasa atau dialek setempat yang dipahami pasien.

3. Efektifitas (Effectiveness)

Kualitas pelayanan kesehatan tergantung dari efektifitas yang menyangkut norma pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis sesuai dengan standar yang ada.

4. Hubungan Antar Manusia (Interpersonal Relation)

Berkaitan dg interaksi antara petugas kesehatan dengan pasien, manajer dan petugas, dan antara tim kesehatan dengan masyarakat.

5. Efisiensi (Efficiency)

Pelayanan yang efisien akan memberikan perhatian yang optimal daripada memaksimalkan pelayanan kepada pasien dan masyarakat. Petugas akan memberikan pelayanan yang terbaik dengan sumber daya yang dimiliki

6. Kelangsungan pelayanan (Continuity)

Pasien akan menerima pelayanan yang lengkap yang dibutuhkan termasuk rujukan tanpa interupsi, berhenti atau mengulangi prosedur, diagnosa dan terapi yang tidak perlu.

7. Keamanan (Safety)

(9)

9 8. Kenyamanan (Amnieties)

Berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang tidak berhubungan langsung dengan efektifitas klinis, tetapi dapat mempengaruhi kepuasan pasien dan bersedianya untuk kembali ke fasilitas kesehatan untuk memperoleh pelayanan berikutnya (L.D. Brown et al, op.cit., hlm 2-6).

1.1.4 Manfaat Program Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan

Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang dilakukan secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun saran-saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan.

Program menjaga mutu dapat dilaksanakan, sehingga banyak manfaat yang akan diperoleh. Secara umum beberapa manfaat yang dimaksudkan adalah: a) Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.

Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat hubungannya dengan dapat diselesaikannya masalah yang tepat dengan cara penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan diselenggarakannya program menjaga mutu dapat diharapkan pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah dilakukan secara benar.

b) Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan.

Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya penyelenggaraan pelayanan yang berlebihan atau yang dibawah standar. Biaya tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau karena harus mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang dibawah standar akan dapat dicegah.

(10)

10

Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan.

Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperan besar dalam turut meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari kemungkinan munculnya gugatan hukum.

1.2 Mutu Pelayanan Kebidanan

1.1.1 Pengertian Mutu Pelayanan Kebidanan

Pelayanan kebidanan merupakan tugas yang menjadi tanggung jawab praktek profesi bidan dalam sistem pelayanan kesehatan yang bertujuan meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat sesuai dengan standar pelayanan kebidanan. Terdapat beberapa definisi mutu yang dapat diterapkan dalam pelayanan kebidanan yaitu: 1. Pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan

kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan (Azrul Azwar)

2. Memenuhi dan melebihi kebutuhan dan harapan pelanggan melalui peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses (Mary Z. Zimmerman). 3. Tingkatan di mana layanan kesehatan untuk individu atau penduduk mampu

meningkatkan hasil kesehatan yang diingin- kan dan konsisten dengan pengetahuan profesional saat ini (Institute of Medicine, USA).

4. Tingkatan dimana layanan yang diberikan sesuai dengan persyaratan bagi layanan yang baik (Avedis Donabedian).

(11)

11

kode etik profesi yang telah ditetapkan melalui peningkatan yang berkelanjutan atas semua proses.

1.1.2 Persepsi Mutu Pelayanan Kebidanan

Setiap orang akan menilai mutu pelayanan kebidanan berdasarkan standar atau karakteristik yang berbeda-beda, hal ini karena dipengaruhi oleh subjektivitas orang- orang yang berkepentingan dalam pelayanan kebidanan.

a. Bagi pemakai jasa pelayanan kebidanan

Klien/masyarakat (konsumen) melihat pelayanan kebidanan yang bermutu sebagai suatu pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan dan diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan mampu mengatasi permasalahannya. Persepsi klien/masyarakat yang merasa puas akan berpengaruh dalam kepatuhan dan kunjungan ulang dalam pelayanan kebidanan. Provider harus memahami status dan kebutuhan pelayanan kebidanan klien, mendidik dan melibatkan masyarakat dalam menentukan cara efektif penyelenggaraan pelayanan kebidanan, sehingga diperlukan suatu hubungan yang saling percaya antara provider dengan klien/masyarakat.

b. Bagi pemberi pelayanan kebidanan

Pemberi layanan kebidanan (provider) mengaitkan pelayanan kebidanan yang bermutu dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja atau protokol, kebebasan profesi dalam melakukan setiap pelayanan kebidanan sesuai dengan teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaimana keluaran (outcome) atau hasil pelayanan kebidanan tersebut. Komitmen dan motivasi provider bergantung pada¬ kemampuannya dalam melaksanakan tugas dengan cara yang optimal. c. Bagi penyandang dana pelayanan kebidanan

(12)

12 d. Bagi pemilik sarana pelayanan kebidanan

Pelayanan kebidanan yang bermutu merupakan pelayanan yang menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif yang masih terjangkau oleh klien/masyarakat, yaitu pada tingkat biaya yang tidak mendapat keluhan dari pasien dan masyarakat.

e. Bagi administrator pelayanan kebidanan

Administrator dapat menyusun prioritas dalam menyediakan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan klien/masyaraat serta pemberi layanan kebidanan.

1.1.3 Dimensi Mutu Pelayanan Kebidanan di Indonesia

Mutu pelayanan kebidanan adalah mutu jasa yang bersifat multidimensi. Dimensi mutu pelayanan kebidanan berdasarkan L.D. Brown meliputi:

a. Dimensi kompetensi teknis

Kompetensi teknis pelayanan kebidanan meliputi ketrampilan, kemampuan dan penampilan atau kinerja provider. Dimensi ini menitiberatkan pada kepatuhan provider dalam melaksanakan kinerja berdasarkan standar pelayanan kebidanan yang telah ditentukan profesi. Tidak terpenuhinya dimensi ini akan berakibat terhadap mutu pelayanan kebidanan.

b. Dimensi keterjangkauan atau akses

Dimensi ini mempunyai arti bahwa pelayanan kebidanan harus dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat tanpa terhambat faktor geografi, ekonomi dan sosial. Pelayanan kebidanan saat ini sudah mencapai tempat terdekat dengan masyarakat, yaitu dengan penempatan bidan di desa semenjak tahun 1998 dan adanya program pemerintah dalam jaminan kehamilan, persalinan dan keluarga berencana (KB).

c. Dimensi efektifitas

(13)

13

tergantung dari penggunaan standar pelayanan kebidanan dengan tepat, konsisten dan sesuai dengan situasi setempat.

d. Dimensi efisiensi

Pelayanan kebidanan yang efisien dapat melayani lebih banyak klien. Pelayanan kebidanan yang memenuhi standar peayanan umumnya tidak mahal, nyaman bagi klien, waktu efektif dan menimbulkan risiko minimal bagi klien. e. Dimensi kesinambungan

Kesinambungan pelayanan kebidanan artinya klien dapat dilayani sesuai kebutuhannya, termasuk kebutuhan rujukan jika diperlukan. Klien mempunyai akses ke pelayanan lanjutan jika diperlukan, termasuk riwayat pelayanan kebidanan sebagai rujukan untuk pelayanan lanjutan.

f. Dimensi keamanan

Dimensi keamanan artinya pelayanan kebidanan harus aman, baik bagi provider maupun klien maupun masyarakat sekitarnya. Pelayanan kebidanan yang bermutu harus aman dari risiko cedera, infeksi, efek samping, atau bahaya lain. Misalnya asuhan persalinan, pasien maupun provider harus aman dari asuhan yang dilaksanakan. Bagi klien harus aman ketika melahirkan baik ibu maupun bayinya, sedangkan provider juga harus aman dari risiko yang diakibatkan oleh karena pelayanan kebidanan.

g. Dimensi kenyamanan

Dimensi ini berhubungan dengan kepuasan klien sehingga mendorong klien datang kembali ke tempat pelayanan kebidanan tersebut. Kenyamanan atau kenikmatan dapat menimbulkan kepercayaan klien. Kenyamanan juga terkait dengan penampilan fisik pelayanan kebidanan, provider, peralatan medis dan nonmedis. Misalnya, tersedianya tempat tertutup pada saat pemeriksaan, AC, kebersihan daat menimbulkan kenyamanan bagi kien.

h. Dimensi informasi

(14)

14 i. Dimensi ketepatan waktu

Pelayanan kebidanan yang bermutu harus memperhatikan ketepatan waktu dalam pelayanan serta efiektif dan efisien.

j. Dimensi hubungan antar manusia

Hubungan antar manusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan atau kredibilitas dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling menghormati, responsif, memberi perhatian dan lain-lain. Hubungan antar manusia ini merupakan interaksi yang positif antara provider dan klien.

Dimensi pelayanan kebidanan merupakan suatu kerangka pikir yang dapat digunakan dalam menganalisis masalah mutu pelayanan kebidanan yang sedang dihadapi dan kemudian mencari solusi yang diperlukan untuk dapat mengatasinya. Jika terdapat ketidakpuasan klien, maka analisis dilakukan pada setiap dimensi pelayanan kebidanan. Peran utama sistem pelayanan kebidanan adalah selalu menjamin mutu pelayanan dan selalu menngkatkan mutu pelayanan yang diberikan. Semakin meningkatnya perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan kebidanan, pemahaman pendekatan jaminan mutu pelayanan menjadi semakin penting.

C.Rangkuman Materi

Mutu pelayanan kesehatan/kebidanan adalah kesesuaian pelayanan kesehatan /kebidanan dengan kebutuhan klien/konsumen/pasar atau melebihi harapan. Mutu pelayanan kesehatan/ kebidanan memiliki banyak persepsi berdasarkan pengguna pelayanan, pemberi pelayanan, penyandang dana layanan, penyelenggara layanan dan administrator layanan kesehatan/kebidanan.

(15)

15

Mutu pelayanan kebidanan adalah mutu jasa yang bersifat multidimensi. Menurut L.D. Brown dimensi mutu pelayanan kesehatan/kebidanan meliputi: dimensi kompetensi tekni, dimensi keterjangkauan atau akses, dimensi efektifitas, dimensi efisiensi, dimensi kesinambungan, dimensi keamanan, dimensi kenyamanan, dimensi informasi, dimensi ketepatan waktu, dan dimensi hubungan antar manusia.

D.Latihan/Tugas

1. Diskusikan persepsi mutu pelayanan kebidanan bagi klien, bidan, penyandang dana, pemilik layanan keebidanan dana, dan administrator!

2. Uraikan manfaat jaminan mutu pelayanan kebidanan!

E.Rambu-Rambu Jawaban Soal

1. Persepsi mutu pelayanan kebidanan meliputi: a. Bagi pemakai jasa pelayanan kebidanan

Klien/masyarakat (konsumen) melihat pelayanan kebidanan yang bermutu sebagai suatu pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan dan diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan mampu mengatasi permasalahannya. Persepsi klien/masyarakat yang merasa puas akan berpengaruh dalam kepatuhan dan kunjungan ulang dalam pelayanan kebidanan. Provider harus memahami status dan kebutuhan pelayanan kebidanan klien, mendidik dan melibatkan masyarakat dalam menentukan cara efektif penyelenggaraan pelayanan kebidanan, sehingga diperlukan suatu hubungan yang saling percaya antara provider dengan klien/masyarakat.

b. Bagi pemberi pelayanan kebidanan

(16)

16

bergantung pada kemampuannya dalam melaksanakan tugas dengan cara yang optimal.

c. Bagi penyandang dana pelayanan kebidanan

Penyandang dana atau asuransi kesehatan menganggap bahwa layanan kebidanan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang efektif dan efisien. Klien diharapkan dapat pulih dalam waktu yang sesingkat mungkin sehingga biaya pengobatan dapat menjadi efisien. Upaya promosi dan preventif lebih ditingkatkan agar layanan kesehatan penyembuhan semakin berkurang.

d. Bagi pemilik sarana pelayanan kebidanan

Pelayanan kebidanan yang bermutu merupakan pelayanan yang menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif yang masih terjangkau oleh klien/masyarakat, yaitu pada tingkat biaya yang tidak mendapat keluhan dari pasien dan masyarakat. e. Bagi administrator pelayanan kebidanan

Administrator dapat menyusun prioritas dalam menyediakan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan klien/masyaraat serta pemberi layanan kebidanan.

2. Manfaat jaminan mutu pelayanan kebidanan yaitu: dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan, dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan, dan dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.

F. Daftar Pustaka

1. Depkes, 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.

2. Azrul Azwar, 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi ke tiga, Binarupa Aksara. Jakarta. hal. 44-7.

3. Tjiptono F.1998. Total Quality Manajemen.

(17)

17

5. Wiyono DJ. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan : Teori, Strategi dan Aplikasi, Universitas Airlangga, Surabaya.

6. Depkes. 2005. Quality Assurance.

7. -. 2005. Standar for the practice of midwifery.

8. Pohan, Imbalo, S. 2002. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Penerbit buku kedokteran: EGC.Jakarta.

9. Vincent G. 2005. Total Quality Management, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

(18)

18 BAB II

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU PELAYANAN KEBIDANAN

A. Kompetensi Dasar

1. Mampu menguraikan bentuk program menjaga mutu perspektif yang meliputi: Standarisasi; Lisensi; Sertifikasi; akreditasi.

2. Mampu menguraikan program menjaga mutu konkurent.

3. Mampu menguraiakan program menjaga mutu retrospektif yang meliputi: Review Jaringan Rekam Medik; Review Jaringan; Survey Klien.

4. Mampu menjelaskan program menjaga mutu internal. 5. Mampu mendefinisikan program menjaga mutu eksternal.

B. Uraian Materi

2.1Bentuk Program Menjaga Mutu 2.1.1 Penjaminan Mutu

Penjaminan mutu pelayanan kesehatan adalah upaya yang sistematis dan berkesinambungan dalam memantau dan mengukur mutu serta melakukan peningkatan mutu yang diperlukan agar mutu layanan kesehatan senantiasa sesuai dengan standar layanan kesehatan yang disepakati.

Istilah jaminan mutu layanan kesehatan ini mencakup semua kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu. Contoh istilah tersebut meliputi total quality management (TQM) atau manajemen mutu terpadu, continous quality improvement

atau peningkatan mutu berkesinambungan, quality management atau manajemen mutu. Dengan demikian jaminan mutu layanan kesehatan mencakup kegiatan : 1. Mengetahui kebutuhan dan harapan pasien/masyarakat yang menjadi pelanggan

eksternal layanan kesehatan.

2. Menggunakan semua kemampuan dan bakat orang yang terdapat dalam instansi pelayanan kesehatan.

(19)

19

4. Bekerja dalam kelompok yang terdiri dari setiap orang yang terlibat dengan pengakuan bahwa semua tenaga kesehatan merupakan sumber daya mutu dan produktivitas sehingga setiap tenaga kesehatan akan merasa bahwa kontrbusinya kepada instansi pelayanan kesehatan layanan kesehatan dihargai.

5. Menghindarkan pemborosan setiap bagian instansi pelayanan kesehatan layanan kesehatan, termasuk waktu, karena waktu adalah uang.

6. Mengelola semua proses untuk menghasilkan apa yang dianggap penting, tetapi pada saat yang sama harus mendorong orang menjadi inovatif dan kreatif.

7. Semua kegiatan itu harus selalu dikerjakan, karena mutu adalah doing the right things all the times.

Pada dasarnya tahapan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan dilaksanakan melalui :

a. Sadar mutu

b. Penyusunan standar

c. Mengukur apa yang dicapai

d. Membuat rencana peningkatan mutu layanan kesehatan yang diperlukan.

Semua langkah dalam siklus jaminan mutu layanan kesehatan atau lingkaran mutu selalu berulang dan berkesinambungan serta tidak pernah berhenti, seperti terlihat dalam gambar lingkaran mutu.

Gambar 2.1 Lingkaran mutu

(20)

20

Keberhasilan suatu upaya pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan memerlukan hal-hal berikut :

a. Komitmen dari pemimpin instansi pelayanan kesehatan puncak b. Komitmen dari semua personel

c. Kejelasan tanggung jawab kegiatan jaminan mutu layanan kesehatan d. Bersedia melakukan perubahan sikap

e. Pencatatan yang akurat

f. Komunikasi yang efektif pada setiap tingkat instansi pelayanan kesehatan

g. Pelatihan tentang pengetahuan dan ketrampilan mutu dan jaminan mutu layanan kesehatan.

2.1.2 Total Quality Manajemen (TQM)

Perkembangan “mutu” itu dari cara inspection, quality control, quality assurance sampai ke total quality sangat bervariasi sesuai dengan perkembangan ilmu. Jepang menggunakan istialah quality control untuk seluruhnya. Sedangkan di Amerika memakai istilah “continuous quality improvement” untuk “total quality” dan Inggris memakai istilah quality assurance untuk “quality assurance”,

continuous quality improvement maupun untuk total quality dan tidak

membedakannya.

Gambar 2.2 Skema sederhana perkembangan mutu

Sumber : Nasution, 2001

Inspection

Quality Control (QC)

Quality Assurance (QA)

(21)

21

Shewart mengembangkan dan mengadopsi serta menerapkan kaidah statistic sebagai quality control serta memperkenalkan pendekatan siklus P-D-S-A (Plan, Do, Study, Act) yang mana hal ini kemudian dikembangkan oleh muridnya Deming

sebagai P-D-C-A (Plan, Do, Check, Action). Kaidah PDCA ini menjadi cikal bakal yang kemudian dikenal sebagai “generic form of quality system” dalam “quality assurance” dari BSI (British Standards of Institute) yang kemudian menjadi seri

ISO 9000 dan 14000. 1. Definisi TQM

Total quality management (TQM) adalah suatu cara pendekatan dalam upaya

meningkatkan efektifitas, efisiensi dan responsive instansi pelayanan kesehatan dengan melibatkan seluruh staf/karyawan dalam segala proses aktifitas meningkatkan mutu dalam rangka memenuhi kebutuhan/tuntutan konsumen pengguna jasa instansi pelayanan kesehatan-instansi pelayanan kesehatan tersebut. Ini merupakan suatu tingkat tertinggi dalam upaya instansi pelayanan kesehatan tersebut untuk mencapai tingkat dunia. Secara jelas akan dijelaskan mengenai TQM lebih lanjut.

2. Pilar Dasar dalam TQM

Menurut Lewis dan Smith (1994) terdapat 4 pilar dasar dalam penerapan konsumen yaitu:

a. Kepuasan konsumen

Untuk dapat memberikan kepuasan kepada konsumen, langkah awal yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi siapa pelanggan instansi pelayanan kesehatan, apa kebutuhan dan keinginan mereka

b. Perbaikan terus menerus

Konsumen akan selalu mengalami dinamika seiring lingkungan bisnis yang terus mengalami perubahan. Oleh karena itu, instansi pelayanan kesehatan harus mampu mengikuti perubahan kebutuhan dan keinginan konsumen. c. Hormat/ respek terhadap setiap orang

(22)

22

itu setiap orang dalam instansi pelayanan kesehatan harus diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan.

d. Manajemen berdasarkan fakta

Setiap keputusan yang diambil akan memberikan hasil yang memuaskan jika didasarkan pada data dan informasi yang obyektif, lengkap dan akurat.

3. Elemen-elemen pendukung TQM

Untuk mendukung penerapan TQM, terdapat 10 elemen-elemen pendukung yang harus diperhatikan instansi pelayanan kesehatan (Goetsch dan Davis : 1994) yaitu :

a. Fokus pada pelanggan

Dalam instansi pelayanan kesehatan TQM, pelanggan internal dan pelanggan eksternal merupakan kekuatan pendorong aktivitas instansi pelayanan kesehatan. Pelanggan eksternal menentukan kualitas pelayanan yang mereka terima, sedangkan pelanggan internal berperan dalam menentukan kualitas SDM, proses dan lingkungan yang berhubungan dengan produk/jasa yang dihasilkan.

b. Obsesi terhadap kualitas

Dalam instansi pelayanan kesehatan TQM, pelanggan internal dan eksternal sebagai penentu kualitas. Instansi pelayanan kesehatan harus memiliki obsesi untuk memenuhi atau melebihi kualitas yang telah ditentukan pelanggan, dengan melibatkan aktif semua karyawan pada berbagai level.

c. Pendekatan ilmiah

Segala aktivitas instansi pelayanan kesehatan TQM terutama menyangkut desain karyawanan, proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah harus didasarkan pada kaidah ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan dan diterima semua pihak yang terlibat.

d. Komitmen jangka panjang

(23)

23

jangka panjang dari seluruh elemen instansi pelayanan kesehatan sangat diperlukan untuk mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM bias berjalan baik. Menajemen puncak merupakan pendorong proses pengembangan kualitas, pencipta nilai, tujuan, dan system. Goetsch dan davis (1994) menegaskan komitmen harus diwujudkan paling tidak sepertiga waktu menajemen puncak digunakan untuk terlibat langsung dalam usaha implementasi TQM. Kurangnya komitmen menajemen puncak merupakan salah satu penyebab kegagalan penerapan TQM .

e. Kerjasama tim

Dalam instansi pelayanan kesehatan TQM keberhasilan hanya akan dicapai jika ada kerjasama dari seluruh elemen yang terkait, baik kerja sama antar elemen internal instansi pelayanan kesehatan maupun dengan pihak eksternal instansi pelayanan kesehatan.

f. Perbaikan sistem secara berkesinambungan

Setiap produk yang dihasilkan instansi pelayanan kesehatan selalu melalui tahapan / proses tertenu di dalam suatu system/lingkungan. Oleh karena itu system yang ada perlu terus diperbaiki agar selalu mendukung upaya pencapaian kualitas.

g. Pendidikan dan Latihan

(24)

24 h. Kebebasan yang terkendali

Dalam instansi pelayanan kesehatan TQM, para karyawan diberi kesempatan luas untuk turut serta dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Hal ini dilakukan agar dapat meningkatkan tanggung jawab karyawan terhadap segala keputusan yang yang telah disepakati bersama. Meskipun demikian, kebebasan dan keterlibatan para karyawan harus didasari dengan rentang kendali yang terarah agar keterlibatan mereka selalu mengacu pada standar proses yang telah ditentukan

i. Kesatuan tujuan

Segala aktivitas seluruh elemen dalam instansi pelayanan kesehatan TQM harus mengarah pada satu tujuan yang sama. Akan tetapi kesatuan tujuan ini bukan berarti bahwa harus selalu ada persetujuan/ kesepakatan antara pihak manajemen dan karyawan mengenai upah dan kondisi kerja.

j. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan

Para karyawan merupakan sumber daya sangat berharga bagi instansi pelayanan kesehatan. Pemberdayaan terhadap para karyawan dapat diartikan sebagai pemberian wewenang dan kekuasaan kepada mereka dalam pengambilan keputusan, kontrol terhadap karyawan mereka, dan kemudahan dalam memuaskan pelanggan.

Creech (1996) menyatakan bahwa agar penerapan TQM berhasil, empat kriteria berikut harus dipenuhi instansi pelayanan kesehatan yaitu :

a. TQM harus didasarkan atas kesadaran terhadap pentingnya kualitas.

b. TQM harus memiliki sifat kemanusian yang kuat yang tercermin pada cara karyawan diperlakukan, diikut sertakan dan diberi inspirasi.

c. TQM harus didasarkan pada pendekatan desentralisasi dengan memberikan pemberdayaan dan keterlibatan pada karyawan pada semua level.

(25)

25 4. Pedoman dalam penerapan TQM

Agar penerapan TQM memperoleh keberhasilan, instansi pelayanan kesehatan harus memiliki pedoman yang jelas dan terarah. Dalam penerapan TQM, instansi pelayanan kesehatan bisa mengacu pada atribut efisiensi yang dikemukakan oleh Oakland (1994), yaitu :

a. Commitment (komitmen)

Komitmen untuk menyediakan produk atau layanan yang efisien dan menguntungkan harus ditunjukkan oleh manajemen dan instansi pelayanan kesehatan.

b. Consistency (konsistensi)

Instansi pelayanan kesehatan harus menyediakan produk dengan kerja yang consisten misalnya ketepatan spesifikasi, ketepatan jadwal, ketepatan pengiriman dll

c. Competence (kompotensi)

Instansi pelayanan kesehatan harus menyediakan karyawan dengan kemampuan atau kompotensi yang unggul untuk melaksanakan tugas-tugas atau karyawanan sehingga mendukung pencapaian sasaran instansi pelayanan kesehatan.

d. Contact (hubungan)

Instansi pelayanan kesehatan harus mampu menjalin hubungan baik dengan consumen, karena tujuan instansi pelayanan kesehatan hádala menyediakan produk yang sesuai dengan harapan dan keinginan consumen.

e. Communication (komuniksi)

Instansi pelayanan kesehatan harus mampu menjalin komunikasi yang baik dengan consumen agara spesifikasi produk yang diinginkan consumen bisa diterjemahkan dengan baik oleh instansi pelayanan kesehatan

f. Credibility (kredibilitas)

(26)

26 g. Compasion (perasaan)

Instansi pelayanan kesehatan harus memiliki rasa simpati terhadap konsumen eksternal terutama menyangkut kebutuhan dan harapan mereka, konsumen internal (pegawai) menyangkut haknya.

h. Courtesy (kesopanan)

Instansi pelayanan kesehatan melalau para karyawan harus menunjukkan sikap sopan kepada consumen terutam karyawan yang langsung berhubungan dengan consumen.

i. Cooperation (kerjasama)

Instansi pelayanan kesehatan harus bisa menciptakan iklim kerja yang baik antar karyawan maupun antara instansi pelayanan kesehatan dengan kosumen.

j. Capability (kemampuan)

Instansi pelayanan kesehatan harus memiliki kemampuan untuk melakukan pengambilan keputusan dan melakukan tindakan yang berkaitan dengan pelayanan.

k. Confidence (kepercayaan)

Instansi pelayanan kesehatan harus memiliki rasa percata diri bahwa instansi pelayanan kesehatan mampu menyediakan produk atau layanan sesuai kebutuhan dan harapan consumen. Rasa percata diri harus tertanam keseluruh diri karyawan.

l. Criticism (kritik)

Instansi pelayanan kesehatan harus bersedia menerima kritican dari siapapun, baik dari karyawan maupun dari eksternal terutama kritik dari konsumen.

(27)

27

Gambar 2.3 Bagan alur TQM

Sumber : Nasution, 2001

5. Hambatan dalam penerapan TQM

Pada pelaksanaan TQM masih terdapat hambatan dalam penerapannya. Dalam Sawarjuono (1996) disebutkan bahwa suatu studi tentang kegagalan atau factor penghambat penerapan TQM. Show, et al (1995) meneliti faktor kegagalan penerapan TQM pada Strong Memorial Memorial di Rochester. Hasil studi menemukan 8 hal sebagai penyebab kegagalan atau hambatan dalam penerapan TQM yaitu :

a. Pembentukan tim yang keliru

b. Tujuan pembentukan yang tidak jelas

c. Seringnya terjadi pergantian tim padahal penggantinya tidak pernah mengikuti pelatihan TQM

d. Kurangnya pemahaman tentang TQM Organizational Practices

Leadership, Mission statement,Effective operating procedures, Staff support, Training

Quality principles

Customer focus, Continuous improvement, Benchmarking, Just-in-Time, Tools of TQM.

Customer Statisfaction

Winning order, Repeat customers

Yield : An affective organization with a competitive advantage Employee fulfiilment

Empowerment, Organizational commitment

(28)

28

e. Komunikasi antar anggota tim yang tidak lancar

f. Identifikasi masalah tidak dilakukan berdasar prinsip-prinsip TQM

g. Prinsip-prinsip TQM tidak dilaksanakan secara menyeluruh pada semua lapisan manajemen.

h. Pimpinan puncak menghendaki pemecahan masalah secara cepat, tanpa proses yang bertele-tele.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Sawarjuono (1996) mengklasifikasikan faktor penyebab kegagalan penerapan TQM menjadi 2 (dua) yaitu :

1. Faktor internal instansi pelayanan kesehatan meliputi : a. Top manjemen tidak melaksanakan komitmennya b. Kurangnya keterlibatan seluruh elemen

c. Struktur yang tidak sesuai kebutuhan TQM

d. Kurangnya pemahaman tentang apa yang dimaksud filosofi TQM e. Kurangnya pelatihan yang memadai

f. Kepemimpinan yang kurang memadai

g. Keengganan anggota untuk menerima perubahan

h. Manajemen tidak tanggap terhadap dampak sosial akibat perubahan lingkungan kerja

i. Upaya perbaikan kualitas mengabaikan biaya

j. Manajemen kurang memperhatikan penghargaan terhadap para karyawan k. Manjemen mengabaikan faktor waktu, artinya manejemen menginginkan

perubahan yang dapat tanpa melalui proses perubahan manajemen

l. Para karyawan tidak diberi kesempatan untuk menemukan cara pemecahan masalah

2. Faktor eksternal instansi pelayanan kesehatan meliputi : a. Ketidakmampuan mengontrol kualitas produk pemasok

(29)

29

c. Lack of guidance, artinya pengarahan yang diberikan oleh konsultan kurang memadai atau pihak manajemen kurang sepenuhnya memberi kepercayaan kepada konsultan sehingga peran konsultan tidak optimal. Berdasarkan temuan Tatikonda dan Tatikonda maka mengidentifikasi 10 hambatan dalam penerapan TQM yaitu :

1. Lack of vision

Visi merupakan gambaran tentang masa depan dan apa yang ingin dicapai pada masa datang . Dalam visi disebutkan target dan identifikasi masa depan. 2. Lack of customer fokus

Ketidak pahaman terhadap kepuasan konsumen, kurangnya pememahaman yang mendorong loyalitas konsumen, dan perbaikan kualitas yang tidak memberikan nilai pada konsumen merupakan penyebab kegagalan TQM 3. Lack of Management Commitmen

Semua guru yang berkualitas menyatakan bahwa hambatan terbesar perbaikan kualitas adalah kurangnya komitmen top manajemen.

4. Training With no Purpose

Banyak program pelatihan berkaitan dengan TQM yang tidak relevan dengan tujuan atau para karyawan tidak memiliki ide dan pemahaman arti pentingnya pelatihan

5. Lack of cost and Benefit Analisys

Tidak mengukur biaya sebagai akibat kualitas yang rendah maupun keuntungan program perbaikan

6. Organization Structure

(30)

30 7. TQM creating its own bureaucracy

Seringkali usaha usaha TQM didelegasikan kepada “Kaisar / Raja” Kualitas yang menciptakan kerajaan kualitas. Kualitas menjadi proses paralel, tercipta lapisan birokrasi baru dengan aturan, standard an pelaporan staf sendiri. 8. Lack of Measurment or Erroneus measurements.

Penggunaan indicator keberhasilan yang keliru atau tidaka adanya indicator kinerja perbaikan mutu merupakan penyebab kegagalan TQM. Misalnya mengukur kinerja jangka pendek menggunakan ukuran kinerja jangka panjang.

9. Rewards And Rekognition

Agar TQM berhasil, instansi memberi pengakuan dan penghargaan kepada tim yang memiliki kinerja baik dan mendukung realisasi perbaikan mutu. Perilaku karyawan sangat ditentukan oleh system

10. Accuonting Systems

Sistem akuntansi sering kali hanya mencatat biaya pengerjaan ulang, biaya produk yang rusak/ cacat dan biaya lain yang terkait dengan biaya over head. Ketidakpuasan konsumen, hilangnya penjualan dan konsumen yang pindah kepada instansi lain seharusnya menjadi bagian dari biaya mutu yang harus dicatat dan dilaporkan, karena biaya tersebut mengurangi perolehan laba.

12

Gambar 2.4 Elemen-elemen pendukung TQM

(31)

31

2.2Program Penjaminan Mutu Pelayanan Kebidanan

Jaminan mutu pelayanan kesehatan secara umum dapat diartikan sebagai keseluruhan upaya yang bertujuan untuk memberikan suatu layanan kesehtan yang terbaik mutunya, yaitu layanan kesehatan yang sesuai dengan standar layanan kesehatan yang disepakati. Pengertian operasional jaminan mutu layanan kesehatan adalah upaya yang sistematis dan berkesinambungan dalam meantau dan mengukur mutu serta melakukan peningkatan mutu yang diperlukan agar mutu layanan kesehatan senantiasa sesuai dengan standar layanan kesehatan yang disepakati (L.D.Brown, 1992).

Secara umum mutu layanan kesehatan dapat diukur melalui cara pengukuran mutu perspektif, konkruen, retrospektif, internal dan eksternal.

2.2.1 Program Menjaga Mutu Perspektif

Pengukuran mutu prospektif adalah pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan yang dilakukan sebelum layanan kesehatan diselenggarakan. Oleh sebab itu, pengukurannya akan dituukkan teradap struktur atau masukan layanan kesehatan denan asumsi bahwa layanan keehatan harus memiliki sumberdaya tertentu agar dapat menghasilkan layanan kesehatan yang bermutu, seperti: standarisasi, lisensi, sertifikasi dan akreditasi.

a. Standarisasi

Penerapan standarisasi, seperti standarisasi peralatan, tenaga, gedung, sistem, organissi, anggaran, dan lain-lain. Setiap fasilitas layanan kesehatan yang memiliki standar yang sama mutunya. Standarisasi dapat membangun klasifikasi layanan kesehatan. Contoh standarisasi layanan rumah sakit ke dalam berbagai kelas tertentu, misalnya rumah sakit umum kelas A, kelas B, kelas C, dan kelas D, rumah sakit jiwa kelas A dan kelas B.

b. Lisensi

(32)

32

kesehatan lain, harus mempunyai izin kerja sesuai dengan profesinya. Rumah sakit, rumah bersalin/bidan praktek mandiri aupun fasilitas layanan kesehatan lain akan mendapat izin operasional setelah memenuhi persyaratan tertentu dan izin itu harus diperbaharui dalam kurun waktu tertentu. Mekanisme perizinan belum menjamin sepenuhnya kompetensi profesi layanan kesehatan yang ada atau mutu layanan kesehatan fasilitas layanan kesehatan tersebut.

c. Sertifikasi

Sertifiasi adalah langkah selanjutnya dari perizinan. Pengakuan sebagai bidan adalah contoh sertifikasi. Di Indonesia perizinan itu dilakukan oleh departemen kesehatan dan /atau dinas kesehatan, sedangan sertifikasi oleh majelis tenaga kesehatan Indonesia (MTKI).

d. Akreditasi

Akreditasi adalah pengakuan bahwa suatu institusi layanan kesehatan seperti rumah sakit telah memenuhi beberapa standar layanan kesehatan tertentu. Indonesia telah melakukan akreditasi rumah sakit umum melalui departemen kesehatan.

Pengukuran mutu prospektif berfokus pada penilaian sumber daya, bukan pada kinerja penyelenggaraan layanan kesehatan. Inilah salah satu kekurangan pengukuran mutu dengan cara prospektif.

2.2.2 Program Menjaga Mutu Konkuren

(33)

33 a. Pengamatan langsung

Pengamatan langsung dapat menghindarkan berbagai kesulitan yang berhubungan dengan rekonstruksi kejadian hasil pemeriksaan pencatatan retrospektif dn dari jawaban terhadap wawancara atau kuesioner. Pengamatan langsung mungkin merupakan satu-satunya cara untuk melihat rincian penyelenggaraan layanan kesehatan. Dalam pelaksanaan pengamatan langsung terdapat syarat bagi pengamat yaitu:

• Harus mengerti terhadap apa yang akan diamati • Harus low profile, tidak sok pintar

• Mempunyai latarbelakang yang berhubungan dengan apa yang sedang diamati

• Harus dapat bersifat objektif.

Instrumen dalam melaksanakan pengamatan langsung dapat berupa daftar tilik atau cheeklist. Daftar tilik merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk memudahkan pengaatan selama proses layanan kesehatan dilakukan.

b. Penentuan sampel

Semua tehnik pengukuran memerlukan sampel pengamatan. Penentuan berapa besar sampel dapat dibaca dala uku statistik khususnya kesehatan, tetapi hal-hal berikut perlu diperhatikan:

• Pertama, sampel yang dipilih harus bebas bias sehingga sampel sama atau hampir sama dengan populasinya.

• Kedua, sampel harus mengasilkan ukuran dalam jumlah yang dapat dikerjakan secara realistis atau mudah oleh kelompok.

2.2.3 Program Menjaga Mutu Retrospektif

(34)

34

langsung, dapat berupa hasil kerja pelaksana pelayanan atau berupa pandangan pemakai jasa kesehatan. Contoh program menjaga mutu retrospektif adalah : Record review, tissue review, survey klien dan lain-lain.

a. Review Jaringan Rekam Medik

Pemeriksaan dan penilaian catatan medik atau catatan lain merupakan kegiatan yang disebut sebagai audit. Pemeriksaan rekam medik pasien atau catatan lainnya sangat berguna sebagai kegiatan awal kelompok jaminan mutu layanan kesehatan akan dengan mudah melakukan pemerikaan dan penilaian terhadap hasil pemeriksaan tersebut.

b. Review Jaringan

Review merupakan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, penggunaan sumber daya, laporan kejadian/kecelakaan seperti yang direfleksikan pada catatan-catatan. Penilaian dilakukan baik terhadap dokumennya sendiri apakah informasi memadai maupun terhadap kewajaran dan kecukupan daripelayanan yang diberikan.

c. Survey Klien

Survey dapat dilaksanakan melalui kuesioner atau interview secara langsung maupun melalui telepon, terstruktur atau tidak terstruktur.

2.2.4 Menjelaskan Program Menjaga Mutu Internal

Program Menjaga Mutu Internal (Internal quality assurance) adalah organisasi yang bertanggungjawab menyelenggarakan program menjaga mutu berada dalam institusi yang menyelenggarakan layanan kesehatan. Untuk itu dalam institusi layanan kesehatan tersebut dibentuklah suatu organisasi yang khusus menangani dan diberi tanggungjawab menyelenggarakan program menjaga mutu. Organisasi yang dibentuk banyak macamnya. Jika ditinjau dari peranan para pelaksananya secara umum dapat dibedakan atas dua macam : 1. Para pelaksana Program Penjaga Mutu yang terdiri para ahli yang tidak terlibat

(35)

35

2. Para pelaksana Program Penjaga Mutu adalah mereka yang menyelenggarakan pendidikan kesehatan (team based) jadi semacam gugus kendali mutu sebagaimana yang dibentuk di dunia industri.

Dari kedua bentuk organisasi ini yang dinilai paling baik adalah yang kedua karena sesungguhnya yang bertanggungjawab menyelenggarakan Program Menjaga Mutu seyogyanya bukan orang lain, tetapi mereka yang menjalankan pendidikan kesehatan itu sendiri (Saifuddin dkk, 2001).

Berdasarkan kenyataan tersebut maka Program Menjaga Mutu Internal adalah suatu kewajiban bagi kelompok organisasi itu sendiri dalam menjaga kualitas/mutu pendidikan. Berhasil atau gagalnya suatu program menjaga mutu sangat tergantung organisasi pendidikan kesehatan beserta para pelaksananya. Hal ini disebabkan merekalah yang tahu standar yang telah ditetapkan maupun visi dan misi dari organisasi yang telah mereka harapkan.

2.2.5 Menjelaskan Program Menjaga Mutu Eksternal

Program menjaga mutu eksternal (External quality Assurance) adalah suatu organisasi yang bertanggungjawab menyelenggarakan Program Menjaga Mutu dibentuk berada diluar organisasi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Biasanya dibentuk dalam suatu wilayah kerja tertentu dan/atau untuk kepentingan tertentu, dibentuklah suatu organisasi di luar institusi yang menyelenggarakan layanan kesehatan, yang diserahkan tanggungjawab menyelenggarakan Program Menjaga Mutu. Misalnya suatu Badan Penyelenggara Akreditasi layanan kesehatan, yang untuk kepentingan programnya membentuk suatu unit Program Menjaga Mutu, guna memantau, menilai serta mengajukan saran-saran perbaikan mutu pendidikan kesehatan yang tergabung ke dalam program yang dikembangkannya (Saifuddin dkk, 2001).

(36)

36

kerja Badan Penyelenggara diluar institusi tersebut. Apabila dibandingkan dengan Program Menjaga Mutu Internal maka Program Menjaga Mutu Eksternal kualitasnya lebih rendah.

C. Rangkuman Materi

Penjaminan mutu pelayanan kesehatan adalah upaya yang sistematis dan berkesinambungan dalam memantau dan mengukur mutu serta melakukan peningkatan mutu yang diperlukan agar mutu layanan kesehatan senantiasa sesuai dengan standar layanan kesehatan yang disepakati.

Jaminan mutu layanan kesehatan ini mencakup semua kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu. Contoh istilah tersebut meliputi total quality management (TQM) atau manajemen mutu terpadu, continous quality improvement

atau peningkatan mutu berkesinambungan, quality management atau manajemen mutu.

Secara umum mutu layanan kesehatan dapat diukur melalui:

a. Pengukuran mutu perspektif yaitu stadarisasi, lisensi, sertifikasi dan akreditasi. b. Pengukuran mutu konkruen yaitu pengamatan langsung dan penentuan sampel. c. Pengukuran mutu retrospektif yaitu review jaringan rekam medik, review

jaringan dan survey klien.

d. Pengukuran mutu internal yaitu expert group and tim based.

e. Pengukuran mutu eksternal yaitu Badan Penyelenggara Akreditasi Penyelenggaraan layanan kesehatan.

D. Latihan/Tugas

1. Diskusikan tentang cara pengukuran mutu layanan kebidanan! 2. Uraikan cara pengukuran mutu perspektif layanan kebidanan!

E. Rambu-Rambu Jawaban Soal

1. Secara umum mutu layanan kesehatan dapat diukur melalui:

(37)

37

b. Pengukuran mutu konkruen yaitu pengamatan langsung dan penentuan sampel. c. Pengukuran mutu retrospektif yaitu review jaringan rekam medik, review

jaringan dan survey klien.

d. Pengukuran mutu internal yaitu expert group and tim based.

e. Pengukuran mutu eksternal yaitu Badan Penyelenggara Akreditasi Penyelenggaraan layanan kesehatan.

2. Pengukuran mutu prospektif adalah pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan yang dilakukan sebelum layanan kesehatan diselenggarakan. Pengukuran mutu prospektif meliputi:

a. Standarisasi b. Lisensi c. Sertifikasi d. Akreditasi

F. Daftar Pustaka

1. Depkes, 2001. Azrul Azwar, 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi ke tiga, Binarupa Aksara. Jakarta. hal. 44-7.

2. Tjiptono F.1998. Total Quality Manajemen.

3. Depkes RI, 1999. Program Jaminan Mutu, Dirjen Binkesmas, Jakarta.

4. Wiyono DJ. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan : Teori, Strategi dan Aplikasi, Universitas Airlangga, Surabaya.

5. Depkes. 2005. Quality Assurance.

6. Pohan, Imbalo, S. 2002. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Penerbit buku kedokteran: EGC.Jakarta.

7. Vincent G. 2005. Total Quality Management, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

8. Sallis E. 2008. Total Quality Management.

(38)

38 BAB III

STANDAR MUTU PELAYANAN KEBIDAAN

A. Kompetensi Dasar

1. Mampu menjelaskan Standar Pelayanan Kebidanan Dasar yang meliputi: pengertian standar; syarat standar

2. Mampu mendefinisikan standar pelayanan kebidanan.

3. Mampu menguraikan standar persyaratan minimal: Standar masukan; Standar lingkungan; Standar proses.

4. Mampu menguraikan standar penampilan minimal.

B. Uraian Materi

3.1 Standar Pelayanan Kesehatan 3.1.1 Pengertian

Standar pelayanan kesehatan merupakan bagian dari layanan kesehatan itu sendiri dan memainkan peranan yang penting dalam mengatasi masalah mutu layanan kesehatan. Standar pelayanan kesehatan adalah suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan, yang menyangkut masukan, proses, dan keluaran (outcome) sistem layanan kesehatan.

Standar pelayanan kesehatan merupakan alat organisasi untuk menjabarkan mutu layanan kesehatan ke dalam terminologi operasional sehingga semua orang yang terlibat dalam layanan kesehatan akan terikat dalam suatu sistem.

3.1.2 Klasifikasi Standar

Donabedian (1980) menganjurkan agar standar dan kriteria diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok. Anjuran Donabedian tersebut pada prinsipnya sama dengan yang dianjurkan oleh WHO yaitu: standar struktur, standar proses dan standar keluaran (outcome).

1. Standar Input atau Struktur

(39)

39

adalah hubungan organisasi, misi organisasi, kewenangan, komite-komite, personel, peralatan, gedung, rekam medis, keuangan, perbekalan, obat dan fasilitas. Standar struktur merupakan rules of the game. Karakteristik yang relatif stabil dari penyedia pelayanan kesehatan, alat dan sumber daya yang dipergunakan, fisik dan pengaturan organisasi di lingkungan kerja. Konsep struktur termasuk manusia, fisik, dan sumber keuangan yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan medis. Struktur digunakan sebagai pengukuran tidak langsung dari kualitas pelayanan.

Hubungan antara struktur dan kualitas pelayanan adalah hal yang penting dalam merencanakan, mendesain, dan melaksanakan sistem yang dikehendaki untuk memberikan pelayanan kesehatan. Pengaturan karakteristik struktur yang digunakan mempunyai kecenderungan untuk mempengaruhi proses pelayanan sehingga ini akan membuat kualitasnya berkurang atau meningkat.

2. Standar Proses

Standar proses adalah sesuatu yang menyangkut semua aspek pelaksanaan kegiatan layanan kesehatan, melakukan prosedur dan kebijaksanaan . Standar proses akan menjelaskan apa yang dilakukan, bagaimana melakukannya dan bagaimana sistem bekerja. Dengan kata lain standar proses adalah Playing the game.

Beberapa pengertian tentang proses :

a. “Interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen (pasien/masyarakat)” (Depkes RI, 2001).

b. “Suatu bentuk kegiatan yang berjalan dengan dan antara dokter dan pasien”. (Donabedian, 1980).

(40)

40

d. “Proses yaitu semua kegiatan sistem melalui proses akan mengubah input menjadi output.

e. Pengubahan/Transformasi berbagai masukan oleh kegiatan operasi/produksi menjadi keluaran yang berbentuk produk dan/atau jasa.

3. Standar Output/Outcome

Standar output merupakan hasil akhir atau akibat dari layanan kesehatan. Standar keluaran akan menunjukkan apakah layanan kesehatan berhasil atau gagal. Keluaran (outcome) adalah apa yang diharapkan akan terjadi sebagai hasil dari layanan kesehatan yang diselenggarakan dan terhadap apa keberhasilan tersebut akan diukur. Tentang output/outcome, Donabedian memberikan penjelasan bahwa outcome secara tidak langsung dapat digunakan sebagai pendekatan untuk menilai pelayanan kesehatan. Dalam menilai apakah hasilnya bermutu atau tidak, diukur dengan dengan standar hasil (yang diharapkan) dari pelayanan medis yang telah dikerjakan.

Gambar 3.1 Pengelompokan standard dan indikator menurut Donabedian

Sumber: Pohan, 2007

3.1.3 Penyusunan Standar Pelayanan Kesehatan

Penyusunan standar layanan kesehatan merupakan cara penyusunan bertahap. Pendekatan ini digunakan untuk memandu organisasi layanan kesehatan atau orang

(41)

41

yang diberi tugas menyusun standar layanan kesehatan. Penggunaan berbagai pertanyaan harus dipertimbangkan guna menentukan mutu layanan kesehatan apa yang diperlukan oleh organisasi layanan kesehatan dan standar apa yang dibutuhkan untuk dapat memenuhi mutu layanan kesehatan tersebut.berikut langkah-langkah dalam penyusunan standar layanan kesehatan:

Langkah 1: Pilih salah satu fungsi atau sistem yang memerlukan standar layanan Kesehatan

Pilih satu atau dua sistem atau sub sistem yang membutuhkan standar layanan kesehatan. Sistem ini bisa berua klinis atau non klinis. Contoh layanan klinis adalah penatalaksanaan ISPA, layanan immunisasi, dan layanan antenatal. Contoh layanan nonklinis adalah prosedur layanan pasien masu rawat inap, prosedur layanan pasien pulang, dan lain-lain. Organisasi layanan kesehatan dapat menentukan fungsi yang prioritasnya tinggi dengan cara pendekatan enyaringan dua tingkat.

Penyaringan tingkat pertamaditentukan dengan fungsi atau sistem yang volumenya tinggi, dan mudah menimbulkan masalah. Kriteria tambahan yang sering digunakan adalah: kepentingan, kemudahan, dampak dan biaya.

Langkah 2: Bentuk tim atau kelompok pakar

Keputusan penting tentang fungsi atau sistem yang memerlukan standar layanan kesehatan biasanya dilakukan oleh para kepala satuan kerja dan kepala bagian. Setelah diputuskan, maka meraka menugaskan suatu kelompok kerja multidisiplin atau kelompok pakar sesuai fungsi atau sistem untuk penyusunan standar layanan kesehatan.

Langkah 3: Tentukan masukan, proses dan keluaran

(42)

42 Langkah 4: Tentukan karakteristik mutu

Karakterstik mutu adalah sifat atau atribut untuk membedakan masukan, proses, dan keluaran yang penting dalam menentukan mutu layanan kesehatan dan akan ditetapkan oleh kelompok atau organisasi layanan kesehatan. Contoh: ketepatan waktu, selanjutnya akan ditentukan standar dari ketepatan waktu dalam istilah yang dapat diukur.

Langkah 5: Tentukan/sesuaikan standar layanan kesehatan

Setelah kelompok memutuskan karakteristik mutu darisetiap fungsi atau sistem, karakteristik mutu yang memerlukan standar harus diputuskan, kemudian standar disusun. Untuk menyelesaikan langkah ini, kelompok biasanya melakukan hal-hal berikut:

• Pemilihan pola atau bentuk penulisan standar • Pengumpulan informasi

• Pembuatan naskah standar layanan kesehatan Langkah 6: Nilai ketepatan standar layanan kesehatan

Standar layanan kesehatan harus dinilai untuk memastikan apakah standar tersebut tepat atau layak bagi organisasi layanan kesehatan. Kelompok pakar atau organisasi layanan kesehatan harus menentukan keabsahan standar, dapat dipercaya, jelas, dan dapat diterapkan sebelum disebarluaskan. Peniaian standar layanan kesehatan harus mengikuti tatacara berikut:

a. Tentukan siapa saja dalam organisasi yang akan menggunakan standar layanan kesehatan atau yang akan terpengaruh oleh standar layanan kesehatan.

b. Tentukan cara untuk memperoleh informasi mengenai standar layanan kesehatan dari kelompok sampel.

c. Lakukan anamnesis umpanbalik perbaikan jika diperlukan sebelum standar layanan kesehatan disebarluaskan. Analisis juga dilakuakan terhadap kekuatan dan kelemahan serta rekomendasi. Penilaian standar harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

(43)

43

• Penilaian kejelasan standar layanan kesehatan.

3.2 Standar Pelayanan Kebidanan

Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan dan berfokus kepada pelayanan perempuan. Untuk meningkatkan kualitas asuhan kebidanan merupakan salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Untuk mendapatkan asuhan kebidanan yang berkualitas perlu didukung dengan tersedianya dengan standar asuhan kebidanan, tenaga bidan yang profesional, sarana dan fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan. Menurut hasil penelitian yang dilakukan WHO tahun 2000 dan hasil evaluasi dari 10 rumah sakit di Jawa tengah dan Jawa timur asuhan kebidanan belum didukung dengan tersedianya standar asuhan kebidanan dan standar pelayanan atau standar lainnya yang berkaitan dalam peningkatan kualitas asuhan kebidanan.

Untuk meningkatkan standar asuhan kebidanan di rumah sakit dan puskesmas perlu dikembangkan berbagai perangkat lunak antara lain standar asuhan kebidanan termasuk indikator keberhasilan yang jelas dan mudah diterapkan. Juga dapat digunakan untuk menilai tingkat kinerja klinis bidan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam memberikan asuhan berkualitas. Keberhasilan dalam penerapan standar asuhan kebidanan sangat tergantung individu bidan itu sendiri, usaha dari semua staf bidan dalam suatu organisasi disamping partisipasi organisasi profesi.

Standar merupakan pernyataan-pernyataan tertulis mengenai harapan-harapan tingkat ketrampilan/kompetensi untuk memastikan pencapaian suatu hasil tertentu.

3.2.1 Batasan Standar Pelayanan Kebidanan

(44)

44

3.2.2 Syarat/Kriteria Standar Pelayanan Kebidanan

Syarat standar pelayanan kebidanan adalah sebagai berikut:

a. Menggunakan bahasa yang jelas, sederhana dan mudah dimengerti. b. Dapat diterima dalam lingkup asuhan yang diperlukan.

c. Dapat digunakan pada kondisi tertentu dalam melaksanakan asuhan kebidanan. d. Terpusat pada fungsi dan kegiatan/penampilan yang harus dilaksanakan dan

ditetapkannya indikator keberhasilan.

e. Dapat menampilkan pelayanan bermutu (Depkes, 2002).

3.2.3 Manfaat Standar Pelayanan Kebidanan

Standar pelayanan kebidanan berguna dalam penerapan norma dan tingkat kinerja yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Penerapan standar pelayanan akan sekaligus melindungi masyarakat, karena penilaian terhadap proses dan hasil pelayanan dapat dilakukan dengan dasar yang jelas. Suatu standar akan efektif bila dapat diobservasi dan diukur, realistik, mudah dilakukan dan dibutuhkan. Manfaat standar pelayanan kebidanan dapat didefinisikan sebagai berikut:

a. Memandu, mendorong dan mengarahkan kinerja klinik dalam upaya menampilkan asuhan kebidanan yang bermutu.

b. Sebagai parameter/tolok ukur untuk menilai tingkat kualitas asuhan kebidanan yang diberikan.

c. Merupakan alat penilaian diri sendiri bagi bidan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya,

d. Mempertahankan profesionalisme bidan sebagai praktisi klinis. e. Meningkatkan efektifitas dan efisien asuhan kebidanan.

f. Meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap asuhan kebidanan.

(45)

45 3.2.4 Format Standar Pelayanan Kebidanan

Dalam membahas tiap standar pelayanan kebidanan digunakan format bahasan sebagai berikut :

a. Tujuan merupakan tujuan standar.

b. Pernyataan standar, berisi pernyataan tentang pelayanan kebidanan yang dilakukan dengan penjelasan tingkat kompetensi yang diharapkan.

c. Hasil, hal yang akan dicapai oleh pelayanan yang diberikan dan dinyatakan dalam bentuk yang dapat diukur.

d. Prasyarat, hal – hal yang diperlukan ( misalnya alat, obat, ketrampilan ) agar pelaksana pelayanan dapat menerapkan standar.

e. Proses, berisi langkah – langkah pokok yang perlu diikuti untuk penerapan standar.

3.2.5 Ruang Lingkup Standar Pelayanan Kebidanan.

Telah disadari bahwa pertolongan pertama/penanganan kegawatdaruratan obstetri neonetal merupakan komponen penting dan merupakan bagian tak terpisahkan dari pelayanan kebidanan disetiap tingkat pelayanan. Bila hal tersebut dapat diwujudkan, maka angka kematian ibu dapat diturunkan. Berdasarkan itu, standar pelayanan kebidanan ini mencakup standar untuk penanganan keadaan tersebut, disamping standar untuk pelayanan kebidanan dasar.

Dengan demikian ruang lingkup standar pelayanan kebidanan meliputi 24 standar yang dikelompokkan sebagai berikut :

a. Standar pelayanan umum (2 standar) b. Standar pelayanan antenatal (6 standar) c. Standar prtolongan persalinan (4 standar) d. Standar pelayanan nifas (3 standar)

e. Standar penanganan kegawatdaruratan obstetri neonatal (9 standar) Ruang lingkup standar pelayanan kebidanan dapat diuraikan sebagai berikut: a. Standar Pelayanan Umum

(46)

46

1. Standar 1 : Persiapan untuk Kehidupan Keluarga Sehat Pernyataan standar :

Bidan memberikan penyuluhan dan nasihat kepada perorangan, keluarga dan masyarakat terhadap segala hal yang bedrkaitan dengan kehamilan, termasuk penyuluhan kesehatan umum, gizi, keluarga berencana, kesiapan dalam menghadapi kehamilan dan menjadi calon orang tua, menghindari kebiasaan yang tidak baik dan mendukung kebiasaan yang baik.

2. Standar 2 : Pencatatan dan Pelaporan Pernyataan satandar :

Bidan melakukan pencatatan semua kegiatan yang dilakukannya, yaitu registrasi semua ibu hamil di wilayah kerja, rincian pelayanan yang diberikan, kepada setiap ibu hamil/ besalin / nifas dan bati baru lahir, semua kunjungan rumahdan penyuluhan kepada masyarakat. Di samping itu, bidan hendaknya mengikutsertakan kader untuk mencatat semua ibu hamil dan meninjau upaya masyarakat yang berkaitan dengan ibu dan bayi baru lahir. Bidan meninjau secara teratur catatan tersebut untuk menilai kinerja dan penyusunan rencana kegiatan untuk meningkatkan pelayanannya.

b. Standar Pelayanan Antenatal

Terdapat enam standar dalam standar pelayanan antenatal seperti berikut ini : 1. Standar 3 : Identifikasi Ibu Hamil

Pernyataan standar :

Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami dan anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini dan secara teratur.

2. Standar 4 : Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal Pernyataan standar :

Gambar

Gambar 2.1 Lingkaran mutu         Sumber : Heizer dan Render (2005)
Gambar 2.2 Skema sederhana perkembangan mutu          Sumber : Nasution, 2001
Gambar 2.4 Elemen-elemen pendukung TQM         Sumber : Heizer dan Render (2005)
Gambar 3.1 Pengelompokan standard dan indikator menurut Donabedian      Sumber: Pohan, 2007
+6

Referensi

Dokumen terkait

Mutu layanan kesehatan adalah hasil penilaian out come suatu proses pelayanan yang3. diberikan bersifat multidimensional

Kesimpulan, Jadi mutu pelayanan kesehatan menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan , di mana di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap

Beberapa Definisi Profesional tentang mutu, antara lain : Mutu gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk

dihadapi oleh Dikes Provinsi Gorontalo seperti masalah upaya kesehatan yang belum terlaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan dimana pengawasan kesehatan

Dalam hal Rumah Sakit telah mendapatkan penetapan status akreditasi, namun pada saat survei verifikasi tidak dapat mempertahankan dan/atau meningkatkan mutu

IKM adalah upaya-upaya untuk mengatasi masalah masalah sanitasi yang menggang gu kesehatan (lama dan sempit). IKM adalah kegiatan pencegahan penyakit yang terjadi dalam

dan misi Persyarikatan Muhammadiyah serta berorientasi pada mutu pelayanan dan kepuasan Pasien, karena Upaya menjaga dan meningkatan mutu pelayanan kesehatan serta

Peningkatan mutu dilakukan melalui upaya berkesinambungan yang terdiri dari atas upaya peningkatan mutu, upaya keselamatan pasien, upaya manajemen risiko, dan upaya pencegahan dan