• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENGANGGURAN DAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI KOTA METRO TAHUN 2001-2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENGANGGURAN DAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI KOTA METRO TAHUN 2001-2013"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENGANGGURAN DAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA TERHADAP JUMLAH

PENDUDUK MISKIN DI KOTA METRO TAHUN 2001-2013

OLEH

MUHAMMAD IRFANSYAH YUZ

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh variabel jumlah pengangguran dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap jumlah penduduk miskin. Alat analisis yang digunakan adalah model analisis regresi linier berganda dengan metode kuadrat terkecil sederhana (Ordinary Least

Square). Penelitian ini menggunakan datatime seriestahunan yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Dinas Ketenagakerjaan. Berdasarkan hasil regresi Ordinary Least Square, dapat diketahui bahwa secara parsial variabel jumlah pengangguran dan variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM) memberikan dampak positif yang signifikan pada jumlah penduduk miskin di Kota Metro.

(2)

ANALYSIS OF EFFECT OF NUMBER OF UNEMPLOYMENT AND HUMAN DEVELOPMENT INDEX OF TOTAL

POOR PEOPLE IN METRO CITY YEARS 2001-2013

By

MUHAMMAD IRFANSYAH YUZ

ABSTRACT

The purpose of this study was to analyze the effect of a variable number of unemployed and the Human Development Index (HDI) of the number of poor people. The analysis tool used is multiple linear regression analysis model with the method of least squares (Ordinary Least Square). This study uses annual time series data obtained from the Central Bureau of Statistics and the Department of Labor. Based on the results of ordinary least square regression, it is known that in partial unemployment and a variable number of the Human Development Index (HDI) provides a significant positive effect on the number of poor in Metro City.

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Muhammad Irfansyah Yuz lahir pada tanggal 22 April 1993 di Palembang, Sumatera Selatan. Penulis lahir sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Drs. E. Fanfani Yuz, M.M. dan Ibu Siti Syamsiyah.

Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-Kanak (TK) Tunas Muda, Jambi pada tahun 1997 dan tamat pada tahun 1998. Selanjutnya penulis meneruskan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 2 Palapa, Bandar Lampung, yang diselesaikan pada tahun 2004. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Al-Kautsar Bandar Lampung dan tamat pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis meneruskan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Al-Kautsar Bandar Lampung dan tamat pada tahun 2010.

(8)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillhirrabbil’alamin, segala puji hanya milik Allah SWT.

Ku persembahkan karya sederhana ini sebagai tanda cinta dan terima kasihku kepada:

1. Papa dan Mama yang tidak pernah lelah untuk mendoakan, memberikan semangat, motivasi, dan materi. Berusaha dengan segenap daya upaya serta kesabaran untuk terciptanya keberhasilan masa depanku, semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan kepada Ayah dan Ibu tercinta.

2. Serta adik-adikku tercinta, Andreina Tifani Yuz dan M. Rahadian Triwahyudi. Terimakasih atas perhatian, serta keceriaan yang selalu memotivasi kakak. Kelak tumbuh dan dewasalah seperti impian orang tua kita.

(9)

MOTO

“Barang siapa bertawakal pada Allah, maka Allah akan memberikan kecukupan padanya, sesungguhnya Allah lah yang akan melaksanakan urusan (yang

dikehendaki)-Nya.”

(Q.S. Ath-Thalaq:3)

“Bagian terbaik dari hidup seseorang adalah perbuatan-perbuatan baiknya dan kasihnya yang tidak diketahui orang lain.”

(William Wordsworth)

“Sejarah bukan hanya rangkaian cerita, ada banyak pelajaran, kebanggaan dan harta di dalamnya.”

(10)

SANWACANA

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Jumlah Pengangguran dan Indeks

Pembangunan Manusia Terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Kota Metro Tahun 2001-2013” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses penyelesaian skripsi ini. Secara khusus, penulis ucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Hi. Satria Bangsawan, S.E., M.Si. selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

2. Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.Si. selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan serta selaku Pembimbing Skripsi atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi. 3. Bapak Dr. Ambya, S.E., M.Si. selaku dosen pembahas dan penguji dalam

(11)

4. Ibu Asih Murwiati, S.E., M.E. selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan. Terima kasih untuk masukan dan saran-sarannya. 5. Bapak Imam Awaluddin, S.E., M.E. selaku Pembimbing Akademik. 6. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, yang telah memberikan ilmu

dan pelajaran yang sangat bermanfaat selama masa perkuliahan.

7. Seluruh pegawai jurusan Ekonomi Pembangunan serta para pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

8. Orang tuaku Tercinta, papa ku Drs. E. Fanfani Yuz, M.M. dan mama ku Siti Syamsiyah beserta keluarga besarku terima kasih atas semua limpahan kasih sayang, dukungan doa, dan bantuan yang telah diberikan selama ini.

9. Untuk Fina Destria R., S.P. terima kasih untuk motivasi yang tak pernah henti dan juga doa serta waktunya selama ini.

10. Sahabat-sahabat seperjuangan dan selalu memotivasi. Angga Eka Saputra, S.E., Astri Nurul Insani, S.E., Claudya Phylosa W., S.E., Triya Putri G., S.E., Inaya Insania F., Andhika Rizki S., S.E., Dwinta Aprilydia, S.E., Citra Afnovinsa P., S.E.

11. Sahabat-sahabat A108 yang telah berjuang bersama-sama. Yanu Tri H., S.E., Alfarendy W., Ridhwan Dwimeiyanto, Denis Ariswibowo, M. Hasby

Ramdhan, Muda Ega I., Yogi Kristanto, S.E., Alex Abidien, Andika Mahardika, Abyanto Sanjaya S., Levi Leonaldi, Ghama Kevin G., Hadi Febrianto, S.E. Terima kasih untuk segalanya. Percayalah segala usaha yang telah kita lakukan selama ini kelak akan berbuah manis.

(12)

Dimas Pajar K., Dhani Dharmawan, S.E., Luthfida Siwinastiti, S.E., Imaniar Isti P., S.E., Virgie Morie, S.E., Moza Daegal O.J., Darusman Tohir, S.E., Akhmad Rifani, ArdanRifa’i, S.E., dan teman-teman lainnya yang telah memberikan banyak warna di kehidupan penulis.

13. Keluarga ‘KKNKetapang’:Damar Adi P., S.T., Ade Saputra, S.P., Komang Indra, S.Ked., Ade Lia Delita, S.P., Anita Sari, S.E., Elsa Puji R., S.Kom., M. Ibnu Farhan, S.H., Bang Leski dan keluarga. Terima kasih untuk semua pengalaman dan pelajaran hidupnya.

14. Sahabat-sahabat Morposist. Tria Yulius S. S.Mb. Insyia Syahila, S.P., Hela Yulita S., Amd., Rika Ferawati, S.Km., Dina ulia, S.I.Kom., dan kawan-kawan lainnya. Terima kasih untuk dukungannya selama ini.

15. Sahabat Sobir. Arizal, Arbi Febri R. S.Ti., Helyandhika Akbary, S.Kep. Jimmy Feriaji, dan Harisma Ashidiqi, Amd. Terimakasih untuk dukungan dan motivasi selama ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, Desember 2014 Penulis,

(13)

i

5. Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan...22

6. Indeks Pembangunan Manusia...31

B. Penelitian Terdahulu ...33

III. METODE PENELITIAN...37

A. Jenis dan Sumber Data ...37

B. Definisi Operasional Variabel ...38

1. Jumlah Penduduk Miskin ...38

2. Jumlah Pengangguran...38

3. Indeks Pembangunan Manusia ...38

(14)

ii

D. Uji Asumsi Klasik ...40

1. Uji Normalitas ...41

F. Tingkat Elastisitas Variabel Bebas...47

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...48

A. Gambaran Umum Kota Metro...48

1. Keadaan Penduduk ...49

2. Perekonomian Daerah...50

B. Hasil Penelitian ...51

C. Pengujian Asumsi Klasik ...52

1. Uji Normalitas ...52

2. Uji Heteroskedastisitas ...53

3. Uji Autokorelasi ...53

4. Uji Multikolinearitas ...54

D. Pengujian Hipotesis...55

1. Uji Parsial (Uji Statistik t) ...55

2. Uji Keseluruhan (Uji F)...56

E. Tingkat Elastisitas Variabel Bebas...57

1. Variabel Jumlah Pengangguran ...57

2. Variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM)...57

F. Pembahasan Hasil Penelitian ...58

1. Pengaruh Jumlah Pengangguran Terhadap Jumlah Penduduk Miskin...58

2. Pengaruh IPM Terhadap Jumlah Penduduk Miskin ...60

V. KESIMPULAN DAN SARAN...64

A. Kesimpulan...64

B. Saran...65

DAFTAR PUSTAKA

(15)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera

Tahun 2008-2012 ...3

2. Jumlah dan Persentase Pertumbuhan Penduduk Miskin di Kabupaten/kota Provinsi Lampung Tahun 2008-2012 (ribu jiwa) ...5

3. Jumlah dan Persentase Pertumbuhan Pengangguran di Kota Metro Tahun 2001-2013 ...6

4. Indeks Pembangunan Manusia dan Persentase Pertumbuhan Indeks Pembangunan Manusia di Kota Metro Tahun 2001-2013 ...8

5. Uji Statistik Durbin-Watson ...42

6. Jumlah dan Luas Kelurahan Menurut Kecamatan di Kota Metro ...49

7. Jumlah Penduduk, Rasio Jenis Kelamin, Kepadatan Penduduk, dan Golongan Umur di Kota Metro Tahun 2009-2013 ...50

8. Realisasi APBD Kota Metro dalam Milyar Tahun 2010-2013...51

9. Hasil Uji White No Cross Terms ...53

10. Hasil Uji Autokorelasi ...54

11. Hasil Uji Mulitikolinearitas ...55

12. Hasil Pengujian Regresi Secara Parsial (Uji-t) ...56

(16)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data Jumlah Penduduk Miskin, Jumlah Pengangguran, dan

(17)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Pemikiran... 12 2. Lingkaran Setan Kemiskinan ... 18 3. Hasil Uji Normalitas ... 52 4. Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota Provinsi Lampung

(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau berkembang adalah negara yang dicirikan dengan kemiskinan seperti tercermin pendapatan perkapita rendah (Jhingan, 2004). Berdasarkan pernyataan tersebut, diketahui bahwa pada umumnya di negara berkembang masalah pendapatan yang rendah dan kemiskinan merupakan masalah utama dalam pembangunan ekonomi. Sehingga dalam upaya untuk menurunkan kemiskinan perlu ada peningkatan pendapatan nasional.

Berbagai perencanaan, kebijakan, serta program pembangunan yang telah ada pada intinya adalah mengurangi jumlah penduduk miskin. Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks dan multidimensional, sehingga upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komperhensif yang mencangkup seluruh aspek kehidupan. Kemiskinan terjadi karena

kemampuan masyarakat sebagai pelaku ekonomi tidak sama, sehingga terdapat masyarakat yang tidak dapat ikut serta dalam proses pembangunan atau

(19)

2

Suatu proses dan dampak yang alamiah jika semakin maju suatu negara atau wilayah maka akan terjadi transformasi atau perubahan struktur perekonomian dari dominasi sektor pertanian ke sektor non pertanian. Transformasi tersebut ditandai dengan semakin meningkatnya pangsa relatif sektor industri dan jasa terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) dari waktu ke waktu, sementara pangsa relatif sektor pertanian semakin menurun walaupun pangsa absolutnya tetap meningkat. Hal ini sejalan dengan Teori Pembangunan Clark-Fisher (Arifin, 2003 dan Tambunan, 2001).

Dampak yang timbul dari perubahan struktur ekonomi tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Dampak positif antara lain ditunjukkan dengan

meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Dampak negatif timbul jika perubahan pangsa relatif sektor terhadap PDB tidak diikuti oleh perubahan pangsa tenaga kerja sektor-sektor tersebut secara proporsional. Dampak negatif dapat berupa penurunan produktivitas tenaga kerja sektor pertanian, pengangguran di pedesaan maupun perkotaan, kemiskinan pedesaan maupun perkotaan, beban kota yang semakin berat, dan lain-lain (Arifin, 2003).

(20)

3

Tabel 1. Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2008-2012.

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung

Provinsi Lampung pada Tahun 2012, mempunyai persentase kemiskinan di urut ke-3 dibandingkan provinsi lainnya di wilayah Sumatera. Tetapi Kemiskinan Provinsi Lampung cenderung menurun dari tahun 2008 hingga 2012. Provinsi Lampung menjadi salah satu daerah dengan tingkat kemiskinan di atas rata-rata nasional. Selain Provinsi Lampung, khususnya untuk wilayah Sumatera, provinsi lain yang memiliki tingkat kemiskinan di atas rata-rata nasional yaitu Aceh, Sumatera Selatan dan Bengkulu. Sedangkan untuk provinsi yang masih memiliki tingkat kemiskinan dua kali lipat dari rata-rata nasional (13,33 persen) adalah Papua sebesar 36,80 persen, Papua Barat 34,88 persen dan Maluku sebesar 27,74 persen.

(21)

4

Berdasarkan administrasi wilayah, secara administratif Provinsi Lampung terdiri dari 13 Kabupaten, 2 Kota Madya, 214 wilayah Kecamatan, dan 2.463

desa/kelurahan dengan luas wilayah sebesar 35.288,35 Km2. Dari 13 kabupaten terdapat 4 kabupaten baru pemekaran yaitu, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Pringsewu, Kabupaten Mesuji, Kabupaten Tulang Bawang Barat, dan Kabupaten Pesisir Barat. Daerah yang memiliki luas wilayah terbesar di Provinsi Lampung adalah Kabupaten Tulang Bawang yaitu 7.770,84 Km2 dan daerah dengan luas wilayah paling kecil adalah Kota Metro dengan luas 61,79 Km2.

Dari hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung tahun 2012, persentase jumlah penduduk miskin di daerah kabupaten/kota Provinsi Lampung dari tahun ke tahun tercatat mengalami penurunan. Untuk gambaran mengenai penurunan jumlah penduduk di beberapa Kabupaten/kota Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 2.

(22)

5

dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tercatat rata-rata penurunan penduduk miskin di Kota Metro hanya sebesar 0,04% di lima tahun terakhir, dan menjadikan Kota Metro yang paling lambat diantara kabupaten/kota lain di Provinsi Lampung dalam mengatasi penduduk miskin di daerahnya.

Tabel 2. Jumlah dan Persentase Pertumbuhan Penduduk Miskin di

Kabupaten/kota Provinsi Lampung Tahun 2008-2012 (ribu jiwa). Kabupaten/Kota 2008 2009 2010 2011 2012 Rata-rata

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung

(23)

6

Kota Metro masih tergolong lambat dalam menurunkan jumlah penduduk miskin di daerahnya yang hanya tercatat rata-rata 0,04% per tahun.

Salah satu unsur yang menentukan kemakmuran suatu masyarakat adalah tingkat pendapatan. Pendapatan masyarakat mencapai maksimum apabila kondisi tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employment) dapat terwujud. Menurut Sukirno (2000), pengangguran akan menimbulkan efek mengurangi pendapatan masyarakat, dan itu akan mengurangi tingkat kemakmuran yang telah tercapai. Semakin turunnya tingkat kemakmuran akan menimbulkan masalah lain yaitu kemiskinan. Berikut tabel yang menunjukan jumlah pengangguran di Kota Metro selama Tahun 2001-2013:

Tabel 3. Jumlah dan Persentase Pertumbuhan Pengangguran di Kota Metro Tahun 2001-2013.

Tahun

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung

(24)

7

17.664. Penurunan dari tahun tahun sebelumnya ini membuat Kota Metro menduduki peringkat pertama pada tahun 2011 yang memiliki jumlah pengangguran paling sedikit diantara kabupaten/kota lainnya di Provinsi Lampung.

Kota Metro yang disebut sebut sebagai kota pendidikan di Provinsi Lampung, berdasarkan data statistik dari Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, kualitas pembangunan manusia di Kota Metro adalah yang terbaik dibandingkan dengan di kabupaten/kota Provinsi Lampung lainnya. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan ukuran capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. IPM menggambarkan beberapa komponen, yaitu capaian umur panjang dan sehat yang mewakili bidang kesehatan, angka melek huruf, partisipasi sekolah dan rata-rata lamanya bersekolah, mengukur kinerja pembangunan bidang pendidikan. Kualitas sumber daya manusia juga dapat menjadi faktor penyebab terjadinya penduduk miskin. Kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari indeks kualitas hidup/indeks pembangunan manusia. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) akan berakibat pada rendahnya produktivitas kerja dari penduduk. Produktivitas yang rendah berakibat pada rendahnya perolehan pendapatan. Sehingga dengan rendahnya pendapatan menyebabkan tingginya jumlah penduduk miskin.

(25)

8

diurutan pertama dengan kualitas pembangunan manusia terbaik di Provinsi Lampung.

Tabel 4. Indeks Pembangunan Manusia dan Persentase Pertumbuhan Indeks Pembangunan Manusia di Kota Metro Tahun 2001-2013.

Tahun Indeks Pembangunan Manusia (%)

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung

Pembangunan yang berdampak pada kondisi fisik masyarakat tercermin dalam angka harapan hidup serta kemampuan daya beli, sedangkan dampak non-fisik dilihat dari kualitas pendidikan masyarakat. IPM merupakan ukuran untuk melihat dampak kinerja pembangunan wilayah yang mempunyai dimensi yang sangat luas, karena memperlihatkan kualitas penduduk suatu wilayah dalam hal harapan hidup, intelektualitas dan standar hidup layak.

(26)

9

B. Rumusan Masalah

Seperti yang telah diuraikan diatas, Kota Metro memiliki jumlah penduduk miskin dan jumlah pengangguran terendah diantara kabupaten/kota di Provinsi Lampung, namun rata-rata penurunan jumlah penduduk miskin di Kota Metro sangat lambat padahal kualitas pembangunan manusia di Kota Metro merupakan yang terbaik, berada di peringkat pertama diatas Kota Bandar Lampung. Maka dapat dibuat rumusan masalah agar penelitian dapat terlaksana secara terarah. Adapun masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu:

1. Apakah pengaruh jumlah pengangguran terhadap jumlah penduduk miskin di Kota Metro?

2. Apakah pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap jumlah penduduk miskin di Kota Metro?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh jumlah pengangguran terhadap jumlah penduduk miskin di Kota Metro.

(27)

10

D. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan pengetahuan serta bukti empiris mengenai pengaruh jumlah pengangguran dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap jumlah penduduk miskin.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan bagi mereka yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kemiskinan.

3. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumbangan pemikiran kepada Pemerintah Pusat Provinsi Lampung serta Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota tentang variabel yang signifikan berpengaruh terhadap jumlah penduduk miskin di Kota Metro.

E. Kerangka Pemikiran

(28)

11

Menurut Badan Pusat Statistik (2012), Pengangguran adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan. Data pengangguran dikumpulkan BPS melalui survey rumah tangga, seperti Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), Sensus Penduduk (SP), Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS), dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Indikator variabel ini menggunakan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang memberikan indikasi tentang penduduk usia kerja yang termasuk dalam kelompok pengangguran. Secara spesifik, tingkat penganggur terbuka dalam Sakernas, terdiri atas: mereka yang tidak bekerja dan mencari pekerjaan, mereka yang tidak bekerja dan mempersiapkan usaha, mereka yang tidak bekerja, dan tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan

pekerjaan, dan mereka yang tidak bekerja, dan tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima bekerja, tetapi belum mulai bekerja.

Menurut Sukirno (2000), efek buruk dari pengangguran adalah mengurangi pendapatan masyarakat yang pada akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran yang dicapai seseorang. Semakin turunnya kesejahteraan masyarakat karena menganggur tentunya akan meningkatkan peluang mereka terjebak dalam kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan. Apabila pengangguran di suatu negara sangat buruk, kekacauan politik dan sosial selalu berlaku dan

(29)

12

Indeks Pembangunan Manusia terdiri dari tiga komponen yang berhubungan dengan tingkat produktivitas masyarakatnya. Dengan masyarakat yang sehat dan berpendidikan, produktivitas masyarakat akan meningkat dan akan meningkatkan pula pengeluaran untuk konsumsinya. Todaro (2003) mengatakan bahwa

pembangunan manusia merupakan tujuan pembangunan itu sendiri. Yang mana pembangunan manusia memainkan peranan kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara dalam menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitasnya agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. Menurut Napitupulu (2007) indeks pembangunan manusia memuat tiga dimensi penting dalam pembangunan yaitu terkait dengan aspek pemenuhan kebutuhan akan hidup panjang umur (longevity) dan hidup sehat (healthy life), untuk mendapatkan pengetahuan (the knowledge) dan mempunyai akses kepada sumberdaya yang bisa memenuhi standar hidup. Artinya, tiga dimensi penting dalam pembangunan manusia tersebut sangat berpengaruh terhadap kemiskinan. Dari konsep diatas maka dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Pemikiran. Jumlah Pengangguran

Jumlah Penduduk yang Tidak Bekerja

Jumlah Penduduk Miskin Jumlah penduduk yang memiliki

(30)

13

F. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara yang diambil untuk menjawab permasalahan yang ada yang dibuat oleh peneliti dan harus diuji secara empiris. Hipotesis penelitian dari rumusan masalah diatas adalah:

1. Diduga jumlah pengangguran berpengaruh positif terhadap jumlah penduduk miskin di kota Metro.

(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kemiskinan

Kemiskinan dapat diartikan sebagai keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat

berlindung, dan air minum. Hal tersebut sangat berhubungan erat dengan kualitas hidup. Secara ekonomi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang.

Menurut Chambers (1998) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu

integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1. Kemiskinan (proper), 2. Ketidakberdayaan (powerless), 3. Kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4. Ketergantungan (dependence), dan 5. Keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Kemiskinan bukan hanya kekurangan uang ataupun tingkat pendapatan yang rendah, tetapi juga banyak hal lain seperti: keterbatasan sumber daya, tingkat kesehatan rendah,

(32)

15

dibagi dengan empat bentuk (Suryawati, 2005), yaitu: 1. Kemiskinan Absolut: Bila pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau tidak cukup untuk

memenuhi pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja; 2. Kemiskinan Relatif: Kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan; 3. Kemiskinan Kultural: Mengacu pada persoalan sikap seseorang atau

masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar; 4. Kemiskinan Struktural: Situasi miskin yang

disebabkan karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial politik yang tidak mendukung

pembebasan kemiskinan, tetapi sering kali menyebabkan suburnya kemiskinan.

2. Penyebab Kemiskinan

(33)

16

yang tidak seimbang maupun karena distribusi pembangunan dan hasilnya yang tidak merata. Kemiskinan struktural biasanya dicirikan oleh struktur masyarakat yang timpang terutama dilihat dari ukuran-ukuran ekonomi.

Kemiskinan memang merupakan masalah multidimensi yang mencakup berbagai aspek kehidupan. Kondisi kemiskinan setidaknya disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: Pertama, rendahnya taraf pendidikan dan kesehatan berdampak pada keterbatasan dalam pengembangan diri dan mobilitas. Hal ini berpengaruh terhadap daya kompetisi dalam merebut atau memasuki dunia kerja. Kedua, rendahnya derajat kesehatan dan gizi

berdampak pada rendahnya daya tahan fisik, daya pikir dan selanjutnya akan mengurangi inisiatif. Ketiga, terbatasnya lapangan pekerjaan semakin

memperburuk kemiskinan. Dengan bekerja setidaknya membuka kesempatan untuk mengubah nasibnya. Keempat, kondisi terisolasi (terpencil)

mengakibatkan pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan lain-lain tidak dapat menjangkaunya. Kelima, ketidakstabilan politik berdampak pada ketidakberhasilan kebijakan pro-poor. Berbagai kebijakan dan program-program penanggulangan kemiskinan akan mengalami kesulitan dalam implementasi jika tidak didukung oleh kondisi politik yang stabil.

3. Teori Kemiskinan

Sharp, et al (1996) dalam Mudrajat Kuncoro (2004) mencoba

(34)

17

timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib kurang beruntung, adanya diskriminasi atau karena keturunan.

Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal.Ketiga penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty). Teori ini ditemukan oleh Ragnar Nurkse (1953) dalam Kuncoro, 2004, yang mengatakan: ”a poor country is poor because it is poor” (Negara miskin itu miskin karena dia miskin). Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan. Oleh karena itu, setiap usaha untuk mengurangi kemiskinan seharusnya

(35)

18

Gambar 2. Lingkaran Setan Kemiskinan.

Sumber: Nurkse (1953) dalam Kuncoro (2004)

Menurut pendapatnya inti dari lingkaran setan kemiskinan adalah keadaan-keadaan yang menyebabkan timbulnya hambatan terhadap terciptanya

pembentukan modal yang tinggi. Di satu pihak pembentukan modal ditentukan oleh tingkat tabungan dan di lain pihak oleh perangsang untuk menanam modal. Di Negara berkembang kedua faktor itu tidak memungkinkan dilaksanakannya tingkat pembentukan modal yang tinggi. Jadi, menurut pandangan Nurkse, terdapat dua jenis lingkaran setan kemiskinan yang

menghalangi negara berkembang mencapai pembangunan yang pesat yaitu dari segi penawaran modal dan permintaan modal.

Dari segi penawaran modal lingkaran setan kemiskinan dapat dinyatakan sebagai berikut. Tingkat pendapatan masyarakat rendah yang diakibatkan oleh tingkat produktivitas yang rendah, menyebabkan kemampuan masyarakat untuk menabung juga rendah. Ini akan menyebabkan suatu negara menghadapi

Perkembangan

Banyak sumber alam yang tidak dieksploitasi

Tabungan rendah

Buta huruf tinggi

(36)

19

kekurangan barang modal dan dengan demikian tingkat produktivitasnya akan tetap rendah yang akan mempengaruhi kemiskinan.

Dari segi permintaan modal, corak lingkaran setan kemiskinan mempunyai bentuk yang berbeda di setiap negara. Di negara-negara miskin perangsang untuk melaksanakan penanaman modal rendah karena luas pasar untuk berbagai jenis barang terbatas, dan hal ini disebabkan oleh pendapatan masyarakat rendah. Sedangkan pendapatan masyarakat yang rendah

disebabkan oleh produktivitasnya rendah ditunjukkan oleh pembentukan modal yang terbatas pada masa lalu dan mengakibatkan pada masa yang akan datang. Pembentukan modal yang terbatas ini disebabkan oleh kekurangan perangsang untuk menanam modal, sehingga kemiskinan tidak berujung pada pangkalnya.

Menurut Budhi (2013) yang mengutip pendapat Chambers bahwa ada lima “ketidakberuntungan” yang melingkari orang atau keluarga miskin yaitu

sebagai berikut:

a. Kemiskinan (poverty) memiliki tanda-tanda sebagai berikut: rumah mereka reot dan dibuat dari bahan bangunan yang bermutu rendah, perlengkapan yang sangat minim, ekonomi keluarga ditandai dengan ekonomi gali lubang tutup lubang serta pendapatan yang tidak menentu;

(37)

20

c. Masalah ketidakberdayaan. Bentuk ketidakberdayaan kelompok miskin tercermin dalam ketidakmampuan mereka dalam menghadapi elit dan para birokrasi dalam menentukan keputusan yang menyangkut nasibnya, tanpa memberi kesempatan untuk mengaktualisasi dirinya;

d. Lemahnya ketahanan fisik karena rendahnya konsumsi pangan baik kualitas maupun kuantitas sehingga konsumsi gizi mereka sangat rendah yang berakibat pada rendahnya produktivitas mereka;

e. Masalah keterisolasian. Keterisolasian fisik tercermin dari kantong-kantong kemiskinan yang sulit dijangkau sedang keterisolasian sosial tercermin dari ketertutupan dalam integrasi masyarakat miskin dengan masyarakat yang lebih luas.

4. Ukuran Kemiskinan

Pada umumnya terdapat dua indikator untuk mengukur tingkat kemiskinan di suatu wilayah, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Mengukur kemiskinan dengan mengacu pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolut, sedangkan konsep kemiskinan yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan relatif (Tambunan, 2001).

a. Kemiskinan Absolut

Kemiskinan absolut merupakan ketidakmampuan seseorang dengan

(38)

21

digunakan sebagai batas garis kemiskinan. Garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat yang selalu konstan secara riil, sehingga dapat ditelusuri kemajuan yang diperoleh dalam menanggulangi kemiskinan pada level absolut sepanjang waktu.

World bank menggunakan ukuran kemiskinan absolut ini untuk menentukan jumlah penduduk miskin. Menurut world bank, penduduk miskin adalah mereka yang hidup kurang dari US$1 per hari dalam dolar PPP (Purchasing Power Parity). Akan tetapi, tidak semua negara mengikuti standar minimum yang digunakan world bank tersebut, karena bagi negara-negara berkembang level tersebut masihlah tinggi, oleh karena itu banyak negara menentukan garis kemiskinan nasional sendiri dimana kriteria yang digunakan disesuaikan dengan kondisi perekonomian masing-masing negara.

Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) menentukan kemiskinan absolut Indonesia merupakan ketidakmampuan seseorang untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum energi kalori (2.100 kilo kalori per kapita per hari) yang dipergunakan tubuh dan kebutuhan dasar minimum untuk sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan kebutuhan dasar lain.

b. Kemiskinan Relatif

(39)

22

Badan pemerintah yang menggunakan ukuran kemiskinan relatif misalnya BKKBN. BKKBN mendefinisikan miskin atau kurang sejahtera dalam pengertian Pembangunan Keluarga Sejahtera yang terdiri atas keluarga pra-sejahtera dan keluarga pra-sejahtera. Keluarga pra-pra-sejahtera adalah keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan dan keluarga berencana. Sedangkan keluarga sejahtera adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial dan psikologis, serta kebutuhan pendidikan, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi.

5. Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan

Secara umum faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan antara lain : pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2003), pendidikan (Siregar dan Wahyuniarti, 2008), pengangguran (Todaro, 2003), kependudukan (Todaro, 2003), dan kesehatan (Myrdal, 2000).

a. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan barang ekonomi kepada penduduknya yang ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian

(40)

23

Neoklasik, Robert Solow dan Trover Swan, (dalam Todaro, 2003) menyatakan pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu:

1. Jumlah penduduk

2. Jumlah stok barang modal 3. Luas tanah dan kekayaan alam 4. Tingkat teknologi yang digunakan

Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi dari pada sebelumnya. Sedangkan menurut Schumpater, faktor utama yang menyebabkan

pertumbuhan ekonomi adalah proses inovasi dan pelakunya adalah inovator atau wiraswata. Menurut Boediono (1985) dalam Budhi (2013), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Menurut Todaro (2003), ada tiga faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu:

a. Akumulasi Modal

(41)

24

b. Pertumbuhan Penduduk Angkatan Kerja

Pertumbuhan penduduk yang berhubungan dengan kenaikan jumlah

angkatan kerja secara tradisional telah dianggap sebagai faktor yang positif dalam pertumbuhan ekonomi. Artinya, semakin banyak angkatan kerja semakin produktif tenaga kerja, sedangkan semakin banyak penduduk akan meningkatkan potensi pasar domestiknya.

c. Kemajuan Teknologi

Kemajuan teknologi disebabkan oleh teknologi cara-cara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisional. Ada tiga klasifikasi kemajuan teknologi, yaitu:

1. Kemajuan teknologi yang bersifat netral, terjadi jika tingkat output yang dicapai lebih tinggi dari kuantitas dan kombinasi-kombinasi input yang sama.

2. Kemajuan teknologi yang bersifat hemat tenaga kerja (labour saving) atau hemat modal (capital saving), yaitu tingkat output yang lebih tinggi yang bisa dicapai dengan jumlah tenaga kerja atau modal yang sama. 3. Kemajuan teknologi dalam meningkatkan modal, terjadi jika penggunaan

teknologi tersebut memungkinkan kita memanfaatkan barang modal yang ada secara produktif.

b. Pendidikan

(42)

25

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (Siregar dan Wahyuniarti, 2008).

Pendidikan dibagi tiga , yaitu:

1. Pendidikan Formal

Adalah jalur pendidikan yang struktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, menengah, dan tinggi jenjang pendidikan formal: a. Pendidikan Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain

yang sederajat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTS).

b. Pendidikan Menegah, merupakan lanjutan dari pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas, Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah (MA), serta bentuk lain yang sederajat.

c. Pendidikan Tinggi, merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan Diploma, Sarjana, dll.

2. Pendidikan Non Formal

(43)

26

bagi masyarakat yang membutuhkan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal.

3. Pendidikan Informal

Adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal maupun informal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.

c. Pengangguran

Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah

pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah pokok makro ekonomi yang paling utama (Todaro, 2003).

1. Jenis- jenis pengangguran:

Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau tidak bekerja secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:

(44)

27

c. Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.

2. Macam-macam pengangguran

Berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu:

a. Pengangguran konjungtural (Cycle Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.

b. Pengangguran struktural (Struktural Unemployment) adalah

pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran struktural bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti: akibat permintaan berkurang, akibat kemajuan dan teknologi, dan akibat kebijakan pemerintah.

c. Pengangguran friksional (Frictional Unemployment) adalah pengangguran yang muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja. Pengangguran ini sering disebut pengangguran sukarela.

(45)

28

1. Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin.

2. Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian (karena terjadi resesi). Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (agrerat demand).

Indikator pengangguran terbuka yang digunakan oleh BPS adalah tingkat pengangguran terbuka (TPT). Menurut Tambunan (2001), pengangguran dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan dengan berbagai macam cara, antara lain:

1. Jika rumah tangga memiliki batasan likuiditas, yang berarti bahwa konsumsi saat ini sangat dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka bencana pengangguran akan secara langsung mempengaruhi income proverty rate dengan consumption poverty rate.

(46)

29

d. Kependudukan

Penduduk mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan suatu wilayah. Karena itu perhatian terhadap penduduk tidak hanya dari sisi jumlah, tetapi juga kualitas. Penduduk yang berkualitas merupakan modal bagi

pembangunan dan diharapkan dapat mengatasi berbagai akibat dari dinamika penduduk (BPS, 2011).

Pertumbuhan penduduk yang cepat akan berpengaruh terhadap tingkat kepadatan penduduk di wilayah tersebut. Kepadatan penduduk dapat

didefinisikan sebagai jumlah orang persatuan luas lahan (per km2, per mil) di suatu daerah. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dapat diakibatkan karena tingginya angka kelahiran di suatu wilayah tersebut. Salah satu implikasinya akan tingginya angka kelahiran adalah banyaknya jumlah anak-anak di wilayah tersebut. Dengan demikian, jumlah angkatan kerja secara otomatis menanggung beban yang lebih banyak untuk menghidupi anak-anak di bawah usia 14 tahun. Penduduk yang berusia lanjut maupun yang masih anak-anak secara ekonomis disebut beban ketergantungan artinya, mereka merupakan anggota masyarakat yang tidak produktif, sehingga menjadi beban angkatan kerja yang produktif (Todaro, 2003).

(47)

30

laju pertumbuhan ekonomi. Sehingga jumlah penduduk yang diimbangi dengan perbaikan dalam pembangunan manusia seharusnya mampu mengurangi tingkat kemiskinan di daerah tersebut (BPS, 2010)

e. Kesehatan

Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan (Myrdal, 2000). Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia dan mendukung pembangunan ekonomi, serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

Langkah-langkah yang telah ditempuh adalah peningkatan akses kesehatan terutama bagi penduduk miskin melalui pelayanan kesehatan gratis;

peningkatan pencegahan dan penanggulangan penyakit menular termasuk polio dan flu burung; peningkatan kualitas, keterjangkauan dan pemerataan

pelayanan kesehatan dasar; peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan; penjaminan mutu, keamanan dan khasiat obat dan makanan;

penanganan kesehatan di daerah bencana; serta peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat (Myrdal, 2000).

(48)

31

tahun, yang bersumber dari data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dengan memperlihatkan tren hasil sensus penduduk. Selain angka kematian bayi, Angka Harapan Hidup (AHH) juga digunakan sebagai indikator untuk menilai derajat kesehatan penduduk. Semakin tinggi nilai angka harapan hidup di suatu wilayah, maka mengindikasikan pembangunan sosial ekonomi terutama yang terkait dengan fasilitas kesehatan wilayah tersebut semakin maju. Semakin maju pembangunan daerah di bidang kesehatan menunjukkan tingkat kesehatan yang ada dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat termasuk masyarakat miskin.

Berdasarkan teori mengenai lingkaran kemiskinan yang dikemukakan Myrdal bahwa semakin tinggi tingkat kesehatan masyarakat yang ditunjukkan dengan meningkatnya nilai AHH maka produktivitas akan semakin meningkat. Peningkatan produktivitas dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi yang nantinya akan menurunkan tingkat kemiskinan. Artinya semakin tinggi angka harapan hidup maka tingkat kemiskinan akan menurun.

6. Indeks Pembangunan Manusia

(49)

32

Indeks pembangunan manusia merupakan indikator strategis yang banyak digunakan untuk melihat upaya dan kinerja program pembangunan secara menyeluruh di suatu wilayah. Dalam hal ini IPM dianggap sebagai gambaran dari hasil program pembangunan yang telah dilakukan beberapa tahun

sebelumnya. Demikian juga kemajuan program pembangunan dalam suatu periode dapat diukur dan ditunjukkan oleh besaran IPM pada awal dan akhir periode tersebut. IPM merupakan ukuran untuk melihat dampak kinerja pembangunan wilayah yang mempunyai dimensi yang sangat luas, karena memperlihatkan kualitas penduduk suatu wilayah dalam hal harapan hidup, intelektualitas dan standar hidup layak. Pada pelaksanaan perencanaan pembangunan, IPM juga berfungsi dalam memberikan tuntunan dalam menentukan prioritas perumusan kebijakan dan penentuan program pembangunan. Hal ini juga merupakan tuntunan dalam mengalokasikan anggaran yang sesuai dengan kebijakan umum yang telah ditentukan oleh pembuat kebijakan dan pengambil keputusan.

IPM merupakan indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata sederhana dari 3 (tiga) indeks yang menggambarkan kemampuan dasar manusia dalam memperluas pilihan-pilihan, yaitu:

1. Indeks Harapan Hidup 2. Indeks Pendidikan

(50)

33

B. Penelitian Terdahulu

1. Yarlina Yacoub (2012), melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Tingkat Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat”. Menggunakan variabel tingkat pengangguran dan tingkat

kemiskinan, dengan teknik analisis regresi. Hasil yang diperoleh antara lain : Tingkat pengangguran berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat. Data empiris menunjukkan pola hubungan yang tidak selalu searah antara tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan. Pada kelompok keluarga yang sangat miskin, justru tingkat pengangguran rendah karena sebagian besar anggota keluarga bekerja untuk bisa bertahan hidup, terkadang anak-anak juga dilibatkan dalam bekerja dengan alasan penghasilan kepala keluarga atau orang tua tidak mencukupi kebutuhan keluarga, terutama pada keluarga petani dengan pendidikan yang rendah (dari total angkatan kerja yang bekerja, 61,07 % nya berpendidikan SD ke bawah, sehingga pendapatan yang diterima rendah).

2. Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti (2008), dalam penelitian yang berjudul “Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk

Miskin”. Menggunakan alat analisis regresi berganda, dengan variabel: PDRB, jumlah penduduk, IPM, sektor pertanian, sektor industri, inflasi, dan

pendidikan. Hasil dari penelitian ini adalah variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin

(51)

34

sedangkan variabel pangsa sektor pertanian dan industri berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin. Variabel yang berpengaruh negatif paling besar dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin yaitu pendidikan. Sedangkan variabel IPM tidak berpengaruh terhadap jumlah penduduk miskin.

3. Penelitian Sukmaraga (2011) menganalisis mengenai pengaruh variabel Indeks Pembangunan Manusia, PDRB per kapita, dan jumlah pengangguran terhadap jumlahpenduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008. Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS) yang menggunakan data antar ruang(cross section) Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 dengan bantuansoftware Eviews 4.1. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel IndeksPembangunan Manusia (IPM) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlahpenduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah, PDRB per kapita berpengaruh negatif dansignifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah, dan jumlahpengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskindi Provinsi Jawa Tengah.

(52)

35

miskin, sedangkan variabel pengangguran berpengaruh positif terhadap jumlah penduduk miskin.

5. Utami (2011), dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan dan Kebijakan Penanggulangannya di Provinsi Jawa Timur“, dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis data panel. Faktor-faktor yang digunakan yaitu, kependudukan, PDRB, pendidikan, kesehatan serta pengangguran. Hasil yang diperoleh antara lain: variabel kependudukan berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan, variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, variabel pendidikan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, variabel kesehatan berpengaruh negatif terhadap tingkat

kemiskinan, dan variabel pengangguran berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan.

(53)

36

7. Wongdesmiwati (2009), dengan judul “Pertumbuhan Ekonomi dan

(54)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu berkaitan dengan data yang waktu dikumpulkannya bukan (tidak harus) untuk memenuhi kebutuhan penelitian yang sedang dihadapi sekarang oleh peneliti (Ghozali, 2009). Data sekunder yang digunakan berupa data jumlah penduduk miskin, data jumlah pengangguran, dan data Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Data yang menunjang penelitian ini diperoleh dengan cara studi kepustakaan (library study), dengan cara mempelajari berbagai literatur serta tulisan-tulisan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti dan studi dokumenter

(55)

38

B. Definisi Operasional Variabel

Untuk menghindarkan kesalahan penafsiran, maka dapat dijelaskan definisi operasional untuk tiap-tiap variabel adalah sebagai berikut:

1. Jumlah Penduduk Miskin

Jumlah penduduk miskin dalam penelitian ini diukur dengan besarnya jumlah penduduk miskin absolut menurut kriteria Badan Pusat Statistik (BPS) di Kota Metro periode tahun 2001-2013. Data jumlah penduduk miskin ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung dengan satuan dalam ribu jiwa.

2. Jumlah Pengangguran

Pengangguran diartikan sebagai kondisi seseorang yang tidak sedang bekerja termasuk di dalamnya seseorang yang secara aktif mencari pekerjaan dan yang menunggu untuk memulai atau kembali bekerja (Sobel, 2009). Data jumlah pengangguran yang digunakan dalam penelitian ini adalah data jumlah pengangguran tahunan di Kota Metro pada tahun 2001-2013. Data jumlah pengangguran diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung dengan satuan jiwa.

3. Indeks Pembangunan Manusia

(56)

39

Kota Metro pada tahun 2001-2013 berdampak pada kondisi fisik masyarakat tercermin dalam angka harapan hidup serta kemampuan daya beli, sedangkan dampak non-fisik dilihat dari kualitas pendidikan masyarakat (Sukmaraga, 2011). Indeks pembangunan manusia merupakan indikator strategis yang banyak digunakan untuk melihat upaya dan kinerja program pembangunan secara menyeluruh di suatu wilayah. Dalam hal ini IPM dianggap sebagai gambaran dari hasil program pembangunan yang telah dilakukan beberapa tahun sebelumnya. Data IPM diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung dengan satuan persen.

C. Metode Analisis

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi, dimana analisis ini merupakan salah satu metode yang sangat populer dalam mencari hubungan antara 2 variabel atau lebih. Gujarati (2006) mendefinisikan analisis regresi sebagai kajian terhadap hubungan satu variabel yang diterangkan dengan satu atau dua variabel yang menerangkan. Variabel pertama disebut dengan variabel terikat sedangkan variabel berikutnya disebut sebagai variabel bebas. Jika variabel bebas lebih dari satu maka analisis regresi disebut regresi linear

berganda. Disebut berganda karena pengaruh beberapa variabel bebas akan dikenakan kepada variabel tergantung.

(57)

40

dengan metode kuadrat terkecil sederhana Ordinary Least Squares (OLS). Metode ini diyakini mempunyai sifat-sifat yang ideal dan dapat diunggulkan yaitu secara teknis sangat kuat, mudah dalam perhitungan dan penarikan interpretasinya. Fungsi persamaan yang akan diamati dalam penelitian ini adalah:

JPM = f (PGRN, IPM) ... (3.1)

Keterangan:

JPM : Jumlah Penduduk Miskin (jiwa) PGRN : Jumlah Pengangguran (jiwa)

IPM : Indeks Pembangunan Manusia (persen)

Secara pengertian ekonomi, penjelasan matematis tersebut adalah perubahan Jumlah Penduduk Miskin (JPM) akan dipengaruhi oleh perubahan Jumlah Pengangguran (PGRN) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Model JPM yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

JPM = β0+ β1PGRN + β2IPM + εi ... (3.2)

D. Uji Asumsi Klasik

(58)

41

1. Tidak terdapat autokorelasi (adanya hubungan antara masing-masing residual observasi).

2. Tidak terjadi multikolinearitas (adanya hubungan antar variabel bebas). 3. Tidak ada heteroskedastisitas (adanya variance yang tidak konstan dari

variabel pengganggu)

Sebelum melakukan uji regresi, metode ini mensyaratkan untuk melakukan uji asumsi klasik guna mendapatkan hasil yang baik, yakni:

1. Uji Normalitas

Uji asumsi normalitas pada model regresi digunakan untuk menguji apakah nilai residual yang dihasilkan dari regresi terdistribusi secara normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah yang memiliki nilai residual yang terdistribusi secara normal. Salah satu metode yang digunakan untuk menguji normalitas adalah menggunakan uji Jarque-Bera (uji J-B). Hasil penghitungan nilai J-B hitung ini dibandingkan dengan χ2

tabel dengan derajat kebebasan (degree of freedom = df) 2 dan α = 5%. Pedoman yang digunakan apabila J-B hitung > dibanding dengan χ2–tabel df 2 dan α 5%, maka hipotesis yang menyatakan

bahwa data yang digunakan berdistribusi normal ditolak, dan sebaliknya.

2. Uji Heterokedastisitas

Dalam regresi linear ganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar taksiran parameter dalam model tersebut BLUE adalah Var (ui) = σ2

(konstan), semua varian mempunyai variasi yang sama. Pada umumnya,

(59)

42

konsisten. Untuk memeriksa keberadaan heteroskedastisitas salah satunya dapat ditunjukkan uji Hal White yang tidak perlu asumsi normalitas dan relatif mudah. Kriteria uji digunakan:

a. Apabila nilai probability Obs*R-squared-nya > taraf nyata (α) yang digunakan, maka persamaan tidak mengalami heteroskedastisitas. b. Apabila nilai probability Obs*R-squared-nya < taraf nyata (α) yang

digunakan, maka persamaan mengalami heteroskedastisitas.

Solusi dari masalah heteroskedastisitas adalah mencari transformasi model asal sehingga model yang baru akan memiliki error-term dengan varians yang konstan.

3. Uji Autokorelasi

Autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Untuk

mendeteksi adanya korelasi serial adalah dengan melihat nilai Durbin-Watson (DW) dalam Eviews. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi, maka dilakukan dengan membandingkan DW- statistik dengan DW-tabel. Adapun kerangka identifikasi autokorelasi terangkum dalam tabel berikut:

Tabel 5. Uji Statistik Durbin-Watson Nilai Statistik Durbin

Watson Hasil

0 < d < dL Menolak hipotesis nol; ada autokerelasipositif dL < d <dU Daerah keragu-raguan; tidak ada keputusan

dU ≤ d ≤ 4 – dU Menerima hipotesis nol; tidak ada autokerlasi

positif/negative

(60)

43

Salah satu keuntungan dari uji Durbin-Watson yang didasarkan pada error adalah bahwa setiap program komputer untuk regresi selalu memberi informasi statistik d. Adapun prosedur dari uji Durbin-Watson adalah (Widarjono, 2007): 1. Melakukan regresi metode OLS dan kemudian mendapatkan nilai errornya. 2. Menghitung nilai d.

3. Dengan jumlah obeservasi (n) dan jumlah variabel bebas tertentu tidak termasuk konstanta (p-1), kita cari nilai kritis dL dan dU di statistik Durbin Watson.

4. Keputusan ada atau tidaknya autokorelasi dalam model regresi didasarkan pada Tabel 6.

Selain itu gejala autokorelasi dapat dideteksi dengan uji Breusch Godfrey Serrial Correlation Langrange Multiplier Test yang dikenal dengan uji LM atau LM-Test. Apabila nilai Probabilitas Obs*R-squared lebih besar dari tarif nyata tertentu (yang digunakan), maka persamaan ini dinyatakan tidak

mengalami autokorelasi. Apabila nilai Obs*R-squared yang diperoleh lebih kecil dari pada taraf nyata tertentu maka persamaan tersebut mengandung autokorelasi.

(61)

44

Solusi dari masalah autokorelasi karena salah satu penyebab berikut ini:

1. Dihilangkannya variabel yang sebenarnya berpengaruh terhadap variabel tak bebas.

2. Kesalahan spesifikasi model. Hal ini diatasi dengan mentransformasi model, misalnya dari model linear menjadi non-linear atau sebaliknya.

4. Uji Multikolinearitas

Uji ini berguna untuk mengetahui ada tidaknya hubungan (korelasi) yang sempurna atau hampir sempurna di antara beberapa atau semua variabel bebas. Analisis regresi yang baik bilamana tidak terdapat korelasi antar variabel bebas. Gujarati (2006: 68), mengatakan bahwa multikolinearitas dapat dideteksi dengan beberapa indikator sebagai berikut:

a. R2 relatif tinggi (0,70 – 1,00) tetapi hanya sebagian kecil atau bahkan tidak ada variabel bebas yang signifikan menurut t-test, maka diduga terdapat multikolinearitas.

b. Koefisien korelasi parsial (r2) relatif tinggi (lebih tinggi dari R2), maka cenderung terdapat multikolinearitas.

(62)

45

Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai VIF melebihi angka 5 maka dikatakan ada multikolinearitas.

Tindakan perbaikan dari masalah ini adalah:

a. Menggunakan extraneous atau informasi sebelumnya,

b. Mengkombinasikan data cross-sectional dan data deretan waktu, c. Meninggalkan variabel yang sangat berkorelasi,

d. Mentransformasikan data, dan e. Mendapatkan tambahan data baru

Cara mendeteksi multikolinearitas adalah melakukan regresi antar variabel penjelas (Gujarati, 2003), sehingga:

 R² yang dihasilkan sangat tinggi katakanlah diatas 0.85.

 F statistik dan t statistik menunjukan tidak adanya multikolinearitas dan

menggunakan korelasi parsial.

E. Uji Hipotesis

1. Uji t

Pengujian terhadap masing-masing koefisien regresi parsial dengan

(63)

46

a) PGRN – JPM

H0 : β1 = 0 tidak ada pengaruh antara jumlah pengangguran (PGRN) dengan jumlah penduduk miskin (JPM).

Ha : β1 > 0 ada pengaruh positif antara jumlah pengangguran (PGRN) dengan jumlah penduduk miskin (JPM).

b) IPM – JPM

H0 : β2 = 0 tidak ada pengaruh antara Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan jumlah penduduk miskin (JPM).

Ha : β2 < 0 ada pengaruh negatif antara Indeks Pembangunan Manusia

(IPM) dengan jumlah penduduk miskin (JPM).

Pada tingkat signifikansi 5 persen dengan pengujian yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. H0 diterima Ha ditolak apabila t hitung < t tabel atau jika probabilitas t hitung > tingkat signifikansi 0,05, artinya adalah salah satu variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.

2. H0 ditolak Ha diterima apabila t hitung > t tabel atau jika probabilitas t hitung < tingkat signifikansi 0,05, artinya adalah salah satu variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.

2. Uji F

(64)

47

tabel, dengan kententuan jika FStatistik > F tabel maka H0 ditolak dan Ha diterima berarti variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen secara bersama-sama, dengan formulasi hipotesis sebagai berikut:

H0 : β1= β2= β3= 0 H0 diterima (Prob F-statistik signifikan pada α 5%), artinya variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Ha : β1= β2= β3≠ 0 Ha diterima (Prob F-statistik tidak signifikan pada α = 5%), artinya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

F. Tingkat Elastisitas variabel bebas

Tingkat elastisitas digunakan untuk mengetahui besarnya perubahan variabel terikat (Y) akibat perubahan yang terjadi pada variabel bebas dengan asumsi variabel lain tetap. Rumus yang digunakan apabila variabel dependen dengan variabel independen berbeda satuan sebagai berikut:

e =

̅

maka, e = β ̅ ̅

Keterangan:

β = Koefisien variabel bebas

LN

̅

= rata-rata variabel terikat yang telah dilogaritma natural

(65)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data pembahasan pada bab sebelumnya diperoleh kesimpulan penelitian sebagai berikut:

1. Hasil perhitungan membuktikan secara bersama-sama variabel jumlah

pengangguran, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), berpengaruh secara nyata terhadap jumlah penduduk miskin di Kota Metro pada tingkat

kepercayaan 95 persen.

2. Besarnya R-squared pada hasil estimasi model JPM adalah sebesar 0,714099. Berarti bahwa 71% jumlah penduduk miskin (JPM) di Kota Metro dapat dijelaskan oleh variasi model dari pengangguran (PGRN) dan Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) sementara sisanya sebesar 29% dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model tersebut.

(66)

65

sebesar 10 jiwa maka akan dapat meningkatkan jumlah penduduk miskin di Kota Metro sebesar 12 jiwa dengan asumsi variabel lain tidak berubah.

4. Hasil elastisitas variabel menunjukan bahwa pengaruh positif yang diberikan oleh variabel IPM terhadap jumlah penduduk miskin sangat kecil dengan persentase sebesar 2,33% yang berarti apabila terjadi kenaikan IPM sebesar 1% maka akan dapat meningkatkan jumlah penduduk miskin di Kota Metro

sebesar 2,33%, hasil ini menolak hipotesis yang menyatakan bahwa diduga Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berpengaruh negatif terhadap jumlah penduduk miskin di kota Metro.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh maka dapat diajukan beberapa masukan baik bagi pemerintah maupun penelitian lebih lanjut yang tertarik untuk meneliti jumlah penduduk miskin di Kota Metro yaitu:

(67)

66

(68)

DAFTAR PUSTAKA

Afrizal, Fitrah. 2013. Analisis Pengaruh Tingkat Investasi, Belanja Pemerintah Dan Tenaga Kerja Terhadap PDRB Di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2001-2011.Skripsi Jurusan Ilmu Ekonomi. Universitas Hasanudin. Makassar Arifin, 2003. Keterkaitan antara kebijakan fiscal dengan pertumbuhan ekonomi

suatu daerah. jurnal ekonomi. Jakarta

Arsyad, Lincolin. 1999.Ekonomi Pembangunan, Ed. 3. Yogyakarta: STIE YKPN BPFE

Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2013.Lampung Dalam Angka.Bandar Lampung

Badan Pusat Statistik Kota Metro

Budhi, M. K. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap

Pengentasan Kemiskinan di Bali: Analisis FEM Data Panel.Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan. Vol. 6. No. 1

Chambers, Robert. 1998.Pembangunan Desa: Mulai dari Belakang. Jakarta (Terjemahan). LP3ES

Ghozali, Imam. 2009.Aplikasi Analisis Multivivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang

Gujarati, Damodar. 2003.Basic Econometric, (Fourth edition), USA, Mc Graw-Hill International

Gujarati, Damodar. 2006.Basic Econometrics, McGraw-Hill

Halim, Abdul. 2007.Bunga Rampai: Manajemen Keuangan Daerah. Edisi 3. UPP AMP YKPN. Yogyakarta

Hastarini, Tantian. 2002. Analisis Kesenjangan Pembangunan Ekonomi di Propinsi Jawa Tengah 1980-2000.Tesis S.2 MIESP Undip. Semarang Hermanto Siregar, D. W. 2008. Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap

Penurunan Jumlah Penduduk Miskin.Jurnal Kajian Ekonomi dan Lingkungan

Jhingan, M. L. 2004.Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: Raja Grafindo Persada

(69)

Kuncoro, Haryo. 2007.”Fenomena Flypaper Effect pada Kinerja Keuangan

Pemerintah Daerah Kota dan Kabupaten di Indonesia”.Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar

Kuncoro, Mudrajat. 2004.Otonomi dan Pembangunan Daerah. Erlangga. Jakarta Mankiw, N. G. 2003.Teori Makroekonomi Terjemahan Imam Nurmawan.

Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama

Myrdal, Gunnar.2000.Obyektivitas Penelitian Sosial, Jakarta: LP3ES.

Napitupulu, Apriliyah, 2007.Pengaruh Indikator Komposit Indeks Pembangunan Manusia Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin Di Sumatera Utara.

Prasetyo, A. A. 2010.Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tingkat Kemiskinan (Studi Kasus di 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah 2003-2007). Semarang: Universitas Diponegoro

Raihana, Kaplale, S. M. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat

Kemiskinan di Kota Ambon (Study Kasus di Dusun Kranjang Desa Waiyame Kec. Teluk Ambon dan Desa Waiheru Kec. Teluk Ambon Baguala Kota Ambon).Jurnal Agribisnis Kepulauan. Vol. 1. No. 1

Rejekiningsih, T. W. 2011. Identifikasi Faktor Penyebab Kemiskinan di Kota Semarang dari Dimensi Kultural.Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol. 12. No. 1. Hal. 28-44

Rusdarti, L. K. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah.Jurnal Economics. Vol. 9. No. 1

Saputro, A. E. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Secara Makro di Lima Belas Provinsi Tahun 2007.Jurnal Organisasi dan Manajemen. Vol. 6. No. 2. Hal. 89-100

Simanjuntak, Payaman, J. 2002.Undang-Undang yang Baru tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Kantor Perburuhan Internasional: Jakarta

Sitepu, S. 2005. Dampak Investasi Sumber Daya Manusia Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia: Pendekatan Compotable General Equiliberium Model.Journal Economics Prisma. Vol. 1. Hal. 17-31

Siregar, Hermanto dan Wahyuniarti, Dwi. 2008,Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin,

http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/PROS_2008MAK3.pdf

(70)

Sukmaraga, P, 2011,Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia, PDRB per Kapita, dan Jumlah Pengangguran Terhadap Jumlah Penduduk Miskin Metode OLS,Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro. UNDIP

Supranto. J. 2002. Ekonometrika. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta.

Suryawati, C. 2005. Memahami Kemiskinan secara Multidimensional.JMPK. Vol. 08. No.03

Soegijoko, Budhy Tjahjatiet al. 2001.Bunga Rampai Perencanaan Pembangunan di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana

Tambunan, Tulus. 2001.Perekonomian Indonesia: Teori dan Temuan Empiris. Jakarta. Ghalia Indonesia

Todaro, Michael P. 2003,Ekonomi Pembangunan Di Dunia Ketiga Edisi 7, Jakarta : Erlangga.

Todaro, Michael, P. dan Stephen C. Smith, 2004.Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga,Edisi Kedelapan, Jakarta: Penerbit Erlangga.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Utami, Putri A R. 2011,“ Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan dan Kebijakan Penanggulangannya di Provinsi Jawa Timur, Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, Nomor 4, Hal. 110-119.

Widarjono, Agus. 2007.Ekonomi Pengantar dan Aplikasi. Penerbit Ekonisia. Yogyakarta

Wongdesmiwati, 2009. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan di Indonesia Tahun 1990-2004: Analisis Ekonometrika.Jurnal Ekonomi Pembangunan

Yacoub, Y. 2012. Pengaruh Tingkat Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat.Jurnal Ilmu Ekonomi. Vol. 8. No. 3. Hal. 176-185

Gambar

Tabel Titik Persentase Distribusi t (df = 1-40) .............................................L-7
Tabel 1. Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun 2008-2012
Tabel 2. Jumlah dan Persentase Pertumbuhan Penduduk Miskin di
Tabel 3. Jumlah dan Persentase Pertumbuhan Pengangguran di Kota Metro Tahun 2001-2013
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasakan pada uraian latar belakang masalah diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ ANALISIS EKONOMI PEMBANGUNAN JALAN DI KECAMATAN

Pengaruh Tingkat Jumlah Penduduk, Pengangguran, Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi Dan Belanja Modal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Di Provinsi Jawa Tengah Tahun

Hal ini berarti juga semak in tinggi perolehan pendapatan akan menyebabkan penurunan jumlah penduduk miskin.Hasil regresi ini ditunjang dengan data bahwa adanya

Maka hal tersebut menunjukkan hasil signifikansi adalah kurang dari 0,05 yang berarti bahwa seluruh variabel independen (X), Indeks Pembangunan Manusia (X1), Inflasi (X2),

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis termotivasi melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Program Pemberdayaan Perempuan DKM (P3DKM) dan Z-Mart Terhadap

Dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk, tingkat pengangguran terbuka, dan indeks pembangunan manusia berpengaruh terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Timur karena adanya

Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk Miskin, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Pertumbuhan Ekonomi, dan Tingkat Pembangunan Terbuka (TPT) Terhadap Tingkat Kemsikinan di

Dari latar belakang diatas, maka pada penelitian ini mengambil judul “ANALISIS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN WILAYAH DI PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 1995-2008” untuk menghitung seberapa