• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Herbisida IPA Glifosat 486 SL untuk Pengendalian Gulma pada Budidaya Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muel. Arg.) Belum Menghasilkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Herbisida IPA Glifosat 486 SL untuk Pengendalian Gulma pada Budidaya Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muel. Arg.) Belum Menghasilkan"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS HERBISIDA IPA GLIFOSAT 486 SL UNTUK

PENGENDALIAN GULMA PADA BUDIDAYA TANAMAN

KARET (Hevea brasiliensis

Muel. Arg

) BELUM MENGHASILKAN

I GEDE SUPAWAN

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Herbisida IPA Glifosat 486 SL untuk Pengendalian Gulma pada Budidaya Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muel. Arg.) Belum Menghasilkan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

I Gede Supawan

(4)

ABSTRAK

I GEDE SUPAWAN. Efektivitas Herbisida IPA Glifosat 486 SL untuk Pengendalian Gulma pada Budidaya Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muel. Arg.) Belum Menghasilkan. Dibimbing oleh HARIYADI

Penelitian dilakukan di perkebunan PTPN VIII Cikumpay Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, pada bulan September 2012 sampai Desember 2012. Penelitian ini dilakukan untuk menguji efektivitas herbisida IPA glifosat 486 SL. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan satu faktor. Penelitian ini menggunakan 7 perlakuan dengan empat ulangan. Perlakuan dosis IPA glifosat 486 SL yang diberikan adalah 1.0 l ha-1(P1), 1.5 l ha-1 (P2), 2.0 l ha-1 (P3), 2.5 l ha-1 (P4), 3.0 l ha-1 (P5), Penyiangan Manual (P6), dan Kontrol (P7). Herbisida IPA glifosat 486 SL tidak efektif menekan pertumbuhan gulma di perkebunan karet belum menghasilkan. Perhitungan rata-rata perlakuan herbisida pada setiap dosis tidak menunjukan perbedaan yang nyata walaupun secara umum terjadi penurunan berat kering gulma pada setiap perlakuan. Selama pengamatan tidak ditemukan gejala keracunan pada tanaman karet untuk setiap perlakuan dosis. Hal tersebut menunjukan bahwa aplikasi herbisida IPA glifosat 486 SL tidak berbahaya pada tanaman karet belum menghasilkan.

Kata kunci: aplikasi, dosis, gulma, herbisida, IPA glifosat

ABSTRACT

I GEDE SUPAWAN. Effectiveness of Herbicide Glyphosate IPA 486 SL for Weed Control in Immature Rubber Crops (Hevea brasiliensis Muel. Arg.). Supervised by HARIYADI

The research was conducted in the plantation PTPN VIII Cikumpay Purwakarta, West Java, from September 2012 until December 2012. This reaserch was conducted to test the effectiveness of the herbicide glyphosate IPA

486 SL. The experimental design used in this research were randomized design Complete Group (RKLT) with one factor. This research use seven treatments with four replications. Treatment doses of glyphosate IPA 486 SL given is 1.0 l ha-1 (P1), 1.5 l ha-1 (P2), 2.0 l ha-1 (P3), 2.5 l ha-1 (P4), 3.0 l ha-1 (P5), Weeding Manual (P6), and Control (P7). Herbicide glyphosate IPA 486 SL was not effective in suppressing the growth of weeds in immature rubber plantations.. Calculation the average herbicide treatments at any dose did not show significant differences, although in general there is a decrease in weed dry weight each observation. During observations did not symptoms of poisoning in the rubber plant for each treatment dose. It shows that the application of glyphosate IPA 486 SLherbicide is not dangerous to immature rubber plants.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

EFEKTIVITAS HERBISIDA IPA GLIFOSAT 486 SL UNTUK

PENGENDALIAN GULMA PADA BUDIDAYA TANAMAN

KARET (Hevea brasiliensis Muel. Arg.) BELUM MENGHASILKAN

I Gede Supawan

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(6)
(7)

Judul Skripsi: Efektivitas Herbisida IPA Glifosat 486 SL untuk Pengendalian Gulma pada Budidaya Tanaman Karet (Hevea brasiliensisMuel. Arg.) Belum Menghasilkan

Nama : I Gede Supawan NIM : A24090024

Disetujui oleh

Dr. Ir. Hariyadi, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 ini ialah pengandalian lingkungan perkebunan karet, dengan judul Efektivitas Herbisida IPA Glifosat 486 SL untuk Pengendalian Gulma pada Budidaya Tanaman Karet (Hevea brasiliensisMuel. Arg.) Belum Menghasilkan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Hariyadi, MS selaku pembimbing, serta seluruh dosen dan staf Departemen AGH yang telah banyak membantu dan memberi masukan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ihsan Baharudin, dan seluruh mandor dari PTPN VIII Cikumpay serta Bapak Hendri Antoro beserta staf dari Stasiun BMKG Dramaga dan Ray March Syahadat yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian dan pengumpulan data.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga seluruh teman-teman AGH, Faperta, IPB, serta seluruh pihak atas segala, bantuan doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

I Gede Supawan

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Karet 2

Gulma 3

Persaingan Gulma dan Tanaman Karet 3

Pengendalian Gulma 4

Glifosat 5

METODE 5

Tempat dan Waktu 5

Bahan dan Alat 6

Metode Penelitian 6

Pelaksanaan Penelitian 6

Pengamatan 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Kondisi Umum 8

Gulma Dominan 9

Bobot Kering Gulma Total 12

Bobot Kering Gulma Daun Lebar 13

Bobot Kering Gulma Rumput 14

Fitotoksisitas pada Tanaman Karet Belum Menghasilkan 16

Perbandingan dengan Pengendalian Mekanis 17

KESIMPULAN DAN SARAN 18

Kesimpulan 18

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN 21

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Rekapitulasi sidik ragam pada tiap waktu pengamatan 9 2 Nisbah jumlah dominansi (NJD) gulma sebelum aplikasi herbisida 10 3 Nisbah jumlah dominansi (NJD) gulma setelah aplikasi herbisida 10 4 Data curah hujan selama percobaan di areal percobaan 12 5 Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma

total 12

6 Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma

daun lebar 14

7 Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma

rumput 15

8 Data nilai rata-rata tingkat skoring toksisitas pada tanaman karet belum

menghasilkan 16

9 Perbandingan biaya antara perlakuan penyiangan manual dengan perlakuan herbisida pada beberapa dosis 19

DAFTAR GAMBAR

1 Kondisi lahan percobaan di PTPN VIII Cikumpay, Purwakarta sebelum

aplikasi 9

2 Gulma dominan 11

3 Tidak terlihat adanya keracunan pada batang dan tajuk tanaman karet 17

DAFTAR LAMPIRAN

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Karet (Hevea brasiliensis Muel. Arg.) merupakan salah satu tanaman yang termasuk ke dalam tanaman perkebunan yang hasil olahan getahnya banyak dimanfaatkan pada alat transportasi. Menurut Madjid (1986) karet telah ditanam secara komersial sejak permulaan abad ke-20. Tanaman ini juga merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia, selain sebagai sumber lapangan kerja utama di daerah, komoditas itu juga memberikan kontribusi yang signifikan sebagai sumber devisa negara.

Menurut Kementrian Pertanian (2012), pada tahun 2011 luas areal perkebunan karet Indonesia mencapai 3.4 juta hektar dan produksi karet 2.8 juta ton. Data ini menunjukan adanya peningkatan produktivitas dari tahun 2010, yaitu 2.41 juta ton. Indonesia sebagai salah satu produsen besar karet memiliki posisi lebih baik dibandingkan dengan Malaysia yang hanya memiliki luas lahan 1,02 juta hektar dengan produksi mencapai 951 ribu ton, namun Indonesia masih kalah dari Thailand dalam hal produksi mencapai 3,1 juta ton dengan luas lahan 2,6 juta hektar. Ketiga negara itu saat ini merupakan produsen karet terbesar di dunia.

Meningkatkan produksi hasil perkebunan sering kali ditemui berbagai kendala, mulai dari ketersedian tenaga kerja hingga adanya serangan hama dan penyakit tanaman (HPT) yang berdampak pada penurunan hasil produksi. Kendala lainnya yang paling sering ditemui adalah banyaknya tanaman yang tidak diinginkan yang tumbuh pada tajuk tanaman utama. Gulma yang tumbuh bersama-sama dengan tanaman karet diketahui dapat menyebabkan kerugian terhadap karet tersebut akibat adanya kompetisi antara tanaman dengan gulma dalam memanfaatkan sarana tumbuh seperti air, unsur hara, cahaya matahari dan ruang tumbuh. Menurut Wiroatmodjo et al. (1992) gulma atau tanaman yang tidak diinginkan keberadaannya menjadi pesaing utama tanaman utama pada saat pertumbuhan tanaman.

Herbisida merupakan bahan kimia yang dapat menghentikan pertumbuhan gulma sementara atau seterusnya bila diperlakukan pada ukuran yang tepat (Sembodo 2010). Pemilihan herbisida yang sesuai untuk pengendalian gulma di pertanaman karet merupakan suatu hal yang sangat penting. Pemilihan dilakukan dengan memperhatikan daya efikasi herbisida terhadap gulma dan ada tidaknya fitotoksisitas pada tanaman.

(13)

2

Perumusan Masalah

1. Seberapa efektif herbisida IPA glifosat 486 SL untuk mengendalikan gulma pada tanaman karet belum menghasilkan?

2. Perlakuan mana yang paling efektif untuk mengendalikan gulma pada tanaman karet belum menghasilkan?

3. Bagaimanakah efek toksisitas herbisida glifosat 486 SL terhadapa tanaman karet belum menghasilkan?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas herbisida IPA glifosat 486 SL untuk pengendalian gulma pada budidaya tanaman karet (Hevea brasiliensisMuel. Arg.) belum menghasilkan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi tentang efektivitas dan efek toksisitas herbisida IPA glifosat 486 SL dalam pengendalian gulma pada budidaya tanaman karet (Hevea brasiliensis Muel. Arg.) belum menghasilkan. Penelitian ini juga bermanfaat untuk memberikan informasi formula dosis herbisida IPA glifosat 486 SL yang efektif.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan analisis vegetasi pada gulma sebelum dan setelah aplikasi herbisida. Analisis vegetasi sebelum aplikasi bertujuan untuk mengetahui gulma dominan pada lahan percobaan. Analisis vegetasi setelah aplikasi herbisida bertujuan untuk mengetahui efektivitas dari herbisida yang diaplikasikan dan efek toksisitasnya terhadap tanaman karet belum menghasilkan.

TINJAUAN PUSTAKA

Karet

Tanaman karet adalah tanamn perkebunan yang banyak dibudidayakan di negara tropis. Tanaman karet sendiri memiliki nama latinHevea brasiliensis

Muell. Arg. yang berasal dari Brazilia, Amerika Selatan tepatnya di wilayah Amazon Brazilia. Tanaman karet mulai dibudidayakan di Indonesia pada tahun 1864 di Jawa Barat. Sedangkan perkebunan karet dimulai di Sumatera Utara tahun 1903, dan di Jawa tahun 1906 (Semangun 2000).

(14)

3

Hasil karet biasa dimanfaatkan atau diolah menjadi beberapa produk antara lain adalah: RSS I, RSS II, RSS III, Crumb Rubber, Lump, dan Lateks. Hasil utama dari pohon karet adalah lateks yang dapat dijual atau diperdagangkan di masyarakat berupa lateks segar, slab/koagulasi, ataupun sit asap/sit angin. Selanjutnya produk-produk tersebut akan digunakan sebagai bahan baku pabrik Crumb Rubber/Karet Remah, yang menghasilkan berbagai bahan baku untuk berbagai industri hilir seperti ban, bola, sepatu, karet, sarung tangan, baju renang, karet gelang, mainan dari karet, dan berbagai produk hilir lainnya.

Gulma

Gulma atau tumbuhan pengganggu merupakan tumbuhan yang keberdaannya tidak diharapkan oleh manusia. Sifat gulma adalah mengganggu pertumbuhan tanaman pokok. Selama ini, masalah pada tanaman perkebunan besar adalah masalah tentang gulma. Kehilangan produk pada tanaman perkebunan yang disebabkan oleh gangguan gulma cukup besar, belum lagi ada tambahan biaya untuk pengendaliannya. Penyebaran gulma dari suatu tempat ketempat budidaya lainnya disebabkan oleh beberapa hal, antara lain oleh manusia, hewan, angin dan alat-alat pertanian yang tidak dibersihkan sebelumnya (Sukman dan Yakup 1991).

Daya kompetisi gulma ditentukan oleh jenis, densitas, distribusi, umur atau lamanya gulma tumbuh bersama tanaman budidaya, kultur teknik yang ditetapkan pada tanaman budidaya dan jenis atau varietas tanaman (Tjitrosoedirdjo et al. 1984)

Secara kualitatif, Suprapto dan Yufdy (1987) menyatakan bahwa pengaruh buruk dari gulma pada tanaman yang kurang mendapat perawatan yang teratur adalah pertumbuhan tanaman terhambat, cabang produksi kurang dan pertumbuhan tanaman muda tidak normal serta daunnya benwarna kuning. Selain faktor kompetisi dan alelopati, keberadaan gulma di pertanaman dapat menjadi inang patogen atau hama bagi tanaman.

Persaingan Gulma dan Tanaman Karet

(15)

4

Spesies gulma yang umumnya dijumpai pada tanaman karet ialah gulma

Digitaria ciliaris, Cynodon dactylon, Echinochloa colona Echinochlo crussgali, Paspalum conjugatum, Paspalum distichum, Eleusine indica, Cyperus rotundus, Borreria latifolia, Borreria alaat, Phyllantus niruri, Cyrtoccocum patens dan Ageratum conyzoides.

Tanaman sangat peka terhadap persaingan dengan gulma sejak awal penanaman sampai dengan seperampat atau sepertiga umur tanaman (Bangun, 1985). Penurunan hasil akibat kompetisi tanaman karet degan gulma dapat berkisar antara 5-6 persen. Gangguan gulma secara langsung terhadap tanaman karet selain melalui kompetisi juga melalui alelopati. Beberapa jenis gulma yang dapat menurunkan hasil tanaman diantaranya ialah Echinochlo crussgali

dan Ageratum conyzoides(Kohli 1997).

Pengendalian Gulma

Pengendalian gulma pada hakekatnya merupakan usaha untuk melemahkan daya saing gulma dan meningkatkan daya tumbuh tanaman budidaya ada beberapa teknik pengendalian gulma yang sering digunakan oleh manusia diantaranya, preventif, mekanis, kultur teknis, hayati, kimia dan pengendalian terpadu (integrated weed management). Tindakan pengendalian gulma yang sering dilakukan adalah dengan menggunakan bahan kimia sintetis yang disebut dengan herbisida.

Menurut Johnson et al. (1998) pengendalian gulma memakai herbisida diperoleh hasil yang cukup memuaskan, namun penggunaan herbisida juga dapat menyebabkan perubhan komposisi spesies dan kepadatan (density) gulma disuatu tempat dalam jangka waktu lama. Selain itu, apabila herbisida diaplikasikan secara terus-menerus dapat mengakibatkan resistensi tumbuhan terhadap herbisida. Bila herbisida tersisa dalam tubuh tumbuhan sampai saat panen maka ada residu dalam tubuh tumbuhan dan yang tersisa dalam tanah menjadi residu dalam tanah yang dapat mempengaruhi pertumbuhan berikutnya.

Dibalik pengaruh negatif yang ditimbulkan karena pengaplikasian herbisida, pengendalian gulma memakai herbisida juga memiliki kelebihan-kelebihan diantaranya, tidak perlu memakai banyak tenaga kerja, memakan sedikit waktu, dapat mengendalikan gulma dengan cakupan areal yang lebih luas dan cepat dibandingkan pegendalian manual serta lebih hemat tenaga.

(16)

5

Glifosat

Glifosat [N-(phosphonomethyl)glysin] merupakan salah satu herbisida dari golongan phosphono amino acid yang bersifat non selektif dan efektif untuk rerumputan daripada gulma daun lebar Herbisida glifosat bersifat sistemik, mengendalikan gulma dengan cara menghambat proses sintesis asam amino (Taufiq 2003). Menurut Tjitrosoedirdjo et al. (1984), herbisida sistemik adalah herbisida yang ditranslokasikan ke dalam jaringan tumbuhan sehingga akan mematikan jaringan sasaran seperti daun, tunas, dan perakaran. Mode of action (cara kerja) glifosat adalah menyerang enzim 5- enoylpyruvate shikimic acid-3-phosphate synthase (EPSP synthase) yang terdapat di kloroplas. Enzim ini berperan dalam biosintesis asam amino aromatik seperti triptopan, fenilalanin, dan tirosin. Nama kimia dari herbisida Glifosat adalah N-(phosphonomethyl) glycine, atau garam isopropylamine dengan rumus empiris C3H8NO5P. Landerdale dan Savannah (1998) menambahkan herbisida ini

memiliki titik lebur 230oC dengan massa jenis 0.5 g cm-3, dengan berat molekul 169.07, berwarna putih jernih dan tidak berbau berbentuk kristal bening. Adapun rumus bangun kimia herbisida Glifosat sebagai berikut:

CH – C – CH2– NH – CH2 – P – (OH)2

Glifosat sangat cocok untuk mengendalikan gulma-gulma jenis rumput, teki-tekian dan daun lebar yang bersifat semusim (annual), dwi tahunan (biennial), dan tahunan (perennial). Selain itu herbisida ini cukup efektif untuk mengendalikan gulma semak berkayu. Setelah herbisida diaplikasikan, herbisida glifosat yang tidak mengenai sasaran atau tercecer akan segera diabsorbsi oleh tanah dan cenderung sulit tercuci. Waktu paruh rata-rata dari herbisida glifosat dalam tanah adalah 60 hari (Landerdale dan Savannah 1998).

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksakan di perkebunan karet (TBM) PTP Nusantara VIII (Persero) Cikumpay, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat dan di Laboratorium Pasca Panen, Departemaen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung selama empat bulan dari bulan September 2012 sampai bulan Desember 2012.

⃦ ⃦

(17)

6

Bahan dan Alat

Kultivar yang digunakan adalah semua klon/jenis karet PR 255 dengan umur yang seragam empat tahun. Herbisida yang digunakan adalah herbisida yang diuji yaitu herbisida IPA glifosat 486 SL serta 15 iter air. Alat yang dipakai dalam penelitian ini adalah sprayer knapsack semi otomatis dan nozel T-jet warna biru, gelas ukur, ember, timbangan, tali, label, plastik, amplop, pisau cuter, spidol, kamera digital, oven dan kuadran dengan ukuran 0.5 m x 0.5 m.

Meteode Penelitian

Penelitian ini menggunkan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan satu faktor yang terdiri dari tujuh perlakuan dengan empat kali ulangan pada setiap herbisida yang diuji. Perlakuan menggunakan herbisida dengan dosis 1.0 l ha-1, 1.5 l ha-1, 2.0 l ha-1, dosis 2.5 l ha-1 dan 3.0 l ha-1. Perlakuan keenam tidak menggunakan herbisida tetapi dengan cara penyiangan manual dengan teknik babat dempes, yang akan dilakukan sekali pada pengamatan 10 minggu setelah aplikasi (12 MST). Perlakuan ketujuh merupakan kontrol yang digunakan sebagai pembanding yang tidak diberikan penyiangan dan perlakuan apapun.

Model rancangan yang digunakan adalah:

Yij= µ + τi+ βj+ εij

Keterangan:

Yij =pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

µ = nilai rata-rata populasi

τi = pengaruh aditif dari perlakuan ke-i βj = pengaruh aditif dari kelompok ke-j

εij = pengaruh acak dari perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

Pengolahan data dikerjakan menggunakan metode analisis ragam. Apabila perlakuan menunjukkan pengaruh nyata maka akan dulakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) terhadap perbedaan nilai rata-rata pada taraf kepercayaan 5% dengan prosedur uji yang sesuai dengan rancangan percobaan (Gomez dan Gomes 1995). Satuan petak terdiri atas gulma dibawah 5 tanaman karet (TBM) atau dengan luas 3 m x 15 m. Jarak antar satuan petak perlakuan adalah satu tanaman karet di dalam barisan.

Pelaksanaan Penelitian

(18)

7

Setiap petak berukuran 3 m x 15 m dengan jarak antar ulangan adalah 3 m dan jarak antara petak dalam satu ulangan adalah 2 m. Keadaan tumbuhan karet relatif seragam dengan jarak tanam sesuai dengan kondisi perkebunan setempat yaitu 2.5 m x 6 m dengan jumlah populasi adalah 667 pohon ha-1. Pemeliharaan tanaman karet terpelihara dengan baik sesuai dengan anjuran perkebunan setempat. Penutupan gulma secara umum tidak kurang dari 75% dengan kondisi lingkungan yang mendukung.

Cara dan aplikasi herbisida

Cara aplikasi herbisida dan alat yang digunakan disesuaikan dengan sifat fisik, cara kerja dan bentuk formulasi herbisida yang diuji. Untuk Diamati sebanyak dua petak kuadrat, menggunakan metode kuadrat berukuran 0.5 m x 0.5 m. Letak petak kuadrat ditetapkan secara sistematis. Waktu pengambilan contoh gulma dilakukan sebelum dan setelah aplikasi. Pengambilan contoh gulma sebelum aplikasi digunakan untuk data biomasa kerapatan dan frekwensi dilakukan sebelum aplikasi dimaksudkan untuk menganalisis vegetasi menggunakan tehnik sum dominance ratio(SDR), yaitu proses perhitungan jumlah dominasi gulma yang ada di areal percobaan tersebut. Pengambilan contoh setelah aplikasi dilakukan setiap 2 minggu sekali setelah aplikasi, yaitu pada 2, 4, 6, 8, 10 dan 12 MSA.

Cara pengambilan contoh

Contoh gulma yang diambil adalah gulma sasaran yang menjadi target herbisida yang diuji yang diperoleh menggunakan teknik pelemparan alat kuadran perpetak perlakuan. Gulma yang masih segar dipotong tepat setinggi permukaan tanah, kemudian dipisahkan setiap spesies. Selanjutnya gulma dikeringkan pada oven dengan temperatur 80oC selama 48 jam.

Pengamatan karet

Jumlah contoh tanaman karet untuk pengamatan fitotoksisitas adalah sebanyak 3 tanaman dalam satuan petak perlakuan dan ditentukan secara acak. Tingkat keracunan dinilai secara visual terhadap populasi kultivar dalam satuan petak perlakuan, diamati pada 2, 4 dan 6 minggu setelah aplikasi atau setelah aplikasi kedua. Skoring keracunan sebagai berikut

:

(19)

8

3 = keracunan berat, >50- 75% bentuk warna daun dan atau pertumbuhan tanaman karet tidak normal

4 = keracunan sangat berat, >75% bentuk warna daun dan atau pertumbuhan tanaman karet tidak normal

Kriteria efikasi

 Efektivitas herbisida yang diuji dibandingkan dengan perlakuan pembanding dan kontrol.

 Efikasi herbisida yang diuji disimpulkan berdasarkan analisis statistik data biomasa spesies gulma sasaran.

 Sebagai data penunjang adalah keracunan dan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan karet.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Perkebunan Cikumpay terletak di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Perkebunan Cikumpay berjarak 19 km dari Purwakarta dan 109 km dari Bandung. Lokasi Perkebunan Cikumpay berada di lima wilayah kecamatan di Purwakarta, yaitu Campaka, Cibatu, Bungursari, Darangdan dan Plered. Wilayah Perkebunan Cikumpay terletak kira-kira 70-90 m dpl dengan keadaan topografi datar hingga bergelombang. Kecamatan Campaka terletak pada lintang 06o30’33.9” LS, bujur 107o28’58.5” BT dengan evaluasi 97 meter.

Kondisi pertanaman karet pada awal dimulainya penelitian di areal percobaan terlihat sangat baik dan sesuai dijadikan tempat percobaan (Gambar 1). Umur tanaman karet waktu pada areal penelitian adalah empat tahun. Tajuk tanaman sudah cukup tinggi berkisar 3-4 meter dan belum pernah disadap. Aplikasi dilakukan pada pagi hari yaitu pada tanggal 29 September 2012, pada pukul 08.00 WIB yang diperkirakan tidak turun hujan atau maksimal turun hujan 6 jam setelah aplikasi bertujuan untuk menghindari penguapan herbisida oleh sinar matahari yang dapat mengurangi efektivitas herbisida yang diaplikasikan.

Tingkat curah hujan di areal penelitian selama penelitian berlangsung tidak terlalu tinggi dan pada bulan tersebut intensitas hujan masih rendah. Selain curah hujan, tingkat naungan juga sangat mempengaruhi jumlah populasi gulma yang ada, karena dengan tingginya curah hujan dan tingkat naungan menyebabkan kelembaban tanah tetap terjaga. Menurut Kurniawan et al. (2007) kelembaban tanah yang cukup dapat menyebabkan tumbuhnya sebagian besar biji gulma dalam tanah.

(20)

9

perlakuan lainnya, sedangkan pada pengamatan bobot kering gulma daun lebar didapat tidak berbeda nyata untuk setiap perlakuan (Tabel 1).

Gambar 1 Kondisi lahan percobaan di PTPN VIII Cikumpay, Purwakarta sebelum aplikasi

Tabel 1 Rekapitulasi sidik ragam pada tiap waktu pengamatan Waktu

(MSA)

Peubah Pengamatan

BKGT BKR BKDL

2 tn tn tn

4 * tn tn

6 tn tn tn

8 tn tn tn

10 tn tn tn

12 * ** tn

a

BKDT = Bobot Kering Daun Lebar; MSA = Masa Setelah Aplikasi; BKGT = Bobot Kering Gulma Total ; BKRT = Bobot Kering Rumput

* = Berpengaruh nyata pada taraf 5 % ; ** = Berpengaruh nyata pada taraf 1 % ; tn = Tidak berpengaruh nyata

Gulma Dominan

Vegetasi gulma dapat menggambarkan perpaduan jenis gulma disuatu wilayah atau daerah. Suatu tipe vegetasi mampu menggambarkan suatu daerah dari segi penyebaran gulma yang ada baik secara ruang maupun waktu. Rata-rata jumlah kerapatan nisbi, nilai frekuensi nisbi, dan nilai berat kering nisbi gulma yang diperoleh dari analisis vegetasi pada areal penelitian disebut dengan NJD (Nisbah Jumlah Dominansi). Spesies gulma dominan akan ditunjukan oleh besarnya NJD dalam persen pada areal penelitian.

(21)

10

penelitian yaitu Ottoclhoa nodosa, Cynodon dactylon, Chromolena odorata

dan Mikania micrantha.

Tabel 2 Nisbah jumlah dominansi (NJD) gulma sebelum aplikasi herbisida Nomor Spesies gulma Gulma jenis NJD (%)

1 Paspalum conjugatum rumput 17.72

Analisis vegetasi juga dilakukan pada akhir percobaan untuk mengetahui apakah ada perubahan dari jumlah gulma yang dominan ketika sebelum aplikasi dengan setelah aplikasi herbisida. Hasil analisis vegetasi akhir yang dilakukan pada lahan percobaan memberikan gambaran umum tentang dominansi gulma setelah aplikasi herbisida. Tabel 3 menunjukan bahwa terjadi perubahan dominansi gulma yang terjadi pada akhir percobaan setelah aplikasi herbisida dibandingakan dengan sebelum aplikasi herbisida.

Dominansi gulma yang paling tinggi pada akhir percobaan yaitu gulma dari spesies Borreria alata dan Cyrtococcum patens, dengan persentase masing-masing mencapai 23.42% untuk Borreria alata dan 23.38% untuk

Cyrtococcum patens (Tabel 3). Data pada Tabel 3 menunjukan bahwa gulma dari golongan daun lebar (Borreria alata) lebih dominan dari pada gulma dari golongan rumput. Berbeda halnya dengan hasil analisis vegetasi sebelum aplikasi terlihat bahwa gulma dari golongan rumput (Paspalum conjugatum) yang lebih dominan. Secara keseluruhan terjadi perubahan dominansi gulma secara signifikan antara sebelum aplikasi herbisida dengan dominansi gulma setelah aplikasi herbisida (Tabel 3).

Tabel 3 Nisbah jumlah dominansi (NJD) gulma setelah aplikasi herbisida Nomor Spesies gulma Gulma jenis NJD (%)

(22)

Gambar 2 Gulma dominan:

hujan bernilai nol mm/bulan. aplikasi herbisida serta

saat di pertengahan hingga

tinggi dan terus mengalami peningkatan. Hal tumbuh gulma. Akibatnya

Gambar 2 Gulma dominan: Ficus septica(kiri atas), Tetracera

(kanan atas),Eleusine indica(kiri bawah), Paspalum conjugatum(kanan bawah)

perbedaan kepekaan gulma terhadap herbisida

oleh faktor dalam dan faktor luar sehingga dapat menyebabkan perbedaan jenis gulma yang terdapat pada areal pertanaman.

akan memiliki respon morfologi dan fisiologi yan herbisida yang diberikan merupakan pengaruh dari faktor

gulma, dosis dan sifat herbisida, faktor luar juga terhadap efektivitas suatu herbisida. Faktor lingkungan

efektivitas herbisida yang diaplikasikan adalah cahaya, ndungan bahan faktor, kelembaban dan pH.

hujan yang terjadi di sekitar areal percobaan disaat awal berlangsung sangat rendah (Tabel 4). Pada Bulan September

nol mm/bulan. Keadaan ini sangat baik untuk melakukan herbisida serta dapat memperkecil pengaruh lingkungan. Namun pertengahan hingga akhir pengamatan penelitian curah hujan tinggi dan terus mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat meningkatkan daya

Akibatnya gulma yang tertanam dalam tanah akan lebih dan tumbuh kepermukaan. Curah hujan yang tin

keefektifan dari herbisida yang diaplikasikan dikarenakan ncucian oleh air hujan dan konsentrasi herbisida dalam juga

(23)

12

Tabel 4 Data curah hujan selama percobaan di areal percobaan Bulan Curah hujan (mm/bulan)

September 0

Oktober 28

November 153

Desember 217

Sumber: BMKG Dramaga Bogor

Curah hujan merupakan suatu faktor lingkungan yang juga erat kaitannya dengan tingkat kelembaban tanah. Semakin tinggi curah hujan maka akan semakin tinggi tingkat kelembaban tanah. Kelembaban tanah nantinya akan mempengaruhi tingkat proses pengecambahan gulma yang ada dalam tanah. Semakin tinggi tingkat kelembaban tanah maka akan semakin membantu proses pengecambahan gulma yang ada dalam tanah.

Bobot Kering Gulma Total

Bobot kering gulma total merupakan jumlah bobot kering gulma secara keseluruhan pada setiap petak perlakuan dan setiap ulangan. Penentuan berat kering gulma total dilakukan dengan cara menimbang tiap spesies gulma yang telah dioven yang merupakan hasil pengambilan sampel gulma setiap perlakuan dan setiap ulangan. Bobot kering gulma total merupakan jumlah bobot kering gulma secara keseluruhan pada setiap petak perlakuan dan setiap ulangan.

Perlakuan herbisida IPA glifosat 486 SL dengan beberapa dosis berpengaruh nyata pada 4 dan 12 MSA. Tidak ada perbedaan yang nyata dalam menekan pertumbuhan gulma total diantara perlakuan dosis 1.5 l ha-1, 2.5 l ha-1 dan 3.0 l ha-1, namun dari setiap perlakuan dapat dilihat bahwa perlakuan herbisisda IPA glifosat 486 SL dengan dosis 1.5 l ha-1 lebih besar menekan pertumbuhan gulma secara total. Bobot kering gulma total terendah terdapat pada perlakuan herbisida dengan perlakuan manual pada 12 MSA, yaitu 0.748 gram (Tabel 5). Hal ini dapat terjadi karena pengendalian manual mulai dilakukan pada 10 MSA.

Tabel 5 Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma total

Perlakuan Dosis Minggu setelah aplikasi (MSA)

2 4 6 8 10 12

aAngka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

(24)

13

Dilihat dari hasil perhitungan data tabel bahwa perlakuan herbisida pada dosis 1.0 l/ha efektif menekan gulma hanya pada 2, 6, 10, dan 12 MSA, sedangkan pada 4 MSA dan 8 MSA merupakan nilai bobot kering gulma total tertingi yang artinya tidak efektif menekan gulma. Pada 2, 6, 8, dan 10 MSA nilai bobot kering gulma total dari perlakuan herbisida dengan dosis 1.0 l/ha tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dan penyiangan manual.

Pengendalian manual dilakukan mulai 10 MSA dikarenakan sebelum 10 MSA pertumbuhan gulma masih kecil dan belum ideal untuk dilakukan pembabatan karena keberadaan dan kondisi gulma belum merugikan secara ekonomis. Bobot kering gulma total tertinggi terdapat pada perlakuan Kontrol pada pengamatan 4 MSA sebesar 22.973 gram. Sastroutomo (1990) menyatakan bahwa secara umum hampir semua biji gulma yang ada dalam tanah berkecambah dalam waktu yang relatif singkat (2 minggu). Rata-rata perkecambahan gulma dimulai setelah 2 minggu dan meningkat jumlahnya setelah 2 bulan (8 MSA).

Berdasarkan data tabel, secara umum perlakuan herbisida dengan dosis 1.0 l ha-1 lebih efektif dan efisien diaplikasikan dari segi biaya dan toksisitas bila dibandingkan dengan perlakuan dosis yang lainnya atau yang lebih tinggi. Karena diantara perlakuan herbisida dengan dosis 1.0 l ha-1 menunjukan hasil yang cukup baik dalam penurunan kuantitas berat kering gulma secara total. Selain itu, apabila perlakuan dosis 1.0 l ha-1 dibandingkan dengan perlakuan manual memang terlihat berbeda nyata, namun jika dibandingkan dengan faktor biaya HOK diantara keduanya, perlakuan akan dapat menutupi dan menggantikan perlakuan manual yang jauh lebih mahal. Sehingga diambil dosis yang paling rendah untuk efisiensi biaya.

Bobot Kering Gulma Daun Lebar

Gulma berdaun lebar cenderung untuk dapat menurunkan hasil panenan yang lebih besar jika dibandingkan dengan gulma rerumputan atau sejenisnya (Sastroutomo 1990). Analisis data Tabel 6 menunjukan bahwa secara keseluruhan aplikasi herbisisda IPA glifosat 486 SL pada gulma berdaun lebar memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada 2, 4, 6, 8, 10 dan 12 MSA. Hal ini menerangkan bahwa setiap dosis perlakuan herbisida yang diaplikasikan tidak efektif untuk mengendalikan gulma dari golongan daun lebar. Perbedaan yang nyata hanya terjadi pada perlakuan 8 MSA dengan dosis 2.5 l ha-1 dan 3.0 l ha-1 terhadap perlakuan kontrol. Nilai bobot kering gulma daun lebar total pada perlakuan 8 MSA dengan dosis 2.5 l ha-1 dan 3.0 l ha-1 adalah salah satu yang terendah mencapai 0.00 gram. Hal ini menunjukan bahwa kerja herbisida IPA glifosat 486 SL masih terlihat hingga 8 MSA.

(25)

14

lebar total pada setiap pengamatan mengalami fluktuasi data akibat sebaran gulma daun lebar yang tidak merata ada pada setiap petak percobaan.

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa bobot kering gulma daun lebar total mulai mengalami peningkatan konstan pada 8 MSA pada setiap dosis perlakuan kecuali untuk perlakuan kontrol dan manual yang mengalami penurunan. Peningkatan bobot kering tersebut terjadi dikarenakan terjadinya peningkatan intensitas curah hujan di areal percobaan.

Tabel 6 Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma daun lebar

Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji duncan. Data diatas merupakan data hasil transformasi √(x+4)

Sembodo (2010) menyatakan bahwa gulma dari spesies yang sama pun kadangkala memberikan respon yang berbeda terhadap herbisida tertentu. Apalagi antar jenis gulma walaupun dalam satu golongan tertentu, respon yang ditunjukkan sering berbeda. Fadhly dan Tabri (2004) menambahkan bahwa setiap golongan gulma memiliki respon yang berbeda atas penerimaan herbisida. Herbisida memiliki efektivitas yang beragam berdasarkan cara kerjanya.

Bobot Kering Gulma Rumput

Rumput merupakan suatu golongan gulma yang memiliki ciri-ciri dengan memiliki batang bulat atau pipih dan berongga. Golongan gulma jenis rumput memiliki kesamaan dengan golongan teki, yaitu sama-sama memiliki daun yang sempit, tetapi dari sudut pengendalian terutama responnya terhadap herbisisda berbeda. Berdasarkan dari bentuk masa pertumbuhannya, gulma rumput dibedakan menjadi rumput semusim (annual) dan tahunan (perennial). Dilihat dari segi vegetasi, rumput semusim biasanya tumbuh melimpah tetapi kurang menimbulkan masalah dibandingkan dengan rumput tahunan. Hasil analisis vegetasi yang dilakukan pada petak percobaan didapat beberapa jenis gulma rumput, diantaranya adalah Paspalum conjugatum, Eleusine indica, dan

Cyrtococcum patens.

(26)

15

akan cahaya. Secara keseluruhan dari data dapat dilihat bahwa aplikasi herbisida IPA glifosat 486 SL tidak memberikan pengaruh yang nyata dari mulai pengamatan 2 MSA hingga 10 MSA (Tabel 7). Pengaruh yang nyata terlihat pada perlaukan dengan dosis 2.5 l ha-1 pada pengamatan 4 MSA terhadap kontrol sedangkan pengaruh yang sangat nyata terlihat pada perlakuan kontrol terhadap semua perlakuan manual dan dosis lainnya.

Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma rumput total dapat dilihat pada Tabel 7. Pada pengamatan mulai dari 2 MSA hingga 4 MSA menunjukan kenaikan jumlah bobot kering gulma rumput yang begitu besar pada perlakuan kontrol. Perlakuan dengan dosis 1.0 l ha-1, 2.5 l ha

-1

dan 3.0l ha-1 mengalami peningkatan bobot kering gulma rumput total pada pengamatan 2 MSA hingga 8 MSA. Namun, pada pengamatan 10 MSA dan 12 MSA mengalami penurunan bobot kering gulma rumput total. Analisis dari data menunjukan bahwa secara keseluruhan bobot kering gulma rumput total pada setiap perlakuan seperti menunjukan pergerakan parabola terbalik mulai dari 2 MSA hingga 12 MSA, kecuali pada perlakuan kontrol yang mengalami kenaikan yang signifikan pada 12 MSA.

Terjadinya kenaikan bobot kering gulma rumput total yang signifikan pada perlakuan kontrol pada 12 MSA menunjukan bahwa adanya pengaruh tingginya intensitas curah hujan yang meningkatkan daya tumbuh gulma. Selain itu perlakuan kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan apapun juga menyebabkan cepatnya pertumbuhkembangan gulma rumput. Terjadinya kenaikan bobot kering gulma rumput pada 2 MSA hingga 4 MSA kemudian mengalami penurunan secara konstan hingga pengamatan 8 MSA seperti pergerakan penurunan menunjukan bahwa aplikasi herbisida IPA glifosat 486 SL cukup efektif untuk mengendalikan gulma rumput pada pertanaman karet belum menghasilkan.

Tabel 7 Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma rumput

Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji duncan. Data diatas merupakan data hasil transformasi √(x+4)

(27)

16

kering gulma total pada perlakuan dengan dosis 1.5 l ha-1 dengan perlakuan kontrol perbedaannya sangat terlihat. Bobot kering gulma rumput total perlakuan kontrol jauh lebih besar dari perlakuan dengan dosis 1.5 l ha-1.

Fitotoksisitas pada Tanaman Karet Belum Menghasilkan

Salah satu pertimbangan yang penting dalam pemakaian herbisida adalah untuk mendapatkan pengendalian yang selektif, yaitu mematikan gulma, tetapi tidak merusak tanaman budidaya. Respon beberapa jenis tumbuhan yang berbeda pada satu jenis herbisida dengan dosis yang sama akan berbeda pula. Hal ini diakibatkan karena letak kegiatan herbisida itu pada masing-masing tumbuhan juga berbeda ataupun lama beradanya herbisida itu dalam tumbuhan yang berbeda (persistensi). Bagian tubuh tumbuhan di bawah dan diatas permukaan tanah diliputi suatu membran yang disebut dengan kutikula yang terdiri dari membran benda mati, non-seluler, dan lipoida yang merupakan penghalang utama masuknya herbisida (Moenandir 1990).

Pengamatan toksisitas herbisida IPA glifosat 486 SL pada tanaman karet yang dilakukan secara visual tidak menunjukan adanya keracunan pada tanaman karet dari setiap perlakuan dosis herbisida (Tabel 8). Batang tanaman karet yang secara langsung terpapar cairan herbisida biasanya akan seperti terlihat menguning kemudian menghitam seperti terbakar. Namun, tidak terjadi perubahan dan keracunan pada batang karet setelah dilakukan tiga kali pengamatan setelah aplikasi. Hal ini menunjukan bahwa tanaman karet mampu memetabolisme komponen komponen yang terdapat pada herbisida IPA glifosat 486 SL pada dosis perlakuan yang diberikan pada percobaan ini. Tanaman karet di lahan percobaan merupakan tanaman karet yang belum menghasilkan yang telah berumur empat tahun (Gambar 3).

(28)

17

Gambar 3 Tidak terlihat adanya keracunan pada batang dan tajuk tanaman karet (4 MSA kiri), (10 MSA kanan).

Perbandingan dengan Pengendalian Mekanis

Salah satu cara yang efektif dan efesien untuk meningkatkan pengendalian gulma pada areal pertanian adalah dengan mengkombinasikan herbisida dengan dosis rendah. Namun, dalam hal pengendalian gulma secara kimia perlu juga mempertimbangkan aspek dari dampak lingkungan yang dihasilkan dari pada pengendalian gulma secara mekanis (Mulyati 2004).

Adapun beberapa teknik pengendalian mekanis yang biasa dilakukan adalah dengan pengolahan tanah, penyiangan, pencabutan, pembabatan, pembakaran, dan penggenangan. Penyiangan manual yang dilakukan dalam percobaan ini membutuhkan waktu rata-rata 25 menit 30 m-2. Teknik yang digunakan adalah babat dempes, yang berarti bila dirata-ratakan untuk 1 ha membutuhkan waktu sekitar 139 jam ha-1 atau sekitar 20 HOK (1 HOK = 7 jam). Sedangkan untuk perlakuan herbisida menggunakan alat sprayer knapsack semi otomatis dengan nozel T-jet, yang menggunakan volume somprot 400 l ha-1, dan memiliki nozel output sebesar 0.8 l menit-1, memerlukan waktu penyemprotan rata - rata 5 menit 30 m-2atau sekitar 28 jam ha-1(4 HOK).

Pengendalian secara mekanis selain memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pengendalian secara kimia, juga memerlukan tenaga kerja yang banyak dan biaya yang lebih besar untuk membayar tenaga kerja tersebut. PTPN VIII Cikumpay memiliki standar upah untuk karyawan harian lepas yaitu rata-rata Rp 60 000 HOK-1. Sedangkan untuk harga herbisida IPA glifosat 486 SL yang diujikan dalam percobaan ini diperkirakan mempunyai harga jual sekitar Rp 100 000 untuk satu liter. Perbandingan biaya yang dikeluarkan antara perlakuan penyiangan manual dengan perlakuan herbisida ditunjukan pada Tabel 9.

(29)

18

nilai bobot kering gulma yang tidak jauh berbeda dibandingkan perlakuan herbisida pada semua dosis yang diujikan. Namun, dari segi biaya perlakuan manual terlihat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pelakuan dosis lainnya. Oleh sebab itu, walaupun perlakuan manual terlihat lebih efektif dibandingankan perlakuan manual dalam hal data bobot kering. Tetapi dalam segi biaya, perlakuan dosis sudah dapat menggantikan perlakuan manual karena lebih murah.

Tabel 9 Perbandingan biaya antara perlakuan penyiangan manual dengan perlakuan herbisida pada beberapa dosis

Penyiangan manual 20 60 000/HOK - 1 200 000 Dosis 1.0 l ha-1 4 60 000/HOK 100 000 340 000 Dosis 1.5 l ha-1 4 60 000/HOK 150 000 390 000 Dosis 2.0 l ha-1 4 60 000/HOK 200 000 440 000 Dosis 2.5 l ha-1 4 60 000/HOK 250 000 490 000 Dosis 3.0 l ha-1 4 60 000/HOK 300 000 540 000

aHOK: Hari orang kerja; KHL: Karyawan harian lepas

Berdasarkan perhitungan data, secara umum perlakuan herbisida dengan dosis 1.0 l ha-1 lebih efektif dan efisien diaplikasikan dari segi biaya dan toksisitas bila dibandingkan dengan perlakuan dosis yang lainnya atau yang lebih tinggi. Karena diantara perlakuan herbisida dengan dosis 1.0 l ha-1 menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan dosis lainnya. Sehingga diambil dosis yang paling rendah untuk efisiensi biaya dan dengan dengan dosis 1.0 l ha-1sudah mampu menekan pertumbuhan gulma. Akan tetapi jika pengendalian dengan perlakuan herbisida IPA glifosat 486 SL dengan dosis 1.0 – 3.0 l ha-1dan pengendalian manual dibandingkan dengan kontrol sebaiknya pada umur tanaman karet empat tahun gulma disekitaran tajuk tanaman tidak perlu diberikan aplikasi herbisida. Karena tidak nyata untuk semua perlakuan dan tajuk tanaman sudah mulai menutupi permukaan tanah yang dapat menekan pertumbuhan gulma yan ternaungi tajuk tanaman karet.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

(30)

19

dosis herbisida yang diaplikasikan tidak membahayakan pertumbuhan tanaman karet.

Saran

Perlu dilakukan percobaan lebih lanjut pada kondisi lahan dan umur tanaman karet yang lebih muda. Perlu juga dilakukan uji percobaan terlebih dahulu sebelum dilakukan aplikasi herbisida untuk mengetahui teknik yang tepat dalam pengambilan sampel gulma yang mewakili luasan gulma yang akan diambil, sehingga nilai koefisien keragamannya tidak akan terlalu tinggi. Selain itu, aplikasi herbisida sebaiknya dilakukan pada saat awal-awal musim hujan.

DAFTAR PUSTAKA

Barus E. 2003. Pengendalian Gulma di Perkebunan. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.103 hal.

Kementrian Pertanian. 2012. Luas areal dan produksi perkebunan seluruh Indonesia menurut pengusahaan. [Internet]. [diunduhh 2012 Sep 26]. Tersedia pada: http://www. ditjenbun.deptan.go.id.

Fadhly F, Tabri AF. 2004. Pengendalian Gulma pada Pertanaman Jagung.

Pusat dan Pengembangan Tanaman Sereal,Maros. 12:243.

Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. Sjamsudin E, Baharsjah JS, penerjemah. Jakarata (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research.

Katritzky AR, Khelashvili L, Munawar MA. 2002. Syntheses of IAA - and IPA - Amino Acid Conjugates. Florida (USA): Departement of Chemistry, University of Florida.

Kurniawan W, Abdullah L, Setiana MA. 2007. Produksi dan kualitas rumut

Brachiaria humidicola (Rend.) Sch, Digitaria decumbens Stent dan

Stenotaphrum (Walter) O.Kunt. di bawah naungan sengon, karet dan kelapa sawit. Media Petern. 30(1):11-17.

Kohli RK. 1997. Ageratum coused threat plant deversity. Project Report India (IND).

Landerdale FT, Savanah. 1998. Spectrum Laboratories: Chemical Fact Sheet. Spectrum Laboratories, Inc. GA, (USA): Chemcal Abstract Number 1071836.

Madjid A. 1986. Masa Depan Karet Indonesia hingga Tahun 2000. Bogor (ID): Asosiasi Pemasaran Bersama Perkebunan PN/PT.

Meilin A. 2008. Studi dominansi dan teknik pengendalian gulma pada perkebunan karet (Studi kasus di Desa Tunas Baru Kecamatan Sekernan, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi). . [Internet]. [diunduhh 2013 Juni 26]. Tersedia pada: http://www. disbun.kuansing.go.id/_uploads//2010/06/budidaya-tanaman-karet.pdf. Mulyati S. 2004. Studi efektivitas herbisida glifosat 48% dan herbisida glifosat

(31)

20

(ID): Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian.

Nufarm. 2012. Bahan aktif IPA glifosat. [Internet]. [diunduhh 2012 Nov 6]. Tersedia pada: http://www.nufarm.com/ID/Supra615SL.

Semangun H. 2000.Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Yogyakarta (ID): UGM Press

Sembodo DRJ. 2010. Gulma dan Pengelolaanya. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. 166 hlm.

Sukman Y, Yakup. 1991. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo Persada. 123 hal.

Suprapto Yufdy MP. 1987. Pertanian herbisida dalam pengembangan produksi tanaman lahan kering di Lampung [skripsi]. Lampung (ID): Unila. Taufiq D. 2003. Studi efektivitas glifosat 480 g l-1 pada beberapa taraf dosis

terhadap pengendalian gulma alangalang (Imperata cylindrica

(L.)Beauv.). [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Tjitrosoedirdjo S, Utomo IH, Wiroatmodjo J. 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. Jakarta (ID): PT. Gramedia. 210 hal.

Wiroatmodjo J, Utomo IH, Lontoh AP, Adams YM, Martha B. 1992. Pengaruh pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan hasil jahe (Zingiber

officinaleRosc.) jenis badak serta periode kritis jahe terhadap kompetisi gulma. Bull. Agro. 20(3):1-9

(32)

21

LAMPIRAN

Lampiran 1 Gambar denah satuan petak perlakuan dan pengambilan contoh gulma

15 m

Bagan pengambilan contoh gulma dan fitotoksisitas tanaman karet (TBM) Keterangan Gambar:

= Tanaman karet TBM yang diamati tingkat fitotoksisitasnya.

= Satuan petak perlakuan.

=Petak kuadrat pengambilan contoh gulma 1 bulan setelah aplikasi.

=Petak kuadrat pengambilan contoh gulma 2 bulan setelah aplikasi.

= Petak kuadrat pengambilan contoh gulma 3 bulan setelah aplikasi

2

1

3

3

2

1

1

2

3 m

(33)

22

Lampiran 2 Denah lokasi percobaan untuk setiap perlakuan

(34)

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wangsean pada tanggal 16 September 1990 dari Bapak I Wayan Kebek dan Ibu Ni Wayan Suri. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Ni Kadek Arina adalah nama adik penulis. Penulis lahir dari keluarga petani yang tinggal di Desa Wisma Kerta yang merupakan desa terpencil di Kecamatan Sidemen.

Penulis memlai jenjang pendidikan dari SD Negeri 1 Tangkup pada tahun 1997-2003, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 3 Sidemen tahun 2003-2006. Pendidikan menengah atas ditempuh penulis pada tahun 2006-2009 di SMA Negeri 1 Semarapura. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis juga pernah aktif dalam organisasis kemahasiswaan, seperti UKM Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma (2009-sekarang), UKM PASKIBRA IPB(2009-sekarang), UKM Bola Voli (2009-2011). Selain itu penulis juga pernah aktif sebagai anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian periode 2010-2011, anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Kemahasiswaan IPB periode 2011-2012.

Gambar

Gambar 1 Kondisi lahan percobaan di PTPN VIII Cikumpay, Purwakarta sebelum aplikasi
Gambar 2 Gulma dominan: Gambar 2 Gulma dominan: (kanan atasconjugatumFicus septica (kiri atas), Tetracera (kanan atas), Eleusine indica (kiri bawah), Paspalumconjugatum (kanan bawah)Tetracera indicaPaspalum
Tabel 5 Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma
Tabel 6 Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma daun lebar
+4

Referensi

Dokumen terkait

kaki-kulit kambing menunjukkan bahwa parame- ter tebal kulit bagian atas alas kaki-kulit kambing hasil penelitian semua variasi konsentrasi dapat memenuhi syarat dalam

Berikut merupakan kriteria yang dibutuhkan untuk Perancangan Sistem Seleksi Dosen Teladan Dengan Metode TOPSIS Pada STMIK STIKOM Bali.. Dari kriteria tersebut maka

meningkatkan hasil belajar yang baik, perlu adanya kemandirian belajar

Fokus dalam penelitian ini adalah Model CTL dalam Pembelajaraan Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Karakter Bangsa pada siswa SMK Negeri 2 Bandar Lampung. Pertimbangan yang

- hambatan dan peluang nilai- nilai etika kebudayaan, IPTEK, dan seni bagi kehidupan masyarakat - nilai-nilai etika politik dalam. lingkungannya (keluarga, gereja,

Leksikon dalam sistem teknologi perbatikan masyarakat Banyumas dapat terdiri dari leksikon- leksikon berdasarkan jenis batik atau motif batik, leksikon berdasarkan

Laporan hasil penelitian wilayah ASEAN 2 menunjukan bahwa dari 26 komponen laporan terdapat 22 (84,6%) komponen laporan akhir penugasan tenaga pengajar BIPA masa tugas

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menerapkan metode deskriptif. Penelitian deskriptif kuantitatif menekankan pada prosedur penelitian yang menghasilkan