• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi Senyawa Antibakteri Isolat Bakteri NS(9) dari Bekasam Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produksi Senyawa Antibakteri Isolat Bakteri NS(9) dari Bekasam Ikan Nila (Oreochromis niloticus)"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Isu keamanan pangan saat ini menjadi isu yang penting bagi dunia industri

pangan. Dinamika pasar pangan internasional yang begitu ketat mengharuskan

produsen pangan memperhatikan prosedur dan tata aturan yang berlaku di dunia

pangan internasional. Kemananan pangan merupakan salah satu isu yang paling

penting karena berhubungan langsung pada kesehatan manusia. Pelanggaran

terhadap keamanan pangan dapat menyebabkan suatu kasus yang dinamakan

foodborne diseases, atau penyakit yang disebabkan oleh keracunan pangan.

Penyakit keracunan pangan ini disebabkan oleh bahaya biologis, kimiawi

dan fisik. Bahaya biologis umumnya disebabkan oleh mikroba patogen, fungi,

virus, prion, protozoa, parasit helmintis. Bahaya kimiawi termasuk di dalamnya

alergen, mikotoksin, logam berat, pestisida, bahan kimia saniter dan pembersih

Bahaya biologis dapat dicegah dengan penambahan bahan preservatif pada

pangan dengan tujuan membunuh atau menghambat bakteri patogen seperti

Bacillus cereus dan Staphylococcus aureus. Bahan preservatif juga mampu

menimbulkan potensi bahaya kimia karena bahan preservatif yang digunakan

berasal dari bahan kimia sintetis yang berpotensi sebagai karsinogen (Wallace et

al. 2011). Pencegahan terhadap penggunaan preservatif sintetis adalah

penggunaan biopreservatif.

Biopreservatif digunakan sebagai bahan pengawet pangan alami yang

berasal dari mikroba seperti bakteri asam laktat. Berbagai jenis bakteri asam laktat

telah diketahui dan digunakan sebagai biopreservatif alami karena zat metabolit

sekunder yang dihasilkannya yang cenderung tidak berbahaya dan memiliki efek

inhibitor pada bakteri lain seperti inhibitor pada bakteri enteropatogenik (Theron

dan Lues 2011). Bakteri asam laktat juga diketahui memiliki kemampuan

menghambat bakteri Salmonella yang bersifat enteritidis (Higgins et al. 2007).

Bakteri asam laktat biasa ditemukan pada produk makanan fermentasi,

dimana produk fermentasi masih banyak diproduksi di Indonesia. Salah satu

produk fermentasi perikanan di Indonesia adalah bekasam. Bekasam merupakan

(2)

banyak dikenal di daerah Jawa Tengah dan Sumatera Selatan. Bekasam dibuat

dari ikan air tawar atau laut yang difermentasi spontan oleh mikroba alami selama

satu sampai dua minggu. Pengolahan bekasam di daerah Kalimantan Selatan

umumnya dikenal dengan nama samu. Bahan baku berupa ikan gabus, betok,

sepat siam, dan sepat rawa dengan penambahan garam sekitar 15 – 20% dan

ditambahkan samu atau beras gingseng sebanyak 15%, kemudian difermentasi

kurang lebih satu minggu sampai menghasilkan aroma dan rasa yang khas

bekasam (Adawyah 2007). Makanan yang pengolahannya serupa dengan bekasam

ditemukan di Thailand, yang dikenal dengan nama plaa-som. Menurut

Kopermsub dan Yunchalard (2010), fermentasi yang terjadi selama proses

pembuatan akan mengubah rasa, aroma, dan tekstur. Nilai pH produk yang

menurun akan menjamin kualitas dan keamanan.

Pengolahan bekasam di Indonesia merupakan pengolahan hasil perikanan

secara tradisional yang masih banyak ditemukan. Persentasi penggunaan teknologi

tradisional ini adalah sekitar 49% dari total keseluruhan konsumsi ikan Negara per

kapital per tahun, dimana 30,5% dari total tersebut diolah secara tradisional

menggunakan teknik penggaraman dan fermentasi (Astawan 1997). Besarnya

produksi pengolahan perikanan tradisional berbasis fermentasi seperti bekasam

inilah yang merupakan potensi besar yang perlu dikaji lanjut untuk mengetahui

adanya kandungan senyawa antibakteri hasil produksi bakteri asam laktat yang

terdapat pada produk tersebut.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi senyawa antibakteri yang

dihasilkan oleh isolat bakteri asam laktat NS(9) yang diisolasi dari bekasam ikan

nila (Oreochromis niloticus) dan memproduksi senyawa antibakteri dari isolat

NS(9) serta menghitung daya hambat maksimum senyawa yang dihasilkan dari

(3)

2.1 Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan yang diintroduksi

dari luar negeri, ikan tersebut berasal dari Afrika bagian timur di Sungai Nil,

Danau Tangayika, Chad, Nigeria dan Kenya, lalu dibawa oleh orang ke Eropa,

Amerika, negara-negara Timur Tengah dan Asia. Benih ikan nila di Indonesia

secara resmi didatangkan dari Taiwan oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar

tahun 1969 (Suyanto 2003). Habitat ikan nila adalah di aliran sungai dan danau.

Ukuran maksimalnya adalah 60 cm. Ikan nila diklasifikasikan menurut Saanin

(1984) sebagai berikut :

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Osteichthyes

Sub Kelas : Acanthoptherigii

Ordo : Perchomorphi

Sub Ordo : Percoidea

Famili : Cichlidae

Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus

(4)

Ikan nila memiliki ciri morfologi, seperti berjari-jari keras, sirip perut

torasik, letak mulut subterminal dan berbentuk meruncing. Selain itu, tanda

lainnya yang dapat dilihat dari ikan nila adalah warna tubuhnya hitam dan agak

keputihan. Bagian bawah tutup insang berwarna putih, sedangkan pada nila lokal,

putih agak kehitaman bahkan ada yang kuning. Sisik ikan nila besar, kasar dan

tersusun rapi. Sepertiga sisik belakang menutupi sisi bagian depan. Tubuhnya

memiliki garis linea lateris yang terputus antara bagian atas dan bawahnya. Linea

lateralis bagian atas memanjang mulai dari tutup insang hingga belakang sirip

punggung sampai pangkal sirip ekor. Ukuran kepalanya relatif kecil dengan mulut

berada di ujung kepala serta mempunyai mata yang besar (Kottelat et al. 1993).

2.2 Fermentasi Ikan

Fermentasi ikan adalah teknologi tradisional yang digunakan untuk

mengawetkan biota air tawar dan laut, yang sangat mudah membusuk,

terlokalisasi dalam produksi, dan fluktuatif per musimnya dalam penangkapannya

(Campbell-Platt 2009). Fermentasi ikan merupakan salah satu metode penerapan

proses fermentasi pada produk perikanan. Fermentasi adalah proses yang

mikroorganisme seperti bakteri lakukan untuk mengubah substansi di dalam ikan,

seperti gula menjadi alkohol dan asam (contohnya asam laktat) dan memproduksi

substansi rasa seperti ester atau keton. Normalnya, fermentasi terjadi tanpa

keberadaan oksigen. Tujuan fermentasi ikan itu sendiri antara lain mengawetkan

ikan, membuat substansi rasa baru, atau mengubah tekstur (Mouritsen dan

Mouritsen 2009).

Fermentasi yang terjadi pada produk ikan hasil fermentasi antara lain

adalah fermentasi asam laktat. Fermentasi asam laktat dapat terjadi sebagai akibat

aktivitas bakteri asam laktat yang dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu bakteri

asam laktat homofermentatif dan heterofermentatif. Proses fermentasi dikatakan

bersifat homofermentatif jika hanya menghasilkan satu jenis komponen saja

sebagai hasil utamanya; dan heterofermentatif jika menghasilkan campuran

berbagai senyawa atau komponen utama. Bakteri asam laktat yang tergolong

(5)

asam laktat. Karbondioksida dan asam-asam volatil lainnya juga dihasilkan, tapi

jumlahnya sangat kecil (Adawyah 2007).

Produk fermentasi ikan di belahan dunia ini masih banyak ditemukan dan

beberapa diantaranya merupakan makanan favorit di daerahnya masing-masing.

Patis dan bagoong merupakan makanan fermentasi ikan di Filipina. Produk

fermentasi dari ikan herring berasal dari Eropa (Hall 2010).

2.3 Bekasam

Bekasam merupakan produk olahan ikan dengan cara fermentasi yang

rasanya asam. Olahan tersebut banyak dikenal di daerah Jawa Tengah dan

Sumatera Selatan. Ikan yang dapat digunakan sebagai bekasam merupakan jenis

ikan air tawar. Pengolahan bekasam di daerah Kalimantan Selatan umumnya

dikenal dengan nama samu. Bahan baku berupa ikan gabus, betok, sepat siam dan

sepat rawa dengan penambahan garam sekitar 15-20%, dan ditambahkan samu

atau beras ginseng sebanyak 15%, kemudian difermentasi kurang lebih satu

minggu sampai menghasilkan aroma dan rasa yang khas bekasam (Adawyah

2007).

2.4 Bakteri Asam Laktat (BAL)

Bakteri asam laktat meliputi grup heterogen dari mikroorganisme yang

memiliki properti metabolik dari produksi asam laktat sebagai mayoritas produk

akhir dari fermentasi karbohidrat. Bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri

Gram positif, tidak membentuk spora, katalase negatif, toleran terhadap asam, dan

fakultatif anaerob. Kecuali untuk beberapa spesies, golongan BAL bersifat non

patogen dengan reputasi GRAS (Generally Recognized as Safe). Bakteri asam

laktat termasuk di dalamnya bakteri homofermentatif yang memproduksi sebagian

besar utamanya adalah asam laktat, dan heterofermentatif yang selain

memproduksi asam laktat juga memproduksi variasi yang luas dari produk

fermentasi seperti asam asetat, etanol, karbon dioksida, dan asam format. Spesies

tipikal BAL antara lain termasuk kedalam genera Lactobacillus, Lactococcus,

Streptococcus, Pediococcus, Oenococcus, Enterococcus, dan Leuconostoc (Mozzi

(6)

2.4.1 Senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat

Berbagai jenis bakteri asam laktat telah diketahui dan digunakan sebagai

biopreservatif alami karena zat metabolit sekunder yang dihasilkannya yang

cenderung tidak berbahaya dan memiliki efek inhibitor pada bakteri lain seperti

inhibitor pada bakteri enteropatogenik. Efek inhibitor utama dispekulasikan pada

jalur metabolisme utama bakteri asam laktat, yang berarti jalur fermentasi. Bakteri

asam laktat menggunakan jalur fermentasi untuk menghasilkan energi selular dan

memproduksi asam oganik dimana pun mereka tumbuh. Hal ini juga

mengakibatkan penurunan pH pada media di sekitar tempat pertumbuhannya

(Theron dan Lues 2011).

Asam laktat merupakan salah satu metabolit utama dari bakteri asam

laktat, namun pada bakteri heterofermentatif, bakteri asam laktat juga

memproduksi asam asetat dan sebagian asam propionat dalam jumlah besar.

Bakteriosin juga diproduksi oleh bakteri asam laktat sebagai substansi inhibitor

bagi mikroba lain. Asam organik memicu aktivitas bakteriosin, sedangkan

asidifikasi (pengasaman) yang diakibatkan asam organik meningkatkan aktivitas

antibakterial baik asam organik maupun substansi inhibitor lain seperti bakteriosin

(Theron dan Lues 2011).

2.4.1.1 Asam organik

Asam organik adalah tipe produk hasil metabolisme mikroorganisme.

Asam organik adalah komponen organik dengan kelengkapan asam dan

mengandung karbon, seperti komponen organik lainnya. Asam organik yang

paling umum adalah asam karboksilat yang asiditasnya diasosiasikan dengan

gugus karboksilnya –COOH. Asam jenis ini tergolong asam lemah dan tidak larut

sempurna dalam air (kecuali asam format dan asam asetat). Kebanyakan asam

organik memiliki keuntungan karena ukurannya yang relatif kecil sehingga dapat

bergerak dengan bebas antara sel dengan sel (Theron dan Lues 2011). Struktur

umum asam organik dapat dilihat pada Gambar 2.

Berbagai jenis asam organik beserta komponennya digunakan sebagai

bahan tambahan pangan (food additives) yang dapat dimasukkan secara langsung

pada makanan manusia. Asam organik lemah memiliki sejarah yang cukup

(7)

organik ini faktanya adalah preservatif yang paling umum digunakan dalam

makanan, GRAS, memiliki spektrum yang luas sebagai agen antibakteri. Asam

organik efektif untuk mengawetkan makanan karena selain aktivitas antibakteri,

mereka juga bertindak sebagai penambah rasa asam (acidulants) dan dengan

demikian mengurangi pertumbuhan bakteri dengan menurunkan pH dari produk

makanan ke tingkat keasaman yang menghambat pertumbuhan bakteri (Theron

dan Lues 2011).

Gambar 2 Struktur umum dari asam organik (Theron dan Lues 2011).

Asam organik yang biasanya diasosiasikan dengan bakteri asam laktat

adalah asam laktat, asam propionat, dan asam asetat yang diproduksi dalam

jumlah yang kecil. Asam laktat telah menunjukkan adanya aktivitas antibakteri

melawan bakteri pembentuk spora, akan tetapi memiliki efek yang kecil terhadap

fungi. Asam asetat dan asam propionat secara umum menghambat pertumbuhan

bakteri lain lebih efektif daripada asam laktat sejak nilai pKa yang lebih tinggi

dapat menyebabkan kemungkinan berdifusi melalui membran sel lain pada pH

yang lebih tinggi. Keduanya telah digunakan secara luas dalam industri pangan

sebagai aditif antibakteri. Selain itu telah ditunjukkan pula bahwa asam propionat

lebih efektif menghambat fungi daripada asam asetat (Mayo dan van Sinderen

2010).

Asam laktat mampu melemahkan permeabilitas bakteri Gram negatif

dengan merusak membran luar bakteri Gram negatif. Asam laktat merupakan

(8)

bakteri Gram negatif melalui protein porin pada membran luarnya. Pelindung dari

permeabilitas membran luar berupa lapisan lipopolisakarida yang terletak pada

permukaan membran dirusak oleh asam laktat sehingga substrat antibakteri yang

lain yaitu diasetil, bakteriosin, hidrogen peroksida dan lactoperidase system dapat

berpenetrasi ke dalam membran sitoplasma (Pelaez dan Orue 2010).

Gambar 3 Struktur kimia D-asam laktat (C3H6O3)

(Theron dan Lues 2011).

Selain memaksa zat antibakteri lain masuk, aktivitas antibakteri asam

organik seperti asam laktat juga memiliki perannya tersendiri. Asam yang masuk

melalui plasma membran sel akan terdisosiasi menjadi kation dan anion toksik.

Membran sel akan luruh dan menyebabkan transportasi sel terganggu. Selain itu

aktivitas air bebas (water activity) dan metabolisme sel seperti glikolisis

terganggu (Theron dan Lues 2011). Struktur kimia asam laktat dapat dilihat pada

Gambar 3.

2.4.1.2 Hidrogen peroksida

Hidrogen peroksida (H2O2) diproduksi oleh bakteri asam laktat sebagai

hasil dari aksi flavoprotein oksidase atau nikotinamida adenin dinukleotida

(NADH) peroksidase. Efek antibakteri dari H2O2 adalah hasil dari oksidasi grup

sulfohydryl yang menyebabkan denaturasi sejumlah enzim, dan dari peroksidase

membran lipid meningkatkan permeabilitas membran (Kong dan Davison 1980

diacu dalam Ammor et al. 2006). Senyawa H2O2 dapat juga digunakan sebagai

prekursor untuk produksi bakterisidal radikal bebas seperti superoksida (O2-) dan

radikal hidroksil (OH-) yang dapat merusak DNA (Byczkowski dan Gessner 1988

(9)

2.4.1.3 Karbon dioksida

Karbon dioksida diproduksi terutama oleh BAL heterofermentatif. CO2

memainkan peranan penting dalam membuat lingkungan anaerobik yang

menghambat enzimatik dekarboksilase, dan akumulasi CO2 membran lipid bilayer

dapat menyebabkan disfungsi permeabilitas (Eklund 1984 diacu dalam Ammor et

al. 2006). Senyawa CO2 secara efektif dapat menghambat banyak mikroorganisme

perusak makanan, terutama bakteri psikotropik Gram-negatif (Farber 1991 diacu

dalam Ammor et al. 2006).

2.4.1.4 Diasetil

Diasetil diproduksi oleh strain dalam semua genera dari BAL oleh

fermentasi sitrat. Diasetil menghambat pertumbuhan bakteri Gram-negatif yang

bereaksi dengan pemanfaatan arginin (Jay 1986 diacu dalam Ammor et al. 2006).

Bakteri negatif lebih sensitif terhadap diasetil daripada bakteri

Gram-positif. Diasetil pada 344 µg/mL dapat menghambat strain Listeria, Salmonella,

Yersinia, E.coli dan Aeromonas (Jay 1982 diacu dalam Ammor et al. 2006).

2.4.1.5 Bakteriosin

Bakteriosin adalah komponen antibakteri protein yang diproduksi dari

berbagai jenis bakteri, namun tidak letal bagi bakteri yang memproduksi

bakteriosin tersebut. Bakteri asam laktat adalah varian yang paling penting dalam

produksi bakteriosin dan substansi mirip bakteriosin. Bakteriosin yang diproduksi

oleh bakteri asam laktat sangat potensial untuk dijadikan sebagai pengawet

makanan alami (Simon 2001). Beberapa varian bakteriosin yang sudah dikenal

dan termasuk ke dalam kategori GRAS adalah nisin, pediosin, laktisin, dan

propionisin (Toldra 2010).

Antibakteri berjenis peptida (juga disebut sebagai bakteriosin), adalah zat

penting yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat. Bakteriosin komersial saat ini

diterapkan dalamberbagai sistem industri makanan untuk kontrol patogen. Zat-zat

ini juga dikenal untuk karakteristik yang menarik mereka yang membuat mereka

cocok untuk pengawetan makanan. Mereka tidak beracun untuk sel eukariotik,

mereka memiliki sedikit pengaruh pada mikroflora usus, memiliki spektrum

antibakteri yang luas, memiliki sifat bakterisida, dan toleran terhadap pH dan

(10)

seperti asam organik. Nisin adalah bakteriosin yang tersedia secara komersial

penting dan diproduksi oleh strain dari Lactococcus lactis. Nisin termasuk ke

dalam kategoriGRAS dan salah satu bakteriosin yang diizinkan dalam makanan.

Nisin telah berhasil diterapkandalam berbagai makanan, seperti produk susu dan

salad dressing (Theron dan Lues 2011).

2.4.2 Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri asam laktat

Bakteri asam laktat adalah bakteri fermentatif yang tumbuh pada media

yang biasanya kaya akan kandungan gula dan protein. Suhu akan berpengaruh

terhadap pertumbuhan sel dan juga pembentukan produk oleh mikroba. Hal ini

berhubungan dengan jenis mikroba yang dominan selama fermentasi. Nilai pH

medium merupakan salah satu parameter penting yang dapat mempengaruhi

pertumbuhan mikroba. Bakteri pada umumnya tumbuh dengan baik pada pH

sekitar 6,5-7,5. Asam laktat yang dihasilkan akan menurunkan nilai pH pada

lingkungan pertumbuhannya (Mozzi et al. 2011)

Garam digunakan dalam proses fermentasi ikan. Pada umumnya jumlah

garam yang ditambahkan dalam pembuatan bekasam berkisar antara 15 - 20% dari

berat ikan segar (Murtini 1992). Konsentrasi garam yang tinggi akan menghambat

pertumbuhan bakteri. Penelitian yang dilakukan oleh Ratanatriwong et al. (2009)

menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi garam yang ada dalam media

akan semakin menghambat pertumbuhan bakteri dalam media.

2.5 Bakteri Uji

Bakteri uji merupakan bakteri yang digunakan untuk melakukan uji

aktivitas antibakteri. Bakteri uji yang digunakan pada uji aktivitas antibakteri

asam laktat antara lain Escherichia coli, Salmonella typhimurium, Listeria

monocytogenes, Bacillus cereus, dan Staphylococcus aureus.

2.5.1 Escherichiacoli

Escherichia coli adalah bakteri Gram negatif, prokariot yang paling umum

ditemukan sebagai patogen. Pada banyak hal, bakteri ini bersifat komensalis pada

inang, dimana bakteri tersebut mengambil beberapa nutrisi dari inang tanpa

menyebabkan simptom yang berbahaya. Namun pada beberapa kejadian spesifik,

bakteri ini dapat menyebabkan berbagai penyakit pada manusia seperti enteritis,

(11)

diare. Bakteri ini diidentifikasi pertama kali tahun 1885 oleh Theodor Escherich

pada bayi yang mengalami inflamasi di kelenjar pencernaan (enteritis). Bakteri ini

bersifat enterik, atau tahan pada kondisi di dalam gastrointestinal, serta anaerob

fakultatif. Bakteri E coli yang sangat terkenal dan bersifat patogen adalah E coli

O157:H7 yang menyebabkan penyakit klinis seperti diare dan kejadian luar biasa

(outbreaks) foodborne di Amerika Serikat. Meskipun begitu, dikenal juga istilah E

coli enteropatogenik, enterotoksigenik, enterohemoragik, dan enteroinvasif yang

dapat menyebabkan penyakit pada manusia (Manning 2010).

2.5.2 Salmonellatyphimurium

Salmonella typhimurium diklasifikasikan di bawah kelas besar dari

Enterobactericeae, yang termasuk di dalamnya patogen seperti Escherichia coli

dan Shigella. Organisme yang tergolong dalam golongan ini memiliki ciri Gram

negatif, berbentuk batang, non motil atau motil dengan flagel. Infeksi karena

Salmonella dinamakan Salmonellosis dengan ciri-ciri sakit pada saluran

pencernaan dan gastroenteritis. Serotip dari Typhimurium dan Enteriditis

memiliki potensi untuk menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada inang

seperti manusia, ternak, babi, dan pengerat meskipun perpindahan inang sangat

jarang terjadi. Salmonellosis adalah salah satu dari penyakit yang sering terjadi

pada kasus infeksi makanan dan mudah menyebar pada makanan dan minuman

yang telah terkontaminasi (Shah dan Gharbia 2010).

2.5.3 Listeriamonocytogenes

Listeria monocytogenes merupakan bakteri Gram positif yang bersifat

fakultatif anaerob. Bakteri ini merupakan penyebab utama penyakit Listeriosis.

Bakteri ini adalah salah satu dari beberapa patogen penyebab foodborne illness

dengan 20 – 30 % infeksi klinis dihasilkan oleh bakteri ini. Bakteri ini

bertanggung jawab terhadap sekitar 2.500 penyakit hingga 500 kematian di

Amerika Serikat per tahun. Listeriosis adalah penyebab utama kematian diantara

kasus bakteri patogen penyebab foodborne illness dengan rataan kematian

melebihi bahkan Salmonella dan Clostridium botulinum. Sifat bakteri ini motil

(12)

2.5.4 Bacilluscereus

Bacillus cereus adalah bakteri Gram positif yang memiliki spora yang

tahan panas hingga diatas 100 oC (Graumann 2007). Strain dari bakteri ini adalah

fakultatif patogen yang dapat memproduksi dua tipe umum dari toksin. Toksin

enetik yang stabil terhadap panas diproduksi dari strain bakteri yang tumbuh di

makanan yang mengandung pati seperti nasi dan kentang. Penyakit yang

diasosiasikan dengan makanan ini dapat dihindari dengan refrigerasi yang cukup

dari makan yang telah dimasak. Enterotoksin yang labil terhadap suhu diproduksi

dari strain lain, beberapa ada yang psikotropik yang tumbuh pada makanan yang

berprotein (Wallace et al. 2011).

2.5.5 Staphylococcusaureus

Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram positif yang menyebabkan

berbagai macam penyakit pada manusia. Bakteri ini menginfeksi tubuh manusia

melalui kulit dan menyerang berbagai jaringan tubuh manusia seperti darah

(bakterimia), hati, paru-paru (pneumonia), otot, daging, tulang, mata, dan sendi.

Infeksi bisa terjadi secara cepat (akut) atau lama (kronis). Sejumlah kejadian telah

dilaporkan di negara UK bahwa infeksi oleh bakteri ini sekitar 2% dari total kasus

infeksi penyakit dalam dan hampir 20.000 kasus bakterimia (darah) terjadi setiap

(13)

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2011 hingga Agustus

2011 di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil

Perairan, dan Laboratorium Bioteknologi Akuakultur, Departemen Budidaya

Perairan, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Jawa Barat.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat bakteri NS(9) yang

diisolasi dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus), media pertumbuhan

bakteri MRS (Mann Rogosa Sharpe) agar dan broth, NA (nutrient agar), NB

(nutrient broth), MHA (Mueller Hinton Agar), Coamassie Brilliant Blue G-250,

etanol 95%, asam fosfat 85%, akuades, bakteri uji Salmonella typhimurium,

Listeria monocytogenes, Escherichia coli, Bacillus cereus, dan Staphylococcus

aureus.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung reaksi, kaleng,

efendorf 1,5 mL, cawan petri, shaker water bath, timbangan digital, labu

erlenmeyer, gelas ukur, micropipette, penangas listrik, clean bench, pipet Pasteur,

inkubator, spektrofotometer, sentrifuse dingin, kertas saring steril (milipore),

syringe, vortex, botol Schott®, botol universal, dan digital colony counter.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu karaterisasi isolat NS(9),

penapisan senyawa antibakteri dari isolat NS(9), dan penentuan waktu optimum

produksi antibakteri dari isolat NS(9).

3.3.1 Karakterisasi isolat NS(9)

Tahap karakterisasi isolat NS(9) bertujuan untuk mengetahui karakter

isolat NS(9) sebagai dugaan awal bakteri asam laktat. Tahap ini dilakukan dengan

menguji isolat NS(9) dengan beberapa uji seperti uji motilitas, uji fermentasi

(14)

morfologi dan produksi asam laktat dilakukan terhadap koloni NS(9) yang

terbentuk pada permukaan agar MRS + CaCO3 sebanyak 0,5%.

1) Uji motilitas (Tiwari et al. 2009).

Uji motilitas dilakukan dengan menusuk isolat NS(9) yang telah

disegarkan melalui metode refresh isolat selama dua hari ke dalam agar Sulfate

Indole Motility (SIM) pada tabung reaksi. Isolat NS(9) yang diawetkan dalam

gliserol disegarkan kembali dengan agar MRS miring selama dua hari dalam

inkubator bersuhu 37oC. Isolat NS(9) yang telah disegarkan diambil dengan kawat

penusuk yang sudah disteril, kemudian ditusukkan ke dalam media agar SIM

steril. Hasil uji isolat yang motil ditunjukkan dengan penyebaran isolat ke seluruh

media yang menyebabkan media tersebut keruh (Tiwari et al. 2009).

2) Uji fermentasi glukosa (Hayward 1957).

Pendeteksian produksi gas dari isolat NS(9) dilakukan dengan metode

fermentasi glukosa dalam tabung Durham. Uji fermentasi glukosa dilakukan

dengan menginokulasikan isolat NS(9) pada media MRS Broth steril yang sudah

dicampur glukosa 10% hingga larut. Isolat NS(9) diinokulasikan secara aseptik ke

dalam media MRS Broth + glukosa 10% dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu

37oC. Hasil uji heterofermentatif ditunjukkan dengan adanya gas yang terbentuk

dalam tabung Durham.

3) Uji katalase (Cappucino dan Sherman 1983).

Uji katalase dilakukan pada biakan isolat NS(9). Satu ose koloni bakteri

dioleskan pada kaca objek kering dan diteteskan 2-3 tetes 3% H2O2. Bila

terbentuk gelembung udara, maka bakteri dinyatakan katalase positif. Bakteri

aerob memberikan reaksi positif, sebaliknya pada bakteri anaerob.

4) Uji perwarnaan Gram (Tiwari et al. 2009).

Uji pewarnaan Gram dilakukan dengan mewarnai biakan isolat NS(9)

dengan pewarna kristal ungu dan safranin. Isolat digores diatas kaca preparat

untuk difiksasi. Isolat yang telah difiksasi diteteskan kristal ungu dan ditunggu

selama satu menit. Setelah itu isolat disiram dengan air dan diteteskan iodium.

Isolat disiram kembali dengan air dan dilakukan pemucatan dengan alkohol 95%.

Setelah disiram kembali dengan air, isolat diberi pewarna tandingan safranin

(15)

dengan perbesaran 10x100. Gram positif berwarna biru gelap sedangkan Gram

negatif berwarna merah (Tiwari et al. 2009).

5) Uji pewarnaan spora (Tiwari et al. 2009).

Uji pewarnaan spora dilakukan dengan mewarnai spora yang terbentuk

pada isolat NS(9) dengan malasit hijau. Isolat difiksasi diatas kaca preparat,

kemudian ditetesi pewarna malasit hijau. Preparat dipanaskan diatas api yang

berjarak kurang lebih 10 cm selama 10 menit. Preparat dicuci dengan air dan

ditetesi safranin. Pengamatan dilakukan dibawah mikroskop dengan perbesaran

10x100. Endospora yang terbentuk ditandai dengan adanya warna hijau,

sedangkan sel vegetatif berwarna merah (Tiwari et al. 2009).

6) Pengamatan morfologi koloni (Tiwari et al. 2009).

Pengamatan morfologi koloni isolat NS(9) dilakukan dengan mengamati

morfologi koloni isolat NS(9)yang terbentuk pada agar MRS. Pengamatan yang

dilakukan meliputi warna koloni, bentuk permukaan, bentuk tepian, bentuk

koloni.

7) Pendeteksian asam laktat (Kopermsub dan Yunchalard 2010).

Pendeteksian adanya senyawa asam laktat yang terbentuk dilakukan

dengan pengujian isolat NS(9) diatas media agar MRS yang dicampur dengan

CaCO3 dengan perbandingan 0,5 gram CaCO3 dalam 100 mL MRS agar. Isolat

digores keatas cawan yang berisi agar MRS + CaCO3. Selanjutnya cawan

diinkubasi dalam inkubator bersuhu 37 oC selama 2 hari. Hasil positif ditunjukkan

dengan perubahan warna media dari keruh menjadi lebih bening.

3.3.2 Penapisan senyawa antibakteri dari isolat NS(9)

Tahap selanjutnya adalah penapisan senyawa antibakteri dari isolat NS(9)

yang bertujuan untuk mengetahui potensi dan jenis zat antibakteri yang dihasilkan

oleh isolat NS(9). Isolat yang disimpan pada gliserol disegarkan pada agar MRS

miring dan selanjutnya diinkubasi dalam kaleng yang disimpan dalam inkubator

pada suhu 37oC selama 48 jam. Isolat yang telah disegarkan pada media MRSA

kemudian diambil satu ose dan dimasukkan ke dalam media MRS broth sebagai

inokulum. Inokulum diinkubasi pada suhu 37oC pada shaker shaker water bath

selama 18 jam hingga OD660 inokulum mencapai 0,6 hingga 0,8 untuk selanjutnya

(16)

Sebanyak 10% inokulum dimasukkan ke dalam media produksi dengan

volume kerja 100 mL, kemudian diinkubasi dalam shaker water bath pada suhu

37oC selama 24 jam. Pengamatan yang dilakukan adalah pengukuran OD awal

dan OD akhir inkubasi (24 jam). Setelah 24 jam kemudian, dilakukan pemanenan.

Pemanenan dilakukan dengan cara sentrifugasi media kultivasi pada suhu

4oC dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit. Supernatan dipisah dari

biomassa, setelah itu supernatan diberi tiga perlakuan, yaitu: (1) supernatan yang

tidak diberi perlakuan apa-apa sehingga kondisi asam pada supernatan tetap

terjaga (diberi label A); (2) supernatan yang diberikan perlakuan penambahan

NaOH 1 N atau penetralan untuk menghilangkan zat asam yang ada pada

supernatan (diberi label N); (3) supernatan yang telah dinetralkan pH-nya dan

dilakukan pengendapan protein (diberi label E). pengendapan dilakukan dengan

amonium sulfat sebanyak 50%, kemudian didiamkan selama 24 jam pada suhu

chilling (4oC). Selanjutnya cairan tersebut dipanen dengan menggunakan kembali

dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit pada suhu 4oC. Endapan hasil

sentrifuse dilarutkan dengan 0,1 M buffer fosfat pH 7.

Ketiga supernatan atau substansi tersebut (A, N, dan E) diuji aktivitas

antibakterinya terhadap lima bakteri uji, yaitu Salmonella typhimurium, Listeria

monocytogenes, Escherichia coli, Bacillus cereus, dan Staphylococcus aureus

dengan metode difusi sumur agar (agar well difusion). Diagram alir penapisan

(17)

Gambar 4 Diagram alir penapisan zat antibakteri. MRSB selama 24 jam di suhu

(18)

3.3.3 Penentuan waktu optimum produksi zat antibakteri (modifikasi Sarika et al. 2010)

Tahap ini dimulai dengan penyegaran isolat NS(9) yang diisolasi dari

bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus). Penyegaran dilakukan dengan

penggoresan isolat yang disimpan pada gliserol pada agar MRS miring dan

selanjutnya diinkubasi dalam kaleng pada suhu 37oC di dalam inkubator selama

48 jam. Isolat yang telah disegarkan pada media MRSA kemudian diambil dengan

menggunakan ose untuk membuat inokulum pada media MRS broth. Inokulum

diinkubasi pada suhu 37oC selama 18 jam hingga OD inokulum mencapai 0,8

hingga 1.

Selanjutnya 10% inokulum tersebut ditumbuhkan ke media produksi dengan

volume kerja 10 mL, kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC. Pengamatan

dilakukan setiap tiga jam selama 24 jam. Parameter yang diamati antara lain

OD660 dan pH untuk tiap label tabung. Tahap selanjutnya adalah pemanenan untuk

mendapatkan supernatan. Parameter yang diukur dari supernatan yaitu aktivitas

antibakteri, kadar asam laktat, dan kadar protein yang diukur dengan metode

Bradford (Nielsen 2010).

a) Tahap analisis uji aktivitas antibakteri

Tahap uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode sumur agar (agar

well difusion). Pengujian diawali dengan persiapan media MHA yang sudah terisi

dengan bakteri uji Salmonella typhimurium, Listeria monocytogenes, dan

Escherichia coli, Bacillus cereus, dan Staphylococcus aureus. Tahap persiapan

media MHA dilakukan dengan mencampur media MHA steril pada suhu 50oC dan NB berisi bakteri uji dengan perbandingan antara 10 µl NB bakteri uji untuk 10 mL MHA steril. Media MHA yang sudah berisi bakteri uji tersebut disiapkan

dalam cawan steril dan kemudian dilubangi sebesar ujung pipet Pasteur sehingga

terbentuk sumur kecil yang mampu terisi oleh supernatan isolat NS(9) yang

diperoleh dari proses pemanenan. Sumur-sumur tersebut kemudian diisi dengan

supernatan isolat bakteri NS(9), kemudian diinkubasi selama 21 jam untuk

melihat zona bening yang terbentuk pada tiap bakteri uji dan masing-masing

supernatan. Pengukuran diameter zona bening dilakukan untuk pembuatan kurva

(19)

b) Pengukuran kadar asam laktat

Pengukuran kadar asam laktat dilakukan dengan metode titrasi asam basa

menggunakan larutan NaOH (N=0,1091) (Moore et al. 2011). Setiap supernatan

dilarutkan dengan pewarna fenoftalein, kemudian dititrasi oleh NaOH hingga

warna larutan supernatan berubah kemerahan. Volume NaOH yang terpakai

digunakan untuk melakukan perhitungan % asam laktat yang dihitung

menggunakan rumus:

% Asam Laktat = × × × × 100%

Keterangan:

V NaOH = Volume NaOH yang terpakai

N NaOH = Normalitas NaOH yang terukur (0,1091) FP = Faktor Pengencer (1)

Bobot sampel = 1000 mg 90 = BM Asam laktat

c) Analisis kadar protein dengan metode Bradford (Nielsen 2010)

Pengujian kandungan protein pada supernatan dilakukan dengan metode

Bradford. Metode ini mengandalkan sifat amfoter dari protein. Ketika protein

terasamkan hingga mencapai titik isoelektrik, zat warna akan terikat secara

elektrostatik. Efisiensi pengikatan dipacu oleh interaksi hidrofobik oleh molekul

pewarna dengan polypeptide backbone bermuatan positif yang berdekatan dalam

protein. Pada uji Bradford, pewarna terikat pada protein mengubah absorbansi

spektrum terhadap pewarna yang tidak terikat.

Ketika Coomasie Brillian Blue G-250 terikat pada protein, warna Reagen

Coomassie Blue yang bebas berwarna merah kecokelatan (λ = 465 nm), akan

berada dalam bentuk anion yang akan mengikat protein membenuk warna biru (λ

= 595 nm). Jumlah Coomassie Blue terikat pada protein proporsional dengan

muatan positif yang ditemukan pada protein dan dilakukan pengukuran optical

densitydengan spektrofotometer pada λ = 660 nm.

Pembuatan reagen Coomassie Blue dilakukan dengan mencampurkan

Coomassie Blue G-250 sebanyak 50 mg dengan 25 mL etanol 95% hingga larut.

(20)

dengan akuades hingga 500 mL. larutan ini disaring dengan kertas saring. Larutan

yang telah disaring inilah yang digunakan untuk pengukuran protein. Reagen

Coomassie Blue yang sudah disaring dicampur pada kontrol yaitu akuades, dan

dicampur ke dalam semua supernatan. Nilai absorbansi yang terukur dicatat untuk

pengukuran kadar protein selanjutnya.

Proses penentuan kadar protein dilakukan dengan pembuatan kurva standar

dari BSA (bovine serum albumin) pada konsentrasi 0,01 mg/mL hingga 0,14

mg/mL dengan menggunakan metode Bradford. Nilai absorbansi yang terukur

dicatat dan digambar pada kurva standar untuk menentukan rumus penentuan

kadar protein sampel. Rumus yang didapat dari kurva standar tersebut digunakan

untuk mengukur kadar protein pada sampel uji, dalam hal ini adalah supernatan.

Diagram alir penentuan waktu panen optimum zat antibakteri dapat dilihat pada

Gambar 5.

Gambar 5 Diagram alir penentuan waktu optimum produksi. Penyegaran isolat selama 48 jam

pada MRSA di suhu 37oC Isolat NS(9)

Produksi selama 24 jam pada MRSB dengan suhu 37oC dalam inkubator

Pengamatan OD660 dan pH setiap 3 jam

Pembuatan inokulum 15 mL MRSB selama 24 jam di suhu

37oC

Biomassa

Sentifugasi 10.000 rpm selama 15 menit

Supernatan

- Pengukuran zona bening - Pengukuran kadar asam laktat - Pengukuran kadar protein

(21)

Analisis zat antibakteri isolat NS(9) dari bekasam ikan nila (Oreochromis

niloticus) terdiri dari tiga tahap penelitian. Tahap pertama adalah karakterisasi

isolat NS(9) yang bertujuan untuk mengetahui karakter awal dari isolat NS(9).

Tahap kedua adalah penapisan zat antibakteri pada isolat NS(9) yang bertujuan

untuk mengetahui potensi dan jenis antibakteri yang dihasilkan oleh isolat NS(9).

Tahap ketiga adalah penentuan waktu optimum produksi senyawa antibakteri

yang dihasilkan oleh isolat NS(9). Ketiga tahap tersebut menunjukkan potensi

senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh isolat NS(9) dan optimasi produksinya.

4.1 Karakterisasi Isolat NS(9)

Karakteriasi isolat NS(9) bertujuan untuk mengetahui karakter dari isolat

NS(9). Uji karakterisasi yang dilakukan antara lain uji pewarnaan Gram, uji

pewarnaan spora, uji fermentasi glukosa, uji katalase, uji motilitas, dan

pengamatan morfologi koloni. Hasil uji karakterisasi tersebut dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1 Hasil pengujian karakterisasi isolat NS(9)

Jenis Uji Hasil Gambar

Uji motilitas Negatif (-):

Isolat tidak menyebar

Uji pewarnaan Gram

Positif (+):

(22)

Jenis Uji Hasil Gambar

Gram positif, spora negatif, homofermentatif, dan katalase negatif (Tabel 1). Hal

ini sesuai dengan penyampaian Mozzi et al. (2010) dan Klaenhammer et al.

(2011) yang menyatakan bahwa bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri

Gram positif, tidak membentuk spora, katalase negatif.

Mozzi et al. (2010) menyatakan bahwa bakteri asam laktat termasuk di

dalamnya bakteri homofermentatif yang memproduksi sebagian besar utamanya

adalah asam laktat, dan heterofermentatif yang selain memproduksi asam laktat

juga memproduksi variasi yang luas dari produk fermentasi seperti asam asetat,

(23)

fermentasi glukosa menunjukkan bahwa isolat NS(9) tidak menghasilkan gas

karbon dioksida dalam jumlah yang besar. Menurut Hayward (1957), ketiadaan

gas yang terbentuk pada isolat NS(9) menunjukkan bahwa isolat NS(9) diduga

merupakan bakteri homofermentatif.

Pendeteksian bakteri asam laktat dengan metode lain adalah dengan

penambahan kalsium karbonat (CaCO3) pada media agar MRS steril yang

ditumbuhkan isolat NS(9) diatasnya. Hasil pendeteksian asam laktat pada media

agar MRS yang telah ditambahkan CaCO3 dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Perbandingan antara MRSA + CaCO3 yang steril (kiri) dan yang sudah

ditumbuhi isolat NS(9) (kanan).

Media agar MRS + CaCO3 yang steril terlihat keruh dan tidak terlalu

transparan karena ada kandungan CaCO3 yang ada di dalam media agar MRS

tersebut, sedangkan media agar MRS + CaCO3 yang sudah ditumbuhi isolat NS(9)

terlihat lebih transparan (Gambar 6). Hal ini disebabkan karena CaCO3 yang

terkandung dalam media agar MRS tersebut bereaksi dengan asam laktat yang

dihasilkan NS(9) menjadi kalsium laktat sehingga warna media yang terlihat

menjadi lebih bening dibandingkan media agar MRS + CaCO3 yang tidak

ditumbuhi isolat NS(9). Hal ini sesuai dengan penelitian Kopermsub dan

Yunchalard (2010) yang menyatakan bahwa asam laktat dapat bereaksi dengan

kalsium membentuk kalsium laktat dan membuat warna media menjadi lebih

jernih.

4.2 Penapisan Senyawa Antibakteri dari Isolat NS(9)

Penapisan senyawa antibakteri dari isolat NS(9) bertujuan untuk mengetahui

potensi dan jenis antibakteri yang dihasilkan oleh isolat NS(9). Isolat NS(9) yang

telah dikultivasi selama 24 jam diambil supernatannya yang telah diberi kode A,

(24)

patogen pada makanan yang menjadi bakteri uji, yaitu Escherichia coli, Listeria

monocytogenes, Bacillus cereus, Staphylococcus aureus dan Salmonella

typhimurium. Hasil uji aktivitas antibakteri dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil uji aktivitas antibakteri

Keterangan:

A = supernatan kondisi asam (tidak dinetralkan) N = supernatan dinetralkan dengan NaOH

E = supernatan dinetralkan dan diendapkan dengan amonium sulfat 50% - = tidak terdeteksi

Aktivitas antibakteri positif ditunjukkan pada substansi yang tidak diberi

perlakuan, atau dengan kondisi asam yang dipertahankan. Substansi yang

dinetralkan dan diendapkan proteinnya tidak menunjukkan adanya aktivitas

antibakteri (Tabel 2). Zona bening yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Aktivitas antibakteri substansi A, N dan E pada ketiga jenis bakteri: A) Bacillus cereus, B) Escherichia coli, C) Listeria monocytogenes

D) Staphylococcus aureus, E) Salmonella typhimurium. Bakteri

Rataan diameter zona bening (mm)

A N E

S. aureus 2,5 - -

B. cereus 6,5 - -

E. coli 9,0 - -

S. typhimurium 7,0 - -

(25)

Zona bening tidak tampak sama sekali pada sumur yang diberikan substansi

N dan E yang ditanam pada tiap bakteri uji (Gambar 7). Hal ini menunjukkan

bahwa aktivitas antibakteri hanya terdeteksi pada substansi yang kondisi asamnya

dipertahankan (A).

Theron dan Lues (2011) menyampaikan bahwa bakteri asam laktat

menghasilkan senyawa sekunder yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri

lain disekitarnya. Zat asam organik yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat dapat

menurunkan pH media dan menghambat pertumbuhan bakteri. Selain itu zat lain

yang diproduksi oleh bakteri asam laktat seperti peroksida, diasetil, dan senyawa

protein seperti bakteriosin diketahui dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain

disekitarnya.

Perlakuan berbeda yang diaplikasikan pada ketiga supernatan isolat NS(9)

bertujuan untuk mengidentifikasi jenis antibakteri yang dihasilkan oleh isolat

NS(9). Supernatan yang tidak diberi perlakuan sama sekali (kode A) bertujuan

untuk mempertahankan kondisi asam dan mengidentifikasi zat antibakteri yang

bersifat asam. Perlakuan penetralan pada supernatan (kode N) bertujuan untuk

menghilangkan efek antibakteri yang bersifat asam, sehingga hanya zat antibakteri

yang bersifat non-asam saja yang bekerja menghambat pertumbuhan bakteri lain.

Perlakuan pengendapan protein pada supernatan (kode E) bertujuan untuk

mengendapkan protein dari supernatan dan mengetahui aktivitas antibakteri dari

protein tersebut. Hasil dari percobaan ini menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri

yang dihasilkan dari supernatan isolat NS(9) hanya terlihat pada supernatan yang

diberi kode A. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa isolat NS(9) tidak

memproduksi antibakteri yang termasuk ke dalam jenis protein seperti bakteriosin

pada pengendapan amonium sulfat 50%. Antibakteri yang dihasilkan oleh isolat

NS(9) termasuk ke dalam jenis asam organik.

4.3 Penentuan Waktu Optimum Produksi Antibakteri

Pengukuran waktu optimum produksi antibakteri bertujuan untuk

mengetahui waktu optimum produksi antibakteri yang dihasilkan dari isolat

(26)

diamati setiap 3 jam selama 24 jam menunjukkan adanya pola perubahan pH,

produksi protein dan asam laktat (Lampiran 1).

4.3.1 Pertumbuhan isolat dan perubahan pH

Pertumbuhan isolat bakteri NS(9) diukur dengan cara menginkubasikan

bakteri isolat pada media MRSB selama 24 jam. Pengukuran dilakukan setiap tiga

jam sekali. Pengukuran yang dilakukan meliputi pengukuran nilai absorbansi

media pada panjang gelombang 660 nm serta pengukuran nilai pH. Hasil

pengukuran nilai absorbansi untuk optical density (OD) dan nilai pH setiap tiga

jam selama 24 jam dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Grafik nilai Optical Density (OD) ( ), dan pH ( ) bakteri isolat NS(9) selama fase produksi 24 jam.

Fase pertumbuhan yang berbeda-beda terlihat selama 24 jam inkubasi dari

isolat NS(9) (Gambar 8). Pertumbuhan isolat mulai terjadi pada jam ke-0 hingga

jam ke-15. Fase ini disebut dengan fase eksponensial (fase log). Cohen (2011)

menyatakan bahwa fase eksponensial terjadi karena konsumsi nutrisi dalam media

oleh kultur. Hal tersebut mengakibatkan kultur berkembang pada growth rate

yang konstan, dimana growth rate proporsional terhadap nilai OD. Pommerville

(2011) menyatakan fase log terjadi ketika semua sel dalam kultur mengalami

pembelahan biner. Setiap generasi yang dilalui, jumlah sel bertambah dua kali

(27)

Pertumbuhan isolat melambat pada fase yang ditunjukkan pada jam ke-6

hingga jam ke-15. Pertumbuhan tersebut bertambah secara simultan, konstan,

dengan growth rate yang hampir mendekati nol. Cohen (2011) menyatakan bahwa

hal tersebut terjadi karena nutrien yang hilang akibat konsumsi, medium yang

semakin asam, akumulasi toksik atau karena zat yang dapat menghambat

pertumbuhan. Meskipun demikian, pertumbuhan masih tetap terjadi.

Kurva pertumbuhan mengalami kecenderungan stasioner pada jam ke-15

hingga jam ke-21. Cohen (2011) menyatakan bahwa kondisi nutrien yang hilang

akibat konsumsi, medium yang semakin asam, akumulasi toksik atau karena zat

yang dapat menghambat pertumbuhan menyebabkan pertumbuhan semakin

menurun sehingga level pertumbuhan akan mendekati nol dan penambahan

jumlah sel tidak ada.

Penurunan grafik OD pada jam ke-21 hingga jam ke-24 menunjukkan

bahwa isolat NS(9) memasuki fase kematian (decline phase). Pommerville (2011)

menyatakan bahwa hal ini terjadi karena nutrien dalam media yang tersisa terbatas

atau jumlahnya menjadi jauh lebih rendah.

Kecenderungan penurunan nilai pH mulai dari waktu inkubasi awal pada

jam 0 hingga jam 12 (Gambar 8). Nilai pH pada jam 12 hingga jam

ke-24 sudah menunjukkan kestabilan dimana nilai pH tetap tidak berubah hingga

akhir masa inkubasi, yaitu 4.

Hubungan yang terlihat antara nilai absorbansi dan nilai pH pada tahap ini

adalah perbandingan terbalik. Ketika isolat NS(9) pertama kali diinkubasi pada

jam ke-0, pH yang terlihat menunjukkan nilai yang tertinggi yaitu 6, sedangkan

nilai absorbansi pada waktu awal inkubasi memiliki nilai terendah, yaitu 0,19.

Ketika kepadatan isolat bertambah ditandai dengan naiknya nilai OD hingga

mencapai 6,48 pada jam ke-12, nilai pH yang ditunjukkan menurun dari 6 hingga

4. Nilai pH 4 ini merupakan nilai pH yang terendah dan tidak berubah hingga fase

death yang ditunjukkan pada menurunnya nilai OD dari jam ke-21 hingga jam

ke-24.

Hwang et al. (2011) menyatakan bahwa metabolit sekunder yang dihasilkan

oleh bakteri asam laktat seperti asam laktat dipengaruhi oleh beberapa faktor

(28)

pertumbuhan), keberadaan oksigen, tingkat pH, dan konsentrasi metabolit

sekunder dari produk. Fase eksponensial pada jam ke-0 hingga jam ke-15

menunjukkan peningkatan nilai OD, yang diakibatkan oleh kandungan media

MRS broth yang kaya akan nutrisi pertumbuhan bakteri asam laktat seperti pepton

dan glukosa. Adanya glukosa memacu terjadinya proses fermentasi yang

menghasilkan senyawa metabolit sekunder seperti asam laktat. Zat ini terus

diproduksi hingga konsentrasinya meninggi. Hwang et al. (2011) juga

menyatakan bahwa konsentrasi asam laktat yang tinggi juga dapat memperlambat

pertumbuhan sel selama masa fermentasi. Oleh karena itu, semakin banyak asam

laktat yang diproduksi selama masa fermentasi (ditandai dengan penurunan nilai

pH pada grafik), maka pertumbuhan sel yang terjadi semakin lambat. Kondisi

media yang semakin minim nutrisi akibat proses fermentasi yang terus menerus

mengakibatkan pertumbuhan sel berkurang dan mengakibatkan kematian sel

pertumbuhan sel pada akhir masa inkubasi.

4.3.2 Kadar asam laktat

Kadar asam laktat yang diproduksi ini erat kaitannya dengan

kemampuannya sebagai inhibitor bakteri patogen pada makanan. Pengukuran

kadar asam laktat dari substansi antibakteri yang dihasilkan oleh bakteri isolat

NS(9) dilakukan dengan metode titrasi. Supernatan direaksikan dengan reagen

fenoftalein sebagai indikator warna perubahan pH. Larutan dititrasi dengan NaOH

( N = 0,1091 mol) hingga larutan berubah menjadi warna merah. Hasil kadar asam

laktat pada setiap tiga jam pengamatan selama 24 jam dapat dilihat pada Gambar

9.

(29)

Perubahan konsentrasi asam laktat terjadi setiap tiga jam pengambilan

sampel (Gambar 9). Perubahan tersebut menunjukkan peningkatan mulai dari

awal produksi hingga akhir. Hal tersebut menunjukkan bahwa asam laktat

diproduksi oleh bakteri isolat NS(9) selama fase produksi 24 jam.

Kadar asam laktat yang terukur berhubungan dengan pH media dan

pertumbuhan isolat. Ketika berada di awal fase pertumbuhan dimana pH media

tinggi, kadar asam laktat yang terukur sangat rendah. Bentuk kurva kadar asam

laktat yang ditunjukkan pada Gambar 9 merupakan bentuk kurva log dimana pada

awal masa inkubasi, terjadi peningkatan yang cukup besar dan seiring dengan

bertambahnya waktu, peningkatan tersebut tetap ada namun cenderung melambat

hingga mencapai kondisi statis. Penurunan produksi asam laktat ini erat kaitannya

dengan fase pertumbuhan sel semakin menurun juga. Produksi asam laktat pada

fase tersebut tidak setinggi produksi pada awal masa pertumbuhan bakteri yaitu

pada jam ke-0 hingga jam ke-15.

Asam laktat merupakan salah satu jenis asam organik yang diproduksi

oleh bakteri asam laktat. Menurut Theron dan Lues (2011), asam laktat

merupakan salah satu metabolit utama dari bakteri asam laktat, namun pada

bakteri heterofermentatif, bakteri asam laktat juga memproduksi asam asetat dan

sebagian asam propionat dalam jumlah besar. Asidifikasi (pengasaman) yang

diakibatkan asam organik meningkatkan aktivitas antibakterial baik asam organik

maupun substansi inhibitor lain seperti bakteriosin.

Asam laktat berperan dalam proses penghambatan bakteri lain. Theron dan

Lues (2011) menyatakan bahwa asam terdisosiasi menjadi ion hidrogen dan anion

toksik yang mampu mengganggu fungsi fisiologis sel dan mendestabilasi protein

sel. Menurut Pelaez dan Orue (2010), asam laktat mampu melemahkan

permeabilitas bakteri Gram negatif dengan merusak membran luar bakteri Gram

negatif. Asam laktat merupakan molekul yang larut dalam air sehingga mampu

menembus ke dalam periplasma bakteri Gram negatif melalui protein porin pada

membran luarnya. Pelindung dari permeabilitas membran luar berupa lapisan

lipopolisakarida yang terletak pada permukaan membran dirusak oleh asam laktat

(30)

peroksida dan lactoperidase system dapat berpenetrasi ke dalam membran

sitoplasma.

4.3.3 Kadar protein

Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode Bradford (Nielsen

2010) (Lampiran 2). Kadar protein supernatan per tiga jam selama 24 jam dapat

dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Kadar protein supernatan tiap 3 jam selama 24 jam.

Perubahan konsentrasi protein terjadi setiap tiga jam selama 24 jam

(Gambar 10). Namun perubahan kadar protein tidak menunjukkan adanya

peningkatan yang besar. Oleh karena itu dari grafik ini dapat diambil simpulan

yang menguatkan bahwa protein tidak diproduksi dalam jumlah besar oleh bakteri

isolat NS(9) selama fase produksi.

Keberadaan kandungan protein pada supernatan isolat NS(9) penting untuk

diketahui untuk mengetahui adanya potensi senyawa antibakteri lain berjenis

protein seperti bakteriosin. Theron dan Lues (2011) menyatakan bahwa

antibakteri berjenis peptida(juga disebut sebagai bakteriosin), adalah zat penting

yang dihasilkan olehbakteri asamlaktat. Bakteriosin adalah komponen antibakteri

protein yang diproduksi dari berbagai jenis bakteri, namun tidak letal bagi bakteri

yang memproduksi bakteriosin tersebut.

Bakteri asam laktat adalah varian yang paling penting dalam produksi

bakteriosin dan substansi mirip bakteriosin. Bakteriosin yang diproduksi oleh

bakteri asam laktat sangat potensial untuk dijadikan sebagai pengawet makanan

(31)

bahwa produksi bakteriosin pada NS(9) tidak terdeteksi pada tahap penapisan

awal dengan pengendapan menggunakan amonium sulfat 50%.

4.3.4 Aktivitas antibakteri

Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan untuk setiap supernatan yang

dikultivasi setiap tiga jam selama 24 jam terhadap bakteri uji dengan

menggunakan metode difusi sumur agar. Hasil pengujian aktivitas antibakteri dan

dokumentasi gambar disajikan pada Lampiran 3 dan 4.

Substansi antibakteri yang dihasilkan oleh isolat NS(9) memiliki daya

inhibisi yang bervariasi pada kelima bakteri uji (Gambar 11). Secara umum,

substansi antibakteri yang dihasilkan bakteri isolat NS(9) memiliki daya hambat

yang paling rendah untuk S. aureus dibandingkan daya hambat terhadap bakteri

uji lainnya. Diameter penghambatan yang terbesar terjadi pada jam ke-12 pada

bakteri uji L. monocytogenes.

Gambar 11 Grafik perbandingan zona bening supernatan pada ke-5 bakteri uji:

Escherichia coli ( ), Salmonella typhimurium ( ), Listeria monocytogenes ( ),

Bacillus cereus ( ),dan Staphylococcus aureus ( ).

Diameter penghambatan terbesar bagi bakteri B. cereus yaitu dengan

diameter sebesar 6 mm terjadi di jam ke-12. Diameter penghambatan terbesar bagi

bakteri E. coli yaitu dengan diameter sebesar 6 mm terjadi pada jam ke-15.

Diameter penghambatan terbesar bagi bakteri S. typhimurium yaitu dengan

diameter sebesar 6 mm terjadi pada jam ke-24. Diameter penghambatan terbesar

bagi bakteri S. aureus yaitu dengan diameter sebesar 3 mm terjadi pada jam ke-21.

(32)

maksimum pada kelima bakteri uji pada jam ke-21 setara dengan rata-rata

diameter kontrol positif asam asetat antara 0,6 – 0,8 %.

Gambar 12 Grafik perbandingan zona bening kontrol positif pada ke-5 bakteri uji: Escherichia coli ( ), Salmonella typhimurium ( ), Listeria monocytogenes

( ), Bacillus cereus ( ),dan Staphylococcus aureus ( ).

Daya hambat zat antibakteri asam organik terhadap kelima bakteri patogen

tersebut juga dipengaruhi oleh pH. Batas toleransi pH untuk pertumbuhan kelima

bakteri uji tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Toleransi bakteri patogen terhadap pH untuk tumbuh optimum

Jenis Bakteri pH

Salmonella typhimurium 4,0 6,6-8,2 9,0

Listeria monocytogenes 4,3 7,0 9,4

Escherichia coli 4,0 7,0 9,0

Staphylococcus aureus 4,0 6,0-7,0 10,0

Bacillus cereus 5 6,5 8,8

Sumber: ICMSF (1996) diacu dalam Theron dan Lues (2011)

Bakteri patogen seperti L. monocytogenes dan B. cereus terhambat

maksimum pada jam ke-12 dimana pada jam tersebut, pH supernatan mencapai 4

(Gambar 11). Pada jam tersebut, kedua bakteri uji tersebut sudah tidak mampu

mentolerir pH yang terjadi sehingga mengakibatkan zona hambat yang terbentuk

telah mencapai titik maksimal pada jam ke-12.

Bakteri uji seperti E. coli dan S. typhimurium adalah bakteri Gram negatif.

Keduanya termasuk ke dalam golongan bakteri enteropatogenik. Bakteri jenis ini

biasanya tahan terhadap pH yang cukup rendah. Korelasi dengan zona bening

(33)

menghambat bakteri ini. Gambar 11 menunjukkan bahwa zona bening maksimum

yang ditunjukkan pada bakteri uji E. coli terbentuk pada jam ke-15, lebih lama

daripada bakteri uji L. monocytogenes dan B. cereus. Begitu juga dengan bakteri

uji S. typhimurium. Zona hambat maksimum ditunjukkan pada jam ke-24.

Menurut Alvarez-Ordonez et al. (2009), S. typhimurium diketahui dengan

kemampuannya bertahan hidup pada pH ekstrim, yaitu 3. Namun kemampuan

hidup pada pH ekstrim tersebut tidak menjadikan bakteri ini dapat hidup dengan

normal ketika bereaksi dengan asam organik. Sifat adaptasi asam dari

S. typhimurium juga didapat dari peningkatan osmotik, toleransi terhadap garam,

dan proteksi silang menjadi sistem laktoperoksidase yang aktif.

Daya hambat asam organik yang dihasilkan isolat NS(9) terhadap S. aureus

paling rendah dibandingkan dengan bakteri uji lainnya. Sesuai dengan hasil

penelitian, Linke dan Goldman (2011) menyatakan hal ini disebabkan karena daya

adhesivitas dinding sel S. aureus yang rendah. Gaya intermolekul seperti Van der

Waals, elektrostatis, kelarutan, dan interaksi sterik mengontrol bagaimana dinding

sel bakteri berinteraksi dengan permukaan zat lain.

Menurut Theron dan Lues (2011), setiap bakteri uji memiliki ketahanan

masing-masing terhadap jenis asam organik yang berbeda. L. monocytogenes

memiliki kerentanan yang lebih besar terhadap asam laktat dibandingkan dengan

asam asetat. E. coli dan S. typhimurium memiliki kerentanan yang tinggi terhadap

asam laktat dan asam asetat. B. cereus yang merupakan golongan bakteri Gram

positif memiliki kerentanan yang tinggi terhadap asam laktat dan asam propionat.

Bakteri uji S. aureus memiliki ketahanan asam yang paling tinggi dibandingkan

dengan kelima bakteri uji lainnya. Charlier et al. (2009) menyatakan bahwa

S. aureus akan bertambah rentan terhadap asam apabila terjadi peningkatan kadar

garam. Bakteri S. aureus juga sangat peka terhadap aktivitas asam asetat.

Perbedaan nilai zona bening yang dihasilkan dalam penelitian ini

menunjukkan bahwa pada jam tertentu, salah satu jenis asam organik yang

dihasilkan oleh isolat BAL NS(9) diproduksi dalam kondisi optimum, sehingga

menghambat bakteri uji yang rentan terhadap salah satu jenis asam organik

tersebut. Bakteri L. monocytogenes yang telah mencapai zona hambat terbaik pada

(34)

asam laktat dan asam propionat mencapai titik tertinggi. Kondisi yang sama dapat

dijelaskan pada bakteri uji E. coli dan S. typhimurium. Menurut Alvarez-Ordonez

et al. (2009), kedua bakteri uji ini rentan terhadap aktivitas antibakteri dari asam

laktat dan asam asetat. Kondisi maksimum zona hambat yang terjadi pada E. coli

di jam ke-15 menunjukkan bahwa pada jam tersebut, kandungan asam asetat dan

asam laktat dalam supernatan antibakteri terdapat pada kondisi yang maksimum.

Zona hambat maksimum yang terjadi pada bakteri S. typhimurium lebih lama dari

E. coli disebabkan karena bakteri S. typhimurium lebih tahan asam dibandingkan

(35)

5.1 Kesimpulan

Isolat NS(9) yang diisolasi dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus)

merupakan bakteri asam laktat. Isolat NS(9) menghasilkan zat asam organik yang

memiliki aktivitas antibakteri. Zat antibakteri jenis protein seperti bakteriosin

tidak terdeteksi pada pengendapan supernatan dari isolat NS(9) dengan amonium

sulfat 50%. Isolat NS(9) memiliki fase pertumbuhan dengan puncak pertumbuhan

pada jam ke-15 dan stasioner hingga jam ke-21 dan turun kembali pada jam jam

ke-24. Produksi optimum zat asam organik dari isolat NS(9) yang memiliki

aktivitas antibakteri terdapat pada jam ke-12 hingga jam ke-24.

Isolat NS(9) menghasilkan zat antibakteri asam organik yang mampu

menghambat pertumbuhan lima jenis patogen pada makanan yaitu Escherichia

coli, Salmonella typhimurium, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, dan

Listeria monocytogenes. Daya hambat terbaik zat asam organik isolat NS(9)

terdapat pada media MHA yang ditumbuhkan Listeria monocytogenes dan

Bacillus cereus.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penapisan zat protein antibakteri seperti bakteriosin pada

berbagai konsentrasi pengendapan amonium sulfat sehingga dimungkinkan

terdeteksinya senyawa protein antibakteri yang dihasilkan oleh isolat NS(9).

Pengukuran konsentrasi tiap jenis asam organik yang terkandung dalam

supernatan tersebut perlu dilakukan untuk mempertegas hasil penelitian ini. Selain

itu penerapan zat asam organik antibakteri yang diproduksi oleh isolat NS(9) pada

pangan perlu dilakukan untuk mengetahui efektifitas penghambatan zat asam

organik tersebut pada mikroba dalam pangan sebenarnya dengan metode TPC.

Penerimaan kosumen terhadap aplikasi zat asam organik yang diproduksi oleh

isolat NS(9) pada pangan melalui uji hedonik dan organoleptik juga sebaiknya

dilakukan untuk penelitian yang selanjutnya. Pembuktian GRAS juga dapat

dilakukan dengan mencari dosis letal (lethal dose) pada senyawa asam organik

(36)

YOGA INDRA PURNAMA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(37)

YOGA INDRA PURNAMA. C34070060. Produksi Senyawa Antibakteri Isolat Bakteri NS(9) dari Bekasam Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Dibimbing Oleh: DESNIAR dan IRIANI SETYANINGSIH

Keamanan pangan merupakan salah satu isu yang paling penting karena berhubungan langsung pada kesehatan manusia. Pelanggaran terhadap keamanan pangan dapat menyebabkan suatu kasus yang dinamakan foodborne diseases, atau penyakit yang disebabkan oleh keracunan pangan, antara lain bahaya biologis, kimiawi dan fisik. Bahaya biologis umumnya disebabkan oleh mikroba patogen dan dapat dicegah dengan penambahan bahan preservatif pada pangan dengan tujuan membunuh atau menghambat bakteri patogen. Bahan preservatif sintetis mampu menimbulkan potensi bahaya kimia karena berpotensi sebagai karsinogen. Biopreservatif digunakan untuk mencegah bahaya kimia pada preservatif sintetis. Biopreservatif merupakan bahan pengawet pangan alami yang berasal dari mikroba seperti bakteri asam laktat karena zat metabolit sekunder yang dihasilkannya yang cenderung tidak berbahaya dan memiliki efek inhibitor pada bakteri lain seperti inhibitor pada bakteri enteropatogenik. Bakteri asam laktat biasa ditemukan pada produk makanan fermentasi. Salah satu produk fermentasi perikanan di Indonesia adalah bekasam.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh isolat bakteri asam laktat NS(9) yang diisolasi dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) dan memproduksi senyawa antibakteri dari isolat NS(9) serta menghitung daya hambat maksimum senyawa yang dihasilkan dari isolat NS(9) terhadap patogen pada makanan.

Penelitian dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama adalah karakterisasi isolat NS(9). Tahap kedua adalah penapisan antibakteri. Tahap ketiga adalah produksi antibakteri selama 24 jam yang meliputi penentuan waktu optimum produksi antibakteri, pengukuran kadar asam laktat, dan pengukuran kadar protein dengan menggunakan metode Bradford.

Isolat NS(9) yang diisolasi dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan bakteri asam laktat. Isolat NS(9) menghasilkan zat asam organik yang memiliki aktivitas antibakteri. Zat antibakteri jenis protein seperti bakteriosin tidak terdeteksi pada pengendapan supernatan dari isolat NS(9) dengan amonium sulfat 50%. Isolat NS(9) memiliki fase pertumbuhan dengan puncak pertumbuhan pada jam ke-12 dan stasioner hingga jam ke-21 dan turun kembali pada jam ke-24. Produksi optimum zat asam organik dari isolat NS(9) yang memiliki aktivitas antibakteri terdapat pada jam ke-12 hingga jam ke-24.

Isolat NS(9) menghasilkan zat antibakteri asam organik yang mampu menghambat pertumbuhan lima jenis patogen pada makanan yaitu Escherichia coli, Salmonella typhimurium, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, dan

(38)

YOGA INDRA PURNAMA C34070060

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(39)

Judul : Produksi Senyawa Antibakteri Isolat Bakteri NS(9) dari Bekasam Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Nama : Yoga Indra Purnama

NRP : C34070060

Menyetujui,

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil NIP. 19580511 198503 1 002

Tanggal lulus:……… Pembimbing I

Desniar, S.Pi, M.Si NIP : 19701224 199702 2 001

Pembimbing II

(40)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Produksi Senyawa Antibakteri Isolat Bakteri NS(9) dari Bekasam Ikan Nila (Oreochromis niloticus)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2011

Gambar

Gambar 1  Ikan nila (Oreochromis niloticus) (Lim dan Webster 2006).
Gambar 4  Diagram alir penapisan zat antibakteri.
Gambar 5  Diagram alir penentuan waktu optimum produksi.
Tabel 1. Tabel 1 Hasil pengujian karakterisasi isolat NS(9)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat terpilih bakteri asam laktat (BAL) asal bekasam penghasil lipase sebagai pendegradasi lipid pada margarin... 3

Penelitian ini bertujuan untuk menapis bakteri asam laktat (BAL) asal bekasam penghasil enzim protease dan melakukan produksi enzim protease dengan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan antibakteri isolat bakteri asam laktat dari tempoyak dan untuk mengetahui pengaruh antibakteri isolat bakteri

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Identifikasi Cacing Parasitik dan Bakteri pada Insang dan Saluran Pencernaan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus)

PENGENDALIAN BIOFILM Streptococcus agalactiae PADA PERMUKAAN SISIK IKAN DAN PLASTIK PVC DENGAN SENYAWA ANTIBAKTERI.. BAKTERI ASAM LAKTAT

Hasil isolasi dan identifikasi 22 isolat bakteri, delapan isolat terindentifikasi, dan termasuk dalam genus Aeromonas yang merupakan bakteri dominan yang dijumpai pada tubuh

Bakteri asam laktat dapat diisolasi dari produk terasi dan menghasilkan senyawa antibakteri yaitu bakteriosin.. Bakteriosin sebagai pengawet makanan memiliki kelebihan antara

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah total bakteri dan bakteri asam laktat serta kadar asam laktat yang dihasilkan selama proses fermentasi bekasam