KONFLIK AGRARIA
(STUDI KASUS: KONFLIK PERTANAHAN ANTARA PERUSAHAAN TOBA PULP LESTARI DENGAN MASYARAKAT DESA PANDUMAAN-SIPITUHUTA DALAM PEMBATASAN LAHAN HUTAN ADAT DI
KECAMATAN POLLUNG, HUMBAHAS)
FREDY YOHANNES PURBA 090906032
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FREDY YOHANNES PURBA 090906032
KONFLIK AGRARIA
(STUDI KASUS: KONFLIK PERTANAHAN ANTARA PERUSAHAAN TOBA
PULP LESTARI DENGAN MASYARAKAT DESA PANDUMAAN-SIPITUHUTA
DALAM PEMBATASAN LAHAN HUTAN ADAT DI KECAMATAN POLLUNG,
HUMBAHAS)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengetahui proses penyelesaian konflik agraria pada
pembatasan lahan kemenyan warga yang terjadi di Desa Pandumaan-Sipituhuta
Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan dan berbagai kegiatan yang
dilakukan masyarakat selama proses penyelesaian konflik pertanahan. Oleh sebab itu,
skripsi ini melihat bagaimana peranan kedua element yaitu masyarakat Desa
Pandumaan-Sipituhuta dan PT. Toba Pulp Lestari dalam upaya penyelesaian dan
mempertahankan lahan adat dari pembabatan dan penanaman pohon eucalyptus.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif pada
analisis yang bersifat penemuan fakta-fakta untuk penyelesaian masalah.
Pengumpulan data dalam penelitian ini mengandalkan hasil analisis dari data yang
didapat di lapangan dan hasil wawancara. Data-data yang menjadi bantuan
pembahasan adalah data primer yang merupakan data utama dari hasil observasi
lapangan dan wawancara key informan dan data sekunder yang didapat melalui
Hasil penelitian disajikan secara sistematis dan menunjukkan bukti dari
lapangan yang diolah, dianalisis dan dijabarkan dengan cara deskriptif yang berisi
dengan adanya proses penyelesaian konflik pertanahan di Desa
Pandumaan-Sipituhuta dengan PT TPL dalam konflik yang terjadi selama empat (4) tahun sejak
2009, terdapat pengukuran lahan adat dengan pohon eucalyptus, program kerjasama
atau bermitra antara PT. TPL dengan Masyarakat Desa Pandumaan-Sipituhuta dan
adanya kebijakan dari Mahkamah Konstitusi No.35/PUU-X/2012 tanggal 16 Mei
2013 tentang pengembalian hutan adat kepada masyarakat Desa yang dibentuk
dengan Rancangan UU di Kabupaten Humbang Hasundutan.
UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMEN OF POLITICAL SCIENCE
FREDY YOHANNES PURBA 090906032
AGRARIAN CONFLICT
(CASE STUDIES: LAND DISPUTES BETWEEN COMPANIES WITH
SUSTAINBLE PULP TOBA VILLAGERS PANDUMAAN-SIPITUHUTA THE
RESTRICTION CUSTOMAARY FOREST LAND IN THE DISTRICT POLLUNG,
HUMBAHAS)
ABSTRACT
This research aimed find out the process of conflict resolution on the agrarian
land restrictions incense residents that occurred in the Village District of
PollungPandumaan-SipituhutaHasundutanHumbang District and the various
community activities carried out during the process of resolving land conflicts.
Therefore, this paper conducted to see how the role of the second element is
Pandumaan-Sipituhuta villagers and PT. Toba Pulp Lestari in settlement efforts and
maintain traditional land clearing and planting of eucalyptus trees.
The method used is descriptive qualitative method of analysis is the discovery
of the facts to problem solving. Collecting data in this study relied on the analysis of
the data obtained in the field and interviews. The data becomes a discussion is
primary data which is the main data of the results of field observations also with
interviews, and secondary data obtained through the internet, papers and newspapers.
The results of the study are presented in a systematic and evidence from the
with the process of resolving conflict over land in the village of
Pandumaan-Sipituhuta with PT TPL, the conflicts that occur during the four (4) years since 2009.
There are some results that conflict resolution, measurement of customary land with
forest boundary planting eucalyptus trees, cooperation or partnership program
between PT. TPL with Pandumaan-Sipituhuta Village Community and the policy of
the Constitutional Court dated May 16, 2013 No.35/PUU-X/2012 of indigenous
forest returns to the village community formed to draft law protecting the rights of
indigenous peoples in the District HumbangHasundutan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SOSIALDAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU POLITIK Halaman Persetujuan
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh: Nama : Fredy Yohannes Purba
Nim : 090906032 Departemen : Ilmu Politik Judul : Konflik Agraria
(Studi Kasus: Konflik Pertanahan Antara Perusahaan Toba Pulp Lestari dengan Masyarakat Desa Pandumaan-Sipituhuta dalam Pembatasan Lahan Hutan Adat di Kecamatan Pollung, Humbahas)
Menyetujui: Ketua
Departemen Ilmu Politik
Dra. T.Irmayani, M.Si NIP196806301994032001
Dosen Pembimbing Dosen Pembaca
Dra. T.Irmayani, M.Si Husnul Isa Harahap, S.Sos, M.Si NIP: 196806301994032001 NIP: 198212312010121001
Menyetujui Dekan FISIP USU
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai Sang Kepala
Gerakan. Karena kasih karuniaNya penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan
semaksimal mungkin walaupun belum sesuai dengan yang diharapkan. Skripsi ini
dikerjakan demi memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana Ilmu Politik di
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari
bahwa skripsi ini bukanlah tujuan akhir dari belajar karena belajar adalah sesuatu
yang tidak terbatas.
Terselesainya skripsi ini tentunya tidak terlepas dari karunia Allah, terutama dalam
setiap proses perkuliahan penulis dari awal masuk sebagai mahasiswa sampai
akhirnya menyelesaikan perkuliahan semua berkat dari Tuhan Sang Pencipta. (
AYAT ALKITAB)
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari dorongan dan uluran tangan berbagai
pihak. Oleh karena itu tidak salah kiranya bila penulis mengungkap rasa terima kasih
dan penghargaan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Politik FISIP USU
dan menjadi Dosen Pembimbing yang setia memberikan arahan, saran dan
meluangkan waktu bagi penulis.
3. Bapak Husnul Isa Harahap M.Si selaku Dosen Pembimbing yang membantu
dalam penulisan skripsi penulis.
4. Terima kasih buat kedua orang tua saya, Bapak Terima Purba dan Timawarni
Nainggolan S.Pd yang setia membimbing saya dan terima kasih atas segala
kasih sayang yang diberikan hingga pada proses penyelesaian skripsi ini.
Begitu juga atas kepercayaan yang diberikan untuk tumbuh hingga sekarang
menjadi dewasa dan kelak berguna untuk Tuhan Yesus dan keluarga.
5. Kepada Bapaktua Benny Purba, Bapak Haposan Sinambela, Bapak Budiman
Simajuntak terima kasih atas waktu yang diberikan bagi penulis dalam
menyusun skripsi penulis.
6. Kepada Abang saya Yan Bahal Purba S.Pd dan Kakak saya Teti Elizabeth
Purba kita semua sudah menjadi dewasa mari sekarang kita banggakan kedua
orang tua. Terkhususnya buat abang saya yang telah bersedia membantu
memberikan arahan, saran dan kritik bagi penulis selama proses penyusunan
skripsi.
7. Untuk keluarga besar Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, kepada
sahabat stambuk 2009: Albert Simamora, Albert Sinurat, Alex Saragih, Andi
Samosir S.Ip, Benjamin Rumapea S.Ip, Desmond Siboro, Hebron Sitanggang,
Ian Pasaribu S.Ip, Jimmy Sinaga, Julwandrie Munthe, Leonard Tampubolon,
Samran Simbolon atas waktu dalam memberikan semangat kepada kita semua
dan penulis. Begitu juga dengan kawan bimbingan Evi Rizki, Ira, Ningsih,
Utari dan Said yang terus berjuang dan semangat untuk mendapatkan gelar
kesarjanaan.
8. Untuk keluarga besar Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Komisariat
Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (GMKI Koms.
FISIP USU) yang telah memberikan motivasi, ilmu dan perjuangan dalam tri
panji kegiatan GMKI. Khusus kepada kawan-kawan kepengurusan Widodo
Sihotang, Rizal Tambunan S.Sos, Rizki Simamora S.Sos, Gerson Situmorang,
Maikel Tarigan S.sos Dolly Op. Sunggu, Josua Aritonang, Josua Situmorang,
Aldemar Simatupang, Ana Saragi S.Sos, Amel Girsang S.Sos Maria
Simbolon, Susi Manullang. Juga kepada Chrisyela Sinaga SH yang
mendoakan jauh disana dan Senior yang telah membantu dan berdiskusi untuk
mengarahkan skripsi penulis.
9. Kepada semua orang-orang yang mau membantu penulis turun kelapangan,
memberikan nasihat, memberikan perhatian, dan motivasi yang telah
diberikan kepada penulis selama menjalani penyusunan skripsi. Semuanya itu
Akhir kata, penulis mengucapkan kembali banyak terima kasih atas berkat
yang diberika Tuhan Yesus Sang Kepala Gerakan dan semua pihak yang telah
memberikan waktu dan perhatian bagi proses penyusunan skripsi penulis, dan
bagi skripsi ini semoga berguna untuk yang membacanya.
Medan, Maret 2014
DAFTAR ISI
Halama Judul……… i
Abstrak……….. ii
Abstract……….. iii
Halaman Persetujuan……….. iv
Kata Pengantar………. v
Daftar Isi……… vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……… 1
B. Perumusan Masalah……… 9
C. Pembatasan Masalah……….. 9
D. Tujuan Penelitian……… 9
E. Signifikasi Penelitian……….. 9
F. Kerangka Teori………... 10
1. Teori Kebijakan………. 10
2. Teori Konflik………. 14
3. Teori Hukum Adat……….... 17
G. Metodologi Penelitian……… 21
1. Metode Penelitian………. 21
2. Jenis Penelitian……….. 22
3. Lokasi Penelitia………. 22
4. Data dan Teknik Pengumpulan data…………. 22
5. Teknik Analisis Data………. 23
H. Sistematika Penulisan……… 23
BAB II PROFIL DESA PANDUMAAN - SIPITUHUTA DAN PT. TOBA PULP LESTARI A. Desa Pandumaan……… 25
B. Desa Sipituhuta……….. 31
C. Profil PT. Toba Pulp Lestari Tbk………... 39
BAB III ANALISIS KONFLIK AGRARIA DI DESA PANDUMAAN – SIPITUHUTA
Pandumaan-Sipituhuta……… 45
B. Penyebab Awal Terjadinya Konflik……… 49
C. Peranan Kebijakan Pemerintah Kabupaten Humbang
Hasundutan……… 56
D. Analisis Cara Penyelesaian Masalah Dilakukan
Masyarakat Desa Pandumaan-Sipituhuta dengan
PT. Toba Pulp Lestari……… 59
E. Bentuk Tindakan Masyarakat Desa Pandumaan-Sipituhuta
Terhadap PT. Toba Pulp Lestari Tbk…………... 73
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan………. 85
B. Saran……… 88
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Komposisi Penduduk Desa Pandumaan……… 24 Tabel 2.2 Luas Lahan Menurut Peruntukan di Desa Sipituhuta…… 31 Tabel 2.3 Sarana dan Prasarana di Desa Sipituhuta……….. 34 Tabel 2.4 Struktur Organisasi PT. Toba Pulp Lestari……… 41
DAFTAR GAMBAR
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FREDY YOHANNES PURBA 090906032
KONFLIK AGRARIA
(STUDI KASUS: KONFLIK PERTANAHAN ANTARA PERUSAHAAN TOBA
PULP LESTARI DENGAN MASYARAKAT DESA PANDUMAAN-SIPITUHUTA
DALAM PEMBATASAN LAHAN HUTAN ADAT DI KECAMATAN POLLUNG,
HUMBAHAS)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengetahui proses penyelesaian konflik agraria pada
pembatasan lahan kemenyan warga yang terjadi di Desa Pandumaan-Sipituhuta
Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan dan berbagai kegiatan yang
dilakukan masyarakat selama proses penyelesaian konflik pertanahan. Oleh sebab itu,
skripsi ini melihat bagaimana peranan kedua element yaitu masyarakat Desa
Pandumaan-Sipituhuta dan PT. Toba Pulp Lestari dalam upaya penyelesaian dan
mempertahankan lahan adat dari pembabatan dan penanaman pohon eucalyptus.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif pada
analisis yang bersifat penemuan fakta-fakta untuk penyelesaian masalah.
Pengumpulan data dalam penelitian ini mengandalkan hasil analisis dari data yang
didapat di lapangan dan hasil wawancara. Data-data yang menjadi bantuan
pembahasan adalah data primer yang merupakan data utama dari hasil observasi
lapangan dan wawancara key informan dan data sekunder yang didapat melalui
Hasil penelitian disajikan secara sistematis dan menunjukkan bukti dari
lapangan yang diolah, dianalisis dan dijabarkan dengan cara deskriptif yang berisi
dengan adanya proses penyelesaian konflik pertanahan di Desa
Pandumaan-Sipituhuta dengan PT TPL dalam konflik yang terjadi selama empat (4) tahun sejak
2009, terdapat pengukuran lahan adat dengan pohon eucalyptus, program kerjasama
atau bermitra antara PT. TPL dengan Masyarakat Desa Pandumaan-Sipituhuta dan
adanya kebijakan dari Mahkamah Konstitusi No.35/PUU-X/2012 tanggal 16 Mei
2013 tentang pengembalian hutan adat kepada masyarakat Desa yang dibentuk
dengan Rancangan UU di Kabupaten Humbang Hasundutan.
UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMEN OF POLITICAL SCIENCE
FREDY YOHANNES PURBA 090906032
AGRARIAN CONFLICT
(CASE STUDIES: LAND DISPUTES BETWEEN COMPANIES WITH
SUSTAINBLE PULP TOBA VILLAGERS PANDUMAAN-SIPITUHUTA THE
RESTRICTION CUSTOMAARY FOREST LAND IN THE DISTRICT POLLUNG,
HUMBAHAS)
ABSTRACT
This research aimed find out the process of conflict resolution on the agrarian
land restrictions incense residents that occurred in the Village District of
PollungPandumaan-SipituhutaHasundutanHumbang District and the various
community activities carried out during the process of resolving land conflicts.
Therefore, this paper conducted to see how the role of the second element is
Pandumaan-Sipituhuta villagers and PT. Toba Pulp Lestari in settlement efforts and
maintain traditional land clearing and planting of eucalyptus trees.
The method used is descriptive qualitative method of analysis is the discovery
of the facts to problem solving. Collecting data in this study relied on the analysis of
the data obtained in the field and interviews. The data becomes a discussion is
primary data which is the main data of the results of field observations also with
interviews, and secondary data obtained through the internet, papers and newspapers.
The results of the study are presented in a systematic and evidence from the
with the process of resolving conflict over land in the village of
Pandumaan-Sipituhuta with PT TPL, the conflicts that occur during the four (4) years since 2009.
There are some results that conflict resolution, measurement of customary land with
forest boundary planting eucalyptus trees, cooperation or partnership program
between PT. TPL with Pandumaan-Sipituhuta Village Community and the policy of
the Constitutional Court dated May 16, 2013 No.35/PUU-X/2012 of indigenous
forest returns to the village community formed to draft law protecting the rights of
indigenous peoples in the District HumbangHasundutan.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Tanah adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada umat manusia di
muka bumi.Tanah menjadi kebutuhan dasar manusia.Sejak lahir sampai meninggal
dunia, manusia membutuhkan tanah untuk tempat tinggal dan sumber kehidupan.
Secara kosmologis, tanah adalah tempat manusia tinggal, tempat bekerja dan hidup ,
tempat dari mana mereka berasal dan akan kemana pula mereka pergi. Dalam hal ini
tanah mempunyai dimensi ekonomi, sosial, cultural politik dan ekologis.
Dalam sejarah peradaban umat manusia, tanah merupakan faktor yang paling
utama dalam menentukan produksi setiap fase peradaban. Tanah tidak hanya
mempunyai nilai ekonomis tinggi, tetapi juga nilai filosofis, politik, sosial, dan
kultural.Tidak mengherankan jika tanah menjadi harta istimewa yang tidak
henti-hentinya memicu berbagai masalah sosial yang kompleks dan rumit. Menyadari nilai
dan arti penting tanah, para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
merumuskan tentang tanah dan sumber daya alam secara ringkas tetapi sangat
filosofis substansial di dalam Konstitusi, Pasal 33 Ayat (3) Undang-undang Dasar
1945, sebagai berikut: ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat”
Agraria berasal dari bahasa Latin yang selalu disebut dengan Ager yang
persawahan, pertanian.1 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Agraria berarti urusan tanah pertanian atau perkebunan. Undang-undang No. Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, LNRI Tahun 1960 No.104-TLNRI
No. 2043, disahkan tanggal 24 September 1960, yang lebih dikenal dengan sebutan
Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) tidak memberikan pengertian Agraria, hanya
memberikan ruang lingkup agrarian sebagaimana yang tercantum dalam konsideran,
pasal-pasal maupun penjelasannya. Ruang lingkup Agraria menurut UUPA meliputi
bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya.2
Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 tahun 1960 pada awalnya
dimaksudkan sebagai undang-undang induk keagrariaan mencakup pembaruan relasi
sosial di atas tanah. Dalam praktik pemerintahan Orde Baru, meletakkan UUPA No. 5
tahun 1960 hanya sebagai undang-undang yang bersifat teknis dan sektoral,
sebagaimana hal nya dengan beberapa undang-undang yang telah diundangkan dan
sangat memfasilitasi dan memberikan dukungan terhadap pertumbuhan modal
bersifat kapitalistik yang seharusnya tidak demikian (kontradiktif dengan
dilahirkannya UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang
kemudian disempurnakan menjadi UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal), sehingga UUPA yang bersemangat populistik tidak terealisasikan. Rezim
orde baru yang lalu gagal mewujudkan keadilan agrariatermaksud gagal menjamin
kepastian penguasaan tanah atau SDA lain bagi komunitas lokal yang telah
memanfaatkan tanah dan sumber daya alam yang menyertainya. Bahkan, sebaliknya
praktek pembangunan semasa Orde Baru justru menyingkirkan akses rakyat terhadap
tanah dan sumber daya alam lain yang telah lama dipunyainya.3
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 pada permasalahan tanah
menjadi semakin kompleks, terlihat kompleksitas masalah tanah terjadi sebagai
1
Prent K. Adisubrata J. Poerwadarminta WJS. Kamus Latin Indonesia. Yayasan Kanisius. Semarang. 1960
2
Affan Mukti. Pembahasan Undang‐Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. USU Press. Medan. 2010
3
akibat meningkatnya kebutuhan tanah untuk keperluan berbagai kegiatan
pembangunan dan pertumbuhan penduduk yang cepat dengan penyebaran yang tidak
merata antar wilayah. Sisi lain kompleksitas ini karena muncul luas tanah relatif tidak
bertambah. Konflik pertanahan banyak terjadi antara masyarakat dengan perusahaan
diakibatkan karena tidak adanya penyeimbangan luas lahan dan pengusaan tanah
yang berlebihan.4
Pola penguasaan tanah tidak dapat dilepaskan dari permasalahan petani di
pedesaan dan masalah kemiskinan. Kekurangan tanah merupakan indikator utama
kemiskinan di pedesaan. Salah satu reformasi paling penting yang diajukan oleh para
ekonom adalah pembangunan untuk mengurangi kemiskinan rakyat di pedesaan di
negara-negara yang sedang berkembang adalah Landreform Tanah dalam sistem
sosial-ekonomi-politik-budaya apapun, dianggap sebagai faktor produksi utama.
landreform berarti mengubah dan menyusun kembali tatanan dan prosedur-prosedur
dalam usaha untuk membuat sistem penguasaan tanah itu konsisten dengan
persyaratan-persyaratan secara keseluruhan dari pembangunan ekonomi.
Masalah Pertanahan dapat menimbulkan konflik pertanahan yang susah untuk
dipisahkan dari kehidupan masyarakat yang ditimbulkan dari adanya perselisihan.
Perselisihan yang seringkali terjadi adalah terdapatnya perbedaan kepentingan yang
saling berlawanan. Berbagai macam hal seperti perbedaan selera, perbedaan pendapat
dapat mengakibatkan timbulnya konflik. Konflik dapat dilihat dalam dimensi suatu
perspektif atau sudut pandang dimana konflik dianggap selalu ada dan mewarnai
segenap aspek interaksi manusia dan struktur sosial.5Karena dalam kehidupan masyarakat khususnya di daerah pedesaan, tanah merupakan salah satu faktor produksi
yang sangat penting, karena tanah merupakan salah satu sumber hidup dan kehidupan
mereka. di samping itu tanah-tanah adat sering dihubungkan dengan nilai
kosmis-magis-religius.
4Teguh Kismantoroadji. Kelembagaan Agraria. http://teguhupnvyk.files.wordpress.com/2012/04/06 kuliah_06_konflik-agraria.pdf. diakses pada tanggal 14 Mei 2013
5
Konflik pertanahan yang tejadi pada aras lokal bukanlah merupakan faktor
yang terjadi secara terpisah dengan aktor kunci yang berdiri sendiri. Konflik
pertanahan akan terjadi dimanapun di Indonesia, tatkala pihak-pihak yang memiliki
kepentingan kapital mempertahankan haknya yang paling benar dan
mengesampingkan aktor-aktor yang lain. Konflik pertanahan merupakan persoalan
yang kronis dan bersifat klasik serta berlangsung dalam kurun waktu tahunan bahkan
puluhan tahun dan selalu ada dimana-mana. Sengketa dan konflik pertanahan adalah
bentuk permasalahan yang sifatnya kompleks dan multi dimensi. Oleh karena itu
usaha pencegahan, penanganan dan penyelesaiannya harus memperhitungkan
berbagai aspek baik hukum maupun non hukum. Karena itu, dibutuhkan pemahaman
mengenai akar konflik, faktor pendukung dan faktor pencetusnya sehingga dapat
dirumuskan strategi dan solusinya. Dengan usaha-usaha penyelesaian akar masalah,
diharapkan sengketa dan konflik pertanahan dapat ditekan semaksimal mungkin,
sekaligus menciptakan suasana kondusif dan terwujudnya kepastian hukum dan
keadilan agraria yang mensejahterakan.
Kasus pertanahan yang sering terjadi bila dilihat dari konflikkepentingan para
pihak dalam sengketa pertanahan antara lain : 6
1. Rakyat berhadapan dengan birokrasi
2. Rakyat berhadapan dengan perusahaan negara
3. Rakyat berhadapan dengan perusahaan swasta
4. Konflik antara rakyat
6
Maria S.W.Sumardjono, Kebijakan Pertanahan, Antara Regulasi dan Implementasi, (Jakarta : Kompas,2005),
hal 182
Hampir di setiap daerah yang terdapat sengketa tanah, para pihak yangterkait
dan berwenang menangani permasalahan tersebut menyelesaikandengan berbagai
cara. Cara penyelesaian sengketa yang telah ditempuh selama ini adalah melalui
pengadilan (litigasi) dan penyelesaian sengketa diluar pengadilan (non litigasi).
Dalam dimensi yuridis penguasaan tanah dan pemilikan tanah memerlukan
perlindungan, implikasinya harus terdapat perlindungan hukumterhadap hak-hak
keperdataan pemilikan tanah dan perlakuan yang adil terhadap kepemilikan tanah
tersebut. Sengketa tanah yang berlarut-larut dantidak ada penyelesaian yang baik
dapat menyebabkan pihak yang dirugikan melakukan gugatan ke pengadilan.
Meskipun ada peluang lebar menggugat melalui pengadilan tetapi pihak awam
cenderung menghindarinya, selain itu terdapat anggapan dalam masyarakat bahwa
pengajuan gugatan lewat pengadilan relatif mahal, memakan waktu yang cukup lama
bahkan berbelit-belit. Oleh karena itu masyarakat berupaya menyelesaikan
sengketanya dengan menempuh jalur non litigasi.
Bagi negara Indonesia, sebagai negara yang agraris keberadaan tanah tidak
terlepas dari kegiatan manusia sebab tanah merupakan tempat bagi manusia untuk
menjalani dan kelanjutan kehidupannya. Oleh karena itu, tanah sangat dibutuhkan
oleh setiap anggota masyarakat, sehingga sering terjadi sengketa diantara sesamanya,
terutama yang menyangkut tanah. Untuk itulah diperlukan kaedah-kaedah yang
mengatur hubungan antara manusia dengan tanah. Seperti Tanah adat adalah bidang
tanah yang di atasnya terdapat hak adat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu,
artinya suatu areal yang cukup luas yang dikuasai oleh sekelompok orang yang
merupakan organisasi (persekutuan) maupun, hubungan darah (genealogis) maupun
wilayah (teritorial) untuk kehidupan manusia sebagai individu maupun kelompok
sampai kini belum dapat melepaskan diri dari tanah untuk berbagai keperluan, karena
tanah merupakan tempat untuk mencari kebutuhan hidup manusia, seperti tempat
berburu, memungut hasil hutan, areal pertanian, peternakan, tempat berdirinya
Tanah adat merupakan milik dari masyarakat hukum adat yang telah dikuasai
sejak dulu. Masyarakat juga bahwa telah memegang peran vital dalam kehidupan dan
penghidupan bangsa pendukung negara yang bersangkutan, lebih- lebih yang corak
agrarisnya berdominasi. Di negara yang rakyatnya berhasrat melaksanakan demokrasi
yang berkeadilan sosial, pemanfaatan tanah adalah sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat.7
Kekerasan konflik pertanahan adat yang terjadi bagi masyarakat Indonesia
bukanlah sesuatu yang asing sebagai contoh peristiwa kekerasan antara warga dengan
pihak perusahaan di Mesuji, Lampung, antara warga Kampung Sri Tanjung Mesuji
dengan PT Barat Selatan Makmur Invesindo (BSMI), yang berdampak pengerusakan
bangunan hingga memakan korban sejak 2010 dan yang terjadi di Bumi Flora, Aceh
Timur pada Mei 2013.
Salah satu konflik pertanahan adat juga terjadi antara masyarakat adat Desa
Pandumaan-Sipituhuta, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan
dengan PT Toba Pulp Lestari TBk (TPL), yang terjadi sejak Juni 2009 yang lalu,
hingga kini belum menemukan jalan penyelesaian yang pasti.8 Konflik berawal saat
terbitSK Menteri Kehutanan No. 493/Kpts-II/1992, tentang tentang pemberian Hak
Pengusahaan Hutan Tanaman Industri kepada PT. Inti Indorayon Utama Tbk, seluas
269.060 hektare di Wilayah Provinsi Sumatera Utara. PT. Indorayon Utama yang
berubah nama menjadi PT. Toba Pulp Lestari, Tbk (TPL) dari SK Kementrian
Kehutanan No: Sk.351/Menhut-II/2004, wajib melaksanakan penataan tapal batas
wilayah kegiatan tanaman industrinya selambatnya 36 bulan sejak keputusan
dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan RI, hingga pada saat ini pihak PT. TPL tidak
7 Ahmad Fauzie Ridwan. Hukum Tanah Adat – Multi disiplin Pembudayaan Pancasila. Dewa Ruci Press.Jakarta.1982 hal 26
8
melaksanakan penataan tapal batas wilayah kegiatan tanaman industri tersebut di
Kabupaten Humbang Hasundutan.9
Konflik kembali memanas yang ditandai dengan penangkapan 16 orang
masyarakat adat oleh Polres Humbang Hasundutan. Tentu hal ini membuat
masyarakat adat Pandumaan Sipituhuta merasa terpukul atas bentuk pidana yang
dikenakan oleh pihak kepolisian dan sikap represif yang dilakaukan polisi masyarkat
bertahan di luar Polres Humbang Hasundutan untuk memaksa polisi membebaskan
16 orang yang ditangkap. Proses pembebasan masyarakat Desa
Pandumaan-Sipituhuta dibantu oleh lembaga swadaya masyarakat. Sementara masyarakat adat
Pandumaan-Sipituhuta hanya mempertahankan tanah adat/ulayat yang merupakan
hutan kemenyan yang telah turun-temurun menjadi sumber penghidupan bagi
masyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan masyarakat dalam penyelesaian sengketa
yang telah ditempuh penyelesaian sengketa diluar pengadilan mengadukan atau
menyampaikan persoalan ini di tingkat daerah maupun pusat.
Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan menampung aspirasi
masyarakat dan meneruskan aspirasi tersebut ke Kementerian Kehutanan Republik
Indonesia di Jakarta. Berulangkali Pemerintah Kabupaten melayangkan surat ke
Kementerian Kehutanan RI di Jakarta agar PT. TPL menghentikan sementara
kegiatannya di wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan sampai penetapan tapal
batas antara konsesi lahan yang dimiliki PT. TPL.
Dalam menentukan batas-batas kepemilikan diantara mereka maupun dengan
masyarakat adat di luar desa Pandumaan-Sipituhuta dilakukan berdasarkan kebiasaan
atau hukum adat. Tapal batas kepemilikan diantara mereka maupun dengan
masyarakat adat di luar huta mereka, dilakukan berdasarkan kebiasaan atau hukum
adat. Tidak seorang pun diantara mereka yang boleh menjual areal yang mereka
miliki dan penyerahan lahan adat kepada pihak lain di luar komunitas dua desa ini.
9
Adapun yang akan mengalihkan kepemilikan, harus dialihkan kepada sesama
komunitas dari dua desa tersebut. Demikian halnya dengan menentukan batas-batas
areal dengan areal milik desa lainnya, mereka memiliki kebiasaan dan ketentuan
yakni perbatasan Tombak Haminjon milik desa Pandumaan dan Sipituhuta ditentukan
berdasarkan tumbuhnya jenis rotan.
Lokasi areal hutan kemenyan milik masyarakat adat Pandumaan dan
Sipituhuta terletak di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasudutan Provinsi
Sumatera Utara. Areal Hutan kemenyan diperkirakan seluas 4100 Ha dengan jumlah
penduduk kira-kira 700 kepala keluarga.10 Hutan kemenyan atau disebut hamijon oleh masyarakat setempat, sudah dikelola masyarakat adat beratus-ratus tahun lamanya.
Areal kemenyan itu sudah menjadi tulang punggung perekonomian sejak nenek
moyang masyarakat Pandumaan Sipituhuta membuka hutan menjadi areal kemenyan.
Kemenyan merupakan mata pencarian utama masyarakat desa Pandumaan-Sipituhuta
dan hasil tanaman kemenyan inilah terkenal hingga keluar negeri, oleh karena itu
kemenyan harus diselamatkan dari penebangan/ pembabatan oleh pihak PT. TPL.
Hampir 65% masyarakat Humbang Hasundutan menggantungkan hidupnya
dari hasil kemenyan. Jarak antara rumah warga dengan hutan kemenyan bisa
mencapai 3 jam perjalanan naik sepeda motor. Masyarakat adat bisa mencapai waktu
seminggu berada di tengah hutan untuk mencari getah kemenyan. Penghasilan
mereka beragam, namun rata-rata penghasilan masyarakat adat dari hasil kemenyan
dalam seminggu hanya sebesar Rp.350.000/kepala keluarga.
Peneliti tertarik melakukan penelitian ini karena Konflik pertanahan
merupakan salah satu masalah yang harus dijawab dan diselesaikan. Pihak yang
terkait dalam kasus ini adalah perusahaan TPL dan masyarakat desa Pandumaan
Sipituhuta. Masyarakat Desa Pandumaan-Sipituhuta menginginkan lahan adat yang
telah dirampas oleh PT. TPL dapat dikembalikan kepada masyarakat dan pohon
kemenyan di tanam kembali. PT. TPL dengan surat yang diperoleh ingin memperluas
10
dan meningkatkan hasil produksi tanpa memperhatikan lahan adat masyarakat.
Peneliti memfokuskan juga usaha untuk menangani konflik tanah adat yang
dilakukan oleh masyarakat desa terhadap tapal batas lahan adat yang disengketakan.
Berdasarkan kepada hal tersebut peneliti kemudian tertarik melakukan
penelitian dengan judul “Konflik Agraria (Studi Kasus: Konflik Pertanahan Antara
Toba Pulp Lestari dengan Masyarakat Desa Pandumaan-Sipituhuta dalam
Pembatasan Lahan Hutan Adat di Kecamatan Pollung, Humbang Hasundutan).”
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun perumusan masalah dalam
penelitiaan ini, yaitu “Bagaimana Penyelesaiaan Tapal Batas Lahan Hutan Adat Di
Desa Pandumaan Sipituhuta dengan PT. Toba Pulp Lestari ?”
1.3 PEMBATASAN MASALAH
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah
diatas, maka dalam penelitian ini yang menjadi perumusan masalah yaitu:
1. Apa Tindakan Masyarakat Desa Pandumaan-Sipituhuta terhadap usaha
menyelesaikan permasalahan tapal batas hutan kemenyan ?
2. Apa Tindakan yang dilakukan PT. TPL terhadap usaha menyelesaikan
permasalahan tapal batas hutan kemenyan 2009-2013?
1.4 TUJUAN PENELITIAN
Adapun yang menjadi tujuan penulis di dalam penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan dan Menganalisis Cara Penyelesaian Masalah Tapal
Batas Lahan Hutan Adat Desa Pandumaan Sipituhuta dengan PT. Toba
2. Untuk Mengetahui Tindakan Masyarakat Desa Pandumaan-Sipituhuta
dengan PT. Toba Pulp Lestari
3. Untuk Mengetahui Bentuk Penyelesaian Masalah Tapal Batas Lahan Hutan
Adat Desa Pandumaan-Sipituhuta dengan PT. Toba Pulp Lestari.
1.5 SIGNIFIKASI PENELITIAN
1. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai karya ilmiah dalam upaya
mengembangkan kompetensi penulis serta memenuhi salah satu syarat
dalam menyelesaikan program strata satu (S1) Departemen Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara.
2. Secara teoritis dapat dijadikan sebagai bahan kajian akademis Ilmu Politik
dan diharapkan dapat membantu memberikan informasi tentang konflik
tanah yang ada di Sumatera Utara.
3. Hasil penelitian ini juga diharapkan memberikan kontribusi pengembangan
ilmu pengetahuan dan menambah khazanah, wawasan bagi penulis dan
pembaca di Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
1.6 KERANGKA TEORI
Untuk memberikan batasan-batasan yang lebih jelas dari masing-masing
konsep dan merumuskan hipotesis yang ilmiah yang dipilih dari teori-teori yang
relevan agar tersusun secara sistematis.
1.6.1 Teori Kebijakan
Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal organisasi,
yang bersifat mengikat, yang mengatur perilaku dengan tujuan untuk menciptakan
tata nilai baru di kehidupan masyarakat. Kebijakan akan menjadi rujukan utama para
umumnya bersifat proaktif (problem solving) kebijakan lebih adaptif dan
interpretatif.11Kebijakan juga diharapakan bersifat umumtetapi tanpa menghilangkan ciri lokal yang spesifik, kebijakan harus memberi peluang diinterpretasikan sesuai
kondisi spesifik yang ada.
Kebijakan (policy) adalah sebuah instrumen pemerintahan, bukan saja dalam
arti government yang hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula governance
yang menyentuh pengelolaan sumber daya publik. Kebijakan pada intinya merupakan
keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara langsung mengatur
pengelolaan dan pendistribusian sumber daya alam, finansial dan manusia demi
kepentingan publik, yakni rakyat banyak, penduduk, masyarakat atau warga negara.
Kebijkan merupakan hasil dari adanya sinergi, kompromi atau bahkan kompetisi
antara berbagai gagasan, teori ideologi, dan kepentingan-kepentingan yang mewakili
sistem politik suatu negara12.
Kebijakan dipandang sebagai hal yang mendasari suatu keputusan yang akan
diambil oleh pembuat keputusan dari seseorang/kelompok atau pemerintah dalam
suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan
kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dalam rangka
mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu tujuan tertentu13. Kebijakan merupakan seperangkat keputusan yang diambil oleh pelaku-pelaku politik dalam
rangka memilih tujuan dan bagaimana cara untuk mencapainya. Kebijaksanaan atau
kebijakan (policy) dapat diartikan, baik secara teoritik maupun praktikal. Secara
teoritikal kebijakan (policy) dapat diartikan secara luas (board) maupun secara sempit
(narrow).
Kebijakan (policy) secara praktikal erat kaitannya dengan hukum positif, yaitu
teori hukum positif yang mempunyai objek berupa gejala-gejala dari hukum yang
berlaku dalam masyarakat pada waktu tertentu, mengenai masalah tertentu, dan
11
Dun Willian. N. Analsis kebijakan. diterjemahkan Drs. Samodra Wibawa, dkk. Jakarta. 1999 hal 12
12
Edi Suharto,Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik, Bandung : Alfabeta, 2008, hlm 3 13
dalam lingkungan masyarakat tertentu yang memberikan dasar pemikiran tentang
jiwa dalam hukum tersebut. Dengan demikian, pemerintah mempunyai peran dalam
hal pembinaan, pengaturan dan pengawasan dalam upaya pelayanan kesehatan
khususnya di bidang perumahsakitan serta memiliki kewajiban dan tanggung jawab
untuk menjamin pemerataan dan peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh
masyarakat.
Kebijakan publik yang identik merupakan kebijakan pemerintah
sesungguhnya saling terkait satu dengan yang lainnya. Bahkan pada bidang ini juga
akan terlihat bahwa hubungan hukum dan kebijakan pemerintah tidak sekedar
terdapatnya kedua hal itu dibicarakan dalam satu topik atau pembicaraan, keduannya
dapat saling mengisi dan melengkapi namun lebih dari itu antara hukum dan
kebijakan publik pada dasarnya saling tergantung satu sama lainnya, kedua
terminologi diartikan sebagai hukum positif yang berlaku pada sebuah negara dan
ketika penerapan hukum (rechtsoepassing) dihubungkan dengan implementasi
kebijakan pemerintah maka keduanya pada dasarnya saling tergantung. Keterkaitan
secara mendasar adalah nampak pada atau dalam kenyataan bahwa pada dasarnya
penerapan hukum itu sangat memerlukan kebijakan publik untuk mengaktualisasikan
hukum tersebut di masyarakat, sebab umumnya produk-produk hukum yang ada itu
pada umumnya hanya mengatur hal-hal yang bersifat umum dank arena cakupannya
yang luas dan bersifat nasional maka tidak jarang produk-produk hukum atau
undang-undang yang ada itu tidak mampu meng-cover seluruh dinamika masyarakat yang
amat beragam di daerah tertentu.
Proses pembuatan kebijakan merupakan pekerjaan yang rumit dan kompleks
dan tidak semudah yang dibayangkan. Walaupun demikian, para administrator sebuah
organisasi institusi atau lembaga dituntut memiliki tanggung jawab dan kemauan,
serta kemampuan atau keahlian, sehingga dapat membuat kebijakan dengan resiko
yang diharapkan (intended risks) maupun yang tidak diharapkan (unintended risks).
Pembuatan kebijakan dipengaruhi oleh beberapa faktor.Hal penting yang turut
sering terjadi kesalahan umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan
kebijakan adalah:
a) Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar tidak jarang pembuat kebijakan harus
memenuhi tuntutan dari luar atau membuat kebijakan adanya tekanan-tekanan dari
luar.
b) Adanya pengaruh kebiasaan lama, Kebiasaan lama organisasi yang sebagaimana
dikutip oleh Nigrodisebutkan dengan istilah sunk cost, seperti kebiasaan investasi
modal yang hingga saat ini belum professional dan terkadang amat birokratik,
cenderung akan diikuti kebiasaan itu oleh para administrator, meskipun
keputusan/kebijakan yang berkaitan dengan hak tersebut dikritik, karena sebagai
suatu yang salah dan perlu diubah. Kebiasaan lama tersebut sering secara
terus-menerus pantas untuk diikuti, terlebih kalau suatu kebijakan yang telah ada
tersebut dipandang memuaskan.
c) Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi berbagai keputusan/kebijakan yang dibuat oleh
para pembuat keputusan/kebijakan banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya.
Sifat pribadi merupakan faktor yang berperan besar dalam penentuan
keputusan/kebijakan.
d) Adanya pengaruh dari kelompok luar lingkungan sosial dari para pembuat
keputusan/kebijakan juga berperan besar.
e) Adanya pengaruh keadaan masa lalu. Maksud dari faktor ini adalah bahwa
pengalaman latihan danpengalaman sejarah pekerjaan yang terdahulu berpengaruh
pada kegiatan pembuatan kebijakan/keputusan. Misalnya, orang mengkhawatirkan
pelimpahan wewenang yang dimilikinya kepada orang lain karena khawatir
disalahgunakan.
Beberapa tahapan atau proses dalam pembuatan sebuah kebijakan publik.
Adapun urutannya adalah intelligence (mengumpulkan dan memproses berbagai
pendapat dari proses pembuatan kebijakan), promotion (memilih beberapa pilihan
sanksi-sanksi), application (diimplementasikan),termination (penghentian)dan appraisal (pe
nilaian atau evaluasi).
Pengumpulan data hingga penilaian kebijakan adalah sebuah proses
pemahaman dari objek secara pasti untuk membuat aturan yang tidak mengurangi
kebutuhan lokal. Implementasi kebijakan yangdapat berjalan dengan baik bila di
dalam penyelenggaraan implementasi kebijakan publik itu dilandasi dasar-dasar
hukum yang kuat dam kebutuhan untuk masyarakat dalam penerapannya.14
1.6.2 Teori Konflik
Teori konflik sebenarnya suatu sikap kritis terhadap Marxisme yang
membicarakan tentang konflik antara kelompok-kelompok terkoordinasi dan tentang
elit dominan, pengaturan kelas dan manajemen pekerja. Keadaan permasalahan
masyarakat tidak selalu dalam kondisi terintegrasi, harmonis dan saling memenuhi,
tetapi ada wajah lain yang memperlihatkan konflik dan perubahan yang melibatkan
dunia kelompok-kelompok terkoordinasi (imperatively coordinated association) dan
mewakili peran-peran organisasi yang dapat dibedakan.15
Organisasi ini dikarakteri oleh hubungan kekuasaan (power), dengan beberapa
kelompok peranan mempunyai kekuasaan memaksakan dari yang lainnya.Saat
kekuasaan merupakan tekanan (coersive) satu sama lain, kekuasaan dalam hubungan
kelompok-kelompok terkoordinasi ini memeliharanya menjadi legitimate dan oleh
sebab itu dapat dilihat sebagai hubungan (authority), dimana beberapa posisi
mempunyai hak normatif untuk menentukan atau memperlakukan yang lain.
Dasar Teori Konflik adalah penolakan dan penerimaan sebagian serta
perumusan kembali teori Karl Marx yang menyatakan bahwa kaum borjuis adalah
pemilik dan pengelola sistem kapitalis, sedangkan para pekerja tergantung pada
14
Wibowo Edi. Hukum dan Kebijakan Publik, Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, Yogyakarta.2004 hal 116
15
sistem tersebut. Pendapat yang demikian mengalami perubahan karena pada abad
ke-20 telah terjadi pemisahan antara pemilikan dan pengendalian sarana-sarana produksi.
Kecuali itu, pada akhir abad ke-19 telah menunjukkan adanya suatu pertanda bahwa
para pekerja tidak lagi sebagai kelompok yang dianggap sama dan bersifat tunggal
karena pada masa itu telah lahir para pekerja dengan status yang jelas dan
berbeda-beda, dalam arti ada kelompok kerja tingkat atas dan ada pula kelompok kerja tingkat
bawah. Hal yang demikian merupakan sesuatu yang berada di luar pemikiran Karl
Marx.
Ada beberapa asumsi dasar dari teori konflik ini. Teori konflik merupakan
antitesis dari teori struktural fungsional, dimana teori struktural fungsional sangat
mengedepankan keteraturan dalam masyarakat. Teori konflik melihat pertikaian dan
konflik dalam sistem sosial. Teori konflik melihat bahwa di dalam masyarakat tidak
akan selamanya berada pada keteraturan. Buktinya dalam masyarakat manapun pasti
pernah mengalami konflik-konflik atau ketegangan-ketegangan. Kemudian teori
konflik juga melihat adanya dominasi, koersi dan kekuasaan dalam masyarakat. Teori
konflik juga membicarakan mengenai otoritas yang berbeda-beda.Otoritas yang
berbeda-beda ini menghasilkan superordinasi dan subordinasi. Perbedaan antara
superordinasi dan subordinasi dapat menimbulkan konflik karena adanya perbedaan
kepentingan.
Teori konflik juga mengatakan bahwa konflik itu perlu supaya
terciptanya perubahan sosial. Ketika struktural fungsional mengatakan bahwa
perubahan sosial dalam masyarakat itu selalu terjadi pada titik ekulibrium, di
dalamnya teori konflik melihat perubahan sosial disebabkan karena adanya
konflik-konflik kepentingan. Namun pada suatu titik tertentu, masyarakat mampu mencapai
sebuah kesepakatan bersama.Di dalam konflik, selalu ada negosiasi-negosiasi yang
dilakukan sehingga terciptalah suatu konsensus. Menurut teori konflik, masyarakat
disatukan dengan “paksaan”. Maksudnya, keteraturan yang terjadi di masyarakat
sebenarnya karena adanya paksaan (koersi). Oleh karena itu, teori konflik lekat
Berkenaan dengan hal tersebut maka dalam suatu sistem sosial mengharuskan
adanya otoritas, dan relasi-relasi kekuasaan yang menyangkut pihak atasan dan
bawahan akan menyebabkan timbulnya kelas. Dengan demikian maka tampaklah
bahwa ada pembagian yang jelas antara pihak yang berkuasa dengan pihak yang
dikuasai. Keduanya itu mempunyai kepentingan yang berbeda dan bahkan mungkin
bertentangan. Selanjutnya, kepentingan kelas objektif dibagi atas adanya kepentingan
manifest dan kepentingan latent maka dalam setiap sistem sosial yang harus
dikoordinasi itu terkandung kepentingan latent yang sama, yang disebut kelompok
semu yaitu mencakup kelompok yang menguasai dan kelompok yang dikuasai.
Teori Konflik yang dikemukakan juga membahas tentang intensitas bagi
individu atau kelompok yang terlibat konflik. Dalam hal ini, intensitas diartikan
sebagai suatu pengeluaran energi dan tingkat keterlibatan dari pihak-pihak atau
kelompok-kelompok yang terlibat dalam konflik. Ada dua faktor yang dapat
mempengaruhi intensitas konflik, yaitu (1) tingkat keserupaan konflik, dan (2) tingkat
mobilitas. Selain itu juga membicarakan tentang kekerasan dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Konsep tentang kekerasan, yaitu menunjuk pada alat yang
digunakan oleh pihak-pihak yang saling bertentangan untuk mengejar
kepentingannya. Tingkat kekerasan mempunyai berbagai macam perwujudan, dalam
arti mulai dari cara-cara yang halus sampai pada bentuk-bentuk kekerasan yang
bersifat kejasmanian.16
Perlu diketahui salah satu faktor yang sangat penting yang dapat
mempengaruhi tingkat kekerasan dalam konflik kelas, yaitu tingkat yang menyatakan
bahwa konflik itu secara tegas diterima dan diatur. Pada hakikatnya konflik tidak
dapat dilenyapkan karena perbedaan di antara mereka merupakan sesuatu yang harus
ada dalam struktur hubungan otoritas. Konflik yang ditutup-tutupi, cepat atau lambat
pasti akan muncul, dan apabila upaya penutupan itu secara terus-menerus maka dapat
menyebabkan ledakan konflik yang hebat.
16
Konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam
pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat
menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik
dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan
melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial di sekelilingnya.Seluruh fungsi
positif konflik tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi suatu kelompok yang sedang
mengalami konflik dengan kelompok lain. Di dunia internasional kita dapat melihat
bagaimana, apakah dalam bentuk tindakan militer atau di meja perundingan mampu
menetapkan batas-batas geografis nasional. Dalam ruang lingkup yang lebih kecil,
oleh karena konflik kelompok-kelompok baru dapat lahir dan mengembangkan
identitas strukturalnya dalam pengukuhan sebagai kelompok.
Akan tetapi apabila konflik berkembang dalam hubungan- hubungan yang
intim, maka pemisahan (antara konflik realistis dan non-realistis) akan lebih sulit
untuk dipertahankan. Semakin dekat suatu hubungan semakin besar rasa kasih sayang
yang sudah tertanam, sehingga semakin besar juga kecenderungan untuk menekan
ketimbang mengungkapkan rasa permusuhan. Sedang pada hubungan- hubungan
sekunder, seperti misalnya dengan rekan bisnis, rasa permusuhan dapat relatif bebas
diungkapkan. Hal ini tidak selalu bisa terjadi dalam hubungan- hubungan primer
dimana keterlibatan total para partisipan membuat pengungkapan perasaan yang
demikian merupakan bahaya bagi hubungan tersebut. Apabila konflik tersebut
benar-benar melampaui batas sehingga menyebabkan ledakan yang membahayakan
hubungan tersebut.
1.6.3 Teori Hukum Adat dan Prinsip-prinsip Hukum Adat
Hukum Adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku positif yang disatu pihak
mempunyai sanksi dan dipihak lain tidak dikodifikasikan, artinya tidak tertulis dalam
bentuk kitab undang-undang yang tertentu. Susunannya menghilangkan
kesalah-pahaman yang melihat hukum adat identik dengan hukum agama, membela hukum
hukum adat, dengan meyakinkan membentuk undang-undang itu bahwa hukum adat
adalah hukum yang hidup yang mempunyai suatu jiwa dan sistem sendiriyang
membagi wilayah hukum adat Indonesia dalam 19 lingkungan hukum adat
(adatrechts-krungen), sebagai berikut:
1. Aceh (Aceh Besar, Pantai Barat, Singkil, Semeuleu)
2. Tanah Gayo, Alas dan Batak
Tanah Gayo (Gayo lueus)
Tanah Alas
Tanah Batak (Tapanuli)
Tapanuli Utara; Batak Pakpak (Barus), Batak karo, Batak Simelungun,
Batak Toba (Samosir, Balige, Laguboti, Lumbun Julu)
Tapanuli Selatan; Padang Lawas (Tano Sepanjang), Angkola, Mandailing
(Sayurmatinggi)
Nias (Nias Selatan)
3. Tanah Minangkabau (Padang, Agam, Tanah Datar, Limapuluh Kota, tanah
Kampar, Kerinci)
4. Mentawai (Orang Pagai)
5. Tanah Melayu (Lingga-Riau, Indragiri, Sumatera Timur, Orang Banjar)
6. Sumatera Selatan
Bengkulu (Renjang)
Lampung (Abung, Paminggir, Pubian, Rebang, Gedingtataan, Tulang
Bawang)
Palembang (Anak lakitan, Jelma Daya, Kubu, Pasemah, Semendo)
Jambi (Orang Rimba, Batin, dan Penghulu)
Enggano
7. Bangka dan Belitung
8. Kalimantan (Dayak Kalimantan Barat, Kapuas, Hulu, Pasir, Dayak, Kenya,
Lepo Timei, Long Glatt, Dayat Maanyan, Dayak Maanyan Siung, Dayak Ngaju,
Dayak Ot Danum, Dayak Penyambung Punan)
9. Gorontalo (Bolaang Mongondow, Boalemo)
10.Tanah Toraja (Sulawesi Tengah, Toraja, Toraja Baree, Toraja Barat, Sigi, Kaili,
Tawali, Toraja Sadan, To Mori, To Lainang, Kep. Banggai)
11.Sulawesi Selatan (Orang Bugis, Bone, Goa, Laikang, Ponre, Mandar, Makasar,
Selayar, Muna)
12.Kepulauan Ternate (Ternate, Tidore, Halmahera, Kao, Tobelo, Kep. Sula)
13.Maluku Ambon (Ambon, Hitu, Banda, Kep. Uliasar, Saparua, Buru, Seram, Kep.
Kei, Kep. Aru, Kisar)
14.Irian
15.Kep. Timor (Kepulauan Timor, Timor, Timor Tengah, Mollo, Sumba, Sumba
Tengah, Sumba Timur, Kodi, Flores, Ngada, Roti, Sayu Bima)
16.Bali dan Lombok (Bali Tanganan-Pagrisingan, Kastala, Karrang Asem, Buleleng,
Jembrana, Lombok, Sumbawa)
17.Jawa Pusat, Jawa Timur serta Madura (Jawa Pusat, Kedu, Purworejo,
Tulungagung, Jawa Timur, Surabaya, Madura)
18.Daerah Kerajaan (Surakarta, Yogyakarta)
19.Jawa Barat (Priangan, Sunda, Jakarta, Banten)17
Pasal 5 Undang -Undang Pokok Agraria menyebutkan: Hukum agraria yang
berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat sepanjang tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara yang berdasarkan atas
persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang
tercantum dalam undang-undang ini dan dengan peraturan lainnya segala sesuatu
dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agraria.
Dalam rangka membangun hukum tanah nasional, hukum adat merupakan
sumber utama untuk meperoleh bahan-bahan yang berupa konsepsi, azas-azas dan
17
lembaga-lembaga hukum untuk dirumuskan menjadi norma-norma hukum tertulis
yang menurut sistem hukum adat. Hukum tanah yang baru yang dibentuk dengan
menggunakan bahan-bahan berupa norma-norma yang dituangkan dalam peraturan
perundang-undangan sebagai hukum yang tertulis, merupakan hukum tanah yang
nasional positif yang tertulis. Fungsi hukum adat sebagai sumber utama dalam
pembangunan hukum tanah nasional inilah yang dimaksudkan konsideran UUPA,
bahwa hukum nasional “berdasarkan atas hukum adat”.18
Maka tidak ada alasan untuk meragukan bahwa yang dimaksudkan UUPA
dengan hukum adat itu adalah hukum aslinya golongan rakyat pribumi, yang
merupakan hukum yang hidup dalam bentuk tidak tertulis dan mengandung
unsur-unsur nasional yang asli, yaitu sifat kemasyarakatan dan kekeluragaan yang
berazaskan keseimbangan serta diliputi suasana keagamaan. Dalam hubungannya
tanah tertanam suatu kepercayaan bagi setiap kelompok. Suatu lingkungan tanah
sebagai peninggalan atau pemberian dari sesuatu kekuatan yang gaib sebagai
pendukung kehidupan kelompok dan pada anggotanya dari kelompok masyarakat
hukum adat.
Hukum adat yang selama ini dikenal seperti yang dikemukakan oleh Hardjipto
Notopuro yang menyebutkan hukum adat itu adalah hukum adat yang tidak selalu
dipakai dalam pengertian yang sama.19
Hukum adat yang dianut di dalam ketentuan UUPA harus :
a. Pro kepada kepentingan nasional, adanya prinsip nasionalitas artinya hukum adat
itu harus dapat menyatakan dengan tegas bahwa hanya warga Negara Indonesia
yang mempunyai hak sepenuhnya atas bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dan dalam semua lembaga-lembaga hak-hak
atas agraria tersebut setiap kali akan menonjol seperti siapa yang boleh
mempunyai hak milik, hak guna bangunan, dan hak guna usaha.
18
Zaidar.Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia.pustaa Bangsa Press. Medan. 2010. hal 24 19
b. Pro kepada kepentingan Negara, dalam pengertian ke luar bahwa Negara tidak
akan mengadakan suatu kompromi atau toleransi untuk meniadakan hak-hak
bangsa Indonesia dan dalam kepentingan Negara lebih diutamakan dari
kepentingan-kepentingan seorang dan harus lebih mengutamakan kepentingan
Negara dari kepentingan pribadi.
c. Pro kepada persatuan bangsa, ini member arti bahwa hukum adat harus
menyatakan bahwa setiap warga Negara Indonesia dimanapun ia berada di
wilayah Negara Republik Indonesia sama hak untuk mempunyai tanah atau hak
agraria.
d. Pro kepada sosialisme Indonesia, ini artinya bahwa pengertian ini sebagai sila-sila
yang terkandung di dalam Pancasila (lihat TAP.MPR/XXXVIII/1968).
e. Bahwa hak-hak adat itu harus tunduk kepada ketentuan-ketentuan umum yang
diatur oleh Undang-Undang Pokok Agraria maupun oleh peraturan-peraturan
sejenisnya yang lebih tinggi, ini berarti bahwa Undang-Undang Pokok Agraria
dan peraturan lainnya yang diterbitkan oleh pemerintah akan merupakan
peraturan yang umum, sedangkan hak-hak adat itu akan tunduk pada perubahan
atau penetapan dari hak-hak agraria yang akan dituangkan ke dalam
Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah.
f. Bahwa sebagai ciri khusus dari Undang-Undang Pokok Agraria lembaga hukum
agama (Islam) sudah merupakan bagian dari hukum adat menurut versi
Undang-Undang Pokok Agraria artinya sudah diresifir dalam lembaga-lembaga hukum
adat khususnya lembaga wakaf.20
20
1.7 METODOLOGI PENELITIAN
Berangkat dari uraian serta penjelasan tujuan penelitian maupun kerangka
dasar teori diatas, penelitian ini memiliki tujuan untuk menulis secara sistematis
dalam suatu kajian. Ditinjau dari epistomologi kegiatan penelitian ini meliputi
metode penelitian, jenis penelitian, lokasi penelitian, data dan teknik pengumpulan
data dan teknik analisis data. Kajian penelitian ini untuk memberikan gambaran yang
lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena.
1.7.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode deskriptif analisis yang
bersifat penemuan fakta-fakta yang digunakan untuk memecahkan masalah,
memahami dan data yang serta untuk mengantisipasi masalah yang ada. Peneliti
memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena yang
terjadi di lapangan.
Penemuan yang berarti itu datanya benar-benar baru yang memang
sebelumnya belum pernah diketahui, sedangkan pembuktian yang berarti itu datanya
bisa digunakan untuk membuktikan keraguan terhadap pengetahuan atau informasi
tertentu. Sementara untuk pengembangan yang berarti itu bisa memperluas dan
memperdalam pengetahuan yang ada.
Tujuan dasar penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi, gambaran,
atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat,
serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Jenis penelitian ini tidak sampai
mempersoalkan jalinan hubungan antar variabel yang ada, tidak dimaksudkan untuk
menarik generalisasi yang menjelaskan variabel-variabel yang menyebabkan suatu
gejala atau kenyataan sosial. Karenanya pada penelitian deskriptif tidak
penelitian ekspalanatif berarti tidak dimaksudkan untuk membangun dan
mengembangkan perbendaharaan teori21.
1.7.2 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif,
yaitu peneliti yang mengacu pada identifikasi sifat-sifat yang membedakan
sekelompok manusia, benda atau peristiwa. Pada dasarnya deksriptif kualitatif
melibatkan proses konseptualisasi dan menghasilkan pembentukkan skema-skema
klasifikasi22.
Dengan menggunakan keadaan/obyek penelitian pada saat sekarang
berdasarkan fakta-fakta yang ada dengan ciri-ciri pokok metode deskripstif sebagai
berikut :
1. Memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang pada saat penelitian
dilakukan (saat sekarang) atau masalah-masalah yang bersifat aktual.
2. Menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana
adanya diiringi dengan interpretasi yang rasional23.
1.7.3 Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, lokasi yang menjadi sumber penelitian yaitu di Desa
Pandumaan-Sipituhuta, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan
Sumatera Utara yang berjarak sekitar 284 km dari Medan.
1.7.4 Data dan Teknik Pengumpulan Data
a. Data primer adalah data yang diambil dari sumber data pertama. Data primer didapatkan dari observasi dan wawancara. Wawancara yang dilakukan kepada
key informan yaitu:
21
Husaini Usman& Purnomo Setiady. Metodologi Penelitian Sosial. PT. BumiAksara. Jakarta.2009 hal 23
22
Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta. Prenada Media Group.2009 hal 15
23
1. Unsur dari Pemerintah; Kepala Badan Pertanahan Nasional Humbang
Hasundutan.
2. Unsur dari Perusahaan Toba Pulp Lestari; Pimpinan Toba Pulp Lestari.
3. Unsur dari Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Kelompok Studi dan
Pengembangan Prakarsa Masyarakat; Pimpinan KSPPM.
4. Unsur dari Tokoh Adat danKepala Desa Pandumaan-Sipituhuta
Kabupaten Humbang Hasundutan- Sumatera Utara
b. Data sekunder, dimana data yang dapat diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data
sekunder dapat diperoleh melalui buku, makalah, laporan, jurnal dan lain-lain.
Nantinya teori dan referensi dari sumber-sumber data sekunder tersebut dapat
dijadikan panduan dalam melakukan penelitian ini.
1.7.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan penulis adalah dengan teknik analisis
data induktif yang dimulai dengan melakukan observasi-observasi untuk
menemukkan pola atau hubungan daripada judul penelitian.24Artinya disini penulis terjun kelapangan untuk observasi dan memperkuatnya dengan melakukan
wawancara maka penulis melakukan penyederhanaan dengan mengkombinasikan
keduanyan menjadi alat analisis bagi penulis.
1.8 SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk lebih terarah dan mempermudah dalam membahas skripsi ini, maka
penyusunan akan mensistematiskan pembahasan sebagai berikut:
24
BABI : PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan
masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian,
kerangka teori, metodologi penelitian dan sistematika penelitian.
BABII : PROFIL DESA PANDUMAAN SIPITUHUTA DAN PT. TOBA PULP LESTARI
Dalam bab ini akan menguraikan tentang sejarah, demografi, keadaan
sosial, ekonomidan struktur masyarakat desa dari lokasi penelitian di
DesaPandumaan-Sipitu Huta Kecamatan Pollung, Humbang
Hasundutan.Profil PT. Toba Pulp Lestarimeliputi sejarah, profil bisnis
perusahaan, wilayah hutan guna usaha dan struktur organisasi PT.
Toba Pulp Lestari.
BABIII : ANALISIS DATAKONFLIK AGRARIA DI DESA
PANDUMAAN-SIPITUHUTA
Dalam bab ini nantinya akan berisikan tentang penyajian data dan juga
fakta penyebab konflik agraria yang terjadi di desa
Pandumaan-Sipituhuta dan awal terjadinya konflik agraria, Kecamatan Pollung,
Humbang Hasundutan. Menganalisisnya dengan membahasproses
penyelesaian lahanhutandankronologis upaya untuk
tindakanmasayrakat Desa Pandumaan-Sipituhuta, Kecamatan Pollung,
Humbang Hasundutan.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini merupakan bab akhir yang berisi adanya saran-saran yang
BAB II
PROFIL DESA PANDUMAAN-SIPITUHUTA DAN PT. TOBA PULP LESTARI
2.1 Desa Pandumaan
2.1.1 Sejarah Desa Pandumaan
Sejarah nama Desa Pandumaan merupakan desa yang subur dan
berkecukupan begitu juga dengan hasil hutan “maduma” dengan banyaknya pertanian
dan tanaman kemenyan. Desa pandumaan yang kondisi letak desanya sebagaian besar
konturnya tanahnya adalah datar, persawahan membentang dari arah timur ke barat.
Persawahan di desa Pandumaan 40% dari luas desa yang mencapai ± 1.090 hektar.
Pendapatan asli desa tahun 2011 yang dilaporkan masih rendah hanya bersumber dari
pajak desa.
Selama bertahun-bertahun Desa Pandumaan termasuk kategori daerah miskin
padahal sumber daya yang ada mencukupi untuk dikelola, tetapi karena keterbatasan
dana dan pengetahuan sehingga perlu diadakan penyuluhan dan pelatihan bagi warga
untuk menambah pengetahuan mereka. Menyelesaikan masalah yang terjadi warga
selalu melakukan musyawarah agar warga turut berpartisipasi dalam pembangunan
tersebut.
Luas wilayah desa Pandumaan kecamatan Pollung memiliki luas ± 5.000 Ha,
yang mana terdiri dari 3 wilayah dusun dengan perincian sebagai berikut25:
1. Dusun I : ± 1.668Ha
2. Dusun II : ± 1.666Ha
25
3. Dusun III : ± 1.666Ha
Dusun ini telah disahkan berdasarkan Perdes Pandumaan No 1 Tahun 2010
dan telah diundangkan dalam berita daerah Humbang Hasundutan. Jumlah penduduk
menapai 1.381 jiwa pada tahun 2011-2013, yang terdiri dari laki-laki 674 jiwa,
[image:42.595.62.517.286.424.2]perempuan 707 jiwa dan memiliki 278 kepala keluarga26.
Tabel 1
Komposisi Penduduk Desa Pandumaan
NO Nama Dusun Jumlah Penduduk
Lk Pr Total
1 Dusun I 246 260 506
2 Dusun II 163 169 332
3 Dusun III 245 278 543
Jumlah 674 707 1381
Sumber: Pemerintah Kecamatan Pollung, Desa Pandumaan Kontrol Pelaksanaan
Penyelenggaraan Pemerintah Desa Tahun 2011-2013
Sejak Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang desa membuat
unsur pemerintahan desa yang terdiri Kepala Desa dan Perangkat Desa dimana
perangkat desa terdiri dari Sekretaris Desa, Pelaksana Teknis Urusan
Kemasyarakatan dan tiga orang Kepala Dusun. Pemilihan kepala desa yang pertama
terpilih Budiman Lumban Batu. Tugas dan Kewenangannya menyelenggarakan
urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan yang menjadi
kewenangannya, menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan melaksanakan
tugas pembantuan dan sebagainya.
26
2.1.2 Demografi Desa pandumaan
Berdasarkan sumber data dari pemerintahan Kecamatan Pollung, Desa
Pandumaan Kontrol Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemerintah Desa Tahun
2011-2013 dimana Desa Pandumaan terletak di dalam Kecamatan Pollung, Kabupaten
Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara yang berbatasan dengan:
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sipituhuta
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Aeknauli
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Parlilitan
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pancur Batu
Desa Pandumaan berada pada ketinggian ± 1.330 M di atas permukaanlaut.
Dengan suhu atau iklim memiliki dua jenis musim yaitu musim hujan dan musim
kemarau. Wilayah Desa Pandumaan tergolong cukup datar dan banyak terdapat tanah
atau lahan gambut sehingga cukup cocok untuk ditanami dengan palawija, kemeyan
dan kopi dan lain-lain. Hal tersebut mempunyai pengaruh terhadap pola tanam lahan
pertanian yang ada di Desa Pandumaan, Kecamatan Pollung.27
2.1.3 Keadaan Sosial
Berdasarkan sumber data dari pemerintaha Kecamatan Pollung, Desa
Pandumaan Kontrol Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemerintah Desa Tahun
2011-2013 Des Pandumaan merupakan desa pertanian, dimana hasil ekonomi dan mata
pencaharian sebagian besar warga adalah bertani. Dari 1381 jiwa penduduk, lebih
kurang 950 jiwa penduduk adalah petani selebihnya PNS, pensiunan, pedagang,
pelajar dan balita.Dari uraian diatas jelas tergambar masih lemahnya perekonomian
27
warga Desa Pandumaan. Karena itu perlunya terobosan baru untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat28.
Kehidupan masyarakat Desa Pandumaan kental dengan tradisi-tradisi
peninggalan budaya leluhur. Upacara adat yang berhubungan dengan siklus
kehidupan manusia (lahir – dewasa – berumahtangga - meninggal). Gotongroyong di
masyarakat masih kuat, kebiasaan untuk saling menolong terhadap yang lagi sakit,
berduka dan pesta pernikahan masih sering dilakukan oleh masyarakat. Kesenian
yang paling disukai oleh warga adalah kesenian daerah seperti tor-tor batak dan
gondang.
2.1.4 Prasarana dan Orbitrase ( Jarak dari Pusat Pemerintahan )
Desa Pandumaan hanya terdapat dua jalan utama yang dapat tembus ke jalan
Ibukota Humbang Hasundutan yaitu Doloksanggul, yaitu Jalan
Doloksanggul-Sidikalang sebelah Timur dan Jalan Sisingamangaraja sebelah Barat. Saran
transportasi yang paling banyak dipergunakan oleh warga desa adalah minibus dan
sepeda motor. Desa Pandumaan telah dilengkapi dengan sarana penerangan yang
cukup karena telah masuknya jaringan PLN sampai daerah/dusun yang paling
terpencil. Diseluruh wilayah Desa Pandumaan telah terdapat jaringan air bersih yang
cukup layak untuk dipergunakan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari sehingga
tidak ditemukan masalah dalam hal air bersih.
Desa Pandumaan memiliki jarak yang cukup dekat dengan pusat
pemerintahan. Dimana Desa Pandumaan berjarak ± 7 Km ke arah selatan dari Kantor
Camat Pollung dan dapat ditempuh ± 15 menit, sedangkan jarak ke pusat
Pemerintahan Kabupaten Humbang Hasundutan memiliki jarak ± 14 Km dan dapat
ditempuh ± 30 menit.29
28
Ibid. hal. 3
29
2.1.5 Keadaan Ekonomi
Kondisi ekonomi masyarakat Desa Pandumaan secara kasat mata terlihat jelas
dari bangunan yang ada, banyak masih rumah-rumah berdiri dengan kayu dan beratap
jerami walaupun sudah ada juga yang memakai bahan semen. Hal ini
mengggambarkan dari mata pencaharian masyarakat yang hidup dari sektor
pertanian. Usaha-usaha disamping yang mereka lakukan selaku masyarakat pertanian
adalah berdagang yang biasa hanya terjadi sekali seminggu.
Baik dalam hal ekonomi di Desa Pandumaan yang berpenghasilan sebagai
petani kemenyan dan petani kebun terlihat pendapatan masyarakat jauh dari kategori
dapat hidup normal dan berkategori miskin. Ditinjau dari tingkat pengahasilan Desa
Pandumaan rata-rata sebesar ± Rp. 12.000.000.,/ tahun. Hal ini disebabkan mata
pencaharian yang dikerjakan oleh masyarakat Pandumaan hanya mengandalkan
sektor alam dan non-formal.
Pendapatan dari hasil panen kemenyan maupun berladang dalam setahun bisa
mencapai ± 200 kg dan dengan sekitar keuntungan Rp. 80.000 - 120.000 perkilo
dilihat dari kualitas dari kemenyan dan hasil ladang, hasil dari berladang yang didapat
sekali panen dan pendapatan perbulan masyarakat Desa Pandumaan Rp.
350.000/bulan bila bekerja di ladang. Hal mengakibatkan masyarakat memang masih
sulit untuk menafkahi dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hanya sedikit
masyarakat yang bekerja disektor formal, seperti PNS, Guru, Tenaga Honorer,
2.1.6 S Sum Pel Ke 1. 2. 3. 4. Struktur Or mber: Peme laksanaan P eterangan S Kades Sekdes Pelaks Kepala
Pel. Teknis U Pemerinta T. Purb Unsur Kewilaya Kepala Du Marisi Ma rganisasi Pe Perangkat erintah Keca Penyelengga Singkat : adalah Ke s adalah Se sana Teknis a Dusun Urusan ahan ba ahan usun arbun emerintah Ga Desa Pand amatan Poll araan Peme pala Desa ekretaris De
s Urusan Pe
Kepala Budiman Lum Unsur Kewila Kepala G. Lum Desa mbar 1 dumaan 201
lung, Desa P
<