RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L ) TERHADAP JUMLAH BIBIT
PER RUMPUN PADA BERBAGAI PUPUK ORGANIK
SKRIPSI
OLEH
HOPMAN SIREGAR NPM : 2011 11 127
Program Studi : Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GRAHA NUSANTARA PADANGSIDIMPUAN
RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L) TERHADAP JUMLAH BIBIT PER
RUMPUN PADA BERBAGAI PUPUK ORGANIK
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian (SP)
OLEH
HOPMAN SIREGAR NPM : 2011 11 127
Program Studi : Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GRAHA NUSANTARA PADANGSIDIMPUAN
Judul Skripsi : Respon Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L) Terhadap Jumlah Bibit Per Rumpun Pada Berbagai Pupuk Organik.
Nama Mahasiswa : Hopman Siregar
NPM : 2011 11 127
Program Studi : Agroteknologi
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
(Yusriani Nasution, SP. MP) (Rasmita A. Harahap, SP. MSi) NIDN. 0130 0869 01 NIDN. 0130 1271 02
Mengetahui : Dekan,
FAKTA INTEGRITAS
Dengan ini saya menyatakan, bahwa benar isi skripsi yang saya tulis
dengan judul : “RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN
PADI SAWAH (Oryza sativa L) TERHADAP JUMLAH BIBIT PER RUMPUN
PADA BERBAGAI PUPUK ORGANIK ” adalah karya saya, yang saya kerjakan
sendiri dan tidak dikerjakan oleh orang lain yang mengambil sesuatu manfaat dari
saya serta bukan merupakan jiplakan dari karya orang lain, kecuali kutipan
pustaka yang sumbernya saya cantumkan.
Jika kemudian hari pernyataan saya ini terbukti tidak benar, maka saya
bersedia status kelulusan dan gelar yang saya peroleh, menjadi batal dengan
sendirinya demi hukum.
Padangsidimpuan, Oktober 2015
Saya yang membuat pernyataan
ABSTRAK
Hopman Siregar, NPM : 200111127 dengan judul skripsi : Respon Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L) Terhadap Jumlah Bibit Per Rumpun Pada Berbagai Pupuk Organik. Di bawah bimbingan Yusriani Nasution, SP. MP, selaku Pembimbing I dan Rasmita Adelina Harahap, SP. MSi selaku Pembimbing II.
Penelitin ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan dan produksi padi sawah (Oryza sativa L) terhadap jumlah bibit per rumpun pada berbagai jenis pupuk organik. Penelitian ini dilaksanakan pada lahan praktek Fakultas Pertanian Universitas Graha Nusantara Padangsidimpuan dengan ketinggian tempat ± 480 meter diatas permukaan laut, yang dimulai pada bulan Februari 2015 sampai bulan Agustus 2015.
Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 (dua) perlakuan dan 36 (tiga puluh enam) unit pot percobaan.
Beradasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan jumlah bibit per rumpun tidak memberikan pengaruh yang nyata pada parameter pertumbuhan dan produksi tanaman padi.
Perlakuan pemberian berbagai pupuk organik memberikan pengaruh yang nyata pada parameter tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah malai per rumpun, jumlah biji bernas per malai, bobot gabah netto kering (g) bobot hasil gabah kering (g) dan dapat meningkatkan produksi tanaman padi pada perlakuan P3 (kompos kotoran ayam) gabah netto kering mencapai 144.2 g (9. 63 ton ha-1), perlakuan P2 (kompos kulit buah kakao ) yaitu 130.79 g (8.71 ton ha-1) dan perlakuan P1 ( Kompos paitan) yaitu 125.15 g (8.34 ton ha-1).
Interaksi perlakuan jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai pupuk organik tidak memberikan pengaruh yang nyata pada parameter pertumbuhan dan produksi padi.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Panompuan Jae, Kecamatan Angkola Timur,
Kabupaten Tapanuli Selatan pada tanggal 12 Mei 1993 dari ayahanda Anjur
Siregar (Alm) dan ibunda Siti Hajar Harahap. Penulis merupakan anak ke enam
(6) dari enam (6) bersaudara.
Menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri No. 102810 Desa Panompuan
Jae pada tahun 2005. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 6
Padangsidimpuan Timur tahun 2008. Sekolah Menengah Atas di SMK Pertanian
Pembangunan Negeri Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara pada
tahun 2011, dan pada tahun 2011 memasuki Universitas Graha Nusantara
Padangsidimpuan Fakultas Pertanian Jurusan Agroteknologi.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi Co-ass Praktikum
Mata Kuliah Fsiologi Tumbuhan, Budidaya Tanaman Padi dan Palawija dan
Budidaya Tanaman Pangan. Penulis pernah menjadi anggota organisasi Dewan
Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Pertanian Universitas Graha Nusantara
Padangsidimpuan.
Penulis melaksanakan Peraktek Kerja Lapangan (PKL) di UPT Benih Induk
Hortikultura Arse Dinas Pertanian Sumatra Utara pada bulan Agustus 2014
sampai bulan Oktober 2014. Melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di
Desa Silaiya, Kecamatan Sayurmatinggi, pada bulan April 2015 sampai bulan
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang
berjudul “Respon Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L)
Terhadap Jumlah Bibit Per Rumpun Pada Berbagai Pupuk Organik.”. Selanjutnya dalam penyelesaian Skripsi, ini penulis mendapat dukungan
dari berbagai pihak yang telah memberikan moril maupun material, oleh karena
itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1) Kedua orang tua saya yang telah memberikan motivasi dan membesarkan
penulis dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.
2) Bapak Ir. Sutan Pulungan, MSi sebagai Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Graha Nusantara Padangsidimpuan.
3) Ibu Yusriani Nasution, SP. MP sebagai Pembimbing I dan Ibu Rasmita
Adelina Harahap, SP. MSi sebagai Pembimbing II yang telah banyak
andilnya dalam penyelesaian Skripsi ini.
4) Bapak dan Ibu Dosen beserta Staf Universitas Graha Nusantara,
khususnya kepada Bapak dan Ibu Dosen yang memberikan mata kuliah
pada program studi Agroteknologi.
5) Rekan-rekan Mahasiswa yang juga turut memberikan dorongan dan saran
kepada penulis, baik berupa diskusi maupun bantuan buku-buku yang
Penulis menyadari Skrpsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak.
semoga Skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada
umumnya.
Padangsidimpuan, 2015
Penulis,
DAFTAR ISI
2.4. Pengaruh jumlah bibit per rumpun terhadap pertumbuhan dan produksi padi ... 10
2.5. Pengaruh pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi padi ... 12
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27
4.1. Parameter pertumbuhan ... 27
4.2. Parameter Produksi ... 34
BAB V. Kesimpulan dan Saran ... 42
5.1. Kesimpulan ... 42
5.2. Saran ... 42
DAFTAR TABEL
1. Rata-rata tinggi tanaman (cm) padi dari perlakuan jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai pupuk organik serta interaksinya pada semua umur pengamatan minggu setelah tanam (MST). ... 28
2. Rata-rata jumlah anakan (cm) tanaman padi dari perlakuan jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai pupuk organik serta interaksinya pada
semua umur pengamatan minggu setelah tanam (MST). ... 31
3. Rata-rata jumlah malai per rumpun (batang), jumlah biji bernas per malai (bulir), jumlah biji hampa per malai (bulir), bobot per 1000 gabah kering(g), bobot gabah netto kering (g), bobot hasil gabah kering (g), pada perlakuan kombinasi jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai
DAFTAR HISTOGRAM
No. Judul Halaman
1. Histogram tinggi tanaman (cm) pada perlakuan pemberian berbagai pupuk organik (P) pada umur pengamatan minggu setelah tanam. ... 30
2. Histogram jumlah anakan (batang) pada perlakuan pemberian berbagai pupuk organik (P) pada umur pengamatan minggu setelah tanam... 34
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Deskripsi padi varietas Ciherang ... 47
2. Denah penelitian ... 49
3. Rata-rata tinggi tanaman (cm) umur 3 MST ... 50
4. Daftar dwi kasta tinggi tanaman (cm) umur 3 MST ... 50
5. Analisis sidik ragam tinggi tanaman umur 3 MST ... 50
6. Rata-rata tinggi tanaman (cm) umur 5 MST ... 51
7. Daftar dwi kasta tinggi tanaman (cm) umur 5 MST ... 51
8. Analisis sidik ragam tinggi tanaman umur 5 MST ... 51
9. Rata-rata tinggi tanaman (cm) umur 7 MST ... 52
10.Daftar dwi kasta tinggi tanaman (cm) umur 7 MST ... 52
11.Analisis sidik ragam tinggi tanaman umur 7 MST ... 52
12.Rata-rata tinggi tanaman (cm) umur 9 MST ... 53
13.Daftar dwi kasta tinggi tanaman (cm) umur 9 MST ... 53
14.Analisis sidik ragam tinggi tanaman umur 9 MST ... 53
15.Rata-rata tinggi tanaman (cm) umur 11 MST ... 54
16.Daftar dwi kasta tinggi tanaman (cm) umur 11 MST ... 54
17.Analisis sidik ragam tinggi tanaman umur 11 MST ... 54
18.Rata-rata jumlah anakan (batang) umur 3 MST ... 55
20.Analisis sidik ragam jumlah anakan (batang) umur 3 MST ... 55
21.Rata-rata jumlah anakan (batang) umur 5 MST ... 56
22.Daftar dwi kasta jumlah anakan (batang) umur 5 MST ... 56
23.Analisis sidik ragam jumlah anakan (batang) umur 5 MST ... 56
24.Rata-rata jumlah anakan (batang) umur 7 MST ... 57
25.Daftar dwi kasta jumlah anakan (batang) umur 7 MST ... 57
26.Analisis sidik ragam jumlah anakan (batang) umur 7 MST ... 57
27.Rata-rata jumlah anakan (batang) umur 9 MST ... 58
28.Daftar dwi kasta jumlah anakan (batang) umur 9 MST ... 58
29.Analisis sidik ragam jumlah anakan (batang) umur 9 MST ... 58
30.Rata-rata jumlah anakan (batang) umur 11 MST ... 59
31.Daftar dwi kasta jumlah anakan (batang) umur 11 MST ... 59
32.Analisis sidik ragam jumlah anakan (batang) umur 11 MST ... 59
33.Rata-rata jumlah malai per rumpun (bulir) ... 60
34.Daftar dwi kasta jumlah malai per rumpun (bulir) ... 60
35.Analisis sidik ragam jumlah malai per rumpun (bulir) ... 60
36.Rata-rata jumlah biji bernas per malai (bulir) ... 61
37.Daftar dwi kasta jumlah biji bernas per malai (bulir) ... 61
38.Analisis sidik ragam jumlah biji bernas per malai (bulir) ... 61
39.Rata-rata jumlah biji hampa per malai (bulir) ... 62
40.Daftar dwi kasta jumlah biji hampa per malai (bulir) ... 62
41.Analisis sidik ragam jumlah biji hampa per malai (bulir) ... 62
42.Rata-rata bobot 1000 gabah kering (gr) ... 63
44.Analisis sidik ragam bobot 1000 gabah kering(gr) ... 63
45.Rata-rata bobot gabah netto kering (gr) ... 64
46.Daftar dwi kasta bobot gabah netto kering (gr) ... 64
47.Analisis sidik ragam bobot gabah netto kering (gr) ... 64
48.Rata-rata bobot hasil gabah kering (gr) ... 65
49.Daftar dwi kasta bobot hasil gabah kering (gr) ... 65
50.Analisis sidik ragam bobot hasil gabah kering (gr) ... 65
51.Uji berganda Duncan... 66
52.Rata- rata potensi hasil produksi ... 67
53.Cara menghitung dosis pupuk ... 67
54.Konversi Kebutuhan Pupuk Kimia dengan Pupuk Organik (Paitan, kulit buah Kakao dan Kotoran Ayam) Pada Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L)... 69
55.Uraian kegiatan ... 71
BAB. I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas yang strategis di
Indonesia karena pada umumnya penggunaan beras sebagai bahan konsumsi
makanan pokok bagi mayoritas rakyat Indonesia. Tantangan yang dihadapi dalam
pengadaan produksi padi semakin berat, karena perbandingan laju pertumbuhan
penduduk dan tingkat konsumsi beras yang relative masih tinggi, sebagian lahan
sawah yang subur telah beralih fungsi untuk usaha lainnya, dan tingkat
produktivitas lahan sawah yang menurun akibat rendahnya kandungan bahan
organik tanah.
Menurut data Badan Pusat Statistik Sumatra Utara (2014), produksi padi
meningkat dengan Angka Tetap (ATAP) produksi padi tahun 2013 sebesar
3.727.249 ton GKG, naik sebesar 11.735 ton dibanding produksi ATAP tahun
2012. Kenaikan produksi disebabkan kenaikan hasil per hektar sebesar 1,61 ku/ha
atau 3,32 persen (BPS SUMUT, 2014).
Penggunaan pupuk organik saat ini diperuntukkan untuk mengurangi
degradasi lahan di samping memperbaiki kondisi lahan sawah dengan jalan
penyediaan unsur hara bagi tanaman, pupuk organik juga dapat meningkatkan
produksi padi. Pupuk organik merupakan hasil akhir dari peruraian bagian-bagian
atau sisa-sisa (serasah) tanaman dan binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk
hijau, kompos, bungkil, guano, tepung tulang dan lain sebagainya. Pupuk organik
renik, mempertinggi daya serap dan daya simpan air, sehingga kesuburan tanah
meningkat (Yuliarto, 2009).
Bibit juga merupakan komponen teknologi produksi yang sangat penting
untuk mendapatkan tingkat produksi yang optimal. Kamil (1982) menyatakan
bahwa bibit merupakan tumbuhan muda yang sangat menentukan untuk
pertumbuhan tanaman selanjutnya. Untuk tanaman padi sawah, penggunaan bibit
dengan umur dan jumlah yang tepat perlu diperhatikan. Secara umum yang sering
digunakan untuk rekomendasi pada padi sawah adalah penggunaan bibit umur 21
hari setelah semai (HSS) dengan jumlah bibit 1-3 batang/rumpun. Namun
demikian masih banyak petani yang menggunakan bibit yang berumur lebih tua
dari 21 HSS, bahkan ada petani yang menggunakan bibit yang telah berumur lebih
dari 30 HSS, dengan jumlah bibit yang lebih banyak (5-10 batang/rumpun).
Hasil penelitian Atman (2007) dengan penanaman jumlah 1 bibit per
lubang tanam memberikan hasil gabah tertinggi (5,45 ton/ha), dimana dengan
penanaman 1 bibit perlubang tanam menghasilkan panjang malai, jumlah gabah
per malai, berat 1000 biji dan hasil gabah yang lebih tinggi dari pada penanaman
3, 5, 7, dan 9 per lubang tanam.
Bahan organik yang dapat digunakan sebagai alternatif adalah paitan
(Tithonia diversifolia), kulit buah kakao (Theobroma cacao L.) dan kotoran ayam
yang memiliki potensi besar untuk memperbaiki kesuburan tanah. Paitan adalah
salah satu jenis bahan kompos yang tergolong famili Asteraceae yang berasal dari
Meksiko, karena bunganya seperti bunga matahari, maka disebut tanaman bunga
matahari Mexico, juga dikenal dengan tanaman bunga pahit (Sumatera Barat).
dapat membentuk semak yang lebat. Bunga tithonia bewarna kuning dengan
susunan yang mirip sekali dengan susunan bunga matahari ( Zein, 2008).
Kulit buah kakao merupakan salah satu limbah dari perkebunan kakao.
Apabila tidak dimanfaatkan dapat mencemarkan lingkungan di sekitar
perkebunan. Salah satu cara untuk memanfaatkan kulit buah kakao adalah
dijadikan kompos yang dapat digunakan sebagai pupuk organik (Sudirja, 2005).
Pupuk kandang ayam tergolong pupuk panas yang penguraiannya oleh
jasad renik berjalan cepat sehingga tidak terbentuk panas. Pupuk kandang ayam
ini dapat berbentuk padat-cair yaitu pupuk dari kotoran padat yang sudah
tercampur dengan kotoran cair atau urine. Menurut data dari Agromedia (2007)
bahwa unsur hara yang terkandung pada pupuk kandang dari kotoran ayam
nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk kandang dari kotoran hewan
lainnya.
Hasil percobaan Naidu (1981), bahwa penggunaan pupuk organik, baik
yang berasal dari pupuk kandang atau pupuk hijau memberikan hasil panen padi
yang sama dengan pupuk anorganik. Berdasarkan uraian diatas, maka perlu
dilakukan penelitian mengenai respon pertumbuhan dan produksi padi sawah
(Oryza sativa L) terhadap jumlah bibit per rumpun pada berbagai jenis pupuk
organik.
1.2. Rumusan masalah
Budidaya padi sawah di Desa Panompuan jae, Kecamatan Angkola Timur,
Kabupaten Tapanuli Selatan, menggunakan pupuk kimia (anorganik). Penggunaan
pupuk anorganik secara terus menerus selain harganya mahal pupuk kimia
menyelesaikan masalah kerusakan fisik dan biologi tanah, serta pemupukan yang
tidak tepat dan berlebihan menyebabkan pencemaran lingkungan.
Bahan organik seperti Paitan, kulit buah kakao dan kotoran ayam dapat
digunakan sebagai pengganti pupuk kimia ( anorganik). Paitan merupakan gulma
yang banyak tumbuh di sekitar areal pertanian maupun non pertanian yang
berpotensi sebagai pupuk organik , sedangkan kulit buah kakao hanya sebagai
limbah di lingkungan dan sumber penyakit bagi tanaman kakao. Kotoran ayam
merupakan pupuk organik yang mudah di dapat di lingkungan sekitar, tetapi
petani tidak memanfaakannya sebagai pupuk.
Selain penggunaan pupuk kimia (anorganik), dalam budidaya padi sawah
petani menggunakan lebih dari 10 bibit per rumpun, hal ini mengakibatkan
pertumbuhan dan produksi padi tidak optimal. Sehingga topik penelitian ini
adalah respon pertumbuhan dan produksi padi sawah (Oryza sativa L) terhadap
jumlah bibit per rumpun pada berbagai jenis pupuk organik.
1.3. Batasan masalah
Penelitian ini dibatasi hanya untuk mengetahui respon pertumbuhan dan
produksi padi sawah (Oryza sativa L) terhadap jumlah bibit per rumpun pada
berbagai jenis pupuk organik.
1.4. Hipotesis
1. Jumlah bibit per rumpun berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah (Oryza sativa L)
3. Interaksi jumlah bibit per rumpun berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah (Oryza sativa L).
1.5. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan dan
produksi padi sawah (Oryza sativa L) terhadap jumlah bibit per rumpun pada
berbagai jenis pupuk organik.
1.6. Kegunaan penelitian
1. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang memerlukannya, terutama untuk
petani padi sawah (Oryza sativa L)
2. Sebagai bahan dasar untuk penyusunan skripsi yang merupakan salah satu
syarat untuk mendapatkan Gelar Sarjana Pertanian (SP) di Universitas
BAB. II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi tanaman padi
Tanaman padi termasuk suku graminae (keluarga rumput-rumputan), kelas
monokotiledonae. Memiliki akar serabut, batangnya beruas-ruas dan berongga,
tingginya 1-1,5 m, pada tiap buku batang tumbuh daun yang berbentuk pita dan
berpelepah yang membalut sekeliling batang. Buahnya mempunyai selaput yang
berisi vitamin dan zat warna. Menurut Tjitrosoepomo (2007), klasifikasi tanaman
padi:
Divisio : Spermatophytae
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Poales
Famili : Graminae
Genus : Oryza Linn
Spesies : Oryza sativa L.
2.2. Morfologi tanaman padi 2.2.1. Akar
Akar adalah bagian tanaman yang berfungsi menyerap air dan zat
makanan dari tanaman tanah, kemudian terus diangkut kebagian atas tanaman.
Akar tanaman padi dibedakan lagi menjadi : (1) akar tunggang yaitu, akar yang
tumbuha saat benih berkecambah; (2) akar serabut yaitu akar yang tumbuh setelah
padi berumur 5-6 hari dan berbentuk akar tunggang yang akan menjadi akar
serabut, dan merupakan saluran pada kulit akar yang berada diluar serta berfungsi
sebagai penghisap air dan zat makanan; (4) akar tajuk yaitu akar yang tumbuh dari
ruas batang ( Mubaroq, 2013)
2.2.2. Batang
Batang padi tersusun dari rangkaian ruas-ruas dan antara ruas yang satu
dengan yang lainnya dipisah oleh suatu buku. Ruas batang padi di dalamnya
berongga dan bentuknya bulat. Dari atas ke bawah, ruas batang itu makin pendek.
Ruas-ruas yang terpendek terdapat di bagian bawah dari batang dan ruas-ruas ini
praktis tidak dapat dibedakan sebagai ruas-ruas yang berdiri sendiri.
Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi
bila malai belum keluar, dan sesudah malai keluar tingginya diukur dari
permukaan tanah sampai ujung malai tertinggi. Tinggi tanaman adalah suatu sifat
baku (keturunan). Adanya perbedaan tinggi dari suatu varietas disebabkan oleh
suatu pengaruh keadaan lingkungan. Bila syarat-syarat tumbuh baik, maka tinggi
tanaman padi sawah biasanya 80-120 cm. Pada tiap-tiap buku, duduk sehelai
daun. Di dalam ketiak daun terdapat kuncup yang tumbuh menjadi batang. Pada
buku-buku yang terletak paling bawah mata-mata ketiak yang terdapat antara ruas
batang-batang dan upih daun, tumbuh menjadi batang-batang sekunder yang
serupa dengan batang primer. Batang-batang sekunder ini pada gilirannya nanti
menghasilkan batang-batang tersier dan seterusnya. Peristiwa ini disebut
pertunasan atau menganak (Norsalis, 2011).
2.2.3. Daun
Daun padi mula-mula muncul pada saat perkecambahan. Daun tanaman
tiap buku. Pertumbuhan daun yang satu dengan daun berikutnya (daun baru)
mempunyai selang waktu 7 hari dan kemudian akan muncul daun baru lainnya
(Departemen Pertanian, 1983).
2.2.4. Malai
Malai terdiri dari sekumpulan bunga-bunga padi (spikelet) yang timbul
dari buku paling atas. Ruas buku terakhir dari batang merupakan sumbu utama
dari malai, sedangkan butir-butir nya terdapat pada cabang pertama maupun
cabang-cabang kedua. Pada waktu berbunga, malai berdiri tegak kemudian
terkulai bila butir telah terisi dan menjadi buah. Panjang malai diukur dari buku
terakhir sampai butir di ujung malai. Panjang malai ditentukan oleh sifat baka
(keturunan) dari varietas dan keadaan keliling. Panjang malai beraneka ragam,
pendek (20 cm), sedang (20-30 cm) dan panjang (lebih dari 30 cm).
Kepadatan malai adalah perbandingan antara banyaknya bunga per malai
dengan panjang malai. Misalnya : 300 bunga/malai = 15 bunga/malai per cm.
Panjang malai suatu varietas demikian pula banyaknya cabang cabang tiap malai
dan jumlah butir tiap-tiap cabang, tergantung kepada varietas padi yang ditanam
dan cara bercocok tanam. Banyak cabang tiap-tiap malai berkisar dari 7-30 buah
(Norsalis, 2011)
2.2.5. Bunga
Bunga padi adalah bunga telanjang artinya mempunyai perhiasan bunga.
Berkelamin dua jenis dengan bakal buah yang diatas. Jumlah benang sari ada
enam buah, tangkai sarinya pendek dan tipis, kepala sari besar serta mempunyai
putik yang berbentuk malai dengan warna pada umumnya putih atau ungu
(Departemen Pertanian, 1983).
Pada dasar bunga terdapat radicula (daun bunga yang telah berubah
bentuknya). Radicula berfungsi mengatur dalam pembuahan palea, pada waktu
berbunga ia menghisap air dari bakal buah, sehingga mengembang.
Pengembangan ini mendorong lemma dan palea terpisah dan terbuka (Hasyim,
2000).
2.2.6. Buah
Buah padi sering kita sebut gabah. Gabah adalah ovary yang telah masak,
bersatu dengan lemma dan palea. Buah ini merupakan penyerbukan dan
pembuahan yang mempunyai bagian – bagian yaitu :
1. Embrio (lembaga), yaitu calon batang dan daun.
2. Endosperm, yaitu bagian buah atau biji padi yang besar.
3. Betakul, yaitu bagian buah padi yang berwarna cokelat (Mubaroq, 2013)
2.3. Syarat tumbuh padi 2.3.1. Iklim
Faktor iklim memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman padi di suatu daerah melalui perbedaan curah hujan, suhu, kelembaban
udara, sinar matahari, kecepatan angina dan perbedaan gas dalam atmosfer.
Tanaman padi tumbuh di daerah tropis / subtropis pada 450 LU sampai dengan
450LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan empat
bulan. rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500-2000
banyak mengandung uap air. Di negeri kita padi di tanam dari dataran rendah
sampai 1300 mdpl (Sumartono dkk, 1990).
2.3.2. Tanah
Padi dapat tumbuh baik pada tanah yang ketebalan lapisannya atasnya
antara 18-22 cm dengan pH tanah berkisar antara 4-7.Pada tanah yang asam
efisiensi bakteri dalam mengikat N dari udara berkurang.Sedangkan pada tanah
yang terlalu basa, unsur haranya kurang tersedia (Tjitrosoepomo, 2007).
Pada lapisan tanah atas untuk pertanian pada umumnya mempunyai
ketebalan antara 10-30 cm dengan warna tanah coklat sampai kehitam-hitaman,
tanah tersebut gembur. Sedangkan kandungan air dan udara di dalam pori-pori
tanah masing-masing 25%. Selain hal tersebut, tanaman padi dapat tumbuh baik
dengan pemberian pupuk organik (Tjitrosoepomo, 2007).
2.4. Pengaruh jumlah bibit per rumpun terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi.
Pemakaian jumlah bibit yang tepat merupakan salah satu upaya dalam
peningkatan efesiensi penggunaan input pada tanaman padi. Di Sumatera Barat,
petani masih menggunakan bibit dengan jumlah bibit yang relatif banyak (7-10
batang per rumpun, bahkan lebih dari 10 batang per rumpun). Penanaman bibit
dengan jumlah yang relatif lebih banyak menyebabkan terjadinya persaingan
sesama tanaman padi (kompetisi inter spesies) yang sangat keras untuk
mendapatkan air, unsur hara, CO2, O2, cahaya dan ruang untuk tumbuh sehingga
pertumbuhan akan menjadi tidak normal. Akibatnya, tanman padi menjadi lemah,
mudah rebah, mudah terserang penyakit, dan lebih lanjut keadaan tersebut dapat
(1-3 bibit per lubang tanam) menyebabkan persaingan sesama tanaman padi akan
lebih ringan, lebih sedikitnya jumlah benih yang digunakan sehingga mengurangi
biaya produksi, dan penghasilan gabah akan meningkat (Atman, 2007).
Teknologi yang dimungkinkan dapat meningkatkan produktivitas adalah
jumlah bibit per rumpun. Hal ini dilandasi masih banyak petani yang
menggunakan bibit dengan jumlah yang relatif banyak (7-10 batang per rumpun,
bahkan lebih dari 10 batang per rumpun). Padahal rekomendasi umum untuk
penggunaannya pada padi sawah maksimum 3 batang per rumpun. Bahkan pada
teknologi SRI (The System of Rice Intensification) adalah satu batang per rumpun
(Kasim, 2004).
Menurut Hasrizal & Ani (2010) bibit padi yang ditanam 1 bibit per lubang
tanam memberikan hasil yang lebih tinggi 0,5%. Pada perlakuan penanaman bibit
1 per lubang tanam sejak awal pertumbuhan tanaman tidak mengalami persaingan
sehingga tanaman lebih leluasa menumbuhkan anakan yang maksimal dan leluasa
dalam penyerapan unsur hara dan didukung oleh tinggi tanaman yang tinggi
sehingga penampang daun lebih leluasa menyerap sinar matahari untuk proses
fotosintesis. Penggunaan 1 bibit per lubang tanam pada awalnya memang
menunjukan pertumbuhan yang lamban akan tetapi pada minggu-minggu
selanjutnya mulai berkembang dengan pesat dan bahkan dapat melampaui 2 dan 3
bibit per lubang tanam. Pemakaian bibit 2 atau 3 per lubang tanam sudah mulai
terjadi persaingan antar tanaman, sedangkan dengan 1 bibit per lubang tanam
persaingan ini dapat dikurangi, sehingga perkembangan anakan tetap berjalan
berkembang cepat dengan semakin pesatnya pertambahan jumlah anakan per
rumpun.
2.5. Pengaruh pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi.
Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari tumbuhan mati,
kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya yang telah
melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan
mineral dan/atau mikroba yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara
dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah
(Permentan No. 70/ Permentan/SR.140/10/2011). Pupuk organik memiliki banyak
keunggulan, antara lain:
1. Dapat memperbaiki struktur tanah
2. Memiliki kandungan unsur hara makro dan mikro yang lengkap
3. Ramah lingkungan
4. Murah dan mudah didapat bahkan dapat dibuat sendiri
5. Mampu menyerap dan menampung air lebih lama dibanding dengan
pupuk anorganik
6. Membantu meningkatkan julah mikroorganisme pada media tanaman,
sehingga dapat meningkatkan unsur hara pada tanaman (Pranata, 2004).
Pratikno (2001) melaporkan bahwa Paitan (Tithonia diversifolia)
merupakan salah satu pupuk hijau potensial sebagai sumber N dan P di daerah
Malang dan sekitarnya dan sangat berpotensi juga untuk tanaman padi sawah di
Sumatera Barat (Gusnidar dan Prasetyo, 2008). Gusnidar dan Herviyanti 2010.
Penggunaan Pupuk buatan Padi Sawah Dalam Budidaya SRI (The System of Rice
Intensification).
Gusnidar dan Herviyanti (2010) telah menerapkan teknologi ini pada
kelompok tani Mekanisasi di Kenagarian Sicincin Kabupaten Padang Pariaman
dengan input 25 % titonia segar dan pupuk buatan 75 % setara rekomendasi ( 150
kg Urea/ha, 25 kg SP36/ha dan 37,5 kg KCl/ha) dengan hasil 9,7 ton/ha gabah
kering giling (GKG).
Hasil penelitian Ramli (2011) Produksi padi, penggunaan kompos kotoran
ayam memperlihatkan nilai tertinggi 6.19 ton/ha dibanding dengan kompos
kotoran sapi dan kompos kacang hijau dengan dosis 5 ton/ha. Pertumbuhan dan
produksi tanaman, baik tinggi tanaman, indeks luas daun, volume akar, jumlah
anakan produktif, waktu berbunga 50%, dan gabah bernas, dengan kandungan
unsur hara yang lebih tinggi dibanding kompos lainya, sehingga produksi yang
dihasilkan lebih tinggi. Penggunaan pupuk kandang ayam 4 kg/pot (20 ton/ha)
memiliki produksi gabah per rumpun mencapai 50,54 gram per rumpun, hal ini
tidak lepas dari ketepatan penggunaan pupuk kandang ayam terhadap metode
yang digunakan (Taufik, 2011)
Berdasarkan hasil analisis regresi, diperoleh dosis kompos kulit buah
kakao yang optimal sebanyak 4,8 t ha -1 untuk menghasilkan produksi gabah
kering giling yang maksimal sebesar 7,25 t ha . Hal ini menunjukkan bahwa untuk
meningkatkan produksi padi sawah masih membutuhkan tambahan bahan organik
seperti kompos kulit buah kakao, selain yang bersumber dari pupuk anorganik
Thamrin (2000) melaporkan bahwa pemberian bahan organik mampu
meningkatkan hasil gabah padi kering panen secara nyata. Dalam prakteknya
penggunaan pupuk organik masih jarang dilakukan petani karena jumlah yang
dibutuhkan persatuan luas sangat besar. Beberapa tanaman/bahan organik yaitu :
2.6. Paitan (Tithonia diversifolia)
Paitan (Tithonia diversifolia) adalah gulma tergolong famili Asteraceae
yang tumbuh baik di dekat saluran air, tebing sungai, dan pinggir jalan. Tithonia
tumbuh dengan tinggi 1- 3 meter, bunga bewarna kuning, dan produksi biomassa
daun cukup banyak serta tahan kekeringan (Hartatik, dkk, 2006).
Ciri dan sifat Tithonia meliputi akar tunggang yang dalam, batang lembut
dengan anatomi menyerupai legum, bercabang banyak, terinfeksi mikoriza,
berasosiasi dengan Azotobacter, dan berdaun sukulen, sehingga menghasilkan
bahan organik yang banyak dan mudah lapuk. Dengan memanfaatkan Tithonia
sebagai pupuk hijau akan mengurangi kehadirannya dan merupakan salah satu
cara yang cukup praktis dalam pengendaliannya (Ardi et al., 2003).
Tanaman pupuk hijau merupakan sumber pupuk organik yang murah dan
berperan dalam membangun dan mempertahankan kandungan bahan organik dan
kesuburan tanah. Ada tiga manfaat utama penggunaan tanaman pupuk hijau dalam
pergiliran tanaman yaitu menambah bahan organik tanah, meningkatkan
kandungan nitrogen dan memperbaiki daur hara dan konversi tanah (Sutanto,
2006). Hakim dan Agustian (2008), yang menyatakan pemberian Tithonia dapat
meningkatkan kesuburan tanah/produktivitas lahan (menurunkan Al, serta
meningkatkan pH tanah, bahan organik, kandungan hara N, P, K, Ca dan Mg
diversifolia cukup tinggi, yaitu 1.35 % N; 0.93 % P; 1.27 % K, 1.98 % Ca; dan
0.54 % Mg (Hartatik, et al., 2005).
Menurut Sanchez dan Jama (2000), paitan sudah dimanfaatkan sebagai
sumber hara N dan K oleh petani di Kenya Afrika dan memberikan hasil yang
tinggi. Hasil penelitian Hartatik (2007) menunjukkan bahwa jagung yang dipupuk
dengan urea 60 kg N/ha hasilnya 3,7 ton/ha lebih rendah dibandingkan jagung
yang dipupuk dengan Tithonia setara dengan 60 kg N/ha hasilnya 4,0 ton/ha.
Penelitian lainnya yaitu dengan pemberian pupuk kandang sapi 20 ton/ha dan
kompos tithonia 3 ton/ha dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman sayuran yang
dibudidayakan secara organik.
2.7. Kulit buah kakao (Theobroma cacao L.)
Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) adalah tanaman perkebunan yang
umumnya tumbuh di daerah tropis. Produksi yang tinggi menghasilkan kulit buah
kakao sebagai limbah perkebunan meningkat. Menurut Darmono dan Panji,T
(1999), limbah kulit buah kakao yang dihasilkan dalam jumlah banyak akan
menjadi masalah jika tidak ditangani dengan baik. Produksi limbah padat ini
mencapai sekitar 60 % dari total produksi buah.
Spillane (1995) mengemukakan bahwa kulit buah kakao dapat
dimanfaatkan sebagai sumber unsur hara tanaman dalam bentuk kompos, pakan
ternak, produksi biogas dan sumber pektin. Sebagai bahan organik, kulit buah
kakao mempunyai komposisi hara dan senyawa yang sangat potensial sebagai
medium tumbuh tanaman).
Kandungan hara mineral kulit buah kakao cukup tinggi, khususnya hara
disimpan di dalam kulit buah. Kadar air dan bahan organik pada produk samping
kakao sekitar 86%, pH, 5,4, N- total 1,30 %, C-organik 33,71%, P2O5 0,186 %.
K2O 5,5 %, CaO 0,23 %, dan MgO 0,59% (Soedarsono et al, 1997). Sedangkan
menurut penelitian yang dilakukan oleh Goenadi et.al (2000) menemukan bahwa
kandungan hara kompos yang dibuat dari kulit buah kakao adalah 1,81 % N,
26,61 % C-organik, 0,31% P2O5, 6,08% K2O, 1,22% CaO, 1,37 % MgO, dan
44,85 cmol/kg KTK. Aplikasi kompos kulit buah kakao dapat meningkatkan
produksi hingga 19,48%.
Menurut Darmono dan Panji (1999), produk samping kulit kakao yang
dihasilkan dalam jumlah banyak akan menjadi masalah jika tidak ditangani
dengan baik. Kompos yang sudah matang siap diaplikasikan ke lahan. Kompos ini
dapat langsung diaplikasikan apabila tidak memerlukan pengolahan lebih lanjut,
terutama jika digunakan untuk kebutuhan sendiri.
2.8. Pupuk kandang kotoran ayam
Pupuk kandang mengandung unsur hara lengkap yang dibutuhkan tanaman
untuk pertumbuhannya. Di samping mengandung unsur hara makro seperti N, P,
K, pupuk kandangpun mengandung unsur hara mikro seperti : kalsium (ca),
magnesium (Mg), dan sulfur (s). Unsur P dalam pupuk kandang sebagian besar
dari kotoran padat dan N, K berasal dari kotoran cair ( Musnamar, 2005).
Penggunaan bahan organik hingga saat ini dianggap sebagai upaya terbaik
dalam perbaikan produktifitas tanah marginal termasuk tanah masam. Menurut
Dinesh et al. (2010) bahwa aplikasi bahan organik dapat memperbaiki struktur
tanah, meningkatkan kapasitas menahan air, dan meningkatkan kehidupan biologi
penting dalam meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat fisik, kimia,
dan biologis tanah.
Kandungan hara dalam kotoran ayam tiga kali lebih besar dari hewan
ternak lain (sapi, kambing dan kuda). Hal ini disebabkan lubang pembuangan
ayam hanya satu sehingga kotoran cair dan padat tercampur. Komposisi
kandungan unsur hara pupuk kandang sangat dipengaruhi oleh beberapa factor
seperti jenis ternak, umur dan kondisi ternak, macam pakan, serta perlakuan dan
penyimpanan pupuk sebelum diaplikasikan ke lahan (Musnamar, 2004). Menurut
Sutanto (2002) bahwa kotoran ayam mengandung 29 % senyawa organik, 1,0 –
2,1 % N, 8,9 – 10,01 % P, dan 0,4 % K. Melihat kan-dungan hara yang dimiliki
oleh kotoran ayam tersebut dinilai sangat berpotensi sebagai bahan baku pupuk
organik.
Sebagai persediaan zat makanan di dalam tanah ternyata pupuk kandang
ini mempunyai pengaruh susulan waktu lama, artinya secara bertahap akan bebas,
tetapi secara bertahap pula akan tersedia kembali bagi tanaman. Pemberian pupuk
kandang secara teratur kedalam tanah, maka daya menghasilkan tanah tersebut
dalam jangka waktu yang lama akan tetap baik , hal ini karena di dalam tanah
terbentuk sejumlah unsur hara atau zat makanan yang esensial bagi pertumbuhan
BAB. III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada lahan praktek Fakultas Pertanian
Universitas Graha Nusantara Padangsidimpuan dengan ketinggian tempat 480
meter diatas permukaan laut, yang dimulai pada bulan Februari 2015 sampai
bulan Agustus 2015.
3.2. Bahan dan alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi varietas
siherang, tanah pada lahan sawah yang diambil sampai dengan kedalaman 20 cm
dari permukaan, pot dengan volume 18 kg, air, bahan pupuk organik yaitu: Paitan
(Tithonia diversifolia.) kulit buah kakao (Theobroma cacao L), kotoran ayam ,
dedak padi, sekam padi, EM4 (Effective microorganism), gula aren, air, jaring,
tali, paku, karung goni, kayu, spanduk, pestisida nabati, fungisida nabati, dan
bahan lainnya yang mendukung penelitian ini.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: Cangkul, parang,
gembor, plastik, alat ukur, palu, kipas angin, sabit, timbangan analitik, kamera,
kertas lebel, perangkat lunak komputer dan alat-alat tulis.
3.3. Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok
1. Faktor berdasarkan jumlah bibit per rumpun
B1 = 1 bibit per rumpun
B2 = 2 bibit per rumpun
B3 = 3 bibit per rumpun
2. Faktor berdasarkan pemberian pupuk kompos
P0 = Kontrol
P1 = Paitan (Tithonia diversifolia) + dedak padi + sekam padi, dosis
950 gram/pot
P2 = Kulit buah kakao (Theobroma cacao L) + dedak padi + sekam
padi, dosis 950 gram/pot
P3 = Kotoran ayam + dedak padi + sekam padi, dosis 950 gram/pot
Jumlah kombinasi perlakuan 3 x 4 = 12 perlakuan :
B1P0 B2P0 B3P0
B1P1 B2P1 B3P1
B1P2 B2P2 B3P2
B1P3 B2P3 B3P3
Kebutuhan ulangan diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
( t.c – 1)( n –1 ) ≥ 15
( 3.4 – 1 ) ( n –1 ) ≥ 15
( 12 – 1 ) ( n –1) ≥ 15
11 ( n –1 ) ≥ 15
11 n ≥ 15 + 11 11 n ≥ 26 n ≥ 26/11
Jumlah plot perlakuan : 12 x 3 = 36 plot perlakuan
Jumlah tanaman/pot : 1
Kebutuhan pot seluruhnya : 36 pot
Sampel/plot : 1
Jarak antar sampel : 30 cm
Jumlah ulangan : 3
Jarak antar perlakuan : 30 cm
Jarak antar ulangan : 50 cm
Analisis data yang digunakan sesuai dengan model matematika menurut
Gomez and Gomez (1995) adalah sebagai berikut :
Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ) jk + ∑ijk
Yijk : Hasil pengamatan blok ke- i dengan perlakuan jumlah bibit per rumpun
pada taraf ke- j dan berbagai pupuk organic ke- k
µ : Nilai tengah perlakuan ρi : Pengaruh blok ke-i
αj : Pengaruh jumlah bibit per rumpun pada taraf ke-j βk : Pengaruh berbagai pupuk organik pada taraf ke -k
(αβ) jk : pengaruh interaksi antara jumlah bibit per rumpun pada taraf ke-j dan berbagai pupuk organik pada taraf ke-k
∑ijk : Pengaruh galat percobaan blok ke-i yang mendapat perlakuan jumlah bibit per rumpun dengan berbagai pupuk organik taraf ke-k (Gomez and
Gomez, 1995).
Kemudian dilanjutkan menggunakan uji berganda Duncan taraf 5%.
3.4. Pelaksanaan penelitian 3.4.1. Pembuatan pupuk organik
Bahan yang digunakan untuk pembuatan pupuk organik adalan paitan
bahan campuaran yang digunakan dedak padi dan sekam padi, EM4 (Effective
microorganism), gula aren. Perbandingan masing – masing ( titonia, kulit buah
kakao kotoran ayam ) dengan dedak padi dan sekam padi 2:1:1 yaitu : paitan, kulit
buah kakao dan kotoran ayam sebanyak 10 kg /perlakuan sedangkan untuk dedak
padi dan sekam padi masing-masing 3 kg/perlakuan, jadi untuk setiap perlakuan
pupuk organik kebutuhan paitan, kulit buah kakao dan kotoran ayam serta bahan
tambahan dedak padi dan sekam padi sebanyak 13 kg/perlakuan dan total
keseluruhan pupuk organik yang di butuhkan dalam penelitian ini sebanyak 39 kg
Adapun tahapan-tahapan pembuatan pupuk organik (pengomposan)
adalah sebagai berikut:
1. Siapkan media pengolahan kompos pada tempat terlindung atau tidak kena
matahari langsung, bisa dibawah atap pondok atau dibawah pohon dengan
alas atau lantai dibuat agak tinggi untuk menghindari genangan air.
2. Paitan (Tithonia diversifolia), kulit buah kakao (Theobroma cacao L)
terlebih dahulu di potong kecil-kecil (2- 5 cm), agar proses pembusukan
berlangsung lebih cepat.
3. Campurkan masing- masing bahan organik paitan (Tithonia diversifolia),
kulit buah kakao (Theobroma cacao L) dan kotoran ayam) dengan sekam
padi yang telah di sterilisasi (dikukus dengan suhu ± 100 0C) dan dedak
padi. Adapun perbandingan antara masing- masing bahan organik (paitan,
kulit buah kakao dan kotoran ayam) dengan sekam padi dan dedak padi
yaitu; 2:1:1, diaduk merata, kemudian tabur kapur pertanian sebanyak 0,97
4. Untuk mempercepat proses pembusukan dilakukan penyiraman dengan
menggunakan EM4 (Effective microorganism) sebanyak 390 cc (130 cc/
perlakuan), dan gula aren sebanyak 39 gram (13 gram/perlakuan) yang
dilarutkan dalam air. kemudian di tutup dengan lembaran plastik (terpal)
5. Tumpukan bahan tersebut dibalik seminggu sekali dengan waktu proses
pengomposan selama 3-4 minggu ( Tahir, 2008)
3.4.2. Persiapan lahan penelitian
Area penelitian dibersihkan dari rerumputan, Permukaan tanah diratakan
serta dibuat parit draenase untuk menghindari terjadinya penggenangan air bila
turun hujan.
3.4.3. Pengambilan tanah
Tanah yang di jadikan sebagai media tanam adalah tanah lahan sawah di
Desa Panompuan Jae Kec. Angkola Timur , Kab. Tapanuli Selatan, dengan pH
tanah 6. Adapun taksonomi tanah di Desa Panompuan Jae adalah sebagai berikut :
Ordo/order : Inceptisol
Sub ordo : Tropepts
Great group : Dystropepts (USDA, 1975)
Pengambilan tanah dilakuan dengan mencangkul tanah sampai dengan
kedalaman 20 cm dari permukaan, sebelum di bawa ke lokasi penelitian terlebih
dahulu tanah distrerilisasikan dengan cara menjemur tanah di terik sinar matahari
dengan tujuan, agar gas beracun yang ada di dalam tanah tersebut menguap ke
atas sehingga tanah menjadi lebih steril.
3.4.4. Pengisian pot
sawah yang diambil sampai dengan kedalaman 20 cm dari permukaan sebanyak
18 kg/pot, kemudian dicampur dengan pupuk organik ( sesuai dengan perlakuan ),
dan diaduk hingga merata, kemudian diberikan air secukupnya hingga tanah
dalam keadaan macak-macak.
3.4.5. Persemaian
Sebelum melakukan penyemaian, benih direndam terlebih dahulu
menggunakan garam. Benih yang mengapung akan dibuang, biji yang tenggelam
direndam selama 24 jam dan diperam 24 jam hingga berkecambah.
Bibit padi di semaikan dalam botol air mineral ukuran 125 ml, dengan 1
bibit/pot, tujuannya yaitu; untuk memudahkan penanaman, pada saat penanaman
tidak terjadi stress pada bibit.
3.4.6. Penanaman
Penanaman dilakukan secara bersamaan pada setiap perlakuan penanaman
dengan model dangkal dan tegak. Umur bibit 14 hari setelah semai dengan jumlah
bibit/ lobang tanam 1, 2 dan 3 (sesuai pada perlakuan).
3.4.7. Pemeliharaan tanaman a. Penyulaman
Penyulaman dilakukan pada saat penyiangan pertama atau ke dua.
Penyulaman tanaman dilakukan dengan memindahkan tanaman lengkap dengan
tanahnya. Penyiangan tanaman dilakukan sebanyak empat kali yaitu waktu
tanaman berumur 10, 20, 30, dan 40 hari HST.
b. Pengairan
Pengelolaan air dilakukan 1:2 yaitu penggenangan satu hari dan dua hari
dalam keadaan macak-macak. Pengelolaan air dilakukan sesuai dengan fase
macak- macak tujuannya: untuk memicu pembentukan akar dan pertumbuhan
anakan.
Pada fase generatif, kebutuhan air dalam kondisi tergenang (2 cm, tujuannya
: untuk memicu pembentukan malai dan pembungaan. Pada fase pemasakan
kebutuhan air sedikit dan diperlukan pengeringan , tujuannya: agar pemasakan
bulir serentak. Penggunaan air dalam penelitian ini yaitu dengan siklus tertutup.
Siklus tertutup merupakan penggunaan air yang ber ulang-ulang pada tanaman,
tujuannya agar hara yang terlarut dalam air tidak terbuang percuma dan kembali
dipergunakan oleh tanaman.
c. Pemupukan
Pemupukan dilakukan hanya satu kali, yaitu pada waktu pengisian pot
dengan dosis pupuk organik 950 gram/pot (30 ton/ha).
d. Pengendalian hama dan penyakit
Untuk pengendalian hama dan penyakit akan dilakukan jika tanaman
terserang hama dan penyakit. Adapun Hama yang menyerang tanaman padi yaitu
hama Walang sangit (Leptocorisa aquta) pada umur ± 75 hari setelah tanam.
Penyakit yang menyerang tanaman padi yaitu penyakit hawar daun (Xhantomonas
oryzae).
Pengendalian Hama dan Penyakit menggunakan pestisida nabati dari
ekstrak daun sirsak (Annona muricata L) dengan bahan aktif annonain dan resin
3.4.8. Panen dan pasca panen
Ketepatan waktu panen sangat menentukan kualitas bulir, waktu yang
tepat adalah bila secara visual 90-95% bulir padi sudah bernas. Selanjutnya
dilakukan pemotongan batang di bawah dengan mengunakan sabit.
3.5. Parameter penelitian a. Tinggi tanaman (cm)
Pengukuran dilakukan dengan mengukur tanaman mulai dari pangkal
batang hingga ujung daun tertinggi. Pengukuran dilakukan mulai tanaman
berumur satu minggu setelah tanam dengan interval waktu satu kali dalam dua
minggu hingga tanaman mengeluarkan bulir.
b. Jumlah anakan per rumpun (batang)
Dengan menghitung jumlah anakan yang muncul pada saat umur satu
minggu setelah tanam dengan interval waktu satu kali dalam dua minggu
hingga tanaman mengeluarkan bulir.
c. Jumlah malai per rumpun (biji)/pot
Menghitung jumlah malai per rumpun sebelum panen/saat panen.
d. Jumlah biji bernas per malai (butir)/pot
Penghitungan dilakukan dengan menghitung jumlah biji bernas tiap malai
dalam satu rumpun dan mengambil 3 malai yang mewakili contoh, tanaman
yang diambil secara acak dan dilakukan pada saat panen.
e. Jumlah biji hampa per malai (butir)/pot
Penghitungan dilakukan dengan menghitung jumlah biji hampatiap malai
dalam satu rumpun dan mengambil 3 malai yang mewakili contoh, tanaman
f. Berat per 1000 biji gabah kering bernas (gram)/pot
Dengan menimbang 1000 butir gabah kering bernas dari setiap rumpun
perlakuan.
g. Bobot gabah netto kering per rumpun (gram)
Penimbangan dengan menimbang hasil gabah dari setiap satuan
perlakuan yang dilakukan setelah gabah dikeringkan dan membuang biji yang
hampa.
h. Bobot hasil gabah kering per rumpun (gram) /pot
Dengan menimbang hasil gabah dari setiap rumpun perlakuan yang
dilakukan pada saat panen dengan terlebih dahulu dilakukan pengeringan hasil
BAB. IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Parameter Pertumbuhan
a. Tinggi tanaman (cm)
Berdasarkan hasil analisis ragam dari perlakuan jumlah bibit per rumpun
dan perlakuan pemberian berbagai pupuk organik terhadap parameter tinggi
tanaman (cm) tanaman padi dapat dilihat pada lampiran 3 sampai lampiran 17.
Perlakuan jumlah bibit per rumpun tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap tinggi tanaman pada semua umur pengamatan (umur 3 MST sampai 11
MST), demikian juga interaksi dari perlakuan jumlah bibit per rumpun dan
perlakuan pemberian berbagai pupuk organik terhadap tinggi tanaman tidak
memberikan pengaruh yang nyata pada semua umur pengamatan. Perlakuan
pemberian berbagai pupuk organik terhadap tinggi tanaman tidak memberikan
pengaruh yang nyata pada pengamatan 3 MST dan 5 MST, sementara untuk
pengamatan 7 MST sampai 11 MST memberikan pengaruh yang nyata setelah
dilakukan uji berganda Duncan taraf 5 %.
Rata-rata tinggi tanaman (cm) tanaman padi dari perlakuan jumlah bibit
per rumpun dan perlakuan pemberian berbagai pupuk organik serta interaksinya
Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman (cm) padi dari perlakuan jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai pupuk organik serta interaksinya pada semua umur pengamatan minggu setelah tanam (MST).
Perlakuan Umur Pengamatan Minggu Setelah Tanam (MST)
3 5 7 9 11
perlakuan jumlah bibit per rumpun pada semua umur pengamatan minggu setelah
tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata. Namun secara rata-rata tinggi
tanaman (cm) tertinggi terdapat pada perlakuan B3 (3 bibit/ lobang tanam) dan
yang terendah pada perlakuan B1 (1 bibit/ lobang tanam). Sejalan dengan
penelitian Husein (2012) penggunaan jumlah bibit per rumpun tidak memberikan
pengaruh yang nyata parameter tinggi tanaman (cm) pada umur 9 MST, 11 MST
dan 13 MST.
perlakuan P3 (kompos kotoran ayam ) berbeda nyata pada P1 (kompos paitan), P2
(kompos kulit buah kakao) dan P0 (kontrol). Perlakuan P1 tidak berbeda nyata
dengan P2 dan P0. Umur pengamatan 11 MST pada perlakuan P3 berbeda nyata
dengan perlakuan P1, P2, dan P0. Perlakuan P1 tidak berbeda nyata dengan P2,
tetapi bebeda nyata dengan P0, demikian pula P1 tidak berbeda nyata dengan P0
yang ditunjukkan dengan notasi yang sama.
Hal ini sejalan dengan penelitian (Ramli, 2011) pengamatan tinggi
tanaman kompos kotoran ayam memberikan hasil yang tertinggi (110.44 cm) dan
berbeda nyata dengan perlakuan kompos kotoran sapi (107.48 cm) dan kompos
berangkasan kacang hijau (107.18 cm). Pupuk kandang ayam memiliki kandungan
unsur hara N, P dan K yang lebih banyak daripada pupuk kandang jenis ternak
lainnya karena kotoran padat pada ternak unggas tercampur dengan kotoran
cairnya.
Perlakuan interaksi dari jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai
pupuk organik, secara rata- rata tanaman tertinggi terdapat pada kombinasi
perlakuan B2P3 dan yang terendah pada perlakuan B1P0. Hal ini di duga karena
penyediaan hara lambat, menyediakan hara dalam jumlah terbatas dan proses
dekomposisi bahan organik lambat.
Handayanto (1996) menyatakan bahwa dekomposisi bahan organik
mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kesuburan tanah.
Pengaruh langsung disebabkan karena pelepasan unsur hara melalui mineralisasi,
sedangkan pengaruh tidak langsung adalah menyebabkan akumulasi bahan
organik tanah, yang pada gilirannya juga akan meningkatkan penyediaan unsur
adalah dengan mengembalikan bahan organik ke dalam tanah, baik berupa
perombakan sisa tanaman atau hewan oleh mikroorganisme.
Gambar 1. Memperlihatkan Histogram tinggi tanaman (cm) pada
perlakuan pemberian berbagai pupuk Organik (P) pada umur pengamatan minggu
setelah tanam.
Gambar 1. Histogram tinggi tanaman (cm) pada perlakuan pemberian berbagai pupuk organik (P) pada umur pengamatan minggu setelah tanam.
b. Jumlah anakan (batang)
Berdasarkan hasil analisis ragam dari perlakuan jumlah bibit per rumpun
dan perlakuan pemberian berbagai pupuk organik terhadap parameter jumlah
anakan (batang) tanaman padi dapat dilihat pada lampiran 18 sampai lampiran 32.
Perlakuan jumlah bibit per rumpun tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap jumlah anakan (batang) pada semua umur pengamatan (umur 3 MST
sampai 11 MST), demikian juga interaksi dari perlakuan jumlah bibit per rumpun
dan perlakuan pemberian berbagai pupuk organik terhadap jumalah anakan
(batang) tidak memberikan pengaruh yang nyata pada semua umur pengamatan.
Perlakuan pemberian berbagai pupuk organik terhadap jumlah anakan (batang)
untuk pengamatan 5 MST sampai 11 MST memberikan pengaruh yang nyata
setelah dilakukan uji berganda Duncan taraf 5 %.
Rata-rata jumlah anakan (batang) tanaman padi dari perlakuan jumlah
bibit per rumpun dan perlakuan pemberian berbagai pupuk organik serta
interaksinya pada semua umur pengamatan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata jumlah anakan (batang) tanaman padi dari perlakuan jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai pupuk organik serta interaksinya pada semua umur pengamatan minggu setelah tanam (MST).
Perlakuan Umur Pengamatan Minggu Setelah Tanam (MST)
3 5 7 9 11
perlakuan jumlah bibit per rumpun pada semua umur pengamatan minggu setelah
perlakuan B1. Hal ini disebab pada jumlah bibit yang lebih banyak (3 batang/
rumpun) tersebut masih terjadi kompetisi inter spesies diantara tanaman padi,
sedangkan yang ditanam 1 batang/rumpun tidak terjadi kompetisi tersebut,
sehingga lebih mendorong pertumbuhan kearah samping atau memperbanyak
jumlah anakan.
Penelitian Wangiyana et al. (2009) penanaman jumlah 3 bibit per lubang
tanam memberikan hasil yang lebih produktif. Penggunaan 3 bibit per lubang
tanam menghasilkan jumlah daun, jumlah anakan dan berat kering jerami yang
lebih tinggi dari pada penanaman jumlah 1 dan 2 bibit perlubang tanam, namun
semua penelitian ini dilakukan pada lahan sawah.
Menanam bibit dengan jumlah yang relatif lebih banyak (3
batang/rumpun) juga mendorong pertumbuhan tanaman lebih tinggi dibanding
dengan tanam 1 batang/rumpun (Burbey et al, 2014).
Perlakuan pemberian berbagai pupuk organik dari hasil uji ganda Duncan
dapat dilihat bahwa jumlah anakan umur pengamatan 5 MST, 7 MST dan 9MST
pada perlakuan P3 berbeda nyata dengan perlakuan P2, P1 dan P0. Perlakuan P2
tidak berbeda nyata dengan P1, tetapi berbeda nyata dengan P0, demikian pula P1
tidak berbeda nyata dengan P0 yang ditunjukkan dengan notasi yang sama Hal ini
karena kandungan terbesar dalam pupuk kandang ayam yaitu unsur P. Unsur hara
N dan P sangat diperlukan tanaman untuk pertumbuhan. Pembentukan anakan,
tinggi tanaman, lebar daun dan jumlah gabah dipengaruhi oleh ketersediaan N.
Daradjat dkk., (2008) menyatakan bahwa hara P sangat diperlukan
tanaman padi terutama pada saat awal pertumbuhan, pada fase pertumbuhan
jumlah anakan. Suatu tanaman akan tumbuh dengan baik apabila segala elemen
(unsur hara) yang dibutuhkannya tersedia dengan lengkap dan unsur hara tersebut
terdapat dalam jumlah cukup dan berimbang untuk diserap oleh tanaman.
Kandungan hara dalam kompos tithonia kususnya unsur Nitrogen (N) sangat
dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan fase fegetative.
Hasil pengamatan jumlah anakan produktif menunjukkan bahwa
pemberian kompos kulit buah kakao secara mandiri berpengaruh sangat nyata
terhadap jumlah anakan produktif padi sawah varietas Situ Bagendit (Nasruddin,
dkk, 2012).
Perlakuan interaksi dari jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai
pupuk organik, secara rata- rata tanaman tertinggi terdapat pada kombinasi
perlakuan B2P3 dan yang terendah B1P0. Tiap batang bibit dapat membentuk
anakan, kemudian anakannya juga membentuk anakan lagi, demikian secara
bertingkat menurut teori phyllochron, maka juga ada peluang terjadinya
pertambahan jumlah anakan (batang) dengan bertambahnya bibit per lubang
tanam. Namun, karena dapat terjadi persaingan, baik ruang maupun nutrisi dan
air antar tanaman atau anakan dalam satu rumpun, maka ada kemungkinan
pertambahan jumlah anakan per bibit akan tidak sama besarnya antar jumlah bibit
per lubang tanam yang berbeda. (Wangiyana et al. 2009).
Gambar 2 memperlihatkan Histogram jumlah anakan (batang) pada
pemberian berbagai pupuk organik pada umur pengamatan minggu setelah tanam
Gambar 2. Histogram jumlah anakan (batang) pada perlakuan pemberian berbagai pupuk organik (P) pada umur pengamatan minggu setelah tanam.
4.2. Parameter Produksi
Berdasarkan hasil analisis ragam dari perlakuan jumlah bibit per rumpun
dan perlakuan pemberian berbagai pupuk organik terhadap parameter produksi,
rata-rata jumlah malai per rumpun (batang), jumlah biji bernas per malai (bulir),
jumlah biji hampa per malai (bulir), bobot per 1000 gabah kering (g), bobot gabah
netto kering (g), dan bobot gabah bruto kering (g), serta hasil analisis ragamnya
dapat dilihat pada Lampiran 33 sampai 50.
Perlakuan jumlah bibit per rumpun tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap semua parameter produksi, demikian juga interaksi dari perlakuan
jumlah bibit per rumpun dan perlakuan pemberian berbagai pupuk organik
terhadap parameter produksi tidak memberikan pengaruh yang nyata pada semua
parameter pengamatan. Perlakuan pemberian berbagai pupuk organik terhadap
jumlah anakan (batang) tidak memberikan pengaruh yang nyata pada pengamatan
jumlah biji hampa per malai dan bobot 1000 biji (g), sementara untuk pengamatan
kering dan bobot hasil gabah kering memberikan pengaruh yang nyata setelah
dilakukan uji berganda Duncan taraf 5 %.
Rata-rata jumlah malai per rumpun (batang), jumlah biji bernas per malai
(bulir), jumlah biji hampa per malai (bulir), bobot per 1000 gabah kering (g),
bobot gabah netto kering (g), dan bobot hasil gabah kering (g), tanaman padi dari
perlakuan jumlah bibit per rumpun dan perlakuan pemberian berbagai pupuk
organik serta interaksinya dapat dilihat pada Tabel 3
Tabel 3. Rata-rata jumlah malai per rumpun (batang), jumlah biji bernas per malai (bulir), jumlah biji hampa per malai (bulir), bobot per 1000 gabah kering (g), bobot gabah netto kering (g), dan bobot hasil gabah kering (g), pada perlakuan kombinasi jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai pupuk organik, serta interakasinya.
Berdasarkan Tabel. 3 dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa
perlakuan jumlah bibit per rumpun secara rata-rata jumlah malai pe rumpun
tertinggi pada perlakuan B3 dan terendah B1. Jumlah bji bernas per malai
tertinggi pada perlakuan B3 dan terendah B2. Jumlah biji hampa per malai
tertinggi pada perlakuan B3 dan yang terendah B1. Bobot per 1000 gabah kering
tertinggi pada perlakuan B2 dan yang terendah B1. Bobot gabah netto kering
tertinggi pada perlakuan B1 dan yang terenndah B2. Bobot hasil gabah kering
tertinggi pada perlakuan B1 dan yang terendah B3.
Penelitian Husein, (2013) jumlah bibit per rumpun tidak memeberikan
pengaruh yang nyata pada parameter produksi tanaman padi pada pengamatan
jumlah malai per rumpun (batang), jumlah biji bernas permalai (biji), jumlah biji
per malai (biji), berat bruto gabah kering per rumpun (gram), berat netto gabah
kering per rumpun (gram) dan berat per 1000 biji gabah kering per rumpun
(gram).
Penelitian Wangiyana et al. (2009) penanaman jumlah bibit 1, 2 dan 3 per
lobang tanam tidak nyata menurut Anova pada pengamatan jumlah anakan
produktif per rumpun, jumlah gabah per malai, berat 1000 gabah (g), berat gabah
kering panen, persentase gabah hampa dan indeks panen (%).
Perlakuan pemberian berbagai pupuk organik dari uji ganda Duncan dapat
dilihat bahwa jumlah malai pada perlakuan P3 berbeda nyata dengan P1 dan P2
dan P0. Perlakuan P1 dan P2 tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan
perlakuan P0. Hal ini di duga pupuk kompos kotoran ayam banyak mengandung
Penelitian Setiobudi (2007) bahwa ketersedian unsur hara makro (N, P dan
K) sangat berpengaruh terhadap pengisian gabah atau mengurangi kehampaan
gabah. Tingkat pengisian gabah lebih ditentukan oleh: (a) asimilat yang
dihasilkan, (b) kandungan N selama fase heading, (c) indeks luas daun, (d) jumlah
gabah per malai yang dihasilkan, dan (e) efisiensi pengisian gabah selama fase
pengisian gabah.
Jumlah biji bernas per malai pada perlakuan P2, P3 dan P1 tidak berbeda
nyata di tunjukkan dengan notasi yang sama, tetapi berbeda nyata pada perlakuan
P0 di tunjukkan dengan notasi yang berbeda. Peningkatan jumlah gabah berisi
serta penurunan jumlah gabah hampa berpengaruh terhadap meningkatknya nilai
indeks panen. Hal ini diduga disebabkan dengan adanya penambahan bahan
organik pada dosis tersebut menyebabkan terciptanya lingkungan tumbuh yang
ideal bagi perkembangan tanaman padi sehingga proses-proses fisiologis dapat
berlangsung. Ketersediaan hara di media perakaran yang selanjutnya diangkut ke
dalam tubuh tanaman akan tetap menjamin berlangsungnya proses fotosintesis
untuk membentuk asimilat yang pada akhirnya akan ditranslokasikan ke bagian
biji (gabah). Semakin banyak asimilat yang ditranslokasikan ke biji akan semakin
meningkatkan hasil gabah kering. Thamrin (2000), melaporkan bahwa
penambahan bahan organik mampu meningkatkan hasil gabah padi kering panen
secara nyata.
Bobot netto gabah kering (g) pada perlakuan P3 , P2 dan P1 tidak berbeda
nyata di tunjukkan dengan notasi yang sama, tetapi berbeda nyata pada perlakuan
Bobot hasil gabah kering (g) pada perlakuan P3 tidak berbeda nyata pada
perlakuan P2, tetapi berbeda nyata pada perlakuan P1 dan P0. Perlakuan P2 tidak
berbeda nyata pada perlakuan P1, tetapi berbeda nyata pada P0. Demikian pula
Perlakuan P1 tidak berbeda nyata pada P0.
Hasil gabah netto kering tertinggi pada perkaluan P3 mencapai 144.2 g (
9.63 ton ha-1), P2 130.79 g (8.71 ton ha-1), P1 125.15 g (8. 34 ton ha-1), dan P0
91.84 (6.12 ton ha-1). Sejalan dengan penelitian (Ramli, 2011) kompos kotoran
ayam memberikan hasil yang tertinggi ( 6.19 ton ha-1) dan berbeda nyata dengan
kompos kotoran sapi (5.64 ton ha -1 ), namun berbeda tidak nyata dengan kompos
berangkasan kacang hijau (6.15 ton ha-1).
Menurut Atman (2007), salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan
hasil gabah varietas Batang Piaman adalah meningkatnya nilai komponen hasil,
antara lain: panjang malai, jumlah gabah per malai, dan jumlah gabah bernas per
malai. Persentase gabah isi lebih dipengaruhi oleh faktor genetik sedangkan
secara lingkungan disebabkan karena kondisi lingkungan yang tidak normal
seperti serangan hama penyakit, suhu yang tinggi yang dapat menyebabkan
respirasi yang tinggi dan terbatasnya hara karena tanah kurang subur.
Makarim dan Ikhwani (2008) menyatakan bahwa lingkungan berkorelasi
dengan komponen hasil sebagai contoh jumlah gabah permalai berkorelasi
dengan keadaan status air tanah.
Perlakuan interaksi perlakuan jumlah bibit per rumpun dan pemberian
berbagai pupuk organik dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa.
rata-rata jumlah malai per rumpun (batang) tertinggi terdapat pada perlakuan B2P3 dan
Rata-rata jumlah biji bernas per malai (bulir) tertinggi terdapat pada
perlakuan B3P3 dan yang terendah B2P0. Rata-rata jumlah biji hampa per malai
(bulir) tertinggi terdapat pada perlakuan B3P3 dan yang terendah B2P2. Rata-rata
bobot per 1000 gabah kering (g) tertinggi terdapat pada perlakuan B2P3 dan yang
terendah B2P2.
Rata-rata bobot gabah netto kering (g) tertinggi terdapat pada perlakuan
B1P3 dan yang terendah B2P0. Rata-rata bobot hasil gabah kering (g) tertinggi
terdapat pada perlakuan B1P3 dan yang terendah B3P0.
Dalam pelaksanaan pemanenan dilakukan 2 kali yaitu pemanenan pertama
sebanyak 31 pot dan pemanenan kedua sebanyak 5 pot yaitu perlakuan B1P1,
B1P0, B2P0, B1P2 dan B1P0. Hal ini terjadi karena kondisi lahan ternaungi oleh
pohon mahoni sehingga terjadi keterlambatan panen karena tanaman padi
memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan.
Sesuai dengan pendapat Franklin (1991), bahwa radiasi matahari
merupakan sumber energi untuk tanaman budidaya. Tumbuhan menyerap energi
matahari dan mengubahnya menjadi energi kimia melalui proses fotosintesis.
Faktor lingkungan sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, salah satu faktor
lingkungan yang diamati pada penelitian ini adalah kelembaban udara (%).
Kelembaban udara dapat mempengaruhi proses fotosintesis dan respirasi tanaman
padi, proses tersebut dapat berlangsung secara optimal pada kelembaban relative
antara 50-90 % .
Pendapat Franklin (1991), sepanjang fase perkembangan tertentu lebih
banyak hasil asimilasi diproduksi dari pada yang digunakan untuk tubuh dan