• Tidak ada hasil yang ditemukan

respon pertumbuhan dan produksi padi sawah terhadap jumlah bibit per rumpun pada berbagai pupuk organik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "respon pertumbuhan dan produksi padi sawah terhadap jumlah bibit per rumpun pada berbagai pupuk organik"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L ) TERHADAP JUMLAH BIBIT

PER RUMPUN PADA BERBAGAI PUPUK ORGANIK

SKRIPSI

OLEH

HOPMAN SIREGAR NPM : 2011 11 127

Program Studi : Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GRAHA NUSANTARA PADANGSIDIMPUAN

(2)

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L) TERHADAP JUMLAH BIBIT PER

RUMPUN PADA BERBAGAI PUPUK ORGANIK

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian (SP)

OLEH

HOPMAN SIREGAR NPM : 2011 11 127

Program Studi : Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GRAHA NUSANTARA PADANGSIDIMPUAN

(3)

Judul Skripsi : Respon Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L) Terhadap Jumlah Bibit Per Rumpun Pada Berbagai Pupuk Organik.

Nama Mahasiswa : Hopman Siregar

NPM : 2011 11 127

Program Studi : Agroteknologi

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

(Yusriani Nasution, SP. MP) (Rasmita A. Harahap, SP. MSi) NIDN. 0130 0869 01 NIDN. 0130 1271 02

Mengetahui : Dekan,

(4)

FAKTA INTEGRITAS

Dengan ini saya menyatakan, bahwa benar isi skripsi yang saya tulis

dengan judul : “RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN

PADI SAWAH (Oryza sativa L) TERHADAP JUMLAH BIBIT PER RUMPUN

PADA BERBAGAI PUPUK ORGANIK ” adalah karya saya, yang saya kerjakan

sendiri dan tidak dikerjakan oleh orang lain yang mengambil sesuatu manfaat dari

saya serta bukan merupakan jiplakan dari karya orang lain, kecuali kutipan

pustaka yang sumbernya saya cantumkan.

Jika kemudian hari pernyataan saya ini terbukti tidak benar, maka saya

bersedia status kelulusan dan gelar yang saya peroleh, menjadi batal dengan

sendirinya demi hukum.

Padangsidimpuan, Oktober 2015

Saya yang membuat pernyataan

(5)

ABSTRAK

Hopman Siregar, NPM : 200111127 dengan judul skripsi : Respon Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L) Terhadap Jumlah Bibit Per Rumpun Pada Berbagai Pupuk Organik. Di bawah bimbingan Yusriani Nasution, SP. MP, selaku Pembimbing I dan Rasmita Adelina Harahap, SP. MSi selaku Pembimbing II.

Penelitin ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan dan produksi padi sawah (Oryza sativa L) terhadap jumlah bibit per rumpun pada berbagai jenis pupuk organik. Penelitian ini dilaksanakan pada lahan praktek Fakultas Pertanian Universitas Graha Nusantara Padangsidimpuan dengan ketinggian tempat ± 480 meter diatas permukaan laut, yang dimulai pada bulan Februari 2015 sampai bulan Agustus 2015.

Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 (dua) perlakuan dan 36 (tiga puluh enam) unit pot percobaan.

Beradasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan jumlah bibit per rumpun tidak memberikan pengaruh yang nyata pada parameter pertumbuhan dan produksi tanaman padi.

Perlakuan pemberian berbagai pupuk organik memberikan pengaruh yang nyata pada parameter tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah malai per rumpun, jumlah biji bernas per malai, bobot gabah netto kering (g) bobot hasil gabah kering (g) dan dapat meningkatkan produksi tanaman padi pada perlakuan P3 (kompos kotoran ayam) gabah netto kering mencapai 144.2 g (9. 63 ton ha-1), perlakuan P2 (kompos kulit buah kakao ) yaitu 130.79 g (8.71 ton ha-1) dan perlakuan P1 ( Kompos paitan) yaitu 125.15 g (8.34 ton ha-1).

Interaksi perlakuan jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai pupuk organik tidak memberikan pengaruh yang nyata pada parameter pertumbuhan dan produksi padi.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Panompuan Jae, Kecamatan Angkola Timur,

Kabupaten Tapanuli Selatan pada tanggal 12 Mei 1993 dari ayahanda Anjur

Siregar (Alm) dan ibunda Siti Hajar Harahap. Penulis merupakan anak ke enam

(6) dari enam (6) bersaudara.

Menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri No. 102810 Desa Panompuan

Jae pada tahun 2005. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 6

Padangsidimpuan Timur tahun 2008. Sekolah Menengah Atas di SMK Pertanian

Pembangunan Negeri Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara pada

tahun 2011, dan pada tahun 2011 memasuki Universitas Graha Nusantara

Padangsidimpuan Fakultas Pertanian Jurusan Agroteknologi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi Co-ass Praktikum

Mata Kuliah Fsiologi Tumbuhan, Budidaya Tanaman Padi dan Palawija dan

Budidaya Tanaman Pangan. Penulis pernah menjadi anggota organisasi Dewan

Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Pertanian Universitas Graha Nusantara

Padangsidimpuan.

Penulis melaksanakan Peraktek Kerja Lapangan (PKL) di UPT Benih Induk

Hortikultura Arse Dinas Pertanian Sumatra Utara pada bulan Agustus 2014

sampai bulan Oktober 2014. Melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di

Desa Silaiya, Kecamatan Sayurmatinggi, pada bulan April 2015 sampai bulan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang

berjudul “Respon Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L)

Terhadap Jumlah Bibit Per Rumpun Pada Berbagai Pupuk Organik.”. Selanjutnya dalam penyelesaian Skripsi, ini penulis mendapat dukungan

dari berbagai pihak yang telah memberikan moril maupun material, oleh karena

itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1) Kedua orang tua saya yang telah memberikan motivasi dan membesarkan

penulis dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.

2) Bapak Ir. Sutan Pulungan, MSi sebagai Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Graha Nusantara Padangsidimpuan.

3) Ibu Yusriani Nasution, SP. MP sebagai Pembimbing I dan Ibu Rasmita

Adelina Harahap, SP. MSi sebagai Pembimbing II yang telah banyak

andilnya dalam penyelesaian Skripsi ini.

4) Bapak dan Ibu Dosen beserta Staf Universitas Graha Nusantara,

khususnya kepada Bapak dan Ibu Dosen yang memberikan mata kuliah

pada program studi Agroteknologi.

5) Rekan-rekan Mahasiswa yang juga turut memberikan dorongan dan saran

kepada penulis, baik berupa diskusi maupun bantuan buku-buku yang

(8)

Penulis menyadari Skrpsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak.

semoga Skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada

umumnya.

Padangsidimpuan, 2015

Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

2.4. Pengaruh jumlah bibit per rumpun terhadap pertumbuhan dan produksi padi ... 10

2.5. Pengaruh pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi padi ... 12

(10)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1. Parameter pertumbuhan ... 27

4.2. Parameter Produksi ... 34

BAB V. Kesimpulan dan Saran ... 42

5.1. Kesimpulan ... 42

5.2. Saran ... 42

(11)

DAFTAR TABEL

1. Rata-rata tinggi tanaman (cm) padi dari perlakuan jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai pupuk organik serta interaksinya pada semua umur pengamatan minggu setelah tanam (MST). ... 28

2. Rata-rata jumlah anakan (cm) tanaman padi dari perlakuan jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai pupuk organik serta interaksinya pada

semua umur pengamatan minggu setelah tanam (MST). ... 31

3. Rata-rata jumlah malai per rumpun (batang), jumlah biji bernas per malai (bulir), jumlah biji hampa per malai (bulir), bobot per 1000 gabah kering(g), bobot gabah netto kering (g), bobot hasil gabah kering (g), pada perlakuan kombinasi jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai

(12)

DAFTAR HISTOGRAM

No. Judul Halaman

1. Histogram tinggi tanaman (cm) pada perlakuan pemberian berbagai pupuk organik (P) pada umur pengamatan minggu setelah tanam. ... 30

2. Histogram jumlah anakan (batang) pada perlakuan pemberian berbagai pupuk organik (P) pada umur pengamatan minggu setelah tanam... 34

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Deskripsi padi varietas Ciherang ... 47

2. Denah penelitian ... 49

3. Rata-rata tinggi tanaman (cm) umur 3 MST ... 50

4. Daftar dwi kasta tinggi tanaman (cm) umur 3 MST ... 50

5. Analisis sidik ragam tinggi tanaman umur 3 MST ... 50

6. Rata-rata tinggi tanaman (cm) umur 5 MST ... 51

7. Daftar dwi kasta tinggi tanaman (cm) umur 5 MST ... 51

8. Analisis sidik ragam tinggi tanaman umur 5 MST ... 51

9. Rata-rata tinggi tanaman (cm) umur 7 MST ... 52

10.Daftar dwi kasta tinggi tanaman (cm) umur 7 MST ... 52

11.Analisis sidik ragam tinggi tanaman umur 7 MST ... 52

12.Rata-rata tinggi tanaman (cm) umur 9 MST ... 53

13.Daftar dwi kasta tinggi tanaman (cm) umur 9 MST ... 53

14.Analisis sidik ragam tinggi tanaman umur 9 MST ... 53

15.Rata-rata tinggi tanaman (cm) umur 11 MST ... 54

16.Daftar dwi kasta tinggi tanaman (cm) umur 11 MST ... 54

17.Analisis sidik ragam tinggi tanaman umur 11 MST ... 54

18.Rata-rata jumlah anakan (batang) umur 3 MST ... 55

(14)

20.Analisis sidik ragam jumlah anakan (batang) umur 3 MST ... 55

21.Rata-rata jumlah anakan (batang) umur 5 MST ... 56

22.Daftar dwi kasta jumlah anakan (batang) umur 5 MST ... 56

23.Analisis sidik ragam jumlah anakan (batang) umur 5 MST ... 56

24.Rata-rata jumlah anakan (batang) umur 7 MST ... 57

25.Daftar dwi kasta jumlah anakan (batang) umur 7 MST ... 57

26.Analisis sidik ragam jumlah anakan (batang) umur 7 MST ... 57

27.Rata-rata jumlah anakan (batang) umur 9 MST ... 58

28.Daftar dwi kasta jumlah anakan (batang) umur 9 MST ... 58

29.Analisis sidik ragam jumlah anakan (batang) umur 9 MST ... 58

30.Rata-rata jumlah anakan (batang) umur 11 MST ... 59

31.Daftar dwi kasta jumlah anakan (batang) umur 11 MST ... 59

32.Analisis sidik ragam jumlah anakan (batang) umur 11 MST ... 59

33.Rata-rata jumlah malai per rumpun (bulir) ... 60

34.Daftar dwi kasta jumlah malai per rumpun (bulir) ... 60

35.Analisis sidik ragam jumlah malai per rumpun (bulir) ... 60

36.Rata-rata jumlah biji bernas per malai (bulir) ... 61

37.Daftar dwi kasta jumlah biji bernas per malai (bulir) ... 61

38.Analisis sidik ragam jumlah biji bernas per malai (bulir) ... 61

39.Rata-rata jumlah biji hampa per malai (bulir) ... 62

40.Daftar dwi kasta jumlah biji hampa per malai (bulir) ... 62

41.Analisis sidik ragam jumlah biji hampa per malai (bulir) ... 62

42.Rata-rata bobot 1000 gabah kering (gr) ... 63

(15)

44.Analisis sidik ragam bobot 1000 gabah kering(gr) ... 63

45.Rata-rata bobot gabah netto kering (gr) ... 64

46.Daftar dwi kasta bobot gabah netto kering (gr) ... 64

47.Analisis sidik ragam bobot gabah netto kering (gr) ... 64

48.Rata-rata bobot hasil gabah kering (gr) ... 65

49.Daftar dwi kasta bobot hasil gabah kering (gr) ... 65

50.Analisis sidik ragam bobot hasil gabah kering (gr) ... 65

51.Uji berganda Duncan... 66

52.Rata- rata potensi hasil produksi ... 67

53.Cara menghitung dosis pupuk ... 67

54.Konversi Kebutuhan Pupuk Kimia dengan Pupuk Organik (Paitan, kulit buah Kakao dan Kotoran Ayam) Pada Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L)... 69

55.Uraian kegiatan ... 71

(16)

BAB. I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas yang strategis di

Indonesia karena pada umumnya penggunaan beras sebagai bahan konsumsi

makanan pokok bagi mayoritas rakyat Indonesia. Tantangan yang dihadapi dalam

pengadaan produksi padi semakin berat, karena perbandingan laju pertumbuhan

penduduk dan tingkat konsumsi beras yang relative masih tinggi, sebagian lahan

sawah yang subur telah beralih fungsi untuk usaha lainnya, dan tingkat

produktivitas lahan sawah yang menurun akibat rendahnya kandungan bahan

organik tanah.

Menurut data Badan Pusat Statistik Sumatra Utara (2014), produksi padi

meningkat dengan Angka Tetap (ATAP) produksi padi tahun 2013 sebesar

3.727.249 ton GKG, naik sebesar 11.735 ton dibanding produksi ATAP tahun

2012. Kenaikan produksi disebabkan kenaikan hasil per hektar sebesar 1,61 ku/ha

atau 3,32 persen (BPS SUMUT, 2014).

Penggunaan pupuk organik saat ini diperuntukkan untuk mengurangi

degradasi lahan di samping memperbaiki kondisi lahan sawah dengan jalan

penyediaan unsur hara bagi tanaman, pupuk organik juga dapat meningkatkan

produksi padi. Pupuk organik merupakan hasil akhir dari peruraian bagian-bagian

atau sisa-sisa (serasah) tanaman dan binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk

hijau, kompos, bungkil, guano, tepung tulang dan lain sebagainya. Pupuk organik

(17)

renik, mempertinggi daya serap dan daya simpan air, sehingga kesuburan tanah

meningkat (Yuliarto, 2009).

Bibit juga merupakan komponen teknologi produksi yang sangat penting

untuk mendapatkan tingkat produksi yang optimal. Kamil (1982) menyatakan

bahwa bibit merupakan tumbuhan muda yang sangat menentukan untuk

pertumbuhan tanaman selanjutnya. Untuk tanaman padi sawah, penggunaan bibit

dengan umur dan jumlah yang tepat perlu diperhatikan. Secara umum yang sering

digunakan untuk rekomendasi pada padi sawah adalah penggunaan bibit umur 21

hari setelah semai (HSS) dengan jumlah bibit 1-3 batang/rumpun. Namun

demikian masih banyak petani yang menggunakan bibit yang berumur lebih tua

dari 21 HSS, bahkan ada petani yang menggunakan bibit yang telah berumur lebih

dari 30 HSS, dengan jumlah bibit yang lebih banyak (5-10 batang/rumpun).

Hasil penelitian Atman (2007) dengan penanaman jumlah 1 bibit per

lubang tanam memberikan hasil gabah tertinggi (5,45 ton/ha), dimana dengan

penanaman 1 bibit perlubang tanam menghasilkan panjang malai, jumlah gabah

per malai, berat 1000 biji dan hasil gabah yang lebih tinggi dari pada penanaman

3, 5, 7, dan 9 per lubang tanam.

Bahan organik yang dapat digunakan sebagai alternatif adalah paitan

(Tithonia diversifolia), kulit buah kakao (Theobroma cacao L.) dan kotoran ayam

yang memiliki potensi besar untuk memperbaiki kesuburan tanah. Paitan adalah

salah satu jenis bahan kompos yang tergolong famili Asteraceae yang berasal dari

Meksiko, karena bunganya seperti bunga matahari, maka disebut tanaman bunga

matahari Mexico, juga dikenal dengan tanaman bunga pahit (Sumatera Barat).

(18)

dapat membentuk semak yang lebat. Bunga tithonia bewarna kuning dengan

susunan yang mirip sekali dengan susunan bunga matahari ( Zein, 2008).

Kulit buah kakao merupakan salah satu limbah dari perkebunan kakao.

Apabila tidak dimanfaatkan dapat mencemarkan lingkungan di sekitar

perkebunan. Salah satu cara untuk memanfaatkan kulit buah kakao adalah

dijadikan kompos yang dapat digunakan sebagai pupuk organik (Sudirja, 2005).

Pupuk kandang ayam tergolong pupuk panas yang penguraiannya oleh

jasad renik berjalan cepat sehingga tidak terbentuk panas. Pupuk kandang ayam

ini dapat berbentuk padat-cair yaitu pupuk dari kotoran padat yang sudah

tercampur dengan kotoran cair atau urine. Menurut data dari Agromedia (2007)

bahwa unsur hara yang terkandung pada pupuk kandang dari kotoran ayam

nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk kandang dari kotoran hewan

lainnya.

Hasil percobaan Naidu (1981), bahwa penggunaan pupuk organik, baik

yang berasal dari pupuk kandang atau pupuk hijau memberikan hasil panen padi

yang sama dengan pupuk anorganik. Berdasarkan uraian diatas, maka perlu

dilakukan penelitian mengenai respon pertumbuhan dan produksi padi sawah

(Oryza sativa L) terhadap jumlah bibit per rumpun pada berbagai jenis pupuk

organik.

1.2. Rumusan masalah

Budidaya padi sawah di Desa Panompuan jae, Kecamatan Angkola Timur,

Kabupaten Tapanuli Selatan, menggunakan pupuk kimia (anorganik). Penggunaan

pupuk anorganik secara terus menerus selain harganya mahal pupuk kimia

(19)

menyelesaikan masalah kerusakan fisik dan biologi tanah, serta pemupukan yang

tidak tepat dan berlebihan menyebabkan pencemaran lingkungan.

Bahan organik seperti Paitan, kulit buah kakao dan kotoran ayam dapat

digunakan sebagai pengganti pupuk kimia ( anorganik). Paitan merupakan gulma

yang banyak tumbuh di sekitar areal pertanian maupun non pertanian yang

berpotensi sebagai pupuk organik , sedangkan kulit buah kakao hanya sebagai

limbah di lingkungan dan sumber penyakit bagi tanaman kakao. Kotoran ayam

merupakan pupuk organik yang mudah di dapat di lingkungan sekitar, tetapi

petani tidak memanfaakannya sebagai pupuk.

Selain penggunaan pupuk kimia (anorganik), dalam budidaya padi sawah

petani menggunakan lebih dari 10 bibit per rumpun, hal ini mengakibatkan

pertumbuhan dan produksi padi tidak optimal. Sehingga topik penelitian ini

adalah respon pertumbuhan dan produksi padi sawah (Oryza sativa L) terhadap

jumlah bibit per rumpun pada berbagai jenis pupuk organik.

1.3. Batasan masalah

Penelitian ini dibatasi hanya untuk mengetahui respon pertumbuhan dan

produksi padi sawah (Oryza sativa L) terhadap jumlah bibit per rumpun pada

berbagai jenis pupuk organik.

1.4. Hipotesis

1. Jumlah bibit per rumpun berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah (Oryza sativa L)

(20)

3. Interaksi jumlah bibit per rumpun berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah (Oryza sativa L).

1.5. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan dan

produksi padi sawah (Oryza sativa L) terhadap jumlah bibit per rumpun pada

berbagai jenis pupuk organik.

1.6. Kegunaan penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang memerlukannya, terutama untuk

petani padi sawah (Oryza sativa L)

2. Sebagai bahan dasar untuk penyusunan skripsi yang merupakan salah satu

syarat untuk mendapatkan Gelar Sarjana Pertanian (SP) di Universitas

(21)

BAB. II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi tanaman padi

Tanaman padi termasuk suku graminae (keluarga rumput-rumputan), kelas

monokotiledonae. Memiliki akar serabut, batangnya beruas-ruas dan berongga,

tingginya 1-1,5 m, pada tiap buku batang tumbuh daun yang berbentuk pita dan

berpelepah yang membalut sekeliling batang. Buahnya mempunyai selaput yang

berisi vitamin dan zat warna. Menurut Tjitrosoepomo (2007), klasifikasi tanaman

padi:

Divisio : Spermatophytae

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Poales

Famili : Graminae

Genus : Oryza Linn

Spesies : Oryza sativa L.

2.2. Morfologi tanaman padi 2.2.1. Akar

Akar adalah bagian tanaman yang berfungsi menyerap air dan zat

makanan dari tanaman tanah, kemudian terus diangkut kebagian atas tanaman.

Akar tanaman padi dibedakan lagi menjadi : (1) akar tunggang yaitu, akar yang

tumbuha saat benih berkecambah; (2) akar serabut yaitu akar yang tumbuh setelah

padi berumur 5-6 hari dan berbentuk akar tunggang yang akan menjadi akar

(22)

serabut, dan merupakan saluran pada kulit akar yang berada diluar serta berfungsi

sebagai penghisap air dan zat makanan; (4) akar tajuk yaitu akar yang tumbuh dari

ruas batang ( Mubaroq, 2013)

2.2.2. Batang

Batang padi tersusun dari rangkaian ruas-ruas dan antara ruas yang satu

dengan yang lainnya dipisah oleh suatu buku. Ruas batang padi di dalamnya

berongga dan bentuknya bulat. Dari atas ke bawah, ruas batang itu makin pendek.

Ruas-ruas yang terpendek terdapat di bagian bawah dari batang dan ruas-ruas ini

praktis tidak dapat dibedakan sebagai ruas-ruas yang berdiri sendiri.

Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi

bila malai belum keluar, dan sesudah malai keluar tingginya diukur dari

permukaan tanah sampai ujung malai tertinggi. Tinggi tanaman adalah suatu sifat

baku (keturunan). Adanya perbedaan tinggi dari suatu varietas disebabkan oleh

suatu pengaruh keadaan lingkungan. Bila syarat-syarat tumbuh baik, maka tinggi

tanaman padi sawah biasanya 80-120 cm. Pada tiap-tiap buku, duduk sehelai

daun. Di dalam ketiak daun terdapat kuncup yang tumbuh menjadi batang. Pada

buku-buku yang terletak paling bawah mata-mata ketiak yang terdapat antara ruas

batang-batang dan upih daun, tumbuh menjadi batang-batang sekunder yang

serupa dengan batang primer. Batang-batang sekunder ini pada gilirannya nanti

menghasilkan batang-batang tersier dan seterusnya. Peristiwa ini disebut

pertunasan atau menganak (Norsalis, 2011).

2.2.3. Daun

Daun padi mula-mula muncul pada saat perkecambahan. Daun tanaman

(23)

tiap buku. Pertumbuhan daun yang satu dengan daun berikutnya (daun baru)

mempunyai selang waktu 7 hari dan kemudian akan muncul daun baru lainnya

(Departemen Pertanian, 1983).

2.2.4. Malai

Malai terdiri dari sekumpulan bunga-bunga padi (spikelet) yang timbul

dari buku paling atas. Ruas buku terakhir dari batang merupakan sumbu utama

dari malai, sedangkan butir-butir nya terdapat pada cabang pertama maupun

cabang-cabang kedua. Pada waktu berbunga, malai berdiri tegak kemudian

terkulai bila butir telah terisi dan menjadi buah. Panjang malai diukur dari buku

terakhir sampai butir di ujung malai. Panjang malai ditentukan oleh sifat baka

(keturunan) dari varietas dan keadaan keliling. Panjang malai beraneka ragam,

pendek (20 cm), sedang (20-30 cm) dan panjang (lebih dari 30 cm).

Kepadatan malai adalah perbandingan antara banyaknya bunga per malai

dengan panjang malai. Misalnya : 300 bunga/malai = 15 bunga/malai per cm.

Panjang malai suatu varietas demikian pula banyaknya cabang cabang tiap malai

dan jumlah butir tiap-tiap cabang, tergantung kepada varietas padi yang ditanam

dan cara bercocok tanam. Banyak cabang tiap-tiap malai berkisar dari 7-30 buah

(Norsalis, 2011)

2.2.5. Bunga

Bunga padi adalah bunga telanjang artinya mempunyai perhiasan bunga.

Berkelamin dua jenis dengan bakal buah yang diatas. Jumlah benang sari ada

enam buah, tangkai sarinya pendek dan tipis, kepala sari besar serta mempunyai

(24)

putik yang berbentuk malai dengan warna pada umumnya putih atau ungu

(Departemen Pertanian, 1983).

Pada dasar bunga terdapat radicula (daun bunga yang telah berubah

bentuknya). Radicula berfungsi mengatur dalam pembuahan palea, pada waktu

berbunga ia menghisap air dari bakal buah, sehingga mengembang.

Pengembangan ini mendorong lemma dan palea terpisah dan terbuka (Hasyim,

2000).

2.2.6. Buah

Buah padi sering kita sebut gabah. Gabah adalah ovary yang telah masak,

bersatu dengan lemma dan palea. Buah ini merupakan penyerbukan dan

pembuahan yang mempunyai bagian – bagian yaitu :

1. Embrio (lembaga), yaitu calon batang dan daun.

2. Endosperm, yaitu bagian buah atau biji padi yang besar.

3. Betakul, yaitu bagian buah padi yang berwarna cokelat (Mubaroq, 2013)

2.3. Syarat tumbuh padi 2.3.1. Iklim

Faktor iklim memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi

tanaman padi di suatu daerah melalui perbedaan curah hujan, suhu, kelembaban

udara, sinar matahari, kecepatan angina dan perbedaan gas dalam atmosfer.

Tanaman padi tumbuh di daerah tropis / subtropis pada 450 LU sampai dengan

450LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan empat

bulan. rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500-2000

(25)

banyak mengandung uap air. Di negeri kita padi di tanam dari dataran rendah

sampai 1300 mdpl (Sumartono dkk, 1990).

2.3.2. Tanah

Padi dapat tumbuh baik pada tanah yang ketebalan lapisannya atasnya

antara 18-22 cm dengan pH tanah berkisar antara 4-7.Pada tanah yang asam

efisiensi bakteri dalam mengikat N dari udara berkurang.Sedangkan pada tanah

yang terlalu basa, unsur haranya kurang tersedia (Tjitrosoepomo, 2007).

Pada lapisan tanah atas untuk pertanian pada umumnya mempunyai

ketebalan antara 10-30 cm dengan warna tanah coklat sampai kehitam-hitaman,

tanah tersebut gembur. Sedangkan kandungan air dan udara di dalam pori-pori

tanah masing-masing 25%. Selain hal tersebut, tanaman padi dapat tumbuh baik

dengan pemberian pupuk organik (Tjitrosoepomo, 2007).

2.4. Pengaruh jumlah bibit per rumpun terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi.

Pemakaian jumlah bibit yang tepat merupakan salah satu upaya dalam

peningkatan efesiensi penggunaan input pada tanaman padi. Di Sumatera Barat,

petani masih menggunakan bibit dengan jumlah bibit yang relatif banyak (7-10

batang per rumpun, bahkan lebih dari 10 batang per rumpun). Penanaman bibit

dengan jumlah yang relatif lebih banyak menyebabkan terjadinya persaingan

sesama tanaman padi (kompetisi inter spesies) yang sangat keras untuk

mendapatkan air, unsur hara, CO2, O2, cahaya dan ruang untuk tumbuh sehingga

pertumbuhan akan menjadi tidak normal. Akibatnya, tanman padi menjadi lemah,

mudah rebah, mudah terserang penyakit, dan lebih lanjut keadaan tersebut dapat

(26)

(1-3 bibit per lubang tanam) menyebabkan persaingan sesama tanaman padi akan

lebih ringan, lebih sedikitnya jumlah benih yang digunakan sehingga mengurangi

biaya produksi, dan penghasilan gabah akan meningkat (Atman, 2007).

Teknologi yang dimungkinkan dapat meningkatkan produktivitas adalah

jumlah bibit per rumpun. Hal ini dilandasi masih banyak petani yang

menggunakan bibit dengan jumlah yang relatif banyak (7-10 batang per rumpun,

bahkan lebih dari 10 batang per rumpun). Padahal rekomendasi umum untuk

penggunaannya pada padi sawah maksimum 3 batang per rumpun. Bahkan pada

teknologi SRI (The System of Rice Intensification) adalah satu batang per rumpun

(Kasim, 2004).

Menurut Hasrizal & Ani (2010) bibit padi yang ditanam 1 bibit per lubang

tanam memberikan hasil yang lebih tinggi 0,5%. Pada perlakuan penanaman bibit

1 per lubang tanam sejak awal pertumbuhan tanaman tidak mengalami persaingan

sehingga tanaman lebih leluasa menumbuhkan anakan yang maksimal dan leluasa

dalam penyerapan unsur hara dan didukung oleh tinggi tanaman yang tinggi

sehingga penampang daun lebih leluasa menyerap sinar matahari untuk proses

fotosintesis. Penggunaan 1 bibit per lubang tanam pada awalnya memang

menunjukan pertumbuhan yang lamban akan tetapi pada minggu-minggu

selanjutnya mulai berkembang dengan pesat dan bahkan dapat melampaui 2 dan 3

bibit per lubang tanam. Pemakaian bibit 2 atau 3 per lubang tanam sudah mulai

terjadi persaingan antar tanaman, sedangkan dengan 1 bibit per lubang tanam

persaingan ini dapat dikurangi, sehingga perkembangan anakan tetap berjalan

(27)

berkembang cepat dengan semakin pesatnya pertambahan jumlah anakan per

rumpun.

2.5. Pengaruh pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi.

Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari tumbuhan mati,

kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya yang telah

melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan

mineral dan/atau mikroba yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara

dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah

(Permentan No. 70/ Permentan/SR.140/10/2011). Pupuk organik memiliki banyak

keunggulan, antara lain:

1. Dapat memperbaiki struktur tanah

2. Memiliki kandungan unsur hara makro dan mikro yang lengkap

3. Ramah lingkungan

4. Murah dan mudah didapat bahkan dapat dibuat sendiri

5. Mampu menyerap dan menampung air lebih lama dibanding dengan

pupuk anorganik

6. Membantu meningkatkan julah mikroorganisme pada media tanaman,

sehingga dapat meningkatkan unsur hara pada tanaman (Pranata, 2004).

Pratikno (2001) melaporkan bahwa Paitan (Tithonia diversifolia)

merupakan salah satu pupuk hijau potensial sebagai sumber N dan P di daerah

Malang dan sekitarnya dan sangat berpotensi juga untuk tanaman padi sawah di

Sumatera Barat (Gusnidar dan Prasetyo, 2008). Gusnidar dan Herviyanti 2010.

(28)

Penggunaan Pupuk buatan Padi Sawah Dalam Budidaya SRI (The System of Rice

Intensification).

Gusnidar dan Herviyanti (2010) telah menerapkan teknologi ini pada

kelompok tani Mekanisasi di Kenagarian Sicincin Kabupaten Padang Pariaman

dengan input 25 % titonia segar dan pupuk buatan 75 % setara rekomendasi ( 150

kg Urea/ha, 25 kg SP36/ha dan 37,5 kg KCl/ha) dengan hasil 9,7 ton/ha gabah

kering giling (GKG).

Hasil penelitian Ramli (2011) Produksi padi, penggunaan kompos kotoran

ayam memperlihatkan nilai tertinggi 6.19 ton/ha dibanding dengan kompos

kotoran sapi dan kompos kacang hijau dengan dosis 5 ton/ha. Pertumbuhan dan

produksi tanaman, baik tinggi tanaman, indeks luas daun, volume akar, jumlah

anakan produktif, waktu berbunga 50%, dan gabah bernas, dengan kandungan

unsur hara yang lebih tinggi dibanding kompos lainya, sehingga produksi yang

dihasilkan lebih tinggi. Penggunaan pupuk kandang ayam 4 kg/pot (20 ton/ha)

memiliki produksi gabah per rumpun mencapai 50,54 gram per rumpun, hal ini

tidak lepas dari ketepatan penggunaan pupuk kandang ayam terhadap metode

yang digunakan (Taufik, 2011)

Berdasarkan hasil analisis regresi, diperoleh dosis kompos kulit buah

kakao yang optimal sebanyak 4,8 t ha -1 untuk menghasilkan produksi gabah

kering giling yang maksimal sebesar 7,25 t ha . Hal ini menunjukkan bahwa untuk

meningkatkan produksi padi sawah masih membutuhkan tambahan bahan organik

seperti kompos kulit buah kakao, selain yang bersumber dari pupuk anorganik

(29)

Thamrin (2000) melaporkan bahwa pemberian bahan organik mampu

meningkatkan hasil gabah padi kering panen secara nyata. Dalam prakteknya

penggunaan pupuk organik masih jarang dilakukan petani karena jumlah yang

dibutuhkan persatuan luas sangat besar. Beberapa tanaman/bahan organik yaitu :

2.6. Paitan (Tithonia diversifolia)

Paitan (Tithonia diversifolia) adalah gulma tergolong famili Asteraceae

yang tumbuh baik di dekat saluran air, tebing sungai, dan pinggir jalan. Tithonia

tumbuh dengan tinggi 1- 3 meter, bunga bewarna kuning, dan produksi biomassa

daun cukup banyak serta tahan kekeringan (Hartatik, dkk, 2006).

Ciri dan sifat Tithonia meliputi akar tunggang yang dalam, batang lembut

dengan anatomi menyerupai legum, bercabang banyak, terinfeksi mikoriza,

berasosiasi dengan Azotobacter, dan berdaun sukulen, sehingga menghasilkan

bahan organik yang banyak dan mudah lapuk. Dengan memanfaatkan Tithonia

sebagai pupuk hijau akan mengurangi kehadirannya dan merupakan salah satu

cara yang cukup praktis dalam pengendaliannya (Ardi et al., 2003).

Tanaman pupuk hijau merupakan sumber pupuk organik yang murah dan

berperan dalam membangun dan mempertahankan kandungan bahan organik dan

kesuburan tanah. Ada tiga manfaat utama penggunaan tanaman pupuk hijau dalam

pergiliran tanaman yaitu menambah bahan organik tanah, meningkatkan

kandungan nitrogen dan memperbaiki daur hara dan konversi tanah (Sutanto,

2006). Hakim dan Agustian (2008), yang menyatakan pemberian Tithonia dapat

meningkatkan kesuburan tanah/produktivitas lahan (menurunkan Al, serta

meningkatkan pH tanah, bahan organik, kandungan hara N, P, K, Ca dan Mg

(30)

diversifolia cukup tinggi, yaitu 1.35 % N; 0.93 % P; 1.27 % K, 1.98 % Ca; dan

0.54 % Mg (Hartatik, et al., 2005).

Menurut Sanchez dan Jama (2000), paitan sudah dimanfaatkan sebagai

sumber hara N dan K oleh petani di Kenya Afrika dan memberikan hasil yang

tinggi. Hasil penelitian Hartatik (2007) menunjukkan bahwa jagung yang dipupuk

dengan urea 60 kg N/ha hasilnya 3,7 ton/ha lebih rendah dibandingkan jagung

yang dipupuk dengan Tithonia setara dengan 60 kg N/ha hasilnya 4,0 ton/ha.

Penelitian lainnya yaitu dengan pemberian pupuk kandang sapi 20 ton/ha dan

kompos tithonia 3 ton/ha dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman sayuran yang

dibudidayakan secara organik.

2.7. Kulit buah kakao (Theobroma cacao L.)

Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) adalah tanaman perkebunan yang

umumnya tumbuh di daerah tropis. Produksi yang tinggi menghasilkan kulit buah

kakao sebagai limbah perkebunan meningkat. Menurut Darmono dan Panji,T

(1999), limbah kulit buah kakao yang dihasilkan dalam jumlah banyak akan

menjadi masalah jika tidak ditangani dengan baik. Produksi limbah padat ini

mencapai sekitar 60 % dari total produksi buah.

Spillane (1995) mengemukakan bahwa kulit buah kakao dapat

dimanfaatkan sebagai sumber unsur hara tanaman dalam bentuk kompos, pakan

ternak, produksi biogas dan sumber pektin. Sebagai bahan organik, kulit buah

kakao mempunyai komposisi hara dan senyawa yang sangat potensial sebagai

medium tumbuh tanaman).

Kandungan hara mineral kulit buah kakao cukup tinggi, khususnya hara

(31)

disimpan di dalam kulit buah. Kadar air dan bahan organik pada produk samping

kakao sekitar 86%, pH, 5,4, N- total 1,30 %, C-organik 33,71%, P2O5 0,186 %.

K2O 5,5 %, CaO 0,23 %, dan MgO 0,59% (Soedarsono et al, 1997). Sedangkan

menurut penelitian yang dilakukan oleh Goenadi et.al (2000) menemukan bahwa

kandungan hara kompos yang dibuat dari kulit buah kakao adalah 1,81 % N,

26,61 % C-organik, 0,31% P2O5, 6,08% K2O, 1,22% CaO, 1,37 % MgO, dan

44,85 cmol/kg KTK. Aplikasi kompos kulit buah kakao dapat meningkatkan

produksi hingga 19,48%.

Menurut Darmono dan Panji (1999), produk samping kulit kakao yang

dihasilkan dalam jumlah banyak akan menjadi masalah jika tidak ditangani

dengan baik. Kompos yang sudah matang siap diaplikasikan ke lahan. Kompos ini

dapat langsung diaplikasikan apabila tidak memerlukan pengolahan lebih lanjut,

terutama jika digunakan untuk kebutuhan sendiri.

2.8. Pupuk kandang kotoran ayam

Pupuk kandang mengandung unsur hara lengkap yang dibutuhkan tanaman

untuk pertumbuhannya. Di samping mengandung unsur hara makro seperti N, P,

K, pupuk kandangpun mengandung unsur hara mikro seperti : kalsium (ca),

magnesium (Mg), dan sulfur (s). Unsur P dalam pupuk kandang sebagian besar

dari kotoran padat dan N, K berasal dari kotoran cair ( Musnamar, 2005).

Penggunaan bahan organik hingga saat ini dianggap sebagai upaya terbaik

dalam perbaikan produktifitas tanah marginal termasuk tanah masam. Menurut

Dinesh et al. (2010) bahwa aplikasi bahan organik dapat memperbaiki struktur

tanah, meningkatkan kapasitas menahan air, dan meningkatkan kehidupan biologi

(32)

penting dalam meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat fisik, kimia,

dan biologis tanah.

Kandungan hara dalam kotoran ayam tiga kali lebih besar dari hewan

ternak lain (sapi, kambing dan kuda). Hal ini disebabkan lubang pembuangan

ayam hanya satu sehingga kotoran cair dan padat tercampur. Komposisi

kandungan unsur hara pupuk kandang sangat dipengaruhi oleh beberapa factor

seperti jenis ternak, umur dan kondisi ternak, macam pakan, serta perlakuan dan

penyimpanan pupuk sebelum diaplikasikan ke lahan (Musnamar, 2004). Menurut

Sutanto (2002) bahwa kotoran ayam mengandung 29 % senyawa organik, 1,0 –

2,1 % N, 8,9 – 10,01 % P, dan 0,4 % K. Melihat kan-dungan hara yang dimiliki

oleh kotoran ayam tersebut dinilai sangat berpotensi sebagai bahan baku pupuk

organik.

Sebagai persediaan zat makanan di dalam tanah ternyata pupuk kandang

ini mempunyai pengaruh susulan waktu lama, artinya secara bertahap akan bebas,

tetapi secara bertahap pula akan tersedia kembali bagi tanaman. Pemberian pupuk

kandang secara teratur kedalam tanah, maka daya menghasilkan tanah tersebut

dalam jangka waktu yang lama akan tetap baik , hal ini karena di dalam tanah

terbentuk sejumlah unsur hara atau zat makanan yang esensial bagi pertumbuhan

(33)

BAB. III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada lahan praktek Fakultas Pertanian

Universitas Graha Nusantara Padangsidimpuan dengan ketinggian tempat 480

meter diatas permukaan laut, yang dimulai pada bulan Februari 2015 sampai

bulan Agustus 2015.

3.2. Bahan dan alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi varietas

siherang, tanah pada lahan sawah yang diambil sampai dengan kedalaman 20 cm

dari permukaan, pot dengan volume 18 kg, air, bahan pupuk organik yaitu: Paitan

(Tithonia diversifolia.) kulit buah kakao (Theobroma cacao L), kotoran ayam ,

dedak padi, sekam padi, EM4 (Effective microorganism), gula aren, air, jaring,

tali, paku, karung goni, kayu, spanduk, pestisida nabati, fungisida nabati, dan

bahan lainnya yang mendukung penelitian ini.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: Cangkul, parang,

gembor, plastik, alat ukur, palu, kipas angin, sabit, timbangan analitik, kamera,

kertas lebel, perangkat lunak komputer dan alat-alat tulis.

3.3. Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok

(34)

1. Faktor berdasarkan jumlah bibit per rumpun

B1 = 1 bibit per rumpun

B2 = 2 bibit per rumpun

B3 = 3 bibit per rumpun

2. Faktor berdasarkan pemberian pupuk kompos

P0 = Kontrol

P1 = Paitan (Tithonia diversifolia) + dedak padi + sekam padi, dosis

950 gram/pot

P2 = Kulit buah kakao (Theobroma cacao L) + dedak padi + sekam

padi, dosis 950 gram/pot

P3 = Kotoran ayam + dedak padi + sekam padi, dosis 950 gram/pot

Jumlah kombinasi perlakuan 3 x 4 = 12 perlakuan :

B1P0 B2P0 B3P0

B1P1 B2P1 B3P1

B1P2 B2P2 B3P2

B1P3 B2P3 B3P3

Kebutuhan ulangan diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

( t.c – 1)( n –1 ) ≥ 15

( 3.4 – 1 ) ( n –1 ) ≥ 15

( 12 – 1 ) ( n –1) ≥ 15

11 ( n –1 ) ≥ 15

11 n ≥ 15 + 11 11 n ≥ 26 n ≥ 26/11

(35)

Jumlah plot perlakuan : 12 x 3 = 36 plot perlakuan

Jumlah tanaman/pot : 1

Kebutuhan pot seluruhnya : 36 pot

Sampel/plot : 1

Jarak antar sampel : 30 cm

Jumlah ulangan : 3

Jarak antar perlakuan : 30 cm

Jarak antar ulangan : 50 cm

Analisis data yang digunakan sesuai dengan model matematika menurut

Gomez and Gomez (1995) adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ) jk + ∑ijk

Yijk : Hasil pengamatan blok ke- i dengan perlakuan jumlah bibit per rumpun

pada taraf ke- j dan berbagai pupuk organic ke- k

µ : Nilai tengah perlakuan ρi : Pengaruh blok ke-i

αj : Pengaruh jumlah bibit per rumpun pada taraf ke-j βk : Pengaruh berbagai pupuk organik pada taraf ke -k

(αβ) jk : pengaruh interaksi antara jumlah bibit per rumpun pada taraf ke-j dan berbagai pupuk organik pada taraf ke-k

∑ijk : Pengaruh galat percobaan blok ke-i yang mendapat perlakuan jumlah bibit per rumpun dengan berbagai pupuk organik taraf ke-k (Gomez and

Gomez, 1995).

Kemudian dilanjutkan menggunakan uji berganda Duncan taraf 5%.

3.4. Pelaksanaan penelitian 3.4.1. Pembuatan pupuk organik

Bahan yang digunakan untuk pembuatan pupuk organik adalan paitan

(36)

bahan campuaran yang digunakan dedak padi dan sekam padi, EM4 (Effective

microorganism), gula aren. Perbandingan masing – masing ( titonia, kulit buah

kakao kotoran ayam ) dengan dedak padi dan sekam padi 2:1:1 yaitu : paitan, kulit

buah kakao dan kotoran ayam sebanyak 10 kg /perlakuan sedangkan untuk dedak

padi dan sekam padi masing-masing 3 kg/perlakuan, jadi untuk setiap perlakuan

pupuk organik kebutuhan paitan, kulit buah kakao dan kotoran ayam serta bahan

tambahan dedak padi dan sekam padi sebanyak 13 kg/perlakuan dan total

keseluruhan pupuk organik yang di butuhkan dalam penelitian ini sebanyak 39 kg

Adapun tahapan-tahapan pembuatan pupuk organik (pengomposan)

adalah sebagai berikut:

1. Siapkan media pengolahan kompos pada tempat terlindung atau tidak kena

matahari langsung, bisa dibawah atap pondok atau dibawah pohon dengan

alas atau lantai dibuat agak tinggi untuk menghindari genangan air.

2. Paitan (Tithonia diversifolia), kulit buah kakao (Theobroma cacao L)

terlebih dahulu di potong kecil-kecil (2- 5 cm), agar proses pembusukan

berlangsung lebih cepat.

3. Campurkan masing- masing bahan organik paitan (Tithonia diversifolia),

kulit buah kakao (Theobroma cacao L) dan kotoran ayam) dengan sekam

padi yang telah di sterilisasi (dikukus dengan suhu ± 100 0C) dan dedak

padi. Adapun perbandingan antara masing- masing bahan organik (paitan,

kulit buah kakao dan kotoran ayam) dengan sekam padi dan dedak padi

yaitu; 2:1:1, diaduk merata, kemudian tabur kapur pertanian sebanyak 0,97

(37)

4. Untuk mempercepat proses pembusukan dilakukan penyiraman dengan

menggunakan EM4 (Effective microorganism) sebanyak 390 cc (130 cc/

perlakuan), dan gula aren sebanyak 39 gram (13 gram/perlakuan) yang

dilarutkan dalam air. kemudian di tutup dengan lembaran plastik (terpal)

5. Tumpukan bahan tersebut dibalik seminggu sekali dengan waktu proses

pengomposan selama 3-4 minggu ( Tahir, 2008)

3.4.2. Persiapan lahan penelitian

Area penelitian dibersihkan dari rerumputan, Permukaan tanah diratakan

serta dibuat parit draenase untuk menghindari terjadinya penggenangan air bila

turun hujan.

3.4.3. Pengambilan tanah

Tanah yang di jadikan sebagai media tanam adalah tanah lahan sawah di

Desa Panompuan Jae Kec. Angkola Timur , Kab. Tapanuli Selatan, dengan pH

tanah 6. Adapun taksonomi tanah di Desa Panompuan Jae adalah sebagai berikut :

Ordo/order : Inceptisol

Sub ordo : Tropepts

Great group : Dystropepts (USDA, 1975)

Pengambilan tanah dilakuan dengan mencangkul tanah sampai dengan

kedalaman 20 cm dari permukaan, sebelum di bawa ke lokasi penelitian terlebih

dahulu tanah distrerilisasikan dengan cara menjemur tanah di terik sinar matahari

dengan tujuan, agar gas beracun yang ada di dalam tanah tersebut menguap ke

atas sehingga tanah menjadi lebih steril.

3.4.4. Pengisian pot

(38)

sawah yang diambil sampai dengan kedalaman 20 cm dari permukaan sebanyak

18 kg/pot, kemudian dicampur dengan pupuk organik ( sesuai dengan perlakuan ),

dan diaduk hingga merata, kemudian diberikan air secukupnya hingga tanah

dalam keadaan macak-macak.

3.4.5. Persemaian

Sebelum melakukan penyemaian, benih direndam terlebih dahulu

menggunakan garam. Benih yang mengapung akan dibuang, biji yang tenggelam

direndam selama 24 jam dan diperam 24 jam hingga berkecambah.

Bibit padi di semaikan dalam botol air mineral ukuran 125 ml, dengan 1

bibit/pot, tujuannya yaitu; untuk memudahkan penanaman, pada saat penanaman

tidak terjadi stress pada bibit.

3.4.6. Penanaman

Penanaman dilakukan secara bersamaan pada setiap perlakuan penanaman

dengan model dangkal dan tegak. Umur bibit 14 hari setelah semai dengan jumlah

bibit/ lobang tanam 1, 2 dan 3 (sesuai pada perlakuan).

3.4.7. Pemeliharaan tanaman a. Penyulaman

Penyulaman dilakukan pada saat penyiangan pertama atau ke dua.

Penyulaman tanaman dilakukan dengan memindahkan tanaman lengkap dengan

tanahnya. Penyiangan tanaman dilakukan sebanyak empat kali yaitu waktu

tanaman berumur 10, 20, 30, dan 40 hari HST.

b. Pengairan

Pengelolaan air dilakukan 1:2 yaitu penggenangan satu hari dan dua hari

dalam keadaan macak-macak. Pengelolaan air dilakukan sesuai dengan fase

(39)

macak- macak tujuannya: untuk memicu pembentukan akar dan pertumbuhan

anakan.

Pada fase generatif, kebutuhan air dalam kondisi tergenang (2 cm, tujuannya

: untuk memicu pembentukan malai dan pembungaan. Pada fase pemasakan

kebutuhan air sedikit dan diperlukan pengeringan , tujuannya: agar pemasakan

bulir serentak. Penggunaan air dalam penelitian ini yaitu dengan siklus tertutup.

Siklus tertutup merupakan penggunaan air yang ber ulang-ulang pada tanaman,

tujuannya agar hara yang terlarut dalam air tidak terbuang percuma dan kembali

dipergunakan oleh tanaman.

c. Pemupukan

Pemupukan dilakukan hanya satu kali, yaitu pada waktu pengisian pot

dengan dosis pupuk organik 950 gram/pot (30 ton/ha).

d. Pengendalian hama dan penyakit

Untuk pengendalian hama dan penyakit akan dilakukan jika tanaman

terserang hama dan penyakit. Adapun Hama yang menyerang tanaman padi yaitu

hama Walang sangit (Leptocorisa aquta) pada umur ± 75 hari setelah tanam.

Penyakit yang menyerang tanaman padi yaitu penyakit hawar daun (Xhantomonas

oryzae).

Pengendalian Hama dan Penyakit menggunakan pestisida nabati dari

ekstrak daun sirsak (Annona muricata L) dengan bahan aktif annonain dan resin

(40)

3.4.8. Panen dan pasca panen

Ketepatan waktu panen sangat menentukan kualitas bulir, waktu yang

tepat adalah bila secara visual 90-95% bulir padi sudah bernas. Selanjutnya

dilakukan pemotongan batang di bawah dengan mengunakan sabit.

3.5. Parameter penelitian a. Tinggi tanaman (cm)

Pengukuran dilakukan dengan mengukur tanaman mulai dari pangkal

batang hingga ujung daun tertinggi. Pengukuran dilakukan mulai tanaman

berumur satu minggu setelah tanam dengan interval waktu satu kali dalam dua

minggu hingga tanaman mengeluarkan bulir.

b. Jumlah anakan per rumpun (batang)

Dengan menghitung jumlah anakan yang muncul pada saat umur satu

minggu setelah tanam dengan interval waktu satu kali dalam dua minggu

hingga tanaman mengeluarkan bulir.

c. Jumlah malai per rumpun (biji)/pot

Menghitung jumlah malai per rumpun sebelum panen/saat panen.

d. Jumlah biji bernas per malai (butir)/pot

Penghitungan dilakukan dengan menghitung jumlah biji bernas tiap malai

dalam satu rumpun dan mengambil 3 malai yang mewakili contoh, tanaman

yang diambil secara acak dan dilakukan pada saat panen.

e. Jumlah biji hampa per malai (butir)/pot

Penghitungan dilakukan dengan menghitung jumlah biji hampatiap malai

dalam satu rumpun dan mengambil 3 malai yang mewakili contoh, tanaman

(41)

f. Berat per 1000 biji gabah kering bernas (gram)/pot

Dengan menimbang 1000 butir gabah kering bernas dari setiap rumpun

perlakuan.

g. Bobot gabah netto kering per rumpun (gram)

Penimbangan dengan menimbang hasil gabah dari setiap satuan

perlakuan yang dilakukan setelah gabah dikeringkan dan membuang biji yang

hampa.

h. Bobot hasil gabah kering per rumpun (gram) /pot

Dengan menimbang hasil gabah dari setiap rumpun perlakuan yang

dilakukan pada saat panen dengan terlebih dahulu dilakukan pengeringan hasil

(42)

BAB. IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Parameter Pertumbuhan

a. Tinggi tanaman (cm)

Berdasarkan hasil analisis ragam dari perlakuan jumlah bibit per rumpun

dan perlakuan pemberian berbagai pupuk organik terhadap parameter tinggi

tanaman (cm) tanaman padi dapat dilihat pada lampiran 3 sampai lampiran 17.

Perlakuan jumlah bibit per rumpun tidak memberikan pengaruh yang nyata

terhadap tinggi tanaman pada semua umur pengamatan (umur 3 MST sampai 11

MST), demikian juga interaksi dari perlakuan jumlah bibit per rumpun dan

perlakuan pemberian berbagai pupuk organik terhadap tinggi tanaman tidak

memberikan pengaruh yang nyata pada semua umur pengamatan. Perlakuan

pemberian berbagai pupuk organik terhadap tinggi tanaman tidak memberikan

pengaruh yang nyata pada pengamatan 3 MST dan 5 MST, sementara untuk

pengamatan 7 MST sampai 11 MST memberikan pengaruh yang nyata setelah

dilakukan uji berganda Duncan taraf 5 %.

Rata-rata tinggi tanaman (cm) tanaman padi dari perlakuan jumlah bibit

per rumpun dan perlakuan pemberian berbagai pupuk organik serta interaksinya

(43)

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman (cm) padi dari perlakuan jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai pupuk organik serta interaksinya pada semua umur pengamatan minggu setelah tanam (MST).

Perlakuan Umur Pengamatan Minggu Setelah Tanam (MST)

3 5 7 9 11

perlakuan jumlah bibit per rumpun pada semua umur pengamatan minggu setelah

tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata. Namun secara rata-rata tinggi

tanaman (cm) tertinggi terdapat pada perlakuan B3 (3 bibit/ lobang tanam) dan

yang terendah pada perlakuan B1 (1 bibit/ lobang tanam). Sejalan dengan

penelitian Husein (2012) penggunaan jumlah bibit per rumpun tidak memberikan

pengaruh yang nyata parameter tinggi tanaman (cm) pada umur 9 MST, 11 MST

dan 13 MST.

(44)

perlakuan P3 (kompos kotoran ayam ) berbeda nyata pada P1 (kompos paitan), P2

(kompos kulit buah kakao) dan P0 (kontrol). Perlakuan P1 tidak berbeda nyata

dengan P2 dan P0. Umur pengamatan 11 MST pada perlakuan P3 berbeda nyata

dengan perlakuan P1, P2, dan P0. Perlakuan P1 tidak berbeda nyata dengan P2,

tetapi bebeda nyata dengan P0, demikian pula P1 tidak berbeda nyata dengan P0

yang ditunjukkan dengan notasi yang sama.

Hal ini sejalan dengan penelitian (Ramli, 2011) pengamatan tinggi

tanaman kompos kotoran ayam memberikan hasil yang tertinggi (110.44 cm) dan

berbeda nyata dengan perlakuan kompos kotoran sapi (107.48 cm) dan kompos

berangkasan kacang hijau (107.18 cm). Pupuk kandang ayam memiliki kandungan

unsur hara N, P dan K yang lebih banyak daripada pupuk kandang jenis ternak

lainnya karena kotoran padat pada ternak unggas tercampur dengan kotoran

cairnya.

Perlakuan interaksi dari jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai

pupuk organik, secara rata- rata tanaman tertinggi terdapat pada kombinasi

perlakuan B2P3 dan yang terendah pada perlakuan B1P0. Hal ini di duga karena

penyediaan hara lambat, menyediakan hara dalam jumlah terbatas dan proses

dekomposisi bahan organik lambat.

Handayanto (1996) menyatakan bahwa dekomposisi bahan organik

mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kesuburan tanah.

Pengaruh langsung disebabkan karena pelepasan unsur hara melalui mineralisasi,

sedangkan pengaruh tidak langsung adalah menyebabkan akumulasi bahan

organik tanah, yang pada gilirannya juga akan meningkatkan penyediaan unsur

(45)

adalah dengan mengembalikan bahan organik ke dalam tanah, baik berupa

perombakan sisa tanaman atau hewan oleh mikroorganisme.

Gambar 1. Memperlihatkan Histogram tinggi tanaman (cm) pada

perlakuan pemberian berbagai pupuk Organik (P) pada umur pengamatan minggu

setelah tanam.

Gambar 1. Histogram tinggi tanaman (cm) pada perlakuan pemberian berbagai pupuk organik (P) pada umur pengamatan minggu setelah tanam.

b. Jumlah anakan (batang)

Berdasarkan hasil analisis ragam dari perlakuan jumlah bibit per rumpun

dan perlakuan pemberian berbagai pupuk organik terhadap parameter jumlah

anakan (batang) tanaman padi dapat dilihat pada lampiran 18 sampai lampiran 32.

Perlakuan jumlah bibit per rumpun tidak memberikan pengaruh yang nyata

terhadap jumlah anakan (batang) pada semua umur pengamatan (umur 3 MST

sampai 11 MST), demikian juga interaksi dari perlakuan jumlah bibit per rumpun

dan perlakuan pemberian berbagai pupuk organik terhadap jumalah anakan

(batang) tidak memberikan pengaruh yang nyata pada semua umur pengamatan.

Perlakuan pemberian berbagai pupuk organik terhadap jumlah anakan (batang)

(46)

untuk pengamatan 5 MST sampai 11 MST memberikan pengaruh yang nyata

setelah dilakukan uji berganda Duncan taraf 5 %.

Rata-rata jumlah anakan (batang) tanaman padi dari perlakuan jumlah

bibit per rumpun dan perlakuan pemberian berbagai pupuk organik serta

interaksinya pada semua umur pengamatan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata jumlah anakan (batang) tanaman padi dari perlakuan jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai pupuk organik serta interaksinya pada semua umur pengamatan minggu setelah tanam (MST).

Perlakuan Umur Pengamatan Minggu Setelah Tanam (MST)

3 5 7 9 11

perlakuan jumlah bibit per rumpun pada semua umur pengamatan minggu setelah

(47)

perlakuan B1. Hal ini disebab pada jumlah bibit yang lebih banyak (3 batang/

rumpun) tersebut masih terjadi kompetisi inter spesies diantara tanaman padi,

sedangkan yang ditanam 1 batang/rumpun tidak terjadi kompetisi tersebut,

sehingga lebih mendorong pertumbuhan kearah samping atau memperbanyak

jumlah anakan.

Penelitian Wangiyana et al. (2009) penanaman jumlah 3 bibit per lubang

tanam memberikan hasil yang lebih produktif. Penggunaan 3 bibit per lubang

tanam menghasilkan jumlah daun, jumlah anakan dan berat kering jerami yang

lebih tinggi dari pada penanaman jumlah 1 dan 2 bibit perlubang tanam, namun

semua penelitian ini dilakukan pada lahan sawah.

Menanam bibit dengan jumlah yang relatif lebih banyak (3

batang/rumpun) juga mendorong pertumbuhan tanaman lebih tinggi dibanding

dengan tanam 1 batang/rumpun (Burbey et al, 2014).

Perlakuan pemberian berbagai pupuk organik dari hasil uji ganda Duncan

dapat dilihat bahwa jumlah anakan umur pengamatan 5 MST, 7 MST dan 9MST

pada perlakuan P3 berbeda nyata dengan perlakuan P2, P1 dan P0. Perlakuan P2

tidak berbeda nyata dengan P1, tetapi berbeda nyata dengan P0, demikian pula P1

tidak berbeda nyata dengan P0 yang ditunjukkan dengan notasi yang sama Hal ini

karena kandungan terbesar dalam pupuk kandang ayam yaitu unsur P. Unsur hara

N dan P sangat diperlukan tanaman untuk pertumbuhan. Pembentukan anakan,

tinggi tanaman, lebar daun dan jumlah gabah dipengaruhi oleh ketersediaan N.

Daradjat dkk., (2008) menyatakan bahwa hara P sangat diperlukan

tanaman padi terutama pada saat awal pertumbuhan, pada fase pertumbuhan

(48)

jumlah anakan. Suatu tanaman akan tumbuh dengan baik apabila segala elemen

(unsur hara) yang dibutuhkannya tersedia dengan lengkap dan unsur hara tersebut

terdapat dalam jumlah cukup dan berimbang untuk diserap oleh tanaman.

Kandungan hara dalam kompos tithonia kususnya unsur Nitrogen (N) sangat

dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan fase fegetative.

Hasil pengamatan jumlah anakan produktif menunjukkan bahwa

pemberian kompos kulit buah kakao secara mandiri berpengaruh sangat nyata

terhadap jumlah anakan produktif padi sawah varietas Situ Bagendit (Nasruddin,

dkk, 2012).

Perlakuan interaksi dari jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai

pupuk organik, secara rata- rata tanaman tertinggi terdapat pada kombinasi

perlakuan B2P3 dan yang terendah B1P0. Tiap batang bibit dapat membentuk

anakan, kemudian anakannya juga membentuk anakan lagi, demikian secara

bertingkat menurut teori phyllochron, maka juga ada peluang terjadinya

pertambahan jumlah anakan (batang) dengan bertambahnya bibit per lubang

tanam. Namun, karena dapat terjadi persaingan, baik ruang maupun nutrisi dan

air antar tanaman atau anakan dalam satu rumpun, maka ada kemungkinan

pertambahan jumlah anakan per bibit akan tidak sama besarnya antar jumlah bibit

per lubang tanam yang berbeda. (Wangiyana et al. 2009).

Gambar 2 memperlihatkan Histogram jumlah anakan (batang) pada

pemberian berbagai pupuk organik pada umur pengamatan minggu setelah tanam

(49)

Gambar 2. Histogram jumlah anakan (batang) pada perlakuan pemberian berbagai pupuk organik (P) pada umur pengamatan minggu setelah tanam.

4.2. Parameter Produksi

Berdasarkan hasil analisis ragam dari perlakuan jumlah bibit per rumpun

dan perlakuan pemberian berbagai pupuk organik terhadap parameter produksi,

rata-rata jumlah malai per rumpun (batang), jumlah biji bernas per malai (bulir),

jumlah biji hampa per malai (bulir), bobot per 1000 gabah kering (g), bobot gabah

netto kering (g), dan bobot gabah bruto kering (g), serta hasil analisis ragamnya

dapat dilihat pada Lampiran 33 sampai 50.

Perlakuan jumlah bibit per rumpun tidak memberikan pengaruh yang nyata

terhadap semua parameter produksi, demikian juga interaksi dari perlakuan

jumlah bibit per rumpun dan perlakuan pemberian berbagai pupuk organik

terhadap parameter produksi tidak memberikan pengaruh yang nyata pada semua

parameter pengamatan. Perlakuan pemberian berbagai pupuk organik terhadap

jumlah anakan (batang) tidak memberikan pengaruh yang nyata pada pengamatan

jumlah biji hampa per malai dan bobot 1000 biji (g), sementara untuk pengamatan

(50)

kering dan bobot hasil gabah kering memberikan pengaruh yang nyata setelah

dilakukan uji berganda Duncan taraf 5 %.

Rata-rata jumlah malai per rumpun (batang), jumlah biji bernas per malai

(bulir), jumlah biji hampa per malai (bulir), bobot per 1000 gabah kering (g),

bobot gabah netto kering (g), dan bobot hasil gabah kering (g), tanaman padi dari

perlakuan jumlah bibit per rumpun dan perlakuan pemberian berbagai pupuk

organik serta interaksinya dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 3. Rata-rata jumlah malai per rumpun (batang), jumlah biji bernas per malai (bulir), jumlah biji hampa per malai (bulir), bobot per 1000 gabah kering (g), bobot gabah netto kering (g), dan bobot hasil gabah kering (g), pada perlakuan kombinasi jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai pupuk organik, serta interakasinya.

(51)

Berdasarkan Tabel. 3 dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa

perlakuan jumlah bibit per rumpun secara rata-rata jumlah malai pe rumpun

tertinggi pada perlakuan B3 dan terendah B1. Jumlah bji bernas per malai

tertinggi pada perlakuan B3 dan terendah B2. Jumlah biji hampa per malai

tertinggi pada perlakuan B3 dan yang terendah B1. Bobot per 1000 gabah kering

tertinggi pada perlakuan B2 dan yang terendah B1. Bobot gabah netto kering

tertinggi pada perlakuan B1 dan yang terenndah B2. Bobot hasil gabah kering

tertinggi pada perlakuan B1 dan yang terendah B3.

Penelitian Husein, (2013) jumlah bibit per rumpun tidak memeberikan

pengaruh yang nyata pada parameter produksi tanaman padi pada pengamatan

jumlah malai per rumpun (batang), jumlah biji bernas permalai (biji), jumlah biji

per malai (biji), berat bruto gabah kering per rumpun (gram), berat netto gabah

kering per rumpun (gram) dan berat per 1000 biji gabah kering per rumpun

(gram).

Penelitian Wangiyana et al. (2009) penanaman jumlah bibit 1, 2 dan 3 per

lobang tanam tidak nyata menurut Anova pada pengamatan jumlah anakan

produktif per rumpun, jumlah gabah per malai, berat 1000 gabah (g), berat gabah

kering panen, persentase gabah hampa dan indeks panen (%).

Perlakuan pemberian berbagai pupuk organik dari uji ganda Duncan dapat

dilihat bahwa jumlah malai pada perlakuan P3 berbeda nyata dengan P1 dan P2

dan P0. Perlakuan P1 dan P2 tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan

perlakuan P0. Hal ini di duga pupuk kompos kotoran ayam banyak mengandung

(52)

Penelitian Setiobudi (2007) bahwa ketersedian unsur hara makro (N, P dan

K) sangat berpengaruh terhadap pengisian gabah atau mengurangi kehampaan

gabah. Tingkat pengisian gabah lebih ditentukan oleh: (a) asimilat yang

dihasilkan, (b) kandungan N selama fase heading, (c) indeks luas daun, (d) jumlah

gabah per malai yang dihasilkan, dan (e) efisiensi pengisian gabah selama fase

pengisian gabah.

Jumlah biji bernas per malai pada perlakuan P2, P3 dan P1 tidak berbeda

nyata di tunjukkan dengan notasi yang sama, tetapi berbeda nyata pada perlakuan

P0 di tunjukkan dengan notasi yang berbeda. Peningkatan jumlah gabah berisi

serta penurunan jumlah gabah hampa berpengaruh terhadap meningkatknya nilai

indeks panen. Hal ini diduga disebabkan dengan adanya penambahan bahan

organik pada dosis tersebut menyebabkan terciptanya lingkungan tumbuh yang

ideal bagi perkembangan tanaman padi sehingga proses-proses fisiologis dapat

berlangsung. Ketersediaan hara di media perakaran yang selanjutnya diangkut ke

dalam tubuh tanaman akan tetap menjamin berlangsungnya proses fotosintesis

untuk membentuk asimilat yang pada akhirnya akan ditranslokasikan ke bagian

biji (gabah). Semakin banyak asimilat yang ditranslokasikan ke biji akan semakin

meningkatkan hasil gabah kering. Thamrin (2000), melaporkan bahwa

penambahan bahan organik mampu meningkatkan hasil gabah padi kering panen

secara nyata.

Bobot netto gabah kering (g) pada perlakuan P3 , P2 dan P1 tidak berbeda

nyata di tunjukkan dengan notasi yang sama, tetapi berbeda nyata pada perlakuan

(53)

Bobot hasil gabah kering (g) pada perlakuan P3 tidak berbeda nyata pada

perlakuan P2, tetapi berbeda nyata pada perlakuan P1 dan P0. Perlakuan P2 tidak

berbeda nyata pada perlakuan P1, tetapi berbeda nyata pada P0. Demikian pula

Perlakuan P1 tidak berbeda nyata pada P0.

Hasil gabah netto kering tertinggi pada perkaluan P3 mencapai 144.2 g (

9.63 ton ha-1), P2 130.79 g (8.71 ton ha-1), P1 125.15 g (8. 34 ton ha-1), dan P0

91.84 (6.12 ton ha-1). Sejalan dengan penelitian (Ramli, 2011) kompos kotoran

ayam memberikan hasil yang tertinggi ( 6.19 ton ha-1) dan berbeda nyata dengan

kompos kotoran sapi (5.64 ton ha -1 ), namun berbeda tidak nyata dengan kompos

berangkasan kacang hijau (6.15 ton ha-1).

Menurut Atman (2007), salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan

hasil gabah varietas Batang Piaman adalah meningkatnya nilai komponen hasil,

antara lain: panjang malai, jumlah gabah per malai, dan jumlah gabah bernas per

malai. Persentase gabah isi lebih dipengaruhi oleh faktor genetik sedangkan

secara lingkungan disebabkan karena kondisi lingkungan yang tidak normal

seperti serangan hama penyakit, suhu yang tinggi yang dapat menyebabkan

respirasi yang tinggi dan terbatasnya hara karena tanah kurang subur.

Makarim dan Ikhwani (2008) menyatakan bahwa lingkungan berkorelasi

dengan komponen hasil sebagai contoh jumlah gabah permalai berkorelasi

dengan keadaan status air tanah.

Perlakuan interaksi perlakuan jumlah bibit per rumpun dan pemberian

berbagai pupuk organik dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa.

rata-rata jumlah malai per rumpun (batang) tertinggi terdapat pada perlakuan B2P3 dan

(54)

Rata-rata jumlah biji bernas per malai (bulir) tertinggi terdapat pada

perlakuan B3P3 dan yang terendah B2P0. Rata-rata jumlah biji hampa per malai

(bulir) tertinggi terdapat pada perlakuan B3P3 dan yang terendah B2P2. Rata-rata

bobot per 1000 gabah kering (g) tertinggi terdapat pada perlakuan B2P3 dan yang

terendah B2P2.

Rata-rata bobot gabah netto kering (g) tertinggi terdapat pada perlakuan

B1P3 dan yang terendah B2P0. Rata-rata bobot hasil gabah kering (g) tertinggi

terdapat pada perlakuan B1P3 dan yang terendah B3P0.

Dalam pelaksanaan pemanenan dilakukan 2 kali yaitu pemanenan pertama

sebanyak 31 pot dan pemanenan kedua sebanyak 5 pot yaitu perlakuan B1P1,

B1P0, B2P0, B1P2 dan B1P0. Hal ini terjadi karena kondisi lahan ternaungi oleh

pohon mahoni sehingga terjadi keterlambatan panen karena tanaman padi

memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan.

Sesuai dengan pendapat Franklin (1991), bahwa radiasi matahari

merupakan sumber energi untuk tanaman budidaya. Tumbuhan menyerap energi

matahari dan mengubahnya menjadi energi kimia melalui proses fotosintesis.

Faktor lingkungan sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, salah satu faktor

lingkungan yang diamati pada penelitian ini adalah kelembaban udara (%).

Kelembaban udara dapat mempengaruhi proses fotosintesis dan respirasi tanaman

padi, proses tersebut dapat berlangsung secara optimal pada kelembaban relative

antara 50-90 % .

Pendapat Franklin (1991), sepanjang fase perkembangan tertentu lebih

banyak hasil asimilasi diproduksi dari pada yang digunakan untuk tubuh dan

Gambar

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman (cm) padi dari perlakuan jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai pupuk organik serta interaksinya pada semua umur pengamatan minggu setelah tanam (MST)
Gambar 1. Histogram tinggi tanaman (cm) pada perlakuan pemberian
Tabel 2. Rata-rata jumlah anakan (batang) tanaman padi dari perlakuan jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai pupuk organik serta interaksinya pada semua umur pengamatan minggu setelah tanam (MST)
Gambar 2. Histogram jumlah anakan (batang) pada perlakuan pemberian berbagai pupuk organik (P) pada umur pengamatan minggu setelah tanam
+6

Referensi

Dokumen terkait

Indeks kepuasan masyarakat terhadap pengelolaan sampah dalam wilayah kecamatan dan kelurahan.. DPA

Banyak kajian telah dilakukan mengenai adaptasi pengurus terhadap organisasi SMN, namun begitu tumpuan kurang diberikan kepada pengurus tempatan berbanding ekspatriat termasuk

Pengolahan daging ikan lele adalah salah satu upaya untuk mengubah image masyarakat terhadap ikan lele yaitu dengan mengolahnya menjadi rolade dengan penambahan

Manfaat ilmu akhlaq: (a) Ilmu akhlaq dapat menyinari orang dalam rnemecalikan kesulitan-kesulitan rutin yang dihadapi manusia dalam kehidupan schari-hari yang berkaitan

Hipotesis penelitian ini adalah: “ Melalui layanan penguasaan konten dapat meningkatkan kemampuan bahasa menggunakan metode bercerita pada siswa kelas III SDN 03 Soco

Oleh karena itu menyadari betapa pentingnya memilih calon pegawai yang tepat, maka dirancang program aplikasi sistem pendukung keputusan untuk pemilihan. penerimaan pegawai

signifikansi yang berarti bahwa variabel Gaya Kepemimpinan, Delegasi Wewenang dan Komunikasi secara simultan memiliki pengaruh positif terhadap variabel kinerja

Hasil kajian peringkat PFKK berdasarkan tempoh pengalaman mengajar pula boleh dirumuskan bahawa MPK yang dibina adalah berstatus “Amat Sesuai” digunakan (min