Laporan Pengantar Proyek Tugas Akhir
PERANCANGAN MEDIA INFORMASI
KESENIAN REOG PONOROGO
DK 38315/Tugas Akhir Semester II 2010/2011
Oleh :
Dicky Firmansyah 51904010
Program Studi
Desain Komunikasi Visual
FAKULTAS DESAIN
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum, Wr. Wb
Puji dan syukur kehadirat Allah Swt yang telah memberi rahmat serta karunianya. Laporan Pengantar Proyek Tugas Akhir dengan judul “KESENIAN REOG PONOROGO”, ini disusun sebagai syarat Mata Kuliah Tugas Akhir untuk Program Studi Desain Komunikasi Visual (DKV) di Universitas Komputer Indonesia, yang Alhamdulillah dapat terselesaikan.
Selama dalam proses penyusunan laporan Pengantar Proyek Tugas Akhir ini terlepas dari dukungan berbagai pihak, oleh karena itu penulis banyak mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pembimbing, Dosen Penguji, Keluarga besar, dan rekan-rekan yang selalu memberi dukungan, masukan yang sangat berguna bagi penulis.
Dengan segala keterbatasan dan kekurangan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki, penulis berharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya. Wassalammualaikum, Wr. Wb.
Bandung, Agustus 2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kesenian merupakan salah satu bagian dari kebudayaan, karena kebudayaan merupakan kompleks budi dan daya, bukan semata-mata kesenian dan kekriyaan. Kesenian dan kebudayaan dapat mengalami perubahan dari masa ke masa. Semakin meningkatnya apresiasi seni dan budaya telah menunjukkan bahwa seni dan budaya merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Namun proses kreatif seni dan budaya saat ini berjalan kurang maksimal, karena minimnya sarana dan prasaran yang tersedia. Pada sisi lain seni budaya tidak mendapat sarana atau media yang tepat. televisi, radio, dunia digital lainnya tidak menyediakan ruang yang luas untuk seni budaya daerah, padahal dalam seni budaya daerah itu sendiri mempunyai makna yang dalam, kalau seni daerah lokal bisa berkembang maka akan membentuk identitas sosial budaya dan politik.
Kesenian yang diwariskan cukup beraneka ragam seperti bahasa, tarian, upacara adat, baju daerah, cerita rakyat, dan lain-lainnya.
Dari sekian banyak, kesenian, Reog Ponorogo adalah salah satu kesenian tradisional yang mengandung pesan moral yang dapat diambil hikmahnya. Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok warok dan gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat Reog dipertunjukkan.
Gambar I.1. Gerbang Kota Ponorogo
( gambar dikutip dari Arie Saksono, 2005)
besar dengan tatanan bulu merak yang mengembang lebar sebagai mahkota, yang keseluruhan beratnya bisa mencapai 40-50kg yang harus digunakan dengan cara digigit saja, belum lagi kadang-kadang ada penarinya yang menaiki diatasnya. Ada tokoh-tokoh lainnya yang ada dalam kesenian ini. Konco Reog (komunitas Reog) berjumlah sekitar 25-35 orang, terdiri dari 4-5 orang pembarong, 2 orang penari topeng, 4-5 orang jathil, 8 orang pemusik, dan selebihnya berperan sebagai pengiring.
1.2. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka diuraikan lebih lanjut tentang identifikasi yang didapat antara lain :
a. Kurangnya kesadaran masyarakat khususnya remaja bahwa dengan melestarikan kesenian daerah akan mendapatkan banyak manfaat. Remaja muda sekarang lebih senang dengan tarian dan musik dari luar dari pada tarian dan musik tradisional dalam negeri, terkadang mereka menganggap tarian tradisional itu kuno dan ketinggalan zaman (Eddy Sadeli, 2005. Krisnaagni, 2002). b. Minimnya pengetahuan masyarakat akan kesenian budaya daerah
salah satunya Kesenian Rakyat Reog Ponorogo. Salah satunya dikarenakan kurangnya peran pemerintah pusat dan daerah untuk memberikan wadah, prasarana yang baik untuk kesenian itu sendiri (Seto Mulyadi, Kompas).
1.3. Fokus Masalah
1.4. Tujuan Perancangan
Tujuan perancangan yang didapat yaitu memberikan informasi tentang asal usul cerita, dan pesan moral yang terkandung dalam kesenian Reog Ponorogo yang dituangkan dalam sebuah buku cerita bergambar, agar masyarakar remaja lebih mudah untuk bisa mengenal kesenian tersebut dengan cara hanya melihat gambar dan narasi yang terdapat pada buku cerita bergambar atau buku ilustrasi ini.
Tujuan perancangan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
• Menjadikan masyarakat khususnya di kalangan pelajar mengerti dan mengetahui apa itu kesenian daerah, khususnya kesenian Reog Ponorogo, tentang cerita dan makna pesan moral yang terkandung yang sehingga dapat mengambil hikmah yang bisa didapat lewat media yang akan dirancang.
• Merancang sebuah media informasi dengan media buku ilustrasi,
BAB II
PESAN MORAL YANG TERKANDUNG DALAM KESENIAN REOG PONOROGO
2.1. Kesenian Reog Ponorogo
Kesenian Reog Ponorogo adalah kesenian dalam bentuk sendratari.
Sendratari adalah salah satu bentuk seni yang banyak menceritakan
sejarah dan legenda yang dipentaskan dengan drama dan tarian yang
menonjolkan seni eksposisi. Dengan Singo Barong yang berbentuk
kepala harimau sebagai topeng besar raksasa dengan tinggi 240 cm dan
lebar 190 cm, dengan tatanan bulu merak yang mengembang lebar
sebagai mahkota, yang keseluruhan beratnya bisa mencapai 40-50kg
yang harus di gunakan dengan cara digigit saja belum lagi kadang-kadang
ada penarinya yang menaiki diatasnya. Alur cerita pementasan Reog yaitu
Warok, kemudian Jatilan, Bujangganong, Klono Sewandono, barulah
Barongan atau Dadak Merak di bagian akhir. Klono Sewandono adalah
tokoh seorang raja yang berperan dan berpenampilan gagah berwibawa,
melakukan gerak tari hanya pada waktu perang, juga memakai topeng
yang berciri khas satria dan berwibawa. Selanjutnya kelompok Jathilan,
biasanya 4 orang laki-laki atau perempuan yang berpenampilan kesatria
tapi feminim dengan menunggang kuda kepang menari dengan kompak.
Warok atau Warokan di sini biasanya berperan sebagai pembina atau
sesepuh dari kelompok Reog ini, diperankan oleh beberapa laki-laki yang
lebar dibalut jarit batik gelap dengan ikat pinggang lebar besar serta tidak
ketinggalan adalah kolor berupa tali tambang putih diletakan disabul
bagian depan menjuntai kebawah yang dipercaya sebagai senjata, gerak
tariannya berat dan cenderung bersama-sama. Tak ada ada Reog tanpa
gamelan yang khas, ini dilakukan oleh para pangrawit yang terdiri dari
penabuh gendang dan ketipung, peniup slompret atau terompet terbuat
dari kayu dengan suara khas. Kemudian penabuh kethuk dan kenong,
beberapa lagi pembawa angklung bambu. Ciri khas tetabuhan atau
gendhingan Reog Ponorogo adalah bentuk perpaduan irama yang
berlainan antara kenthuk dan kenong dan gong yang berirama slendro
dengan terompet kayu yang berirama pelog. Maka bisa menghasilkan
irama musik yang terkesan magis.
Gambar II.2. Kesenian Reog Ponorogo
A. Kesenian
Kesenian adalah suatu hasil ekspresi hasrat manusia akan
keindahan dengan latar belakang tradisi atau sistem budaya
masyarakat pemilik kesenian tersebut. Dalam karya seni tersirat
pesan dari masyarakat berupa pengetahuan, gagasan,
kepercayaan, nilai, norma-norma yang ada (Ensklopedi Nasional
Indonesia jilid 8).
B. Topeng
Topeng adalah benda yang biasa dipakai di wajah, yang dalam
kesenian untuk menghormati sesembahan atau memperjelas
watak dalam mengiringi musik kesenian. Topeng tidak hanya
memiliki keindahan tetapi juga memiliki sisi misteri yang mampu
memancarkan kekuatan magis yang sulit dijelaskan.
C. Tari
Tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diubah oleh imajinasi dan
diberi bentuk melalui media gerak sehingga menjadi gerak yang
D. Musik
Musik adalah bagian dari aktivitas kultur dan sosial manusia,
dimana seni musik untuk mengekspresikan perasaan, idenya, dan
sebagai karya seni dengan segenap unsur pokok dan
pendukungnya.
2.2. Sejarah Kesenian Reog Ponorogo
Reog pada zaman dulu dimanfaatkan sebagai sarana mengumpulkan
massa dan merupakan saluran komunikasi yang efektif bagi penguasa. Ki
Ageng Mirah kemudian membuat cerita legendaris mengenai Kerajaan
Bantaranangin yang oleh sebagian besar masyarakat Ponorogo dipercaya
sebagai sejarah. Adipati Batorokatong yang beragama Islam juga
memanfaatkan barongan ini untuk menyebarkan agama Islam. Nama
Singa Barongan kemudian diubah menjadi Reog, yang berasal dari kata
Riyoqun, yang berarti khusnul khatimah yang bermakna walaupun
sepanjang hidupnya bergelimang dosa, namun bila akhirnya sadar dan
bertaqwa kepada Allah, maka surga jaminannya.
Menurut legenda Reog atau Barongan bermula dari kisah Demang Ki
Ageng Kutu Suryonggalan yang ingin menyindir Raja Majapahit, Prabu
Brawijaya V. Sang Prabu pada waktu itu sering tidak memenuhi
kewajibannya karena terlalu dipengaruhi dan dikendalikan oleh sang
macan gembong (harimau Jawa) yang ditunggangi burung merak. Sang
prabu dilambangkan sebagai harimau sedangkan merak yang
menungganginya melambangkan sang permaisuri. Selain itu agar
sindirannya tersebut aman, Ki Ageng melindunginya dengan pasukan
terlatih yang diperkuat dengan jajaran para warok yang sakti
mandraguna. Di masa kekuasaan Adipati Batorokatong yang memerintah
Ponorogo sekitar 500 tahun lalu, reog mulai berkembang menjadi
kesenian rakyat. Pendamping Adipati yang bernama Ki Ageng Mirah
menggunakan reog untuk mengembangkan kekuasaannya. Pesan yang
didapat, mempunyai watak dan sikap yang baik dalam melakukan
sesuatu (Effendy, Bisri, 1998: jilid XXIV, No.2).
2.2.1. Versi Cerita Kerajaan Bantarangin
Berkisah tentang cinta seorang raja, Sewandono dari Kerajaan
Bantarangin, yang dipermainkan oleh Dewi Singgolangit dari
Kerajaan Kediri. Sang putri meminta Sewandono untuk
memboyong seluruh isi hutan ke istana sebagai mas kawin. Demi
memenuhi permintaan sang putri, Sewandono harus
mengalahkan penunggu hutan, Singa Barong (dadak merak).
Namun hal tersebut tentu saja tidak mudah. Para warok prajurit
dari Bantarangin pun menjadi korban. Sewandono turun sendiri
digambarkan dengan tarian para prajurit yang tak cuma
didominasi para pria tetapi juga wanita, gerak bringasan para
warok, serta gagah dan gebyar kostum Sewandono, sang raja
pencari cinta. Sesampainya di kerajaan Kediri, ternyata Dewi
Singgolangit tidak mau diperistri Raja Klono Sewandono.
Terjadilah pertempuran diantara pasukan Kediri dan Bantarangin.
Klono Sewandono mengalami kekalahan, dia tidak mati tetapi
wajahnya sangat rusak. Disela-sela rintihnya dia meminta
bantuan adiknya. Akhirnya kerajaan Kediri kalah oleh Klono
Wijoyo dan dewi Singgolangit melarikan diri ke sebuah gua dan
setelah ditemukan dirinya telah berubah menjadi batu.
Pesan yang didapat dari kesenian atau cerita rakyat ini adalah
keteguhan hati dan kegigihan usaha seseorang dalam meraih
sebuah keinginan yang diinginkannya meskipun keinginannya
tersebut belum tentu dapat terwujud.
2.2.2. Versi Mutakhir Cerita Kesenian Reog Ponorogo
Pementasan seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rangkaian 2
sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama jaran kepang, yang
harus dibedakan dengan seni tari lain yaitu tari kuda lumping.
Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh
pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya
bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika
berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah
adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan,
biasanya cerita pendekar. Tetapi dengan berjalannya waktu
kesenian ini banyak berperan dalam kehidupan masyarakat
berdasarkan adat istiadat setempat. Disamping sebagai alat
penghibur, kesenian ini sering dipergunakan pada arakan
pengantin, perayaan dan upacara adat seperti bersih desa,
ataupun pada perayaan nasional seperti memperingati proklamasi
dan sebagainya.
Adegan dalam seni Reog biasanya tidak mengikuti skenario yang
tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain dan
dalang (biasanya pemimpin rombongan) dan kadang-kadang
dengan penonton. Terkadang seorang pemain yang sedang pentas
dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut kelelahan.
Yang lebih dipentingkan dalam pementasan seni reog adalah
memberikan kepuasan kepada penontonnya. Perubahan yang
terjadi pula yaitu dari pemain yang memainkan singo barong, yang
dahulu ada unsur gaibnya namun untuk sekarang dihilangkan jadi
untuk pemain yang biasa mengangkat singo barong tersebut
2.3. Pesan Moral Yang Dapat Dipetik
Setelah dipaparkan beberapa cerita Kesenian Reog Ponorogo diatas
seperti cerita Demang Ki Ageng Kutu Suryonggalan yang ingin menyindir
Raja Majapahit dan cerita dari kisah cinta Sewandono dari Kerajaan
Bantarangin kepada Dewi Singgolangit dari Kerajaan Kediri, jelas
terkandung pesan moral yang positif yang dapat dipetik dari cerita
tersebut, seperti :
1. Sikap yang pantang menyerah,
2. Mempunyai sifat jujur, baik dalam bertingkahlaku,
3. Mempunyai sikap watak yang terpuji,
4. Memiliki jiwa pekerja keras dengan semangat yang tinggi.
Dilihat dari pesan moral yang terkandung pada kesenian Reog Ponorogo
diatas, jelas sekali bahwa kesenian tersebut mempunyai kesamaan
dengan pesan moral yang terkandung dalam selogan negara Jepang
yaitu Gambaru yang pembuatan proyek tugas akhir ini bersamaan
dengan bencana alam yang dialami oleh negara Jepang.
Gambaru yang artinya bertahan sampai titik darah penghabisan, yang
memiliki dua elemen utama yaitu “keras” dan “mengencangkan” yang
maksudnya harus keras dan mengencangkan diri agar bisa meraih apa
yang diinginkan. Semangat Gambaru adalah semangat tuntunan hidup
terdahulunya yang sampai sekarang masih dipegang teguh oleh
masyarakat Jepang untuk menghadapi persoalan-persoalan hidup. Yang
semangat Gambaru ini memiliki pesan moral seperti pantang menyerah,
jujur, semangat yang tinggi, pekerja keras, watak terpuji, dll. Yang bila
dapat dipahami, bahwa semangat Gambaru ini bisa dijadikan
persamaan pesan moralnya dengan halnya kesenian Reog Ponorogo
untuk moral hidup bermasyarakat khususnya remaja yang lebih baik di
saat ini (Kompas, Jumat, 18 Maret 2011).
2.4. Pemain dan Karakter
Konco Reog (komunitas Reog) berjumlah sekitar 25-35 orang, terdiri dari
4-5 orang pembarong, 2 orang penari topeng, 4-5 orang jathil, 8 orang
pemusik, dan selebihnya berperan sebagai pengiring.
Pementasan Reog tardapat tiga kelompok penari yang masing-masing
memiliki peranya sendiri-sendiri antara lain :
• Penari kuda kepang (jathilan) dalam pementasan biasanya dilakukan
oleh dua orang atau lebih.
• Penari barongan (topeng singa dengan dadak merak) dapat
dipentaskan oleh satu orang atau lebih.
• Penari topeng (Bujang Anom dan Klono Sewandono) dapat
2.4.1. Singo Barong
Topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai “Singo
Barong“, raja hutan yang menjadi simbol untuk Kertabumi, dan
diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas
raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat.
Gambar II.3. Singo Barong
(dikutip dari mailist smuda20)
2.4.2. Jathilan
Jathilan adalah yang diperankan oleh kelompok penari gemblak
yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan
pasukan Kerajaan Majapahit. Gerak tari Jathilan terkesan lembut
Gambar II.4. Jathilan
(http://rezasaputra.com/kabupaten-ponorogo.php 21 Agustus 2010)
2.4.3. Pujangganong atau Bujangganong
Pujangganong atau Bujangganong adalah penari dan tarian yang
menggambarkan sosok patih muda ( Patihnya Klono Sewandono)
yang cekatan, cerdik, jenaka, dan sakti. Sosok ini digambarkan
dengan topeng yang mirip dengan wajah raksasa, hidung
panjang, mata melotot, mulut terbuka dengan gigi yang besar
tanpa taring, wajah merah darah dan rambut yang lebat warna
Gambar II.5. Pujangganong atau Bujangganong
(gambar dikutip Komunitas Seni Tradisi Indonesia,
“SATU SURO TAHUN BARU JAWA”)
2.4.4. Klono Sewandono
Klono Sewandono adalah penari dan tarian yang
menggambarkan sosok raja dari kerajaan Bantarangin kerajaan
yang dipercaya berada di wilayah Ponorogo zaman dahulu. Sosok
ini digambarkan dengan topeng bermahkota, wajah berwarna
merah, mata besar melotot, dan kumis tipis. Selain itu ia
membawa Pecut Samandiman, berbentuk tongkat lurus dari
Gambar II.6. Klono Sewandono
(http://rezasaputra.com/kabupaten-ponorogo.php 21 Agustus 2010)
2.4.5. Warok Suromenggolo
Dalam pentas, sosok warok lebih terlihat sebagai pengawal atau
punggawa raja Klana Sewandono (warok muda) atau sesepuh
dan guru (warok tua). Dalam pentas, sosok warok muda
digambarkan tengah berlatih mengolah ilmu kanuragan,
digambarkan berbadan gempal dengan bulu dada, kumis dan
jambang lebat serta mata yang tajam. Sementara warok tua
digambarkan sebagai pelatih atau pengawas warok muda yang
digambarkan berbadan kurus, berjanggut putih panjang, dan
Gambar II.7. Warok Suromenggolo
(http://rezasaputra.com/kabupaten-ponorogo.php 21 Agustus 2010)
2.5. Alat Musik Kesenian Reog Ponorogo
Alat musiknya berjumlah 17 buah, yang melambangkan 17 syariat dalam
agama islam. Nama alat musiknya sebagai berikut :
• Saron : terbuat dari bahan kuningan atau perunggu dan dimainkan
dengan cara dipukul.
• Demung : terbuat dari bahan kuningan atau perunggu dan
dimainkan dengan cara dipukul .
• Peking : biasanya terbuat dari tanduk sapi dan dimainkan dengan
cara dipukul.
• Bonang barung : terbuat dari perunggu dan dimainkan dengan
• Bonang penerus : terbuat dari perunggu dan dimainkan dengan
cara dipukul.
• Kenong : terbuat dari perunggu, satu set terdiri dari 10 buah dan
dimainkan dengan cara dipukul.
• Kethuk kempyang : terbuat dari perunggu dan dimainkan dengan
cara dipukul.
• Gender barung : terbuat dari kuningan perunggu atau besi dan
dimainkan dengan cara dipukul.
• Gender penerus : terbuat dari kuningan perunggu atau besi dan
dimainkan dengan cara dipukul.
• Slenthem : terbuat dari kuningan perunggu atau besi dan
dimainkan dengan cara dipukul.
• Kempul : terbuat dari kuningan perunggu atau besi dan dimainkan
dengan cara dipukul.
• Gong : terbuat dari perunggu dan dimainkan dengan cara dipukul.
Gambang terdiri dari 19 atau 20 kayu untuk nadanya. Dimainkan dengan
cara dipukul dengan dua buah pemukul. Pemukul gambang sangat
panjang sekitar 35 cm yang terbuat dari tanduk sedangakan pemukulnya
• Kendang : terbuat dari membrane kulit dikedua sisinya. Dimainkan
dengan cara dipukul oleh kedua telapak tangan.
• Suling : terbuat dari bambu dan dimainkan dengan cara ditiup.
• Sliter : dimainkan dengan cara dipetik ibu jari kiri dan kanan. Alat
ini mirip dengan kecapi.
• Rebab : terbuat dari kayu dan dimainkan dengan cara digesek.
Beberapa alat musik yang menonjol dalam pertunjukkan reog ponorogo
adalah kempul, ketuk, konong, genggam, ketipung, dan pelok yang
mampu memunculkan atmosfir mistis, aneh, eksotis dan sekaligus
membangkitkan gairah.
Gambar II.8. Alat Musik Kesenian Reog Ponorogo
BAB III
STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL PERANCANGAN MEDIA BUKU
ILUSTRASI KESENIAN REOG PONOROGO
3.1. Strategi Perancangan
Strategi perancangan yang akan dilakukan dari kesenian Reog Ponorogo
yaitu merancang atau membuat suatu media informasi berupa buku
ilustrasi yang bersifat pengetahuan dengan gaya ilustrasi, pesan kata
disesuaikan dengan target sasaran agar dapat diterima, dimengerti, dan
mudah dipahami oleh kalangan pelajar.
3.1.1. Strategi Komunikasi
Strategi yang akan digunakan adalah strategi yang digunakan
oleh Joseph Rudyard Kipling yaitu strategi komunikasi 5W+1H.
• What
Sebuah solusi membuat perancangan media informasi
agar memandang kesenian daerah untuk menjadikan hal
• Why
Agar masyarakat pelajar lebih bisa menelaah dan
memilah-milah untuk mengetahui dan memahami kesenian daerah
dengan kebudayaan yang masuk dari luar negeri.
• When
Disaat sekarang ini, dimana perkembangan zaman dapat
mempengaruhi perkembangan budaya ditempat-tempat
daerah pendidikan.
• Where
Wilayah perkotaan besar, yang banyak dimasuki oleh
budaya-budaya dari luar dan khususnya lingkungan yang
menjadi pusat kegiatan masyarakat pelajar.
• Who
Pelajar berusia antara 13-19 yang cenderung masih mencari jati diri.
• How
Memberikan sosialisasi pendidikan dan pesan moral yang
positif, salah satunya yaitu dari cerita legenda Kerajaan
Bantarangin kesenian Reog Ponorogo sebagai
3.1.1.1. Studi Target Audience
a. Demografi
• Gender : Pria dan Wanita
• Usia : 13-19 tahun
• Pendidikan : SMP dan SMA
b. Geografi
Wilayah perkotaan, kota Bandung - Jawa Barat.
c. Psikografi
Pada usia 13-19 tahun, kurangnya mempunyai sikap
mental yang baik, kecerdasan emosional dan
spiritual, tidak mempunyai penguasaan perasaan
yang bagus, mudah meledak, mudah emosinya. Gaya
hidup yang selalu ingin terpenuhi, memberontak
tanpa ada pemikiran yang sehat.
3.1.1.2. Studi Copywriting
a. Positioning
Menempatkan buku ilustrasi ini sebagai media
memberikan pengetahuan, dan merubah cara
berfikir pelajar dalam berprilaku dan bertingkah
laku, dengan memberikan pengetahuan sebuah
cerita asal mula Reog Ponorogo yang memiliki
pesan moral yang baik dengan visual gambar yang
realis dengan komposisi ornamen-ornamen dan
warna didalamnya, yang akhirnya membedakan
buku ini dengan buku cerita lainnya.
b. Keyword
- Belajar kesenian dari legenda cerita cinta raja.
- Pesan moral sang raja pencari cinta.
- Pengingkaran terhadap cinta sang raja
c. Pesan
“Kisah Perjuangan Seorang Raja”
3.1.1.3. Materi Pesan
Materi pesan banyak terkandung pesan moral positif
yang dapat dipetik hikmahnya untuk diterapakan
dikehidupan sehari-hari sekarang ini khususnya
pantang menyerah, jujur, baik dalam bertingkahlaku,
mempunyai sikap watak yang terpuji, jiwa pekerja keras
dengan semangat yang tinggi.
3.1.2. Strategi Kreatif
Strategi kreatif yang dibuat adalah perancangan buku ilustrasi,
menggunakan media ini karena media buku ilustrasi adalah
bentuk media pesan informasi yang baik untuk bisa sampai ke
target yang dimaksud karena mempunyai nilai kreatif yang tinggi
dan efektif sehingga dapat berpengaruh dan tepat pada target
sasaran.
Pesan yang akan disampaikan berbentuk media informasi.
Perancangan media tersebut dibuat dan dikemas dalam bentuk
sebuah buku ilustrasi yang isinya tentang alur cerita kesenian
Reog Ponorogo, gambar dan pewarnaan manual hasil dari
sketsa tangan yang dikombinasikan dengan dibantu oleh
beberapa pengertian tertulis mengikuti alur gambar tersebut.
A. Pendekatan Kreatif
Visual yang ditampilkan pada buku tersebut adalah
sebuah imaginasi dan eksplorasi, yang akhirnya
menampilkan gambar yang terkesan realis. Pada tokoh
yang umumnya biasa dipergunakan pada legenda cerita.
Seperti Pemakain pakaian jubah pada raja, pemakain kain
baju terurai pada sang putri, pemakaian visual pakaian
pada prajurit kerajaan, tokoh singo barong yang yang
mencirikan sesosok singanya itu sendiri yang semua visual
tersebut merupakan gambar eksplorasi. Dengan
penggunaan warna yang masih menggunakan warna yang
identik dengan kesenian Reog Ponorogonya itu sendiri.
B. Rasionalisasi Visual
Visual dalam buku ini disesuaikan dengan karakter
kalangan pelajar usia 13-19 tahun yaitu visual yang
cenderung realis, dengan warna yang identik dengan
kesenian ini, dengan gaya karakter gambar eksplorasi
yang unik.
a. Tokoh yang ada pada buku ilustrasi ini mempunyai
karakter-karakter tersendiri, yang didalamnya
terdapat 5 tokoh karakter.
• Raja Sewandono
Raja yang baik hati, mempunyai jiwa yang
pantang menyerah, jujur, sabar, baik dalam
bertingkahlaku, watak terpuji. Berkumis dan
dengan properti seperti mahkota, berjubah
khalayak seorang kesatria. Yang pengambaran
visualnya merupakan hasil eksplorasi yang
dikembangkan.
• Putri Dewi Singgolangit
Sosok putri yang sangat cantik, berkulit putih
bersinar dengan tatanan kain seperti berupa
gaun yang terurai indah, dengan properti yang
dikenakan, seperti mahkota dan gelang mas.
Yang pengambaran visualnya merupakan hasil
eksplorasi yang dikembangkan.
• Singa Barong
Sosok singa yang dikenal sebagai Singo Barong
ini, adalah raja hutan utusan sang putri Kediri.
Dengan Visual berkepala singa berbadan
manusia, dengan penggambaran yang seram,
bertubuh besar dan sangat kuat. Yang
pengambaran visualnya merupakan hasil
• Warok
Sosok prajurit dari kerajaan Bantarangin, sang
pengawal sang raja. Berkumis dan berjambang
lebat, Dengan penggambaran pakaian yang
dikenakan biasa khalayak seorang prajurit,
namun mempunyai ilmu kanuragan yang di
identitaskan pada warna bajunya yang
berwarna hitam. Yang pengambaran visualnya
merupakan hasil eksplorasi yang
dikembangkan.
b. Ornamen properti dari frame, background yang ada
pada tampilan tiap halaman buku adalah sebuah
pengembangan eksplorasi yang digambarkan
dengan stilasi sederhana dari gambar merak dan
singa tersebut, yang diselaraskan dengan konsep
Gambar III.9. Studi Ornamen
1. Warna
Warna yang akan digunakan dalam perancangan
buku ini adalah warna-warna yang identik dengan
kesenian ini dan disesuaikan juga dengan tema
yang dibahas.
2. Tipografi
Jenis tipografi yang akan digunakan mewakili
kesan natural, lentur, unik, serta dapat dengan
mudah untuk dilihat dan dibaca oleh kalangan
dengan kebutuhan tema serta menunjang
tampilan halaman yang dirancang.
3. Ilustrasi
Tahap-tahap penggunaan ilustrasi dalam buku ini
secara keseluruhan menggunakan sketsa
gambar tangan dimulai dari visual tokoh-tokoh,
perwanaan dan ornamen-ornamen yang
diperhalus dengan menggunakan software
coreldraw dan photoshop, yang dituangkan
kedalam buku ilustrasi yang mengurut pada
cerita yang diangkat pada kesenian Reog
Ponotrogo. Yang memiliki keseluruhan visual
berbentuk gambar realis.
3.1.3. Strategi Media
1. Strategi media yang digunakan untuk menyampaikan
informasi ini adalah media informasi berupa cerita
bergambar atau buku ilustrasi dengan beberapa gambar
manual dengan pemaparan informasi yang tertuang di
a. Media utama
Media cetak : buku ilustrasi yang berisikan tentang
cerita bergambar dengan isi cerita yang memiliki nilai
pesan moral yang sangat baik.
b. Media pendukung
- Media cetak : poster, flyer.
- Media gimmick : mug, pin, dan gantungan kunci.
2. Penyebaran media dibagi dibeberapa tempat, yaitu:
a. Diarahkan di area pusat kota.
b. Tempat-tempat yang menjual buku-buku pengetahuan
ataupun pelajaran dengan cara dibagikan secara
gratis dan terbatas.
c. Tempat dimana biasa pelajar berkumpul dan
menghabiskan waktu, missal mall, tempat makan dan
lain-lain.
3. Waktu Penyebaran Media
Penyebaran media dilakukan pada hari Pendidikan Nasional
3.1.4. Strategi Distribusi
• Proses penyebaran produk yang akan diberikan kepada
target sasaran berbentuk buku untuk kalangan remaja umur
13-19 tahun yang berisikan informasi tentang cerita
Kesenian Reog Ponorogo yang terkandung pesan moral yang
dapat dipetik hikmahnya, yang buku cerita ini diberikan
secara gratis yang dibiayai keseluruhannya oleh Departemen
Kepustakaan Nasional.
• Ketepatan waktu serta lokasi dalam penyebaran buku ini
menjadi tolak ukur ketertarikan masyarakat terhadap jenis
media informasi ini.
3.2 Konsep Visual Perancangan Buku ilustrasi Kesenian Reog Ponorogo
3.2.1. Format Desain
Format desain yang digunakan pada media informasi ini berupa
persegi panjang berdiri atau vertikal karena bentuk seperti ini
lazim digunakan sebuah buku-buku ilustrasi sejenis lainnya.
Dengan ukuran buku 19cm x 24cm tidak terlalu kecil maupaun
tidak terlalu besar sehingga memudahkan untuk dibawa oleh
pelajar ketika akan melakukan perjalanan, tidak perlu
3.2.2. Tata Letak (Layout)
Gabungan dari pesan informasi, ilustrasi gambar, background,
beserta elemen-elemen visual lainnya. Seluruh ornamen ini
disusun sedemikian rupa sebagai pendukung tampilan buku,
sehingga akan menghasilkan satu kesatuan komposisi yang
baik, serta mempermudah dalam menjelaskan suatu informasi
yang akan diberikan. Tiap halaman buku tersebut memiliki layout
yang kurang lebih memiliki kesamaan, hanya sedikit perubahan
dilakukan pada bagian ilustrasi yang dominan, penempatan tata
letak tipografi teks yang disesuaikan dengan ilustrasi.
3.2.3. Tipografi
Jenis tipografi yang akan digunakan pada media informasi ini
menunjukan ke target sasaran yaitu remaja, tegas berlekuk
dengan tingkat keterbacaan yang sesuai dengan target sasaran
yang dituju. Jenis-jenis font (huruf) yang digunakan juga tidak
terlepas dari kebutuhan tema serta menunjang visualisasi
• Font(huruf) yang digunakan adalah : Forte
a b c d e f g h I j k l m n o p q r s t u v w x y z
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z
1 2 3 4 5 6 7 8 9 0
!@ # $ % ^ & * ( ) _ + - = [ ] \ { } | ; ’ : ” , . / < > ?
• Sedangkan untuk font sekunder adalah : Kozuka Ghotic Pro B
3.2.4. Ilustrasi
Gaya ilustrasi eksplorasi mengacu pada kesan realis dan tidak
dibuat-buat dengan unsur kesengajaan masih menampilkan
sketsa kasar dari gambar yang dibentuk. Gambar sketsa
tersebut menjadi ciri khas dari buku yang dirancang menjadi
suatu gaya bentuk ilustrasi.
3.2.5. Warna
Jenis warna yang digunakan pada perancangan media informasi
ini adalah menggunakan warna-warna yang identik dari kesenian
pembaca atau target yang dimaksud dapat mengetahui
warna-warna khas dari kesenian ini.
[image:38.612.217.500.167.374.2].
C
M
Y
K
8
99
95
0
47
7
95
0
84
73
73
91
201
42
38
241
223
0
20
21
22
R
G
B
BAB IV
PERANCANGAN DESAIN DAN TEKNIS MEDIA INFORMASI BUKU ILUSTRASI
KESENIAN REOG PONOROGO
4.1. Teknis dan Perancangan Media
4.1.1. Media Primer
• Buku Ilustrasi
Konsep buku ilustrasi menggunakan beberapa tahap untuk
membuat visual dari mulai sketsa manual, pewarnaan
manual sampai proses editing keseluruhan di photoshop
sehingga menampilkan gambar realis dari sisi visualnya.
Material yang digunakan yaitu Art Paper 230 gr dengan
ukuran 19cm x 24 cm, teknis produksi cetak digital print.
Gambar IV.11. Cover Buku
[image:40.612.281.464.418.650.2]4.1.2. Media Sekunder
• Poster
Media Poster merupakan media pendukung yang
dipergunakan untuk memberikan beberapa informasi, baik itu
informasi tentang kesenian ini maupun informasi tentang
buku ilustrasi ini. Media poster sangat ideal dipergunakan
oleh suatu informasi untuk masyarakat luas. Karena
disamping biaya produksi yang terjangkau, cakupan
penyebaran media ini pun sangat beragam. Dari mulai di
tembok-tembok kosong, majalah dinding, dan sebagainya.
Media poster dapat menjadi media informasi promosi, karena
dengan karakteristik medianya yang dapat menarik perhatian
bagi khalayak luas. Syarat dari keefektifan media poster
adalah penempatan medianya, sehingga dapat mengenai
target sasaran yang dituju diantaranya ditempat ramai
dengan pejalan kaki, ditempat-tempat pameran,
terminal-terminal kendaraan umum dan lain-lain.
Material yang digunakan yaitu art paper 170 gr dengan
ukuran 42cm x 59,4cm serta teknis produksi cetak digital
Gambar IV.13. Poster
• Flyer
Media flyer digunakan untuk memberikan informasi baik itu
komersil atau non-komersil yang dapat disimpan untuk
kebutuhan di kemudian hari karena mayoritas media flyer
diberikan secara gratis. Material yang digunakan yaitu art
paper 150gr, dengan ukuran 21cm x 10cm serta teknik cetak
Gambar IV.14. Flyer
4.1.3. Media Gimmick
• Pin
Material yang digunakan inkjet paper dan laminasi gloss
[image:43.612.275.506.511.652.2]dengan ukuran diameter 5,8cm, teknik cetak digital print.
• Gantungan Kunci
Material yang digunakan inkjet paper dengan ukuran diameter
[image:44.612.257.479.211.346.2]4,4cm dua muka, serta teknik cetak digital print.
Gambar IV.16. Gantungan Kunci
• Mug
Material yang digunakan print transfer paper, dengan ukuran
20cm x 8cm.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. (1989). Penelitian Kependidikan Proses dan Strategi. Bandung:
Angkasa.
Effendy, Bisri. (1998). Reog Ponorogo Kesenian Rakyat Dan Sentuhan Kekuasaan
(Jilid XXIV, No.2). Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Mulyadi, Seto. (2009, Februari 12). Kesadaran Masyarakat Kalangan Remaja
Terhadap Kesenian. sumber: Kompas.
Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1990).
Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta : PT. Gramedia.
Saksono, Arie. (2007). Legenda Reog Ponorogo Dan Warok.
Sinamo, Jansen. (2011, Maret 18). Semangat Gambaru. sumber: Kompas.
Soedjijono, Suwignyo, Heri. 1 Februari 2006, Kajian Arketipal Legenda Reog
Ponorogo.
Supriyanto, Henry. (1980). Pengantar Studi Teater untuk SMA. Malang:
Raharja, Kartaji. (1984). Makalah Mengenal Lebih Dekat Akan Kesenian Reog
Jawa Timur.
DATA RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
1. Nama : Dicky Firmansyah 2. Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 08 juli 1986 3. Jenis Kelamin : Laki-Laki
4. Tinggi Badan : 172 cm 5. Agama : Islam
6. Status : Belum Kawin
7. Alamat : Komp. Parmindo Jl. Purnawirawan Raya No. 17 Cijerah-Bandung
8. Email : fdicky89@yahoo.com
RIWAYAT PENDIDIKAN
1. 1992 - 1998 : SD Negeri Margahayu Utara 1 Bandung 2. 1998 - 2001 : SMP Angkasa Lanud Husein Bandung
3. 2001 - 2004 : SMA YWKA (Yayasan Wanita Kereta Api) Bandung 4. 2004 - 2011 : UNIKOM (Universitas Komputer Indonesia)
Demikianlah Daftar Riwayat Hidup ini saya buat dengan sebenarnya, maka saya ucapkan terima kasih.
Bandung, Agustus 2011