• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi ritual pada kesenian debus Banten : (studi deskriptif proses ritual pada pelaksanaan kesenian debus Banten)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Komunikasi ritual pada kesenian debus Banten : (studi deskriptif proses ritual pada pelaksanaan kesenian debus Banten)"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

144 I. IDENTITAS DIRI

Nama Lengkap : Novi Hardianti Nama Panggilan : Novi

Tempat, Tanggal Lahir : Cianjur, 03 November 1990 Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. Tubagus Ismail Bawah no 32

Alamat Asal : Kp. Puncak Sari RT 05/RW 01. Desa/kecamatan Pagelaran. Kabupaten Cianjur 43266

Nomor Telepon : (0263) 361070

HP : 085793020843

(2)

145

No. Tahun Uaraian Keterangan

1 2008-Sekarang

(3)

146

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2008

Pelatihan “Training Event organizer” di

UNPAD dipati ukur

MUGI Bandung Microsoft Technology Update Sharing” di Cianjur

Seminar “The Future of United States of

America-Indonesia Relationship” di

UNIKOM

Bersertifikat

6. 28 Januari 2009

Pelatihan “Table Manner” di Hotel

Jayakarta Bandung

dan Apresiasi Seni” di UNIKOM Bersertifikat

9.

29 November 2008

(4)

147

Bandung, Juli 2012 Hormat saya,

(5)
(6)

S K R I P S I

Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana (S1) Program

Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

Oleh,

NOVI HARDIANTI NIM. 41808041

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA B A N D U N G

(7)

DAFTAR PUSTAKA

A. SUMBER BUKU

Ali, Matius. 2011. Estetika Pengantar Filsafat Seni. Sanggar Luxor

Bungin, Burhan H.M. 2007. Penelitian Kualitatif :Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial. Jakarta : Kencana Prenama Media Group

Effendi, Onong Uchjana. 1993. Dinamika Komunikasi. Bandung : Remaja Rosda Karya.

Effendi, Onong Uchjana. 2002. Ilmu Komunikasi: Teori Dan Praktek. Bandung : Remaja Rosda Karya.

Kriyantono, Rachmat. 2007. Teknik Praktisi Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana Prenada

Kuswarno, Engkus. 2009. Metodologi Penelitian Komunikasi Fenomenologi. Bandung : widya padjajaran.

Liliweri, Alo. 2011. Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Mardiana. 2004. Kesenian Debus, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Marzali, Amri. 2006. Metode Etnografi. Yogyakarta : Tiara Wacana

Moleong, lexy. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya

(8)

Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu komunikasi suatu pengantar. Bandung : Remaja Rosdakarya

Nurdin. 2004. Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta : Raja Grafindo Persada Rakhmat, Jalaluddin. 1998. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : Remaja

Rosdakarya

Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi komunikasi best seller. Bandung : Remaja Rosdakarya

Ruslan, Rosady. 2003. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Singarimbun, Masri , Effendi Sofian. , 1989. Metode Penelitian Survai, pustaka LP3ES Indonesia Anggota IKAPI, JakartaDharsono. 2007. Kritik Seni.bandung : Rekayasa Sains

Sobur, alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya

Sugiyono. , 2009. Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D

Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alphabeta

Sukmadinata. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya

B. SUMBER KARYA ILMIAH

Galarina Khadija, Farah. 2011. Strategi pengajaran lembaga creative bandung dala Berinteraksi dengan siswa challenging behavior (berperilaku

(9)

Dilakukan Para Pengajar Creative Bandung Dengan Para Siswanya Yang

Tergolong Challenging Behavior). Bandung : Universitas Komputer Indonesia.

Goran, Theodorus. 2011. Komunikasi Ritual Dalam Upacara Adat “Wu,U Hori”(Makan Rengky) Masyarakat Desa Lamaole Kabupaten Flores

Timur(Study Literatur Tentang Upacara Adat “Wu,u Hori” (Makan

Rengky) Masyarakat Desa Lamaole Kabupaten Flores Timur ). Bandung : Universitas Komputer Indonesia.

Yuliana, Selvy. 2011. Pesan-pesan simbolik dalam upacara panjang jimat Di keraton kasepuhan cirebon (Studi Etnografi Komunikasi Dalam Upacara

Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan Cirebon). Bandung : Universitas Komputer Indonesia.

C. SUMBER INTERNET

Andung, Pertus. 2009. Komunikasi Dalam Perspektif ritual melalui http://petrusandung.wordpress.com/komunikasi-dalam-perspektif-ritual/ [selasa/ 28-02-2012, 13.30 WIB]

Ebanten wisata dan budaya. 2010. Kesenian Debus Banten melalui http://ebanten.com/kesenian-debus-banten/, [jumat/ 09-03-2012, 09.00 WIB]

Website resmi kabupaten serang Banten. 2011. Seni dan budaya melalui http://www.serangkab.go.id/profil_kabupaten/demografi/seni_dan_budaya

(10)

Website resmi badan pengawasan keuangan dan pembanguna. 2003. Sejarah Banten melaui http://www.bpkp.go.id/dki2/konten/1084/SEJARAH-BANTEN/, [jumat/ 06-04-2012, 13.00 WIB]

D. SUMBER LAIN

(11)

vi









Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang

senantiasa memberikan rakhmat dan karunia-Nya kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Skripsi Strata Satu yang berjudul Komunikasi Ritual Pada Kesenian Debus Banten (Studi Deskriptif Proses Ritual Pada Pelaksanaan Kesenian Debus Banten) dengan baik. Shalawat serta salam tidak lupa diucapkanuntuk Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi Besar panutan peneliti.

Dalam penyelesaian Skripsi ini, peneliti tidak sendirian, banyak pihak yang membantu hingga Skripsi ini selesai, untuk itu pada kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk Ayahanda Ade Haryadi dan Ibunda tercinta Ade Yuliarsih yang selalu memberikan do’a dan restunya, kasih sayang, cinta, perhatian, motivasi, dan limpahan materi yang tidak akan pernah terbalas hingga kapanpun.

Pada kesempatan yang baik ini, dengan segala kerendahan hati peneliti ingin mengucapkan rasa terimakasih yang setulus-tulusnya kepada orang-orang terkasih peneliti yaitu kepada :

(12)

vii

2. Bapak Drs. Manap Solihat, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations FISIP Unikom sekaligus dosen pembimbing skripsi peneliti yang telah memberikan arahan, saran, dan waktunya serta dukungan dalam bimbingan skripsi, sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. Terimakasih pa atas segalanya.

3. Ibu Melly Maulin P S. Sos, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations FISIP Unikom, atas ilmu, perhatian dan pengertian kepada penulis.

4. Sangra Juliano S.I.Kom selaku Dosen wali penulis yang tidak henti-hentinya memberikan arahan serta saran dan kritik yang membangun kepada penulis selama berada di kampus Unikom ini. Terimakasih pa atas semuanya.

5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations FISIP Unikom baik dalam lingkungan kampus yang sempat memberikan ilmu kepada penulis sehingga peneliti siap dengan tantangan baru nantinya.

(13)

viii

Pendekar Banten, terimakasih atas sambutannya serta menerima peneliti untuk meneliti. Peneliti sangat berterimakasih atas informasinya seputar debus, sehingga peneliti mendapatkan ilmu yang sangat banyak dan tak pernah terukur.

8. Pak Guru Satria (Abah Satria) selaku ketua paguron maung lugay yang telah memberikan informasi kepada peneliti, serta membantu peneliti dalam proses penyelesaiannya, hingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.

9. Apih Aju terimakasih atas informasinya yang diberikan kepada peneliti, terimakasih sudah mau menjadi informan.

10.Pak Muiz atas bantuannya untuk mencari informasi dan mengenalkan informan, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.

11.Kepada keluarga dan adiku Ayu, sodaraku Ema serta seluruh Keluarga Besar yang ada di cianjur yang selalu memberikan do’a, masukan dalam

penulisan Skripsi ini serta keceriaan, dorongan, dan semangat kepada peneliti.

(14)

ix

13.Kepada Teman-teman Nines atas berbagi pikirannya, Para Bulu, Mama Mey (Kumia), ibi Ninun (Nina), Ibu Ika, Ateu Via (Novia), Neng Ocha (Tossa), Uwi (Dewi) , yang selalu menjadi tempat untuk menghilangkan rasa penat dan menjadi tempat curhat. Serta temanku Afandi yang selalu menyempatkan waktunya untuk membantu peneliti tidak lupa teman kecilku Endang atas semangatnya. Terimakasih semuanya.

Terimakasih seluruh pihak yang bisa menjadi panutan kepada diri peneliti. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu peneliti dalam melakukan penyusunan skripsi ini dan semoga penulisan sripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca lain pada umumnya. Semoga semua bantuan, dorongan dan bimbingan yang telah diberikan itu akan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, amin.

Wabilahitaufik walhidayah, Wassalamu’alaikum wr.wb.

Bandung, Juli 2012 Peneliti

(15)
(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Seperti yang diketahui bersama kegiatan ritual adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sekelompok orang sebagai bentuk persembahan apa yang mereka sudah dapatkan atau permintaan agar mendapatkan keselamatan, kelancaran, dimudahkan dalam segala hal dan lain sebagainya. Akan tetapi dalam prakteknya ritual sering digunakan dalam hal pemujaan kepada penguasa gelap yang kemudian disalah artikan meskipun demikian itulah bentuk komunikasi mereka yang mereka bangun agar mereka bisa berkomunikasi.

Menurut Mulyana dalam buku ilmu komunikasi suatu pengantar menyatakan bahwa:

“Suatu komunitas atau golongan sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para Antropologi sebagai rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan, siraman, pernikahan hingga upacara kematian. Dalam acara-acara itu orang mengucapkan kata-kata atau menampilkan perilaku-perilaku simbolik. Mereka yang berpartisipasi dalam bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali komitmen mereka kepada tradisi keluarga, komunitas, golongan, suku, bangsa, negara, ideologi, atau agama mereka.” (Mulyana, 2007 : 27)

(18)

tersebut tidak mati sampai disitu saja. Seperti halnya debus Banten yang mempunyai ritual tertentu sebelum, pada saat, dan sesudah (pemulihan) aksi kesenian debus ini. Pada prakteknya setiap kebudayaan memakai media tradisional untuk lebih memperkenalkan atau menunjukan bahwa budaya itu adalah ciri khas budayanya, sama halnya dengan debus Banten dimana ritualnya mereka menggunakan media tradisional.

Kegiatan ritual memungkinkan para pesertanya berbagi komitmen emosianal dan menjadi perekat bagi kepaduan mereka, juga sebagai pengabdian kepada kelompok. Ritual menciptakan perasaan tertib (a sense of order) dalam dunia yang tampaknya kacau balau ritual memberikan rasa nyaman akan keteramalan (a sense of predictability). Bila ritual tidak dilakukan orang menjadi bingung (Mulyana, 2007 : 30) Di berbagai daerah di Indonesia, media komunikasi tradisional tampil dalam berbagai bentuk dan sifat, sejalan dengan variasi kebudayaan yang ada di daerah-daerah itu. Media tradisional dikenal juga sebagai media rakyat. Dalam pengertian yang lebih sempit, media ini sering juga disebut sebagai kesenian rakyat. Dalam hubungan ini Coseteng dan Nemenzo (dalam Jahi, 1988) mendefinisikan media tradisional sebagai bentuk-bentuk verbal, gerakan, lisan dan visual yang dikenal atau diakrabi rakyat, diterima oleh mereka, dan diperdengarkan atau dipertunjukkan oleh dan/atau untuk mereka dengan maksud menghibur, memaklumkan, menjelaskan, mengajar, dan mendidik.

(19)

a. Cerita prosa rakyat (mite, legenda, dongeng); b. Ungkapan rakyat (peribahasa, pemeo, pepatah); c. Puisi rakyat;

d. Nyayian rakyat; e. Teater rakyat;

f. Gerak isyarat (memicingkan mata tanda cinta);

g. Alat pengingat (mengirim sisrih berarti meminang); dan h. Alat bunyi-bunyian (kentongan, gong, bedug dan lain-lain)”.

Jika berbicara media tradisional maka sangat berhungan dan erat kaitannya dengan interaksi simbolik, dimana mereka sebagai lakon budaya menggunakan simbol-simbol sebagai alat komunikasi mereka. Sama halnya dengan ritual, dimana ritual debus Banten juga menggunakan simbol-simbol dalam proses ritualnya. Debus Banten ini termasuk kedalam kesenian yang memadukan antara seni tari, seni suara dan seni kebatinan yang bernuansa magis. Dilihat dari pengertiannya proses ritual merupakan suatu urutan yang secara tersusun dalam melaksanakan kegiatan yang bersifat simbolis dan biasanya merupakan suatu tradisi atau agama. Pada kesenian debus Banten sebelum, pada saat, dan sesudah (pemulihan) mereka melakukan pertunjukan debusnya selalu mengadakan ritual-ritual terlebih dahulu, proses ritual tersebut bisa berupa pengucapan mantra, atau bahkan harus melakukan syarat-syarat yang telah dianjurkan oleh guru spiritual mereka.

(20)

kebangsaan), upacara wisuda, perayaan lebaran (Idul Fitri) atau natal, juga merupakan komunikasi ritual”. (Mulyana, 2007: 27)

Komunikasi ritual dapat dikatakan sebuah proses dalam hal pemaknaan sebuah pesan melalui simbol-simbol, jika dilihat dari pengertiannya bahwa:

“Komunikasi Ritual dapat dimaknai sebagai proses pemaknaan pesan sebuah kelompok terhadap aktifitas religi dan system kepercayaan yang dianutnnya. Dalam prosesnya selalu terjadi pemaknaan simbol-simbol tertentu yang menandakan terjadinya proses Komunikasi Ritual tersebut. Dalam proses Komunikasi Ritual itu kerap terjadi persainggan dengan paham-paham kegamaan sakral yang kemudiaan ikut mewarnai proses tersebut.” (Mulyana : 2005).

Menurut beberapa sumber sejarah, debus mempunyai hubungan dengan tarekat didalam ajaran Islam. Yang intinya sangat kental dengan filosofi keagamaan, dalam kondisi yang sangat gembira karena bertatap muka dengan Allah SWT. Mereka menghantamkan benda tajam ketubuh mereka, tidak ada lain melainkan karena allah ta’ala (karena tuhan semata). Para pemain debus

Banten biasanya melakukan atraksi-atraksi yang membahayakan antara lain, menusuk perut dengan benda tajam atau tombak, mengiris tubuh dengan golok sampai terluka maupun tanpa luka, makan bara api, memasukkan jarum yang panjang ke lidah, kulit, pipi sampai tembus dan tidak terluka. Mengiris anggota tubuh sampai terluka dan mengeluarkan darah tetapi dapat disembuhkan pada seketika itu juga, menyiram tubuh dengan air keras sampai pakaian yang melekat dibadan hancur, mengunyah beling/serpihan kaca, membakar tubuh. Dan masih banyak lagi atraksi yang mereka lakukan.

(21)

orang yang akan melakukan debus tersebut. Bagi pemula ada syarat khusus yang diberikan oleh ketua atau guru debus tersebut yang memang sakral dan tidak boleh dilanggar, tidak hanya itu latihan demi latihan harus dilewati karena dalam debus adanya silat atau bela diri. Inilah yang menyebabkan orang dapat kebal ketika melakukan pertunjukan debus.

Seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman kesenian debus ikut berkembang pesat dari tahun ke tahunnya, semua orang mulai ingin mengatahui kesenian debus ini sampai mereka mengatahui dan mengenal debus ini. Dalam proses pengenalan kepada masyarakat luas dirasa cukup sulit, karenanya setiap orang yang suka akan kesenian ini mereka membuat suatu komunitas atau lebih dikenal sebagai paguron, paguron merupakan suatu wadah orang-orang pecinta debus Banten yang tergabung menjadi satu. Debus Banten merupakan kesenian yang sudah besar dan menyebar ke beberapa daerah di Indonesia salah satunya yang terkenal adalah dikecamatan Menes, Labuan. Banten. Didaerah ini terdapat salah satu paguron ternama yang masyarakat mengenalnya dengan perguruan Pendekar Banten, paguron ini berdiri sejak tahun 1960/1970 yang diketuai oleh Tubagus Deni Hibarnas dengan guru besarnya Bapak H. Hasan. Dimana paguron ini sudah berkembang setiap tahunnya dan masih Berjaya serta dipercaya hingga saat ini. Adapun aliran silat yang dipakai adalah TTKDH/ Cimande.

(22)

terlestarikan, kita sebagai warga Indonesia bisa lebih memahami, mengerti, dan menghormati kebudayaan yang ada.

Dalam pertunjukan debus terdapat dua golongan, dimana mereka melakukan trick atau tipuan yang menggunakan teknik tertentu dan ada pula yang memang mereka berlatih dengan acuan dari ilmu silat dan didukung dengan doa-doa yang menurut mereka syakral. Dari kedua golongan tersebut pada prakteknya sama saja mereka sebelumnya melakukan ritual terlebih dahulu agar pertunjukan yang mereka suguhkan berjalan dengan lacar serta untuk lebih mengingat keagungan dan kebesaran tuhan yang telah menciptakan alam semesta.

Seperti apa yang dikatakan oleh (Geertz, dalam Susanto, 1992:57) kebudayaan adalah sebuah pola dari makna-makna yang tertuang dalam simbol-simbol yang diwariskan melalui sejarah. Kebudayaan adalah sebuah sistem dari konsep-konsep yang diwariskan dan diungkapkan dalam bentuk simbolik melalui mana manusia berkomunikasi, mengekalkan dan memperkembangkan pengetahuan tentang kehidupan ini dan bersikap terhadap kehidupan ini. (Sobur, 2003:178).

(23)

dipegang oleh Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682), debus difokuskan sebagai alat untuk membangkitkan semangat para pejuang dalam melawan penjajah Belanda. Apalagi, di masa pemerintahannya tengah terjadi ketegangan dengan kaum pendatang dari Eropa, terutama para pedagang Belanda yang tergabung dalam VOC. Kedatangan kaum kolonialis ini di satu sisi membangkitkan semangat jihad kaum muslimin Nusantara, namun di sisi lain membuat pendalaman akidah Islam tidak merata, yaitu terjadinya percampuran akidah dengan tradisi pra-Islam. Hal ini yang terdapat pada kesenian debus. Kesenian ini tumbuh dan berkembang sejak ratusan tahun yang lalu, bersamaan dengan berkembangnya agama Islam di Banten. Pada awalna kesenian ini mempunyai fungsi sebagai penyebaran agama, namun pada masa penjajahan Belanda dan pada saat pemerintahan Sultan Agung Tirtayasa. Seni beladiri ini digunakan untuk membangkitkan semangat pejuang dan rakyat Banten melawan penjajahan yang dilakukan Belanda. Karena pada saat itu kekuatan sangat tidak berimbang, Belanda yang mempunyai senjata yang sangat lengkap dan canggih. Terus mendesak pejuang dan rakyat Banten, satu satunya senjata yang mereka punya tidak lain adalah warisan leluhur yaitu seni beladiri debus, dan mereka melakukan perlawanan secara gerilya.1

Setiap orang mempunyai pemikiran dan pandangan yang berbeda tentang sesuatu yang dinamakan persepsi, begitu pula dengan budaya debus Banten setiap orang beranggapan bahwa proses ritual yang dilaksanakan

1

(24)

sebelum pelaksanaan, pada saat, dan sesudah (pemulihan) debus dimulai bukan merupakan sesuatu yang penting. Kebanyakan orang-orang yang melihat pertunjukan debus hanya sebagai pertunjukan atau hiburan semata. Jika dilihat dari pengertiannya

“Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan -hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motifasi, dan memori”. Desiderato, (1976: 129) dalam Rakhmat, (2005: 51)

Setiap orang mempunyai pemikiran dan penilaian sendiri-sendiri terhadap sesuatu, begitu pula dengan orang-orang yang melihat pertunjukan debus beserta ritualnya. Terdapat adanya pro dan kontra ketika mendengar dan melihat tentang atraksi dan ritual debus. banyak orang beranggapan bahwa ritual yang dilakukan dalam atraksi debus tidak wajar atau yang biasa dikatakan dengan takabur, namun tidak sedikit pula yang menganggap bahwa ritual yang dilakukan dalam atraksi debus hanya merupakan sebuah kesenian dan budaya yang sudah ada sebelumnya.

(25)

syarat syarat yang berat, sebelum pentas mereka melakukan ritual ritual yang diberikan oleh guru mereka. Biasanya dilakukan 1-2 minggu sebelum ritual dilakukan. Selain itu mereka juga dituntut mempunyai iman yang kuat dan harus yakin dengan ajaran Islam. Pantangan bagi pemain debus adalah tidak boleh minum minuman keras, main judi, bermain wanita, atau mencuri. Dan pemain juga harus yakin dan tidak ragu ragu dalam melaksanakan tindakan tersebut, pelanggaran yang dilakukan oleh seorang pemain bisa sangat membahayakan jiwa pemain tersebut.2

Dengan mengetahui proses-proses ritual melalui komunikasi ritual, bisa lebih mengatahui apa dasar adanya ritual terlebih dahulu baik sebelum, pada saat, sesudah (pemulihan) pertunjukan debus berlangsung, serta mengatahui pesan apa yang ada pada ritual tersebut sehingga proses ritual itu dapat dikatan begitu syakral.

Gambar 1.1 Aksi debus

Sumber : google seach engine

2

(26)

1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Makro

Bagaimana Komunikasi Ritual Pada Kesenian Debus Banten? 1.2.2 Mikro

1. Bagaimana tahapan dalam proses ritual pada pelaksanaan kesenian debus Banten?

2. Bagaimana pemaknaan simbol dalam proses ritual pada pelaksanaan kesenian debus Banten?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengkaji lebih dalam dan mengetahui lebih jauh tentang komunikasi ritual pada proses ritual kesenian debus Banten (studi deskriptif proses ritual pada pelaksanaan kesenian debus Banten).

1.3.2 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengatahui tahapan dalam proses ritual pada pelaksanaan kesenian debus Banten.

2. Untuk mengatahui pemaknaan simbol dalam proses ritual pada pelaksanaan kesenian debus Banten.

(27)

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sebagai rujukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya sehingga mampu menunjang perkembangan dalam bidang ilmu komunikasi dan menambah wawasan serta referensi pengetahuan menganai komunikasi ritual tentang Studi deskriptif khususnya komunikasi ritual pada kesenian Debus Banten. 1.4.2 Kegunaan Praktis

a. Kegunaan Bagi Peneliti

Kegunaan penelitian ini bagi peneliti adalah sebagai suatu pembelajaran dan pengalaman serta pengaplikasian ilmu dan teori yang telah didapat mengenai masalah penelitian yaitu komunikasi ritual tentang proses ritual pada kesenian debus Banten (studi deskriptif proses ritual pada pelaksanaan kesenian debus Banten). b. Kegunaan Bagi Universitas

Penelitian ini berguna bagi mahasiswa Universitas Komputer Indonesia secara umum, mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi secara khusus. Dan sebagai literatur bagi yang akan melaksanakan penelitian yang sama.

c. Kegunaan Bagi Masyarakat

(28)
(29)

13

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Tentang Komunikasi

Dalam setiap kegiatan maupun aktifitas manusia dengan yang lainnya pasti memerlukan komunikasi untuk bersoasialisasi dengan yang lainnya, pada hakikatnya komunikasi tidak akan pernah terlepas dari kehidupan manusia baik dengan kelompok lain, antar individu, dengan diri sendiri bahkan dengan Allah SWTsekalipun. Komunikasi yang efektif dapat dikatakan sebagai suatu proses penyampaian pesan yang dikakukan 2 orang atau lebih yang mempunyai tujuan yang sama dan adanya timbal balik.

2.1.1.1 Definisi Ilmu Komunikasi

(30)

Banyak definisi komunikasi yang dikemukakan oleh para ahli, jika berbicara definisi tidak dapat dikatakan mutlak kebenarannya namun tidak bisa juga dikatakan salah karena pada dasarnya sebuah definisi adalah pemahaman yang dikemukakan oleh para ahli dibidangnya. Berikut beberapa definisi tentang komunikasi:

Menurut Effendy komunikasi berarti “proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. (Effendy, 1993:28).

Carl I. Hovland mendefinisikan “komunikasi adalah proses

yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan

rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk merubah

perilaku orang lain (komunikan).” (Mulyana, 2007: 68)

Gerald R Miller menjelaskan bahwa “Komunikasi terjadi

ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima

dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima”

(Mulyana, 2007:68)

Harold Lasswell menjelaskan bahwa “(Cara yang baik

(31)

2.1.1.2 Unsur-unsur Komunikasi

Dalam melakukan komunikasi setiap individu berharap tujuan dari komunikasi itu sendiri dapat tercapai dan untuk mencapainya ada unsur-unsur yang harus dipahami, menurut Onong Uchjana Effendy dalam bukunya yang berjudul Dinamika Komunikasi, bahwa dari berbagai pengertian komunikasi yang telah ada, tampak adanya sejumlah komponen atau unsur yang dicakup, yang merupakan persyaratan terjadinya komunikasi. Komponen atau unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:

- Komunikator : Orang yang menyampaikan pesan; - Pesan :Pernyataan yang didukung oleh

lambang;

- Komunikan : Orang yang menerima pesan;

- Media : Sarana atau saluran yang mendukung pesan bila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya;

- Efek : Dampak sebagai pengaruh dari pesan. (Effendy, 2002:6)

2.1.1.3 Sifat Komunikasi

Menurut Onong Uchjana Effendy dalam bukunya “Ilmu

Komunikasi Teori dan Praktek” menjelaskan dalam

(32)

4. Non verbal (Non-verbal)

- Gerakan/ isyarat badaniah (gestural) - Bergambar (Pictorial) (Effendy, 2002:7)

2.1.1.4 Tujuan Komunikasi

Setiap individu dalam berkomunikasi pasti mengharapkan tujuan dari komunikasi itu sendiri, secara umum tujuan berkomunikasi adalah mengharapkan adanya umpan yang diberikan oleh lawan berbicara kita serta semua pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh lawan bicara kita dan adanya efek yang terjadi setelah melakukan komunikasi tersebut. Menurut Onong Uchjana dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek mengatakan ada pun beberapa tujuan berkomunikasi:

1. Perubahan Sikap (attitude change): setelah melakukan proses komunikasi, pengirim pesan (komunikator) mengharapkan adanya perubahan sikap dari si penerima pesan (komunikan), dengan adanya perubahan sikap tersebut berarti semua pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik.

2. Perubahan Pendapat (opinion change)

(33)

sehingga terjadi perubahan pendapat setelah menerima pesan tersebut.

3. Perubahan Prilaku (behavior change)

Pesan yang sampaikan oleh komunikator pada komunikan akan dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan prilaku pada diri sikomunikan setelah menerima pesan tersebut. 4. Perubahan Sosial (social change)

Perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat salah satu penyebabnya adalah proses berkomunikasi karena dengan berkomunikasi masyarakat dapat mengetahui apa saja yang tadinya mereka tidak tahu akan hal itu.

2.1.1.5 Proses Komunikasi

Sebuah komunikasi tidak pernah terlepas dari sebuah proses, oleh karena itu apakah pesan dapat tersampaikan atau tidak tergantung dari proses komunikasi yang terjadi. Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yaitu:

1. Proses Komunikasi Secara Primer

(34)

kepada komunikan. Media primer atau lambang yang paling banyak digunakan dalam komunikasi adalah bahasa, karena hanya bahasa yang mampu menerjemahkan pikiran seseorang kepada orang lain (apakah itu berbentuk ide, informasi atau opini baik mengenai hal yang konkret maupun yang abstrak dan bukan hanya tentang hal atau peristiwa yang terjadi pada saat sekarang, melainkan pada waktu yang lalu dan yang akan datang).

2. Proses komunikasi secara sekunder

Adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasi karena komunikasi sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh dan komunikan yang banyak. Surat, telepon, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan masih banyak lagi media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi.

2.1.1.6 Fungsi Komunikasi

Komunikasi memiliki beberapa fungsi. Menurut Effendy ada empat fungsi utama dari kegiatan komunikasi, yaitu:

(35)

Adalah memberikan informasi kepada masyarakat, memberitahukan kepada masyarakat mengenai peristiwa yang terjadi, ide atau pikiran dan tingkah laku orang lain, serta segala sesuatu yang disampaikan orang lain.

2. Mendidik (to educate)

Adalah komunikasi merupakan sarana pendidikan, dengan komunikasi manusia dapat menyampaikan ide dan pikirannya kepada orang lain sehingga orang lain mendapatkan informasi dan ilmu pengetahuan.

3. Menghibur (to entertain)

Adalah komunikasi selain berguna, untuk menyampaikan komunikasi, pendidikan, mempengaruhi juga berfungsi untuk menyampaikan hiburan atau menghibur orang lain. 4. Mempengaruhi (to influence)

Adalah fungsi mempengaruhi setup individu yang berkomunikasi, tentunya berusaha Baling mempengaruhi jalan pikiran komunikan dan lebih jauh lagi berusaha merubah sikap dan tingkah laku komunikan sesuai dengan apa yang diharapkan. (Effendy, 2004:8).

(36)

1. Komunikasi Sosial

Bahwasannya komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, kelangsungan hidup, memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, memupuk hubungan dan memperoleh kebahagiaan.

2. Komunikasi Ekspresif

Bahwasannya komunikasi ekspresif tidak otomatis bertujuan mempengaruhi orang lain namun dapat dilakukan sejauh komunikasi bisa menjadi instrument untuk menyampaikan perasaan-perasaan/emosi kita

3. Komunikasi Ritual

Bahwasannya komunikasi yang menampilkan perilaku tertentu yang bersifat simbolik dan berkomitmen untuk kembali pada tradisi keluarga, suku, bangsa, negara, ideology dan agama. Komunikasi ritual ini erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif

4. Komunikasi Instrumental

Bahwasannya komunikasi ini memiliki beberapa tujuan

umum seperti menginformasikan, mengajar, mendorong,

mengubah sikap, keyakinan, perilaku dan menghibur.

Komunikasi sebagai instrumental untuk membangun suatu

hubungan begitu pula sebaliknya. Komunikasi sebagai

(37)

pekerjaan baik yang berjangka pendek atau panjang.

(Mulyana, 2007 : 5 – 38)

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi Ritual

Dalam keilmuan komunikasi yang semakin hari semakin kaya dengan kajian komunikasinya. Dalam ranah keilmuan, ilmu komunikasi tidak hanya mempelajari suatu interaksi dengan sesamanya, komunikasi juga mempelajari interaksi dengan tuhan atau leluhurnya yang ditransferkan melalui simbol-simbol dimana pakar keilmuan komunikasi menyebutnya dengan komunikasi ritual.

Seperti apa yang dikemukakan oleh William I Gordon yang dikutip oleh Deddy Mulyana dalam bukunya ilmu komunikasi suatu pengantar bahwa:

“Komunikasi ritual, komunikasi yang menampilkan perilaku tertentu yang bersifat simbolik dan berkomitmen untuk kembali pada tradisi keluarga, suku, bangsa, negara, ideology dan agama. Komunikasi ritual ini erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif” (Mulyana, 2007 : 27)

Rohtenbuhler (1998) yang dikutip oleh Andung dalam situsnya “Komunikasi Dalam Perspektif ritual” menguraikan beberapa

karakteristik dari ritual itu sendiri sebagai brikut: 1. Ritual sebagai aksi

(38)

cara berpikir. Ritual pun merupakan sesuatu hal dimana orang mempraktekkannya dan tidak saja dipendam dalam benak.

2. Performance (pertunjukan)

Ritual dipertunjukkan sebagai suatu bentuk komunikasi tingkat tinggi yang ditandai dengan keindahan (estetika), dirancang dalam suatu cara yang khusus serta memperagakan sesuatu kepada khalayaknya. Karena menekankan pada unsur estetika, pertunjukan ritual mengandung dua karakteristik. Pertama, ritual tidak pernah diciptakan dalam momentum aksi itu sendiri. Sebaliknya, ritual selalu merupakan aksi yang didasarkan pada konsepsi-konsepsi yang ada sebelumnya. Kedua, ritual selalu merupakan pertunjukan untuk orang lain. Pertunjukan tersebut dimaksudkan untuk memperagakan kompetensi komunikasi kepada khalayak.

3. Efektifitas simbol-simbol

(39)

4. Keramat

Banyak ahli menekankan bahwa ritual adalah aksi yang berkaitan dengan keramat atau sakral. Adapun kriteria dari kesakralan itu adalah menayangkut pola aktifitas atau tindakan dari anggota masyarakat. Contohnya, bagaimana masyarakat menyuguhkan dan memperlakukan obyek-obyek yang dianggap sakral. Tindakan semacam ini mencerminkan suatu tendensi betapa pentingnya suatu benda yang disakralkan tersebut dalam kehidupan mereka.

Ritual merupakan salah satu cara dalam berkomunikasi. Semua bentuk ritual adalah komunikatif. Ritual selalu merupakan perilaku simbolik dalam situasi-situasi sosial. Karena itu ritual selalu merupakan suatu cara untuk menyampaikan sesuatu.1 (Petrus A. Andung, Dosen tetap di Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Nusa Cendana, Kupang, NTT.)

Sedangkan Menurut Deddy Mulayana memaparkan bahwa komunikasi ritual :

“Komunikasi Ritual dapat dimaknai sebagai proses pemaknaan pesan sebuah kelompok terhadap aktifitas religi dan system kepercayaan yang dianutnnya. Dalam prosesnya selalu terjadi pemaknaan simbol-simbol tertentu yang menandakan terjadinya proses Komunikasi Ritual tersebut. Dalam proses Komunikasi Ritual itu kerap terjadi persainggan dengan paham-paham kegamaan sakral yang kemudiaan ikut mewarnai proses tersebut.” (Mulyana : 2005).

1

(40)

Menurut James W. Carey yang dikutip oleh Petrus A Andung dalam situsnya “Komunikasi Dalam Perspektif ritual” menyebutkan bahwa ”In a ritual definition, communication is linked to terms such as “sharing,” “participation,” “association,” “fellowship,” and “the

possession of a common faith.” Yang berarti dalam perspektif ritual, komunikasi berkaitan dengan berbagi, partisipasi, perkumpulan/asosiasi, persahabatan, dan kepemilikan akan keyakinan iman yang sama. Pola komunikasi yang dibangun dalam pandangan ritual adalah sacred ceremony (upacara sakral/suci) dimana setiap orang secara bersama-sama bersekutu dan berkumpul (fellowship and commonality). 2 (Petrus A. Andung, Dosen tetap di Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Nusa Cendana, Kupang, NTT.)

2.1.3 Tinjauan Tenatang Kesenian

Seperti yang diketahui bersama bahwa pengertian atau definisi Kesenian diambil dari kata Seni yang berarti Proses dari manusia (menciptakan) atau intisari ekspresi dari kreativitas yang mengandung unsur keindahan dan keelokan. Adapun fungsi dari kesenian itu sendiri yakni menghaluskan perasaan, pikiran, tingkah laku manusia.

Fungsi seni adalah mengungkapkan yang Absolut (Roh) melalui tatanan material atau inderawi. Melihat yang Absolut hadir salam karya

2

(41)

seni akan menghasilkan kesenangan, kenikmatan, dan ini adalah „keindahan’. (ali, 2011: 118)

Dalam tatanan seni, seni digolongkan menjadi beberapa macam seni antara lain, seni musik, seni rupa, seni tradisional, seni kontemporer, dan seni pertunjukan, serta masih banyak lain cabang seni yang semakin hari semakin berkembang. Menurut Kamus Dewan Seni didefinisikan sebagai karya (sajak, lukisan, musik, dan lain-lain) yang dicipta dengan bakat hasil daripada sesuatu ciptaan.

Perkembangan seni demikian cepat, bersama dengan perubahan jaman, sehingga akan terjadi pula pergeseran dan perubahan nilai secara kultural. Perubahan nilai yang cepat ini tentu mengundang berbagai permasalahan. Seni mencakup pengertian yang sangat luas, masing-masing definisi memiliki tolok ukur yang berbeda. Definisi yang ditemukan cenderung menitik beratkan pada sisi teorotis dan filosofis.

Meurut Herbert Read menyebutkan bahwa seni merupakan usaha manusia untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan. Bentuk yang menyenangkan dalam arti bentuk yang dapat membingkai perasaan keindahan dan perasaan keindahan itu dapat terpuaskan apabila dapat manangkap harmoni atau satu kesatuan dari bentuk yang disajikan. (Dharsono, 2007: 7)

(42)

adalah proses dan produk dari memilih medium, dan suatu set peraturan untuk penggunaan medium itu, dan suatu set nilai-nilai yang menentukan apa yang pantas dikirimkan dengan ekspresi lewat medium itu, untuk menyampaikan baik kepercayaan, gagasan, sensasi, atau perasaan dengan cara seefektif mungkin untuk medium itu. Sekalipun demikian, banyak seniman mendapat pengaruh dari orang lain masa lalu, dan juga beberapa garis pedoman sudah muncul untuk mengungkap gagasan tertentu lewat simbolisme dan bentuk.

Adapun definisi lain mengenai seni yakni menurut Suanne K. Langer yang dikutip oleh Dharsono dalam buku kritik seni, mengatakan bahwa seni merupakan simbol dari perasaan. Seni merupakan kreasi bentuk simbolis dari perasaan manusia. Bentuk-bentuk simbolis yang mengalami transformasi yang merupakan universalisasi dari pengalaman, dan bukan merupakan terjemahan dari pengalaman tertentu dalam karya seninya melaikan formasi pengalaman emosionalnya yang bukan dari pikirannya semata.

Menurut Hegel ada tiga bentuk utama seni antara lain : 1. Bentuk simbolik

Disini „bentuk’ mencari „ekspresinya’ dalam seni tanpa

(43)

2. Bentuk klasik

Menurut Hegel, seni klasik bersifat „antropomorfis’, artinya ide

atau yang absolut tampil dalam bentuk manusia. Jika dalam seni simbolik, hewan dilihat sebagai simbol yang ilahi, maka dalam seni klasik hewan dilihat sebagai simbol kejahatan.

3. Bentuk romantik

Hegel mengidentifikasikan seni romantik dengan seni kristiani. (Dharsono, 2007: 119)

2.1.4 Tinjauan Tentang Debus Banten

Ada beberapa yang mendefinisikan kata Debus menurut Mardiana 2004

“ Debus dalam bahasa Arab berarti senjata tajam dari besi yang ujungnya runcing dan memiliki hulu bundar. Dengan alat ini tubuh pemain debus dilukai, yang biasanya tidak dapat ditembus walaupun hulu debus dipukul berkali-kali oleh orang lain. Atraksi-atraksi kekebalan badan yang menakjubkan merupakan variasi lain dalam pertunjukan debus.“

Ada juga yang menyebutkan bahwa debus berasal dari kata gedebus, yaitu nama salah satu benda tajam yang digunakan dalam pertunjukan kekebalan tubuh. Benda tajam tersebut tebuat dari besi, dan digunakan untuk melukai diri sendiri. Oleh karena itu kata debus dapat diartikan sebagai tidak tembus.

(44)

ditembus walaupun debus itu dipukul berkali-kali oleh orang lain. Atraksi-atraksi kekebalan badan ini merupakan variasi lain yang ada dipertunjukan debus. Antara lain, menusuk perut dengan benda tajam atau tombak, mengiris tubuh dengan golok sampai terluka maupun tidak terluka, makan bara api, memasukan jarum yang panjang kelidah, kulit, pipi sampai tembus dan tidak terluka. Mengiris anggota tubuh sampai terluka dan mengeluarkan darah tetapi dapat disembuhkan pada seketika itu juga, menyiram tubuh dengan air keras sampai pakaian yang melekat dibadan hancur, mengunyah beling/serpihan kaca, membakar tubuh, dan masih banyak lagi atraksi yang mereka lakukan.3

Sumber sejarah lainnya menyebutkan, debus ada hubungannya dengan tarikat Rifaiah yang dibawa oleh Nuruddin Ar-Raniry ke Aceh pada abad ke-16. Tarikat ini berprinsip bahwa ketika seseorang dalam kondisi epiphany, yaitu kegembiraan yang tidak terhingga karena „bertatap muka’ dengan Tuhan, ia kerap menghantam berbagai benda

tajam ke tubuhnya. Filosofi yang dapat ditangkap adalah „la haula walaa quwwata illaa billaahil „aliyyil „adhiim’, atau tiada daya upaya

melainkan karena Allah semata. Maksudnya, jika Allah tidak mengizinkan pisau, golok, parang atau peluru sekalipun melukai tubuh seseorang, maka orang itu tidak akan terluka. Sehingga, dapat dikatakan bahwa debus merupakan salah satu jenis kesenian tradisional Banten

3

(45)

yang menggambarkan jiwa patriotik masyarakat Banten, yang digabungkan dengan nilai-nilai budaya Islam.

Debus adalah kesenian yang paling popular dan menjadi ciri khas di seluruh wilayah Banten, dan merupakan salah satu atraksi kesenian kebanggaan yang tumbuh subur di wilayah Serang. Permainan debus bernuansa mistis-magis, cenderung mengerikan bahkan tak jarang membuat miris dan menimbulkan rasa ngeri bagi yang melihatnya.

Pada permainan debus terdapat atraksi yang menunjukkan kekuatan tubuh manusia dari hantaman benda tajam seperti mengiris tubuh dengan golok, menggergaji tubuh, menusuk tubuh dengan logam runcing ukuran besar, bahkan dipalu dengan palu besar, Kesenian debus bersifat turun temurun dan hanya diwariskan secara terbatas. Tak ada lembaga formal yang khusus mendalami dan mendidik pemain debus. Semua berlangsung informal dan tradisional. Muncul secara alami, dan tumbuh di daerah pedesaan, tanpa rekayasa, trik, atau tipuan.4

2.2 Kerangka Pemikiran

2.2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Komunikasi dalam kehidupan manusia terasa sangat penting, karena dengan komunikasi dapat menjembatani segala bentuk ide yang akan disampaikan seseorang. Dalam setiap melakukan komunikasi unsur penting diantaranya adalah pesan, karena pesan disampaikan

4

(46)

melalui media yang tepat, bahasa yang di mengerti, kata-kata yang sederhana dan sesuai dengan maksud, serta tujuan pesan itu akan disampaikan dan mudah dicerna oleh komunikan.

Adapun pesan itu menurut Onong Uchjana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi: Teori Dan Praktek, menyatakan bahwa pesan adalah: “merupakan seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh

komunikator”. (Effendy, 2002:18).

Dalam penelitian ini sebagai ranah pemikiran yang mendasari peneliti tersusunlah kerangka pemikiran baik secara teoritis maupun konseptual. Adapun kerangka pemikiran secara teoritis dan konseptual, sebagai berikut :

“Komunikasi Ritual dapat dimaknai sebagai proses pemaknaan pesan sebuah kelompok terhadap aktifitas religi dan system kepercayaan yang dianutnnya. Dalam prosesnya selalu terjadi pemaknaan simbol-simbol tertentu yang menandakan terjadinya proses Komunikasi Ritual tersebut. Dalam proses Komunikasi Ritual itu kerap terjadi persainggan dengan paham-paham kegamaan sakral yang kemudiaan ikut mewarnai proses tersebut.” (Mulyana : 2005).

Seperti apa yang dikemukakan oleh William I Gordon yang dikutip oleh Deddy Mulyana dalam bukunya ilmu komunikasi suatu pengantar bahwa:

(47)

Dalam terjadinya komunikasi ritual terdapat adanya proses dan pemakanaan simbol seperti halnya ada pengucapan mantra, adanya alat musik, pakaian yang digunakan, peralatan yang digunakan dan simbol lain yang dianggap sakral. Seperti yang diketahui bersama bahwa proses merupakan urutan pelaksanaan atau kejadian yang terjadi secara alami atau didesain. Proses itu terjadi karena adanya tahapan-tahapan yang dilalui dalam sebuah kejadian, dalam hal ini ritual pada pelaksanaan debus Banten, dilihat dari sebelum pelaksanaan, pada saat pelaksanaan,dan sesudah pelaksanaan debus.

Dapat diartikan juga bahwa sebuah proses adalah serangkaian tindakan yang bertujuan tertentu (purposive), suatu aktivitas yang dapat dianggap lebih baik dari sekedar sebuah kontinum. (Liliweri, 2011: 63)

Sedangkan Symbol menurut James P. Spradley dikutip oleh Amri Marzali dalam buku Metode Etnografi. adalah objek atau peristiwa apapun yang menunjuk pada sesuatu. Semua symbol melibatkan tiga unsur, yakni symbol itu sendiri, satu rujukan atau lebih, dan hubungan antara symbol dengan rujukan. Symbol itu sendiri meliputi apapun yang dapat kita rasakan atau kita alami.

(48)

2.2.2 Kerangka Pemikiran Konseptual

Dibawah ini peneliti akan menjelaskan konseptualisasi dari penelitian dan pengamatan yang telah dilakukan. Hasil konseptualisasi peneliti dengan judul “Komunikasi Ritual Pada Kesenian Debus Banten” adalah sebagai berikut.

Jika diurai dari definisi yang peneliti ambil sebagai dasar ranah penelitiannya dimana dalam definisi yang dikemukakan oleh Mulyana tentang komunikasi ritual hal yang pertama bahwa dalam komunikasi ritual itu ada sebuah proses dimana dalam sebuah proses itu adanya tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh setiap pelakunya. Seperti apa yang dikatakan oleh Liliweri bahwa proses itu merupakan serangkaian tindakan yang bertujuan tertentu, sama halnya dengan debus Banten ini mereka melakukan serangkaian tindakan tersebut mempunyai tujuan tertentu.

(49)

Makna-makna yang terkandung dalam setiap Tahap-tahap pelaksanaan pada Kegiataan proses ritual pada pertunjukan debus Banten, makna-makna yang disini adalah sesuatu yang ada pada setiap tahapan proses ritual tersebut dimana dikatakan sangat sakral bagi mereka.

Hal yang kedua yang dapat diambil dari definisi yang dikemukakan oleh Mulyana tentang komunikasi ritual bahwa dalam prosesnya selalu terjadi pemaknaan simbol, karena dalam penyampaiannya komunikasi ritual selalu menggunakan simbol-simbol sebagai bentuk interaksi mereka, jika dikaitkan dengan ritual debus Banten dalam debus Banten juga terdapat adanya simbol-simbol yang terkadung dalam setiap ritual yang mereka laksanakan.

Dalam proses ritual debus Banten juga terdapat adanya pemaknaan dari simbol-simbol yang dipergunakan untuk menandakan terjadinya proses ritual. Dalam pemaknaannya biasanya muncul persepsi-persepsi yang berdeda antara setiap individu, dari setiap simbol yang dipergunakan dapat mengandung arti pesan yang disampaikan kepada peserta ritual khususnya.

(50)

mengandung unsur simbol-simbol yang mentransferkan pesan yang disampaikan oleh ritual itu sendiri.

2.2.3 Model Penelitian

Gambar 2.1 Model penelitian

Sumber : Analisis Peneliti 2012 Kesenian Debus Banten

Proses Ritual Pada Pelaksanaan Debus Banten

Komunikasi Ritual

Tahapan-tahapan Pada Pelaksanaan Debus Banten

Pemaknaan Simbol Dari Makna Yang Terkandung dalam Setiap

Prosesnya

(51)

35

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Sejarah Banten

Banten memang kaya peninggalan sejarah dari zaman megalitik sampai penjajah Jepang, meskipun bila kita ke sana saat ini banyak prasarana umum yang tertinggal. Ragam peninggalan di sana mencerminkan tingginya peradaban nenek moyang, luasnya pergaulan orang Banten sampai di tingkat internasional dengan rasa toleransi begitu tinggi antaretnis dan agama saat itu.

(52)

Kawasan seluas empat hektar yang dikelilingi benteng setinggi dua meter itu menyisakan bekas bangunan, seperti pintu gerbang keraton berbentuk bulat, kolam pemandian, hingga sistem saluran air dalam keraton. Keindahan istana akan nampak terlihat jika mata kita alihkan kesuatau objek Tiga tangga istana yang berbentuk setengah lingkaran dari batu bata dan pemandian Roro Denok yang sampai sekarang masih mengeluarkan air menjadi bukti keindahan Keraton Surasowan.benten-surosowan.

Kemajuan peradaban juga bisa disaksikan dari sisa bangunan di sana. Pada tahun 1552, ketika keraton itu mulai dibangun, nenek moyang kita ternyata sudah mengembangkan teknologi penyaringan air bersih. Pada bagian belakang istana-jika bagian depan istana diasumsikan bangunan yang ada tangganya-terdapat saluran air. Di depannya ada enam keran (dulu terbuat dari besi berwarna kuning sehingga tempat itu disebut Pancuran Emas) untuk mengambil air bersih yang sudah disaring. Air bersih bersumber dari mata air Tasik Ardi, berjarak sekitar 2,5 kilometer dari Keraton Surasowan. Sebelum digunakan untuk minum, air itu harus melalui tiga penyaringan (peninggilan).

(53)

Di dalam wilayah eks Karesidenan Banten (sejak tahun 2000 menjadi provinsi sendiri, pisah dari Provinsi Jabar) itu ada beberapa kawasan situs dan peninggalan sejarah. Ada Banten Girang yang menyimpan situs zaman megalitik, ada Banten Lama di mana terdapat bekas Keraton Surasowan, Keraton Kaibon, Vihara Avalokitesvara, bekas benteng Speelwijk yang dibangun VOC Belanda, terletak 10 km arah utara Kota Serang.

(54)

mata rantai yang terputus-putus. Walau demikian, hasil penelitian tersebut menjadi bukti Banten memiliki nilai sejarah.

Bukti keberadaan Kerajaan Banten antara lain terdapat pada naskah kuno Pangeran Wangsakerta Cirebon abad ke-17 Masehi. SEPERTI apakah kejayaan Banten masa silam? Silakan saudara sekalian menyaksikan Museum Banten Lama, depan bekas Keraton Surasowan yang dikelola Kantor Peninggalan Sejarah dan Purbakala Banten. Di sana terdapat lukisan dua duta besar Keraton Banten yang dikirim ke Inggris pada tahun 1682. Dua utusan diplomatik itu adalah Kiai Ngabehi Wira Pradja dan Kiai Abi Yahya Sendana. Archaeological Remains of Banten Lama yang dibuat Pusat Penelitian Arkeologi Nasional karanghantu tahun 1984 menyatakan, sejarah Banten terutama terjadi pada abad ke-16 ke atas. Antara abad ke-12 sampai ke-15 Banten sudah dikenal sebagai pelabuhan untuk Pemerintah Inggris di Sunda.

(55)

bangunan berusia di atas 100 tahun seperti vihara, mesjid Lama Banten, serta bekas kampung Arab, India, dan Cina.

3.1.2 Sejarah Debus Banten

Seni & Budaya merupakan komponen penting yang tidak dapat terlepas dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Seni & Budaya juga merupakan suatu hal yang tak terlepaskan dalam mewujudkan identitas kebanggaan dan keberadaan bangsa di tengah-tengah bangsa lain yang harus selalu dipertahankan dan dikembangkan, agar tidak hilang termakan peradaban modern. Selain memiliki banyak potensi objek wisata alam yang memikat, masyarakat Banten juga memiliki kegiatan seni dan budaya, yang masih terus berlangsung dalam kehidupan masyarakatnya dan menarik untuk dipertunjukan. Masyarakat Banten yang mayoritas beragama Islam dan memiliki akar spiritual yang kuat, sehingga seni dan budaya masyarakatnya banyak dipengaruhi oleh budaya Agama Islam. Selain Islam, seni dan budaya Banten dipengaruhi pula oleh budaya China, Budha, Jawa dan Sunda serta Arab, yang dipadukan dan dikemas oleh masyarakat Banten menjadi suatu pertunjukan yang dinamis dan aktraktif.

(56)

dalam ekspedisi damainya bersamaan dengan penaklukan Sunda Kelapa. Kemudian, ketika kekuasaan Banten dipegang oleh Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682), debus difokuskan sebagai alat untuk membangkitkan semangat para pejuang dalam melawan penjajah Belanda. Apalagi, di masa pemerintahannya tengah terjadi ketegangan dengan kaum pendatang dari Eropa, terutama para pedagang Belanda yang tergabung dalam VOC. Kedatangan kaum kolonialis ini di satu sisi membangkitkan semangat jihad kaum muslimin Nusantara, namun di sisi lain membuat pendalaman akidah Islam tidak merata, yaitu terjadinya percampuran akidah dengan tradisi pra-Islam. Hal ini yang terdapat pada kesenian debus.1

Menurut beberapa sejarah Salah satu tokoh spiritual debus asal Banten yang hendak dikemukakan dalam tulisan ini adalah Tubagus Barce Banten atau Abah Barce. Ia cukup dikenal di kalangan penduduk Banten sebagai pemimpin spiritual debus „modern’. Konon, ia sanggup menyembuhkan berbagai macam penyakit yang tak dapat disembuhkan dengan pengobatan kedokteran masa kini. Ia juga sering dipanggil sebagai penasihat pribadi masalah-masalah spiritual oleh kalangan elit politis Jakarta.

Abah Barce berperan penting dalam memperkenalkan kesenian debus hingga keluar negeri, seperti Amerika Serikat, Australia, Jerman, Jepang, Malaysia, Spanyol, dan Belanda. Ia mendapat gelar doktor

1

(57)

kehormatan dari Universitas Amsterdam pada tahun 1985. Selain itu, ia adalah ketua Perkumpulan Paranormal Indonesia cabang Banten sejak Mei 2003, ketua Perkumpulan Judo-Karate-Silat Banten, dan pendiri Laskar Islam Banten pada tahun 1999.

Menurut Abah Barce, debus tidak ada kaitannya dengan dunia mistis atau magic, tidak seperti anggapan kebanyakan orang selama ini, karena magic itu sama dengan perbuatan syirik (menyekutukan Allah). Ia juga mengatakan bahwa debus digunakan oleh para alim ulama zaman dahulu untuk melawan penjajah.

Atraksi yang sangat berbahaya tersebut bisa kita kenal dengan sebutan Debus, konon kesenian bela diri debus berasal dari daerah al-madad. Semakin lama seni bela diri ini makin berkembang dan tumbuh besar disemua kalangan masyarakat Banten sebagai seni hiburan untuk masyarakat. Inti pertunjukan masih sangat kental gerakan silat atau beladiri dan penggunaan senjata. Kesenian debus Banten ini banyak menggunakan dan memfokuskan dikekebalan seorang pemain terhadap serangan benda tajam, dan semacam senjata tajam ini disebut debus.

(58)

penjajahan yang dilakukan belanda. Karena pada saat itu kekuatan sangat tidak berimbang, belanda yang mempunyai senjata yang sangat lengkap dan canggih terus mendesak pejuang dan rakyat Banten, satu-satunya senjata yang mereka punya tidak lain adalah warisan leluhur yaitu seni beladiri debus, dan mereka melakukan perlawanan secara gerilya.

3.1.3 Bentuk Atraksi Debus

Debus dalam bahasa arab yang berarti senjata tajam yang terbuat dari besi, mempunyai ujung yang runcing dan berbentuk sedikit bundar. Dengan alat inilah para pemain debus dilukai, dan biasanya tidak dapat ditembus walaupun debus itu dipukul berkali-kali oleh orang lain. Atraksi-atraksi kekebalan badan ini merupakan variasi lain yang ada dipertunjukan debus. Antara lain, menusuk perut dengan benda tajam atau tombak, mengiris tubuh dengan golok sampai terluka maupun tidak terluka, makan bara api, memasukan jarum yang panjang kelidah, kulit, pipi sampai tembus dan tidak terluka. Mengiris anggota tubuh sampai terluka dan mengeluarkan darah tetapi dapat disembuhkan pada seketika itu juga, menyiram tubuh dengan air keras sampai pakaian yang melekat dibadan hancur, mengunyah beling/serpihan kaca, membakar tubuh, dan masih banyak lagi atraksi yang mereka lakukan.

(59)

ritual dilakukan. Selain itu mereka juga dituntut mempunyai iman yang kuat dan harus yakin dengan ajaran Islam. Pantangan bagi pemain debus adalah tidak boleh minum minuman keras, main judi, bermain wanita, ataupun yang dilarang oleh agama Islam. 2

Permainan debus merupakan bentuk kesenian yang dikombinasikan dengan seni tari, seni suara dan seni kebatinan yang bernuansa magis. Kesenian debus biasanya dipertunjukkan sebagai pelengkap upacara adat, atau untuk hiburan masyarakat. Pertunjukan ini dimulai dengan pembukaan (gembung), yaitu pembacaan sholawat atau lantunan puji-pujian kepada Nabi Muhammad, dzikir kepada Allah, diiringi instrumen tabuh selama tiga puluh menit. Acara selanjutnya adalah beluk, yaitu lantunan nyanyian dzikir dengan suara keras, melengking, bersahut-sahutan dengan iringan tetabuhan.

Bersamaan dengan beluk, atraksi kekebalan tubuh didemonstrasikan sesuai dengan keinginan pemainnya yakni menusuk perut dengan gada, tombak atau senjata tanpa luka, mengiris anggota tubuh dengan pisau atau golok, makan api, memasukkan jarum kawat ke dalam lidah, kulit pipi dan angggota tubuh lainnya sampai tebus tanpa mengeluarkan darah, mengiris anggota tubuh sampai terluka dan mengeluarkan darah tapi dapat disembuhkan seketika itu juga hanya dengan mengusapnya, menyiram tubuh dengan air keras sampai pakaian yang dikenakan hancur lumat namun kulitnya tetap utuh. Selain

2

(60)

itu, juga ada atraksi menggoreng kerupuk atau telur di atas kepala, membakar tubuh dengan api, menaiki atau menduduki tangga yang disusun dari golok yang sangat tajam, serta bergulingan di atas tumpukan kaca atau beling. Atraksi diakhiri dengan gemrung, yaitu permainan alat-alat musik tetabuhan.

3.1.4 Paguron Pendekar Banten

Seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman kesenian debus ikut berkembang pesat dari tahun ke tahunnya, semua orang mulai ingin mengatahui kesenian debus ini sampai mereka mengatahui dan mengenal debus ini. Dalam proses pengenalan kepada masyarakat luas dirasa cukup sulit, karenanya setiap orang yang suka akan kesenian ini mereka membuat suatu komunitas atau lebih dikenal sebagai paguron, paguron merupakan suatu wadah orang-orang pecinta debus Banten yang tergabung menjadi satu.

(61)

Paguron ini sudah memiliki peserta yang sering disebut dengan anak didik yang cukup banyak. Anak didiknya tersebar dari beberapa lini masnyarakat, antara lain dari kalangan orang-orang yang menyukai pencak silat, orang-orang yang memang berniat untuk mendalami debus itu sendiri, dari pihak kepolisian, TNI, dan para pejabat dan memfokuskan kepada satpol PP. Tidak ada batasan dalam ikut serta menjadi anggotanya karena paguron ini mempunyai tekad untuk menyebarkan kesenian debus Banten kesetiap orang terutama yang mempunyai darah Banten atau kelahiran asli daerah Banten.

Pada saat ini kebanyakan yang dilatih debus Banten dari kalangan kepolisian focus kepada satpol PP, yang bertujuan untuk melatih diri agar bisa memperthankan diri ketika mereka melakukan tugasnya, seperti saat para anggota polisi menghadapi kerusuhan dimana minimal mereka dapat membela dirinya sendiri.

3.2 Metode Penelitian 3.2.1 Desain Penelitian

(62)

Dalam definisi yang dikemukakan bodgan dan taylor (1975 : 5) seperti yang dikutip dalam buku Lexy J Moleong bahwasanya :

“Pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic (utuh). Dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.” (Moleong, 2007 : 4)

Sedangkan menurut definisi yang dikemukakan oleh Djalaludin Rakhmat bahwasanya metode penelitian deskriptif adalah:

“Memaparkan situasi atau peristiwa, mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasikan masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, membuat perbandingan atau evaluasi dan menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang”. (Rakhmat 1998 : 25)

Adapun studi penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Menurut Lexy J Moleong studi deskriptif adalah :

“laporan penelitian yang berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan, data tersebut dapat berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto vedeotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya” (Moleong, 2006: 23).

Definisi lain mengenai penelitian deskriptif juga dijelaskan oleh sukmadinata dimana:

(63)

fenomena yang satu dengan fenomena yang lainnya.” (Sukmadinata, 2006 : 72)

3.2.2 Teknik pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

3.2.2.1 Studi Pustaka

Menurut penjelasan Ruslan, studi pustaka merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan materi data atau informasi melalui jurnal ilmiah, buku-buku referensi, dan bahan-bahan pubikasi yang tersedia di perpustakaan.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pencarian data melalui sumber-sumber tertulis untuk memperoleh informasi mengenai objek penelitian ini, sebagai data sekunder dan sebagai penunjang penelitian. Diantaranya studi literatur untuk mendapatkan kerangka teoritis dan untuk mendapatkan kerangka konseptual sehingga dapat memperkaya latarbelakang penelitian melaui teknik pengumpulan data yang menggunakan buku atau referensi dengan melengkapi dan mencari data-data yang dibutuhkan dari literatur. Adapun data-data yang dijadikan studi pustaka oleh peneliti diantaranya adalah:

a. Referensi buku

(64)

penulis dapat mengambil beberapa teori atau kutipan dari buku tersebut sebagai pendukung dari masalah penelitian. b. Penelitian terdahulu

Sebagai bahan literatur bagi penulis, dimana penulis dapat membandingkan dengan masalah yang ada sebelumnya. Sehingga penulispun dapat mengutip sebagai bahan pendukung dari penelitian yang sedang penulis kerjakan. c. Internet Searching

(65)

mendapatkan informasi untuk mendapatkan informasi diberbagai tempat.

Sehingga penelitian memperoleh data-data yang tertulis melalui telaah bacaan yang ada kaitanya dengan masalah yang penelitian.

3.2.2.2 Studi Lapangan

Adapun studi lapangan dalam penelitian ini yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi merupakan kegiatan pengamatan langsung dilapangan untuk mengumpulkan informasi fakta-fakta yang terjadi dilapangan sehingga setiap gejala yang terjadi diketahui secara langsung. Dalam hal ini penulis melakukan beberapa catatan dan pengumpulan data.

Burhan Bungin (2007:115) mengemukakan beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif yaitu observasi partisipasi, observasi tidak terstruktur, dan observasi kelompok tidak terstruktur.

(66)

terstruktur adalah observasi yang dilakukan tanpa guide observasi. Pada observasi ini peneliti tau pengamat harus mampu mengembangkan daya pengamatannya dalam mengamati suatu obyek.

2. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam dilakukan untuk mendapatkan keterangan dan informasi yang benar-benar akurat dari narasumber langsung sebagai data primer.

Menurut Burhan Bungin wawancara mendalam merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawncara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.

(67)

3. Dokumentasi

Menurut Robert C. Bogdan seperti yang dikutip Sugiyono, dokumen merupakan catatan peristiwa yang telah berlalu, bisa berbentuk tulisan, gambar, karya-karya monumental dari seseorang. Kata dokumen berasal dari bahasa latin yaitu docere yang bermakna mangajar.

Data dalam penelitian kualitatif kebanyakan diperoleh dari sumber manusia atau human resources, melalui observasi dan wawancara. Akan tetapi ada pula sumber nonhuman resources, diantaranya dokumen. Dokumen adalah penelitian dengan mengambil sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi misalnya berupa foto-foto, surat-surat, catatan harian, dan sebagainya, atau juga peneliti secara langsung mengambil gambar pada ritual itu berlangsung dengan cara mengambil gambar melalui foto ataupun merekam suasana pada saat ritual sebelum pelaksanaan debus Banten tersebut.

3.2.3 Teknik Penentuan Informan 3.2.3.1 Informan Penelitian

(68)

bahkan orang yang menerima informasi secara tidak langsung. Informan dalam penelitian ini adalah anggota atau bagaian dari komunitas yang menggelar aksi debus.

Menurut Kuswarno, informan penelitian adalah seseorang yang memberikan informasi kepada orang lain yang belum mengetahuinya. Dalam hal ini, informan merupakan sumber data penelitian utama yang memberikan informasi dan gambaran mengenai pola perilaku dari kelompok masyarakat yang diteliti. Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling menurut Kriyantono adalah teknik yang digunakan dalam penelitian observasi eksploratoris atau wawancara mendalam dimana teknik ini dipilih untuk penelitian yang lebih mengutamakan kedalaman data daripada untuk tujuan yang representative yang dapat digeneralisasikan.

Dalam penelitian ini yang menjadi informan penelitian adalah orang-orang pilihan peneliti yang dianggap terbaik dalam memberikan informasi yang dibutuhkan kepada peneliti. Para informan penelitian tersebut akan disajikan dalam bentuk tabel dibawah ini :

(69)

Tabel 3.1 Informan Penelitian

Sumber: peneliti,2012

Untuk mendapatkan data penelitian yang maksimal, peneliti tidak lupa menetapkan seseorang untuk menjadikan narasumber kunci atau key informan. Dimana narasumber kunci dalam penelitian ini ialah seorang ketua debus sekaligus pemain disalah satu perguruan debus Banten yang ada di Bandung, guna sebagai bahan pembanding. Untuk lebih jelas mengenai key informan dapat dilihat pada tabel 3.2 di bawah ini:

Tabel 3.2 Informan Kunci

Sumber: peneliti,2012

3.2.4 Teknik Analisa Data

Bogdan dan Taylor, dalam Moleong (2007:248) menyebutkan bahwa analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,

No Nama Keterangan

1 Tubagus Denis Hibarnas Ketua sekaligus pemain debus perguruan Pendekar Banten

2 Pak Guru Satria Ketua sekaligus pemain debus perguruan Maung Lugai

No Nama Keterangan

Gambar

Gambar 1.1 Aksi debus
Gambar 2.1 Model penelitian
Tabel 3.1 Informan Penelitian
Gambar 3.1 Komponen-komponen dalam analisis data kualitatif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Melalui penggunaan metode survey dan pendekatan analisis statistik secara kuantitatif dalam penelitian ini diperoleh hasil yang menunjukan bahwa bencana pandemik Covid-19,

Dari hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis ketiga yang menyatakan “Ada pengaruh minat belajar mahasiswa dan peran orangtua terhadap kesiapan menjadi guru pada

Sedangkan untuk variabel tingkat pendapatan, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan yang dapat dihasilkan petani akibat penerapan metode PsPSP

Dalam operasional sektor publik harus memiliki strategi yang baik dalam mengontrol sumber daya yang dimiliki untuk digunakan secara optimal, efisien dan efektif sehingga

Menimbang, bahwa terhadap permohonan bandingnya atas putusan akhir tersebut, Kuasa Pembanding IV telah mengajukan memori banding yang diterima di Kepaniteraan

Ini menunjukkan bahwa kawasan pesisir Kota Tegal merupakan kawasan yang cukup rawan dan rentan terhadap bahaya, seperti bahaya alam yang diakibatkan oleh

10 Biaya Pemeliharaan Peralatan dan Perlengkapan Kantor 1.600.000

sesungguhnya. Melatih diri untuk berinteraksi di lingkungan sekolah, baik dengan guru, maupun murid-muridnya. Mengidentifikasi masalah-masalah yang terjadi di dalam