ABSTRACT
THE EFFECT OF COMBINATION Trichoderma spp. WITH BOTANICAL FUNGICIDES TO THE SEVERITY TOBACCO LEAF
SPOT (Cercospora Nicotianae Ell. Et. Ev) By
Meri Lusiana
Leaf spot disease on tobacco (Cercospora nicotianae) is one of the important diseases in tobacco cultivation. Control techniques were done in this study combined biological agents with botanical fungicides. The purpose of this study to determine the effect combination of Trichoderma spp. with botanical fungicides against to the severity tobacco leaf spot.
The research was carried out at garden and Plant Protection’s Laboratory of the University of Lampung, on July 2011 to January 2012. These experiment were arranged in Completely Randomized Design (CRD) primarily to three replicates. The experiment consisted of seven treatments namely control, T.viride combined galangale, T.viride combined turmeric, T.viride combined betel leaf, T.harzianum combined galangale, T.harzianum combined turmeric, and T.harzianum combined betel leaf. Variable observed in this study was the severity of the disease. Observations carried out once in a week for five weeks. The data obtained were analyzed using analysis of variance continued by Least Significant Different Test (LSD) on the real level 5%.
The results of the experiment showed the combined of Trichoderma spp with botanical fingicides from the third week observation inhibited the severity of tobacco leaf spot. The severity of tobacco leaf spot from the third week observation, T.harzianum combined turmeric, T.harzianum combined galangale, T.harzianum combined betel leaf, T.viride combined turmeric, T.viride combined betel leaf, and T.viride combined galangale no significantly different.
ABSTRAK
PENGARUH KOMBINASI Trichoderma Spp. DENGAN
FUNGISIDA NABATI TERHADAP KEPARAHAN PENYAKIT PATIK (Cercospora Nicotianae Ell. Et Ev.) PADA TEMBAKAU
Oleh Meri Lusiana
Penyakit patik pada tembakau (Cercospora nicotianae) merupakan salah satu penyakit penting dalam budidaya tembakau. Teknik pengendalian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan agensia hayati yang dikombinasikan dengan fungisida nabati yang ramah lingkungan. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kombinasi Trichoderma spp. dengan fungisida nabati terhadap keparahan penyakit patik pada tembakau.
Penelitian ini dilakukan di halaman dan Laboratorium Proteksi Tanaman Universitas Lampung, pada bulan Juli 2011 sampai Januari 2012. percobaan ini disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga ulangan. Percobaan terdiri atas tujuh perlakuan yaitu kontrol, T. viride kombinasi kencur, T. viride kombinasi kunyit, T. viride kombinasi sirih, T. harzianum kombinasi kencur, T. harzianum kombinasi kunyit, dan T. harzianum kombinasi sirih. Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu keparahan penyakit. Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali selama lima minggu. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi Trichoderma spp dengan fungisida nabati dapat menekan keparahan penyakit patik tembakau pada pengamatan minggu ketiga. Keparahan penyakit patik pada pengamatan minggu ketiga, perlakuan kombinasi agensia hayati T.harzianum dengan kunyit, kombinasi T.harzianum dengan kencur, kombinasi T.harzianum dengan sirih dan kombinasi T.viride dengan kunyit,kombinasi T.viride dengan kencur maupun kombinasi T.viride dengan sirih tidak berbeda nyata.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal di dunia termasuk juga dikalangan masyarakat Indonesia. Tembakau termasuk komoditas yang mempunyai arti penting karena memberikan manfaat ekonomi. Peran tembakau didalam perekonomian Indonesia dapat ditunjukkan dari besarnya cukai yang disumbangkan sebagai penerimaan negara dan banyaknya tenaga kerja yang terserap baik dalam tahap penanaman dan pengolahan tembakau sebelum diekspor atau dibuat rokok, maupun pada tahap pembuatan rokok. Penerimaan negara dari tembakau sangat besar yaitu dari cukai yang setiap tahun terus meningkat pada tahun 2007 sebesar 42 trilyun, tahun 2008 sebesar 50,2 trilyun (Departemen Pertanian, 2011).
Tabel 1. Sepuluh Negara Terbesar Produsen Daun Tembakau 2008
Sumber : FAO (Food Agriculture Organization)
Badan Pusat Statistik Lampung (2011) melaporkan bahwa luas lahan pertanaman tembakau tahun 2009 mencapai 229 hektare, dengan produksi mencapai 81 ton namun dikhawatirkan produksi tersebut dapat menurun akibat curah hujan yang cukup tinggi. Dampak dari curah hujan yang tinggi adalah banyaknya serangan penyakit di tanaman tembakau.
Pengendalian penyakit patik yang dilakukan dapat menggunakan agensia hayati, fungisida, maupun secara mekanik. Salah satu agensia hayati yang banyak diteliti dalam kaitannya sebagai agen pengendali penyakit tanaman adalah jamur
Trichoderma spp. Jamur ini merupakan jamur yang memiliki potensi sebagai
antagonisme dalam pengendalian penyakit (Semangun, 2004).
Selain penggunaan agensia hayati Trichoderma, pengendalian penyakit sering dilakukan secara kimiawi yaitu penggunaan fungisida sintetik. Fungisida ini digunakan sebagai pilihan utama untuk memberantas jamur patogen sebab fungisida mempunyai daya bunuh yang tinggi, penggunaannya mudah dan
hasilnya cepat diketahui. Namun dalam usaha pengendalian dengan cara ini dapat menimbulkan permasalahan bagi manusia, makhluk hidup lain dan lingkungan apalagi jika penggunaannya dalam jangka waktu lama dan jumlah besar. Beberapa diantaranya adalah iritasi mata dan kulit, kanker, gangguan syaraf dan fungsi hati pada manusia, gangguan pernapasan, patogen menjadi resisten, matinya organisme non-target, pencemaran lingkungan, dan berkurangnya keanekaragaman hayati (Djojosumarto, 2000).
fungisida nabati kencur, sirih, dan kunyit dapat menekan keparahan patik pada tembakau seperti penelitian yang dilakukan Oktasari (2009) bahwa kombinasi Trichoderma sp dengan fungisida nabati mampu menekan penyakit busuk pangkal
batang lada.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh kombinasi Trichoderma spp. dengan fungisida nabati terhadap keparahan penyakit patik pada tembakau.
1.3 Kerangka Pemikiran
Penyakit patik pada tanaman tembakau disebabkan oleh C. nicotianae. Patogen ini merupakan patogen yang bersifat tular udara (air borne) yang berasosiasi pada daerah filosfer (permukaan daun). Trichoderma merupakan jamur antagonis yang dapat diaplikasikan dan mampu beradaptasi didaerah filosfer selama 17 hari hingga 22 hari setelah aplikasi dan masih memiliki antagonisme yg baik (Efri et al., 2009). Trichoderma selain merupakan jamur tular udara (air borne) juga tular
tanah (soil borne) yang dapat diisolasi dari perakaran tanaman lapangan (Togashi et al., 1997).
Beberapa spesies Trichoderma telah dilaporkan sebagai agensia hayati adalah T. harzianum, dan T. viridae yang berspektrum luas pada berbagai tanaman
Rigidoporus micropus di perkebunan karet (Basuki, 1985 dalam Widyastuti et al.,
1998) serta perkebunan teh (Rayati et al., 1993 dalam Widyastuti et al., 1998).
Trichoderma dapat menjadi parasit pada miselium dan badan buah dari jamur lain.
Ketika jamur lain menjadi inang parasit Trichoderma, Trichoderma kemudian berkembang sangat cepat di permukaan membentuk koloni yang berwarna hijau, sehingga membuat jamur menjadi buruk dan mengubah bentuk jamur lain karena Trichoderma mampu menghasilkan enzim β-(1,3)-glukanase dan kitinase yang berperan dalam perombakan dinding sel jamur patogen (Papavizas, 1985).
Trichoderma spp. merupakan jamur yang dapat berkembang pada berbagai media
yang berbahan organik tinggi dan juga sangat tahan terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan (Thurston, 1992; Campbell, 1989; Tronsmo, 1996). Jamur ini juga diketahui cepat mengkolonisasi tanah-tanah yang telah diberi biosida dan tahan terhadap biosida berspektrum luas (Munnecke, 1972; Thurston, 1992; Tronsmo, 1996).
Keunggulan jamur Trichoderma sebagai agensia pengendali hayati dibandingkan dengan jenis fungisida sintetik adalah selain mampu mengendalikan jamur patogen dalam tanah, ternyata juga dapat mendorong hormon pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan ini terjadi karena adanya mekanisme interaksi antara tanaman dan agensia aktif dalam memacu hormon pertumbuhan tanaman
Sama halnya dengan Trichoderma fungisida nabati juga telah banyak dilaporkan dapat mengendalikan penyakit tanaman, khususnya penyakit patik pada tembakau. Diantaranya menurut Dicky (2011) yang menyatakan bahwa fungisida nabati sirih, dan kunyit dapat menekan keparahan penyakit patik pada tembakau Deli. Selain itu Oktasari (2009) juga menyatakan bahwa kombinasi agensia hayati Trichoderma dengan fungisida nabati kunyit, kencur, dan sirih dapat menekan
keparahan penyakit busuk pangkal batang lada. Maka diharapkan kombinasi antara Trichoderma dengan fungisida nabati kunyit, kencur dan sirih mempunyai efek sinergis sehingga dapat lebih efektif dalam menekan perkembangan penyakit patik pada tembakau.
1.4 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah aplikasi kombinasi Trichoderma spp. dengan fungisida nabati dapat menekan keparahan penyakit
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Tembakau
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi
Tanaman tembakau menurut Cahyono (1998) diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Nicotiana
Spesies : Nicotiana tabacum L.
Tembakau adalah tanaman musiman yang tergolong dalam tanaman perkebunan. Umur tanaman ini rata–rata kurang dari 1 tahun (Cahyono, 1998). Pemanfaatan tanaman tembakau terutama pada daunnya yaitu untuk pembuatan rokok.
2.1.1.1 Akar
Tanaman tembakau berakar tunggang menembus ke dalam tanah sampai
dan berkembang baik dalam tanah yang gembur, mudah menyerap air dan subur (Cahyono, 1998).
2.1.1.2 Batang
Batang tanaman tembakau agak bulat, lunak tetapi kuat, makin ke ujung makin kecil. Ruas batang mengalami penebalan yang ditumbuhi daun, dan batang tanaman tidak bercabang atau sedikit bercabang. Pada setiap ruas batang selain ditumbuhi daun juga tumbuh tunas ketiak daun, dengan diameter batang 5 cm dan tinggi tanaman dapat mencapai 2,5 meter. Fungsi dari batang adalah tempat tumbuh daun dan organ lainnya, tempat jalan pengangkutan zat hara dari akar ke daun, dan sebagai jalan menyalurkan zat hasil asimilasi ke seluruh bagian
tanaman (Cahyono, 1998).
2.1.1.3 Daun
Bentuk daun tembakau adalah bulat lonjong, ujungnya meruncing, tulang daun yang menyirip, bagian tepi daun agak bergelombang dan licin. Daun bertangkai melekat pada batang, kedudukan daun mendatar atau tegak. Ukuran dan
ketebalan daun tergantung varietasnya dan lingkungan tumbuhnya. Daun tembakau tersusun atas lapisan palisade parenchyma pada bagian atasnya dan spongy parenchyma pada bagian bawah. Jumlah daun dalam satu tanaman
2.1.1.4 Bunga
Bunga tanaman tembakau merupakan bunga majemuk yang terdiri dari beberapa tandan dan setiap tandan berisi sampai 15 bunga. Bunga berbentuk terompet dan panjang. Warna bunga merah jambu sampai merah tua pada bagian atasnya, sedang bagian lain berwarna putih. Kelopak memiliki lima pancung, benang sari berjumlah lima tetapi yang satu lebih pendek dan melekat pada mahkota bunga. Kepala putik atau tangkai putik terletak di atas bakal buah di dalam tabung bunga. Letak kepala putik dekat dengan benang sari dengan kedudukan sama tinggi (Cahyono, 1998).
2.1.1.5 Buah
Buah tembakau akan tumbuh setelah tiga minggu penyerbukan. Buah tembakau berbentuk lonjong dan berukuran kecil berisi biji yang sangat ringan. Biji
2.2 Penyakit Patik Pada Tembakau
2.2.1 Penyebab Penyakit
Penyakit patik yang menyerang tanaman tembakau ini disebabkan oleh jamur Cercospora nicotianae Ell. et Ev (1893). Menurut Anonim (2011) jamur ini
dalam klasifikasinya termasuk: Kerajaan : Fungi
Filum : Ascomycota Kelas : Dothideomycetes Subkelas : Dothideomycetidae Ordo : Capnodiales
Famili : Mycosphaerellaceae Genus : Cercospora
Spesies : Cercospora nicotinae
Jamur ini mempunyai konidiofor bersekat-sekat, dengan ukuran 75-100 x 4-5 µm. konidium agak panjang, agak bengkok, bersekat banyak, tidak berwarna (hialin), dengan ukuran 38-135 x 2,5-3,0 µm (Semangun, 2000).
2.2.2 Gejala
Daun yang sakit mempunyai bercak-bercak bulat yang garis tengahnya dapat mencapai 1 cm. Mula-mula bercak berwarna coklat kemudian menjadi kering dan berwarna putih dengan tepi coklat yang akhirnya bagian ini pecah dan berlubang. Bercak patik tidak bercincin (Jensen, 1919 dalam Semangun, 2000). Bila
hitam yang sangat halus. Titik –titik tersebut merupakan kumpulan konidiofor jamur (Semangun, 2000).
Gambar 1. Daun bergejala patik dan daun sehat
Bercak-bercak tersebut biasanya muncul pada daun-daun bawah atau daun tua dan daun yang telah matang, karena daun ini lebih rentan dari pada daun-daun yang masih muda. Meskipun demikian bila cuaca lembab dan kondisi alam mendukung untuk perkembangan jamur serta penyebaran penyakit sudah meluas, maka serangan bercak daun dapat terjadi juga pada daun yang masih muda. Penyakit patik ini dapat berkembang bila pemetikan daun terlambat dilakukan sehingga daun sudah dalam kondisi terlalu matang. Semakin tua daun maka semakin besar resikonya atau semakin rentan untuk diinfeksi oleh jamur Cercospora nicotianae. Penyakit patik akan sangat cepat meluas bila kondisi
2.2.3 Daur Penyakit
Jamur patik (Cercospora nicotianae Ell. et Ev ) mengadakan infeksi melalui mulut kulit (Jochems, 1931; van Schreven, 1948 dalam Semangun, 2000). Agar konidium dapat berkecambah pada permukaan daun, disitu harus ada air. Konidium disebarkan oleh angin atau percikan air. Jamur patik dapat bertahan lama dalam sisa-sisa tumbuhan tembakau, misalnya batang-batang tembakau yang sudah kering. Dengan melekat pada biji dari buah tembakau yang terinfeksi Cercospora dapat hidup sampai satu tahun. Banyak ahli yang mengatakan bahwa
penyebaran penyakit patik terutama lewat sisa-sisa tanaman, dan lewat tanah. Namun dinyatakan pula bahwa penyebaran lewat biji dan tumbuhan inang lain tidak berperan penting dalam epidemiologi penyakit patik (Holliday, 1980 dalam Semangun, 2000).
2.2.4 Pengendalian
Adapun usaha-usaha yang dapat dilakukan dalam rangka mencegah dan mengendalikan jamur Cescospora nicotianae ini antara lain :
a. Melakukan pembersihan sisa-sisa tanaman tembakau yang telah dipanen sehabis tanam. Dengan usaha sanitasi ini maka diharapkan jamur Cescospora nicotianae yang memiliki kemampuan dormansi tersebut tidak mempunyai
kesempatan mempertahankan diri pada sisa-sisa tanaman.
c. Daun-daun yang telah terkena penyakit patik agar segara dipetik supaya tidak menjadi sumber penular bagi daun lainnya.
d. Bila sudah terjadi serangan namun dalam skala rendah maka pengendaliannya dapat dilakukan dengan memberikan fungisida bahan aktif tembaga hidroksida seperti (Erwin, 2009).
2.3 Jamur Trichoderma spp.
Klasifikasi Trichoderma menurut Alexopolus (1979) adalah sebagai berikut ini : Kerajaan : Fungi
Divisi : Amastigomycota Subdivisi : Deuteromycotina Kelas : Deuteromycetes Ordo : Moniliales Famili : Moniliaceae Genus : Trichoderma
Spesies : Trichoderma viride; harzianum
2.3.1 Ekologi
Trichoderma spp. tergolong jamur yang banyak terdapat pada lapisan olah yang
senyawa-senyawa organik yang mudah larut seperti protein dan gula. Di samping itu Trichoderma spp. merupakan jamur parasit yang dapat menyerang dan
mengambil nutrisi dari jamur lain. Peranan Trichoderma spp. yang mampu menyerang jamur lain namun sekaligus berkembang baik pada daerah perakaran menjadikan keberadaan jamur ini dapat berperan sebagai bio-control dan
memperbaiki pertumbuhan tanaman. Beberapa species Trichoderma seperti T. harzianum, T. viride telah diteliti peranannya sebagai bio-control. (Sulityowati et
al, 1995).
2.3.2 Morfologi
2.3.2.1 Jamur Trichoderma viride P.
Trichoderma viride P. memiliki miselium yang bersepta dan bercabang banyak,
fialid berbentuk seperti botol yang terdapat pada ujung konidiofor, konidia hialin, terdiri atas satu sel, berbentuk bulat hingga oval dan berkumpul pada ujung fialid (Alexopolus & Mims, 1979). Koloni jamur umumnya berbentuk seperti cincin berwarna hijau atau kebiru-biruan. Warna koloni ini dibentuk oleh adanya pigmentasi dari fiolospora, dengan diameter konidia 3-5 µm (Rifai, 1969).
2.3.2.2 Jamur Trichoderma harzianum R.
Trichoderma harzianum R. memiliki hifa bersepta, dindingnya licin, ukurannya
1.5-12 µm, percabangan hifa membentuk sudut siku-siku pada cabang utama (Rifai, 1969). Konidiofor hialin, tegak dan bercabang banyak, konidia terdiri atas satu sel, berbentuk oval dan berkumpul pada bagian ujung fialid, memiliki
dengan cepat dan membentuk daerah melingkar yang berwarna hijau terang sampai gelap (Barnett & Hunter, 1972).
2.3.3 Sifat Antagonis
Mekanisme antagonis untuk mengendalikan jamur patogen oleh Trichoderma secara alamiah yaitu:
1. Terjadinya kompetisi bahan makanan antara jamur patogen dengan Trichoderma di dalam tanah. Adanya pertumbuhan jamur yang berjalan
begitu cepat dari Trichoderma akan mendesak pertumbuhan jamur patogen. 2. Mikoparasitisme, jamur Trichoderma merupakan jamur yang bersifat
mikoparasit,artinya jamur ini dapat menghambat pertumbuhan jamur dengan parasitisme. Mekanisme yang terjadi Trichoderma dapat melilit hifa jamur patogen, selain itu jamur ini juga mengeluarkan enzim yang mampu
merombak dinding sel jamur paotgen, sehingga jamur patogen mati. Beberapa jenis enzim pelisis yang telah diketahui dihasilkan adalah enzim kitinase dan β-(1,3)-glukanase.
3. Antibiosis, Trichoderma juga menghasilkan antibiotik yang termasuk
kelompok furanon yang dapat menghambat pertumbuhan spora dan hifa jamur patogen, diidentifikasikan dengan rumus kimia 3-2-hydoxyprophyl-4-2- hexadienyl)-2-5(5H)-furanon, (Suwahyono & Wahyudi,2004).
4. Imbas ketahanan, Trichoderma mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kecepatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, terutama kemampuannya untuk menyebabkan produksi perakaran sehat dan meningkatkan angka
dalam ini menyebabkan tanaman menjadi lebih resisten terhadap kekeringan. Trichoderma juga menyebabkan terlokalisasi dan respon pertahanan sistemik
tanaman terhadap penyakit (Harman et al., 2004).
2.4 Kunyit (Curcuma domestika Val.)
Kunyit dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma domestika Val.
2.4.1 Morfologi
Daunnya tunggal, berbentuk bulat telur memanjang mencapai 10-40 cm dan lebarnya 8-12,5 cm dengan warna hijau muda. Ujung dan pangkal daun runcing dengan tepi daun rata. Susunan daunnya bertingkat-tingkat, setiap tanaman memiliki susunan sekitar 6-10 helai daun. Tanaman ini memiliki bunga majemuk yang berambut dan bersisik dari pucuk batang semu. Bunga berbentuk kerucut runcing berwarna putih atau kuning muda, dengan pangkal berwarna putih. Pertama kali bunga muncul dari ujung batang semu dan mekar bersamaan.
Tangkai bunga berambut dan bersisik dengan panjang tangkai mencapai 16-40 cm (Aznam, 1998).
Rimpang kunyit mengandung senyawa yaitu minyak atsiri (1,8-4,9 %), kurkumin (2,5-6,0 %), dan oleoresin (7,9-10,4 %). Minyak atsiri mengandung 60 %
2.5 Kencur (Kaempferia galangal L.)
Kencur dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Kaempferia
Spesies : Kaempferia galangal L.
2.5.1 Morfologi
Kencur merupakan tumbuhan berbatang basah yang termasuk suku jahe-jahean (Zingiberaceae). Tanaman kencur merupakan tanaman yang berbatang semu dan tidak tumbuh meninggi melainkan menutup permukaan tanah. Bunga tanaman kencur berwarna putih keunguan, kelopak bunga berbentuk tabung, dan tajuk bunganya berwarna putih (Afriastini, 2004).
Tanaman kencur memiliki daun yang lebar dengan bentuk bundar lonjong berujung runcing. Pada musim kemarau daun-daunnya berguguran. Setiap tanaman memiliki daun 1-2 helai dan satu rumpun terdiri atas beberapa tanaman. Tanaman kencur memiliki daun tunggal. Daun kencur mudah patah dan
Kadang-kadang umbinya bisa muncul ke permukaan tanah. Dalam satu tanaman, kita bisa mendapatkan rimpang dalam jumlah yang cukup banyak (Afriastini, 2004).
Rimpang kencur mengandung minyak atsiri 0,02 % berupa sineol, asam metal, pentadekaan, asam sinamit, etil ester, borneol, kamfene, alkaloid, paragumin, mineral (13,73%), dan pati (4,14%) (Afriastini, 2004).
2.6 Sirih (Piper betle L.)
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Piperales Famili : Piperaceae Genus : Piper Spesies : Piper betle
Sirih merupakan tanaman asli Indonesia yang tumbuh merambat atau bersandar pada batang pohon lain (Mursito & Heru, 2002).
2.6.1 Morfologi
Tanaman merambat ini bisa mencapai tinggi 15 m. Batang sirih berwarna coklat kehijauan,berbentuk bulat, beruas dan merupakan tempat keluarnya akar.
Bunganya majemuk berbentuk bulir dan terdapat daun pelindung ± 1 mm berbentuk bulat panjang. Pada bulir jantan panjangnya sekitar 1,5 - 3 cm dan terdapat dua benang sari yang pendek sedang pada bulir betina panjangnya sekitar 1,5 - 6 cm dimana terdapat kepala putik tiga sampai lima buah berwarna putih dan hijau kekuningan. Buahnya buah buni berbentuk bulat berwarna hijau keabu-abuan. Akarnya tunggang, bulat dan berwarna coklat kekuningan. Sirih hidup subur dengan ditanam di daerah tropis dengan ketinggian 300-1000 m di atas permukaan laut terutama di tanah yang banyak mengandung bahan organik dan air (Mursito & Heru, 2002).
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan Juli 2011 sampai Januari 2012.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, jarum ose, beaker glass, otoklaf, plastik tahan panas, alumunium foil, kertas saring, Bunsen, bor gabus, korek api, spidol, erlenmeyer, kaca preparat cekung, cover glass, mikroskop, spatula, gelas ukur, tissue, laminar air flow, oven, timbangan, karet, nampan, panci, dan kertas label. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman tembakau, isolat T. harzianum, T. viride kentang, gula, agar batang, kunyit, kencur, sirih, tanah, pupuk kandang, aquades, dan alkohol 70 %.
3.3 Metode Penelitian
1. Kontrol berupa tanaman tembakau yang disiram dengan air steril; 2. Aplikasi T. viride dikombinasikan dengan fungisida kencur; 3. Aplikasi T. viride dikombinasikan dengan fungisida kunyit; 4. Aplikasi T. viride dikombinasikan dengan fungisida sirih;
5. Aplikasi T. harzianum dikombinasikan dengan fungisida kencur; 6. Aplikasi T. harzianum dikombinasikan dengan fungisida kunyit; 7. Aplikasi T. harzianum dikombinasikan dengan fungisida sirih.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Penyiapan tanaman tembakau
Bibit tanaman tembakau yang berumur 38-45 hari sebanyak 21 tanaman dipindah tanam dalam 21 polibag berukuran 5 kg dengan media tanama berupa tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 3:1 sehingga siap untuk diaplikasikan Trichoderma dan fungisida nabati. Penyakit patik pada tanaman tembakau sangat
berkembang pada kondisi yang lembab. Oleh karena itu, tanaman tembakau harus dijaga kelembabannya dengan cara meletakkan tanaman tembakau tidak berada di bawah sinar matahari secara langsung.
3.4.2 Pembuatan fungisida nabati kunyit, kencur, dan sirih
3.4.3 Perbanyakan jamur Trichoderma spp.
Isolat Trichoderma spp. yang digunakan adalah koleksi Klinik Tanaman yaitu T.harzianum dan T.viride yang tahan terhadap fungisida nabati kunyit, kencur, dan sirih. Trichoderma diperbanyak menggunakan media PDA (Potato Dextrose Agar). Biakan Trichoderma diambil dengan menggunakan jarum ose, lalu
diletakkan ditengah-tengah cawan petri yang telah berisi media PDA, dan diinkubasi selama 7 hari.
3.4.4 Penyiapan suspensi dan menghitung kerapatan jamur Trichoderma spp.
Penghitungan kerapatan spora jamur Trichoderma spp. dilakukan pada biakan berumur 7 hari, dibuat menjadi suspensi menggunakan air aquades steril 10 ml. setelah itu dilakukan pengenceran menjadi 10-6. Hasil pengenceran jamur Trichoderma spp. (0,1 ml) dihitung kerapatan sporanya menggunakan
Haemocytometer. Kemudian seluruh suspensi masing-masing spesies
Trichoderma ini digunakan untuk disemprotkan pada daun tanaman tembakau
dengan menambahkan 0,5 kg gula tiap 1000ml suspensi sebagai makanan tambahan bagi Trichoderma.
3.4.5 Penyiapan inokulum C. nicotianae
kemudian diblender hingga seluruhnya tercampur rata. Kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan larutan dengan ampasnya.
3.4.6 Aplikasi suspensi Trichoderma spp.pada daun tembakau
Suspensi dua spesies Trichoderma yang telah disiapkan kemudian diaplikasikan dengan menyemprotkan menggunakan handsprayer dibagian permukaan dan bawah daun-daun tanaman tembakau secara merata sebanyak 50-60 ml per tanaman pada pukul 17.00 WIB saat matahari mulai tenggelam dengan tujuan untuk menjaga kelembaban. Aplikasi Trichoderma dilakukan 7 hari sebelum aplikasi fungisida nabati dan dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum dan setelah inokulasi C. nicotianae.
3.4.7 Aplikasi fungisida nabati kencur, kunyit, dan sirih
Fungisida nabati berupa larutan dari tepung kencur, kunyit, dan daun sirih tersebut disemprotkan sebanyak 50-60 ml per tanaman ke bagian permukaan dan bawah daun tanaman tembakau secara merata 7 hari setelah aplikasi Trichoderma dan dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum dan setelah inokulasi C. nicotianae. Konsentrasi yang dipakai adalah 50gr fungisida nabati per liter air untuk masing-masing jenis fungisida nabati.
3.4.8 Inokulasi C. nicotianae pada daun tembakau
tanaman inokulum. Kedua, inokulum C. nicotianae yang telah berupa larutan disemprotkan ke bagian permukaan dan bagian bawah daun-daun tembakau secara merata. Penyemprotan dilakukan pada sore hari pukul 18.00-19.00 dengan tujuan untuk menjaga kelembaban. Interval waktu penyemprotan pertama dari inokulasi alami yaitu dua minggu, dan dengan penyemprotan kedua satu minggu.
3.4.9 Pengamatan dan pengumpulan data
Pengamatan dilakukan terhadap gejala penyakit pada daun tembakau yang muncul yaitu timbulnya bercak di daun (Komisi Pestisida, 1989), dengan interval
pengamatan tujuh hari. Pengamatan dilakuakan sebanyak 5 kali pengamatan selama lima minggu.
Tabel 2. Skor gejala penyakit patik pada tembakau
Skor Gejala Penyakit
0 tidak ada daun terserang 1 luas daun terserang 1% – 25% 2 luas daun terserang 26% – 50% 3 luas daun terserang 51% – 75% 4 luas daun terserang 76% – 100%
Data yang dikumpulkan berupa tingkat keparahan penyakit yang dihitung menurut rumus :
Keterangan :
N : jumlah tanaman yang diamati V : skor tertinggi
Seluruh data keparahan penyakit patik digunakan untuk dibuat grafik
perkembangan penyakit. Menurut Louws et al. (1996), total luas area yang ada di bawah kurva perkembangan penyakit (Area Under Diseases Progress
Curve/AUDPC) dihitung dengan menggunakan rumus :
Keterangan :
Y i+1 : data pengamataan ke-i+1 t i+1 : waktu pengamatan ke-i+1 Yi : data pengamatan ke-1 ti : waktu pengamatan ke-1
Persentase penghambatan serangan C. nicotianae akibat pengaplikasian Trichoderma dan fungisida nabati dihitung berdasarkan rumus :
3.4.10 nalisis Data
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan Juli 2011 sampai Januari 2012.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, jarum ose, beaker glass, otoklaf, plastik tahan panas, alumunium foil, kertas saring, Bunsen, bor gabus, korek api, spidol, erlenmeyer, kaca preparat cekung, cover glass, mikroskop, spatula, gelas ukur, tissue, laminar air flow, oven, timbangan, karet, nampan, panci, dan kertas label. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman tembakau, isolat T. harzianum, T. viride kentang, gula, agar batang, kunyit, kencur, sirih, tanah, pupuk kandang, aquades, dan alkohol 70 %.
3.3 Metode Penelitian
1. Kontrol berupa tanaman tembakau yang disiram dengan air steril; 2. Aplikasi T. viride dikombinasikan dengan fungisida kencur; 3. Aplikasi T. viride dikombinasikan dengan fungisida kunyit; 4. Aplikasi T. viride dikombinasikan dengan fungisida sirih;
5. Aplikasi T. harzianum dikombinasikan dengan fungisida kencur; 6. Aplikasi T. harzianum dikombinasikan dengan fungisida kunyit; 7. Aplikasi T. harzianum dikombinasikan dengan fungisida sirih.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Penyiapan tanaman tembakau
Bibit tanaman tembakau yang berumur 38-45 hari sebanyak 21 tanaman dipindah tanam dalam 21 polibag berukuran 5 kg dengan media tanama berupa tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 3:1 sehingga siap untuk diaplikasikan Trichoderma dan fungisida nabati. Penyakit patik pada tanaman tembakau sangat
berkembang pada kondisi yang lembab. Oleh karena itu, tanaman tembakau harus dijaga kelembabannya dengan cara meletakkan tanaman tembakau tidak berada di bawah sinar matahari secara langsung.
3.4.2 Pembuatan fungisida nabati kunyit, kencur, dan sirih
3.4.3 Perbanyakan jamur Trichoderma spp.
Isolat Trichoderma spp. yang digunakan adalah koleksi Klinik Tanaman yaitu T.harzianum dan T.viride yang tahan terhadap fungisida nabati kunyit, kencur, dan sirih. Trichoderma diperbanyak menggunakan media PDA (Potato Dextrose Agar). Biakan Trichoderma diambil dengan menggunakan jarum ose, lalu
diletakkan ditengah-tengah cawan petri yang telah berisi media PDA, dan diinkubasi selama 7 hari.
3.4.4 Penyiapan suspensi dan menghitung kerapatan jamur Trichoderma spp.
Penghitungan kerapatan spora jamur Trichoderma spp. dilakukan pada biakan berumur 7 hari, dibuat menjadi suspensi menggunakan air aquades steril 10 ml. setelah itu dilakukan pengenceran menjadi 10-6. Hasil pengenceran jamur Trichoderma spp. (0,1 ml) dihitung kerapatan sporanya menggunakan
Haemocytometer. Kemudian seluruh suspensi masing-masing spesies
Trichoderma ini digunakan untuk disemprotkan pada daun tanaman tembakau
dengan menambahkan 0,5 kg gula tiap 1000ml suspensi sebagai makanan tambahan bagi Trichoderma.
3.4.5 Penyiapan inokulum C. nicotianae
kemudian diblender hingga seluruhnya tercampur rata. Kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan larutan dengan ampasnya.
3.4.6 Aplikasi suspensi Trichoderma spp.pada daun tembakau
Suspensi dua spesies Trichoderma yang telah disiapkan kemudian diaplikasikan dengan menyemprotkan menggunakan handsprayer dibagian permukaan dan bawah daun-daun tanaman tembakau secara merata sebanyak 50-60 ml per tanaman pada pukul 17.00 WIB saat matahari mulai tenggelam dengan tujuan untuk menjaga kelembaban. Aplikasi Trichoderma dilakukan 7 hari sebelum aplikasi fungisida nabati dan dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum dan setelah inokulasi C. nicotianae.
3.4.7 Aplikasi fungisida nabati kencur, kunyit, dan sirih
Fungisida nabati berupa larutan dari tepung kencur, kunyit, dan daun sirih tersebut disemprotkan sebanyak 50-60 ml per tanaman ke bagian permukaan dan bawah daun tanaman tembakau secara merata 7 hari setelah aplikasi Trichoderma dan dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum dan setelah inokulasi C. nicotianae. Konsentrasi yang dipakai adalah 50gr fungisida nabati per liter air untuk masing-masing jenis fungisida nabati.
3.4.8 Inokulasi C. nicotianae pada daun tembakau
tanaman inokulum. Kedua, inokulum C. nicotianae yang telah berupa larutan disemprotkan ke bagian permukaan dan bagian bawah daun-daun tembakau secara merata. Penyemprotan dilakukan pada sore hari pukul 18.00-19.00 dengan tujuan untuk menjaga kelembaban. Interval waktu penyemprotan pertama dari inokulasi alami yaitu dua minggu, dan dengan penyemprotan kedua satu minggu.
3.4.9 Pengamatan dan pengumpulan data
Pengamatan dilakukan terhadap gejala penyakit pada daun tembakau yang muncul yaitu timbulnya bercak di daun (Komisi Pestisida, 1989), dengan interval
pengamatan tujuh hari. Pengamatan dilakuakan sebanyak 5 kali pengamatan selama lima minggu.
Tabel 2. Skor gejala penyakit patik pada tembakau
Skor Gejala Penyakit
0 tidak ada daun terserang 1 luas daun terserang 1% – 25% 2 luas daun terserang 26% – 50% 3 luas daun terserang 51% – 75% 4 luas daun terserang 76% – 100%
Data yang dikumpulkan berupa tingkat keparahan penyakit yang dihitung menurut rumus :
Keterangan :
N : jumlah tanaman yang diamati V : skor tertinggi
Seluruh data keparahan penyakit patik digunakan untuk dibuat grafik
perkembangan penyakit. Menurut Louws et al. (1996), total luas area yang ada di bawah kurva perkembangan penyakit (Area Under Diseases Progress
Curve/AUDPC) dihitung dengan menggunakan rumus :
Keterangan :
Y i+1 : data pengamataan ke-i+1 t i+1 : waktu pengamatan ke-i+1 Yi : data pengamatan ke-1 ti : waktu pengamatan ke-1
Persentase penghambatan serangan C. nicotianae akibat pengaplikasian Trichoderma dan fungisida nabati dihitung berdasarkan rumus :
3.4.10 nalisis Data
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini disimpulkan sebagai berikut :
1. Kombinasi Trichoderma spp dengan fungisida nabati dapat menekan keparahan penyakit patik tembakau pada pengamatan minggu ketiga. 2. Keparahan penyakit patik pada pengamatan minggu ketiga, perlakuan
kombinasi agensia hayati T.harzianum dengan kunyit, kombinasi T.harzianum dengan kencur, kombinasi T.harzianum dengan sirih dan kombinasi T.viride dengan kunyit,kombinasi T.viride dengan kencur maupun kombinasi T.viride dengan sirih memiliki efektifitas yang sama.
5.2 Saran
PENGARUH KOMBINASI Trichoderma spp. DENGAN
FUNGISIDA NABATI TERHADAP KEPARAHAN PENYAKIT PATIK (Cercospora nicotianae Ell. et Ev.) PADA TEMBAKAU
(Skripsi)
Oleh Meri Lusiana
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
PENGARUH KOMBINASI Trichoderma spp. DENGAN
FUNGISIDA NABATI TERHADAP KEPARAHAN PENYAKIT PATIK (Cercospora nicotianae Ell. et Ev.) PADA TEMBAKAU
Oleh MERI LUSIANA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Daun bergejala patik ... 11
2. Perkembangan keparahan penyakit patik dari minggu pertama hingga minggu kelima ... 31
3. Daun tembakau tua yang terserang C. nicotianae ... 33
4. Daun tembakau muda yang terserang C. nicotianae ... 33
5. Konidia dan miselium C. nicotianae ... 34
6. Konidiofor C. nicotianae ... 34
7. Tata letak percobaan ... 39
8. Biakan Trichoderma harzianum dan viride ... 43
9. Media tanam tembakau (tanah + pupuk kandang) ... 43
10.Bibit tembakau berumur 50 hari ... 43
11.Polybag yang berisi media tanam dan bibit tembakau ... 44
12.Inokulasi secara alami ... 44
13.Inokulasi dengan penyemprotan ... 45
14.Proses penghancuran (pemblenderan) kunyit, kencur, dan sirih ... 45
15.Fungisida nabati A. tepung kencur, B. tepung kunyit, dan C. tepung sirih ... 46
16. Pengaplikasian A. T. viride, B. T. harzianu, dan C. air steril (kontrol) .... 47
2.5 Kencur (Kaempferia galanga L.) ... 18
3.4.2 Pembuatan fungisida nabati kunyit, kencur, dan sirih ... 22
3.4.3 Perbanyakan jamur Trichoderma spp. ... 23
3.4.4 Penyiapan suspensi dan menghitung kerapatan jamur Trichoderma spp. ... 23
3.4.5 Penyiapan inokulum C. nicotianae ... 23
3.4.6 Aplikasi suspensi Trichoderma spp.pada daun tembakau ... 24
3.4.7 Aplikasi fungisida nabati kencur, kunyit, dan sirih ... 24
3.4.8 Inokulasi C. nicotianae pada daun tembakau ... 24
3.4.9 Pengamatan dan pengumpulan data ... 25
3.4.10 Analisis Data ... 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai AUDPC dan persentase penghambatan keparahan penyakit patik tembakau ... 22
4.2 Pengaruh aplikasi kombinasi Trichoderma spp. dengan fungisida nabati terhadap keparahan penyakit patik tembakau ... 29
5.2 Saran ... 35
DAFTAR PUSTAKA
Afriastini, J. 2004. Bertanam Kencur. Penebar Swadaya. Jakarta
Agrios,G.N., 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Alexopolus, C. J. & C. W. Mims. 1979. Introductory Mycology. John Willey and Sons. New York. 386 hlm.
Anonim. 2011. Budidaya Tembakau Deli. http://ptpn.co.id/
72.14.235.104/searchqeacheOdkN/Bab16/PTPN/252011.pdf diakses 20 Februari 2011
Aznam, N. 1998. Manfaat dan Prospek Pengembangan Kunyit. Trubus Agriwidya. Ungaran
Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Tembakau di Lampung 2005-2009. BPS. Lampung
Barnett, H. L. & B. B. Hunter. 1972. The Fungal Host-Parasite Relationship. Ann. Rev. Phytopathol.
Belanger, R.R., C. Labbe and W.R. Jarvis. 1984. Commercial-scale control of rose powdery mildew with a fungal antagonist. Plant Dis. 78:420-424. Cahyono, B. 1998. Tembakau, Budi daya dan Analisis Tani. Kanisius. Yogyakarta Campbell, R. 1989. Biological Control Of Microbial Plant Pathogens. Cambridge
University Press. New York Melbourne Sydney. 218 hlm.
Dalmadiyo G. 1999. Pengendalian Penyakit Tembakau secara Terpadu. Di dalam : Prosiding Semiloka Teknologi Tembakau. Tirtosastro S, Rahman A, Isdijoso SH, Gothama AAA, Dalmadijo G & Mukani (eds.). Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat, Malang
Dicky. 2011. Uji Efektivitas Beberapa Jenis Fungisida Nabati Dengan Dosis Yang Berbeda untuk Mengendalikan Penyakit Bercak Daun (Cercospora nicotianae ell. et .ev) Pada Tanaman Tembakau (Nicotianae tabaccum l.) di Lapangan. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara
Djojosumarto, P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius. Yogyakarta. 211 hlm.
Efri, Joko.P.,& Radix.S. 2009. Skrining dan Uji Antagonis Jamur Trichoderma harzianum yang Mampu Bertahan di Filosfer Tanaman Jagung. Jurnal HPT Tropika Vol 9, No. 2 : 121-129. Universitas Lampung. Lampung
Erwin. 2009. Pedoman Tekhnis HPT Tembakau. Balai Penelitian Tembakau Deli. PTPN II Medan
FAO STAT. 2011. Top Production – Tobacco 2008. http://apps.fao.org/page/ collections ? subset=agriculture. Diakses 20 Februari 2011
Harman GE, Howell CR, Viterbo A, Chet I, Lorito M. 2004. Trichoderma species – opportunistic, avirulent plant symbionts. Nature Reviews in
Microbiology 2, 43–56.
Kartasapoetra, G. 1996. Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat. Reneka Cipta. Jakarta
Komisi Pestisida. 1989. Metode Standar Percobaan Efikasi Pestisida. Departemen Pertanian. Jakarta
Louws, F.J.,K.H. Mary, F.K. John, & T.S. Cristine. 1996. Impact Of Reduced Fungicide And Tillage On Blight, Fruit Root And Yield Processing Tomatoes. Plant Dis. 80: 1251-1256.
Munnecke, D, E. 1972. Factors Effecting The Efficacy of Fungicides in Soil. Ann. Rev. Phytopathol. 10:375-397 hlm.
Mursito, B. & P. Heru. 2002. Tanaman Hias Berkhasiat Obat. Penebar Swadaya. Jakarta
Oktasari, E. 2009. Pengaruh Kombinasi Trichoderma spp. Dengan Fungisida Nabati Terhadap Keparahan Penyakit Busuk Pangkal Batang Lada (Phytophthora capsici L.). Universitas Lampung. Lampung. 55 hlm Papavizas, G. C. 1985. Trichoderma and Glicladium: Biology, Ekology, and
Potential for Biocontrol. Annual Reviews Inc. Phytophal. Maryland. 23:23-54 pp.
Semangun, H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Semangun, H. 2004. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Sulityowati,L., Mulyadi & Sulityorini. 1995. Antagonisme Trichoderma sp. Dengan Fusarium oxysporum f.sp. cubense pada tanmaan pisang di rumah kaca. Prosiding Kongres Nasional XIII dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopolagi Indonesia. Mataram 572-576
Sumangat, D., Angraeni, & Laksmanahardja. 1994. Kunyit. Edisi Khusus Littro Vol. X, No.2. Bogor . Hlm 34-42
Suwahyono U, & Wahyudi P. 2004. Penggunaan Biofungisida Pada Usaha Perkebunan. Infor @iptek.net.id. Diakses 30 Januari 2011
Thomas, A. N. S. 1989. Tanaman Obat Tradisional. Kanisius. Yogyakarta. 130 hlm.
Thurston, H, D. 1992. Sustainable Practice for Plant Diseas Management in Traditional Farming System. Oxford & IBH Publishing Co. Pvt. Ltd
Togashi, I., K. Itoh, S. Gisusi, & Harada A. 1997. Distribution of airborne fungi in houses for the sawdust-based cultivation of Lentinus edodes. Journal of the Hokkaido Forest Products Research Institute. Japan
Tronsmo, A. 1996. Trichoderma harzianum in Biological Control of Fungal Dieseas in R. Hall. Principle and Practice Of Managing Soil Borne Pathogens. APS Press. Minnesota
Widyastuti, S.M., Sumardi & N.Hidayat.1998. Kemampuan Trichoderma spp. untuk pengendalian hayati jamur akar putih pada Acasia mangium secara in vitro. Buletin Kehutanan. Fak.Kehutanan, UGM.Yogyakarta.No.36, hal.25-38.
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Ir. Joko Prasetyo, M.S ………
Sekretaris : Ir. Sudiono, M.S ………
Penguji : Dr. Ir. Suskandini Ratih, M.S ………
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S NIP. 196108261987021001
PENGARUH KOMBINASI Trichoderma spp. DENGAN FUNGISIDA NABATI TERHADAP KEPARAHAN PENYAKIT PATIK
(Cercospora nicotianae Ell. et Ev.) PADA TEMBAKAU
Judul :
Nama Mahasiswa : Meri Lusiana Nomor Pokok Mahasiswa : 0714041045
Jurusan : Agroteknologi
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Ir. Joko Prasetyo, M.P. Ir. Sudiono,M.Si.
NIP. 195902141989021001 NIP. 196509271994021001
2. Ketua Program Studi
MOTTO
SESUNGGUHNYA BERSAMA SETIAP KESULITAN ADA KEMUDAHAN
(Q.S Al-Insyirah : 6)
KEBERHASILAN ANDA DITENTUKAN OLEH ANDA SENDIRI DAN TAKDIR ALLAH SWT. BUKAN OLEH ORANG LAIN
THERE IS NO SUCH AS BEST RESULT WITHOUT LEARNING PROCESS COMPLETED WITH DILLIGENCE AND SACRIFICE OF YOUR TIME
TIDAK SEMUA SAMA DAN SEJALAN DENGAN APA YANG KAMU PIKIRKAN, MAKA DARI SITULAH KITA BELAJAR TENTANG ARTI
“MENGHARGAI”
Dengan mengucap
kupersembahkan karya ini sebagai ungkapan terima kasih kepada :
Kedua orangtua, Ayahanda Muchtar Akib dan Ibunda Sumiati yang selalu
memberikan doa dan dukungannya
Kakak-kakakku dr. Yoane Lisa, dan Yoga Salendra, S.T serta adikku Ahmad
Iqbal yang telah memberikan semangat
dan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kotabumi pada tanggal 3 Mei 1989. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Bapak Muchtar Akib dan Ibu Sumiati.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Rejosari pada tahun 2001, kemudian melanjutkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 7 Kotabumi pada tahun 2004, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2007.
SANWACANA
Segala puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkah, rahmat, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul
“Pengaruh Kombinasi Trichoderma spp. Dengan Fungisida Nabati Terhadap
Keparahan Penyakit Patik (Cercospora Nicotianae Ell. Et Ev.) Pada
Tembakau” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian (S.P) di Jurusan/Program Studi Agroteknologi.
Penulis menyadari dalam penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan semua pihak, maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ir. Joko Prasetyo, M.P selaku pembimbing utama yang telah memberikan ide, kesempatan serta ilmu yang berharga dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan Program Sarjana ini.
2. Ir. Sudiono, M.S selaku pembimbing pendamping atas waktu dan kesedian yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Dr. Ir. Suskandini Ratih, M.S selaku penguji atas kritikan dan saran yang diberikan dalam menyempurnakan skripsi ini.
4. Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P selaku Ketua Jurusan/Program studi Agroteknologi
dan Penyakit Tumbuhan atas bantuan, bimbingan serta ilmu yang telah diberikan selam penulis menjadi mahasiswa.
8. Mbak Uum, mas Iwan, mas Rahmat, dan pak Paryadi atas bantuannya selama melaksanakan penelitian di laboratorium.
9. Keluarga yang telah memberi dukungan moril yang tak pernah habis-habisnya.
10.Sahabat-sahabat seperjuangan selama penelitian dan penulisan skripsi : Riki Martina Ningsih, Eka Wahyuningsih, dan Selvi Helina.
11.Sahabat-sahabat angkatan 2007 : Wika, Parman, Alex, Ovy, Teddy, Rani, Ria, Yani, Alwi, Fajri, Badrus, Furqon, Stenia, Raya, Uus, Cici, Resma, Juwita, Oviana, Mpeb, Lilis, Anto, Yuli, Bang Juki, Yanti, Syukur, serta kakak-kakak tingkat 2006 atas semangat dan keceriannya.
12.Sahabat-sahabat kos-kosan dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas canda tawanya selama ini.
Penulis menyadari bahwa sripsi ini masih mempunyai banyak kekurangan
sehingga sangat dibutuhkan adanya perbaikan dikemudian hari. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi civitas akademika Universitas Lampung untuk menjadi lebih baik.