• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEMBUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU BASIL TAHAN ASAM (BTA) POSITIF DEWASA DI KABUPATEN PRINGSEWU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEMBUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU BASIL TAHAN ASAM (BTA) POSITIF DEWASA DI KABUPATEN PRINGSEWU"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEMBUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU BASIL TAHAN ASAM (BTA) POSITIF

DEWASA DI KABUPATEN PRINGSEWU

( Skripsi )

Oleh

RAHMA PUTRI KINASIH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)
(3)
(4)
(5)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEMBUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU BASIL TAHAN ASAM (BTA) POSITIF

DEWASA DI KABUPATEN PRINGSEWU

Oleh

RAHMA PUTRI KINASIH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(6)

Judul Skripsi : FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEMBUHAN PASIEN

TUBERKULOSIS PARU BASIL TAHAN ASAM (BTA) POSITIF DEWASA DI KABUPATEN PRINGSEWU

Nama Mahasiswa : Rahma Putri Kinasih Nomor Pokok Mahasiswa : 0918011127

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

dr. Reni Zuraida M.Si. dr. Diana Mayasari NIP. 197901242005012015 NIP. 198409262009122002

2. Dekan Fakultas Kedokteran

(7)

Judul Skripsi : FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEMBUHAN PASIEN

TUBERKULOSIS PARU BASIL TAHAN ASAM (BTA) POSITIF DEWASA DI KABUPATEN PRINGSEWU

Nama Mahasiswa : Rahma Putri Kinasih Nomor Pokok Mahasiswa : 0918011127

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

dr. Reni Zuraida M.Si. dr. Diana Mayasari NIP. 197901242005012015 NIP. 198409262009122002

2. Dekan Fakultas Kedokteran

(8)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : dr. Reni Zuraida, M.Si.

Sekretaris : dr. Diana Mayasari

Penguji

Bukan Pembimbing : dr. TA Larasati, M.Kes.

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. Sutyarso, M.Biomed. NIP. 195704241987031001

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 10 November 1990, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari Bapak Hi.Subani, S.Kep dan Ibu Hj.Yuni Hartini, S.ST.

(10)
(11)

SANWACANA

Alhamdulillahi robbil’alamin, puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT

yang senantiasa mencurahkan segala nikmat-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat waktu. Shalawat beriring salam kepada junjungan kita, Rasulullah SAW, semoga kita mendapat syafaatnya di hari akhir.

Skripsi dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kesembuhan Pasien Tuberkulosis Paru Basil Tahan Asam (BTA) Positif Dewasa Di Kabupaten Pringsewu “ adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Sutyarso, M. Biomed., selaku dekan Fakultas Kedoketran Universitas Lampung;

2. Ibu dr. Reni Zuraida, M. Si., selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

(12)

telah diberikan;

5. Terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Ibunda Hj. Yuni Hartini, S.ST., atas doanya setiap waktu, kesabarannya, keikhlasannya, kasih sayangnya, dan atas dukungan serta segala sesuatu yang telah diberikan kepada penulis hingga saat ini. Ayahanda Hi. Subani, S.Kep. yang selalu menjadi panutan, semangat, serta suri teladan tiada henti bagiku. Adikku, Indhraswari Dyah Wilujeng atas dorongan dan semangat bagi penulis selama menjalani perkuliahan. Sofie Nastiti atas kasih sayang, tawa ceria, serta senyum bahagia menjadi semangat bagi penulis. Keluarga besarku, Mas Eko, Bulek Heppy, Ipan, Ica, Uli, Mbak Echa, Mas Andri, Rafid, Hamza, serta Mbah Metro. Pakde Sokheh dan Bude Ratmi yang selalu memberikan doa dan semangat dalam menyelesaikan kuliah;

6. Seluruh staf Dosen FK Universitas Lampung atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita;

7. Seluruh staf Tata Usaha FK Universitas Lampung dan pegawai yang turut membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas bantuan dan dukungannya;

(13)

kenangan, kebersamaan, tangis, tawa bersama serta perjalanan hidup yang telah kita lalui bersama selama ini;

10. Teman-teman KKN, Evi, Karsini, Rizky, Uus, Farah, Siska, Rita, Fajar, Eko, Mada, Kak Erwin, Mulvi, Heru, Tedi, Dendi, Kautsar, Pak Kades, Bu Kades, terimakasih atas kenangan manis yang telah diberikan;

11. Teman-teman bimbingan, Desfi, Hani, Muslim, Kiki, Reza R, Arum, Agung, Tetra, Aqsho, Harli, Dm, Dea, Lewi, Reza P, Erin, terima kasih atas semangat dan kebersamaan yang diberikan;

12. Teman-teman angkatan 2009 yang tak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih telah memberikan makna atas kebersamaan yang terjalin dan memberi motivasi belajar;

13. Kakak-kakak dan adik-adik tingkatku (angkatan 2002–2012) yang sudah memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran.

Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan baru kepada setiap orang yang membacanya. Terima kasih.

Bandar Lampung, 29 Januari 2013 Penulis

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

1. Tujuan Umum ... 4

2. Tujuan Khusus ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Kerangka Teori... 6

F. Kerangka Konsep ... 8

G. Hipotesis ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Tuberkulosis ... 9

1. Pengertian tuberkulosis ... 9

2. Penyebab tuberkulosis ... 9

3. Penularan tuberkulosis ... 10

4. Tanda dan Gejala tuberkulosis ... 10

5. Diagnosis tuberkulosis ... 11

6. Klasifikasi tuberkulosis ... 15

(15)

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan

TB Paru ... 18

C. Pengawas Menelan Obat (PMO) ... 21

1. Persyaratan PMO ... 21

2. Siapa yang dapat menjadi PMO ... 22

3. Tugas seorang PMO ... 22

4. Informasi Penting yang Perlu di Pahami PMO ... 22

D. Hasil Pengobatan dan Tindak Lanjut ... 23

1. Sembuh ... 23

2. Pengobatan lengkap ... 23

3. Meninggal ... 24

4. Pindah ... 24

5. Defaulted atau Drop out ... 24

6. Gagal ... 24

E. Edukasi oleh Petugas Kesehatan ... 25

III. METODE PENELITIAN ... 27

A. Rancangan Penelitian ... 27

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 27

1. Tempat Penelitian... 27

2. Waktu Penelitian ... 28

C. Bahan, Alat dan Data Penelitian ... 28

1. Bahan Penelitian... 28

2. Alat Penelitian ... 28

3. Data Penelitian ... 29

D. Populasi dan Sampel ... 29

1. Populasi ... 30

2. Sampel ... 30

E. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 31

1. Kriteria Inklusi ... 31

2. Kriteria Eksklusi... 31

F. Alur Penelitian ... 33

G. Metode Pengumpulan Data ... 33

(16)

I. Metode Analisis Data ... 36

1. Metode Pengolahan Data ... 36

2. Analisa Data ... 36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

A.Hasil ... 38

1. Hasil Analisis Univariat ... 38

2. Hasil Analisis Bivariat ... 42

B.Pembahasan ... 47

1. Univariat ... 47

2. Bivariat ... 49

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

A.Kesimpulan... 56

B.Saran ... 57

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) ... 17 2.Kategori Pengobatan TB Paru ... 18 3.Definisi Operasional... 34 4. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien Tuberkulosis Paru Basil

Tahan Asam (BTA) Positif Dewasa di Kabupaten Pringsewu ... 39 5. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Pasien Tuberkulosis Paru

Basil Tahan Asam (BTA) Positif Dewasa di Kabupaten Pringsewu .... 39 6. Distribusi Frekuensi Edukasi oleh Petugas Kesehatan Pasien

Tuberkulosis Paru Basil Tahan Asam (BTA) Positif Dewasa di Kabupaten Pringsewu ... 40 7. Distribusi Frekuensi Kepatuhan Memeriksakan Dahak Pasien

Tuberkulosis Paru Basil Tahan Asam (BTA) Positif Dewasa di Kabupaten Pringsewu ... 40 8. Distribusi Frekuensi Dukungan PMO Pasien Tuberkulosis Paru Basil

Tahan Asam (BTA)Positif Dewasa di Kabupaten Pringsewu ... 41 9. Distribusi Frekuensi Kesembuhan Pasien Tuberkulosis Paru Basil

Tahan Asam (BTA) Positif Dewasa di Kabupaten Pringsewu ... 41 10. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kesembuhan Pasien Tuberkulosis

Paru Basil Tahan Asam (BTA) Positif Dewasa di Kabupaten

Pringsewu…...….. 42

11. Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Kesembuhan Pasien Tuberkulosis Paru Basil Tahan Asam (BTA) Positif Dewasa di

(18)

12. Hubungan Edukasi Oleh Petugas Kesehatan Dengan Kesembuhan Pasien Tuberkulosis Paru Basil Tahan Asam (BTA) Positif Dewasa di Kabupaten Pringsewu………...…. 44 13. Hubungan Kepatuhan Memeriksakan Dahak Dengan Kesembuhan

Pasien Tuberkulosis Paru Basil Tahan Asam (BTA) Positif Dewasa di Kabupaten Pringsewu………. 45 14. Hubungan dukungan PMO dengan kesembuhan pasien Tuberkulosis

Paru Basil Tahan Asam (BTA) positif dewasa di kabupaten

(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka teori ... 7

2. Kerangka konsep ... 8

3. Alur Diagnosis Pasien Tuberkulosis ... 12

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner

2. Surat Izin Penelitian 3. Surat Balasan Penelitian

(21)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis Paru sampai saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat dan secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009). Diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terkena penyakit ini. Pada tahun 2009, terdapat sekitar 9,4 juta insiden kasus tuberkulosis secara global. Prevalensi di dunia mencapai 14 juta kasus atau sama dengan 244 kasus per 100.000 penduduk. Dari laporan WHO tahun 2011 disimpulkan bahwa ada 22 negara dengan kategori beban tinggi terhadap TBC (high burden of TBC number). Sebanyak 8,9 juta penderita TBC (Tuberculosis) dengan proporsi 80% pada 22 negara berkembang dengan kematian 3 juta orang per tahun dan 1 orang dapat terinfeksi TBC setiap detik.

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1995 TB (Tuberkulosis) Paru di Indonesia menduduki urutan ketiga setelah penyakit kardiovaskuler dan saluran pernafasan serta menempati urutan kesatu pada penyakit infeksi. Menurut Departemen Kesehatan, kini penanggulangan TB di Indonesia menjadi lebih baik, data statistik World Health

(22)

Selatan, dan Nigeria. Beberapa hasil dan pencapaian program TB, menurut Tjandra Yoga angka keberhasilan pengobatan TB di Indonesia naik sebesar 91% pada tahun 2008. Target pencapaian angka penemuan kasus TB Paru CaseDetection Rate (CDR) tahun 2009 sudah mencapai 73,1%. Pada tahun 2009 terjadi penurunan angka kesembuhan pasien TB Paru menjadi 82,8%. Masih terdapat tantangan dalam pengobatan TB di dunia dan Indonesia, antara lain faktor individu, komuniti, kepatuhan, strategi pengobatan, infeksi HIV, faktor komorbid, keadaan khusus, merokok, alkohol, tunawisma, dan genetik (Masniari, 2007).

Laporan WHO pada Tahun 2009 mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TB sebesar 429.000 orang (WHO, 2010). Pada tahun 2011, jumlah penderita TB 280 per 100.000 penduduk, presentasi penderita yang ditemukan 82,20 % dan presentasi penderita TB yang disembuhkan menurun dari target yang ditetapkan yaitu 80,42% (Depkes RI, 2012).

Penyebaran TBC yang sangat cepat disebabkan karena penularannya yang begitu mudah, yaitu melalui percikan droplet yang mengandung Mycobacterium tuberculosa (Lopez et al, 2010). Dugaan jenis kelamin perempuan juga menjadi faktor resiko (Achmadi, 2008). Menurut Rizkiyani (2008), angka kesembuhan pasien Tuberkulosis Paru berkaitan dengan umur, jenis kelamin, keteraturan berobat, kepatuhan memeriksakan dahak, dukungan PMO, serta jarak tempat tinggal dengan puskesmas.

(23)

petugas kesehatan dan tingkat pendidikan merupakan faktor resiko (Murtantiningsih dan Wahyono, 2010).

Menurut Depkes RI (2012), penanggulangan TB Paru dengan strategi DOTS diharapkan dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi yaitu minimal 85% dari penderita TB Paru BTA positif. Pengobatan TB Paru harus dilakukan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, tidak boleh menggunakan obat tunggal. Dosis obatnya harus diberikan dalam jumlah yang cukup dan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan untuk menghindari kuman TB berkembang menjadi resisten terhadap obat.

Di Povinsi Lampung, angka kesembuhan penderita TB Paru BTA positif yaitu 88,5% pada tahun 2011. Semua kasus BTA sebanyak 7241 terdeteksi kasus BTA positif sebanyak 5139 kasus (Profil Kesehatan Provisi Lampung, 2012). Tahun 2008, di Provinsi Lampung terjadi pemekaran Kabupaten dari Kabupaten Tanggamus mengalami pemekaran menjadi

Kabupaten Pringsewu. Pembentukan Kabupaten baru, mempengaruhi berbagai sistem. Salah satunya sistem pelayanan kesehatan (Profil Kesehatan Kabupaten Pringsewu, 2012).

(24)

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kesembuhan Pasien Tuberkulosis Paru Basil Tahan Asam (BTA) Positif Dewasa Di Kabupaten Pringsewu”.

B. Rumusan Masalah

Angka kejadian Tuberkulosis di dunia masih tinggi. Insidensi yang tinggi, seharusnya diimbangi oleh angka kesembuhan yang tinggi pula. Angka kesembuhan TB Paru di

Indonesia tahun 2011 tidak mencapai target nasional seperti tahun sebelumnya. Di Lampung juga ada beberapa puskesmas yang tidak mencapai target pada angka kesembuhan

Tuberkulosis. Puskesmas Gading rejo dan Puskesmas Ambarawa di Kabupaten Pringsewu, angka kesembuhan TB Paru nya tidak mencapai target nasional yang telah ditetapkan. Keadaan ini kemungkinan dipengaruhi oleh berbagai hal. Dari latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah ”Apakah faktor-faktor yang berhubungan dengan kesembuhan pasien

tuberkulosis paru Basil Tahan Asam (BTA) positif dewasa di Kabupaten Pringsewu?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

(25)

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan kesembuhan paisen Tuberkulosis Paru Basil Tahan Asam (BTA) positif dewasa di Kabupaten Pringsewu

b. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan kesembuhan pasien

Tuberkulosis Paru Basil Tahan Asam (BTA) positif dewasa di Kabupaten Pringsewu c. Untuk mengetahui hubungan edukasi oleh petugas kesehatan dengan kesembuhan

pasien Tuberkulosis Paru Basil Tahan Asam (BTA) positif dewasa di Kabupaten Pringsewu

d. Untuk mengetahui hubungan kepatuhan memeriksakan dahak dengan kesembuhan pasien Tuberkulosis Paru Basil Tahan Asam (BTA) positif dewasa di Kabupaten Pringsewu

e. Untuk mengetahui hubungan dukungan PMO (Pengawas menelan obat) dengan kesembuhan pasien Tuberkulosis Paru Basil Tahan Asam (BTA) positif dewasa di Kabupaten Pringsewu.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kesembuhan pasien Tuberkulosis Paru Basil Tahan Asam (BTA) positif dewasa di Kabupaten Pringsewu, diharapkan memberikan manfaat kepada berbagai pihak, antara lain:

(26)

dengan kesembuhan pasien Tuberkulosis Paru Basil Tahan Asam (BTA) positif dewasa.

b. Bagi instansi terkait, penelitian ini dapat memberikan informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kesembuhan pasien Tuberkulosis Paru sehingga

kesembuhan Tuberkulosis Paru dapat merata di semua wilayah kerja puskesmas di Kabupaten Pringsewu.

c. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kesembuhan pasien Tuberkulosis Paru Basil Tahan Asam (BTA) positif dewasa sehingga dapat meningkatkan angka kesembuhan pasien Tuberkulosis Paru.

d. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat menjadi suatu acuan dan sumber informasi untuk meneliti lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kesembuhan pasien Tuberkulosis Paru Basil Tahan Asam (BTA) positif dewasa.

E. Kerangka Teori

Perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Analisa faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan adalah teori Lawrence Green. Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat

(27)

faktor perilaku dan faktor non perilaku. Perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong.

Gambar 1. Diagram Alur Kerangka Teori Perubahan Perilaku Lawrence Green (1980); Modifikasi dari Buku Pedoman Penanggulangan TB Paru, Depkes RI, 2009.

Sembuh

Faktor Pendukung

Pemakaian OAT Peran PMO

Kepatuhan memeriksa dahak

Keberhasilan Pengobatan Faktor Predisposisi

Pengetahuan Sikap Umur

Jenis kelamin Pendidikan Resistensi obat

Faktor Pendorong

Petugas Kesehatan Keluarga

Masyarakat

(28)

F. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian yaitu :

Variabel independen Variabel dependen

Gambar 2. Diagram Alur Kerangka Konsep

G. Hipotesis

1. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kesembuhan pasien Tuberkulosis Paru Basil Tahan Asam (BTA) positif dewasa di Kabupaten Pringsewu

2. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kesembuhan pasien Tuberkulosis Paru Basil Tahan Asam (BTA) positif dewasa di Kabupaten Pringsewu

3. Ada hubungan antara edukasi oleh petugas kesehatan dengan kesembuhan pasien Tuberkulosis Paru Basil Tahan Asam (BTA) positif dewasa di Kabupaten Pringsewu 4. Ada hubungan antara kepatuhan memeriksakan dahak dengan kesembuhan pasien

Tuberkulosis Paru Basil Tahan Asam (BTA) positif dewasa di Kabupaten pringsewu 5. Ada hubungan antara dukungan PMO dengan kesembuhan pasien Tuberkulosis Paru

Basil Tahan Asam (BTA) positif dewasa di Kabupaten Pringsewu. 1. Jenis Kelamin

2. Tingkat Pendidikan 3. Edukasi oleh petugas

kesehatan

4. Kepatuhan Memeriksakan Dahak

5. Dukungan PMO

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberkulosis

1. Pengertian Tuberkulosis

Menurut Sulianti (2004) Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Tuberkulosis Mycobakterium tuberculosa. Sebagian besar kuman ini menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman ini berbentuk batang yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman ini cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.

2. Penyebab Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

(30)

terdapat Mycobacterium bovis dan Mycobacterium africanum tetapi keduanya jarang menyebabkan penyakit pada manusia.

3. Penularan Tuberkulosis

Penularan TB terjadi melalui udara dengan sumber penularan yaitu penderita TB BTA positif (Depkes, 2010). Pada saat penderita TB aktif batuk, berbicara atau bersin maka ribuan kuman M. Tuberculosa menyebar dalam bentuk percikan (droplet). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara selama beberapa jam dan dapat menginfeksi orang lain. Seseorang dapat terpapar dengan TB hanya dengan menghirup sejumlah kecil kuman TB. Penderita TB BTA positif dapat menularkan kepada 10-15 orang lain setiap tahunnya, dan sepertiga dari jumlah penduduk dunia sudah tertular dengan kuman TB.

Seseorang yang tertular dengan kuman TB belum tentu menjadi sakit TB. Kuman TB dapat menjadi tidak aktif (dormant) selama bertahun-tahun. Bila sistem kekebalan tubuh seseorang menurun, kemungkinan menjadi sakit TB menjadi lebih besar (Depkes, 2010).

4. Tanda dan Gejala Tuberkulosis

(31)

(Alsagaff, 2010 ). Gejala klinis TB paru dapat berupa gejala sistemik dan gejala respiratorik. Gejala sistemik antara lain :

a. Demam yang disertai dengan berkeringat terutama pada waktu sore dan malam hari b. Malaise

c. Lemah d. Lesu

e. Nafsu makan berkurang f. Berat badan menurun.

Gejala respiratorik yaitu :

a. Batuk berdahak yang berlangsung terus-menerus selama tiga minggu atau lebih b. Batuk produktif dengan sputum bersifat mukoid atau purulent

c. Batuk darah akibat pecahnya pembuluh darah d. Sesak napas jika kerusakan sudah meluas

e. Nyeri dada jika pleura sudah terkena (Depkes, 2011).

5. Diagnosis Tuberkulosis

Diagnosis TB paru dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan bakteriologis dan

(32)

Menurut program penanggulangan TB nasional, diagnosis TB paru ditegakkan melalui pemeriksaan sputum secara mikroskopis. Pemeriksaan tiga spesimen sputum sewaktu-pagi-sewaktu (SPS) secara mikroskopis hasilnya identik dengan pemeriksaan sputum secara kultur atau biakan. Hasil pemeriksaan dinyatakan BTA positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen sputum yang diperiksa diperoleh hasil positif atau hanya satu spesimen BTA positif dengan hasil foto rontgen sesuai gambaran TB aktif. Jika ketiga spesimen BTA negatif tetapi foto rontgen sesuai gambaran TB maka diagnosis

[image:32.612.124.529.447.669.2]

ditegakkan sebagai BTA negatif rontgen positif. Apabila hanya satu spesimen yang positif dengan gejala yang mendukung maka harus dilakukan pemeriksaan ulang. Jika hasil tetap satu spesimen yang positif atau negatif tetapi gejala mendukung TB maka penderita diberikan antibiotik spektrum luas selama dua minggu, dan jika setelah pengobatan gejala hilang maka penderita bukan TB paru, tetapi jika gejala tidak hilang maka perlu dilakukan kembali pemeriksaan sputum (Depkes, 2010).

(33)

Menurut Alsagaff (2010), pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk memberikan diagnosa yang tepat antara lain :

1) Anamnesis baik terhadap pasien maupun keluarganya.

Identifikasi keluhan seperti batuk, batuk berdarah, sesak nafas, nyeri dada dan nafas berbunyi yang berlangsung lama.

2) Pemeriksaan fisik secara langsung.

Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien dengan penemuan konjungtiva pucat atau kulit yang pucat karena anemia, badan kurus atau berat badan menurun. Kelainan paru pada umumnya terjadi di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior. Pada perkusi didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas bronchial (Amin dan Bahar dalam Buku Ajar IPD jilid III, 2009)

3) Pemeriksaan laboratorium

Bahan pemeriksaan adalah dahak pasien. Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS) : a. Sewaktu / spot (dahak waktu saat kunjungan)

b. Pagi (keesokan harinya)

c. Sewaktu / spot (pada saat mengantarkan dahak pagi)

Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan :

a. 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif artinya BTA positif

b. 1 kali positif, 2 kali negatif artinya ulang BTA 3 kali, kemudian bila 1 kali positif, 2 kali negatif artinya BTA positif.

(34)

4) Rontgen dada

Sesuai dengan gambaran tuberkulosis paru. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru, tetapi bisa juga mengenai lobus bawah (inferior). Pada awal penyakit, lesi merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas tidak tegas. Pada kavitas

bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis. Dalam waktu lama, dinding akan menjadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terdapat fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis (Amin dan Bahar dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, 2009).

Kriteria berdasarkan WHO,1991 :

1) Pasien dengan sputum BTA positif :

a. Pasien pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis ditemukan BTA, sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan

b. Satu sediaan sputum nya positif disertai kelainan radiologis yang sesuai dengan gambaran TB aktif

c. Satu sediaan sputumnya positif disertai biakan positif 2) Pasien dengan sputum BTA negatif :

a. Pasien pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sedikitnya pada 2 kali pemeriksaan tetapi gambaran radiologis sesuai dengan gambaran TB aktif

(35)

6. Klasifikasi Tuberkulosis

Klasifikasi Tuberkulosis dibagi menjadi : a. TB Paru

Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). Pada TB Paru dilakukan pemeriksaan dahak untuk mengetahui BTA positif atau BTA negatif

b. TB Ekstra Paru

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kemih, alat kelamin, dan lain-lain. Pada TB Ekstra Paru, ada yang derajat ringan dan derajat berat.

(36)

pengobatannya; (6) Kasus lain yaitu semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas, termasuk kasus kronik (Depkes, 2007).

7. Pengobatan Tuberkulosis Paru

Tujuan pengobatan TB adalah menyembuhkan penderita untuk mencegah kematian dan kekambuhan, menjadikan penderita tidak infeksius sehingga dapat memutuskan

penyebaran atau penularan TB dan mencegah resistensi kuman terhadap OAT (WHO 2009). Obat anti tuberkulosis dibagi menjadi OAT lini pertama dan kedua. Obat yang termasuk OAT lini pertama yaitu INH (H), rifampisin (R), etambutol (E), streptomisin (S), dan pirazinamid (Z). Keberhasilan terapi penderita TB dengan menggunakan OAT tersebut akan berhasil pada TB yang tidak mengalami resistensi obat dalam waktu pengobatan enam bulan. Jika terjadi kasus TB yang resisten terhadap OAT lini pertama maka digunakan OAT lini kedua yaitu moksifoksasin atau gatifloksasin, ethionamid, asam aminosalisilat, sikloserin, amikasin, kanamisin, capreomisin, dan linezolid (Muchtar, 2006).

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT kombinasi dosis tetap (OAT-KDT, Obat Anti Tuberkulosis Kombinasi Dosis Tetap) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. 2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung

(37)

3. Pengobatan tuberkulosis diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

[image:37.612.112.543.226.389.2]

Pada program pengobatan TB nasional (Depkes, 2007) digunakan lima macam OAT yaitu INH, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol.

Tabel 1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) (Depkes, 2007)

Obat Dosis harian

(mg/kgbb/hari)

Dosis 2x/minggu (mg/kgbb/hari)

Dosis 3x/minggu (mg/kgbb/hari)

INH 5-15 (maks 300 mg) 15-40 (maks. 900 mg) 15-40 (maks. 900 mg)

Rifampisin 10-20 (maks. 600 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 15-20 (maks. 600 mg)

Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)

Etambutol

15-25 (maks. 2,5 g)

50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks2,5 g)

Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks.1,5 g) 25-40 (maks1,5 g)

(38)
[image:38.612.108.485.240.453.2]

Paduan OAT pada program penanggulangan TB nasional tersedia dalam bentuk paket yang bertujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan pengobatan sampai selesai. Paduan OAT di Indonesia terbagi dalam beberapa kategori berikut:

Tabel 2. Kategori Pengobatan TB Paru (Depkes, 2010).

Katagori Intensif Lanjutan Keterangan

I 2HRZE 4H3R3 BTA (+)

TB Extra Paru berat

II HRZE 5H3R3E3 Pada penderita kambuh, gagal terapi, dan lalai minum obat.

III 2HRZ 4H3R3 BTA (+)

Rontgen paru mendukung aktif.

B. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Keberhasilan Pengobatan TB Paru

Pada ahir pengobatan tahap intensif, pada penderita TB BTA positif dilakukan evaluasi keberhasilan terapi dengan pemeriksaan mikroskopis sputum. Apabila terjadi konversi BTA positif menjadi negatif maka pengobatan dapat diteruskan ke tahap lanjutan, sebaliknya jika tidak terjadi konversi maka perlu dilaksanakan pengobatan sisipan selama satu bulan

(39)

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan terapi TB, antara lain : terdapat penyakit penyerta misalnya diabetes melitus, penyakit kronis, gangguan sistem imun, dan infeksi HIV. Menurut Masniari et al (2007), kegagalan konversi sputum dipengaruhi oleh faktor penyakit penyerta, kontinuitas pengobatan, komunikasi edukasi, dan PMO.

Sulitnya pengobatan TB Paru BTA positif menyebabkan banyak terjadi kegagalan

pengobatan. Pengobatan tidak teratur, penggunaan obat anti tuberkulosis yang tidak adekuat ataupun pengobatan terputus menimbulkan kuman yang resisten terhadap obat anti

tuberkulosis. Resistensi harus ditanggulangi agar tidak menimbulkan situasi yang lebih parah, sehingga dibutuhkan pengobatan yang efektif dan rasional agar pasien TB Paru sembuh dan insiden TB dapat diturunkan.

Menurut Nurkholifah (2009), banyak faktor yang dapat mempengaruhi kesembuhan dari pasien tuberkulosis. Pengetahuan penderita, komplikasi dengan penyakit lain, ada tidaknya PMO, kepatuhan berobat, sikap penderita terhadap kesembuhan, serta perilaku penderita berhubungan dengan kesembuhan pasien tuberkulosis paru.

Kepatuhan minum obat mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk sembuh dan informasi yang didapat pasien mempunyai resiko yang lebih rendah untuk sembuh. Untuk

(40)

Menurut Khairi(2010), ada faktor yang berhubungan dengan kesembuhan pasien tuberkulosis paru. Hasil penelitian diperoleh ada hubungan antara jarak ke puskesmas, tingkat pengetahuan, usia responden terhadap kepatuhan memeriksakan sputum guna mencapai kesembuhan pasien. Menurut hasil analisis regresi didapatkan hasil bahwa jarak rumah, tingkat pendidikan, lama pengobatan berhubungan dengan kepatuhan berobat pasien tuberkulosis paru untuk mencapai kesembuhan (Kharisma, 2010).

Meningkatnya jumlah kasus TB dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara berkembang yang memiliki masalah TB yang besar termasuk Indonesia, maka pada tahun 1995 WHO merekomendasikan penggunaan program nasional penanggulangan TB melalui strategi DOTS di Indonesia. DOTS merupakan pengobatan TB jangka pendek dengan pengawasan secara langsung. Strategi ini sangat bermanfaat untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian, mencegah terjadinya resistensi obat, memberikan angka kesembuhan yang tinggi. Bank Dunia menyatakan DOTS merupakan strategi kesehatan yang paling cost effective, dengan strategi DOTS, manajemen penanggulangan TB di Indonesia ditekankan pada tingkat kabupaten/kota. Probabilitas kelangsungan hidup diketahui sama pada semua pasien TB tanpa memperhatikan jenis OAT yang dipakai (kategorisasi). Usia, berat badan awal, riwayat pengobatan sebelumya, dan alkoholisme adalah faktor resiko untuk angka kematian yang tinggi (Depkes, 2008).

(41)

minum seluruh obatnya sehingga dapat dipastikan bahwa pasien benar – benar minum obat, pencatat dan pelaporan dengan baik dan benar sebagai bagian dari sistem surveillans

penyakit, paduan OAT jangka pendek yang benar (Depkes, 2008).

C. Pengawas Menelan Obat (PMO)

Pengawas Menelan Obat (PMO) adalah orang yang bertugas mengawasi pasien TB dalam minum OAT, agar pengobatan dapat berhasil. Hal yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB adalah kinerja PMO. Kinerja PMO adalah hasil kerja yang dicapai oleh PMO melalui aktivitas kerja yang telah ditentukan menurut kriteria yang berlaku bagi pekerjaan tersebut. Kinerja PMO dipengaruhi beberapa variabel antara lain usia, jenis kelamin, pendidikan, keluarga, tingkat sosial, pengalaman, kemampuan, dan pengetahuan (Aditama, 2002).

Salah satu dari komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.

1. Persyaratan PMO

a. Seorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun penderita, selain itu harus disegani dan dihormati oleh penderita. b. Seorang yang tinggal dekat dengan penderita

c. Bersedia membantu penderita dengan sukarela

(42)

2. Siapa yang dapat menjadi PMO

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, perawat, pekarya, sanitarian, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, atau tokoh masyarakat lain dan atau anggota keluarga (Depkes, 2010).

3. Tugas seorang PMO

a. Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik

b. Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat

c. Mengingatkan pasien untuk menjalankan pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal yang telah ditentukan

d. Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga selesai e. Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau

menelan obat.

f. Merujuk pasien bila efek samping semakin berat g. Melakukan kunjungan rumah.

h. Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga penderita TB yang mempunyai gejala-gejala tersangka TB untuk segera memeriksakan diri kepada petugas kesehatan (PDPI, 2007).

4. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan : a. TBC bukan penyakit keturunan atau kutukan

(43)

c. Tatalaksana pengobatan penderita pada tahap intensif dan lanjutan d. Pentingnya berobat secara teratur, karena itu pengobatan perlu diawasi

e. Efek samping obat dan tindakan yang harus dilakukan bila terjadi efek samping tersebut

f. Cara penularan dan mencegah penularan.

D. Hasil pengobatan dan Tindak lanjut

Hasil pengobatan seorang penderita dapat dikategorikan sebagai sembuh, pengobatan lengkap, meninggal, pindah (transfer out), defaulter (lalai)/ DO dan gagal.

1. Sembuh

Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap, dan pemeriksaan ulang dahak (follow up) paling sedikit 2 kali berturut-turut hasilnya negative (yaitu pada AP dan atau sebulan sebelum AP, dan pada satu pemeriksaan follow up sebelumnya).

2. Pengobatan lengkap

Penderita yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tapi tidak ada hasil pemeriksaan dahak ulang 2 kali berturut-turut negatif. Tindak lanjut berupa

(44)

3. Meninggal

Penderita yang dalam masa pengobatan diketahui meninggal karena sebab apapun.

4. Pindah

Penderita yang pindah berobat ke daerah Kabupaten / Kota lain. Tindak lanjut berupa penderita yang ingin pindah, dibuatkan surat pindah dan bersama sisa obat dikirim ke UPK yang baru. Hasil pengobatan penderita dikirim kembali ke UPK asal dengan formulir TB.01

5. Defaulted atau drop out

Penderita yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. Tindak lanjut berupa melacak penderita tersebut dan beri penyuluhan pentingnya berobat secara teratur. Apabila penderita akan melanjutkan pengobatan, lakukan pemeriksaan dahak. Bila positif mulai pengobatan dengan kategori 2, bila negatif sisa pengobatan kategori 1 dilanjutkan.

6. Gagal

a. Penderita BTA positif yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau menjadi kembali positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan atau pada akhir

pengobatan.

(45)

E. Edukasi oleh Petugas Kesehatan

Cara penyuluhan langsung perorangan lebih besar kemungkinan untuk berhasil

dibandingkan dengan cara melalui media. Dalam penyuluhan langsung perorangan, unsur yang terpenting yang harus diperhatikan adalah membina hubungan yang baik antara

petugas kesehatan (dokter, perawat,dll) dengan penderita. Penyuluhan ini dapat dilakukan di rumah, dipuskesmas, posyandu, dan lain-lain sesuai kesempatan yang ada. Supaya

komunikasi dengan penderita bisa berhasil, petugas harus menggunakan bahasa yang sederhana yang dapat dimengerti oleh penderita. Gunakan istilah-istilah setempat yang sering dipakai masyarakat untuk penyakit TBC dan gejala-gejalanya. Supaya komunikasi berhasil baik, petugas kesehatan harus melayani penderita secara ramah dan bersahabat, penuh hormat dan simpati, mendengar keluhan-keluhan mereka, serta tunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan dan kesembuhan mereka. Dengan demikian, penderita mau bertanya tentang hal-hal yang masih belum dimengerti (Pedoman Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis, 2009) .

Penyuluhan langsung perorangan, dilakukan oleh petugas kesehatan yang menangani pasien tuberkulosis. Edukasi diberikan saat pertama kali pasien positif dinyatakan terkena

(46)

Kunjungan pertama : 1. Apa itu TBC

2. Riwayat pengobatan sebelumnya 3. Bagaimana cara pengobatan TBC

4. Pentingnya pengawasan langsung menelan obat 5. Bagaimana penularan TBC

Kunjungan berikutnya : 1. Cara menelan obat

2. Apakah terjadi efek samping obat anti tuberkulosis 3. Pentingnya dan jadwal pemeriksaan dahak ulang

4. Arti hasil pemeriksaan ulang dahak : negatif atau positif

(47)

III. METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan case control, yaitu dimana efek diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor resiko diidentifikasi pada waktu yang lalu (Notoatmodjo, 2007). Pada penelitian ini, yang menjadi faktor resiko pengamatan adalah jenis kelamin, tingkat

pendidikan, edukasi oleh petugas kesehatan, kepatuhan memeriksakan dahak, dan dukungan PMO. Efek yang dilakukan pengamatan adalah kesembuhan pasien TB Paru BTA Positif dewasa.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

(48)

peralihan pemerintahan yang mempengaruhi berbagai sistem, salah satunya sistem pelayanan kesehatan. Penelitian dilakukan di Sembilan puskesmas yang ada di Kabupaten Pringsewu. Dari sembilan Puskesmas, terdapat dua Puskesmas yang memiliki angka kesembuhan TB dibawah target indikator. Tidak meratanya kesembuhan pasien TB Paru di UPT di Kabupaten Pringsewu menjadi alasan pemilihan tempat penelitian.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Oktober - Desember 2012

C. Bahan, Alat dan Data Penelitian

1. Bahan penelitian

a. Alat tulis, komputer

b. Buku referensi sebagai bahan kepustakaan

2. Alat Penelitian

(49)

3. Data Penelitian

a. Data primer

Data primer didapatkan dari kuesioner. Data dalam bentuk daftar pertanyaan berupa lembar yang disediakan dengan maksud untuk mengumpulkan data dan informasi langsung dari responden yang bersangkutan.

b. Data sekunder

Data sekunder didapatkan dari catatan berobat pasien TB Paru di Puskesmas.

D. Populasi dan Sampel

Pengambilan data dilakukan di Sembilan Puskesmas di Kabupaten

(50)

1. Populasi

a. Populasi Kendali, yaitu pasien TB Paru BTA Positif dewasa yang dinyatakan tidak sembuh pada periode Januari 2010-Desember 2011 di Kabupaten Pringsewu sebanyak 48 orang.

b. Populasi Kasus, pasien TB Paru BTA Positif dewasa yang dinyatakan sembuh pada periode Januari 2010-Desember 2011 di Kabupaten Pringsewu sebanyak 342 orang.

2. Sampel

Sampel penelitian, terdiri dari 2 sampel yaitu :

a. Sampel Kendali, pasien TB Paru BTA Positif dewasa yang dinyatakan tidak sembuh pada periode Januari 2010-Desember 2011 di Kabupaten Pringsewu yang memenuhi kriteria inklusi.

(51)

E. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria Inklusi:

a. Sampel Kendali :

1) Penderita berusia ≥ 15 tahun pada tahun tersebut

2) Penderita dengan hasil pengobatan lengkap 6 bulan, dengan hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi

positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan atau pada akhir pengobatan.

3) Penderita yang dapat dilacak

b. Sampel Kasus :

1) Penderita berusia ≥ 15 tahun pada tahun tersebut dengan

pengobatan lengkap 6 bulan dan pemeriksaan ulang dahak (follow up) paling sedikit 2 kali berturut-turut hasilnya negatif pada akhir pengobatan serta pada akhir fase intensif.

2) Penderita dapat dilacak.

2. Kriteria Eksklusi:

a. Sampel Kendali :

(52)

3) Pasien telah pindah alamat

b. Sampel Kasus :

1) Pasien dinyatakan sembuh tetapi menolak mengikuti penelitian 2) Pasien telah pindah alamat

Untuk populasi kecil atau lebih kecil dari 10.000, dapat menggunakan formula yang lebih sederhana (Notoatmodjo, 2009), sebagai berikut :

Keterangan : n : sampel N : populasi d : presisi

= 43 sampel kontrol.

Jumlah sampel kontrol yang didapatkan adalah 43 sampel. Jumlah

perbandingan kelompok kendali dan kasus adalah 1 : 1. Jadi, jumlah sampel kasus yang dibutuhkan adalah 43 sampel. Total sampel yang diteliti adalah 86 sampel.

N n =

1 + N (d2)

48 n =

(53)

F. Alur Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan case control. Dilakukan survei pada 2 populasi, yaitu populasi kendali dan populasi kasus. Pemilihan sampel berupa

purposive sampling, pengambilan sampel didasarkan pada suatu pertimbangan yang ditentukan oleh peneliti (Sastroasmoro, 2011).

Alur penelitian sebagai berikut :

Perizinan Survei awal Pengambilan data Pengolahan dan analisis data

Pelaporan

Gambar 4. Alur Penelitian

G. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah : 1. Penelitian Lapangan (field research)

Penelitian lapangan (field research) dilakukan dengan cara kuesioner. Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data tentang fator-faktor yang berhubungan dengan kesembuhan pasien TB Paru di Kabupaten

(54)

2. Penelitian kepustakaan (library research)

Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari literatur-literatur yang berhubungan dengan pokok penelitian ini.

3. Penelitian Rekam Medis

Penelitian melalui data sekunder yaitu rekam medis pasien di tempat pasien mencari pengobatan.

[image:54.595.131.515.360.751.2]

H. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Tabel 3. Definisi Operasional

Variabel Definisi

Operasional

Skala Alat Ukur Hasil Ukur

Variabel Dependen

Kesembu -han pasien TB Paru

Pasien TB Paru BTA positif dewasa yang dinyatakan sembuh setelah menyelesaikan pengobatan lengkap kategori 1, dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis negatif

nominal Rekam

Medis 0.Tidak sembuh Pasien yang

dikategorikan Default atau Drop out dan gagal. 1. Sembuh Bila telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap, dengan pemeriksaan ulang dahak paling sedikit 2 kali berturut-turut negatif pada sebulan sebelum akhir

pengobatan atau akhir fase intensif dan pemeriksaan follow up sebelumnya. Variabel Independen Jenis Kelamin Jenis kelamin pasien TB Paru

nominal Rekam

Medis 0.Perempuan

(55)

Pendidik – an Pendidikan terakhir yang dapat diselesaikan pasien TB Paru BTA Positif dewasa saat dinyatakan sembuh atau tidak sembuh oleh petugas kesehatan pada pengobatan kategori 1

nominal kuesioner 0.Rendah : Tamat SD dan Tamat SMP

1.Tinggi : Tamat SMA dan Tamat Perguruan Tinggi Edukasi oleh petugas kesehatan Penjelasan dari petugas kesehatan kepada pasien langsung bersama PMO mengenai penyakit TB Paru, cara penularan, cara menelan obat, cara pengobatan TB Paru serta jadwal pemeriksaan ulang dahak

nominal kuesioner

0.Tidak mendukung, Bila nilai < mean

1.Mendukung,

Bila nilai diatas nilai ≥ mean Kepatuhan memeriksaka n dahak Pasien yang memeriksakan dahaknya paling sedikit 2 kali berturut-turut pada sebulan sebelum akhir pengobatan dan pada akhir fase intensif

nominal kuesioner

0.Tidak patuh, Bila nilai < mean

1.Patuh,

Bila nilai ≥ mean

Dukungan PMO PMO yang menemani mengambil obat di puskesmas dan mengawasi menelan obat penderita

nominal Kuesioner

0.Tidak mendukung, Bila nilai < mean

(56)

I. Metode analisis Data

1. Metode Pengolahan Data

Menurut Hastono (2007) Data yang telah terkumpul kemudian dilakukan pengolahan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Editing

Melakukan pengecekan formulir atau kuesioner seperti kelengkapan pengisian, konsistensi jawaban dari setiap kuesioner di dalam penelitian.

b. Coding

Untuk memudahkan dalam pengolahan data dan pengisian dilakukan berdasarkan jawaban yang telah disediakan dalam daftar pertanyaan.

c. Entry

Memasukkan data yang sudah lengkap kedalam tabulasi di Komputer.

2. Analisa Data

a. Analisa Univariat

(57)

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat untuk melihat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan uji

Chi-square (X2). Pengujian ini dengan cara membandingkan frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan apakah ada perbedaan bermakna.

Rumus yang digunakan adalah :

(Nursalam, 2010) Keterangan :

X : Statistik Chi-square

∑ : Penjumlahan

O : Frekuensi pengamatan untuk variabel independen dan variabel dependen

E : Frekuensi yang diharapkan untuk variabel independen dan variabel dependen.

Sedangkan Confidental Interval (CI) yang digunakan adalah 95%. Apabila p value≤ 0,05 berarti ada hubungan yang signifikan antara kedua variabel yang

diteliti. Apabila nilai p-value > 0,05 berati tidak ada hubungan yang

signifikan antara kedua variabel. Untuk mengetahui derajat hubungan antara 2 variabel, maka digunakan OR (Odds Rasio).

(O – E)2 X2 = ∑

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Aditama TY, Prianti ZS, Linda M. 2002. Pengobatan :Tuberkulosis Diagnosis, Terapi Dan Masalahnya. FKUI. Jakarta.

Alsagaff, Hood dan Mukty, Abdul (editor). 2010. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan kesepuluh, Airlangga University Press. Surabaya.

Amin, Zulkifli dan Bahar, Asril. 2009. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Interna Publishing. Jakarta.

Armen, Muchtar. 2006. Farmakologi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) sekunder. Jurnal Tuberkulosis Indonesia, 3 (2). Hal : 23-26.

Dave, Sakhsi, Jaya .F, Praveen .K, P. Gupta, Ram .D, Deepti .P, D. S. Cauhan, M. Natrajan, U.D. Gupta, V.M. Katoch . 2009. Comparative Growth Pattern Of Multidrug Resistance versus susceptible isolates of Mycobacterium tuberculosis in Mice Lungs. Indian Journal Med Res. pp. 11-24.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta

Departemen Keshatan Republik Indonesia. 2011. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2010. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Jakarta.

(59)

Hana, Siti. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kesembuhan Penderita TB Paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Kota Tegal. Diakses Tanggal 21 Desember 2012.

Handhayani, Meery. 2011. Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan

Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Tuberkulosis Paru di Poli Klinik Paru RSUP DR. M Djamil Padang. Diakses tanggal 21 Desember 2012.

Hastono, Sutanto. 2007. Analisa Data. Jakarta : CV. Agung Seto.

Khairi, K. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Penderita TB Paru dalam Pemeriksaan Sputum (Dahak) di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya Kota Padang Tahun 2010. Diakses tanggal 21 Desember 2012. Kharisma, E S. 2010. Hubungan Jarak Rumah, Tingkat Pendidikan dan Lama

Pengobatan dengan Kepatuhan Berobat Penderita Tuberkulosis Paru di RSUD DR. Moewardi. Diakses Tanggal 21 Desember 2012.

Kholifah, Nur. 2009. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kesembuhan Penderita TB Paru (Studi Kasus di BP4 Salatiga Tahun 2008). Diakses tanggal 21 Desember 2012.

Lopez P.M, Paul .G, Esen .W, Javier .N.G, M. Carmen .G.P, Kevin .C, Ana .G.C, R. Glyn .H, Julio .P, Antonio .S.G, Stephen .V.G. 2010. Characterization of the Transcriptional Regulator RV 3124 of Mycobacterium bovis Identifies it as Positive Regulator Molybdopterin Biosynthesis and Defines the Functional Consequences of a non-synonimous SNP in the Mycobacterium bovis BCG Ortholoque. Mycrobiology Journal; 156 (Pt 7) : 2112-2123.

Masniari, Priyatini, Aditama TY. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Kesembuhan Penderita TB Paru. J Respir Indo. 2007 : 257 : 176-185.

(60)

Murtantiningsih, Bambang Wahyono.2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kesembuhan Penderita Tuberkulosis Paru . Diakses pada 21 Desember 2012.

Notoatmodjo. 2007. Promosi Kesehatan Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta.

Ordway, Diane .J, Shaobin .S, Marcela .H, Andres .O, Laura .N, Megan .C, Crystal A.S, Randall J.B, Colleen G.D, Ian M.O. 2011. Mycobacterium bovis BCG –Mediated Protection Against W-Beijing Strains of Mycobacterium tuberculosis is Diminished Concomitant with The Emergence of Regulatory T cells. Clin Vaccine Imunology; 18 (9) : 1527-1535.

Pasaribu, Marsinta. 2012. Hubungan Dukungan Keluarga dan Karakteristik penderita TB Paru dengan Kesembuhan Pada Pengobatan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan. Diakses tanggal 22 Desember 2012.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : 2007.

Rizkiyani, Indri. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kesembuhan Penderita Tuberkulosis Paru BTA Positif Tahun 2006 di Puskesmas Wilayah Kecamatan Palmerah Jakarta Barat. Diakses tanggal 12 September 2012.

Sukmawati .E, I Nyoman Budiantara. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Laju Kesembuhan Penderita Penyakit Tuberkulosis di RSUD Ibnu Sina Kabupaten Gresik. Diakses tanggal 22 Desember 2012.

Sulianti. 2007. Tuberkulosis. Diambil tanggal 25 september 2012 dari http : // www.infeksi.com.

(61)

Yuliansyah. 2008. Hubungan persepsi mengenai pemeriksaan dahak dengan kepatuhan pemeriksaan ulang dahak pada penderita TB Paru BTA Positif di kota Bengkulu Tahun 2005-2006. Diakses tanggal 23 Desember 2012.

Gambar

Gambar 1. Diagram Alur Kerangka Teori  Perubahan Perilaku Lawrence Green (1980); Modifikasi dari Buku Pedoman Penanggulangan TB Paru, Depkes RI, 2009
Gambar 2. Diagram Alur Kerangka Konsep
Gambar 3. Alur diagnosis pasien tuberkulosis (Depkes, 2010)
Tabel 1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) (Depkes, 2007)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil : Dari total 82 orang anggota keluarga yang tinggal serumah dengan 24 penderita TB paru BTA positif yang berobat di Poliklinik Paru Rumah Sakit Adam Malik dan Dokter

Budi Junarman Sinaga : Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru Basil Tahan Asam Positif Yang Mengalami DroP Out Di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4) Medan Tahun 2004-2008,

Pada pasien ini didiagnosis tuberkulosis paru BTA positif dengan sklofuloderma berdasarkan data yang merujuk kepada literatur dimana pasien mengeluh batuk

Berdasarkan gambar 1 hasil analisa secara spasial, distribusi kasus TB Paru BTA (+) di Banyumas pada tahun 2015 terlihat pada kecamatan tempat puskesmas berada bahwa yang

Sampel kasus dalam penelitian ini adalah penderita tuberkulosis paru BTA positif yang dinyatakan tidak sembuh pada periode Januari 2006–Desember 2007 di Puskesmas Purwodadi

Faktor yang berhubungan dengan putus berobat pada penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Harapan Raya adalah umur, tidak ada PMO, dan kunjungan

Hubungan Efek Samping Obat terhadap Kepatuhan Menelan OAT dengan Kejadian Resistensi Obat pada Penderita TB paru. 1 2

Kriteria inklusi pada penelitian ini ialah pasien TB paru kategori I (diberikan untuk pasien baru dengan BTA positif dan pasien yang belum pernah diobati dengan OAT