• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sosiologis Tokoh Utama Aomame Dalam Novel “ 1q84 “ Karya Haruki Murakami

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Sosiologis Tokoh Utama Aomame Dalam Novel “ 1q84 “ Karya Haruki Murakami"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin, 2000. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Aglesindo

Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Sastra Edisi Revisi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama

Jabrohim. 2001. Metodelogi Penelitian Sastra. Yogyakarta: PT. Praseti Widya Pratama

Luxemburg, Jan Van dkk. 1989. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT. Gramedia Murakami, Haruki. 2013. 1Q84. Jakarta: PT. Gramedia

Nurgiyantotoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: UGM Press Pujiono, Muhammad. 2002. Analisis Nilai-Nilai Religius dalam Cerpen Karya

Miyazawa Kenji. Skripsi. Medan. STIBA Swadaya.

Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Paradigma Sosiologis Sastra. Yogyakarta: Pustaka Belajar

___________________. 2004. Teori Metode dan Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Rustapa, Anita K dan Luslantini Septiningsih. 1990. Pedoman Pengajaran

Apresiasi Novel. Jakarta: Depdikbud

Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo.

Soerjono, Soekanto. 1990. Sosiologi Keluarga Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja

dan Anak. Jakarta: Rineka Cipta

Soetomo. 1995. Masalah Sosial dan Pembangunan. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya

Suroto. 1989. Apresiasi Sastra Indonesia dan Pembangunan. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya

Teew, Andries. 1984. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya http://id.wikipedia.org/wiki/Yasunari.Kawabata

(2)

http://shindohjourney.wordpress.com/seputar-kuliah/sosiologi-komunikasi-proses-sosial-dan-interaksi-sosial/

(3)

BAB III

ANALISIS SOSIOLOGIS TOKOH AOMAME DALAM NOVEL 1Q84 KARYA HARUKI MURAKAMI

3.1 Analisis Sosiologis Tokoh Aomame 3.1.1 Hubungan dengan Keluarga

Berikut adalah kehidupan tokoh Aomame dan hubungannya dengan keluarga yang dapat dilihat melalui cuplikan berikut.

Cuplikan 1

(4)

Analisis

Dari cuplikan diatas dapat dilihat bahwa kehidupan keluarga Aomame jauh dari kemewahan. Hal ini dikarenakan kedua orang tua Aomame sangat mematuhi ajaran agamanya.Walaupun ayah Aomame memiliki penghasilan yang bisa dikatakan berlebih, namun orang tua Aomame tetap memilih untuk hidup seperti itu, karena menurut mereka, memakai uang untuk membeli baju baru adalah sebagai pemborosan. Bagi kedua orang tua Aomame aturan yang ada dalam ajaran jemaat sekte keagamaan adalah kewajiban mutlak yang harus dipatuhi tanpa harus dipertimbangkan terlebih dahulu.Dan Aomame sangat tidak menyukai kondisi seperti ini, karena Aomame merasa bahwa dia bukan berasal dari keluarga miskin yang tidak mampu membeli baju baru. Hal ini juga yang membuat Aomame membenci kedua orang tuanya.

Hal ini memiliki dampak yang tidak bagus untuk Aomame. Karena Aomame selalu menggunakan pakaian bekas dan berpenampilan aneh, Aomame dikucilkan oleh teman-temannya di sekolah. Bahkan guru-gurunya pun menganggap Aomame merepotkan. Karena itu, Aomame menarik diri dari teman-teman sekolahnya dan lebih memilih menyendiri.

Cuplikan 2

(5)

Aomame. Dia ingin tumbuh dewasa secepat mungkin dan meninggalkan kedua orangtuanya agar bisa hidup sendirian sesuka hatinya (1Q84: 306).

Analisis

Dari cuplikan diatas dapat dilihat bahwa Aomame memiliki kebencian yang sangat mendalam terhadap kedua orang tuanya.Orang tua Aomame selalu memerintahkan Aomame untuk melakukan segala sesuatu yang diajarkan sekte agama yang dianut oleh mereka tanpa memperdulikan perasaan Aomame. Meskipun semua perintah dari orang tuanya bertentangan dengan hatinya, Aomame selalu menuruti dan melakukannya.Hal ini membuat Aomame sangat membenci kedua orang tuanya, dan memutuskan untuk tinggal bersama pamannya dari pada bersama orangtuanya.

Cuplikan 3

Aomame belum pernah merasa cantik. Sejak masa kanak-kanak, dia tidak pernah dipuji cantik oleh orang. Ibunya malah memperlakukan dia sebagai anak buruk rupa. “Andai kamu lebih cantik,”begitulah kata -kata yang sering diucapkan oleh ibunya (1Q84: 371).

Analisis

(6)

Bahkan ibunya sendiri tidak pernah sekalipun memberikan pujian kepadanya. Hal ini juga membuat Aomame membenci keluarganya. Karena perlakuan dan aturan yang diberikan kedua orang tua Aomame, membuat Aomame selalu ingin berontak dan melarikan diri dari rumah. Aomame tidak pernah menikmati masa kanak-kanaknya seperti bermain di taman, menikmati liburan sekolah, maupun piknik dengan teman sekelas.

Cuplikan 4

“Nggak minat,” ujar Tamaru tanpa ragu. “ Aku tidak hidup dengan cara seperti itu. Bagaimana denganmu? Kamu ingin bertemu anakmu?”

Aomame berpikir sebentar. “Aku dibuang orangtuaku sewaktu aku masih kecil, jadi tak bisa membayangkan bagaimana rasanya punya anak sendiri. Tidak ada yang bisa kuteladani” (1Q84: 205).

Analisis

(7)

3.1.2 Hubungan dengan Orang Lain di Masyarakat

Berikut adalah kehidupan tokoh Aomame dan hubungannya dengan orang lain di dalam masyarakat yang dapat dilihat melalui cuplikan berikut.

Cuplikan 1

Mungkin ini kematian yang terlalu mudah bagimu, pikir Aomame sambil mengerutkan dahi. Terlampau mudah. Mungkin aku seharusnya mematahkan tiga tulang rusukmu dengan menggunakan stik golf Iron No. 5, membuatmu kesakitan, lalu baru mencabut nyawamu dengan penuh belas kasih. Karena kamu tikus bajingan yang pantas mati mengenaskan seperti itu. Dan memang siksaan itulah yang kamu lakukan terhadap istrimu (1Q84: 94).

Analisis

(8)

Cuplikan 2

Setelah menyelesaikan satu pekerjaan dengan menghilangkan nyawa orang, aku jadi ingin minum (1Q84: 95)

Analisis

Dari cuplikan diatas dapat dilihat bahwa tokoh Aomame yang tidak merasa bersalah ataupun takut, meskipun dia telah menghilangkan nyawa seseorang. Sebaliknya, dia merasa sangat lega setelah berhasil membunuh orang yang dia anggap memang pantas untuk mati. Hal ini terlihat dari sikap Aomame yang berkeinginan untuk minum setelah membunuh.

Cuplikan 3

Otsuka Tamaki pernah bilang menyukai raut wajah Aomame. Nggak jelek, kok. Keren banget. PD saja, katanya. Mendengar hal itu, Aomame senang sekali. Kata-kata hangat dari sahabatnya itu sangat menenangkan dan melegakan bagi Aomame yang baru memasuki masa puber (1Q84: 371).

Analisis

(9)

Cuplikan 4

Bagaikan air yang gelapdan lembut, kesedihan menggenangi hati Aomame, tanpa suara dan tanpa ada tanda-tanda. Pada saat seperti itu, dia mengubah sirkuit ingatannya untuk hanya memikirkan Tengo sepenuh hati. Ia pusatkan pikiran, mengingat sentuhan tangan Tengo umur 10 tahun yang digenggamnya sejenak si ruang kelas seusai jam pelajaran (1Q84: 78).

Analisis

Dari cuplikan diatas dapat dilihat bahwa kesedihan yang sedang dialami Aomame sangatlah berat. Pada saat-saat seperti iti, Aomame akan segera mengingat bagaimana tangan Tengo yang pernah ia genggam saat berumur 10 tahun, setelah Tengo menyelamatkannya dari kejahatan teman-temannya yang lain. Karena hanya dengan mengingat hal tersebut, Aomame dapat menghilangkan rasa kesedihan yang sedang dia rasakan. Aomame menganggap bahwa Tengo adalah satu-satunya pria yang sangat dia cintai dan yang mau membantunya saat ada dalam masalah.

3.1.3 Hubungan dengan Teman Sekolah

(10)

Cuplikan 1

Aomame memang bukan orang yang suka bergaul. Tak masalah baginya jika lama tidak bertemu atau berbicara dengan siapapun. Semasih duduk di bangku SD, ia hampir tidak pernah berbicara dengan teman sekelasnya. Tepatnya, tak ada seorang pun yang mau berbicara dengannya, kecuali ada urusan penting. Aomame diperlakukan seperti benda asing yang “kelihatan aneh sekali” dan seharusnya dibuang atau diabaikan. Bagi Aomame perlakuan itu tidak adil (1Q84: 76).

Analisis

Dari cuplikan di atas dapat dilihat bahwa Aomame sejak kecil sudah tidak memiliki teman dekat. Sikapnya yang aneh membuat teman-teman di sekolahnya menjauhi Aomame. Sejak kejadian itu, Aomame menutup diri untuk tidak berteman dekat dengan siapa pun. Bahkan seiring berjalannya waktu, Aomame lebih merasa nyaman bila harus hidup sendiri dan tidak bergantung pada siapa pun.

Cuplikan 2

(11)

Analisis

(12)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Melihat dari uraian sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

(13)

Aomame. Sejak kejadian itu Aomame menutup diri untuk tidak berteman dekat dengan siapa pun.

2. Dengan membaca novel 1Q84, dapat dilihat bagaimana keadaan seorang anak yang hidup dalam kelompok minoritas di lingkungan masyarakat. Dampak seseorang yang hidup dalam kelompok minoritas dalam lingkungan masyarakat adalah dikucilkan. Kaum minoritas mudah ditindas dan lebih sering mengalami penderitaan karena tekanan dari lingkungan sekitarnya. Salah satunya tokoh Aomame, yang mengalami diskriminasi sosial dan sering dicela teman-temannya dan masyarakat yang berada di lingkungan rumahnya. Perlakuan yang diterima Aomame sebagai penganut agama minoritas diantara mayoritas dari lingkungan sekolah maupun masyarakat tidaklah adil. Aomame hanya berusaha mematuhi aturan yang diajarkan agamanya maupun yang diperintahkan orang tuanya. Namun Aomame tetap semangat menjalani kehidupannya dan berjuang untuk dapat hidup normal dan bisa diterima di lingkungan sosialnya.

4.2 Saran

(14)
(15)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL, SOSIOLOGIS SASTRA, DAN RIWAYAT HIDUP HARUKI MURAKAMI

2.1 Defenisi Novel

Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:9), menyatakan bahwa novel berasal dari bahasa Italia yaitu Novella yang secara harfiah yang berarti sebuah barang baru yang kecil yang kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa.

Novel merupakan jenis dan genre prosa dalam karya satra. Prosa dalam pengertian kesusastraan juga disebut fiksi. Karya fiksi menyarankan pada suatu karya sastra yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak perlu dicari kebenarannyapada dunia nyata (Nurgiyantoro, 1995:2). Dan menurut Takeo dalam Pujiono (2002:3), novel merupakan sesuatu yang menggambarkan kehidupan sehari-hari didalam masyarakat meskipun kejadiannya tidak nyata.

Diantara genre utama karya sastra, yaitu puisi, prosa dan drama, genre prosalah, khususnya novel yang dianggap paling dominan dalam menampilkan unsur-unsur sosial. Alasan yang dapat ditemukan diantaranya:

1. Novel menampilkan unsur-unsur cerita paling lengkap, memiliki media yang paling luas, menyajikan masalah-masalah kemasyarakatan yang paling luas.

(16)

Karya-karya modern klasik dalam kesusastraan, kebanyakan berisi karya-karya novel. Novel merupakan bentuk karya-karya sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Novel yang baik adalah novel yang isinya dapat memanusiakan para pembacanya. Banyak sastrawan yang memberikan batasan atau defenisi novel. Batasan atau defenisi yang mereka berikan berbeda-beda karena sudut pandang yang mereka pergunakan juga berbeda-beda.

Beberapa pandangan yang berupaya menjabarkan defenisi novel antara lain sebagai berikut:

1. Fielding dalam Atmaja (1986:44) mengatakan bahwa novel merupakan modifikasi dunia modern paling logis, dan merupakan kelanjutan dari dunia epik. Pernyataan ini tidak saja terbukti kebenarannya namun relevan untuk situasi kini, suatu masa dimana novelis tidak lagi menampilkan segi-segi sosial dan psikologis didalam permasalahan masyarakat biasa.

2. Wellek dan Warren (1995:282) novel adalah gambaran dari kehidupan dan perilaku yang nyata, dari zaman pada saat novel itu ditulis yang bersifat realistis dan mengacu pada realitas yang lebih tinggi dan psikologi yang lebih mendalam.

3. Jacob Sumardjo (1999:11-12) novel adalah genre sastrayang berupa cerita, mudah dibaca dan dicernakan, juga kebanyakan mengandung unsur suspense dalam alur ceritanya yang mudah menimbulkan sikap penasaran bagi pembacanya.

(17)

membenarkan pendapat ini berasumsi bahwa novel atau cerita rekaan itu memberikan bayangan tentang apa yang terjadi dalam masyarakat pada suatu zaman walaupun tokoh-tokohnya bukan tokoh yang sesungguhnya. Misalnya Siti Nurbaya karya Mara Rusli. Dalam kenyataan peristiwa itu memang ada, tetapi peristiwa dalam cerita tidak sama persis dengan yang ada dalam kenyataan karena pengarang telah memperkaya cerita ini dengan imajinasinya. Jika sama benar yang diceritakan pengarang cerita dengan peristiwa yang disampaikannya, maka tulisan itu bukan cerita lagi melainkan laporan peristiwa. Sebaliknya, orang yang berpendapat bahwa novel atau cerita rekaan bukan cermin, masyarakat berasumsi bahwa cerita itu semata-mata berisi imajinasi pengarang. Jadi, apa yang diceritakan pengarang sama sekali tidak ada kaitannya dengan dunia nyata (Rustapa, 1990:7).

Novel dapat memberi dampak positif bagi pembacanya karena novel itu memberikan manfaat pendidikan atau hiburan. Akan tetapi, tidak sedikit novel yang memberikan dampak negatif, misalnya novel yang didalamnya terdapat adegan-adegan yang kasar atau adegan yang dapat menimbulkan dorongan seksual kepada pembaca.

2.1.1 Unsur Intrinsik Novel

(18)

A. Tema

Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Karena sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra sangat beragam. Tema bisa berupa persoalan, moral, etika, agama, sosial, budaya, teknologi, tradisi yang terkait erat dengan masalah kehidupan. Namun, tema bisa berupa pandangan pengarang, ide, atau keinginan pengarang yang mensiasatipersoalan yang muncul.

Tema ibarat dasar pada sebuah bangunan. Tema merupaka dasar segala penggambaran tokoh, penyusunan alur, dan penentuan latar. Tema tidak dituliskan secara eksplisit. Kita dapat menentukan tema novel setelah kita membaca keseluruhan cerita. Jadi tema tidak dapat dilihat secara konkret, tetapi harus dipikirkan dan dirasakan, baru dapat disimpulkan (Rustapa, 1990:11). Tema merupakan ide pokok atau permasalahan utama yang mendasari jalan cerita novel.

Aminuddin (2000: 92) menjelaskan bahwa ada langkah-langkah yang harus pembaca perhatikan untuk memahami tema dari sebuah karya fiksi, yakni :

1. Memahami isi setting dalam prosa fiksi yang dibaca.

2. Memahami penokohan dan perwatakan para pelaku dalam prosa fiksi yang dibaca.

3. Memahami satuan peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa dalam prosa fiksi yang dibaca.

(19)

5. Menghubungkan pokok-pokok pikiran yang satu dengan lainnya yang disimpulkan dari satuan-satuan peristiwa yang terpapar dalam suatu cerita. 6. Menentukan sikap penyair terhadap poko-pokok pikiran yang ditampilkan. 7. Mengidentifikasi tujuan pengarang memaparkan ceritanya dengan bertolak

dari satuan pokok pikiran serta sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkan.

8. Menafsirkan tema dalam cerita yang dibaca serta menyimpulkannya dalam satu dua kalimat yang diharapkan merupakan ide dasar cerita yang dipaparkan pengarangnya.

B. Penokohan

Yang dimaksud penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana perilaku tokoh-tokoh tersebut. Ini berarti ada dua hal penting, yang pertama berhubungan dengan teknik penyampaian, sedangkan yang kedua berhubungan dengan watak atau kepribadian tokoh yang ditampilkan. Kedua hal tersebut memiliki hubungan yang sangat erat. Penampilan dan penggambaran sang tokoh harus mendukung watak tokoh tersebut secara wajar. Apabila penggambaran tokoh kurang selaras dengan watak yang dimilikinya atau bahkan sama sekali tidak mendukung watak tokoh yang digambarkan, jelas akan mengurangi bobot ceritanya (Suroto, 1989:92-93).

(20)

Dalam upaya memahami watak pelaku, pembaca dapat menelusuri lewat (1) tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya, (2) gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran kehidupannya maupun caranya berpakaian, (3) menunjukkan bagaimana prilakunya, (4) melihat bagaimana tokoh itu menceritakan dirinya sendiri, (5) memahami bagaimana jalan pikirannya, (6) melihat bagaimana tokoh lain membicarakannya, (7) melihat bagaimana tokoh lain berbincang dengannya, (8) melihat bagaimana tokoh-tokoh lain bereaksi terhadapnya, dan (9) melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lainnya (Aminuddin, 2000: 81).

C. Alur/Plot

Salah satu elemen terpenting dalam membentuk karya fiksi adalah plot. Dalam analisis cerita plot sering juga disebut dengan alur. Alur atau plot pada karya sastra pada umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Tahapan peristiwa yang menjalin suatu cerita bisa terbentuk dalam rangkaian peristiwa yang berbagai macam (Aminuddin, 2000:83).

Secara tradisional plot cerita prosa disusun berdasarkan berdasarkan urutan sebagai berikut :

(21)

Pada dasarnya, alur dapat alur dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu: 1. Alur maju

Alur maju adalah alur yang peristiwanya disusun secara kronologis. Dimulai dari perkenalan, kemudian peristiwa itu bergerak, keadaan mulai memuncak, diikuti dengan klimaks dan diakhiri dengan penyelesaian.

2. Alur mundur

Alur mundur adalah alur yang urutan peristiwanya dimulai dari peristiwa terakhir kemudian kembali pada peristiwa pertama, peristiwa kedua, dan seterusnya sampai kembali lagi keperistiwa terakhir tadi. Dalam susunan alur yang demikian biasanya pengarang mulai dengan menampilkan peristiwa sekarang kemudian pengarang menceritakan masa lampau tokoh utama yang mengakibatkan sang tokoh terlibat dalam peristiwa sekarang terjadi.

3. Alur campuran

Alur campuran adalah alur cerita yang memiliki campuran alur maju dan mundur. Biasanya cerita ini dimulai ditengah-tengah. Sementara cerita berkembang maju, beberapa kali ditampilkan beberapa potongan flashback yang menjelaskan latar belakang cerita.

(http://informasi-doni-blogspot.com/2012/09/pengertian-alur-majumundur-dan-campuran.html).

Berdasarkan pengertian alur yang telah diuraiakan diatas, alur yang terdapat dalam novel “1Q84” adalah alur campuran. Hal ini tergambar jelas dari

(22)

kemudian kembali pada masa saat Aomame masih kecil dan berakhir saat Aomame menemukan Tengo lelaki yang dicintainya sejak kecil hingga dewasa.

D. Latar

Latar atau setting adalah penggambaran situasi tempat dan waktu serta suasana terjadinya peristiwa. Sudah tentu latar yang dikemukakan, yang berhubungan dengan sang tokoh atau beberapa tokoh (Suroto, 1989:94). Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:216), mengungkapkan bahwa setting dan latar disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.

Latar berfungsi sebagai pendukung alur atau perwatakan. Gambaran situasi yang tepat akan membantu memperjelas peristiwa yang sedang dikemukakan. Untuk dapat melukiskan latar yang tepat pengarang harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang keadaan atau waktu yang akan digambarkannya. Hal itu dapat diperoleh melalui pengamatan langsung, buku, atau informasi dari orang lain.

E. Gaya Bahasa

(23)

menggunakan gaya bahasa tersendiri didalam menyusun karyanya (Ruspata, 1990:49).

F. Sudut Pandang

Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:248), sudut pandang merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Sudut pandang adalah tempat sastrawan membaca ceritanya. Dari sudut pandang itulah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa, tempat, waktu dengan gayanya sendiri.

Sudut pandang pada cara sebuah cerita dikisahkan. Sudut pandang merupakan cara atau pandangan yang digunakan sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.

Dengan demikian, sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dalam ceritanya.

2.1.2 Unsur Ekstrinsik Novel

(24)

Unsur ekstrinsik untuk tiap bentuk karya sastra sama. Unsur ini mencakup berbagai aspek kehidupan sosial yang tampaknya menjadi latar belakang penyampaian tema dan amanat cerita. Seorang pengarang yang baik akan selalu mempelajari segala macam persoalan hidup manusia. Hal ini berkaitan dengan misi seorang pengarang yang selalu berhubungan dengan manusia dengan seluk-beluknya. Seorang pengarang yang kurang mengetahui dan kurang bisa menyelami kehidupan manusia dengan keunikan-keunikannya hanya akan menghasilkan sebuah karya yang hambar atau janggal.

Pengetahuan yang tidak kalah penting bagi seorang pengarang adalah ilmu jiwa. Dengan ilmu jiwa yang cukup memadai maka ia akan mampu menampilkan perwatakan yang pas. Dengan pengetahuan ilmu jiwa, pengarang akan menggambarkan gerak dan tingkah laku yang cocok dengan jiwa dan batinnya. Tidak hanya itu saja yang perlu diketahui. Pengetahuan sosial budaya suatu masyarakat, seluk-beluk kehidupan masyarakat modernpun perlu dipelajari. Pokoknya semua aspek kehidupan manusia dimana saja dan kapan sajaperlu diketahui guna menunjang keberhasilan sebuah cerita.

Selain unsur-unsur yang datangnya dari luar diri pengarang, hal-hal yang sudah ada dan melekat pada kehidupan pengarangpun cukup besar pengaruhnya terhadap terciptanya suatu karya sastra (Suroto, 1989:139).

2.2 Defenisi Sosiologi Sastra

(25)

ilmu. Jadi, sosiologis berarti ilmu mengenai asal–usul dan pertumbuhan (evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antar manusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional, dan empiris. Sastra dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk dan intruksi. Akhiran kata tra berarti alat, sarana. Jadi sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar , buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik. Makna kata sastra lebih spesifik sesudah terbentuk menjadi kata jadian, yaitu kesusastraan, artinya kumpulan hasil karya yang baik (Ratna, 2003:1-2).

Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat. Karenanya, asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan menjadi pemicu lahirnya karya sastra. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu yang mampu merefleksikan zamannya (Endraswara, 2008:77).

(26)

yang sama, maka hasil karyanya akan berbeda. Hakikat sosiologi adalah obyektivitas dan kreatifitas, sesuai dengan panjang masing-masing karangan. Karya sastra yang sama dianggap plagiat.

Karya sastra bukan semata-mata kualitas otonom atau dokumen sosial, melainkan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Kenyataan yang ada dalam sosiologi bukanlah kenyataan obyektif, tetapi kenyataan yang sudah ditafsirkan, kenyataan sebagai konstruksi sosial. Alat utama dalam menafsirkan kenyataan adalah bahasa sebab bahasa merupakan milik bersama, didalamnya terkandung persediaan pengetahuan sosial. Lebih-lebih dalam sastra, kenyataan bersifat interpretatif subyektif, sebagai kenyataan yang diciptakan. Pada gilirannya kenyataan yang tercipta dalam karya menjadi model, lewat mana masyarakat pembaca dapat membayangkan dirinya sendiri. Karakterisasi tokoh-tokoh dalam novel misalnya, tidak diukur atas dasar persamaannya dengan tokoh masyarakat yang dilukiskan. Sebaliknya, citra tokoh masyarakatlah yang mesti meneladani tokoh novel, karya seni sebagai model yang diteladani. Proses penafsirannya bersifat bolak-balik, dwi arah, yaitu antara kenyataan dengan rekaan (Teew, 1984:224-249).

(27)

dilihat sebagai suatu pantulan zaman. Sekalipun aspek imajinasi dan manipulsi tetap ada dalam sastra, aspek sosial pun juga tidak bisa diabaikan. Aspek-aspek kehidupan sosial akan memantul penuh kedalam karya sastra.

Hal terpenting dalam sosiologi sastra adalah konsep cermin (mirror). Dalam kaitan ini, sastra dianggap sebagai mimesis (tiruan) masyarakat. Kendati demikian, sastra tetap diakui sebagai sebuah ilusi atau khayalan dari kenyataan. Dari sini, tentu sastra tidak semata-mata menyodorkan fakta secara mentah. Sastra bukan sekedar copy kenyataan, melainkan kenyataan yang telah ditafsirkan. Kenyataan tersebut bukan jiplakan yang kasar, melainkan sebuah refleksi halus dan estetis.

Secara esensial sosiologi sastra adalah penelitian tentang: a. Studi ilmiah manusia dan masyarakat secara obyektif. b. Studi lembaga-lembaga sosial lewat sastra dan sebaliknya.

c. Studi proses sosial. Yaitu bagaimana masyarakat mungkin, dan bagaimana mereka melangsungkan hidupnya.

Studi semacam itu secara ringkas merupakan penghayatan teks sastra terhadap struktur sosial. Aspe-aspek sosiologis yang terpantul dalam karya sastra tersebut, selanjutnya dihubungkan dengan beberapa hal, yakni:

a. Konsep stabilitas sosial.

b. Konsep kesinambungan dengan masyarakat yang berbeda.

c. Bagaimana seorang individu menerima individu lain dalam kolektifnya. d. Bagaimana proses masyarakat lebih berubah secara bertingkat.

(28)

Pandangan yang amat populer dalam studi sosiologi sastra adalah pendekatan cermin. Melalui pendekatan ini, karya sastra dimungkinkan menjadi cermin bagi zamannya. Dalam pandangan Lowenthal (Laurenson dan Swingewood, 1972:16-17) sastra sebagai cermin nilai dan perasaan, akan merujuk pada tingkatan perubahan yang terjadi dalam masyarakat yang berbeda dan juga cara individu menyosialisasikan diri melalui struktur sosial. Perubahan dan cara individu bersosialisasi biasanya akan menjadi sorotan pengarang yang tercermin lewat teks. Cermin tersebut, menurut Stendal dapat berupa pantulan langsung segala aktifitas kehidupan sosial. Maksudnya, pengarang secara real memantulkan kedaaan masyarakat lewat karyanya, tanpa terlalu banyak diimajinasikan. Karya sastra yang cenderung memantulkan keadaan masyarakat, mau tidak mau akan menjadi saksi zaman. Dalam kaitan ini, sebenarnya pengarang ingin berupaya untuk mendokumentasikan zaman dan sekaligus sebagai alat komunikasi antara pengarang dengan pembacanya.

2.2.1 Masalah Sosial

Pada umumnya masalah sosial ditafsirkan sebagai suatu kondisi yang tidak inginkan oleh sebagian besar warga masyarakat. Hal itu disebabkan karena gejala tersebut merupakan kondisi yang tidak sesuai dengan harapan atau norma dan nilai serta standar moral yang berlaku. Lebih dari itu, suatu kondisi juga dianggap sebagai masalah sosial karena menimbulkan berbagai penderitaan dan kerugian baik fisik maupun non fisik (Soetomo, 1995:1).

(29)

1. Masalah itu bertahan untuk suatu periode waktu.

2. Dirasakan dapat menyebabkan berbagai kerugian fisik atau mental baik pada individu maupun masyarakat.

3. Merupakan pelanggaran terhadap nilai-nilai atau standar sosial dari suatu atau beberapa sendi kehidupan masyarakat.

4. Menimbulkan kebutuhan akan pemecahan.

Sementara itu tidak semua masalah dalam kehidupan manusia merupakan masalah sosial. Masalah sosial pada dasarnya adalah masalah yang terjadi dalam antar hubungan warga masyarakat. Dengan demikian menyangkut aturan dalam hubungan bersama baik formal maupun informal. Masalah sosial terjadi apabila: 1. Banyak terjadi hubungan antar warga masyarakat yang menghambat

pencapaian tujuan penting dari sebagian besar warga masyarakat.

2. Organisasi sosial mengahadapi ancaman serius oleh ketidakmampuan mengatur hubungan antar warga.

2.2.2 Klasifikasi Masalah Sosial

(30)

Masalah sosial yang timbul itu bukan merupakan hal yang ikut direncanakan. Oleh sebab itulah maka lebih tepat disebut sebagai efek samping dari pembangunan masyarakat. Efek samping yang terjadi dapat bersumber dari dimensi sosial maupun fisik. Yang berasal dari dimensi sosial misalnya memudarnya nilai-nilai sosial masyarakat, merosotnya kekuatan berbagai pengikut norma-norma sosial sehingga menimbulkan bentuk perilaku menyimpang serta ketergantungan masyarakat terhadap pihak lain sebagai akibat sistem intervensi pembangunan yang kurang proporsional.

Dalam dimensinya yang bersifat fisik, efek samping dari proses pembangunan antara lain berupa masalah yang berkaitan dengan pencemaran dan kelestarian lingkungan. Hal ini menjadi masalah karena dalam jangka pendek akan membawa pengaruh pada keindahan, kerapian, keberhasilan, dana terutama pada kesehatan masyarakat. Sedangkan dalam jangka panjang akan berpengaruh terhadap kelangsungan proses pembangunan itu sendiri. Perubahan yang terjadi melalui proses pembangunan seringkali merupakan perubahan yang dipercepat dalam rangka mengatasi keterbelakangan dan kemiskinan segera mungkin. Dengan demikian, dapat dipahami apabila pembangunan juga akan menyebabkan perubahan lingkungan.

2.3 Kehidupan Keyakinan Minoritas di Dalam Masyarakat

(31)

konflik social yang ditandai oleh sikap subyektif berupa prasangka dan tingkah laku yang tidak bersahabat (Schwingenschlögl, 2007).

Dalam kajian sosiologis, kelompok keagamaan adalah buah dari gerakan sosial, sehingga perilaku yang timbul dari individu di dalamnya sarat dengan simbol-simbol agama. Fenoma konflik sosial dalam hal menganut keyakinan beragama mempunyai aneka penyebab. Tetapi dalam masyarakat agama pluralitas penyebab terdekat adalah masalah mayoritas dan minoritas golongan agama. Misalnya di berbagai tempat terjadinya konflik, massa yang mengamuk adalah yang beragama Islam sebagai kelompok mayoritas, sedangkan kelompok yang ditekan dan mengalami kerugian fisik dan mental adalah orang Kristen yang minoritas di dalam masyarakat itu sendiri. Sehingga nampak kelompok Islam yang mayoritas merasa berkuasa atas daerah yang didiami lebih dari kelompok minoritas yakni orang Kristen. Karena itu, di beberapa tempat orang Kristen sebagai kelompok minoritas sering mengalami kerugian fisik, seperti pengerusakan dan pembakaran gedung-gedung ibadat.

(32)

di hina-hina oleh orang-orang tersebut. Walaupun kelompok Aomame yang minoris sering mendapatkan perlakuan kasar dari masyarakat di sekitar tempat tinggal Aomame dan bahkan dikucilkan, mereka tidak pernah menyerah untuk mengajak orang-orang agar mengikuti ajaran Jemaat saksi.

2.4 Latar/Setting Novel 1Q84

Latar atau setting adalah tempat terjadinya peristiwa-peristiwa atau waktu berlangsungnya tindakan. Jadi peristiwa-peristiwa itu terjadi dalam latar tempat dan waktu (Pradopo dalam Sangidu, 2007:139). Latar dalam karya sastra tidak harus berbentuk realitas yang bersifat objektif, tetapi dapat juga berbentuk realitas yang bersifat imajinatif.

Latar di dalam novel “1Q84” karya Haruki Murakami meliputi setting

tempat dan setting waktu. Latar tempat yang dimaksud adalah Tokyo yang merupakan ibu kota Jepang, sedangkan latar waktunya adalah sekitar tahun 1984. Selain itu, terdapat latar tempat yang lainnya, yaitu sebuah SD XX Kotapraja, disanalah tokoh utama menimba ilmu, dan mendapatkan perlakuan yang berbeda sebagai penganut “jemaat saksi” yang menjadi awal timbulnya permasalahan.

2.5 Riwayat Hidup Haruki Murakami dan Karya-Karyanya

A. Riwayat Hidup Haruki Murakami

(33)

detektif Amerika dan cerita fiksi ilmiah. Murakami lebih lebih suka berada di kamar sambil mendengarkan musik jazz dan rock and roll Amerika, menonton acara televisi Amerika dan membaca novel Amerika. Pada tahun 1968 Murakami pindah ke Tokyo untuk melanjutkan studi Jurusan Drama Yunani di Universitas Waseda dan lulus tahun 1975.

Tahun 1974 Murakami bersama istrinya Yoko Takahashi membuka club jazz bersama Kokubunji di Tokyo yang mereka kelola hingga tahun 1981. Antara tahun 1986 hingga tahun 1989 Murakami tinggal di Yunani. Penulis produktif ini sempat mengajar di Universitas Princeton dan Universitas William Howard Taft. Setelah menghabiskan waktu di luar negeri, Murakami kembali ke Jepang tahun 1995. Murakami mulai menulis pada tahun 1970-an. Novel pertamanya Kaze no Uta o Kike (Dengarlah Nyanyian Angin). Hingga ini ia telah banyak mendapat penghargaan, diantaranya fraz Kafka dan Kiriyama Prize. Haruki Murakami merupakan salah satu kandidat penerima nobel kesusasteraan 2008. Karya-karyanya telah diterjemahkan dalam 36 bahasa di dunia dan membuahkan berbagai penghargaan prestius. Kini penulis yang hobi berlari marathon ini tinggal di Tokyo.

B. Karya-Karya Haruki Murakami

Haruki Murakami telah banyak menghasilkan karya-karya terkenal baik di Jepang maupun di dunia internasional. Namanya sudah tidak asing lagi dalam dunia kesusastraan dunia. Murakami mulai menulis novel pada tahun 1970. Berikut adalah karya-karya Haruki Murakami yaitu:

(34)

3. Hitsuji o Meguru Boken – A Wild Sheep Chase (1982) 4. Zozo Kojo Ni Happiendo (1983)

5. Kangaru Biyori (1983)

6. Chugoku Iki no Surou Boto (1983) 7. Murakami Asahido (1984)

8. Nami no E, Nami no Hanashi (1984)

9. Hotaru Naya o Yaku Sonota no Tanpen (1984) 10.Kaiten Mokuba No Deddo Hito (1985)

11.Sekai no Owari to Hadoboirudo Wandarando (1985) 12.Hitsuji Otoko no Kurishimasu (1985)

13.Rangeruhansuto no Gogo (1986) 14.Panya Saishugeki (1986)

15.Murakami Asahido no Gyakushu (1986) 16.Noruwei no Mori (1987)

17.The Scrap Natsukashi no 1980 Nendai (1987) 18.Hi Izuru Kuni no Kojo (1987)

19.Za Sukotto Fitsugerarudo Bukku (1988) 20.Dansu, Dansu, Dansu (1988)

21.Murakami Asahido Haiho (1989) 22.Toi Taiko (1990)

23.Uten Enten (1990)

(35)

27.Nejimaki-Dori Kuronikuru (1994-1995)

28.Andaguraundo/Yakusoku Sureta Basho De (1997-1998) 29.Sapuuto Niko no Koibito (1999)

30.Kami no Kodomotachi wa Nuba Idoru (2000) 31.Umibe no Kafuka (2002)

32.Afutadaku (2004) 33.Tokyo Kitanshu (2005)

34.Blind Willow, Sleeping Woman (2006)

35.What I Talk About When I Talk About Running (2008) 36.Murakami Diary (2009)

2.6 Sinopsis Cerita Novel 1Q84

“1Q84” adalah sebuah novel karangan Haruki Murakami yang menceritakan tentang kisah kehidupan seorang wanita muda bernama Aomame dimana Aomame Masami mulai melihat kejanggalan dunia di sekitarnya. Aomame sadar tengah memasuki dunia yang penuh teka-teki, yang disebutnya 1Q84-Q kependekan question mark (tanda tanya). Dunia yang mengandung penuh dengan tanda tanya.

Aomame berasal dari keluarga yang menganut sekte keagamaan bernama “Jemaat Saksi“. Sekte agama kristen, mendukung eskatologi, melakukan kegiatan

(36)

Ichikawa, lalu bekerja di percetakan Tokyo, namun mengundurkan diri tiga tahun kemudian, lantas bekerja di kantor pusat Jemaat Saksi di Odawara. Dalam ajaran agamanya, karena dengan alasan “diharamkan“ Aomame tidak pernah menghadiri

acara natal, tidak pernah ikut tamasya atau darmawisata sekolah yang bertujuan mengunjungi altar pemujaan Shinto atau kuil Buddha. Tidak pernah ikut pesta olah raga, tidak pernah menyanyikan lagu sekolah maupun lagu kebangsaan, dan tidak protes kalau disuruh memakai pakaian bekas. Mau tidak mau, Aomame harus menuruti itu semua karena orang tuanya. Dan tingkah laku yang dianggap ekstrim seperti itu membuat Aomame semakin terkucil dari teman–teman sekelasnya.

Aomame sendiri memang bukan orang yang suka bergaul. Semasih duduk dibangku SD, Aomame hampir tidak pernah berbicara dengan teman sekelasnya. Lebih tepatnya, tak ada seorangpun yang mau berbicara dengan Aomame, kecuali ada urusan penting. Aomame diperlakukan seperti benda asing “kelihatan aneh

(37)

melakukan ritual doa sebelum makan dengan suara yang lantang. Karena kalau Aomame tidak melakukan ritual yang diajarkan agamanya dan bolos masuk sekolah, Aomame justru akan merasa kalah dari teman-teman sekelas dan gurunya.

(38)

dari ruangan kelas. Kejadian itu terus membekas dalam hati dan pikiran Aomame dan berlalu begitu saja.

Ketika duduk di kelas 5 SD, Aomame memutuskan untuk memisahkan diri dari kedua orang tuanya dan ikut pamannya. Aomame merasa tidak sanggup mengikuti aturan-aturan yang diajarkan agamanya. Walau keluarga pamannya memahami keadaan Aomame, tetap saja Aomame merasa sebatangkara dan haus akan kasih sayang. Tanpa mengetahui kemana harus mencari tujuan dan makna hidup, Aomame melewati hari demi hari dengan hati yang hampa. Semasa SMP dan SMA, Aomame mengabdikan diri kepada olah raga sofbol dengan penuh semangat. Di SMP maupun SMA Aomame menjadi pemain inti di dalam timnya. Berkat kemampuannya yang bagus dalam bermain sofbol maupun kemampuannya yang lihai dalam mengatur strategi permainan, Aomame selalu dibanggakan dan dibutuhkan oleh timnya. Pada saat itulah Aomame merasa percaya diri dan bahagia karena kehadirannya dibutuhkan oleh orang lain.

(39)

ilmu kesehatan olah raga dan juga tertarik untuk mempelajari seni bela diri. Waktu Aomame dihabiskan untuk belajar. Tak ada waktu untuk iseng-iseng. Tamaki sendiri masuk Fakultas Hukum di Universitas Swasta. Sepekan sekali Aomame dan Tamaki bertemu dan berbincang-bincang tentang banyak hal. Namun pada musim gugur Tamaki kehilangan keperawanannya lebih tepatnya diperkosa. Kejadian itu membuat Tamaki sangat terpukul. Mengetahui kejadian yang menimpa sahabatnya, Aomame pun berusaha menghibur Tamaki. Aomame mengusulkan kepada Tamakai agar menghukum lelaki itu, namun Tamaki tidak setuju. Dalam hal membina hubungan kekasih Tamaki selalu gagal hingga suatu ketika Tamaki pernah melakukan aborsi dua kali. Sedangkan Aomame tidak pernah berpikir untuk memiliki kekasih karna alasan sibuk dengan kegiatan sehari-hari. Setelah mengantongi ijazah S1, Tamaki melanjutkan masuk program pasca-sarjana dan Aomame mendapatkan pekerjaan di perusahaan yang memproduksi minuman energi dan makanan kesehatan. Seperti saat kuliah, Aomame dan Tamaki makan bersama di akhir pekan.

(40)

melakukan apa-apa untuk menolong Tamaki. Saat itu Aomame tidak pernah menyukai lelaki manapun kecuali Tengo, lelaki yang digenggam tangannya oleh Aomame ketika berusia 10 tahun. Tidak berapa lama setelah kehilangan sahabatnya, Aomame berhenti bekerja dari perusahaan minuman energi. Kemudian Aomame kembali bekerja sebagai pelatih andal di pusat kebugaran kelas atas.

(41)

berusaha mencari petunjuk tentang hubungan macam apa yang terjalin antara Aomame dengan musik sinfonietta yang didengarnya dalam taksi. Aomame berusaha membuat hipotesis untuk meyakinkan dirinya dengan apa yang sudah dialaminya. Aomame merasa berada di dunia baru. Dunia yang diberi nama 1Q84. Q adalah singkatan dari “question mark” tanda tanya. Dunia yang penuh dengan

tanda tanya. Aomame juga melihat ada dua bulan di langit.

(42)

hari, Aomame memandang ke arah langit melihat dua bulan, dan tidak jauh dari apartemen Aomame ternyata Tengo juga sedang melihat ke arah langit.

(43)
(44)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Jepang adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur. Letaknya di ujung barat Samudera Fasifik, di sebelah timur Laut Jepang, dan bertetangga dengan Republik Rakyat Cina, Korea, dan Rusia. Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal karena kemajuannya diberbagai bidang. Dalam bidang ekonomi dan teknologi, Jepang dikenal sebagai negara super power menyaingi bangsa barat. Dalam menjalani kehidupannya masyarakat Jepang didukung dengan fasilitas-fasilitas yang praktis dan canggih. Saat ini kehidupan masyarakat Jepang juga sudah banyak dipengaruhi oleh budaya barat. Namun, budaya tradisonal mereka juga tetap mereka jaga dan memberi pengaruh dalam setiap kehidupan masyarakat Jepang.

(45)

mereka diterjemahkan kedalam berbagai bahasa dan tersebar dibanyak negara. Selain itu, di Jepang juga banyak terdapat penghargaan–penghargaan yang dilaksanakan setiap tahunnya untuk menghargai para sastrawan.

Novel sebagai salah satu karya sastra di Jepang, sama seperti novel lainnya, merupakan karya fiksi tulis yang diceritakan secara panjang lebar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 1996 dalam Siswanto (2008 :141), novel diartikan sebagai karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat pelaku. Masalah yang dibahas tidak sekompleks roman. Biasanya novel menceritakan peristiwa pada masa tertentu. Bahasa yang digunakan lebih mirip bahasa sehari-hari. Meskipun demikian, penggarapan unsur-unsur intrinsiknya masih lengkap, seperti tema, plot, latar, gaya bahasa, nilai tokoh dan penokohan. Dengan catatan, yang ditekankan aspek tertentu dari unsur intrinsik tersebut.

Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat. Karenanya, asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan menjadi pemicu lahirnya karya sastra. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu yang mampu merefleksikan zamannya (Endraswara, 2008:77)

(46)

Aomame berasal dari keluarga yang menganut sekte keagamaan bernama

“Jemaat Saksi“. Sekte agama kristen, mendukung eskatologi, melakukan kegiatan

pengabaran Injil dengan giat, dan menganut apa yang tertulis di dalam Kitab Suci secara harfiah. Dalam ajaran agama nya, karena dengan alasan “diharamkan” Aomame tidak pernah menghadiri acara natal, tidak pernah ikut tamasya atau darmawisata sekolah yang bertujuan mengunjungi altar pemujaan Shinto atau kuil Buddha. Tidak pernah ikut pesta olah raga, tidak pernah menyanyikan lagu sekolah maupun lagu kebangsaan. Mau tidak mau, Aomame harus menuruti itu semua karena orang tuanya. Dan tingkah laku yang dianggap ekstrim seperti itu membuat Aomame semakin terkucil dari teman–teman sekelasnya.

Aomame juga sering mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya karena disebabkan dengan arti namanya yang hampir

mirip dengan makna “kacang polong”. Aomame sering ditertawakan oleh teman -temannya ketika ia sedang memperkenalkan diri. Hal itulah yang membuat Aomame semakin malas untuk berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya. Aomame lebih sering menyendiri dan berusaha untuk mengisi kegiatan sehari-harinya dengan beraktivitas seperti main softball dan latihan bela diri.

(47)

Haruki Murakami” dengan harapan dapat memberikan pandangan dan informasi

kepada pembaca mengenai kondisi sosial tokoh Aomame yang digambarkan Haruki Murakami dalam karya sastra yang telah melejitkan kepopulerannya itu.

1.2 Perumusan Masalah

Sesuai dengan judul proposal, yaitu “Analisis Sosiologis Tokoh Utama Aomame dalam Novel 1Q84 karya Haruki Murakami”, maka proposal ini akan membahas mengenai kondisi sosial tokoh dalam melalui hari-harinya.

Setiap orang memiliki kondisi sosial yang berbeda-beda dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari. Walaupun setiap orang mengalami dampak yang berbeda-beda dalam mengatasi permasalahan dalam kehidupannya. Ada yang dapat mengambil pelajaran dari pengalaman hidupnya. Misalnya dari kehidupan sosialnya yaitu di lingkungan masyarakat, keluarga, teman, dan lainya.

Dalam novel 1Q84 ini pengarang yaitu Haruki Murakami menyebutkan tokoh utama yaitu Aomame. Tokoh utama mengalami kondisi sosial yang berbeda dalam menjalani kehidupan kesehariannya maupun di lingkungan masyarakat. Tokoh Aomame adalah seorang penganut sekte keagamaan “Jemaat Saksi”. Aomame sering melakukan kebiasaan-kebiasaan aneh di sekolah yang membuat teman-teman sekelasnya merasa ketakutan. Misalnya, melantunkan doa khusus sebelum makan siang di sekolah.

(48)

terhadap doa itu. Dia juga tidak pernah ikut pesta olah raga, hal itu semua diharamkan untuk dilakukan menurut aturan agamanya.

Aomame juga sering mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya disebabkan dengan arti namanya yang hampir mirip

dengan makna “kacang polong”. Aomame sering ditertawakan oleh teman -temannya ketika ia sedang memperkenalkan diri. Hal itulah yang membuat Aomame semakin malas untuk berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya. Aomame lebih sering menyendiri dan berusaha untuk mengisi kegiatan sehari-harinya dengan beraktivias seperti main softball dan latihan bela diri.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengangkat permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian skripsi ini, yaitu :

1. Bagaimana interaksi sosial tokoh Aomame dalam lingkungan masyarakat, keluarga dan sekolah ?

2. Bagaimana dampak kehidupan minoritas dalam lingkungan masyarakat ?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dari permasalahan-permasalahan yang ada, perlu adanya ruang lingkup dalam pembatasan masalah tersebut. Hal ini bertujuan agar penelitian ini tidak menjadi luas dan tetap terfokus pada masalah yang akan diteliti.

(49)

Dalam analisis ini, penulis membatasi ruang lingkup pembahasan yang difokuskan pada masalah sosiologi tokoh dalam novel 1Q84 jilid 3, yaitu hubungan interaksi sosial dengan keluarga, teman sekolah dan masyarakat. Serta dampak kehidupan sosialnya di masyarakat. Karena pada jilid 1 dan jilid 2 hanya ada sebagian pembahasan tentang interaksi sosial. Dalam novel 1Q84 diambil 10 cuplikan. 4 cuplikan membahas tentang hubungan Aomame dengan keluarga, 4 cuplikan membahas hubungan Aomame dengan orang lain, dan 2 cuplikan membahas hubungan Aomame dengan teman sekelas.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1. Tinjauan Pustaka

Novel diartikan sebagai Karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat pelaku. Masalah yang dibahas tidak sekompleks roman. Biasanya novel menceritakan peristiwa pada masa tertentu. Bahasa yang digunakan lebih mirip bahasa sehari-hari. Meskipun demikian, penggarapan unsur-unsur intrinsiknya masih lengkap, seperti tema, plot, latar, gaya bahasa, nilai tokoh dan penokohan. Dengan catatan, yang ditekankan aspek tertentu dari unsur intrinsik tersebut. (Kamus Besar Bahasa Indonesia 1996 dalam Siswanto 2008:141).

(50)

memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Dalam lapangan kritik sastra, penelitian semiotik meliputi analisis sastra sebagai sebuah penggunaan bahasa yang bergantung pada (sifat-sifat) yang menyebabkan bermacam-macam cara (modus) wacana mempunyai makna. (Preminger dkk dalam Jabrohim, 2001:71).

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari kata sosio (Yunani) (socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman) dan logi (logos berarti sabda, perkataan, perumpamaan). Perkembangan berikutnya mengalami perubahan makna, sosio/socius berarti masyarakat, logi/logos berarti ilmu. Jadi, sosiologis berarti ilmu mengenai asal–usul dan pertumbuhan (evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antar manusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional, dan empiris. Sastra dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk dan intruksi. Akhiran kata tra berarti alat, sarana. Jadi sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar , buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik. Makna kata sastra lebih spesifik sesudah terbentuk menjadi kata jadian, yaitu kesusastraan, artinya kumpulan hasil karya yang baik (Ratna, 2003:1-2).

Maka dalam hal ini, penulis menggunakan pendekatan sosiologis sastra. Dimana sosiologis sastra merupakan cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat.

(51)

karya sastra. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu yang mampu merefleksikan zamannya (Endraswara, 2008:77).

2. Kerangka Teori

Dalam menganalisis suatu karya sastra diperlukan suatu pendekatan yang berfungsi sebagai acuan penulis dalam menganalisis karya sastra tersebut. Dalam menganalisis novel ini, penulis menggunakan pendekatan sosiologissastra dan pendekatan semiotik.

Sosiologis sastra merupakan cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat. Karenanya, asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan menjadi pemicu lahirnya karya sastra. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu yang mampu merefleksikan zamannya ( Endraswara, 2008:77 ).

Untuk melihat gambaran kehidupan sosioal suatu individu secara khusus dan masyarakat pada umumnya dalam sebuah karya sastra adalah dengan menggunakan disiplin ilmu yaitu sosiologi sastra.

Sosiologi dan sastra merupakan disiplin ilmu yang berbeda, kendati demikian sosiologi dan sastra walaupun mempunyai perbedaan tertentu namun sebenarnya dapat memberikan penjelasan terhadap makna-makna sosial melalui teks sastra.

(52)

berupa cerpen ataupun novel. Dalam proses interaksi yang melibatkan anak dan remaja, terjadi proses sosialisasi. Sosialisasi inilah yang merupakan suatu kegiatan yang bertujuan agar pihak yang didik dan diajak kemudian mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dan dianut oleh masyarakat (Soerjono, 1990:63).

Dengan menggunakan teori sosiologis tersebut penulis dapat menganalisis kondisi sosial tokoh utama Aomame pada novel 1Q84 yang menyebabkan timbulnya masalah sosial. Salah satu contohnya adalah tokoh Aomame yang ingin menjalani kehidupannya sendiri namun tidak bisa terlepas dari kehidupan sosial masyarakat di sekitarnya.

Hoed dalam Nurgiyantoro (1995:40) berpendapat bahwa semiotik adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan lain-lain. Tanda-tanda itu dapat berupa gerakan anggota badan, gerakan mata, mulut, bentuk tulisan, warna, bendera, bentuk dan potongan rambut, pakaian, karya seni sastra, patung, dan lain-lain yang berada di sekitar kita. Bahasa juga merupakan tanda. Dalam karya sastra bahasa digunakan sebagai tanda untuk menunjukkan suatu pemikiran, keadaan atau gejala sosial. Sehingga dalam meneliti sebuah novel pendekatan semiotik digunakan untuk melihat tanda-tanda yang ada dalam novel tersebut. Setelah mendapatkan tanda-tanda-tanda-tanda yang ada dalam sebuah novel, tanda-tanda itu akan dideskripsikan berdasarkan konteksnya, dan ditafsirkan maknanya.

(53)

kehidupan dan berbaur dengan masyarakat sosial yang tidak semua bisa menerima kekurangannya hingga Aomame bisa mencapai tujuannya.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mendeskripsikan interaksi sosial tokoh Aomame dalam lingkungan masyarakat, keluarga dan teman sekolah.

2. Untuk mengetahui dampak kehidupan minoritas dalam lingkungan masyarakat.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

2. Bagi peneliti dan masyarakat umum diharapkan dapat menambah informasi dan pengetahuan mengenai sosiologis sastra dalam karya fiksi khususnya dalam novel 1Q84.

(54)

1.6 Metode Penelitian

Sebuah penelitian pasti menggunakan metode sebagai penunjang dalam mencapai tujuan. Metode ialah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Dalam menganalisis novel ini penulis menggunakan metode deskriftif. Menurut Ratna (2004:53) metode deskriftif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan, dengan maksud untuk menemukan unsurnya-unsurnya, kemudian dianalisis, bahkan juga diperbandingkan. Di dalam metode ini, penulis tidak hanya menguraikan, namun juga memberikan pemahaman dan penjelasan.

Dalam mengumpulkan data-data penelitian ini, penulis menggunakan teknik ilmu kepustakaan (Library Research), yaitu menyusuri sumber-sumber kepustakaan dengan cara membaca buku refrensi yang berkaitan dengan masalah yang akan dijelaskan. Selain memanfaatkan literatur yang berupa buku, penulis juga memanfaatkan teknologi internet, mengumpulkan data dari berbagai website yang berhubungan dengan materi penelitian.

(55)

ABSTRAK

Aomame berasal dari keluarga yang menganut sekte keagamaan bernama “Jemaat Saksi“. Sekte agama kristen, yang melakukan kegiatan pengabaran Injil dengan giat, dan menganut apa yang tertulis di dalam Kitab Suci secara harfiah. Dalam ajaran ini, Aomame tidak boleh menghadiri acara natal, tidak boleh ikut darmawisata sekolah yang bertujuan mengunjungi altar pemujaan Shinto atau kuil Buddha. Ia juga tidak pernah ikut pesta olah raga, tidak pernah menyanyikan lagu sekolah maupun lagu kebangsaan. Mau tidak mau, Aomame harus menuruti itu semua karena orang tuanya. Dan tingkah laku yang dianggap ekstrim seperti itu membuat Aomame semakin terkucilkan dari teman–teman sekelasnya.

Hubungan Aomame dengan orang tua maupun keluarga sangat tidak baik. Aomame memiliki kebencian yang sangat mendalam terhadap kedua orang tuanya. Orang tua Aomame selalu memerintahkan Aomame untuk melakukan segala sesuatu yang diajarkan sekte agama yang dianut oleh mereka tanpa memperdulikan perasaan Aomame. Sedari kecil Aomame mendapatkan perlakuan yang tidak adil. Dia tidak pernah mendapatkan kebahagiaan ataupun sikap yang baik dari keluarganya seperti anak-anak lainnya. Dari kecil hingga dewasa Aomame sudah hidup sendiri tanpa adanya sentuhan kasih sayang dari orang tua maupun keluarganya sendiri. Aomame harus berjuang sendiri untuk bisa melanjutkan hidupnya. Aomame merasa takut jika ia memiliki anak tidak bisa memberikan kasih sayang yang seharusnya diperoleh ketika masih anak-anak. Kebencian Aomame pun berlanjut terhadap seorang yang berlaku kasar kepada orang lain. Terutama kepada laki-laki yang suka menganiaya istrinya ataupun kekasihnya. Jika dia melihat ada seorang laki-laki melakukan hal tersebut, maka dia tidak segan-segan akan menghabisi nyawa laki-laki tersebut. Aomame sangat membenci laki-laki yang tidak pernah menghargai atau menghormati wanita. Aomame sendiri sejak kecil sudah tidak memiliki teman dekat. Sikapnya yang aneh membuat teman-teman di sekolahnya menjauhi Aomame. Sejak kejadian itu Aomame menutup diri untuk tidak berteman dekat dengan siapa pun.

(56)

要旨

オ マメ “Jemaat Saksi” いう 宗 教思 想

う う う

追 随 い い

家族 起源 い “Jemaat Saksi” いう 熱 心 聖 書

(57)
(58)

ANALISIS SOSIOLOGIS TOKOH UTAMA AOMAME DALAM NOVEL “ 1Q84 “ KARYA HARUKI MURAKAMI

HARUKI MURAKAMI GA ARAWASHITA SAKUHIN NO “1Q84” NO SHOUSETSU DE AOMAME NO SHUJINKOU NO SHAKAITEKI

NA BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat

Ujian Sarjana Dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh :

SILVINA RISKI PUTRI NASUTION NIM : 100708084

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(59)

ANALISIS SOSIOLOGIS TOKOH UTAMA AOMAME DALAM NOVEL “ 1Q84 “ KARYA HARUKI MURAKAMI

SKRIPSI

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat

Ujian Sarjana Dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh :

Silvina Riski Putri Nasution NIM : 100708084

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Siti Muharami M, S.S, M.Hum Mhd. Pujiono, S.S, M.Hum

NIP. NIP.

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(60)

Disetujui Oleh : Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

Medan

Departemen Sastra Jepang

Ketua,

Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum

NIP. 196009191988031001

(61)

PENGESAHAN

Diterima oleh :

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam bidang Ilmu Sastra Jepang pada Fakultas Ilmu BudayaUniversitas Sumatera Utara

Pada :

Tanggal :

Hari :

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

Dekan

Dr. Syahron Lubis, M.A,

NIP : 195110131 1976 03 1 001

Panitia Ujian

No Nama Tanda Tangan

1.

(62)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkankan kehadirat Allah SWT atas nikmat dan karuniaNya sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ANALISIS SOSIOLOGIS TOKOH UTAMA AOMAME DALAM NOVEL “1Q84” KARYA HARUKI MURAKAMI. Meskipun proses pengerjaan skripsi

ini banyak diwarnai kesalahan, tetapi selalu ada harapan untuk bisa berubah dan berkarya lebih baik lagi untuk Tuhan, bangsa, keluarga, dan almamater Sastra Jepang USU.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan moril maupun bantuan spiritual. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih sedalam-dalamnya, penghargaan serta penghormatan kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.hum, selaku Ketua Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

(63)

4. Dosen penguji skripsi, yang telah menyediakan waktu untuk membaca dan menguji skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua dosen-dosen dan staf-staf Fakultas Ilmu Budaya, khususnya dosen-dosen-dosen-dosen Sastra Jepang yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik.

5. Teristimewa penulis ucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Pangadilan Nasution dan Ibunda Nur Hidayat Siregar S.pd yang telah banyak mencurahkan kasih sayangnya, doa dan perhatiannya kepada penulis. Dukungan dan pengorbanan yang begitu luar biasa yang Ayahanda dan Ibunda berikan kepada penulis tidak dapat digantikan oleh siapapun.

6. Kepada adik-adikku tersayang yang selalu memberikan semangat dan perhatian kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini(Masito, Intan, Mintana, Riska, Nanda, Fadly, Salwa).

7. Terima kasih juga buat keluarga besar Nasution dan keluarga besar Siregar yang telah memberikan banyak motivasi dan semangat buat penulis, dan terima kasih juga buat saudara-saudaraku yang telah memberi dukungannya dan doanya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 8. Teman-teman yang telah membantu dan memberi support kepada penulis

(64)

maupun duka. Teman-teman seperjuangan Sastra Jepang stambuk 2010 yang namaya tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Semoga kita dapat mengenang kebersamaan semasa kuliah antara satu sama lain. Serta buat teman-teman korasu(Liza, Zita, Puti, Cusyam, Helga, Vindo, Lim, Kak Icha, Kak Lara, Bang Ody, Bang Erick, dan Eden).

9. Terima kasih juga kepada para senpai-senpai dan kohai-kohai yang telah memberi semangat dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah membalas kebaikan kalian.

Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna dalam hidup ini, termasuk juga dalam penulisan skripsi ini. Namun penulis tetap mencari kesempurnaan tersebut dalam suatu nilai pekerjaan yang dilakukan secara maksimal. Oleh karena itu, penulis mengharapkan krikitik dan saran yang sifatnya membangun. Akhir kata semoga skripsi dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, 17 Januari 2015

Penulis

(65)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ··· i

DAFTAR ISI ··· iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ··· 1

1.2Perumusan Masalah ··· 4

1.3Ruang Lingkup Masalah ··· 5

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ··· 6

1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian ··· 10

1.6Metode Penelitian 11 BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL, SOSIOLOGIS SASTRA, DAN RIWAYAT HIDUP HARUKI MURAKAMI 1.1Defenisi Novel ··· 12

1.1.1Unsur Intrinsik Novel ··· 14

1.1.2Unsur Ekstrinsik Novel ··· 20

1.2Defenisi Sosiologi Sastra··· 22

1.2.1 Masalah Sosial ··· 25

1.2.2 Klasifikasi Masalah Sosial ··· 26

2.3Kehidupan Keyakinan Minoritas di Dalam Masyarakat ··· 27

2.4Latar/Setting Novel 1Q84 ··· 29

2.5Riwayat Hidup Haruki Murakami dan Karya–Karyanya ··· 29

(66)

BAB III ANALISIS SOSIOLOGIS TOKOH AOMAME DALAM NOVEL 1Q84 KARYA HARUKI MURAKAMI

3.1 Analisis Sosiologis Tokoh Aomame ··· 41

3.1.1 Hubungan dengan Keluarga ··· 41

3.1.2 Hubungan dengan Orang Lain di Masyarakat ··· 45

3.1.3 Hubungan dengan Teman Sekolah ··· 47

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ··· 50

4.2 Saran ··· 51

DAFTAR PUSTAKA

Referensi

Dokumen terkait

3.2 Pesan Moral Dilihat Dari Cuplikan Cerita Yang Terdapat Dalam Novel Kafka On The Shore Dan Hubungannya Dengan Psikologi Sosial. Cuplikan Kafka On The Shore (

Sebagai kesimpulan dari cuplikan-cuplikan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa bentuk konflik sosial antara tokoh Botchan dan rekan-rekan sesama guru adalah berupa

Novel Norwegian Wood karya Haruki Murakami menceritakan tentang Watanabe Toru seorang pria yang berumur 37 tahun yang baru saja tiba dari Jerman. Norwegian wood adalah judul lagu

Dalam cuplikan diatas konflik yang terjadi termasuk dalam bentuk pertentangan pribadi yaitu pertentangan antara Masakado dengan pamannya.Dan dalam cuplikan tersebut konflik

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana.. Dalam Bidang Ilmu

[r]

Diri manusia ternyata lebih kompleks dari apa yang dibayangkan sebelumnya, dalam artian bahwa manusia tidak sama seperti penampilan luarnya. Identitas, kepribaddian dan

Metode Penelitian Sastra Edisi Revisi.. Yogyakarta