• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mengelola Sampah Anorganik Melalui Bank Sampah(Studi Kasus : Di Bank Sampah Simpan Jadi Emas Lingkungan V Blok B Lorong II Kelurahan Belawan Sicanang Kecamatan Medan Belawan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Upaya Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mengelola Sampah Anorganik Melalui Bank Sampah(Studi Kasus : Di Bank Sampah Simpan Jadi Emas Lingkungan V Blok B Lorong II Kelurahan Belawan Sicanang Kecamatan Medan Belawan)"

Copied!
199
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM MENGELOLA SAMPAH ANORGANIK MELALUI BANK

SAMPAH

(STUDI KASUS : DI BANK SAMPAH SIMPAN JADI EMAS

LINGKUNGAN V BLOK B LORONG II KELURAHAN BELAWAN SICANANG KECAMATAN MEDAN BELAWAN)

TESIS

Oleh

MUJAHIDDIN

127024005/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM MENGELOLA SAMPAH ANORGANIK MELALUI BANK

SAMPAH

(STUDI KASUS : DI BANK SAMPAH SIMPAN JADI EMAS LINGKUNGAN V BLOK B LORONG II KELURAHAN BELAWAN

SICANANG KECAMATAN MEDAN BELAWAN)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) Program Studi Magister

Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUJAHIDDIN

127024005/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM MENGELOLA SAMPAH ANORGANIK MELALUI BANK SAMPAH (STUDI KASUS: DI BANK SAMPAH SIMPAN JADI EMAS LINGKUNGAN V BLOK B LORONG II KELURAHAN BELAWAN SICANANG KECAMATAN MEDAN BELAWAN)

Nama Mahasiswa : Mujahiddin Nomor Pokok : 127024005

Program Studi : Studi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. R. Hamdani, Harahap M.Si) (

Ketua Anggota

Drs. Henry Sitorus, M.Si)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA) (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)

(4)

Telah diuji pada Tanggal 16 Juli 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si Anggota : 1. Drs. Henry Sitorus, M.Si

: 2. Dra. Beti Nasution, M.Si : 3. Drs. Yance, M.Si

(5)

PERNYATAAN

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM MENGELOLA SAMPAH ANORGANIK MELALUI BANK SAMPAH

(STUDI KASUS : DI BANK SAMPAH SIMPAN JADI EMAS LINGKUNGAN V BLOK B LORONG II KELURAHAN BELAWAN

SICANANG KECAMATAN MEDAN BELAWAN)

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 16 Juli 2014

Penulis

(6)

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM MENGELOLA SAMPAH ANORGANIK MELALUI BANK SAMPAH

(STUDI KASUS: DI BANK SAMPAH SIMPAN JADI EMASLINGKUNGAN V BLOK B LORONG II KELURAHAN BELAWAN SICANANG KECAMATAN

MEDAN BELAWAN)

ABSTRAKS

(7)

AN EFFORT TO EMPOWERMENT PEOPLE IN MANAGING INORGANIC WASTE THROUGH WASTE BANK (CASE STUDY : THE BANK OF

WASTE SIMPAN JADI EMAS AT BELAWAN SICANANG VILLAGE MEDAN BELAWAN SUB DISTRICT)

ABSTRACT

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulilahirabbil’alamin penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas limpahan berkah, rahmat, hidayah dan petunjuk-Nya serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan kekuatan dan semangat kepada penulis hingga terselesainya tesis dari perkuliahan Program Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Penulisan tesis merupakan salah satu syarat bagi mahasiswa Program Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dalam menyelesaikan studi.

Penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan, motivasi dan partisipasi berbagai pihak, baik secara moril dan materil yang diberikan kepada penulis untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ungkapan syukur dan terimakasih yang banyak kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTMH, MSc (CTM), SpA (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku Penguji Tamu serta Ketua Program Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Sumatera Utara

4. Bapak Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktu, serta dengan sabar membimbing penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.

5. Bapak Drs. Henry Sitorus, M.Si Selaku Pembimbing II, telah begitu banyak waktu yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

6. Ibu Dr. Beti Nasution, M.Si dan Bapak Drs. Yance, M.Si selaku Tim Penguji, masukan dan kritiknya hingga selesai penulisan tesis ini

7. Teristimewa untuk Kedua orangtuaku dan keluarga besar yang selalu mendo’akan dan selalu memberikan dukungan kepada penulis.

8. Bapak/Ibu dosen di Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Sumatera Utara

9. Bagian Administrasi Program Magister Studi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara terutama buat Bang Iwan, Kak Dina, Kak Tika dan ibu Anisah.

(9)

11. Makasih juga buat orang-orang yang selalu membantuku, selalu memberikan dukungan dan semangat kepadaku sampai saat ini. Makasih buat semuanya. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini berguna bagi pihak pembaca dan penulis khususnya. Mudah-mudahan Allah SWT tetap melindungi dan melimpahkan rahmat-Nya pada kita semua serta memberikan petunjuk dalam setiap gerak dan langkah dan kepada-Nya kita berserah diri.

Sekali lagi sebelum dan sesudahnya penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan, dorongan baik moril maupun materil sehingga dalam penulisan tesis ini dapat terselesaikan.

Amin Ya Robbal Alamin.

Medan, Juli 2014 Penulis,

(10)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Mujahiddin

Tempat/ Tanggal Lahir : Medan, 28 Agustus 1989

Jenis Kelamin : Pria

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat : Jln. Parkit Raya I No. 264 P. Mandala

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Negeri No. 066431 Medan Tamat Tahun 2001

2. SMP Swasta Kesatria Medan Tamat Tahun 2004

3. SMA Negeri 6 Medan Tamat Tahun 2007

4. Strata 1 (S1) UMSU Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Tamat Tahun 2011

(11)

DAFTAR ISI

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1. 2.2.

Uraian Teoritis ...………… 2.1.1. Sampah... Pembangunan... 2.2.1. Makna dan Defenisi Pembangunan... 2.2.2. Mengukur Pembangunan... 2.2.3. Tiga Nilai Inti Pembangunan... 2.2.4. Tiga Tujuan Inti Pembangunan... 2.2.5. Teori Pembangunan Altenatif dan Pemberdayaan

Masyarakat...

BAB III METODE PENELITIAN

3.1.

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

4.1. Proses Pengumpulan Data... 87 4.2.

4.3.

Penyajian Data... 4.2.1. Bank Sampah Simpan Jadi Emas (SJM)... 4.2.2. Nasabah Bank Sampah...

88 88 127 Pembahasan Hasil Penelitian……….…

4.3.1.Upaya Pemberdayaan Masyarakat dalam Mengelola Sampah Anorganik di Bank Sampah

(12)

SJM... 4.3.2.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Upaya Pemberdayaan

Masyarakat dalam Mengelola Sampah Anorganik di Bank Sampah SJM...

151

170

BAB V KESIMPULAN

5.1. 5.2.

Kesimpulan ……… Saran ………..

176 177

(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

1.1. Jumlah sampah di Kota Medan... 6 1.2. Jumlah sampah perbulandi Kota Medan sepanjang tahun 2013 7 1.3. Emisi CO2 Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010 11

1.4. Jenis sampah yang berhasil dikumpulkan Bank Sampah SJE dalam sehari... 14 2.1. Jumlah sampah, penduduk dan PDRB Kota Medan... 30 2.2. Pengelolaan sampah... 31 2.3. Dessitas dan komposisi fisik buangan padat kota-kota di dunia... 33 2.4. Perspektif-perspektif atas kekuasan... 68 2.5. Idikator keberdayaan... 75 4.1. Upaya Pemberdaayaan Masyarkat dalam Pengelolaan Sampah Anorganik

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

2.1. Proses dan keterkaitan pemberdayaan masyarakat dan sustainable

development....…... 74

3.1. Kerangka konsep penelitian... 80

3.2. Katagorasasi dalam penelitian... 81

3.3. Model interaktif Miles dan Huberman 1992... 85

4.1. Hasil kerajinan tangan dari pengelolaan sampah plastik kemasan.... 103

4.2. Plastik Kemasan yang tidak bisa ditabung di Bank Sampah yang kemudian dibentuk sebagai aksesoris... 106

4.3. Efendi Sirait sedang memilah sampah plastik di Bank Sampah SJM sebelum dibawa kepengepul untuk dijual... 110

4.4. Efendi Sirait saat menjemput sampah di Bank Sampah SJM. Tampak tumpukan sampah berada di atas becak bermotor tua miliknya... 113

4.5. Bunga hasil kerajinan tangan buatan Asna... 119

4.6. Hasil kerajinan tangan berupa broses buatan dari Asna yang dijual seharga Rp. 15.000 s/d 20.000,- per unit... 121

4.7. Hasil kerajinan tanggan Asna berupa asbak rokok yang terbuat dari sampah batok Kelapa... 124

4.8. Surya dengan karung sampahnya saat hendak menabung di Bank Sampah SJM... 135 4.9. Upaya Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mengelola Sampah Anorganik di Bank Sampah SJM... 170

(15)

DAFTAR GRAFIK

No. Judul Hal

(16)

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM MENGELOLA SAMPAH ANORGANIK MELALUI BANK SAMPAH

(STUDI KASUS: DI BANK SAMPAH SIMPAN JADI EMASLINGKUNGAN V BLOK B LORONG II KELURAHAN BELAWAN SICANANG KECAMATAN

MEDAN BELAWAN)

ABSTRAKS

(17)

AN EFFORT TO EMPOWERMENT PEOPLE IN MANAGING INORGANIC WASTE THROUGH WASTE BANK (CASE STUDY : THE BANK OF

WASTE SIMPAN JADI EMAS AT BELAWAN SICANANG VILLAGE MEDAN BELAWAN SUB DISTRICT)

ABSTRACT

(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Permasalahan sampah dalam beberapa tahun belakangan ini telah menjadi

persoalan serius, khususnya di beberapa kota besar di Indonesia. Persoalan

sampah di perkotaan ini kemudian sering dikaitkan dengan persoalan

bertambahnya jumlah penduduk kota dan juga tingkat konsumsi masyarakat

perkotaan yang terus melonjak yang berakibat pada meningkatnya produksi

sampah dari tahun ke tahun.

Secara alamiah, sebenarnya tidak ada namanya konsep sampah, yang ada

hanya produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses tersebut

berlangsung. Namun biasanya, sampah sering dikatakan sebagai sisa dari satu

materi barang yang tidak diinginkan lagi oleh manusia. Baik dalam skala individu

atau rumah tangga. Hal ini yang kemudian menjadikan manusia atau masyarakat

sebagai penghasil (produsen) sampah.

Sampa-sampah hasil produksi manusia biasanya bersifat organik

(teruraikan) dan bersifat anorganik (tidak terurai). Sampah-sampah ini kemudian

selalu berakhir pada tempat-tempat sampah. Baik di setiap rumah tangga, pasar,

pusat perbelanjaan, perkantoran, industri, rumah sakit dan lain sebagainya.

Sampah-sampah itu, kemudian diangkut oleh para pekerja Dinas Kebersihan

untuk dipindahkan ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA).

Namun tidak semua sampah tersebut dapat terangkut dengan baik oleh

para pekerja Dinas Kebersihan ke TPA yang disediakan. Biasanya

(19)

pinggir-pingir jalan, sudut-sudut gang, di lahan kosong, di pinggiran sungai atau

bahkan di sungai itu sendiri. Selain dikarenakan tidak terangkut oleh pekerja

Dinas Kebersihan Kota, biasanya sampah-sampah yang bertebaran di sudut-sudut

jalan dan dipingir sungai juga dikarenakan faktor kurangnya kesadaran

masyarakat dalam pengelolaan sampah yang mereka timbulkan sendiri.

Dapat dilihat bahwa pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah

melalui Dinas Kebersihan dan juga masyarakat secara langsung belum dapat

berjalan secara optimal. Jika pengelolaan sampah tidak dapat dilakukan secara

optimal tentu akan berdampak pada lingkungan dan kesehatan masyarakat itu

sendiri. Pada tatanan kesehatan misalnya, dampak yang dihasilkan dari

pengelolaan sampah yang tidak baik akan memunculkan banyak penyakit seperti

diare, tifus dan DBD. Sedangkan pada tatatan lingkungan, khususnya bagi

sampah yang masuk ke drainase atau sungai akan mencemari ekosistem air yang

beradampak pada berubahnya ekosistem perairan secara biologi dan juga

menyebabkan terjadinya banjir.

Jika dilihat dari sudut pandang sosial-ekonomi, pengelolaan sampah yang

kurang baik dapat membentuk lingkungan yang tidak menyenangkan bagi

masyarakat seperti munculnya bau yang tidak sedap dan padangan yang kurang

menyenangkan. Selain itu juga dapat berpengaruh pada kunjungan pariwisata,

dan turunnya tingkat kesehatan masyarakat yang berdampak langsung pada

peningkatan biaya kesehatan untuk mengobati masyarakat yang sakit. Hal ini

pernah dialami langsung oleh pemerintahan Kota Bandung pada awal tahun 2005

(20)

Tragedi ini terjadi tepat pada pukul 02.00 Wib. Di mana pada pagi itu,

tumpukan sampah berupa plastik, gabus, kayu, hingga sampah organik

menghantam dua pemukiman yakni Kampung Cilimus dan Kampung Pojok.

Pemukiman yang penuh kehidupan itu langsung luluh lantak tertimbun sampah

meski berjarak satu kilometer lebih dari puncak tumpukan sampah. Gunungan

sampah sepanjang 200 meter dan setinggi 60 meter itu goyah karena diguyur

hujan deras semalam suntuk dan terpicu konsentrasi gas metan dari dalam

tumpukan sampah. Akibat kejadian tersebut, tercatat 157 orang meninggal dunia,

belum termasuk harta benda yang lain. Inilah musibah yang barangkali tercatat

pertama kali dalam sejarah peradaban manusia, ratusan nyawa melayang

gara-gara tertimbun sampah.

Oleh karennya, jika persoalan sampah yang ada di beberapa kota besar di

Indonesia tidak dapat dikelola dan diatasi dengan baik, serta terkesan diabaikan

maka secara tidak langsung akan memunculkan masalah sosial baru. Parrillo

dalam Soetomo (2008) menyatakan, bahwa pengertian masalah sosial

mengandung empat komponen, dengan demikian suatu atau kondisi sosial dapat

disebut sebagai masalah sosial apabila terlihat keberadaan empat unsur tadi.

Keempat komponen tersebut adalah:

1. Kondisi tersebut merupakan masalah yang bertahan untuk satu priode

waktu tertentu. Kondisi yang dianggap sebagai masalah, tetapi dalam

waktu singat kemudian sudah hilang dengan sendirinya tidak termasuk

(21)

2. Dirasakan dapat menyebabkan berbagai kerugian fisik atau nonfisik,

baik pada individu maupun masyarakat.

3. Merupakan pelanggaran terhadap nilai-nilai atau standar sosial dari

salah satu atau beberapa sendi kehidupan masyarakat.

4. Menimbulkan kebutuhan akan pemecahan.

Sementara itu, Raab dan Selznick sebagaimana dikutip oleh Soetomo

(2008) menyatakan bahwa tidak semua masalah dalam kehidupan manusia

merupakan masalah sosial. Masalah sosial pada dasarnya adalah masalah yang

terjadi dalam antar hubungan diantara warga masyarakat. Sebagai ilustrasi

misalnya, masalah kekeringan pada dasarnya bukan merupakan masalah sosial,

kondisi itu dapat menjadi masalah sosial apabila kemudian dapat mempengaruhi

proses relasi sosial.

Selain tragedi longsornya sampah di TPA Leuwigajah Bandung, Jawa

Barat pada tahun 2005. Persoalan lain dari permasalahan sampah yang

menyebabkan masalah sosial dan terganggunya proses relasi sosial antar

masyarakat adalah kasus penolakan masyarakat lokal atas pengoperasiaan TPST

(Teknologi Penggelolaan Sampah Terpadu) oleh PT. Wira Guna Sejahtera di

Desa Bojong, Klapanunggal, Kabupaten Bogor pada akhir 2004. Di mana pada

kasus Bojong ini, terjadi kerusuhan besar-besaran diantara masyarakat dengan

aparat keamanan.

Tercatat sekitar 2000 massa dari tujuh desa mengamuk, merusak serta

membakar semua bangunan di areal TPST. Aparat kepolisian datang dan

menembaki warga, tujuh orang jadi korban penembakan serta sebanyak 19 orang

(22)

membuat Pengelola TPST Bojong, PT. Wira Guna Sejahtera menderita kerugian

materi sekitar Rp. 30 miliar.

Untuk itu, belajar dari dua kasus permasalahan sampah yang terjadi di

Provinsi Jawa Barat khususnya Kabupaten Bandung dan Kota Bandung,

setidaknya setiap kota yang ada di Indonesia harus dapat mengatasi permasalahan

sampah sedini dan seefektif mungkin dengan mengintegrasikan seluruh

komponen sosial yang ada seperti warga masyarakat, aparat pemerintahan

(khususnya: Dinas Kebersihan) dan steakholder yang berkecimpung pada urusan

persampahan.

Di Sumatera Utara, khususnya Kota Medan sebagai ibu kota provinsi

yang masuk ke dalam katagori kota metropolitan ini juga mengalami persoalan

dalam hal mengatasi sampah masyarakatnya. Meski belum berujung pada

terjadinya bias konflik dan juga bencana sosial, namun setidaknya persoalan

sampah yang ada di Kota Medan perlu mendapatkan perhatian. Hal ini mengingat

volume sampah di Kota Medan sudah cukup besar, dan diperkirakan akan terus

meningkat dari tahun ke tahun.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota

Medan, terlihat volume sampah yang di hasilkan masyarakat kota medan dari

(23)

33,85 677,89

-22,6556 270,3306

Tabel 1.1. Jumlah sampah di Kota Medan 2008-2012

Tahun 2008 2009 2010 2011 2012

Rata-rata produksi sampah perhari (ton)

587,25 615,1 1 292,99 1 270,3344 1 540 665

Sumber Data : Medan Dalam Angka 2009, 2010, 2011, 2012 (BPS Kota Medan)

Dari data di atas tampak frekwensi peningkatan sampah dari

tahun-ketahun di mana dari tahun 2008 ke 2009 terjadi peningkatan produksi sampah

sebesar 33,85 ton. Sedangkan dari tahun 2009 ke tahun 2010 terjadi peningkatan

sebesar 677,89 ton. Namun, antara tahun 2010 ke 2011 terjadi penurunan

produksi sampah sebesar 22,6556 ton. Sedangkan pada tahun 2011 ke tahun 2012

terjadi peningkatan produksi sampah kembali sebesar 270,3306 ton.

1 700

1 500

1 300

1 000

800

600

500

Tahun : 2008 2009 2010 2011 2012

(24)

Sedangkan, Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (KUPTD) Kebersihan

Kota Medan, mengatakan, Pada tahun 2013 ini setiap harinya volume sampah

yang dihasilkan oleh masyarakat Kota Medan berkisar 1700 ton/hari. Jika ditotal

setiap bulanya masyarakat Kota Medan dapat memproduksi sampah sekitar

44.000 ton/bulan. Begitupun dari total 44.000 ton tersebut hanya sekitar 85

persen yang mampu diserap oleh Dinas Kebersihan Kota Medan untuk diangkut

ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terjun Medan. Sedangkan 15 persennya

lagi diserap oleh Bank Sampah, Pemulung dan lain sebagainya.

Tabel 1.2. Jumlah sampah perbulan di Kota Medan Sepanjang Tahun 2013

Bulan Jumlah Sampah / Ton

Januari 42.850,94 Ton

Pebruari 44.708,54 Ton

Maret 43.744,06 Ton

April 44.952,42 Ton

Mei 47.469,40 Ton

Juni 44.693,23 Ton

Juli 47.205,38 Ton

Agustus 46.691,65 Ton

September 45.542,38 Ton

Sumber Data: KUPTD Kebersihan Kota Medan, Oktober 2013

Selain itu, KUPTD Kebersihan Kota Medan juga memprediksi volume

sampah pada tahun 2014 nantinya akan meningkat menjadi 2.000 ton perhari.

Jika persoalan pertumbuhan sampah ini tidak segera diatasi dengan baik maka

akan berdampak pada munculnya banyak persoalan baru. Apalagi sampai saat ini,

(25)

Bentuk pembuangan akhir sampah dengan sistem open dumping dapat dikatagorikan sebagai jenis pembuangan akhir sampah yang paling sederhana dan

murah. Sinulingga (2005) mencatat pembuangan dengan jenis (open dumping) ini

hanya cocok untuk sampah hasil sapuan jalan, abu dan benda-benda yang dapat

terbakar. Tetapi apabila bercampur dengan sampah lain seperti sampah organik,

maka tempat sampah ini akan menjadi sumber pencemaran lingkungan seperti

bau tidak sedap, kebakaran, berkumpulnya lalat, nyamuk dan tikus serta dapat

menjadi sumber penyakit menular. Di samping itu sebagai akibat pembusukan

sampah ini akan timbul cairan-limbah (leachate) yang dapat mengalir ke tempat lain yang menimbulkan polusi.

Sinulingga (2005) kemudian menyarankan lokasi pembuangan terbuka ini

hendaknya dipilih pada tempat yang agak rendah, agar debu-debu maupun

sampah-sampah di jalan dapat dipadatkan. Selain itu juga perlu diperhatikan agar

tanahnya kedap air, untuk menjaga cairan limbah yang timbul tidak merambat

jauh ke tempat lain, dibawa aliran tanah. Oleh karena tidak terkendalinya jenis

sampah yang akan dibuang maka jenis pembuangan akhir seperti ini tidak

disarankan lagi, karena sering sekali menimbulkan pencemaran terhadap

lingkungan apalagi kalau lokasinya dekat dengan pemukiman.

Berdasarkan profil Kota Medan pada tahun 2002 Di Medan, terdapat dua

lokasi TPA yang melayani pembuangan sampah untuk penduduk Kota Medan,

yaitu di TPA Kampung Terjun dan TPA Namo Bintang. Luas area kedua TPA

tersebut adalah 25 Ha. Meskipun disain awal kedua TPA tersebut adalah model

(26)

tersebut menggunakan sistem open dumping. Padahal TPA dengan sistem open dumping sudah tidak diperbolehkan lagi.

Harus diketahui, sampah-sampah yang menumpuk di TPS atau TPA

secara tidak langsung juga dapat mempengaruhi kenaikan temperatur bumi di

beberapa tempat. Permadi (2011) mencatat, pemanasan global terjadi akibat

adanya peningkatan gas-gas rumah kaca seperti uap air, karbondioksida (CO2),

metana (CH4) dan dinitrooksida (N2O). Dari tumpukan sampah ini akan

dihasilkan berton-ton gas karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Gas metana

(CH4) dapat dirubah menjadi sumber energi yang akhirnya bisa bermanfaat bagi

manusia. Sedangkan untuk gas karbondioksida (CO2), sampai saat ini belum ada

pemanfaatan yang signifikan. (Permadi, 2011).

Tidak hanya Permadi, kenaikan temperature bumi yang diakibatkan oleh

penumpukan sampah juga diutarakan oleh Utami (2013), menurutnya timbunan

sampah di tempat pembuangan akhir yang terbuka bisa menimbulkan masalah

yang lebih besar daripada yang dibanyangkan. Sampah organik mengalami

proses dekomposisi secara anaerobik dan menghasilkan gas metan yang

berkonstribusi pada pemanasan global. Jika gas metan berada di atmosfer dalam

waktu 7-10 tahun dapat meningkatkan suhu sekitar 1,30 C pertahun.

Dampak penumpukan sampah yang menghasilkan CO2 dan CH4 yang

rata-rata terjadi di setiap TPS atau TPA inilah yang harus diperhatikan oleh setiap

perencana pembangunan. Apalagi mengingat Indonesia menjadi satu di antara

189 negara yang ikut menyetujui delapan butir rencana aksi pembangunan yang

tertera pada Millenium Development Golls (MDGs). Pada poin ketujuh di antara

(27)

menjaga kesinambungan lingkungan. Dalam menjaga kesinambungan lingkungan

tersebut, terdapat empat target yang harus dipenuhi, di antaranya:

1. Memadukan prinsip-prinsip pembangunan yang

berkesinambungan dengan kebijakan dan program nasional serta

mengembalikan sumber daya lingkungan yang hilang;

2. Mengurangi laju kehilangan keanekaragaman hayati dan mencapai

pengurangan yang signifikan pada tahun 2010;

3. Menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa

akses berkelanjutan terhadap air minum layak dan sanitasi layak

hingga tahun 2015;

4. Mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan

penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020.

Untuk memenuhi empat target tersebut terdapat sembilan indikator yang

juga harus dipenuhi, di antaranya adalah pengurangan jumlah emisi

karbondioksida (CO2)e. Di Sumatera Utara sendiri, berdasarkan data Rancangan

Aksi Daerah (RAD) MDGs, angka penurunan CO2 masih membutuhkan

perhatian khusus untuk dapat memenuhi target MDGs pada tahun 2015.

Pada laporan yang dituliskan dalam Rancangan Aksi Daerah (RAD)

MDGs untuk Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011-2015 dijelaskan: Emisi CO2

(e) berdasarkan penghitungan konsumsi energi yang dilakukan pada tahun 2010

menunjukkan bahwa jumlah emisi CO2 (e) di Sumatera Utara sebesar

344.106.222,99 ton. Perhitungan tersebut dilakukan dari 2 sektor penyumbang

emisi CO2 terbesar, diantaranya sektor energi (Transportasi, Industri besar,

(28)

CO2 (e) paling besar bersumber dari Energi subsektor rumah tangga yang

mencapai 66.3 persen. Di Sumatera Utara emisi CO2 (e) ditargetkan berkurang

sebesar 10 persen, jauh lebih rendah dari target nasional (menurun sebesar 26

persen dari BAU).

Tabel 1.3. Emisi CO2 di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010

Grafik 1. 2. Emisi CO2 (Ton/Tahun)

Terlihat jelas, sektor rumah tangga menjadi sektor yang mendominasi

dalam menyumbang emisi gas buang CO2. Meski sampai saat ini (penulis) belum

menemukan satu fakta yang mengaitkan hubungan antara sumbangan emisi CO2

dengan tingkat produksi sampah dalam rumah tangga dalam sehari, tetapi

setidaknya dari uraian di atas dapat ditarik satu asumsi dasar yang mungkin dapat No. Sektor Pengguna Energi Emisi CO2 (Ton/Tahun)

1 Pertanian 22.818,08

2 Transportasi 114.024.210,30

3 Industri (Besar, menengah,

k il)

2.149.441,31

4 Rumah Tangga 227.909.713,30

Total 344.106.222,99

(29)

mengaitkan antara emisi CO2(e) dengan sampah sebagai satu produksi yang

dihasilkan oleh manusia dalam skala rumah tangga.

Oleh karenanya, dalam upaya mengurai permasalahan yang dihasilkan

dari sampah, setidaknya dapat dilakukan dengan merubah cara pandangan

masyarakat terhadap sampah agar tidak lagi takut, benci dan jijik. Hal ini sesuai

dengan Pasal 4 Undang-Undang No 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan

Sampah. Dijelaskan bahwa pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan

kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai

sumber daya. Sampah sebagai sumber daya dapat dipahami sebagai upaya

pemanfaatan sampah kembali agar dapat menjadi satu materi (barang) yang

berguna.

Dalam banyak hasil penelitian misalnya, ditemukan banyak manfaat yang

bisa dihasilkan dari sampah sebagai satu sumber daya yang dapat diolah dan

dimanfaatkan kembali. Misalnya saja; sampah organik yang dihasilkan oleh

rumah tangga dapat dijadikan sebagai pupuk kompos, sedangkan sampah

anorganik biasanya diolah kembali untuk dijadikan aksesoris, dan bahkan

terdapat satu hasil penelitian menyatakan bahwa sampah organik layak dijadikan

sebagai bahan baku produk obat anti-nyamuk.

Meski hasil penelitian dan penemuan tentang manfaat sampah telah

banyak diungkapkan, namun dalam kenyataan sehari-hari, masih banyak sampah

yang terabaikan dan dilihat sebagai satu materi yang sudah tidak memiliki

kegunaan lagi. Pada proses inilah peran serta pemerintah sangat dibutuhkan untuk

(30)

upaya pemanfaatan dan daur ulang sampah sebagai wujud menjaga

kesinambungan lingkungan.

Hal tersebut tertera pada pasal 5 UU No. 18 Tahun 2008 yang

menegaskan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah bertugas menjamin

terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan

sesuai dengan tujuan yang dimaksud dalam undang-undang ini. Lebih lanjut

dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 18 Tahun 2008, diuraikan dengan jelas tugas

pemerintah dan pemerintah daerah yang dimaksud dalam Pasal 5, terdiri atas:

a. Menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat

dalam pengelolaan sampah;

b. Melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan, dan

penanganan sampah;

c. Mempasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya

pengurangan, penanganan dan pemanfaatan sampah;

d. Melaksanakan pengelolaan sampah dan mempasilitasi penyediaan

prasarana dan sarana pengelolaan sampah

e. Mendorong dan memfasilitasi pemanfaatan hasil pengeloaan sampah

f. Memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang

pada masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah;

dan

g. Melakukan kordinasi antar lembaga pemerintah, masyarakat dan dunia

usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.

Satu dari beberapa program pemanfaatan sampah berbasis pada partisipasi

(31)

pada skala lingkungan atau kelurahan. Bank sampah merupakan tepat di mana

masyarakat menabung sampah yang telah mereka pilah. Sampah-sampah yang

mempunyai nilai tersebut kemudia diinvestasikan dalam bentuk tabungan sampah

yang nantinya dapat dikonversi dalam nilai satuan Rupiah.

Di Bank Sampah Simpan Jadi Mas (SJM) yang berada di Lingkungan V

blok B Pulau Canang, Kelurahan belawan sicanang, Kecamatan Medan Belawan

ini, sudah berhasil mengaet masyarakat sekitar lingkungan untuk dapat menjadi

nasabah mereka. Hingga bulan November 2013, tercatat Bank Sampah SJM telah

memiliki 35 nasabah. Dalam sehari Bank Sampah SJM dapat mengumpulkan

berbagai jenis sampah anorganik sebesar ± 25 Kg (Lihat tabel 4)

Tabel 1.4. Jenis sampah yang berhasil dikumpulkan Bank Sampah SJE dalam Sehari

Jenis Sampah

Jumlah

pengumpulan

perhari (Kg)

Harga per 1 Kg

dalam Rupiah

Pelastik Asoy Kotor 5 Kg/hari Rp. 300,-/Kg

Cong (sampah campur: ember, botol plastic dll)

15 Kg/hari Rp. 2.500,-/Kg

Seng 10Kg/Hari* Rp. 1.000,-/Kg

Besi 2-3Kg/Hari Rp. 3.000,-/Kg

Pelastik Bersih 1Kg/Hari Rp. 500,-/Kg

Ket: * tidak setiap hari, hanya di saat ada rehap/perbaikan rumah masyarakat

Dalam prosesnya, sampah-sampah yang telah dikumpulkan tersebut

(32)

dilakukan agar beberapa sampah yang dapat didaur ulang untuk dijadikan

aksesoris, dipisahkan sebelum dijual ke pengepul. Biasanya setiap sepuluh hari

sekali Bank Sampah SJM melakukan penjual kepihak pengepul dan dalam sekali

jual bisa terkumpul ± 100 Kg sampah anorganik.

Munculnya partisipasi masyarakat untuk bergabung menjadi nasabah

Bank Sampah dan melakukan kegiatan pemilahan, pengelolaan dan pemanfaatan

sampah skla rumah tangga setidaknya dapat dilihat sebagai sebuah proses

perubahan nilai-nilai dan sikap masyarakat dalam memandang sampah yang

mereka hasilkan. Di mana pada posisi – pengelolaan sampah – ini masyarakat

telah mampu untuk berpikir, bersikap dan bertindak dalam mengambil keputusan

yang berorientasi jangka panjang untuk kehidupan mereka.

Tahapan-tahapan tersebut menjadi gambaran bahwa masyarakat telah

masuk pada tahapan pemberdayaan. Hal ini dikarenakan dalam pengelolaan

sampah selama ini masyarkat hanya terpaku dan tergantung pada aturan

pemerintahan yang bersifat top down melalui restribusi bulanan dan jadwal

pengambilan sampah yang terkadang juga tidak tepat waktu. Sehingga dalam

pengelolaan sampah, masyarkat hanya dianggap sebagai objek dari sistem

penanganan sampah perkotaan dan dianggap tidak mempunyai kekuatan

(powerless).

Bank Sampah yang dibentuk berdasarkan swadaya dan partisipasi

masyarkat kemudian hadir untuk melakukan pendidikan pengelolaan sampah dan

pemanfaatan sampah rumah tangga menjadi lebih bernilai. Sehingga masyarakat

yang selama ini dipandang tidak mempunyai kekuatan dan kemampuan dalam

(33)

pelatihan dan pendidikan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pengurus

Bank Sampah.

Oleh karenanya setelah melihat uraian yang terdapat pada latar belakang

di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang: “Upaya Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Anorganik Melalui Bank Sampah. Studi Kasus di Bank Sampah Simpan Jadi Mas (SJM) Lingkungan V blok B Pulau Canang, Kelurahan Belawan Sicanang, Kecamatan Medan Belawan.”

1.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang bertemakan persoalan sampah tentulah sudah banyak

dilakukan beberapa peneliti terdahulu. Baik itu menyangkut daur ulang sampah,

partisipasi dalam pengelolaan sampah dan pengelolaan sampah sebagai satu

produk yang terbaharukan. Dalam penelitian cabang Ilmu-ilmu sosial, biasanya

penelitian bertemakan sampah selalu berkaitan dengan partisipasi masyarakat

dalam pengelolaan sampah atau menyangkut tingkat kesehatan masyarakat yang

diakibatkan pengelolaan sampah yang buruk.

Selian itu juga, penelitian mengenai persoalan sampah juga sering

dikaitkan dengan bagaimana perilaku individu atau masyarakat dalam melihat

dan mengelola sampah. Begitupun, persoalan sampah menurut beberapa hasil

penelitian sangat erat kaitannya dengan pembangunan (industrialisasi),

pertumbuhan ekonomi (peningkatan pendapatan) dan jumlah penduduk.

Lepas dari itu, hasil penelitian terdahulu dianggap penting untuk dijadikan

(34)

hasil penelitian yang berhasil ditemukan penulis dalam bentuk skripsi, tesis,

desertasi ataupun jurnal adalah sebagai berikut:

Fikarwin Zuska misalnya, dalam penelitiannya tentang Relasi Kuasa

Antar Pelaku Dalam Kehidupan Sehari-hari (studi kasus di kancah pengelolaan

sampah kota –dalam hal ini kota depok) menyimpulkan; masalah persampahan

tidak begitu mudah dapat diharapkan menemukan solusi tanpa memperhatikan

relasi-relasi kuasa yang terbentuk di dalamnya. Pemecahan secara yuridis dan

teknis juga tidak terlalu menolong, terlebih apabila pengelolaan sampah sampah

yang di maksud bukan semata-mata untuk membersihkan sampah. Pengaitan

pengelolaan sampah dengan program peningkatan retribusi guna menaikkan

penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya akan melahirkan idiologi atau

rezim restribusi (pengumpulan uang) sehingga mudah menyampingkan

kebersihan. Para pihak yang terlibat akan lebih menekankan pengumpulan

retrebusi dengan cara-cara yang seringkali kurang mendukung tujuan

mewujudkan kebersihan. (Zuska, 2008).

Selanjutnya, Fikarwin menyarankan perlu dilakukan perubahan orientasi

pengelolaan sampah (idiologi) dari mengedepankan retribusi menjadi

mengedepankan kebersihan. Di mana retribusi mestinya hanya sebagai penunjang

oprasional kegiatan-kegiatan pembersihan sampah dan sama sekali bukan untuk

sarana mendatangkan PAD. Pengelolaan sampah multi instansi, apalagi hanya

karena alasan pembagian kavling untuk pemungutan retribusi, sebaliknya

dihapuskan dan sebagai gantinya mungkin ada gunanya dipikirkan pola

(35)

Pelaku-penangan-sampah-perorangan terang Zuska (2008), sebaiknya

dirangkul dan tidak dimatikan usahanya, karena bagaimanapun ‘usaha’ tersebut

pasti akan dipertahankan dengan alasan ‘menyambung hidup’. Meragkul meraka

dapat diartikan menemani, mendampingi, dan membantunya untuk

memaksimalkan pemanfaatan sampah yang dikelolanya sehingga berubah

menjadi rupiah. Atau, kalau memungkinkan, melakukan kerjasama dalam arti

mengintergrasikan kegiatannya ke dalam jaringan atau rantai penanganan sampah

yang lebih mapan tanpa atau dengan membebankan biaya yang selayak-layaknya.

Selain itu, Helminawaty –alumnus MSP USU –juga melakukan penelitian

terkait sampah dengan judul penelitian; Partisipasi Masyarakat Dalam

pengelolaan Sampah Domestik Sebagai Upaya Pelestarian Lingkungan Di

Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai. Hasil penelitiannya menunjukkan;

pola pengelolaan sampah di Kelurahan Binjai bervariasi yaitu sampah dari tiap

warga dikumpulkan kemudian petugas yang ditunjuk oleh RT mengumpulkan

dan mengangkut sampah dengan menggunakan gerobak sampah sampai ke TPS,

kemudian diangkut dan dibuang ke TPA oleh petugas dari Dinas Kebersihan

dengan menggunakan truk. (Helminawaty, 2011).

Selanjutnya, dalam Tesisnya ini, Helminawaty menjelaskan, sampah

dikumpulkan oleh masyarakat dengan memilah sampah, sampah organik

dipisahkan dengan anorganik. Sampah dapur diberikan untuk pakan ternak dan

dibuat menjadi kompos sedangkan sampah botol kaca dan botol plastik dijual

kepada tukang butut. Sampah yang dikumpulkan dengan menggunakan plastik

langsung dibuang ke sungai, dipinggir jalan atau tanah kosong. Sampah yang

(36)

yang dikumpulkan masyarakat dengan menggunakan plastik atau karung plastik

dibuang langsung ke TPS.

Helminawaty juga menerangkan, ada dua bentuk partisipasi yang telah

dilakukan masyarakat di Kelurahan Binjai. Yaitu partisapasi nyata dan partisipasi

tidak nyata. Partisipasi yang nyata seperti partisipasi uang, harta benda, dan

tenaga. Sedangkan partisipasi tidak nyata adalah partisipasi buah pikiran,

partisipasi sosial, partisipasi pengambilan keputusan dan partisipasi refresentatif.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam

pengelolaan sampah domestik di Kelurahan Binjai, jelas Helminawaty adalah

jenis kelamin, tingkat pendidikan, lamanya tinggal, serta status kepemilikan

rumah. Sedangkan usia dan tingkat penghasilan tidak berpengaruh terhadap

tingkat partisipasi. (Helminawaty, 2011).

Penelitian yang hampir sama juga dilakukan oleh Ibrahim Candra dari

Universitas Tanjungpura Pontianak dengan judul: Partisipasi Masyarakat Dalam

Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (study kasus di Kelurahan Siantan Tengah

Kecamatan Pontianak Utara). Hasil penelitiannya menunjukkan tingkat

partisipasi dalam pengelolaan sampah ditentukan oleh tingkat kemampuan,

kemauan dan kesempatan, yang dibagi ke dalam enam indikator; (1) sikap

terhadap lingkungan dan program, (2) motivasi untuk terlibat ke dalam program,

(3) tingkat pengetahuan dalam pengelolaan sampah, (4) tingkat keterampilan

dalam pengelolaan sampah sebelum adanya program, (5) tingkat pengalaman

dalam pengelolaan sampah sebelum adanya program, (6) manajemen program

(37)

Lebih lanjut, Ibrahim menjelaskan, sikap terhadap lingkungan dan

program, motivasi untuk terlibat dalam program dan tingkat pengetahuan dalam

pengelolaan sampah memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi. Sedangkan

keterampilan dalam pengelolaan sampah dan pengalaman dalam pengelolaan

sampah dan manajemen program pengelolaan sampah tidak memiliki hubungan

signifikan dengan tingkat partisipasi. Secara kesimpulan, tegas Ibrahim, terdapat

dua faktor yang memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi, yaitu tingkat

kemauan dan tingkat kemampuan. Sedangkan tingkat kesempatan tidak memiliki

hubungan dengan tingkat partisipasi.

Ibrahim menegaskan kembali, dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa

aspek pisikologi lebih menentukan partisipasinya dalam pengelolaan sampah.

Sikap yang positif dan motivasi yang kuat akan menimbulkan keinginan warga

untuk berpartisipasi, begitu pula dengan tingkat pengetahuan mempunyai

pengaruh terhadap keterlibatan warga dalam program pengelolaan sampah.

Tingkat kesempatan tidak memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi, hal

tersebut di karenakan sebagian besar warga terlibat dalam setiap pelaksanaan

program dan menikmati hasil, namun dalam perencaan program hanya

perwakilan dari warga saja yang dilibatkan. Namun hal tersebut tidak menjadi

keberatan bagi warga, mereka sudah merasa terwakili dengan beberapa

perwakilan warga dalam proses perencanaan.

Hampir senada dengan Helminawaty dan Ibrahim, penelitian yang

dilakukan oleh Simanungsong (2003) dengan judul Analisis Partisipasi

(38)

Menyimpulkan bahwa partisipasi masyarakat dalam program kebersihan sampah

di Siantar di pengaruhi oleh pendidikan, pendapatan dan umur.

Simanungsong menjelaskan, partisipasi masyarakat di kelurahan Suka

Maju lebih besar dari pada kelurahan Suka Dame dan Dwi Kora, karena tingkat

pendapatan dan pendidikan responden di kelurahan Suka Maju lebih tinggi.

Sedangkan jumlah anggota keluarga dan lama bertempat tinggal tidak

mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam program kebersihan sampah di Kota

Pematang Siantar.

Selain itu, penelitian tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Di

Kecamatan Daha Selatan, yang dilakukan oleh Riswan, Henna Rya Sunoko, dan

Agus Hadiyanto yang diterbitkan oleh Program Pasca Sarjana Universitas

Diponegoro, Program Studi Ilmu Lingkungan dalam Jurnal Ilmu Lingkungan

Vol. 9 No. 1, April 2011, menunjukkan hasil, di mana didapatkan rata-rata

sampah rumah tangga yang menghasilkan sebanyak 1,46 liter/orang/hari atau

0,38 kg/orang/hari. Yang terdiri dari 47% sampah organik, 15% kertas, 22%

plastik serta 16% logam dan sebagainya.

Selain itu, ketiga peneliti ini juga menunjukkan pengelolaan sampah

rumah tangga di Kecamatan Daha Selatan belum dilaksanakan secara optimal.

Tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, perilaku terhadap lingkungan,

pengetahuan tentang perda sampah, serta ketersediaan membayar retribusi

sampah berkolesasi positif dengan cara pengelolaan sampah rumah tangga.

(Riswan, 2012).

Penelitian tentang pengelolaan sampah rumah tangga juga dilakukan oleh

(39)

Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (Studi Kasus; di Sampang dan Jombang,

Kota Semarang). Dari hasil penelitian Tesisinya ini, Artiningsih menyimpulkan

bahwa; pengelolaan sampah rumah tangga yang berbasis masyarakat di Sampang

dan Jombang dapat mereduksi timbulan sampah yang dibuang ke TPA. Namun

belum optimal dilaksanakan baik dalam pemilahan dan atau dalam pengomposan

karena keterbatasan sarana dan prasarana. Komposisi timbulan sampah di

Jombang terdiri dari; sampah organik 50.75%, plastik 17.14%, kertas 19.42%,

kaca/logam 12.70%. Sedangkan di Sampang terdiri dari sampah organik 49.52%,

plastik 18.06%, kertas 19.29%, kaca/logam 12,52%. Sampah organik yang

dimanfaatkan menjadi kompos akan mengurangi timbulan sampah maupun

mengurangi beban lingkungan, sendangkan hasil pemilahan selain dapat

mengurangi timbulan sampah juga dapat dijual atau dikelola sehingga dapat

menambah pendapatan. (Artiningsih, 2008).

Secara lebih spesifik, penelitian yang dilakukan oleh Emi Susilowati

dengan judul; Perilaku Ibu Rumah Tangga Dalam Mengelola Sampah di

Kelurahan Kemijen Kecamatan Semarang Timur, menyimpulkan bahwa sebagian

besar ibu rumah tangga di Kelurahan Kemijen memiliki pengetahuan kurang

dalam pengelolaan sampah yang meliputi pengertian sampah, sumber sampah,

pengaruh sampah terhadap kesehatan, cara pengelolaan sampah, dan dampak

yang ditimbulkan oleh sampah. Pengetahuan tentang cara pengelolaan sampah

organik maupun anorganik merupakan indikator yang paling tidak dipahami oleh

ibu rumah tangga. Indikator paling baik pada ibu rumah tangga di Kelurahan

Kemijen yaitu menyebutkan contoh sampah organik dan anorganik. (Susilowati,

(40)

Lebih lanjut, Susilowati menjelaskan, Sikap ibu rumah tangga terhadap

pengelolaan sampah di Kelurahan Keminjen, di mana Narasumber menunjukkan

sikap baik terhadap pentingnya pengelolaan sampah, dibangunnya TPS dan

Pembentukan pengelolaan sampah secara berkelompok. Tetapi dalam pemilahan

sampah narasumber penelitian memiliki sikap ragu tentang pelaksanaan

pemilahan sampah. sikap ini menunjukan bahwa masyarakat mempunyai harapan

memiliki lingkungan yang bersih dan tambak yang terbebas dari sampah atau

limbah pencemaran apapun. Sedangkan dalam praktiknya ibu rumah tangga tidak

melakukan pengelolaan sampah anorganik maupun organik. Hal ini dipengaruhi

oleh kesadaran ibu rumah tangga yang masih sangat kurang dalam pengelolaan

sampah. (Susilowati, 2012).

Berbeda dengan yang lainnya, Wulan Tri Eka Sasmita memilih untuk

melakukan penelitian evaluasi program pengelolaan sampah berbasis masyarakat

dengan Studi Kasus: Pengelolaan Sampah Terpadu Gerakan Peduli Lingkungan

(GPL) Perumahan Pondok Pekayon Indah, Kelurahan Pekayon Jaya, Bekasi

Selatan. Dalam hasil penelitian Skripnya ini, Wulan menyimpulkan terdapat

beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam

pelaksanaan program. Faktor pendukung partisipasi masyarakat dalam

pengelolaan sampah GPL antara lain fasilitas yang memadai dari pihak GPL,

penyuluhan intens dari GPL kepada warga Kompleks PPI, monitoring dari kader

dan fasilitator GPL, dan keterlibatan semua steakholders, baik warga, pemerintah, maupun mitra kerja GPL. Sedangkan faktor penghambat partisipasi

(41)

kebiasaan, fasilitas yang memadai dari pihak GPL dan perilaku pemulung.

(Sasmita, 2009).

Sedangkan untuk program-program GPL yang sudah dilaksanakan selama

enam tahun, menurut Sasmita, dapat dievaluasi berdasarkan visi GPL yaitu

menciptakan Kompleks Perumahan Pondok Pekayon Indah menjadi lingkungan

yang bersih, sehat, asri, harmoni, dan lestari serta memberdayakan masyarakat

dalam bidang pengelolaan dan pelestarian lingkungan. Dalam pelaksanaan

program GPL tersebut, visi dari GPL sudah tercapai karen adanya perubahan di

Kompleks PPI. Akan tetapi, lanjut Sasmita, belum semua warga Kompleks

Perumahan PPI sudah ikut berpartisipasi. Hal ini menunjukkan bahwa belum ada

ketercapaian tujuan visi GPL dengan hasil yang diperoleh. Begitupun, Sasmita

mengatakan, manfaat yang sudah dirasakan oleh warga Kompleks Perumahan

PPI yang menjadi sasaran program GPL yaitu RW 8,9,10 dan 11 sudah dapat

terlihat jelas. Manfaat tersebut, tegas Sasmita, dapat dilihat dari adanya

kesesuaian antara misi GPL dengan pelaksanaan program GPL. (Sasmita, 2009).

Hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu ini, dapat

disimpulkan bahwa kebanyakan penelitian hanya melihat faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dan faktor yang menghambatnya

dalam mengelola sampah. Di mana pada beberapa penelitian di atas menunjukkan

tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah sangat dipengaruhi

oleh beberapa faktor antara lain;

1. Tingkat pendidikan,

2. Tingkat pendapatan,

(42)

4. Pengetahuan terhadap sampah,

5. Kepedulian terhadap lingkungan dan lain sebagainya.

Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut sangat bersifat

internalistik meskipun beberapa penelitian di atas juga mensyarakatkan pentingnya faktor sosialisasi, sarana dan prasarana dalam meningkatkan

partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan sampah.

Namun di antara banyak penelitian di atas belum tampak adanya penelitian

yang melihat bagaimana upaya pemberdayaan masyarakat dalam mengelola

sampah anorganik melalui Bank Sampah. Oleh kerenanya, dengan adanya

peluang ini, maka penulis kemudian memilih untuk melakukan penelitian dengan

topik; Upaya Pemberdayaan Masayarakat Dalam Mengelola Sampah Anorganik

Melalui Bank Sampah. Studi Kasus Di Bank Sampah Simpan Jadi Mas (SJM)

Selanjutnya, yang menjadi pembeda mendasar dari penelitian ini dengan

penelitian sebelumnya adalah; penelitian ini akan menggunakan konsep dan

teori-teori pembangunan yang dalam hal ini adalah teori-teori pemberdayaan masyarakat.

Teori pemberdayaan masyarakat dipilih karena erat kaitannya dengan upaya

perubahan sosial di tengah masyarakat. Sehingga persoalan sampah sebagai

dampak dari pembangunan dapat dilihat dan dianalisis untuk kemudian dijadikan

sebagai modal dan sumber daya bagi pembangunan.

1.3. Rumusan Masalah

Penelitian ini akan menfokuskan pada kecenderungan upaya

(43)

Sampah SJE. Maka untuk melihat upaya-upaya tersebut akan diajukan rumusan

masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana upaya pemberdayaan masyarakat dalam mengelola sampah

anorganik di Bank Sampah SJM?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi upaya pemberdayaan

masyarakat dalam mengelola sampah anorganik di Bank Sampah SJM?

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan sasaran utama yang ingin dicapai seorang

peneliti melalui kegiatan penelitian. Sebab tanpa tujuan, kegiatan yang ingin

dilaksanakan tidak akan mempunyai arah yang jelas. Maka berdasarkan rumusan

masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui tentang bagaimana upaya pemberdayaan masyarakat dalam

mengelola sampah anorganik di Bank Sampah SJM? dan

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi upaya pemberdayaan

masyarakat dalam mengelola sampah anorganik di Bank Sampah SJM?

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian adalah:

a. Secara Akademis

Hasil penelitian dapat memberikan masukan bagi pengembangan

ke-ilmuan dan menambah khasanah penelitian di Sekolah Pasca Sarjana

Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara Fakultas Ilmu

(44)

b. Secara Praktis

Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak-pihak

yang terkait seperti; Pemerintahan Kota Medan, Dinas Kebersihan,

NGO/LSM Pemerhati Lingkungan, serta Masyarakat luas. Sehingga

sampah dapat dijadikan asset berharga bagi masyarakat banyak.

c. Secara Pribadi

Penelitian ini merupakan bagian penerapan ilmu yang diperoleh sebagai

mahasiswa Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara (MSP FISIP USU). Penelitian ini

diharapkan juga dapat menambah wawasan ke-ilmuan dan pengalaman

(45)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Uraian Teoritis

Pendukung unsur penelitian yang besar peranannya adalah teori karena

dengan unsur konsep teori peneliti mencoba menerangkan fenomena sosial atau

fenomena alami yang menjadi pusat perhatiannya. Teori adalah serangkaian

asumsi, konsep, konstrak, defenisi, dan proporsi untuk menerangkan suatu

fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar

konsep. (Singarimbun, 1989:37).

Beberapa pengertian, defenis dan teori yang dianggap sesuai dengan

penelitian ini yakni:

2.1.1. Sampah

2.1.1.1. Defenisi sampah

Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan

sampah, sampah diartikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau

proses alam yang berbentuk padat. Sementara menurut kamus Istilah Lingkungan

(1994), sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga

untuk maksud biasa atau utama dalam pembuatan atau pemakaian barang rusak

atau bercacat dalam pembuatan manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak

atau buangan. (Suwerda, 2012).

Hadiwiyonto sebagaimana dikutip oleh Sasmita (2009) sampah

didefenisiskan sebagai sisa-sisa bahan yang mengalami perlakukan-perlakuan,

baik karena telah diambil bagian utamanya, atau karena pengolahan, atau karena

(46)

harganya, yang dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau

gangguan kelestarian.

Sedangkan menurut Azwar sebagaimana dikutip oleh Simanungsong

(2003), sampah (Refuse) ialah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan

yang dilakukan manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi yang bukan biologis

(karena kotoran manusia tidak termasuk di dalamnya) dan umumnya bersifat

padat.

Pengertian di atas, pada umumnya sampah diartikan atau didefenisikan

sebagai satu barang (materi) yang sudah tidak berguna lagi, dikarenakan bagian

utama dari barang tersebut telah diambil, sehingga tidak ada lagi manfaat yang

dihasilkan barang tersebut dari segi sosial-ekonomi. Sedangkan jika terus

disimpan akan menyebabkan pencemaran dan mengganggu kelestarian

lingkungan, sehingga harus dibuang (dan pada proses ini barang tersebut)

menjadi sampah.

Slamet dalam Sasmita (2009) menyatakan bahwa secara kuantitas maupun

kualitas, sampah dipengaruhi oleh berbagai kegitan dan taraf hidup masyarakat,

antara lain:

1. Jumlah Penduduk : Semakin banyak penduduk, semakin banyak pula

sampah yang dihasilkan

2. Keadaan sosial-ekonomi : semakin tinggi keadaan sosial ekonomi

masyarakat, semakin banyak pula jumlah per kapita sampah yang

(47)

3. Kemanjuan teknologi : kemajuan teknologi akan menambah jumlah

maupun kualitas sampah, karena pemakaian bahan baku semakin

beragam, cara pengepakan produk dan produk manufaktur yang semakin

beragam.

Kondisi jumlah penduduk dan kondisi sosial-ekonomi dalam hal ini

pendapatan masyarakat memang sangat mempengaruhi perkembangan sampah

secara kualitasn dan kuantitas. Hal ini dapat dilihat dari jumlah sampah

masyarakat kota medan per-tahun dengan jumlah penduduk dan tingkat

pendapatan rata-rata (PDRB) masyarakat kota Medan. (Lihat 1.1)

Tabel 2.1.Jumlah sampah, penduduk dan PDRB Kota Medan

Tahun Jumlah

Sampah/Ton

Jumlah Penduduk (Lk & Pr)

PDRB Kota Medan

Atas Dasar Harga

Berlaku

2008 587,25 2 102 105 65 316 256,81

2009 615,1 2 121 053 72 630 208,14

2010 1 292,99 2 097 610 83 315,02

2011 1 270,3344 2 117 224 93 610,76 2012 1 540,665 2 122 804 10 5400,44

Sumber:Diolah dari Medan Dalam Angka, 2009,2010,2011 dan 2012 (BPS Kota Medan)

Dari tabel di atas tampak pada tahun 2010, ketika terjadi penurunan

penduduk dari 2 121 053 (pada tahun 2009) menjadi 2 097 610 pada tahun 2010

ternyata berdampak pada turunnya jumlah sampah pada tahun 2011 menjadi 1

270,3344 ton yang pada tahun sebelumnya (2010) berjumlah 1 292,99. Ini berarti

terjadi penurunan jumlah sampah sebesar 22,6556. Selanjutnya pada tahun 2011

(48)

pada tahun 2012 naik menjadi 1 540,665 atau naik sekitar 270,3306 ton. (Lihat

juga grafik 1: pertumbuhan sampah dalam hitungan Ton).

2.1.1.2. Karakteristik sampah

Hadiwiyanto dalam Sasmita (2009) menggolongkan sampah secara rinci

ke dalam tujuh karakteristik, yaitu berdasarkan asal, komposisi, bentuk, lokasi,

proses terjadinya, sifat dan jenisnya (lihat: Tabel 1.2).

Tabel 2.2. Penggolongan sampah

Karakteristik Sampah Keterangan

Asal

Sampah dari hasil kegiatan rumah tangga, Sampah dari hasil kegiatan industri atau pabrik, Sampah dari hasil kegiatan pertanian,

Sampah dari hasil kegiatan perdagangan, Sampah dari hasil kegiatan pembangunan, Sampah dari hasil kegiatan jalan raya. Komposisi Sampah yang seragam,

Sampah yang tidak seragam (campuran). Bentuk Padatan (Solid)

Cairan (termasuk bubur dan gas) Lokasi Sampah Kota (Urban)

Sampah Daerah Proses terjadi Sampah Alami

Sampah non-alami Sifat Sampah Organik

Sampah non-organik

Jenis

Sampah makanan

Sampah kebun atau perkarangan Sampah kertas

Sampah plastik, karet dan kulit, Sampah kain

Sampah kayu Sampah logam

Sampah gelas dan kramik Sampah berupa debu dan abu Sumber: Hadiwiyoto Dalam Sasmita (2009)

Berbeda dengan Hadiwiyanto, Apriadji sebagaimana dikutip oleh Sasmita

(2009) menjelaskan bahwa sampah dapat digolongkan ke dalam empat

(49)

kencing (urine). (2) Sawage yang merupakan sampah yang dibuang oleh pabrik maupun rumah tangga. (3) Refuse yang merupakan bahan dari sisa proses industry atau hasil sampingan kegiatan rumah tangga. (4) Industrial waste yang

merupakan bahan-bahan buangan dari sisa proses industri.

Sedangkan Suwerda (2012) membagi jenis sampah menjadi dua jenis.

Pertama, sampah anorganik; yaitu sampah yang tidak dapat didegradasi atau diuraikan secara sempurna melalui proses biologi baik secara aerob maupun

secara anaerob. Sampah anorganik ada yang dapat diolah dan digunakan kembali

karena memiliki nilai ekonomi, seperti plastik, kertas bekas, kain perca,

styrofoam. Namun demikian sampah anorganik ada juga yang tidak dapat diolah

sehingga tidak memiliki nilai secara ekonomi seperti kertas karbon, pampers,

pembalut dan lain-lain. Kedua, sampah organik yaitu sampah yang dapat didegradasi atau diuraikan secara sempurna melalui proses biologi baik secara

aerob maupun secara anaerob. Beberapa contoh yang termasuk sampah organik

adalah berasal dari sampah dapur, sisa-sisa hewan, sampah dari pertanian dan

perkebunan.

Jenis-jenis dan karakteristik sampah tersebut juga dapat menjadi rujukan

untuk membedakan dan mengkelompokan tingkat pendapatan satu kota dengan

kota lainnya. Hal ini dikarenakan adanya keterkaitan antara pendapatan ekonomi

terhadap jenis dan jumlah sampah yang ada. Zuska (2008) menjelaskan; “makin

banyak orang dan makin banyak kegiatannya, maka akan banyak pula sampah

yang dihasilkannya. Namun perlu digarisbawahi, bahwa timbulan sampah di

negara kaya (berekonomi maju) meski penduduknya tak selalu lebih banyak dari

(50)

Bagi Zuska (2008) faktor perkambangan ekonomi dalam hal ini, dapat

mempengaruhi besarnya jumlah timbulan sampah. Sebagaimana yang ia kutip

dari Word Bank yang menghubungkan komposisi sampah kota-kota di dunia

dengan pendapatan penduduknya seperti dalam tabel (1.3).

Tabel 2.3. Densitas dan komposisi fisik buangan padat kota-kota di dunia

Jenis High Income (%)

Medium Income (%)

Low Income (%)

Rata-rata (%)

Organic 28 58 41 42,3

Kertas 36 15 5 18,7

Plastik 9 11 4 8,0

Kaca 7 2 2 3,7

Logam 8 3 1 4,3

Lain-lain 12 11 47 23,3

Sumber: Medrilzam Dalam Fikarwin (2008)

Data dari table di atas dapat dipahami, sampah-sampah dengan jenis

anorganik seperti kertas, plastik, kaca dan logam lebih banyak ditemui di

kota-kota dengan pendapatan penduduk yang tinggi. Sedangkan untuk kota-kota-kota-kota

dengan pendapatan menengah ke bawah cenderung lebih banyak menghasilkan

sampah organik. Dengan demikian dapat dikatakan kota dengan penghasilan

menengah kebawah yang lebih banyak menghasilkan unsur sampah organik

memerlukan aktivitas pengumpulan sampah yang lebih sering dibandingkan

dengan kota-kota yang menghasilkan sampah-sampah anorganik lebih banyak.

2.1.1.3. Pembuangan sampah

Bagaimana cara membuang sampah juga menjadi satu masalah penting

(51)

Indonesia. Pada umumnya, sebelum sampah dibuang, terlebih dahulu sampah

dikumpulkan pada kantung plastik atau tong dan bak-bak sampah yang sudah

disediakan, baik pada skla rumah tangga maupun skla lingkungan.

Kumpulan-kumpulan sampah ini kemudian akan dijemput oleh para pemungut sampah untuk

dibawa ke tempat pembuangan sampah sementara (TPS) sebelum diangkut oleh

truk ke TPA. Hampir sama pada skala rumah tangga, di pasar, mall dan kampus

biasanya juga sudah memiliki tempat pembuangan sampah sementara (TPS)

sebelum diangkut oleh truk pengakut sampah ke TPA.

Dari pola di atas, pembuangan sampah dapat dibagi menjadi tiga tahap.

Sesuai dengan apa yang ditulis oleh Sinulingga (2005) pada umumnya, kegiatan

pengelolaan pembuangan sampah ini dapat dibagi menjadi tiga yaitu: a)

pengumpulan, b) pengangkutan, c) pemusnahan (pembuangan akhir). Berikut

penjelasan setiap bagian dari proses pengelolaan pembuangan sampah:

Pengumpulan sampah adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh

seseorang atau sekelompok untuk mengumpulkan sampah dari tempatnya

dan dibawa ke suatu tempat untuk siap diangkut ke pembuangan akhir.

Pekerjaan pengumpulan ini ada kalanya telah dilakukan dengan

sebaik-baiknya seperti di Jepang. Para ibu rumah tangga mengumpulkan sampah,

membagi-bagikannya ke dalam jenis-jenis sampah, misalnya sampah

organik dan anorganik serta memasukkannya ke dalam kantong-kantong

plastik yang berbagai warna diletakkan di depan rumah untuk siap

(52)

Pengakutan sampah

Pengakutan sampah adalah kegiatan pengangkutan sampah dari rumah

tangga, industri, mall atau pasar yang dilakukan oleh petugas kebersihan

dengan menggunakan kereta sorong (becak) atau mobil pengakut sampah

untuk selanjutnya dibawa ke TPS atau TPA untuk selanjutnya

dimusnahkan.

Untuk proses pengakutan sampah ini, Sinulingga (2005) menuliskan,

frekwensi pengakutan (sampah) ini dapat bervariasi, untuk daerah-daerah

menengah ke atas lebih sering dibandingkan daerah-daerah lain, misalnya

2 kali sehari. Sedangkan untuk kawasan lainnya 2 kali sehari tetapi

hendaknya dipahami apabila kurang dari 1 kali sehari menjadi tidak baik

karena sampah yang tinggal lebih dari 1 hari dapat mengalami proses

pembusukan, sehingga menimbulkan bau yang tidak enak.

Pembuangan akhir merupakan tempat yang disediakan untuk membuang

sampah dari berbagai jenis yang telah dikumpulkan dari seluruh tempat

dan pelosok kota dan kemudian diangkut ke tempat pembuangan akhir

tersebut. Sinulingga (2005) mengatakan, bentuk pembuangan akhir ini

bermacam-macam, tergantung kepada situasi dan kondisi kota yang

mengelola pembuangan sampah tersebut dan juga kondisi kemampuan

suatu kota. Bentuk-bentuk pembuangan akhir tersebut beserta proses

(53)

composing (pembuatan pupuk kompos), d) Daur ulang, dan e)

incineration (pembakaran).

a) Open dumping (pembuangan sampah terbuka)

Jenis pembuangan sampah ini adalah yang paling sederhana dan

paling murah yaitu penyedian suatu lokasi dan sampah itu

dibuang begitu saja. Pembuangan sampah jenis ini hanya cocok

untuk sampah hasil sapu jalan, abu dan benda-benda yang dapat

terbakar. Tetapi apabila bercampur dengan sampah lain seperti

sampah organik, maka tempat ini akan menjadi sumber

pencemaran lingkungan seperti bau yang tidak sedap, kebakaran,

berkumpulnya lalat, nyamuk dan tikus serta dapat menjadi

sumber penyakit menular. Di samping itu, sebagai akibat

pembusukan sampah ini akan timbul cairan-cairan (leachate)

yang dapat mengalir ke tempat lain yang menimbulkan polusi.

Lokasi pembuangan terbuka ini hendaknya dipilih pada tempat

yang agak rendah, agar debu-debu maupun sampah dari jalan

dapat dipadatkan. (Sinulingga, 2005)

b) Sanitary Land Fill (lapisan sampah saniter)

Sanitary Land Fill ini berbeda dengan open dumping. Sistem ini dilakukan dengan cara menggali sebuah lokasi, atau menyediakan

suatu tempat yang elevasinya rendah dibanding dengan

sekelilingnya dan selanjutnya diisi dengan sampah dan

dipadatkan. Di atas sampah tersebut diisi dengan tanah dan

(54)

lagi sampah yang baru dan dipadatkan lalu ditutup pula dengan

tanah dan selanjutnya dipadatkan pula demikian terus dilakukan

sampai pada ketinggian tertentu. Sistem sanitary land fill ini

digunakan untuk menampung sampah-sampah yang dapat

dipadatkan, jadi tidak termasuk sampah bekas restorasi bangunan

yang biasanya volumenya besar dan tak dapat dipadatkan.

Pemilihan lokasi sanitary land fill ini harus mempertimbangkan ketersediaan bahan lapisan tanah penutupnya, fasilitas drainase

dan jalan akses ke lokasi, serta jauhnya jarak angkut. (Sinulingga,

2005).

c) Incinerator (pembakaran)

Hampir diseluruh negara-negara maju telah menggunakan sistem

pembuangan akhir sampah dengan model incinerator

(pembakaran). Di Indonesia, dikarenakan biaya operasi dan juga

investasi incinerator ini relatif mahal, maka pengelolaan

pembuangan sampah akhir dengan model ini tidak digunakan.

Meski banyak keuntungan yang didapatkan dengan menggunakan

model ini. Satu diantaranya adalah model ini tidak memakan

banyak luas tanah yang sekarang begitu sulit didapatkan

khususnya di kota-kota besar, karena harga-harga tanah yang

sudah begitu mahal.

Namun, menurut Sinulingga (2005) kerugian yang didapat dengan

menggunakan sistem ini antara lain ialah biaya investasi dan biaya

(55)

untuk mengoprasikannya. Di samping kemungkinan reaksi

keberatan dari penduduk atas lokasi unit pembakaran sampah,

karena lokasi ini secara teknis mungkin ditempatkan di dekat

kawasan pemukiman. Selain itu, kerugian juga didapat jika terlalu

banyak sampah organik maka biaya pembakaran akan jauh lebih

besar.

d) Daur Ulang

Daur ulang adalah kegitan untuk memanfaatkan kembali

sampah-sampah yang telah dibuang misalnya plastik, kaleng-kaleng

minuman, logam dan lain-lain. Kagitan ini merupakan kegiatan

tambahan karena tidak semua sampah dapat didaur ulang, terutam

sampah organik. Kegitan daur ulang ini akan sangat efektif kalau

para pelaku rumah tangga sudah memasukkan

sampah-sampahnya dalam plastik tertentu sejak dari rumah, seperti yang

sudah dilakukan di negara-negara maju, misalnya jepang. Hal ini

hanya mungkin kalau kesadaran masyarakat atas pengelolaan

sampah sudah tinggi.

2.1.1.4. Konsep pengolaan sampah

Permadi (2011) mencatat terdapat beberapa konsep tentang pengelolaan

sampah yang berbeda dalam penggunaannya, antara negara-negara atau

(56)

Hirarki limbah merujuk kepada “3M” mengurangi sampah,

menggunakan kembali sampah, dan daur ulang, yang

mengklasifikasikan strategi pengelolaan sampah sesuai dengan

keinginan dari segi minimalisasi sampah. Tujuan limbah hirarki

adalah untuk mengambil keuntungan maksimum dari produk-produk

praktis dan untuk menghasilkan jumlah minimum limbah. Hirarki sampah

EPR adalah suatu strategi yang dirancang untuk mempromosikan

integrasi semua biaya yang berkaitan dengan produk-produk mereka

di seluruh siklus hidup ke dalam pasar harga produk. Tanggung jawab

produser diperpanjang dimaksudkan untuk menentukan akuntabilitas

atas seluruh lifecycle produk dan kemasan diperkenalkan ke pasar. Perpanjangan tanggungjawab penghasil sampah/Extended Producer Responsibility (EPR).

Prinsip pengotor membayar adalah prinsip di mana pihak pencemar

membayar dampak akibatnya kelingkungan. Sehubungan dengan

pengelolaan limbah, ini umumnya merujuk kepada penghasil sampah

untuk membayar sesuai dari pembuangan. Prinsip pengotor membayar

2.1.1.5. Jenis pengelolaan sampah

Ada beberapa jenis pengelolaan sampah, Suwerda (2012) membagi

pengelolaan sampah yang dilakukan oleh masyarakat saat ini menjadi

(57)

1)

Adalah Sistem pengelolaan sampah yang banyak dilakukan oleh warga

terutama di pedesaan, di mana sampah dikumpulkan, kemudian

dilakukan pembuangan atau pemusnahaan.

Pengelolaan sampah rumah tangga dengan sistem tradisional

2)

Adalah sistem pengelolaan sampah di mana sampah yang dihasilkan

dari rumah tangga, dikumpulkan di TPS, kemudian diangkut/diambil

petugas, untuk selanjutnya dilakukan pembuangan di TPA sampah

(WALHI, dikutip Suwerda, 2012)

Pengelolaan sampah rumah tangga dengan sistem kumpul-nngkut-buang

3)

Adalah sistem pengelolaan sampah yang melibatkan peran serta

masyarakat untuk bersama-sama mengelola sampah. Upaya-upaya

pengelolaan sampah dengan menggerakkan partisipasi masyarakat

untuk berperan aktif dalam mengelola sampah telah banyak dilakukan

saat ini. Di wilayah daerah Istimewa Yogyakarta beberapa wilayah

mengembangkan sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat,

seperti di Kampung Sukunan Sleman, Perumahan Minomartani,

Perumahan Tirtasani, Kampung Jetak Sleman, Metes II Sedayu dan

lain-lain. (Suwerda, 2012).

Pengelolaan sampah dengan sistem mandiri dan produktif

4)

Adalah suatu tempat di mana terjadi kegiatan pelayanan terhadap

penabung sampah yang dilakukan oleh teller bank sampah. Ruangan

Gambar

Tabel 1.1.  Jumlah sampah di Kota Medan 2008-2012
Tabel 1.2. Jumlah sampah perbulan di Kota Medan Sepanjang Tahun 2013
Tabel 1.3. Emisi CO2 di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010
Tabel 1.4. Jenis sampah yang berhasil dikumpulkan Bank Sampah SJE dalam
+7

Referensi

Dokumen terkait