i
DINAMIKA SIFAT KIMIA DAN FRAKSI FOSFOR TANAH
SAWAH TERKAIT INDEKS PERTANAMAN PADI SAWAH
DAN KONDISI PENGGENANGAN
LAODE MUHAMMAD ASDIQ HAMSIN RAMADHAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Dinamika Fraksi Fosfor dan Sifat Kimia Tanah Sawah Terkait Indeks Pertanaman Padi Sawah dan Kondisi Penggenangan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
iii
RINGKASAN
LAODE MUHAMMAD ASDIQ HAMSIN RAMADHAN. Dinamika Fraksi Fosfor dan Sifat Kimia Tanah Sawah Terkait Indeks Pertanaman Padi Sawah dan Kondisi Penggenangan. Dibimbing oleh UNTUNG SUDADI, ARIEF HARTONO dan BUDI NUGROHO.
Pada tanah sawah, kadar fraksi-fraksi fosfor (P), yang merupakan salah satu faktor penentu produksi padi sawah, antara lain terkait dengan Indeks Pertanaman (IP) dan kondisi penggenangan. Keduanya ditentukan oleh ketersediaan air dan pengelolaannya. Nilai IP menunjukkan berapa kali dalam setahun lahan sawah dibudidayakan untuk produksi padi sawah. Kondisi penggenangan terutama terkait dengan tinggi dan lama penggenangan.
Peningkatan IP tidak selalu diikuti secara linier oleh peningkatan dosis amelioran dan pupuk per tahun. Dosis per musim tanam pada IP 100% dapat berbeda dari pada IP 300%, yang antara lain bergantung kepada ketersediaan amelioran dan pupuk serta daya beli petani. Peningkatan tinggi dan lama penggenangan juga tidak selalu diikuti peningkatan kadar air tanah pada kondisi lapang (KAL). Fakta di lapang menunjukkan lahan sawah dapat dijumpai dalam berbagai kondisi penggenangan, yaitu tidak tergenang, macak-macak atau tergenang, bergantung kepada praktik pengelolaan air oleh petani. Dosis ameliorasi dan pemupukan serta KAL juga mempengaruhi dinamika sifat kimia tanah sawah yang lainnya, yaitu antara lain potensial reduksi-oksidasi (Eh), pH, daya hantar listrik (DHL), kadar ion-ion yang bersifat redoks seperti besi (Fe) dan fraksi P. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi pengaruh KAL setelah penggenangan 7, 9, 11 dan 13 minggu serta aplikasi jerami dan pupuk P pada tanah sawah dengan IP 100%, 200% dan 300% terhadap dinamika fraksi P, sifat kimia tanah lainnya dan produksi padi sawah.
Pada masa penggenangan 7, 9, 11 dan 13 minggu, kisaran KAL (%) pada tanah sawah IP 100% (40-52) < IP 200% (80.3-83.6)
≈
IP 300% (80-101). Nilai Eh, pH dan DHL serta kadar Feterlarut, Corg, PNaHCO3-Po dan PNaOH-Po pada IP 100%cenderung menurun, sedangkan PH2O, PNaHCO3-Pi, PNaOH-Pi dan PHCl cenderung meningkat dengan peningkatan KAL. Kecuali DHL, PNaOH-Pi dan PNaOH-Po, kadar fraksi P dan sifat kimia yang lainnya pada IP 200% dan 300% menunjukkan tren perubahan yang selaras karena KAL keduanya yang relatif sama.
Berdasarkan analisis regresi linier, dinamika fraksi-fraksi P pada ketiga IP tanah sawah terutama ditentukan oleh dinamika kadar Corg. Kadar fraksi Pi pada IP 100% meningkat dengan menurunnya Corg. Penurunan Corg dan peningkatan DHL pada IP 200% secara simultan dan nyata diikuti oleh peningkatan fraksi Po (R2=0.42, p=0.01*, n=18). Pada IP 300%, penurunan Eh dan Feterlarut serta
peningkatan Corg secara simultan dan sangat nyata meningkatkan fraksi Pi (R2= 0.72, p=0.00**, n=18). Penurunan dosis P2O5 dan peningkatan dosis jerami secara simultan dan sangat nyata menurunkan Eh (R2=0.66, p=0.00**, n=58). Hal ini mengindikasikan bahwa dosis P2O5 sudah cukup, khususnya pada IP 100%, sedangkan dosis jerami dapat ditingkatkan untuk meningkatkan efisiensi pemupukan P. Cukup tersedianya P, khususnya fraksi Po, juga ditunjukkan oleh persamaan PNaHCO3-Po+PNaOH-Po = -208.93 + 2.62 P2O5 + 3.61 KAL. Dari beberapa faktor produksi yang dievaluasi, yaitu dosis P2O5 dan jerami, KAL, kadar fraksi-fraksi P dan sifat kimia lainnya, faktor yang paling berpengaruh dan sangat nyata terhadap produksi padi sawah adalah dosis jerami (r=0.98, p=0.00**, n=58). Produksi akan meningkat 0.1 ton/ha/musim apabila dosis jerami ditingkatkan 100 kg/ha/musim.
v
SUMMARY
LAODE MUHAMMAD ASDIQ HAMSIN RAMADHAN. Dynamics of Phos-phorus Fractions and Chemical Properties of Paddy Soils as related to Paddy Rice Cropping-Index and Waterlogging Condition. Supervised by UNTUNG SUDADI, ARIEF HARTONO and BUDI NUGROHO.
In paddy soils, the level of phosphorus (P) fractions, which is one of the determining factors of rice paddy production, is among others related to Croping Index (CI) and waterlogging condition. Both are determined by water availability and its management. The CI value indicates how many times a paddy soil is cultivated for rice paddy production. Waterlogging condition is predominantly related to the height and length of waterlogging.
Increase in CI does not necessarily align linearly with increase in ameliorant and fertilizer doses applied per year. Seasonally dose at CI 100% can be different with that at CI 300%, which among others is depended on the availability of
ameliorant and fertilizer and the farmer’s buying capability. Increase in the height and length of waterlogging does not always relate with increase in soil water content at field condition (SFWC), as well. Field evidences show that paddy soils can be found in various waterlogging conditions, i.e. not-waterlogged, semi-waterlogged or waterlogged, depending on the water management practiced by the farmers. The dose of ameliorant and fertilizer and SFWC also affects the dynamics of other chemical properties of paddy soil, i.e. among others are reduction-oxidation potential (Eh), pH, electrical conductivity (EC), concentration of ions with redox behaviour such as iron (Fe), and fractions of P. This research aimed at to evaluate the effects of SFWC after 7, 9, 11, and 13 weeks of waterlogging and application of rice straw and P fertilizer in paddy soils with CI 100%, 200%, and 300% on the dynamics of P fractions, other soil chemical properties, and rice paddy production.
Five composite soil samples each were taken from the farmer’s paddy fields with CI of 100%, 200%, and 300% at Dramaga Sub-district, Bogor Regency at four periods of waterlogging. The overall 60 soil samples were kept in field moisture condition by putting them into air- and light-tight containers until and during laboratory analyses. Soil chemical properties evaluated consisting of Eh, pH, EC, Fesoluble, and Corganic (Corg) which were analyzed using routine methods and P fractions which is fractionated using modified Tiessen and Moir (2008) method by replacing resin with aquadest and not analyzing Presidual so that it get 5 fractions, i.e. PH2O, PNaHCO3-inorganic (Pi), PNaHCO3-organic (Po), PNaOH-Pi, PNaOH-Po and PHCl. The result data were depicted in X-Y graphical forms relating soil chemical properties and P fractions concentrations as ordinate with SFWC at 7-13 weeks waterlogging period which are ordered from the lowest to the highest values as abscissa at CI of 100%, 200%, and 300%. Data analyses were also performed to determine simple and multiple linear regression equations and correlation amongst soil P fractions and rice paddy production as dependent variables (Y) with Eh, pH, EC, Fesoluble, and Corg as independent variables (X1, X2, …, Xn).
increasing SFWC. Except for EC, PNaOH-Pi, and PNaOH-Po, changes in the other soil P fractions and chemical properties at CI 200% and 300% showed similar trend due to the relatively similar SFWC.
Based on the linear regression analyses, the dynamics of soil P fractions in the three paddy soil’ CIs were predominantly determined by the dynamics of Corg levels. Levels of Pi fractions at CI 100% increased with the decreasing levels of Corg. Decrease in Corg and increase in EC at CI 200% were simultaneously and significantly followed by increase in Po fractions (R2=0.42, p=0.01*, n=18). At CI
300%, decrease in Eh and Fesoluble as well as increase in Corg were simultaneously and very significantly increasing Pi fractions (R2= 0.72, p=0.00**, n=18). Decrease in the dose of P2O5 and increase in the dose of rice straw were simultaneously and very significantly decreasing Eh (R2=0.66, p=0.00**, n=58). This indicates that the dose of P2O5 was already sufficient, particularly at CI 100%, while the dose of rice straw can be increased to improve efficiency of P fertilization. Sufficient level of P availability, especially Po fractions, is also shown by the equation: PNaHCO3-Po+PNaOH-Po = -208.93 + 2.62 P2O5 + 3.61 SFWC. Of the several production-factors evaluated, i.e. the doses of P2O5 and rice straw, levels of SFWC, P fractions, and the other soil chemical properties, factors that predominantly and very significantly affected the rice paddy production was the dose of rice straw (r=0.98, p=0.00**, n=58). Production will rise 0.01 ton/ha/ season if the rice straw dose is increased 100 kg/ha/season.
vii
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Tanah
DINAMIKA SIFAT KIMIA DAN FRAKSI FOSFOR TANAH
SAWAH TERKAIT INDEKS PERTANAMAN PADI SAWAH
DAN KONDISI PENGGENANGAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Dinamika Fraksi Fosfor dan Sifat Kimia Tanah Sawah Terkait Indeks Pertanaman Padi Sawah dan Kondisi Penggenangan” berhasil diselesaikan. Ucapan Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada:
1. Dr Ir Untung Sudadi, MSc, Dr Ir Arief Hartono, MscAgr dan Dr Ir Budi Nugroho, MSi selaku Komisi Pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan, arahan, motivasi dan nasihat kepada penulis selama masa penyelesaian tesis ini.
2. Dr Ir Syaiful Anwar, MSc selaku Penguji Luar Komisi yang telah memberikan koreksi dan masukan dalam penyempurnaan tesis ini.
3. Dr Ir Atang Sutandi, MSi selaku Ketua Program Studi Ilmu Tanah, Sekolah Pascasarjana IPB, serta Bapak/Ibu Dosen dan Staf Akademik di Program Studi Ilmu Tanah, Sekolah Pascasarjana IPB.
4. Prof Dr Ir Muslimin Mustofa, MSc, Dr Ir Bachrul Ibrahim, MSc dan Dr Ir Muhammad Nathan, MAgr yang telah memberikan rekomendasi kepada penulis untuk melanjutkan studi Pascasarjana di IPB.
5. Orang tuaku tercinta Laode Rafiudin dan Waode Malusia serta kakak Laode Muhammad Sublus Salam dan adik Waode Nur Fachriah Ningsih atas segala kasih sayang, dukungan semangat serta doa yang senantiasa dipanjatkan. 6. Gunawan Saputra, SP, Siti Yaenah SP, Muhamad Aviton, SP, dan Catherine
Theresia Hasibuan, SP yang telah banyak membantu selama masa pengumpulan data di lapangan, analisis di laboratorium dan pengolahan data. 7. Teman-teman Pascasarjana DITSL IPB dan yang terkhusus rekan-rekan
seperjuangan PS Ilmu Tanah IPB Angkatan 2013 yang telah memberikan banyak bantuan, semangat dan diskusi selama masa perkuliahan hingga penyelesaian tesis.
8. Kakanda Ahmad Firman Ashari, SP MSi dan Achmad Mastnawi, SPt MSi atas segala motivasi dan nasihatnya selama penulis berada di Bogor.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN x
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
2 TINJAUAN PUSTAKA 3
Potensial Redoks pada Tanah Tergenang 3
Perubahan pH pada Tanah Tergenang 3
Bahan Organik pada Tanah Tergenang 4
Daya Hantar Listrik pada Tanah Tergenang 5
Fosfor pada Tanah Tergenang 6
Fraksionasi P 6
3 METODE 8
Waktu dan Tempat Penelitian 8
Penetapan Lokasi Lahan Sawah dan Pengambilan Contoh Tanah 8
Analisis Tanah 9
Analisis Data 11
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12
Dinamika Sifat Kimia Tanah 12
Dinamika Kadar Fraksi Fosfor 14
Hubungan Fraksi Fosfor dengan Sifat Kimia Tanah 16 Hubungan Sifat Kimia dan Fraksi P Tanah dengan IP dan KAL 18 Hubungan Produksi dengan Dosis Amelioran dan Pupuk, KAL, Sifat Kimia serta Fraksi P Tanah
19
5 SIMPULAN Simpulan
21 21 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN RIWAYAT hIDUP
DAFTAR TABEL
1 Alat Pengambilan Contoh Tanah 8
2 Rerata Eh, Corg, pH, Feterlarut dan DHL Pada Tanah Sawah dengan IP 100%, 200% dan 300% pada Empat Periode Penggenangan (7, 9, 11 dan 13 minggu)
12
3 Rerata Kadar Faaksi P pada Tanah Sawah dengan IP 100%, 200% dan 300% pada Empat Periode Penggenangan (7, 9, 11 dan 13 minggu)
14
4 Persamaan Regresi Linier Hubungan Antara Fraksi P Tanah (Y) dengan Sifat Kimia Tanah (X) yang Signifikan pada Tanah Sawah IP 100%, 200% dan 300% Selama Periode Penggenangan 7 sampai 13 Minggu
17
5 Persamaan Regresi Linier Hubungan Antara Sifat Kimia dan Fraksi P Tanah (Y) dengan Dosis Jerami dan Pupuk P Serta KAL (X) yang Signifikan Selama Periode Penggenangan 7 sampai 13 Minggu
18
6 Persamaan Regresi Linier Hubungan Antara Produksi (Y) dengan Dosis Jerami dan Pupuk P, KAL, Sifat Kimia serta Fraksi P Tanah (X) yang Signifikan Selama Periode Penggenangan 7 sampai 13 Minggu
19
DAFTAR GAMBAR
1 Bagan Alir Penelitian 9
2 Bagan Alir Fraksionasi P (Modifikasi Tiesen dan Moir 1993) 10 3 Dinamika Eh, Corg, pH, Feterlarut dan DHL Terhadap Peningkatan
KAL
13 4 Dinamika Kadar Fraksi P Terhadap Peningkatan KAL 15
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil Analisis Pendahuluan Tanah Sawah di Lokasi Penelitian 27 2 Dosis Pemupukan dan Ameliorasi Tanah Sawah di Lokasi
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Fosfor (P) tanah dijumpai dalam berbagai bentuk atau fraksi kimia (Tiessen dan Moir 2008). Pada tanah sawah, keberadaan dan kadar fraksi-fraksi P, yang merupakan salah satu faktor penentu tingkat produksi padi, antara lain dipengaruhi oleh indeks pertanaman (Maulana 2004) dan kondisi penggenangan (Setyorini dan Abdulrachman 2009). Indeks Pertanaman (IP) menunjukkan berapa kali dalam setahun lahan digunakan untuk budidaya padi sawah. Pada tanah sawah, selain kondisi penggenangan, pengaruh IP terhadap sifat-sifat kimia tanah juga terkait dengan dosis ameliorasi dan pemupukan yang diaplikasikan. Dalam praktiknya, peningkatan IP tidak selalu selaras dengan peningkatan dosis amelioran atau pupuk yang diaplikasikan oleh petani per musim tanam. Dosis per musim tanam pada IP 100% bisa saja lebih tinggi dari pada IP 300% atau sebaliknya. Tinggi dan lama penggenangan juga tidak selalu selaras dengan peningkatan kadar air tanah pada kondisi lapang (KAL). Faktanya lahan sawah dapat dijumpai dalam berbagai kondisi penggenangan (tidak tergenang, macak-macak atau tergenang), tergantung umur atau kebutuhan tanaman padi, ketersediaan air dan pengelolaan air yang dipraktikkan oleh petani, sehingga KAL tidak selalu meningkat dengan peningkatan waktu dan tinggi penggenangan. Dosis ameliorasi dan pemupukan serta KAL mempengaruhi reaksi reduksi-oksidasi tanah sawah sehingga, lebih lanjut, sangat menentukan dinamika sifat-sifat kimia, kesuburan dan produktivitasnya untuk budidaya padi sawah.
Di dalam tanah dijumpai tiga fraksi P, yaitu: (1) Plarutan, (2) Plabiledan (3) P non-labile. Ketiga fraksi tersebut saling berkeseimbangan. Fraksi ketiga lebih rendah
ketersediaannya bagi tanaman daripada fraksi kedua dan fraksi kedua lebih rendah daripada fraksi pertama (Hedley et al. 1992). Lebih lanjut, P tanah dapat dibagi menjadi 5 fraksi, yaitu: (1) PResin-Pi ( (P inorganik), fraksi yang sangat tersedia bagi tanaman; (2) PNaHCO3-Pi dan -Po (Porganik), fraksi yang berkorelasi kuat dengan serapan tanaman dan mikrob serta yang tererap di permukaan mineral klei atau terpresipitasi sebagai Ca-P dan Mg-P; (3) PNaOH-Pi dan -Po, fraksi yang tererap lebih kuat secara kemisorpsi oleh Al- dan Fe-hidroksida; (4) PHCl, fraksi Ca-P yang berkelarutan rendah serta (5) PResidual, fraksi occluded-P atau Pi-tersemat dan Po yang sangat sukar larut (Tiessen dan Moir 2008).
2
Peningkatan KAL akibat penggenangan meningkatkan pelarutan ion-ion dari fase padatan ke fase larutan tanah sehingga daya hantar listrik (DHL) larutan tanah meningkat dan menyebabkan sebagian fraksi P tanah yang semula tidak atau kurang tersedia bagi padi sawah menjadi tersedia atau sebaliknya. Peningkatan kelarutan P tanah tersebut disebabkan oleh: (1) reduksi FePO4∙2H2O (ferri fosfat) menjadi Fe3(PO4)2∙8H2O (ferro fosfat), (2) desorpsi (pelepasan kembali) fosfat yang semula terjerap, (3) hidrolisis FePO4 dan AlPO4 pada tanah masam serta (4) pelepasan occluded-P sehinga Pi terlepas ke larutan tanah (Gaol et al. 2013). Mekanisme pertama dan ketiga dapat dipelajari dengan mengevaluasi dinamika kadar Feterlarut selama periode pengamatan.
Selain mempengaruhi Corg, ameliorasi bahan organik pada tanah sawah juga meningkatkan pengaruh penggenangan terhadap penurunan Eh dan konvergensi pH, karena O2 tersedia segera dipercepat penurunan kadarnya untuk proses dekomposisi bahan organik. Pemupukan P akan segera meningkatkan kadar fraksi Ptersedia (Faktor Intensitas), namun tidak semuanya akan diserap tanaman karena sebagiannya akan berubah menjadi fraksi-fraksi yang lebih tidak tersedia (Faktor Kapasitas) melalui mekanisme jerapan P yang bersifat spesifik (Tan 2010).
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini bertujuan:
1. Mengevaluasi dinamika sifat kimia Eh, pH, DHL, Feterlarut dan Corganik terhadap dinamika KAL tanah sawah dengan IP 100%, 200% dan 300% pada kondisi 7, 9, 11 dan 13 minggu penggenangan
2. Mengevaluasi dinamika fraksi P terhadap dinamika KAL tanah sawah dengan IP 100%, 200% dan 300% pada kondisi 7, 9, 11 dan 13 minggu pengge-nangan 3. Mengevaluasi hubungan linier dan korelasi antara sifat kimia dengan fraksi P tanah sawah dengan IP 100%, 200% dan 300% pada kondisi 7, 9, 11 dan 13 minggu penggenangan
4. Mengevaluasi hubungan linier dan korelasi antara sifat kimia dan fraksi P dengan dosis jerami dan pupuk P serta KAL tanah sawah selama periode pengge-nangan 7-13 minggu
3
2
TINJAUAN PUSTAKA
Potensial Redoks pada Tanah Tergenang
Potensial redoks (reduksi-oksidasi) atau Eh adalah suatu ukuran yang digunakan untuk mengukur perpindahan elektron (e-). Perubahan Eh merupakan parameter yang paling penting untuk menentukan sifat elektrokimia tanah sawah atau tanah tergenang (Hartatik et al. 2007). Ketika tanah digenangi, potensial redoks menurun selama beberapa hari pertama (Ethan 2015), kemudian melambat setelah mendekati nilai -200 mV pada hari ke-60 penggenangan. Dalam kondisi tergenang, Eh tanah rendah, ion-ion seperti NO3-, Fe3+, Mn4+ dan SO42-, masing-masing tereduksi menjadi NH4+, Fe2+, Mn2+ dan S2 (Fan et al. 2008)
Tanah yang tergenang tidak tereduksi secara keseluruhan. Pada lapisan atas setebal 2-20 mm, tanah tetah teroksidasi karena berada dalam keseimbangan dengan oksigen yang terlarut dalam lapisan air. Lapisan tanah di bawahnya merupakan lapisan tereduksi, kecuali pada daerah perakaran aktif yang masih oksidatif akibat eksudasi senyawa teroksidasi oleh akar yang memperoleh oksigen dari bagian atas tanaman melalui aerenkima (Yoshida 1981). Selama masih ada oksigen bebas dalam larutan tanah, maka Eh bervariasi sekitar +400 hingga +700 mV. Setelah oksigen habis, nilai Eh tanah akan berada pada kisaran +400 hingga -300 mV.
Perubahan Eh pada tanah tergenang dapat disebabkan adanya pemberian bahan organik (Duane et al. 2012) dan dinamika kadar besi aktif (Sahrawat 2004). Besi ferri berguna sebagai penerima elektron pada proses dekomposisi bahan organik secara anaerob dan selama proses tersebut terjadi penggunaan proton (H+) oleh bakteri menurut persamaan reaksi Fe2O3 + ½ CH2O + 4H+→ 2 Fe2+ + 5/2 H2O + 1/2 CO2. Pada reaksi reduksi tersebut, besi ferri (berasal dari besi amorf hidroksida) bertindak sebagai penerima elektron dan bahan organik (CH2O) sebagai pemberi elektron (Sahrawat 2012).
Pemberian bahan organik jerami dapat menyebabkan kondisi yang lebih reduktif pada tanah yang disawahkan (Gaol et al. 2002). Menurut (Zhou et al. 2014), tajamnya penurunan Eh pada tanah tergenang lebih disebabkan oleh penambahan bahan organik, bukan oleh bahan organik asli di tanah.
Perubahan pH pada Tanah Tergenang
Setelah tanah digenangi, pH tanah berubah mendekati netral. Pada tanah alkalin, pH mengalami penurunan sedangkan pada tanah masam pH meningkat. Perubahan pH pada tanah tergenang bisa terjadi hingga beberapa minggu, tergantung jenis tanah, kandungan bahan organik, populasi mikrob dan sifat kimia tanah lainnya (Mitchel et al. 2004).
4
Selain itu, peningkatan pH pada tanah masam yang digenangi juga terjadi karena adanya hidrolisis urea (Kirk 2004), sesuai persamaan: CO(NH2)2 + 3 H2O → 2 NH4+ + HCO3- + OH-
Ponnamperuma (1969) menyimpulkan bahwa perubahan pH tanah akibat penggenangan diatur oleh tiga sistem:
Na2CO3 CO2, H2O pada tanah sodik CaCO3 CO2, H2O pada tanah berkapur
Fe(OH)3 Fe(OH)2, H2O pada tanah berkadar besi tinggi
Sistem redoks yang petama dan kedua mengatur penurunan pH tanah alkalin dan yang ketiga mengatur peningkatan pH terutama pada tanah masam. Pada tanah berkadar bahan organik atau besi aktif (ferro, Fe2+) rendah atau berkadar cadangan asam yang tinggi, misalnya tanah sulfat masam, pH tidak dapat mencapai 6,9 meskipun digenangi selama berbulan-bulan.
.
Bahan Organik pada Tanah Tergenang
Produktivitas tanah berhubungan erat dengan status bahan organik tanah. Dokomposisi bahan organik umumnya lebih lambat pada kondisi tanah tergenang daripada tanah yang tidak tergenang (Tiessen et al. 1982). Dekomposisi bahan organik lebih cepat terjadi dengan adanya oksigen, dan berturut-turut melambat untuk akseptor elektron lainnya hingga yang terlambat adalah CO2. Melambatnya proses penangkapan elektron menyebabkan akumulasi elektron di dalam sistem yang menyebabkan penurunan Eh. Penambahan bahan organik yang berenergi tinggi (C/N >10) pada tanah sawah akan berdampak terhadap penurunan Eh tanah yang lebih negatif (Hartatik et al. 2007). Dekomposisi bahan organik dapat dipengaruhi oleh ketersedian pengganti akseptor elektron seperti NO3-, SO42- atau Fe. Karena besi hadir dalam jumlah tinggi di tanah sawah, maka reduksi Fe memiliki peran dominan dalam dekomposisi bahan organik pada tanah tergenang (Sahrawat 2004).
5
bahan organik pada kondisi kapasitas lapang dan P-tersedia tertinggi pada perlakuan pemberian bahan organik 20 ton ha-1 dan tergenang.
.
Daya Hantar Listrik pada Tanah Tergenang
Nilai Daya Hantar Listrik terkait dengan kepekatan atau kadar ion dalam larutan yang menentukan kemampuan dalam menghantarkan arus listrik. Nilai DHL bergantung dari jenis dan kadar ion serta suhu larutan (Suhastyo et al. 2013). Dengan demikian, DHL juga terkait dengan kadar ion-ion hara yang terkandung dalam larutan tanah. Semakin tinggi kadar ion hara maka semakin tinggi DHL
Pada umumnya, nilai DHL larutan tanah meningkat dengan penggenangan, mencapai maksimum, kemudian menurun dan stabil pada nilai yang bervariasi tergantung pada kondisi tanah. Peningkatan DHL pada tanah tergenang disebabkan oleh reduksi Fe3+dan Mn4+ menjadi Fe2+ dan Mn2+ yang bersifat lebih mobil, pembentukan NH4+, HCO3- dan R-COO- serta penggantian kation pada koloid tanah oleh Fe2+, Mn2+ dan NH4+. Penurunan DHL kemudian disebabkan oleh presipitasi Fe2+ menjadi Fe3(OH)8 dan FeS, pengendapan Mn menjadi MnCO3, kehilangan CO2 dan konversi R-COO- menjadi CH4. Dengan demikian, pada tanah tergenang terdapat korelasi yang signifikan antara kinetika ion-ion ini dengan perubahan nilai DHL (Situmorang dan Sudadi 2001).
Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi DHL selama penggenangan adalah sebagai berikut:
1. Penyerapan kation dan anion, misalnya H+ dan NO3-, dapat menurunkan nilai DHL dari larutan tanah rhizosfer (Marschner 1995)
2. Reaksi absorbsi dan adsorpsi menurunkan DHL pada rhizosfer
3. Tingkat penyerapan air dibandingkan dengan tingkat penyerapan hara; ketika tingkat penyerapan air lebih tinggi dari tingkat serapan hara maka nilai DHL pada rhizosfer lebih tinggi daripada yang jauh dari rhizosfer (Barber 1995)
4. Perubahan pH; ketika pH rhizosfer menurun, maka DHL rhizosfer meningkat, karena proton dapat menyalurkan arus listrik tertinggi dibandingkan ion-ion lainnya (Pazandeh 1992).
Fosfor pada Tanah Tergenang
6
Pada kondisi tertentu, reduksi Fe3+ menjadi Fe2+ dapat juga menurunkan ketersediaan P karena bentuk FePO4 yang sukar larut (KSP =10-26) berubah menjadi Fe3(PO4)2 yang sangat sukar larut (KSP =10-36). Namun, reaksi ini jauh lebih lambat daripada pengendapan Al(OH)3 yang membebaskan P dari senyawa Al-P yang sukar larut, sehingga banyak dilaporkan adanya kenaikan P tersedia akibat penggenangan (Ghazali et al. 2014).
Penurunan berikutnya Plarutan dapat disebabkan oleh jerapan kembali atau pengendapan pada klei dan oksida sebagai akibat dari kondisi tanah yang terus berubah. Adanya penggenangan tanah melepaskan lebih banyak P ke larutan tanah yang memiliki kadar P rendah dan menjerap lebih banyak P dari larutan yang memiliki kadar P tinggi. Fosfor yang teradsorpsi pada permukaan amorf dilarutkan dalam kondisi tanah terreduksi dan diserap tanaman ketika P dilepaskan ke larutan tanah. Pupuk P yang ditambahkan ke tanah akan tidak tersedia di larutan tanah akibat terjerap pada permukaan Fe (II) sehingga banyak juga tanah tidak menunjukkan peningkatan P terlarut yang signifikan selama penggenangan (Willett 1989). Penggenangan berkepanjangan menyebabkan P menjadi mobil kembali namun dalam bentuk kurang larut (Kirk 2004). Fosfor larutan di daerah rhizosfer lebih rendah daripada pada tanah yang jauh dari perakaran (Khalid et al. 1977; Roy dan De Datta 1985). Gerakan ion fosfat ke akar dengan difusi dan aliran massa merupakan faktor penting dalam pemasokan P untuk tanaman. Namun demikian, sebagian besar P bergerak ke akar dengan difusi. Ketika akar tanaman padi menyerap ion fosfat di larutan tanah, kadar P di permukaan akar menurun dibandingkan di larutan tanah yang jauh dari akar. Oleh karena itu terjadi gradien kadar P yang menyebabkan ion fosfat bergerak menuju akar tanaman (Havlin et al. 1999).
Fraksionasi P
Metode fraksionasi P pertama kali dipublikasikan oleh Chang dan Jakson (1957). Metode ini menggunakan NH4Cl untuk mengekstrak “labile” P, diikuti dengan NH4F untuk mengekstrak Al-P. Fraksionasi dilanjutkan menggunakan NaOH untuk mengekstrak Fe-P dan P-tersemat dan penetapan Ca-P dengan pengekstrak HCl. Penetapan P organik dilakukan melalui pengurangan kadar P-total dengan kadar fraksi-fraksi P yang telah ditetapkan sebelumnya (Saunders dan Wiliams 1955). Prosedur ini memiliki banyak masalah dalam interpretasi, seperti kesulitan dalam membedakan antara P yang diekstrak dengan NH4F dan NaOH apakah benar berasal dari ikatan Al-P dan Fe-P? Metode ini juga tidak dapat membedakan bentuk-bentuk P-organik (Wiliam dan Walker 1969).
Tiessen dan Moir (1993) mempublikasikan metode fraksionasi P yang lebih komprehensif dan merupakan penyempurnaan dari metode Hedley et al. (1982). Metode fraksionasi tersebut meliputi fraksi P yang tersedia secara biologis, baik P dalam bentuk inorganik maupun organik, serta P yang relatif sulit tersedia bagi tanaman, baik dalam bentuk inorganik maupun organik. Tiessen dan Moir (1993) mendefinisikan fraksi-fraksi P berdasarkan bentuk-bentuk P yang diekstrak dengan pengekstrak tertentu, yaitu:
7
2. PNaHCO3-Pi dan -Porganik (Po) adalah fraksi P yang diinterpretasikan sebagai P yang berkorelasi kuat dengan serapan P oleh tanaman dan mikrob dan yang terikat di permukaan mineral klei (Mattingly 1975), atau bentuk presipitasi Ca-P dan Mg-P (Olsen dan Sommers 1982).
3. PNaOH-Pi dan -Po adalah fraksi P yang diinterpretasikan sebagai P yang terikat lebih kuat secara kemisorpsi oleh Al dan Fe hidrousoksida.
4. PHCl adalah fraksi P yang diinterpretasikan sebagai Ca-P yang mempunyai kelarutan rendah (Schmidt et al. 1996).
8
3
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Pengumpulan data dilakukan mulai Februari sampai Juli 2015. Lahan sawah yang dipilih sebagai lokasi pengambilan contoh tanah adalah lahan sawah milik petani di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat yang memenuhi kriteria IP 100%, 200% dan 300%. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penetapan Lokasi Lahan Sawah dan Pengambilan Contoh Tanah
Lahan sawah penelitian dipilih berdasarkan kesamaan bahan induk, yaitu Tuf batuapung pasiran (sandy pumiceous tuff) menurut Peta Geologi Lembar Bogor skala 1:100.000. Contoh tanah diambil di lahan sawah pada kondisi tergenang. Contoh tanah diambil dari lahan sawah dengan IP 100%, 200%, dan 300% pada musim tanam pertama, masing-masing dari 5 petakan yang berbeda. Di setiap petakan diambil 5 contoh tanah secara acak untuk dikompositkan. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada 7, 9, 11 dan 13 minggu setelah penggenangan, sehingga diperoleh 60 contoh tanah.
Sebelum pengambilan contoh tanah dilakukan pengukuran tinggi genangan dari permukaan tanah menggunakan mistar. Contoh tanah diambil dengan cara menancapkan pipa PVC 1,25 inci pada tanah sampai lapisan tapak bajak. Setelah itu, pipa dilepaskan secara perlahan dari dalam tanah dan bagian bawah pipa ditutup menggunakan telapak tangan untuk menghindari contoh tanah terlepas keluar dari pipa. Selanjutnya, contoh tanah dimasukkan ke dalam kantong plastik hitam untuk dikompositkan hingga tanah benar-benar tercampur merata, dipindahkan ke tabung yang telah dibungkus lakban hitam dan ditutup rapat untuk semaksimal mungkin menjaga kondisi tanah tetap berada pada kondisi KAL. Peralatan yang digunakan pada pengambilan contoh tanah disajikan pada Tabel 1. Pada saat pengambilan contoh tanah juga dilakukan wawancara dengan panduan kuesioner kepada petani penggarap untuk mendapatkan informasi mengenai pengelolaan lahan yang dilakukan terutama terkait dengan jenis, dosis, cara dan waktu ameliorasi dan pemupukan serta pengolahan lahan terutama terkait dengan pengaturan air irigasi dan penggenangan lahan. Bagan alir penelitian disajikan pada Gambar 1.
Tabel 1. Alat pengambilan contoh tanah
Alat Kegunaan
GPS Menentukan koordinat lokasi petakan sawah
Pipa PVC 1,25 inci, 80 cm Mengambil contoh tanah
Tongkat kayu 80 cm Mengeluarkan contoh tanah dari pipa paralon
Mistar 60 cm Mengukur tinggi genangan dari permukaan tanah
Tabung kedap udara dan cahaya Wadah contoh tanah
9
Gambar 1. Bagan Alir Penelitian
Analisis Tanah
Analisis Pendahuluan
Analisis tanah pendahuluan dilakukan pada contoh tanah yang diambil pada masa penggenangan minggu ke-1 terhadap pH (H2O 1:2,5, pH meter), C-organik (Walkley & Black), N-total (Kjeldahl), P-tersedia (Bray #1), KTK dan basa-basa dapat-ditukar (1 N NH4OAc pH 7), serta Fe (soil paste, H2O 1:2,5, AAS).
Analisis Sifat Elektrokimia dan Kimia serta Fraksionasi P tanah
Selain pH (H2O 1:2,5, pH meter) dan C-organik (Walkley & Black), juga dilakukan analisis Eh (H2O 1:2,5, Eh meter), DHL (soil paste, H2O 1:2,5, EC meter), dan fraksionasi P terhadap contoh tanah yang diambil setelah masa penggenangan 7, 9, 11 dan 13 minggu Feterlarut, C-organik dan
Fraksionasi P
Feterlarut, C-organik dan
Fraksionasi P
Analisis Eh, pH, DHL, Feterlarut, C-organik dan
Fraksionasi P
Analisis Eh, pH, DHL, Feterlarut, C-organik dan
10
penelitian ini, kadar fraksi PResidual tidak ditetapkan. Setelah fraksi PH2O, selanjutnya
secara sekuensial dilakukan penetapan kadar fraksi PNaHCO3-Pi dan PNaHCO3-Ptotal serta perhitungan PNaHCO3-Po, PNaOH-Pi dan PNaOH-Ptotal serta perhitungan PNaOH-Po dan PHCl-Pi. Tahapan fraksionasi P dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
Gambar 2. Bagan Alir Fraksionasi P (Modifikasi Tiesen dan Moir 1993)
Fraksi PH2O
Tanah 0.50 g ditimbang ke dalam tabung sentrifus 50 ml, ditambahkan 30 ml aquades, dikocok 16 jam, disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit, kemudian larutan disaring dengan kertas millipore dengan bantuan vacum pump dan kadar fraksi PH2O ditetapkan dengan cara memipet 10 ml larutan hasil penyaringan ke dalam labu takar 50 ml. Indikator nitropenol ditambahkan sebanyak 5 tetes dan dilakukan pH adjustment dengan menambahkan 4 MNaOH dan 2.50 M H2SO4. Pewarnaan dilakukan menurut metode MR dengan menambahkan larutan MR sebanyak 8 ml kemudian ditera hingga 50 ml dengan aquadest dan diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 712 nm.
Fraksi PNaHCO3
Contoh tanah dalam tabung sentrifus ditambahkan 30 ml 0.50 M NaHCO3 dan dikocok selama 16 jam, disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit dan disaring. Hasil saringan digunakan untuk penetapan PNaHCO3-Pi dan PNaHCO3-Ptotal. Fraksi PNaHCO-Po adalah selisih antara PNaHCO-Pt dan PNaHCO-Pi.
Penetapan PNaHCO3-Pi dilakukan dengan memipet 10 ml hasil saringan ke labu takar 50 ml. Bahan organik yang terlarut diendapkan dengan menambahkan 1.60 ml 0.90 M H2SO4 dan dimasukkan ke dalam freezer selama 30 menit, kemudian disaring
Ekstrak Bikarbonat Ptotal (Pt) 0,5 g contoh tanah
Ukur PNaHCO3-Ptotal (Pt) Tanah
Endapkan bahan organik dengan H2SO4
Ukur PNaHCO3-Pinorganik(Pi) PNaHCO3-Porganik(Po) = [PNaHCO3-Pt] – [PNaHCO3-Pi]
Tambahkan 30 ml 0,10 mol L-1 NaOH, kocok 16 jam
Ekstrak PNaOH Ptotal (Pt) Ukur PNaOH-Ptotal (Pt)
Tanah
Endapkan bahan organik dengan H2SO4
Ukur PNaOH-Pinorganik (Pi)
PNaOH-Porganik (Po) = [PNaOH-Pt]–[PNaOH-Pi]
Tambahkan 30 ml 1 mol L-1 HCl, kocok 16 jam
11
dan ditambahkan 5 tetes indikator nitrophenol. Selanjutnya dilakukan pH adjustment dan pengukuran kadar P menggunakan metode MR
Penetapan PNaHCO3-Pt dilakukan dengan memipet 5 ml hasil saringan ke Erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 10 ml larutan 0.90 M H2SO4 dan 0.60 g ammonium peroxidasulfat, kemudian diautoklaf selama 30 menit. Larutan dipindahkan ke labu takar 50 ml dan ditambahkan 5 tetes indikator nitrophenol, kemudian dilakukan pH adjustment dan pengukuran kadar P menggunakan metode MR.
Fraksi PNaOH
Contoh tanah dalam tabung sentrifus ditambahkan 30 ml 0.10 M NaOH dan dikocok selama 16 jam, kemudian disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit dan ekstrak NaOH disaring. Hasil saringan digunakan untuk penetapan fraksi PNaOH-Pi dan PNaOH-Ptotal. Fraksi PNaHCO-Po adalah selisih antara PNaHCO-Pt dan PNaHCO-Pi.
Penetapan PNaOH-Pi dilakukan dengan memipet 10 ml hasil saringan ke labu takar 50 ml. Bahan organik yang terlarut diendapkan dengan menambahkan 1.60 ml 0.90 M H2SO4 dan dimasukkan ke dalam freezer selama 30 menit kemudian disaring, ditambahkan 5 tetes indikator nitrophenol, dilakukan pH adjustment dan pengukuran kadar P menggunakan metode MR. Penetapan PNaOH-Ptotal dilakukan dengan memipet 5 ml hasil saringan ke Erlemeyer 250 ml, ditambahkan 10 ml larutan 0.90 M H2SO4 dan 0.60 g ammonium peroxidasulfat, kemudian diautoklaf selama 30 menit. Larutan dipindahkan ke labu takar 50 ml dan ditambahkan 5 tetes indikator nitrophenol, dilakukan pH adjustment dan pengukuran kadar P menggunakan metode MR.
Fraksi PHCl
Contoh tanah dalam tabung sentrifus ditambahkan 30 ml 1.00 M HCl dan dikocok selama 16 jam, kemudian disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit dan ekstrak HCl disaring. Hasil saringan digunakan untuk penetapan fraksi PHCl-Pi. Penetapan PHCl-Pi dilakukan dengan memipet 10 ml hasil saringan ke labu takar 50 ml, ditambahkan 5 tetes indikator nitrophenol, dilakukan pH adjustment dan pengukuran kadar P menggunakan metode MR.
Analisis Data
Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk grafik hubungan antara sifat kimia dan kadar fraksi-fraksi P tanah sebagai ordinat dengan KAL pada masa penggenangan 7-13 minggu yang diurutkan dari nilai KAL terendah ke tinggi sebagai absis pada 3 kondisi IP (100%, 200% dan 300%). Dengan bantuan Software SPSS, analisis data juga dilakukan untuk menentukan persamaan regresi linier berganda dan korelasi antara:
1. Fraksi-fraksi P sebagai variabel terikat (Y) dengan sifat kimia tanah yaitu Eh, pH, DHL, Feterlarut dan Corg sebagai variabel bebas (X1, X2, …, Xn).
2. Sifat kimia tanah dan fraksi-fraksi P sebagai variabel terikat (Y) dengan dosis jerami dan pupuk P serta KAL sebagai variabel bebas (X1, X2, …, Xn).
3. Produksi padi sawah sebagai variabel terikat (Y) dengan sifat kimia, fraksi-fraksi P, dosis jerami dan pupuk P serta KAL sebagai variabel bebas (X1, X2,
12
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dinamika Sifat Kimia Tanah
Rata-rata nilai Eh, Corg, pH, Feterlarut dan DHL pada tanah sawah dengan IP 100%, 200% dan 300% selama empat periode penggenangan (7, 9, 11 dan 13 minggu) disajikan pada Tabel 2. Dinamika kelima sifat kimia tanah tersebut terhadap peningkatan KAL pada periode penggenangan yang sama disajikan pada Gambar 3.
Tabel 2. Rerata Eh, Corg, pH, Feterlarut dan DHL pada tanah sawah dengan IP
100%, 200% dan 300% pada empat periode penggenangan (7, 9, 11 dan 13 minggu)
Sifat kimia Tanah Sawah dengan IP
100% 200% 300%
Pada Gambar 3 ditampilkan secara grafis hubungan antara KAL pada periode penggenangan 7, 9, 11 dan 13 minggu yang diurutkan dari nilai terendah ke tinggi sebagai sumbu X dan sifat-sifat kimia tanah sebagai sumbu Y masing-masing pada IP 100%, 200% dan 300%. Selama masa penggenangan 7-13 minggu, KAL tanah sawah penelitian dengan IP 100%, 200% dan 300% berturut-turut berada pada kisaran 42-51% < 81-83%
≈
82-100% (Gambar 3).Peningkatan KAL akibat penggenangan menyebabkan penurunan Eh dan konvergensi pH tanah sawah (Chong et al. 2009). Secara grafis, Eh tanah sawah yang diteliti semakin turun dengan meningkatnya KAL dan IP (Gambar 3). Hal ini berkaitan dengan penurunan kadar oksigen akibat penggenangan dan peningkatan dosis jerami dengan meningkatnya IP dari 900 kg/ha pada IP 100% ke 1320 dan 4200 kg/ha pada IP 200% dan 300%. Semakin tinggi dosis jerami semakin tinggi dan cepat laju konsumsi oksigen untuk proses dekomposisinya, sehingga semakin cepat dalam menurunkan Eh.
Pada IP 100%, pH tanah sedikit menurun, sedangkan pada IP 200% dan 300% terjadi peningkatan pH dengan meningkatnya KAL atau penurunan Eh. Penurunan Eh menyebabkan ferri-hidroksida tereduksi menjadi ferro-hidroksida dan melepaskan OH- sehingga meningkatkan pH tanah menurut reaksi Fe(OH)3 + e-→ Fe(OH)2 + OH-.
13
Gambar 3. Dinamika Eh, Corg, pH, Feterlarut dan DHL terhadap peningkatan KAL
14
Sebaliknya, DHL pada IP 300% memiliki tren meningkat dengan meningkatnya KAL (Gambar 3). Hal ini diduga berkaitan dengan pelepasan ion-ion dari ameliorasi jerami padi hingga 4200 kg/ha per musim (Lampiran 2). Nilai DHL tanah sawah akan meningkat seiring dengan dosis ameliorasi bahan organik (Iranpour et al. 2014). Selain itu, kenaikan DHL juga dipengaruhi oleh pembentukan NH4+. Pembentukan NH4+ lebih cepat terjadi pada tanah dengan kadar N dan bahan organik tinggi (Situmorang dan Sudadi 2001) seperti pada sawah IP 300% yang mengandung 2.38% Corg dan 0.09% Ntotal .
Kadar Feterlarut pada IP 100% cenderung menurun selama periode penggenangan 7-13 minggu dan sebaliknya pada IP 200% dan 300% (Gambar 3). Budidaya padi sawah yang hanya sekali setahun pada IP 100% menyebabkan kondisi oksidatif tanah berlangsung lebih lama, sehingga dekomposisi bahan organik berlangsung lebih intensif, menurunkan C/N dan menghasilkan asam humat yang dapat membentuk kompleks dengan Feterlarut sehingga menurunkan kadar Feterlarut. Pada IP 200% dan 300%, peningkatan kadar Feterlarut selama penggenangan 7-13 minggu berkaitan dengan proses dekomposisi bahan organik pada kondisi KAL lebih tinggi atau lebih anaerobik dan menyebabkan peningkatan kadar Fe2+ terlarut menurut reaksi: Fe(OH)3 + 3 H+ + e-→ Fe2+ + 3 H2O.
Dinamika Kadar Fraksi Fosfor
Kadar ftaksi P pada tanah sawah dengan IP 100%, 200% dan 300% pada 7, 9, 11 dan 13 minggu penggenangan disajikan pada Tabel 3. Dinamika kadar fraksi P tersebut terhadap KAL yang diurutkan dari nilai terendah ke tinggi disajikan pada Gambar 4.
Tabel 3. Rerata kadar faaksi P pada tanah sawah dengan IP 100%, 200% dan
300% pada empat periode penggenangan (7, 9, 11 dan 13 minggu)
Fraksi Fosfor Tanah Sawah dengan IP
100% 200% 300%
15
Gambar 4. Dinamika kadar fraksi P terhadap peningkatan KAL
16
Terdapat kesamaan dinamika kadar fraksi P pada tanah sawah dengan IP 200% dan 300% terhadap KAL selama masa penggenangan 7-13 minggu, kecuali untuk fraksi PNaHCO3-Pi dan PNaHCO3-Po, Kadar kedua fraksi P tersebut pada tanah sawah dengan IP 200% masing-masing menunjukkan tren menurun dan meningkat terhadap peningkatan KAL (Gambar 4) dan terukur lebih tinggi daripada pada tanah sawah dengan IP 300%, Sebaliknya, Kadar fraksi PNaHCO3-Pi dan PNaHCO3-Po pada tanah sawah dengan IP 300% masing-masing memiliki tren meningkat dan menurun terhadap peningkatan KAL (Gambar 4). Nilai rata-rata kadar fraksi PNaHCO3-Pi dan PNaHCO3-Po tanah sawah dengan IP 200% dan 300% masing-masing 61,58 ppm dan 28,83 ppm > 57,38 ppm dan 18,55 ppm (Tabel 3).
Menurunnya kadar fraksi PNaHCO3-Pi pada tanah sawah dengan IP 200% kemungkinan disebabkan serapan oleh tanaman. Mattingly (1975) menjelaskan bahwa fraksi PNaHCO3-Pi,–Po adalah fraksi P yang berkorelasi kuat dengan serapan P oleh tanaman dan mikrob dan yang terikat di permukaan mineral klei. Pada tanah sawah dengan IP 300%, perubahan PH2O menjadi fraksi P yang kurang larut menyebabkan peningkatan kadar fraksi Pi dan PNaOH. Konversi ke PNaHCO3-Pi terjadi setelah konversi ke PNaOH, namun mekanisme pertama lebih lemah dibandingkan mekanisme kedua (Hartono et al. 2006).
Secara umum, dinamika fraksi P tanah sawah yang diteliti pada ketiga IP disebabkan oleh keseimbangan antara Faktor Intensitas (IF) dengan Faktor Kapasitas (CF). Faktor kapasitas (CF) menunjukkan kemampuan fase padatan tanah untuk melepaskan ion hara yang berkurang kadarnya dalam larutan tanah (IF) karena diserap tanaman atau tercuci dan sebaliknya (Anwar dan Sudadi 2013). Perubahan fraksi P tanah sawah juga dipengaruhi oleh dinamika sifat kimia tanah sawah selama masa penggenangan.
Hubungan Fraksi Fosfor dengan Sifat Kimia Tanah
Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda, dari 5 sifat kimia tanah yang dievaluasi, yang berpengaruh paling nyata terhadap dinamika fraksi P pada IP 100% hanya kadar Corg terhadap Pi (Tabel 4, persamaan (2), r = -0,496, p = 0,036*). Semakin rendah kadar Corg maka semakin tinggi kadar fraksi Pi. Menurunnya kadar Corg menunjukkan terjadinya dekomposisi bahan organik yang juga melepaskan ion hara dalam bentuk organik termasuk P. Peningkatan kadar Po mendorong terjadinya mineralisasi Po menjadi Pi sehingga meningkatkan kadar Pi. Secara umum, dalam tanah terjadi mineralisasi dan imobilisasi P secara berkesinambungan (Anggria dan Kasno 2010) menurut reaksi:
Mineralisasi
Porganik Pinorganik (H2PO4- atau HPO42-) Imobilisasi
Tabel 4. Persamaan regresi linier hubungan antara fraksi P tanah (Y) dengan sifat kimia tanah (X) yang signifikan pada tanah sawah IP 100%, 200% dan 300% selama periode penggenangan 7 sampai 13 minggu
Y* X* r parsial p Persamaan* R2atau r p n
IP 100%
(1) PH2O+NaHCO3-Pi+NaHCO3-Po+NaOH-Pi+NaOH-Po+HCl-Pi Eh
Corg
(5) PH2O+NaHCO3-Pi+NaHCO3-Po+NaOH-Pi+NaOH-Po+HCl-Pi DHL Y(5) = 689,027 – 191,097 DHL 0,199 0,400 20
(6) PH2O+NaHCO3-Pi+NaOH-Pi+HCl-Pi pH Y(6) = -487,276 + 165,230 pH 0,219 0,354 20
(8) PNaHCO3-Po+NaOH-Po Corg
18
Kadar Corg, Feterlarut dan Eh secara simultan berpengaruh sangat nyata dan paling tinggi terhadap dinamika fraksi P pada IP 300%, yaitu terhadap fraksi Pi, (Tabel 4, persamaan (10), R2 = 0,723, p = 0,00**), Persamaan (10) Tabel 4 menunjukkan bahwa setiap penurunan 1 mV Eh dan 0,01 ppm Feterlarut serta peningkatan 0,01% Corg akan meningkatkan kadar fraksi Pi sejumlah 0,69+1,19+0,05 = 1,93 ppm. Peningkatan kadar Pi diantaranya berasal dari ameliorasi jerami (C/N tinggi). Ameliorasi jerami meningkatkan kebutuhan oksigen untuk proses dekomposisi dan menyebabkan kadar oksigen tanah lebih cepat berkurang sehingga proses reduksi lebih intensif dan semakin menurunkan nilai Eh.
Hubungan Sifat Kimia dan Fraksi P Tanah dengan IP dan KAL
Berdasarkan hasil analisis pengaruh IP dan kondisi penggenangan, yang berpengaruh sangat nyata dan paling tinggi terhadap dinamika sifat kimia dan fraksi P tanah sawah adalah dosis P2O5 dan jerami secara simultan yang merepresentasikan IP terhadap Eh (Tabel 5, persamaan (1), R2 = 0,66, p = 0,00**). Persamaan (1) Tabel 5 menunjukkan bahwa penurunan 1 kg/ha/musim dosis P2O5 dan peningkatan 100 kg/ha/musim jerami secara simultan akan menurunkan Eh sejumlah 1,62+1,6= 3,22 mV. Menurunnya Eh menunjukkan perubahan kondisi tanah menjadi semakin reduktif. Pada kondisi tersebut ketersediaan P meningkat akibat reduksi ferrifosfat menjadi ferrofosfat sehingga melepaskan 1 fosfat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa dosis P2O5 pada tanah sawah di lokasi penelitian sudah cukup, khususnya pada IP 100%, sedangkan dosis jerami dapat ditingkatkan untuk meningkatkan kadar P dan efisiensi pemupukan P.
Tabel 5, Persamaan regresi linier hubungan antara sifat kimia dan fraksi P tanah (Y) dengan dosis jerami dan pupuk P serta KAL (X) yang signifikan selama periode penggenangan 7 sampai 13 minggu
Y* X* r p Persamaan* R2 atau r p n**
19
Dosis P2O5 dan KAL secara simultan berpengaruh sangat nyata dan paling tinggi terhadap kadar fraksi Po (Tabel 5, persamaan (7), R2 = 0,456, p = 0,00**), Persamaan (7) Tabel 5 menunjukkan bahwa penurunan 1 kg/ha/musim dosis P2O5 dan 1% KAL akan menurunkan kadar fraksi Po sejumlah 2,6+3,6= 6,2 ppm. Pada tanah sawah penelitian, kadar Pi sudah cukup tinggi. Akibatnya, penambahan dosis pupuk P2O5 akan mendorong terjadinya proses imobilisasi oleh mikrob yang mengubah bentuk Pi menjadi Po. Setelah pupuk fosfat yang diaplikasikan larut, maka akan terjadi imobilisasi oleh mikrob secara cepat terhadap Pi (Bunemann et al. 2012). Penurunan KAL menunjukkan kondisi tanah yang lebih oksidatif sehingga semakin memicu aktivitas mikrob aerobik untuk melakukan imobilisasi Pi menjadi Po.
Hubungan Produksi dengan Dosis Amelioran dan Pupuk, KAL, Sifat Kimia serta Fraksi P Tanah
Dosis P2O5 berkorelasi negatif sangat nyata (r = -0,685, n = 58, p = 0,00**) dengan produksi. Persamaan regresi hubungan antara dosis P2O5 dengan produksi (Tabel 6) menunjukkan produksi akan meningkat 0,29 ton/ha/musim apabila dosis P2O5 diturunkan 10 kg/ha/musim. Keadaan tersebut menunjukkan kadar P di tanah sawah yang diteliti sudah cukup tinggi sehingga tanaman padi sawah kurang responsif terhadap pemupukan P. Aplikasi pupuk P selama bertahun-tahun mengakibatkan akumulasi fraksi Po maupun Pi dalam tanah (Schmidt et al. 1996). Tingginya kadar P dan K antara lain menyebabkan ketersediaan hara mikro seperti Zn dan Cu tertekan. Akibatnya terjadi ketidakseimbangan hara yang dapat mengakibatkan terjadinya pelandaian produktivitas (leveling off) padi sawah (Kasno dan Sofyan 2004).
Tabel 6. Persamaan regresi linier hubungan antara produksi (Y) dengan dosis jerami dan pupuk P, KAL, sifat kimia serta fraksi P tanah (X) yang signifikan selama periode penggenangan 7 sampai 13 minggu
Y* X* r P Persamaan* R2 atau r p n**
PH2O+NaHCO3-Po+NaOH-Po -0,269 0,041 58
* Produksi dalam ton/ha, fraksi P dan Feterlarut dalam ppm, DHL dS/m2; dosis P2O5 dan jerami
dalam kg/ha/musim, KAL dalam %; ** 2 data outliers dibuang
20
jerami ditingkatkan 100 kg/ha/musim. Penambahan jerami meningkatkan kadar hara makro dan mikro tanah, sehingga kekurangan hara menjadi tercukupi. Penambahan jerami menurunkan jumlah fosfat yang difiksasi oleh Fe dan Al sehingga P menjadi tersedia bagi tanaman (Barker dan Pilbeam 2007). KAL berkorelasi positif sangat nyata (r = 0,785, n = 58, p = 0,00**) dengan produksi. Peningkatan KAL menurunkan Eh. Pada Eh rendah, ketersediaan P, K, Fe, Mn dan Si akan meningkat (Ponnamperuma 1985).
Eh, Feterlarut dan DHL secara simultan berpengaruh sangat nyata terhadap produksi (Tabel 4, persamaan (4), R2 = 0,764, n = 58, p = 0,00**). Persamaan (4) Tabel 6 menunjukkan bahwa setiap penurunan 1 mV Eh dan 1 ppm Feterlarut serta peningkatan 2 dS/m2 DHL akan meningkatkan produksi sejumlah -0,06-0,04+1,97 = 1,92 ton/ha/musim tanam. Semakin tinggi DHL hingga batas mendekati 2 dS/m2 maka semakin subur tanah tersebut. Terjadi korelasi positif yang kuat antara kadar Ptersedia dengan DHL (Chaudhari & Abire 2013; Varas et al. 2011).
21
5
SIMPULAN
Simpulan
1. Eh, pH dan DHL serta Feterlarut, Corg, PNaHCO3-Po dan PNaOH-Po pada tanah sawah IP 100% cenderung menurun, sedangkan PH2O, PNaHCO3-Pi, PNaOH-Pi dan PHCl cenderung meningkat dengan peningkatan KAL akibat kondisi penggenangan pada periode 7 sampai 13 minggu.
2. Kecuali DHL, PNaOH-Pi dan PNaOH-Po, fraksi P dan sifat kimia lainnya pada tanah sawah IP 200% dan 300% menunjukkan tren perubahan yang selaras karena KAL keduanya relatifsama.
3. Dinamika fraksi P pada tanah sawah IP 100% dan 200% terutama dipengaruhi oleh Corganik, sedangkan pada IP 300% terutama oleh Eh.
4. Pemupukan P2O5 berkorelasi positif terhadap perubahan Eh dan negatif terhadap fraksi Porganik, Corganik dan produksi.
22
DAFTAR PUSTAKA
Anggria E, Kasno A. 2009. Pengaruh bahan organik terhadap mineralisasi fosfat pada tanah sawah dan lahan kering. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah. Anwar S, Sudadi U. 2013. Kimia Tanah. Bogor (ID): Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan IPB.
Arifin M. 2004. Dampak penambahan bahan amandemen di berbagai kelengasan tanah terhadap ketersediaan hara pada Vertisol. J. Penelitian Ilmu-ilmu Pertanian 4(1): 52-56.
Barber SA. 1995. Soil Nutrient Bioavailability, A Mechanistic Approach. New York (US): John Wiley and Sons. 2nd Ed.
Barker AV, Pilbeam DJ. 2007. Handbook of Plant Nutrition. New York (US): CRC Press. 612 p,
Bunemann EK, Oberson A, Liebisch F, Keller F, Annaheim KE, Huguenin-Elle O, Frossard F. 2012. Rapid microbial phosphorus immobilization dominates gross phosphorus fluxes in a grassland soil with low inorganic phosphorus availability. Soil Biol Biochem 51: 84-95.
Chaudhari PR, Abire DV. 2013. Electrical conductivity and dielectric constant as indication of available total macro and micro nutrients in the soil. Intern J Physics Math Sci 3(1):13-17.
Chong YQ, Yang LZ, Cao ZH, Yin SH. 2009. Chronosequential changes of selected pedogenic properties in paddy soils as compared with non-paddy soils. Geoderma 151:31-41.
Cyio MB. 2008. Efektifitas bahan organik dan tinggi genangan terhadap perubahan Eh, pH dan status Fe, P, Al terlarut pada tanah Ultisol. Agroland 15(4):257-269.
Duane T, Gardiner S, James S. 2012. Wet soil redox chemistry as affected by organic matter and nitrate. Am J Clim Change. 1:205-209.
Ethan S. 2015. Effect of flooding on chemistry of paddy soils. J Inovat Sci Eng Techno. 2:413-420.
Fahmi A, Radjagukguk B, Purwanto BH. 2009. Kelarutan fosfat dan ferro pada tanah sulfat masam yang diberi jerami padi. J Tanah Trop 14(2):119-125. Fan MS, Liang RF, Zhang ES, Lu SH, Liu XJ. 2008. Nutrient management strategy
of paddy rice-upland crop rotation system. Chinese J Appl Ecol 19(2): 421-432.
Gaol MDL, Supriadi MS, Sambiring M. 2013, Survey dan pemetaan status fosfat lahan sawah pada daerah irigasi Bahal Gajah/Tiga Bolon, Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun. Agroekoteknologi 1(4):1226-1234. Ghazali RU, Abidjulu J, Audy DW. 2014. Uji Metode Olsen dan Bray dalam
Menganalisis Kandungan Fosfat Tersedia pada Tanah Sawah di Desa Konarom Barat, Kecamatan Dumogo Utara. Vol 2. Bogor (ID): Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
23
Hartatik W, Sulaeman, Kasno A. 2007. Perubahan Sifat Kimia dan Ameliorasi Sawah Bukaan Baru. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.
Havlin JL, Beaton JD, Tisdale SL, Nelson WL. 1999. Soil Fertility and Fertilizer, An Introduction to Nutrient Management. New Jersey (US): Practice Hall. Hartono A, Funakawa S, Kosaki T. 2006. Transformation of added phosphorus to
acid upland soil with different soil properties in Indonesia. Soil Sci Plant Nutr 52:734-744.
Hedley MJ, Stewart JWB, Chauhan BS. 1982. Changes in inorganic and organic soil P fractions induced by cultivation practices and by laboratory incubations. Soil Sci Soc Am J 46: 970-976.
Idris OAA, Ahmed S. 2012. Phosphorus sorption capacity as a guide for phosphorus availability of selected Sudanese soil series. African Crop Sci 20:59-65. Irenpour M, Iakzian A, Khorasami R. 2014. Effects of cadmium and organic matter
on soil pH, electrical conductivity and their roles in cadnium availability in soil. JMEAST 18: 643-646.
Kasno A, Sofyan A. 2004. Status hara tanah sawah untuk rekomendasi pemupukan, Di dalam: Adimihardja A, Agus F, Fagi AM, Hardjowigeno S, Hartatik W (Eds.), Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Volume 3. Bogor (ID): Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Khalid RA, Patrick WH, Delaune RD. 1977. Phosphorus status and utilization in the rhizosphere of rice. Soil Sci Soc Am J 41:305-310.
Kirk GJD. 2004. The Biogeochemistry of Submerged Soils. Chicester, England (GB): John Wiley and Sons.
Marschner H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. 2nd ed. London (GB): Academic Press.
Maulana M. 2004. Peranan luas lahan, intensitas pertanaman dan produktivitas sebagai sumber pertumbuhan padi sawah di Indonesia 1980-2001. J Agro Ekonomi 22(1): 74-95.
Michel V, Harm VM, Kees W, Herman JP. 2004. Automated and continuous redox potential measurements in soil. J Environ Qual 33:1562-1567.
Mattingly GEG. 1975. Labile phosphorus in soil. Soil Sci 119: 369-375.
Narteh LT, Sahrawat KL. 1999. Influence of flooding on electrochemical and chemical properties of West African soils. Geoderma 87:178-2007.
Nayak P, Patel D, Ramakrishnan B, Mishra AK, Samantaray RN. 2009. Long-term aplication effects of chemical fertilizer and compost on soil organic carbon under intensive rice-rice cultivation. Nutr Cycl Agroecosyst 83:259-269. Olsen SR, Sommers LE. 1982. Phosphate InMethods of Soil Analyses, Part 2, 2nd
ed. Agron Monogr 9, Eds Page AL, Miller RH, Keeney DR. Madison (US): ASA and SSSA.
Pampolino MF, Laureles EV, Gines HC, Buresh RJ. 2008. Soil carbon and nitrogen changes in long-term continuous lowland rice cropping. Soil Sci Soc Am J 2: 798-807.
Pampolino MF, Tianco EM, Loy T. 1967. Redox equilibria in flooded soils: The iron hydroxide systems. Soil Sci 103: 374-382.
24
Ponnamperuma FN. 1965. Dynamic aspects of flooded soils and the nutrition of the rice plant, In The Mineral Nutrition of the Rice Plant. Maryland (US): John Hopkins Press; p. 295-328,
Ponnamperuma FN. 1969. Experimental study of the influence of the partial pressure of carbon dioxide on the pH values of aqueous carbonates systems. Soil Sci 33: 239-241.
Ponnamperuma FN. 1972. The chemistry of submerged soils, InSoil and Rice. Los Banos (PH): International Rice Research Institute; p. 51-55.
Ponnamperuma FN. 1985. Chemical kinetics of wetland rice soil relative to soil fertility, In Wetland Soils, Characterization, Classification and Utilization. Los Banos, Manila (PH): International Rice Research Institute.
Roy AC, De Datta SK. 1985. Phosphorus sorption isotherms for evaluating phosphorus requirement of wetland rice soils. Plant Soil 86: 185-196.
Sahrawat KL. 2004. Ammonium production in submarged soil and sediments: The role of reducible iron. Soil Sci Plant Nutr 35:399-411.
Sahrawat KL. 2012. Soil fertility in flooded and non-flooded irrigated rice system. Achives of Agronomy and Soils Science 58(1):423-436. International Crop Research Institute for Semi-arid Tropics.
Sahrawat KL, Bhattacharya T, Wani SP, Chandran P, Ray SK, Pal DK, Padmaja KV. 2005. Long-term lowland rice and arable cropping effects on carbon and nitrogen status of some semi-arid tropical soils. Curent Sci 89:2159-2163. Schmidt JP, Buol SW, Kamprath EJ. 1996. Soil phosphorus dynamics during
seventeen years of continuous cultivation: Fractionation analyses. Soil Sci Soc Am J 60: 1168-1172.
Setyorini D, Abdulrachman S. 2009. Pengelolaan hara mineral tanaman padi, Dalam: Suyamto IN, Widiarta, Satoto (Eds.), Padi, Inovasi Teknologi dan Ketahanan Pangan, Buku I, Sukamandi (ID): Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi.
Singh Y, Singh B, Ladha JK, Khind CS, Khera TS, Bueno CS. 2004. Effects of residue decomposition on productivity and soil fertility in rice-wheat rotation. Soil Sci Am J 48(3): 854-864.
Situmorang R, Sudadi U. 2001. Bahan Kuliah Tanah Sawah. Bogor (ID): Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB.
Suhastyo AA, Anas I, Santoso DA, Lestari Y. 2013. Studi mikrobiologi dan sifat kimia mikroorganisme lokal (MOL) yang digunakan pada budidaya padi metode SRI (System of Rice Intensification). Sainteks X(2):29-39.
Tan KH. 2010. Dasar-DasarKimia Tanah. Terjemahan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Press.
Tiessen H, Steward JWB, Bettany JR. 1982. Cultivation effect on the amounts and concentration of carbon, nitrogen and phosphorus in grassland soils. Agron J 74: 831-835.
Tiessen H, Moir JO. 2008. Characterization of available P by sequential extraction, In: Carter MR, Gregorich EG (Eds.), Soil Sampling and Methods of Analysis. Boca Raton (US): CRC Press. p. 293-306.
25
Willett LR. 1989. Causes and prediction of changes in extractable phosphorus during flooding. Aust J Soil Res27: 45-54.
William JDH, Walker TW. 1969. Fractionation of phosphate in a maturity sequence of New Zealand basaltic soil profiles. Soil Sci 107: 22-30.
Yoshida S. 1981. Fundamentals of Rice Crop. Manila (PH): International Rice Research Institute.
27
Lampiran 1 Hasil analisis pendahuluan tanah sawah di lokasi penelitian
IP (%) pH (H2O)
Lampiran 2 Dosis pemupukan dan ameliorasi tanah sawah di lokasi penelitian
IP
28
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Raha Provinsi Sulawesi Tenggara pada tanggal 11 april 1989 dari ayah yang bernama Laode Reafiudin R dan ibu yang bernama Waode Malusia, Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 4 Kendari dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Hasanudin pada jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Hasanudin (UNHAS), Penulis lulus program sarjana tahun 2012, Tahun 2013 penulis mendapatkan beasiswa pendidikan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI), Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi untuk calon dosen melalui Beasiswa Pascasarjana Pendidikan Dalam Negeri (BPPDN) dan diterima di program studi Ilmu Tanah pada sekolah Pascasarjana IPB, Paper
pertama dari penelitian ini yang berjudul “Dinamika Fraksi Fosfor dan Sifat Kimia