• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Hidup Lansia dengan Penyakit Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kualitas Hidup Lansia dengan Penyakit Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

Kualitas Hidup Lansia dengan Penyakit Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

Aini Diana

(2)

Judul : Kualitas Hidup Lansia dengan Penyakit Kronis di Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan

Peneliti : Aini Diana

Nim : 041101001

Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan Tahun Akademik : 2008/2009

Pembimbing Penguji

... ... ( Penguji I ) Iwan Rusdi, S.Kp,. MNS. Iwan Rusdi, S.Kp,. MNS.

NIP. 132 258 272

... ( Penguji II ) Evi Karota Bukit, S.Kp,. MNS.

NIP.

... ( Penguji III ) Jenny M. Purba, S.Kp, MNS.

NIP.

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara telah menyetujui Skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan untuk kelulusan Sarjana Keperawatan.

... ... Erniyati, S.Kp., MNS Prof. Dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp. A (K)

NIP. 132 238 510 NIP. 140 105 363

(3)

Judul : Kualitas Hidup Lansia dengan Penyakit Kronis di RSUP. H. Adam Malik Medan.

Peneliti : Aini Diana

Nim : 041101001

Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan Tahun Akademik : 2008/2009

ABSTRAK

Masalah penyakit kronis sangat mempengaruhi lansia sepanjang hidupnya. Terdapat banyak perubahan pada lansia yang menderita penyakit kronis yaitu perubahan fisik, dan mental yang mempengaruhi kualitas hidup lansia yang dilihat dari delapan subvariabel yang meliputi fungsi fisik, keterbatasan fisik, nyeri tubuh, kesehatan secara umum, vitalitas, fungsi sosial, keterbatasan emosional dan kesehatan mental.Dalam penelitian ini, desain penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas hidup lansia dengan penyakit kronis di RSUP. H. Adam Malik Medan. Jumlah sampel sebanyak 54 responden dengan menggunakan teknik convinience sampling. Wawancara terpimpin dilakukan berdasarkan instrumen; data demografi dan kuesioner kualitas hidup yang diadopsi dari SF-36 Health Survey.

Dari data demografi, mayoritas responden berusia antara 60-69 tahun (64.8%). Responden pria lebih banyak dari wanita. Mayoritas responden beragama Islam dan bersuku Jawa. Sebagian besar berpendidikan SMU, dan pekerjaan Wiraswata. Penghasilan keluarga Rp.700.00 – 1.000.000, kebanyakan responden menderita penyakit DM, lama menderita penyakit satu sampai tiga tahun. Terapi yang pernah dijalani responden paling sering dengan minum obat, dan lama terapi tersebut lebih dari satu tahun. Rentang kualitas hidup dari delapan subvariabel adalah 0 – 100. Dari hasil penelitian ini mean kualitas hidup untuk fungsi fisik = 47.21, keterbatasan fisik = 36.11, nyeri tubuh = 50.69, kesehatan secara umum = 31.77, vitalitas = 47.39, fungsi sosial = 50.28, keterbatasan emosional = 74.69, dan kesehatan mental = 63.11. Kesimpulan dari penelitian ini adalah. Keterbatasan emosional merupakan subvariabel dengan mean tertinggi, terutama didukung oleh apakah lansia mengalami beberapa masalah emosi seperti merasa sedih/tertekan (90.7%) mengatakan tidak. Sedangkan kesehatah secara umum merupakan mean terendah terutama didukung oleh apakah lansia mudah menderita sakit dan apakah kesehatan lansia semakin memburuk, (35.2%) mengatakan benar.

Saran untuk penelitian selanjutnya diharapkan penelitian ini dapat dilanjutkan terutama kualitas hidup lansia dengan penyakit kronis yang lebih spesifik.

(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kualitas Hidup Lansia dengan Penyakit Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan”.

Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Iwan Rusdi, S.Kp, MNS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak menyediakan waktu, masukan dan saran yang berharga dalam penyusunan skripsi ini.

Terima kasih juga diucapkan kepada Bapak Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD-KEGH selaku Dekan Fakultas Kedokteran, Bapak Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K) selaku Pembantu Dekan I, serta kepada Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Achmad Fathi, S. Kep, Ns dan Ibu Anna Kasfi, S. Kep, Ns selaku Penasehat Akademik, Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku dosen penguji II dan Ibu Jenny M. Purba S.Kp, MNS selaku dosen penguji III skripsi, yang senantiasa meluangkan waktu, masukan dan saran yang berharga bagi saya dalam penulisan skripsi ini dan juga kepada seluruh staf pengajar beserta staf administrasi di Program Studi Ilmu Keperawatan.

(5)

5 iv

Terima kasih yang tak terhingga diucapkan kepada keluarga saya Ayahanda Rumsyah dan Ibunda Zulaiha yang telah memberikan kasih sayang, semangat, do’a dan selalu memberikan motivasi kepada saya. Juga untuk Kakanda Ilmina , Abangda Hamdan, Adik-adiku Rudi, Efi, Keponakanku tersayang Fahri, dan Arkan. Serta seluruh keluarga besar Sadin yang telah memberikan dukungan moril maupun material kepada saya. Dan penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-temanku, Nina, Evi, Juli, Kiki, Eka, Endang Mifta, Chinta, Jawad, Sherly, Lisbet, Mika, Amri, Kak Nita, Kak Rahmi dan adik-adikku Melan, Adek, Elis, Sari, Iwan dan juga yang lainnya yang tidak bisa disebutkan namanya satu-persatu yang telah memberikan semangat dan dukunganya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Terkhusus untuk Bang Walidan Firnanda dan anak Kos 33, Kak Lela, De’Qora, Nuri, Grace, Nini, Lia, Sarah, yang telah memberikan dukungan dan semangatnya dalam menyelesaikan skrisi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sehingga skripsi ini menjadi lebih baik bagi perkembangan ilmu pengetahuan keperawatan.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat memberikan informasi di dunia kesehatan terutama keperawatan.

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Persetujuan……….. i

Abstrak ………. ii

Ucapan Terima Kasih ……….. iii

Daftar Isi ……….. iv

Daftar Skema……… v

Daftar Tabel ………. vi

BAB 1 : PENDAHULUAN ………. 1

1. Latar Belakang ……… 1

2. Tujuan Penelitian ……….. 3

3. Pertanyaan Penelitian ……….. 4

4. Manfaat Penelitian ……….. BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA ……… 5

1. Lansia ……….. 6

1.1. Defenisi Lansia ………. 6

1.2. Batasan-batasan Penelitian ……….. 6

1.3. Teori-teori Penuaan ……….. 7

1.4. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia ……… 10

1.5. Masalah Kesehatan Lansia ……… 13

1.6. Status Kesehatan Pada Lansia Indonesia……… 14

(7)

vi

2. Kualitas Hidup………. 16

2.1. Defenisi Kualitas Hidup ……….. 16

2.2. Komponen Kualitas Hidup ……….. 17

3. Penyakit Kronis ……….. 23

3.1. Defenisi Penyakit Kronis ………. 23

3.2. Kategori Penyakit Kronis ………. 24

3.3. Implikasi Penyakit Kronis ……… 25

3.4. Fase-fase Penyakit Kronis ……… 27

BAB 3 : KERANGKA PENELITIAN………. 29

1. Kerangka Konseptual ……….. 29

2. Defenisi Konseptual ……… 29

3. Defenisi Operasional ……… 30

BAB 4 : METODOLOGI PENELITIAN………. 32

1. Desain Penelitian ………. 32

2. Populasi dan Sampel Penelitian……… 32

3. Lokasi dan Waktu Penelitian……… 33

4. Pertimbangan Etik ……….. 33

5. Instrumen Penelitian ……… 34

6. Uji Validitas ………. 35

7. Uji Reabilitas ……….. 35

8. Pengumpulan Data……… 36

9. Analisa Data ……… 37

(8)

vi i

1.1. Data demografi responden ……….. 39

1.2. Kualitas Hidup Lansia dengan penyakit kronis……… 42

2. Pembahasan ……… 50

2.1. Fungsi fisik ……….. 50

2.2. Keterbatasan fisik………. 51

2.3. Nyeri tubuh ……….. 51

2.4. Kesehatan secara umum ……….. 52

2.5. Vitalitas ……… 53

2.6. Fungsi sosial………. 53

2.7. Keterbatasan emosional ……….. 54

2.8. Kesehatan mental ……… 55

BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……… 57

1. Kesimpulan ……….. 57

2. Rekomendasi ……… 58 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN : 1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden 2. Kuesioner Data Penelitian

(9)

9

DAFTAR SKEMA

Skema Halaman

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Distribusi frekuensi dan persentasi berdasarkan

data demografi………. 41 2. Mean dan Standar deviasi 8 subvariabel……….. 41 3. Distribusi frekuensi dan persentasi responden berdasarkan

Fungsi fisik ………. ……….. 44 4. Distribusi frekuensi dan persentasi responden berdasarkan

Keterbatasan fisik...……… 45 5. Distribusi frekuensi dan persentasi responden berdasarkan

Nyeri tubuh……….……….. 45 6. Distribusi frekuensi dan persentasi responden berdasarkan

Kesehatan secara umum………….……….. . 46 7. Distribusi frekuensi dan persentasi responden berdasarkan

Vitalitas...……….. 47 8. Distribusi frekuensi dan persentasi responden berdasarkan

Fungsi sosial………... 48 9. Distribusi frekuensi dan persentasi responden berdasarkan

Keterbatasan emosional………... 49 10. Distribusi frekuensi dan persentasi responden berdasarkan

(11)

Judul : Kualitas Hidup Lansia dengan Penyakit Kronis di RSUP. H. Adam Malik Medan.

Peneliti : Aini Diana

Nim : 041101001

Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan Tahun Akademik : 2008/2009

ABSTRAK

Masalah penyakit kronis sangat mempengaruhi lansia sepanjang hidupnya. Terdapat banyak perubahan pada lansia yang menderita penyakit kronis yaitu perubahan fisik, dan mental yang mempengaruhi kualitas hidup lansia yang dilihat dari delapan subvariabel yang meliputi fungsi fisik, keterbatasan fisik, nyeri tubuh, kesehatan secara umum, vitalitas, fungsi sosial, keterbatasan emosional dan kesehatan mental.Dalam penelitian ini, desain penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas hidup lansia dengan penyakit kronis di RSUP. H. Adam Malik Medan. Jumlah sampel sebanyak 54 responden dengan menggunakan teknik convinience sampling. Wawancara terpimpin dilakukan berdasarkan instrumen; data demografi dan kuesioner kualitas hidup yang diadopsi dari SF-36 Health Survey.

Dari data demografi, mayoritas responden berusia antara 60-69 tahun (64.8%). Responden pria lebih banyak dari wanita. Mayoritas responden beragama Islam dan bersuku Jawa. Sebagian besar berpendidikan SMU, dan pekerjaan Wiraswata. Penghasilan keluarga Rp.700.00 – 1.000.000, kebanyakan responden menderita penyakit DM, lama menderita penyakit satu sampai tiga tahun. Terapi yang pernah dijalani responden paling sering dengan minum obat, dan lama terapi tersebut lebih dari satu tahun. Rentang kualitas hidup dari delapan subvariabel adalah 0 – 100. Dari hasil penelitian ini mean kualitas hidup untuk fungsi fisik = 47.21, keterbatasan fisik = 36.11, nyeri tubuh = 50.69, kesehatan secara umum = 31.77, vitalitas = 47.39, fungsi sosial = 50.28, keterbatasan emosional = 74.69, dan kesehatan mental = 63.11. Kesimpulan dari penelitian ini adalah. Keterbatasan emosional merupakan subvariabel dengan mean tertinggi, terutama didukung oleh apakah lansia mengalami beberapa masalah emosi seperti merasa sedih/tertekan (90.7%) mengatakan tidak. Sedangkan kesehatah secara umum merupakan mean terendah terutama didukung oleh apakah lansia mudah menderita sakit dan apakah kesehatan lansia semakin memburuk, (35.2%) mengatakan benar.

Saran untuk penelitian selanjutnya diharapkan penelitian ini dapat dilanjutkan terutama kualitas hidup lansia dengan penyakit kronis yang lebih spesifik.

(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Lansia atau usia tua adalah suatu periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat (Hurlock, 1999). Kemampuan tubuh untuk beregenerasi menghasilkan dan memperbaiki sel akan menurun bahkan akan ada pada masa di mana tubuh sama sekali hilang kemampuannya untuk melakukan hal tersebut (Mobbs, 2001). Menurut Depkes (2008), secara alamiah, proses penuaan mengakibatkan kemunduran kemampuan fisik dan mental. Umumnya, lebih banyak gangguan organ tubuh yang di keluhkan oleh lansia dan penyakit kronis.

(13)

Dari hasil studi tentang kondisi sosial ekonomi & kesehatan lanjut usia yang dilaksanakan komnas lansia, di ketahui bahwa penyakit kronis terbanyak yang diderita lansia adalah penyakit sendi (52,3%), hipertensi (38,8%), dan katarak (23%). Penyakit-penyakit tersebut merupakan penyakit utama pada lansia (Depkes, 2008). Dari data tersebut diketahui bahwa penyakit kronis merupakan jenis penyakit yang banyak diderita lansia. Di Indonesia kurang lebih sekitar 70% lanjut usia menderita penyakit kronis (Wibowo, 2008).

Masalah-masalah penyakit kronis mempengaruhi lansia sepanjang hidupnya, banyak lansia menderita lebih dari satu penyakit kronis. Terdapat banyak perubahan pada lansia yang menderita penyakit kronis yaitu perubahan fisik, mental, psikososial, dan perkembangan spiritual. Perubahan yang terjadi memiliki dampak yang mencakup semakin tingginya tingkat ketergantungan, masalah kesehatan dan lain-lain (Hamid, 2001). Sedangkan menurut Anderson (2002) ada tiga ketakutan terbesar yang dialami oleh seseorang yang menderita penyakit kronis, yaitu ketidakmampuan membayar biaya perawatan karena lamanya perawatan dan pengobatan di rumah sakit, hilangnya kebebasan, merasa menjadi beban bagi keluarganya, yang akan mempengaruhi kesejahteraaan hidup lansia.

(14)

Keating dan Wetle (2008), dalam penelitiannya menyatakan bahwa penyakit kronis yang diderita sangat mempengaruhi kualitas hidup lansia. Hal ini dikarenakan lansia akan kehilangan kemampuannya secara mandiri. Lansia dengan penyakit kronis sangat bergantung dengan orang lain dan membutuhkan perhatian. Menurut McDowell dan Newell (1996), penyakit kronis akan mempengaruhi kesehatan fisik dan mental lansia. Gangguan kesehatan fisik yang dialami lansia meliputi fungsi tubuh secara fisik dan fisiologis, nyeri dan kesehatan umum. Dari segi kesehatan mental, penyakit kronis menimbulkan gangguan dalam hal vitalitas hidup, fungsi sosial, keadaan emosional, dan kesehatan mental secara umum.

Berdasarkan keterangan diatas tidak dapat dipungkiri penyakit kronis akan memberi pengaruh yang besar terhadap kualitas kehidupan lansia. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang kualitas hidup lansia dengan penyakit kronis di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan.

2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi ganbaran kualitas hidup lansia dengan penyakit kronis di RSUP H. Adam Malik Medan.

3. Pertanyaan Penelitian

(15)

4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini nantinya di harapkan bermanfaat bagi: 4.1 Penelitian Keperawatan

Dapat memberikan pengetahuan yang berharga bagi peneliti, sehingga dapat menerapkan data/ informasi yang diperoleh untuk penelitian yang akan datang mengenai gambaran kualitas hidup lansia dengan penyakit kronis di RSUP. H. Adam Malik Medan.

4.2 Praktek keperawatan

Hasil Penelitian ini dapat di jadikan sebagai imformasi kesehatan yang mendukung dalam pembuatan intervensi yang tepat dalam memberikan asuhan keperawatan pada lansia dengan penyakit kronis di RSUP H. Adam Malik Medan.

4.3 Pendidikan Keperawatan

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 1. Lansia

1.1. Defenisi Lansia 1.2. Batasan-batasan lansia 1.3. Teori-teori Penuaan

1.3.1. Teori Biologis

1.3.2. Teori Kejiwaan Sosial

1.4. Perubahan-perubahan yang Terjadi Pada Lansia 1.5. Masalah Kesehatan Lansia

1.6. Status Kesehatan pada Lansia Indonesia 1.7. Sifat-sifat Penyakit pada Lansia

1.7.1. Etiologi 1.7.2. Diagnosis

1.7.3. Perjalanan Penyakit 2. Kualitas Hidup

2.1. Defenisi Kualitas Hidup 2.2. Komponen Kualitas Hidup 3. Penyakit Kronis

(17)

1. Lansia

1.1 Defenisi lansia

Lansia atau usia tua adalah suatu periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat (Hurlock, 1999).

1.2 Batasan - batasan lansia

Batasan lansia menurut WHO meliputi usia pertengahan (Middle age) antara 45 - 59 tahun, usia lanjut (Elderly) antara 60 - 74 tahun, dan usia lanjut tua (Old) antara 75 – 90 tahun, serta usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Nugroho, 2000).

Menurut Depkes RI batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu pertengahan umur usia lanjut/ virilitas yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45 – 54 tahun, usia lanjut dini/ prasenium yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut antara 55 – 64 tahun, kelompok usia lanjut/ senium usia 65 tahun keatas dan usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau cacat (Mutiara, 1996).

(18)

1.3 Teori-teori penuaan

Terdapat banyak teori tentang penuaan yaitu teori biologis dan teori kejiwaan sosial. Teori-teori biologis terdiri dari teori sintesis protein, teori keracunan oksigen, teori sistem imun, teori radikal bebas, teori rantai silang, teori reaksi dari kekebalan sendiri dan lain-lain. Teori-teori kejiwaan sosial terdiri dari teori pengunduran diri, teori aktivitas, teori subkultur, dan teori kepribadian berlanjut.

1.3.1. Teori Biologis

(19)

Teori sintesis protein. Teori sintesis protein menyatakan bahwa proses penuaan terjadi ketika protein tubuh terutama kolagen dan elastin menjadi kurang fleksibel dan kurang elastis. Observasi dapat dilakukan pada jaringan seperti kulit dan kartilago, hal ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan tersebut. Pada lansia, beberapa protein terutama kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit dibuat oleh tubuh dengan struktur yang berbeda dengan protein tubuh orang yang lebih muda. Banyak kolagen pada kartilago dan elstin pada kulit yang kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal, seiring dengan bertambahnya usia, perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitasnya akan cenderung berkerut (Tortora & Anaqnostakos (1990) dalam Watson, 2003).

(20)

Teori sistem imun. Teori ini mengemukakan kemampuan sistem imun mengalami kemunduran, walaupun demikian kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari sistem limfatik dan khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang berdistribusi dalam proses penuaan. Hal ini dimanifestasikan dengan meningkatnya infeksi autoimun dan kanker (Watson, 2003).

Teori radikal bebas. Nugroho (2000) menyatakan bahwa dalam teori terjadi ketidakstabilan radikal bebas sehingga oksidasi bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak mampu lagi beregenerasi.

1.3.2. Teori Kejiwaan Sosial

Teori pengunduran diri. Teori ini menyatakan bahwa saat lanjut usia terjadi pengunduran diri yang mengakibatkan penurunan interaksi antara lanjut usia dengan lingkungan sosialnya (Cummins and Henry (1961) dalam Suriadi, 1999).

Teori kegiatan. Teori ini menyatakan bahwa pada saat seseorang menginjak usia lanjut, maka mereka tetap mempunyai kebutuhan dan keinginan yang sama seperti pada masa-masa sebelumnya. Mereka tidak ingin mengundurkan diri dari lingkungan sosialnya. Lansia yang aktif melaksanakan peranan-peranannya di masyarakat akan mencapai usia lanjut yang optimal.

(21)

Perubahan-perubahan tersebut akan berdampak terhadap sistem muskuloskeletal yang merupakan komponen struktur yang utama, dimana sistem ini mengalami perubahan dalam muskulature yaitu otot yang mengecil serta progresif (atrofi) dan tulang kehilangan kalsium secara progresif (dekalsifikasi) (Tortora & Anaqnostakos (1990) dalam Watson, 2003). Perubahan yang lambat akan membuat tulang pada lansia lebih mudah fraktur karena penurunan elastisitas sendi yang disebabkan oleh adanya perubahan dalam sintesis kolagen yang cenderung mengalami kerusakan (Watson, 2003).

1.4. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia

Adapun beberapa faktor yang dihadapi lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah perubahan kondisi fisik, perubahan fungsi dan potensi seksual, perubahan aspek psikososial, perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan, dan perubahan peran sosial di masyarakat.

Perubahan Kondisi Fisik

(22)

Perubahan Fungsi dan Potensi Seksual

Perubahan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti gangguan jantung, gangguan metabolisme, vaginitis, baru selesai operasi (prostatektomi), kekurangan gizi (karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang), penggunaan obat-obatan tertentu (antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer), dan faktor psikologis yang menyertai lansia seperti rasa malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia, sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya, kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya, pasangan hidup telah meninggal dunia, dan disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun, dan sebagainya.

Perubahan Aspek Psikososial

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan fungsi psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian, dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.

(23)

lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan lima tipe kepribadian lansia adalah sebagai berikut:

a. Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction Personality), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang, dan mantap sampai sangat tua.

b. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent Personality), pada tipe ini biasanya ada kecenderungan mengalami Post Power Syndrome. Apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.

c. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent Personality), pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga. Apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana. Apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.

d. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility Personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi berantakan.

(24)

Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan

Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya karena pensiun sering diartikan kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status, dan harga diri.

Perubahan dalam peran sosial di masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatanm gerak fisik, dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur, dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil (Kuntjoro, 2002).

1.5. Masalah kesehatan pada lansia

(25)

dan atau buang air besar), Intellectual impairment (gangguan intelektual/ dementia), Infection (infeksi), Impairment of vision and hearing, taste, smell, communication, convalescence, skin integrity (gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit), Impaction (sulit buang air besar),

Isolation (depresi), Inanition (kurang gizi), Impecunity (tidak punya uang),

Iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-obatan), Insomnia (gangguan tidur), Immune deficiency (daya tahan tubuh yang menurun), dan Impotence

(impotensi).

1.6 Status Kesehatan pada Lansia Indonesia

Membicarakan mengenai status kesehatan para lansia, penyakit atau keluhan yang umum diderita adalah penyakit rematik, hipertensi, penyakit jantung, penyakit paru-paru (bronkitis/ dispnea), diabetes mellitus, jatuh, paralisis/ lumpuh separuh badan, TBC paru, patah tulang dan kanker. Lebih banyak wanita yang menderita/ mengeluhkan penyakit-penyakit tersebut daripada kaum pria, kecuali untuk bronkitis (pengaruh rokok pada pria).

1.7 Sifat-sifat Penyakit pada Lansia

(26)

1.7.1. Etiologi

Sebab penyakit pada lansia ini pada umumnya lebih bersifat endogen daripada eksogen. Hal ini umpamanya disebabkan karena menurunnya fungsi berbagai alat tubuh karena proses menjadi tua. Sel-sel parenkim banyak diganti dengan sel-sel penyangga (jaringan fibrotik), produksi hormon yang menurun, produksi enzim menurun dan sebagainya.

Dalam rangka ini juga produksi zat-zat untuk daya tahan tubuh seorang tua akan mundur. Maka dari itu faktor penyebab infeksi (eksogen) akan lebih mudah hinggap. Di negara-negara maju karena faktor infeksi ini secara keseluruhan telah jarang ditemui, penyakit infeksi pada penderita lansia pun juga jarang sekali dijumpai. Di negara-negara berkembang justru masih banyak penyakit infeksi pada golongan anak-anak dan lansia.

Selain itu, etiologi penyakit pada lansia ini seringkali tersembunyi, sehingga perlu dicari secara sadar dan aktif. Seringkali untuk menegakkan diagnosis kita memerlukan mengobservasi penderita agak lama sambil mengamati dengan cermat tanda-tanda dan gejala-gejala penyakitnya, yang juga seringkali tidak nyata.

Seringkali sebab penyakit tadi bersifat ganda (multiple) dan kumulatif, terlepas satu sama lain ataupun saling mempengaruhi timbulnya. Dapat diharapkan bahwa di negara berkembang patologi multipel ini lebih menonjol lagi, karena pengaruh faktor endogen dan eksogen secara bersama-sama. 1.7.2. Diagnosis

(27)

keluhan-keluhannya pun tidak khas dan tidak jelas, dan tidak jarang asimtomatik. Sebagai contoh, pada appendicitis acuta pada lansia seringkali tidak disertai nyeri pada titik Mc Burney yang khas, tetapi hanya dengan tanda-tanda perut kembung ataupun diare.

1.7.3. Perjalanan Penyakit

Pada umumnya perjalanan penyakit lansia ini adalah kronik (menahun), diselingi dengan eksaserbasi akut. Selain itu, penyakitnya bersifat progresif dan sering menyebabkan kecacatan lama sebelum akhirnya penderita meninggal dunia.

2. Kualitas hidup.

2.1. Defenisi kualitas hidup.

Kualitas hidup mendeskripsikan istilah yang merujuk pada emosional, sosial dan kesejahteraan fisik seseorang, juga kemampuan mereka untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari (Donald, 2001).

Kualitas hidup merupakan persepsi individu dari posisi laki-laki/wanita dalam hidup ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana laki-laki/wanita itu tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini merupakan konsep tingkatan, terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik seseorang, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial, dan hubungan mereka kepada karakteristik lingkungan mereka (WHO, 1994).

(28)

komponen yaitu pengalaman, kepuasan dan kepemilikan atau pencapaian beberapa karakteristik dan kemungkinan-kemungkinan tersebut merupakan hasil dari kesempatan dan keterbatasan setiap orang dalam hidupnya dan merefleksikan interaksi faktor personal lingkungan (Chang, Viktor, & Weissman, 2004).

Menurut Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto, kualitas hidup adalah tingkat dimana seseorang menikmati hal-hal penting yang mungkin terjadi dalam hidupnya. Masing-masing orang memiliki kesempatan dan keterbatasan dalam hidupnya yang merefleksikan interaksinya dan lingkungan. Sedangkan kenikmatan itu sendiri terdiri dari dua komponen yaitu pengalaman dari kepuasan dan kepemilikan atau prestasi (Universitas Toronto, 2004).

2.2. Komponen kualitas hidup

Menurut Trobojevic (1998) kualitas hidup di kembangkan untuk memberikan suatu pengukuran komponen dan determinan kesehatan dan kesejahteraan. Pengukuran kualitas hidup ini penting berhubungan dengan prioritas kesehatan sepanjang atau semasa hidup yang tidak hanya membutuhkan pengobatan tetapi juga kualitas dari kelangsungan hidup.

(29)

1. fungsi fisik terdiri dari beberapa pernyataan yaitu aktifitas yang memerlukan energi, aktivitas yang ringan, mengangkat dan membawa barang yang ringan, menaiki beberapa anak tangga, menaiki satu anak tangga, membungkuk, berjalan beberapa gang, berjalan satu gang dan mandi atau memakai baju sendiri.

2. Keterbatasan peran fisik terdiri dari pernyataan penggunaan waktu yang singkat, penyelesaian pekerjaan yang tidak tepat waktu, terbatas pada beberapa pekerjaan dan mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan.

3. Nyeri pada tubuh terdiri dari pernyataan seberapa besar rasa nyeri pada tubuh dan seberapa besar nyeri mengganggu aktifitas.

4. Persepsi kesehatan secara umum terdiri dari pernyataan bagaimana kondisi kesehatan saat ini dan satu tahun yang lalu, mudah terserang sakit, sama sehatnya dengan orang lain, kesehatan yang buruk dan kesehatan yang sangat baik.

5. Vitalitas terdiri dari pernyataan yang menggambarkan tentang bagaimana pasien dalam melaksanakan aktifitasnya apakah penuh semangat memiliki energi yang banyak, bosan dan lelah.

6. Fungsi sosial terdiri dari pernyataan seberapa besar masalah emosi mengganggu aktifitas sosial dan mempengaruhi aktifitas sosial. 7. Keterbatasan peran emosional terdiri dari pernyataan apakah

(30)

8. Kesehatan mental terdiri dari pernyataan apakah pasien sering gugup, merasa tertekan, tenang, sedih dan periang.

Universitas Toronto (2004) menyebutkan kualitas hidup dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu internal individu, kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungannya) dan harapan (prestasi dan aspirasi individu)

1. Internal Individu

Internal individu dalam kualitas hidup dibagi tiga yaitu secara fisik, psikologis dan spiritual.

Sedangkan menurut WHOQOL mengidentifikasi kualitas hidup dalam enam domain, tiga diantaranya yaitu domain fisik, domain psikologis, dan domain spiritual.

2. Kepemilikan

Kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungannya) dalam kualitas hidup dibagi dua yaitu secara fisik dan sosial.

Sedangkan menurut WHOQOL mengidentifikasi kualitas hidup dalam enam domain, dua diantaranya yaitu domain tingkat kebebasan dan domain hubungan sosial.

3. Harapan

Harapan (prestasi dan aspirasi individu) dalam kualitas hidup dapat dibagi dua yaitu secara praktis dan secara pekerjaan.

(31)

Menurut Ventegodt, Merriek, Anderson (2003), kualitas hidup dalam hal ini dapat dikelompokkan dalam tiga bagian yang berpusat pada suatu aspek hidup yang baik, yaitu:

1. Kualitas hidup subjektif, yaitu bagaimana suatu hidup yang baik dirasakan oleh masing-masing individu yang memilikinya. Masing-masing individu secara personal mengevaluasi bagaimana mereka menggambarkan sesuatu dan perasaan mereka

2. Kualitas hidup eksistensial, yaitu seberapa baik hidup seseorang merupakan level yang dalam. Ini mengasumsikan bahwa individu memiliki suatu sifat yang lebih dalam yang berhak untuk dihormati dan dimana individu dapat hidup dalam keharmonisan.

3. Kualitas hidup objektif, yaitu bagaimana hidup seseorang dirasakan oleh dunia luar. Kualitas hidup objektif dinyatakan dalam kemampuan seseorang untuk beradaptasi pada nilai-nilai budaya dan menyatakan tentang kehidupannya

(32)

a. Kesejahteraan

Kesejahteraan berhubungan dekat dengan bagaimana sesuatu berfungsi dalam suatu dunia objektif dan dengan faktor eksternal hidup. Ketika kita membicarakan tentang perasaan baik maka kesejahteraan merupakan pemenuhan kebtuhan dan realisasi diri.

b. Kepuasan hidup

Menjadi puas berarti merasakan bahwa hidup yang seharusnya, ketika pengharapan-pengharapan, kebutuhan dan gairah hidup diperoleh disekitarnya maka seseorang puas, kepuasaan adalah pernyataaan mental yaitu keadaan kognitif.

c. Kebahagiaan

Menjadi bahagia bukan hanya menjadi menyenangkan dan hati puas, ini merupakan perasaan yang spesial yang berharga dan sangat diinginkan tetapi sulit di peroleh. Tidak banyak orang percaya bahwa kebahagiaan diperoleh dari adaptasi terhadap budaya seseorang, kebahagiaan diasosiasikan dengan dimensi-dimensi non rasional seperti cinta, ikatan erat dengan sifat dasar tetapi bukan dengan uang, status kesehatan atau faktor-faktor objektif lain.

d. Makna dalam hidup

(33)

e. Gambaran biologis kualitas hidup

Gambaran biologis kualitas hidup yaitu sistem informasi biologis dan tingkat keseimbangan eksistensial dilihat dari segi ini kesehatan fisik mencerminkan tingkat sistem informasi biologi seperti sel-sel dalam tubuh membutuhkan informasi yang tepat untuk berfungsi secara benar dan untuk menjaga kesehatan dan kebaikan tubuh. Kesadaran kita dan pengalaman hidup juga terkondisi secara biologis. Pengalaman dimana hiup bermakana atau tidak dapat dilihat sebagai kondisi dari suatu sistem informasi biologis. Hubungan antara kualitas hidup dan penyakit diilustrasikan dengan baik dan menggunakan suatu teori individual sebagai suatu sistem informasi biologis f. Mencapai potensi hidup

Teori pencapaian potensi hidup merupakan suatu teori dari hubungan antara sifat dasarnya. Titik permulaan biologis ini tidak mengurangi kekhususan dari makhluk hidup tetapi hanya tingkat dimana ini merupakan teori umum dari pertukaran informasi yang bermakna dalam sistem hidup dari sel ke organisme sosial.

g. Pemenuhan kebutuhan

(34)

h. Faktor-faktor objektif

Aspek objektif dari kualitas hidup dihubungkan dengan faktor-faktor eksternal hidup dan secara baik mudah di wujudkan. Hal tersebut mencakup pendapatan, status perkawinan, status kesehatan dan jumlah hubungan dengan orang lain. Kualitas hidup objektif sangat mencerminkan kemampuan untuk beradaptasi pada budaya dimana kita tinggal.

Secara umum pengkajian kulitas hidup berhubungan dengan kesehatan yang menggambarkan suatu usaha untuk menentukan bagian variabel-variabel dalam dimensi kesehatan, berhubungan dengan dimensi khusus dari hidup yang telah ditentukan untuk menjadi penting secara umum atau untuk orang yang memiliki penyakit spesifik. Konseptualisasi kualitas hidup berhubungan dengan kesehatan menegaskan efek penyakit pada fisik, peran sosial, psikologi/emosional dan fungsi kognitif. Gejala-gejala persepsi kesehatan dan keseluruhan kualitas hidup sering tercakup dalam konsep kualitas hidup berhubungan dengan kesehatan (American Thoracic Society, 2004).

3. Penyakit Kronis

3.1. Defenisi penyakit kronis

(35)

sering tidak dapat disembuhkan (Belsky, 1990). Sedangkan menurut Barrow (1996) penyakit kronis merupakan suatu penyakit yng cukup lama dan penyebabnya tidak dapat diketahui secara jelas dan umumnya penyembuhan tidak dapat dilakukan tujuannya hanya untuk mengontrol, menjaga supaya tidak terjadi komplikasi, dan rehabilitasi. Penyakit kronis jg merupakan suatu kondisi yang berhubungan dengan terganggunya fungsi kehidupan sehari-hari yang dialami selama tiga bulan atau lebih dalam setahun yang disebabkan oleh karena mendapat perawatan atau pengobatan di rumah sakit selama tiga puluh hari atau lebih dalam setahun (Christianson dkk, 1998).

3.2. Kategori Penyakit Kronis

Menurut Conrad (1987, dikutip dari Christianson dkk, 1998) ada beberapa kategori dari penyakit kronis yaitu

Lived with illnesses. Pada kategori ini individu diharuskan beradaptasi dan mempelajari kondisi penyakitnya selama hidup, dan biasanya mereka tidak mengalami kehidupan yang mengancam. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah diabetes, asma, arthritis, dan epilepsi.

Mortal illnesses. Pada kategori ini secara jelas individu kehidupannya terancam dan individu yang menderita penyakit ini hanya bisa merasakan gejala-gejala dari penyakitnya dan ancaman kematian. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah kanker dan penyakit kardiovaskuler.

(36)

tetapi pada resiko penyakitnya. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah hipertensi, dan penykit-penyakit yang berhubungan dengan hereditas.

3.3. Implikasi Penyakit Kronis

Penyakit kronis mempengaruhi banyak orang dalam berbagai cara, baik secara langsung atau tidak langsung. Penting artinya memahami implikasi arti dari penyakit kronis bagi individu, keluarga, dan masyarakat. Dengan cara ini individu dapat mengatasi masalah-maslahnya. Implikasi ini meliputi, yaitu

Menangani penyakit kronis mencakup lebih dari menangani masalah-masalah medis, dalam hal ini pertimbangan sosial dan psikologis penting diketengahkan. Adaptasi terhadap penyakit dan kecacatan merupakan proses yang berkepanjangan. Setiap perubahan besar atau penurunan fungsi membutuhkan adaftasi fisik, emosi dan sosial (Bury 1991, dikutip dari Smeltzer & Bare, 2001).

Kondisi-kondisi kronis dapat melewati berbagai fase yang berbeda sepanjang perjalanan penyakit, setiap fase membawa masalah fisik psikologis dan sosialnya sendiri.

(37)

Satu penyakit kronis dapat mengakibatkan kondisi kronis lain. Sebagai contoh, diabetes pada akhirnya dapat mengarah pada terjadinya perubahan neurologist dan sirkulasi dalam penglihatan, jantung, seksual, dan maslah-masalah ginjal (Smeltzer & Bare, 2001; Anderson, 2002).

Penyakit kronis mempengaruhi seluruh keluarga. Tidak hanya anggota keluarga yang terlibat dalam menangani penyakit kronis yang diderita oleh orang yang mereka kasihi, tetapi kehidupan keluarga dapat menjadi sangat terganggu oleh penyakit kronis, terutama jika penyakit tersebut parah (Christianson dkk, 1998; Smeltzer & Bare, 2001).

Individu dengan penyakit kronis dan keluarganya harus memiliki tanggung jawab yang besar terhadap penatalaksanaan sehari-hari penyakit. Tidak seperti kondisi akut, rumah sakit menjadi pusat perawatan primer dalam penyakit-penyakit kronis. Pelayanan-pelayanan pendukung diluar rumah tersedia dari rumah sakit, praktik dokter, klinik, perawatan panti, pusat-pusat perawatan, dan lembaga-lembaga di komunitas. Pelayanan ini memberdayakan individu untuk menangani penyakit kronis di rumah (Straus & Corbin, 1998 yang dikutip dari Smeltzer & Bare, 2001).

(38)

Penatalaksanaan kondisi kronis mahal. Biaya yang dibutuhkan untuk biaya perawatan kesehatan dan pelayanan yang berhubungan dengan penyakit kronis sangat banyak.

Kondisi kronis menghadirkan dilema etis bagi individu, tenaga kesehatan profesional, dan masyarakat. Tidak ada pemecahan yang mudah terhadap masalah-masalah kondisi kronis.

Hidup dengan penyakit kronis berarti hidup dengan ketidakpastian. Meskipun tenaga kesehatan dapat mengidentifikasi perjalanan penyakit yang diantisipasi, tetapi mereka tidak dapat menentukan kepastian perjalanan penyakit tepatnya seperti apa yang akan dihadapi oleh individu (Smeltzer & Bare, 2001).

3.4. Fase-Fase Penyakit Kronis

Ada sembilan fase dalam penyakit kronis yaitu

a) Fase pre trajectory. Individu berisiko terhadap penyakit kronis karena faktor-faktor genetik atau prilaku yang meningkatkan ketahanan seseorang terhadap penyakit kronis.

b) Fase trajectory. Adanya gejala-gejala yang berkaitan dengan penyakit kronis. Fase ini sering tidak jelas karena gejala sedang dievaluasi dan pemeriksaan diagnostic sedang dilakukan.

c) Fase stabil. Terjadi ketika gejala-gejala dan perjalanan penyakit terkontrol

(39)

e) Fase akut. Ditandai dengan gejala-gejala yang berat dan tidak dapat pulih atau komplikasi yang membutuhkan perawatan di rumah sakit untuk menanganinya.

f) Fase krisis. Ditandai dengan situasi kritis atau mengancam jiwa yang membutuhkan pengobatan atau perawatan kedaruratan.

g) Fase pulih. Pulih kembali pada cara hidup yang diterima dalam batasan yang dibebani oleh penyakit kronis.

h) Fase penurunan. Terjadi ketika perjalanan penyakit berkembang dan disertai dengan peningkatan ketidakmampuan dan kesulitan dalam mengatasi gejala-gejala.

(40)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Masalah penyakit kronis sangat mempengaruhi lansia sepanjang hidupnya, banyak perubahan yang terjadi pada lansia dengan penyakit kronis diantaranya perubahan fisik, mental, dan psikososial yang memiliki dampak semakin tinggi tingkat ketargantungan dan menurunya kualitas hidup pada lansia. Kualitas hidup yang menurun dapat dilihat dari komponen fisik dan komponen mental yang dibagi menjadi delapan subvariabel yaitu: Fungsi fisik, keterbatasan fisik, nyeri tubuh, kesehatan secara umum, vitalitas, fungsi sosial, keterbatasan emosional dan, kesehatan mental.

konsep kerja dari penelitian ini di gambarkan sebagai berikut:

Kualitas Hidup Komponen Fisik

- Fungsi Fisik - Keterbatasan Fisik - Nyeri Tubuh

- kesehatan Secara Umum Komponen Mental

- Vitalitas - Fungsi Sosial

- Keterbatasan Emosional - Kesehatan Mental Lansia dengan

Penyakit Kronis

Keterangan:

Diteliti

(41)

2. Defenisi Konseptual 2.1 Penyakit kronis

Penyakit kronis adalah penyakit yang membutuhkan waktu yang cukup lama, tidak terjadi secara tiba-tiba atau spontan, dan biasanya tidak dapat di sembuhkan dengan sempurna. Penyakit kronis sangat erat hubungannya terhadap kecacatan dan timbulnya kematian (Adelman & Daly, 2001).

2.2 Lansia

Lansia atau usia tua adalah suatu periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat (Hurlock, 1999).

2.3 Kualitas hidup

Menurut McDowell dan Newell (1996), kualitas hidup lansia itu berhubungan dengan kepuasan atau kebahagiaan individu dalam kehidupannya yang berhubungan dengan kesehatan fisik dan kesehatan mental lansia.

3. Defenisi Operasional

3.1. Lansia dengan penyakit kronis

(42)

3.2. Kualitas hidup

(43)

BAB 4

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas hidup lansia dengan penyakit kronis di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

2. Populasi dan Sampel

Populasi adalah sekelompok orang, benda, atau hal yang menjadi sumber pengambilan sampel atau suatu kumpulan yang memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian. (Depdiknas, 2005).

Populasi pada penelitian ini adalah lansia yang berusia 60 tahun atau lebih yang menderita penyakit kronis. Jumlah populasi lansia pertahun dengan penyakit kronis di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan 537 orang, pada tahun 2008

Sampel adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sifat suatu kelompok atau keseluruhan yang lebih besar; Bagian kecil yang mewakili kelompok atau keseluruhan yang lebih besar. (Depdiknas, 2005).

(44)

dilakukan dengan cara convinience sampling yaitu mengambil sampel yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan peneliti. Kriteria yang di tentukan untuk subjek penelitian ini adalah lansia yang berusia 60 tahun keatas atau lebih dengan penyakit kronis, dapat berbahasa Indonesia, dan bersedia menjadi responden

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini di laksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Alasan peneliti memilih RSUP. H. Adam Malik Medan karena berdasarkan data dari Rumah Sakit , insidensi lansia dengan penyakit kronis yang datang cukup tinggi setiap tahunnya, dan rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit rujukan dari berbagai daerah di Sumatera Utara. Waktu penelitian di laksanakan satu bulan yaitu pada bulan Maret – April 2009.

4. Pertimbangan Etik Penelitian

(45)

Jika responden menolak untuk menjadi responden maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden. Lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu. Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti (Nursalam, 2001). Selanjutnya responden diminta untuk membaca dan memahami isi surat persetujuan. Apabila responden bersedia maka responden diminta untuk menandatangani surat persetujuan yang telah dibaca dan dipahami.

5. Instrumen Penelitian

(46)

dengan jumlah skor yang telah ditentukan yaitu (0-100), lebih jelasnya dapat dilihat di lampiran.

Untuk menilai komponen kesehatan fisik dan kesehatan mental maka ada delapan subvariabel yang meliputi:

1. Fungsi fisik ada 10 pertanyaan pada nomor 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 dan 12.

2. Keterbatasan fisik ada 4 pertanyaan pada nomor 13, 14, 15, dan 16. 3. Nyeri tubuh ada 2 pertanyaan pada nomor 21, dan 22.

4. Kesehatan secara umum ada 5 pertanyaan pada nomor 1, 2, 33, 34 35, dan 36.

5. Vitalitas ada 4 pertanyaan pada nomor 23, 27, 29, dan 31. 6. Fungsi sosial ada 2 pertanyaan pada nomor 20, dan 32.

7. Keterbatasan emosional ada 3 pertanyaan pada nomor 17, 18, 19. 8. Kesehatan mental ada 5 pertanyaan pada nomor 24, 25, 26, 28, 30. Ada beberapa pertanyaan yang dimodifikasi sesuai dengan tempat dilakukannya penelitian.

(47)

6. Uji Validitas

Penyusunan kuesioner diadopsi dari SF-36 Health Survey yang dimodifikasi oleh Mcdowell dan Newell yang merupakan model pengukuran kualitas hidup lansia sesuai standart WHO dan akan diperiksa oleh dosen pembimbing

7. Uji Reabilitas

Penelitian ini menggunakan uji reliabilitas konsistensi eksternal. Uji reabilitas ini bertujuan untuk menguji kekuatan instrumen sehingga dapat digunakan untuk penelitian berikutnya dalam lingkup yang sama. Instrumen atau alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang bila digunakan beberapa kali pada kelompok sampel yang sama (Ritonga, 1997; Azwar, 2003). Kuesioner kualitas hidup lansia dengan penyakit kronis diuji dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package for Social Sciences)

versi 15,0 dengan analisis cronbach alpha.

(48)

8. Pengumpulan Data

Pengumpulan data akan dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut, mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan (Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara) kemudian mengajukan surat permohonan izin pelaksanaan kepada pihak Rumah Sakit yang akan dilakukan penelitian (Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan). Setelah mendapatkan izin penelitian melaksanakan pengumpulan data. Peneliti menentukan responden sesuai dengan kriteria yang telah dibuat sebelumnya. Apabila peneliti menemukan calon responden yang menurut kriteria cukup banyak, maka calon responden tersebut dipilih sesuai dengan keinginan peneliti. Setelah mendapatkan calon responden selanjutnya peneliti menjelaskan pada calon responden maksud dan tujuan penelitian serta prosedur penelitian, kemudian bila pasien telah bersedia menjadi responden maka dipersilahkan untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi responden kemudian menjelaskan dan membantu responden dalam pengisian kuesioner , responden diberikan kesempatan untuk bertanya bila ada yang tidak mengerti kemudian mencatat jawaban responden sampai selesai dan data dikumpulkan untuk dianalisa.

9. Analisa Data

(49)

Setelah diberi kode atau coding terhadap pertanyaan yang telah diajukan untuk mempermudah tabulasi dan analisa. Analisa yaitu menganalisa data yang terkumpul dengan menentukan persentase jawaban dari setiap responden.

(50)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan dibahas tentang hasil penelitian yang telah dilakukan selama satu bulan yaitu dari tanggal 13 April 2009 sampai dengan 13 Mai 2009 dengan jumlah responden sebanyak 54 orang. Penyajian analisa data dalam penelitian ini diuraikan berdasarkan data demografi dan data kualitas hidup (fungsi fisik, keterbatasan fisik, nyeri tubuh, kesehatan secara umum, vitalitas, keterbatasan emosional, dan kesehatan mental) di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

1.1 . Data Demografi Responden

(51)
(52)

dari 12 bulan, sebanyak 5 responden (9.3%) melakukan terapi 6 sampai 12 bulan, dan 3 responden (5.6%) melakukan terapi kurang dari 6 bulan.

Tabel 1. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan data demografi responden di RSUP H. Adam Malik Medan (N = 54 orang)

Data Demografi Responden Frekuensi (n)

80 tahun keatas (mean=1.37; SD=0.525)

(53)

Data Demografi Responden Frekuensi (n)

Persentase (%) Penyakit Kronis yang diderita

Hipertensi DM

Jantung Lain-lain

Lama Menderita Penyakit Kronis 1 sampai 3 tahun

4 sampai 7 tahun 8 sampai 10 tahun Terapi Pengobatan yang dijalani Fisioterapi

Kemoterapi Pembedahan Hemodialisa

Obat-obatan Berapa lama Terapi digunakan < 6 bulan

1.2 . Kualitas Hidup Lansia dengan Penyakit Kronis

(54)

Tabel 2. Mean dan Standar deviasi dari delapan subvariabel

No. Subvaribel Mean Standar

deviasi

Kesehatan secara umum Vitalitas

Fungsi sosial

Keterbatasan emosional Kesehatan mental

(55)

Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan fungsi Aktifitas yang membutuhkan banyak energi,

mengangkat benda berat, melakukan olah raga berat.

Aktifitas ringan seperti memindahkan meja, menyapu, joging/jalan santai.

Mengangkat atau membawa barang ringan misalnya belanjaan atau tas.

Menaiki beberapa anak tangga. Menaiki satu tangga.

Menekuk leher, tangan, kaki, bersujud atau membungkuk.

Berjalan kebih dari 1.5 Km.

Berjalan melewati beberapa gang/1 Km. Berjalan melewati satu gang/0,5 Km. Mandi atau memakai baju sendiri.

44

1.2.2. Keterbatasan fisik

(56)

mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan atau aktifitas yang membutuhkan energi ekstra. Sebanyak 50 responden (92.6%) menjawab ya. Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan

keterbatasan fisik (N = 54).

Pertanyaan Menghabiskan seluruh waktu anda untuk melakukan pekerjaan

atau aktifitas lain.

Menyelesaikan pekerjaan tidak tepat pada waktunya. Terbatas pada pekerjaan atau aktifitas lain.

Mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan atau aktifitas lain, misalnya yang membutuhkan banyak energi ekstra seperti mendongkrak/bertukang, mencuci

1.2.3. Nyeri Tubuh

Nyerri tubuh terdiri dari 2 pertanyaan dan didapat mean sebesar 50.69 (dalam rentang 0 – 100). Nilai tertinggi didapat dari pertanyaan nomor 21, seberapa besar lansia merasakan nyeri pada tubuhnya. Sebanyak 8 responden (14.8%) menjawab nyeri sangat ringan. Sedangkan nilai terendah didapat dari pertanyaan nomor 22, seberapa besar rasa nyeri mengganggu aktivitas lansia sehari-hari, sebanyak 13 responden (24.1%) menjawab sangat mrngganggu. Tabel 5. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan nyeri

tubuh (N = 54). Seberapa besar lansia

(57)

Pertanyaan Seberapa besar rasa nyeri

mengganggu aktivitas lansia sehari-hari

1.2.4. Kesehatan Secara Umum

Kesehatan secara umum terdiri dari 6 pertanyaan dan didapat mean sebesar 31.77 (dalam rentang 0 – 100). Nilai tertinggi didapat dari pertanyaan nomor 34 saya merasa sama sehatnya seperti orang lain. Sebanyak 4 responden (7.4%) menjawab benar. Sedangkan nilai terendah dari pertanyaan nomor 33, 35, saya merasa mudah menderita sakit dan saya merasa kesehatan saya semakin memburuk, (35.2%) menjawab benar.

Tabel 6. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan kesehatan secara umum (N = 54).

Pertanyaan Bagaimana anda mengatakan kondisi

kesehatan anda saat ini?

0 Bagaimana anda mengatakan kondisi

kesehatan anda saat ini dibandingkan satu tahun yang lalu?

(58)

Pertanyaan Saya merasa sepertinya sedikit mudah

menderita sakit.

Saya sama sehatnya seperti orang lain.

Saya merasa kesehatan saya semakin memburuk.

Kesehatan saya sangat baik.

19

Vitalitas terdiri dari 4 pertanyaan dan didapat mean sebesar 46.39 (dalam rentang 0 – 100). Nilai tertinggi di dapat dari pertanyaan nomor 29, apakah lansia sering merasa bosan. Sebanyak 5 responden (9.3%) menjawab jarang. Sedangkan nilai terendah didapat dari pertanyaan nomor 27, apakah lansia memiliki banyak tenaga. 14 responden (25.9%) menjawab jarang. Tabel 7. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan vitalitas

(N = 54). Apakah anda merasa penuh

semangat?

Apkah anda memiliki banyak tenaga?

(59)

1.2.6. Fungsi Sosial

Fungsi Sosial terdiri dari 2 pertanyaan dan didapat mean sebesar 50.28 (dalam rentang 0 – 100). Nilai tertinggi didapat dari pertanyaan nomor 20, seberapa besar kesehatan fisik atau masalah emosional mengganggu aktivitas sosial lansia. Sebanyak 20 responden (37.0%) menjawab sedikit mengganggu. Sedangkan nilai terendah di dapat dari pertanyaan nomor 32, seberapa sering kesehatan fisik dan masalah emosional mempengaruhi aktifitas sosial lansia. 16 responden (29.6%) menjawab hamppir selalu.

Tabel 8. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan fungsi sosial (N = 54). Seberapa besar kesehatan fisik atau

masalah emosional mengganggu aktifitas sosial anda.

0 Seberapa sering kesehatan fisik atau

masalah emosional mempengaruhi aktifitas sosial anda.

0

1.2.7. Keterbatasan Emosional

(60)

lansia tidak berhati-hati sebagaimana biasanya. Sebanyak 20 responden (37.0%) menjawab ya.

Tabel 9. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan keterbatasan emosional (N = 54).

Pertanyaan Menghabiskan seluruh waktu anda untuk melakukan pekerjaan

atau aktifitas lain.

Menyelesaikan pekerjaan tidak lama dari biasanya.

Dalam melakukan pekerjaan atau kegiatan lain tidak berhati-hati sebagaimana biasanya

5

1.2.8. Kesehatan Mental

Kesehatan mental terdiri dari 5 pertanyaan dan didapat mean sebesar 63.11 (dalam rentang 0 – 100). Nilai tertinggi didapat dari pertanyaan nomor 25, apakah lansia merasa sangat tertekan. Sebanyak 19 responden (35.2%) menjawab tidak pernah. Sedangkan nilai terendah didapat dari pertanyaan nomor 24, apakah lansia merasa sangat gugup. Sebanyak 12 responden (22.2%) menjawab cukup sering.

Tabel 10. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan kesehatan mental (N = 54). Apakah anda orang yang

sangat gugup?

(61)

Apakah anda merasa tenang dan damai?

Apakah anda merasa putus asa&aedih?

Apakah anda seorang yang periang? 2.1. Fungsi Fisik

(62)

pada lansia mengakibatkan dirinya tidak dapat mengerjakan berbagai aktifitas atau kegiatan sebaik pada masa muda dulu.

2.2. Keterbatasan Fisik

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 54 responden didapatkan mean sebesar 36.11 (dalam rentang 0 – 100). Nilai tertinggi didapat dari pertanyaan nomor 13, apkah lansia menghabiskan seluruh waktunya untuk melakukan pekerjaan atau aktifitas lain. Sebanyak 48 responden (88.9%) menjawab tidak. Hal ini tidak sesuai dengan apa yang dikatakan Sukarni (1994) keadaan yang sempurna baik dari segi fisik, mental maupun kesejahteraan sosial dari seseorang dikatakan sehat tidak hanya terlepas dari penyakit dan kelemahan tetapi juga mampu menjalankan aktifitas kehidupan dan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan. Sedangkan nilai terendah didapat dari pertanyaan nomor 16, apakah lansia mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan atau aktifitas yang membutuhkan energi ekstra. Sebanyak 50 responden (92.6%) menjawab ya. Sesuai dengan yang dikatakan Papalia (2001) yang menyebutkan perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lansia mengakibatkan dirinya tidak dapat mengerjakan berbagai aktifitas atau sebaik pada masa muda dulu.

2.3. Nyeri Tubuh

(63)

kemungkinan untuk menikmati hidup dari penderitanya dan rasa nyeri yang hebat sanggup menimbulkan perubahan besar dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan nilai terendah didapat dari pertanyaan nomor 22, seberapa besar rasa nyeri mengganggu aktivitas lansia sehari-hari, sebanyak 13 responden (24.1%) menjawab sangat mrngganggu. Hasil ini sesuai dengan penelitian Ilyas (1997) yang menemukan bahwa lansia menderita berbagai penyakit yang berhubungan dengan ketuaan antara lain diabetes mellitus, hipertensi, jantung koroner, rematik dan asma sehingga menyebabkan aktifitas bekerja terganggu. Demikian juga temuan studi yang dilakukan Lembaga Demografi Universitas Indonesia di Kabipaten Bogor tahun 1998, sekitar 74% lansia dinyatakan mengidap penyakit kronis. Tekanan darah tinggi adalah penyakit kronis yang banyak diderita lanjut usia, sehingga mereka tidak dapat melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari (Suhartini, 2004).

2.4. Kesehatan Secara Umum

(64)

berdoa dan mendekatkan diri pada tuhan karena hal ini dianggap sebagai sumber kekuatan agar mampu menerima keadaan yang dihadapi. Teori yang lain juga mengatakan pada saat mengalami stress individu akan mencari dukungan dari keyakinan agamanya. Dukungan ini sangat diperlukan untuk dapat menerima keadaan sakit yang dialami, khususnya jika penyakit tersebut memerlukan proses penyembuhan yang lama dan hasil yang belum pasti (Hamid, 1999)

2.5. Vitalitas

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 54 responden didapatkan mean sebesar 46.39 (dalam rentang 0 – 100). Nilai tertinggi di dapat dari pertanyaan nomor 29, apakah lansia sering merasa bosan. Sebanyak 5 responden (9.3%) menjawab jarang. Hal ini sesuai dengan penelitian Suhartini (2004) bahwa lansia yang tidak tinggal dengan anak-anaknya berinisiatif untuk mengunjungi anak-anakya mereka tidak hanya menunggu dikunjungi atau di ajak berkomunikasi terlebih dahulu oleh anak-anaknya Sedangkan nilai terendah didapat dari pertanyaan nomor 27, apakah lansia memiliki banyak tenaga. 14 responden (25.9%) menjawab jarang. Hal ini Sesuai dengan yang dikatakan Papalia (2001) yang menyebutkan perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lansia mengakibatkan dirinya tidak dapat mengerjakan berbagai aktifitas atau sebaik pada masa muda dulu.

2.6. Fungsi Sosial

(65)

mengganggu aktivitas sosial lansia seperti berkumpul dengan keluarga, teman, dan tetangga. Sebanyak 20 responden (37.0%) menjawab sedikit mengganggu. Hal ini tidak sesuai dengan apa yang dikatakan Kuntjoro (2002) yang menyebutkan bahwa pada umumnya lansia yang memiliki kelurga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut menbantu dengan penuh kesabaran dan pengorbanan.Sedangkan nilai terendah di dapat dari pertanyaan nomor 32, seberapa sering kesehatan fisik dan masalah emosional mempengaruhi aktifitas sosial lansia seperti mengunjungi teman. 16 responden (29.6%) menjawab hamppir selalu. Menurut Kuntjoro (2002) menyatakan bahwa untuk menjaga kesehatan baik fisik maupun kejiwaannya lansia justru tetap harus melakukan aktivitas-aktivitas yang berguna bagi kehidupannya. Ini termasuk jenis dukungan sosial yakni integrasi sosial memungkinkan lansia untuk memperoleh perasaan memiliki suatu kelompok yang memungkinkannya untuk membagi minat, perhatian, serta melakukan kegiatan yang sifatnya kreatif secara bersama-sama. Teori lain yang mendukung menurut Rachmie (2008) menyatakan bahwa dengan berkumpul bersama orang seusia, diharapkan satu sama lain bisa menyemangati. Mereka bisa curhat mengenai kondisi fisik atau masalah lainnya dengan teman satu komunitas tersebut. Aktivitas itu mungkin bisa meringankan beban pikiran lansia tersebut

2.7. Keterbatasan Emosional

(66)

nomor 17, apkah lansia mengalami beberapa masalah emosi seperti merasa sedih/tertekan atau cemas sehingga menghabiskan seluruh waktunya untuk melakukan pekerjaan atau aktifitas lain. Sebanyak 49 responden (90.7%) menjawab tidak. Hal ini tidak sesuai dengan apa yang di katakan (Nurachman, 1999) lansia yang sedih dan tertekan yaitu merasa tidak berguna, tidak berdaya, cemas yang disebabkan oleh penyakit yang dideritanya. Teori lain mengatakan bahwa kecemasan dan kegagalan yang terjadi disebabkan oleh adanya ancaman terhadap perubahan pada status kesehatan, sosial, ekonomi, fungsi peran dan hubungan dengan orang lain. (Doengoes, Moorhouse 1999). Sedangkan nilai terendah didapat dari pertanyaan nomor 19 , dalam melakukan pekerjaaan lansia tidak berhati-hati sebagaimana biasanya. Sebanyak 20 responden (37.0%) menjawab ya. Sesuai dengan yang dikatakan Papalia (2001) yang menyebutkan perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lansia mengakibatkan dirinya tidak dapat mengerjakan berbagai aktifitas atau sebaik pada masa muda dulu.

2.8. Kesehatan Mental

(67)
(68)

BAB 6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dapat diambil kesimpulan dan rekomendasi mengenai deskripsi dari kualitas hidup lansia dengan penyakit kronis di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan sebagai berikut:

1. Kesimpulan

Penelitian yang dilakukan terhadap 54 orang responden lansia di RSUP H. Adam Malik Medan ini merupakan penelitian kualitas hidup dengan penyakit kronis. Dari hasil penelitian ini mean kualitas hidup untuk subvariabel fungsi fisik (mean = 47.21), keterbatasan fisik (mean = 36.11), nyeri tubuh (mean = 50.69), kesehatan secara umum (mean = 31.77), vitalitas (mean = 46.39), fungsi sosial (mean = 50.28), keterbatasan emosional (mean = 74.69), kesehatan mental (mean = 63.11).

(69)

58

2. Rekomendasi

2.1. Bagi Praktik Keperawatan di RSUP H. Adam Malik Medan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan menambah pengetahuan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada lansia di RSUP H. Adam Malik Medan.

2.2. Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan menambah pengetahuan dalam pengembangan keperawatan lebih lanjut khususnya di bidang keperawatan gerontik.

2.3. Bagi Penelitian Keperawatan

(70)

DAFTAR PUSTAKA

Adelman, M., Alan., &Daly, P., Mel. (2001). 20 common problems in geriatrics. USA: Mcgraw-Hill Medical Publishing Division.

Anderson. C. (2002). Chronic Condition: Making the case for ongoing Care. Maryland: Fathom Creative, inc.

America Thoracic Society. (2002). Quality of life resource. Dibuka pada website http://www.atsqol.org. Pada tanggal 20 November 2008

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik, Edisi Revisi VI. Jakarta: PT Rineka Cipta

Ari Satriyo Wibowo. (2008). Menuju lanjut usia sehat. Dibuka pada website http://abgnet.blogspot.com. Pada tanggal 27 November 2008

Barrow, M., Georgia. (1996). Aging, The individual and society sixth edition. Amerika: West Publishing company.

Belsky, ., Janet. (1990). The psychology of aging: theory, research, intervention. Calofornia: Brooks/Cole publishing company pacific Grove.

BKKBN. (2006). Indonesia memasuki era lansia. Dibuka pada website http://www.bkkbn.go.id. Pada tanggal 27 November 2008

Chang, Viktor, T & Weissman, D.E. (2004). Fast fact and concept #52 : Quality of life. Dibuka pada website http://www.eperc.mcw.edu/fastfactpdf/concept %pdf. Pada tanggal 12 Desember 2008

Christianson, dkk. (1998). Restructuring Choronic Illness Management. San Francisco:Jossey-Bass Publishers.

Darmodjo, et al (2006). Buku Ajar: Geriatrik (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).

(71)

Depkes. (2008). Kondisi sosial ekonomi dan kesehatan lanjut usia. Dibuka pada website http://202.155-5-44/index.php pada tanggal 27 November 2008

Deputi I Menkokesra. (1998). UU 13/1998, Kesejahteraan lanjut usia. Dibuka pada website http//:www.unmiset.org/legal.IndonesianLaw/uu/Uu199813. htm. Pada tanggal 28 Desember 2008

Doenges, Marilyn E.,moorhouse, Mary Frances.,& geissler, alice C. (1999).

Rencana asuhan keperawatan, ed 3. Jakarta:EGC

Donald, A. (2001). What is quality of life?. Dibuka pada website http://www.evidence-based-medicine.co.uk. Pada tanggal 30 Desember 2008

Harna. (2007). Psychological well being pada lansia. Dibuka pada website http://harnawatiaj.wordpress.com. Pada tanggal 8 Januari 2009

Haylock, P.(2006)How to beat cancer: menaklukkan rasa nyeri akibat kanker dan terapinya. Jakarta : BIP kelompok Gramedia

Hurlock, E. B. (1999). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga

Kuntjoro, Z.S. (2002). Masalah kesehatan jiwa lansia. Dibuka pada website http://www.e-psikologi.com/epsi/lanjutuisa_detail.asp?id=182-17k- . Pada tanggal 5 Januari 2009

Malcolm, (1992). “The Adult Learner, A Neglected Species”. Dibuka pada website http://www.pengantarpendidikanorangdewasa.co.id. Pada tanggal 10 mai 2009

McDowell I, Newell C. (1996). Measuring Health: A. Guide to rating scales and Questionnaires 2nd ed. New York: Oxford University Press

(72)

Mobbs C. (2001). The Merc Manual of Geriatrics, Section 1, Chapter 1, Biology of aging. URL. Dibuka pada website http://www.merck.com/pubs/mm-geriaric/sect1/ch1.htm. pada tanggal 16 Februari 2009

Niven. N. (2000). Psikologi kesehatan: pengantar untuk perawat& profesional kesehatan lain. Ed 2. Jakarta:EGC

Nugroho, W. (2000). Keperawatan gerontik edisi 2. Jakarta: EGC

N Keating;T Fox Wetle (2008). The Journal of Nutrition, Health& Aging: Proquest medical library .

Nursalam. (2003). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmiah keperawatan. Jakarta : EGC

Polit, D.F. & Hungler, B.P. (1995). Nursing research principles and method.

Philadephia : Lippincatt Company

Rachmie, E. M., (2008). “Dinkes Minta Puskesmas Concern Lansia”. Dibuka pada website http://www.jawapos.co.id/evergreen/index.php?act=detail&nid = 21501 pada tanggal 13 mai 2009

Republik of Turkey. (2002). Prime ministry state institute of statistic (SIS):

Census in 2000 URL. Di buka pada website

http://www.die.gou.tr/nufus/02012002.htm

Setiadi. (2007). Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Smelltzer & Bare. (2004). Buku ajar keperawatan medical bedah-Brunner & Suddarth. Jakarta:EGC

Sudjana, M.A (1984). “Metode Statistik (ed.3)”. Bandung: Tarsito.

Gambar

Tabel 1. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan data demografi responden di RSUP H
Tabel 2. Mean dan Standar deviasi dari delapan subvariabel
Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan fungsi fisik (N = 54)
Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penyakit kronis merupakan penyakit yang memiliki durasi yang telah berlangsung atau diperkirakan berlangsung setidaknya 6 bulan, memiliki pola kekambuhan, prognosis buruk,

Universitas Sumatera Utara Resiliensi Pasien yang Mengalami Penyakit Kronis di RSUP H. Adam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran Spiritual lanjut usia yang menderita penyakit kronis di UPT Pelayanan Sosial Lansia Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

Responden yang menderita hanya satu penyakit kronis mempunyai risiko 2,7 kali lebih besar untuk menderita gangguan mental emosional, responden yang menderita

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis dan perubahan-perubahan patologi

kecemasan dan stres yang tinggi pada penderita penyakit kronis juga didukung.. oleh penelitian Rosyani (2012) pada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran Spiritual lanjut usia yang menderita penyakit kronis di UPT Pelayanan Sosial Lansia Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

Stres Keluarga Merawat Anggota Keluarga yang Menderita Stroke Di Poli Stroke Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.. Kuesioner