• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Substitusi Tepung Terigu dan Jenis Penstabil dalam Pembuatan Cookies Labu Kuning

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Substitusi Tepung Terigu dan Jenis Penstabil dalam Pembuatan Cookies Labu Kuning"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

COOKIES LABU KUNING

SONDANG SINAGA 060305025

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

COOKIES LABU KUNING

SKRIPSI

SONDANG SINAGA 060305025

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

COOKIES LABU KUNING

SKRIPSI

Oleh :

SONDANG SINAGA

060305025/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

Nama : Sondang Sinaga

NIM : 060305025

Departemen : Teknologi Pertanian Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian

Disetujui Oleh,

Komisi Pembimbing

Ir. Sentosa Ginting, MP Mimi Nurminah, STP, M.Si Ketua Anggota

Mengetahui,

Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si Ketua Departemen

(5)

SONDANG SINAGA: Pengaruh Substitusi Tepung Terigu dan Jenis Penstabil dalam Pembuatan Cookies Labu Kuning, dibimbing oleh Ir. Sentosa Ginting, MP dan Mimi Nurminah, STP. MSi.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung terigu dan jenis penstabil terhadap mutu cookies labu kuning. Penelitian dilakukan pada Juni-Agustus 2010 di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor yaitu campuran tepung terigu : tepung labu kuning (T) dengan perbandingan 80:20%, 60:40%, 40:60% dan 20:80% dan jenis penstabil (P) yaitu tanpa penstabil, gum arab, CMC (carboxy methyl cellulose) dan tween 20. Parameter yang dianalis adalah kadar air, kadar abu, kadar betakaroten, derajat pengembangan dan uji organoleptik (warna, aroma, rasa dan kerenyahan).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap semua parameter. Jenis penstabil memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar betakaroten dan uji organoleptik (aroma dan kerenyahan). Interaksi perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning dan jenis penstabil memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kadar betakaroten dan uji organoleptik kerenyahan. Perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning 80:20% dan jenis penstabil CMC (carboxy methyl cellulose) memberikan pengaruh yang terbaik untuk mutu cookies labu kuning.

Kata Kunci : Tepung Labu Kuning, Penstabil, Cookies

ABSTRACT

SONDANG SINAGA: The Effect of Wheat Starch Substitution and Kinds of Stabilizer in the Making of Pumpkin Cookies, supervised by Ir. Sentosa Ginting, MP and Mimi Nurminah, STP. MSi.

This research was conducted to find the effect of wheat starch substitution and kinds of stabilizer on the quality of pumpkin cookies. This research was performed in Juny-August 2010 at the Laboratory of Food Technology, Agriculture Faculty, North Sumatera University, Medan using factorial completely randomized design with two factors, the compositionof wheat starch : pumpkin powder 80:20%, 60:40%, 40:60% and 20:80%, and kinds of stabilizer were no stabilizer, gum arab, CMC and tween 20. Parameters analysed were moisture content, ash content, betacaroten content, and organoleptic values (colour, flavour, taste and texture).

The result showed that the composition of wheat starch and pumpkin powder gave highly significant effect on all parameters. Kinds of stabilizers gave highly significant effect on the betacaroten content and organoleptic values (flavour and texture). The combination of composition of wheat starch and pumpkin powder and kinds of stabilizer gave significant effect on the betacaroten content and organoleptic value of texture. The composition of wheat starch and pumpkin powder 80:20% and stabilizer CMC (carboxy methyl cellulose) gave the best quality of pumpkin cookies.

(6)

Penulis dilahirkan di Gorbus pada tanggal 22 November 1987 dari Bapak

Maruli Sinaga dan Ibu Remina Nainggolan. Penulis merupakan putri ketiga dari

sepuluh bersaudara.

Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri I Dolok Pardamean dan pada

tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU. Penulis memilih Program

Studi Teknologi Hasil Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan

Mahasiswa Teknologi Hasil Partanian.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Pabrik Teh

Tobasari PTPN IV tepatnya di Kecamatan Sidamanik, Sumatera Utara dari

(7)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas

segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Pengaruh Substitusi Tepung Terigu dan Jenis Penstabil dalam

Pembuatan Cookies Labu Kuning”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih

sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan,

memelihara dan mendidik penulis selama ini, kepada abang, kakak dan adik atas

doa dan dukungannya. Penulis menyampaikan ucapkan terimakasih kepada

Ir. Sentosa Ginting, MP dan Mimi Nurminah, STP, M.Si selaku ketua dan anggota

komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan

berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian,

sampai pada ujian akhir.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua staf

pengajar dan pegawai di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Departemen

Teknologi Pertanian, kepada semua teman stambuk 2006, serta semua rekan

mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu disini yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Oktober 2010

(8)

Hal

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

Bahan Penelitian ... 19

Bahan Kimia ... 19

Alat Penelitian ... 19

(9)
(10)

Uji Organoleptik Aroma

Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Labu Kuning

dengan Aroma Cookies ... 47

Pengaruh Jenis Penstabil dengan Aroma Cookies ... 48

Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dan Jenis Penstabil dengan Aroma Cookies ... 49

Uji Organoleptik Rasa Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Labu Kuning dengan Rasa Cookies ... 50

Pengaruh Jenis Penstabil dengan Rasa Cookies ... 51

Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dan Jenis Penstabil dengan Rasa Cookies ... 51

Uji Organoleptik Kerenyahan Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Labu Kuning dengan Kerenyahan Cookies ... 51

Pengaruh Jenis Penstabil dengan Kerenyahan Cookies ... 53

Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dan Jenis Penstabil dengan Kerenyahan Cookies ... 55

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 57

Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(11)

No Hal

1. Komposisi Zat Gizi Labu Kuning per 100 gram Bahan ... 7

2. Komposisi Kimia Aneka Tepung Umbi-Umbian dan Buah-buahan ... 9

3. Daftar Komposisi Kimia Tepung Terigu per 100 gram Bahan ... 11

4. Daftar Komposisi Kimia Tepung Terigu (%) ... 12

5. Syarat Mutu Tepung Terigu ... 12

6. Data kurva standar betakaroten ... 25

7. Skala Uji Hedonik terhadap Warna, Aroma dan Rasa ... 26

8. Skala Uji Hedonik terhadap Kerenyahan ... 26

9. Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning terhadap Parameter yang Diamati ... 29

10. Pengaruh Jenis Penstabil terhadap Parameter yang Diamati ... 31

11. Uji LSR Efek Utama Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dengan Kadar Air cookies (%) ... 32

12. Uji LSR Efek Utama Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dengan Kadar Abu Cookies (%) ... 34

13. Uji LSR Efek Utama Jenis Penstabil dengan Kadar Abu Cookies (%) ... 35

14. Uji LSR Efek Utama Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dengan Kadar Betakaroten Cookies (µg/100 mg) ... 37

15. Uji LSR Efek Utama Jenis Penstabil dengan Kadar Betakaroten Cookies (µg/100 mg) ... 38

(12)

18. Uji LSR Efek Utama Jenis Penstabil dengan Derajat Pengembangan Cookies (%) ... 44

19. Uji LSR Efek Utama Perbandingan Tepung Terigu dengan

Tepung Labu Kuning dengan Warna Cookies (Numerik) ... 45

20. Uji LSR Efek Utama Perbandingan Tepung Terigu dengan

Tepung Labu Kuning dengan Aroma Cookies (Numerik) ... 47

21. Uji LSR Efek Utama Jenis Penstabil dengan Aroma

Cookies (Numerik) ... 48

22. Uji LSR Efek Utama Perbandingan Tepung Terigu dengan

Tepung Labu Kuning dengan Rasa Cookies (Numerik) ... 50

23. Uji LSR Efek Utama Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dan Jenis Penstabil dengan Kerenyahan

Cookies (Numerik)... 52

24. Uji LSR Efek Utama Jenis Penstabil dengan Kerenyahan

Cookies (Numerik) ... 53

25. Uji LSR Efek Utama Interaksi Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dan Jenis Penstabil dengan Kerenyahan

(13)

No Hal

1. Kurva Standar ………... 25

2. Skema Pembuatan Tepung Labu Kuning ... 27

3. Skema Pembuatan Cookies ... 28

4. Hubungan antara Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung

Labu Kuning dengan Kadar Air Cookies (%) ... 33

5. Hubungan antara Perbandingan Tepung Terigu dengan

Tepung Labu Kuning dengan Kadar Abu Cookies (%) ... 35

6. Hubungan antara Jenis Penstabil dengan Kadar Abu Cookies (%) ... 36

7. Hubungan antara Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dengan Kadar Betakaroten Cookies

(µg/100 mg) ... 38

8 Hubungan antara Jenis Penstabil dengan Kadar Betakaroten

Cookies (µg/100 mg) ... 39

9. Hubungan Interaksi antara Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dan Jenis Penstabil dengan Kadar Betakaroten

Cookies (µg/100 mg) ... 41

10. Hubungan antara Perbandingan Tepung Terigu dengan

Tepung Labu Kuning dengan Derajat Pengembangan Cookies (%) ... 43

11. Hubungan antara Jenis Penstabil dengan Derajat Pengembangan

Cookies (%) ... 44

12. Hubungan antara Perbandingan Tepung Terigu dengan

Tepung Labu Kuning dengan Warna Cookies ... 46

13. Hubungan antara Perbandingan Tepung Terigu dengan

Tepung Labu Kuning dengan Aroma Cookies ... 48

14. Hubungan antara Jenis Penstabil dengan Aroma Cookies ... 49

15. Hubungan antara Perbandingan Tepung Terigu dengan

(14)

17. Hubungan antara Jenis Penstabil dengan Kerenyahan Cookies Cookies . 54

18. Hubungan Interaksi antara Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dan Jenis Penstabil dengan Kerenyahan

(15)

SONDANG SINAGA: Pengaruh Substitusi Tepung Terigu dan Jenis Penstabil dalam Pembuatan Cookies Labu Kuning, dibimbing oleh Ir. Sentosa Ginting, MP dan Mimi Nurminah, STP. MSi.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung terigu dan jenis penstabil terhadap mutu cookies labu kuning. Penelitian dilakukan pada Juni-Agustus 2010 di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor yaitu campuran tepung terigu : tepung labu kuning (T) dengan perbandingan 80:20%, 60:40%, 40:60% dan 20:80% dan jenis penstabil (P) yaitu tanpa penstabil, gum arab, CMC (carboxy methyl cellulose) dan tween 20. Parameter yang dianalis adalah kadar air, kadar abu, kadar betakaroten, derajat pengembangan dan uji organoleptik (warna, aroma, rasa dan kerenyahan).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap semua parameter. Jenis penstabil memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar betakaroten dan uji organoleptik (aroma dan kerenyahan). Interaksi perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning dan jenis penstabil memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kadar betakaroten dan uji organoleptik kerenyahan. Perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning 80:20% dan jenis penstabil CMC (carboxy methyl cellulose) memberikan pengaruh yang terbaik untuk mutu cookies labu kuning.

Kata Kunci : Tepung Labu Kuning, Penstabil, Cookies

ABSTRACT

SONDANG SINAGA: The Effect of Wheat Starch Substitution and Kinds of Stabilizer in the Making of Pumpkin Cookies, supervised by Ir. Sentosa Ginting, MP and Mimi Nurminah, STP. MSi.

This research was conducted to find the effect of wheat starch substitution and kinds of stabilizer on the quality of pumpkin cookies. This research was performed in Juny-August 2010 at the Laboratory of Food Technology, Agriculture Faculty, North Sumatera University, Medan using factorial completely randomized design with two factors, the compositionof wheat starch : pumpkin powder 80:20%, 60:40%, 40:60% and 20:80%, and kinds of stabilizer were no stabilizer, gum arab, CMC and tween 20. Parameters analysed were moisture content, ash content, betacaroten content, and organoleptic values (colour, flavour, taste and texture).

The result showed that the composition of wheat starch and pumpkin powder gave highly significant effect on all parameters. Kinds of stabilizers gave highly significant effect on the betacaroten content and organoleptic values (flavour and texture). The combination of composition of wheat starch and pumpkin powder and kinds of stabilizer gave significant effect on the betacaroten content and organoleptic value of texture. The composition of wheat starch and pumpkin powder 80:20% and stabilizer CMC (carboxy methyl cellulose) gave the best quality of pumpkin cookies.

(16)

Latar Belakang

Tanaman labu tumbuh merambat dengan daun yang besar dan berbulu.

Pucuk daun dan daun muda dapat digunakan sebagai bahan sayuran yang lezat,

bisa dimakan sebagai sayuran bersantan, oseng-oseng atau gado-gado. Selain

daun, bagian dari tanaman ini yang memiliki nilai ekonomi dan zat gizi terpenting

adalah buahnya.

Labu kuning tergolong bahan pangan minor, sehingga data statistik

nasional belum tersedia. Namun, di beberapa sentra produksi, baik di Jawa,

Sulawesi Selatan, Sumatera Barat dan Kalimantan Selatan, komoditas ini telah

ditanam pada luasan tidak kurang dari 300 hektar.

Labu kuning atau dikenal sebagai waluh merupakan salah satu komoditas

pertanian yang saat ini mulai mendapatkan perhatian karena potensi gizinya yang

tinggi. Labu kuning merupakan bahan pangan yang kaya karotenoid, yang

mempunyai fungsi sebagai antioksidan. β-karoten merupakan salah satu jenis

karotenoid, disamping mempunyai aktivitas biologis sebagai provitamin-A, juga

dapat berperan sebagai antioksidan yang efektif. Antioksidan merupakan

senyawa-senyawa yang dapat menghambat terjadinya proses oksidasi, sehingga

dapat mencegah terjadinya penyakit-penyakit degeneratif misalnya penuaan,

kanker, diabetes dan katarak.

Labu kuning merupakan salah satu komoditas pertanian yang banyak

mengandung β-karoten atau provitamin A yang sangat bermanfaat bagi kesehatan.

(17)

beberapa mineral seperti kalsium, fosfor, besi serta beberapa vitamin B dan C.

Melihat kandungan gizinya yang cukup lengkap dan harganya yang relatif murah,

maka labu kuning ini merupakan sumber gizi yang sangat potensial untuk

dikembangkan sebagai alternatif pangan masyarakat.

Sesuai namanya, labu kuning mempunyai warna kuning atau jingga akibat

kandungan karotenoidnya yang sangat tinggi. Itulah sebabnya air perasan labu

kuning sering digunakan sebagai pewarna alami dalam pengolahan berbagai

makanan tradisional. Tepung labu juga sering dicampurkan ke dalam berbagai

produk olahan untuk mendapatkan warna kuning. Karotenoid dalam buah labu

sebagian besar berbentuk betakaroten. Betakaroten dalam labu kuning melindungi

tanaman itu sendiri dari penyakit, serta akibat sengatan sinar matahari berlebihan

dan faktor alam lain. Selain kaya sumber betakaroten dan nutrisi lain, labu kuning

juga mengandung serat makanan dan zat besi yang baik untuk perempuan yang

membutuhkan zat besi karena menstruasi.

Salah satu cara pemanfaatan labu kuning adalah dengan diolah menjadi

tepung labu kuning. Tepung labu kuning ini kemudian dapat dimanfaatkan dalam

pembuatan beberapa macam produk makanan atau sebagai substitusi tepung

terigu dalam berbagai pembuatan roti tawar, cake dan kue kering. Sehingga

dengan demikian, usaha pembuatan tepung labu kuning ini dapat mendukung

usaha diversifikasi makanan bagi masyarakat.

Cookies atau kue kering merupakan makanan ringan yang biasanya terbuat

dari tepung terigu, gula dan telur. Untuk mengurangi kebutuhan akan terigu yang

masih di impor dari luar negeri, maka perlu dicari bahan lain untuk substitusi

(18)

tepung labu kuning juga dapat menambah devisa negara dan juga menambah nilai

ekonomis dari labu kuning.

Hal inilah yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian tentang

“Pengaruh Substitusi Tepung Terigu dan Jenis Penstabil dalam Pembuatan Cookies Labu Kuning“.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui proses pembuatan cookies

dengan menggunakan campuran antara tepung labu kuning dengan tepung terigu

serta untuk mengetahui jenis penstabil yang tepat dalam pembuatan cookies.

Kegunaan Penelitian

Sebagai sumber informasi untuk mengetahui proses pembuatan tepung

labu kuning yang diolah menjadi kue kering dan sebagai sumber data dalam

penyusunan skripsi di Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh perbandingan substitusi tepung terigu dan jenis penstabil

serta interaksi kedua faktor tersebut terhadap mutu cookies labu kuning yang

(19)

Botani Tanaman Labu Kuning

Tanaman labu kuning berasal dari Ambon (Indonesia). Ada lima

spesies labu yang umum dikenal, yaitu Cucurbita maxima Duchenes,

Cucurbita ficifolia Bouche, Cucurbita mixta, Cucurbita moschata Duchenes,

dan Cucurbita pipo L. Kelima spesies Cucurbita tersebut di Indonesia disebut

labu kuning (waluh) karena mempunyai ciri-ciri yang hampir sama

Tanaman labu kuning merupakan suatu jenis tanaman sayuran menjalar

dari famili Cucurbitaceae, yang tergolong dalam jenis tanaman semusim yang

setelah berbuah akan langsung mati. Tanaman labu kuning ini telah banyak

dibudidayakan di negara-negara Afrika, Amerika, India dan Cina. Tanaman ini

dapat tumbuh didataran rendah maupun dataran tinggi. Adapun ketinggian tempat

yang ideal adalah antara 0 m-1500 m di atas permukaan laut (Hendrasty, 2003).

Waluh atau Buah Labu Perenggi adalah salah satu tanaman yang banyak

tumbuh di Indonesia. yang mana penanamannya tidak sulit, baik pembibitannya,

perawatannya, hasilnyapun cukup memberikan nilai ekonomis untuk Masyarakat.

Tanaman ini dapat ditanam di lahan pertanian, halaman rumah atau tanah

pekarangan yang kosong dapat kita manfaatkan. Intinya tanaman ini dapat

ditanam di daerah Tropis maupun Subtropis (Hidayah, 2010).

Waluh (Cucurbita moschata, Dutc, ex Poir) termasuk dalam famili

Cucurbitaceae. Di Jawa barat waluh biasanya disebut sebagai “Labu Parang”,

tanaman tersebut merupakan tanaman setahun yang bersifat menjalar (merambat)

(20)

dengan perantaraan alat pemegang yang berbentuk pipih. Batangnya cukup kuat

dan panjang dan di permukaan batangnya terdapat bulu-bulu yang agak tajam

(Heliyani, 1993).

Buah labu kuning berbentuk bulat pipih, lonjong atau panjang dengan

banyak alur (15-30 alur). Ukuran pertumbuhannya cepat sekali, mencapai

350 g per hari. Buahnya besar dan warnanya bervariasi (buah muda berwarna

hijau, sedangkan yang lebih tua kuning pucat). Daging buah tebalnya sekitar

tiga cm dan rasanya agak manis. Bobot buah rata-rata 3-5 kg. Untuk labu ukuran

besar, beratnya ada yang dapat mencapai 20 kg per buah. Buah labu kuning

mempunyai kulit yang sangat tebal dan keras, sehingga dapat bertindak sebagai

penghalang laju respirasi, keluarnya air melalui proses penguapan, maupun

masuknya udara penyebab proses oksidasi. Hal tersebutlah yang menyebabkan

labu kuning relatif awet dibanding buah-buahan lainnya. Daya awet dapat

mencapai enam bulan atau lebih, tergantung pada cara penyimpanannya.

Namun, buah yang telah dibelah harus segera diolah karena akan sangat mudah

rusak. Hal tersebut menjadi kendala dalam pemanfaatan labu pada skala rumah

tangga sebab labu yang besar tidak dapat diolah sekaligus

Klasifikasi ilmiah labu kuning :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Cucurbitales

(21)

Genus : Cucurbita

Spesies : Cucurbita moschata Durch

Komposisi Kimia Labu Kuning

Waluh/labu kuning juga sarat gizi, memiliki kandungan serat, vitamin dan

karbohidrat yang tinggi. Selain itu, didalam waluh juga terkandung 34 kalori,

lemak 0.8, 45 mg kalsium, dan mineral 0.8 sehingga labu kuning sangat baik

dikonsumsi oleh anak-anak maupun orang tua, karena kandungan gizi yang

terdapat didalamnya sangat baik untuk kesehatan tubuh. Pada anak-anak dapat

digunakan untuk menambah nafsu makan dan sebagai obat cacingan

(Hidayah, 2010).

Labu kuning atau waluh merupakan bahan pangan yang kaya vitamin A, B

dan C, mineral, serta karbohidrat. Daging buahnya pun mengandung antioksidan

sebagai penangkal pelbagai jenis kanker. Sifat labu yang lunak dan mudah dicerna

serta mengandung karoten (pro vitamin A) cukup tinggi, serta dapat menambah

warna menarik dalam olahan pangan lainnya. Tetapi, sejauh ini pemanfaatannya

belum optimal (http://dodonjerry.blogspot.com, 2008).

Labu kuning mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi

sehingga sangat berpotensi untuk diolah menjadi tepung labu kuning. Secara

(22)

Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Labu Kuning per 100 gram bahan Sumber : Departemen Kesehatan RI., (1996).

Pembuatan Tepung Labu Kuning

Pengolahan produk setengah jadi merupakan salah satu cara pengawetan

hasil panen, terutama untuk komoditas pangan yang berkadar air tinggi, seperti

umbi-umbian dan buah-buahan. Keuntungan lain dari pengolahan produk

setengah jadi, sebagai bahan baku yang fleksibel untuk industri pengolahan

lanjutan, aman dalam distribusi, serta hemat ruang dan biaya penyimpanan.

Teknologi pembuatan tepung merupakan salah satu proses alternatif produk

setengah jadi yang dianjurkan karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur

(dibuat komposit), dibentuk, diperkaya zat gizi, dan lebih cepat dimasak sesuai

tuntutan kehidupan modern yang serba praktis. Dari segi proses, pembuatan

tepung hanya membutuhkan air relatif sedikit dan ramah lingkungan

dibandingkan dengan pembuatan pati (http:

Tahapan pembuatan tepung dari buah labu kuning sebagai berikut: Labu

kuning harus dipilih yang mengkal, yaitu buah sudah tua tetapi belum masak

(23)

semestinya. Buah yang masak optimum tidak sesuai dibuat tepung karena kadar

airnya tinggi, daging buahnya lembek, serta kadar patinya rendah. Setelah dikupas

kulitnya, labu dibelah-belah dan dilakukan pemblansiran, yaitu perlakuan dengan

uap panas selama 5-10 menit. Dalam skala rumah tangga, tahapan ini dapat

dilakukan seperti mengukus nasi tetapi tidak perlu ditutup. Selanjutnya labu

dirajang dengan ketebalan 0,1-0,3 cm. Hasil perajangan tersebut dinamakan

sawut. Pengeringan sawut dilakukan sampai diperoleh kadar air sekitar 14 persen

(http:

Agar lebih efisien, penepungan sawut dilakukan dalam dua tahapan, yaitu

penghancuran sawut untuk menghasilkan butiran kecil (lolos 20 mesh), dan

penggilingan/penepungan menggunakan saringan lebih halus (80 mesh).

Penggilingan sawut kering menjadi tepung labu kuning dapat menggunakan mesin

penepung beras (http:

Tepung Labu Kuning

Tepung labu kuning adalah tepung dengan butiran halus, lolos ayakan

60 mesh, berwarna putih kekuningan, berbau khas labu kuning, kadar air + 13%.

Kondisi fisik tepung labu kuning ini sangat dipengaruhi oleh kondisi bahan dasar

dan suhu pengeringan yang digunakan. Semakin tua labu kuning, semakin tinggi

kandungan gulanya. Oleh karena kandungan gula labu kuning yang tinggi ini,

apabila suhu yang digunakan pada proses pengeringan terlalu tinggi, tepung yang

dihasilkan akan bergumpal dan berbau karamel (Hendrasty, 2003).

Kualitas tepung labu kuning ditentukan oleh komponen penyusunnya yang

menentukan sifat fungsional adonan maupun produk tepung yang dihasilkan serta

(24)

gluten yang cukup tinggi sehingga mampu membentuk jaringan tiga dimensi yang

kohesif dan elastis. Sifat ini akan berfungsi pada pengembangan volume roti dan

produk makanan lain yang memerlukan pengembangan volume. Tepung labu

kuning mempunyai kualitas tepung yang baik karena mempunyai sifat gelatinisasi

yang baik, sehingga akan dapat membentuk adonan dengan konsistensi,

kekenyalan, viskositas maupun elastisitas yang baik, sehingga roti yang dihasilkan

akan berkualitas baik pula. Karbohidrat tepung labu kuning juga cukup tinggi.

Karbohidrat ini sangat berperan dalam pembuatan adonan pati. Granula pati akan

melekat pada protein selama pembentukan adonan. Kelekatan antara granula pati

dan protein akan menimbulkan kontinuitas struktur adonan (Hendrasty, 2003).

Adapun enzim yang terkandung dalam tepung labu kuning adalah

amylase, protease, lipase dan oksidase. Enzim amylase akan menghidrolisis pati

menjadi maltosa dan dekstrin, sedangkan enzim protease berperan dalam

pemecahan protein sehingga akan mempengaruhi elastisitas gluten (Sufi, 1999).

Tepung labu kuning mengandung 77,65 % karbohidrat, 0,08 % lemak,

5,04 % protein, 11,14 % air, 5,89 % abu. Tabel 2 menunjukkan bahwa kandungan

protein tepung labu kuning lebih tinggi dibandingkan dengan tepung pisang,

tepung sukun, tepung ubi kayu dan tepung ubi jalar.

Tabel 2. Komposisi Kimia Aneka Tepung Umbi-mbian dan Buah-buahan

(25)

Tepung Terigu

Protein tepung gandum adalah unik, bila tepung dicampur dengan air

dalam perbandingan tertentu, maka protein akan membentuk suatu massa adonan

yang plastis yang dapat menahan gas dan akan membentuk suatu struktur spons

bila dipanggang (Somaatmadja, 1985).

Tepung dapat digunakan atau diolah menjadi produk lain. Gluten

digunakan sebagai bahan tambahan untuk mempertinggi kandungan protein dalam

roti, dalam pembuatan monosodium glutamate (MSG), sebagai bahan penyedap

dan untuk keperluan lain. Gluten mengandung 72 % protein dan14 % hidrat jika

dalam keadaan kering. Pati digunakan untuk memperbaiki tekstur dan kekentalan

serta rasa (palatabilitas) makanan (Moehyi, 1992).

Pati memiliki sifat-sifat yaitu dengan penambahan air panas akan

tergelatinisasi, dapat memberikan tekstur, kekentalan dan meningkatkan

palatabilitas dari berbagai makanan, sebagai perekat dalam industri fermentasi dan

ada yang larut dalam air juga ada yang tidak larut dalam air (Winarno, 1997).

Menurut Astawan (2004), berdasarkan kandungan gluten protein pada

tepung terigu yang beredar dipasaran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:

- Hard flour, tepung ini berkualitas paling baik. Kandungan proteinnya 12-13

%. Tepung ini biasanya digunakan pada pembuatan roti dan mie berkualitas

tinggi. Contohnya: terigu dengan merk dagang cakra kembar.

- Medium hard flour, terigu jenis ini mengandung protein 9,5-11 %. Tepung ini

banyak digunakan untuk pembuatan roti, mie dan macam-macam kue serta

(26)

- Soft flour, tepung ini mengandung protein sebesar 7-8,5 %. Penggunaannya

cocok sebagai bahan pembuatan kue dan biskuit. Contohnya: terigu dengan

merk dagang kunci biru.

Komposisi Kimia Tepung Terigu

Pada biji gandum mengandung suatu jenis protein yang disebut gluten

(85 % dari total protein). Gluten ini tersusun atas gliadin (BM kecil) dan glutenin

(BM tinggi). Keduanya berperanan di dalam pembentukan adonan roti, karena

sifatnya yang plastis dan elastis (Syarief dan Irawati, 1988).

Bahan dasar tepung terigu yang baik untuk pembuatan kue adalah tepung

terigu hard yang mempunyai kadar protein 11%-13%. Fungsi tepung terigu adalah

sebagai kerangka serta dapat memberikan tekstur kering, rapuh dan renyah pada

kue. Terigu kuat yang baik kualitasnya dapat diketahui berdasarkan ciri ciri yaitu

berwarna krem pada tepung, daya serapnya tinggi dan mudah menyesuaikan diri

(Nusfa, 2007).

Tabel 3. Daftar Komposisi Kimia Tepung Terigu per 100 gram bahan

(27)

Tabel 4. Daftar Komposisi Kimia Tepung Terigu (%)

Adapun standard mutu yang berlaku untuk tepung terigu adalah sebagai

berikut :

Tabel 5. Syarat Mutu Tepung Terigu

Karakteristik Mutu

Kadar air, maksimum Kadar abu, maksimum Kadar silika, maksimum

Derajat asam, maksimum (ml NaOH 1 N/100 g) Bau dan rasa

Serangga, sisa serangga (telur, larva, kepompong dan lain-lain)

Bahan pengawet dan atau pemanis tambahan Keadaan

Harus baik, tidak rusak dan tidak mengandung campuran Sumber : Susanto dan Saneto, (1994).

Tepung terigu diperoleh dari hasil penggilingan gandum yang banyak

dipergunakan dalam industri pangan. Komponen terbanyak dari tepung terigu

adalah pati sekitar 70 % yang terdiri dari amilosa dan amilopektin. Kandungan

amilosa dalam pati sekitar 20 % dengan suhu gelatinisasi 560C-620C

(Belitz and Grosch, 1987).

Cookies

Cookies atau kue kering dapat digolongkan menjadi jenis adonan dan jenis

(28)

dari jenis busa misalnya sponge dan cake

(Tim Penyusun Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, 1990).

Bahan baku untuk membuat kue kering terdiri dari bahan pengikat seperti

tepung, air, susu bubuk, telur dan putih telur serta bahan pelembut seperti gula,

shortening atau margarin, bahan pengembang (soda kue dan baking powder) dan

kuning telur. Keempukan dan kelembutan kue kering (cookies) ditentukan

terutama oleh tepung terigu, gula dan lemak

(Tim Penyusun Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, 1990).

Kebanyakan kue keringan mengandung sedikit air dan dapat dibekukan

dan dapat dicairkan beberapa kali tanpa kehilangan kualitasnya. Pada umumnya,

makin rendah suhu penyimpanan makin lama umur simpannya tanpa mengalami

kerusakan. Palatabilitas kue keringan dapat diperhatikan paling sedikit enam

bulan pada suhu 00F dan lebih lama pada suhu yang lebih rendah

(Desrosier, 1988).

Bahan-bahan yang berperan penting dalam membentuk sifat-sifat kue

kering khususnya sifat fisik dan cita rasa antara lain tepung, telur dan bahan

pengembang. Jumlah dan mutu gula berpengaruh terhadap tekstur, penampakan

dan cita rasa produk akhir. Gula harus paling baik digunakan untuk membuat

cookies. Jumlah gula harus pas untuk menjamin hasil yang diinginkan yaitu

lembut dan tidak keras

(Tim Penyusun Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, 1990).

Proses pembuatan cookies atau kue kering terdiri atas tahap pembuatan

adonan, pencetakan dan pembakaran (baking). Pada pencampuran bahan,

(29)

kemudian dicampurkan tepung terigu dan bahan pengembang. Pengocokan

dilakukan sedemikian rupa sehingga semua bahan tersebut tercampur dengan rata

atau homogen (Tim Penyusun Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, 1990).

Zat Penstabil

Emulsifier atau zat pengemulsi adalah zat untuk membantu menjaga

kestabilan

kedua zat tersebut dapat bercampur. Gugus nonpolar emulsifier akan mengikat

polar pengemulsi tersebut. Bagian polar kemudian akan terionisasi menjadi

bermuatan negatif, hal ini menyebabkan minyak juga menjadi bermuatan negatif

Bahan tambahan pangan (BTP) fungsinya macam-macam, misalnya

sebagai pewarna, pelarut, pengemulsi, pemisah, pengembang, penyedap dan

penstabil. Emulsifier berperan mengikat emulgator (zat pengemulsi), menyatukan

zat-zat yang sulit bersatu semisal air dan minyak

Yang disebut emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan

dalam cairan yang lain, yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling

berbaur tetapi saling antagonistik. Air dan minyak merupakan cairan yang tidak

saling berbaur, tetapi saling ingin terpisah karena mempunyai berat jenis yang

berbeda (Winarno, 1995).

Pengemulsi merupakan senyawa aktif permukaan yang mampu

menurunkan tegangan antarpermukaan antara antarmuka udara-cairan dan

(30)

molekulnya mengandung dua bagian yang jelas, satu bagian mempunyai sifat

polar atau sifat hidrofil, bagian yang lain bersifat non polar atau hidrofob

(deMan, 1989).

Yang dimaksud dengan emulsifier adalah bahan yang digunakan untuk

menstabilkan emulsi. Daya kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk

molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak maupun air. Bila emulsifier

tersebut lebih terikat pada air atau lebih larut dalam air (polar) maka dapat lebih

membantu terjadinya disperse minyak dalam air sehingga terjadilah emulsi

minyak dalam air (Winarno, 1997).

Gum Arab

Gum arab dapat dipergunakan untuk dapat memperbaiki kekentalan atau

viskositas, tekstur dalam bentuk makanan. Selain itu gum arab dapat

mempertahankan flavor dari bahan yang dikeringkan dengan pengeringan

semprot. Dalam hal ini gum arab membentuk lapisan yang dapat melapisi partikel

flavor, sehingga melindungi dari oksidasi, evaporasi dan absorbsi air dari udara.

Dalam industri pangan gum arab digunakan sebagai pengikat aroma, penstabil,

pengemulsi dalam pembuatan es krim (Tranggano, 1991).

Fungsi gum arab di dalam produk bahan pangan adalah sebagai perekat,

alat pengikat, alat penjernih, alat penguat, alat pelapis, alat pembusa, alat penyatu

atau penggabung dan sebagainya. Namun fungsi yang umum dari gum arab adalah

pengental dan penstabil (Blansard, 1979).

Carboxy Methyl Cellulose (CMC)

Sebagai pengemulsi, CMC sangat baik digunakan untuk memperbaiki

(31)

mampu mengikat air sehingga molekul-molekul air terperangkap dalam struktur

gel yang dibentuk oleh CMC (Fardiaz, 1986).

Carboxy Methyl Cellulose adalah turunan dari selulosa dan sering dipakai

dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Fungsi CMC yang

terpenting adalah sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel, sebagai

pengemulsi dan dalam beberapa hal dapat meratakan penyebaran antibiotik

(Winarno, 1992).

Tween 20

Emulsi adalah suatu sistem heterogen yang tidak stabil secara

termodinamika, yang terdiri dari paling sedikit dua fase cairan yang tidak

bercampur, dimana salah satunya terdispersi dalam cairan lainnya dalam bentuk

tetesan-tetesan kecil, yang berukuran 0,1-100 mm, yang distabilkan dengan

emulgator/surfaktan yang cocok

Tween 20, 60 dan 80 yang tahu sebagai polisorbat 20, 60 dan 80 (PEG-20

dehidrasi monolaurat sorbierit, PEG-20 monostearat dehidrasi sorbierit,

polyoxyetilen monooleat sorbitan). Hal tersebut merupakan surfaktan nonionik

dan emulsifier berasal dari sorbitol yang diperoleh dari berbagai jenis buah.

Semua larut dalam air, etanol, metanol atau etil asetat, tetapi hanya sedikit dalam

minyak mineral. Sebagai bahan yang tidak menyebabkan iritasi, polisorbat adalah

ambar cair agak kekuningan, yang sedikit pahit dan rasa masam dan dengan rasa

hangat. Kemungkinan polisorbat banyak digunakan sebagai emulsifier, penstabil,

solubilizer di industri makanan, kosmetik, farmasi, dan tekstil

(32)

Bahan Tambahan Dalam Pembuatan Cookies Gula

Gula merupakan salah satu bahan pemanis yang sangat penting karena

hampir setiap produk mempergunakan gula. Fungsi gula sebagai bahan penambah

rasa, sebagai bahan perubah warna dan sebagai bahan untuk memperbaiki susunan

dalam jaringan (Subagjo, 2007).

Penambahan gula pada produk bukan saja untuk menghasilkan rasa manis

meskipun sifat ini sangatlah penting. Jadi, gula bersifat untuk menyempurnakan

rasa asam, cita rasa juga memberikan kekentalan. Daya larut yang tinggi dari gula,

memiliki kemampuan mengurangi kelembaban relatif (ERH) dan daya mengikat

air adalah sifat-sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam pengawetan pangan

(Buckle, et al, 1987).

Sukrosa memiliki tingkat kemanisan 3 kali dari kemanisan dekstrosa. Gula

didalam madu merupakan gula invert yaitu campuran antara dekstrosa dan

fruktosa. Gula ini lebih manis daripada sukrosa. Kandungan gula di dalam madu

memberikan pengaruh lebih terhadap karakteristik aroma mentega kacang

daripada komponen-komponen lain yang terkandung dalam madu (Weiss, 1983).

Garam

Garam dapur (NaCl) merupakan racun untuk jasad renik jika kadarnya

lebih dari 12%, mikroba perusak yang terdapat pada buah menjadi mati bila

dikombinasikan dengan asam, daya bunuhnya terhadap jasad renik menjadi lebih

kuat (Satuhu, 1996).

Pertama-tama garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada

(33)

dan juga pembentuk spora adalah yang paling mudah terpengaruh walau dengan

kadar garam rendah sekalipun yaitu sampai 6%. Mikroorganisme patogenik,

termasuk Clostridium botulinum dengan pengecualian pada Streptococcus aureus

dapat dihambat dengan konsentrasi garam 10-12% (Buckle, et al, 1987).

Margarin

Margarin merupakan pengganti mentega dengan rupa, bau, konsistensi,

rasa dan nilai gizi yang hampir sama. Margarin juga merupakan emulsi air dalam

minyak, dengan persyaratan mengandung tidak kurang 80% lemak

(Winarno, 1995).

Lemak yang digunakan untuk pembuatan margarin dapat berasal dari

lemak hewani atau lemak nabati. Lemak hewani yang digunakan biasanya lemak

babi (lard), lemak sapi, oleo oil, sedangkan minyak nabati yang sering digunakan

adalah minyak kelapa, minyak inti sawit, minyak biji kapas, minyak kedelai,

minyak wijen, minyak kapok, minyak jagung dan minyak gandum

(Ketaren, 1986).

Telur

Telur adalah bahan makanan yang bergizi tinggi dan banyak digunakan

untuk membuat macam-macam kue. Telur yang digunakan untuk membuat kue

adalah telur ayam kampung, kualitas telur yang baik adalah telur yang utuh dan

bersih dari kotoran, masih segar dan kuning telurnya masih utuh berada

ditengah-tengah putih telur dan kental, jika dipecahkan warnanya kuning dan tidak kusam.

Adapun fungsi telur adalah sebagai pengikat bahan-bahan lain dalam adonan,

(34)

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2010 di

Laboratorium Teknologi Pangan Departemen Teknologi Pertanian Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu kuning, tepung

terigu, gula, garam, telur dan margarin.

Bahan Kimia

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah Natrium

sulfit, β-karoten murni, Aseton, Petroleum eter, Natriumsulfat anhidrat (Na2SO4),

KOH, Aseton 3% dalam petroleum eter dan kloroform.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan, kompor gas,

blender, oven, cawan aluminium, desikator, muffle, spatula, pinggan porselin,

ayakan 80 mesh, spektronik 21, labu pemisah, pipet skala, aluminium foil,

(35)

Metode Penelitian (Bangun, 1991)

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap

(RAL), yang terdiri dari dua faktor, yaitu:

Faktor I : Perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning (T) yang terdiri

dari 4 taraf, yaitu:

T1 = 80:20%

T2 = 60:40%

T3 = 40:60%

T4 = 20:80%

Faktor II : Jenis penstabil (P) yang terdiri dari 4 taraf, yaitu:

P1 = Tanpa Penstabil

P2 = Gum Arab

P3 = CMC

P4 = Tween 20

Banyaknya kombinasi perlakuan (Tc) adalah 4 x 4 = 16, maka jumlah

ulangan (n) minimum adalah sebagai berikut :

Tc (n-1) ≥ 15 16 (n-1) ≥ 15

16 n ≥ 31

n ≥ 1,92 ...dibulatkan menjadi 2

(36)

Model Rancangan (Bangun, 1991)

Penelitian ini dilakukan dengan model rancangan acak lengkap (RAL)

dua faktorial dengan model sebagai berikut:

Ŷijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

dimana:

Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf

ke-j dalam ulangan ke-k

µ : Efek nilai tengah

αi : Efek faktor T pada taraf ke-i βj : Efek faktor P pada taraf ke-j

(αβ)ij : Efek interaksi faktor T pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j

εijk : Efek galat dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j dalam

ulangan ke-k

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji

dilanjutkan dengan uji beda rataan, menggunakan uji Least Significant Range

(LSR).

Pelaksanaan Penelitian

1. Pembuatan Tepung Labu Kuning

Labu kuning dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran

yang melekat pada kulit buahnya. Labu kuning dibelah membujur + 8 potong dan

dikupas kulit buahnya dan dihilangkan biji dan serabutnya sampai bersih.

Dilakukan pengirisan dengan ukuran + 2 cm dan direndam dalam larutan sulfit

(37)

selama 3 menit. Dikeringkan dengan oven dengan suhu 500C selama 48 jam,

kemudian digiling dan diayak dengan menggunakan ayakan 80 mesh.

2. Pembuatan Cookies dari Tepung Labu Kuning

Campuran tepung terigu dan tepung labu kuning dengan formulasi

80:20%, 60:40%, 40:60% dan 20:80% dengan perlakuan total 100 gr.

Bahan-bahan ditimbang yaitu gula 20%, garam 0,2%, telur 14% dan margarin 50% dan

dimixer hingga mengembang. Dimasukkan campuran tepung, penstabil sesuai

perlakuan yaitu Tanpa Penstabil, Gum arab, CMC dan Tween 20 masing-masing

0,2% dan diadon hingga kalis dengan tangan, dicetak dan dipanggang di oven

dengan suhu 1100C kurang lebih 25 menit. Dilakukan analisa kadar air, kadar abu,

kadar betakaroten, derajat pengembangan dan uji organoleptik (warna, aroma,

rasa dan kerenyahan).

Pengamatan dan Pengukuran Data

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap

parameter sebagai berikut:

1. Kadar air

2. Kadar abu

3. Kadar Betakaroten

4. Derajat Pengembangan

5. Uji organoleptik terhadap warna, aroma dan rasa

(38)

Parameter Penelitian

1. Penentuan Kadar Air (%) (Dengan Metode Oven) (AOAC, 1984)

Ditimbang bahan sebanyak 5 gram di dalam aluminium foil yang telah diketahui berat kosongnya. Kemudian bahan tersebut dikeringkan dalam oven

dengan suhu sekitar 105oC–110oC selama 3 jam, selanjutnya didinginkan di dalam

desikator selama 15 menit lalu ditimbang kembali. Setelah itu, bahan dipanaskan

kembali di dalam oven selama 30 menit, kemudian didinginkan kembali dengan

desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai diperoleh

berat yang konstan.

2. Penentuan Kadar Abu ((Sudarmadji, et al., 1989)

Penentuan kadar abu dilakukan dengan menggunakan muffle. Bahan

ditimbang sebanyak 5 g kemudian dikeringkan dalam oven terlebih dahulu selama

3 jam dengan suhu 105oC lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit.

Kemudian bahan yang sudah kering dimasukkan ke dalam muffle dengan suhu

300oC selama 1 jam dan dinaikkan suhu menjadi 500oC selama 3 jam lalu

didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang beratnya.

Kadar abu dihitung dengan rumus :

Kadar Abu = 100%

3. Kadar Betakaroten (Apriyantono, et al., 1989) - Pembuatan Kurva Standar

Ditimbang dengan teliti 25 mg β-karoten murni. Larutkan dalam 2,5 ml

(39)

100μg β-karoten). Diencerkan 10 ml larutan ini menjadi 100 ml dengan petroleum

eter 1 ml = 10 μg. Pipet 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 ml larutan ini kedalam labu ukur

100 ml terpisah. Masing-masing labu ukur diisi dengan 3 ml aseton. Diencerkan

sampai tanda tera dengan petroleum eter, konsentrasinya akan menjadi 0,5, 1,0,

1,5, 2,0, 2,5 dan 3,0 μg per ml.

Diukur optical density (OD) larutan ini pada 452 nm dengan menggunakan

aseton 3% dalam petroleum eter sebagai blanko. Dibuat grafik hubungan antara

optical density dengan konsentrasi β-karoten.

- Penyabunan

Contoh ditimbang sebanyak 10 g, disabunkan dengan mencampurkan

contoh yang sudah ditimbang dengan 150 ml KOH 12% selama 5 menit pada

suhu ruang dalam blender. Pindahkan isi dari blender kedalam labu pemisah

dengan menggunakan KOH dalam untuk membilas.

Ditambahkan 10 sampai 15 ml petroleum eter. Kocok labu pemisah ini

perlahan-lahan paling sedikit 30 detik dan biarkan lapisan memisah. Bila masih

ada warna kuning yang nyata pada lapisan air alkohol, tambahkan air atau air

suling yang mengandung 5% Na2SO4 untuk membantu pemindahan pigmen ke

lapisan petroleum eter. Ulangi ekstraksi dengan petroleum eter sampai lapisan

alkohol-air tidak berwarna lagi.

Dipipet 2,5 ml dan encerkan dengan petroleum eter hingga 25 ml. dari

larutan ini dipipet 3,75 ml dan tambahkan aseton 0,75 ml, serta encerkan lagi

dengan petroleum eter hingga volume 25 ml. Larutan ini dianalisis dengan

menggunakan spektronik 20. Angka terbaca disesuaikan dengan kurva standard

(40)

Kurva standar betakaroten-vitamin A dengan blanko : 0,04

Tabel 6. Data kurva standar betakaroten

Kadar Betakaroten (μg/ml) Absorbansi

5 10 15 20 25 30

0,181 0,241 0,360 0,485 0,560 0,680

Gambar 1. Kurva standar

Rumus: y = 0,0204x + 0,0601

4. Derajat Pengembangan (%)

Adonan yang telah dicetak, diukur diameternya dengan menggunakan

jangka sorong secara horizontal dan vertikal. Adonan yang telah matang (cookies)

diukur kembali dengan menggunakan jangka sorong secara horizontal dan

vertikal, kemudian diukur derajat pengembangan dengan menghitung selisih

pengembangan sebelum dan sesudah pengovenan dengan perhitungan :

Derajat Pengembangan = x100%

Y X

X = Diameter setelah pengovenan

(41)

5. Penentuan Uji Organoleptik Warna, Aroma dan Rasa (Numerik) (Soekarto, 1985)

Uji organoleptik terhadap warna, aroma dan rasa terhadap cookies yang

dihasilkan dari tepung labu kuning dilakukan kepada 10 orang panelis dengan

ketentuan uji kesukaan sebagai berikut:

Tabel 7. Skala uji hedonik terhadap warna, aroma dan rasa

Skala hedonik Skala numerik

Sangat suka

6. Penentuan Uji Organoleptik Kerenyahan (Numerik) (Soekarto, 1985) Uji organoleptik terhadap kerenyahan terhadap cookies yang dihasilkan

dari tepung labu kuning dilakukan kepada 10 orang panelis dengan ketentuan uji

kerenyahan sebagai berikut:

Tabel 8. Skala uji hedonik terhadap kerenyahan

Skala hedonik Skala numerik

(42)

Gambar 2. Skema Pembuatan Tepung Labu Kuning Labu kuning

Dikupas kulit buah dan dihilangkan biji dan serabutnya

Dicuci dengan air mengalir

Direndam dalam larutan sulfit 2000 ppm selama 20 menit

Tepung Labu kuning

Diiris buah labu kuning dengan tebal + 2 cm Dicuci dengan air mengalir

Dibelah membujur

Dikeringkan dengan oven dengan suhu 500C

(43)

Gambar 3. Skema Pembuatan Cookies

Ditambahkan tepung terigu dan tepung labu kuning

Cookies

Dicetak dan dipanggang dalam oven selama 25 menit Dimixer hingga mengembang

Gula 20%, garam 0,2%, telur 14% dan margarin 50%

(44)

Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning terhadap Parameter yang Diamati

Secara umum hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa

perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning memberikan pengaruh

terhadap kadar air, kadar abu, kadar betakaroten, derajat pengembangan dan uji

organoleptik (warna, aroma, rasa dan kerenyahan) seperti pada Tabel 9 berikut ini.

Tabel 9. Pengaruh perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning terhadap parameter yang diamati

Warna Aroma Rasa Kerenyahan

T1 = 80:20

Tabel 9 memperlihatkan bahwa perbandingan tepung terigu dengan tepung

labu kuning memberikan pengaruh terhadap parameter yang diamati. Kadar air

tertinggi terdapat pada perlakuan T4 (perbandingan tepung terigu : tepung labu

kuning 20:80%) yaitu sebesar 4,77% dan terendah pada perlakuan T1

(perbandingan tepung terigu : tepung labu kuning 80:20%) yaitu sebesar 4,49%.

Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan T4 (perbandingan tepung terigu :

tepung labu kuning 20:80%) yaitu sebesar 2,66% dan terendah pada perlakuan T1

(perbandingan tepung terigu : tepung labu kuning 80:20%) yaitu sebesar 0,70%.

Kadar betakaroten tertinggi terdapat pada perlakuan T4 (perbandingan tepung

terigu : tepung labu kuning 20:80%) yaitu sebesar 4,84 µg/100 mg dan terendah

(45)

yaitu sebesar 1,31 µg/100 mg. Derajat pengembangan tertinggi terdapat pada

perlakuan T4 (perbandingan tepung terigu : tepung labu kuning 20:80%) yaitu

sebesar 103,53% dan terendah pada perlakuan T1 (perbandingan tepung terigu :

tepung labu kuning 80:20%) yaitu sebesar 100,39%. Uji organoleptik warna

tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (perbandingan tepung terigu : tepung labu

kuning 80:20%) yaitu sebesar 3,55 dan terendah pada perlakuan T4 (perbandingan

tepung terigu : tepung labu kuning 20:80%) yaitu sebesar 1,84. Uji organoleptik

aroma tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (perbandingan tepung terigu : tepung

labu kuning 80:20%) yaitu sebesar 3,29 dan terendah pada perlakuan T4

(perbandingan tepung terigu : tepung labu kuning 20:80%) yaitu sebesar 1,85. Uji

organoleptik rasa tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (perbandingan tepung

terigu : tepung labu kuning 80:20%) yaitu sebesar 3,29 dan terendah pada

perlakuan T4 (perbandingan tepung terigu : tepung labu kuning 20:80%) yaitu

sebesar 2,25. Uji organoleptik kerenyahan tertinggi terdapat pada perlakuan T1

(perbandingan tepung terigu : tepung labu kuning 80:20%) yaitu sebesar 3,74 dan

terendah pada perlakuan T4 (perbandingan tepung terigu : tepung labu kuning

20:80%) yaitu sebesar 2,41.

Pengaruh Jenis Penstabil Terhadap Parameter yang Diamati

Secara umum hasil penelitian menunjukan bahwa jenis penstabil

memberikan pengaruh terhadap kadar air, kadar abu, kadar betakaroten, derajat

pengembangan dan uji organoleptik (warna, aroma, rasa dan kerenyahan) seperti

(46)

Tabel 10. Pengaruh jenis penstabil terhadap parameter yang diamati

Jenis Penstabil Kadar Air

Warna Aroma Rasa Kerenyahan

P1=Tanpa Penstabil

Tabel 10 memperlihatkan bahwa jenis penstabil memberikan pengaruh

terhadap parameter yang diamati. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan P3

(jenis penstabil CMC) yaitu sebesar 4,69% dan terendah pada perlakuan P1 (tanpa

penstabil) yaitu sebesar 4,63%. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan P4

(jenis penstabil tween 20) yaitu sebesar 1,75% dan terendah pada perlakuan P1

(tanpa penstabil) yaitu sebesar 1,60%. Kadar betakaroten tertinggi terdapat pada

perlakuan P4 (jenis penstabil tween 20) yaitu sebesar 3,09 µg/100 mg dan

terendah pada perlakuan P1 (tanpa penstabil) yaitu sebesar 2,33 µg/100 mg.

Derajat pengembangan tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (jenis penstabil tween

20) yaitu sebesar 102,27% dan terendah pada perlakuan P1 (tanpa penstabil) yaitu

sebesar 101,77%. Uji organoleptik warna tertinggi terdapat pada perlakuan P1

(tanpa penstabil) yaitu sebesar 3,04 dan terendah pada perlakuan P4 (jenis

penstabil tween 20) yaitu sebesar 2,79. Uji organoleptik aroma tertinggi terdapat

pada perlakuan P3 (jenis penstabil) yaitu sebesar 2,99 dan terendah pada perlakuan

P2 (jenis penstabil gum arab) yaitu sebesar 2,78. Uji organoleptik rasa tertinggi

terdapat pada perlakuan P1 (tanpa penstabil) yaitu sebesar 2,94 dan terendah pada

perlakuan P4 (jenis penstabil tween 20) yaitu sebesar 2,90. Uji organoleptik

(47)

Kadar Air (%)

Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dengan Kadar Air Cookies (%)

Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 1) diketahui bahwa perbedaan

perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning memberi pengaruh yang

berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air cookies yang dihasilkan. Hasil

uji LSR pengaruh perbadingan tepung terigu dengan tepung labu kuning terhadap

kadar air cookies dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini.

Tabel 11. Uji LSR efek utama perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning dengan kadar air cookies(%)

Jarak LSR Perbandingan Tepung Terigu Rataan Notasi 0,05 0,01 dan Tepung Labu Kuning 0,05 0,01

- - - T1= 80:20% 4,49 c C

2 0,062 0,085 T2= 60:40% 4,63 b B

3 0,065 0,089 T3= 40:60% 4,74 a A

4 0,066 0,092 T4= 20:80% 4,77 a A

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Dari Tabel 11 dapat diketahui bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata

dengan T2, T3 dan T4. Perlakuan T2 berbeda sangat nyata dengan T3 dan T4.

Perlakuan T3 berbeda tidak nyata dengan T4. Kadar air tertinggi diperoleh pada

perlakuan T4 yaitu sebesar 4,77% dan terendah pada perlakuan T1 yaitu sebesar

4,49%.

Hubungan antara perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning

dengan kadar air cookies dapat dilihat pada Gambar 4 menunjukkan bahwa pada

perbandingan tepung labu kuning yang lebih tinggi maka kadar air cookies

semakin meningkat, hal ini disebabkan labu kuning mengandung pati yang relatif

(48)

semakin tinggi perbandingan jumlah tepung labu kuning semakin tinggi kadar air.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno, (1992) yang menyatakan bahwa

jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar, maka kemampuan

menyerap air sangat besar.

Gambar 4. Hubungan antara perbandingan tepung terigu dengan tepung labu Kuning dengan kadar air cookies (%)

Pengaruh Jenis Penstabil dengan Kadar Air Cookies (%)

Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 1) diketahui bahwa jenis

penstabil memberi pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air

cookies yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh Interaksi antara Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dan Jenis Penstabil dengan Kadar Air Cookies(%)

Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa interaksi

perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning dan jenis penstabil

memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air cookies

yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

(49)

Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dengan Kadar Abu Cookies (%)

Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 2) diketahui bahwa

perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning memberi pengaruh yang

berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu cookies. Hasil uji LSR

pengaruh perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning terhadap kadar

abu cookies dapat dilihat pada Tabel 12 berikut ini.

Tabel 12. Uji LSR efek utama perbandingan tepung terigu dan tepung labu kuning dengan kadar abu cookies (%)

Jarak LSR Perbandingan Tepung Terigu Rataan Notasi 0,05 0,01 dan Tepung Labu Kuning 0,05 0,01

- - - T1= 80:20% 0,70 d D

2 0,096 0,132 T2= 60:40% 1,29 c C

3 0,101 0,139 T3= 40:60% 2,06 b B

4 0,104 0,143 T4= 20:80% 2,66 a A

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Dari Tabel 12 dapat diketahui bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata

dengan T2, T3 dan T4. Perlakuan T2 berbeda sangat nyata dengan T3 dan T4.

Perlakuan T3 berbeda sangat nyata dengan T4. Kadar abu tertinggi diperoleh pada

perlakuan T4 yaitu sebesar 2,66% dan terendah pada perlakuan T1 yaitu sebesar

0,70%.

Hubungan antara perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning

dengan kadar abu cookies dapat dilihat pada Gambar 5 menunjukkan bahwa

terjadi peningkatan kadar abu cookies dengan semakin meningkatnya

perbandingan tepung labu kuning. Labu kuning merupakan sumber mineral bagi

tubuh antara lain kalsium, fosfor dan besi masing-masing sebesar 45 mg, 64 mg

(50)

meningkatnya perbandingan tepung labu kuning maka kadar abu cookies semakin

meningkat.

Gambar 5. Hubungan antara perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning dengan kadar abu cookies (%)

Pengaruh Jenis Penstabil dengan Kadar Abu Cookies (%)

Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 2) diketahui bahwa jenis

penstabil memberi pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap kadar abu

cookies. Hasil uji LSR pengaruh jenis penstabil dengan kadar abu cookies dapat

di lihat pada Tabel 13 berikut ini.

Tabel. 13. Uji LSR efek utama jenis penstabil dengan kadar abu cookies (%)

Jarak LSR Jenis Rataan Notasi

0,05 0,01 Penstabil 0,05 0,01 - - - P1=Tanpa Penstabil 1,60 b B 2 0,096 0,132 P2=Gum Arab 1,66 ab AB 3 0,101 0,139 P3=CMC 1,70 ab AB 4 0,104 0,143 P4=Tween 20 1,75 a A Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Dari Tabel 13 dapat diketahui bahwa perlakuan P1 berbeda tidak nyata

dengan P2 dan P3, dan berbeda sangat nyata dengan P4. Perlakuan P2 berbeda tidak

(51)

nyata dengan P4. Kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 yaitu sebesar

1,75% dan terendah pada perlakuan T1 yaitu sebesar 1,60%.

Hubungan antara jenis penstabil dengan kadar abu cookies dapat dilihat

pada Gambar 6 menunjukkan bahwa cookies yang menggunakan penstabil seperti

gum arab, CMC dan tween 20 memiliki kadar abu yang tinggi karena penstabil

mengandung unsur mineral yaitu CMC mengandung unsur mineral Na dan gum

arab mengandung unsur mineral Ca (Winarno, 1997). Sehingga dengan

penambahan penstabil akan meningkatkan unsur mineral Ca dan Na sehingga

meningkatkan kadar abu.

Gambar 6. Hubungan antara jenis penstabil dengan kadar abu cookies (%)

Pengaruh Interaksi antara Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dan Jenis Penstabil dengan Kadar Abu Cookies (%)

Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa interaksi

perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning dan jenis penstabil

memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu cookies

(52)

Kadar Betakaroten (µg/100 mg)

Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dengan Kadar Betakaroten Cookies (µg/100 mg)

Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 3) diketahui bahwa

perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning memberi pengaruh yang

berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar betakaroten cookies. Hasil uji LSR

pengaruh perbadingan tepung terigu dengan tepung labu kuning terhadap kadar

betakaroten cookies dapat dilihat pada Tabel 14 berikut ini.

Tabel 14. Uji LSR efek utama perbandingan tepung terigu dan tepung labu kuning dengan kadar betakaroten cookies (µg/100 mg)

Jarak LSR Perbandingan Tepung Terigu Rataan Notasi 0,05 0,01 dan Tepung Labu Kuning 0,05 0,01

- - - T1= 80:20% 1,31 d D

2 0,367 0,505 T2= 60:40% 1,99 c C

3 0,385 0,531 T3= 40:60% 3,41 b B

4 0,395 0,544 T4= 20:80% 4,84 a A

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Dari Tabel 14 dapat diketahui bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata

dengan T2, T3 dan T4. Perlakuan T2 berbeda sangat nyata dengan T3 dan T4.

Perlakuan T3 berbeda sangat nyata dengan T4. Kadar betakaroten tertinggi

diperoleh pada perlakuan T4 yaitu sebesar 4,84 µg/100 mg dan terendah pada

perlakuan T1 yaitu sebesar 1,31 µg/100 mg.

Hubungan antara perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning

dengan kadar betakaroten cookies dapat dilihat pada Gambar 7 menunjukkan

bahwa semakin tinggi perbandingan tepung labu kuning maka semakin meningkat

kadar betakaroten cookies. Labu kuning merupakan sumber vitamin A dengan

(53)

1000-1300 IU/100 g bahan (Hendrasty, 2003), sehingga dengan meningkatnya

perbandingan tepung labu kuning maka kadar betakaroten semakin meningkat.

Gambar 7. Hubungan antara perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning dengan kadar betakaroten cookies (µg/100 mg)

Pengaruh Jenis Penstabil dengan Kadar Betakaroten Cookies (µg/100 mg) Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 3) diketahui bahwa jenis

penstabil memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar

betakaroten cookies. Hasil uji LSR pengaruh jenis penstabil terhadap kadar

betakaroten cookies dapat dilihat pada Tabel 15 berikut ini.

Tabel 15. Uji LSR efek utama jenis penstabil dengan kadar betakaroten cookies (µg/100 mg)

Jarak LSR Jenis Rataan Notasi

(54)

Dari Tabel 15 dapat diketahui bahwa perlakuan P1 berbeda sangat nyata

dengan P2, P3 dan P4. Perlakuan P2 berbeda tidak nyata dengan P3 dan P4.

Perlakuan P3 berbeda tidak nyata dengan P4. Kadar betakaroten tertinggi diperoleh

pada perlakuan P4 yaitu sebesar 3,09 µg/100 mg dan terendah pada perlakuan P1

yaitu sebesar 2,34 µg/100 mg.

Hubungan antara jenis penstabil dengan kadar betakaroten cookies dapat

dilihat pada Gambar 8 menunjukkan bahwa perlakuan yang menggunakan

penstabil kadar betakaroten semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena

betakaroten mudah rusak bila dipanaskan pada suhu tinggi. Oleh karena itu

dengan adanya penstabil dapat mempertahankan fungsi dan struktur dari

betakaroten (Winarno, 1995). Sebagian besar sumber vitamin A adalah karoten

yang banyak terdapat dalam bahan-bahan nabati. Wortel, ubi jalar dan waluh kaya

akan karoten.

(55)

Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu

Kuning dan Jenis Penstabil dengan Kadar Betakaroten Cookies (µg/100 mg)

Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa interaksi

perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning dan jenis penstabil

memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap kadar betakaroten

cookies yang dihasilkan, dapat dilihat pada Tabel 16 berikut ini.

Tabel 16. Uji LSR efek utama interaksi antara perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning dan jenis penstabil dengan kadar

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa kombinasi perlakuan antara

perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning dan jenis penstabil

memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap kadar betakaroten.

Kadar betakaroten tertinggi terdapat pada perlakuan T4P4 yaitu sebesar

(56)

Hubungan interaksi antara perbandingan tepung terigu dengan tepung labu

kuning dan jenis penstabil terhadap kadar betakaroten dapat dilihat pada

Gambar 9 menunjukkan bahwa semakin tinggi perbandingan jumlah tepung labu

kuning dan dengan penambahan jenis penstabil seperti tween 20 maka semakin

tinggi kadar betakaroten cookies. Hal ini disebabkan karena labu kuning

merupakan sumber vitamin A dengan kandungan betakaroten yang sangat tinggi,

yaitu 180 SI atau sekitar 1000-1300 IU/100 gr bahan dan betakaroten mudah

rusak bila dipanaskan pada suhu tinggi karena itu dengan adanya penstabil dapat

mempertahankan fungsi dan struktur dari betakaroten (Winarno, 1995). Sebagian

besar sumber vitamin A adalah karoten yang banyak terdapat dalam bahan-bahan

nabati. Wortel, ubi jalar dan waluh kaya akan karoten.

(57)

Derajat Pengembangan (%)

Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dengan Derajat Pengembangan Cookies (%)

Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 4) diketahui bahwa

perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning memberi pengaruh yang

berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap derajat pengembangan cookies. Hasil uji

LSR pengaruh perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning terhadap

derajat pengembangan cookies dapat dilihat pada Tabel 17 berikut ini.

Tabel 17. Uji LSR efek utama perbandingan tepung terigu dan tepung labu kuning dengan derajat pengembangan cookies (%)

Jarak LSR Perbandingan Tepung Terigu Rataan Notasi 0,05 0,01 dan Tepung Labu Kuning 0,05 0,01 - - - T1= 80:20% 100,39 c C

2 0,353 0,486 T2= 60:40% 102,14 b B

3 0,371 0,511 T3= 40:60% 102,30 b B

4 0,380 0,524 T4= 20:80% 103,53 a A

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Dari Tabel 17 dapat diketahui bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata

dengan T2, T3 dan T4. Perlakuan T2 berbeda tidak nyata dengan T3 dan berbeda

sangat nyata dengan T4. Perlakuan T3 berbeda sangat nyata dengan T4. Derajat

pengembangan tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 yaitu sebesar 103,53% dan

terendah pada perlakuan T1 yaitu sebesar 100,39%.

Hubungan antara perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning

dengan derajat pengembangan cookies dapat dilihat pada Gambar 10

menunjukkan bahwa semakin tinggi perbandingan jumlah tepung labu kuning

maka derajat pengembangan semakin meningkat. Hal ini disebabkan protein

tepung labu kuning mengandung protein jenis gluten yang cukup tinggi sehingga

(58)

berfungsi pada pengembangan volume roti dan produk makanan lain yang

memerlukan pengembangan volume. Tepung labu kuning mempunyai kualitas

tepung yang baik karena mempunyai sifat gelatinisasi yang baik, sehingga dapat

membentuk adonan dengan konsistensi, kekenyalan, viskositas maupun elastisitas

yang baik, sehingga roti yang dihasilkan akan berkualitas baik pula. Karbohidrat

tepung labu kuning juga cukup tinggi. Karbohidrat ini sangat berperan dalam

pembuatan adonan pati. Granula pati akan melekat pada protein selama

pembentukan adonan. Kelekatan antara granula pati dan protein akan

menimbulkan kontinuitas struktur adonan (Hendrasty, 2003).

Gambar 10. Hubungan antara perbandingan tepung terigu dengan tepung labu Kuning dengan derajat pengembangan cookies (%)

Pengaruh Jenis Penstabil dengan Derajat Pengembangan Cookies (%)

Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 4) diketahui bahwa jenis

penstabil memberi pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap derajat

pengembangan cookies. Hasil uji LSR pengaruh jenis penstabil terhadap derajat

Gambar

Gambar 1. Kurva standar
Tabel 8. Skala uji hedonik terhadap kerenyahan
Gambar 3. Skema Pembuatan Cookies
Tabel 9. Pengaruh perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning               terhadap parameter yang diamati
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Subtitusi Tepung Terigu dan Jenis Penstabil Dalam Pembuatan Cookies labu Kuning.. Skripsi, Universitas Sumatera Utara,

Formulasi penggunaan tepung labu kuning dan koro pedang terhadap terigu pada pembuatan cake berpengaruh nyata terhadap kesukaan warna, rasa, tekstur, keseluruhan,

Substitusi terigu dengan tepung labu kuning pada muffin memberikan pengaruh nyata terhadap karakteristik sifat fisik meliputi kadar air, aw, volume pengembangan,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar abu, kadar protein,

Tepung labu kuning tidak hanya menjadi bahan tambahan dalam substitusi tepung terigu pada pembuatan roti tawar, namun tepung labu kuning dapat memfortifikasi roti

Perbandingan tepung terigu dan tepung labu kuning memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P&lt;0,01) terhadap kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar,

Substitusi terigu dengan tepung labu kuning pada muffin memberikan pengaruh nyata terhadap karakteristik sifat fisik meliputi kadar air, aw, volume pengembangan,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung terigu dan tepung sukun memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar