COOKIES LABU KUNING
SONDANG SINAGA 060305025
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
COOKIES LABU KUNING
SKRIPSI
SONDANG SINAGA 060305025
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
COOKIES LABU KUNING
SKRIPSI
Oleh :
SONDANG SINAGA
060305025/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
Nama : Sondang Sinaga
NIM : 060305025
Departemen : Teknologi Pertanian Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian
Disetujui Oleh,
Komisi Pembimbing
Ir. Sentosa Ginting, MP Mimi Nurminah, STP, M.Si Ketua Anggota
Mengetahui,
Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si Ketua Departemen
SONDANG SINAGA: Pengaruh Substitusi Tepung Terigu dan Jenis Penstabil dalam Pembuatan Cookies Labu Kuning, dibimbing oleh Ir. Sentosa Ginting, MP dan Mimi Nurminah, STP. MSi.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung terigu dan jenis penstabil terhadap mutu cookies labu kuning. Penelitian dilakukan pada Juni-Agustus 2010 di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor yaitu campuran tepung terigu : tepung labu kuning (T) dengan perbandingan 80:20%, 60:40%, 40:60% dan 20:80% dan jenis penstabil (P) yaitu tanpa penstabil, gum arab, CMC (carboxy methyl cellulose) dan tween 20. Parameter yang dianalis adalah kadar air, kadar abu, kadar betakaroten, derajat pengembangan dan uji organoleptik (warna, aroma, rasa dan kerenyahan).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap semua parameter. Jenis penstabil memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar betakaroten dan uji organoleptik (aroma dan kerenyahan). Interaksi perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning dan jenis penstabil memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kadar betakaroten dan uji organoleptik kerenyahan. Perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning 80:20% dan jenis penstabil CMC (carboxy methyl cellulose) memberikan pengaruh yang terbaik untuk mutu cookies labu kuning.
Kata Kunci : Tepung Labu Kuning, Penstabil, Cookies
ABSTRACT
SONDANG SINAGA: The Effect of Wheat Starch Substitution and Kinds of Stabilizer in the Making of Pumpkin Cookies, supervised by Ir. Sentosa Ginting, MP and Mimi Nurminah, STP. MSi.
This research was conducted to find the effect of wheat starch substitution and kinds of stabilizer on the quality of pumpkin cookies. This research was performed in Juny-August 2010 at the Laboratory of Food Technology, Agriculture Faculty, North Sumatera University, Medan using factorial completely randomized design with two factors, the compositionof wheat starch : pumpkin powder 80:20%, 60:40%, 40:60% and 20:80%, and kinds of stabilizer were no stabilizer, gum arab, CMC and tween 20. Parameters analysed were moisture content, ash content, betacaroten content, and organoleptic values (colour, flavour, taste and texture).
The result showed that the composition of wheat starch and pumpkin powder gave highly significant effect on all parameters. Kinds of stabilizers gave highly significant effect on the betacaroten content and organoleptic values (flavour and texture). The combination of composition of wheat starch and pumpkin powder and kinds of stabilizer gave significant effect on the betacaroten content and organoleptic value of texture. The composition of wheat starch and pumpkin powder 80:20% and stabilizer CMC (carboxy methyl cellulose) gave the best quality of pumpkin cookies.
Penulis dilahirkan di Gorbus pada tanggal 22 November 1987 dari Bapak
Maruli Sinaga dan Ibu Remina Nainggolan. Penulis merupakan putri ketiga dari
sepuluh bersaudara.
Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri I Dolok Pardamean dan pada
tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU. Penulis memilih Program
Studi Teknologi Hasil Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan
Mahasiswa Teknologi Hasil Partanian.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Pabrik Teh
Tobasari PTPN IV tepatnya di Kecamatan Sidamanik, Sumatera Utara dari
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Substitusi Tepung Terigu dan Jenis Penstabil dalam
Pembuatan Cookies Labu Kuning”.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan,
memelihara dan mendidik penulis selama ini, kepada abang, kakak dan adik atas
doa dan dukungannya. Penulis menyampaikan ucapkan terimakasih kepada
Ir. Sentosa Ginting, MP dan Mimi Nurminah, STP, M.Si selaku ketua dan anggota
komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan
berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian,
sampai pada ujian akhir.
Disamping itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua staf
pengajar dan pegawai di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Departemen
Teknologi Pertanian, kepada semua teman stambuk 2006, serta semua rekan
mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu disini yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, Oktober 2010
Hal
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 19
Bahan Penelitian ... 19
Bahan Kimia ... 19
Alat Penelitian ... 19
Uji Organoleptik Aroma
Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Labu Kuning
dengan Aroma Cookies ... 47
Pengaruh Jenis Penstabil dengan Aroma Cookies ... 48
Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dan Jenis Penstabil dengan Aroma Cookies ... 49
Uji Organoleptik Rasa Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Labu Kuning dengan Rasa Cookies ... 50
Pengaruh Jenis Penstabil dengan Rasa Cookies ... 51
Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dan Jenis Penstabil dengan Rasa Cookies ... 51
Uji Organoleptik Kerenyahan Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Labu Kuning dengan Kerenyahan Cookies ... 51
Pengaruh Jenis Penstabil dengan Kerenyahan Cookies ... 53
Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dan Jenis Penstabil dengan Kerenyahan Cookies ... 55
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 57
Saran ... 58
DAFTAR PUSTAKA ... 59
No Hal
1. Komposisi Zat Gizi Labu Kuning per 100 gram Bahan ... 7
2. Komposisi Kimia Aneka Tepung Umbi-Umbian dan Buah-buahan ... 9
3. Daftar Komposisi Kimia Tepung Terigu per 100 gram Bahan ... 11
4. Daftar Komposisi Kimia Tepung Terigu (%) ... 12
5. Syarat Mutu Tepung Terigu ... 12
6. Data kurva standar betakaroten ... 25
7. Skala Uji Hedonik terhadap Warna, Aroma dan Rasa ... 26
8. Skala Uji Hedonik terhadap Kerenyahan ... 26
9. Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning terhadap Parameter yang Diamati ... 29
10. Pengaruh Jenis Penstabil terhadap Parameter yang Diamati ... 31
11. Uji LSR Efek Utama Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dengan Kadar Air cookies (%) ... 32
12. Uji LSR Efek Utama Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dengan Kadar Abu Cookies (%) ... 34
13. Uji LSR Efek Utama Jenis Penstabil dengan Kadar Abu Cookies (%) ... 35
14. Uji LSR Efek Utama Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dengan Kadar Betakaroten Cookies (µg/100 mg) ... 37
15. Uji LSR Efek Utama Jenis Penstabil dengan Kadar Betakaroten Cookies (µg/100 mg) ... 38
18. Uji LSR Efek Utama Jenis Penstabil dengan Derajat Pengembangan Cookies (%) ... 44
19. Uji LSR Efek Utama Perbandingan Tepung Terigu dengan
Tepung Labu Kuning dengan Warna Cookies (Numerik) ... 45
20. Uji LSR Efek Utama Perbandingan Tepung Terigu dengan
Tepung Labu Kuning dengan Aroma Cookies (Numerik) ... 47
21. Uji LSR Efek Utama Jenis Penstabil dengan Aroma
Cookies (Numerik) ... 48
22. Uji LSR Efek Utama Perbandingan Tepung Terigu dengan
Tepung Labu Kuning dengan Rasa Cookies (Numerik) ... 50
23. Uji LSR Efek Utama Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dan Jenis Penstabil dengan Kerenyahan
Cookies (Numerik)... 52
24. Uji LSR Efek Utama Jenis Penstabil dengan Kerenyahan
Cookies (Numerik) ... 53
25. Uji LSR Efek Utama Interaksi Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dan Jenis Penstabil dengan Kerenyahan
No Hal
1. Kurva Standar ………... 25
2. Skema Pembuatan Tepung Labu Kuning ... 27
3. Skema Pembuatan Cookies ... 28
4. Hubungan antara Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung
Labu Kuning dengan Kadar Air Cookies (%) ... 33
5. Hubungan antara Perbandingan Tepung Terigu dengan
Tepung Labu Kuning dengan Kadar Abu Cookies (%) ... 35
6. Hubungan antara Jenis Penstabil dengan Kadar Abu Cookies (%) ... 36
7. Hubungan antara Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dengan Kadar Betakaroten Cookies
(µg/100 mg) ... 38
8 Hubungan antara Jenis Penstabil dengan Kadar Betakaroten
Cookies (µg/100 mg) ... 39
9. Hubungan Interaksi antara Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dan Jenis Penstabil dengan Kadar Betakaroten
Cookies (µg/100 mg) ... 41
10. Hubungan antara Perbandingan Tepung Terigu dengan
Tepung Labu Kuning dengan Derajat Pengembangan Cookies (%) ... 43
11. Hubungan antara Jenis Penstabil dengan Derajat Pengembangan
Cookies (%) ... 44
12. Hubungan antara Perbandingan Tepung Terigu dengan
Tepung Labu Kuning dengan Warna Cookies ... 46
13. Hubungan antara Perbandingan Tepung Terigu dengan
Tepung Labu Kuning dengan Aroma Cookies ... 48
14. Hubungan antara Jenis Penstabil dengan Aroma Cookies ... 49
15. Hubungan antara Perbandingan Tepung Terigu dengan
17. Hubungan antara Jenis Penstabil dengan Kerenyahan Cookies Cookies . 54
18. Hubungan Interaksi antara Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dan Jenis Penstabil dengan Kerenyahan
SONDANG SINAGA: Pengaruh Substitusi Tepung Terigu dan Jenis Penstabil dalam Pembuatan Cookies Labu Kuning, dibimbing oleh Ir. Sentosa Ginting, MP dan Mimi Nurminah, STP. MSi.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung terigu dan jenis penstabil terhadap mutu cookies labu kuning. Penelitian dilakukan pada Juni-Agustus 2010 di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor yaitu campuran tepung terigu : tepung labu kuning (T) dengan perbandingan 80:20%, 60:40%, 40:60% dan 20:80% dan jenis penstabil (P) yaitu tanpa penstabil, gum arab, CMC (carboxy methyl cellulose) dan tween 20. Parameter yang dianalis adalah kadar air, kadar abu, kadar betakaroten, derajat pengembangan dan uji organoleptik (warna, aroma, rasa dan kerenyahan).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap semua parameter. Jenis penstabil memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar betakaroten dan uji organoleptik (aroma dan kerenyahan). Interaksi perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning dan jenis penstabil memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kadar betakaroten dan uji organoleptik kerenyahan. Perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning 80:20% dan jenis penstabil CMC (carboxy methyl cellulose) memberikan pengaruh yang terbaik untuk mutu cookies labu kuning.
Kata Kunci : Tepung Labu Kuning, Penstabil, Cookies
ABSTRACT
SONDANG SINAGA: The Effect of Wheat Starch Substitution and Kinds of Stabilizer in the Making of Pumpkin Cookies, supervised by Ir. Sentosa Ginting, MP and Mimi Nurminah, STP. MSi.
This research was conducted to find the effect of wheat starch substitution and kinds of stabilizer on the quality of pumpkin cookies. This research was performed in Juny-August 2010 at the Laboratory of Food Technology, Agriculture Faculty, North Sumatera University, Medan using factorial completely randomized design with two factors, the compositionof wheat starch : pumpkin powder 80:20%, 60:40%, 40:60% and 20:80%, and kinds of stabilizer were no stabilizer, gum arab, CMC and tween 20. Parameters analysed were moisture content, ash content, betacaroten content, and organoleptic values (colour, flavour, taste and texture).
The result showed that the composition of wheat starch and pumpkin powder gave highly significant effect on all parameters. Kinds of stabilizers gave highly significant effect on the betacaroten content and organoleptic values (flavour and texture). The combination of composition of wheat starch and pumpkin powder and kinds of stabilizer gave significant effect on the betacaroten content and organoleptic value of texture. The composition of wheat starch and pumpkin powder 80:20% and stabilizer CMC (carboxy methyl cellulose) gave the best quality of pumpkin cookies.
Latar Belakang
Tanaman labu tumbuh merambat dengan daun yang besar dan berbulu.
Pucuk daun dan daun muda dapat digunakan sebagai bahan sayuran yang lezat,
bisa dimakan sebagai sayuran bersantan, oseng-oseng atau gado-gado. Selain
daun, bagian dari tanaman ini yang memiliki nilai ekonomi dan zat gizi terpenting
adalah buahnya.
Labu kuning tergolong bahan pangan minor, sehingga data statistik
nasional belum tersedia. Namun, di beberapa sentra produksi, baik di Jawa,
Sulawesi Selatan, Sumatera Barat dan Kalimantan Selatan, komoditas ini telah
ditanam pada luasan tidak kurang dari 300 hektar.
Labu kuning atau dikenal sebagai waluh merupakan salah satu komoditas
pertanian yang saat ini mulai mendapatkan perhatian karena potensi gizinya yang
tinggi. Labu kuning merupakan bahan pangan yang kaya karotenoid, yang
mempunyai fungsi sebagai antioksidan. β-karoten merupakan salah satu jenis
karotenoid, disamping mempunyai aktivitas biologis sebagai provitamin-A, juga
dapat berperan sebagai antioksidan yang efektif. Antioksidan merupakan
senyawa-senyawa yang dapat menghambat terjadinya proses oksidasi, sehingga
dapat mencegah terjadinya penyakit-penyakit degeneratif misalnya penuaan,
kanker, diabetes dan katarak.
Labu kuning merupakan salah satu komoditas pertanian yang banyak
mengandung β-karoten atau provitamin A yang sangat bermanfaat bagi kesehatan.
beberapa mineral seperti kalsium, fosfor, besi serta beberapa vitamin B dan C.
Melihat kandungan gizinya yang cukup lengkap dan harganya yang relatif murah,
maka labu kuning ini merupakan sumber gizi yang sangat potensial untuk
dikembangkan sebagai alternatif pangan masyarakat.
Sesuai namanya, labu kuning mempunyai warna kuning atau jingga akibat
kandungan karotenoidnya yang sangat tinggi. Itulah sebabnya air perasan labu
kuning sering digunakan sebagai pewarna alami dalam pengolahan berbagai
makanan tradisional. Tepung labu juga sering dicampurkan ke dalam berbagai
produk olahan untuk mendapatkan warna kuning. Karotenoid dalam buah labu
sebagian besar berbentuk betakaroten. Betakaroten dalam labu kuning melindungi
tanaman itu sendiri dari penyakit, serta akibat sengatan sinar matahari berlebihan
dan faktor alam lain. Selain kaya sumber betakaroten dan nutrisi lain, labu kuning
juga mengandung serat makanan dan zat besi yang baik untuk perempuan yang
membutuhkan zat besi karena menstruasi.
Salah satu cara pemanfaatan labu kuning adalah dengan diolah menjadi
tepung labu kuning. Tepung labu kuning ini kemudian dapat dimanfaatkan dalam
pembuatan beberapa macam produk makanan atau sebagai substitusi tepung
terigu dalam berbagai pembuatan roti tawar, cake dan kue kering. Sehingga
dengan demikian, usaha pembuatan tepung labu kuning ini dapat mendukung
usaha diversifikasi makanan bagi masyarakat.
Cookies atau kue kering merupakan makanan ringan yang biasanya terbuat
dari tepung terigu, gula dan telur. Untuk mengurangi kebutuhan akan terigu yang
masih di impor dari luar negeri, maka perlu dicari bahan lain untuk substitusi
tepung labu kuning juga dapat menambah devisa negara dan juga menambah nilai
ekonomis dari labu kuning.
Hal inilah yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian tentang
“Pengaruh Substitusi Tepung Terigu dan Jenis Penstabil dalam Pembuatan Cookies Labu Kuning“.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui proses pembuatan cookies
dengan menggunakan campuran antara tepung labu kuning dengan tepung terigu
serta untuk mengetahui jenis penstabil yang tepat dalam pembuatan cookies.
Kegunaan Penelitian
Sebagai sumber informasi untuk mengetahui proses pembuatan tepung
labu kuning yang diolah menjadi kue kering dan sebagai sumber data dalam
penyusunan skripsi di Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh perbandingan substitusi tepung terigu dan jenis penstabil
serta interaksi kedua faktor tersebut terhadap mutu cookies labu kuning yang
Botani Tanaman Labu Kuning
Tanaman labu kuning berasal dari Ambon (Indonesia). Ada lima
spesies labu yang umum dikenal, yaitu Cucurbita maxima Duchenes,
Cucurbita ficifolia Bouche, Cucurbita mixta, Cucurbita moschata Duchenes,
dan Cucurbita pipo L. Kelima spesies Cucurbita tersebut di Indonesia disebut
labu kuning (waluh) karena mempunyai ciri-ciri yang hampir sama
Tanaman labu kuning merupakan suatu jenis tanaman sayuran menjalar
dari famili Cucurbitaceae, yang tergolong dalam jenis tanaman semusim yang
setelah berbuah akan langsung mati. Tanaman labu kuning ini telah banyak
dibudidayakan di negara-negara Afrika, Amerika, India dan Cina. Tanaman ini
dapat tumbuh didataran rendah maupun dataran tinggi. Adapun ketinggian tempat
yang ideal adalah antara 0 m-1500 m di atas permukaan laut (Hendrasty, 2003).
Waluh atau Buah Labu Perenggi adalah salah satu tanaman yang banyak
tumbuh di Indonesia. yang mana penanamannya tidak sulit, baik pembibitannya,
perawatannya, hasilnyapun cukup memberikan nilai ekonomis untuk Masyarakat.
Tanaman ini dapat ditanam di lahan pertanian, halaman rumah atau tanah
pekarangan yang kosong dapat kita manfaatkan. Intinya tanaman ini dapat
ditanam di daerah Tropis maupun Subtropis (Hidayah, 2010).
Waluh (Cucurbita moschata, Dutc, ex Poir) termasuk dalam famili
Cucurbitaceae. Di Jawa barat waluh biasanya disebut sebagai “Labu Parang”,
tanaman tersebut merupakan tanaman setahun yang bersifat menjalar (merambat)
dengan perantaraan alat pemegang yang berbentuk pipih. Batangnya cukup kuat
dan panjang dan di permukaan batangnya terdapat bulu-bulu yang agak tajam
(Heliyani, 1993).
Buah labu kuning berbentuk bulat pipih, lonjong atau panjang dengan
banyak alur (15-30 alur). Ukuran pertumbuhannya cepat sekali, mencapai
350 g per hari. Buahnya besar dan warnanya bervariasi (buah muda berwarna
hijau, sedangkan yang lebih tua kuning pucat). Daging buah tebalnya sekitar
tiga cm dan rasanya agak manis. Bobot buah rata-rata 3-5 kg. Untuk labu ukuran
besar, beratnya ada yang dapat mencapai 20 kg per buah. Buah labu kuning
mempunyai kulit yang sangat tebal dan keras, sehingga dapat bertindak sebagai
penghalang laju respirasi, keluarnya air melalui proses penguapan, maupun
masuknya udara penyebab proses oksidasi. Hal tersebutlah yang menyebabkan
labu kuning relatif awet dibanding buah-buahan lainnya. Daya awet dapat
mencapai enam bulan atau lebih, tergantung pada cara penyimpanannya.
Namun, buah yang telah dibelah harus segera diolah karena akan sangat mudah
rusak. Hal tersebut menjadi kendala dalam pemanfaatan labu pada skala rumah
tangga sebab labu yang besar tidak dapat diolah sekaligus
Klasifikasi ilmiah labu kuning :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Cucurbitales
Genus : Cucurbita
Spesies : Cucurbita moschata Durch
Komposisi Kimia Labu Kuning
Waluh/labu kuning juga sarat gizi, memiliki kandungan serat, vitamin dan
karbohidrat yang tinggi. Selain itu, didalam waluh juga terkandung 34 kalori,
lemak 0.8, 45 mg kalsium, dan mineral 0.8 sehingga labu kuning sangat baik
dikonsumsi oleh anak-anak maupun orang tua, karena kandungan gizi yang
terdapat didalamnya sangat baik untuk kesehatan tubuh. Pada anak-anak dapat
digunakan untuk menambah nafsu makan dan sebagai obat cacingan
(Hidayah, 2010).
Labu kuning atau waluh merupakan bahan pangan yang kaya vitamin A, B
dan C, mineral, serta karbohidrat. Daging buahnya pun mengandung antioksidan
sebagai penangkal pelbagai jenis kanker. Sifat labu yang lunak dan mudah dicerna
serta mengandung karoten (pro vitamin A) cukup tinggi, serta dapat menambah
warna menarik dalam olahan pangan lainnya. Tetapi, sejauh ini pemanfaatannya
belum optimal (http://dodonjerry.blogspot.com, 2008).
Labu kuning mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi
sehingga sangat berpotensi untuk diolah menjadi tepung labu kuning. Secara
Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Labu Kuning per 100 gram bahan Sumber : Departemen Kesehatan RI., (1996).
Pembuatan Tepung Labu Kuning
Pengolahan produk setengah jadi merupakan salah satu cara pengawetan
hasil panen, terutama untuk komoditas pangan yang berkadar air tinggi, seperti
umbi-umbian dan buah-buahan. Keuntungan lain dari pengolahan produk
setengah jadi, sebagai bahan baku yang fleksibel untuk industri pengolahan
lanjutan, aman dalam distribusi, serta hemat ruang dan biaya penyimpanan.
Teknologi pembuatan tepung merupakan salah satu proses alternatif produk
setengah jadi yang dianjurkan karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur
(dibuat komposit), dibentuk, diperkaya zat gizi, dan lebih cepat dimasak sesuai
tuntutan kehidupan modern yang serba praktis. Dari segi proses, pembuatan
tepung hanya membutuhkan air relatif sedikit dan ramah lingkungan
dibandingkan dengan pembuatan pati (http:
Tahapan pembuatan tepung dari buah labu kuning sebagai berikut: Labu
kuning harus dipilih yang mengkal, yaitu buah sudah tua tetapi belum masak
semestinya. Buah yang masak optimum tidak sesuai dibuat tepung karena kadar
airnya tinggi, daging buahnya lembek, serta kadar patinya rendah. Setelah dikupas
kulitnya, labu dibelah-belah dan dilakukan pemblansiran, yaitu perlakuan dengan
uap panas selama 5-10 menit. Dalam skala rumah tangga, tahapan ini dapat
dilakukan seperti mengukus nasi tetapi tidak perlu ditutup. Selanjutnya labu
dirajang dengan ketebalan 0,1-0,3 cm. Hasil perajangan tersebut dinamakan
sawut. Pengeringan sawut dilakukan sampai diperoleh kadar air sekitar 14 persen
(http:
Agar lebih efisien, penepungan sawut dilakukan dalam dua tahapan, yaitu
penghancuran sawut untuk menghasilkan butiran kecil (lolos 20 mesh), dan
penggilingan/penepungan menggunakan saringan lebih halus (80 mesh).
Penggilingan sawut kering menjadi tepung labu kuning dapat menggunakan mesin
penepung beras (http:
Tepung Labu Kuning
Tepung labu kuning adalah tepung dengan butiran halus, lolos ayakan
60 mesh, berwarna putih kekuningan, berbau khas labu kuning, kadar air + 13%.
Kondisi fisik tepung labu kuning ini sangat dipengaruhi oleh kondisi bahan dasar
dan suhu pengeringan yang digunakan. Semakin tua labu kuning, semakin tinggi
kandungan gulanya. Oleh karena kandungan gula labu kuning yang tinggi ini,
apabila suhu yang digunakan pada proses pengeringan terlalu tinggi, tepung yang
dihasilkan akan bergumpal dan berbau karamel (Hendrasty, 2003).
Kualitas tepung labu kuning ditentukan oleh komponen penyusunnya yang
menentukan sifat fungsional adonan maupun produk tepung yang dihasilkan serta
gluten yang cukup tinggi sehingga mampu membentuk jaringan tiga dimensi yang
kohesif dan elastis. Sifat ini akan berfungsi pada pengembangan volume roti dan
produk makanan lain yang memerlukan pengembangan volume. Tepung labu
kuning mempunyai kualitas tepung yang baik karena mempunyai sifat gelatinisasi
yang baik, sehingga akan dapat membentuk adonan dengan konsistensi,
kekenyalan, viskositas maupun elastisitas yang baik, sehingga roti yang dihasilkan
akan berkualitas baik pula. Karbohidrat tepung labu kuning juga cukup tinggi.
Karbohidrat ini sangat berperan dalam pembuatan adonan pati. Granula pati akan
melekat pada protein selama pembentukan adonan. Kelekatan antara granula pati
dan protein akan menimbulkan kontinuitas struktur adonan (Hendrasty, 2003).
Adapun enzim yang terkandung dalam tepung labu kuning adalah
amylase, protease, lipase dan oksidase. Enzim amylase akan menghidrolisis pati
menjadi maltosa dan dekstrin, sedangkan enzim protease berperan dalam
pemecahan protein sehingga akan mempengaruhi elastisitas gluten (Sufi, 1999).
Tepung labu kuning mengandung 77,65 % karbohidrat, 0,08 % lemak,
5,04 % protein, 11,14 % air, 5,89 % abu. Tabel 2 menunjukkan bahwa kandungan
protein tepung labu kuning lebih tinggi dibandingkan dengan tepung pisang,
tepung sukun, tepung ubi kayu dan tepung ubi jalar.
Tabel 2. Komposisi Kimia Aneka Tepung Umbi-mbian dan Buah-buahan
Tepung Terigu
Protein tepung gandum adalah unik, bila tepung dicampur dengan air
dalam perbandingan tertentu, maka protein akan membentuk suatu massa adonan
yang plastis yang dapat menahan gas dan akan membentuk suatu struktur spons
bila dipanggang (Somaatmadja, 1985).
Tepung dapat digunakan atau diolah menjadi produk lain. Gluten
digunakan sebagai bahan tambahan untuk mempertinggi kandungan protein dalam
roti, dalam pembuatan monosodium glutamate (MSG), sebagai bahan penyedap
dan untuk keperluan lain. Gluten mengandung 72 % protein dan14 % hidrat jika
dalam keadaan kering. Pati digunakan untuk memperbaiki tekstur dan kekentalan
serta rasa (palatabilitas) makanan (Moehyi, 1992).
Pati memiliki sifat-sifat yaitu dengan penambahan air panas akan
tergelatinisasi, dapat memberikan tekstur, kekentalan dan meningkatkan
palatabilitas dari berbagai makanan, sebagai perekat dalam industri fermentasi dan
ada yang larut dalam air juga ada yang tidak larut dalam air (Winarno, 1997).
Menurut Astawan (2004), berdasarkan kandungan gluten protein pada
tepung terigu yang beredar dipasaran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
- Hard flour, tepung ini berkualitas paling baik. Kandungan proteinnya 12-13
%. Tepung ini biasanya digunakan pada pembuatan roti dan mie berkualitas
tinggi. Contohnya: terigu dengan merk dagang cakra kembar.
- Medium hard flour, terigu jenis ini mengandung protein 9,5-11 %. Tepung ini
banyak digunakan untuk pembuatan roti, mie dan macam-macam kue serta
- Soft flour, tepung ini mengandung protein sebesar 7-8,5 %. Penggunaannya
cocok sebagai bahan pembuatan kue dan biskuit. Contohnya: terigu dengan
merk dagang kunci biru.
Komposisi Kimia Tepung Terigu
Pada biji gandum mengandung suatu jenis protein yang disebut gluten
(85 % dari total protein). Gluten ini tersusun atas gliadin (BM kecil) dan glutenin
(BM tinggi). Keduanya berperanan di dalam pembentukan adonan roti, karena
sifatnya yang plastis dan elastis (Syarief dan Irawati, 1988).
Bahan dasar tepung terigu yang baik untuk pembuatan kue adalah tepung
terigu hard yang mempunyai kadar protein 11%-13%. Fungsi tepung terigu adalah
sebagai kerangka serta dapat memberikan tekstur kering, rapuh dan renyah pada
kue. Terigu kuat yang baik kualitasnya dapat diketahui berdasarkan ciri ciri yaitu
berwarna krem pada tepung, daya serapnya tinggi dan mudah menyesuaikan diri
(Nusfa, 2007).
Tabel 3. Daftar Komposisi Kimia Tepung Terigu per 100 gram bahan
Tabel 4. Daftar Komposisi Kimia Tepung Terigu (%)
Adapun standard mutu yang berlaku untuk tepung terigu adalah sebagai
berikut :
Tabel 5. Syarat Mutu Tepung Terigu
Karakteristik Mutu
Kadar air, maksimum Kadar abu, maksimum Kadar silika, maksimum
Derajat asam, maksimum (ml NaOH 1 N/100 g) Bau dan rasa
Serangga, sisa serangga (telur, larva, kepompong dan lain-lain)
Bahan pengawet dan atau pemanis tambahan Keadaan
Harus baik, tidak rusak dan tidak mengandung campuran Sumber : Susanto dan Saneto, (1994).
Tepung terigu diperoleh dari hasil penggilingan gandum yang banyak
dipergunakan dalam industri pangan. Komponen terbanyak dari tepung terigu
adalah pati sekitar 70 % yang terdiri dari amilosa dan amilopektin. Kandungan
amilosa dalam pati sekitar 20 % dengan suhu gelatinisasi 560C-620C
(Belitz and Grosch, 1987).
Cookies
Cookies atau kue kering dapat digolongkan menjadi jenis adonan dan jenis
dari jenis busa misalnya sponge dan cake
(Tim Penyusun Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, 1990).
Bahan baku untuk membuat kue kering terdiri dari bahan pengikat seperti
tepung, air, susu bubuk, telur dan putih telur serta bahan pelembut seperti gula,
shortening atau margarin, bahan pengembang (soda kue dan baking powder) dan
kuning telur. Keempukan dan kelembutan kue kering (cookies) ditentukan
terutama oleh tepung terigu, gula dan lemak
(Tim Penyusun Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, 1990).
Kebanyakan kue keringan mengandung sedikit air dan dapat dibekukan
dan dapat dicairkan beberapa kali tanpa kehilangan kualitasnya. Pada umumnya,
makin rendah suhu penyimpanan makin lama umur simpannya tanpa mengalami
kerusakan. Palatabilitas kue keringan dapat diperhatikan paling sedikit enam
bulan pada suhu 00F dan lebih lama pada suhu yang lebih rendah
(Desrosier, 1988).
Bahan-bahan yang berperan penting dalam membentuk sifat-sifat kue
kering khususnya sifat fisik dan cita rasa antara lain tepung, telur dan bahan
pengembang. Jumlah dan mutu gula berpengaruh terhadap tekstur, penampakan
dan cita rasa produk akhir. Gula harus paling baik digunakan untuk membuat
cookies. Jumlah gula harus pas untuk menjamin hasil yang diinginkan yaitu
lembut dan tidak keras
(Tim Penyusun Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, 1990).
Proses pembuatan cookies atau kue kering terdiri atas tahap pembuatan
adonan, pencetakan dan pembakaran (baking). Pada pencampuran bahan,
kemudian dicampurkan tepung terigu dan bahan pengembang. Pengocokan
dilakukan sedemikian rupa sehingga semua bahan tersebut tercampur dengan rata
atau homogen (Tim Penyusun Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, 1990).
Zat Penstabil
Emulsifier atau zat pengemulsi adalah zat untuk membantu menjaga
kestabilan
kedua zat tersebut dapat bercampur. Gugus nonpolar emulsifier akan mengikat
polar pengemulsi tersebut. Bagian polar kemudian akan terionisasi menjadi
bermuatan negatif, hal ini menyebabkan minyak juga menjadi bermuatan negatif
Bahan tambahan pangan (BTP) fungsinya macam-macam, misalnya
sebagai pewarna, pelarut, pengemulsi, pemisah, pengembang, penyedap dan
penstabil. Emulsifier berperan mengikat emulgator (zat pengemulsi), menyatukan
zat-zat yang sulit bersatu semisal air dan minyak
Yang disebut emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan
dalam cairan yang lain, yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling
berbaur tetapi saling antagonistik. Air dan minyak merupakan cairan yang tidak
saling berbaur, tetapi saling ingin terpisah karena mempunyai berat jenis yang
berbeda (Winarno, 1995).
Pengemulsi merupakan senyawa aktif permukaan yang mampu
menurunkan tegangan antarpermukaan antara antarmuka udara-cairan dan
molekulnya mengandung dua bagian yang jelas, satu bagian mempunyai sifat
polar atau sifat hidrofil, bagian yang lain bersifat non polar atau hidrofob
(deMan, 1989).
Yang dimaksud dengan emulsifier adalah bahan yang digunakan untuk
menstabilkan emulsi. Daya kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk
molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak maupun air. Bila emulsifier
tersebut lebih terikat pada air atau lebih larut dalam air (polar) maka dapat lebih
membantu terjadinya disperse minyak dalam air sehingga terjadilah emulsi
minyak dalam air (Winarno, 1997).
Gum Arab
Gum arab dapat dipergunakan untuk dapat memperbaiki kekentalan atau
viskositas, tekstur dalam bentuk makanan. Selain itu gum arab dapat
mempertahankan flavor dari bahan yang dikeringkan dengan pengeringan
semprot. Dalam hal ini gum arab membentuk lapisan yang dapat melapisi partikel
flavor, sehingga melindungi dari oksidasi, evaporasi dan absorbsi air dari udara.
Dalam industri pangan gum arab digunakan sebagai pengikat aroma, penstabil,
pengemulsi dalam pembuatan es krim (Tranggano, 1991).
Fungsi gum arab di dalam produk bahan pangan adalah sebagai perekat,
alat pengikat, alat penjernih, alat penguat, alat pelapis, alat pembusa, alat penyatu
atau penggabung dan sebagainya. Namun fungsi yang umum dari gum arab adalah
pengental dan penstabil (Blansard, 1979).
Carboxy Methyl Cellulose (CMC)
Sebagai pengemulsi, CMC sangat baik digunakan untuk memperbaiki
mampu mengikat air sehingga molekul-molekul air terperangkap dalam struktur
gel yang dibentuk oleh CMC (Fardiaz, 1986).
Carboxy Methyl Cellulose adalah turunan dari selulosa dan sering dipakai
dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Fungsi CMC yang
terpenting adalah sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel, sebagai
pengemulsi dan dalam beberapa hal dapat meratakan penyebaran antibiotik
(Winarno, 1992).
Tween 20
Emulsi adalah suatu sistem heterogen yang tidak stabil secara
termodinamika, yang terdiri dari paling sedikit dua fase cairan yang tidak
bercampur, dimana salah satunya terdispersi dalam cairan lainnya dalam bentuk
tetesan-tetesan kecil, yang berukuran 0,1-100 mm, yang distabilkan dengan
emulgator/surfaktan yang cocok
Tween 20, 60 dan 80 yang tahu sebagai polisorbat 20, 60 dan 80 (PEG-20
dehidrasi monolaurat sorbierit, PEG-20 monostearat dehidrasi sorbierit,
polyoxyetilen monooleat sorbitan). Hal tersebut merupakan surfaktan nonionik
dan emulsifier berasal dari sorbitol yang diperoleh dari berbagai jenis buah.
Semua larut dalam air, etanol, metanol atau etil asetat, tetapi hanya sedikit dalam
minyak mineral. Sebagai bahan yang tidak menyebabkan iritasi, polisorbat adalah
ambar cair agak kekuningan, yang sedikit pahit dan rasa masam dan dengan rasa
hangat. Kemungkinan polisorbat banyak digunakan sebagai emulsifier, penstabil,
solubilizer di industri makanan, kosmetik, farmasi, dan tekstil
Bahan Tambahan Dalam Pembuatan Cookies Gula
Gula merupakan salah satu bahan pemanis yang sangat penting karena
hampir setiap produk mempergunakan gula. Fungsi gula sebagai bahan penambah
rasa, sebagai bahan perubah warna dan sebagai bahan untuk memperbaiki susunan
dalam jaringan (Subagjo, 2007).
Penambahan gula pada produk bukan saja untuk menghasilkan rasa manis
meskipun sifat ini sangatlah penting. Jadi, gula bersifat untuk menyempurnakan
rasa asam, cita rasa juga memberikan kekentalan. Daya larut yang tinggi dari gula,
memiliki kemampuan mengurangi kelembaban relatif (ERH) dan daya mengikat
air adalah sifat-sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam pengawetan pangan
(Buckle, et al, 1987).
Sukrosa memiliki tingkat kemanisan 3 kali dari kemanisan dekstrosa. Gula
didalam madu merupakan gula invert yaitu campuran antara dekstrosa dan
fruktosa. Gula ini lebih manis daripada sukrosa. Kandungan gula di dalam madu
memberikan pengaruh lebih terhadap karakteristik aroma mentega kacang
daripada komponen-komponen lain yang terkandung dalam madu (Weiss, 1983).
Garam
Garam dapur (NaCl) merupakan racun untuk jasad renik jika kadarnya
lebih dari 12%, mikroba perusak yang terdapat pada buah menjadi mati bila
dikombinasikan dengan asam, daya bunuhnya terhadap jasad renik menjadi lebih
kuat (Satuhu, 1996).
Pertama-tama garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada
dan juga pembentuk spora adalah yang paling mudah terpengaruh walau dengan
kadar garam rendah sekalipun yaitu sampai 6%. Mikroorganisme patogenik,
termasuk Clostridium botulinum dengan pengecualian pada Streptococcus aureus
dapat dihambat dengan konsentrasi garam 10-12% (Buckle, et al, 1987).
Margarin
Margarin merupakan pengganti mentega dengan rupa, bau, konsistensi,
rasa dan nilai gizi yang hampir sama. Margarin juga merupakan emulsi air dalam
minyak, dengan persyaratan mengandung tidak kurang 80% lemak
(Winarno, 1995).
Lemak yang digunakan untuk pembuatan margarin dapat berasal dari
lemak hewani atau lemak nabati. Lemak hewani yang digunakan biasanya lemak
babi (lard), lemak sapi, oleo oil, sedangkan minyak nabati yang sering digunakan
adalah minyak kelapa, minyak inti sawit, minyak biji kapas, minyak kedelai,
minyak wijen, minyak kapok, minyak jagung dan minyak gandum
(Ketaren, 1986).
Telur
Telur adalah bahan makanan yang bergizi tinggi dan banyak digunakan
untuk membuat macam-macam kue. Telur yang digunakan untuk membuat kue
adalah telur ayam kampung, kualitas telur yang baik adalah telur yang utuh dan
bersih dari kotoran, masih segar dan kuning telurnya masih utuh berada
ditengah-tengah putih telur dan kental, jika dipecahkan warnanya kuning dan tidak kusam.
Adapun fungsi telur adalah sebagai pengikat bahan-bahan lain dalam adonan,
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2010 di
Laboratorium Teknologi Pangan Departemen Teknologi Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu kuning, tepung
terigu, gula, garam, telur dan margarin.
Bahan Kimia
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah Natrium
sulfit, β-karoten murni, Aseton, Petroleum eter, Natriumsulfat anhidrat (Na2SO4),
KOH, Aseton 3% dalam petroleum eter dan kloroform.
Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan, kompor gas,
blender, oven, cawan aluminium, desikator, muffle, spatula, pinggan porselin,
ayakan 80 mesh, spektronik 21, labu pemisah, pipet skala, aluminium foil,
Metode Penelitian (Bangun, 1991)
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL), yang terdiri dari dua faktor, yaitu:
Faktor I : Perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning (T) yang terdiri
dari 4 taraf, yaitu:
T1 = 80:20%
T2 = 60:40%
T3 = 40:60%
T4 = 20:80%
Faktor II : Jenis penstabil (P) yang terdiri dari 4 taraf, yaitu:
P1 = Tanpa Penstabil
P2 = Gum Arab
P3 = CMC
P4 = Tween 20
Banyaknya kombinasi perlakuan (Tc) adalah 4 x 4 = 16, maka jumlah
ulangan (n) minimum adalah sebagai berikut :
Tc (n-1) ≥ 15 16 (n-1) ≥ 15
16 n ≥ 31
n ≥ 1,92 ...dibulatkan menjadi 2
Model Rancangan (Bangun, 1991)
Penelitian ini dilakukan dengan model rancangan acak lengkap (RAL)
dua faktorial dengan model sebagai berikut:
Ŷijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
dimana:
Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf
ke-j dalam ulangan ke-k
µ : Efek nilai tengah
αi : Efek faktor T pada taraf ke-i βj : Efek faktor P pada taraf ke-j
(αβ)ij : Efek interaksi faktor T pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j
εijk : Efek galat dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j dalam
ulangan ke-k
Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji
dilanjutkan dengan uji beda rataan, menggunakan uji Least Significant Range
(LSR).
Pelaksanaan Penelitian
1. Pembuatan Tepung Labu Kuning
Labu kuning dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran
yang melekat pada kulit buahnya. Labu kuning dibelah membujur + 8 potong dan
dikupas kulit buahnya dan dihilangkan biji dan serabutnya sampai bersih.
Dilakukan pengirisan dengan ukuran + 2 cm dan direndam dalam larutan sulfit
selama 3 menit. Dikeringkan dengan oven dengan suhu 500C selama 48 jam,
kemudian digiling dan diayak dengan menggunakan ayakan 80 mesh.
2. Pembuatan Cookies dari Tepung Labu Kuning
Campuran tepung terigu dan tepung labu kuning dengan formulasi
80:20%, 60:40%, 40:60% dan 20:80% dengan perlakuan total 100 gr.
Bahan-bahan ditimbang yaitu gula 20%, garam 0,2%, telur 14% dan margarin 50% dan
dimixer hingga mengembang. Dimasukkan campuran tepung, penstabil sesuai
perlakuan yaitu Tanpa Penstabil, Gum arab, CMC dan Tween 20 masing-masing
0,2% dan diadon hingga kalis dengan tangan, dicetak dan dipanggang di oven
dengan suhu 1100C kurang lebih 25 menit. Dilakukan analisa kadar air, kadar abu,
kadar betakaroten, derajat pengembangan dan uji organoleptik (warna, aroma,
rasa dan kerenyahan).
Pengamatan dan Pengukuran Data
Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap
parameter sebagai berikut:
1. Kadar air
2. Kadar abu
3. Kadar Betakaroten
4. Derajat Pengembangan
5. Uji organoleptik terhadap warna, aroma dan rasa
Parameter Penelitian
1. Penentuan Kadar Air (%) (Dengan Metode Oven) (AOAC, 1984)
Ditimbang bahan sebanyak 5 gram di dalam aluminium foil yang telah diketahui berat kosongnya. Kemudian bahan tersebut dikeringkan dalam oven
dengan suhu sekitar 105oC–110oC selama 3 jam, selanjutnya didinginkan di dalam
desikator selama 15 menit lalu ditimbang kembali. Setelah itu, bahan dipanaskan
kembali di dalam oven selama 30 menit, kemudian didinginkan kembali dengan
desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai diperoleh
berat yang konstan.
2. Penentuan Kadar Abu ((Sudarmadji, et al., 1989)
Penentuan kadar abu dilakukan dengan menggunakan muffle. Bahan
ditimbang sebanyak 5 g kemudian dikeringkan dalam oven terlebih dahulu selama
3 jam dengan suhu 105oC lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit.
Kemudian bahan yang sudah kering dimasukkan ke dalam muffle dengan suhu
300oC selama 1 jam dan dinaikkan suhu menjadi 500oC selama 3 jam lalu
didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang beratnya.
Kadar abu dihitung dengan rumus :
Kadar Abu = 100%
3. Kadar Betakaroten (Apriyantono, et al., 1989) - Pembuatan Kurva Standar
Ditimbang dengan teliti 25 mg β-karoten murni. Larutkan dalam 2,5 ml
100μg β-karoten). Diencerkan 10 ml larutan ini menjadi 100 ml dengan petroleum
eter 1 ml = 10 μg. Pipet 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 ml larutan ini kedalam labu ukur
100 ml terpisah. Masing-masing labu ukur diisi dengan 3 ml aseton. Diencerkan
sampai tanda tera dengan petroleum eter, konsentrasinya akan menjadi 0,5, 1,0,
1,5, 2,0, 2,5 dan 3,0 μg per ml.
Diukur optical density (OD) larutan ini pada 452 nm dengan menggunakan
aseton 3% dalam petroleum eter sebagai blanko. Dibuat grafik hubungan antara
optical density dengan konsentrasi β-karoten.
- Penyabunan
Contoh ditimbang sebanyak 10 g, disabunkan dengan mencampurkan
contoh yang sudah ditimbang dengan 150 ml KOH 12% selama 5 menit pada
suhu ruang dalam blender. Pindahkan isi dari blender kedalam labu pemisah
dengan menggunakan KOH dalam untuk membilas.
Ditambahkan 10 sampai 15 ml petroleum eter. Kocok labu pemisah ini
perlahan-lahan paling sedikit 30 detik dan biarkan lapisan memisah. Bila masih
ada warna kuning yang nyata pada lapisan air alkohol, tambahkan air atau air
suling yang mengandung 5% Na2SO4 untuk membantu pemindahan pigmen ke
lapisan petroleum eter. Ulangi ekstraksi dengan petroleum eter sampai lapisan
alkohol-air tidak berwarna lagi.
Dipipet 2,5 ml dan encerkan dengan petroleum eter hingga 25 ml. dari
larutan ini dipipet 3,75 ml dan tambahkan aseton 0,75 ml, serta encerkan lagi
dengan petroleum eter hingga volume 25 ml. Larutan ini dianalisis dengan
menggunakan spektronik 20. Angka terbaca disesuaikan dengan kurva standard
Kurva standar betakaroten-vitamin A dengan blanko : 0,04
Tabel 6. Data kurva standar betakaroten
Kadar Betakaroten (μg/ml) Absorbansi
5 10 15 20 25 30
0,181 0,241 0,360 0,485 0,560 0,680
Gambar 1. Kurva standar
Rumus: y = 0,0204x + 0,0601
4. Derajat Pengembangan (%)
Adonan yang telah dicetak, diukur diameternya dengan menggunakan
jangka sorong secara horizontal dan vertikal. Adonan yang telah matang (cookies)
diukur kembali dengan menggunakan jangka sorong secara horizontal dan
vertikal, kemudian diukur derajat pengembangan dengan menghitung selisih
pengembangan sebelum dan sesudah pengovenan dengan perhitungan :
Derajat Pengembangan = x100%
Y X
X = Diameter setelah pengovenan
5. Penentuan Uji Organoleptik Warna, Aroma dan Rasa (Numerik) (Soekarto, 1985)
Uji organoleptik terhadap warna, aroma dan rasa terhadap cookies yang
dihasilkan dari tepung labu kuning dilakukan kepada 10 orang panelis dengan
ketentuan uji kesukaan sebagai berikut:
Tabel 7. Skala uji hedonik terhadap warna, aroma dan rasa
Skala hedonik Skala numerik
Sangat suka
6. Penentuan Uji Organoleptik Kerenyahan (Numerik) (Soekarto, 1985) Uji organoleptik terhadap kerenyahan terhadap cookies yang dihasilkan
dari tepung labu kuning dilakukan kepada 10 orang panelis dengan ketentuan uji
kerenyahan sebagai berikut:
Tabel 8. Skala uji hedonik terhadap kerenyahan
Skala hedonik Skala numerik
Gambar 2. Skema Pembuatan Tepung Labu Kuning Labu kuning
Dikupas kulit buah dan dihilangkan biji dan serabutnya
Dicuci dengan air mengalir
Direndam dalam larutan sulfit 2000 ppm selama 20 menit
Tepung Labu kuning
Diiris buah labu kuning dengan tebal + 2 cm Dicuci dengan air mengalir
Dibelah membujur
Dikeringkan dengan oven dengan suhu 500C
Gambar 3. Skema Pembuatan Cookies
Ditambahkan tepung terigu dan tepung labu kuning
Cookies
Dicetak dan dipanggang dalam oven selama 25 menit Dimixer hingga mengembang
Gula 20%, garam 0,2%, telur 14% dan margarin 50%
Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning terhadap Parameter yang Diamati
Secara umum hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa
perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning memberikan pengaruh
terhadap kadar air, kadar abu, kadar betakaroten, derajat pengembangan dan uji
organoleptik (warna, aroma, rasa dan kerenyahan) seperti pada Tabel 9 berikut ini.
Tabel 9. Pengaruh perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning terhadap parameter yang diamati
Warna Aroma Rasa Kerenyahan
T1 = 80:20
Tabel 9 memperlihatkan bahwa perbandingan tepung terigu dengan tepung
labu kuning memberikan pengaruh terhadap parameter yang diamati. Kadar air
tertinggi terdapat pada perlakuan T4 (perbandingan tepung terigu : tepung labu
kuning 20:80%) yaitu sebesar 4,77% dan terendah pada perlakuan T1
(perbandingan tepung terigu : tepung labu kuning 80:20%) yaitu sebesar 4,49%.
Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan T4 (perbandingan tepung terigu :
tepung labu kuning 20:80%) yaitu sebesar 2,66% dan terendah pada perlakuan T1
(perbandingan tepung terigu : tepung labu kuning 80:20%) yaitu sebesar 0,70%.
Kadar betakaroten tertinggi terdapat pada perlakuan T4 (perbandingan tepung
terigu : tepung labu kuning 20:80%) yaitu sebesar 4,84 µg/100 mg dan terendah
yaitu sebesar 1,31 µg/100 mg. Derajat pengembangan tertinggi terdapat pada
perlakuan T4 (perbandingan tepung terigu : tepung labu kuning 20:80%) yaitu
sebesar 103,53% dan terendah pada perlakuan T1 (perbandingan tepung terigu :
tepung labu kuning 80:20%) yaitu sebesar 100,39%. Uji organoleptik warna
tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (perbandingan tepung terigu : tepung labu
kuning 80:20%) yaitu sebesar 3,55 dan terendah pada perlakuan T4 (perbandingan
tepung terigu : tepung labu kuning 20:80%) yaitu sebesar 1,84. Uji organoleptik
aroma tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (perbandingan tepung terigu : tepung
labu kuning 80:20%) yaitu sebesar 3,29 dan terendah pada perlakuan T4
(perbandingan tepung terigu : tepung labu kuning 20:80%) yaitu sebesar 1,85. Uji
organoleptik rasa tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (perbandingan tepung
terigu : tepung labu kuning 80:20%) yaitu sebesar 3,29 dan terendah pada
perlakuan T4 (perbandingan tepung terigu : tepung labu kuning 20:80%) yaitu
sebesar 2,25. Uji organoleptik kerenyahan tertinggi terdapat pada perlakuan T1
(perbandingan tepung terigu : tepung labu kuning 80:20%) yaitu sebesar 3,74 dan
terendah pada perlakuan T4 (perbandingan tepung terigu : tepung labu kuning
20:80%) yaitu sebesar 2,41.
Pengaruh Jenis Penstabil Terhadap Parameter yang Diamati
Secara umum hasil penelitian menunjukan bahwa jenis penstabil
memberikan pengaruh terhadap kadar air, kadar abu, kadar betakaroten, derajat
pengembangan dan uji organoleptik (warna, aroma, rasa dan kerenyahan) seperti
Tabel 10. Pengaruh jenis penstabil terhadap parameter yang diamati
Jenis Penstabil Kadar Air
Warna Aroma Rasa Kerenyahan
P1=Tanpa Penstabil
Tabel 10 memperlihatkan bahwa jenis penstabil memberikan pengaruh
terhadap parameter yang diamati. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan P3
(jenis penstabil CMC) yaitu sebesar 4,69% dan terendah pada perlakuan P1 (tanpa
penstabil) yaitu sebesar 4,63%. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan P4
(jenis penstabil tween 20) yaitu sebesar 1,75% dan terendah pada perlakuan P1
(tanpa penstabil) yaitu sebesar 1,60%. Kadar betakaroten tertinggi terdapat pada
perlakuan P4 (jenis penstabil tween 20) yaitu sebesar 3,09 µg/100 mg dan
terendah pada perlakuan P1 (tanpa penstabil) yaitu sebesar 2,33 µg/100 mg.
Derajat pengembangan tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (jenis penstabil tween
20) yaitu sebesar 102,27% dan terendah pada perlakuan P1 (tanpa penstabil) yaitu
sebesar 101,77%. Uji organoleptik warna tertinggi terdapat pada perlakuan P1
(tanpa penstabil) yaitu sebesar 3,04 dan terendah pada perlakuan P4 (jenis
penstabil tween 20) yaitu sebesar 2,79. Uji organoleptik aroma tertinggi terdapat
pada perlakuan P3 (jenis penstabil) yaitu sebesar 2,99 dan terendah pada perlakuan
P2 (jenis penstabil gum arab) yaitu sebesar 2,78. Uji organoleptik rasa tertinggi
terdapat pada perlakuan P1 (tanpa penstabil) yaitu sebesar 2,94 dan terendah pada
perlakuan P4 (jenis penstabil tween 20) yaitu sebesar 2,90. Uji organoleptik
Kadar Air (%)
Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dengan Kadar Air Cookies (%)
Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 1) diketahui bahwa perbedaan
perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning memberi pengaruh yang
berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air cookies yang dihasilkan. Hasil
uji LSR pengaruh perbadingan tepung terigu dengan tepung labu kuning terhadap
kadar air cookies dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini.
Tabel 11. Uji LSR efek utama perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning dengan kadar air cookies(%)
Jarak LSR Perbandingan Tepung Terigu Rataan Notasi 0,05 0,01 dan Tepung Labu Kuning 0,05 0,01
- - - T1= 80:20% 4,49 c C
2 0,062 0,085 T2= 60:40% 4,63 b B
3 0,065 0,089 T3= 40:60% 4,74 a A
4 0,066 0,092 T4= 20:80% 4,77 a A
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)
Dari Tabel 11 dapat diketahui bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata
dengan T2, T3 dan T4. Perlakuan T2 berbeda sangat nyata dengan T3 dan T4.
Perlakuan T3 berbeda tidak nyata dengan T4. Kadar air tertinggi diperoleh pada
perlakuan T4 yaitu sebesar 4,77% dan terendah pada perlakuan T1 yaitu sebesar
4,49%.
Hubungan antara perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning
dengan kadar air cookies dapat dilihat pada Gambar 4 menunjukkan bahwa pada
perbandingan tepung labu kuning yang lebih tinggi maka kadar air cookies
semakin meningkat, hal ini disebabkan labu kuning mengandung pati yang relatif
semakin tinggi perbandingan jumlah tepung labu kuning semakin tinggi kadar air.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno, (1992) yang menyatakan bahwa
jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar, maka kemampuan
menyerap air sangat besar.
Gambar 4. Hubungan antara perbandingan tepung terigu dengan tepung labu Kuning dengan kadar air cookies (%)
Pengaruh Jenis Penstabil dengan Kadar Air Cookies (%)
Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 1) diketahui bahwa jenis
penstabil memberi pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air
cookies yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Pengaruh Interaksi antara Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dan Jenis Penstabil dengan Kadar Air Cookies(%)
Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa interaksi
perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning dan jenis penstabil
memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air cookies
yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dengan Kadar Abu Cookies (%)
Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 2) diketahui bahwa
perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning memberi pengaruh yang
berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu cookies. Hasil uji LSR
pengaruh perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning terhadap kadar
abu cookies dapat dilihat pada Tabel 12 berikut ini.
Tabel 12. Uji LSR efek utama perbandingan tepung terigu dan tepung labu kuning dengan kadar abu cookies (%)
Jarak LSR Perbandingan Tepung Terigu Rataan Notasi 0,05 0,01 dan Tepung Labu Kuning 0,05 0,01
- - - T1= 80:20% 0,70 d D
2 0,096 0,132 T2= 60:40% 1,29 c C
3 0,101 0,139 T3= 40:60% 2,06 b B
4 0,104 0,143 T4= 20:80% 2,66 a A
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)
Dari Tabel 12 dapat diketahui bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata
dengan T2, T3 dan T4. Perlakuan T2 berbeda sangat nyata dengan T3 dan T4.
Perlakuan T3 berbeda sangat nyata dengan T4. Kadar abu tertinggi diperoleh pada
perlakuan T4 yaitu sebesar 2,66% dan terendah pada perlakuan T1 yaitu sebesar
0,70%.
Hubungan antara perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning
dengan kadar abu cookies dapat dilihat pada Gambar 5 menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan kadar abu cookies dengan semakin meningkatnya
perbandingan tepung labu kuning. Labu kuning merupakan sumber mineral bagi
tubuh antara lain kalsium, fosfor dan besi masing-masing sebesar 45 mg, 64 mg
meningkatnya perbandingan tepung labu kuning maka kadar abu cookies semakin
meningkat.
Gambar 5. Hubungan antara perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning dengan kadar abu cookies (%)
Pengaruh Jenis Penstabil dengan Kadar Abu Cookies (%)
Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 2) diketahui bahwa jenis
penstabil memberi pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap kadar abu
cookies. Hasil uji LSR pengaruh jenis penstabil dengan kadar abu cookies dapat
di lihat pada Tabel 13 berikut ini.
Tabel. 13. Uji LSR efek utama jenis penstabil dengan kadar abu cookies (%)
Jarak LSR Jenis Rataan Notasi
0,05 0,01 Penstabil 0,05 0,01 - - - P1=Tanpa Penstabil 1,60 b B 2 0,096 0,132 P2=Gum Arab 1,66 ab AB 3 0,101 0,139 P3=CMC 1,70 ab AB 4 0,104 0,143 P4=Tween 20 1,75 a A Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)
Dari Tabel 13 dapat diketahui bahwa perlakuan P1 berbeda tidak nyata
dengan P2 dan P3, dan berbeda sangat nyata dengan P4. Perlakuan P2 berbeda tidak
nyata dengan P4. Kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 yaitu sebesar
1,75% dan terendah pada perlakuan T1 yaitu sebesar 1,60%.
Hubungan antara jenis penstabil dengan kadar abu cookies dapat dilihat
pada Gambar 6 menunjukkan bahwa cookies yang menggunakan penstabil seperti
gum arab, CMC dan tween 20 memiliki kadar abu yang tinggi karena penstabil
mengandung unsur mineral yaitu CMC mengandung unsur mineral Na dan gum
arab mengandung unsur mineral Ca (Winarno, 1997). Sehingga dengan
penambahan penstabil akan meningkatkan unsur mineral Ca dan Na sehingga
meningkatkan kadar abu.
Gambar 6. Hubungan antara jenis penstabil dengan kadar abu cookies (%)
Pengaruh Interaksi antara Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dan Jenis Penstabil dengan Kadar Abu Cookies (%)
Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa interaksi
perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning dan jenis penstabil
memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu cookies
Kadar Betakaroten (µg/100 mg)
Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dengan Kadar Betakaroten Cookies (µg/100 mg)
Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 3) diketahui bahwa
perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning memberi pengaruh yang
berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar betakaroten cookies. Hasil uji LSR
pengaruh perbadingan tepung terigu dengan tepung labu kuning terhadap kadar
betakaroten cookies dapat dilihat pada Tabel 14 berikut ini.
Tabel 14. Uji LSR efek utama perbandingan tepung terigu dan tepung labu kuning dengan kadar betakaroten cookies (µg/100 mg)
Jarak LSR Perbandingan Tepung Terigu Rataan Notasi 0,05 0,01 dan Tepung Labu Kuning 0,05 0,01
- - - T1= 80:20% 1,31 d D
2 0,367 0,505 T2= 60:40% 1,99 c C
3 0,385 0,531 T3= 40:60% 3,41 b B
4 0,395 0,544 T4= 20:80% 4,84 a A
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)
Dari Tabel 14 dapat diketahui bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata
dengan T2, T3 dan T4. Perlakuan T2 berbeda sangat nyata dengan T3 dan T4.
Perlakuan T3 berbeda sangat nyata dengan T4. Kadar betakaroten tertinggi
diperoleh pada perlakuan T4 yaitu sebesar 4,84 µg/100 mg dan terendah pada
perlakuan T1 yaitu sebesar 1,31 µg/100 mg.
Hubungan antara perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning
dengan kadar betakaroten cookies dapat dilihat pada Gambar 7 menunjukkan
bahwa semakin tinggi perbandingan tepung labu kuning maka semakin meningkat
kadar betakaroten cookies. Labu kuning merupakan sumber vitamin A dengan
1000-1300 IU/100 g bahan (Hendrasty, 2003), sehingga dengan meningkatnya
perbandingan tepung labu kuning maka kadar betakaroten semakin meningkat.
Gambar 7. Hubungan antara perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning dengan kadar betakaroten cookies (µg/100 mg)
Pengaruh Jenis Penstabil dengan Kadar Betakaroten Cookies (µg/100 mg) Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 3) diketahui bahwa jenis
penstabil memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar
betakaroten cookies. Hasil uji LSR pengaruh jenis penstabil terhadap kadar
betakaroten cookies dapat dilihat pada Tabel 15 berikut ini.
Tabel 15. Uji LSR efek utama jenis penstabil dengan kadar betakaroten cookies (µg/100 mg)
Jarak LSR Jenis Rataan Notasi
Dari Tabel 15 dapat diketahui bahwa perlakuan P1 berbeda sangat nyata
dengan P2, P3 dan P4. Perlakuan P2 berbeda tidak nyata dengan P3 dan P4.
Perlakuan P3 berbeda tidak nyata dengan P4. Kadar betakaroten tertinggi diperoleh
pada perlakuan P4 yaitu sebesar 3,09 µg/100 mg dan terendah pada perlakuan P1
yaitu sebesar 2,34 µg/100 mg.
Hubungan antara jenis penstabil dengan kadar betakaroten cookies dapat
dilihat pada Gambar 8 menunjukkan bahwa perlakuan yang menggunakan
penstabil kadar betakaroten semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena
betakaroten mudah rusak bila dipanaskan pada suhu tinggi. Oleh karena itu
dengan adanya penstabil dapat mempertahankan fungsi dan struktur dari
betakaroten (Winarno, 1995). Sebagian besar sumber vitamin A adalah karoten
yang banyak terdapat dalam bahan-bahan nabati. Wortel, ubi jalar dan waluh kaya
akan karoten.
Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu
Kuning dan Jenis Penstabil dengan Kadar Betakaroten Cookies (µg/100 mg)
Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa interaksi
perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning dan jenis penstabil
memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap kadar betakaroten
cookies yang dihasilkan, dapat dilihat pada Tabel 16 berikut ini.
Tabel 16. Uji LSR efek utama interaksi antara perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning dan jenis penstabil dengan kadar
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)
Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa kombinasi perlakuan antara
perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning dan jenis penstabil
memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap kadar betakaroten.
Kadar betakaroten tertinggi terdapat pada perlakuan T4P4 yaitu sebesar
Hubungan interaksi antara perbandingan tepung terigu dengan tepung labu
kuning dan jenis penstabil terhadap kadar betakaroten dapat dilihat pada
Gambar 9 menunjukkan bahwa semakin tinggi perbandingan jumlah tepung labu
kuning dan dengan penambahan jenis penstabil seperti tween 20 maka semakin
tinggi kadar betakaroten cookies. Hal ini disebabkan karena labu kuning
merupakan sumber vitamin A dengan kandungan betakaroten yang sangat tinggi,
yaitu 180 SI atau sekitar 1000-1300 IU/100 gr bahan dan betakaroten mudah
rusak bila dipanaskan pada suhu tinggi karena itu dengan adanya penstabil dapat
mempertahankan fungsi dan struktur dari betakaroten (Winarno, 1995). Sebagian
besar sumber vitamin A adalah karoten yang banyak terdapat dalam bahan-bahan
nabati. Wortel, ubi jalar dan waluh kaya akan karoten.
Derajat Pengembangan (%)
Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Labu Kuning dengan Derajat Pengembangan Cookies (%)
Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 4) diketahui bahwa
perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning memberi pengaruh yang
berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap derajat pengembangan cookies. Hasil uji
LSR pengaruh perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning terhadap
derajat pengembangan cookies dapat dilihat pada Tabel 17 berikut ini.
Tabel 17. Uji LSR efek utama perbandingan tepung terigu dan tepung labu kuning dengan derajat pengembangan cookies (%)
Jarak LSR Perbandingan Tepung Terigu Rataan Notasi 0,05 0,01 dan Tepung Labu Kuning 0,05 0,01 - - - T1= 80:20% 100,39 c C
2 0,353 0,486 T2= 60:40% 102,14 b B
3 0,371 0,511 T3= 40:60% 102,30 b B
4 0,380 0,524 T4= 20:80% 103,53 a A
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)
Dari Tabel 17 dapat diketahui bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata
dengan T2, T3 dan T4. Perlakuan T2 berbeda tidak nyata dengan T3 dan berbeda
sangat nyata dengan T4. Perlakuan T3 berbeda sangat nyata dengan T4. Derajat
pengembangan tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 yaitu sebesar 103,53% dan
terendah pada perlakuan T1 yaitu sebesar 100,39%.
Hubungan antara perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning
dengan derajat pengembangan cookies dapat dilihat pada Gambar 10
menunjukkan bahwa semakin tinggi perbandingan jumlah tepung labu kuning
maka derajat pengembangan semakin meningkat. Hal ini disebabkan protein
tepung labu kuning mengandung protein jenis gluten yang cukup tinggi sehingga
berfungsi pada pengembangan volume roti dan produk makanan lain yang
memerlukan pengembangan volume. Tepung labu kuning mempunyai kualitas
tepung yang baik karena mempunyai sifat gelatinisasi yang baik, sehingga dapat
membentuk adonan dengan konsistensi, kekenyalan, viskositas maupun elastisitas
yang baik, sehingga roti yang dihasilkan akan berkualitas baik pula. Karbohidrat
tepung labu kuning juga cukup tinggi. Karbohidrat ini sangat berperan dalam
pembuatan adonan pati. Granula pati akan melekat pada protein selama
pembentukan adonan. Kelekatan antara granula pati dan protein akan
menimbulkan kontinuitas struktur adonan (Hendrasty, 2003).
Gambar 10. Hubungan antara perbandingan tepung terigu dengan tepung labu Kuning dengan derajat pengembangan cookies (%)
Pengaruh Jenis Penstabil dengan Derajat Pengembangan Cookies (%)
Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 4) diketahui bahwa jenis
penstabil memberi pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap derajat
pengembangan cookies. Hasil uji LSR pengaruh jenis penstabil terhadap derajat