• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alih Kode Penutur Bahasa Pesisir Di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhan Batu Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Alih Kode Penutur Bahasa Pesisir Di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhan Batu Utara"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

ALIH KODE PENUTUR BAHASA PESISIR DI KECAMATAN KUALUH HILIR

KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

SKRIPSI OLEH: MUSTIKA SARI

NIM: 070701001

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana pada suatu perguruan tinggi dan

sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pernah ditulis atau

diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacuhi dalam naskah ini

dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apa bila pernyataan yang saya perbuat ini

tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar sarjana

yang saya peroleh.

Medan, Juli 2011

Hormat Saya

(3)

ABSTRAK

(4)

PRAKATA

Dengan segala kerendahan hati, penulis memanjatkan puji dan syukur

kepada Allah SWT atas karunia nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

tepat pada waktunya.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta,

Ayahanda Gempar Ritonga S.p dan Ibunda Delfia Rohani S.pd, serta adikku

tercinta, tersayang dan terkasih Puja sayang dan Dina. yang begitu setia

mendampingi, memberikan doa serta memberikan dukungan moral dan material

kepada penulis sejak penulis lahir hingga sekarang.

Dalam penulisan ini skripsi penulis banyak mendapatkan bantuan baik

berupa dorongan, perhatian, bimbingan, nasihat dan juga doa. Untuk itu penulis

banyak mengucapkan terima kasih kepada:

1.

Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A Sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya

USU Serta Kepada PD I, PD II dan PD III.

2.

Bapak Prof.Dr. Ikhwanuddin Nasution,M.Si Sebagai ketua

Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU yang telah

memberikan dukungan kepada penulis mengikuti perkuliahan di

Departemen Sastra Indonesia.

3.

Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.Sp Sebagai seketaris Departemen

Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU yang telah memberikan

bantuan kepada penulis mengikuti perkuliahan di Departemen Sastra

(5)

4.

Ibu Dra. Salliyanti, M.Hum., Sebagai dosen pembimbing I yang telah

banyak dan sabar memberikan bimbingan serta dukungan selama

penyelesaian skripsi ini. Terima kasih ya ibukku sayang.

5.

Bapak Drs. Pribadi Bangun, .Sebagai dosen pembimbing II yang telah

membimbing dan memberikan masukan kepada penulis dalam

meyelesaikan skripsi ini.

6.

Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Sastra Indonesia Fakultas

Ilmu Budaya USU yang telah banyak memberikan bimbingan dan

pengajaran selama penulis mengikuti perkuliahan.

7.

Almarhum Bapak Prof. H. Ahmad Samin Siregar, S.s ,.Sebagai dosen

wali yang telah banyak memberikan bimbingan dan nasihat selama

penulis menjalankan perkuliahan.

8.

Bapak Drs. Adlin Sinaga Sebagai camat Kualuh Hilir Kabupaten

Labuhan Batu Utara yang telah memberikan izin pada penulis untuk

meneliti.

9.

Bapak Drs. Hilaludin Nasution, Sebagai kepala sekolah SMA N I

Kualuh Hilir yang selalu memberikan masukan,serta doa kepada

penulis.

10.

Bapak dan Ibu guru SMA N I Kualuh Hilir yang telah banyak

memberikan semangat pada penulis.

11.

Bapak dan Ibu guru SMP N I Kualuh Hilir yang telah memberikan

motivasi dan doa pada penulis.

12.

Buat lek Adi terima kasih banyak penulis ucapkan karena selalu

(6)

13.

Terima kasih buat Tika sayang yang telah banyak memberikan

kemudahan pada penulis dalam menyelesaikan segala urusan

administrasi di Departemen Sastra Indonesia.

14.

Buat keluarga sanak saudara Bou, Tulang, Amang boru, Nantulang,

Mak uo, Pak uo, Mamak, Etek, Uni, Uda terimakasih atas doa dan

dukungan buat penulis.

15.

Buat temanku Irma Sofiana Sinaga dan Yuningsih yang selalu

menghibur, memotivasi, serta dukungan pada punulis dan semua

teman-teman di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya

khususnya stambuk 07.

16.

Buat teman-teman kos Hardupan, khususnya Venny, Yanti, Ilas serta

keluarga besar Andung dan kak Ita yang senantiasa memberikan

dukungan dan doa buat penulis.

17.

Buat seluruh masyarakat kualuh hilir yang selalu mendukung penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang

sifatnya membangun. Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat

menambah wawasan pengetahuan pembaca.

Medan, Juli 2011

Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN... i

ABSTRAK... ii

PRAKATA... iii

DAFTAR ISI………..………... iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……….…………... 1

1.2 Rumusan Masalah………...

4

1.3 Pembatasan Masalah………...

4

1.4 Tujuan dan Manfaat………... 5

1.4.1 Tujuan Penelitian……….….... 5

1.4.2 Manfaat Penelitian………... 5

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep………..…...

7

2.1.1 Alih Kode...………... 7

2.2 Landasan Teori………...……….

17

2.2.1 Sosiolinguistik………... 17

(8)

2.3 Beberapa Contoh Alih Kode antara Bahasa Kualuh Hilir

dan Bahasa Indonesia... 19

2.4 Tinjauan Pustaka………... 24s

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian………... 26

3.1.1 Lokasi Penelitian………... 26

3.1.2 Waktu Penelitian………..

26

3.2 Sumber Data...………...….

26

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data……….... 27

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data………..…….28

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Alih Kode Bahasa Pesisir di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhan Batu Utara...

29

4.1.1 Perubahan Situai Dengan Hadirnya Orang Ketiga... 29

4.1.2 Perubahan Topik Pembicara... 35

4.1.3 Pembicara / Penutur... 42

(9)

4.1.5 Faktor Perubahan Dari Formal ke Informal... 49

4.2 Jenis Alih Kode Yang Terjadi di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten

Labuhan Batu Utara... 52

4.3 Bentuk Tutur... 52

4.3.1 Tingkat Tutur Ngoko(Rendah)... 53

4.3.2 Tingkat Tutur Krrama(Tinggi)... 57

4.3.3 Tingkat Tutur Madya(Sedang)... 61

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan... 66

5.2 Saran... 68

DAFTAR PUSTAKA

(10)

ABSTRAK

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa sebagai wahana komunikasi digunakan setiap saat. Bahasa merupakan alat berkomunikasi antara anggota masyarakat yang berupa lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 1984:19) manusia menggunakan bahasa dalam komunikasi dengan sesamanya pada seluruh bidang kehidupan.

Sebagai alat komunikasi dengan sesamanya bahasa terdiri atas dua bagian yaitu bentuk atau arus ujaran dan makna atau isi. Bentuk bahasa adalah bagian dari bahasa yang diserap pancaindera contoh, dengan mendengar atau membaca. Sedangkan makna adalah isi yang terkandung di dalam bentuk tadi, yang dapat menimbulkan reaksi tertentu (Keraf, 1984:6).

Hubungan antara bahasa dengan sistem sosial dan sistem komunikasi sangat erat. Sebagai sistem sosial pemakaian bahasa dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti usia, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi dan profesi. Sedangkan sebagai sistem komunikasi, pemakaian bahasa dipengaruhi oleh faktor situasional yang meliputi siapa yang berbicara dengan siapa, tentang apa (topik), dalam situasi bagaimana, dengan tujuan apa, jalur apa, dan ragam bagaimana (Nababan, 1991:7).

(12)

berbeda-beda tidak selalu memakai bahasa Indonesia. Mereka kadang-kadang menggunakan bahasa daerah masing-masing, atau bahasa daerah tempat mereka tinggal.

Berdasarkan sarana tuturnya bahasa dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu bahasa lisan dan tulisan. Pada bahasa lisan pembicara dan pendengar saling berhadapan secara langsung sehingga mimik, gerak, dan intonasi pembicara dapat memperjelas maksud yang akan di sampaikan. Sedangkan bahasa tulisan penulis dan pembaca tidak berhadapan langsung tetapi tulisan dapat dimengerti oleh pembaca berkat penggunaan tanda baca, penggunaan bahasa yang sederhana dan mudah di pahami.

Alih kode atau code switching sering terjadi di kalangan masyarakat bilingual khususnya pada masyarakat Pasar Bilah I A Kecamatan Kualuh Hilir, Kabupaten Labuhan Batu Utara yaitu pengalihan bahasa dari bahasa Indonesia ke bahasa daerah. Istilah alih kode Hutson (1996) mengemukakan pendapatnya bahwa alih kode dibatasi pada pertukaran bahasa yang sesuai untuk menyampaikan suatu maksud tertentu, situasinya berubah yang disebabkan oleh pergantian bahasa yang dipilihnya secara tepat. Dalam alih kode, setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan itu masih memiliki fungsi otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar dan sengaja dengan sebab-sebab tertentu, sedangkan kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur hanyalah berupa serpihan-serpihan saja tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode.

(13)

Mackey (dalam Chaer 1995:115) mengatakan dengan tegas bahwa bilingualisme adalah praktik penggunaan bahasa secara bergantian dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain oleh seorang penutur. Bahasa dalam arti luas yakni tanpa membedakan tingkat-tingkat yang ada (Weinrich, 1995:115). Dari uraian tersebut dapat diperoleh suatu kesimpulan atau gambaran bahwa sebenarnya membicarakan suatu bahasa tidak terlepas dari membicarakan kategori kebahasaan, yaitu variasi bahasa.

Penggunaan serpihan-serpihan dari bahasa lain yang biasa berupa kata, frase, dan dalam berbahasa Indonesia mengalihkan bahasa daerah atau bahasa asing, biasa dikatakan telah melakukan alih kode (Appel dan Hymes, 1979:79). Peristiwa alih kode ini secara sederhana dapat terjadi pada setiap penutur bahasa yang mampu menggunakan bahasa lain diluar bahasa ibunya baik secara sempurna maupun tidak. Peristiwa ini lazim terjadi pada masyarakat yang bilingual.

Dalam penelitian ini, penulis melihat kebahasaan yang terjadi dalam lingkungan Pasar Bilah I A, Kecamatan Kualuh Hilir, Kabupaten Labuhan Batu Utara, yakni penggunaan dua bahasa atau lebih secara bergantian dengan mengalihkan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain secara konsisten yang disebut alih kode. Alih kode sebagai salah satu fenomena yang terjadi pada peralihan penggunaan bahasa dari bahasa Indonesia ke bahasa daerah tidak mungkin dihindarkan. Jadi peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana alih kode dalam percakapan masyarakat Pasar Bilah IA, Kecamatan Kualuh Hilir, Kabupaten Labuhan Batu Utara dan bagaimanakah jenis alih kode yang terjadi di Kecamatan Kualuh Hilir.

(14)

Aek kanopan, 2. Aek natas, 3. Kualuh hilir, 4. Kualuh hulu, 5. Kualuh leidong, 6. Kualuh selatan, 7. Merbau, 8. Nasembilan –sepuluh.

1.2 Rumusan Masalah

Hal yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah:

1.Apakah penyebab faktor terjadinya alih kode di Kecamatan Kualuh Hilir?

2.Bagaimanakah jenis alih kode yang terjadi di Kecamatan Kualuh Hilir?

1.3 Pembatasan Masalah

Penelitian ini merupakan penelitian dalam bidang sosiolinguistik. Sosiolinguistik merupakan cabang ilmu linguistik yang bersifat interdisipliner dengan ilmu sosiologi, dengan objek penelitian hubungan bahasa dengan faktor – faktor sosial di dalam suatu masyarakat tutur (Chaer, 1995:4). Dalam penelitian ini tidak akan diteliti keseluruhan masalah kebahasaan dan topik-topik yang dibahas dalam sosiolinguistik. penelitian ini hanya membahas mengenai alih kode yang terjadi di masyarakat Pasar Bilah I A, Kecamatan Kualuh Hilir, Kabupaten Labuhan Batu Utara dan bagaimanakah jenis alih kode yang terjadi di Kecamatan Kualuh Hilir.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

Pada dasarnya setiap penelitian itu mempunyai tujuan tertentu yang memberikan arah dan pelaksanaan tersebut. Hal ini dilakukan supaya tujuan dapat tercapai dengan baik. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan penyebab faktor terjadinya alih kode di Kecamatan Kualuh Hilir.

(15)

1.4.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat baik untuk diri peneliti sendiri maupun orang lain. Adapun manfaat yang akan diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan masukan mengenai penyebab faktor terjadinya alih kode dan jenis alih kode dalam masyarakat Pasar Bilah I A, Kecamatan Kualuh Hilir.

2. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang alih kode yang terjadi dalam masyarakat Pasar Bilah I A, Kecamatan Kualuh Hilir.

(16)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:588). Sesuai dengan topik dalam tulisan ini digunakan beberapa konsep yaitu alih kode, dan masyarakat Pasar Bilah I A.

2.1.1 Alih Kode

Kontak yang terjadi terus-menerus antara dua bahasa atau lebih dalam situasi masyarakat yang bilingual cenderung mengakibatkan gejala kebahasaan yang disebut alih kode. Alih kode merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa di dalam masyarakat dwibahasawan, artinya di dalam masyarakat dwibahasawan hampir tidak mungkin seorang penutur menggunakan satu bahasa secara mutlak tanpa sedikit pun memanfaatkan bahasa lain.

Alih kode adalah peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain, jadi apabila seorang penutur mula-mula menggunakan kode A dan kemudian beralih menggunakan kode B, maka peralihan bahasa seperti inilah yang disebut sebagai alih kode (Suwito dalam Rahardi, 2001: 10). Kode biasanya berbentuk variasi bahasa yang secara nyata dipakai berkomunikasi oleh anggota suatu masyarakat bahasa (Poedjosedarmo dalam Rahardi, 2001:22). Kode adalah salah satu varian di dalam hierarki kebahasaan yang dipakai dalam berkomunikasi Suwito (dalam Rahardi, 2001:22). Jadi kode merupaka varian bahasa.

(17)

bahasa (fonem, morfem, kata, dan kalimat) dan hubungan antara unsur-unsur itu (struktur). Termasuk hakekat dan pembentukan unsur-unsur itu. Unsur sosio adalah seakar dengan sosial. Yang berhubungan dengan masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat, dan fungsi kemasyarakatan (Nababan, 1991:2). Jadi jelas bahwa sosiolinguistik mempertimbangkan keterkaitan antara dua hal, yakni dengan linguistik untuk segi kebahasaannya dan dengan sosiologi untuk segi kemasyarakatannya.

Dalam kajian sosiolinguistik, terdapat beberapa peristiwa kebahasaan yang mungkin terjadi sebagai akibat adanya kontak bahasa antara bahasa di antara penutur bahasa, yaitu bilingualisme, diglosia, alih kode, campur kode, interferensi, intergrasi, konvergensi, dan pergeseran bahasa yang terjadi pada masyarakat multilingual.

Masyarakat multilingual atau masyarakat tutur bilingual adalah masyarakat yang mampu menguasai bahasa paling tidak dua bahasa, yakni bahasa pertama dan kedua.

Pada masyarakat bilingual sering terjadi kontak antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain. Fishman (dalam Rahardi, 2001:16) mengatakan bahwa seseorang dapat menjadi individu bilingual bukan melalui pengajaran dan pembelajaran formal, melainkan melalui interaksi langsung dengan kelompok etnik lain yang memiliki bahasa yang berbeda dengan bahasa orang itu. Kondisi yang demikian dapat membawa hubungan saling ketergantungan antara bahasa pertama dan bahasa kedua yang terjadi pada masyarakat tutur. Artinya, bahwa tidak pernah akan mungkin seorang penutur dalam masyarakat tutur yang demikian hanya menggunakan satu bahasa secara murni, tidak terpengaruh oleh bahasa yang lainnya yang sebenarnya memang sudah ada dalam diri penutur.

(18)

bahasa yang satu dengan bahasa yang lainnya dalam peristiwa komunikasi. Dengan perkataan lain di dalam bilingualisme, baik pengertian individu maupun masyarakat pastilah terjadi apa yang disebut kontak bahasa itu. Apabila kontak bahasa itu terjadi pada individu pemakai bahasa itu maka dapatlah dikatakan bahwa orang atau individu bilingual itulah yang merupakan tempat terjadinya kontak bahasa. Hal demikian dapat menimbulkan gejala menarik dalam studi sosiolinguistik yang disebut sebagai gejala alih kode (code swiching).

Alih kode dapat terjadi karena kamampuan berbahasa. Jika alih kode terjadi karena penutur telah terbiasa menggunakan dua bahasa atau lebih yang disebut dengan istilah bilingualisme demi kemudahan belaka maka gejala ini bersumber dari kemampuan berkomunikasi, tetapi alih kode belum teratur digunakan penutur bahasa itu maka gejala itu datang dari kemampuan berbahasa. Berdasarkan pendapat (Chaer, 1995:143) terjadinya alih kode disebabkan oleh:

1. Pembicara atau penutur. 2. Pendengar atau lawan tutur.

3. Perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga. 4. Perubahan topik pembicaraan.

5. Perubahan dari formal ke informal.

Suatu konteks harus memenuhi delapan komponen yang diakronimkan sebagai SPEAKING Hymes (dalam Chaer dan Leonie, 1995:62). Komponen tersebut adalah.

1. S (setting dan scene). Setting berkenaan dengan tempat dan waktu berlangsung, scene adalah situasi tempat dan waktu.

2. P (paticipant). Pihak –pihak yang terlibat dalam tuturan. 3. E (end). Merujuk pada maksud dan tujuan tuturan.

(19)

5. K (keys). Mengacu pada nada, cara, dan semangat dimana suatu pesan disampaikan dengan senang hati, serius, mengejek, dan bergurau.

6. I (instrumentalis). Mengacu pada bahasa yang digunakan.

7. N (norm of interaction an interpretation). Mengacu pada tingkah laku yang berkaitan dengan peristiwa tutur.

8. G (genre). Mengacu pada jenis penyampaian.

Dalam berbagai kepustakaan linguistik, secara umum penyebab terjadinya alih kode adalah sebagai berikut:

1.Pembicara / Penutur

Seorang penutur kadang-kadang dengan sadar berusaha beralih kode terhadap lawan tuturnya karena sesuatu hal. Misalnya apabila seorang bawahan menghadap atasannya di kantor ( dalam situasi resmi), seharusnya mereka berbahasa Indonesia. Namun kenyataannya tidaklah demikian. Apabila seorang atasan menggunakan bahasa Indonesia, maka tampak dari bawahannya untuk sedapat mungkin beralih kode dengan bahasa daerahnya. Usaha demikian dilakukan dengan maksud mengubah situasi, yaitu situasi resmi ke situasi tidak resmi.

2.Penutur / Lawan tutur

Setiap penutur pada umumnya ingin mengimbangi bahasa yang dipergunakan oleh lawan tuturnya. Di dalam masyarakat multilingual, seorang penutur akan beralih kode sebanyak lawan tutur yang dihadapinya. Dalam hal ini lawan tutur dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu:

1. Latar belakang kebahasaan yang sama dengan penuturnya.

(20)

2. Latar belakang kebahasaan yang berlainan dengan penutur.

Menghadapi lawan tutur pada golongan ini, alih kode mungkin terjadi dari bahasa daerah kebahasa daerah lain yang dikuasainya, dari bahasa daerah ke bahasa nasional, atau mungkin pula dari keduanya ke bahasa asing tertentu.

3.Perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga

Dua orang yang berasal dari kelompok etnik yang sama, pada umumnya berinteraksi dengan bahasa kelompok etniknya. Tetapi apabila hadir orang ketiga dalam pembicaraan itu, yang berbeda latar belakang kebahasaannya, biasanya dua orang yang pertama beralih kode kebahasa yang dikuasai dan sekaligus menghormati hadirnya orang ketiga tersebut. Apabila tetap dipergunakannya bahasa kelompok etnik keduanya, padahal mereka tahu bahwa orang ketiga tidak mengerti bahasa mereka, dianggap sebagai perilaku yang kurang terpuji.

4.Perubahan Topik Pembicara

Salah satu faktor yang dominan yang menentukan terjadinya alih kode adalah pokok pembicaraan atau topik pembicaraan. Dengan memahami pokok pembicaraan dapat diketahui ragam bahasa yang akan dipilih seseorang dalam satu pembicara. Pada dasarnya pokok pembicaraan dapat dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu:

1. Pokok pembicaraan yang bersifat formal misalnya masalah kedinasan, keilmuan, kependidikan dan sebagainya. Topik golongan ini biasanya disampaikan dengan resmi secara serius.

(21)

5.Perubahan dari Formal ke Informal

Perubahan situasi bicara dapat menyebabkan terjadinya alih kode, sebagai contoh perubahan situasi tersebut adalah: beberapa orang mahasiswa sedang duduk-duduk di muka ruang kuliah sambil bercakap-cakap dalam bahasa santai. Tiba-tiba datang seorang ibu dosen dan turut berbicara, maka kini para mahasiswa itu beralih kode dengan menggunakan indonesia ragam formal.

Pada ilustrasi di atas kita lihat sebelum kuliah dimulai situasinya adalah tidak formal tetapi begitu kuliah dimulai yang berarti situasi kebahasaan menjadi formal, maka terjadilah peralihan kode.

Dalam Bahasa Indonesia juga membicarakan tentang jenis alih kode. Salah satu jenis kode yang ada dalam suatu masyarakat tutur, khususnya masyarakat tutur bilingual dan diglosik. Jenis yang dimaksud adalah sistem tingkat tutur atau yang sering pula disebut sebagai sistem undha usuk. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa kode atau varian bahasa dapat dibedakan menjadi tiga, yakni dialek, undha usuk, atau tingkat tutur, dan ragam. Dialek dapat dibedakan berdasarkan geografi, sosial, usia, jenis kelamin, aliran, dan suku. Undha usuk atau tingkat tutur dapat dibedakan menjadi tingkat tutur hormat dan tingkat tutur tidak hormat, sedangkan ragam dapat dibedakan menjadi ragam suasana, ragam komunikasi, dan ragam register. Hanya kode yang berupa sistem tingkat tutur sajalah yang akan diterangkan.

1.Bentuk Tingkat Tutur

(22)

yakni bentuk hormat dan bentuk biasa. Di dalam bahasa Jawa terdapat tingkat tutur ngoko, tingkat tutur madya, dan tingkat tutur krama.

1. Tingkat Tutur Ngoko (Rendah)

Tingkat tutur ngoko memiliki makna rasa yang tak berjarak antara orang pertama atau penutur dengan orang kedua atau mitra tutur. Dengan perkataan lain hubungan antara keduanya tidak dibatasi oleh semacam rasa segan.

Contoh :

Latar belakang : Teras rumah.

Para pembicara : Ibu rumah tangga. Inong dan Iteng orang yang

Mengerti bahasa Kualuh, Idah tidak mengerti bahasa Kualuh.

Topik : Mati Lampu.

Latar belakang : Perkampungan.

Peristiwa Tutur

Inong : Tak marak- marak lampu ni jang.

(Tidak hidup-hidup lampunya).

Iteng : Aba botul baya Inong. Tak marak-marak lampu.

(Betul Inong. Tidak hidup-hidup lampunya). Dari jam berapa mati lampu Idah.

(23)

Dari peristiwa tutur di atas dapat kita lihat antara penutur dengan mitra tutur tidak dibatasi oleh sama-sama rasa segan satu sama lain. Dari contoh di atas dapat di lihat terjadinya alih kode karena buk Iteng beralih kode ke dalam bahasa Indonesia kepada mitra tuturnya buk Idah.

2. Tingkat Tutur Krama (Tinggi)

Tingkat tutur krama adalah tingkat yang memancarkan arti penuh sopan – santun antara sang penutur dengan mitra tutur, dengan kata lain tingkat tutur ini menandakan adanya perasaan segan.

Contoh :

Latar belakang : Teras rumah.

Para pembicara : Ibu rumah tangga. Nanik dan Jimah orang yang

Mengerti bahasa Kualuh, Nalem orang yang tidak

Mengerti bahasa Kualuh.

Topik : Minjam Kreta.

Latar belakang : Perkampungan.

Peristiwa Tutur

Nanik : Jimah, boleh tidak yo maminjam kareta buk enon,

Sogan aku baya.

(Jimah, boleh tidak ya pinjam kereta ibuk itu,segan

(24)

Jimah : Boleh baya, pala sogan kau maminjamnyo, dikasi

nyo itu).

(Boleh, kenapa segan kau di kasih nya itu). Segan

Nanik Bik mau pinjam kereta buk Enon.

Nalem : Ya ampun, dikasihnya itu baik kok ibuk itu.

Dari peristiwa tutur di atas dapat kita lihat bahwa antara penutur adanya perasaan segan dengan mitra tuturnya. Dari contoh di atas terlihat bahwa alih kode terjadi karena kak Jimah beralih kode ke dalam bahasa Indonesia karena mitra tuturnya bik Nalem tidak mengerti bahasa Kualuh.

3. Tingkat Tutur Madya (Sedang)

Tingkat tutur madya adalah tingkat tutur menengah yang berada diantara tingkat tutur krama dan tingkat tutur ngoko. Tingkat tutur madya ini menunjukkan perasaan sopan tetapi tingkatnya tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah, dengan kata lain kadar kesopanan yang ada dalam tingkat tutur ini adalah kadar yang sedang-sedang saja.

Contoh :

Latar belakang : Teras rumah.

Para pembicara : Ibu rumah tangga. Ulam dan Eti orang yang

mengerti Bahasa Kualuh, Nalem orang yang tidak mengerti Bahasa Kualuh.

(25)

Latar belakang : Perkampungan.

Peristiwa Tutur

Ulam : Ondak kamano kau jang Eti.

(Mau kemana kau Eti).

Eti : Wak, kawani dulu aku ka sanan moh.

(Wak, kawani aku dulu ke sana).

Ulam : Ondak kamano rupo nyo.

(Mau ke mana rupanya).

Eti : Ondak ka kode baya.

(Mau ke kedai). Moh bik ikut ke kedai.

Nalem : Malas lah, bibik mau masak.

(26)

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Sosiolinguistik

Kata sosiolinguistik merupakan gabungan dari kata sosiologi dan linguistik. Sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia dalam masyarakat dan mengenai lembaga-lembaga serta proses sosial yang ada didalam masyarakat (Chaer dan Agustina, 1995:3). Linguistik adalah ilmu bahasa atau bidang yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian sosiolinguistik merupakan bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa di dalam masyarakat.

Sosiolingustik memendang bahasa sebagai sistem sosial dan sistim komunikasi serta merupakan bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu, sedangkan yang dimaksud dengan pemakaian bahasa adalah bentuk interaksi sosial yang terjadi yang terjadi dalam situasi kongkret (Appel dalam Suwito, 1982:2). dengan demikian, dalam sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat secara internal, tetapi dilihat sebagai sarana interaksi atau komunikasi didalam masyarakat.

Didalam masyarakat, seseorang tidak lagi dipandang sebagai individu yang terpisah, tetapi sebagai anggota dari kelompok sosial. Oleh karena itu,bahasa dan pemakaiannya tidak diamati secara individual,tetapi dihubungkan dengan kegiatannya didalam masyarakat atau dipandang secara sosial. Dipandang secara sosial, bahasa dan pemakaiannya dipengaruhi oleh faktor linguistik dan faktor nonlinguistik.

(27)

2.2.2 Bilingualisme

Istilah bilingualisme ( Inggris:bilingualism) dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan. Dari istilah secara harfiah sudah dapat dipahami apa yang dimaksud dengan bilingualisme itu, yaitu berkenaan dengan penggunaan dua bahasa atau dua kode bahasa. Secara sosiolinguistik, secara umum, bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian (Mackey, 1962 :12, Fishman, 1975:72). Untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai kedua bahasa itu.

Samsuri (dalam Matondang, 1997:35) mengatakan bahwa kebiasaan untuk memakai dua bahasa atau lebih secara bergiliran disebut kedwibahasaan. Samsuri membedakan kedwibahasaan atas dua bagian yaitu kedwibahasaan sejajar dan kedwibahasaan bawahan. Apabila penguasaan seseorang terhadap dua bahasa sama, dan dapat menggunakan kedua bahasa itu secara bergiliran tanpa menyebabkan dislokasi yang berarti atau kurang berarti secara struktural, walaupun ciri-ciri bahasa pertama kelihatan di celah-celah ucapannya itu, kedwibahasaan ini disebut kedwibahasaan sejajar. Kedwibahasaan bawahan yaitu apabila seorang penutur makin berat berstandar pada bahasa pertama atau bahasa ibu. Dengan kata lain, ciri-ciri kedaerahannya yang lebih menonjol.

(28)

bahasa dikuasai sebelum bahasa lainnya. Urutan bahasa yang dikuasai ini satu sama lain akan memiliki perbedaan, baik secara penguasa maupun dalam penggunaannya. Dari beberapa pendapat di atas,

maka dapat disimpulkan bahwa bilingualisme adalah kemampuan penutur dalam memahami, mengerti, atau menggunakan dua bahasa.

2.3 Beberapa Contoh Alih Kode Antara Bahasa Kualuh Hilir dan Bahasa

Indonesia.

Setelah dibicarakan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peristiwa alih kode antara bahasa Kualuh dan bahasa Indonesia di Kecamatan Kualuh Hilir, ada baiknya dibicarakan pula beberapa contoh pembicaraan yang mereka lakukan yang mengandung peristiwa alih kode antarbahasa dari kedua bahasa tersebut antara lain:

Contoh: 1

Alih kode yang terjadi adalah dari bahasa Kualuh Hilir ke dalam bahasa Indonesia.

Latar belakang : Emperan teras rumah

Para pembicara : Ibu rumah tangga.Wak Nurlam dan Bu idah orang yang menggerti Bahasa kualuh, Bik Nalem asli orang jawa.

Topik : Membicarakan kenapa aku pulang kampung.

Sebab alih kode : Kehadiran bik Nalem dalam peristiwa tutur.

(29)

Peristiwa Tutur

Wak Nurlam : Bilo kau sampek Tika.

(kapan kau sampai Tika)

Bu Idah : Kok kau lah Tika balek-balek sajo lah korjo kau yo.

(pulang-pulang saja lah kerja mu Tika). Iya kan bik pulang

aja Si Tika ini.

Bik Nalem : Ya, biar orang dia rindu sama ibunya.

Dari contoh tersebut terlihat bahwa alih kode terjadi kerena hadirnya orang ketiga. Alih kode tersebut terjadi dari bahasa kualuh hilir ke dalam bahasa Indonesia.Bu Idah beralih kode ke dalam bahasa Indonesia karena mitra tuturnya Bik Nalem (orang jawa) tidak mengerti bahasa Kualuh.

Contoh: 2

Alih kode yang terjadi adalah dari bahasa Kualuh Hilir ke dalam bahasa Indonesia.

Latar belakang : Perkampungan.

Para pembicara : Ibu rumah tangga. Wak Nurlam, Kak Jimah, Bik Nalem.

Topik : Membicarakan hasil panen padi.

(30)

Peristiwa Tutur

Wak Nurlam : Tak elok padi si Poniran kan.

(Tidak bagus padinya poniran)

Kak Jimah :Iyo, baya yang jolekan padinyo.

(Iya, jelek padinya).Kurang baguskan Bik padinya.

Bik Nalem :Iya, gak ada yang bagus padi tahun ini.

(Iya, tidak ada padi yang bagus tahun ini)

Dari contoh tersebut terlihat bahwa alih kode terjadi karena hadirnya orang ketiga. Alih kode tersebut terjadi dari bahasa Kualuh Hilir ke dalam bahasa Indonesia.Kak Jimah beralih kode ke dalam bahasa Indonesia karena mitra tuturnya Bik Nalem (orang jawa) tidak mengerti bahasa Kualuh.

Contoh: 3

Alih kode yang terjadi adalah dari bahasa Kualuh Hilir ke dalam bahasa Indonesia.

Latar belakang : Depan rumah.

Para pembicara : Wak Nurlam, Kak Nanik, si Penjual.

Topik : Proses jual beli.

Sebab alih kode : Wak Nurlam beralih kode dari bahasa kualuh ke bahasa

(31)

Peristiwa Tutur

Kak Nanik : Ini lagak Wak Ulam.

(Ini cantik Wak Ulam)

Wak Nurlam : Mano, ini berapa kak.

(Mana, ini berapa kak)

Penjual : Tujuh puluh ribu.

Dari peristiwa tutur di atas dapat dilihat bahwa alih kode dapat terjadi melalui proses jual beli. Wak Ulam beralih kode saat ingin menanyakan harga pakaian pada si penjual.

Contoh : 4

Latar belakang : Di depan rumah.

Para pembicara : Juriah, Inong, Iteng.

Topik : Panasnya terik matahari.

Sebab alih kode : Datangnya Juriah yang beralih kode ke dalam bahasa

Indonesia.

Peristiwa Tutur

Inong : Wis...panas bonar lah hari ni jang.

(32)

Iteng : Iyo, baya yang panasan.

(Iya, kan panas)

Juriah : Mau hujan kayaknya nanti malam ini.

(Mau hujan nanti malam)

Dari peristiwa tutur di atas dapat dilihat bahwa alih kode terjadi karena datangnya Juriah yang beralih kode ke dalam bahasa Indonesia.

Contoh : 5

Latar belakang : Depan rumah.

Para pembicara : Nurainun, Kak Eti, Bik Nalem.

Topik : Lihat hiburan.

Sebab alih kode : Bik Nalem beralih kode ke dalam bahasa Indonesia.

Peristiwa Tutur

Ainun : Tak nengok kibot kau Eti.

(Tidak melihat kibot kau Eti)

Kak Eti : Tak ado kawan ku.

(Tidak ada teman ku)

Bik Nalem : Itu lho ngajak si Tika.

(33)

Dari peristiwa tutur di atas dapat dilihat alih kode terjadi karena Bik Nalem beralih kode ke dalam bahasa Indonesia.

2.4 Tinjauan Pustaka

Ada sejumlah sumber yang relevan untuk dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut:

Mujiyanti (1995),dalam skripsinya “alih kode antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa: Studi kasus di SMA Persiapan Stabat Tahun Ajaran 1992-1993”. Dia menyimpulkan bahwa alih kode yang terjadi di SMA Persiapan Stabat sering terjadi melihat kenyataan besarnya jumlah kedwibahasaan Indonesia-Jawa SMA Persiapan Stabat mengakibatkan seringnya ditemui kegiatan alih kode antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa di lingkungan sekolah. Mujiyanti juga menyimpulkan bahwa sebagai siswa yang ada di sekolah tersebut menggunakan bahasa Jawa di lingkungan sekolahnya, sehingga interferensi antarbahasa dari bahasa Jawa dan bahasa Indonesia sulit dihindari.

Erni J.Matondang (1997) dalam skripsinya yang berjudul “Bilingualisme pada Masyarakat Cina di Kecamatan Medan Denai S” yang membicarakan tentang bagaimana proses terjadinya bilingualsme pada masyarakat Cina di Kecamatan Medan Denai. Menurut Matondang, karena adanya bilingualisme maka sering terjadi alih kode dan campur kode dalam masyarakat Cina.

(34)

formal yaitu proses belajar disekolah dan diajarkan secara informal di tengah-tengah keluarga. Di Kecamatan Balige anak yang berusia 4-5 tahun juga diajari menggunakan bahasa Indonesia di tengah-tengah keluarga, walaupun kosakata yang dimiliki anak-anak tersebut, tidak jarang dalam berbicara sehari-hari yang terjadi alih kode, campur kode, dan interferensi.

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi merupakan letak atau tempat ( Alwi,2003:680). Lokasi penelitian adalah Desa Pasar Bilah I A, Kecamatan Kualuh Hilir, Kabupaten Labuhan Batu Utara.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penulis melakukan penelitian terhadap alih kode yang terjadi di lingkungan Desa Pasar Bilah I A, Kecamatan Kualuh Hilir, Kabupaten Labuhan Batu Utara terhitung mulai bulan April sampai Mei 2011.

3.2 Sumber Data

Menurut KBBI (2007:1102) sumber data adalah asal, sedangkan data adalah keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian (KBBI, 2007:239). Jadi sumber data adalah asal dari mana keterangan didapat yang kemudian dijadikan untuk dasar kajian.

(36)

Data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung. Dalam hal ini, data didapatkan dari transkripsi penyimakan terhadap peristiwa tutur tentang penyebab terjadinya alih kode bahasa dari bahasa daerah beralih kode ke bahasa Indonesia yang terjadi pada masyarakat Pasar Bilah, Kecamatan Kualuh Hilir, Kabupaten Labuhan Batu Utara, pada saat berlangsungnya peristiwa tutur.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung melalui buku-buku bacaan referensi yang berhubungan dengan peristiwa tutur dalam masyarakat Kualuh Hilir, Kabupaten Labuhan Batu Utara, dan buku-buku tentang alih kode.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara yang harus dilakukan dalam melakukan penelitian, sedangkan teknik adalah cara melaksanakan metode (Sudaryanto, 1993:9).

(37)

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan dalam analisis data ini adalah metode padan. Metode padan adalah sebuah metode yang alat penentunya di luar, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:13). Dalam metode ini, objek sasaran penelitian ini adalah identitasnya ditentukan berdasarkan tingginya kadar kesepadanannya, keselarasannya, kesesuaiannya, kecocokannya, atau kesamaannya dengan alat penuntut yang bersangkutan yang sekaligus menjadi standar atau pembakunya.

Teknik dasar yang digunakan untuk menganalisis data tersebut adalah teknik pilah unsur penentu yang memiliki suatu alat yaitu daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh peneliti (Sudaryanto, 1993:21). Dalam pemilihan narasumber, menetapkan kriteria-kriteria tertentu yang harus dipenuhi narasumber (Mahsun,1995:106) kriteria yang dimaksud adalah:

1. Berjenis kelamin pria dan wanita.

2. berusia antara 20-60 tahun.

3. Berpendidikan maksimal tamat pendidikan dasar(SD,SLTP).

4.Memiliki kebanggaan terhadap bahasa pesisir Kualuh Hilir

5. Penutur asli bahasa Kualuh Hilir.

6. Sudah lama menetap di desa Kualuh Hilir.

(38)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Faktor – faktor Penyebab Terjadinya Alih Kode Bahasa Pesisir di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhan Batu Utara

Bahasa pengantar yang dipergunakan di lembaga-lembaga pendidikan Negara Indonesia adalah bahasa Indonesia. Sehubungan dengan itu, selama masyarakat Pasar Bilah di Kecamatan Kualuh Hilir masih menggunakan bahasa Kualuh, maka kegiatan alih kode antra bahasa Kualuh Hilir dengan bahasa Indonesia senantiasa akan terus berlangsung.

Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya alih kode pada masyarakat di Kecamatan Kualuh Hilir,antara lain sebagai berikut:

4.1.1 Perubahan Situasi dengan Hadirnya Orang Ketiga

Salah satu penyebab masyarakat Kualuh Hilir melakukan kegiatan alih kode antara bahasa Indonesia dan bahasa Daerah adalah faktor kehadiran orang ketiga. Misalnya dalam suatu peristiwa bicara antara dua orang dwibahasawan Indonesia – Daerah, kemudian hadir orang ketiga yang tidak mengerti bahasa tersebut. Selanjutnya, pembicaraan beralih kepada bahasa Indonesia agar orang ketiga itupun dapat ikut dalam peristiwa bicara yang sedang berlangsung. Jika orang ketiga itu pergi, maka pembicaraan biasanya beralih kembali kepada bahasa daerah atau bahasa Kualuh Hilir.

(39)

a. Peristiwa Bicara I

Latar Belakang : Halaman Rumah

Para Pembicara : Riski, Jefri orang yang dapat berbasa Kualuh Hilir,

Sedangkan Edo orang yang tidak dapat berbahasa

Kualuh Hilir.

Topik : “Pertandingan Bola Kaki”

Sebab Alih Kode : Hadirnya Edo dalam peristiwa bicara.

Peristiwa Tutur

Riski : “Katonyo besok kito ondak tanding bola kaki yo,

Samo orang si Jimmi”.

(“Katanya besok kita mau bertanding bola kaki

Sama orang si Jimmi ya”).

Jefri :” Siapo yang mambilang samo kau”.

(“Siapa yang bilang sama mu”).

Riski : “Si Jimmi. Ia kan Edo, si Jimmi yang bilang kalau

besok tanding bola kaki”.

Edo : “Ia, aku juga dengar si Jimmi bilang gitu”.

(40)

bahasa Indonesia, si Riski beralih kode kedalam bahasa Indonesia karena mitra tuturnya si Edo kurang mengerti bahasa Kualuh Hilir.

b. Peristiwa Bicara II

Latar Belakang : Halaman Rumah

Para Pembicara : Erni, Peneliti orang yang dapat berbahasa kualuh

hilir sedangkan Lena orang yang kurang mengerti

bahasa kualuh hilir.

Topik : Menghadiri undangan pernikahan.

Sebab Alih Kode : Hadirnya si Lena dalam peristiwa bicara

Peristiwa Tutur

Erni : “Pogi nanti ibuk tu undangan tika, kok pogi

bilangkan samo ibuk tu, jam barapo poginyo yo”.

(“Pergi nanti ibu itu undangan, kalau pergi bilang

sama ibu itu jam berapa perginya”).

Peneliti : “ Pogi kuraso, tapi tak tau bolum jam barapo

poginyo, karanglah ku bilangkan yo”. Buk Lena

gak pigi buk.

(“Pergi kurasa, tapi belum tau jam berapa, nanti

lah ku kasih tau ya”).Buk Lena gak pergi buk.

(41)

Dari percakapan di atas dapat dilihat alih kode terjadi karena hadirnya orang ketiga, alih kode yang terjadi dari bahasa kualuh hilir ke dalam bahasa Indonesia , si peneliti beralih kode kedalam bahasa Indonesia karena mitra tuturnya kurang mengerti bahasa Kualuh.

c. Peristiwa Bicara III

Latar Belakang : Teras Rumah

Para Pembicara : Nurlam, Nanik orang yang mengerti bahasa kualuh

hilir sedangkan Idah orang yang kurang mengerti

bahasa kualuh hilir.

Topik : Membicarakan Sunatan.

Sebab Alih Kode : Kehadiran si Idah dalam peristiwa bicara.

Peristiwa Tutur

Nurlam : “Nik, pabilo kau sunatkan anak kau ni baya”.

(“Nik, kapan kau sunatkan anak mu”).

Nanik : “Bolum lagi bagini hari wak, nantinyo lamo lagi”.

Kapannya Idah sunatnya itu.

(“Belum sekarang wak, nantinya, masih lama

lagi”). Kapannya Idah sunatnya itu.

(42)

Dari percakapn di atas dapat dilihat alih kode yang terjadi disebabkan hadirnya orang ketiga yaitu si Nanik beralih kode ke dalam bahasa Indonesia karena mitra tuturnya kurang mengerti bahasa Kualuh Hilir.

d. Peristiwa Pembicara IV

Latar Belakang : Lapangan Bola

Pembicara : Padli, Ipen orang yang mengerti bahasa kualuh

hilir sedangkan si Edo orang yang kurang

mengerti bahasa kualuh.

Topik : Membicarakan pertandingan bola.

Sebab Alih Kode : Hadirnya si Edo dalam peristiwa Bicara.

Peristiwa Tutur

bola bujas”.

(“ Yang kuat-kuatan anak sunge sentang main

bola”).

Ipen : “ iyo jang. Kalah nyo ini anak sunge robut,tak ado

Ini do anak sunge robut ini”.

(“ Iya kan. Mungkin tidak menang ini anak sungai

rebut”). Edo kau megang siapa, sungai sentang

atau sungai rebut.

(43)

Dari percakapan di atas dapat dilihat alih kode yang terjadi pada percakapan diatas disebabkan karena hadirnya orang ketiga si Ipen yang beralih kode kedalam bahasa Indonesia karena mitra tuturnya tidak mengerti bahasa Kualuh Hilir.

e. Peristiwa Bicara V

Latar Belakang : Halaman Rumah

Pembicara : Puja, Riski orang yang mengertia bahasa kualu

hilir sedangkan A’an orang yang kurang mengerti

bahasa kualuh hilir.

Topik : Membicarakan peringatan Israk mikrad.

Sebab Alih Kode : Hadirnya si A’an pada peristiwa bicara.

Peristiwa Tutur

Puja : “Pogi karang malam ki, nengok maulitan”.

(“Nanti malam kau pergi ki, lihat maulitan”).

Riski : “ Aba pogi lah, sodap itu karang malam nengok-

Nengok orang”.

(“ Pergi lah, enak itu nanti malam lihat-lihat

orang”). Kau pergi A’an lihat maulitannya.

A’an : “ Pergi, tapi aku sama mamak ku.

(44)

4.1.2 Perubahan Topik Pembicara

Topik pembicaraan dapat mempengaruhi terjadinya alih kode antara bahasa Indonesia dan bahasa Daerah pada masyarakat dwibahasawan. Untuk membicarakan masalah-masalah yang bersifat formal dan nonformal, masalah formal digunakan bahasa Inndonesia akan tetapi untuk membicarakan masalah yang bersifat nonformal masalnya masalah kekeluargaan, persaudaraan atau suatu rapat pertemuan dipergunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengungkap pikiran dan perasaan seluruh anggota rapat. Akan tetapi, ketika rapat telah selesai dan para dwibahasawan Indonesia dan Daerah yang tadinya menjadi anggota rapat terlibat pembicaraan yang menyangkut masalah kehidupan sehari-hari maka mereka akan segera beralih kode pada bahasa daerah atau bahasa kualuh hilir.

Setelah diterangkan faktor perubahan topik pembicara, ada baiknya dibicarakan pula beberapa contoh percakapan yang mereka lakukan yang mengandung peristiwa alih kode pada bahasa pesisir di Kecamatan Kualuh Hilir antara lain

a. Peristiwa Bicara I

Latar Belakang : Halaman Rumah

Pembicara : Muklis dan Ari sama-sama orang yang mengerti

bahasa kualuh hilir.

Topik : Membicarakan mengenai sila pancasila.

Sebab Alih Kode : Beralihnya topik pembicaraan.

Peristiwa Tutur

Muklis : “Ondak tau kau Ari, tadi di tanyo ibuk tu aku

(45)

maluan kuraso jang”.

(“ Ari tadi aku ditanya ibu pancasila ke empat,

tapi aku tidak hapal,malu aku lah”).

Ari : “ Yang parah bonar lah kau jang, tak hapal kau

Pancasila, itu lah dodong kau itu, tak kau hapal

ruponyo”.

(“Kenapa tidak hapal kau pancasila, kau pula

bodoh kali, tidak kau hapal rupanya”).

Muklis : “Tidak. Orang aku diajak mendodos sawit, capek-

capek mendodos hasilnya cuma sedikit, murah

sawit, besok minggu mau kau ikut mendodos

sama ku”.

Ari : “ Tak bisa, aku mau diajak ayah ku keladang”.

(46)

b. Peristiwa Bicara II

Latar Belakang : Teras Rumah.

Pembicara : Puja dan Riski orang yang sama-sama mengerti

bahasa kualuh hilir.

Topik : Membicarakan melanjutkan sekolah.

Sebab Alih Kode : Beralihnya Topik Pembicaraan.

Peristiwa Tutur

Puja : “Wih, bontar lagi lulus-lulusan jang. Ntah lulus,

ontah tidak ini lah”.

(“ Aduh, sebentar lagi lulus-lulusan,lulus atau

Tidak ini ya”).

Riski : “ Iyo jang, kok tak lulus mangulang lah awak”.

(“ Iya kan, kalau tidak lulus mengulang lagi lah”).

Puja : “Iya lah, udah lah itu ngak usah cerita itu lagi, jadi

kau kemarin tempat si Bani, terus apa katanya.

Riski : “Ngak jadi, malas aku”.

(47)

c. Peristiwa Bicara III

Latar Belakang : Teras Rumah.

Pembicara : Erni dan Uli orang yang mengerti bahasa kualuh

hilir.

Topik : Membicarakan ingin mengambil mesin.

Sebab Alih Kode : Beralihnya topik pembicaraan.

Peristiwa Tutur

Erni : “Bang, karang ambek misin kito yang tompat atok

tu yo”.

(“ Bang, nanti ambil mesin kita yang tempat

Kakek itu ya”).

Uli : “Adek mangambeknyo, awak yang banyakan lagi

korjoan ini”.

(“Adek ngambilnya, masih banyak kerjaan awak

ini”).

Erni : “Tak ondak aku, abang ngambilnya. Bang udah di

kasih uang padi kemarin bang, berapa goni padi

nya bang”.

(48)

tiga goni”.

Pada peristwa di atas dapat di lihat alih kode yang terjadi disebabkan beralihnya topik pembicaraan antara Erni denga Uli, semulanya mereka menggunakan bahasa Kualuh Hilir, tapi ketika meraka membahas topik lain mereka beralih kode ke dalam bahasa Indonesia.

d. Peristiwa Bicara IV

Latar Belakang : Pekaranga Rumah

Pembicara : Enon dan Nanik orang yang sama-sama mengerti

bahasa kualuh hilir.

Topik : Membicarakan,mau kepekan belanja.

Sebab Alih Kode : Beralihnya topik pembicaraan.

Peristiwa Tutur

Enon : “Nik, jadi kito pogi balanjo tu kan”.

(“ Nik, jadi pergi belanjakan”).

Nanik : “Jadi baya, tapi siang-siang sajo lah yo, biar

jangan rame bonar”.

(“ Jadi, tapi siang-siang saja lah, biar jangan ramai

Kali”).

Enon : “ Tapi, nanti kita singgah sebentar ke rumah wak

(49)

Nanik : “ Iya, ikut wak Isam main tarik’an ya buk”.

Dari peristiwa diatas dapat dilihat alih kode yang terjadi disebabkan beralihnya topik pembicaraan antara Enon dan Nanik, yang semulanya menggunakan bahasa Kualuh Hilir, tapi ketika membahas topik lain mereka beralih kode ke dalam bahasa Indonesia.

e. Peristwa Bicara V

Latar Belakang : Teras Rumah

Pembicara : Eti dan Inong orang yang mengrti bahasa kualuh

hilir.

Topik : Membicarakan perlengkapan sekolah.

Sebab Alih Kode : Beralihnya topik pembicaraan.

Peristiwa Tutur

Eti : “ Udah boli baju sikolah anak ibuk yo, di mano

ibuk boli”.

(“ Sudah beli baju sekolah anak ibu, di mana ibu

Beli”).

Iteng :” Sudah baya, tongah ado ini duit, di boli lah kini,

yang mahal-mahalan hargo nyo,di tompat

Aswani ku boli”.

(“Sudah, lagi ada uang ini,di beli lah sekarang,

(50)

Aswani ku beli”).

Eti : “ Iya lah, siap beli baju sekolah,memikirkan baju

hari raya lagi”.

Iteng : “ Iya, yang banyak an mau di pikirkan”.

Dari peristiwa di atas dapat dilihat penyebab terjadinya alih kode kerena beralihnya topik pembicaraan antara Eti dan Iteng, yang semula mereka menggunakan bahasa Kualuh Hilir, tetapi ketika mereka membicarakan topik lain,mereka pun beralih kode ke dalam bahasa Indonesia

4.1.3 Pembicara / Penutur

Dengan maksud mengubah situasi yaitu dari situasi resmi ke situasi tidak resmi, seorang penutur kadang-kadang dengan sengaja beralih kode. Dengan situasi tidak resmi ini diharapkan suatu pendekatan kepada lawan tuturnya agar lawan tuturnya dapat lebih akrab, intim terhadap penutur. Bahkan sering terjadi pula alih kode seperti ini terselubung maksud –maksud tertentu, misalnya seorang bawahan pada suatu Instansi dengan sengaja beralih kode dari situasi yang resmi kepada situasi yang tidak resmi dengan atasannya dengan menggunakan bahasa daerah ( bila kebetulan mereka berasal dari daerah yang sama) dengan harapan masalah-masalah yang dihadapi atau dibicarakan oleh penutur akan lebih mudah diatasi.

(51)

a. Peristiwa Bicara I

Latar Belakang : Kantor Camat.

Pembicara : Peneliti, Dian orang yang mengerti bahasa kualuh

hilir sedangkan pak camat kurang mengerti bahasa

kualuh hilir.

Topik : Membicarakan surat izin penelitian.

Peristiwa Tutur

Peneliti : “ Selamat pagi pak”.

Camat : “ Selamat pagi. Ada keperluan apa nak”.

Peneliti :” Begini pak, saya mahasiswa dari Universitas

Sumatera Utara, maksud saya kesini mau

memberikan surat izin penelitian pak”.

Camat : “O...,bisa. Ini untuk skripsi ya”.

Peneliti :” Iya, pak”.

Camat :” Pak Dian tolong buatkan dulu surat izin nya ini”.

Dian :” Iya, pak”.

Peneliti : “ O...Dian, disini kau korjo, dah lamo kau korjo,

Dian punyo ku dulu buatkan yo, ondak copat aku

(52)

(“ O...Dian, disini kau kerja, sudah lama kau

kerja, Dian punya ku dulu buatkan ya, aku mau

cepat”).

Dian :” Iyo,,,iyo. Tenanglah kau yo”.

(“ Iya,,,iya. Tenanglah dulu ya”).

Peneliti :” Terima Kasih ya pak, saya permisi dulu”.

Camat :” Iya, sama-sama”.

Dari peristiwa di atas dapat dilihat bahwa alih kode terjadi karena beralihnya situasi resmi menjadi tidak resmi, peneliti semulanya dalam situasi resmi tetapi setelah bertemu dengan Dian peneliti langsung beralih dalam situasi tidak resmi,agar tujuan cepat selesai.

b. Peristiwa Bicara II

Latar Belakang : Di sekolah.

Pembicara : Peneliti dan Guru sekolah sama-sama mengerti

bahasa kualuh hilir.

Topik : Membicarakan hasil sekolah.

Sebab Alih Kode : Situasi bicara pembicara / penutur.

Peristiwa Tutur

Peneliti : “ Apa kabar buk, sehat.”

(53)

Peneliti :” Hari minggu buk, jam berapa buk dimulai rapat

nya, sudah kumpulnya orang tua murid.

Guru : “ Iya, bentar lagi,masih menunggu kepala sekolah

datang.

Peneliti :” Ibuk, barapo orang tak lulus buk, adek ku lulus

kan buk, tengokkan dulu adek ku buk lulus apo

tidak.

(“ Berapa orang tidak lulus, banyak buk,adik

saya lulus buk,lihatkan dulu adik saya buk

lulus atau tidak”).

Guru :” Lulusnyo adek kau, kuraso lulus nyo samuo, tapi

tak tau jugo lah, tengok sajo lah karang”.

(“ Lulusnya adik mu, kurasa lulus semua,tapi ngak tau juga, lihat saja lah nanti”).

Peneliti : “Iya lah buk, ayo buk keruangan kita masuk”.

Guru : “ Iya, ayok sudah datang kepala sekolah itu”.

(54)

4.1.4 Faktor Penutur / Lawan Tutur

Tidak ubahnya dengan faktor penutur, maka pada faktor lawan tutur kasusnya sangat berbeda. Setiap penutur pada umumnya ingin membagi bahasa yang dipergunakan oleh lawan tuturnya untuk maksud-maksud tertentu tetapi begitupun dalam hal ini seseorang penutur harus memperhatikan latar belakang lawan tuturnya yaitu:

1. Lawan tutur yang berlatar belakang kebiasaan yang sama dengan penutur. 2. Lawan tutur yang berlatang belakang kebahasaan yang berbeda dengan

penutur.

Dengan mengetahui kedua latar belakang tersebut seseorang penutur akan lebih paham menghadapi lawan tuturnya dalam menanggapi maksud pembicaraan. Menghadapi lawan tutur pada nomor satu alih kode mungkin berujud alih varian (baik varian rasional, maupun sosial, alih ragam, alih gaya, atau alih register), berhadapan dengan lawan tutur pada nomor dua alih kode mungkin terjadi dari satu bahasa ke bahasa lain, misalnya dari bahasa daerah ke bahasa daerah lain atau kebahasa asing dan lain-lain.

Setelah diterangkan faktor penutur / lawan tutur ada baiknya dibicarakan pula beberapa contoh percakapan yang mereka lakukan yang mengandung peristiwa alih kode pada bahasa pesisir di Kecamatan Kualuh Hilir antara lain:

a. Peristiwa Bicara I

Latar Belakang : Emperan Warung.

Pembicara : Ijul dan Padli sama-sama mengerti bahasa kualuh

hilir.

Topik : Membicarakan Shalat Jumat.

(55)

Peristiwa Tutur

Ijul : “ Padli, sumbayang jumahat kau karangkan, samo

kito poginyo yo”.

(“Padli,shalat jumat kau nanti, sama kita

perginya ya”).

Padli : “Iyo lah, copat kau basiap yo, biar jangan di

balakang kito”.

(“Iya lah, cepat kau siap-siapnya ya, biar jangan

di belakang kita”).

Ijul : “ Karang joput aku yo”.

(“Nanti jemput aku ya”).

Padli : “Tak lalu”, aku sajo bajalan, tak naek kareta”.

(“ Tidak bisa”, aku saja jalan ngak naik kereta”).

Ijul : “ Pelit kali pun kau, naik kereta kenapa perginya

tidak usah jalan kaki”.

Padli : “ Malas aku”.

(56)

b. Peristiwa Bicara II

Latar Belakang : Halaman Rumah.

Pembicara : Wak Anum dan Peneliti sama-sama mengerti

bahasa daerah.

Topik : Membicarakan liburan.

Sebab Alih Kode : Beralihnya kebahasaan yang berbeda dengan

penutur.

Peristiwa Tutur

Peneliti : “ Wak, tak pogi uwak pulang kampung libur ini”.

(“ Wak, tidak pergi pulang kampng liburan ini”).

Wak Anum : “Indak jang, bulan puaso sajo lah uwak balek”.

(“ Tidak, bulan puasa saja ah uwak pulang”).

Peneliti : “ Kok ngak balek wak,kan suwi libur ne”.

(“ kenapa tidak pulang wak, kan lama liburnya”).

Wak Anum : “Ngak enek duet, sisuk waye nak bulan puoso

mbalek.

(“ Tidak ada uang, bulan puasa saja pulang”).

(57)

Dari percakapn di atas dapat di lihat bahwa alih kode antara peneliti dengan wak Anum terjadi karena peneliti beralih bahasa kedalam bahasa Jawa, karena antara peneliti dan wak Anum sama-sama bisa bahasa Jawa.

4.1.5 Faktor Perubahan dari Formal ke Informal

Salah satu faktor yang dominan menentukan terjadinya alih kode adalah pokok pembicaraan dengan memahami pokok pembicaraan dapat diketahui ragam bahasa yang akan dipilih seseorang dalam satu pembicaraan. Pada dasarnya pokok pembicaraan dapat dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu:

1. Pokok pembicaraan yang bersifat formal misalnya mengenai masalah kedinasan, ketatanegaraan, keilmuan, kependidikan dan sebagainya.

2. Pokok pembicaraan yang bersfat informal misalnya masalah kekeluargaan, persaudaraan, kesetiakawanan dan sebagainya disampaikan dengan bahasa yang tidak baku yaitu bahasa santai.

Baik pada topik yang formal maupun yang informal sering terjadi alih kode. Seorang penutur yang berbicara tentang hal-hal yang formal kemudian beralih kode kepada hal-hal yang informal biasanya ditandai dengan peralihan kode dari bahsa baku ke bahasa tidak baku, demikian pula sebaliknya dari hal-hal yang informal beralih kepada hal-hal yang formal.

Setelah diterangkan faktor perubahan formal ke informal ada baiknya dibicarakan pula beberapa contoh percakapan yang mereka lakukan yang mengandung peristiwa alih kode pada bahasa pesisir di Kecamatan Kualuh Hilir antara lain

a. Peristiwa Bicara I

Latar Belakang : Kantor Camat.

(58)

Pak Camat orang yang kurang mengerti bahasa

Kualuh Hilir.

Topik : Membicarakan maksud kedatangan ke kantor

Camat.

Sebab Alih Kode : Berubahnya situasi formal ke informal.

Peristiwa Tutur

Pak Basrin : “Ngapai kau kesini”.

Peneliti : “Ini pak, saya mau minta surat izin penelitian, mau

meneliti di kampung pak”.

Pak Basri : “Sudah dibuatkan sama si Dian suratnya”.

Peneliti : “Sudah pak”.

Pak Camat : “ Sudah semester akhir lah ini ya”.

Peneliti : “ Iya pak”.

Pak Camat : “ Bagus-baguslah sekolah ya”.

Peneliti : “Iya pak, kalau begitu saya permisi pulang pak.

“Pak Basrin balek aku yo”.

(“ Pak Basrin pulang saya ya”).

Pak Basrin : “ Iyo, elok-elok kau disanan yo, jangan malalak.

(59)

(“ Iya, bagus-bagus disana ya, jangan main-

main”). Nanti kalau wisuda undang bapak ya

dari percakapan di atas dapat kita lihat bahwa alih kode yang terjadi karena berubahnya situasi formal menjadi situasi informal, peneliti semula berbicara dengan lawan tuturnya pada situasi formal setelah itu peneliti berubah situasi kebahasaan informal.

b. Peristiwa Bicara II

Latar Belakang : Ruangan Sekolah

Pembicara : Buk Yuni, Buk Diana mengerti bahasa Kualuh

Hilir Sedangkan Pak Hilal kurang mengerti

bahasa Kualuh Hilir.

Topik : Membicarakan Undangan Sekolah.

Sebab Alih Kode : Berubahnya situasi informal ke situasi formal.

Peristiwa Tutur

Buk Yuni : “ Tengok itu, pak Ilal ondak kamari”

(“ Lihat itu, pak Ilal mau kemari”).

Buk Diana : “ ontah jang, ontah ondak bilang apo lagi dio”.

(“ tidak tau, ntah mau bilang apa lagi dia itu”).

Pak Hilal : “Selamat pagi buk, lagi santai ya, buk sudah

(60)

Buk Diana : “ Sudah pak”

Dari percakapan da atas dapat dilihat bahwa alih kode yang terjadi antara penutur di sebabkan karena beralihnya situasi informal ke situasi formal karena kedatang pak Hilal maka kebahasaan pun beralih pada situasi formal.

4.2 Jenis Alih Kode yang Terjadi di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhan Batu Utara

Dalam bahasa Indonesia juga membicarakan tentang jenis alih kode. Salah satu jenis alih kode yang ada dalam suatu masyarakat tutur khususnya masyarakat tutur bilingual, Jenis yang dimaksud adalah sistem tingkat tutur.secara garis besar dapat dikatakan bahwa kode atau varian bahasa dapat dibedakan menjadi tiga yakni,dialek, Unda usuk, atau tingkat tutur dan ragam. Dialek dapat dibedakan berdasarkan geografi,

sosial, usia, jenis kelamin, aliran dan suku. Tingkat tutur dapat dibedakan menjadi tingkat tutur hormat, sedangkan ragam dapat dibedakan menjadi ragam suasana, ragam komunikasi dan ragam register. Tapi hanya kode yang berupa sistem tingkat tutur sajalah yang akan diterangkan, adapun jenis alih kode tersebut antara lain:

4.2.1 Bentuk Tingkat Tutur

(61)

yang dihormati atau barang kali tidak dihormati karena bentuk dan kondisi tubuhnya, kekuatan ekonomi, status sosialnya, kekuatan dan pengaruh politisnya dan sebagainya.bentuk tingkat tutur dibagi menjadi tiga bentuk yaitu tingkat tutur ngoko, tingkat tutur krama dan tingkat tutur madya.

Setelah dijelaskan tentang bentuk tingkat tutur tersebut ada baiknya dibicarakan pula beberapa contoh percakapan yang mereka lakukan pada masing-masing bentuk tingkat tutur yang terjadi pada bahasa pesisir di kecamatan kualuh hilir antara lain:

4.2.1.1 Tingkat Tutur Ngoko (Rendah)

Tingkat tutur ngoko memiliki makna rasa yang tak berjarak antara orang pertama atau penutur dengan orang kedua atau mitra tutur.dengan perkataan lain hubungan antara keduanya tidak dibatasi oleh semacam rasa segan, oleh karena tidak ada rasa yang demikian, maka tingkat tutur ngoko dipakai didalam bertutur. Tuturan yang muncul antarteman sejawat yang akrab biasa menggunakan tingkat ngoko. Orang berpangkat tinggi juga biasanya menggunakan tingkat ngoko dalam berbicara dengan orang yang berpangkat rendah, seorang majikan juga bisa menggunakan tingkat tutur ngoko untuk berbicara dengan seorang pembantu, sorang guru akan juga menggunakan tingkat tutur ngoko dalam berbicara dengan siswanya.

(62)

a. Peristiwa Bicara I

Latar Belakang : Kantor Camat.

Pembicara : Pak Basrin dan Dian.

Topik : Membicarakan hasil pekerjaan.

Peristiwa Tutur

Pak Basrin : “ Dian, udah siap korjoan kau yang samalam tu”.

(“Dian, sudah selesai kerjaan m yang kemarin

itu”).

Dian : “ Bolum pak, tinggal sadikit lagi nyo, karang lah

itu ku siapkan yo”.

(“Belum pak, tinggal sedikit laginya, nantilah itu

ku kerjakan ya”).

Pak Basrin : “ya udah, siapkan lah sekarang ya, nanti mau

datang orang ngambilnya”.

Dian : “ Iya pak, ku siapkan nanti”.

Dari percakapn di atas dapat dilihat bahwa hubungan antara keduanya tidak dibatasi oleh semacam rasa segan antara sipenutur dengan lawan tutur.

b. Peristiwa Bicara II

Latar Belakang : Rumah Sekolah.

(63)

Topik : Minta dibelikan sesuatu.

Peristiwa Tutur

Pak Abduh : “Bilo kau datang, udah wisudanyo kau jang”.

(“ kapan kau datang, sudah wisuda”).

Peneliti : “Udah lamo aku datang bapak, bolum wisuda aku”

(“Sudah lama aku datang pak, belum wisuda

aku”).

Pak Abduh : “Sombong kau kini yo, di telepon tak ondak

mangangkat”.

(“Sombong kau sekarang ya, di telepon ngak mau

ngangkat”).

Peneliti : “Ngapai ditelepon, datang aja nanti malam

ke rumah sekalian malam mingguan.

(64)

c. Peristiwa Bicara III

Latar Belakang : Emperan Kedai.

Pembicara : Erni dan pak Amri.

Topik : Meminta dibelikan sesuatu.

Peristiwa Tutur

Erni : “ Oo,bapak. Mangapo udah lamo tak nampak-

nampak jang”.

(“ Oo, bapak. Kenapa sudah lama tak kelihatan”).

Pak Amri : “ Iyo, sibuk bapak, banyak korjoan bapak”.

(“ Iya, sibuk bapak, banyak kerjaan”).

Erni : “ Kok bagitu bolik kan lah aku kue pak”.

(“Kalau begitu beli kan lah aku kue pak”).

Pak Amri : “Ambek lah, apo di kau”.

(“ Ambil lah, apa sama mu”).

Erni : “ Pak nanti malam kemari bapak ya,tak rame kalau

ngak ada bapak”.

Pak Amri : “ Iyalah nanti malam bapak datang ya”.

(65)

4.2.1.2 Tingkat Tutur Krama (Tinggi)

Tingkat tutur krama adalah tingkat yang memancarkan arti penuh sopan santun antara sang penutur dengann mitra tutur. Dengan perkataan lain tingkat tutur ini menandakan adanya perasaan segan di antara keduanya. Hal demikian barangkali disebabkan karena relasi antara penutur dengan mitra tutur ini belum terjadi dengan baik. Barangkali sang mitra tutur adalah orang yang berpangkat tinggi dalam masyarakat.

Setelah dijelaskan tentang tingkat tutur krama, ada baiknya dibicarakan pula peristiwa percakapan yang terjadi pada tingkat tutur krama antara lain:

a. Peristiwa Bicara I

Latar Belakang : Di sekolah.

Pembicara : Peneliti dengan guru sekolah.

Topik : Memanggil kepala sekolah.

Peristiwa Tutur

Guru : “ Tika, di ruangan mano nampak kau pak kapala”.

(“Tika, di ruangan mana kau lihat pak kepala”).

Peneliti : “Di ruangan dokat kantor buk,konapo buk”.

(“Di ruang dekat kantor buk, kenapa buk”).

Guru :“Panggilkan bontar bapak tu baya, ondak kau”.

(“Panggilkan bentar bapak itu, mau kau”).

Peneliti : “Wih sogan aku jang samo bapak tu”’.

(66)

Guru : “ Ngapai segan, ngak apa-apanya itu”.

Dari peristiwa di atas dapat dilihat antara penutur masih ada rasa segan yang tinggi dengan lawan tuturnya.

b. Peristiwa Bicara II Latar Belakang : Di rumah.

Pembicara : Buk Atin dan Eti.

Topik : Meminjam Hp.

Peristiwa Tutur

Eti :“Buk Atin, isi kan dulu pulsa baya da”.

(“Buk Atin, isikan dulu pulsaku”).

Buk Atin : “Pulsa Barapo di kau jang”.

(“Pulsa berapa”).

Eti :“Pulsa yang sapuluh sajo, pulsa simpati yo”.

(“Pulsa yang sepuluh saja, yang simpati ya buk”).

Buk Atin : “Eti, hpnyo samo bapak kau, mintakkan dulu samo

bapak kau hpnyo, itu di mukak dio”.

(“Eti, hpnya sama bapak, mintakan dulu sama

Dia, di depan dia”).

Eti :“Ah,,tak ondak aku jang, sogan aku samo bapak tu,

(67)

(“Ah,,tak mau aku, segan aku sama bapak itu, tak

pernah aku berbicara sama bapak itu”).

Buk Atin : “Ngak apa-apa, cepatlah biar di isi pulsa mu”.

Dari percakapan di atas dapat dilihat bahwa antara penutur dengan mitra tuturnya terdapat tingkat tutur yang memiliki rasa segan yang sangat tinggi.

c. Peristiwa Bicara III

Latar Belakang : Di teras rumah.

Pembicara : Kak Nanik dan Lela.

Topik : Mengantarkan makanan.

Peristiwa Tutur

Kak Nanik : “Lela, kok udah masak karang nasik, antarkan karang yo”.

(“Lela, kalau sudah masak nasinya, antarkan nanti ya”).

Lela : “ Wih, usah lah aku mangantarnyo, tak barani aku samo

Ibuk tu,sogan”.

(“Aduh, janganlah aku yang mengantarnya,ngak berani

Aku sama ibuk itu, segan”).

Kak Nanik : “Baiknya ibuk itu,ngapai segan sama dia”.

(68)

4.2.1.3 Tingkat Tutur Madya (Sedang)

Sudah disinggung dibagian depan bahwa tingkat tutur madya adalah tng kat tutur menengah yang berada diantara tingkat tutur krama dan tingkat tutur ngoko. Tngkat tutur madya ini menunjukkan perasaan sopan tetapi tingkatnya tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah. Dengan perkataan lain, kadar kesopanan yang ada dalam tingkat tutur ini adalah kadar yang sedang-sedang saja.

Poedjosoedarmo (1979) menyebutkan bahwa tingkat tutur ini sebenarnya bermula dari tingkat tutur krama. Dalam proses perkembangannya tingkat tutur ini sudah mengalami apa yang disebut proses penurunan tingkat. Banyak orang menyebut bahwa tingkat tutur madya ini memiliki ciri setengah sopan dan setangah tidak sopan, orang-orang desa biasanya berbicara dengan tingkat tutur ini terhadap orang-orang yang mereka anggap perlu untuk disegani.

Setelah dijelaskan tentang tingkat tutur madya,ada baiknya dibicarakan pula peristiwa percakapan yang terjadi pada tingkat tutur madya antara lain:

a. Peristiwa Bicara I

Latar Belakang : Di depan rumah.

Pembicara : Erni dan Lena.

Topik : Mengambil sesuatu.

Peristiwa Tutur

Erni : “Lena, mari kau dulu”.

(“Lena, sini dulu”).

(69)

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan kasih dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ PENGARUH JENIS

Kontribusi langsung yang diberikan fokus pada konsumen terhadap kepuasan kerja karyawan ini menjelaskan bahwa perubahan kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh

1 KNSI-315 Implementasi Web Service Pada Aplikasi Sistem Informasi Akademik Dengan Platform Mobile.. Purnawansyah Amaliah Faradibah 2 KNSI-318 Batik Stereogram dengan Depth

Diketahui oleh umum bahwa etnis Tionghoa yang tinggal di Indonesia tersebar di semua wilayah republik Indonesia, tetapi etnis Tionghoa yang tinggal di Jawa Timur

atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Studi Karakteristik Demografi Angkatan Kerja di Desa Jeruksawit dan Desa Wonorejo Kecamatan Gondangrejo

berkualitas, konsep kualitas pembelajaran mengandung lima rujukan, yaitu:. Kesesuaian meliputi indikator sebagai berikut: sepadan dengan karakteristik peserta didik, serasi

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh simpulan bahwa: (1) Tingkat kompetensi guru Ekonomi di SMA Negeri Kota Bandung termasuk dalam kategori tinggi, tingkat

Penelitian ini membangun model pemberdayaan masyarakat dan kesadaran hukum mempromosikan dan melindungi pengetahuan tradisional Indonesia (tahun 1), dan memberikan usulan