FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GEJALA DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA BENGKEL
KELURAHAN MERDEKA KOTA MEDAN TAHUN 2015
SKRIPSI
OLEH
SABRINA HARDIANTY NIM. 111000209
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
GEJALA DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA
BENGKEL KELURAHAN MERDEKA
KOTA MEDAN TAHUN 2015
Skripsi ini diajukan sebagai
Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH
SABRINA HARDIANTY NIM. 111000209
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GEJALA DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA BENGKEL DI KELURAHAN MERDEKA KOTA MEDAN TAHUN 2015” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiiplakan atau mengutip dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Medan, Mei 2015 Yang membuat pernyataan
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan pada pekerja bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan tahun 2015 untuk mengetahui hubungan antara usia, lama kerja, personal hygiene, penggunaan APD dan masa kerja dengan gejala dermatitis kontak.
Jenis penelitian ini bersifat analitik dengan menggunakan rancangan kohort. Terdapat 7 bengkel dengan jumlah populasi sebanyak 34 orang dan sampel dengan kriteria inklusi sebanyak 17 orang.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner dan pengamatan dengan menggunakan lembar observasi untuk mengetahui pekerja yang mengalami gejala dermatitis kontak. Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dilakukan uji statistik menggunakan Exact Fisher.
Berdasarkan distribusi frekuensi menunjukan bahwa pekerja yang mengalami gejala dermatitis kontak berjumlah 14 orang (82,4%). Gejala dermatitis kontak yang terjadi akibat kontak dengan air aki berjumlah 14 orang, akibat kontak dengan bensin dan oli berjumlah 5 orang. Hasil uji statistik menunjukan ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan gejala dermatitis dengan nilai P-value = 0,029. Sedangkan faktor usia, lama kerja,
personal hygiene dan penggunaan APD tidak menunjukan adanya hubungan yang bermakna.
Disarankan pekerja bengkel untuk menjaga kebersihan dirinya selama bekerja dan menerapkan personal hygiene yang baik dan berusaha untuk menghindari kontak langsung dengan bahan kimia yang ada di bengkel dengan cara menggunakan APD lengkap, salah satunya yaitu menggunakan sarung tangan.
Kata kunci : Gejala Dermatitis Kontak, Bengkel, Pekerja
The objective of the research was to find out the correlation of ages, working hours, personal hygiene, the use of Personal Protective Device (APD), and the length of service with the contact dermatitis symptoms in workshop workers at Merdeka village, Medan, in 2012.
The research was analytical with cohort design. There are 7 workshop with 34 workers as the population and 17 workers as the sample taken by inclusion criteria.
The data were gathered by conducting interviews, questionnaires and observation by using observation sheets to find out how many workers that suffered from the symptoms of contact dermatitis. A statistic test was used to analyse the Exact Fisher test correlation between independent variables and dependent variable.
The distribution frequency showed that there were 14 (82.4%) workshop workers who suffered from the symptoms of contact dermatitis caused by battery acid contact and 5 of them suffered from gasoline and lubricating oil. The result of statistic test showed that there was significant correlation between the length of service and the symptoms of dermatitis at P-value = 0.029, while the factors of working hours, personal hygiene, and the use of APD did not have any significant correlations.
It is recommended that the workshop workers keep themselves clean during working hours, apply good personal hygiene, and try to avoid direct contact with chemical substances in workshop by using complete APD such as gloves.
Keywords: Contact Dermatitis Symptoms, Workshop, Workers
Puji syukur saya ucapakan kepada Allah SWT, dengan limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan Skripsi ini. Pastinya, penyelesaian Skripsi dengan judul “FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN GEJALA DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA
BENGKEL DI KELURAHAN MERDEKA KOTA MEDAN TAHUN 2015” ini tidak akan terlepas dari peran serta dan dukungan orang-orang terdekat saya
yang selalu meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya.
1. Terimakasih kepada Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S. sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes sebagai ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Universitas Sumatera Utara.
3. Terimakasih kepada Ibu Dra. Lina Tarigan, Apt., MS selaku dosen pembimbing 1 yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
4. Terimakasih kepada Ibu Umi Salmah, SKM., M.Kes selaku dosen pembimbing 2 yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
5. Terimakasih kepada Bapak dr. Mhd. Makmur Sinaga MS selaku dosen
6. Terimakasih kepada Ibu dr.Halinda Sari Lubis, MKKK selaku dosen penguji 2 yang telah memberikan bimbingan, arahan serta masukan selama
proses ujian skripsi hingga skripsi ini selesai dengan baik.
7. Terimakasih kepada pihak Kelurahan Merdeka Kota Medan yang telah
membantu saya dengan memberikan banyak informasi dan data-data yang bersangkutan dengan penulisan skripsi ini.
8. Terimakasih kepada pemilik bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan
yang telah memberikan saya izin untuk melakukan penelitian di bengkelnya.
9. Terimakasih kepada para pekerja bengkel di Kelurahan Merdeka yang telah mau memberikan waktu dan dukungannya untuk menyelesaikan skripsi ini.
10.Terimakasih untuk semua teman dari departemen K3 Fadil, Cici, Tia, Wincik, Anggi, Ivori, Legia, Wana, Bayu, Sarma, Friska, Eriska dan
lainnya. Teman dari kelompok PBL dan LKP. Teman seperjuangan Yuni, Wak Des, Liak, Memeh Gomes, Rurisas dan Ayu. Terimakasih atas doa, dukungan serta waktu kalian semua untuk saling berbagi ilmu dan teman
menunggu. Semoga kita semua menjadi orang yang sukses.
Ucapan terimakasih sebesar-besarnya untuk kedua orang tua saya bapak H. Syamsul Bahri, SKM dan ibu Hj. Flora Tambun, SKM, abang saya Muhammad Dede Gunawan S.Ked dan adik saya Ela Bella Syafrina serta seluruh
doa yang selalu dipanjatkan dalam setiap keadaan untuk saya. Semoga Allah selalu melimpahkan Rahmat, Hidayah serta kesehatan untuk Bapak, Mama, Ela
dan bang Dedek.
Saya merasa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Tak lupa pula saya
ucapkan mohon maaf jika terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Kritik, saran dan masukan yang membangun saya harapkan agar dapat memperbaiki isi Skripsi ini. Akhir kata semoga dapat memberikan manfaat pada
semua pihak.
Medan, Mei 2015 Penyusun
Sabrina Hardianty
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... HALAMAN PENGESAHAN ...
ABSTRAK ...
BAB III METODE PENELITIAN ... 3.1 Jenis Penelitian ... 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 3.3 Populasi dan Sampel ... 3.3.1 Populasi ... 3.3.2 Sampel ... 3.4 Metode Pengumpulan Data ... 3.4.1 Data Primer ... 3.4.2 Data Sekunder ... 3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 3.5.1 Variabel Penelitian ... 3.5.2 Definisi Operasional ... 3.6 Metode Pengukuran Data ... 3.7 Metode Analisis Data ... 3.7.1 Pengolahan Data ... 3.7.2 Analisis Univariat ... 3.7.3 Analisis Bivariat ...
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ………... 4.2 Deskripsi Hasil Penelitian………. 4.2.1 Usia responden……….……….. 4.2.2 Lama kerja responden………..……….. 4.2.3 Personal hygieneresponden…...………...………
4.2.4 Penggunaan APD responden….………... 4.2.5 Masa kerja responden…..………... 4.2.6 Gejala dermatitis kontak…..……….. 4.2.7 Gejala yang timbul karena kontak dengan air aki, bensin dan oli ……. 4.3 Hasil Uji Bivariat………..… 4.3.1 Hubungan usia dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja bengkel
di Kelurahan Merdeka Kota Medan tahun 2015………... 4.3.2 Hubungan lama kerja dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja
bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan tahun 2015……..……… 4.3.3 Hubungan personal hygiene dengan gejala dermatitis kontak pada
pekerja bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan tahun 2015 ...
4.3.4 Hubungan penggunaan APD dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan tahun 2015 ……. 4.3.5 Hubungan masa kerja dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja
bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan tahun 2015 ……….
BAB V PEMBAHASAN ……….….
5.1 Dermatitis Kontak …... 5.2 Hubungan usia dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja bengkel di
Kelurahan Merdeka Kota Medan tahun 2015 ... 5.3 Hubungan lama kerja dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja
bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan tahun 2015 ... 5.4 Hubungan personal hygiene dengan gejala dermatitis kontak pada
pekerja bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan tahun 2015………. 5.5 Hubungan penggunaan APD dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan tahun 2015 ... 5.6 Hubungan masa kerja dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan tahun 2015………. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ………...….. 6.1 Kesimpulan ... 6.2 Saran ...
52 53
54 56
57
60 60 61 DAFTAR PUSTAKA ………..………..…………...
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Klasifikasi Dermatitis Berdasarkan Etiologi ... Patofisiologi Dermatitis Kontak ... Aspek Pengukuran Variable Penelitian ... Distribusi usia responden pada pekerja bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan tahun 2015...
Distribusi lama kerja responden pada pekerja bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan tahun 2015 ... Distribusi personal hygiene responden pada pekerja bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan tahun 2015. ... Distribusi penggunaan APD responden pada pekerja bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan tahun 2015 ...
Distribusi masa kerja responden pada pekerja bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan tahun 2015 ...
Distribusi gejala dermatitis kontak pada pekerja bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan tahun 2015 ...
Distribusi gejala yang timbul karena kontak dengan air aki, bensin dan oli pada pekerja bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan tahun 2015... Hasil uji exact fisher usia dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan tahun dermatitis kontak pada pekerja bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan tahun 2015 ...
Tabel 4.11
Tabel 4.12
Hasil uji exact fisher penggunaan APD dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan tahun 2015 ...
Hasil uji exact fisher masa kerja dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan tahun 2015 ...
46
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1
Gambar 4.1
Mekanisme terjadinya dermatitis kontak ... Peta Kelurahan Merdeka………...
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7.
Kuesioner
Lembar Observasi Surat Izin Penelitian
Surat Keterangan Selesai Penelitian Dokumentasi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Sabrina Hardianty
Tempat Lahir : Aek Nagaga Tanggal Lahir : 27 Februari 1993
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Nama Ayah : Syamsul Bahri
Suku Bangsa Ayah : Jawa
Nama Ibu : Flora Tambun
Suku Bangsa Ibu : Batak
Pendidikan Formal
1. SD/ Tamatan tahun : SDN 112312 Simpang IV/2005 2. SLTP/ Tamatan tahun : SMP N 1 Marbau/2008
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan pada pekerja bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan tahun 2015 untuk mengetahui hubungan antara usia, lama kerja, personal hygiene, penggunaan APD dan masa kerja dengan gejala dermatitis kontak.
Jenis penelitian ini bersifat analitik dengan menggunakan rancangan kohort. Terdapat 7 bengkel dengan jumlah populasi sebanyak 34 orang dan sampel dengan kriteria inklusi sebanyak 17 orang.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner dan pengamatan dengan menggunakan lembar observasi untuk mengetahui pekerja yang mengalami gejala dermatitis kontak. Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dilakukan uji statistik menggunakan Exact Fisher.
Berdasarkan distribusi frekuensi menunjukan bahwa pekerja yang mengalami gejala dermatitis kontak berjumlah 14 orang (82,4%). Gejala dermatitis kontak yang terjadi akibat kontak dengan air aki berjumlah 14 orang, akibat kontak dengan bensin dan oli berjumlah 5 orang. Hasil uji statistik menunjukan ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan gejala dermatitis dengan nilai P-value = 0,029. Sedangkan faktor usia, lama kerja,
personal hygiene dan penggunaan APD tidak menunjukan adanya hubungan yang bermakna.
Disarankan pekerja bengkel untuk menjaga kebersihan dirinya selama bekerja dan menerapkan personal hygiene yang baik dan berusaha untuk menghindari kontak langsung dengan bahan kimia yang ada di bengkel dengan cara menggunakan APD lengkap, salah satunya yaitu menggunakan sarung tangan.
Kata kunci : Gejala Dermatitis Kontak, Bengkel, Pekerja
The objective of the research was to find out the correlation of ages, working hours, personal hygiene, the use of Personal Protective Device (APD), and the length of service with the contact dermatitis symptoms in workshop workers at Merdeka village, Medan, in 2012.
The research was analytical with cohort design. There are 7 workshop with 34 workers as the population and 17 workers as the sample taken by inclusion criteria.
The data were gathered by conducting interviews, questionnaires and observation by using observation sheets to find out how many workers that suffered from the symptoms of contact dermatitis. A statistic test was used to analyse the Exact Fisher test correlation between independent variables and dependent variable.
The distribution frequency showed that there were 14 (82.4%) workshop workers who suffered from the symptoms of contact dermatitis caused by battery acid contact and 5 of them suffered from gasoline and lubricating oil. The result of statistic test showed that there was significant correlation between the length of service and the symptoms of dermatitis at P-value = 0.029, while the factors of working hours, personal hygiene, and the use of APD did not have any significant correlations.
It is recommended that the workshop workers keep themselves clean during working hours, apply good personal hygiene, and try to avoid direct contact with chemical substances in workshop by using complete APD such as gloves.
Keywords: Contact Dermatitis Symptoms, Workshop, Workers
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan kerja diartikan sebagai ilmu kesehatan dan penerapannya yang
bertujuan mewujudkan tenaga kerja sehat, produktif dalam bekerja, berada dalam keseimbangan yang mantap antara kapasitas kerja, beban kerja dan keadaan
lingkungan kerja serta terlindung dari penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja (Suma‟mur, 2014).
Kesehatan kerja mempunyai maksud memberikan perlindungan terhadap
pekerja sekaligus melindungi aset perusahaan. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja bahwa setiap tenaga
kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan, dan setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin
keselamatannya, serta sumber produksi dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien sehingga proses produksi berjalan dengan lancar (UU No. 1 tahun 1970).
Upaya kesehatan kerja meliputi pekerja di sektor formal dan informal ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan (UU No. 36
Tahun 2009). Tenaga kerja di sektor informal sebenarnya tidak berbeda prinsip dengan tenaga kerja di sektor-sektor formal, baik resiko untuk mendapatkan
mempunyai resiko yang lebih tinggi dalam kaitannya dengan gangguan kesehatan yang diderita akibat dari pekerjaan (Anies, 2005).
Salah satu masalah dalam kesehatan kerja adalah penyakit akibat kerja. Penyakit akibat kerja yaitu penyakit yang disebabkan oleh perkerjaan atau
lingkungan kerja (Kepmenakertrans Nomor 609 Tahun 2012). Penyakit akibat kerja yang sering terjadi adalah dermatitis kontak. Dermatitis kontak adalah dermatitis disebabkan bahan atau substansi yang menempel pada kulit. Dikenal
dua jenis dermatitis kontak, yaitu dermatitis kontak iritan yang merupakan respon noniminologi dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan oleh mekanisme
imunologik spesifik. Keduanya dapat bersifat akut maupun kronis. Dermatitis kontak memiliki gejala-gejala yang dapat dirasakan penderita setelah kontak dengan bahan kimia iritan. Gejala atau keluhan subjektif seperti gatal, rasa
terbakar, kemerahan, bengkak, lepuh kecil pada kulit, kulit mengelupas, kulit kering, kulit bersisik, penebalan pada kulit.
Dermatitis kontak dapat disebabkan oleh bahan kimia yang ada di lingkungan kerja, karena bahan kimia dimanfaatkan untuk membantu pekerjaan dan merupakan bahan yang sering digunakan untuk berbagai jenis pekerjaan. Zat
kimia dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran cerna, saluran napas dan kulit (Frank, 2006). Bahan kimia iritan merupakan bahan yang karena reaksi
kimia dapat menimbulkan kerusakan atau peradangan atau sensitisasi bila kontak dengan permukaan tubuh yang lembab seperti kulit, mata dan saluran pernafasan. Bahan kimia pada umumnya adalah bahan korosif. Bahan kimia korosif seperti
jaringan tubuh seperti kulit, mata dan saluran pernafasan. Kerusakan yang terjadi dapat berupa luka, peradangan, iritasi (gatal-gatal), dan sensitisasi (jaringan
menjadi amat peka terhadap bahan kimia) (Cahyono, 2004).
Terjadinya dermatitis kontak akibat kerja pada umumnya dapat disebabkan
oleh tiga faktor yaitu faktor kimiawi, faktor mekanis/fisik, faktor biologis. Dari faktor-faktor tersebut yang paling banyak disebabkan karena faktor kimiawi. Berdasarkan penelitian di United Kingdom (UK), ditemukan bahwa agen dengan
jumlah tertinggi untuk kasus dermatitis kontak alergi adalah karet (23,4% kasus alergi dilaporkan oleh ahli kulit), nikel (18,2%), epoxies dan resin lainnya
(15,6%), amina aromatic (8,6%), krom dan kromat (8,1%), pewangi dan kosmetik (8,0%), dan pengawet (7,3%). Sedangkan sabun (22,0% kasus), pekerjaan basah (19,8%), produk minyak bumi (8,7%), pelarut/solvent (8,0%), dan cutting oil dan
pendingin (7,8%) adalah agen yang paling sering ditemukan dalam kasus dermatitis iritan (Meyer, 2000).
Biro statistik Amerika Serikat (1988) menyatakan bahwa penyakit kulit menduduki sekitar 24% dari seluruh penyakit akibat kerja yang dilaporkan. Health and Safety Exekutive dalam Lestari (2007) menyatakan bahwa antara tahun 2001
sampai 2002 terdapat sekitar 39.000 orang di Inggris terkena penyakit kulit yang disebabkan oleh pekerjaan atau sekitar 80% dari seluruh penyakit akibat kerja.
Di Negara maju, penyakit dermatitis kontak ditemukan lebih dari 90% dari seluruh kasus penyakit kulit akibat kerja (Harrianto, 2013). Dalam Lestari (2007) penyakit dermatitis, telah menjadi salah satu dari sepuluh besar penyakit akibat
pekerja informal didapatkan 23,2% perajin batu onix mengalami gangguan dermatitis kontak alergika. Begitu pula hasil studi pada tahun 2005 tentang „Profil Masalah Kesehatan Pekerja di Indonesia‟ tahun 2005 didapatkan 40,5% pekerja
mempunyai keluhan gangguan kesehatan yang diduga terkait dengan pekerjaan,
salah satunya yaitu gangguan kulit sebesar 1,3% (Kurniawidjaja, 2012). Kebanyakan iritan langsung merusak kulit dengan cara mengubah pH nya, bereaksi dengan protein-proteinnya (denaturasi), mengekstraksi lemak dari lapisan
luarnya atau merendahkan daya tahan kulit, sedangkan reaksi yang menimbulkan alergi kulit umumnya adalah hipersensitivitas tipe lambat (Anies, 2005).
Di Indonesia banyak penelitian yang telah dilakukan terkait dengan dermatitis kontak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lestari dan Utomo (2007) dari 80 responden pada industri otomotif terdapat sebanyak 48,8% pekerja
mengalami dermatitis kontak dengan faktor-faktor yang berhubungan yaitu jenis pekerjaan, usia, lama bekerja dan riwayat dermatitis. Penelitian yang dilakukan
oleh Astrianda (2012) pada 101 pekerja bengkel didapatkan bahwa 37,6% pekerja mengalami dermatitis kontak dengan faktor-faktor yang berhubungan yaitu riwayat penyakit kulit dan riwayat alergi.
Data mengenai insidensi dan prevalensi penyakit kulit akibat kerja di Indonesia sukar didapat. Pelaporan umumnya tidak lengkap karena tidak
terdiagnosis atau tidak terlaporkan. Effendi dalam Carko (2010) melaporkan insiden dermatitis kontak akibat kerja sebanyak 50 kasus per tahun atau 11.9 persen dari seluruh kasus dermatitis kontak yang didiagnosis di Poliklinik Ilmu
Kelurahan Merdeka adalah salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Medan Baru Kota Medan. Kelurahan Merdeka meliputi jalan Jamin Ginting, jalan
Sei Padang, Sei Kuala, dan memiliki lokasi yang sangat strategis karena dekat dengan Universitas Sumatera Utara. Lokasi yang strategis ini telah dimanfaatkan
banyak orang untuk mendirikan suatu usaha. Contoh usaha-usaha yang terdapat di Kelurahan Merdeka yaitu percetakan, kos-kosan, toko alat tulis, rumah makan, dan bengkel.
Bengkel merupakan salah satu usaha informal yang berada di Kelurahan Merdeka. Keberadaan bengkel di Kelurahan Merdeka sangat menguntungkan bagi
pengusaha bengkel dan mahasiswa. Keuntungan bagi mahasiswa yaitu dapat memperbaiki kendaraan mereka dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari kampus maupun dari kos-kosan, sedangkan keuntungan bagi pengusaha bengkel banyak
pelanggan seperti mahasiswa yang menggunakan jasa bengkel.
Bengkel yang menjadi lokasi penelitian di Kelurahan Merdeka ini adalah
bengkel yang bergerak dalam bidang perbaikan dan penggantian suku cadang motor. Pada dasarnya kegiatan di bengkel terbagi atas perbaikan dan penggantian suku cadang dan semua kegiatan ini menggunakan bahan kimia salah satunya oli
atau pelumas. Oli atau pelumas adalah minyak lumas dan gemuk lumas yang berasal dari minyak bumi, bahan sintetik dan bahan lainnya yang tujuan utamanya
untuk pelumasan mesin dan peralatan lainnya (Kepres RI No. 21 Tahun 2001). Pekerja di bengkel motor merupakan salah satu pekerja yang memiliki resiko besar untuk terpapar bahan kimia. Bahaya dan resiko yang ada harus
karena tidak adanya perhatian khusus dalam menangani masalah kesehatan yang terjadi. Salah satu penyakit yang bisa menjadi masalah kesehatan pekerja bengkel
motor adalah masalah yang terjadi pada kulit yaitu dermatitis kontak akibat kerja. Dermatitits kontak pada pekerja bengkel motor diakibatkan oleh paparan
penggunaan air aki (asam sulfat), serta produk minyak bumi seperti minyak pelumas, bensin, serta cairan pendingin. Accu zuur (H2SO4 pekat) merupakan salah satu contoh bahan kimia yang dapat menimbulkan dermatitis kontak pada
pekerja bengkel motor.
Berdasarkan survei awal yang telah dilakukan, didapatkan bahwa jumlah
bengkel yang berada di Kelurahan Merdeka yaitu sebanyak 7 bengkel dengan jumlah seluruh pekerja adalah 34 orang. Jam kerja di setiap bengkel berbeda-beda, ada yang buka mulai pukul 10.00-22.00 WIB ada juga yang mulai pukul
09.00-18.00 WIB. Jumlah motor yang diperbaiki dimasing-masing bengkel juga berbeda. Bengkel yang terletak lebih dekat dengan kampus USU memiliki
pelanggan lebih banyak dari pada bengkel lainnya. Beberapa pekerja yang disurvei tidak menggunakan Alat Pelindung Diri, saat bekerja mereka hanya menggunakan kaos, celana pendek dan sandal jepit. Selain itu, kebersihan pekerja
bengkel selama bekerja sangat sulit untuk dijaga. Pekerja selalu menggunakan oli untuk memperbaiki sepeda motor, oli yang menempel pada kulit sangat sulit
dibersihkan, sehingga mereka membersihkan kulit yang terkena oli dengan menggunakan bensin. Dari survei awal yang dilakukan ditemukan beberapa pekerja mengalami gejala dermatitis kontak seperti kulit kasar, panas, nyeri, dan
Berdasarkan pemaparan tersebut yang berkaitan dengan dermatitis kontak dan gejala yang dialami pekerja bengkel, maka penulis tertarik untuk meneliti
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja bengkel.
1.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut yang menjadi permasalahan yaitu faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja
Bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja Bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui faktor usia dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja
bengkel.
2. Mengetahui faktor lama kerja dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja bengkel.
3. Mengetahui faktor personal hygiene dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja bengkel
4. Mengetahui faktor penggunaan APD dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja bengkel.
5. Mengetahui faktor masa kerja dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja
1.4 Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara faktor usia dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja bengkel.
2. Ada hubungan antara faktor lama kerja dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja bengkel.
3. Ada hubungan antara faktor personal hygiene dengan gejala dermatitis
kontak pada pekerja bengkel.
4. Ada hubungan antara faktor penggunaan APD dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja bengkel.
5. Ada hubungan antara faktor masa kerja dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja bengkel.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan kepada pemilik bengkel dalam rangka mengetahui
faktor-faktor yang berhubungan dengan timbulnya gejala dermatitis kontak pada pekerjanya dan membantu dalam perbaikan sistem kerja.
2. Sebagai masukan bagi pekerja mengenai penyebab dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan timbulnya gejala dermatitis kontak.
3. Sebagai penambah wawasan dan pengetahuan penulis khususnya pada gejala
dermatitis kontak.
4. Dapat menerapkan ilmu keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang diperoleh saat kuliah dalam praktek pada kondisi kerja sebenarnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dermatitis 2.1.1 Definisi
Dermatitis adalah suatu keadaan terjadinya sensitisasi kulit akibat pajanan substansi eksternal. Berdasarkan etiologinya, dermatitis dapat dibagi menjadi
dermatitis eksogen bila diakibatkan oleh faktor-faktor dari luar tubuh penderita, dan dermatitis endogen (konstitutional) bila diakibatkan oleh faktor-faktor dari dalam tubuh sendiri (Harrianto, 2013).
2.1.2 Etiologi
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan
kimia (contoh: deterjen, asam, basa, oli, semen), fisik (contoh: sinar, suhu), mikro-organisme (bakteri, jamur); dapat pula dari dalam (endogen), misalnya
dermatitis atopik dan sebagian lainnya tidak diketahui etiologi yang pasti (Djuanda, 2011).
Tabel 2.1 klasifikasi dermatitis berdasarkan etiologinya
Dermatitis Eksogen Dermatitis Endogen
Dermatitis kontak
2.1.3 Patogenesis
Banyak dermatitis yang belum diketahui dengan pasti patogenesisnya,
terutama penyebab faktor endogen. Yang telah banyak dipelajari adalah tentang dermatitis kontak (baik tipe alergi maupun iritan), dan dermatitis atopik (Djuanda,
2011).
2.1.4 Gejala Klinis
Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal. Kelainan kulit
bergantung pada stadium penyakit, batasnya sirkumskrip, dapat pula difus. Penyebarannya dapat setempat, generalisata dan universalis (Djuanda, 2011).
Pada stadium akut kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan eksudasi, sehingga tampak basah (madidans). Stadium subakut, eritema dan edema berkurang, eksudat mengering menjadi kusta. (Djuanda, 2011).
Gambaran klinik akut berupa kemerahan dan pembengkakan dengan batas yang sakit. Papula, vesikel, bula, krusta, dermatografisme putih. Gambaran klinik
subakut berupa eritema, krusta. Gambaran klinik kronis lebih berkerak, berpigmen dan menebal. Lebih seperti likenifikasi dan mempunyai fisura. Asma dan rhinitis sering berkaitan dengan bentuk atopik (Sabarguna, 2006).
2.1.5 Pengobatan
Pengobatan dilakukan setelah mendapatkan hasil melalui anamnesis dan
simtomatis, yaitu dengan menghilangkan/mengurangi keluhan dan gejala, dan menekan peradangan (Djuanda, 2011).
2.2 Dermatitis kontak
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/subtansi
yang menempel pada kulit. Dikenal dua macam dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik; keduanya dapat bersifat akut maupun kronis. Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, jadi
kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis kontak alergik terjadi pada seorang yang telah mengalami sensitasi
terhadap suatu alergen (Djuanda, 2011).
Smeltzer dan Bare (2001) dalam Astrianda juga mengatakan dermatitis kontak merupakan reaksi inflamasi kulit terhadap unsur-unsur fisik, kimia yang
berulang-ulang. Dermatitis kontak bisa berupa tipe iritan-primer dimana reaksi non-alergik akibat pajanan terhadap substansi iritatif, atau tipe alergik (dermatitis
kontak alergik) yang disebabkan oleh pajanan orang yang sensitive terhadap alergen kontak. Reaksi pertama dari dermatitis kontak mencakup rasa gatal, terbakar, eritema yang segera diikuti oleh gejala edema, papula, vesikel serta
perembasan cairan atau secret. Sedangkan pada fase subakut, perubahan vesikuler ini tidak begitu mencolok lagi dan berubah menjadi pembentukan krusta,
Menurut Harrianto (2013) dermatitis kontak ialah reaksi peradangan yang terjadi pada kulit akibat terpajan dengan suatu substansi dari luar tubuh, baik dari
substansi iritan maupun substansi alergen. Dermatitis merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, baik di masyarakat umum,
terlebih lagi masyarakat industri. Dalam era industrialisasi saat ini, terdapat kecenderungan untuk semakin banyak menggunakan bahan-bahan industri, yang merupakan substansi alergen dan iritan, sehingga menyebabkan kenaikan
prevalensi dermatitis kontak.
Dermatitis kontak adalah penyakit CD4+ yang dapat terjadi akibat kontak
dengan bahan tidak berbahaya, merupakan contoh reaksi DTH. Kontak dengan bahan seperti formaldehid, nikel, terpenting dan berbagai bahan aktif dalam cat
rambut yang menimbulkan dermatitis kontak.
Table 2.2. Patofisiologi dermatitis kontak Infiltrasi selular pada dermis oleh:
Iritan ringan Eritema dan vesikel-vesikel kecil yang mengeluarkan cairan, bersisik, dan gatal
Iritan kuat Bula dan ulserasi
Alergen Lesi yang berbentuk sangat jelas, dengan garis-garis lurus yang mengikuti titik-titik kontak (respon klasik); eritema yang mencolok, pembentukan bula, dan edema pada area yang terkena (respon yang berat)
Gambar 2.1 Mekanisme terjadinya dermatitis kontak
2.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi
Banyak literatur yang menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi
dermatitis kontak. Pernyataan-pernyataan tersebut mengarah pada dua kategori penyebab dermatitis kontak yaitu direct causes/influence dan indirect causes/influences. Secara garis besar faktor-faktor tersebut antara lain (Lestari dan
Utomo, 2007) :
a. Direct causes (penyebab langsung) yaitu bahan kimia, mekanik, fisika,
racun tanaman, dan biologi.
hygiene, jenis kelamin, ras, ketebalan kulit, pigmentasi, daya serap, keringat, obat/pengobatan, lama kerja, alat pelindung diri, dan musim.
1. Lama Kerja
Menurut Cohen (1999), lama kerja mempengaruhi kejadian
dermatitis kontak, karena semakin lama kontak dengan bahan kimia maka akan semakin merusak sel kulit hingga kelapisan yang lebih dalam dan resiko terjadinya dermatitis kontak akan semakin tinggi. Agius (2004) juga
mangatakan bahwa semakin lama bahan kimia kontak dengan kulit, maka penetrasi bahan kimia terhadap lapisan kulit akan semakin luas dan dalam
hingga menyebabkan reaksi peradangan/iritasi yang lebih berat. 2. Personal Hygiene
Kebiasaan mencuci tangan yang tidak sesuai prosedur akan
menyebabkan kontak bahan kimia terhadap kulit menjadi lebih lama sehingga dapat merugikan kulit (Cohen, 1999). Hipp dalam Lestari dan
Utomo (2007) berpendapat bahwa mencuci pakaian juga merupakan salah satu usaha untuk mencegah terjadinya gejala dermatitis kontak. Sebaiknya pakaian kerja yang telah terkontaminasi bahan kimia tidak digunakan
kembali sebelum dicuci. 3. Penggunaan APD
Menurut suma‟mur (2014), Alat Pelindung Diri adalah suatu alat
melindungi tubuh akan tetapi dapat mengurangi tingkat keparahan pada kecelakaan yang terjadi.
4. Masa Kerja
Cohen (1999) mangatakan bahwa pekerja dengan masa kerja ≤ 2 tahun dapat menjadi salah satu faktor yang mengindikasikan bahwa pekerja tersebut belum memiliki pengalaman yang cukup dalam melakukan pekerjaannya. Jika pekerja ini masih sering ditemui melakukan
kesalahan dalam prosedur penggunaan bahan kimia, maka hal ini berpotensi meningkatkan angka kejadian dermatitis kontak pada pekerja
dengan masa kerja ≤ 2 tahun. Pekerja dengan pengalaman akan lebih berhati-hati sehingga kemungkinan terpajan bahan kimia lebih sedikit.
Menurut utomo (2007) bahwa pekerja dengan masa kerja ≤ 2 tahun masih rentan terhadap berbagai macam zat kimia, pada pekerja dengan masa kerja > 2 tahun dapat dimungkinkan telah memiliki resistensi
terhadap bahan kimia yang digunakan. Resisitensi ini dikenal sebagai proses hardening yaitu kemampuan kulit yang menjadi lebih tahan terhadap bahan kimia karena pajanan bahan kimia yang terus-menerus.
2.3 Dermatitis Kontak Iritan (DKI) 2.3.1 Definisi
Dermatitis kontak iritan merupakan peradangan kulit akibat kontak lansung dengan bahan yang menyebabkan iritasi. Dermatitis jenis ini merupakan hasil reaksi non-imunologis. Dermatitis yang disebabkan oleh substansi iritan
dermatitis kontak iritan akut, tetapi bila disebabkan oleh substansi iritan yang lemah seperti deterjen dan air, manifestasinya sebagai dermatitis iritan kronis
(Harrianto, 2013)
2.3.2 Epidemiologi
Dermatitis kontak akibat iritasi merupakan jenis yang paling umum dijumpai diantara penyakit kulit akibat kerja lainnya, meliputi kira-kira dua pertiga kasus penyakit kulit akibat kerja. Penyakit ini lebih sering terjadi di
industri yang berkaitan dengan pekerjaan yang basah seperti catering, penyepuh secara elektrik, dan industri yang banyak menggunakan bahan deterjen (Harrianto,
2013).
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup
banyak, terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain banyak
penderita yang kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh (Djuanda, 2011).
Hampir tiga perempat dermatitis akibat kerja tergolong jenis ini, iritan
menghasilkan efek langsung pada kulit yang kontak dengannya dan efek akan lebih bergantung pada dosis dan lama pajanan dibandingkan dengan reaksi apapun
dari seseorang (Harrington, 2003).
2.3.3 Etiologi
Penyebab munculnya dermatitis ini ialah bahan yang bersifat iritan,
kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga dipengaruhi oleh faktor lain (Djuanda, 2011).
Faktor lain yang mempengaruhi dermatitis kontak iritan: 1. Lama kontak
2. Kekerapan (terus menerus atau berselang)
3. Adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeable 4. Gesekan
5. Trauma fisis
6. Suhu dan kelembaban lingkungan
Faktor individu juga ikut berpengaruh pada DKI:
1. Perbedaan ketebalan kulit diberbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas
2. Usia (anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi) 3. Ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih)
4. Jenis kelamin (insidens DKI lebih banyak pada wanita)
5. Penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun)
2.3.4 Gejala Klinis
Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan.
Iritan kuat memberi gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu juga banyak faktor yang mempengaruhi.
Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor-faktor tersebut ada yang
delayed ICD), reaksi iritan, kumulatif, traumateratif, eksikasi ekzematik, pustular dan akneformmis, noneritematosa, dan subyektif. Ada pula yang membaginya
menjadi dua kategori yaitu kategori mayor yang terdiri atas DKI akut termasuk luka bakar kimiawi, dan DKI kumulatif. Kategori lain terdiri atas: DKI lambat
akut, reaksi iritasi, DKI traumatic, DKI eritematosa, dan DKI subyektif. 1. DKI Akut
Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dermatitis kontak iritan akut.
Penyebab DKI akut adalah iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat dan asam hidroklorid atau basa kuat, misalnya natrium dan kalium hidroksida. Biasanya
terjadi karena kecelakaan, dan reaksi segera timbul. Intensitas reaksi sebandingdengan konsentrasi dan lamanya kontak dengan iritan, terbatas pada tempat kontak. Kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar, kelainan yang terlihat
berupa eritema edema, bula, mungkin juga nekrosis. Pinggir kelainan kulit berbatas tegas, dan pada umumnya asimetris.
2. DKI Akut Lambat
Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut, tetapi baru muncul 8 sampai 24 jam atau lebih setelah kontak. Bahan iritan yang dapat menyebabkan
DKI akut lambat, misalnya podofilin, antralin, tretinoin, etilen oksida, benzalkonium klorida, asam hidrofliorat. Contohnya ialah dermatitis yang
3. DKI Kumulatif
Jenis dermatitis kontak ini paling sering terjadi, nama lainnya adalah
dematitis kronis. Penyebabnya ialah kontak berulang-ulang dengan iritan lemah (faktor fisis, misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau
dingin, juga bahan, misalnya deterjen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air). DKI kumulatif mungkin terjadi karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi baru mampu
bila bergabung dengan faktor lain. Kelainan baru nyata setelah kontak seminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian, sehingga waktu dan
rentetan kontak merupakan faktor penting.
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis) dan likenifikasi, difus. Bila kontak terus berlangsung akhirnya
kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Keluhan penderita pada
umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak (fisur). Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah mengganggu, baru mendapat perhatian.
DKI kumulatif sering berhubungan denga pekerjaan, oleh karena itu lebih banyak ditemukan di tangan dibandingkan dengan bagian lain tubuh. Contoh
4. Reaksi Iritan
Reaksi iritan merupakan dermatitis subklinis pada seseorang yang terpajan
dengan pekerjaan basah, misalnya penata rambut dan pekerja logam dalam beberapa bulan pertama pelatihan. Kelainan kulit monomorf dapat berupa skuama,
eritema, vesikel, pustul, dan erosi. Umumnya dapat sembuh sendiri, menimbulkan penebalan kulit (skin hardening), kadang dapat berlanjut menjadi DKI kumulatif.
5. DKI Traumatik
Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas atau laserasi. Gejala seperti dermatitis numularis, penyembuhan lambat, paling cepat 6 minggu.
Paling sering terjadi ditangan 6. DKI Noneritematosa
DKI noneritematosa merupakan bentuk subklinis DKI, ditandai perubahan
fungsi sawar stratum korneum tanpa disertai kelainan klinis.
7. DKI Subyektif
Juga disebut DKI sensori; kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita merasa seperti tersengat (pedih) atau terbakar (panas) setelah kontak dengan bahan kimia tertentu, misalnya asam laktat.
2.3.5 Diagnosis
Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan
klinis yang luas, sehingga adakalanya sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergik. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai.
2.3.6 Pengobatan
Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan
bahan iritan, baik yang bersidat mekanik, fisis, maupun kimiawi, serta menyingkirkan faktor yang memperberat. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna, dan tidak terjadi komplikasi, maka DKI tersebut akan sembuh dengan
sendirinya tanpa pengobatan topikal, mungkin cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit kering.
Apabila diperlukan, untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal, misalnya hidrokortison, atau untuk kelainan yang kronis dapat diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat.
Pemakaian alat pelindung diri yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan, sebagai salah satu upaya pencegahan.
2.4 Dermatitis Kontak Alergik (DKA) 2.4.1 Definisi
Dermatitis kontak alergi adalah suatu proses peradangan kulit akibat
kontak dengan substansi eksternal, tetapi berbeda dengan dermatitis kontak akibat iritasi, kelainan kulit ini diakibatkan oleh suatu proses immunologis. Tidak seperti
dermatitis kontak akibat iritasi, kelianan kulit ini tidak menyebabkan kerusakan langsung pada lapisan korneum kulit. Sebelum individu menjadi sensitive pada suatu alergen, ia harus mengalami beberapa kali kontak dengan substansi alergen
2.4.2 Epidemiologi
Bila dibandingkan dengan DKI jumlah penderita DKA lebih sedikit,
karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif). Diramalkan bahwa jumlah DKA maupun DKI makin bertambah seiring dengan
bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai oleh masyarakat. Namun informasi mengenai prevalensi dan insidensi DKA di masyarakat sangat sedikit, sehingga berapa angka yang mendekati kebenaran
belum didapat (Djuanda, 2011).
Dermatitis kontak alergik merupakan 15-20% dari semua dermatitis akibat
kerja. Respon biasanya spesifik untuk satu bahan, tetapi biasanya tertunda satu minggu atau lebih setelah kontak. Episode sensitisasi pertama mungkin memerlukan waktu beberapa jam, tetapi reaksi berikutnya dapat tercetus oleh
pemajanan yang sangat singkat (Harrington, 2005).
Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan
DKA 20% tetapi data baru dari Inggris dan Amerika Serikat menunjukan bahwa dermatitis kontak akibat kerja karena alergi ternyata cukup tinggi yaitu berkisar antara 50 dan 60 persen. Sedangkan dari satu penelitian ditemukan frekuensi
DKA bukan akibat kerja tiga kali lebih sering dari pada DKA akibat kerja (Djuanda, 2011).
2.4.3 Etiologi
disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis dibawahnya (sel hidup) (Djuanda, 2011).
Mekanisme respon itu merupakan reaksi hipersensitivitas yang lambat. Alergen (hapten) bergabung dengan protein dalam epidermis, ditelan oleh
makrofag kulit, dan dibawa ke jaringan limfe. Didalam kelenjar limfe regional, dihasilkan antibody sirkulasi yang kemudian siap bereaksi lokal kontak selanjutnya dengan kompleks hapten-protein. Efek akutnya adalah eritema, erupsi,
vesikulasi, mengeluarkan lendir, dan deskuamasi. Dalam bentuk kronik, reaksi ini menimbulkan penebalan jaringan kulit (Harrington, 2005).
Faktor yang berpengaruh dalam timbulnya DKA menurut Djuanda (2011): 1. Potensi sensitisasi alergen, dosis perunit area
2. Luas daerah yang terkena
3. Lama pajanan 4. Oklusi
5. Suhu
6. Kelembaban lingkungan 7. Vehikulum
8. pH
Faktor individu yang berpengaruh dalam timbulnya DKA menurut Djuanda
(2011):
2. Status imunologik (misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar matahari)
2.4.4 Gejala Klinis
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada
keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah).
DKA akut ditempat tertentu, misalnya kelopak mata, penis, skrotum, eritema dan edema lebih dominan daripada vesikel. Pada yang kronis terlihat kulit kering,
berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya juga campuran. DKA dapat meluas ke tempat lain, misalnya dengan
cara autosensitisasi. Scalp, telapak tangan dan kaki relative resisten terhadap DKA (Djuanda, 2011). Perjalanan penyakit termasuk keluhan tambahan seperti
kemerahan pada daerah kontak, kemudian timbul eritema, papula, vesikel dan erosi. Penderita selalu mengeluh gatal (Siregar, 2005).
Berbagai lokasi terjadinya DKA menurut Djuanda (2011)
1. Tangan
Kejadian dermatitis kontak iritan maupun alergik paling sering di
tangan, mungkin karena tangan merupakan organ tubuh yang paling sering digunakan untuk melakukan pekerjaan sehari-hari. Penyakit kulit akibat kerja, sepertiga atau lebih mengenai tangan. Tidak jarang ditemukan
2. Lengan
Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam
tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di ketiak dapat disebabkan oleh deodoran, anti perspiran, formaldehid yang ada
dipakaian. 3. Wajah
Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik,
spons (karet), obat topikal, alergen di udara (aero-alergen), nikel (tangkai kacamata), semua alergen yang kontak dengan tangan dapat mengenai
muka, kelopak mata, dan leher pada waktu menyeka keringat. Bila di bibir atau sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstick, pasta gigi, getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat
rambut, maskara, eye shadow, obat tetes mata, salap mata (Djuanda, 2011).
4. Telinga
Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis kontak pada telinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai kacamata, cat
rambut, hearing-aids, gagang telepon. 5. Leher
Penyebab kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari), parfum, alergen di udara, zat warna pakaian.
Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh tekstil, zat warna, kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau
pewangi pakaian. 7. Genitalia
Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, pembalut wanita, alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi, deterjen. Bila mengenai daerah anal, mungkin disebabkan oleh obat antihemoroid
8. Paha dan tungkai bawah
Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh tekstil, dompet, kunci
(nikel), kaos kaki nilon, obat topikal, semen, sepatu/sandal. Pada kaki dapat disebabkan oleh deterjen, bahan pembersih lantai.
9. Dermatitis kontak sistemik
Terjadi pada individu yang telah tersensitisasi secara topikal oleh suatu alergen, selanjutnya terpajan secara sistemik, kemudian timbul reaksi
terbatas pada tempat tersebut. Walaupun jarang terjadi, reaksi dapat meluas bahkan sampai eritroderma. Penyebabnya, misalnya nikel, formaldehid, balsam peru.
2.4.5 Diagnosis
Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan
klinis yang teliti. Pertanyaan tentang kontakan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang ditemukan. Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika,
dialami, riwayat atopi, baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya (Djuanda, 2011).
Pemeriksaan fisis sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola kelainan kulit sering kali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya.
Pemeriksaan hendaknya dilakukan di tempat yang cukup terang, pada seluruh kulit untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen (Djuanda, 2011).
2.5 Pekerjaan Bengkel Motor
Pekerjaan bengkel dapat dibagi menjadi tiga kategori, berdasarkan jenis
mesin dan peralatan yang digunakan dan jumlah pekerja yang dipekerjakan. Misalnya, beberapa bengkel yang berada dalam satu perusahaan dengan 100 atau lebih karyawan, sementara bengkel lainnya sangat kecil, terutama yang terlibat
dalam menjual bahan bakar dan membuat perbaikan kecil dan mempekerjakan satu atau dua pekerja. Ada juga bengkel yang dijalankan oleh pekerja keluarga
saja. Selain dari perusahaan, ada juga bengkel yang bergerak pada sektor informal.
Bengkel motor yang berskala kecil atau bengkel motor informal
merupakan bengkel yang melayani servis kendaraan roda dua, mulai dari servis ringan, tune-up, spare parts, sampai servis besar (turun mesin). Selain itu juga
melayani reparasi hingga penggantian bahan pelumas/oli.
2.5.1 Bahaya Keselamatan Kerja
Bahaya keselamatan didefinisikan sebagai zat (bahan baku), mesin atau
untuk ketidak hadiran kerja yang berlangsung setidaknya 24 jam. Jenis-jenis kecelakaan yang biasa terjadi adalah luka bakar pada tangan dan kaki karena asam
dehidrasi berat, kelelahan, amputasi, injeksi, pemotongan, abrasi, patah tangan atau endapan dan cedera mata (karena benda terbang).
2.5.2 Bahaya Kesehatan Kerja
Bahaya kesehatan kerja didefinisikan sebagai kondisi patologis, apakah disebabkan fisik, kimia atau biologis agen, yang muncul sebagai konsekuensi dari
pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan atau lingkungan tempat dia bekerja. Bahaya kesehatan kerja di bengkel diantaranya yaitu pelarut organik dan
anorganik, bahan kimia yang digunakan dalam membersihkan atau mencuci bagian mesin, dari pengisian baterai, lead yang digunakan dalam pengelasan, lead filler dan molten lead cair yang digunakan untuk mengisi keretakan dan cekungan.
Kejadian dermatitis sensitisasi telah dilaporkan dari penggunaan primer kromat seng dalam mereparasi bagian logam.
Dermatitis kontak merupakan salah satu bahaya kesehatan yang terdapat pada pekerja bengkel. Jenis paparan bahan kimia yang ada di bengkel motor yaitu air aki (asam sulfat), serta produk-produk minyak bumi seperti minyak pelumas,
pelumas, minyak/oli, bensin serta cairan pendingin (Frosh dalam Astrianda 2012).
1. Aki
Accumulator atau sering disebut aki adalah salah satu komponen utama dalam kendaraan bermotor, baik mobil atau motor, semua memerlukan aki untuk dapat menghidupkan mesin. Aki mampu mengubah tenaga kimia menjadi tenaga
aki ini terdiri dari dua kumpulan pelat yang dimasukkan pada larutan asam sulfat encer (H2SO4) (Yogopranoto, 2012)
2. Bensin
Bensin adalah senyawa hidrokarbon yang kandungan oktana atau
isooktananya tinggi. Senyawa oktana adalah senyawa hidrokarbon yang digunakan sebagai patokan untuk menentukan kualitas bahan bensin yang dikenal dengan istilah angka oktana.
Terdapat zat aditif dalam bensin yang digunakan untuk memperlambat pembakaran bahan bakar. Zat aditif yang terkandung dalam bensin yaitu
antiosidan seperti alkil fenol, antikorosi seperti asam karboksilat, deterjen karburator yang mengandung senyawa amina dan amida untuk mencegah/membersihkan kerak dalam kaburator, anti kerak PFI (Port Fuel
Injection).
3. Oli atau Pelumas
Pelumas adalah minyak lumas dan gemuk lumas yang berasal dari minyak bumi, bahan sintetik, pelumas bekas dan bahan lainnya yang tujuan utamanya untuk pelumasan mesin dan peralatan lainnya (Kepres RI No.21 Th. 2001).
Sunardi (dalam Kharisuddin, 2006) mengklasifikasikan minyak pelumas berdasarkan bahan dasar yaitu pelumas dengan bahan dasar nabati, mineral dan
sintesis.
Minyak pelumas sintetik dibuat dari proses pencampuran minyak pelumas dasar yang berasal dari bahan sintetik (bukan dari minyak bumi) ditambah dengan
oksidan, aditif dispersant, anti karat atau anti korosi, friction modifier, anti foam, aditif untuk menjaga viskoositas (kekentalan). Bahan aditif yang ditambahkan
berfungsi untuk mengurangi gesekan dan melincinkan, meningkatkan viskositas, menambah indek viskositas, menghambat korosi dan oksidasi dari reaktan atau
kontaminan.
Minyak pelumas (oli) merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam mesin piston (motor bakar) atau mesin-mesin dimana terdapat komponen yang
bergerak, seperti shaft, bearing dan gear. Hal ini karena oli berfungsi sebagai pelumas pada permukaan komponen yang saling bersentuhan. Dengan adanya
2.6 Kerangka Konsep
Berdasarkan teori-teori dermatitis kontak diatas maka penulis menyusun
variabel untuk diteliti lebih lanjut yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja bengkel sebagai variabel independen dan
gejala dermatitis kontak pada pekerja bengkel sebagai variabel dependen. Faktor-faktor yang yang berhubungan dengan gejala dermatitis kontak diantaranya adalah
faktor usia, lama kerja, personal hygiene, penggunaan APD, dan masa kerja.
Variabel Independen 1. Usia
2. Lama kerja 3. Personal hygiene
4. Penggunaan APD 5. Masa kerja
Variabel Dependen Gejala Dermatitis
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan desain kohort. Penelitian observasional analitik adalah penelitian yang dilakukan untuk mencari
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen tanpa perlakuan terhadap variabel independen tersebut.
Oleh karena penelitian ini menggunakan desain kohort, maka pengamatan
dilakukan secara longitudinal ke depan atau prospektif. Artinya, faktor resiko akan dipelajari diidentifikasi terlebih dahulu, kemudian diikuti kedepan secara
prospekif timbulnya efek, yaitu gejala dermatitis kontak. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan februari 2015 sampai dengan selesai
pada pekerja bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja bengkel kendaraan bermotor di Kelurahan Merdeka Kota Medan yang berjumlah 34 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah 17 orang dengan menggunakan kriteria
inklusi.
1. Pekerja yang kontak dengan bahan kimia di bengkel
2. Sebelum bekerja pekerja tidak kontak dengan bahan kimia lainnya yang
kemungkinan dapat menyebabkan gejala dermatitis kontak seperti deterjen 3. Tidak ada gejala dermatitis kontak yang timbul sebelum bekerja
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
Data primer diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner
dan pengamatan menggunakan lembar observasi. Kuesioner diisi oleh peneliti berdasarkan jawaban yang diberikan responden, sedangkan lembar observasi diisi
berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti untuk melihat gejala yang timbul akibat air aki, bensin dan oli. Pekerja yang kontak dengan bahan kimia di bengkel (air aki, bensin dan oli) diikuti sampai timbul gejala dermatitis seperti
merah, panas, gatal dan kulit bengkak. Jika pekerja mengalami gejala tersebut maka hasilnya akan dicatat di lembar observasi.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari kantor Lurah Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Kota Medan.
3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Penelitian
Variable penelitian terdiri dari:
1. Variabel independen adalah: usia, lama kerja, personal hygiene, penggunaan APD, masa kerja.
3.5.2 Definisi Operasional
Berdasarkan definisi konsep tersebut, dapat dibuat beberapa definisi
operasional yang digunakan pada saat penelitian di bengkel kelurahan Merdeka kota Medan sebagai berikut:
1. Usia adalah umur (tahun) pekerja bengkel terhitung dari lahir sampai waktu pengambilan data pekerja di bengkel.
2. Lama kerja adalah lamanya (jam) pekerja bengkel bekerja dalam satu hari
3. Personal hygiene adalah kebersihan diri pada saat bekerja di bengkel, yaitu mencuci tangan mereka dengan air bersih dan sabun setelah
melakukan pekerjaan, pakaian kerja bersih dari noda-noda minyak dan pelumas, pakaian kerja dicuci setelah melakukan pekerjaan.
4. Alat Pelindung Diri (APD) adalah perlengkapan yang digunakan pekerja
di bengkel untuk melindungi tubuhnya seperti pakaian kerja, sarung tangan, dan sepatu pengaman.
5. Masa kerja adalah lamanya (tahun) pekerja bekerja di bengkel
6. Gejala dermatitis kontak adalah gejala subyektif yang dirasakan pekerja bengkel seperti gatal, rasa terbakar, kemerahan, bengkak, lepuh kecil pada
kulit, kulit mengelupas, kulit kering, kulit bersisik, penebalan pada kulit.
3.6 Metode Pengukuran Data
1. Usia di analisis terlebih dahulu secara ratio dan dibuat menjadi data berkelompok (≤ Median, > Median).
3. Personal hygiene dikatakan baik jika pekerja di bengkel mencuci tangan mereka dengan air bersih dan sabun setelah melakukan pekerjaan, pakaian
kerja bersih dari noda-noda minyak dan pelumas, pakaian kerja dicuci setelah melakukan pekerjaan. Dikatakan kurang baik jika pekerja di
bengkel tidak melakukan salah satu dari mencuci tangan mereka dengan air bersih dan sabun setelah melakukan pekerjaan, pakaian kerja bersih dari noda-noda minyak dan pelumas, pakaian kerja dicuci setelah
melakukan pekerjaan.
4. Penggunaan APD diukur dengan menggunakan APD lengkap jika pekerja
menggunakan pakaian kerja, sarung tangan, dan sepatu pengaman. Menggunakan APD tidak lengkap jika pekerja di bengkel tidak menggunakan salah satu dari pakaian kerja, sarung tangan, dan sepatu
pengaman. Tidak menggunakan APD jika tidak menggunakan APD apapun.
5. Masa Kerja di analisis terlebih dahulu secara ratio dan dibuat menjadi data berkelompok (≤ Median, > Median).
6. Gejala dermatitis kontak adalah gejala subyektif yang dirasakan pekerja
bengkel. Gejala dermatitis kontak dinyatakan Ada jika pekerja merasakan keluhan seperti panas, gatal, kemerahan, kulit bengkak. Dan dinyatakan
Tidak jika pekerja tidak merasakan salah satu gejalanya.
Tabel 3.1 Aspek pengukuran variable penelitian
Variabel Cara dan Alat ukur Hasil ukur Skala
1. Usia Wawancara/
3. Personal hygiene Wawancara/ Kuesioner
3.7 Metode Analisis Data 3.7.1 Pengolahan Data
Hasil penelitian ini akan diolah, dimana dari semua data akan dilakukan pengklasifikasian melalui berbagai tahapan sebagai berikut:
1. Editing: melakukan pengecekan termasuk kelengkapan dan kejelasan isi pada kuesioner.
2. Coding: mengubah data kuesioner dalam bentuk kode-kode.
3. Processing: memproses data agar dapat dilakukan analisa dengan cara entry data kedalam aplikasi komputer.
Analisa data merupakan kelanjutan dari tahapan pengolahan data. Setelah data diberi kode dan dimasukkan (entry), kemudian data dianalisis dengan
menggunakan software komputer. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis, yaitu analisis univariat dan analisis bivariat.
3.7.2 Analisis Univariat
Analisis univariat merupakan analisis yang dilakukan pada setiap variabel yang diamati. Hasilnya berupa distribusi dan presentase dari setiap variable yang
disajikan dalam bentuk tabel maupun grafik serta diberikan penjelasan. Pada analisis univariat peneliti melakukan pengukuran pada variabel
independen dengan menggunakan kuesioner yang berhubungan dengan gejala dermatitis kontak yaitu faktor usia dengan hasil ukur (≤ median, > median), Lama
kerja sebagai pekerja bengkel dengan hasil ukur (≤ 8 jam, > 8 jam), Personal hygiene (baik, kurang baik), Penggunaan APD saat bekerja (menggunakan APD lengkap, menggunakan APD tidak lengkap, tidak menggunakan APD), Masa kerja (≤ median, > median). Lembar observasi yang digunakan untuk menilai gejala
3.7.3 Analisis Bivariat
Analisis bivariat merupakan analisis yang dilakukan terhadap dua variabel
yang diduga berhubungan atau berkorelasi yaitu melihat hubungan antara variabel independen (usia, lama bekerja, personal hygiene, dan penggunaan APD, masa
kerja) dengan variabel dependen (gejala gejala dermatitis kontak pada pekerja bengkel). Pada analisis bivariat ini, peneliti menggunakan instrumen statistik berupa metode Exact fisher digunakan untuk menganalisa frekuensi dari dua
variabel dengan banyak kategori untuk menentukan apakah kedua variabel tersebut berhubungan satu sama lain atau sebaliknya.
Nilai kemaknaan pada setiap variabel yang diteliti dalam menimbulkan gejala dermatitis ditentukan dengan membandingkan nilai α sebesar 0,05 jika P value < 0,05 dalam artian ada hubungan yang bermakna antara variabel dependen
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Kelurahan Merdeka merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Medan Baru Kota Medan. Batas wilayah Kelurahan Merdeka yaitu
sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Babura, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Padang Bulan, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Darat, sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Padang Bulan Selayang I.
Jumlah penduduk di Kelurahan Merdeka yaitu sebanyak 8303 orang dengan jumlah laki-laki 4101 orang dan perempuan 4202 orang. Tenaga kerja laki-laki
usia 18-56 tahun sebanyak 1298 orang dan perempuan 721 orang. Di Kelurahan Merdeka terdapat sektor formal dan informal. Salah satu sektor informal yaitu bengkel. Jumlah bengkel yang terdapat di Kelurahan Merdeka yaitu sebanyak 7
nengkel dengan jumlah pekerja yaitu 34 orang.
Sumber: Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Kota Medan
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian 4.2.1 Usia Responden
Usia pekerja bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1 Distribusi usia responden pada pekerja bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan tahun 2015
Usia (Tahun) N %
≤ 26 9 52,9
>26 8 47,1
Total 17 100
Berdasarkan tabel di atas, bahwa usia pekerja bengkel paling banyak pada usia ≤ 26 tahun yaitu 9 orang (52,9%) dan sisanya pada usia >26 tahun yaitu 8 orang (47,1%).
4.2.2 Lama Kerja Responden
Lama kerja pekerja bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.2 Distribusi lama kerja responden pada pekerja bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan tahun 2015
Lama Kerja (Jam) N %
≤ 8 0 0
> 8 17 100
Total 17 100
Dari tabel di atas diketahui bahwa lama kerja pekerja bengkel dengan lama kerja ≤ 8 jam sebanyak 0 orang (0%) dan lama kerja > 8 jam sebanyak 17 orang (100%).
4.2.3 Personal hygiene Responden
Personal hygiene pada pekerja bengkel di Kelurahan Merdeka Kota