• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengetahuan Petugas Kesehatan Terhadap Pelaksanaan Program Promosi Kesehatan Di Puskesmas Di Kabupaten Humbang Hasundutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pengetahuan Petugas Kesehatan Terhadap Pelaksanaan Program Promosi Kesehatan Di Puskesmas Di Kabupaten Humbang Hasundutan"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGETAHUAN PETUGAS KESEHATAN TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM PROMOSI

KESEHATAN DI PUSKESMAS DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

T E S I S

Oleh

ADELIMA CR SIMAMORA 087033014/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH PENGETAHUAN PETUGAS KESEHATAN TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM PROMOSI

KESEHATAN DI PUSKESMAS DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ADELIMA CR SIMAMORA 087033014/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN PETUGAS KESEHATAN TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI PUSKESMAS DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

Nama Mahasiswa : Adelima CR Simamora Nomor Induk Mahasiswa : 087033014

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Yeni Absah, S.E, M.Si) Ketua

(drs. Eddy Syahrial, M.Si) Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 30 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Yeni Absah, S.E, M.Si Anggota : 1. Drs. Eddy Syahrial, M.Si

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PENGETAHUAN PETUGAS KESEHATAN

TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI PUSKESMAS DI KABUPATEN

HUMBANG HASUNDUTAN

T E S I S

Oleh

ADELIMA CR SIMAMORA 087033014/IKM

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, September 2010

(6)

ABSTRAK

Keberhasilan pelaksanaan program promosi kesehatan di masyarakat tidak terlepas dari upaya petugas kesehatan dalam melaksanakan fungsi tugasnya. Studi pendahuluan di Puskesmas Kabupaten Humbang Hasundutan pada Februari-Maret 2010, menunjukkan masih terbatasnya pengetahuan petugas puskesmas terhadap berbagai program promosi kesehatan di setiap wilayah cakupannya.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan yang berupa pengetahuan kesadaran, pengetahuan pemahaman dan pengetahuan prinsip dasar petugas kesehatan terhadap pelaksanaan program promosi kesehatan di puskesmas di Kabupaten Humbang Hasundutan. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang (kroseksional) dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh petugas kesehatan di Puskesmas di bagian pelaksanaan promosi kesehatan yang berjumlah 31 orang. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan Uji Chi Square dan Uji Regresi Logistik pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variable yang berpengaruh terhadap pelaksanaan program promosi kesehatan adalah pengetahuan kesadaran (p=0,004, Pengetahuan pemahaman (p=0,021) dan Pengetahuan prinsip dasar (p=0,013). Variabel yang paling dominan pengaruhnya adalah pengetahuan prinsip dasar terhadap pelaksanaan program promosi kesehatan, yaitu sebesar 49,93.

Diharapkan bahwa petugas promosi kesehatan sebaiknya melakukan skala prioritas untuk memilih kegiatan peningkatan pengetahuan pemahaman, yang akan diikuti. Hal ini untuk meminimalkan agar kegiatan yang diikuti tidak menjadi sia-sia. Kepada Dinas kesehatan Kabupaten/Kota, untuk meningkatkan keefektifan promosi kesehatan sebaiknya petugas pelaksana promosi kesehatan adalah staf yang memiliki latar belakang pendidikan promosi kesehatan.

(7)

ABSTRACT

Observation done in the field during the period of February and March 2010, indicate that most society health problems due to the minimum effort done by health promotion staffs of the Puskesmas (Community Health Center). When interviewed, some health promotion staffs said that their understanding of health promotion is so limited. This is due to some factors namely minimum training and limited health promotion support they have.

This study was intended to describe the influence of the knowledge of health workers on the implementation of health promotion program at all of the Puskesmas (Community Health Center) in Humbang Hasundutan District. This survey research was designed crossectional. The population of this study were all of the 31 health workers who were serving in the health promotion implementation section of the Puskesmas (Community Health Center) and all of them were selected to be the samples for this study through total sampling technique. The primary data for this study were obtained through interview using structural questionnaire. Data was analyzed by logistic regression test at confidence level of 95 %.

The result of this study showed that Odds Ratio = 49,93 means that respondent who are good at basic principle knowledge of health promotion has probability of 49,932 times in doing good health promotion (95% CL: 1,353-1843). The finding also shows that basic principle knowledge of health promotion is the most significant influence on the health promotion program.

It is suggested to selectively done the program of knowledge improvement. This is to minimize the inefficiency of the program. The management of Humbang Hasundutan District Health Service is suggested to improve the effectiveness of health promotion programs by employing qualified health promotion staffs who possess health promotion education background.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

atas Berkat dan Karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini

pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara dengan judul “Pengaruh Pengetahuan Petugas Kesehatan terhadap Pelaksanaan Program Promosi Kesehatan di Puskesmas di Kabupaten Humbang Hasundutan”.

Penulisan ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan dengan Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM Universitas Sumatera Utara.

Selama melaksanakan penulisan tesis ini penulis banyak mendapat bantuan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan kerendahan hati yang

tulus menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang

terhormat:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,MSc(CTM). Sp.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat dan

juga Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM di Universitas

Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

(9)

4. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M selaku Sekretaris Minat Studi Promosi

Kesehatan dan Ilmu Perilaku serta seluruh jajarannya yang telah memberikan

bimbingan dan dorongan selama penulis mengikuti pendidikan.

5. Dr. Yeni Absah, S.E,M.Si, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak

membimbing dan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan

bimbingan dan penuh perhatian dan kesabaran kepada penulis mulai dari proposal

hingga penulisan tesis ini selesai.

6. Drs. Eddy Syahrial, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam

menyelesaikan penulisan tesis ini.

7. Dr. Drs. A. Ridwan Siregar, M.Lib selaku Ketua Komisi Penguji yang telah

banyak memberikan masukan, kritik dan saran kepada penulis demi

kesempurnaan tesis ini.

8. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku Dosen Penguji yang telah banyak

memberikan masukan, kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

9. Ir. Zuraidah Nasution, M.Kes sebagai Direktur Poltekkes Kementerian Kesehatan

Medan yang telah memberikan kesempatan dan dukungan moril kepada penulis

untuk mengikuti pendidikan di S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM USU

Medan.

10. Bapak dan Ibu sebagai Kepala Puskesmas di Kabupaten Humbang Hasundutan

(10)

11. Seluruh staf secara khusus petugas Promosi Kesehatan Puskesmas di Kabupaten

Humbang Hasundutan yang telah banyak menbantu penulis dalam melakukan

penelitian ini.

12. Seluruh Staf Dosen dan Staf Pegawai PS S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM

USU yang telah memberikan arahan, bantuan dan dukungan kepada penulis

dalam menyelesaikan tesis ini.

13. Seluruh teman-teman mahasiswa di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku FKM USU.

14. Seluruh teman-teman Dosen dan Pegawai di Poltekkes Kementerian Kesehatan

Jurusan Keperawatan Medan yang telah memberikan bantuan dan dukungan

kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

15. Teristimewa buat suami tercinta, Drs.Pantas H. Silaban, M.B.A dan anak saya

Pharel Jonathan J. Silaban yang tidak henti-hentinya memberikan semangat,

dukungan serta doa dalam menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari penulisan tesis ini masih banyak kekurangan dan masih

jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat

penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis mengucapkan

terima kasih, semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2010

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Adelima Christina Rosetti Simamora, lahir pada tanggal 19

Nopember 1959 di Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan, anak kesepuluh

dari empat belas bersaudara dari pasangan bapak D.Simamora (Alm) dan ibu Bidan

F.Nababan (Alm).

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri

(SDN) 5 Doloksanggul tamat tahun 1971, Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMP)

Seminari Sipaholon tamat tahun 1974. Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri

Doloksanggul tamat tahun 1977. Pada Tahun 1983 menamatkan kuliah dari D-III

Keperawatan Sint Carolus Jakarta. Pada tahun 1999 menamatkan kuliah dari D-IV

Perawat Pendidik dari Universitas Sumatera Utara (USU). Pada tahun 2005

menamatkan kulah dari S1 Keperawatan STIKesSU, dan Strata Dua (S-2) di

Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara dengan minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu

Perilaku pada tahun 2008 dn diselesaikan pada tahun 2010.

Pada tahun 1983 sampai dengan 1985 bekerja di bagian penyakit dalam

Rumah Sakit Sint Carolus Jakarta. Pada tahun 1986 sampai dengan 1991 bekerja di

Rumah Sakit Elisabet sebagai Ka.sie. Keperawatan, tahun 1993 sampai dengan 1997

guru perawat di SPK Depkes Medan, tahun 1998 sampai dengan 2003 dosen di Akper

Depkes Medan, tahun 2004 sampai sekarang dosen di Kementerian Kesehatan

Politeknik kesehatan Medan. Penulis menikah pada tahun 1987, dan dikarunia 1

(12)
(13)

BAB 5. PEMBAHASAN. ... 50

5.1 Pengaruh Pengetahuan Kesadaran Terhadap Pelaksanaan Program Promosi Kesehatan ... 50

5.2 Pengaruh Pengetahuan Pemahaman Terhadap Pelaksanaan Program Promosi Kesehatan. ... 52

5.3 Pengaruh Pengetahuan Pinsip Dasar Terhadap Pelaksanaan Program Promosi Kesehatan ... 53

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN. ... 55

6.1 Kesimpulan... 55

6.2 Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA . ... 58

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 33

4.1 Distribusi Frekwensi Jenis kelamin Responden ... 44

4.2 Distribusi Frekwensi Kelompok umur responden ... 44

4.3 Distribusi Frekwensi Menurut Fasilitas Pengetahuan Kesadaran responden Terhadap pelaksanaan program Promkes di Puskesmas di

Kabupaten Humbang Hasundutan …………... 45

4.4 Distribusi Frekwensi Menurut Fasilitas Pengetahuan Pemahaman Responden Terhadap pelaksanaan Program Promkes di Puskesmas

di Kabupaten Humbang Hasundutan …………. ... 45

4.5 Distribusi Frekwensi Menurut Fasilitas Pengetahuan Prinsip Dasar responden terhadap Pelaksanaan Program Promkes di puskesmas di

Kabupaten Humbang Hasundutan ………... 45

4.6 Distribusi Frekwensi Menurut Pelaksanaan Program Promkes pada

Responden di Puskesmas di Kabupaten Humbang Hasundutan ... 46

4.7 Korelasi Pengetahuan Kesadaran dengan Pelaksanaan Program Promkes pada Responden di Puskesmas Kabupaten Humbang

Hasundutan ………...………... 46

4.8 Korelasi Pengetahuan Pemahaman dengan Pelaksanaan Program

Promkes pada Responden di Puskesmas Humbang Hasundutan... 47

4.9 Korelasi Pengetahuan Prinsip Dasar dengan pelaksanaan Program Promkes pada Responden di Puskesmas di Kabupaten Humbang

Hasundutan ... 48

4.10 Regresi Logistik pengaruh Fasilitas Akses Pengetahuan Dengan Pelaksanaan Program Promkes pada Responden di puskesmas di

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

I Kuesioner Penelitian ... 62

II Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 65

(17)

ABSTRAK

Keberhasilan pelaksanaan program promosi kesehatan di masyarakat tidak terlepas dari upaya petugas kesehatan dalam melaksanakan fungsi tugasnya. Studi pendahuluan di Puskesmas Kabupaten Humbang Hasundutan pada Februari-Maret 2010, menunjukkan masih terbatasnya pengetahuan petugas puskesmas terhadap berbagai program promosi kesehatan di setiap wilayah cakupannya.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan yang berupa pengetahuan kesadaran, pengetahuan pemahaman dan pengetahuan prinsip dasar petugas kesehatan terhadap pelaksanaan program promosi kesehatan di puskesmas di Kabupaten Humbang Hasundutan. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang (kroseksional) dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh petugas kesehatan di Puskesmas di bagian pelaksanaan promosi kesehatan yang berjumlah 31 orang. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan Uji Chi Square dan Uji Regresi Logistik pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variable yang berpengaruh terhadap pelaksanaan program promosi kesehatan adalah pengetahuan kesadaran (p=0,004, Pengetahuan pemahaman (p=0,021) dan Pengetahuan prinsip dasar (p=0,013). Variabel yang paling dominan pengaruhnya adalah pengetahuan prinsip dasar terhadap pelaksanaan program promosi kesehatan, yaitu sebesar 49,93.

Diharapkan bahwa petugas promosi kesehatan sebaiknya melakukan skala prioritas untuk memilih kegiatan peningkatan pengetahuan pemahaman, yang akan diikuti. Hal ini untuk meminimalkan agar kegiatan yang diikuti tidak menjadi sia-sia. Kepada Dinas kesehatan Kabupaten/Kota, untuk meningkatkan keefektifan promosi kesehatan sebaiknya petugas pelaksana promosi kesehatan adalah staf yang memiliki latar belakang pendidikan promosi kesehatan.

(18)

ABSTRACT

Observation done in the field during the period of February and March 2010, indicate that most society health problems due to the minimum effort done by health promotion staffs of the Puskesmas (Community Health Center). When interviewed, some health promotion staffs said that their understanding of health promotion is so limited. This is due to some factors namely minimum training and limited health promotion support they have.

This study was intended to describe the influence of the knowledge of health workers on the implementation of health promotion program at all of the Puskesmas (Community Health Center) in Humbang Hasundutan District. This survey research was designed crossectional. The population of this study were all of the 31 health workers who were serving in the health promotion implementation section of the Puskesmas (Community Health Center) and all of them were selected to be the samples for this study through total sampling technique. The primary data for this study were obtained through interview using structural questionnaire. Data was analyzed by logistic regression test at confidence level of 95 %.

The result of this study showed that Odds Ratio = 49,93 means that respondent who are good at basic principle knowledge of health promotion has probability of 49,932 times in doing good health promotion (95% CL: 1,353-1843). The finding also shows that basic principle knowledge of health promotion is the most significant influence on the health promotion program.

It is suggested to selectively done the program of knowledge improvement. This is to minimize the inefficiency of the program. The management of Humbang Hasundutan District Health Service is suggested to improve the effectiveness of health promotion programs by employing qualified health promotion staffs who possess health promotion education background.

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian terpadu dari pembangunan

sumber daya manusia dalam mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta

sejahtera lahir dan batin (Adisasmito, 2008). Pada akhirnya, pembangunan kesehatan

ditujukan untuk mewujudkan manusia yang sehat, cerdas dan produktif (Sujudi,

1997).

Sehat menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) didefinisikan sebagai suatu

keadaan sejahtera sempurna dari fisik, mental, dan sosial yang tidak hanya terbatas

pada bebas dari penyakit dan kecacatan. (WHO, 2000). Sejalan dengan

perkembangan, maka definisi tersebut sudah dirasakan perlu direvisi kembali, karena

belum mengakomodasikan berbagai komponen produktivitas. Dalam Piagam Ottawa

pada tahun 1986 disebutkan bahwa sehat itu bukan hanya sekedar tujuan hidup, tetapi

merupakan alat untuk hidup secara produktif (Ahmad, 2009).

Secara implementasi, sistem kesehatan bersifat dinamis dan sangat

dipengaruhi berbagai kondisi ekonomi, politik dan budaya suatu negara (Adisasmito,

2008). Dengan kata lain, sistem kesehatan merupakan kombinasi antara institusi

kesehatan, sumber daya manusia pendukung, mekanisme finansial, sistem informasi,

mekanisme jaringan organisasi dan manajemen struktur yang di dalamnya termasuk

(20)

Dalam Rencana Strategi Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Renstra

Depkes RI) tahun 2005-2009 disebutkan bahwa pembangunan kesehatan di Indonesia

telah cukup berhasil meningkatkan derajat kesehatan. Ironisnya, derajat kesehatan di

Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan negara-negara tetangga (Depkes RI,

2005). Hal ini disebabkan adanya berbagai masalah diantara adalah kinerja

pelayanan kesehatan yang rendah, terbatas dan tidak meratanya tenaga kesehatan

(Adisasmito, 2008).

Lahirnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah membawa suasana

baru dalam dunia pemerintahan di Indonesia yang sebelumnya sentralistik menjadi

desentralisasi. Menurut Rondinelli (1981), desentralisasi adalah pemindahan

kewenangan atau pembagian kekuasaan dan pengambilan keputusan dari tingkat

nasional ke tingkat daerah, khususnya daerah tingkat II. Dari definisi tersebut, maka

sektor kesehatan juga merupakan wewenang dari pemerintahan daerah untuk

mengaturnya.

Gani (1999) mengungkapkan, desentralisasi mengalami berbagai hambatan

terutama di daerah tingkat II antara lain adalah lemahnya profesionalisme sumber

daya manusia (SDM). Lemahnya profesionalisme itu ditandai dengan masih

terbatasnya pengetahuan dan berbagai informasi pelaksana lapangan di bidang

kesehatan yang diharapkan dapat menjadi agen perubahan dalam bidang kesehatan

kepada masyarakat. Keberhasilan pembangunan di daerah, khususnya di kabupaten

dan kota salah satunya adalah ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya,

(21)

Hambatan lain dalam upaya desentralisasi menurut Gani (1999) adalah

ketidak berkesinambungan antara pelayanan kesehatan primer dan sekunder.

Muninjaya (2004) mengemukakan sebelum era 70-an, kebijakan sarana pelayanan

kesehatan lebih difokuskan kepada pembangunan rumah sakit yang tidak mudah

diakses oleh sebagian penduduk yang tinggal di pedesaan. Mengatasi masalah

tersebut, maka pemerintah mendirikan Pusat Pelayanan Kesehatan (Puskesmas) yang

merupakan upaya pemerintah untuk melindungi penduduknya, termasuk

mengembangkan program khusus untuk penduduk miskin (Muninjaya, 2004).

Adanya semangat reformasi menghendaki adanya perubahan dalam manajemen

Puskesmas yang tertuang dalam UU No. 22 dan 25 Desentralisasi dan Otonomi

Daerah.

Depkes RI (2002) menjelaskan Puskesmas di era desentralisasi mempunyai 3

fungsi, yaitu:

1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan

2. Memberdayakan masyarakat dan memberdayakan keluarga

3. Memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama.

Salah satu upaya kesehatan dasar yang merupakan program minimal dan

harus dilaksanakan setiap Puskesmas adalah Program Promosi Kesehatan dengan

melaksanakan berbagai kegiatan promosi hidup bersih dan sehat dengan indikator

keberhasilan adalah perbaikan perilaku sehat masyarakat (Depkes RI, 2002). Promosi

(22)

memungkinkan seseorang untuk meningkatkan dan mengontrol derajat kesehatannya,

baik secara individu, kelompok maupun masyarakat (Siregar, 2009).

Dalam mengimplementasikan program promosi kesehatan di puskesmas

dibutuhkan sumber daya yang andal dalam melaksanakannya. Kajian Muninjaya

(2004) menjelaskan bahwa visi dan misi baru puskesmas di era desentralisasi kurang

dihayati baik oleh pimpinan maupun staf puskesmas. Hal itu mengakibatkan upaya

advokasi dan juga pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan menjadi kurang

mendapat sambutan di masyarakat. Masalah lain adalah Sistem Informasi

Manajemen Puskesmas (SIMPUS) yang bertujuan untuk proses penyusunan rencana

strategis puskesmas belum mampu dikembangkan (Muninjaya, 2004).

Berbagai kendala dalam upaya implementasikan berbagai program promosi

kesehatan di puskesmas, khususnya puskesmas di daerah terpencil antara lain adalah

kurangnya pengetahuan mengenai promosi kesehatan yang dimiliki oleh petugas

puskesmas. Pada Konferensi Nasional Promosi Kesehatan ke-5 di Bandung pada

tanggal 22-25 November 2009, Siregar (2009) memaparkan keterbatasan

pengetahuan petugas kesehatan dalam melaksanakan upaya promosi kesehatan

utamanya di daerah terpencil antara lain disebabkan keterbatasan pendukung dalam

memahami berbagai program promosi kesehatan. Keterbatasan ini menjadi kendala

dalam pelaksanaan berbagai upaya promosi kesehatan di institusi termasuk juga di

puskesmas. Hal ini disebabkan petugas kesehatan di puskesmas merupakan agen

perubahan yang bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat di wilayah

(23)

Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan salah satu kabupaten yang baru

dibentuk pada tanggal dengan berbagai masalah kesehatan. Data dari

Riset kesehatan daerah Sumatera Utara tahun 2007 menyebutkan, Kabupaten

Humbang Hasundutan merupakan salah satu daerah yang berada di bawah standar

kesehatan nasional, seperti masalah gizi buruk, kesehatan ibu dan anak serta

kesehatan lingkungan (Depkes RI, 2008).

Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan yang dilakukan pada bulan

Februari-Maret 2010, menunjukkan bahwa berbagai masalah kesehatan di

masyarakat disebabkan masih kurang berperannya puskesmas dalam melaksanakan

kegiatan promosi kesehatan di setiap wilayah cakupannya. Saat peneliti menanyakan

kepada beberapa petugas puskesmas yang diberi wewenang menangani program

promosi kesehatan, mereka mengatakan pemahaman mereka terhadap apa dan

bagaimana program promosi kesehatan itu masih sangat kurang. Hal ini disebabkan

berbagai faktor, seperti pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan mereka masih

sangat minim mereka dapatkan, materi penunjang kegiatan promosi kesehatan juga

masih jarang mereka peroleh.

Rogers (1983) berpendapat, pengetahuan terdiri dari tiga komponen, yaitu:

kesadaran, pemahaman dan prinsip dasar. Untuk dapat menganalisis pengetahuan

maka ketiga komponen tersebut dia atas menjadi suatu keharusan untuk diamati dan

dianalisis. Dari uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti berbagai hal

yang terkait dengan pengaruh pengetahuan petugas kesehatan terhadap pelaksanaan

(24)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan pada

penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pengetahuan (kesadaran, pemahaman dan

prinsip dasar) petugas kesehatan terhadap pelaksanaan program promosi kesehatan di

Puskesmas di Kabupaten Humbang Hasundutan pada tahun 2010.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pengaruh

pengetahuan (kesadaran, pemahaman dan prinsip dasar) petugas kesehatan terhadap

pelaksanaan program promosi kesehatan di Puskesmas di kabupaten Humbang

Hasundutan pada tahun 2010.

1.4. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat pengaruh pengetahuan

(kesadaran, pemahaman dan prinsip dasar) petugas kesehatan terhadap pelaksanaan

program promosi kesehatan di Puskesmas di kabupaten Humbang Hasundutan pada

tahun 2010.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Humbang Hasundutan adalah sebagai

masukan dalam merencanakan program promosi kesehatan di institusi

(25)

2. Bagi pengembangan ilmu adalah untuk menambah khazanah di bidang

pengembangan sumber daya manusia bidang promosi kesehehatan khususnya

sumber daya kesehatan di puskesmas.

3. Bagi peneliti lain adalah sebagai tambahan referensi yang berkaitan dengan

pengembangan sumber daya manusia bidang promosi kesehatan khususnya

(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Promosi Kesehatan di Puskesmas

Dalam Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan dijelaskan bahwa promosi

kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui

proses pembelajaran diri dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka

dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumberdaya

masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang

berwawasan kesehatan (Depkes RI, 2008). Saat ini, perilaku masyarakat merupakan

faktor utama yang menyebabkan masalah kesehatan. Dalam mengantisipasi perilaku

masyarakat yang belum menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), peran

promosi kesehatan sangatlah penting.

Ruang lingkup penyelenggaraan promosi kesehatan tidak hanya berfokus pada

perubahan perilaku masyarakat saja, tetapi juga merupakan upaya membangun

komitmen dan dukungan kongkrit para pengambil kebijakan dan berbagai kelompok

di masyarakat yang peduli terhadap masalah promosi kesehatan. Promosi kesehatan

juga berperan dalam proses peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, melalui

peningkatan kapasitas petugas kesehatan agar mampu dan responsif dalam

memberdayakan kliennya dengan kata lain sebagai agen perubahan yang bertugas

menjaga dan meningkatkan kesehatan klien untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.

Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat

(27)

kesehatan masyarakat. Untuk itu, peranan Puskesmas hendaknya tidak lagi menjadi

sarana pelayanan pengobatan dan rehabilitatif saja, tetapi juga lebih ditingkatkan pada

upaya promotif dan preventif. Oleh karena itu promosi kesehatan menjadi salah satu

upaya wajib di Puskesmas (Masulili, 2007).

Menurut Depkes RI (2007), promosi kesehatan di Puskesmas adalah upaya

Puskesmas melaksanakan pemberdayaan kepada masyarakat untuk mencegah

penyakit dan meningkatkan kesehatan setiap individu, keluarga serta lingkungannya

secara mandiri dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat. Secara

operasional, upaya promosi kesehatan di Puskesmas dilakukan agar masyarakat

mampu ber Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sebagai bentuk pemecahan

masalah-masalah kesehatan yang diderita maupun yang berpotensi mengancam

secara mandiri. Oleh karena itu, keberadaan Puskesmas dapat diumpamakan sebagai

agen perubahan di masyarakat sehingga masyarakat lebih berdaya dan timbul

gerakan-gerakan upaya kesehatan yang bersumber dari masyarakat (Depkes, 2007).

Disamping itu, petugas kesehatan Puskesmas sebagai pelaksana program diharapkan

mampu menjadi teladan bagi pasien, keluarga dan masyarakat untuk melakukan

PHBS.

Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan petugas Puskesmas merupakan

upaya penggerakakan atau pengorganisasian masyarakat. Penggerakan atau

pengorganisasian masyarakat diawali dengan membantu kelompok masyarakat

(28)

mereka sadar bahwa masalah tersebut adalah masalah bersama. Kemudian, masalah

tersebut dimusyawarahkan untuk dipecahkan secara bersama.

Depkes RI (2007) menjelaskan beberapa hal yang harus dilakukan oleh

Puskesmas dalam upaya pemberdayaan masyarakat berwujud:

1. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak, yaitu melalui Pos Pelayanan Terpadu

(Posyandu), Poliklinik Desa (Polindes), dan Bina Keluarga Balita.

2. Upaya Pengobatan, melalui posyandu, Panti Pemulihan Gizi, Pembentukan

Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi).

3. Upaya Kesehatan Sekolah melalui dokter kecil, penyertaan guru dan orang

tua/wali murid, Saka Bakti Husada, Pos Kesehatan Pesantren atau yang

bernuansa keagamaan.

4. Upaya Kesehatan Lingkungan, melalui kelompok Pemakai Air (Pokmair), Desa

Percontohan Kesehatan Lingkungan.

Disamping itu, Puskesmas juga berfungsi sebagai pusat penggerak

pembangunan berwawasan kesehatan, yaitu:

1. Menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya agar

menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan kesehatan.

2. Memantau dan melaporkan secara aktif dampak kesehatan dan penyelenggaraan

setiap program pembangunan di wilayah kerjanya.

3. Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa

(29)

Berbagai kegiatan promosi kesehatan di Puskesmas meliputi kunjungan

rumah dan pemberdayaan berjenjang. Kunjungan rumah dilakukan petugas sebagai

tindak lanjut upaya promosi kesehatan di dalam Puskesmas, yaitu saat mereka

berkunjung ke Puskesmas. Untuk keluarga yang memiliki masalah kesehatan cukup

berat, kunjungan rumah dilakukan untuk membantu pemecahan masalah tersebut

melalui konseling di tingkat keluarga. Tidak jarang, kunjungan rumah yang semula

dimaksud untuk menyelenggarakan konseling keluarga berkembang menjadi

konseling yang lebih luas lagi, seperti tingkat dasa wisma atau bahkan lebih luas lagi.

Hal ini disebabkan masalah tersebut sudah menjadi masalah berbagai keluarga di

wilayah tersebut.

Promosi kesehatan di masyarakat yang dilakukan petugas Puskesmas

sebaiknya tidak ditangani sendiri oleh petugas kesehatan Puskesmas. Masyarakat

yang begitu beragam dan luas terdiri dari berbagai tatanan seperti tatanan: (1) rumah

tangga, (2) sarana pendidikan, dan (3) tempat kerja. Depkes RI (2007) menyebutkan,

proses pemberdayaan berjenjang ini umumnya diselenggarakan melalui pendekatan

yang dikenal dengan sebutan pengorganisasian masyarakat. Proses pengorganisasian

masyarakat agar dapat menyerap berbagai upaya perubahan menuju perilaku sehat ini

sering disebut dengan proses difusi inovasi.

Berkaitan dengan proses difusi inovasi program-program di Puskesmas di

kelompokkan dalam 3 bagian yaitu :

(30)

Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan

komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit

tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan

wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah

Indonesia.

Upaya Kesehatan wajib tersebut adalah :

a. Upaya Promosi Kesehatan

b. Upaya Kesehatan Lingkungan

c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak

d. Upaya Perbaikan Gizi

e. Upaya Pemberantasan Penyakit Menular

f. Upaya Pengobatan

2. Upaya Kesehatan Pengembangan

Upaya kesehatan pengembangan adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan

permasalahan yang ditemukan di masyarakat serta disesuaikan dengan

kemampuan puskesmas.

3. Upaya Penunjang

Upaya penunjang ini meliputi sistem pencatatan dan pelaporan terpadu dan

upaya laboratorium medis/kesehatan

2.2. Difusi Inovasi

(31)

Bryan dan Thompson (2002), mengatakan, munculnya Teori Difusi Inovasi

dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1903, ketika seorang sosiolog Perancis,

Gabriel Tarde dalam bukunya “The Laws of Imitation”, memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-shaped Diffusion Curve). Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi diadopsi seseorang atau sekolompok orang

dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu

menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang lainnya menggambarkan dimensi

waktu.

Pemikiran tadi menjadi penting karena secara sederhana bisa menggambarkan

kecenderungan yang terkait dengan proses difusi inovasi. Sejak saat itu tingkat adopsi

atau tingkat difusi menjadi fokus kajian penting dalam penelitian-penelitian sosiologi.

Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Bryce Ryan dan Neal Gross,

mempublikasikan hasil penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para petani di

Iowa, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini memperbarui sekaligus menegaskan

tentang difusi inovasi model kurva S. Salah satu kesimpulan penelitian Ryan dan

Gross menyatakan bahwa tingkat adopsi inovasi pertanian mengikuti suatu kurva

normal berbentuk S ketika diamati secara kumulatif dari waktu ke waktu (Brown,

1981).

Pada tahun 1950-an pemerintah Amerika Serikat ingin mengetahui bagaimana

dan mengapa sebagian petani di sana mengadopsi teknik-teknik baru dalam pertanian

(32)

memahami difusi dari teknik-teknik pertanian tapi pada perkembangan selanjutnya

teori difusi ini digunakan pada bidang-bidang lainnya.

Perkembangan berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di

mana studi atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih

kontemporer, seperti dengan bidang pemasaran, budaya, dan sebagainya. Pada tahun

1962, Everett M. Rogers menulis sebuah buku yang berjudul “ Diffusion of Innovations “ yang selanjutnya buku ini menjadi landasan pemahaman tentang inovasi, mengapa orang mengadopsi inovasi, faktor-faktor sosial apa yang

mendukung adopsi inovasi, dan bagaimana inovasi tersebut berproses di antara

masyarakat.

2.2.2. Pengertian Dasar Difusi Inovasi

Difusi Inovasi terdiri dari padanan 2 kata yaitu difusi dan inovasi. Rogers

(2003) menjelaskan difusi didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu inovasi

dikomunikasikan melalui saluran tertentu selama jangka waktu tertentu terhadap

anggota suatu sistem sosial. Difusi dapat dikatakan juga sebagai suatu tipe

komunikasi khusus dimana pesannya adalah ide baru. Disamping itu, difusi juga

dapat dianggap sebagai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu proses perubahan

yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial.

Inovasi adalah suatu gagasan, praktek, atau benda yang dianggap/dirasa baru

oleh individu atau kelompok masyarakat. Ungkapan dianggap/dirasa baru terhadap

(33)

yang lain. Kesemuanya tergantung apa yang dirasakan oleh individu atau kelompok

terhadap ide, praktek atau benda tersebut.

Dari kedua padanan kata di atas, maka difusi inovasi adalah suatu proses

penyebar serapan ide-ide atau hal-hal yang baru dalam upaya untuk merubah suatu

masyarakat yang terjadi secara terus menerus dari suatu tempat ke tempat yang lain,

dari suatu kurun waktu ke kurun waktu yang berikut, dari suatu bidang tertentu ke

bidang yang lainnya kepada sekelompok anggota dari sistem sosial (Rogers, 2003).

2.2.3. Unsur-Unsur Difusi Inovasi

Menurut Rogers (2003), dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat)

elemen pokok, yaitu:

1. Inovasi, yaitu gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang.

Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan

individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia

adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak

harus baru sama sekali.

2. Saluran komunikasi, yaitu seperangkat alat untuk menyampaikan pesan-pesan

inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi,

sumber paling tidak perlu memperhatikan: (a) tujuan diadakannya komunikasi

dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk

memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas,

maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media

(34)

penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah

saluran interpersonal.

3. Jangka waktu, yaitu proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui

sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan

terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak

dimensi waktu terlihat dalam: (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b)

keinovatifan seseorang yang relatif lebih awal atau lebih lambat dalam menerima

inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.

4. Sistem sosial, yaitu kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat

dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan

bersama.

Pada tahun berikutnya, Rogers (2003) menjelaskan lebih terinci berbagai

variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan dari

proses pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan

difusi inovasi tersebut mencakup: (1) atribut inovasi (perceived atrribute of innovasion), (2) jenis keputusan inovasi (type of innovation decisions), (3) saluran komunikasi (communication channels), (4) kondisi sistem sosial (nature of social system), dan (5) peran agen perubah (change agents).

2.2.4. Proses Putusan Inovasi

Rogers (2003) menjelaskan dalam penerimaan suatu inovasi, biasanya

seseorang melalui beberapa tahapan yang disebut Proses Putusan Inovasi. Proses

(35)

melewati dari pengetahuan awal tentang suatu inovasi sampai membentuk sebuah

sikap terhadap inovasi tersebut, membuat keputusan apakah menerima atau menolak

inovasi tersebut, mengimplementasikan gagasan baru tersebut, dan mengkonfirmasi

keputusan ini. Seseorang akan mencari informasi pada berbagai tahap dalam proses

keputusan inovasi untuk mengurangi ketidak yakinan tentang akibat atau hasil dari

inovasi tersebut.

Proses keputusan inovasi ini adalah sebuah model teoritis dari tahapan

pembuatan keputusan tentang pengadopsian suatu inovasi teknologi baru. Proses ini

merupakan sebuah contoh aksioma yang mendasari pendekatan psikologi sosial yang

menjelaskan perubahan sikap dan perilaku yang dinamakan tahapan efek dasar.

Proses keputusan inovasi dibuat melalui sebuah cost-benefit analysis yang mana rintangan terbesarnya adalah ketidakpastian (uncertainty). Orang akan mengadopsi suatu inovasi jika mereka merasa percaya bahwa inovasi tersebut akan

memenuhi kebutuhan . Jadi mereka harus percaya bahwa inovasi tersebut akan

memberikan keuntungan relatif pada hal apa yang digantikannya. Lalu bagaimana

mereka merasa yakin bahwa inovasi tersebut akan memberikan keuntungan dari

berbagai segi, seperti :

1. Dari segi biaya, apakah inovasi tersebut membutuhkan biaya yang besar tetapi

dengan tingkat ketidak pastian yang besar?

2. Apakah inovasi tersebut akan mengganggu segi kehidupan sehari-hari?

3. Apakah sesuai dengan kebiasaan dan nilai-nilai yang ada?

(36)

Pada awalnya Rogers (2003) menerangkan bahwa dalam upaya perubahan

seseorang untuk mengadopsi suatu perilaku yang baru, terjadi berbagai tahapan pada

seseorang tersebut, yaitu :

1. Tahap Awareness (Kesadaran), yaitu tahap seseorang tahu dan sadar ada terdapat suatu inovasi sehingga muncul adanya suatu kesadaran terhadap hal tersebut.

2. Tahap Interest (Keinginan), yaitu tahap seseorang mempertimbangkan atau sedang membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya tersebut

sehingga ia mulai tertarik pada hal tersebut.

3. Tahap Evaluation (Evaluasi), yaitu tahap seseorang membuat putusan apakah ia menolak atau menerima inovasi yang ditawarkan sehingga saat itu ia mulai

mengevaluasi.

4. Tahap Trial (Mencoba), yaitu tahap seseorang melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya sehingga ia mulai mencoba suatu perilaku yang baru.

5. Tahap Adoption (Adopsi), yaitu tahap seseorang memastikan atau mengkonfirmasikan putusan yang diambilnya sehingga ia mulai mengadopsi

perilaku baru tersebut.

Dari pengalaman di lapangan ternyata proses adopsi tidak berhenti segera

setelah suatu inovasi diterima atau ditolak. Kondisi ini akan berubah lagi sebagai

akibat dari pengaruh lingkungan penerima adopsi. Oleh sebab itu, Rogers (2003)

merevisi kembali teorinya tentang keputusan tentang inovasi yaitu :

(37)

Pada tahapan ini suatu individu belajar tentang keberadaan suatu inovasi dan

mencari informasi tentang inovasi tersebut. Apa?, bagaimana?, dan mengapa?

merupakan pertanyaan yang sangat penting pada tahap ini. Tahap ini individu

akan menetapkan “ Apa inovasi itu? bagaimana dan mengapa ia bekerja?.

Pertanyaan ini akan membentuk tiga jenis pengetahuan, yaitu:

a. Awareness knowledge (pengetahuan kesadaran), yaitu pengetahuan akan keberadaan suatu inovasi. Pengetahuan jenis ini akan memotivasi individu untuk

belajar lebih banyak tentang inovasi dan kemudian akan mengadopsinya. Pada

tahap ini inovasi mencoba diperkenalkan pada masyarakat tetapi tidak ada

informasi yang pasti tentang produk tersebut. Karena kurangnya informasi

tersebut maka masyarakat tidak merasa memerlukan akan inovasi tersebut.

Rogers menyatakan bahwa untuk menyampaikan keberadaan inovasi akan lebih

efektif disampaikan melalui media massa seperti radio, televisi, koran, atau

majalah. Sehingga masyarakat akan lebih cepat mengetahui akan keberadaan

suatu inovasi.

b. How-to-knowledge (pengetahuan pemahaman), yaitu pengetahuan tentang bagaimana cara menggunakan suatu inovasi dengan benar. Rogers memandang

pengetahuan jenis ini sangat penting dalam proses keputusan inovasi. Untuk

lebih meningkatkan peluang pemakaian sebuah inovasi maka individu harus

memiliki pengetahuan ini dengan memadai berkenaan dengan penggunaan

(38)

c. Principles-knowledge (prinsip dasar), yaitu pengetahuan tentang prinsip-prinsip keberfungsian yang mendasari bagaimana dan mengapa suatu inovasi dapat

bekerja. Contoh dalam hal ini adalah ide tentang teori kuman, yang mendasari

penggunaan vaksinasi dan kakus untuk sanitasi perkampungan dan kampanye

kesehatan.

Berkaitan dengan proses difusi inovasi tersebut NCDDR (National Center for the Dissemination of Disability Research, 1996), menyebutkan ada 4 (empat) dimensi pemanfaatan pengetahuan (knowledge utilization), yaitu:

1. Dimensi Sumber Diseminasi, yaitu institusi, organisasi, atau individu yang

bertanggung jawab dalam menciptakan pengetahuan dan produk baru.

2. Dimensi Isi Diseminasi, yaitu pengetahuan dan produk baru dimaksud yang juga

termasuk bahan dan informasi pendukung lainnya.

3. Dimensi Media Diseminasi, yaitu cara-cara bagaimana pengetahuan atau produk

tersebut dikemas dan disalurkan.

4. Dimensi Pengguna Diseminasi, yaitu pengguna dari pengetahuan dan produk

dimaksud.

2. Persuasion (Bujukan)

Tahap persuasi terjadi ketika individu memiliki sikap positif atau negatif

terhadap inovasi. Tetapi sikap ini tidak secara langsung akan menyebabkan

(39)

individu akan membentuk sikap ini setelah dia tahu tentang inovasi , maka tahap

ini berlangsung setelah tahap pengetahuan dalam proses keputusan inovasi.

Tahap pengetahuan lebih bersifat kognitif (tentang pengetahuan), sedangkan

tahap kepercayaan bersifat afektif karena menyangkut perasaan individu, karena

itu pada tahap ini individu akan terlibat lebih jauh lagi. Tingkat ketidak yakinan

pada fungsi-fungsi inovasi dan dukungan sosial akan mempengaruhi pendapat

dan kepercayaan individu terhadap inovasi.

3. Decision (Keputusan)

Pada tahapan ini individu membuat keputusan apakah menerima atau menolak

suatu inovasi. Jika inovasi dapat dicobakan secara parsial, umpamanya pada

keadaan suatu individu, maka inovasi ini akan lebih cepat diterima karena

biasanya individu tersebut pertama-tama ingin mencoba dulu inovasi tersebut

pada keadaannya dan setelah itu memutuskan untuk menerima inovasi tersebut.

Walaupun begitu, penolakan inovasi dapat saja terjadi pada setiap proses

keputusan inovasi ini. Terdapat dua jenis penolakan, yaitu active rejection dan

passive rejection. Active rejection terjadi ketika suatu individu mencoba inovasi dan berfikir akan mengadopsi inovasi tersebut namun pada akhirnya dia menolak

inovasi tersebut. Passive rejection individu tersebut sama sekali tidak berfikir untuk mengadopsi inovasi.

(40)

Pada tahap implementasi, sebuah inovasi dicoba untuk dipraktekkan, akan tetapi

sebuah inovasi membawa sesuatu yang baru apabila tingkat ketidak pastiannya

akan terlibat dalam difusi. Ketidak pastian dari hasil-hasil inovasi ini masih akan

menjadi masalah pada tahapan ini. Klien dalam hal ini adalah masyarakat, akan

memerlukan bantuan teknis dari agen perubahan untuk mengurangi tingkat

ketidak pastian dari akibatnya. Apalagi bahwa proses keputusan inovasi ini akan

berakhir. Permasalahan penerapan inovasi akan lebih serius terjadi apabila yang

mengadopsi inovasi itu adalah suatu organisasi, karena dalam sebuah inovasi

jumlah individu yang terlibat dalam proses keputusan inovasi ini akan lebih

banyak dan terdiri dari karakter yang berbeda-beda.

5. Confirmation (Penegasan/Pengesahan)

Ketika Keputusan inovasi sudah dibuat, maka klien akan mencari dukungan atas

keputusannya ini . Menurut Rogers (2003) keputusan ini dapat menjadi terbalik

apabila si pengguna ini menyatakan ketidak setujuan atas pesan-pesan tentang

inovasi tersebut. Akan tetapi kebanyakan cenderung untuk menjauhkan diri dari

hal-hal seperti ini dan berusaha mencari pesan-pesan yang mendukung yang

memperkuat keputusan itu. Jadi dalam tahap ini, sikap menjadi hal yang lebih

krusial. Keberlanjutan penggunaan inovasi ini akan bergantung pada dukungan

(41)

2.2.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Difusi Inovasi

Rogers (2003), ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses difusi inovasi,

seperti: (1) faktor personal, (2) faktor sosial, dan (3) faktor situasional. Faktor

personal yang mempengaruhi difusi inovasi adalah:

1. Umur

Difusi inovasi yang tertinggi terdapat pada sekelompok orang yang berusia relatif

tua. Walaupun terdapat beberapa bukti bahwa orang-orang yang berusia relatif tua

kurang dapat menerima perubahan, tetapi bukan berarti mereka tidak mau

menerima perubahan untuk orang lain.

2. Pendidikan

Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan suatu tambahan pemahaman

tentang hal-hal baru. Disamping itu pendidikan juga merupakan sesuatu yang

dapat menciptakan dorongan kepada seseorang untuk menerima suatu inovasi.

3. Karakteristik Psikologi

Seseorang yang fleksibel secara mental, mampu memandang elemen-elemen yang

nyata dalam situasi yang baru apabila melakukan penyesuaian diri terhadap

situasi tersebut. Dengan perkataan lain, kemampuan mengakses informasi dengan

cepat dapat menciptakan suatu keadaan rasional, dimana hal tersebut akan

mempengaruhi seseorang untuk mengadopsi suatu inovasi.

Faktor sosial yang mempengaruhi difusi inovasi terdiri dari:

(42)

Keluarga sering dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil

keputusan untuk menerima suatu inovasi. Hal ini disebabkan adanya anggapan

bahwa penerimaan inovasi akan berpengaruh terhadap keseluruhan sistem

keluarga.

2. Tetangga dan Lingkungan Sosial

Tetangga adalah orang-orang yang tinggal pada suatu geografis tertentu yang

telah mengembangkan suatu perasaan memiliki atau kebersamaan dan cenderung

berasosiasi dengan sesamanya daripada dengan pihak luar. Pada umumnya belajar

dengan tetangga biasanya lebih berhasil dari pada belajar dengan pihak lain yang

tinggal berjauhan sehingga tetangga banyak berperan dalam proses difusi inovasi.

3. Kelompok Referensi

Kelompok referensi adalah sekelompok orang yang dijadikan contoh oleh orang

lain atau kelompok lain dalam pembentukan pikiran, penilaian, dan keputusan

dalam bertindak. Oleh sebab itu kelompok referensi berperan dalam menyadarkan

masyarakat yang relatif lambat dalam mengadopsi sesuatu.

4. Budaya

Suatu unsur budaya seperti tata nilai dan sikap sangat berpengaruh dalam proses

difusi inovasi. Tata nilai berhubungan dengan tingkat kepentingan seseorang

sehingga menjadi penting dalam mempengaruhi perilaku individu sedangkan

sikap merupakan suatu proses dalam bertindak yang berdasarkan pada tata nilai

(43)

Faktor situasional yang mempengaruhi difusi inovasi adalah:

1. Status Sosial

Kedudukan seseorang dalam suatu masyarakat berhubungan positif dengan proses

difusi inovasi. Seseorang yang mempunyai kedudukan sosial yang tinggi dalam

masyarakat cenderung lebih mudah menerima berbagai perubahan yang

ditawarkan disebabkan ia lebih mudah untuk mendapatkan berbagai informasi

tentang perkembangan baru yang sedang dan akan terjadi.

2. Sumber Informasi

Orang-orang yang memanfaatkan berbagai sumber informasi yang didapatkannya

berkorelasi positif dengan proses difusi inovasi. Sebaliknya, orang-orang yang

enggan untuk mencari dan mendapatkan informasi dan hanya bergantung dengan

informasi yang apa adanya akan berkorelasi negatif dengan proses difusi inovasi.

2.2.6. Agen Perubahan dalam Proses Difusi Inovasi

Dalam suatu proses difusi inovasi, dibutuhkan langkah-langkah dalam

penerapannya. Oleh karena itu, dibutuhkan tenaga-tenaga trampil, baik perseorangan

maupun kelompok yang berkompeten di bidangnya masing-masing. Para

tenaga-tenaga trampil itu mempunyai kualifikasi dan kemampuan sehingga disebut dengan

agen perubahan (Dilla, 2007).

Nasution (2007) menjelaskan, agen perubahan adalah seseorang yang yang

(44)

perubahan merupakan petugas profesional yang mempengaruhi putusan inovasi klien

menurut arah yang diinginkan oleh lembaga perubahan. Pada kenyataan sehari-hari,

agen perubahan dapat dilihat dari berbagai macam bidang pekerjaan seperti,

perencana pembangunan, petugas lapangan, pamong, guru, penyuluh kesehatan, dll.

Dalam konteks sosial, termasuk di bidang kesehatan, agen-agen perubahan berfungsi

sebagai mata rantai komunikasi antar dua atau lebih suatu sistem sosial. Hal ini

disebabkan agen perubahan menghubungkan antara dua sistem sosial yang

mempelopori perubahan dengan sistem sosial yang menjadi klien dalam usaha

pembaharuan tersebut.

Rogers (2003), mengemukakan ada tujuh langkah kegiatan agen perubahan

dalam pelaksanaan proses difusi inovasi pada masyarakat, yaitu:

1. Membangkitkan kebutuhan untuk berubah. Biasanya agen pembaharu pada awal

tugasnya diminta untuk membantu kliennya agar mereka sadar akan perlunya

perubahan. Agen pembaharu mulai dengan mengemukakan berbagai masalah yang

ada, membantu menemukan masalah yang penting dan mendesak, serta

meyakinkan klien bahwa mereka mampu memecahkan masalah tersebut. Pada

tahap ini agen pembaharu menentukan kebutuhan klien dan juga membantu

caranya menemukan masalah atau kebutuhan dengan cara konsultatif.

2. Memantapkan hubungan pertukaran informasi. Sesudah ditentukannya kebutuhan

untuk berubah, agen pembaharu harus segera membina hubungan yang lebih akrab

dengan klien. Agen pembaharu dapat meningkatkan hubungan yang lebih baik

(45)

saling mempercayai dan juga agen pembaharu harus menunjukan empati pada

masalah dan kebutuhan klien

3. Mendiagnosa masalah yang dihadapi. Agen pembaharu bertanggung jawab untuk

menganalisa situasi masalah yang dihadapi klien, agar dapat menentukan berbagai

alternatif jika tidak sesuai kebutuhan klien. Untuk sampai pada kesimpulan

diagnosa agen pembaharu harus meninjau situasi dengan penuh emphati. Agen

pembaharu melihat masalah dengan kacamata klien, artinya kesimpulan diagnosa

harus berdasarkan analisa situasi dan psikologi klien, bukan berdasarkan

pandangan pribadi agen pembaharu.

4. Membangkitkan kemauan klien untuk berubah. Setelah agen pembaharu menggali

berbagai macam cara yang mungkin dapat dicapai oleh klien untuk mencapai

tujuan, maka agen pembaharu bertugas untuk mencari cara memotivasi dan

menarik perhatian agar klien timbul kemauannya untuk berubah atau membuka

dirinya untuk menerima inovasi. Namun demikian cara yang digunakan harus

tetap berorientasi pada klien, artinya berpusat pada kebutuhan klien jangan terlalu

menonjolkan inovasi.

5. Mewujudkan kemauan dalam perbuatan. Agen pembaharu berusaha untuk

mempengaruhi tingkah laku klien dengan persetujuan dan berdasarkan kebutuhan

klien jadi jangan memaksa. Dimana komunikasi interpersonal akan lebih efektif

kalau dilakukan antar teman yang dekat dan sangat bermanfaat kalau dimanfaatkan

pada tahap persuasi dan tahap keputusan inovasi. Oleh kerena itu dalam hal

(46)

langsung, yaitu dapat menggunakan pemuka masyarakat agar mengaktifkan

kegiatan kelompok lain.

6. Menjaga kestabilan penerimaan inovasi dan mencegah tidak berkelanjutannya

inovasi. Agen pembaharu harus menjaga kestabilan penerimaan inovasi dengan

cara penguatan kepada klien yang telah menerapkan inovasi. Perubahan tingkah

laku yang sudah sesuai dengan inovasi dijaga jangan sampai berubah kembali pada

keadaan sebelum adanya inovasi.

7. Mengakhiri hubungan ketergantungan. Tujuan akhir tugas agen pembaharu adalah

dapat menumbuhkan kesadaran untuk berubah dan kemampuan untuk merubah

dirinya, sebagai anggota sistem sosial yang selalu mendapat tantangan kemajuan

jaman. Agen pembaharu harus berusaha mengubah posisi klien dari ikatan percaya

pada kemampuan agen pembaharu menjadi bebas dan percaya kepada kemampuan

sendiri.

Seorang agen perubahan mampu untuk melakukan perubahan pendapat, sikap,

dan tindakan kliennya apabila dalam dirinya terdapat faktor-faktor kredibilitas dan

daya tarik (Dilla, 2007). Krech. et all (1982) menyatakan pesan yang disampaikan

oleh komunikator, dalam hal ini adalah agen perubahan yang memiliki kredibilitas

tinggi akan lebih memberikan pengaruh pada perubahan sikap dalam penerimaan

pesan yang disampaikan dibandingkan agen perubahan yang berkredibilitas rendah.

Menurut Tan (1981), kredibilitas sumber atau agen perubahan terdiri dari dua

unsur, yaitu keahlian dan kepercayaan. Keahlian diukur dari sejauhmana klien

(47)

masalah, dan kepercayaan dioperasionalisasikan sebagai persepsi klien tentang sejauh

mana agen perubahan bersikap netral atau tidak memihak dalam penyampaian pesan.

Dimensi kredibilitas meliputi kemampuan, kecerdasan, pengalaman, pengetahuan dan

dimensi daya tarik meliputi kesamaan, familier dan kesukaan. Kesamaan meliputi

pandangan, wawasan, ide atau gagasan. Familier meliputi empati, simpati, dan

maturiti atau kedewasaan. Kesukaan meliputi frekuensi, ketepatan, keteladanan dan

kesopanan.

2.3. Landasan Teori

Pelaksanaan program promosi kesehatan merupakan salah satu program

yang ada di setiap Puskesmas, namun terkadang dalam pelaksanaannya petugas

kesehatan masih ditemukan tidak menjalankannya dikarenakan berbagai faktor.

Berdasarkan kajian teoritis diketahui bahwa keterbatasan pengetahuan petugas

kesehatan dalam melaksanakan upaya promosi kesehatan utamanya di daerah

terpencil antara lain disebabkan keterbatasan pendukung dalam memahami berbagai

program promosi kesehatan.

Rogers (2003) berpendapat, pengetahuan terdiri dari tiga komponen, yaitu:

kesadaran, pemahaman dan prinsip dasar. Berkaitan dengan proses difusi inovasi

(48)
(49)

Kerangka Konsep

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian.

Pada Gambar 2.1. terlihat bahwa pengetahuan kepada petugas kesehatan

sebagai agen perubahan meliputi berbagai sarana penunjang kepada petugas

kesehatan untuk dapat memperoleh pengetahuan kesadaran, pengetahuan pemahaman

dan pengetahuan prinsip dasar suatu program promosi kesehatan. Pengetahuan

kesadaran program promosi kesehatan terdiri dari pengetahuan tentang berbagai

kebijakan promosi kesehatan nasional dan daerah, kebijakan pelaksanaan promosi

kesehatan di Puskesmas, tata cara pelaksanaan program promosi kesehatan di

Puskesmas. Pada proses ini pengetahuan dilihat dari sejauhmana fasilitas pendukung

seperti buku pedoman program promosi kesehatan, alat peraga promosi kesehatan,

berbagai kelengkapan lain diperoleh oleh petugas kesehatan di Puskesmas.

Pengetahuan pemahaman program promosi kesehatan adalah kemampuan

untuk memahami terdiri dari berbagai strategi pelaksanaan program promosi

kesehatan yang terdiri dari strategi advokasi, bina suasana dan pemberdayaan

masyarakat di wilayah cakupan Puskesmas. Pada proses ini pengetahuan dilihat dari

Pengetahuan :

Kesadaran

Pemahaman

Prinsip Dasar

Pelaksanaan Program Promosi Kesehatan di

(50)

bagaimana kemudahan petugas kesehatan Puskesmas memperoleh pengetahuan

tentang strategi promosi kesehatan tersebut.

Pengetahuan prinsip dasar adalah kemampuan memahami bagaimana program

promosi kesehatan itu dilaksanakan dan bagaimana strategi pelaksanaanya dilakukan.

Pada tahap ini, pengetahuan dilihat dari seberapa besar frekuensi mendapatkan

pengetahuan dan dari siapa petugas mendapatkan pengetahuan tersebut.

Pelaksanaan program promosi kesehatan di Puskesmas adalah suatu

bentuk/upaya perubahan perilaku masyarakat guna meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat di wilayah cakupan Puskesmas yang diteliti. Pada proses ini akan dilihat

bagaimana kemampuan petugas dalam melaksanakan berbagai kegiatan yang terdiri

dari:

1. Cakupan kunjungan Kehamilan K4

2. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki

kompetensi kebidanan

3. Cakupan kunjungan bayi

4. Cakupan desa/kelurahan dengan universal child immunization (UCI) 5. Cakupan pelayanan anak balita

6. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak balita

7. Cakupan penjaringan kesehatan anak SD

8. Cakupan KB aktif

(51)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah penelitian survei dengan desain crossectional untuk menjelaskan bagaimana pengaruh pengetahuan petugas kesehatan terhadap

pelaksanaan program promosi kesehatan di seluruh Puskesmas Kabupaten Humbang

Hasundutan Tahun 2010.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di seluruh Puskesmas di Kabupaten Humbang

Hasudutan. Adapun alasan peneliti memilih lokasi penelitian ini adalah belum pernah

dilakukan penelitian tentang pengaruh pengetahuan petugas kesehatan terhadap

pelaksanaan program promosi kesehatan di seluruh Puskesmas di Kabupaten

Humbang Hasundutan. Penelitian ini akan dilaksanakan selama 9 (sembilan) bulan

terhitung bulan Desember 2009 sampai dengan Agustus 2010.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas kesehatan di Puskesmas

di bagian pelaksanaan promosi kesehatan berjumlah 31 orang. Adapun yang menjadi

(52)

No. Puskesmas Jumlah Tenaga Pelaksana Promosi Kesehatan/orang

1. Matiti 3

2. Hutapaung 3

3. Onanganjang 3

4. Bonandolok 2

5. Paranginan 3

6. Sogompul 3

7. Pakkat 3

8. Parlilitan 3

9. Tarabintang 2

10. Baktiraja 2

11. Saitnihuta 2

12. Hutagalung 2

Jumlah 31 orang

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua) kategori:

1. Data Primer

Data Primer diperoleh dari wawancara peneliti dengan responden dengan

menggunakan alat berupa kuesioner yang telah disiapkan.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari dokumen atau catatan masing-masing Puskesmas

(53)

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauhmana suatu ukuran atau nilai

yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara

mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel pada analisis

reability dengan melihat nilai correlation corrected item, dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid dan sebaliknya.

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan

metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan, jika nilai r Alpha > r tabel, maka dinyatakan reliabel

(Sugiyono, 2004).

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas No Pertanyaan Corrected

item-Total correlation

Nilai Alpha Cronbach .738

1 paham1 .541 .754 valid

2 paham2 .542 .753 valid

3 paham3 .541 .754 valid

(54)

5 paham5 .541 .754 valid

(55)

Tabel 3.1. (Lanjutan) No Pertanyaan Corrected

item-Total correlation

Nilai Alpha Cronbach .838

1 promkes1 .745 .795 valid

Nilai Alpha Cronbach .832

Dari Tabel 3.1 terlihat bahwa pertanyaan pengetahuan nomor 1 variabel

pengetahuan kesadaran tidak valid sehingga harus dikeluarkan dari pertanyaan

kuesioner, sehingga pertanyaan yang digunakan dalam kuesioner penelitian hanya 5

pertanyaan. Untuk pertanyaan variabel pengetahuan pemahaman, semua pertanyaan

valid sehingga seluruh pertanyaan kuesioner dipakai dalam penelitian. Pada

pertanyaan variabel pengetahuan tentang prinsip dasar ada 2 pertanyaan yang tidak

valid yaitu pertanyaan nomor 3 dan 6, sehingga dari 7 pertanyaan menjadi 5

(56)

hanya satu pertanyaan yang tidak valid yaitu pertanyaan nomor 5, sehingga dari 10

pertanyaan menjadi 9 pertanyaan yang digunakan dalam kuesioner penelitian.

3.5.2. Definisi Operasional

1. Variabel: Pengetahuan

Definisi Operasional: Merupakan hasil dari tahu bagi petugas kesehatan untuk

dapat memperoleh pengetahuan kesadaran, pengetahuan

pemahaman dan pengetahuan prinsip dasar suatu program

promosi kesehatan.

2. Variabel: Pengetahuan Kesadaran

Definisi Operasional : Pengetahuan program promosi kesehatan terdiri dari

pengetahuan tentang berbagai kebijakan promosi

kesehatan nasional dan daerah, kebijakan pelaksanaan

promosi kesehatan di Puskesmas, tata cara pelaksanaan

program promosi kesehatan di Puskesmas.

3. Variabel: Pengetahuan Pemahaman

Definisi Operasional : Kemampuan untuk memahami terdiri dari berbagai

strategi pelaksanaan program promosi kesehatan yang

terdiri dari strategi advokasi, bina suasana dan

pemberdayaan masyarakat di wilayah cakupan

Puskesmas.

(57)

Definisi Operasional : Kemampuan memahami bagaimana program promosi

kesehatan itu dilaksanakan dan bagaimana strategi

(58)

5. Variabel: Pelaksanaan Program promosi kesehatan di Puskesmas

Definisi Operasioanal: Suatu bentuk/upaya perubahan perilaku masyarakat guna

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di wilayah

cakupan Puskesmas yang diteliti.

3.6.Metode Pengukuran

1. Pengukuran Variabel Dependen

Pengukuran variabel dependen (pelaksanaan program promosi kesehatan di

Puskesmas) didasarkan pada skala nominal dari 9 item pengamatan (observasi)

dengan alternatif jawaban :

1. Ya (skor 1)

2. Tidak (skor 0)

Selanjutnya dikategorikan menjadi:

1. Baik, jika responden memperoleh skor ≥ median (skor 5)

2. Tidak baik, jika responden memperoleh skor < median (skor 5)

2. Pengukuran Variabel Independen

Pengukuran variabel independen (pengetahuan) terdiri dari:

a. Pengetahuan kesadaran

Didasarkan pada skala nominal dari 6 item pertanyaan dengan alternatif

jawaban :

1. Ya (skor 1)

2. Tidak (skor 0)

(59)

Baik, jika responden memperoleh skor ≥ median (skor 3,5) Tidak baik, jika responden memperoleh skor < median (skor 3,5) b. Pengetahuan pemahaman

Didasarkan pada skala nominal dari 5 item pertanyaan dengan alternatif jawaban :

1. Ya (skor 1) 2. Tidak (skor 0)

Selanjutnya dikategorikan menjadi:

Baik, jika responden memperoleh skor ≥ median (skor 3) Tidak baik, jika responden memperoleh skor < median (skor 3) c. Pengetahuan prinsip dasar

Didasarkan pada skala nominal dari 5 item pertanyaan dengan alternatif jawaban :

1. Ya (skor 1) 2. Tidak (skor 0)

Selanjutnya dikategorikan menjadi:

Baik, jika responden memperoleh skor ≥ median (skor 3) Tidak baik, jika responden memperoleh skor < median (skor 3)

3.7. Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini mencakup:

(60)

b. Analisis bivariat, yaitu analisis untuk melihat ada tidaknya hubungan antara

variable independent dan dependen , kemudian dilihat hubungan antara

kedua variabel dengan uji statistik menggunakan uji chi square pada taraf kepercayaan 95%.

c. Analisis multivariat, yaitu analisis lanjutan dari analisis bivariat untuk

melihat hubungan beberapa variabel independen dengan variabel dependen

Gambar

Tabel 3.1. Hasil Uji  Validitas  dan Reliabilitas
Tabel 3.1. (Lanjutan)
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Fasilitas Pengetahuan Pemahaman Terhadap Pelaksanaan Program Promosi Kesehatan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan kekhususan tulisan yang dihasilkan oleh Ratna Sarumpaet sebagai pengarang perempuan dan mendeskripsikan posisi tokoh utama perempuan

Auditors should perform procedures designed to obtain sufficient appropriate audit evidence that all material subsequent events up to the date of the audit report which

Sintesis Trigliserid dapat dipengaruhi beberapa hal diantaranya jika sumber energi dari karbohidrat telah mencukupi, maka asam lemak akan mengalami esterifikasi

Lampiran 4 : Result in Chart Pump Capacity Lampiran 5 : Result in Chart Pump Delivery Side Lampiran 6 : Result in Chart Pump Discharge Lampiran 7 : Result in Chart

pribadi masing-masing ”. Dalam konteks tugas guru, kompetensi pedagogik, profesional dan sosial yang dimiliki seorang guru pada dasarnya akan bersumber dan bergantung

Struktur kontrol di dalam bahasa pemrograman adalah perintah dengan bentuk (struktur) tertentu yang digunakan untuk mengatur (mengontrol) jalannya program. Struktur kontrol

7 Nye kemudian memperkenalkan dua jenis kekuatan dalam politik, yaitu hard power (kekuatan militer dan ekonomi), dan soft power. Jika hard power sering dikaitkan dengan

Kesimpulan : Tidak ada hubungan pengetahuan tentang minuman berpemanis dengan status gizi antara anak sekolah yang memiliki status gizi lebih dan normal di SD Ta’Mirul