PROVINSI KALIMANTAN TIMUR: SUATU ANALISIS
INPUT–OUTPUT ANTAR WILAYAH
DISERTASI
YOSEPH BARUS
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul
Dampak Pe mbangunan Infras truktur terhadap Perekonomian Wilaya h Provi nsi Kalimantan Timur: Suatu Analisis Input-Output Antar Wilaya h merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi sendiri, dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan dengan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program yang sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Desember 2011
Economy of East Kalimantan Province: An Interregional Input-Output Analys is. (BONAR M. SINAGA as Chairman, D.S. PRIYARSONO and D EDI BUDIMAN HAKIM as Members of the Advisory Committee).
This study aims to explain the impacts of infrastructure de velop ment on regional economy of East Kalimantan Province, particularly on macroeconomic indicators such as output growth, labor, value added, income and interregional linkage and disparity. Strategic function of infrastructure has been undeniable, without a sufficient infrastructure development, other investment activities, such as production activities, would not be able to grow significantly.
An identification of the structure of activity linka ge across regions and sectors is impor tant in order to have an interregional linka ge that is synergic and also more balanced, and to create a sustainable development. This study employed Interregional Input-Output. The mod el is able to show clearly how the integration amongst industries and regions occurs through the backward and forward linkage, and also through the impact analysis of industrial and regional development. Based on the analysis, a valuable infor mation for regional economic de velop ment of East Kalimantan Province in the future, particularly related to the infrastructure development policies, as well as to the issue of new district creation in East Kalimantan, s uch as the impact on the increase of regional prod uction, households income, value added and also industrial and interregional economic. To analyze the impact of infrastructure development on regional economy, Interregional Input-Output Model is applied by dividing the Province into two regions, South and North.
An multiplier effect analysis using Interregional Input-Output conducted to reveal that infrastructure de velop ment expected on employment, regional value added and household income. Among the infrastructure sectors in East Kalimantan’s economy, constructions particularly buildings and roads are more impor tant as the y have the biggest share. Moreover, the development of building infrastructure provides a larger increase in the economic integration between South and North regions as compared to any other types of infrastructure. Therefore, the policies related to the development of building infrastructure definitely can reduce the interregional disparity in East Kalimantan Province. This study concludes that the more effective way in reducing the disparity is by focusing in developing infrastructure in North region.
Keywords : Infrastructure, Regional Economy, Interregional Linkage and Dispa rity.
Studi ini secara khusus bertujuan untuk mencari penjelasan mengenai dampak dari pembangunan infrastruktur terhadap perekonomian wilayah Provinsi Kalimantan Timur, khususnya yang terkait dengan indikator- indikator makroregional yakni pertumbuhan output perekonomian, tenaga kerja, nilai tambah, pendapatan, keterkaitan dan ketimpangan antar wilayah. Fungsi strategis infrastruktur jelas tidak diragukan lagi, tanpa pembangunan infrastruktur yang mencukupi kegiatan investasi pembangunan lainnya, seperti kegiatan produksi, jelas tidak akan meningkat secara signifikan.
Mendo rong keterka itan antar wilayah yang sinergis, lebih berimbang dan sekaligus menciptakan pertumbuhan yang berkelanjutan, menyebabkan identifikasi struktur keterkaitan aktivitas lintas wilayah dan lintas sektor menjadi penting. Salah satu teknik yang umum digunakan untuk menganalisis hal tersebut adalah Input-Output antar wilayah. Melalui analisis Input-Output antar wilayah dapat dilihat secara jelas bagaimana integrasi sektoral dan antar wilayah itu terjadi yang direfleksikan melalui keterkaitan ke belakang (backward linkage), keterkaitan ke depan (forward linkage) da n analisis dampak pembangunan sektor atau wilayah. Dari hasil analisis tersebut akan diperoleh banyak informasi yang sangat bermanfaat untuk pengembangan perekonomian daerah Kalimantan Timur di masa mendatang, terutama bila dikaitkan dengan kebijakan pembangunan infrastruktur, dan isu atau wacana pemekaran wilayah Kalimantan Timur, diantaranya dampak terhadap peningkatan produksi regional, pendapatan rumahtangga, nilai tambah dan perekonomian wilayah secara sektoral maupun antar wilayah. Oleh karena itu dalam studi ini telah digunakan mode l Input-Output antar wilayah Kalimantan Timur yakni dengan membagi dua wilayah ekonomi menjadi wilayah Kalimantan Timur bagian Selatan (Kaltimsela) dan Kalimantan Timur bagian Utara (Kaltimtara).
Berdasarkan analisis dampak multiplier Input -Output antar wilayah Kaltimsela dan Kaltimtara diperoleh gambaran secara umum bahwa sektor bangunan di wilayah Kaltimsela mempunyai dampak multiplier nilai tambah yang paling tinggi yakni sebesar 0.97855, sedangkan di wilayah Kaltimtara adalah sektor listrik, gas dan air bersih dengan angka multiplier nilai tambah sebesar 0.90160. Adapun sektor infrastruktur yang paling besar dampak multiplier terhadap pendapatan rumahtangga di Kalimantan Timur adalah sektor bangunan yaitu masing- masing di wilayah Kaltimsela sebesar 0.28537, dan wilayah Kaltimtara sebesar 0.20554. Sama halnya dengan dampak terhadap pendapatan, sektor infrastruktur yang mempunyai dampak paling besar terhadap tenaga kerja di Provinsi Kalimantan Timur adalah sektor bangunan yaitu masing- masing di wilayah Kaltimsela sebesar 0.03713, dan Kaltimtara sebesar 0.01451.
mendapat efek IFS sebesar 0.0027 milyar rupiah. Terjadi ketidakseimbangan dalam transaksi antarwilayah di sektor bangunan, dimana Kaltimsela lebih banyak menerima manfaat dari Kaltimtara, namun sebaliknya Kaltimsela memberi manfaat yang sedikit terhadap Kaltimtara.
Fenomena ketidakseimbangan manfaat transaksi antar wilayah di atas tidak hanya berlaku pada sektor bangunan saja. Untuk semua transaksi antara wilayah Kaltimsela dengan Kaltimtara, khususnya di sektor infrastruktur, seluruh manfaat ekonomi lebih banyak dinikmati oleh wilayah Kaltimsela. Rata-rata manfaat yang diterima Kaltimsela dalam transaksi antar wilayah dengan Kaltimtara adalah sebesar 6.13%, sementara Kaltimtara hanya mendapat manfaat rata-rata 0.18%. Fenomena ini mengindikasikan adanya backwash effect dari keterkaitan ekonomi antar wilayah di Kalimantan Timur, dimana daerah-daerah yang maju yang umumnya berada di sebelah selatan menerima manfaat ekonomi yang lebih tinggi karena melakukan ekspansi ekonomi ke daerah-daerah sebelah utara yang sebagian besar merupakan daerah kurang berkembang.
Kebijakan pembangunan infrastruktur bangunan dapat mengurangi ketimpangan antar wilayah di Provins i Kalimantan Timur, yakni upa ya untuk mengurangi ketimpangan antar wilayah tersebut lebih efektif dilakukan apabila fokus pembangunan infrastruktur dikosentrasikan ke wilayah Utara.
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
PROVINSI KALIMANTAN TIMUR: SUATU ANALISIS
INPUT–OUTPUT ANTAR WILAYAH
YOSEPH BARUS
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama : Yoseph Barus Nomor Pokok : A161 040 264
Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Ketua
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA
Dr. Ir. D. S. Priyarsono, MS Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MEc Anggota Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Eko nomi Pertanian
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
Penulis dilahirkan pada tanggal 21 Mei 1958 di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara, merupakan anak keempat dari enam bersaudara dari Bapak Nobek Barus (alm) dan Ibu Malep Ginting (alm). Pada tahun 2000 penulis menikah dengan Tuturi Helmina dan dikarunia dua orang anak yaitu Eikel Timoti Barus dan Ezra Clemanta Barus.
Pada tahun 1970 penulis menyelesaikan sekolah dasar di SD Katolik Santo Yoseph Medan, kemudian melanjutkan pada SMP Katolik Budi Murni Medan dan lulus pada tahun 1973. Selanjutnya pada tahun 1976 lulus dari SMA Negeri I Medan. Kemudian pada tahun 1983 penulis menyelesaikan studi S1 di Fakultas Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Pada tahun 1991 penulis melanjutkan pendidikan program magister dan memperoleh gelar Master of Engineering Science (MEngSc) di Civil Engineering dari The University of New South Wales, Australia. Terakhir, pada November 2004 penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan studi program S3 pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.
Segala puji dan syukur penulis persembahkankan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat Kasih dan KaruniaNya disertasi yang be rjudul Dampak Pembangunan Infrastruktur Terhadap Perekonomian Wilayah Provinsi
Kalimantan Timur: Suatu Analisis Input-Output Antar Wilayah dapat diselesaikan dengan baik.
Penyusunan disertasi ini tidak akan terlaksana baik jika tidak ada arahan dan bimbingan dari komisi pembimbing, dan bantuan dari pihak-pihak lainnya. Karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Ayahnda Nobek Barus (alm) dan ibunda Malap Ginting (alm), biarlah bimbingan dan doa orangtua semasa hidupnya berbuah kebaikan pada semua keturunannya. AMIN.
2. Prof.Dr.Ir. Bonar M. Sinaga MA selaku Ketua Komisi Pembimbing da n Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB, yang telah banyak membe rika n bimbinga n da n arahan yang sangat ko nstruktif terhadap segala perbaikan penyusunan disertasi ini, disela-sela kesibukan beliau yang sangat padat. Sangat luar biasa, banyak memberikan nasihat dan semangat yang sangat be rharga selama penulis menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana IPB.
3. Dr.Ir. Dedi Budiman Hakim MEc selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang sudah banyak memberi bimbingan kepada penulis.
IPB Bogor. 6. Prof.Dr.Ir. Mangara Tambunan MSc dan Dr.Ir. Max Antameng yang
berkenaan menjadi penguji luar komisi pada ujian terbuka, atas pertanyaan dan saran yang dapa t menyempurnaka n disertasi ini.
7. Dr. H.Achmad Amins MM (mantan Walikota Samarinda) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
8. H.Syaharie Jaang, S.H.,M.Si. Walikota Samarinda yang telah memberikan dorongan moril secara tulus kepada penulis.
9. Dr.Ir. Slamet Muliono MEngSc., Dr.Ir. Muktar Napitupulu MSc., Ir. Budi Hidayat MEng.Sc, teman-teman yang bekerja di Kementerian Pekerjaan Umum dan Bappenas yang telah mengajak, dan memberi semangat serta memberikan ide untuk mengikuti program Doktor/S3 pada Program Studi Ilmu Ekonomi, Sekolah Pascasarjana IPB.
10.Seluruh Dosen dan staf administrasi pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana IPB.
11.Teman-teman seangkatan dan seperjuangan angkatan ke-2 Kuliah Khusus Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
Shanti ST, Indra Rochmmadi SP.Msi, yang telah banyak membantu penulis dalam pengumpulan data serta pengolahan data. Terima kasih atas segala jasa-jasa yang diberika n.
14.Saudaraku Iwan Hermawan staf administrasi kelas di kampus Baranangsiang yang sangat setia dan tulus membantu penulis baik dimana saja dan kapan saja. Terima kasih atas perhatian dan pengorbanan yang diberikan.
15.Seluruh supir Taxi Global yang hampir setiap minggu tetap setia mengantar dan menjemput penulis dari rumah di Samarinda menuju airport Sepinggan Balikpapan serta sebaliknya.
16.Istri da n anak-anak tercinta, yaitu: Tuturi Helmina, Eikel Timoti, dan Ezra Clemanta yang telah lama menunggu dan sangat banyak berkorban selama penulis menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana IPB.
17.Seluruh keluarga, ibu mertua, abang, kakak, dan adik-adik. Tanpa bantuan dan dorongan keluarga tidak mungkin penulis menyelesaikan studi ini.
Akhir kata, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu dan memberi dorongan selama ini. Semoga amal dari semua yang berperan tersebut mendapatka n ba lasan da ri Tuhan Yang Maha Kuasa.
Bogor, Desember 2011
xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR... xxi
DAFTAR LAMPIRAN ... xxii
I. PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah... 7
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 20
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 20
1.5. Keterbaruan... 22
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 23
2.1. Konsep Dasar Infrastruktur ... 23
2.2. Pertumbuhan Eko nomi ... 31
2.3. Model Input-Output... 42
2.4. Keterkaitan Makro Ekonomi dengan Model Input-Output ... 55
2.5. Studi-studi Empiris ... 61
III. KERANGKA TEORITIS ... 72
3.1. Keterkaitan Antar Wilayah... 72
3.2. Peranan Infrastruktur dalam Pembangunan Wilayah... 77
3.3. Kerangka Pemikiran ... 80
IV. METODE PENELITIAN ... 87
4.1. Tahap Penyusunan Matriks Transaksi Antar Wilayah ... 87
4.2. Jenis dan Sumber Data ... 98
4.3. Struktur Input-Output Antar Wilayah ... 99
4.4. Metode Analisis... 101
4.4.1. Analisis Keterkaitan dan Multiplier ... 102
xiv
4.4.2.3. Multiplier Tenaga Kerja... 111
4.4.3. Analisis Ketimpangan ... 112
4.4.4. Skenario Kebijakan ... 113
V. PROSEDUR PEN YUSUNAN INPUT-OUTPUT WILAYAH SENDIRI DAN ANTAR WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ... 119
5.1. Penyusunan I-O Wilayah Sendiri dan Antar Wilayah ... 119
5.2. Metode Cross Entrophy ... 130
VI. PROFIL EKONOMI WILAYAH D AN INFRASTR UKTUR PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ... 132
6.1. Penduduk da n Tenaga Kerja ... 132
6.2. Pendapatan Regional dan Tipologi Klassen... 138
6.3. Sarana dan Prasarana ... 148
VII. STRUKTUR PER EKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN KAJIAN TABEL I-O ANTAR WILAYAH ... 162
7.1. Nilai Tambah ... 162
7.2. Ekspor... 169
7.3. Tenaga Kerja ... 171
7.4. Output Perekonomian... 174
VIII. MULTIPLIER SEKTOR INFRASTRUKTUR... 177
8.1. Keterkaitan Ke Belakang dan Ke Depan Sektor Infrastruktur ... 177
8.2. Disagregasi Multiplier Sektor Infrastruktur ... 184
8.3. Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Nilai Tambah, Pendapa tan da n Tenaga Kerja... 195
xv
9.1. Dampak Terhadap Nilai Tambah, Pendapatan dan Tenaga
Kerja... 209
9.2. Dampak Terhadap Ketimpangan Antar Wilayah ... 215
9.3. Dampak Pembangunan Infrastruktur Dalam Kebijakan Pemekaran Wilayah ... 221
X. KESIMPULAN DAN SARAN ... 225
10.1. Kesimpulan... 225
10.2. Implikasi Kebijakan ... 226
10.3. Saran Penelitian Lebih Lanjut ... 228
DAFTAR PUSTAKA ... 229
xvi
Nomor Halaman
1. Perkembangan Pendapatan Per Kapita Provinsi Kalimantan Timur Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Kabupaten/ Kota
Tahun 2000-2006 ... 9 2. Perkembangan Pendapatan Per Kapita Provinsi Kalimantan Timur
Wilayah Selatan da n Utara Berdasarka n Harga Konstan Tahun 2000
Tahun 2000-2006 ... 10 3. Persentase dan Garis Kemiskinan di Provinsi Kalimantan Timur Menurut
Kabupaten/Kota Tahun 2009 ... 12 4. Infrastruktur Jalan di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2009 ... 14 5. Struktur Tenaga Kerja Sektoral di Provinsi Kalimantan Timur Menur ut
Kabupaten/Kota Tahun 2007 ... 16 6. Kerangka Dasar Input-Output Tiga Sektor ... 47 7. Kerangka Dasar Input-Output Antar Wilayah ... 52
8. Matriks Transaksi Antar Wilayah Tiga sektor ... 53 9. Strukt ur Tabe l Input-Output antara wilayah Kaltimtara dan Kaltimsela .. 89 10. Rancangan Awal Matriks Transaksi Provinsi Kalimantan Timur ... 92 11. Matriks Transaksi Dasar Input-Output Antar Wilayah Provinsi Kalimantan Timur ... 94 12. Klasifikasi Sektor Input-Output antara wilayah Kalimantan Timur
Wilayah Selatan da n Utara ... 99 13. Matriks Multiplier Wilayah Sendiri da n Antar Wilayah Kalimantan
Timur ... 105 14. Usulan Pembiayaan Infrastrukt ur Surat Keputusan Pemerintah Daerah
xvii
17. Produk Domestik Regional Bruto Kalimantan Timur Wilayah Selatan dan Utara Menurut Lima Kelompok Lapangan Usaha Utama
Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2006 ... 123 18. Perhitungan LQ untuk Lima Kelompok Lapangan Usaha Utama pada
Kalimantan Timur Wilayah Selatan dan Utara Tahun 2006 ... 123 19. Matriks Koefisien Input Kalimantan Timur Wilayah Selatan Berdasarka n
Pendekatan SLQ Tahun 2006... 124 20. Matriks Koefisien Input Kalimantan Timur Wilayah Utara Berdasarka n
Pendekatan SLQ Tahun 2006... 124 21. Matriks Diagonal Output Kalimantan Timur Wilayah Selatan Tahun
2006 ... 125 22. Matriks Transaksi Total Kalimantan Timur Wilayah Selatan Tahun
2006 ... 127 23. Perhitungan DSP untuk Kalimantan Timur Wilayah Selatan Tahun
2006 ... 128 24. Matriks Transaksi Domestik Kalimantan Timur Wilayah Selatan
Tahun 2006... 129 25. Laju Pertumbuhan Penduduk d i Provins i Kalimantan Timur Menurut
Kabupaten/Kota Tahun 2000-2006 ... 132 26. Kepadatan Penduduk di Provinsi Kalimantan Timur Menur ut Kabupaten/ Kota Tahun 2006-2009... 134 27. Perkembangan Tenaga Kerja di Provinsi Kalimantan Timur Menurut
Kabupaten/Kota Tahun 2007 da n 2009... 136 28. Perkembangan Tenaga Kerja Sektoral di Provinsi Kalimantan Timur
Tahun 2007 dan 2009 ... 137 29. Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Kalimantan Timur Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Sektor Tahun 2006-2009... 139 30. Strukt ur Ekonomi di Provinsi Kalimantan Timur Berdasarkan Harga
xviii
32. Perkembangan Pendapatan Per Kapita Provinsi Kalimantan Timur Menurut Kabupaten/Kota Berdasarkan Harga Konstan 2000
Tahun 2006-2009 ... 143 33. Laju Pertumbuhan PDRB di Provinsi Kalimantan Timur Menur ut
Kabupaten/Kota Berdasarkan Harga Konstan 2000 Tahun 2006-2009 .... 144 34. Tipo logi Klassen Provins i Kalimantan Timur Tahun 2006-2009 ... 147 35. Perkembangan Panjang Jalan di Provinsi Kalimantan Timur Menurut
Status Jalan Tahun 2006-2009 ... 149 36. Jumlah Trayek dan Unit Kendaraan Umum Roda Empat di Provinsi
Kalimantan Timur Tahun 2007 ... 151 37. Jumlah Unit Kapal Penumpang dan Barang Berdasarkan Trayek di
Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2007... 153 38. Frekwensi Lalulintas Kapal Laut di Provinsi Kalimantan Menurut
Kabupaten/Kota Tahun 2005 dan 2009... 154 39. Bongkar Muat Barang antar pulau dan antar negara Menurut Komod iti di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2005 dan 2009... 155 40. Matriks Asal dan Tujuan Barang antar kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006... 157 41. Pelabuhan Uda ra da n Trayek Angkutan Udara di Provinsi Kalimantan
Timur Tahun 2006... 159 42. Pelabuhan Udara Perintis di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006 ... 160 43. Arus Lalulintas Bongkar Muat Kargo Angkutan Udara di Provinsi
Kalimantan Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2005 dan 2009 ... 161 44. Struktur Nilai Tambah Provinsi Kalimantan Timur Wilayah Selatan dan Utara Tahun 2006 ... 162 45. Nilai Tambah Menurut Komponen di Provinsi Kalimantan Timur
Wilayah Selatan dan Utara Tahun 2006... 166 46. Distribus i Nilai Tambah Menurut Kompo nen di Provinsi Kalimantan
xix
48. Struktur Ekspor Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006 ... 170 49. Tenaga Kerja di Provinsi Kalimantan Timur Wilayah Selatan dan Utara Tahun 2006... 172 50. Struktur Tenaga Kerja di Provinsi Kalimantan Timur Wilayah Selatan
dan Utara Tahun 2006 ... 172 51. Struktur Output di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006 ... 174 52. Kontribusi Wilayah Selatan dan Utara Terhadap Total Output di
Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006... 175 53. Transaks i Intermediate Output Antar Wilayah di Provinsi Kalimantan
Timur Tahun 2006... 176 54. Keterkaitan Ke Belakang Langsung Sektor Infrastruktur dan
Sektor-Sektor Lainnya di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006 ... 179 55. Derajat Penyebaran dan Kepekaan Sektor Infrastruktur dan Sektor
Lainnya di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006 ... 181 56. Disagregasi Multiplier Sektor Bangunan Provinsi Kalimantan Timur
Tahun 2006... 185 57. Disagregasi Multiplier Sektor Angkutan Darat Provinsi Kalimantan
Timur Tahun 2006... 187 58. Disagregasi Multiplier Sektor Angkutan Laut, Sungai dan
Penyeberangan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006 ... 189 59. Disagregasi Multiplier Sektor Angkutan Udara Provinsi Kalimantan
Timur Tahun 2006... 190 60. Disagregasi Multiplier Sektor Pos, Telekomunikasi dan Jasa
Penunjangnya Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006 ... 191 61. Disagregasi Multiplier Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih Provinsi
Kalimantan Timur Tahun 2006 ... 193 62. Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Terhadap Tenaga Kerja,
Pendapatan dan Nilai Tambah di Provinsi Kalimantan Timur
xx
64. Volume Perda gangan Antar Kabupa ten di Kota Balikpapan Dengan Mitra Dagang Wilayah Utara Kalimantan Timur Tahun 2006 ... 206 65. Volume Perdagangan Antar Kabupa ten di Kabupaten Malinau dengan
Mitra Dagang Wilayah Selatan Kalimantan Timur Tahun 2006 ... 206 66. Dampak Pembangunan Infrastruktur Terhadap Nilai Tambah, Tenaga
Kerja dan Pendapatan di Kalimantan Timur Tahun 2006... 210 67. Dampak Pembangunan Sektor Infrastruktur Terhadap Ketimpangan
PDRB Per Kapita, Tenaga Kerja, Pendapatan dan Output Antar Wilayah di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006... 217 68. Selisih Indeks Ketimpangan Hasil Simulasi Kebijakan dengan Indeks
Ketimpangan dengan Tahun Dasar 2006 ... 217 69. Dampak Pembangunan Sektor Infrastruktur Terhadap Perekonomian
Wilayah Dalam Kebijakan Pemekaran Wilayah Provinsi Kalimantan
xxi
Nomor Halaman
1. Perkembangan Pendapatan Per Kapita Provinsi Kalimantan Timur Wilayah Selatan da n Utara Berdasarka n Harga Konstan Tahun 2000
Tahun 2006-2009 ... 11 2. Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Kalimantan Timur Menurut
Kabupaten/Kota Tahun 2009 ... 12 3. Pertumbuhan Eko nomi ... 32 4. Dampak Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 35
5. Model Sederhana Input-Output ... 45 6. Kerangka Pemikiran Dampak Pembangunan Infrastruktur Terhadap
Perekonomian Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Berdasarkan
Pendekatan Model Input-Output Antar Wilayah ... 83 7. Kerangka Penyusunan Tabel Input-Output Antar Wilayah Provinsi
Kalimantan Timur Tahun 2006 ... 120 8. Produktivitas Regional Tenaga Kerja di Wilayah Selatan dan Utara
Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2007-2009 ... 203
xxii
Nomor Halaman
1. Strukt ur Input-Output Antar Wilayah Kalimantan Timur Tahun 2006 ... 238 2. Matriks Koefisien Input Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006 ... 239 3. Matriks Multiplier Antar Wilayah Kaltimsela ke Kaltimtara Tahun 2006 .. 245 4. Matriks Multiplier Wilayah Sendiri Kaltimsela Tahun 2006... 247 5. Matriks Multiplier Antar Wilayah Kaltimtara ke Kaltimsela Tahun 2006 . 249 6. Matriks Multiplier Wilayah Sendiri Kaltimtara Tahun 2006... 251 7. Produk Domestik Regional Bruto Berdasarkan Harga Konstan 2000
1.1. Latar Belakang
Ketersediaan infrastruktur, seperti jalan, pelabuhan, sistem penyediaan
tenaga listrik, irigasi, sistem penyediaan air bersih, sanitasi, dan sebagainya yang
merupaka n social overhead capital, memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan
tingkat perkembangan wilayah, antara lain dicirikan oleh laju pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari kenyataan
bahwa daerah yang mempunyai kelengkapan sistem infrastruktur yang lebih baik,
mempunyai tingka t laju pertumbuhan eko nomi da n kesejahteraan masyarakat
yang lebih baik pula, dibandingkan dengan daerah yang mempunyai kelengkapan
infrastruktur yang terbatas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penyediaan
infrastruktur merupakan faktor kunci dalam mendukung pembangunan wilayah
(Kirmanto, 2005).
Pemerintah telah memprioritaskan peningkatan pembangunan proyek
infrastruktur dalam agenda bersama pemerintah daerah, dunia usaha dan
perbankan untuk menjaga gerak sektor riil yang mengalami tekanan karena
dampak krisis keuangan global. Peningkatan pembangunan proyek infrastruktur di
seluruh Indonesia seperti jalan, jembatan, pelabuhan, dermaga, energi,
perhubungan dan perumahan dimaksudkan untuk mengatasi gelombang
pengangguran. Selain akan menyerap tenaga kerja, proyek infrastruktur juga
membuat perekonomian akan bergerak. Untuk ini anggaran infrastruktur telah
diprioritaskan pengalokasiannya dalam APBN dan APBD. Diharapkan dengan
perekonomian yang diperlukan untuk menggerakkan sektor riil bisa ditingkatkan
lebih baik lagi (Vibiz Regional Research, 2008).
Pertumbuhan sektor infrastruktur di Provinsi Kalimantan Timur jika
dianalisa berdasarkan angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terlihat
sangat cepat, rata-rata mencapai 8.70% per tahun selama periode 2006-2009.
Sektor infrastruktur yang mengalami pertumbuhan paling tinggi adalah sektor
bangunan yakni sebesar 9.17% per tahun, kemudian sektor pengangkutan dan
komunikasi sebesar 8.60% per tahun, dan terakhir sektor listrik, gas dan air bersih
sebesar 5.60% per tahun. Kecenderungan seperti itu seharusnya pembangunan
infrastruktur dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan
Timur lebih tinggi. Namun dalam kenyataannya pertumbuhan ekonomi Provinsi
Kalimantan Timur berjalan sangat lamba t. Periode 2006-2009 misalkan,
pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Timur hanya mencapai 2.95% per
tahun, paling rendah untuk seluruh wilayah Kalimantan (BPS Provinsi
Kalimantan Timur, 2010).
Salah satu faktor yang menjadi penyebab mengapa sektor infrastruktur
selama ini kurang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan
Timur karena terbatasnya infrastruktur dan kesenjangan dalam penyediaan
infrastruktur. Meskipun pertumbuhan regional sektor infrastruktur berjalan cepat,
namun karena secara fisik ketersediaannya sangat kurang dan timpang
menyebabkan backward dan forward effect yang dihasilkan menjadi rendah dalam
pereko nomian wilayah. Selain itu juga mengakibatkan investasi sulit masuk,
konsumsi masyarakat rendah, distribusi dan mobilitas barang terhambat, membuat
menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang rendah. Fenomena ini telah
membuktikan bahwa pembangunan infrastruktur sangat mempengaruhi
perekonomian wilayah Kalimantan Timur. Dalam studi yang dilakukan oleh
lembaga penelitian Vibiz Regional Research (2008) telah ditemukan bahwa
pertumbuhan infrastruktur telekomunikasi, jalan, irigasi teknis dan listrik
berhubungan positif terhadap pertumbuhan output pertanian dan non pertanian
yang dihasilka n. Selain itu pertumbuhan infrastrukt ur jalan, telekomunikasi,
listrik, dan irigasi juga berpengaruh secara positif terhadap pertumbuhan investasi.
Infrastruktur merupakan pemicu pembangunan suatu kawasan. Disparitas
kesejahteraan antar kawasan juga dapat diidentifikasi dari kesenjangan
aksesibilitas pelayanan sarana dan prasarana ekonomi dan sosial antara wilayah
satu dengan wilayah lain. Misalkan untuk infrastruktur jalan pada tahun 2009,
terlihat Kota Bontang mempunyai rasio aksesbilitas jalan yang paling tinggi yakni
sebesar 1.36 km/km2, kemudian Samarinda sebesar 1.01 km/km2, Balikpapan
sebesar 0.91 km/km2, dan Tarakan sebesar 0.70 km/km2. Sedangka n untuk
wilayah-wilayah lainnya mempunyai rasio aksesbilitas di bawah 0.3 km/km2, di
mana yang paling rendah adalah Kabupaten Malinau dengan rasio aksesbilitas
hanya 0.01 km/km2 (BPS Provinsi Kalimantan Timur, 2010). Selain itu untuk
transpor tasi udara saat ini hanya terdapat empat simpul wilayah yang menjadi lalu
lintas penerbangan di Provinsi Kalimantan Timur, yakni Sepinggan di Balikpapan
yang melayani penerbangan luar provinsi, serta Termindung di Samarinda, Juwata
di Tarakan dan Kalimarau di Berau, ketiganya untuk melayani penerbangan
perintis. Kemudian dari infrastruktur telekomunikasi, saat ini pelayanan jasa
yang mempunyai 66.949 Sistem Sambungan Telepon (SST), Samarinda sebanyak
75.692 SST dan Tarakan sebanyak 24.349 SST. Pelayanan infrastruktur sosial
dasar lainnya seperti sekolah dan rumah sakit, juga terlihat tidak seimbang antar
wilayah. Seba gai contoh untuk gedung SLTA (Seko lah Lanjutan Tingkat Atas), di
Samarinda dan Kutai Kartanegara masing- masing terdapat gedung SMU (Sekolah
Menengah Umum) da n SMK (Sekolah Menengah Kejurua n) sebanyak 92 dan 79
unit, sedangkan di wilayah Nunukan hanya ada 14 unit dan Bulungan sebanyak 16
unit.
Ketimpangan dalam penyediaan infrastruktur membuat disparitas ekonomi
antar wilayah membesar. Daerah-daerah yang dapat menyediakan infrastruktur
dengan memadai pada umumnya memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi
dibandingkan daerah-daerah yang minim dengan infrastruktur. Misalkan untuk
periode 2006-2009, Kabupaten Bontang sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan
industri yang mempunyai infrastruktur sangat memadai memiliki pendapatan per
kapita sebesar Rp. 185.94 juta per tahun, paling tinggi diantara semua wilayah di
Provinsi Kalimantan Timur. Sedangka n Kabupaten Malina u yang terletak di
pedalaman dengan infrastrukt ur yang sangat tidak memadai hanya memiliki
pendapatan per kapita Rp. 9.36 juta per tahun untuk periode yang sama.
Fungsi strategis infrastruktur sangat jelas. Tanpa adanya pembangunan
infrastruktur transportasi, kegiatan ekonomi antar wilayah ba ik itu mencakup
aliran barang maupun orang akan berjalan lambat. Sebaliknya, dengan
pembangunan infrastruktur transportasi pergerakan barang atau orang antar
wilayah semakin meningkat dan cepat. Ini berarti dapat dikatakan bahwa ada
dengan aktivitas perekonomian antar wilayah. Keterkaitan wilayah fisik (physical
linkages) seperti ini akan mendukung terciptanya (1) keterkaitan wilayah secara
ekonomi (economic linkages) terutama ketersediaan sumberdaya, pola aliran
barang dan jasa, keterkaitan produksi, komoditas unggulan maupun aliran modal
dan pendapatan, (2) keterkaitan wilayah dalam pergerakan dan perpindahan
penduduk (population movement linkages) baik migrasi tetap maupun migrasi
musiman terkait dengan kegiatan ekonomi, dan (3) keterkaitan teknologi
(technological linkages) baik teknologi produksi, teknologi informasi maupun
teknologi telekomunikasi (Adisasmita, 2005). Dengan demikian pembangunan
infrastruktur transportasi selain memberi dampak pada wilayah dimana
infrastruktur tersebut dibangun, juga akan membawa efek terhadap
wilayah-wilayah lain yang terkait dengannya.
Alim (2006 ) mengatakan bahwa keterkaitan ekonomi antara dua wilayah
akan memberikan pengaruh tidak hanya secara internal tetapi juga secara
eksternal dari setiap perubahan ekonomi di suatu wilayah. Artinya, bila terjadi
gejolak (shock) ekonomi di suatu wilayah, maka gejolak tersebut disamping
memberikan pengaruh terhadap perekonomian wilayah sendiri (self-influence),
juga terhadap perekonomian wilayah lain (spillover effect). Posisi saling
mempengaruhi inilah yang membuka peluang terjadi atau tidaknya penyempitan
kesenjangan ekonomi antar wilayah.
Menyadari akan pentingnya infrastruktur dalam mendorong dan menjaga
keseimbangan pertumbuhan ekonomi antar wilayah, serta mengurangi
ketimpangan antar wilayah, pemerintah daerah sebagai pemain utama dalam
infrastruktur dan memprioritaskan infrastruktur dalam rencana pembangunan
regional, sehingga infrastruktur dapat dibenahi baik secara kuantitas maupun
kualitas. Berdasarkan konsep pemikiran ini maka sangatlah relevan jika isu
mengenai dampak pembangunan infrastruktur terhadap perekonomian wilayah
Kalimantan Timur dikaji dan dianalisis. Selain itu mengingat begitu pentingnya
keberadaan infrastruktur, sudah sepatutnya jika pembangunan infrastruktur
mendapatkan prioritas utama dalam pembangunan daerah Provinsi Kalimantan
Timur.
Mendo rong keterka itan antar wilayah yang sinergis, lebih berimbang dan
sekaligus menciptakan pertumbuhan yang berkelanjutan, identifikasi struktur
keterkaitan aktivitas lintas wilayah dan lintas sektor menjadi penting. Melalui
analisis Input-Output (I-O) antar wilayah dapat dilihat secara jelas bagaimana
keterkaitan antar sektor dan antar wilayah itu terjadi, yang direfleksikan melalui
keterkaitan ke belakang (backward linkage), keterkaitan ke depan (forward
linkage) dan dampak berganda sektor atau wilayah. Penyusunan I-O antar wilayah
tidak membutuhkan data dan persamaan yang rumit serta kompleks, meskipun
demikian dengan menggunakan persamaan tertentu dan sederhana dapat
dijelaskan bagaimana dampak infrastruktur terhadap pendapatan rumahtangga,
nilai tambah perekonomian wilayah secara sektoral maupun antar wilayah.
Dibutuhkan tiga asumsi dasar yang selalu menjadi panduan dalam
membangun sebuah matriks Input-Output, yaitu (1) asumsi homogenitas, (2)
asumsi proporsionalitas, da n (3) asumsi additivitas. Berdasarkan ketiga asumsi
tersebut, penerapan tabel input-output akhirnya mengandung beberapa
antar sektor produksi kurang realitis, sekalipun itu dalam jangka pendek, (2)
asumsi tentang persamaan linier membuat mode l Input-Output sangat ketat dan
kaku di dalam melihat persamaan-persamaan fungsi produksi lainnya, dan (3)
mod el Input-Output hanya terbatas pada sisi produksi perekonomian. Sehingga
faktor- faktor ekonomi lainnya di luar sisi produksi, terlebih lagi faktor
non-ekonomi, tidak lagi diperhatikan atau ditampilkan dalam analisis I-O.
Terkait dengan kelebihan dan keterbatasan alat analisis antar wilayah di
atas, maka dalam studi ini akhirnya dipilih model I-O antar wilayah untuk
menjawab permasalahan yang telah ditetapkan. Meskipun model ini mengandung
beberapa keterbatasan, tetapi suda h mampu mengako moda sika n tujuan-tujuan
yang ingin dicapai dalam studi ini.
1.2. Perumusan Masalah
Terdapat dua sektor ekonomi yang menjadi tumpuan perekonomian
wilayah Kalimantan Timur selama ini yakni sektor pertambangan dan industri.
Kontribusi sektor pertambangan miga s da n non migas da lam struktur Prod uk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Kalimantan Timur selama periode
2006-2009 adalah sebesar 39.37% per tahun. Adapun sektor industri rata-rata
sebesar 32.16% per tahun untuk periode yang sama. Kedua sektor tersebut
mendominasi PDRB Provinsi Kalimantan Timur rata-rata sebesar 71.53% per
tahun. Sisanya 28.47% tersebar ke sektor-sektor ekonomi lainnya, dimana yang
cukup besar andilnya adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar
8.07% per tahun, serta sektor pertanian sebesar 6.72% per tahun (BPS Provinsi
Memperhatikan struktur perekonomian di atas, dapat dikatakan bahwa
secara sektoral perekonomian Provinsi Kalimantan Timur sedang mengalami
ketimpangan yang cukup tinggi, karena hanya dua sektor yang mendominasi
pembentukan PDRB selama ini yakni sektor pertambangan dan industri.
Ketimpangan sektoral tersebut semakin tampak lebih lebar jika diamati dalam
perkembangan ekspor Provinsi Kalimantan Timur. Selama periode 2006-2009
misalkan, ekspor Provinsi Kalimantan Timur lebih banyak bertumpu pada sektor
pertambangan migas, dengan rata-rata kontribusinya sekitar 65.06% per tahun,
sisanya 39.94% per tahun merupakan ekspor hasil non migas yang tersebar pada
komoditas pertanian, kehutanan, perikanan dan industri (BPS Provinsi Kalimantan
Timur, 2010).
Selain menimbulkan ketimpangan sektoral, sektor pertambangan yang
dominan juga mengakibatkan ketimpangan antar wilayah. Daerah-daerah yang
sangat kaya dengan sumberdaya tambang seperti Bontang, K utai Kartanegara, dan
Balikpapan memiliki pendapatan wilayah yang lebih tinggi dibandingkan dengan
daerah-daerah yang lain. Dalam kompos isi PDRB Provinsi Kalimantan Timur,
ketiga daerah tersebut menguasai pangsa PDRB wilayah sekitar 61.13% per tahun
sepanjang periode 2006-2009 (BPS Provinsi Kalimantan Timur, 2010).
Harapan agar pengembangan pada pusat-pusat pertumbuhan ekonomi
Balikpapan, Kutai Kartanegara dan Bontang dapat memberi trickle down effect
terhadap kemajuan kabupaten lainnya di Provinsi Kalimantan Timur tidak
sepenuhnya terjadi. Efek pembangunan dari pusat-pusat pertumbuhan eko nomi
lebih banyak dirasakan hanya pada wilayah-wilayah yang berdekatan dengan
Timur. Sedangkan untuk daerah-daerah yang semakin jauh terletak di wilayah
Utara, semuanya tidak banyak mendapat efek tersebut. Sebagai indikatornya dapat
diperhatikan perkembangan pendapatan per kapita Provinsi Kalimantan Timur
periode 2006-2009.
Tabe l 1. Perkembangan Pendapatan Per Kapita Provinsi Kalimantan Timur Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Kabupaten/ Kota Tahun 2006-2009
(juta rupiah/tahun)
Wilayah Kabupaten/Kota 2006 2007 2008 2009 Rata-rata
Selatan
Paser 20.71 23.15 24.55 26.21 23.65
Kutai Barat 16.19 17.01 17.94 18.95 17.52
Kutai Kartanegara 53.67 50.51 51.88 52.09 52.04
Kutai Timur 75.52 79.44 76.71 78.92 77.65
Penaja m PU 13.25 13.61 14.14 14.49 13.87
Ba likpapan 27.09 27.11 29.88 30.05 28.53
Sa marinda 16.60 16.93 17.56 18.16 17.31
Bontang 201.33 187.53 182.94 171.98 185.94
Utara
Berau 17.74 18.02 18.20 18.55 18.13
Tarakan 12.32 12.51 12.71 12.78 12.58
Malinau 9.13 9.19 9.41 9.73 9.36
Bulungan 9.09 9.27 9.93 10.09 9.59
Nunukan 10.16 9.94 9.77 9.55 9.86
Provinsi Ka limantan Timu r 32.69 32.53 33.32 33.33 32.97
Sumber : BPS Provinsi Provinsi Kalimantan Timur (2010)
Pada Tabel 1 terlihat bahwa selama periode 2006-2009 tingkat pendapatan
per kapita untuk daerah-daerah yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di
Provinsi Kalimantan Timur, seperti Bontang, Balikpapan, Kutai Timur dan Kutai
Kartanegara selalu lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya. Pendapatan per
kapita Kabupaten Bontang sepanjang periode tersebut rata-rata sekitar Rp. 185.94
juta per tahun, sedangkan Kutai Timur sebesar Rp. 77.65 juta per tahun, Kutai
Kartanegara sebesar Rp. 52.04 juta per tahun, dan Balikpapan sebesar Rp. 28.53
[image:32.596.107.516.254.469.2]Daerah-daerah yang berdekatan dan letaknya sama dengan
wilayah-wilayah tersebut, yakni di Selatan seperti Kabupaten Paser dan Kutai Barat
mempunyai pendapatan per kapita yang lebih tinggi dibandingkan dengan
daerah-daerah yang terletak di sebelah Utara da n jauh dari pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi Provinsi Kalimantan Timur seperti Nunukan, Malinau dan Bulungan.
Ketiga daerah ini mempunyai pendapatan per kapita rata-rata di bawah Rp. 10 juta
per tahun, kalah jauh dibandingkan dengan Kabupaten Paser yang mempunyai
pendapatan per kapita sebesar Rp. 23.65 juta per tahun atau dengan Kutai Barat
sebesar Rp. 17.52 juta per tahun.
Perbedaan di atas akan semakin jelas jika perkembangan pendapatan per
kapita di Kalimantan Timur langsung dibagi atas dua wilayah, yakni wilayah
Selatan yang terdiri atas Kabupaten Bontang, Balikpapan, Samarinda, Kutai
Kartanegera, Kutai Timur, Kutai Barat, Penajem Paser Utara dan Pasir, serta
wilayah Utara yang terbagi atas Kabupaten Tarakan, Bulungan, Nunukan, Berau
dan Malinau.
Tabel 2. Perkembangan Pendapatan Per Kapita Provinsi Kalimantan Timur Wilayah Selatan dan Utara Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 Tahun 2006-2009
(juta rupiah/tahun)
Tahun Selatan Utara Kesenjangan
2006 53.04 11.69 41.36
2007 51.91 11.79 40.12
2008 51.95 12.00 39.95
2009 51.36 12.14 39.22
Rata-rata 52.07 11.90 40.16
Sumber : BPS Provinsi Ka limantan Timu r, 2010
: Kalimantan Timur W ilayah Uta ra : Kalimantan Timur W ilayah Se latan
Gambar 1. Perkembangan Pendapatan Per Kapita Provinsi Kalimantan Timur Wilayah Selatan dan Utara Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 Periode 2006-2009
Pada Tabel 2 dan Gambar 1 tingkat kesenjangan pendapatan antara
wilayah Selatan dengan Utara sangat tinggi sekali rata-rata mencapai 40.16 juta
rupiah per tahun, dengan kata lainnya pendapatan per kapita di wilayah Selatan
sekitar 40.16 juta rupiah lebih tinggi dibandingkan pendapatan per kapita di
wilayah Utara. Meskipun terlihat kecil perubahannya dari tahun ke tahun, namun
ada kecenderungan bahwa tingkat kesenjangan pendapatan per kapita antara
kedua wilayah tersebut menurun setiap tahunnya, dimana pada tahun 2006 tingkat
kesenjangannya adalah 41.36 juta rupiah, kemudian pada tahun 2009 terakhir
sebesar 39.22 juta rupiah. Ini berarti ada penurunan tingkat kesenjangan antara
wilayah Selatan dengan Utara sekitar 1.72% per tahun
ju
ta
r
u
p
ia
h
/ta
h
u
n 53.04 51.91 51.95
51.36
11.69 11.79 12.00 12.14
0 10 20 30 40 50 60
2006 2007 2008 2009
[image:34.596.112.514.181.366.2]Pendalaman mengenai ketimpangan antar wilayah ini akan semakin jelas
jika diperhatikan pada kesenjangan kesejahteraan penduduk antar wilayah yang
diukur dengan tingkat kemiskinan. Pada pusat-pusat pertumbuhan ekonomi
Kalimantan Timur seperti Samarinda, Balikpapan dan Bontang, persentase
[image:35.596.105.532.216.750.2]penduduk miskinnya paling rendah dibandingkan semua wilayah.
Tabel 3. Persentase dan Garis Kemiskinan di Provinsi Kalimantan Timur Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2009
Wilayah Kabupaten/Kota
Garis Ke miskinan (Rp) Penduduk Miskin (ribu orang) Persentase Penduduk Miskin (%) Selatan
Paser 223 208 18.37 10.11
Kutai Barat 245 687 14.30 8.97
Kutai Kartanegara 248 209 42.48 8.03
Kutai Timur 273 021 22.89 11.88
Penaja m PU 234 325 14.30 11.38
Ba likpapan 281 245 18.44 3.58
Sa marinda 306 730 28.97 4.84
Bontang 285 402 9.03 6.66
Utara
Berau 279 428 10.13 5.90
Tarakan 300 459 18.41 9.65
Malinau 289 548 10.35 16.55
Bulungan 229 979 16.50 15.96
Nunukan 211 809 18.85 13.47
Provinsi Kalimantan Timur 261,185 239 220 7.73
Sumber : BPS Provinsi Provinsi Kalimantan Timur (2010)
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2010
Gambar 2. Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Kalimantan Timur Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2009
10,11 8,97 8,03 11,88 11,38 3,58 4,84 6,66 5,9 9,65 16,55 15,96 13,47 7,73 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 P as er K u tai B ar at K u tai K ar tan eg ar a K u ta i T im u r P en aj aa m P as ir Ut a m a B al ik p a p an S am ar in d a B ont a ng B er au T ar ak an M a lin a u B ul ung a n N unuka n K a lim a n T im u r
Sebagaimana yang dipaparkan dalam Tabel 3 dan Gambar 2, persentase
penduduk miskin di Balikpapan hanya sebesar 3.58%, kemudian di Samarinda
sebesar 4.84% dan Bontang sebesar 6.66%. Ini berarti jumlah penduduk yang
tergolong tidak miskin pada ketiga wilayah tersebut rata-rata di atas 94% lebih.
Kabupaten lain yang berdekatan dengan ketiga pusat pertumbuhan ekonomi
tersebut yakni wilayah Selatan, umumnya mempunyai tingkat kemiskinan yang
jauh lebih rendah dibandingkan sebagian daerah yang terletak di sebelah Utara,
sebagai contoh antara Kabupa ten Kutai Timur dengan Malinau. Untuk wilayah
Selatan, tingkat persentase penduduk miskin di Kutai Timur tergolong paling
tinggi yakni sebesar 11.88%. Meskipun demikian, tingkat kemiskinan ini masih
jauh lebih rendah dibandingkan Kabupaten Nunukan yang berada di sebelah Utara
yang mempunyai pe rsentase pe nduduk miskin sebesar 13.47%. Pada hal untuk
wilayah Utara, kabupaten ini merupakan daerah yang mempunyai pe nduduk
miskin keempat paling rendah. Secara rata-rata dapat dikatakan bahwa jumlah
penduduk miskin di wilayah Selatan Kalimantan Timur hanya berkisar 8,81%,
sedangkan pada wilayah Utara sebesar 11.54%.
Adanya fenomena kesenjangan pendapatan dan kesejahteraan pe nduduk
antarwilayah di atas membuktikan bahwa spill over effect pembangunan pada
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang terletak di wilayah Selatan yang
diharapkan menetes ke daerah-daerah lain pada wilayah Utara sepertinya tidak
terlaksana optimal, karena ketimpangan antarwilayah semakin meningkat setiap
tahunnya. Banyak faktor yang menyebabkan mengapa kesenjangan tersebut masih
mewarnai pembangunan ekonomi Kalimantan Timur selama ini. Salah satunya
sebagai contoh dalam pembangunan infrastruktur jalan. Untuk mengurangi beban
masalah transportasi, Provinsi Kalimantan Timur telah lama mengupayakan
pengembangan infrastruktur jalan sebagai salah satu alternatif utama untuk
memperlancar arus transpor tasi. Akan tetapi, ternyata belum dapat berjalan baik
sampai kini, dalam kurun waktu 2006-2009 misalnya, pengalokasian dana untuk
pembangunan infrastruktur jalan Provinsi Kalimantan Timur yang bersumber dari
dana APBD dan APBN hanya dapat mengerjakan jalan sepanjang 11.414.89 km,
yakni dari total panjang jalan tersebut diperkirakan 70% yang berada dalam
keadaan baik, sedangkan 30% dalam keadaan rusak.
Tabel 4. Infrastruktur Jalan di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2009
Wilayah Kabupaten/Kota Luas Wilayah (km2) Panjang Jalan (km) Rasio Aksesbilitas (km/ km2)
Selatan
Paser 10 936.38 1 082.98 0.0990
Kutai Barat 30 943.79 802.42 0.0259
Kutai Kartanegara 26 326.00 2 156.61 0.0819
Kutai Timur 31 884.59 1 616.23 0.0507
Penaja m PU 3 209.66 752.63 0.2345
Ba likpapan 560.70 508.82 0.9075
Sa marinda 718.23 725.52 1.0101
Bontang 251.81 177.44 0.7047
Utara
Berau 22 521.71 1 337.81 0.0594
Tarakan 251.81 177.44 0.7047
Malinau 39 799.88 528.76 0.0133
Bulungan 17 249.61 980.59 0.0568
Nunukan 13 875.42 522.67 0.0377
Provinsi Ka limantan Timu r 198 441.17 11 414.89 0.0575
Sumber : BPS Provinsi Provinsi Kalimantan Timur (2010)
Kondisi di atas semakin diperburuk dengan adanya ketimpangan
pembangunan jalan antarwilayah. Ketimpangan dalam Rasio aksesbilitas jalan
menunjukkan kondisi tersebut, perhatikan Tabel 4. Jika diperhatikan dengan
seksama, pada Tabel 4 rata-rata rasio aksesbilitas di wilayah Selatan untuk tahun
2009 adalah sebesar 0.3893 dan wilayah Utara sebesar 0.1744. Hal ini berarti
sedangkan untuk wilayah Utara hanya sepanjang 0.1744 km. Jelas dengan
ketersediaan infrastruktur jalan yang timpang seperti ini membuat pelaksanaan
pembangunan daerah di Provinsi Kalimantan Timur menjadi tidak merata.
Keterbatasan infrastruktur jalan tersebut mengakibatkan rentang kendali
pemerintah daerah yang berpusat di wilayah Selatan menjadi panjang dan sulit
menjangka u daerah-daerah di sebelah Utara. Dampaknya percepatan
pembangunan di wilayah Utara sulit dilakukan. Melihat fakta ini, dapat dikatakan
bahwa pembangunan infrastruktur transportasi yang dijalankan oleh pemerintah
daerah belum dapat berjalan sesuai fungsinya secara utuh. Meski fungsi mediasi
transpor tasi sebagai penghubung antara wilayah Selatan dan Utara sudah
terlaksana, namun akibat konsentrasi pembangunan infrastruktur berada di sekitar
wilayah Selatan, maka ketimpangan pembangunan diantara dua wilayah tersebut
tidak dapat dihindari.
Tanpa pembangunan infrastruktur yang mencukupi, kegiatan investasi
pembangunan seperti kegiatan produksi, jelas tidak akan meningkat secara
signifikan. Sebagai misal untuk periode 2006-2009, meskipun pertumbuhan sektor
infrastruktur tumbuh pesat mencapai 8.70% per tahun (BPS Provinsi Kalimantan
Timur, 2010), namun kenyataannya tidak mampu mendorong sektor-sektor
produksi lain seperti sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, da n industri
yang tumbuh rata-rata-rata di bawah 3% per tahun, akibatnya laju pertumbuhan
ekonomi wilayah juga berjalan lambat. Di samping itu kelihatan pembangunan
infrastruktur yang dilakukan selama ini belum dapat mengurangi ketimpangan
Membangun infrastruktur fisik, misalkan jalan dan jembatan,
membutuhkan beberapa tahapan yang dimulai dari masa persiapan, kontruksi
hingga pemeliharaan. Setiap tahapan pembangunan yang dikerjakan akan
menyerap lapangan kerja. Hal ini karena pembangunan infrastruktur umumnya
merupakan padat karya, yang banyak menyerap lapangan kerja bagi tenaga
profesional, operator, produksi, buruh kasar, hingga administrasi. Oleh sebab itu
dengan semakin besar stimulus fiskal pada pembangunan infrastruktur, maka
secara tidak langsung akan mempengaruhi pertambahan pendapatan tenaga kerja,
yang pada akhirnya akan memberi pengaruh juga terhadap pertambahan
pendapatan rumahtangga sebagai pemilik faktor tenaga kerja.
Tabel 5. Struktur Tenaga Kerja Sektoral di Provinsi Kalimantan Timur Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2007
(%)
Kabupaten/Kota Pertanian
Pertamb & Penggl Industri Listrik, Gas dan Air Minum Konstruksi Transp, Komks & Pergudg
Jasa Lain Total
Wilayah Selatan:
Pasir 55.63 5.90 2.00 0.40 5.44 3.73 26.89 100.00 Kubar 70.48 5.57 2.87 0.21 1.33 0.88 18.65 100.00 Kutai 41.35 9.85 5.64 0.21 7.43 5.27 30.25 100.00 Kutim 59.67 9.90 2.75 0.33 5.25 3.94 18.16 100.00 Penajam PU 53.05 1.55 9.52 0.25 4.90 6.76 23.98 100.00 Balikpapan 5.72 6.29 9.52 0.46 10.88 11.38 55.75 100.00 Samarinda 7.60 3.79 12.43 0.57 4.03 9.95 61.63 100.00 Bontang 11.24 6.72 16.41 0.49 11.57 7.01 46.56 100.00 Wilayah Utara:
Tarakan 19.52 1.26 15.88 0.64 7.44 9.68 45.59 100.00 Berau 44.35 6.66 4.30 1.21 6.41 4.78 32.30 100.00 Malinau 68.53 1.11 0.66 0.27 2.58 2.37 24.48 100.00 Bulungan 57.25 2.48 4.72 0.13 3.38 4.01 28.03 100.00 Nunukan 59.08 0.48 1.36 0.41 7.14 4.54 27.00 100.00 Kaltim 33.87 5.70 7.60 0.43 6.34 6.80 39.26 100.00 Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur (2007)
Fakta menunjukkan bahwa peranan sektor-sektor infrastruktur dalam
menyerap tenaga kerja di Kalimantan Timur ternyata sangat renda h. Keadaan di
Tabel 5. Secara keseluruhan sektor-sektor infrastruktur (konstruksi, listrik, gas
dan air minum serta sektor transpor tasi) rata-rata hanya mampu menyerap
lapangan kerja sekitar 4.52%, jauh sekali dibandingkan sektor-sektor yang lain.
Begitu juga jika diperhatikan antar wilayah, ko ntribusi sektor-sektor infrastruktur
dalam menyerap lapangan kerja di setiap kota/kabupaten Kalimantan Timur
sangat rendah, terkecuali di Kota Balikpapan saja yang cukup besar kontribusinya.
Pembangunan infrastruktur fisik di Kalimantan Timur memang terus
meningkat, akan tetapi penyediaan yang ada belum mampu menjawab kekurangan
permintaan. Hal ini berarti terjadi excess demand antara penyediaan dan
permintaan, yang sekaligus juga menandakan terjadinya kekurangan dana
penyediaan infrastruktur oleh pemerintah daerah. Kondisi ini pada akhirnya
menyebabkan memburuknya kualitas pelayanan infrastruktur dan tertundanya
pembangunan infrastruktur baru, yang akhirnya mengurangi peranan infrastruktur
dalam mendorong perekonomian wilayah, menyerap lapangan kerja, mengatasi
ketimpangan antarwilayah, dan mempersulit upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Akiba t keterbatasan infrastruktur dalam menjangkau daerah-daerah
sebelah Utara, rentang kendali dari pusat-pusat pertumbuhan eko nomi terutama
Samarinda, ke daerah Tarakan, Berau, Nunukan, Bulungan dan Malinau menjadi
sulit dilakukan. Akhirnya, untuk mendekatkan pihak pengambil kebijakan (yang
bertempat di ibu kota pemerintahan daerah) dengan masyarakat, daerah-daerah di
sebelah Utara ini memandang perlu untuk memekarkan diri dari provinsi induk
Kalimantan Timur menjadi Provinsi Kalimantan Utara. Upaya pemekaran wilayah
pembangunan daerah melalui peningkatan kualitas dan kemudahan memperoleh
pelayanan bagi masyarakat, serta meningkatkan efektifitas penyelenggaraan
pemerintahan dan pengelolaan pembangunan.
Menurut Hermanislamet (2005) dalam Effendy (2007) terdapat beberapa
alasan mengapa pemekaran wilayah sekarang menjadi salah satu pendekatan yang
cukup diminati dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah
dan peningkatan pelayanan publik, yaitu (1) keinginan untuk menyediakan
pelayanan publik yang lebih baik dalam wilayah kewenangan yang terbatas atau
terukur, (2) memberi pelayanan publik sesuai kebutuhan lokal yang lebih tersedia,
(3) mempercepat pertumbuhan ekonomi setempat melalui perbaikan kerangka
pengembangan ekonomi daerah berbasiskan potensi lokal, dan (4) penyerapan
tenaga kerja secara lebih luas di semua sektor.
Salah satu studi yang mengungkap dampak positif dari pemekaran adalah
penelitian yang dilakukan oleh LAN (2004) di Kabupaten Tasikmalaya yang telah
membuktikan bahwa sebelum pemekaran wilayah terjadi kesenjangan antara
wilayah yang ada di pe rkot aan de ngan wilayah yang ada di perdesaan.
Kesenjangan tersebut terjadi pada berbagai dimensi kehidupan dan sektor
perekonomian, antara lain kesenjangan pendapatan, pendidikan, kesehatan, dan
kesenjangan sarana dan prasarana umum. Setelah pemekaran dilakukan,
pemerataan pendapatan di Kabupaten Tasikmalaya semakin meningkat.
Pemekaran wilayah juga telah berdampak terhadap peningkatan kontribusi sektor
pertanian terhadap PDRB. Selain itu kebijakan pemekaran wilayah telah
berdampak positif terhadap daerah yang wilayahnya sebagian besar perdesaan
disebabkan program-program pemerintah dalam pembangunan sarana dan
prasarana dasar baik sebelum maupun sesudah pemekaran wilayah diorientasikan
kepada wilayah perdesaan.
Namun studi yang dilakukan oleh Bappenas dan UNDP (2008) yang
menyajikan evaluasi terhadap pemekaran kabupaten yang telah berlangsung di
Indonesia sejak tahun 2000 sampai dengan 2005 menunjukan kondisi yang
berbeda. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa daerah-daerah pemekaran yang
menjadi cakupan wilayah studi, secara umum memang tidak be rada dalam kondisi
awal yang lebih ba ik dibandingkan daerah induk atau daerah kontrol. Setelah lima
tahun dimekarkan, ternyata kondisi daerah pemekaran juga secara umum masih
tetap berada di bawah kondisi daerah induk dan daerah kontrol. Pertumbuhan
ekonomi daerah pe mekaran lebih flukt uatif diba ndingka n de ngan daerah induk
yang relatif stabil dan terus meningkat. Salah satu permasalahan utama yang
menjadi penyebab ketertinggalan daerah pemekaran dari daerah induk maupun
daerah lainnya adalah keterbatasan infrastruktur sosial dan ekonomi yang tersedia.
Berdasarkan kompleksitas permasalahan infrastruktur dalam pembangunan
daerah selama ini, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang diangkat
da lam studi seba gai be rikut :
1. Berapa besar pembangunan sektor infrastruktur dapat meningkatkan nilai
tambah perekonomian, pendapatan masyarakat dan penyerapan tenaga kerja di
Provinsi Kalimantan Timur?
2. Berapa besar pembangunan sektor infrastruktur menciptakan keterkaitan
ekonomi (spill over effect) antara wilayah Selatan da n Utara di Provinsi
3. Berapa besar dampak kebijakan pembangunan sektor infrastruktur
mempengaruhi perekonomian dan ketimpangan antara wilayah Selatan dan
Utara di Provinsi Kalimantan Timur?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak
pembangunan sektor infrastruktur dan pemekaran wilayah Selatan dan Utara
terhadap perekonomian di Provinsi Kalimantan Timur. Sedangkan secara khusus
tuj uan pe nelitian ini ada lah untuk :
1. Menganalisis pengaruh pembangunan sektor infrastruktur terhadap nilai
tambah, pendapatan masyarakat dan penyerapan tenaga kerja di Provinsi
Kalimantan Timur.
2. Menganalisis keterkaitan ekonomi (spill over effect) pembangunan sektor
infrastruktur antara wilayah Selatan dan Utara di Provinsi Kalimantan Timur.
3. Menganalisis dampak pembangunan sektor infrastruktur terhadap
pereko nomian da n ketimpangan antara wilayah Selatan dan Utara di Provinsi
Kalimantan Timur.
Manfaat hasil penelitian iniadalah pemahaman yang lebih mendalam bagi
pe merintah daerah khususnya, dan masyarakat pada umumnya mengenai
pentingnya pembangunan sektor infrastruktur dalam perekonomian wilayah di
Kalimantan Timur.
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingk up dari penelitian ini meliputi wilayah Kalimantan Timur
secara keseluruhan, yang dibagi menjadi dua wilayah yaitu wilayah Selatan dan
sektor-sektor lainnya, peningkatan pendapatan masyarakat, penyerapan tenaga
kerja dan keterkaitan ekonomi antar wilayah.
Sesuai de nga n struktur Tabe l I-O Provinsi Kalimantan Timur,
sektor-sektor produksi yang tergolong sebagai infrastruktur dapat dibagi menjadi dua
bagian yakni infrastruktur fisik dan non fisik. Termasuk infrastruktur fisik adalah
sektor bangunan atau kontruksi. Sedangkan infrastruktur non fisik adalah
sektor-sektor jasa, listrik, gas dan air bersih, angkutan darat, angkutan laut, sungai dan
penyeberangan, angkutan udara, pos, telekomunikasi dan jasa penunjangnya.
Secara konseptual infrastruktur fisik tersebut sebenarnya mencakup kegiatan
pembuatan berupa pemasangan dan perbaikan berat maupun ringan dari semua jenis
konstruksi seperti bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal, pekerjaan umum
untuk pertanian, jalan, jembatan dan pelabuhan, bangunan dan instalasi listrik, air
minum dan komunikasi serta bangunan lainnya. Namun dalam studi kali ini infrastruktur
yang diamati merupakan infrastruktur yang diagregasi menjadi satu sektor saja yakni
sektor bangunan.
Mengamati dampak pembangunan infrastruktur, studi ini lebih terfokus
hanya pada indikator- indikator ekonomi regional yakni nilai tambah, pendapatan
dan penyerapan tenaga kerja, sehingga tidak dapat memotret dampaknya terhadap
kemiskinan, distribusi pendapatan rumahtangga dan faktor- faktor produksi. Selain
itu ketimpangan pendapatan yang menjadi pokok permasalahan dalam studi ini
adalah ketimpangan antar wilayah yang tidak membahas mengenai ketimpangan
antara desa dan kota. Disagregasi wilayah menjadi dua wilayah saja, yakni
Provinsi Kalimantan Timur wilayah Selatan dan Utara membuat studi ini tidak
I-O yang digunaka n merupaka n I-O multiregion yang mendisagregasi wilayah
menjadi banyak kabupaten.
Pemekaran wilayah di Provinsi Kalimantan Timur sampai saat ini hanya
merupakan suatu wacana yang sedang berkembang di masyarakat. Belum
direalisasikan, terkecuali berupa persiapan untuk menuju kondisi tersebut. Hal ini
menyebabkan studi yang dilakukan, khususnya dalam mengamati dampak
kebijakan infrastruktur terhadap perekonomian wilayah baik itu sebelum maupun
sesudah pemekaran hanyalah merupakan sebuah perkiraan saja, tanpa dapat
melakukan evaluasi yang sesungguhnya lebih komprehensif dan riil untuk
mengamati dan menganalisis kebijakan pemekaran tersebut.
1.5. Keterbaruan
1. Membangun Input-Output antar wilayah, yakni antara wilayah Selatan dan Utara di Provinsi Kalimantan Timur, dengan melihat kondisi faktual
keterkaitan transaksi antar wilayah serta adanya rencana pemekaran diri dari
kabupaten yang berada disebelah Utara Provinsi Kalimantan Timur.
2. Studi ini menganalisis dampak pembangunan infrastruktur dalam perekono mian wilayah secara lebih luas lagi atau komprehensif yakni terhadap nilai
tambah, pendapatan masyarakat, penyerapan tenaga kerja, dan ketimpangan
antar wilayah, dengan memperhatikan aspek kemampuan pendanaan
2.1. Konsep Dasar Infrastruktur
Salah satu ko mpo nen pe laya nan publik yang dilakuka n oleh pe merintah
adalah penyediaan infrastruktur. Penyelenggaraan pelayanan umum dalam bentuk
infrastruktur mempunyai pengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat di suatu
wilayah. Dengan infrastruktur yang baik, pertumbuhan ekonomi wilayah akan
lebih mudah tumbuh da n be rke mba ng. Selain itu, kualitas infrastruktur yang ba ik
akan dapat pula meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan
kualitas lingkungan. Lebih lanjut, keberadaan infrastruktur akan mendorong
terjadinya peningkatan produktifitas bagi faktor-faktor produksi dan sebaliknya
apabila mengabaikannya akan menurunkan produktivitas.
Sejauh ini, pengertian infrastruktur sudah sangat luas. Meskipun demikian,
suatu pengertian infrastruktur yang sangat luas diakui pada saat ini adalah
infrastruktur yang berka itan de ngan jalan-jalan raya (roads), saluran pembuangan
(sewer) dan sejenisnya pada sebuah kota atau wilayah tertentu. Karena mengikuti
pengertian wilayah tertent u, ko mpo nen-komponen seperti ini sering
dikelompokkan dan disebut civil infrastructure, municipal infrastructure atau
hanya disebut public works, meskipun komponen-komponen itu dibangun dan
diop erasika n seba gai perusahaan swasta atau perusahaan BUMN (Ja’far, 2007).
The American Heritage Dictionary mendefinisikan infrastruktur adalah
“the basic facilities, services and installations needed for the functioning of a
community or society, such as transportation and communications systems, water
prisons”. Sedangkan dalam laporan Congressional Budget Office (CBO) USA
tahun 1983, infrastruktur didefinisikan: “infrastructure as facilities with the
common characteristics of capital intensiveness and high public investment at all
levels of government. They are, moreover, directly critical to activity in the
nation’s economy”. Pada definisi CBO ini infrastruktur itu terdiri atas
“highways, public transit systems, wastewater treatment works, water resources,
air traffic control, airports, and municipal water supply in this category” (Moteff
dan Parformak, 2004).
Pada dasarnya, infrastruktur memiliki arti yang berbeda-beda tergantung
dari konteksnya namun demikian, umumnya infrastruktur ini dipahami sebagai
suatu produk fisik, seperti: jalan, jaringan drainase, jaringa n air minum dan
instalasi listrik yang terkait dengan konteks infrastruktur sipil dan perkotaan.
Akan tetapi, definisi infrastruktur tidak hanya meliputi pengertian seperti di atas,
prosedur operasi serta kebijakan pembangunan juga merupakan salah satu jenis
infrastruktur. Pembahasan ini kemudian dikenal istilah Hard Infrastructure dan
Soft Infrastructure, yang pada akhirnya kedua jenis infrastruktur ini saling terkait
dalam menciptakan layanan infrastruktur secara utuh. Berdasarkan definisi
tersebut infrastruktur memiliki cakupan yang lebih luas (Soerjo, 2007).
Adanya ancaman teroris yang begitu gencar ke negara Amerika Serikat
semenjak perang dingin dua negara adidaya Amerika Serikat-Uni Soviet usai,
telah menggeser definisi infrastruktur dari kecukupan infrastruktur (infrastructure
adequacy), menjadi perlindungan infrastruktur (infrastructure protection). Setelah
penyerangan 11 September 2001, negara AS akhirnya membentuk Office of
infrastruktur yang meliputi: (1) produksi, transmisi dan distribusi energi serta
fasilitas penting lainnya, (2) utilitas lainnya, (3) telekomunikasi, (4) fasilitas yang
memproduksi, menggunakan, menyimpan atau membuang bahan nuklir, (5)
sistem informasi yang dimiliki publik dan swasta, (6) kegiatan penting nasional,
(7) transportasi termasuk rel, jaringan kereta, pelabuhan laut dan jalur laut, (8)
pelabuhan udara dan penerbangan sipil, dan (9) peternakan, pertanian, sistem
irigasi dan makanan bagi konsumsi manusia (Moteff dan Parformak, 2004).
Salah satu pa nduan de finisi yang lebih lengkap adalah definisi dan
klasifikasi. Menurut Ja’far (2007), dimana infrastruktur yang selama ini
digunakan sebagai indikator daya saing suatu negara. Infrastruktur dipilah
menjadi tiga kategori pokok, yaitu :
1. basic infrastructure, yang meliputi : (a) population and market size, (b)
infrastructure maintenance and development, (c) roads, (d) distribution
infrastructure, (e) railroads, (f) air transportation, (g) water supply, (h)
urbanization, (i) energy, (j) energy production, (k) electricity cost for
industry, dan (l) self-suffiency di bida ng ba han baku non energi.
2. technological infrastructure, yang mencakup: (a) investasi telekomunikasi, (b)
jaringan telepon, (c) pelanggan telepon seluler, (d) ongkos telepon
internasional, (e) koneksi ke internet, (f) electronic commerce, (g) keahlian
IT, da n (h) kerjasama teknologi.
3. scientific infrastructure, yang meliputi: (a) anggaran untuk riset dan
pengembangan, (b) basic research, (c) development and application
technological development, (f) patents granted for resident, (g) securing
pattents abroad, dan (h) science and technology for youth
Menurut Marsuki (2005) infrastruktur pada dasarnya merupakan aset
pemerintah yang dibangun dalam rangka memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Prinsipnya ada dua jenis infrastruktur, yakni infrastruktur pusat dan
daerah. Infrastruktur pusat adalah infrastruktur yang dibangun pemerintah pusat
untuk melayani kebutuhan masyarakat dalam skala nasional, seperti jalan raya
antar provinsi, pelabuhan laut dan udara, jaringan listrik, jaringan gas,
telekomunikasi dan sebagainya. Sedang infrastruktur daerah adalah infrastruktur
yang dibangun pemerintah daerah, seperti penyediaan air bersih, jalan khas untuk
kepentingan daerah pariwisata dan sebagainya.
Ditinjau da ri fungsinya, infrastruktur dibedakan pula menjadi dua yakni
infrastruktur yang menghasilkan pendapatan dan yang tidak menghasilkan
pendapatan. Jenis infrastrukur pertama, umumnya dimanfaatkan sekelompok
masyarakat tertentu, dimana dengan fasilitas yang disediakan masyarakat
penggunanya dikenakan biaya, seperti air bersih, listrik, telepon, taman wisata dan
sebagainya. Jenis infrastruktur kedua, penyediaannya untuk dinikmati masyarakat
umum, seperti jalan raya, jembataan, saluran air irigasi dan sebagainya, sehingga
penggunanya tidak dikenai biaya.
Penyediaan air bersih, listrik, infrastruktur dan sebagainya tidak
sepenuhnya dapat diserahkan berdasarkan mekanisme pasar saja. Ada sekelompok
masyarakat yang tidak dapat menikmati pelayanan publik tertentu (ini berkaitan
dengan aspek pemerataan)