• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja Pertumbuhan Dan Kualitas Daging Ikan Patin (Pangasianodon Hypophthalmus) Yang Diberi Pakan Komersial Dengan Kadar Protein Berbeda.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kinerja Pertumbuhan Dan Kualitas Daging Ikan Patin (Pangasianodon Hypophthalmus) Yang Diberi Pakan Komersial Dengan Kadar Protein Berbeda."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

NOVIEANTO POERNOMO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

KINERJA PERTUMBUHAN DAN KUALITAS DAGING

IKAN PATIN (Pangasianodon hypophthalmus)

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kinerja Pertumbuhan dan Kualitas Daging Ikan Patin (Pangasianodon hypophthalmus) yang diberi Pakan Komersial dengan Kadar Protein Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

NOVIEANTO POERNOMO. Kinerja Pertumbuhan dan Kualitas Daging Ikan Patin (Pangasianodon hypophthalmus) yang diberi Pakan Komersial dengan Kadar Protein Berbeda. Dibimbing oleh NUR BAMBANG PRIYO UTOMO dan ZAFRIL IMRAN AZWAR.

Ikan patin (Pangasianodon hypophthalmus) merupakan salah satu ikan air tawar potensial dalam kegiatan budidaya ikan. Pakan dalam kegiatan budidaya ikan merupakan salah satu faktor penting untuk pertumbuhan dan kualitas daging. Evaluasi mengenai hubungan kualitas pakan terhadap pertumbuhan dan kualitas daging ikan patin telah banyak dilakukan. Namun evaluasi untuk pakan komersial yang digunakan pembudidaya ikan patin terhadap kinerja pertumbuhan dan kualitas daging belum banyak dilakukan. Padahal kenyataannya penggunaan pakan komersial dengan berbagai kualitas dilihat dari kandungan protein banyak beredar dan diminati oleh pembudidaya ikan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja pertumbuhan dan kualitas daging dari ikan patin yang diberi pakan komersial dengan kandungan protein berbeda.

Ikan patin yang digunakan dengan bobot awal 33,61 g ditebar sebanyak 15 ekor/m3 hapa ukuran 2×1×1 m3. Ikan diberi pakan percobaan dua kali sehari secara sekenyangnya (at satiation) selama 60 hari. Penelitian ini didesain dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Pakan yang digunakan adalah pakan komersial dengan 4 kandungan protein yang berbeda: pakan A (18%), pakan B (23%), pakan C (28%) dan pakan D (32%). Parameter uji yang dievaluasi dalam penelitian ini antara lain laju pertumbuhan spesifik (SGR), rasio konversi pakan (FCR), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein (RP), retensi lemak (RL), tingkat kelangsungan hidup (SR), analisis proksimat tubuh ikan, analisis proksimat daging ikan, hepatosomatik indek (HSI), kandungan air, lemak, glikogen hati, lemak belly, edible portion, analisa tekstur daging (kekompakan dan kekenyalan), kolesterol, trigliserida, HDL (High density lipoprotein), kadar glukosa darah.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pakan komersial dengan kadar protein memberikan pengaruh berbeda (P<0,05) terhadap pertambahan bobot tubuh, laju pertumbuhan spesifik, nilai konversi pakan, retensi protein, HSI, lemak hati, glikogen hati, protein daging, lemak daging, dan edible portion. Sedangkan jumlah konsumsi pakan, retensi lemak, kadar air hati, air daging, lemak belly, analisis tekstur daging dan kimia darah (kolesterol, trigliserida, HDL, glukosa darah) tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil penelitian menunjukan bahwa penambahan bobot tubuh, SGR, protein daging tertinggi, FCR terendah, diperoleh pada perlakuan protein pakan 23, 28 dan 32%. Sebagai kesimpulan bahwa perlakuan protein pakan 23% memberikan kinerja pertumbuhan dan kualitas daging ikan terbaik.

(5)

SUMMARY

NOVIEANTO POERNOMO. Growth Performance and Meat Quality of Pangasianodon hypophthalmus fed Commercial Diets with Different Protein Level. Supervised by NUR BAMBANG PRIYO UTOMO and ZAFRIL IMRAN AZWAR.

Pangasianodon hypophthalmus is one freshwater fish potential in aquaculture. Feed in aquaculture activities is one important factor for the growth and meat quality. Evaluation of the relationship quality feed on the growth and meat quality have been carried out. However, the evaluation used for commercial feed aquaculturist against the growth performance and meat quality has not been done. In fact, the use of commercial feed with a range of quality seen from protein widely circulated and demand by aquculturist. The purpose of this study was to evaluate growth performance and meat quality of Pangasianodon hypophthalmus fed on commercial diets with different protein levels.

Fish with average initial body weight of 33,61 g were reared in hapa (2×1×1 m3) at density of 15 individu per/m3. Fish were fed with experimental diet to at satiation twice daily for 60 days. Experimental design was set in completely randomized design. Each treatment was done in triplicates. Experimental diets were a commercial diet to contain four different levels of protein ; i.e diet A (18%), diet B (23%), diet C (28%), and diet D (32%). Specific growth rate (SGR), feed conversion ratio (FCR), total feed consumtion (JKP), protein (RP) and lipid (RL) retention, survival rate (SR), proximate analysis of whole body and meat, hepatosomatic index (HSI), moisture, lipid and glycogen content of liver, belly fat, edible portion and fillets textural (hardness dan adhesiveness), cholesterol, triglycerides, high density lipoprotein (HDL), blood glucose content were calculated.

Weight gain, specific growth rate, feed conversion ratio, protein retention, hepatosomatic index, lipid and glycogen content of liver, protein and lipid content of meat and edible portion showed significant effect (P<0,05) with different protein level in commercial feed. Total feed consumtion, lipid retention, moisture content of liver and meat, belly fat, fillets textural, cholesterol, triglycerides, high density lipoprotein (HDL), blood glucose content showed not significant (P>0,05) with different protein level. The results of the experiment showed that the highest weight gain, SGR and meat protein and lowest FCR were obtained in the group of fish fed 23, 28 and 32% protein diets. In conclusion, the 23% protein diets gave the best growth performance and the best meat quality of Pangasianodon hypopthalmus.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

NOVIEANTO POERNOMO

KINERJA PERTUMBUHAN DAN KUALITAS DAGING

IKAN PATIN (Pangasianodon hypophthalmus)

YANG DIBERI PAKAN KOMERSIAL DENGAN

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul “Kinerja Pertumbuhan dan Kualitas Daging Ikan Patin (Pangasianodon hypophthalmus) yang diberi Pakan Komersial dengan Kadar Protein Berbeda” pada Mayor Ilmu Akuakultur (AKU), Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Dr Ir Nur Bambang PU, MSi dan Dr Ir Zafril Imran Azwar, MS selaku komisi pembimbing yang telah memberikan masukan, koreksi dan saran yang sangat berharga bagi perbaikan tesis ini. Terima kasih kepada Dr Ir Mia Setiawati, MSi selaku penguji luar komisi dan Dr Ir Eddy Supriyono, MSc selaku komisi Program Studi Ilmu Akuakutur atas koreksi, saran dan masukannya yang sangat berarti dalam ujian tesis.

Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada BPSDMKP (Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia, Kementerian Kelautan dan Perikanan) yang telah memberikan beasiswa kepada penulis. Terima Kasih penulis sampaikan kepada pimpinan beserta staf Instalasi Penelitian dan Pengembangan Lingkungan, Toksikologi Perikanan Budidaya Air Tawar Cibalagung, staf Laboratorium Nutrisi Ikan FPIK, IPB yang telah memberikan bantuan teknis selama penelitian berlangsung. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Kasudit Sertifikasi dan staf atas bantuan serta dorongan untuk menyelesaikan studi.

Terima kasih yang tulus dan penghargaan yang tinggi penulis sampaikan pula kepada ayahanda Slamet Atun Bachar dan Ibunda Rus Surasiyah atas do’a, bantuan dan semangatnya. Kepada istriku Sari Rachmawati, SP dan anak-anaku Raisya Fadhirrahman Poernomo dan Rayhan Fadhirrahman Poernomo atas do’a, kasih sayang dan kesabarannya sehingga dapat menyelesaikan studi. Tak lupa terima kasih penulis sampaikan kepada anggota YAHC (Rahmat, Fitria, Yunarty, Artin, Yudha, Abung, Asep, Rifki, Sekar, Nurin, Lukman) dan rekan-rekan AKU 2013 atas bantuan dan dukungan yang diberikan selama melaksanakan studi.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi upaya-upaya pengembangan perikanan budidaya kedepan.

Bogor, Agustus 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 METODE 3

Waktu dan Lokasi Penelitian 3

Bahan Uji 3

Pemeliharaan Ikan dan Pengambilan Data 3

Parameter Uji 4

Analisis Data 8

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Hasil 9

Pembahasan 11

4 SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 19

(12)

DAFTAR TABEL

1. Hasil proksimat pakan uji ... 3

2. Bobot tubuh, JKP, SGR, FCR, RP, RL,SR ... 9

3. HSI, kadar air, lemak dan glikogen hati ... 10

4. Kadar Protein, lemak dan air daging ... 10

5. Edible portion, lemak belly dan analisis tekstur daging ... 11

6. Kolesterol, trigliserida, HDL, glukosa darah ... 11

DAFTAR LAMPIRAN

1. Prosedur proksimat pakan uji ... 19

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan patin (Pangasianodon hypophthalmus) merupakan salah satu ikan air tawar potensial dibudidayakan di Indonesia. Produksi ikan patin di Indonesia pada tahun 2011 tercatat mencapai 229.267 ton, yang berarti memberikan kontribusi sebesar 16,11% dari produksi patin dunia (FAO 2013). Untuk mendukung produksi ikan patin diperlukan salah input produksi yaitu pakan. Pakan dalam kegiatan budidaya ikan merupakan salah satu faktor penting untuk pertumbuhan dan kualitas daging. Pakan merupakan bagian terpenting dalam menunjang keberhasilan usaha budidaya ikan, karena biaya produksi terbesar adalah biaya untuk pengadaan pakan. Pemberian nutrien pakan secara tepat akan menghasilkan pertumbuhan dan kualitas daging ikan yang optimal, sehingga akan menentukan efisiensi usaha.

Pertumbuhan dipengaruhi oleh ketersediaan dan keseimbangan nutrien dalam pakan. Nutrien utama yang dibutuhkan adalah protein, lemak dan karbohidrat. Protein dapat digunakan untuk pertumbuhan jika kandungan lemak dan karbohidrat seimbang, karena jika tidak maka protein tersebut lebih banyak digunakan untuk energi dibandingkan untuk pertumbuhan (Craig dan Helfrich 2002). Kebutuhan protein untuk masing-masing ikan berbeda yaitu 28‒44% untuk catfish, 32‒40% untuk tilapia dan 38‒42% sea bass. Kisaran kandungan protein tersebut ditentukan oleh jenis ikan, ukuran ikan, sumber protein pakan dan kondisi lingkungan (NRC 2011). Pada umumnya pada ikan stadia awal membutuhkan protein lebih tinggi dan menurun seiring dengan meningkatnya ukuran ikan (Halver dan Hardy 2002).

Beberapa penelitian pada ikan patin mengenai pengaruh pakan terhadap kinerja pertumbuhan dan kualitas daging telah dilakuan melalui pemberian kadar protein pakan berbeda. Pakan kadar protein 30% dan lemak 12 % yang diberikan pada benih ikan patin ukuran 3 g dapat menghasilkan laju pertumbuhan spesifik (SGR) sebesar 2,06%/hari dan menghasilkan ikan dengan kandungan protein tubuh 12,03%, lemak 5,22% serta air 75,12% (Phumee et al. 2009). Sedangkan pemberian pakan dengan kandungan protein 45,30% dan lemak 9,00 %, pada ikan patin ukuran 5 g dapat menghasilkan laju pertumbuhan spesifik (SGR) sebesar 4,19%/hari dan menghasilkan ikan dengan kandungan protein tubuh 14,60%, lemak 6,30%, serta air 75,90% (Liu et al. 2011). Pakan kadar protein 35,56%, lemak 10,89% yang diberikan pada ikan patin ukuran 16 g menghasilkan kinerja pertumbuhan terbaik, SGR sebesar 4,33%/hari dan menghasilkan protein daging 15,40%, lemak daging 2,10% serta air 76,90% (Tobuku 2008). Dari hasil beberapa penelitian diatas memperlihatkan kaitannya antara pertumbuhan dan kualitas daging. Di pasar tersedia berbagai pakan komersial dengan berbagai kadar protein dengan harga yang bervariasi. Namun kenyataannya pembudidaya ikan masih menggunakan pakan komersial dengan kualitas protein rendah karena harganya terjangkau. Sedangkan saat ini kualitas daging ikan sudah merupakan kriteria penting dalam perdagangan di pasar lokal maupun pasar luar.

(14)

2

demikian, penelitian mengenai evaluasi pakan komersial, terutama untuk pembesaran ikan patin belum pernah dilakukan. Hal ini penting dilakukan karena sebagian besar pembudidaya ikan menggunakan pakan komersial untuk menunjang kegiatan budidaya. Pakan komersial untuk pembesaran ikan air tawar memiliki kualitas yang berbeda-beda, mulai dari kadar protein 18%‒32%. Di sisi lain, pembudidaya ikan mengharapkan tersedianya pakan ikan yang optimal untuk pertumbuhan ikan patin, selain itu dapat dipertimbangkan dari aspek ekonomis dan kualitas daging. Harga pakan komersial terus meningkat dan tidak sesuai dengan harga jual ikan patin, sehingga keuntungan yang diterima pembudidaya ikan semakin kecil. Berdasarkan pengkajian kualitas pakan dan daging yang telah dilakukan dan tersedianya berbagai produk pakan komersial, serta kebutuhan pembudidaya ikan terhadap informasi pakan komersial berkualitas, maka perlu dilakukan evaluasi pakan komersial untuk memenuhi kebutuhan nutrien ikan yang dapat meningkatkan kinerja pertumbuhan dan kualitas daging.

Perumusan Masalah

Harga pakan komersial ikan patin bervariasi tergantung kandungan protein. Pakan komersial untuk pembesaran ikan patin yang beredar saat ini memiliki kadar protein berbeda berkisar 18, 23, 28 dan 32%. Permasalahan yang terjadi saat ini adalah pembudidaya ikan patin mengharapkan memperoleh pakan yang relatif murah sesuai dengan kemampuan daya belinya, karena kenaikan harga pakan komersial tidak diikuti dengan peningkatan harga jual ikan patin. Hal ini yang menjadikan banyak dari pembudidaya ikan patin lebih menyukai membeli pakan yang relatif murah dengan tujuan mengurangi biaya produksi yang berasal dari pakan dan pakan murah tersebut umumnya mengandung protein yang rendah, tetapi dampak dari penggunaan pakan tersebut diduga menyebabkan pertumbuhan ikan yang lambat dan kualitas daging menurun. Kajian secara ilmiah mengenai sejauh mana kandungan kadar protein pakan komersial yang masih layak dalam mendukung kinerja pertumbuhan optimal dan menghasilkan daging yang berkualitas baik pada pembesaran ikan patin belum banyak dilakukan. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja pertumbuhan dan kualitas daging ikan patin yang diberi pakan komersial dengan kandungan protein berbeda.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi kinerja pertumbuhan dan kualitas daging ikan patin yang diberi pakan komersial dengan kadar protein berbeda.

Manfaat Penelitian

(15)

3

2

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2014‒Maret 2015. Kegiatan pemeliharaan ikan dan analisis kualitas air dilakukan di Instalasi Penelitian dan Pengembangan Lingkungan, Toksikologi Perikanan Budidaya Air Tawar Cibalagung Bogor. Sedangkan analisis proksimat pakan, proksimat tubuh, proksimat daging, hepatosomatik indeks (HSI), kandungan air, lemak, glikogen hati dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Uji lemak belly, edible portion, dan analisis tekstur daging (hardness dan adhesiveness) dilakukan di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis kimia darah berupa kandungan kolesterol, trigliserida, HDL, LDL dan glukosa darah dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan Uji

Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan komersial yang mempunyai kadar protein berbeda yaitu Pakan A (protein 18%), Pakan B (Protein 23%), Pakan C (Protein 28%) dan Pakan D (Protein 32%). Kegiatan awal yang dilakukan adalah melakukan analisis proksimat pakan komersial yang digunakan untuk penelitian dan hasil proksimat pakan uji disajikan pada Tabel 1. Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan patin dengan bobot awal rata-rata 33,61±0,31 g dan panjang rata-rata 15 cm yang berasal dari pembudidaya ikan di Bogor.

Tabel 1 Hasil proksimat pakan uji

Parameter Perlakuan Protein Pakan

GE: gross energy protein 5,6 kkal/g; lemak 9,4 kkal/g; karbohidrat 4,1 kkal/g (Watanabe, 1988) C/P: Rasio energi/protein

Pemeliharaan Ikan dan Pengambilan Data

(16)

4

yang digunakan untuk pemeliharaan dialirkan melalui kolam filter dan kolam tandon terlebih dahulu sebelum air masuk kedalam kolam pemeliharaan. Ikan ditebar dalam hapa dengan kepadatan 15 ekor/m3. Pemeliharaan ikan dirancang dengan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan pakan dengan kadar protein yang berbeda dan 3 ulangan untuk setiap perlakuan.

Pada awal pemeliharaan dilakukan proses adaptasi ikan selama satu minggu. Selama masa adaptasi, ikan patin diberi pakan dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak dua kali sehari. Setelah masa adaptasi selesai, ikan dipuasakan selama 24 jam untuk menghilangkan pengaruh sisa pakan dalam tubuh ikan, kemudian ikan ditimbang untuk mengetahui bobot awal. Sebanyak tiga ekor ikan diambil untuk uji proksimat tubuh ikan pada awal pemeliharaan.

Pemeliharaan ikan dilakukan selama 60 hari dan pemberian pakan dilakukan sampai ikan kenyang (at satiation) dengan frekuensi sebanyak dua kali sehari yaitu pukul 08.00 dan 16.00 WIB. Selama pemeliharaan jumlah pakan diberikan dicatat untuk mengetahui tingkat konsumsi pakan dan menghitung konversi pakan, retensi protein dan lemak. Selain itu jumlah ikan yang mati dicatat dan ditimbang. Untuk mengetahui pertumbuhan ikan uji dilakukan sampling bobot ikan setiap 20 hari sekali. Pada akhir pemeliharaan ikan dipuasakan selama 24 jam, selanjutnya dihitung dan ditimbang untuk mengetahui jumlah dan bobot akhir ikan. Setelah penimbangan bobot akhir, sampel ikan diambil secara acak untuk analisis proksimat tubuh, analisis proksimat daging, hati, lemak belly, edible portion, analisis tekstur daging, analisis kadar kolesterol, trigliserida, HDL (High density lipoprotein), LDL (Low density lipoprotein), glukosa darah.

Selama pemeliharaan parameter kualitas air yang diukur adalah suhu air sekitar 25‒29 °C, pH berkisar antara 7,11‒7,51, DO (oksigen terlarut) sekitar 4,20‒5,36 mg/L dan TAN (Total amonia nitrogen) berkisar antara 0,064‒0,228 mg/L.

Parameter yang dievaluasi

Parameter yang dievaluasi pada penelitian ini adalah penambahan bobot tubuh, laju pertumbuhan spesifik, jumlah konsumsi pakan, rasio konversi pakan, retensi protein, retensi lemak, tingkat kelangsungan hidup, analisis proksimat pakan, analisis proksimat tubuh ikan, analisis proksimat daging ikan, hepatosomatik indek, analisis kadar air, lemak, glikogen hati, lemak belly, edible portion, analisis tekstur daging (kekompakan dan kekenyalan), kolesterol, trigliserida, HDL (High density lipoprotein), LDL (Low density lipoprotein), glukosa darah.

Penambahan bobot tubuh

Penambahan bobot tubuh ikan dihitung dengan cara mengurangi bobot tubuh ikan akhir dikurangi bobot tubuh ikan awal pemeliharaan.

Laju pertumbuhan spesifik

(17)

5 Keterangan :

SGR = Laju pertumbuhan spesifik (%/hari) t = Waktu pemeliharaan (hari)

Wt = Rata-rata bobot individu pada akhir pemeliharaan (g)

Wo = Rata-rata bobot individu pada awal pemeliharaan (g)

Jumlah konsumsi pakan

Jumlah konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi ikan selama pemeliharaan. Jumlah Konsumsi Pakan (JKP) dapat dihitung dengan cara pakan awal dikurangi dengan sisa pakan.

Rasio konversi pakan

Rasio konversi pakan atau FCR (Feed conversion ratio) dihitung dengan menggunakan rumus (Mohanta et al. 2011) :

Keterangan :

FCR = Rasio Konversi Pakan

Bt = Biomassa ikan pada akhir pemeliharaan (g)

Bo = Biomassa ikan pada awal pemeliharaan (g)

Bd = Biomassa ikan yang mati selama pemeliharaan (g)

F = Jumlah pakan yang dikonsumsi selama pemeliharaan (g)

Retensi protein

Nilai Retensi Protein (RP) dihitung dengan menggunakan rumus (Guo et al. 2012) :

Keterangan :

RP = Retensi Protein (%)

F = Jumlah protein tubuh ikan pada akhir pemeliharaan (g) I = Jumlah protein tubuh ikan pada awal pemeliharaan (g) P = Jumlah protein yang dikonsumsi ikan (g)

Retensi lemak

Nilai Retensi Lemak (RL) dihitung dengan menggunakan rumus (Guo et al. 2012) :

Keterangan :

RL = Retensi lemak (%)

(18)

6

Tingkat kelangsungan hidup

Tingkat kelangsungan hidup (TKH) atau dihitung dengan menggunakan rumus (Asdari et al. 2011) :

Keterangan :

TKH = Tingkat kelangsungan hidup ikan (%) Nt = Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan (ekor)

No = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)

Analisis proksimat

Analisis proksimat dilakukan terhadap pakan ikan, tubuh ikan dan daging ikan uji dengan cara mengambil sebanyak tiga ekor secara acak setiap perlakuan. Analisis proksimat (Lampiran 1) untuk kadar air menggunakan metode pemanasan dalam oven bersuhu 105‒110 °C; serat kasar menggunakan metode pelarutan contoh dengan asam kuat, basa kuat, dan pemanasan; protein menggunakan metode Kjeldahl; lemak dengan menggunakan metode Soxchlet; lemak tubuh dan hati dengan menggunakan metode Folch; kadar abu dengan pemanasan dalam tanur bersuhu 600 °C (Takeuchi 1988).

Edible portion, lemak belly dan analisis tekstur daging

Untuk pengukuran edible portion, lemak belly dan analisis tekstur daging (hardness dan adhesiveness) dilakuan dengan cara mengambil sebanyak tiga ekor ikan secara acak dari setiap perlakuan pada akhir penelitian.

Edible portion ikan patin dinyatakan dalam persen (%) diukur berdasarkan berat daging yang bisa dimakan (g) dibagi dengan bagian ikan seluruhnya (g) (Suryaningrum et al. 2010). Pengujian ini dilakukan pada akhir penelitian.

Lemak belly atau lemak bagian perut dihitung pada akhir penelitian diukur berdasarkan berat lemak belly (g) dibagi dengan bobot tubuh ikan (g) (Suryaningrum et al. 2010) dan hitung dengan menggunakan rumus :

(19)

7

hardness (kekompakan), sedangkan nilai adhesiveness (kekenyalan) dinyatakan

dengan g.s (gram.second). Tekanan dilakukan sebanyak satu kali.

Analisis organ hati

Pada akhir penelitian tiga ekor ikan dari setiap perlakuan diambil secara acak untuk dilakukan analisis kadar air, lemak dan glikogen pada hati serta HSI (Hepatosomatik Indeks). Analisis glikogen hati dilihat pada Lampiran 2. HSI diukur dengan menimbang bobot hati (g) dibandingkan dengan bobot tubuh ikan (g) dalam bobot basah. HSI dihitung dengan menggunakan rumus (Kiriratnikom 2012) :

Analisis kolesterol, trigliserida, HDL, LDL, glukosa darah

Analisis kolesterol, trigliserida, HDL, LDL, kadar glukosa darah dilakukan dengan mengambil sampel darah dari tiga ekor ikan dari setiap perlakuan secara acak pada akhir penelitian. Sampel darah diambil dari pembuluh vena di pangkal sirip ekor menggunakan syringe yang telah dicuci dengan antikoagulan (Na citrate 3,8%) dan kemudian dimasukkan ke dalam tabung effendorf. Pemisahan plasma darah dilakukan dengan sentrifugasi pada 2500 rpm selama 15-20 menit dan plasma yang sudah dipisahkan dapat langsung dianalisis atau disimpan pada suhu -20˚C hingga dianalisis.

Pengukuran total kolesterol menggunakan metode CHOD-PAP (enzymatic colorimetric test for cholesterol with lipid clearing factor) dengan kit CHOLESTEROL liquicolor (Human mbH Jerman). Pembacaaan absorban menggunakan Spectrophotometer dengan panjang gelombang 500nm (HITACHI-U-2001). Rumus yang digunakan untuk menghitung kandungan kolesterol adalah sebagai berikut:

Keterangan:

K = Kandungan kolesterol (mg/dL) Au = Absorbansi sampel

Cs = Konsentrasi standar kolesterol As = Absorbansi standar kolesterol

Pengukuran trigliserida dilakukan dengan menggunakan metode CHOD-PAP (enzymatic colorimetric test for triglyserida with lipid clearing factor) dengan kit TRIGLYSERIDA liquicolormono (Human mbH Jerman). Pembacaaan absorban menggunakan Spectrophotometer dengan panjang gelombang 500nm (HITACHI-U-2001).

(20)

8

Keterangan:

TG = Kandungan trigliserida (mg/dL) Au = Absorbansi sampel

Cs = Konsentrasi standar trigliserida As = Absorbansi standar trigliserida

Pengukuran HDL (High density lipoprotein) dengan menggunakan kit HUMAN CHOLESTEROL liquicolor Precipitant and Standar (Human mbH Jerman). Pembacaaan absorban menggunakan Spectrophotometer dengan panjang gelombang 500nm (HITACHI-U-2001).

Rumus yang digunakan untuk menghitung kandungan HDL adalah sebagai berikut:

Keterangan:

HDL = Kandungan kolesterol-HDL (mg/dL) Au = Absorbansi sampel

Cs = Konsentrasi standar HDL As = Absorbansi standar HDL

LDL (Low density lipoprotein) tidak dianalisis secara enzimatis menggunakan Test Kit, tetapi dihitung dengan menggunakan rumus (Friedwald et al. 1972):

Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan dengan menggunakan metode uji enzimatik kolorimetri menggunakan uji GLUCOSE liquicolor (Human mbH Jerman). Pembacaaan absorban menggunakan Spectrophotometer dengan panjang gelombang 500nm (HITACHI-U-2001). Rumus yang digunakan untuk menghitung kadar glukosa darah adalah sebagai berikut:

Keterangan:

GD = Kandungan glukosa darah (mg/100 mL) Au = Absorbansi sampel

Cs = Konsentrasi standar glukosa As = Absorbansi standar glukosa

Analisis Data

(21)

9 kepercayaan 95%. Apabila hasil yang diperoleh terjadi perbedaan yang nyata antar perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji Duncan.

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil penelitian parameter pertumbuhan selama pemeliharaan 60 hari terdiri dari bobot tubuh akhir, penambahan bobot tubuh, laju pertumbuhan spesifik, rasio konversi pakan, jumlah konsumsi pakan, retensi protein, retensi lemak dan kelangsungan hidup disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Penambahan bobot tubuh, laju pertumbuhan spesifik (SGR), rasio konversi pakan (FCR), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein (RP), retensi lemak (RL) dan tingkat kelangsungan hidup ikan patin

Parameter Perlakuan Protein Pakan

18% (A) 23% (B) 28% (C) 32% (D)

Bobot akhir (g) 133,96±18,60b 203,47±9,36a 187,25±25,73a 209,68±15,75a

Penambahan

Bobot tubuh (g) 100,18±18,4

b

170,05±9,08a 153,88±25,77a 175,81±15,55a

SGR (%/hari) 2,29±0,21b 3,01±0,06a 2,86±0,24a 3,04±0,1a

FCR 2,00±0,23a 1,28±0,06b 1,29±0,17b 1,17±0,06b

JKP (g) 5916,67±358,27a 6388,33±210,62a 5861,33±287,49a 6109,67±144,29a

RP (%) 35,04±4,48c

52,23±2,58a 41,71±6,86bc 44,19±1,87ab

RL (%) 169,82±20,26a 155,65±4,17a 153,87±23,59a 133,79±9,30a

TKH (%) 100,00±0,00a 96,67±0,00a 97,78±1,92a 98,89±1,92a

Keterangan : huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05). Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan simpangan baku.

Hasil analisis statistik memperlihatkan bahwa pakan komersial dengan kadar protein berbeda berpengaruh (P<0,05) terhadap bobot tubuh akhir, penambahan bobot tubuh, laju pertumbuhan spesifik, nilai konversi pakan dan retensi protein. Sedangkan perlakuan pakan tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap jumlah konsumsi pakan, retensi lemak dan tingkat kelangsungan hidup ikan patin. Perlakuan pakan A menghasilkan bobot tubuh akhir, penambahan bobot dan SGR terendah yaitu masing-masing 133,96 g; 100,18 g dan 2,29 %/hari. Penambahan dibandingkan perlakuan pakan A, C dan D. Hasil analisis statistik terhadap JKP, retensi lemak dan kelangsungan hidup pada semua perlakuan pakan tidak berbeda (P>0,05). Jumlah konsumsi pakan selama pemeliharaan antara 5861,33‒6388,33 g. Nilai retensi lemak antara 133,79‒169,82% dan tingkat kelangsungan hidup ikan patin selama pemeliharaan antara 96,67‒100%.

(22)

10

komersial dengan kadar protein berbeda berpengaruh (P<0,05) terhadap HSI, kadar lemak dan glikogen hati, tetapi perlakuan pakan tidak berpengaruh terhadap kadar air hati ikan (P>0,05). Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 3, nilai HSI cenderung menurun dengan meningkatnya kandungan protein pakan (P<0,05). Kandungan lemak hati menunjukan pola menurun dengan meningkatnya kadar protein dalam pakan, namun kadar lemak hati ikan yang diberi perlakuan pakan B, C dan D tidak berbeda (P>0.05). Selanjutnya kandungan glikogen hati ikan yang diberi perlakuan pakan A lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan perlakuan pakan B, C dan D. Kadar air hati pada semua perlakuan pakan tidak berbeda (P>0,05).

Tabel 3 Hepatosomatik indeks (HSI), analisis kadar air, lemak dan glikogen hati

Parameter Perlakuan Protein Pakan

18% (A) 23% (B) 28% (C) 32% (D)

HSI (%) 2,56±0,1a 2,37±0,25ab 2,08±0,15bc 2,01±0,10c

Air (%) 75,69±1,59a 76,45±3,09a 78,37±1,07a 78,17±0,39a

Lemak (%) 4,79±0,58a 3,53±0,45b 3,68±0,16b 3,67±0,31b

Glikogen (mg/100ml) 1,41±0,04a 1,00±0,21b 0,35±0,01c 0,82±0,42bc

Keterangan : huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05). Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan simpangan baku.

Hasil analisis kadar protein, lemak dan air daging ikan patin disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan hasil analisis statistik, perlakuan pakan berpengaruh (P<0,05) terhadap kadar protein dan lemak daging, tetapi tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap kadar air daging ikan. Kandungan protein dan lemak daging ikan perlakuan pakan A lebih rendah dan berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan pakan lainnya, sedangkan kandungan protein dan lemak daging perlakuan pakan B, C dan D tidak berbeda (P>0,05).

Tabel 4 Kadar protein, lemak dan air daging ikan patin Parameter

(%)

Perlakuan Protein Pakan

18% (A) 23% (B) 28% (C) 32% (D)

Protein 13,22±1,46b 15,27±0,86a 16,17±0,34a 16,04±0,73a

Lemak 3,86±0,16b 6,99±0,81a 7,82±2,05a 6,60±1,32a

Air 79,11±2,26a 75,72±1,23a 74,52±2,47a 75,22±1,84a

Keterangan : huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05). Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan simpangan baku.

(23)

11

Edible Portion (%) 29,24±0,55b 32,49±1,18a 31,81±0,86a 31,87±1,61a

Tekstur daging (kekompakan)

3425,53±72,82a 4054,77±60,17a 4685,23±1032,71a 4574,17±506,47a

Tekstur daging (kekenyalan)

2,40.104±0,44a 2,77.104±0,44a 3,21.104±0,33a 3,05.104±0,21a

Keterangan : huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05). Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan simpangan baku.

Hasil analisis kadar kolesterol, trigliserida, HDL (High density lipoprotein), glukosa darah ikan patin disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan analisis statistik, perlakuan pakan komersial dengan kandungan protein berbeda tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap kolesterol, trigliserida, HDL (High density lipoprotein), glukosa darah ikan patin. Nilai kandungan kolesterol perlakuan pakan A sampai dengan D antara 180,28‒191,85 mg/dL. Nilai trigliserida perlakuan pakan A sampai dengan D antara 899,57‒922,72 mg/dL. Nilai HDL perlakuan pakan A sampai dengan D antara 74,45‒84,72 mg/dL. Selanjutnya nilai glukosa darah perlakuan pakan A sampai dengan D antara 113,22‒153,99 mg/dL.

Tabel 6 Kadar kolesterol, trigliserida, HDL (High density lipoprotein), glukosa darah ikan patin

Parameter (mg/dL)

Perlakuan Protein Pakan

18% (A) 23% (B) 28% (C) 32% (D)

Kolesterol 186,50±10,35a 191,85±48,88a 180,92±6,69a 180,28±28,79a

Trigliserida 915,88±114,94a 922,72±82,50a 899,57±60,51a 918,74±47,76a

HDL 84,72±13,11a 81,46±5,89a 74,45±16,32a 79,58±15,40a

Glukosa Darah 120,94±26,99a 153,99±32,59a 113,22±13,19a 115,08±20,53a

Keterangan : huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (P>0,05). Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan simpangan baku.

Pembahasan

(24)

12

rendah dibandingkan perlakuan pakan lainnya (B, C dan D), hal ini terkait dengan rendahnya retensi protein dihasilkan yang hanya mencapai 35,04% (Tabel 2).

Dilihat dari kandungan karbohidrat pakan yang tinggi menunjukkan sumber protein bahan baku pakan perlakuan A yang digunakan lebih banyak berasal dari nabati. Sumber protein dari nabati umumnya terikat dengan asam fitat dan relatif sulit dilepas kecuali dalam formulasi pakan tersebut ditambahkan enzym fitase. Faktor ini juga menyebabkan rendahnya retensi protein pada perlakuan pakan A, sehingga pertumbuhannya lebih lambat (Tabel 2). Perlakuan pakan A memiliki kandungan karbohidrat pakan yang tinggi dibandingkan perlakuan pakan lainnya, maka diduga ikan tidak mampu mencerna karbohidrat dan adanya nutrient yang tidak terserap, hal ini dikarenakan kemampuan ikan untuk mencerna karbohidrat berbeda-beda, sehingga pertumbuhan menjadi lambat. Pemberian karbohidrat pakan yang tinggi akan mengakibatkan pertumbuhan ikan menurun dan tidak efektifnya pakan yang diberikan (Tobuku 2008). Selanjutnya pakan dengan protein yang rendah menyebabkan kinerja pertumbuhan yang lambat pada beberapa spesies ikan (Kim dan Lee 2005) karena kekurangan asam amino yang disediakan untuk mempertahankan komposisi tubuh. Asam amino diperlukan oleh tubuh untuk pembentukan jaringan tubuh.

Nilai FCR menunjukan pemanfaatan nutrien pakan oleh ikan. Semakin rendah nilai FCR yang dihasilkan menunjukan penggunaan pakan tersebut semakin efisien. Nilai FCR pada perlakuan pakan B, C dan D lebih rendah (P<0,05) dibandingkan perlakuan pakan A. Ini menunjukan bahwa ikan patin yang diberi perlakuan pakan B, C dan D dapat memanfaatkan pakan secara efisien. Hal ini sejalan dengan penelitian Liu et al. (2011) yang menyatakan bahwa nilai konversi pakan (FCR) pada ikan patin menurun sejalan dengan peningkatan protein pakan. Nilai retensi menunjukan tingkat pemanfaatan nutiren pakan selama pemeliharaan dan nutrien pakan yang disimpan dalam tubuh untuk pertumbuhan. Phumee et al. (2009) menyatakan peningkatan protein pakan berpengaruh terhadap kandungan protein dalam tubuh ikan patin, karena asupan protein pakan yang meningkat akan berdampak pada peningkatan protein yang disimpan dalam tubuh (retensi protein) ikan patin sehingga pertumbuhan akan meningkat. Perlakuan pakan A (protein 18%) mempunyai kandungan protein tubuh lebih rendah dibandingkan perlakukan pakan lainnya, karena asupan protein pakan yang masuk kedalam tubuh rendah maka protein yang disimpan dalam tubuh (retensi protein) lebih sedikit, sehingga pertumbuhan menjadi lambat. Berdasarkan penelitian Giri et al. (2003) pada ikan catfish bahwa pakan dengan kandungan protein yang rendah menghasilkan protein tubuh rendah yang akan menurunkan jumlah protein yang disimpan dalam tubuh (retensi protein) sehingga pertumbuhan menjadi lambat. Pertumbuhan pada perlakuan pakan C dan D memperlihatkan nilai yang menurun (Tabel 2). Hal ini diduga terkait dengan adanya kelebihan energi pakan, sehingga ada kebutuhan energi tambahan dalam merombak protein dan rendahnya kandungan serat kasar pada pakan yang menyebabkan pakan lebih cepat dilepaskan, sehingga masih banyak protein yang belum diserap. Kadar serat kasar pakan yang optimum untuk menjaga pakan dalam tubuh adalah 8% (Watanabe 1988). Hal ini dapat dilihat dari rendahnya retensi protein pada kedua perlakuan pakan tersebut.

(25)

13 Berdasarkan Tabel 3, peningkatan protein pakan menurunkan nilai hepatosomatik indek (P<0,05). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tibbets et al. (2005), menyatakan bahwa hepatosomatik indek menurun seiring dengan meningkatnya protein pakan. Peningkatan nilai hepatosomatik indek menunjukan bahwa dengan meningkatnya jumlah nutrien yang diserap menyebabkan nutrien yang terakumulasi dalam hati meningkat (Yandes et al. 2003) dan penimbunan glikogen dalam hati meningkat (Yang et al. 2002). Glikogen merupakan bentuk penyimpanan energi pada hati dan daging ikan (Halver dan Hardy, 2002). Perlakuan pakan A menghasilkan lemak hati yang tinggi (P<0,05) dibandingkan perlakuan pakan lainnya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ali dan Jauncey (2005) pada ikan African catfish bahwa pakan protein rendah dan kelebihan energi dari karbohidrat pakan dapat disimpan pada hati dalam bentuk lemak, sehingga menyebabkan penumpukan lemak dalam hati yang menyebabkan lemak dalam tubuh menjadi meningkat.

Pengujian kualitas daging dilakukan melalui pengujian secara kimia (analisis proksimat daging) dan secara fisik (tekstur daging). Berdasarkan hasil analisis proksimat daging pada akhir penelitian (Tabel 4) menunjukan hasil yang berbeda nyata terhadap protein dan lemak daging pada semua perlakuan pakan. Kandungan protein daging perlakuan pakan B, C dan D tidak berbeda nyata (15,27‒16,17%), tetapi perlakuan pakan tersebut lebih tinggi dibandingkan perlakuan pakan A (13,22%). Kandungan protein daging yang tinggi menunjukan jumlah protein yang disimpan dalam daging semakin banyak dan mempengaruhi tekstur daging yang dihasilkan. Penelitian Li et al. (2008) pada ikan Channel catfish bahwa pakan dengan protein 28% menghasilkan protein daging 17,1%, lemak 6,28% dan kadar air 74,9%. Kandungan lemak daging perlakuan pakan B, C dan D tidak berbeda nyata, tetapi lebih tinggi dibandingkan perlakuan pakan A. Kandungan lemak daging perlakuan pakan A sebesar 3,86%, sedangkan kandungan lemak daging perlakuan B, C dan D antara 6,60‒7,82%. Menurut Thammapat et al. (2010) bahwa kandungan lemak daging ikan patin secara umum terdiri atas lemak rendah (2‒4%), lemak sedang (4‒8%) dan lemak tinggi (>8%). Berdasarkan hasil penelitian ini, maka kandungan lemak daging ikan patin termasuk yang mempunyai lemak sedang. Pada Tabel 4 terlihat bahwa kandungan air daging pada penelitian ini berkisar antara 74,52‒79,11%. Kandungan air daging ikan patin berkisar antara 75,53‒79,42 dan kadar air yang tinggi mempengaruhi tekstur daging ikan yang dihasilkan, yaitu menyebabkan tekstur ikan menjadi lembek (Suryaningrum et al. 2010).

Nilai edible portion pada ikan patin dinyatakan dalam ukuran persen (%) dan diukur berdasarkan berat daging yang bisa dimakan dibagi dengan berat pada bagian ikan seluruhnya. Perlakuan pakan A pada Tabel 5 memiliki edible portion yang rendah dibandingkan perlakuan pakan lainnya. Hal ini terkait dengan rendahnya pertambahan bobot akhir pada perlakuan pakan A (Tabel 2). Selain itu edible portion pada tubuh ikan patin bergantung dari ukuran bobot ikan (Arifianto 2014). Semakin tebal daging ikan maka semakin besar nilai edible portion yang diperoleh, namun sebaliknya apabila semakin besar kepala ikan dan daging tidak tebal maka semakin kecil edible portion yang diperoleh (Suryaningrum et al. 2010).

(26)

14

pada daging meliputi kekompakan (hardness) dan kekenyalan (adhesiveness). Semakin tinggi nilai hardness menggambarkan bahwa tekstur daging semakin kompak dan semakin tinggi nilai adhesiveness menggambarkan bahwa tekstur daging semakin kenyal. Dengan semakin kompak dan kenyal tektur daging, maka daging ikan tersebut akan semakin baik kualitasnya. Menurut Suryaningrum et al. (2010) bahwa tekstur ikan patin (Pangasius hypophthalmus) yang di uji memiliki nilai tekstur 3,45‒3,50 (agak kenyal dan agak padat). Perbedaan tingkat kekenyalan dapat disebabkan beberapa hal, antara lain : kandungan protein, kadar air dan kadar lemak pakan. Walaupun nilai lemak belly, tekstur daging (kekompakan dan kekenyalan) tidak berbeda, namun nilainya memperlihatkan kecenderungan yang meningkat dengan meningkatnya kadar protein pakan (Tabel 5).

Pemberian perlakuan pakan komersial dengan kandungan protein yang berbeda pada penelitian ini tidak memberikan pengaruh (P>0,05) terhadap kadar kolesterol, trigliserida, HDL dan glukosa darah ikan patin. Hasil pengujian terhadap kadar kolesterol darah ikan patin pada perlakuan pakan A sampai dengan D menunjukan nilai yang berkisar antara 180,28‒191,85 mg/dL (Tabel 6). Selanjutnya hasil uji kimia darah terhadap kadar trigliserida darah ikan patin perlakuan pakan A sampai D memperlihatkan nilai berkisar antara 899,57‒922,72 mg/dL. Menurut penelitian Matter et al. (2004) bahwa nilai kadar kolesterol darah African catfish berkisar antara 194,0‒250,0 mg/dL, sedangkan nilai kadar trigliserida darah antara 345,0‒471,0 mg/dL. Menurut Darmawan (2014) bahwa tingginya kadar trigliserida setelah ikan dipuasakan selama 24 jam dikarenakan sintesis endogen trigliserida yang berasal dari glukosa hasil dari mobilisasi glikogen hati dan asam lemak bebas yang diangkut dari jaringan adiposa ke hati. Jika terlalu banyak, trigliserida akan menumpuk pada bagian pembuluh darah dan hati.

Hasil pengujian terhadap kadar glukosa darah ikan patin pada perlakuan pakan A sampai D berkisar antara 113,22‒ 153,99 mg/dL. Berdasarkan penelitian Cheng et al. (2006) bahwa nilai kadar glukosa darah pada ikan kerapu antara 84,1‒208,1 mg/dL. Glukosa memegang peranan penting sebagai sumber energi. Glukosa yang diserap oleh tubuh akan disimpan dalam bentuk glikogen (Suarez et al. 2002). Jika jumlah glukosa lebih banyak dari yang dibutuhkan, maka kelebihan glukosa akan disimpan dalam bentuk glikogen, namun kemampuan tubuh untuk menyimpan glikogen terbatas dan kelebihan glikogen tersebut akan diubah dalam bentuk trigliserida (Kersten 2001).

(27)

15

4

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap kinerja pertumbuhan dan kualitas daging ikan patin yang diberi pakan komersial dengan kandungan protein berbeda dapat disimpulkan bahwa pakan komersial dengan kadar protein 23%‒32% dapat memberikan kinerja pertumbuhan dan kualitas daging yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan pakan 18%.

Saran

Untuk pemeliharaan budidaya ikan patin ukuran 34 g dapat menggunakan pakan komersial dengan kandungan protein 23%.

DAFTAR PUSTAKA

Ali MZ, Jauncey K. 2005. Approaches to optimizing dietary protein to energy ratio for african catfish Clarias garipenus (Burchell, 1822). Aquaculture Nutrition. 11: 95‒101.

Arifianto TB. 2014. Karakteristik bahan dan optimasi ekstrak minyak ikan dari by product ikan patin (Pangasius hypopthalmus). [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Asdari R, Aliyu M, Hashim R, Ramachandran. 2011. Effect of different dietary protein and lipid source in the diet for Pangasius hypophthalmus (Sauvage, 1878) juvenile on growth performance, nutrient utilization, body indices and muscle and liver fatty acid composition. Aquaculture Nutrition. 17: 44–53. Bourne MC. (1978). Texture profile analysis. Food Technology. 33: 62–72. Cheng AN, Chen CY, Liou CH, Chang CF. 2006. Effects of dietary protein and

lipids on blood parameters and superoxide anion production in the grouper (Epinephelus coioides). Zoological Studies. 45: 492–502.

Craig S, Helfrich LA. 2002. Understanding Fish Nutrition, Feed, and Feeding. Virginia, USA: Department of Fisheries and Wildlife Science, Virginia Tech. Darmawan B. 2014. Respons pertumbuhan benih ikan gurami (Osphronemus

goramy) yang diberi pakan dengan kadar protein berbeda dan diperkaya hormon pertumbuhan rekombinan. [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

FAO. 2013. FAO Yearbook : Fisheries and aquaculture statistics 2011 (Production from Aquaculture by Country and by Spesies). Rome, Italy: FAO Friedewald WT, Levy RI, Fredrickson DS. 1972. Estimation of the concentration

of low-density lipoprotein cholesterol in plasma, without use of the preparative ultracentrifuge. Journal Clinical Chemistry. 18: 499-502.

(28)

16

catfish (Clarias batrachus X Clarias gariepinus). Animal Feed Science and

Technology. 104: 169–178. factors contributing to seasonal variation in the texture of farmed atlantic halibut (Hippoglossus hippoglossus L.) flesh. Journal Agriculutral and Feed Chemistry. 55: 5803–5808.

Halver JE, Hardy RW. 2002. Fish Nutrition (3rd edition). London, Inggris: Academic Press.Inc.

Ighwela KA, Ahmad AB, Abol-Munafi AB. 2014. The selection of viscerosomatic and hepatosomatic indices for the measurement and analysis of

Oreochromis niloticus condition fed with varying dietary maltose levels.

International Journal Fauna and Biological Studies. 1: 18-20.

Kersten+ S. 2001. Mechanisms of nutritional and hormonal regulation of lipogenesis. EMBO Reports. 21:282–286.

Kim LE, Lee SM. 2005. Effects of the dietary protein and lipid levels on growth and body composition of bagrid catfish, Pseudobagrus fulvidraco. Aquaculture. 243: 323‒329.

Kiriratnikom S, Kiriratnikom A. 2012. Growth, feed utilization, survival and body composition of fingerlings of slender walking catfish, Clarias nieuhofii, fed diets containing different protein levels. Journal Science Technology. 34: 37‒43.

Li MH, Robinson EH, Tucker CS, Oberle DF. 2008. Comparison of channel catfish Ictalurus punctatus and blue catfish Ictalurus furcatus containing various level of protein in production pond. Journal World Aquaculture. 31 (4): 592–598.

Liu XY, Wang Y, JI WX. 2011. Growth, feed utilization and body consumption of Asian catfish (Pangasius hypopthalamus) feed at different dietary protein and lipid levels. Aquaculture Nutrition. 11: 578–584.

Matter F, Peganova S, Eder K. 2004. Lipid concentrations of fillets, liver, plasma and lipoproteins of African catfish, Clarias gariepinus (Burchell 1822), fed diets with varying protein concentrations. Journal Animal Physiolgy and

Animal Nutrition. 88: 275–287.

Mohanta KN, Subramanian S, Korikanthimath VS. 2012. Effect of dietary protein and lipid levels on growth, nutrient utilization and whole-body composition of blue gourami, Trichogaster trichopterus fingerlings. Journal Animal Physiolgy and Animal Nutrition. 97 : 126-136.

Monentcham SE, Pouomogne V, Kestemont P. 2010. Influence of dietary protein levels on growth performance and body composition of Afican bonytongue fingerlings Heterotis niloticus (Cuvier, 1829). Aquaculture Nutrition. 16: 144‒152.

National Research Council (NRC). 2011. Nutrient Requirements of Fish National Academy Press, Washington, DC: NRC.

(29)

17 iridescent shark (Pangasius hypophthalmus, Sauvage 1878) fry. Aquaculture

Research. 40: 456–463.

Suarez MD, Sanz A, Bazoco J, Gracia-Gallaego. 2002. Metabolic effect change in the dietary protien:carbohydrate ratio in eell (Anguilla anguilla) and trout (Oncorhynchus mykiss). Aquaculture International. 10: 143–156

Suryaningrum DT, Muljanah I, Tahapari E, 2010. Profil sensori dan nilai gizi beberapa jenis ikan patin dan hibrid nasutus. Jurnal Pascapanen dan

Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. 5 (2): 153–164.

Takeuchi T. 1988. Laboratory work chemical evaluation of dietary nutrients, in: Fish Nutrition and Mariculture. Watanabe, T. (Ed.). Tokyo. Departement of Aquatic. Bioscience. Tokyo University of Fisheries, JICA. 179‒229.

Tibbetts SM, Lall SP, Milley JE. 2005. Effect of dietary protein and lipid levels and DP DE ratio on growth, feed utilization and hepatosomatic index of juvenile haddock, Melanogrammus aeglefinus L. Aquaculture Nutrition 11, 67–75.

Thammapat P, Raviyan P, Siriamorpon S. 2010. Proximate and fatty acids composition of muscles and viscera of asian catfish (Pangasius bocourti).

Food Chemistry. 122(1): 223–227.

Tobuku R. 2008. Lemak daging dan kinerja pertumbuhan ikan patin (Pangasius hypophthalmus) yang diberi pakan dengan rasio karbohidrat/lemak berbeda. [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Watanabe T. 1988. Fish Nurtrition and Marine Culture: JICA text book general course. Japan : University of Fisheries.

Wedemeyer GA, Yasutake WT. 1977. Clinical method for the assessment of the effect of environmental stress on fish health. Tech Pap US Fish Wildl Serv. Washington DC. 89 p.

Yandes, Affandi R, Mokoginta I. 2003. Pengaruh pemberian selulosa dalam pakan terhadap kondisi biologis benih ikan gurami (Osphronemus gouramy). Jurnal Ikhtiologi Indonesia. 3:27–33.

(30)

18

(31)

19 Lampiran 1. Prosedur Analisis Proksimat

1. Prosedur Analisis Kadar Protein

A. Prosedur Oksidasi

1. Sampel ditimbang sebanyak 0.5 gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl.

2. Katalis (K2SO4+CuSo4.5H2O) dengan rasio 9:1 ditimbang sebanyak 3

gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl.

3. 10 ml H2SO4 pekat ditambahkan ke dalam labu Kjeldahl dan kemudian

labu tersebut dipanaskan dalam rak oksidasi/digestion pada suhu 400oC selama 3-4 jam sampai terjadi perubahan warna cairan dalam labu menjadi hijau bening.

4. Larutan didinginkan lalu ditambahkan air destilasi 100 ml. Kemudian larutan dimasukkan ke dalam labu takar dan diencerkan dengan akuades sampai volume larutan mencapai 100 ml. Larutan sampel siap didestilasi. B. Prosedur Destilasi

1. Beberapa tetes H2SO4 dimsukkan ke dalam labu, sebelumnya labu diisi

setengahnya dengan akuades untuk menghindari kontaminasi oleh ammonia lingkungan. Kemudian didihkan selama 10 menit.

2. Erlenmeyer diisi 10 ml H2SO4 0.05 N dan ditambahkan 2 tetes indicator

methyl red diletakkan di bawah pipa pembuangan kondensor dengan cara dimiringkan sehingga ujung pipa tenggelam dalam cairan.

3. 5 ml larutan sampel dimasukkan ke dalam tabung destilasi melalui corong yang kemudian dibilas dengan akuades dan ditambahkan 10 ml NaOH 30% lalu dimasukkan melalui corong tersebut dan ditutup.

4. Campuran alkaline dalam labu destilasi disuling menjadi uap air selama 10 menit terjadi pengembunan pada kondensor.

5. Labu erlenmeyer diturunkan hingga ujung pipa kondensor berada di leher labu, diatas permukaan larutan. Kondensor dibilas dengan akuades selama 1-2 menit.

C. Prosedur Titrasi

1. Larutan hasil destilasi ditritasi dengan larutan NaOH 0.05 N. 2. Volume hasil titrasi dicatat.

3. Prosedur yang sama juga dilakukan pada blanko.

(32)

20

2. Prosedur Analisis Kadar Lemak

A. Metode ekstraksi Soxhlet

1. Labu ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 110o dalam waktu 1 jam. Kemudian didiinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang bobot labu tersebut (X1)

2. Sampel ditimbang sebanyak 3-5 gram (A), dan dimasukkan ke dalam selongsong tabung filter dan dimasukkan ke dalam soxhlet dan pemberat diletakkan di atasnya.

3. N-hexan 100-150 ml dimasukkan ke dalam soxhlet sampai selongsong terendam dan sisa N-hexan dimasukkan ke dalam labu.

4. Labu yang telah dihubungkan dengan soxhlet dipanaskan di atas water bath sampai cairan yang merendam sampel dalam soxhlet berwarna bening.

5. Labu dilepaskan dan tetap dipanaskan hingga N-hexan menguap.

6. Labu dan lemak yang tersisa dipanakan dalam oven selama 15-60 menit, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15-30 menit dan ditimbang (X2).

B. Metode Folch

1. Labu silinder dioven terlebih dahulu pada suhu 110oC selama 1 jam, didinginkan dalam desikaotr selama 30 menit kemudian ditimbang (X1).

2. Sampel ditimbang sebanyak 2-3 gram (A) dan dimasukkan ke dalam gelas homogenize dan ditambahkan larutan kloroform / methanol (20xA), sebagian disisakan untuk membilas pada saat penyaringan.

3. Sampel dihomogenizer selama 5 menit setelah itu disraing dengan vacuum pump.

4. Sampel yang telah disaring tersebut dimasukkan dalamlabu pemisah yang telah diberi larutan MgCl2 0.03 N(0.2xC), kemudian dikocok

dengan kuat minimal selama 1 menit kemudian ditutup dengan aluminium foil dan didiamkan selama 1 malam.

5. Lapisan bawa yang terdapat dalam labu pemisah disaring ke dalam labu silinder kemudian dievaporator sampai kering. Sisa kloroform / methanol yang terdpat dalam labu ditiup dengan menggunakan vacuum setelah itu ditimbang (X2).

Kadar Lemak (%) = X2–X1 x 100%

A

3. Prosedur Analisis Kadar Air

1. Cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 100oC selama 1 jam dan kemudian dimasukkan dalam dessikator selama 30 menit dan ditimbang (X1)

2. Bahan ditimbang 2-3 gram (A)

3. Cawan dan bahan dipansakan dalam oven pada suhu 110oC selama 4 jam kemudian dimasukkan dalam desikator selam 30 menit dan ditimbang (X2).

Kadar Air (%) = (X1+A)-X2 x 100%

(33)

21

4. Prosedur Analisis Kadar Abu

1. Cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 100oC selama 1 jam dan kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X1)

2. Bahan ditimbang 2-3 gram (A)

3. Cawan dan bahan dipansakan dalam tanur pada suhu 600oC sampai mnejadi abu kemudian dimasukkan dalam desikator selam 30 menit dan ditimbang (X2).

Kadar Abu (%) = X2 –X1 x 100%

A

5. Prosedur Analisis Kadar Serat Kasar

1. Kertas filter dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu 110oC setelah itu didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang (X1)

2. Sampel ditimbang sebnayak 0.5 gram (A) dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 ml

3. H2SO4 0.3 N sebanyak 50 ml ditambahkan ke dalam Erlenmeyer

kemudian dipanaskan di atas pembakar Bunsen selama 30 menit. Setelah itu NaOH 1.5 N sebanyak 25 ml ditambahkan ke dalam Erlenmeyer dan dipanskan kembali selama 30 menit.

4. Larutan dan bahan yang telah dipanaskan kemudian disaring dalam corong Buchner dan dihubungkan pada vacuum pump untuk mempercepat filtrasi.

5. Larutan dan bahan yang ada pada corong Buchner kemudaian dibilas secara berturut-turut dengan 50 ml air panas, 50 ml H2SO4 0.3 N, 50 ml

air panas, dan 25 ml acetone.

6. Kertas saring dan isinya dimasukkan dalam cawan porselin, lalu dipanaskan dalam oven 105-110oC selama 1 jam kemudian didinginkan dalam desikator 5-15 menit dan ditimbang (X2).

7. Setelah itu dipanaskan dalam tanur 600oC hingga berwarna putih atau menjadi abu (± 4 jam). Kemudian dimasukkan dalam oven 105-110oC selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 5-15 menit dan ditimbang (X3).

Kadar Serat Kasar (%) = (X2 – X1 – X3) x 100%

(34)

22

Lampiran 2. Prosedur Analisis Kadar Glikogen Hati

Analisis Kadar Glikogen Hati

(35)

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 26 November 1979 sebagai anak bungsu dari pasangan Slamet Attun Bachar dan Rus Surasiyah. Setelah menamatkan pendidikan di SMU Negeri 3 Bogor pada tahun 1998, penulis diterima di Program Diploma 3 IPB pada tahun yang sama pada Program Studi Teknologi Reproduksi Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB dan lulus pada tahun 2001. Kemudian melanjutkan pendidikan Sarjana pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian IPB dan lulus pada tahun 2006.

Penulis bekerja sebagai PNS pada Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak April 2004 sebagai pelaksana pada Sekretariat Direktorat Jenderal (2004–2009) dan pelaksana pada subdit Sertifikasi Direktorat Produksi (2009–sekarang).

Pada tahun 2013, penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan di sekolah Pascasarjana IPB pada program studi Ilmu Akuakultur. Beasiswa pendidikan Magister Sains diperoleh dari Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPSDMKP), Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. Penelitian yang dilakukan oleh penulis untuk menyelesaikan studi Magister Sains (S2) berjudul “Kinerja Pertumbuhan dan Kualitas Daging Ikan Patin (Pangasianodon hypophthalmus) yang diberi Pakan Komersial dengan Kadar Protein Berbeda”. Selain itu penulis juga membuat artikel ilmiah yang berjudul ” Evaluasi Kinerja Pertumbuhan dan Kualitas Daging Ikan Patin (Pangasianodon

hypophthalmus) yang diberi Pakan Komersial dengan Kadar Protein Berbeda”

Gambar

Tabel 2 Penambahan bobot tubuh, laju pertumbuhan spesifik (SGR), rasio
Tabel 5 Edible portion, lemak belly, kekompakan dan kekenyalan daging ikan

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini diketahui bahwa murid yang konsumsi fast food nya berada pada kategori sering, mempunyai risiko 3,667 kali lebih besar untuk mengalami obesitas, bila

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran dari efikasi diri pada lansia dengan penyakit DM di wilayah kerja Puskesmas Mojolaban

Melalui pengelolaan konflik dengan cara kolaborasi, diharapkan akan meningkatkan efektifitas baik untuk individu ataupun bagi tim, dimana efektifitas ini akan

Terdapat hubungan yang signifikan antara daya tarik pesan iklan politik partai Gerindra dengan sikap mahasiswa untuk memilih Gerindra pada pemilu 2014, sehingga semakin tinggi

Alhamdulillah, itulah kata yang tepat terucapkan karena dengan segenap ihktiar dan tawakal yang maksimal akhirnya penulisan skripsi yang berjudul “Peran

Berdasarkan hasil penelitian terungkap bahwa Komite Sekolah telah menunjukkan perannya sebagai mediator dalam mengakses elemen-elemen masyarakat yang berkaitan

Beberapa perkara telah dapat dikesan dalam kajian ini, meliputi status penampilan sumber seni budaya Malaysia dalam internet yang muncul dalam laman web, blog, akhbar dan majalah