• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Pemeliharaan Lumba-lumba (Tursiops aduncus) di Kawasan Konservasi Mamalia Air PT Wersut Seguni Indonesia Dikaitkan dengan Indeks Stres

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Manajemen Pemeliharaan Lumba-lumba (Tursiops aduncus) di Kawasan Konservasi Mamalia Air PT Wersut Seguni Indonesia Dikaitkan dengan Indeks Stres"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN PEMELIHARAAN LUMBA-LUMBA (

Tursiops

aduncus

) DI KAWASAN KONSERVASI MAMALIA AIR PT

WERSUT SEGUNI INDONESIA DIKAITKAN DENGAN

INDEKS STRES

TALITA FAUZIAH MILANI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Manajemen Pemeliharaan Lumba-lumba (Tursiops aduncus) di Kawasan Konservasi Mamalia Air PT Wersut Seguni Indonesia Dikaitkan dengan Indeks Stres” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

TALITA FAUZIAH MILANI. Manajemen Pemeliharaan Lumba-lumba di Kawasan Konservasi Mamalia Air PT Wersut Seguni Indonesia Dikaitkan dengan Indeks Stres. Dibimbing oleh ARYANI SISMIN S dan AGUSTIN INDRAWATI. Lumba-lumba hidung botol (Tursiops aduncus) yang hidup di penangkaran dan dimanfaatkan sebagai satwa atraksi rentan terhadap kondisi stres. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kondisi stres pada lumba-lumba (Tursiops aduncus) yang hidup di penangkaran dan mempelajari kondisi-kondisi lingkungan yang mendukung untuk kesehatan lumba-lumba. Kondisi stres dapat diketahui dari indikator stres yang dihitung melalui ratio neutrofil/limfosit. Sebanyak 7 ekor lumba-lumba hidung botol yang hidup di Kawasan Konservasi Mamalia Air PT Wersut Seguni Indonesia diambil sampel darahnya untuk dibuat preparat ulas darah. Preparat ulas darah diwarnai dengan zat warna Giemsa dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 x 10. Ratio neutrofil/limfosit pada 7 ekor lumba-lumba yang didapat dari data berkisar antara 0.21-0.82. Rataan indeks stres dari 7 ekor lumba-lumba adalah 0.53. Hasil pengamatan ini menunjukan bahwa 7 ekor lumba-lumba yang diteliti tidak mengalami stres. Kata kunci: ratio neutrofil/limfosit, indeks stres, Tursiops aduncus

ABSTRACT

TALITA FAUZIAH MILANI. The Relation of Stres Indicator and Bottlenose Dolphins (Tursiops aduncus) Nursing Management in PT Wersut Seguni Indonesia Sea Mammals Conservation Site. Supervised by ARYANI SISMIN S and AGUSTIN INDRAWATI.

The bottlenose dolphin (Tursiops aduncus) that live in captivity and used as animal attraction is susceptible to stress conditions. The objectives of this research is to ascertain the stress indicator of the bottlenose dolphins (T. aduncus) which is lived in captivity and to study the environment condition that supports the bottlenose dolphins health. Stress condition can be discovered from stress indicator which is neutrophil/lymphocyte ratio. Thin blood smears were preaparad from the blood of seven bottlenose dolphins at Sea Mammals Conservation Site PT Wersut Seguni Indonesia. Thin blood smears were stained by Giemsa and observed under microscope with 100 x 10 magnification. Neutrophil/lymphocyte ratio of seven bottlenose dolphins from data ranged between 0-21-0.82. The average of the seven bottlenose dolphins stress indicator are 0.53. This research results have shown that the observed of seven bottlenose dolphins were not in a stress condition.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Departemen Kedokteran Hewan

MANAJEMEN PEMELIHARAAN LUMBA-LUMBA (

Tursiops

aduncus

) DI KAWASAN KONSERVASI MAMALIA AIR PT

WERSUT SEGUNI INDONESIA DIKAITKAN DENGAN

INDEKS STRES

TALITA FAUZIAH MILANI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Manajemen Pemeliharaan Lumba-lumba (Tursiops aduncus) di Kawasan Konservasi Mamalia Air PT Wersut Seguni Indonesia Dikaitkan dengan Indeks Stres

Nama : Talita Fauziah Milani NIM : B04100171

Disetujui oleh

Dr Drh Aryani S Satyaningtijas, MSc Pembimbing I

Dr Drh Agustin Indrawati, MBiomed Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan FKH-IPB

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, sahabat, dan para umatnya. Tema yang dipilih dalam penelitian adalah “Manajemen Pemeliharaan Lumba-Lumba (Tursiops aduncus) di Kawasan Konservasi Mamalia Air PT Wersut Seguni Indonesia Dikaitkan dengan Indeks Stres”.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan, dan bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua Bapak Bachtiar dan Ibu Gina Caroline, serta segenap keluarga besar penulis atas segala do’a, semangat, dan kasih sayang yang selalu diberikan kepada penulis.

2. Dr. Drh. Aryani S Satyaningtijas, MSc dan Dr. Drh. Agustin Indrawati, MBiomed selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan pengarahan, ilmu, dan bimbingan kepada penulis.

3. PT Wersut Seguni Indonesia atas kerjasamanya sehingga penelitian ini dapat berlangsung.

4. Dr. Drh. Joko Pamungkas, MSc sebagai pembimbing akademik penulis yang telah memberikan bimbingan dan bantuan kepada penulis selama menempuh studi S1 di FKH IPB.

5. Rekan-rekan sepenelitian Rizka Fitri Syarafina dan M Suryaputra yang telah membantu penulis melewati waktu sulit dan senang bersama selama penelitian. 6. Alif Iman Fitrianto atas doa, dukungan, motivasi serta warna yang diberikan

dalam kehidupan penulis.

7. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pawitra Lintang, Natasha Arviana, dan Hidayati yang telah menjadi sahabat yang sangat baik dan menghibur bagi penulis, seluruh keluarga besar Fakultas Kedokteran Hewan IPB dan seluruh pihak yang telah membantu kelancaran studi penulis, baik selama kuliah maupun dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat khususnya bagi penulis, dan bagi ilmu pengetahuan.

Bogor, Juni 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

Taksonomi dan Morfologi Lumba-lumba 2

Biologi dan Perilaku 3

Stres 4

METODE 5

Waktu dan Tempat Penelitian 5

Bahan dan Alat Penelitian 5

Tahap Persiapan 5

Tahap Perlakuan 6

Prosedur Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

SIMPULAN DAN SARAN 10

Simpulan 10

Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 11

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah neutrofil, limfosit, rasio N/L serta rataannya 7

DAFTAR GAMBAR

1 Ilustrasi Tursiops aduncus 2

2 Kolam lumba-lumba di PT Wersut Seguni Indonesia 8

3 Pakan lumba-lumba yaitu ikan kuniran 9

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lumba-Iumba merupakan salah satu bagian dari ordo cetacea yang memiliki kecerdasan yang cukup tinggi, memiliki sifat penurut, penyabar, cepat jinak dan mudah dilatih (Gauckler 1982). Berdasarkan sifat-sifatnya itulah maka sekarang ini banyak perusahaan yang memelihara lumba-Iumba untuk kepentingan atraksi, disamping sebagai salah satu upaya pelestarian satwa, pendidikan dan rekreasi. Lumba-lumba merupakan hewan yang dilindungi berdasarkan UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, diikuti dengan penegasan status lumba-lumba sebagai hewan yang dilindungi negara terlampir pada lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Status lumba-lumba sebagai satwa yang dilindungi negara serta kedekatan lumba-lumba sebagai hewan atraksi pada manusia yang berpotensi menularkan zoonosis membuat kesehatan lumba-lumba menjadi hal yang wajib diperhatikan.

Lumba-lumba sebagai satwa atraksi memiliki beberapa faktor yang berpengaruh untuk kesehatannya. Faktor yang mempengaruhi kesehatan lumba-lumba antara lain faktor lingkungan, faktor pakan, dan faktor penyakit. Faktor lingkungan berhubungan erat dengan kondisi habitat lumba-lumba. Lumba-lumba yang hidup dalam penangkaran sebagai hewan atraksi tentu memiliki kondisi psikologis yang berbeda dengan lumba-lumba yang hidup liar di laut lepas. Tingkat stres pada lumba dapat berakibat buruk pada kesehatan lumba-lumba itu sendiri, dan bukan tidak mungkin dapat menyebabkan kematian.

Beberapa kondisi perlu diterapkan untuk menjaga kestabilan psikologis dan fisiologis lumba-lumba sehingga dapat mencegahnya dari stres. Penerapan Animal Welfare merupakan standar yang harus ada di seluruh tempat penangkaran lumba-lumba sehingga lumba-lumba-lumba-lumba tetap memiliki kualitas hidup yang baik walaupun tidak hidup di habitat aslinya, yaitu laut. Indeks stres makhluk hidup dapat diketahui dengan cara melakukan pemeriksaan ulas darah berupa pengukuran ratio neutrofil per limfosit (Kannan et al. 2000). Dengan adanya penelitian tentang indeks stres lumba-lumba di penangkaran sebagai hewan atraksi, diharapkan dapat diketahui kondisi-kondisi lingkungan yang mendukung untuk kesehatan lumba-lumba.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui indeks stres pada lumba-lumba (Tursiops aduncus) yang hidup di penangkaran sebagai satwa atraksi serta kondisi-kondisi lingkungan yang mendukung untuk kesehatan lumba-lumba.

Manfaat Penelitian

(12)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi dan Morfologi Lumba-lumba

Lumba-lumba merupakan salah satu mamalia air yang paling dikenal. Lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus) merupakan salah satu bagian dari Ordo Cetacea dengan famili Delphinidae. Lumba-lumba ini memiliki genus yang sama dengan lumba-lumba hidung botol Tursiops truncatus. Lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Sub phylum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Cetacea Sub ordo : Odontoceti Famili : Delphinidae Sub family : Delphininae Genus : Tursiops

Species : Tursiops aduncus (Perrin et al. 2008)

Gambar 1 Ilustrasi Tursiops aduncus (Würtz 2010)

(13)

3 pendek yang membedakannya dari bagian kepala, dan bagian kepala ini berbentuk seperti buah melon. Bagian punggung dari T. aduncus berwarna abu-abu tua, sedangkan bagian perutnya berwarna abu-abu muda (Coffey 1977). Ukuran panjang dan berat pada lumba-lumba ini berbeda di tiap tempat, jantan dengan panjang 238 cm dan berat 160 kg ditemukan di Zanzibar, Afrika Timur (Amir et al. 2007) dan laporan tentang panjang dan berat maksimum dari T. aduncus yaitu 2.7 m dan 230 kg (Jefferson et al. 2008).

Lumba-lumba memiliki tubuh langsing untuk mempermudah pergerakannya (Coffey 1977). Jumlah vertebrae lumba-lumba berkisar 60-65 buah, terdiri dari 7 buah cervicalis dengan vertebrae cervicalis 1 dan 2 menyatu, vertebrae thoracalis berjumlah 12-14 buah, vertebrae lumbalis antara 16-19 buah dan vertebrae caudalis antara 23-28 buah (Rommel 1990).

Priyono (2001) mengamati bahwa lumba-lumba memiliki sirip ekor berposisi mendatar dan tidak tegak berdiri apabila dibandingkan dengan bangsa ikan, serta bergerak naik-turun untuk membantu mendorong tubuhnya. Lumba-lumba dilengkapi pula dengan sirip-sirip dada dan sirip punggung untuk membantunya bergerak di dalam air. Lebih lanjut Priyono (2001) menyatakan bahwa sebagai hewan menyusui, lumba-lumba berdarah panas yaitu memiliki suhu yang stabil sekitar 37 °C, bernafas dengan paru-paru, yang dilengkapi dengan sebuah lubang pernapasan berkatup di bagian atas kepala. Satwa lumba-lumba memiliki satu set gigi yang tidak memiliki gigi seri (Priyono 2001).

Biologi dan Perilaku

Observasi Cribb et al. (2013) menemukan sejumlah kawanan besar lumba-lumba hidung botol yang berhabitat dan melakukan semua aktivitas perilakunya di perairan dengan pasir polos. T. aduncus lebih menyukai area dengan bebatuan dan terumbu karang atau perairan dengan banyak rumput laut. Mereka dapat ditemukan di perairan dengan kedalaman 200 meter namun lebih sering berada di perairan dengan kedalaman kurang dari 100 meter. Lumba-lumba hidung botol menyukai perairan dengan temperature 20-30 ºC (Wang dan Yang 2009).

Pada umumnya lumba-lumba memiliki indera penglihatan dan indera penciuman yang buruk sehingga kurang mendukung aktifitas sehari-hari di dalam habitat perairan. Namun lumba-lumba memiliki sistem sonar yang berfungsi dalam pengenalan obyek dan lokasi di dalam air (ekolokalisasi) menggunakan pancaran frekuensi suara. Pada bagian depan kepala terdapat organ melon berbentuk bulat yang terbuat dari lemak berminyak dan berfungsi mengarahkan frekuensi yang sangat tinggi ke arah sasaran. Sasaran akan terdeteksi berdasarkan pantulan frekuensi yang diterima di bagian tertentu di rahang bawah untuk diteruskan ke otak. Kemampuan penggunaan frekuensi lumba-lumba yaitu pada frekuensi 750-300.000 getaran per detik (Priyono 2001).

(14)

4

Menurut Coffey (1977), lumba-lumba membatasi pilihan makanannya untuk mangsa yang sesuai ukurannya, sebagian besar adalah ikan-ikan berukuran kecil. Hal ini disebabkan karena lumba-lumba tidak mengunyah makanannya melainkan langsung ditelan seluruhnya. Menurut Wang dan Yang (2009), T. aduncus memakan ikan dan sefalopoda yang berukuran tidak lebih dari 30 cm.

Stres

Stres merupakan respon tubuh terhadap suatu ancaman tertentu yang berupa penyesuaian terhadap kondisi tersebut (Von Borrel 2001). Selama proses penyesuaian terhadap kondisi stres terjadi perubahan fisiologis dan tingkah laku hewan sampai proses adaptasi tercapai. Frandson (1992) menyatakan bahwa stres dapat diartikan sebagai respon fisiologi, biokimia, maupun tingkah laku ternak terhadap factor fisik, kimia, dan biologis. Faktor yang mempengaruhi intensitas stres dapat berupa jarak dan lama perjalanan, tingkah laku ternak, bentuk pengangkutan, tingkat kepadatan, waktu pengangkutan, keadaan iklim, penanganan saat perjalanan, efektifitas waktu istirahat setelah perjalanan, serta sifat kerentanan individu terhadap stres. Stres dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu stres akut dan stres kronis. Stres akut adalah stres yang muncul cukup kuat, tetapi dapat menghilang dengan cepat, terutama jika penyebab stres dihilangkan. Stres kronis adalah stres yang tidak terlalu kuat, tetapi dapat bertahan lama sampai berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan (NSC 2004). Stres yang berlangsung dalam waktu yang lama (stres kronis) dapat mengakibatkan penurunan efektifitas sistem imun, sistem saraf, dan endokrin (Fowler 1999).

Archer et al. (1997) melaporkan bahwa terdapat 3 tahap dalam proses adaptasi hewan yang mengalami stres: 1) Fase alami, pada fase ini terjadi respon tubuh berupa reaksi imun dan sekresi adrenalin, 2) fase perlawanan, pada fase ini stres berhasil diadaptasi atau proses berlanjut, 3) fase kelelahan, akhir dari fase ini adalah kematian. Archer et al. (1997) juga mengklasifikasikan 4 macam penyebab stres yaitu 1) stressor somatik berupa suara keras, cahaya yang mencolok, transportasi, panas, dingin, tekanan, efek kimia, dan obat, 2) stressor psikologik berupa perkelahian, teror, dan restraint, 3) stressor tingkah laku meliputi terlalu padatnya populasi kadang, teritori, dan hierarki, 4) stressor lainnya yaitu keadaan malnutrisi, keberadaan toksin, parasit, agen infeksius, tindakan pembedahan, dan imobilisasi fisik atau kimia.

(15)

5 membantu memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh stres dan menstabilkan membran lisosom untuk mencegah kerusakan lebih lanjut (Frandson 1992).

Stres pada hewan dapat diukur melalui rasio neutrofil/limfosit (N/L). Kannan et al. (2000) menyebutkan bahwa terjadi peningkatan jumlah neutrofil dan penurunan jumlah limfosit pada kambing yang mengalami stres akibat transportasi. Rasio N/L lebih tinggi setelah proses transportasi dibandingkan sebelum proses transportasi. Rasio N/L normal pada mamalia adalah 1,5 namun pada kambing yang mengalami stres akibat transportasi dapat mencapai 2,7. Penelitian yang dilakukan oleh Ambore et al. (2009) menunjukkan adanya peningkatan neutrofil pada kambing setelah proses transportasi dan terjadi eosinopenia. Hal ini diduga merupakan respon dari kortisol di dalam darah. Kannan et al. (2000) juga menyebutkan bahwa hasil penelitian yang dilakukan tidak menunjukkan adanya penurunan jumlah eosinofil dan monosit selama transportasi.

Perubahan rasio N/L tidak hanya terjadi pada hewan yang mengalami stres transportasi, tetapi juga pada hewan yang dikandangkan di tempat penangkaran. Penelitian yang dilakukan oleh Maheshwari (2008) terhadap Owa Jawa di tempat penangkaran menunjukkan adanya gambaran rasio N/L yang relatif tinggi. Owa Jawa tersebut diduga berada dalam keadaan tercekam yang mungkin disebabkan oleh perlakuan pada saat penangkapan atau pembiusan. Satyaningtijas et al. (2010) juga melaporkan hasil observasi stres pada domba selama transportasi melalui perhitungan rasio N/L.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September tahun 2013 di Kawasan Konservasi Mamalia Air Pantai Cahaya, Sendang Sikucing, Kendal milik PT Wersut Seguni Indonesia dan Laboratorium Pawiyatan Luhur, Bendandhuwur, Semarang, Jawa Tengah.

Bahan dan Alat Penelitian

Hewan uji yaitu lumba-lumba (Tursiops aduncus) sebanyak 7 ekor, EDTA sebagai anti koagulan, alkohol 70 %, metil alkohol, pewarna Giemsa 10 %, spoit 5 ml, cool box, 14 buah kaca preparat, pakan tiap ekor lumba-lumba berupa ikan kuniran diberikan 3 kali sehari sebanyak 3 kg.

Tahap Persiapan

Populasi target pada penelitian ini adalah hewan lumba-lumba (Tursiops aduncus) yang hidup di dalam penangkaran. Hewan uji sebanyak 7 ekor. Hewan ditangani oleh beberapa orang untuk dilakukan pengambilan darah lewat pembuluh darah di bagian dorsal ekor.

(16)

6

Tahap Perlakuan

Sampel darah lumba-lumba diteteskan sebanyak satu tetes pada satu sisi kaca preparat. Satu kaca preparat lain yang masih baik (tepiannya masih rata) diambil dan ditempatkan di salah satu sisi ujungnya pada kaca preparat pertama dengan membentuk sudut kira-kira 30. Kaca preparat kedua ditarik sampai menyentuh tetes darah dan dibiarkan menyebar sepanjang tepi kaca preparat kedua. Kaca preparat kedua didorong ke sepanjang permukaan kaca preparat pertama dengan kecepatan yang cukup sehingga terbentuk lapisan darah tipis dan merata. Preparat dikeringkan dengan mengayun-ayunkannya beberapa kali di udara.

Pewarnaan preparat ulas darah dilakukan dengan pewarnaan Giemsa. Preparat ulas dimasukkan ke dalam metil alkohol dan dibiarkan selama 3-5 menit. Kemudian preparat diangkat dan dikeringkan di udara.Setelah kering, dimasukkan ke dalam larutan pewarna Giemsa 10 % selama 45-60 menit. Kemudian preparat ulas yang telah diwarnai dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan di udara. Pengamatan ulas darah bertujuan untuk mengidentifikasi dan menghitung jumlah setiap jenis leukosit, dalam hal ini jumlah neutrofil dan limfosit. Jumlah neutrofil dan limfosit dibandingkan untuk kemudian diolah sebagai parameter data acuan indeks stres.

Pemberian pakan dilakukan pagi, siang, dan sore hari sebanyak 3 kg per ekor. Pemberian pakan berupa ikan kuniran dan terkadang ikan kembung dilakukan dengan cara disuapkan ke moncong lumba-lumba satu per satu.

Prosedur Analisis Data

Data yang didapat dianalisa secara deskriptif dengan pengamatan hematologi. Pengamatan hematologi dilakukan melalui pengamatan preparat ulas darah dengan pewarnaan Giemsa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

(17)

7 dikeluarkan kembali (Dhabhar 2002). Glukokortikoid juga menghambat sintesis DNA yang mempengaruhi produksi limfosit (Chastain dan Ganjam 1986). Penarikan limfosit dari sirkulasi serta sintesis DNA yang dihambat sebagai respon glukokortikoid menyebabkan penurunan yang signifikan terhadap jumlah limfosit yang beredar. Hal yang sebaliknya terjadi pada neutrofil. Kortisol meningkatkan jumlah sel neutrofil yang beredar di sirkulasi dengan cara meningkatkan produksi neutrofil dan meningkatkan pelepasan neutrofil dari sumsum tulang dan sumber lainnya (Chastain dan Ganjam 1986).

Penelitian ini melakukan pengamatan terhadap kondisi stres yang mungkin terjadi pada lumba-lumba hidung botol (T. aduncus) yang hidup di Kawasan Konservasi Mamalia Air PT Wersut Seguni Indonesia. Peluang lumba-lumba ini mengalami stres sangat besar karena lumba-lumba ini dimanfaatkan sebagai satwa atraksi. Satwa atraksi harus dilatih untuk dapat menghibur pengunjung sehingga satwa ini akan mengalami keletihan.

Hasil pengolahan data ratio N/L dari sampel darah 7 ekor lumba-lumba berkisar antara 0.21-0.82. Rataan indeks stres dari 7 ekor lumba-lumba yang diuji telah diolah secara deskriptif dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah neutrofil, limfosit, rasio N/L serta rataannya

No. Sampel Neutrofil Limfosit N/L

1 38 52 0.73

Range* = rentang jumlah sel neutrofil dan limfosit lumba-lumba (Tursiops truncatus) yang dilaporkan oleh Patricia et al. tahun 2006

SD = Standar Deviasi

(18)

8

yang tinggi dapat disebabkan oleh keberadaan antigen di dalam tubuh sehingga tubuh memproduksi antibodi (Frandson 1992).

Stres dapat ditimbulkan oleh manajemen pemeliharaan yang tidak baik. Lumba-lumba yang hidup di penangkaran dan sebagai satwa atraksi dapat mengalami stres antara lain yang terjadi karena stresor somatik berupa suara keras yang ditimbulkan saat atraksi (gemuruh penonton, suara megafon) dan perlakuan transportasi, stresor psikologik yaitu restraint dan perkelahian, stresor tingkah laku berupa terlalu padatnya populasi dalam kolam, dan stresor lainnya berupa malnutrisi serta keberadaan agen infeksius pada tubuh hewan. Managemen pemeliharaan yang diamati pada penelitian ini adalah keadaan lingkungan habitat lumba-lumba, pakan, dan manajemen kesehatan.

Lingkungan habitat lumba-lumba di Kawasan Konservasi Mamalia Air PT Wersut Seguni Indonesia adalah 6 buah kolam yang cukup luas dengan kedalaman yang variatif (Gambar 2). Terdapat 5 buah kolam di gedung karantina dan 1 buah kolam di tempat atraksi. Kedalaman kolam-kolam pada gedung karantina yaitu 3.5-6 m, sedangkan kedalaman kolam pada tempat atraksi yaitu 2.5 m. Tiap kolam diisi 2 sampai 5 ekor lumba-lumba. Kolam tempat tinggal lumba-lumba harus memiliki kedalaman tidak kurang dari rata-rata panjang tubuh lumba-lumba yang berada di kolam tersebut dan salah satu bagian kolam harus memiliki kedalaman tidak kurang dari 2 kali panjang tubuh lumba-lumba (Swedish Agriculture’s Regulations 2009) dan panjang tubuh lumba-lumba hidung botol Tursiops aduncus yaitu 2.4-2.7 m (Amir et al. 2007; Jefferson et al. 2008) sehingga kedalaman kolam lumba-lumba di Kawasan Konservasi Mamalia Air PT Wersut Seguni sudah memenuhi standar supaya lumba-lumba tidak stres.

(19)

9 Lumba-lumba membatasi pilihan makanannya berupa ikan-ikan berukuran kecil karena lumba-lumba tidak mengunyah makanannya melainkan langsung ditelan seluruhnya. Ikan kuniran dan ikan kembung memiliki panjang tidak lebih dari 30 cm dan diperoleh dari hasil tangkapan laut nelayan sekitar, selain itu ikan kuniran yang berukuran besar akan dipotong-potong terlebih dahulu sebelum diberikan kepada lumba-lumba. Hal ini sesuai dengan pakan alami yang biasa dimakan lumba-lumba di laut lepas sehingga lumba-lumba yang diuji tidak mengalami malnutrisi yang disebabkan oleh pakan yang tidak sesuai.

Gambar 3 Pakan lumba-lumba yaitu ikan kuniran.

(20)

10

Gambar 4 Pengambilan darah lumba-lumba di vena dorsal ekor. Penyakit yang sering menyerang lumba-lumba dapat disebabkan oleh virus, bakteri, dan jamur. Penyakit lumba-lumba yang dapat menyerang manusia antara lain adalah lobomycosis dan brucellosis. Lobomycosis merupakan penyakit mikotik kronis yang menyerang jaringan subkutan dan kulit lumba-lumba dan disebabkan oleh Lacazia loboi, yang juga diketahui memiliki induk semang manusia (Bossart 2007). Bossart (2007) menyatakan penyebab lobomycosis belum jelas namun terdapat indikasi bahwa lobomycosis disebabkan oleh keadaan immunosupresi. Bossart (2007) lebih lanjut menyatakan bahwa beberapa bukti telah menjukan bahwa lobomycosis dapat menular dari lumba-lumba yang terinfeksi ke manusia. NOAA (2013) menyatakan bahwa brucellosis dapat ditemukan pada lumba-lumba dan paus, yaitu Brucella pinnipedialis dan Brucella ceti. NOAA (2013) lebih lanjut menyatakan bahwa lumba-lumba yang terinfeksi brucellosis tidak menampilkan gejala klinis. Belum ada laporan penularan brucellosis dapat terjadi pada manusia yang berenang bersama lumba-lumba namun kemungkinan untuk terjadi penularan ada walaupun kecil, sehingga manusia disarankan untuk tidak berenang di lingkungan hidup lumba-lumba apabila memiliki luka terbuka (NOAA 2013).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(21)

11 Saran

Perlu dilakukan penelitian tentang gambaran darah lebih lengkap dari spesies yang sama pada populasi di tempat lain sehingga melengkapi data fisiologis tentang darah lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus).

DAFTAR PUSTAKA

Archer RK, Jeff Cott LB, Lehmann H. 1997. Comparative Clinical Hematology. London (GB): Williams and Wilkins Company Baltimore.

Ambore B, Ravikanth K, Maini S, Rekhe DS. 2009. Haematological profile and growth performance of goats under transportation stress. Veterinary World 2(5): 195-198.

Amir O, Berggren P, Jiddawi NS. 2007. Reproductive biology of the male Indo-Pacific Bottlenose Dolphin. London (GB): Book of Abstracts.

Bossart GD. 2007. Emerging diseases in marine mammals: from dolphins to manatee. Microbe (2):11

Brenner I, Shek PN, Zamecnik J, Shephard RJ. 1998. Stress hormones and the immunological responses to heat and exercise. International Journal of Sports Medicine 19:130143.

Chastain CB, Ganjam VK. 1986. Clinical Endocrinology of Companion Animals. Philadelphia (US): Lea & Febiger.

Coffey DJ. 1977. The Encyclopedia of Sea Mammals. London (GB): Book of Abstracts.

Cribb N, Miller C, Seuront L. 2013. Indo-Pacific bottlenose dolphin (Tursiops aduncus) habitat preferences in a heterogeneous, urban, coastal environment. Aquatic biosystems 9:3.

Dhabhar FS. 2002. A hassle a day may keep the doctor away: stress and the augmentation of immune function. Integrative and Comparative Biology 42: 556564.

Fowler ME. 1999. Zoo and Wild Animal Medicine. Edisi ke-4. Philadelphia (US): WB Saunders Company.

Frandson RD. 1992. Anatomy and Physiology of Farm Animals. Philadelphia (US): Lea & Febiger.

Gauckler A. 1982. Dolphins. Di dalam: Klos HG, Lang EM, editor. Handbook of Zoo Medicine. Diseases and Treatment of Wild Animals in Zoos, Game Parks Circuses and Private Collections. New York (US): Van Nostrand Reinhold Company.

Kannan G, Terril TH, Kouakou B, Gazal OS, Gelaye S, Amoah EA, Samaké S. 2000. Transportation of goats: effects on physiological stress responses and live weight loss. Journal of Animal Science 78:1450-1457.

(22)

12

Johnson EO, Kamilaris TC, Chrousos GP, Gold PW. 1992. Mechanisms of stress: a dynamic overview of hormonal and behavioral homeostasis. Neurosci. Biobehav. Rev.16:115–130.

Maheshwari H. 2008. Rasio Netrofil/Limfosit (N/L) sebagai indikator stres pada Owa Jawa (Hylobates moloch audebert 1797) di tempat penangkaran. The Indonesian Journal of Physiology 7(2): 74-154.

Mann J, Connor RC, Barre LM, Heithaus MR. 2000. Female reproductive success in bottlenose dolphins (Tursiops sp.): life history, habitat, provisioning, and group-size effects. Behavioral Ecology 11(2): 210-219.

[NOAA] National Oceanic and Atmospheric Administration. 2013. Brucella Infection in Whales and Dolphins [internet]. [diunduh 2014 Jul 6]. Tersedia pada: http://www.nmfs.noaa.gov/pr/pdfs/health/brucella.pdf.

[NSC] National Safety Council. 2004. Stress Management. Boston (US): Jones and Bartlett Publisher.

Ottaway CA, Husband AJ. 1994. The influence of neuroendocrine pathways on lymphocyte migration. Immunology Today 15: 511517.

Patricia AF, Thomas CH, Rene AV, Juli DG, Jeffrey A, Eric SZ, Gregory DB. 2006. Hematology, Serum Chemistry and Cytology Findings from Apparently Healthy Atlantic Bottlenose Dolphins (Tursiops trucantus) Inhabiting the Estuarine Waters of Charleston, South Carolina. Aquatic Mammals 32(2): 182-195.

Perrin W, Würsig B, Thewissen J. 2008. Encyclopedia of Marine Mammals. San Diego (CA): Academic Press.

Priyono A. 2001. Lumba-lumba di Indonesia. Bogor (ID): IPB Press.

Robert AR, Roberts SO. 1996. Exercise Physiology: exercise, performance, and clinical application. Missouri (US): Mosby.

Rommel S. 1990. Osteology of The Bottlenose Dolphin. Di dalam: Leatherwood S, Reeves RR, editor. The Bottlenose Dolphin. Santiago (US): Academic Press. Satyaningtijas AS, Andriyanto, Ramadhoni A, Suci Y, Dewi F, Sutisna A. 2010. Efektifitas multivitamin dan meniran (Phyllantusneruri L.) dalam menurunkan stres pada domba selama transportasi. Berita Biologi 10(3): 393-399.

Swedish Agriculture's Regulations. 2009. SVJS 2009.92: Animal husbandry in zoos and more.

Von Borell EH. 2001. The biology of stress and its application to livestock housing and transportation assessment. Journal of Animal Science 79: 260-267. Wang JY, Yang AC. 2009. Indo-Pacific Bottlenose Dolphin (Tursiops aduncus). Di dalam: Perrin WF, Würsig B, Thewissen JGM, editor. Encyclopedia of Marine Mammals. Edisi ke 2. Amsterdam (NL): Academic Press.

Wells RS, Scott MD. 2002. Bottlenose dolphins. Di dalam: Perrin WF, Würsig B, Thewissen JGM, editor. Encyclopedia Of Marine Mammals. San Diego (US): Academic Press.

(23)

13

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1  Ilustrasi Tursiops aduncus (Würtz 2010)
Tabel 1  Jumlah neutrofil, limfosit, rasio N/L serta rataannya
Gambar 2  Kolam lumba-lumba di PT Wersut Seguni Indonesia.
Gambar 3  Pakan lumba-lumba yaitu ikan kuniran.
+2

Referensi

Dokumen terkait