• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Foreign Direct Investment Dan Afta Terhadap Kesempatan Kerja Sektoral Di Asean 5

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Foreign Direct Investment Dan Afta Terhadap Kesempatan Kerja Sektoral Di Asean 5"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FOREIGN DIRECT INVESTMENT DAN AFTA

TERHADAP KESEMPATAN KERJA SEKTORAL DI ASEAN 5

ILHAMDI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Foreign Direct Investment dan AFTA terhadap Kesempatan Kerja Sektoral di ASEAN 5 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

ILHAMDI. Pengaruh Foreign Direct Investment dan AFTA terhadap Kesempatan Kerja Sektoral di ASEAN 5. Dibimbing oleh RINA OKTAVIANI dan YETI LIS PURNAMADEWI.

Pada akhir tahun 2015 menjadi awal diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA merupakan kelanjutan dari ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) yang merupakan kerjasama perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara. Kerjasama AFTA tidak hanya mendorong peningkatan volume perdagangan, tetapi juga aliran Foreign Direct Investment (FDI) ke negara-negara ASEAN. Masuknya FDI diharapkan dapat memberikan dampak meningkatnya kesempatan kerja di negara-negara ASEAN.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Foreign Direct Investment (FDI) dan AFTA terhadap kesempatan kerja sektoral di ASEAN 5. Penelitian ini difokuskan pada lima sektor ekonomi utama yaitu pertanian, pertambangan, manufaktur, konstruksi dan jasa. Penelitian ini menggunakan metode panel data dengan model FEM (Fixed Effect Model). Variabel yang digunakan antara lain kesempatan kerja sebagai variabel endogen, sementara FDI, PDB, upah dan AFTA sebagai variabel eksogen. Data cross-section yang digunakan dalam penelitian ini merupakan negara-negara ASEAN 5 yang terdiri dari Filipina, Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam dengan tahun pengamatan sebanyak 9 tahun, mulai dari tahun 2006 hingga 2014.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa FDI, PDB, upah dan AFTA memberikan dampak yang berbeda di masing-masing sektor. FDI hanya memberikan dampak positif terhadap kesempatan kerja di sektor jasa. Sementara PDB memberikan dampak positif terhadap kesempatan kerja sektor manufaktur, konstruksi dan jasa. Sedangkan PDB di sektor pertanian dan pertambangan memberikan dampak negatif terhadap kesempatan kerja. Tingkat upah berdampak positif terhadap kesempatan kerja di sektor pertambangan dan pertanian. Dan kerjasama AFTA yang berlangsung di tahun 2010 memberikan dampak positif terhadap kesempatan kerja di sektor manufaktur dan pertambangan.

Foreign Direct Investment merupakan salah satu faktor untuk mengatasi permasalahan ketenagakerjaan di ASEAN 5 terutama di sektor jasa. Sementara PDB menjadi variabel penting dalam meningkatkan kesempatan kerja ASEAN 5 di sektor manufaktur, konstruksi dan jasa. Kebijakan kenaikan upah dapat diterapkan pemerintah pada sektor pertanian dan pertambangan karena memiliki dampak positif terhadap kesempatan kerja. Kerja sama AFTA yang telah berlangsung merupakan kebijakan yang tepat bagi ASEAN 5 untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor pertambangan dan manufaktur sehingga berdampak pada peningkatan permintaan tenaga kerja di sektor tersebut.

(5)

SUMMARY

ILHAMDI. The Impact of Foreign Direct Investment and AFTA on Sectoral Employment in ASEAN 5. Supervised by RINA OKTAVIANI and YETI LIS PURNAMADEWI.

At the end of 2015 being early implementation of the ASEAN Economic Community (AEC). AEC is a continuation of the ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) in Southeast Asia. AFTA not only encourage increased trading volume, but also the flow of Foreign Direct Investment (FDI) to ASEAN countries. FDI is expected to affect an increase in employment in ASEAN countries.

The aims of this study are to analyze the impact of Foreign Direct Investment (FDI) and ‎ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) on sectoral employment in ASEAN 5. The analysis ‎focused on five main sectors, namely agriculture, mining, manufacturing, ‎construction and service sectors. This study uses panel data approach with Fixed Effect Model. Variable used include employment as an edogenous variable, while GDP, wages and AFTA as exogenous variables. Cross section data that are used in this study consist of ASEAN 5 countries, namely Indonesia, Malaysia, Philippines, Thailand and Vietnam with periods of observation as much as 9 years, from 2006 until 2014.

The result of this study indicate that FDI, GDP, wages and AFTA have different impacts in each sector. FDI has positive impact on employment in service sector. GDP has positive impact on employment in manufacturing, construction and service sectors. While GDP in the agricultural and mining sectors has negative impact on employment. The wage has a positive impact on employment in the mining and agricultural sectors. ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) that took place in 2010 has a positive impact on employment in the manufacturing and mining sectors.

Foreign Direct Investment is one factor to overcome employment issues in ASEAN 5, especially in service sector. While GDP becomes an important variable in enhancing ASEAN 5 employment in the manufacturing, construction and services. Increasing wages can be applied on agriculture and mining as it has a positive impact on employment. AFTA that has taken place is proper policy for the ASEAN 5 to encourage economic growth in the mining and manufacturing sectors that have an impact on increasing demand of labor in the sector.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

PENGARUH FOREIGN DIRECT INVESTMENT DAN AFTA

TERHADAP KESEMPATAN KERJA SEKTORAL DI ASEAN 5

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Foreign Direct Investment dan AFTA terhadap Kesempatan Kerja Sektoral di ASEAN 5 berhasil diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS dan Ibu Dr Ir Yeti Lis Purnamadewi MScAgr selaku dosen pembimbing atas bimbingan, masukan serta motivasi yang sangat berarti dalam penyelesaian penelitian ini. Serta Ibu Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr sebagai penguji, Ibu Dr Lukytawati Anggraeni, SP MSi selaku ketua program studi ilmu ekonomi, dan Dr Widyastutik, SE MSi sebagai penguji wakil program studi atas kritik dan saran dalam penyempurnaan penelitian ini. Di samping itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada ayah, ibu serta keluarga tercinta atas segala dukungan, do’a dan kasih sayangnya.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman seperjuangan Kelas Magister Ilmu Ekonomi angkatan VIII Mujiburrahman, Zikra Masegus, Fauziyah Adzimatinur, Fatimah Zachra Fauziah, Silvia Sari Busnita, Bramastyo Agung Wibowo, Muhammad Fazri, Stannia Cahaya Suci dan Tri Arifin Darsono atas kebersamaan, kerjasama dan motivasi selama ini. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada seluruh civitas Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi IPB. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

Pengaruh FDI, PDB, Upah dan AFTA terhadap Kesempatan Kerja

Sektoral 8

Hubungan FDI dan Kesempatan Kerja Sektoral 8

Hubungan PDB dan Kesempatan Kerja Sektoral 10

Hubungan Upah dan Kesempatan Kerja Sektoral 12

Hubungan AFTA dan Kesempatan Kerja Sektoral 13

Tinjauan Empiris 14

Kerangka Pemikiran 16

Hipotesis Penelitian 18

METODE PENELITIAN 18

Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data 18

Metode Analisis Data 19

Analisis Deskriptif 19

Analisis Kuantitatif 19

Spesifikasi dan Uji Model 22

Spesifikasi Model 22

Uji Pemilihan Model 22

Uji Kriteria Ekonometrika 23

Evaluasi Model 24

HASIL DAN PEMBAHASAN 25

Keragaan FDI di ASEAN 5 25

Keragaan FDI Sektoral di Filipina 26

Keragaan FDI Sektoral di Indonesia 27

Keragaan FDI Sektoral di Malaysia 28

Keragaan FDI Sektotal di Thailand 29

Keragaan FDI Sektoral di Vietnam 30

(12)

Keragaan Kesempatan Kerja, PDB dan Upah Sektoral di Indonesia 33 Keragaan Kesempatan Kerja, PDB dan Upah Sektoral di Malaysia 36 Keragaan Kesempatan Kerja, PDB dan Upah Sektoral di Thailand 38 Keragaan Kesempatan Kerja, PDB dan Upah Sektoral di Vietnam 40 Pengaruh FDI dan AFTA terhadap Kesempatan Kerja Sektoral di

ASEAN 5 42

Hasil Uji Pemilihan dan Evaluasi Model 42

Pengaruh FDI dan AFTA terhadap Kesempatan Kerja di Sektor

Pertanian 43

Pengaruh FDI dan AFTA terhadap Kesempatan Kerja di Sektor

Pertambangan 45

Pengaruh FDI dan AFTA terhadap Kesempatan Kerja di Sektor

Manufaktur 46

Pengaruh FDI dan AFTA terhadap Kesempatan Kerja di Sektor

Konstruksi 47

Pengaruh FDI dan AFTA terhadap Kesempatan Kerja di Sektor Jasa 49 Pengaruh Efek Individu terhadap Kesempatan Kerja Sektoral di ASEAN 5 50

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 52

Simpulan 52

Implikasi Kebijakan 53

DAFTAR PUSTAKA 54

LAMPIRAN 57

(13)

DAFTAR TABEL

1. Data dan sumber data 18

2. Uji Durbin-Watson d: selang keputusan 24

3. Hasil Uji Chow dan uji Hausman 42

4. Nilai F-statistik estimasi model 43

5. Hasil estimasi sektor pertanian 44

6. Hasil estimasi sektor pertambangan 46

7. Hasil estimasi sektor manufaktur 47

8. Hasil estimasi sektor konstruksi 48

9. Hasil estimasi sektor jasa 49

10. Keragaman individu model estimasi sektor pertanian 50 11. Keragaman individu model estimasi sektor pertambangan 50 12. Keragaman individu model estimasi sektor manufaktur 51 13. Keragaman individu model estimasi sektor konstruksi 51 14. Keragaman individu model estimasi sektor jasa 52

DAFTAR GAMBAR

1. Tren PDB negara-negara ASEAN sebelum AFTA tahun 2005-2009 dan sesudah AFTA tahun 2010-2014 (dalam juta dolar AS) 2 2 FDI stock (dalam juta dolar AS) dan kesempatan kerja sektoral

ASEAN 5 periode 2006-2015 3

3. Hubungan output, konsumsi dan investasi 9

4. Hubungan fungsi dan input produksi 11

5. Fleksibilitas upah dan penggunaan tenaga kerja 13

6. Kerangka pemikiran 17

12. Kesempatan kerja (juta), pertumbuhan kesempatan kerja (persen), dan

pertumbuhan PDB (persen) negara Filipina 32

13. Tingkat upah riil sektoral dan upah riil minimum di Filipina 33 14. Kesempatan kerja (juta), pertumbuhan kesempatan kerja (persen), dan

pertumbuhan PDB (persen) negara Indonesia 34

15. Tingkat upah riil sektoral dan upah riil minimum di Indonesia 35 16. Kesempatan kerja (juta), pertumbuhan kesempatan kerja (persen), dan

pertumbuhan PDB (persen) negara Malaysia 36

(14)

18. Kesempatan kerja (juta), pertumbuhan kesempatan kerja (persen), dan

pertumbuhan PDB (persen) negara Thailand 38

19. Tingkat upah riil sektoral dan upah riil minimum di Thailand 39 20. Kesempatan kerja (juta), pertumbuhan kesempatan kerja (persen), dan

pertumbuhan PDB (persen) negara Vietnam 41

21. Tingkat upah riil sektoral dan upah riil minimum di Vietnam 42

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil uji multikolinearitas sektor pertanian 56 2. Hasil uji multikolinearitas sektor pertambangan 56 3. Hasil uji multikolinearitas sektor manufaktur 56 4. Hasil uji multikolinearitas sektor konstruksi 56

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Akhir tahun 2015 merupakan awal diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA merupakan peluang bagi negara-negara anggota untuk memperkuat perekonomiannya dalam menghadapi persaingan global. Terdapat empat pilar yang dapat memperkuat perekonomian melalui kerjasama tersebut. Pertama, menjadikan ASEAN sebagai satu entitas pasar sehingga persoalan bea cukai, standarisasi tenaga kerja, dan investasi antar negara menjadi lebih mudah. Kedua, meningkatkan daya saing produk yang di jual di dalam pasar tersebut untuk meningkatkan kualitas produk tersebut. Ketiga, menghapus kesenjangan yang berlebihan antar negara-negara ASEAN agar tercapai kesejahteraan yang merata. Keempat, menjadikan kawasan ASEAN terintegrasi secara penuh ke dalam perekonomian global.

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan kelanjutan dari rangkaian dari kerjasama-kerjasama regional yang dimulai dengan terbentuknya ASEAN pada 8 Agustus 1967. Tujuan utama dari kerjasama tersebut dari sisi ekonomi adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi masyarakat bangsa-bangsa Asia Tenggara, perluasan perdagangan dan pengkajian masalah-masalah komoditi internasional. Untuk itu, pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992 dibentuklah ASEAN Free Trade Area (AFTA) untuk membentuk kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia, menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI) dan meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade).

Untuk mewujudkan tujuan AFTA tersebut, maka dibuatlah skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA). Skema tersebut berupa penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kuantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya. Pada tahun 2010 terjadi kesepakatan untuk menghapus bea masuk impor barang bagi Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand. Sedangkan kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam pembebasan tarif tersebut berlaku pada tahun 2015.

Pada Gambar 1 menunjukkan perbedaan nyata antara tren garis PDB riil negara-negara ASEAN sebelum AFTA (2005-2009) dan setelah AFTA (2010-2014). Kemiringan tren garis setelah AFTA lebih besar dibandingkan kemiringan tren garis sebelum AFTA. Hal ini menunjukkan bahwa kerjasama AFTA memberikan dampak yang nyata terhadap peningkatan PDB negara-negara ASEAN sebelum dan sesudah AFTA.

Berdasarkan data UNCTAD tahun 2014 tercatat bahwa pertumbuhan PDB riil pada tahun 2010 sebesar 8% tertinggi dalam periode 2005 hingga 2014. Ini semakin menunjukkan bahwa kerjasama AFTA yang diberlakukan tahun 2010 berdampak positif terhadap peningkatan PDB negara-negara ASEAN.

(16)

2

dolar AS atau meningkat 128% dibandingkan tahun 2009 yang hanya sebesar 47 miliar dolar AS. FDI terus mengalami peningkatan hingga tahun 2014 menjadi puncaknya dimana 8% dari total aliran FDI global masuk ke negara-negara ASEAN.

Sumber : Unctadstat.unctad.org

Gambar 1. Tren PDB negara-negara ASEAN sebelum AFTA tahun 2005-2009 dan sesudah AFTA tahun 2010-2014 (dalam juta dolar AS)

Investasi sebagai salah satu komponen pendapatan PDB memiliki kontribusi dalam pembangunan suatu negara. Untuk memacu pertumbuhan dibutuhkan investasi baru yang merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal (Todaro, 1998). Semakin banyak investasi maka akan mendorong meningkatnya output suatu negara yang direpresentasikan pada meningkatnya PDB. Dalam model pertumbuhan ekonomi Solow terdapat dua faktor utama yaitu modal dan tenaga kerja yang berinteraksi menghasilkan output barang dan jasa. Maka antara investasi dan tenaga kerja memiliki keterkaitan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Ketersediaan modal domestik bagi negara-negara berkembang masih menjadi kendala. Sebagai salah satu bentuk investasi dari luar negeri, Foreign Direct Investment (FDI) melengkapi kekurangan modal domestik. FDI melibatkan investasi aset-aset produktif berupa pendirian pabrik, penerapan teknologi baru, kemampuan manajerial, pengembangan keahlian tenaga kerja dan lain sebagainya sebagai bentuk investasi sektor riil. Fenomena peningkatan aliran masuk FDI di negara-negara anggota ASEAN menimbulkan harapan berupa perbaikan pertumbuhan ekonomi di negara tujuan (host country). Dengan pertumbuhan tersebut akan berdampak pada besarnya peluang kesempatan kerja di negara-negara tersebut.

(17)

Perumusan Masalah

Proses kerjasama AFTA yang berlangsung tahun 2010 mendorong terintegrasinya perekonomian negara-negara ASEAN. Kerjasama tersebut menguntungkan negara-negara anggota dari volume perdagangan, pertumbuhan ekonomi, aliran modal dan meningkatnya pertumbuhan kesempatan kerja dengan dihilangkannya hambatan-hambatan yang ada.

Waldkirch (2008) mengungkapkan bahwa permulaan kerja sama perdagangan bebas kawasan Amerika Utara atau North American Free Trade Agreement (NAFTA) memberikan dampak signifikan atas masuknya aliran Foreign Direct Investment ke negara Meksiko. Hal ini juga terlihat pada Gambar 2 yang menunjukkan bahwa kerjasama AFTA yang berlangsung tahun 2010 memberikan kenaikan FDI secara signifikan di negara ASEAN 5 (Filipina, Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam) di bandingkan periode sebelum berlangsungnya kerjasama tersebut. FDI terserap pada lima sektor ekonomi utama yaitu pertanian, pertambangan, manufaktur, konstruksi dan jasa.

Pada Gambar 2 juga menunjukkan bahwa tidak semua kenaikan FDI di masing-masing sektor diikuti dengan peningkatan kesempatan kerja. Peningkatan

Sumber: Lembaga statistik masing-masing negara ASEAN 5

(18)

4

FDI sektor pertanian tiap tahunnya tidak diikuti tren peningkatan kesempatan kerja. Berbeda dengan kesempatan kerja sektor pertambangan, manufaktur, konstruksi dan jasa yang mengalami peningkatan tiap tahunnya tetapi kenaikannya tidak sesignifikan peningkatan FDI.

Banyak perdebatan mengenai dampak yang ditimbulkan dari FDI terhadap perekonomian (termasuk kesempatan kerja) di host country. Onaran (2007), Aitken dan Harrison (1999) mengungkapkan bahwa FDI memiliki dampak negatif terhadap kesempatan kerja domestik host country. Sementara Radosevic (2000) menemukan dampak positif yang ditimbulkan FDI terhadap kesempatan kerja di negara yang telah siap melakukan transisi dan kesiapan tenaga kerja domestik yang produktif.

Alfaro (2003) meneliti FDI yang masuk pada sektor primer, manufaktur dan jasa di negara-negara OECD. FDI yang masuk pada sektor primer seperti pertanian dan pertambangan memberikan dampak negatif terhadap perekonomian. Sementara FDI yang masuk pada sektor manufaktur memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi masing-masing negara. Namun pada sektor jasa memberikan dampak yang ambigu terhadap pertumbuhan ekonomi.

Jude dan Silaghi (2015) dengan menggunakan teori permintaan tenaga kerja di negara CEECs (Central and Eastern European Coutntries). FDI memberikan dampak negatif terhadap kesempatan di negara CEECs. Hal ini disebabkan oleh persaingan ketat antar perusahaan domestik dan perusahaan asing yang masuk melalui FDI. Determinan lain seperti PDB memberikan dampak positif terhadap kesempatan kerja, sementara tingkat upah tidak berpengaruh signifikat terhadap kesempatan kerja.

Sementara Konings (2004), Jude dan Silaghi (2015) selain menggunakan FDI juga memasukkan variabel dummy berupa perdagangan bebas. Hasil studi mengungkapkan bahwa kerjasama perdagangan bebas di suatu kawasan tidak memiliki dampak terhadap kesempatan kerja di host country.

Berdasarkan uraian di atas menimbulkan pertanyaan apakah FDI dan determinan permintaan tenaga kerja seperti PDB dan upah memberikan dampak terhadap pertumbuhan kesempatan kerja sektoral di ASEAN 5. Dan bagaimana kerjasama kerjasama perdagangan bebas AFTA memberikan dampak signifikan terhadap kesempatan kerja sektoral di ASEAN 5.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian dari latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan yang dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis keragaan FDI sektoral di negara ASEAN 5

2. Menganalisis keragaan kesempatan kerja, PDB dan upah sektoral di ASEAN 5 3. Menganalisis dampak FDI dan AFTA terhadap kesempatan kerja sektoral di

ASEAN 5

Manfaat Penelitian

(19)

pada era globalisasi ekonomi di kawasan ASEAN. Selain itu, penelitian ini dapat berkontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta dapat menjadi referensi yang baik untuk penelitian-penelitian lebih lanjut terkait liberalisasi perdagangan dan FDI yang berdampak pada kesempatan kerja di negara-negara ASEAN.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencoba untuk menggambarkan dinamika FDI yang masuk dan kesempatan kerja serta pada saat sebelum dan sesudah diberlakukannya AFTA di negara-negara ASEAN 5. Selanjutnya melakukan uji empiris mengenai dampak aliran masuk FDI dan AFTA terhadap kesempatan kerja di negara-negara ASEAN 5.

Ada beberapa alasan penelitian ini hanya mengambil ASEAN 5 (Filipina, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam) dari sepuluh negara anggota ASEAN. Pertama, negara-negara tersebut memiliki kelengkapan data yang dibutuhkan dalam penelitian. Kedua, kelima negara tersebut memiliki sisi demografi, geografis, struktur ekonomi yang sama. Ketiga, sebagai negara terbesar di kawasan asia tenggara, ASEAN 5 dapat merepresentasikan negara-negara Asia Tenggara lainnya.

Peneliti menganalisis pada lima sektor ekonomi (pertanian, pertambangan, manufaktur, konstruksi, dan jasa). Lima sektor ekonomi tersebut menjadi perhatian utama bagi negara-negara dengan berpenghasilan menengah khususnya bagi negara-negara ASEAN 5.

FDI dan kesempatan kerja menjadi menjadi pusat pertahatian semenjak adanya liberalisasi perdagangan antar negara-negara ASEAN. Liberalisasi perdagangan tersebut saat ini memberikan keuntungan maupun ancaman bagi setiap negara. Keuntungan berupa pertumbuhan ekonomi yang inklusif terutama untuk mengatasi pengangguran yang berujung pada kesejahteraan. Serta ancaman berupa kalah bersaingnya industri domestik dari terjangan perusahaan asing sehingga berdampak pada meningkatnya pengangguran yang berujung pada kemiskinan.

TINJAUAN PUSTAKA

Kesempatan Kerja

Kegiatan produksi untuk menghasilkan output membutuhkan beberapa input produksi salah satunya adalah tenaga kerja. Kebutuhan akan tenaga kerja tersebut didefinisikan sebagai kesempatan kerja. Dalam hal ini kesempatan kerja menggambarkan banyaknya tenaga yang terserap di berbagai sektor ekonomi di suatu negara. Sementara angkatan kerja merupakan jumlah orang yang sedang bekerja dan orang yang menganggur dalam usia kerja (Mankiw, 2003).

(20)

6

pasar domestik yang lebih besar (Todaro 1999). Namun berdasarkan teori yang dikemukakan Thomas Maltus, bahwa pertambahan penduduk akan mengurangi output per kapita karena tetapnya jumlah faktor produksi seperti tanah. Teori ini menggambarkan kondisi masyarakat pertanian subsisten. Sehingga pertambahan penduduk dianggap sebagai ancaman serius terhadap pertumbuhan ekonomi.

Keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dicapai dengan mengkonsentrasikan pada dua kekuatan yaitu akumulasi modal dan industrialiasi. Pembangunan industri modern diharapkan dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri serta menyerap tenaga kerja. Selain itu, proses industrialiasi ini akan merubah demografi dari pekerja mandiri (self-employment) menjadi tenaga kerja formal. Ada tiga model ekonomi mengenai ketenagakerjaan yang diungkapkan oleh Todaro (1999). Pertama, model pasar-bebas kompetitif yang menganggap bahwa pada suatu perekonomian ekuilibrium tradisional yang sepenuhnya didasarkan pada upah fleksibel tradisional ini, pengangguran tidak pernah terjadi. Kedua, model pertumbuhan output dan kesempatan kerja yang menjelaskan dengan baik mengenai fenomena naiknya produktivitas tenaga kerja yang mengakibatkan naiknya rasio modal-tenaga kerja. Model ini menjelaskan konsep pembangunan ekonomi sebagai pertumbuhan output maksimum dengan memperkenalkan produksi yang lebih padat modal untuk menghasilkan laba yang lebih besar. Tujuan dari pertumbuhan output maksimum dan peningkatan kesempatan kerja maksimum merupakan dua hal yang saling bertentangan dan tidak bisa dicapai secara serentak. Ketiga, model mikro insentif-harga yang mengungkapkan dampak-dampak yang ditimbulkan oleh distorsi harga-harga faktor produksi terhadap pola penggunaan sumber daya, terutama tenaga kerja.

Foreign Direct Investment (FDI)

Foreign Direct Investment (FDI) merupakan aliran modal asing langsung dimana perusahaan suatu negara mendirikan atau memperluas operasi atau jaringan bisnisnya di negara-negara lain. Satu ciri yang menonjol dari penanaman modal asing langsung ini adalah tidak hanya pemindahan sumber daya, akan tetapi juga memberlakukan pengendalian (control) asing (pihak pemilik modal). Artinya, cabang atau anak perusahaan itu tidak hanya diikat dengan kewajiban keuangan kepada induk perusahaannya, akan tetapi secara keseluruhan merupakan bagian integral dari struktur organisasi perusahaan induk, sehingga anak atau cabang perusahaan ini merupakan perpanjangan tangan perusahaan induk yang berada di negara asalnya. Segala macam keputusan puncak diambil dari pusat (Krugman 2009).

(21)

Serikat untuk menghasilkan produk yang sama sesuai standar produksi. Untuk menghadapi hal tersebut, perusahaan Amerika Serikat dipaksa untuk memfasilitasi produksi di negara yang selama ini menjadi tujuan ekspor, guna mempertahankan pangsa pasar mereka di negara tujuan ekspor tersebut. Investasi asing langsung seperti ini terjadi pada tahun 1950-1970 yang dilakukan perusahaan multinasional Amerika Serikat.

Adapula teori FDI yang dijelaskan oleh Itagaki (1981) dan Chusman (1985) dalam Denisa (2010), menjelaskan bahwa FDI dipengaruhi oleh perbedaan mata uang antar negara. Seperti yang terjadi di Amerika Serikat dimana faktor nilai tukar riil yang meningkat menstimulus penurunan investasi asing langsung di negara tersebut. Namun, teori tingkat resiko mata uang tidak dapat menjelaskan secara simultan untuk investasi yang terjadi pada waktu yang berbeda.

Teori internasionalisasi menjelaskan determinan utama dari FDI adalah penghapusan kompetisi dan keuntungan perusahaan multinasional yang memiliki keunggulan khusus. Perusahaan multinasional melakukan pengorganisasian aktivitas internal untuk mengembangkan keunggulan yang khusus yang kemudian akan mengeksploitasi keunggulan tersebut jika keuntungan dari keunggulan tersebut lebih besar dari biaya operasional di luar negeri. Menurut Hymer (1976) dalam Denisa (2010) perusahaan multinasional muncul pada ketidaksempurnaan pasar yang menyebabkan pasar tersebut berbeda dari pasar persaingan sempurna untuk produk akhir.

Ada beberapa alasan yang mendorong perusahaan multinasional melakukan investasi langsung di luar negeri. Pertama, karena perusahaan tersebut memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan perusahaan lokal di negara tujuan investasi. Kedua, lokasi yang menjadi tujuan investasi memiliki keuntungan dari sisi luasnya pangsa pasar, rendahnya biaya memperoleh sumber daya input, rendahnya tingkat upah, maupun kepastian keamanan dan situasi politik serta keuntungan dari sisi sosial. Ketiga, aktivitas dalam mengawasi langsung usaha diluar negeri lebih menguntungkan daripada menyewa perusahaan lokal yang menyediakan jasa tersebut.

Foreign Direct Investment (FDI) merupakan salah satu sumber daya yang melengkapi investasi yang dilakukan investor lokal. FDI memiliki daya tarik tersendiri dibandingkan investasi portofolio ataupun pinjaman dari lembaga keuangan internasional. FDI menjadi salah satu penggerak pertumbuhan sektor riil di negara tujuan (host country).

Foreign Direct Investment terjadi ketika perusahaan menginvestasikan langsung kegiatan produksinya atau fasilitas lainnya di negara lain di bawah pengawasan yang efektif. Misalnya, FDI sektor manufaktur mensyaratkan pembangunan fasilitas produksi, sektor jasa yang memerlukan bangunan untuk fasilitas pelayanan, atau dengan memberikan kontribusi modal dan fasilitas perkantoran melalui akuisisi atau fasilitas penyertaan investasi langsung lainnya. Unit asing yang melakukan penyertaan modal pada entitas bisnis tersebut disebut anak perusahaan atau afiliasi asing.

(22)

8

investasi langsung yang diinvestasikan ke negara asing sedangkan FDI inflow merupakan aliran masuk ke dalam negeri (host country).

Terdapat dua tipe FDI yaitu horizontal dan vertikal. FDI horizontal terjadi ketika perusahaan asing yang masuk ke negara tujuan (host country) memproduksi produk yang sama dengan perusahaan domestik. Sedangkan FDI vertikal merupakan kegiatan desentralisasi secara geografis dari aliran produksi perusahaan. Perusahaan asing yang memproduksi barang setengah jadi yang akan digunakan sebagai input produksi bagi perusahaan domestik (backward vertical FDI), atau memproduksi barang jadi yang menggunakan barang mentah atau barang setengah jadi dari perusahaan domestik (forward vertical FDI).

Pengaruh FDI, PDB, Upah dan AFTA terhadap Kesempatan Kerja Sektoral

Hubungan FDI dan Kesempatan Kerja Sektoral

Foreign Direct Investment (FDI) sebagai salah satu bentuk investasi atau akumulasi modal dapat mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi yang bermuara pada peningkatan permintaan tenaga kerja. Investasi merupakan pembelanjaan penanaman modal seperti perlengkapan-perlengkapan produksi untuk meningkatkan kapasitas produksi barang dan jasa.

Dalam Mankiw (2003), penawaran barang dalam model Solow didasarkan pada fungsi produksi yang menyatakan bahwa output bergantung pada persediaan modal dan angkatan kerja:

(1)

L merupakan input tenaga kerja, sedangkan K merupakan kapital (modal). Asumsikan bahwa fungsi produksi memiliki skala pengembalian konstan (constant returns to scale). Dengan membagi variabel persamaan (1) baik sisi kiri dan kanan dengan variabel L maka persamaan tersebut menjadi:

(2)

y merupakan Y/L dan f(k) merupakan F(K/L, 1). Dimana persamaan (2) merupakan jumlah output per pekerja. Permintaan terhadap barang dalam model Solow berasal dari konsumsi dan investasi. Dengan kata lain, output per pekerja (y) merupakan konsumsi per pekerja (c) dan investasi per pekerja i:

(3)

Dengan asumsi bahwa setiap tahun orang menabung sebagian s dari pendapatan mereka dan mengkonsumsi sebagian (1-s). Kita bisa nyatakan gagasan ini dengan fungsi konsumsi sederhana

(4)

di mana s, tingkat tabungan, adalah angka antara nol dan satu. Untuk melihat apakah fungsi konsumsi berpengaruh pada investasi, maka c diganti dengan (1-s)y dalam persamaan (4)

(5)

Sehingga dari persamaan (5) didapat persamaan berikut:

(6)

Persamaan (6) menunjukkan bahwa investasi sama dengan tabungan. Jadi, tingkat tabungan s juga merupakan bagian dari output yang menunjukkan investasi.

(23)

ekonomi. Terdapat dua kekuatan yang mempengaruhi persediaan modal, yaitu investasi dan depresiasi. Investasi mengacu pada pengeluaran untuk perluasan usaha dan peralatan baru, dan hal ini menyebabkan persediaan modal bertambah. Depresiasi mengacu pada penggunaan modal, dan hal itu menyebabkan persediaan modal berkurang. Pada persamaan (6) dimana fungsi produksi y, bisa menunjukkan investasi per pekerja.

(7)

Persamaan (7) mengaitkan persediaan modal yang telah ada k dengan akumulasi modal baru i. Gambar 3 menunjukkan bagaimana untuk setiap nilai k, jumlah output ditentukan oleh fungsi produksi f(k), dan alokasi output itu di antara konsumsi dan tabungan ditentukan oleh tingkat tabungan s.

Untuk memasukkan depresiasi ke dalam model, diasumsikan bahwa sebagian tertentu dari persediaan modal dipakai setiap tahun (δk). Di sini (δ) melambangkan depresiasi. Kita bisa menyatakan dampak investasi dan depresiasi terhadap persediaan modal sebagai berikut:

(8)

Persamaan (8) menjelaskan bahwa perubahan modal sama dengan investasi dikurangi oleh depresiasi. Karena investasi (i) sama dengan f(k), maka persamaan (8) dapat ditulis sebagai berikut:

(9)

Semakin tinggi persediaan modal, semakin besar pula jumlah output dan investasi. Namun semakin tinggi persediaan modal, maka semakin besar pula jumlah depresiasinya. Kenaikan investasi akan berdampak pada peningkatan output jika nilai investasi lebih dari nilai depresiasinya. Kenaikan output akan meningkatkan permintaan beberapa input produksi salah satunya adalah permintaan tenaga kerja. Permintaan tenaga kerja merupakan derived demand dari output. Dalam hal ini investasi berupa FDI sektoral secara tidak langsung akan

(24)

10

berdampak pada peningkatan permintaan tenaga kerja sektoral. Namun jika investasi berupa FDI yang dapat mempengaruhi tingkat efisiensi dalam produksi menyebabkan hubungan antara FDI dengan kesempatan kerja bisa memiliki dua arah yaitu positif dan negatif (Smith, 2003).

Penelitian yang dilakukan oleh Iaocovoiu (2012), mengungkapkan bahwa total investasi dapat meningkatkan perekonomian sehingga berdampak positif terhadap bertambahnya lapangan kerja baru jika investasi tersebut pada sektor padat karya. Kebalikannya, jika investasi dilakukan pada sektor padat modal yang basisnya pada kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang memberikan dampak terhadap kualitas tenaga kerja yang menghasilkan upah tinggi, kondisi pekerja yang lebih baik dan perbaikan berkelanjutan melalui pelatihan tenaga kerja.

Jika investasi di fokuskan pada sektor yang memberikan pertumbuhan berkelanjutan seperti industri pengolahan, akan memberikan dampak ganda dari hilir maupun hulu terutama terciptanya lapangan kerja baru. Namun, jika investasi pada sektor ekonomi yang sifatnya spekulatif seperti ritel dan real estate, yang biasanya hanya meningkatkan dominasi asing pada pasar domestik. Maka akan menjadi ancaman bagi perusahaan domestik yang lebih dulu eksis.

Foreign Direct Investment (FDI) sebagai pelengkap investasi domestik juga dapat memberikan dampak negatif secara langsung melalui akuisisi perusahaan domestik oleh asing. Dengan alasan rasionalisasi tenaga kerja, maka lapangan kerja akan menurun melalui perampingan perusahaan. Selain itu, ketika perusahaan yang sebelumnya memasok input produksi dari perusahaan lokal, mengalihkannya dengan melakukan impor. Sehingga perusahaan domestik sebagai pemasok input produksi akan mengalami penurunan produksi sehingga terjadi perampingan perusahaan yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja. Mayom (2015) menyatakan ada tiga hal untuk memaksimalkan keuntungan dari masuknya FDI. Pertama, negara harus berupaya untuk membangun faktor-faktor penentu masuknya FDI yaitu dengan membangun infrastruktur yang memadai, menyiapkan angkatan kerja potensial yang siap bekerja, mendorong keterbukaan perdagangan dan meningkatkan PDB. Kedua, negara aktif menarik perusahaan transnasional dengan memberikan insentif berupa proteksi impor, insentif ekspor, keringanan pajak, dan kerangka peraturan yang saling menguntungkan. Ketiga, setelah perusahaan transnasional masuk, maka diperlukan kerjasama antar perusahaan dan pemerintah untuk berkomitmen mengurangi pengangguran domestik.

Hubungan PDB dan Kesempatan Kerja Sektoral

Pertumbuhan ekonomi mengacu pada peningkatan (output) barang dan jasa yang diproduksi oleh sistem perekonomian sepanjang waktu. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya permintaan faktor produksi seperti tenaga kerja. Dengan asumsi bahwa perusahaan kompetitif dan bertujuan memaksimalkan keuntungan, maka penawaran perusahaan atas output di pasar dan permintaan perusahaan atas tenaga kerja diturunkan dari tujuan utama perusahaan yaitu memaksimalkan keuntungan.

(25)

ketika jumlah tenaga kerja meningkat. Perusahaan akan mempertimbangkan penerimaan ekstra dari kenaikan produksi yang dihasilkan oleh kenaikan tenaga kerja tambahan.

Kenaikan permintaan tenaga kerja (kesempatan kerja) sangat dipengaruhi oleh besarnya output yang ditawarkan di pasar lainnya. Peningkatan penawaran output produksi mendorong perusahaan untuk meningkatkan produksinya dengan menambah jumlah tenaga kerja untuk memaksimalkan keuntungan. Maka untuk mendorong permintaan tenaga kerja di sektor-sektor ekonomi sangat dipengaruhi oleh meningkatnya penawaran output produksi sektoral.

Namun, peningkatan output tidak selamanya dapat meningkatkan lapangan kerja baru. Ada perbedaan komposisi antara sektor padat modal dan padat karya. Pada perusahaan yang padat karya yang masih bersifat tradisional dan belum mengalami perubahan teknologi produksinya, memungkinkan menyerap lebih banyak tenaga kerja untuk meningkatkan output produksinya. Ini dikarenakan untuk menggunakan teknologi yang lebih canggih agar lebih efisien, dibutuhkan kapital baru yang jumlahnya tidak sedikit. Biasanya perusahaan-perusahaan seperti ini merupakan perusahaan lokal di negara-negara berkembang.

Pada sektor yang sifatnya padat modal, perusahaan tersebut telah menerapkan teknologi yang canggih. Perusahaan yang berskala internasional biasanya berasal dari negara-negara maju. Perusahaan tersebut telah lama melakukan inovasi-inovasi dalam pengembangan teknologi produksi, sehingga berjalannya waktu sanggup untuk menambah kapital dalam jumlah yang besar untuk menerapkan teknologi yang lebih efisien. Dampaknya terjadi pengurangan penggunaan tenaga kerja seperti dalam teori ekspansi output dalam jangka panjang. Investasi asing langsung (perusahaan multinasional) yang masuk ke host country membawa teknologi canggih untuk memproduksi output. Sehingga keberadaannya tidak terlalu berdampak signifikan pada penciptaan lapangan kerja baru, bahkan akan menjadi ancaman bagi keberadaan perusahaan domestik.

Output

(26)

12

Hubungan Upah dan Kesempatan Kerja Sektoral

Permintaan tenaga kerja merupakan hubungan antara tingkat upah dan jumlah pekerja yang dipekerjakan perusahaan pada jangka waktu tertentu. Dalam Binger dan Hoffman (1988), teori permintaan tenaga kerja merupakan pengembangan dari permintaan satu input variabel jangka pendek. Permintaan akan input berasal dari permintaan output. Untuk mengembangkan sifat-sifat dari pilihan input, kita nyatakan fungsi keuntungan perusahaan dalam hal input sebagai berikut:

(12)

Untuk mendapatkan profit maksimum dari pilihan tenaga kerja dengan asumsi kapital tetap, turunan parsial dari persamaan (12) terhadap tenaga kerja adalah nol.

(13)

Maka persamaan (13) untuk nilai w,

(14)

Persamaan (14) merupakan permintaan tenaga kerja dimana permintaan suatu input bergantung pada produk penerimaan marjinal input dan biaya unitnya yang biasa disebut produk penerimaan marjinal (MRP-marginal revenue product). Sementara penawaran tenaga kerja sebagai fungsi dari tingkat upah merupakan turunan dari fungsi utilitas sebagai berikut:

Utilitas= U(C,H) (15)

C merupakan konsumsi yang memerlukan uang yang ketersediaannya bergantung pada lamanya bekerja dari 24 jam dikurangi waktu mengangur (H). dengan

Dari hasil memaksimumkan utilitas diperoleh prinsip keputusan penawaran tenaga kerja. Dimana untuk memperoleh kepuasan maksimum, jam kerja haruslah sedemikian rupa sehingga tingkat subtitusi marjinal konsumsi terhadap waktu menganggur sama dengan w.

Gambar 5 menunjukkan penentuan tingkat upah yang berlaku di perusahaan dan pasar tenaga kerja. Pada grafik b ditunjukkan permintaan tenaga kerja (DL) dan penawaran tenaga kerja (SL dan S’L) tenaga kerja dalam perekonomian. Keseimbangan awal dari permintaan dan penawaran tenaga kerja terbentuk pada E0. Berdasarkan pada keseimbangan ini tingkat upah adalah W0 dan jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam perekonomian adalah N0. Jika dalam perekonomian terjadi perubahan penawaran tenaga kerja dengan bergesernya kurva SL ke S’L, maka akan berdampak pada perubahan tingkat upah dari W0 ke W1. Sehingga jumlah tenaga kerja akan bertambah dari N0 ke N1.

(27)

Hubungan AFTA dan Kesempatan Kerja Sektoral

ASEAN Free Trade Agreement merupakan kerjasama perdagangan antar negara-negara ASEAN guna meningkatkan daya saing ekonomi-kawasan regional. Berdasarkan teori Heckscher-Ohlin perdagangan terjadi karena adanya perbedaan limpahan sumber daya antara negara. Kerjasama tersebut meningkatkan volume perdagangan sektoral yang berdampak pada meningkatnya kesempatan kerja sektoral. Selain itu kerjasama perdagangan juga merupakan strategi negara-negata berkembang dalam menghadapi globalisasi ekonomi.

Banyak perdebatan yang muncul dalam menetapkan kebijakan pembangunan negara-negara berkembang. Menurut Paul P. Streeten dalam Todaro (1999), menyebutkan bahwa terdapat kebijakan-kebijakan khusus dalam penjabaran strategi negara-negara berkembang yang salah satunya lebih berorientasi keluar negeri. Kebijakan yang berorientasi keluar merupakan suatu rangkaian kebijakan yang tidak hanya mendorong berlangsungnya perdagangan bebas tetapi juga mengungkinkan pergerakan secara bebas atas faktor-faktor produksi (modal, tenaga kerja), perusahaan-perusahaan dan para pelajar, penerimaan kehadiran perusahaan-perusahaan multinasional, dan dilandaskan pada suatu sistem komunikasi yang terbuka.

Rama dalam Jenkins (2006) menyebutkan bahwa terdapat dua alur dampak globalisasi terhadap kesempatan kerja. Salah satu yang paling penting dengan meningkatkan perdagangan, Foreign Direct Investment (FDI) dan transfer teknologi. Saat ini banyak terbentuk blok-blok perdagangan sebagai respon dari globalisasi. Salah satunya di Asia Tenggara dengan ASEAN Free Trade Agreement (AFTA).

ASEAN Free Trade Agreement merupakan kerjasama perdagangan dengan menghapuskan hambatan tarif maupun non tarif antar negara-negara ASEAN. Kerjasama tersebut diharapkan dapat meningkatkan perdagangan antar negara-negara ASEAN serta memungkinkan masuknya investor asing untuk mengembangkan pasarnya di kawasan Asia Tenggara. Besarnya di pasar tersebut

(a) Perusahaan

(28)

14

dimanfaatkan perusahaan multinasional dengan mendirikan industri baru maupun membuat anak perusahaan di negara tujuan.

Ada dua tujuan perusahaan multinasional masuk ke negara tujuan investasi. Pertama, ingin menjadikan negara tujuan tersebut sebagai basis produksi bagi pasar global. Dikarenakan dekatnya dengan bahan mentah maupun bahan baku, serta rendahnya tingkat upah dibandingkan negara asal investor. Kedua, ingin melebarkan pasar ke negara tujuan yang memiliki potensi besar untuk berkembang. Dengan tujuan tersebut memiliki dua dampak yang berbeda-beda terhadap kesempatan kerja.

Namun di sisi lain, masuknya perusahaan multinasional akan menimbulkan ancaman bagi perusahaan lokal. Kalah bersaingnya perusahaan lokal akan berdampak pada terancamnya tenaga kerja kehilangan pekerjaan. Atau dengan melakukan efisiensi agar tetap bertahan akan berdampak pada pemecatan tenaga kerja yang kurang produktif. Selain itu, perusahaan multinasional yang masuk dengan mengakuisisi perusahaan lokal akan melakukan restrukturisasi tenaga kerja agar lebih efisien.

Tinjauan Empiris

Banyak penelitian mengenai dampak globalisasi terhadap kesempatan kerja yang fokus pada perdagangan internasional. Kemudian berkembang dengan memasukkan peran FDI sebagai pendorong perubahan struktur tenaga kerja di host country. Sudah menjadi pendapat umum bahwa FDI bisa memberikan keuntungan bagi host country. Selain investasi dalam bentuk keuangan, FDI dapat memberikan sumber lainnya dari teknologi, transfer pengetahuan ke perusahaan lokal, sehingga dapat mendongkrak perekonomian negara tersebut.

Jude dan Silaghi (2015) mengungkapkan beberapa alur yang mungkin berjalan ketika menganalisis pengaruh FDI terhadap kesempatan kerja. Pertama, FDI dapat meningkatkan kesempatan kerja secara langsung melalui penciptaan lapangan kerja baru di perusahaan afiliasinya. Penelitian yang dilakukan oleh Dunning (2008) mengungkapkan jika investasi berupa greenfield investment diduga memiliki potensi penciptaan lapangan kerja yang sebelumnya tidak ada. Namun, dalam kasus merger dan akuisisi dampak langsung terhadap kesempatan kerja nampak tidak berarti. Sementara penelitian Jenkins (2006) menunjukkan dampak langsung yang signifikan terjadi ketika industri yang masuk bersifat padat karya.

Kedua, FDI dapat berdampak negatif terhadap kesempatan kerja ketika efisiensi tenaga kerja diterapkan oleh investor asing. Perusahaan multinasional memiliki aset tidak berwujud berupa spesifikasi perusahhaan dengan tingkat produktivitas tinggi akan mentrasfer aset tersebut ke afiliasinya sehingga akan berdampak pada pengurangan tenaga kerja per unit produksi (Holland et al. 2000, Conyon et al. 2002, Girma et al. 2002). Penelitian lain yang dilakukan oleh Hunya dan Geishecker (2005) menunjukkan jika privatisasi dilakukan di host country menyebabkan restrukturisasi yang dalam jangka pendek berdampak pada pengurangan tenaga kerja.

(29)

sektor hilir yang mendorong banyaknya perusahaan domestik kalah bersaing, hal tersebut berdampak negatif terhadap intensitas penerimaan tenaga kerja (Mencinger 2003). Namun, jika afiliasi asing menjangkau pemasok domestik pada sektor hulu dapat meningkatkan permintaan dan menstimulus kesempatan kerja (Javorcik 2004). Aitken dan Harrison (1999) serta Javorcik (2004) menyatakan bahwa jaringan lokal yang diciptakan oleh afiliasi asing pada perekonomian domestik dapat meningkatkan produktivitas dan penciptaan lapangan kerja baru.

Jenkins (2006) mengungkapkan penelitiannya bahwa meskipun cepatnya pertumbuhan FDI di Vietnam selama 1990-an dan porsi yang signifikan dari afiliasi asing terhadap output industri dan ekspor pada awal abad 21. Namun, dampak langsung terhadap tenaga kerja sangat terbatas. Sebagian besar tenaga kerja terus bertahan pada sektor pertanian, jasa, perdagangan grosir dan eceran serta jasa transportasi. Sementara sektor tersebut termasuk yang minim dimasuki FDI. Bahkan ekspansi terbaru dari perusahaan asing pada sektor industri manufaktur tidak memiliki dampak besar terhadap lapangan kerja. FDI pada sektor tersebut melalui greenfield investment hanya menciptakan lapangan kerja seperempat juta dari kebutuhan serapan tenaga kerja 1,3 juga sampai 1,4 juta jiwa tiap tahunnya. Selain itu banyak anak perusahaan asing yang masuk didominasi oleh industri padat modal, dan hanya 29% yang bersifat padat karya.

Jude dan Silaghi (2015) yang melakukan penelitian di Central and Eastern European Countries (CEECs) dengan menggunakan determinan kesempatan kerja berupa pertumbuhan output (PDB), tingkat upah dan FDI stock dengan menggunakan dua model estimasi fixed effect dan GMM estimation. Hasilnya menunjukkan bahwa pada model fixed effect, FDI tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kesempatan kerja, sementara pada model GMM memiliki pengaruh negatif terhadap kesempatan kerja. Sementara untuk FDI tahun sebelumnya memberikan dampak positif terhadap kesempatan kerja di dua model tersebut. Namun dengan menambahkan variabel dummy transisi ekonomi dan krisis ke dalam model, FDI memberikan dampak negatif terhadap kesempatan kerja untuk kedua model.

Transisi ekonomi dari negara post-communist ke negara terbuka memberikan dampak positif terhadap kesempatan kerja. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh FDI dalam jangka pendek menunjukkan bahwa investasi yang masuk merupakan padat modal dan memiliki tingkat produktivitas lebih baik dibandingkan domestik, namun dalam jangka panjang investasi tersebut memberikan dampak positif terhadap kesempatan kerja. Sementara dalam periode transisi ekonomi tersebut pertumbuhan output di 20 negara CEECs memberikan dampak positif yang signifikan terhadap kesempatan kerja, sedangkan tingkat upah tidak memiliki pengaruh nyata terhadap kesempatan kerja di CEECs.

(30)

16

perdagangan internasional tidak menyebabkan dampak yang signifikan terhadap kesempatan kerja.

Faktor domestik seperti tingkat upah dan output serta faktor internasional berupa ekspor, impor dan FDI menjadi determinan permintaan tenaga kerja dalam penelitian yang dilakukan Onaran (2007) di CEECs. Hasil penelitian menunjukkan bahwa integrasi ekonomi yang terjadi di Eropa melalui FDI dan perdagangan internasional memberikan dampak negatif terhadap kesempatan kerja. Bahkan proses transisi ekonomi menuju integrasi dengan perekonomian Eropa berdampak pada meningkatnya pengurangan tenaga kerja. Sementara faktor domestik seperti pertumbuhan output menjadi pendorong utama dalam meningkatkan kesempatan kerja dibandingkan FDI. Sementara tingkat upah tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kesempatan kerja.

Jenkins (2006) mengungkapkan bahwa FDI tidak berpengaruh nyata terhadap kesempatan kerja di Vietnam. Sementara pertumbuhan output memberikan dampak positif yang nyata terhadap kesempatan kerja di Vietnam pada saat transisi menuju perekonomian terbuka. Sementara tingkat upah memiliki dampak negatif terhadap kesempatan kerja di Vietnam. Sehingga kenaikan tingkat upah merupakan kebijakan kurang tepat bagi ketenagakerjaan di Vietnam.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah cakupan penelitian yang dilakukan di ASEAN-5. Dengan menggunakan determinan PDB, FDI, tingkat upah dan AFTA yang menentukan tingkat kesempatan kerja mengacu pada penelitian yang dilakukan Jude dan Silaghi (2015). Namun untuk mendapatkan hasil yang lebih mendalam, peneliti mendisagregasi FDI dalam lima sektor utama seperti pertanian, pertambangan, manufaktur, konstruksi dan jasa. Karena setiap sektor ekonomi memiliki karakteristik investasi serta dan dinamika kesempatan kerja antar sektor ekonomi.

Kerangka Pemikiran

Kesempatan kerja merupakan permasalahan yang selalu dihadapi oleh negara-negara berkembang. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat disertai dengan meningkatnya angkatan kerja, mendorong para pemegang kebijakan untuk menyediakan lapangan kerja baru. Banyak faktor yang medorong meningkatnya lapangan kerja antara lain penambahan akumulasi modal, pertumbuhan PDB, tingkat upah.

Salah satu cara untuk meningkatkan akumulasi modal dengan menarik banyak investasi asing langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) untuk melengkapi kekurangan investasi domestik. Hal yang menonjol dari FDI tidak hanya pemindahan dari jumlah nominal uang, akan tetapi juga dari alih teknologi, dan manajerial. FDI yang masuk ke negara-negara ASEAN-5 bisa berupa greenfield investment atau merger dan akuisisi (M&A) melalui perusahaan multinasional. Keberadaan perusahaan multinasional tersebut bisa berdampak pada peningkatan output suatu negara serta meningkatkan permintaan tenaga kerja.

(31)

membebani biaya operasional perusahaan. Untuk menyikapi hal tesebut perusahaan akan melakukan perampingan tenaga kerja.

Meningkatnya Investasi asing langsung di ASEAN 5 dalam beberapa tahun terakhir juga tidak lepas dari kerjasama liberalisasi perdagangan berupa ASEAN Free Trade Agreement (AFTA). Kerjasama AFTA merupakan kerjasama yang bertujuan untuk mendorong peningkatan volume perdagangan baik antar negara-negara ASEAN maupun dengan negara-negara-negara-negara di luar ASEAN. Sehingga peningkatan volume perdagangan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara-negara tersebut.

Pertumbuhan ekonomi mengacu pada peningkatan keluaran barang dan jasa yang diproduksi oleh sistem perekonomian sepanjang waktu. Keluaran produksi dipengaruhi oleh dua faktor produksi yaitu tenaga kerja dan modal. Dalam jangka pendek pertumbuhan ekonomi tersebut akan mendorong peningkatan tenaga kerja. Karena faktor modal dalam jangka pendek bersifat tetap dibandingkan tenaga kerja.

Berdasarkan uraian di atas, kerangka penelitian ini menggambarkan keragaan FDI dan kesempatan kerja di ASEAN 5. FDI yang masuk ke host country terserap di beberapa sektor ekonomi seperti pertanian, pertambangan, manufaktur, konstruksi dan jasa. Sehingga FDI di beberapa sektor tersebut memiliki dampak yang berbeda-beda terhadap kesempatan kerja sektoral.

Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris apakah Foreign Direct Investment (FDI) memiliki dampak terhadap kesempatan kerja sektoral baik sebelum diadakan kerjasama AFTA maupun sesudah kerjasama tersebut. Dengan menambahkan variabel eksogen berupa PDB riil, tingkat upah riil akan mendapatkan gambaran yang menyerluruh mengenai perilaku kesempatan kerja sektoral di ASEAN 5. Kesimpulan dari penelitian tersebut dapat

(32)

18

dijadikan landasan kebijakan pemerintah untuk mengatasi permasalahan tenaga kerja.

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka dan tinjauan penelitian sebelumnya, hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :

1. FDI sektoral berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja sektoral domestik 2. PDB sektoral berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja sektoral domestik 3. Upah sektoral berpengaruh negatif terhadap kesempatan kerja sektoral

domestik

4. AFTA sebagai variabel dummy berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja domestik

METODE PENELITIAN

Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data panel negara ASEAN 5 (Filipina, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam) dengan periode pengamatan tahun 2006-2014. Variabel dan data yang digunakan pada analisis ini secara rinci disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel 1 Data dan sumber data

Data Variabel Satuan Sumber

Kesempatan kerja L Jiwa ILO statistics,

lembaga statistik masing-masing negara

Investasi asing langsung riil FDI Dolar AS Bank sentral dan lembaga statistik masing-masing negara

PDB riil Y Dolar AS WDI dan lembaga

statistik masing-masing negara.

Upah riil W Dolar AS Lembaga statistik

masing-masing negara, ILO LaborSta

AFTA DAFTA Sebelum AFTA=0;

(33)

Definisi operasional variabel: 1. Kesempatan kerja sektoral

Variabel kesempatan kerja sektoral didekati dengan total angkatan kerja yang bekerja pada masing-masing sektor ekonomi di suatu negara dalam satu tahun. Nilai kesempatan kerja sektoral menggambarkan serapan tenaga kerja sektoral di suatu negara dalam satuan jiwa.

2. Foreign Direct Investment (FDI) sektoral

Variabel FDI sektoral didekati dengan total FDI stock sektoral suatu negara dalam satu tahun. Kemudian nilainya di riilkan dengan dibagi dengan deflator PDB. Satuan variabel ini dalam dolar AS.

3. Perekonomian nasional sektoral

Variabel perekonomian nasional sektoral didekati dengan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) riil sektoral suatu negara dalam satu tahun dengan satuan dolar AS.

4. Tingkat upah sektoral

Variabel tingkat upah sektoral didekati dengan nilai upah riil sektoral tenaga kerja suatu negara tiap tahunnya. Nilai upah riil sektoral diperoleh dengan membagi tingkat upah nominal terhadap indeks harga konsumen. Satuan variabel ini dalam bentuk dolar AS.

5. AFTA

Variabel AFTA merupakan dummy dari diberlakukannya kerjasama perdagangan bebas antar negara-negara ASEAN tahun 2010. Sebelum diberlakukannya AFTA (2006-2009) diwakilkan dengan angka 0, sementara setelah diberlakukan AFTA (2010-2014) diwakilkan dengan angka 1.

Metode Analisis Data

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan keragaan variabel bebas berupa perkembangan investasi asing langsung atau FDI stock inward, pertumbuhan ekonomi dan tingkat upah serta keragaan kesempatan kerja sebagai variabel terikat tiap tahunnya pada periode pengamatan di masing-masing sektor ekonomi. Semakin terintegrasinya perekonomian antar negara dapat dilihat dari pertumbuhan FDI stock riil ke negara-negara host country. Proksi lain dari integrasi ekonomi adalah kerjasama AFTA sebagai variabel dummy.

Analisis Kuantitatif

(34)

20

menggunakan data panel dibandingkan dengan data deret waktu dan cross section, antara lain:

1. Karena data panel berhubungan dengan individual, perusahaan, negara dan sebagainya sepanjang waktu, pasti terdapat heterogenitas pada unit-unit tersebut. Dengan metode data panel, estimasi yang dilakukan dapat secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu.

2. Dengan menggabungkan observasi data runtun waktu dan cross-section, data panel memberikan data yang lebih informatif, mengurangi kolinearitas antar variabel, meningkatkan derajat bebas (degree of freedom) dan lebih efisien. 3. Dengan mempelajari pengulangan cross-section dari observasi, panel data

lebih sesuai untuk mempelajari dynamic of adjustment.

4. Panel data dapat lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur dampak dari hal-hal yang tidak dapat diobservasi pada data pure cross-section atau pure time series.

Ada beberapa metode yang biasa digunakan untuk mengestimasi parameter model regresi dengan data panel yaitu pooled least square, fixed effect dan random effect.

1. Pooled Least Square

Metode Pooled Least Square (PLS) merupakan kombinasi dari data cross section dan time series. Estimasi model PLS seperti persamaan berikut:

∑ (18)

Di mana subskrip i menunjukkan identitas data cross section dan t menunjukkan data runtun waktu. Residual dari regresi data panel memiliki komponen yang umum dan spesifik (cross section dan runtun waktu), sehingga secara matematis dapat ditunjukkan pada persamaan 19

(19)

Komponen e merupakan residual yang bersifat umum (common set of error), vi adalah komponen yang spesifik (cross section) dan wi adalah komponen yang spesifik (runtun waktu). Kompenen spesifik vi dan wt disebut juga sebagai unobserved heterogeneity dan harus diestimasi melalui data. Jika diasumsikan tidak terdapat komponen yang spesifik baik pada cross section maupun runtun waktu, maka estimasi dapat dilakukan dengan metode OLS dan interpretasi statistik dapat dilakukan dengan cara yang standar dengan penggunaan data yang berdimensi satu (cross section atau runtun waktu saja). Namun, apabila terdapat heterogenitas baik pada cross section dan/atau runtun waktu maka permodelan residual harus dilakukan secara benar dan empiris.

2. Model fixed effect

Data panel memiliki dua faktor tidak terobservasi yang mempengaruhi variabel tak bebas yang bersifat konstan antar observasi cross section dan konstan antar observasi runtun waktu. Di mana t = T dan I = N. Maka model data panel dengan k variabel bebas dapat ditulis dalam bentuk persamaan (20)

∑ (20)

Komponen u dalam persamaan 3.3 dapat diidentifikasi komponen residual spesifik cross section dan runtun waktu yang bersifat konstan. Sehingga dapat dibuat persamaan berikut:

∑ ∑ (21)

(35)

yang bersifat konstan. Dengan memasukkan persamaan 21 ke 20 akan diperoleh

∑ ∑ ∑ (22)

Persamaan 22 adalah suatu variabel kategorik yang dapat diestimasi dengan OLS.

Dalam permodelan efek tetap, terdapat beberapa kelemahan (Gujarati, 2003 dan Heij, et.al, 2004) yaitu:

a. Masalah kekurangan derajat kebebasan (degree of freedom) akibat jumlah sampel yang terbatas. Rendahnya derajat kebebasan dapat menimbulkan inefisiensi pada parameter yang diestimasi

b. Multikolinearitas yang diakibatkan oleh banyaknya variabel dummy yang diestimasi

c. Keterbatasan kemampuan estimasi, terutama jika terdapat variabel yang bersifat tidak berubah berdasarkan waktu (time invariant).

d. Kemungkinan korelasi antara komponen residual spesifik (cross section dan runtun waktu)

3. Model random effect

Dalam mengestimasi suatu sistem data panel dengan k variabel bebas sebagai berikut:

(23)

Model random effect digunakan ketika unobserved effect a1 dapat diasumsikan tidak berkorelasi dengan satu atau lebih variabel bebas, atau

(24)

Persamaan 24 dapat dimodelkan dengan menggunakan composite error term sebagai berikut:

(25)

Karena ai selalu ada pada composite error term pada setiap periode waktu maka vit mengalami serial correlation. Dapat ditunjukkan bahwa

(26)

Keberadaan serial correlation dapat dikoreksi dengan suatu prosedur GLS. Namun agar prosedur ini efektif maka data harus memiliki N yang lebih besar besar terhadap T. GLS dilakukan dengan melakukan transformasi pada setiap regresor dan variabel terikat melalui suatu koefisien λ, di mana

(27)

Dalam praktik, nilai λ tidak diketahui sehingga harus diestimasi melalui data. Terdapat beberapa usulan perhitungan λ namun yang disarankan oleh Wooldrige (1999), yakni:

Di mana ̂ adalah kuadrat standar kesalahan dari pooled OLS.

(36)

22

̂ ̅ ̂ ̂ ̅ ( ̂ ̅ )

̅ (30)

Hasil transformasi ini menghasilkan quasi demeaned data dan estimator yang diperoleh dari regresi disebut random effect estimator.

Spesifikasi dan Uji Model

Spesifikasi Model

Dugaan persamaan yang digunakan untuk menganalisis pengaruh FDI terhadap kesempatan kerja di negara-negara ASEAN 5 ditunjukkan pada persamaan (3.16) merupakan modifikasi dari penelitian-penelitian sebelumnya seperti Cristina Jude et al. (2015), Greenway et al.(1999) serta Jenkins (2006). Estimasi persamaan pengaruh FDI, PDB, tingkat upah dan AFTA terhadap kesempatan kerja pada panel di ASEAN 5 adalah sebagai berikut:

(33)

Keterangan:

L = Kesempatan kerja (jiwa)

FDI = Investasi asing langsung riil (dolar AS) Y = PDB riil (dolar AS)

W = Tingkat upah riil (dolar AS)

DAFTA = sebelum AFTA (tahun 2006- 2009) = 0, setelah AFTA (tahun 2010-2014) = 1

t = tahun pengamatan

ln = logaritma natural = intersep

= koefisien parameter yang diestimasi (i = 1, 2, 3, 4)

= error term

Persamaan diatas digunakan pada lima sektor yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor manufaktur, sektor konstruksi dan sektor jasa. Sehingga terdapat lima persamaan dalam estimasi dalam penelitian ini. Untuk mempermudah dalam pengolahan data diubah dalam bentuk logaritma natural. Koefisien masing-masing variabel dari hasil estimasi sebagai nilai elastisitas variabel eksogen terhadap variabel endogen.

Uji Pemilihan Model

Terdapat beberapa pengujian dalam menentukan model data panel yang paling tepat dan sesuai diantara beberapa pilihan model. Pengujian model data panel dilakukan dengan uji Chow (Likelihood test ratio) dan uji Hausman.

1. Uji Chow (PLS vs FEM)

(37)

Sehingga dalam pengujian Chow dapat diambil hipotesis sebagai berikut: H0: Model mengikuti PLS

H1: Model mengikuti fixed

Kesimpulan dari uji chow adalah jika p-value kurang dari nilai α, maka H0 ditolak. Sehingga model FEM lebih baik dari model PLS.

2. Uji Hausman (FEM vs REM)

Pada pemilihan model FEM atau REM didasarkan pada apakah heterogenitas bersifat konstan (berkorelasi dengan variabel bebas) atau random. Untuk itu diperlukan suatu tes untuk menguji superioritas suatu model dengan model lain. Hausman (1978) melakukan suatu tes dengan menggunakan REM sebagai acuan (H0). Dasar pemikiran yang digunakan adalah dengan menguji adanya hubungan antara ai dan xitj pada persamaan 3.6. Maka hipotesis yang dibangun adalah:

H0: random effect (individual effect uncorrelated) H1: fixed effect

Dengan menggunakan uji chi-square berikut:

(32)

di mana b merupakan koefisien random effect, β merupakan koefisien fixed effect. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jika > atau nilai p-value kurang dari nilai α, maka hipotesis H0 ditolak atau model FEM lebih baik dibandingkan REM.

Uji Kriteria Ekonometrika

Proses selanjutnya setelah melakukan uji pemilihan model, dilakukan uji kriteria ekonometrika yang terdiri dari uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heterokedastisitas. Pembahasan ketiga uji kriteria tersebut adalah sebagai berikut:

1. Uji multikolinearitas

Multikolinearitas merupakan adanya hubungan antara variabel independen dalam satu regresi. Tidak adanya multikolinearitas merupakan salah satu asumsi yang harus dipenuhi untuk menghasilkan estimator yang linear tidak bias dengan varian yang minimum. Masalah multikolinearitas sempurna di antara variabel-variabel penjelas memungkinkan tidak adanya kesimpulan atau interpretasi dari koefisien regresi.

(38)

24

estimator OLS masih mempertahankan sifat BLUE. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi multkolinearitas antara lain mengeluarkan variabel yang terindikasi mempunyai korelasi tinggi dari model, memperoleh data tambahan atau sampel baru serta transformasi variabel.

2. Uji heterokedastisitas

Asumsi dari model regresi linear yang harus terpenuhi agar penduga parameter bersifat BLUE (best linear unbiased estimator) adalah bahwa ragam sisaan ( ) sama atau homogen. Dengan pengertian lain, Var( )=E( )= untuk setiap pengamatan ke-i dari peubah-peubah bebas dalam model regresi. Heteroskedastisitas menunjukkan varians i adalah , yang berarti adanya observasi yang bervariasi ke observasi lain atau varians tidak sama atau tidak konstan. Jika heteroskedastisitas terjadi maka parameter koefisien regresi dengan metode OLS tetap tidak bias, tapi standar errornya bias ke bawah sehingga penduga OLS tidak efisien lagi. Kemudian rutinitas pengujian hipotesis yang seperti biasa tidak bisa diandalkan karena memungkinkan penarikan kesimpulan yang menyesatkan. Menurut Juanda (2009) salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas salah satunya adanya dengan menggunakan metode kuadrat terkecil tertimbang atau genelized least square (GLS).

3. Uji autokorelasi

Autokorelasi menunjukkan adanya korelasi antara anggota observasi yang berlainan waktu. Dengan kata lain bahwa E( ) 0 untuk i j. Model regresi linear klasik mengasumsikan bahwa tidak ada autokorelasi atau korelasi serial antara sisaan ( ). Baik pada kondisi heteroskedastistas atau autokorelasi, estimator kuadrat terkecil biasa meskipun linear dan tak bias, namun tidak efisien lagi atau ragamnya tidak lagi minimum. Hal tersebut menyebabkan estimator tersebut bukan merupakan estimator tak bias linear terbaik (BLUE). Salah satu pengujian untuk mendeteksi masalah autokorelasi adalah uji statistik Durbin-Watson. Masalah autokorelasi dapat diatasi dengan melakukan transformasi yang sesuai pada model, salah satunya adalah dengan menggunakan beberapa jenis dari metode generalized least square/GLS (Gujarati 2003). Aturan keputusan statistik Durbin Watson terangkum pada Tabel 2.

Tabel 2 Uji Durbin-Watson d: selang keputusan

Hipotesis nol Keputusan Jika

Autokorelasi positif

Tidak ada autokorelasi positif Autokorelasi negatif

Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada autokorelasi positif atau negatif Sumber: Juanda (2009) dan Widarjono (2009)

Evaluasi Model

Gambar

Gambar 1. Tren PDB negara-negara ASEAN sebelum AFTA tahun 2005-2009
Gambar 2. FDI
Gambar 3 Hubungan output, konsumsi dan investasi
Gambar 5 Fleksibilitas upah dan penggunaan tenaga kerja
+7

Referensi

Dokumen terkait

pembelajaran peneliti menyadari masih kekurangan pada siklus II yang harus diperbaiki oleh peneliti mencakup perbaikan pada tahap praberbicara, saat berbicara,

pendidikan karakter dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: (1) merumuskan dan mempraktekan nilai-nilai budaya sekolah (school values culture), seperti budaya

Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, dengan demikian Pemohon mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan pembatalan Keputusan Komisi Pemilihan

Area penyimpanan, persiapan, dan aplikasi harus mempunyai ventilasi yang baik , hal ini untuk mencegah pembentukan uap dengan konsentrasi tinggi yang melebihi batas limit

Tahap perencanaan tindakan dilakukan berdasarkan hasil kondisi awal. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan tindakan adalah :.. • Membuat rencana kegiatan

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan maka peneliti membatasi masalah pada pengaruh rekrutmen dan pemberian kompensasi terhadap

Menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Katolik Soegijapranata Hak Bebas Royalti Nonekslusif atas karya ilmiah yang berjudul “ Game Sebagai Media Pengenalan

Maka dari hasil perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa Total Asset Turnover (TATO) tahun 2015-2017 mengalami penurunan pada setiap tahunnya.Pada tahun 2016