• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis keragaman genetik Phytophthora palmivora penyebab busuk buah pada kakao di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis keragaman genetik Phytophthora palmivora penyebab busuk buah pada kakao di Indonesia"

Copied!
292
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK

Phytophfhora

palmivora

PENYEBAB BUSUK BUAH PADA KAKAO

DI INDONESIA

OLEH

:

ABU

UMAYAH

SEKOLAH

PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK

Phytoplrthora

paIrnz*vora

PENY EBAB BUSUK BUAH PADA KAKAO

DI INDONESIA

OLEH

:

ABU UMAYAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

ABSTRAK

Abu Umayah. Analisis Keragaman genetik Phytophihora palmivora

penyebab busuk buah pada kakao di Indonesia. Di bawah bimbingan Meity Suradji Sinaga sebagai ketua, Sarsidi Sastrosumarjo, Sientje Mandang Sumaraw, Agus Purwan tara sebagai anggota.

Penelitian ini bertuj uan untuk menganalisis intensitas penyakit busuk buah kakao di kebun akibat infeksi I-'. puimivoru yang terjadi secara alami, meIakukan

identi fikasi species Phytuphrhoru yang menyerang tanaman kakao di Indonesia. melakukan evaluasi tingkat virulensi beberapa isolat

P.

pulmivora dm resistensi beberapa klon kakao serta melakukan analisis keragarnan genetik beberapa isolat

P.

pulmivoru yang dikumpulkan dari berbagai provinsi penghasil kakao di Indonesia.

Monitoring d m evaluasi penyakit dilaksanakan di Larnpung Selatan, Cianjur dan Jember menggunakan metode survei dengan teknik pengambilan contoh secara

purposive. Perkembangan penyakit diukur berdasarkan kejadian penyakit dan

keparahan penyakit yang terjadi di lapangan. Data juga dikumpul kan dengan bantuan daftar pertanyaan. Ident i fikasi P. palmivoru didasarkan pada si fat morfologi

(tipe koloni, pem bengkakan hi fa, ada tidaknya klamidospora, percabangan

sporangiofor, bentuk dan ukuran sporangia, cadukous, panjang pedisel dan papila) dan mole kuler menggunakan tekni k ITS (Inlerrwl 1 iumcribeci Spacer). Uj i virulensi

dan resistensi disusun menggunakan rancangan acak kelompok, dengan 24 perlakuan kombinasi antara enam isoIat P. puZmivorcr yajtu isolat Sumut, Lampung, Jabar,

Jatim, Sulsel dan Sultra dan empat klon kakao yaitu SCA 12,

DRC

16, DR 2 dan GC 7 dm diulang tiga kafi. Peubah yang diamati meliputi periode

inkubasi,

luas bercak

dan laj u in feksi. Analisis keragaman geneti k P. pulmivora dilakukan menggunakan teknik RAPD dan AFLP.

Kej adian pen yaki t d m keparahan pen yaki t pada perkebunan kakao swasta di Cianjur lebih bear dibandingkan pada perkebunan kakao rakyat di Lampung Selatan dan perkebunan kakao negara di Jem ber. Kedua variabel tersebut sangat dipengaruhi

oleh kondisi lingkungan yang kondusi f untuk perkembangan penyaki t terutama oleh

curah hujan (>2500 mmltahun) dan kelembaban relatif yang tinggi (>900/b) dan suhu yang rendah

(*z?c).

Berdasarkan pada sifat-sifat morfologi dan molekuler 20 isolat Fang diuji diketahui adalah 1'. pulmivoru sebagai penyebab busuk buah dan kanker batang kakao di Indonesia. Tingkat virulensi isolat berturut-t urut adalah isolat Sultra, Jatim,

Sumut,

Jabar, Lampung dan isofat Sulsel. Sedangkan tillgkat resistensi klon beflurut-turut adalah klon SCA 12, DRC 16, DR 2 , dan kIon GC 7.

Adanya perbedaan tinghat periode inkubasi, luas bercak dan Iaju infeksi pada klon- klon kakao yang diuji mengindikasikan bahwa a& perkclaan ras fisiologik diantara isolat-isolat. Sedangkan isolal-isolat

P.

pulmivoru mernpunyai keragaman genetik yang rendah, walaupun letak geografisnya berjauhan. Analisis menggunakan teknik AFLP lebih efisien, konsisten dan lebih disknminatif dibandingkan menggunakan teknik RAPD.
(4)

ABSTRACT

A bu Umayah. The analysis of genetic variations of Phytop/zthoru pulntivoru causing pod rot on cocoa in Indonesia. Under supervisions of Meity Suradji Sinaga as chairman, Sarsidi Sastrosuma j o , Sientje Mandang Surnaraw, Agus Purwantara as members.

The objectives of this research were to determine the disease intensity of pod rot in cocoa plantations in Lampung Selatan, Cianjur and Jember, to identify

Yl1ytophlhora species amclung cocoa in Indonesia, to evaluate the virulence of isolates of P/yiophthom sp. and the resistance of selected cocoa clones, and to analyse genetic variation of isolates of Phytophthorca sp. collected from several cocoa producing provinces in Indonesia.

Monitoring and evaluation of disease were carried out in Larnpung Selatan

(Lampung), Cianjur (Jawa Barat) and Jember (Jawa Timur) using survey method

l l t h purposive sampling technique. Development of disease was evaluated on the base of disease incidence and disease severity of cocoa pod caused by natural infection. Data were also collected through interview with farmers or plantation managers. The pathogen was identified based on morphological characteristics (colony type, hyphal swellings, production and diameter of chlamydospores,

sporangiophore branching, shape and size of sporangia, caducity, pedicel length and

papi llate) and on molecular c haractenstic using Internal Transcribed Spacer (ITS) technique. Test of virulence and resistance were conducted in the field using randomized complete block design, with 24 treatment combinations between six isolates of the pathogen from Sumatera Utara, Larnpung, Jawa Barat, Jawa

Timur,

Sulawesi Selatan and Sulaivesi Tenggara and four cocoa clcnes namely SCA12,

DRC16, DR2 and GC7, and each replicated three times. Latent period, ex-tent of blight and infection rate were recorded to determine degree of virulence of the pathogen and resistance of cocoa clones. Genetic variation was analysed using Randomly Amplified Polymorphic DNA (RAPD) and Amplified Frabment Length Polymorphism (AFLP) techniques.

(5)

Isolates

of

P.

pulmivora showed low genetic variations, eventhough the isolates were

from separated geographical origin. AFLP t e c h q u e was more efticient, consistent and discriminative

than

RAPD technique.
(6)

SURAT

PERNYATAAN

Saya rnenyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segda pernyataan dalam

disertasi saya yang be j udul :

"Analisis Keragaman Genetik Phytophthora palmivora Penyebab Busuk

Buah Pada Krmkao di Indonaia"

rnerupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan pembimbingan para komisi pembimbing, kecuali yang dengan jeIas ditunjukkan

rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada

program sejenis

1

perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jeIas dan

dapat dipri ksa ke benarannya.

Bog& mber 2004.

(7)

ANALISIS

KERAGAMAN GENETIK

Phytuphthora

palmivora

PENYEBAB BUSUK BUAH PADA KAKAO

DI INDONESIA

OLEEI : ABU UMAYAH

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Entomologi dan Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Disertasi : ANALISIS KERAGAMAN GENETK Ykylophthora plmivora PENYEBAB BUSUK BUAH PADA

KAKAO

Dl INDONESIA

Nama : Abu Umayah

NRP

: 995234

Program Studi : Entomologi

dan

Fitopatologi

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

,

d

-

.

-Prof Dr. Ir. Sarsidi Sastrosummo

Ketua h g g o t a

Prof. Dr. Ir. Sienti e Mandang Surnaraw Dr.Ir.Agus Purwantara. APU

Ansgota Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi ENT-FIT

gg&J&&

&A&

Dr.

Er.

Sri Hendrashrh Hiday at. MSc.
(9)

IUWAYAT

HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan pa&

tanggal 25 Nopember 1958, sebagai anak ke tujuh dari pasangan Bapak H.

Muhammad Ali Pisol (Almarhum) dan Hj . Fatimah (Almarhumah). Penulis

rnenempuh pendidikan

S

1 di Fakultas Pertanian Universi tas Sriwijaya (UNSRI),

Departemen Proteksi Tanaman,

dengan

mata ajaran pokok (major)

Umu

Penyakit

Tumbuhan dan mata ajaran pilihan (minor) Ilmu Tanaman Tahunan (KT) dan lulus

tahun

1982.

Pads

tahun 1986 penulis mendapat tugas belajar S2

di

Fakultas

Pascasarjana Universitas Gadjah Mda, Jurusan Ilmu-Ilmu Pertanian,

Program

Studi

Fitopatologi dan

IuIus

pada tahun 1 989. Kesempabn untuk rnelanjutkan

ke

program

doktor

pa& program studi Fitopatologi di Sekolah Pascasarjana IPB pa& tahun

aj aran 1 999/2000, dengan beasiswa pendidikan

di

peroleh dari proyek DUE-Li ke

Universitas Sriwijaya

Penulis mulai merintis men& pengalaman bekerja diawali dari tahun 1980

sebagai asisten dosen dalam praktikum mata kuliah ITT, Fisiologi

Tumbuhan,

Mikrobiologi, Mikologi, Bakteriologi dan Fitopatologi. Sejak tahun 1982, setelah

lulus S 1 penulis tercatat sebagai Dosen Faperta Unsri dan baru tahun 1985 diangkat

menjadi PNS sebagai Dosen Faperta Unsri sampai sekarang. Penulis pernah juga

memberi kuliah pada Fakultas Pertanian Universitas Sj akyakirti, Universi tas

Muhamadiyah, Universitas Palembang, Universitas Tamansiswa dm Program

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah

SWT

atas berkat rahmat clan

hidayah-Nya, pendis dapat menyelesai kan disertasi yang be j udul Analisis

Keragaman geneti

k

Phyiophthora palmivora penyebab busuk buah pada kakao di

Indonesia. Disertasi im disusun untuk meIengkapi syarat mernperoleh gelar Doktor

pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Selain sebagai syarat

memperoleh gelar Doktor, harapan penulis disertasi ini dapat memberikan

sumbangan pernibran Mam rangka rneningkatjran produksi dan mutu bkao

Indonesia. Dalam disatasi ini diuraikan

dan

dijelaskan mengenai waiuasi penyalut,

W e r i s t i k patogen, virulensi isolat, resistensi klon,

dan

keragaman genetik

P.

paImivora sebagai penyebab penyalut

busuk

buah

kakao,

yang kesemuanya sangat

bermanfaat dalam menyusun program pengelolaan penyakit yang disebabkan oleh P.

palmivora pada perkehan

kakao

yang di kelola oleh rakyat, swasta clan pemerintah.

Dengan sel esainya disertasi ini, penul is mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu mulai dari masa perkuliahan, selama penelitian

sampai akhir proses belajar di Institut Pertanian Bogor yaitu:

I . Dr.Ir. Meity Suradji Sinaga, MSc. sebagai ketua komisi pmbirnbing yang telah

memberikan bantuan bahan-bahan acuan, dorongan, bimbingan, pengarahan,

petunjuk clan saran-saran yang ilmiah, kritis dan teliti kepda penulis selama

(11)

2. Prof

Dr.

Lr.

Sarsidi Sastrosurnarjo sebagai anggota komisi pembimbing

yang

telah

memberikan bimbingan, petunjuk dan saran-saran ilmiah yang loltis dan teliii

dalam penyelesaian disertasi ini

3. Prof.

Dr.

Ir.

Sientje Mandang Sumaraw sebagai anggota komisi pembimbing yang

telah memberikan bimbingan dan saran-sarannya mulai dari penyusunan

proposal, sampi pembuatan disertasi ini.

4. Dr.Ir.Agus Punvantara, APU sebgm anggota komisi pembimbing yang telah

memberikan bantuan

bahan-bahan

penelitian, Wan-bahm acuan, bimbingan,

arahan-arahm serta petunjuk yang ilmiah, kritis clan teliti mulai dan rencana pembuatan proposal, selama penelitian sampi penyusunan

disertasi

ini.

5 . Prof.

Dr.

1r.H. Zainal Ridho Djafar, Rektor Universitas Sriwijaya yang telah

memkrikan

izin d m dorongm kepada penulis untuk mengikuti program S3 di

hstitut Pertanian Bogor.

6 . Ir-H-Lukman Hakirn Taslim,

MS

mantan Dekan Faperta Unsri,

dan

1r.Hj.Zuljati

Sjahrul, MSc. Dekan Faperta Unsri yang tefah memberikan izin dan dorongan

kepada penulis untuk mengikuti program S3

di

IPB Bogor.

7. Dr.Ir.Rujito Agus Suwignyo, M. Agr. rnantan Direktur Eksekuti f Proyek DUE-

Like UNSRI, dan Drs.A.Rachman Ibrahim, M.Ed. Direktur Eksekutif Proyek

(12)

8. Dr.Ir.Supaman SHK dan Ir. Suwandi, M.Agr. kolega yang telah banyak

memberi

kan

bantuan dan domngan kepada penulis selama mengikuti program S3

dl

htitut Pertmian Bogor.

9. Ir.Basuki, MS mantan Kepala

UPBP,

dan Dr.Ir.Darmono Taniwiryono, MSc. kepala

Bdai

Peneiitian Bioteknologi Pekebunan, Bogor yang telah memberikan

izin dan fmilitas selama proses penelitian

dl

lembaga tersebut.

10. Direktur Utarna PT. Intergreen Estate, Jakarta ymg

telah memberikan

izin

dm

bmtuan untuk rnelakukan penelitian di kebun kakao Cianj

ur,

Jawa Barat.

1 1 . Direksi

PTPN

XU J1. Rajawali 44 Surabaya yang telah memkrikan

izin

dan bantuan mtuk rnelakukan penelitian

di kebun

kakao

Renteng

J1.

Gajah Mads

249 Jemkr, Jawa Timur.

12. Kepla Pusat Penefitian Kopi

dm

Kakao Indonesia J1. P.B. Sudirman 90 Jember,

Jaw Timur yang telah memberikan kin dan fasilitas dalarn pelaksanaan

penelitian di instansi tersebut.

13. Lr. Sri Sukamto Sugarto,

MP

yang telah memberikan bantuan terutama bahan-

bahan acuan dm saran-sarannya yang sangat baik kepada penulis selama

penelitian

di

Puslit Kopi dan kakao, di Jember.

14. Tolhas Hutabarat, Dipl. Kim., Dra. Nurhairni, MSi dan Neda yang telah banyak

rnemberi kan penjelasan, masukan, saran-saran seputar tekni

k

analisis molekuler

dm bantuannya selama penulis melakukan penelitian di labomtoriurn Biologi

(13)

15. Bapak Mamak, Ddy, Supri, Rahrnat, Udin,

Main,

Hj. Em% dan Mamay ymg

telah memberikan bantuannya dalarn

pefaksanaan

penelitian

di

Laboratorium Mikmba BPBP, Bogor.

16. Bapak Prof.Dr.lr.Sudiman Yahya, MSc. sebagai penguji luar komisi pada ujian

tertutup tanggal 18 Agustus 2004, Dr. lr. Darmono Taniwiryono, MSc. dan Dr.Ir.

Gede Suastika x b g m penguji luar kornisi pada ujian terbuka tanggal 28

September 2004 yang telah rnemberikan saran-saran, komentar m u m

dm

komentar spesifihya kepada pendis.

17. Istri tercinta

Ir.

Numini Arsianty, MSi yang klah memberikan dorongan moral, pengorbanan yang tak temilai clan do'a selama pendis mengkuti kuliah, melaksanakan penelitian clan penyusunan disertasi ini. Atas dorongannyalah

penulis timbd semangat untuk term melanjutkan studi program S3 in^.

Demikian juga anak-anak saya Rend Febrianda, W s t a Febra Nugraha,

dan

Marsian Gustnanda yang terus-menerus memberikan dukungan moral

d m

selaiu

tabah clan sabar menanti papanya dapat menyelesaikan tugas belajar ini dengan

(14)
(15)

ANALISES KERAGAMAN Phytophthora palmivora PADA

...

TANAMAN KAKAO DI INDONESIA

...

Pendahuluan

... Bahan dm Metode

... Hasil

... Pembahasan

... Kesim pulan

... KESIMPULAN DAN SARAN

...

Kesimpulan

... Saran

...

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman Katagori penilaian keparahan penyakit (1P) bus& buah kakao . . .

.

23

Evaluasi kondisi penyakit, deslcripsi kebun dan desknpsi tanaman

kakao perkebunan rakyat di Lampung

.. . .

..

. . .

..

. . .

..

. . . .

. . .

26

EvaIuasi kondisi penyakit, desknpsi kebun dan deskripsi tanaman

kakao perkebunan swasta milik PT Intergreen Estate Cianjur,

Jawa Barat

. . . ...

.

. . .

, . . .

. . .

. . .

. . .

. . .

. . .

28

Evaluasi kondisi penyakit, deskri psi kebun dm deskripsi tanaman kakao pericebunan negara miIik

PTP

Nusantara XII Jernber Jawa

Timur

. . .

. . .

.

.

. . .

. . .

. . .

. . .

. . .

. 30

Daftar isolat

P.

palmivoru asal enam provinsi di Indonesia .

.

.

. . .

45

Sekuen primer ITS4

dan

ITS 5 ... ...

...

... ... ... ...

... ... ...

... ... ...

...

47 Campuran reaksi PCR untuk analisis ITS

... . ..

.

.

. . .

..

. .. . .

. . ... 48

Karakteristik aseksual dua puluh isolat P. paImivora . . .

. . . .. . .

50

Bentuk, ukuran clan papila spomga dua puluh isolat P.

plmivora

. . .

. . .

. . .

. . .

. .

. .

. . .

. . .

5 1

Profi l program PCR untuk reaksi arnplifi kasi selektif (GibcoBRL-

Life Technologies)

... ... ... ...

...

... ... ... ... ...

... ...

... ... ... ... ... ... . 66 Rerata luas bercak buah dan luas kanker batang hasil inokulasi 37

isolat P. palmiwra

.. . .

. . .

..

. . . .. . .. . .

.

.

. . . . .. . .. . .

.

.

. . . .. . . 70

Rerata periode inkubasi (hari), luas bercak (cm2) dan laju infeksi (unitlhari) kombinasi perlakuan enam isolat P. palrnivora dan

ernpat klon kakao . .. . .

.

. . .

.

. . . 74

Ragarn genetik

(s2)

dm simpangan baku (S) enarn genotipe isolat
(17)

14

.

Seleksi primer RAPD untuk

P

palmivora

...

79

...

1 5

.

Jurnlah pita hasil amplifikasi dengan tekni

k

RAPD 80

...

16

.

Seleksi pasangan primer AFLP untuk Ppalmivoru $4

I 7

.

Jurnlah pita hasil ampiifikasi selekti f dengan teknik

AFLP

Jurnlah

...

(18)

DAFTAR GAMBAR

Buah kakao sehat (A), gejda penyakit busuk buah (B-E)

dan

kanker batang (F) pada tanaman kakao akibat infeki

P.

palmivora ... 25

Rerata persentase kejadian penyaki t (KP), kepahan penyakit (IP) bus& buah dan curah hujan rerata 10 tahun terakhir

di

beberapa perkebunan kakao ... 3 1

Tipe koloni P. plmivora pada PDA umur 12 hari (A); sporangia mempunyai papila yang jelas, dengan tangkai

pendek

(+ hitam) dan ktamidospora (-+ merah) perbesaran 200 x (kanan, B-D)

Pita DNA tunggal (+ 900) bp hasil amplifikasi DNA dua puluh isolat P. plmivora dengan primer ITS 4 dan ITS 5 . (M)

Marker, ( I ) iso1at SS-B2, (2) JB-BLS6, (3) JT-CP, (4) ST-10, ( 5 ) ST-8, ( 6 ) JT-R, (7) JB-T-CIO, (8) JB-B1 -CIO, (9) ST-9, (lo)

ST-

6 , ( 1 I ) SU-4, (12) SU-3, (13) JB-BLS2, (14) JB-BLS4, (15) SS- Bl, (16) IB-BAP, (17) LP-B, (18j LP-T, (19) ST-GC7, dan (20)

...

isolat JB-RAP. Derail isolat fihat Tabel 5 52

Pita-pita krukuran

+

500, 160, 155 bp hasil restriksi dengan enzim Alrr 1 (atas); pita-pita berukuran f 500 clan 400 bp hasil restnksi dengan enzim Msp 1 (tengah); pita-pita bemkuran k 300, 280, 1 50, dan I00 bp hasil restri ksi dengan enzim Tuq 1 (bawah);

M

= marker; 1-20 adalah nomor isolat 1". paImivoru seperti pada

Garnbar 5 ... 5 2

Perkembangan Iuas bercak seIama enam hari pada klon SCA 12 .. 71 Perkem bangan luas bercak selama enam hari pa& klon DRC 1 6

.

7 1

...

Perkembangan luas bercak selarna enarn hm pa& klon DR 2 72

...

(19)

Gejata coklat kehitaman pada buah

di

pohon

kakao

klon SCA 12 (A), DRC 16

(B),

DR 2 (C) dan GC 7

(D).

Gejala yang sarna pada buah yang telah dipetik hasil inokulasi buatan dengan isolat

...

P. palmivora (E)

Rerata periode inkubasi enam isolat

P.

paimivora pada empat klon

kakao

...

Rerata luas bercak enarn isolat

P.

palmivora pada empat ldon

...

kakao

Rerata laju infeksi enam isoiat P. palmivora pada empat klon kakao ...

Tiga puluh empat primer RAPD yang diseleksi, yang diguaakan addah (14) OPH 12, ( 1 7) OPH 19, (26) OPB 1 1, (30) OPN 06,

...

dan (3 1 ) OPN 1 0

Dendrogram kesamaan genetik 20 isolat P. palmivora hasil analisis RAPD menggunakan 5 primer ...

Analisis komponen utama (Principal Component Analysis, PCA) kesamaan genetik 20 isolat

P.

palmivora menggunakan 5 primer

...

RAPD

Sepuluh pasang primer AFLP yang digunakan ( 1 ) E-AC/M-CAT;

(2) E-ACIM-CTC, (3) E-ACIM-CTG, (4) E-AGM-CTG, ( 5 ) E- AGIM-CAG, (6) E-AGM-CTC, (7) E-ACIM-CAA, (8) E-

ACIM-CAC, (9) E-AG/M-CTT, ( 1 0) E-AT/M-CAC,

(M)

marker

Dendrograrn kesamaan genetik 20 isolat

P.

palmivora hasil analisis AFLP menggunakan 10 pasangan primer ...

Anal isis kom ponen utama (Principul Component A nulysis, PCA) kesamaan genetik 20 isolat P. pulmivoru menggunakan 10

(20)

DAFTAR LAMPJRAN

Daftar pertanyam dalam s w e i penyakit busuk buah pada tanaman kakao ...

Analisis ragam pengaruh lokasi

kebun

di Lampung, Cianjur dan Jember terhadap kejadian penyakit

busuk

buah pada kakao

Analisis ragam pengaruh lokasi kebun

di

Lampung, Cianjur dan

Jember terhadap keparahan penyakit bus& buah pada

kakao

Analisis ragam pengaruh 37 jenis isolat P. palmivoru terhadap luas bercak yang ditimbulkan pa& buah kakao klon Amelonado

Analisis ragam penganrh 37 jenis isolat

P.

pulmivora terhadap luas kanker batang yang ditimbulkan pada pohon kakao kIon Arnelonaclo.. ...

Analisis ragam pengaruh 24 p e r l h n isolat x Uon terhadap

p r i d e inkubasi (PI), luas bercak (LB) clan laju infeksi (LI)

penyaki t

bus&

buah kakao ...

Prof11 pita DNA hasil amplifikasi

dua

puluh (1-20) isolat

P.

pafmivora dengan primer OPi3 1 1,

(M)

marker ...

Profil pita DNA hasil amplifikasi dua puluh 11-20] isolat

P.

...

palmivclra dengan primer

OPH

19,

(M)

marker

Profil pita DNA hasil amplifikasi selektif sepuluh ( 1

-

10) isolat P.

...

pulmivora dengan pasangan primer E-AC/M-CAT,

(M)

marker

Profil pita DNA hasil amplifikasi selektif sepuluh (1 1-20) isolat

P.

palmivora dengan pasangan primer E-ACM-CAT, (M) marker

Profil pita DNA hasil amplifikasi selehf sepuluh ( 1

-

10) isolat P.
(21)

12. ProfilpitaDNAhasiIamplifilcasiselektifsepuluh(l1-20)isolatP.

palmivoru dengan pasangan primer E-ACIM-CTC,

(M)

marker

. .

.

118

13. Matrik hubungan kesamaan genetik dua puluh isolat P. pulmivorir

hasil RAPD

. . .

.

.

. . .

.

.

.

.

. . .

. . . 119

14. Matrik hubungan kesarnaan geneti k dua pul uh isolat I! palmivora

(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kakao (Theobrorna cucuu L. ) merupakan salah satu komoditi ekspor diluar

rnigas yang sangat penting sebagai sumber penghidupan bagi jutaan petani produsen

kakao

di

Indonesia, karena produknya merupakan bahan yang sangat diperlukan

sebagai sumber lemak nabati (kandungan lemak biji kakao k 53%) yang banyak

dibutuhkan oleh manusia dan juga pada industri kosmetik dan farmasi (Susanto 1994;

Iswanto 200 I ).

Kakao kebanyakan diproduksi di Afrika Barat, sebanyak 69 % produksi dunia hanya berasal dari empat negara yakni Ivory Coast, Ghana, Nigeria

dan

Cameraon.

Indonesia merupakan produsen ketiga dengan 14 % produksi dunia setelah Ivory Coast dart Ghana, dimana 80 % produksi Indonesia berasal dari Sulawesi (Lambert 2001). Luas perkebunan kakao rakyat adalah 383,611 ha dengan produksi sebesar

274,732 ton, perkebunan kakao swasta 86,801 ha dengan produksi 2 1,934 ton dan

perkebunan kakao negara 62,355 ha dengan produksi 3 8,583 ton, dengan produksi

rerata nasional adalah 0,629 tonlhaltahun (BPS 1999; Eskes 1999).

Perkebunan kakao sering mengalami berbagai gangguan, diantaranya adalah

gangguan oleh kondisi cuacaliklim, hama dan penyakit tanaman. Saat ini, salah satu

gangguan penting yang perlu mendapat perhatian adalah peny akit busuk buah yang

disebabkan oIeh cendawan Phytuphthoraplmrvora (Butler) Butler. Penyakit busuk

buah dijumpai di semua perkebunan kakao di seluruh dunia dengan menyebabkan

(23)

Saat ini, bus& buah @od rot) adalah penyakit y ang terpenting dalam budidaya

kakao

di

Indonesia, bahkan

di

kebanyakan negara penghasil kakao (Prior dan Smith

198 1 ). Di Lndonesia, besarnya kehiiangan produksi akibat busuk buah sangat krbeda antara kebun yang satu dengan yang lain. Penyakit busuk buah dapat langsung

mengakibatkan penurunan produksi karena buah yang terserang sudah busuk sebelurn

dipanen. Persentase buah busuk adalah 26-56 % di Jawa Barat (Pawirosoernardjo dan Purwantara 1992), 32-52 % di Jawa Tengah (Soemomarto 1972),

dan

35-48 % di Jawa Timur (Situmomg dan Swjatno 1974). Biji yang berasal dsri buah busuk

apabila diproses iebih lmjut akan menghasilkan biji berwarna hitam dengan mutu

yang

rendah

(Away 1994).

Laju perkembangan penyakit busuk buah

kakao

sangat dipengaruhi tingkat

patogenisitas P. palmivora, lingkungan fisik setempat, dan tanggap tanaman kakao

terhadap patogen tersebut (Prior 1978). Oleh karena itu, monitoring dan evaluasi

mengenai ha1 tersebut pada kebun-kebun kakao perlu dilakukan karena sangat

berguna dalam menetapkan strategi pengelolaan penyakit busuk buah kakao yang

spesifik lokasi.

Sebelumnya dilaporkan bahwa busuk buah kakao disebabkan oleh satu spesies

I'l~y~uplztlroru, yaitu

P.

paltnivom. Namun ternyata dij umpai juga beberapa species

lain se pert i 1'. megakayu, P. cup.vic I , P. cirrophthoru, P. heveae, P. megaspermu

yang masing-masing berbeda tingkat virulensinya untuk lokasi yang berbeda

(24)

merupakan patogen pada Iebih dari 150 spesies tanaman diantaranya tanaman

kakao,

kelapa, karet, durian, pepaya,

jeruk,

nangka, anggrek, lacla, vanili,

dan manggis

@renth 200 1 ), sehingga identifi kasi spesies bai k secara morfologi

dan

molukuler

menjadi sangat penting untuk konfirmasi penyebab busuk buah di Indonesia

Beberapa cara pengendalian penyakit busuk buah kakao telah dilakukan,

misalnya dengan mengurangi kelernbaban

kebun,

mernpertahankan seresah sebagai

mulsa

di

sekitar pangkal batang, memanen

buah

yang masak clan sakit

secam

teratur,

dan penggunaan fungisida pada waktu musim penghujan. Namun intensitas serangan

patogen masih tetap tinggi sampai sekarang. Kondisi ini tejadi diduga karena P.

palmivora yang ada sekarang menjadi lebih virulen akibat stimdasi penggunaan

kultivar-kultivar resisten yang tidak berdasarkan epidemiologikal penyakit. Menurut

Erwin dan Ri beiro ( I 996), Phytophthora bersifat dip1 oid, dalam keadaan diploid Phytophthora dapat mem bentuk progeni-progeni baru yang mempakan sumber

keragarnan baru yang lebi h vi rulen. Me kani sme variabil i tas lain pada cendawan dapat

terjadi karena mutasi, rekombinasi, heterokariosis, paraseksual isme, heteroploidi dan

pembentukan sektor pada koloni (Agrios 1997). Oleh karena itu, perlu dipelajari

apakah ada perbedaan tingkat virulensi

P.

pufmivoru pada suatu lokasi dengan lokasi

lainnya melalui uji virulensi isolai-isolat P. palmivuru dari beberapa lokasi pada

berbagai kultivar kakao yang berbeda tingkat ketahanannya, dan juga melakukan

analisis keragarnan genetik dan kekerabatan antar isolat untuk mengetahui

(25)

Virulensi rnempakm penanda yang paling banyak digunakan dalam andisis

keragaman geneti

k,

karena m e r u p h n si fat patogen yang paling penting dalam

hubungan patogen-inang, meskipun hasilnya sangat dipengaruhi lingkungan. Metode

RAPD (Randomly AmpI@ed Polymorphic DNA) merupakan teknik analisis penanda

genetik yang sangat popular dan banyak digunakan untuk menganalisis keragaman

geneti k patogen, karena prosedumya lebih sederhana dan relatif lebi h cepat walaupun

hasilnya kurang konsisten. Namun, akhir-akhir ini telah digunakan penanda genetik

AFLP (Ampl~fied Fragment Length Polymorphism). Dengan teknik ini, akan didapat

inforrnasi yang lebih baik dan akurat untuk menganalisis tingkat keragaman genetik

dan kekerabatan suatu organisme dm hasilnya sangat konsisten (Vos et al. 1995).

Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada uraian pernasalahan di atas, dilakukan penelitian yang

bertujuan untuk ( 1 ) menganalisis intensitas penyakit busuk buah kakao akibat infeksi

P. pulmivt~m yang terjadi secara aIami pada perkebunan kakao di Lampung Selatan,

Cianjur dan Jember, (2) melakukan identi

fi

kasi species Phytofllhoru yang

menyerang tanaman kaho di Indonesia, ( 3 ) rnelakukan evaluasi tingkat virulensi

beberapa isolat 1'. pulmivcrm dan resistensi beberapa klon kakao serta (4) melakukan

analisis keragaman genetik beberapa isolat I'. pu~mivora yang dikumpulkan dari

(26)

5

Eipoiesis

Dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan adalah ( 1 ) intensitas penyakit busuk buah

kakao

akibat infeksi

P.

palrnivora yang terjadi secara alami pada

perkebunan kakao di Lampung Selatan, Cianjur dan Jember berbeda, (2) penyebab

penyakit busuk buah pada tanaman kakao di Indonesia disebabkan oleh beberapa

species Phytophrhoru, (3) virulensi isolat-isolat P. paltnivora dan ketahanan klon-

klon

kakao

berbeda dan (4) isolat-isolat P. palmivoru mempuny ai tingkat keragarnan

genetik yang tjnggi.

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penel i tian ini dapat mem beri kan in fomasi yang

berharga &lam menyusun pengelolaan pen yakit busuk buah yang disebabkan oleh

cendawan P. pulmivoru pada perkebunan kakao di Indonesia berdasarkan spesifik

(27)

LANGKAH-LANGKAH

DAN

KEGUNAAN PENELITIAN

Gambar I . Langkah-langkah dan kegunaan penelitian 1. Monitoring & eval uasi pen yakit

KejadianPenyakit(KP) Keparahan Penyakit (IP)

Koleksi isolat

4 Koleksi isolat

6 provinsi

1

Kuitivasi pada media PDB

7

jl

Panen miseliurn morfologi isolat 2a, ldentifikasi

I

4

Ekstrasi DNA

6

Uji kuantitas & kualitas DNA

I

DNA mumi

&

2b. Identifikasi molekuler isolat

dengan

ITS

4. Anal i si s DNA dengan RAPD & AFLP

3. Uji virulensi &

Resi stensi

Periode inkubasi Luas bercak Laju infeksi

1

EIektroforesis hasil

PCR

J.

Analisis data RAPD & AFLP

+

i

Interprestasi data

I

T

Kesesuai an dengan uj i virulensi

4

f

(28)

TINJAUAN PUSTAKA

Phytophthora palmivora (Butler) Butler (1 9 19)

Sinonim Pl~ytophthoru pulnrivoru meliputi

P.

omnivom de Bary ( I 88 1 ),

Pyflzium pultnivorum Butler ( 1 9071,

P.

fuberi Maublanc ( 1 9091, P. fheobromut.

Coleman (1 9 101, Kuwukumiu curicu b r a (1 9 1 5 ) , P. Jici Hori ( 19 1 51, P. curica Hara

( 1 9 1 6), P. paImivora var. pperis Muller ( 1936), clan

P.

palmivora var. tl~eobrclmuc. (Coleman) Orellana (1959) (Holliday 1980; Erwin dan Ribeiro 1996). Dalam

klasifikasi, P. pulmivom terrnasuk FamiIi Pythiaceae, Orde Peronosporales, KeIas

Oomycetes, Phylum Oomycota dm Kingdom Chromista (Hawksworth et al. 1995;

Alexopoulos e i al. 1 996).

Cendawan P. pulmivom &pat tumbuh baik pada media standar seperti

cornmeal agar, carrot ugur, lima bean ugur, dan V8 juice ugur pada suhu optimum

27-28°C (Drenth dan Sendall 200 1 ). Miselia turnbuh interseluler clan membentuk

haustoria di dalam sel tanaman inangnya. MiseIia benvarna putih, tidak bersekat dan

tumbuh baik pada 25-30°C (Siturnorang 1 983). Menurut Milndkur (1 96 1 ) cendawan ini mernbentuk miselia yang bercabang clan tidak bersekat ketika muda, dan

membentuk sekat pada hifa yang sudah tua yaitu pada saat pembentukan organ

reprodukti f.

Pada buah

kakao

cendaivan dapat membentuk sporangia (zoosporangia),

berbentuk buah per, dengan ukuran 30-60 x 20-53 pm. Sporangia dapat berkecambah

(29)

8

berkecambah secara

tidak

langsung dengan rnembentuk zoospora atau spom kern bara

yang dapat berenang. Cendawan dapat membentuk klamidospora yang bulat, dengan

garis tengah 3040 pm (Erwin dm Ribeiro 1996).

Cendawan P. palmivoru bersifat heterotalik,

membentuk

oogonia dan anteredia

secara alami atau buatan apabila strain-strain yang mernpunyai tipe kawin A ? dan A2

berpasangan dan pe teburan kedua tipe kawin tersebut menghasi 1 kan oospora (Brassier

dan Maddison 198 1). Dewasa ini di seluruh dunia dikenal adanya dua tipe kawin P.

pulmivora yaitu A1 dan A2. Di Jawa dikenal tipe kawin A2 yang berasal dari

tanaman inang lain bukan kakao (Cutlelya sp, dan Vanda sp.) (Zentmyer 1974).

Secara in vitro, oospora dibentuk pada

suhu

rendah f20°C) dalam keadaan gelap clan

nutn'si yang sesuai. Pada keadaan alami, oospora dibentuk pa& jaringan berkayu atau

sisa-sisa tanaman yang terhindar dari cahaya. Oogonia buiat (21-40' pm), dibentuk

secara lateral atau terminal, berdinding tipis dan tidak berwarna waktu masih muda.

Sebaliknya jika su&h matang, oogonia akan berdinding tebal dan b e m a coklat

keemasan. Anteridia am figenus dan persisten, 1 0- 1 5 x 1 0- 1 7 y m juga dibentuk secara

lateral atau terminal, berdinding tipis dan tidak benvarna. Oospora berbentuk bulat,

berdinding tipis atau tebal, dengan garis tengah 16-30 pm tidak berwarna pada waktu

muda tetapi akan krwama kuning hingga coklat keemasan apabila telah matang

(Erwin dan Ribeiro 1996).

Di beberapa negara penghasil kakao

di

Afrika Barat diketahui adanya spesies

Phyfophihoru lain yang dapat menyebabkan penyakit busuk buah, yaitu P. megakurycl

(30)
(31)

I0

pengaruhnya terjadi secara tidak langsung melalui kebasahan permukaan buah

dan

kelembaban. P e w suhu terjadi S a r a tidak langsung melalui kelembaban nisbi

udara dan kebasahan permukaan buah. Makin rendah

suh

y rnakin tinggi kelembaban

nisbi udara dan makin lama pula bertahannya kebasahan pada permukaan buah.

PeIepasan clan perkecambahan zoospora terjah pada

suhu

15 sampai dengan 30°C,

sedangkan infeksi @a buah kakao terjadi pada

suhu

20 sampai dengan 30°C.

PeIepasan, perkecambahan, dan infeksi memerl

ukan

adany a air bebas minimum

selama 3-4 jam (Purwantara I 990).

Teknik

budidaya tanaman, antara lain pemangkasan, kerapatan tanaman,

pemberian mu1 sa, drainasi, pemupukan, dan pernungutan hasil sangat rnempengaruhi

perkembangan penyakit. Lapisan mulsa yang ada di sekitar pangkal batang akan

mencegah terjadinya percikan air yang membawa tanah yang terinfestasi cendawan.

Juga adanya mulsa ini akan meningkatkan kegiatan jasad-j asad renik saprofi t yang

bersifat antagonisti k terhadap 1'. pulmivora. Ada beberapa cendawan antagonis

terhada p

P.

pultnivuru y ait u Suillus luteus, /,uciuriu,s delic,to.~us, /,encopwillu.v

cerealis var picein, Asprgi//u.s iumari, A. gigunteur., Penicillium purpurecens dan

Botryodiplodiu ~laeohromue. Di samping cendawan diketahui juga bakteri yang dapat

mengham bat perkem bangan 1'. pulmivom yai tu Pseudomonas uerzrginosu, Buc~llzrs

cereus dan B. subfrli.~ (Sukarnto 1995 ). Busuk buah Iebi h banyak terdapat pada pohon

yang le bat buahnya. Sering di katakan penyaki t busuk buah berbanding 1 urus dengan

(32)

1 1

Kakao dari kelompok CrioIlo sangat rentan terhadap

busuk

buah. KeIornpok

Forastero mempunyai ketahanan yang lebi h tinggi. Trinitario, merupakan hi brida dari

Criollo dan Forastero mempunyai ketahanan yang bervariasi. Sukarnto dan Mawardi

(1986) melaporkan bahwa klon DRI rentan; klon DR2, DR38

dan

GC7 agak rentan;

klon

DRC9

dan SCA89 agak tahan; sedangkan klon SCA6, SCAl2, ICS6 dan

DRC

16

tahan terhadap serangan P. paIm~vora penyebab penyakit busuk buah kakao.

Viru lensi Phytophtlrora pulmrmrvora

Virulensi adalah tingkat kemampuan suatu patogen untuk menimbulkan

pen yakit atau tingkat patogenisi tas dari suatu patogen. Sedangkan patogeni sitas

berarti kemampuan relati f dari suatu patogen unhk menimbulkan penyakit (Talboy s et

al. 1973; Shurtleff dan Averre I11 1997). Isolat

P.

palmivnru dari berbagai bagian

tanaman kakao dan dari tanah rnampu menimbulkan penyakit busuk buah dan kanker

batang pada kakao. Virulensi isolat P. pulmivoru yang diambiI dari berbagai bagian

tanaman kakao dari dua kebun di Jawa Barat tidak berbeda. Virulensi tidak dapat

digunakan sebagai penanda untuk menentukan keragaman genetik P. pulmivoru

(Purwantara 200 1 ).

Motulo (2000) melaporkan bahwa isolat-isolat P. pu/mivuru yang berasosiasi

dengan penyakit gugur buah pada tanaman kelapa mempunvai keragaman genetik

yang tinggi. Isolat yang berasaI dari lokasi yang sama tidak selalu menunjukkan

(33)

juga tidak selalu menunjukkan hubungan kekerabatan yang jauh. Patogenisitas isolat-

isolat P. palmivora pada setiap kdtivar kelapa berbeda.

Hasil penelitian Kasim dan Prayitno (1980) membuktikan bahwa isoIat-isolat

P. cupsici (sebelurnnya di kenal sebagai P. pulmivora) penyebab penyakit busuk

pangkal batang pa& tanaman lada di Lampung Utara, Larnpung Selatan, dan Bangka

berbeda-beda dalam morfologi dan virulensinya. Isolat dari Lampung, khususnya

Lampung Selatan mempunyai virulensi yang lebih tinggi dari pada isoIat dari Bangka.

Beberapa isolai P. pulmivora yang berasal dari kakao mernpunyai tingkat

patogenisitas yang tinggi pada buah kabo bila dibandingkan dengan isolat asal

kelapa, lada dan vani ti. Hal ini dibuktikan dengan perkembangan diameter bercak

pada permukaan kulit buah dan jaringan di b a d permukaan kulit buah kakao

(Hendrawati 1 997). Ruzelfin ( 1989) j uga melaporkan bahwa cendawan

P.

puimivora

asztl busuk buah kakao, busuk bidang sadapan karet, dan gugur buah kelapa hibrida PB

12 1 menyebabkan gejala bercak pada kulit buah kakao dengan patogenisitas isoIat asal

kakao lebih tinggi dibandingkan isolat asal karet dan kelapa, sedangkan isolat asal lada tidak rnenunjukkan sifat patogenisitas (tidak mampu menimbulkan gejala) pa& buah

kakao. Dengan demi kian tanaman karet dan kelapa hibrida PB 1 2 1 yang terserang P.

(34)

Mekanisme Keragaman pada Cendawan

Pada cendawan ras-ras b m dapat terjadi meldui beberapa proses, yaitu

mutasi, hibridisasi seksual, heterokariosis, rekombinasi paraseksual dan adaptasi

(Brown 1980; Semangun I 996; Agrios 1997).

Mutasi adaIah perubahan secara mendadak pada sifat genetik yang te rjadi

karena adanya perubahan pada satu basa atau Iebih pada untaian nukleotida. Pada

kebanyakan mutasi, perubahan terjadi pada gen individual, meskipun kadang-kadang

juga karena a&nya perubahan pada krornosom DNA (Agrios 1997). Frekuensi

mutasi dapat meningkat karena adanya agensia fisik maupun kirniawi.

Hibridisasi s e k s d terjadi karena rekombinasi gen sebagai akibat percampuran

secara acak kromosom cendawan i nduk dan j uga karena terjadi nya crossing-over

selama meiosis. Sebagai akibatnya genotipe koloni keturunannya berbeda dengan

genotipe induknya. Diperkirakan bahwa banyak ras baru cendawan patogen timbul

karena hibridisasi seksual ini (Brown 1 980; Agrios 1 997).

Heterokariosis terjadi karena sel cendawan mengandung dm atau Iebi h inti

yang berbeda secara genetik. Keadaan heterokariotik ini dapat terjadi karena beberapa

cara anbra lain ( I ) terjadinya fusi atau anastomosis hifa-hifa yang rnenyebabkan

tercarnpurnya inti yang berbeda ke dalam suatil miselium, dan (2) te jadinya mutasi

pada hi fa homokariotik karena adanya inti mutan yang dapat bertahan di antara inti-

inti lama. Diperkirakan bahwa heterokariosis merupakan mekanisme variasi yang

penting pa& cendawan Phyfophfhora karena fase di kariot ik merupakan bagian besar

(35)

Rekombinasi parase ksual terjadi b i h gen-gen rnengadakan rekombinasi

di

Iuar

daur seksual. Rincian daur ini belum banyak diketahui, namun agaknya daur ini

melewati I ima langkah penting: ( I ) pembentukan

rniseliurn

hetero karioti k clan

te j adinya fusi antara dua inti haploid yang berbeda untuk menjadi inti diploid; (2) Inti

dpIoid ini harm dapat memperbanyak diri bersama-sama dengan inti haploid

induknya. Dengan demikian miselium mengandung tiga tipe inti, dua inti haploid

yang berbeda dan inti diploid; (3) Berkembangnya miseli~m diploid yang

menghasil kan strain cendawan diploid; (4) Terjadmya crossing-over mitoti k yang

menyebabkan terjadmya rekombinasi gen pada kromosom ddam inti diploid; dan (5)

Terjadtnya haploidisasi vegetatif, kromosom yang mengandung gen rekombinasi

terdapat dalam inti haploid (Semmgun 1996; Agrios 1997).

Adaptasi sebagai suatu m e h i s m e keragaman pada cendawan, walaupun agak

sul i t di buktikan &lam percobam. Beberapa cendawan patogen dapat beradaptasi

terhadap lingkungan tertentu karena memproduksi enzim-enzim adaptif. Adaptasi

nampaknya merupakan h a i l seleksi dari strain-strain mutan yang mempunyai

keuntungan kompetitif untuk keragaman (Brown 1980).

Marker Molekuler

Potensi penggunaan marker sebagai dat untuk rnelakukan karakterisasi genetik

dalam program pemuliaan telah dikenal sejak puluhan tahun yang lalu. Marker bisa

dikatagorikan sebagai marker morfologi, sitologi, dan yang terbaru adalah marker

(36)

tanaman, virulensi merupakan marker yang paling

banyak

digunakan

(Puwan&ra

2001). .

Marker

rnorfologi merupakan marker yang telah banyak digunakan, baik

da1am program mendasar geneti ka maupun dalam program praktis pemuliaan tanarnan

karena marker ini dapat dengan mudah diarnati, seperti warna bunga, warm batang,

warna kulit biji, bentuk biji, clan sebagainya. Narnun marker ini rnemililu kelernahan

karena &pat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, memperlihatkan sifat menurun

dominankesesi f, dm mempunyai tingkat keragaman (polimorfisme) rendah atau

jumlah yang sedikit (Tanksley et a/. 1989). Marker sitolog adalah marker yang

berhubunp dengan kromosom. Contoh marker sitologi yang telah dipergmakcin

di

daIam membantu pernul iaan tanaman adalah jurnlah kromosom, ukuran kromosom

dan morfologi set kromosorn (Sessions 1996).

Pada saat ini, kemajuan ddam bidang biologi berkembang sangat pesat.

Biologi molekuler merupakan salah satu cabang ilmu yang mernpelajari organisme

pada tingkat DNA. Teknik di bidang biologi molekuler sangat membantu pemulia

tanaman daiam melakukan studi genetik dengan ketepatan yang lebih akurat. Untuk

mendapatkan informasi genetik dapat dilakukan analisis dengan menggunetkan marker

molekuler, se perti isozym, RFLP (restriction fragment length po(vmorphism), RAPD

(randomly amplfled pobmorphic DNA), AFLP (ampdifled fragment length

polymorphism), dan yang Iainnya (Kongluatngam et 02. 1 995; Powell et 01. 1996; Karp

(37)

Marker rnolekuler &pat rnemberi gambaran yang cukup t inggi tentang

perbedaan genetik individu, baik pada tingkat spesies maupun dengan kerabat

jauhnya. Menurut Tanskley (1983) marker molekuler dapat mendeteksi variasi

genetik pada tingkat jaringan atau seluler, dm polimorfisrnenya tidak dipengaruhi oleh

lingkungan. Marker molekuler yang pertam dan yang paling sederhana dikenal

dengan penanda protein yang lazim disebut isozyrn. Polimorfisme protein dideteksi

dengan cara eIektroforesis, dan perbedaan yang terdeteksi

antar

ale1 bergantung

pada

pergantian asam-asam amino yang berrnuatan. Untuk pencirian dan analisis gen yang

j umIahnya beragam, aplikasi marker isozym

mem

punyai keterbatasan karena

j

umlah

lokus yang bisa digunakan terbatas (Murphy el al. 1996 j.

Perkembangan dan penggunaan marker RFLP relati

f

baru dibandingkan

dengan isozim, meski pun demi kian prinsip interpretasi anal isis genetik dari isozyrn

sama dengan RFLP. Akhir-akhir ini RFLP mendapat perhatian yang Iebih besar dari

pakar genetika molekuler dart pemulia tanaman. Hal ini karena RFLP dapat

mengungkapkan perbedaan-perbedaan yang lebih banyak antar individu-individu

di bandingkan i s o w . Marker RFLP mendasarkan pada perbedaan &lam ukuran

fragmen DNA nukleus (kromosom), organel, atau total DNA yang dihasilkan dari

pernotongan dengan enzim restri ksi. Individu-individu yang mempun yai perbedaan

sekuen DNA akan mempunyai perbedaan distribusi dan situs restriksi untuk suatu

enzim restriksi. Fragmen DNA hasil restriksi dipimhkan menurut ukuran berat

molekul pada gel elektroforesis, kernudian dipindahkan ke mernbran niIon dan

(38)

17

DNA yang terbentuk p d a membran nilon yang dihibridisasi dengan suatu probe berbeda antar individu yang diuji (McCouch dan Tanskley 199 1).

Semenjak diperkenalkm oleh Williams et al. (1990), teknik RAPD menjadi

salah satu cara yang banyak digunakan untuk krbagai penelitian di bidang biologi

molekuler. Dibandingkan dengan RFLP, teknik ini lebih sederhana karena DNA tidak

perlu lpotong dengan enzim resbiksi, sampei DNA yang diperIukan relatif sedikit,

tidak

memerlukan pemindahan DNA

ke

membran nilon,

tidak memerlukan

hibridisasi

DNA,

clan

ti& memerlukan prosedur labeling. Telmik RAPD mendasarkan pada

amplifikasi DNA secara in vitro dengan PCR (polymerase chain reaction), yaitu

dengan rnengatur variasi

suhu

pada mesin PCR selarna pengulangan si

klus

denaturasi,

pertautan primer, dan perpanjangan pita DNA dengan bantuan enzirn Tag DNA

polirnerase. Teknik ini memerlukan primer yang panjangnya 10 basa untuk segrnen

pem ula dalam pem bentukan fragmen tertentu dari DNA (Nair 1 993 ).

Di bandingkan dengan te kni

k

RFLP,

RAPD mempun yai beberapa kemudahan

yaitu; pengetahuan latar klakang genom ti& diperlukan, hasil RAPD dapat

diperoleh secara cepat ji ka dibandingkan dengan analisis RFLP yang memerlukan

banyak tahapan

dan

beberapa jenis primer arbitrari dapat dibeli dan digunakan untuk

analisis genom semua jenis organisme, sedangkan keterbatasannya adalah sangat

sensitif terhadap kondisi reaksi dan profil suhu (Williams el ul. 1990; Vos er a/. 1995).

Di samping itu marker RAPD bersifat dominan, yaitu dalam populasi yang

bersegregasi, individu yhqg homozigot dengan individu yang heterozigot tidak dapat

(39)

18

atau yang heterozigot akan sama-sama memberikan hasil pita DNA untuk suatu

marker RAPD tertentu (Ronning et al. 1 995).

Teknik AFLP merupakan penggabungan dari RFLP clan RAPD, yang

mendasarkan pada amplifikasi PCR selektif fragmen restriksi dari pernotongan total

DNA genomik. Teknik ini meliputi tiga tahapan yaitu restriksi DNA dan ligasi

adapter oligonukleoti& amplifikasi selektif set fragmen restriksi dan malisis gel dari

fragmen restriksi. Dengan rnenggunakan tekni k ini informasi geneti

k

yang didapatkan

lebih akurat, narnun pelaksanaannya lebih sulit dan memerlukan biaya yang tinggi

(40)

EVALUASI PENYAKlT BUSUK BUAH KAKAO

PADA

BERBAGAI PENGELOLAAN

KEBUN

DI LAMPUNG

SELATAN,

CIANJUR

DAN

JE-MBER

Pendahuluan

Busuk buah kakao adalah penyakit yang tcrpenting dalam budidaya kakao di

Indonesia. Penyakit ini &pat timbul pada berbagai umur buah, sejak buah masih kecil

sampai rnenjelang masak. Warna buah berubah, umumnya mulai dari dekat tangkai

atau ujung

buah,

yang dengan cepat meluas ke seluruh buah clan akhirnya buah

menjadi coklat kehitaman. Pada bercak tersebut terbentuk banyak sporangiofor dan

sporangia cendawan

P.

plmivora penyebab penyakit ini. Jika buah yang terserang P.

puimivora tidak segera diptik, cendawan ini akan berkembang melalui tangkai

buab

dart menginfeksi kulit batang atau cabang menirnbulkan kanker batang. Kelak,

patogen yang metlimbul kan kan ker batang dapat kembali mengi nfeksi buah melalui

tangkai buah atau secara tidak langsung melalui spora yang dihasil kan (Semangun

2000).

Keparahan penyakit busuk buah kakao pada suatu lokasi atau kebun ditentukan

oleh banyak faktor, antara !ain kelembaban udara. curah hujan, cara bercocok tanam,

banyaknya buah pada pohon dan kultivarklon kakao yang ditanam. Kelembaban

yang tinggi akan membantu pembentukan spora dan meningkatkan infeksi. Infeksi

hanya dapat terjadi kalau pada permukaan buah terdapat air, baik yang berasal dari air

hujan,

dan

dapat j uga air yang terbentuk karena pengem bunan uap

air

pada pemukaan
(41)

permukaan buah merupakan syarat penting untuk perkembangan penyakit, mengingat

ketersediaan air adalah salah satu kondisi yang diperlukan untuk perkecambahan spora

dan proses infeksi pada

b d .

Hujan akan membantu penyebaran spora, di samping

meningkatkan

kelernhaban

kebun (Purwantara 1 990). Fluktuasi keparahan penyakit

cenderung sama dengan fluktuasi curah hujan (Purwantara dan Pawirosoemardjo

1990).

Cam

b e m k

tanam, antara lain pemangkasan, kerapatan tsnaman, pem berian

mulsa, drainase, pemupukan dan pernungutan hasiI sangat mempengasuhi penyakit.

Lapisan mulsa yang ada di sekitar pangkal batang &an rnencegah te rjadinya perci kan

air yang membawa tanah yang terinfestasi cendawan. Juga adanya mulsa ini akan

meningkatkan kegiatan jasad-jasad renik saprofit yang bersifat antagonistik terhadap

P.

plmivoru. Busuk buah lebih banyak terdapat pada pohon yang lebat buahnya

(Semangun 2000).

Di Indonesia terdapat tiga kelompok bahan tanaman kakao, yaitu kelompok

Trin i tario (klon-klon

DR),

kelornpok Amelonado (West African Amelonado), dan

kelompok Amazon (Ilpper Amazon HybridICrAH). Trini tario rnenghasil kan kakao

mulia, sedang Amelonado dan Amazon rnenghasilkan kakao iindak (Wardojo 1991).

Dari ketiga kelornpok bahan tanaman kakao tersebut, kakao mulia rnempunyai

ketahanan yang lebi f? rendah terhadap infeksi

Y.

palmivoru

di

bandingkan dengan

kakao lindak (Semangun 1 987).

Berdasarkan pernasalahan yang ada di Indonesia secara umum maka

(42)

2 1

buah kakao akibat infeksi

P.

palrnivora yang te jadi secara alami p d a perkebunan

kakao rakyat di Lampung Selatan, perkebunan kakao swasta di Cianjur dan

perkebunan kakao negara di Jemkr. Hipotesis yang diaj ukan ddarn penelitian ini

adalah intensitas penyaki t busuk buah kakao akibat infeksi

P.

palrnivora yang te jadi

secara alarni pada perkebunan kakao rakyat di Lampung Selatan, perkebunan kakao

swasta di Cianjur dan perkebunan kakao negara di Jember berbeda. Hipotesis ini

didasarkan pa& adanya perbedam pen& kondisi lingkungan kebun, kultivar/klon

kakao

ymg ditanam dan pengelolaan penyalut yang diteraph oleh ptam clan

pekebun baik pada perkebunan kakao rakyat, perkebunan

kakao

swasta rnaupun pada

perkebunan kakao negara.

Bahan dan Metode

Penelitian ini dilaksanakan di tiga Iokasi yaitu

di

kebun-kebun kakao milik

rakyat di Desa Negeri Sakti Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Lampung Selatan,

Lampung; perkebunan swasta nasional milik PT Inter Green Estate, Cianjur, Jawa

Barat dan perkebunan negara milik PTP Nusantara XII, Jember, Jawa Timur, dari

bulan Pebruari sampai bulan Juni tahun 2002. Bahan-bahan y ang digunakan daIam penelitian ini berupa tanaman dan buah kakao rnulia (klon DRl, DR2, DR 38) dan

tanaman dan buah kakao lindak (Upper Amuzon Hybrid (UAH)/Hibrida Amazon

Hulu) yang ada pada kebun-kebun contoh.

Penilaian penyakit diIaksanakan dengan metode survei, untuk mendapatkan

(43)

22

Pacia kebun-kebun kakao yang dij adi kan lokasi penelitian

di

buat petak-petak

pengamatan secara diagonal sebanyak 1 i

ma

petak. Masing-masing petak berj umlah

100 tanaman kakao dengan tanaman sampel sebanyak 10 tanaman per petak atau 50

tanaman sampel per Iokasi penef itian yang ditentukan secara purposive dan masing-

masing diulang tiga kali.

Kerusakan aki bat penyaki t busuk buah diniIai berdasarkan kejadian penyakit

dan keparahan penyakit yang terjadi secara dami. Data lainnya yang mendukung

penelitian ini di kum pulkan rnelalui wawancara dengan 1 0 petanupekebun

menggunakan daftar pertanyaan (Lam piran I ). Kejadian penyaki t di hitung menggunakan forrnul a yai t u :

Keterangan :

KP = Kejadian penyakit (%)

n = Jumlah pohon yang menunjukkan gcjala busuk buah

N

= Jumlah pohon yang diamati

Keparahan penyakit dihitung dengan menggunakan formuIa Townsend dan

(44)

Keterangan :

IP

= Keparahan penyakit (%)

ni = Jurnlah po hon yang menunj

ukkan

katagori serangan

vi = Nilai numerik dari setiap katagori

Z = Nilai numerik katagori serangan tertinggi

N

= Jumlah pohon yang diamati

Pohon-pohon yang dijadikan sampel dibagi dalam enam katagori penilaian

seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Katagori penilaian keparahan penyakit

(IP)

busuk buah kakao

--

Katagori Kisaran serangana'

0 X = 0%

1 0 < X I 2,5%

2 2,5

< X l

5 %

3 5

< X I

7,5 %

4 7,5 < X 5 1 0 %

5

X >

10%
(45)

Pengamstan Gejala Penyakit Busuk Buah Kakao

Hasil pengamatan gejala penyakit busuk buah dan kanker batang yang tejadi

secara alami dapat dilihat pada Garnbar 2. BiIa buah-buah kakao sehat (A) yang terin feksi P. pulmivora menj adi sakit dengan menunj ukkan perubahan warm menjadi

coklat kehitaman, urnumnya gejala banyak terdapat mulsi dari dekat tangkai buah

(proksimd)

(B)

atau dari ujung buah (distal) (C) dan ada juga yang dimulai dari bagian tengah buah (lateral) (D). Pada permukaan Mit buah kakao yang sakit

terdapat tanda penyakit berupa lapisan tepung b e m a putih

(E).

ApabiIa buah

kakao

sakit dibiarkan masi h tergantung di pohon dengan tangkai buah yang telah

busuk, umumnya penyakit sudah berkembang meluas ke kulit batang atau cabang

menyebabkan gejala kanker

(F).

Buah-buah kakao sakit yang masih tergantung di

pohon merupakm sumber inokulum penyakit busuk buah

kakao.

Penilaian Penyakit Busuk Bush Kakao di h m p u n g Selatan

Rerata kejadian penyakit dan keparahan penyakit busuk buah pada tiga lokasi

kebun kakao rakyat di Lampung Selatan tidak bertKda nyata (Tabel 2). Hasil analisis

ragam kejadian penyaki t dan keparahan penyakit busuk buah disaj ikan pada Lam piran

(46)

P e ~ e l b m m

mnaman

k a h

dm@ -&WD j m g

juga

dengan

&naman pdimbg, pada l o b A

j d a b

tanman

p e b b g

termtam

kelapa

lebih

banyak

&ban- pa& l o h i

B dan

C.

T a m a m

pisang

d i g u d m

sebaga~

tunpang

sari

cEan

pelindung

pgds walda

m

mih

mu&.

?:maman

k a h

ymg

ditanam

addah t i p W l W &

(UAH) y m g

bsrssal

dpri

M&,

S~~~~~

bsntukbiii

hthlo.

Pada

mnur

I0 Mtm,ptodddvitasnya Eulcup tinggi yaitu 1500

k@haM~

(Tabel

2).

Umumnya

peagetah- p b m m a p m i penyakit

bmuk buah,

p y a k t

dan

hama h y a ymg
(47)

Tabel 2. Evaluasi kondisi penyalut, deskripsi kebun dan deskripsi tanaman kakao perkebunan rakyat

di

Lampung Sefatan

Uraian Lokasi A Lokasi 3 Lokasi C

I. Kondisi Penyakit dan Harna

1 . Kejadian Penyakit busuk buah (%)') 18,OO a 12,00 a 14,00 a

2. Keparahan penyakit busuk buah (%)" 5,20 a 2,80 a 4,40 a

3. Penyakit dan hama Iainnya

-

Kanker batang

- Antraknosa I-

+

+

- Jamur upas - Jamur akar putih

- Penggwek buah

- Penghisap buah

+

+

+

-

Penggerek batangfcabang

- Ulat daun

II. Deskripsi ktbun

1. Jenis tanah Latosot Latosol Latosol

2. Topografi Berbukit Berbukit Berbukit

3 . Ketinggian (dpl) 52 52 52

4 . Curah hujan (mm/bl) 284 284 284

5 . Suhu udara rerata CC) 27 27 27

6. Kelernbaban udara rerata (%) 87 87 87

7. Irigasi Cukup baik Cukup baik Cukup baik

8. Tanarnan sebelurnnya Kelapa, melinjo Kelapa, melinjo Kelapa, melinjo

111. Deskripsi tanaman kakao

1. Luas kebun (ha) 2 1,s O,5

2. Jarak tanam (m) 3 x 3 3 x 3 3 x 3

3. Jumlah tanaman

Gambar

Gambar  I .   Langkah-langkah dan kegunaan  penelitian 1. Monitoring &amp; eval uasi pen yakit
Tabel  1  Katagori penilaian  keparahan penyakit  (IP)  busuk buah  kakao  --
Tabel  2.  Evaluasi  kondisi  penyalut,  deskripsi  kebun  dan  deskripsi tanaman  kakao  perkebunan  rakyat  di  Lampung Sefatan
Tabel 5  Daftar isolat  P.  palmivora  asal  enam  provinsi di Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika dikaitkan dengan sejarah dan latar belakang pantai pandawa yang merupakan sentra penghasil rumput laut dan juga desa nelayan sebelum menjadi daerah tujuan wisata,

Dengan mengatur media queries dalam dokumen CSS, maka permasalahan tampilan website yang diakses dari berbagai peralatan dapat diatasi sehingga informasi yang diminta

Basel adalah strategi yang termasuk dalam tiga strategi utama untuk pengembangan pertanian padi berdasarkan preferensi petani di daerah pertanian belum berkembang (Tabel 16).

Sasaran pemantauan pada kegiatan ini adalah kondisi kualitas lingkungan lokasi rencana usaha yang terdiri dari kualitas udara dan kebisingan, kejadian kecelakaan kerja.

Dari hipotesis yang dirumuskan kepemilikan manajerial dapat mengurangi tingkat underpricing karena perusahaan yang sahamnya dimiliki juga oleh pihak manajemen

Dari pengolahan data maka dapat kita analisis kesesuain perancangan desain baru preamplifier gitar bass elektrik, dari 20 responden 15 diantarnya tertarik dan 18 merasa

Manajemen lingkungan pada wilayah endemis malaria di Puskesmas Atapupu, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu serta dampaknya terhadap kejadian malaria melalui

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui cara akuisisi foto udara format kecil hingga identifikasi obyek yang masuk dalam ruang bebas dengan data olahan