PEMANFAATAN CANGKANG RAJUNGAN (
Portunus
sp.)
SEBAGAI FLAVOR
Oleh :
Ismiwarti
C34101018
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
RINGKASAN
ISMIWARTI (C34101018). Pemanfaatan Cangkang Rajungan (Portunus sp.) sebagai Flavor. Dibimbing oleh PIPIH SUPTIJAH dan KOMARIAH TAMPUBOLON.
Penelitian ini bertujuan untuk menilai daya terima panelis terhadap bubuk flavor dari ekstrak cangkang rajungan (Portunus sp.) dengan perlakuan waktu ekstraksi dan mengevaluasi kandungan gizi bubuk flavor dari ekstrak cangkang rajungan (Portunus sp.) dengan perlakuan waktu ekstraksi terpilih.
Perlakuan yang diberikan pada penelitian tahap pertama adalah kontrol (tanpa ekstrak cangkang rajungan), waktu ekstraksi cangkang rajungan 30 menit, 60 menit, 90 menit dan 120 menit dengan perbandingan cangkang rajungan dan air (1 : 2). Kemudian pada kaldu (filtrat) hasil ekstraksi ditambahkan tepung terigu 8 % dan tepung tapioka 8 % dan bumbu 4 % sehingga dihasilkan pasta flavor. Setelah homogen pasta flavor tersebut dikeringkan dengan drum dryer sehingga menjadi bubuk flavor yang kemudian dikemas dengan plastik polietilen. Bubuk flavor dari lima perlakuan diuji dengan uji sensori untuk mengetahui waktu ekstraksi terpilih dan uji pH dengan pH meter. Pada penelitian tahap kedua perlakuan waktu ekstraksi terpilih dilanjutkan dengan uji proksimat dan dibandingkan dengan kontrol. Analisis data untuk uji organoleptik yaitu dengan uji statistik non parametrik Kruskall Wallis dan uji lanjut Multiple Comparison. Sedangkan uji proksimat dianalisis secara deskriptif.
Hasil uji sensori menunjukkan bahwa aroma khas rajungan pada bubuk flavor dapat diidentifikasi oleh panelis pada perlakuan waktu ekstraksi 90 menit dan 120 menit. Sedangkan rasa khas rajungan dapat diidentifikasi oleh panelis pada perlakuan waktu ekstraksi 60 menit, 90 menit dan 120 menit. Semakin lama waktu ekstraksi rendemen yang dihasilkan semakin tinggi. Berdasarkan uji pH adanya penambahan flavor rajungan menyebabkan bubuk flavor bersifat basa. Sedangkan bubuk flavor tanpa penambahan flavor rajungan bersifat asam.
PEMANFAATAN CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.)
SEBAGAI FLAVOR
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh : Ismiwarti C34101018
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
Judul : PEMANFAATAN CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.)
SEBAGAI FLAVOR Nama : Ismiwarti
NRP : C34101018
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Pipih Suptijah, MBA Ir. Komariah Tampubolon, MS NIP. 131 476 638 NIP. 130 355 555
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP. 130 805 031
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Agustus 1982 di Blitar, Jawa Timur dari orang tua bernama Mislan dan Sumiati. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara.
Tahun 2001, penulis lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Talun. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan studi di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB.
Selama duduk di jenjang pendidikan tinggi, penulis pernah mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) IPB bidang penelitian dengan judul “Proses Polimerisasi Bioplastik dengan Bahan Dasar Khitosan sebagai Bahan Kemasan Makanan” pada tahun 2003. Pada tahun 2004 penulis pernah mengikuti Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional XVII bidang PKMI dengan judul yang sama. Penulis telah menyelesaikan skripsi berjudul ”Pemanfaatan Cangkang Rajungan (Portunus sp.) sebagai Flavor”, sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, dibawah bimbingan Ibu Dra. Pipih Suptijah, MBA dan Ibu Ir. Komariah Tampubolon, MS.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sejak penelitian sampai dengan penyelesaian skripsi yang berjudul ”Pemanfaatan Cangkang Rajungan (Portunus sp.) sebagai Flavor”. Penyusunan skripsi ini termasuk salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dra. Pipih Suptijah, MBA serta Ibu Ir. Hj Komariah Tampubolon, MS. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu untuk memberikan arahan dan saran yang sangat berarti, saat penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.
2. Bpk Ir. Heru Sumaryanto, MSi dan Ibu Dra. Ella Salamah, MSi selaku dosen penguji tamu yang telah meluangkan waktunya unruk memberikan arahan dan saran yang berarti demi penyempurnaan skripsi ini.
3. Bpk Ir. Djoko Poernomo, Bsc yang telah meluangkan waktunya untuk menjadi moderator seminar hasil penelitian ini.
4. Ayah, ibu dan adik yang telah mencurahkan kasih sayang, doa, perhatian, nasehat dan dukungannya.
5. Dosen-dosen beserta seluruh staf di Program Studi Teknologi Hasil Perikanan yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Lila, Nurul, Iis, Desi, Awan, Sobana, Ulum, Edoy, Nuno, Intan, teman-teman THP angkatan 38, 39, 40, Kawah Kelud Pi dan Pa dan WBB atas kebersamaan, bantuan, nasehat, pengertian, dorongan dan semangat. Serta pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa di dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, sehingga penulis dengan tulus menerima saran dan kritik yang membangun.
Bogor, Desember 2005
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
1. PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Rajungan ... 3
2.1.1 Deskripsi dan klasifikasi rajungan... 3
2.1.2 Karakteristik cangkang rajungan ... 4
2.1.3 Komposisi kimia limbah cangkang rajungan ... 6
2.2 Flavor ... 7
2.3 Pemanasan... 10
2.4 Bahan Pengisi dan Bumbu pada Pengolahan Flavor ... 11
2.4.1 Bawang putih... 11
2.4.2 Bawang merah ... 12
2.4.3 Merica ... 12
2.4.4 Garam... 12
2.4.5 Tepung tapioka ... 13
2.4.6 Tepung terigu... 14
2.5 Pengeringan... 14
2.6 Pengemasan... 15
3. METODOLOGI ... 17
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 17
3.2 Bahan dan Alat ... 17
3.3 Metode Penelitian... 17
3.3.1 Penelitian tahap pertama ... 17
3.3.2 Penelitian tahap kedua... 20
3.4 Analisis Produk ... 20
3.4.1 Rendemen bubuk flavor ... 20
3.4.2 Uji sensori... 20
(1) Analisis kadar air... 21
(2) Analisis kadar abu ... 21
(3) Analisis kadar protein ... 22
(4) Analisis kadar lemak ... 22
(5) Perhitungan kadar karbohidrat ... 23
(6) Analisis derajat keasaman metode pH metri... 23
3.5 Analisis Data ... 23
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25
4.1 Penelitian Tahap Pertama ... 25
4.1.1 Rendemen... 25
4.1.2 Uji sensori... 26
4.1.2.1 Uji hedonik... 26
(1) Warna ... 26
(2) Penampakan... 28
(3) Tekstur... 29
4.1.3.2 Uji mutu hedonik... 30
(1) Aroma... 30
(2) Rasa ... 31
4.1.3 Derajat keasaman (pH)... 33
4.1.4 Penentuan produk terpilih ... 34
4.2 Penelitian Tahap Kedua ... 35
(1) Kadar air ... 35
(2) Kadar abu... 36
(3) Kadar protein ... 37
(4) Kadar lemak... 38
(5) Kadar karbohidrat ... 39
5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41
5.1 Kesimpulan ... 41
5.2 Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 43
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1. Komposisi kimia limbah cangkang rajungan
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Rajungan (Portunus sp.) ... 3
2. Lapisan penyusun pada cangkang rajungan... 5
3. Skema pembuatan bubuk flavor pandan... 10
4. Skema pembuatan bubuk flavor dari ekstrak cangkang rajungan (Portunus sp.) ... 19
5. Histogram nilai rendemen bubuk flavor ... 25
6. Bubuk flavor dari ekstrak cangkang rajungan (Portunus sp.) dengan waktu ekstraksi yang berbeda ... 26
7. Histogram nilai rata-rata warna bubuk flavor ... 27
8. Histogram nilai rata-rata penampakan bubuk flavor ... 28
9. Histogram nilai rata-rata tekstur bubuk flavor ... 29
10. Histogram nilai rata-rata aroma bubuk flavor... 31
11. Histogram nilai rata-rata rasa bubuk flavor ... 33
12. Histogram nilai derajat keasaman (pH) bubuk flavor ... 34
13. Histogram nilai rata-rata kadar air bubuk flavor ... 36
14. Histogram nilai rata-rata kadar abu bubuk flavor ... 37
15. Histogram nilai rata-rata kadar protein bubuk flavor ... 38
16. Histogram nilai rata-rata kadar lemak bubuk flavor... 39
TIPOLOGI HABITAT PESISIR SUAKA MARGASATWA
PULAU RAMBUT DI KABUPATEN ADMINISTRATIF
KEPULAUAN SERIBU
Oleh :
JEUNIKE SUCIAYU MATKUSSA
C06499903
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
RINGKASAN
Jeunike S. Matkussa. Tipologi Habitat Pesisir Suaka Margasatwa Pulau Rambut di Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta. Dibimbing oleh JOKO PURWANTO dan R. WIDODO.
Penelitian ini berfungsi untuk memberikan penggambaran visual tentang tipe ekosistem mangrove, tipe ekosistem danau alam laut, tipe ekosistem terumbu karang yang ada di Pulau Rambut, dan menganalisis nilai kualitas setiap ekosistem penyusun tersebut.
Penilitian dilakukan pada kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut,
Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pada bulan Februari dan Mei. Pertama pada tanggal 29 Februari 2004, pengambilan zooplankton di perairan dengan metode horisontal dan pengambilan contoh mangrove. Kemudian pada tanggal 29 Mei 2004, pengambilan zooplankton di perairan menggunakan metode vertikal dan pengambilan contoh mangrove.
Ekosistem mangrove di Pulau Rambut pada keseluruhan stasiun ada 6 jenis mangrove, yang terdiri dari Rhizophora mucronata LMK., Excoecaria agallocha L. (buta-buta), Avicennia officinalis L., Xylocarpus granatum (bola-bola), Rhizopora apiculata, dan Rhizophora stylosa. Tipe ekosistem mangrove pada stasiun 1 didominasi tipe Rhizophora mucronata LMK., dan tipe Excoecaria agallocha L. (buta-buta). Stasiun 2 didominasi tipe Excoecaria agallocha L. (buta-buta), tipe Xylocarpus granatum (bola-bola) dan tipe Rhizophora mucronata. Stasiun 3 didominasi tipe Rhizophora stylosa, kemudian tipe Rhizophora mucronata dan Rhizophora apiculata. Stasiun 4 didominasi tipe Rhizophora mucronata. Rata-rata nilai keragaman morfometrik daun keseluruhan jenis mangrove tinggi yang mengakibatkan kompetisi tinggi dan daya adaptasi pada lingkungan rendah, yang menunjukkan mangrove di Pulau Rambut rusak.
Nilai salininas yang paling rendah terdapat pada stasiun 3 yaitu berkisar 20 ‰ yang kurang sesuai dengan mangrove berjenis Avicennia yang hanya dapat mencapai pertumbuhan maksimal pada tingkat salinitas berkisar 25 ‰ .
Sedangkan salinitas tertinggi disekitar perairan tempat tumbuh mangrove terdapat pada stasiun 1 dan pada stasiun 4 berkisar sekitar 28 ‰ sangat sesuai dengan jenis manrove Rhizhophora sp. Derajat keasaman perairan mangrove yang didapat pada tiap stasiun adalah sebesar 8, dimana pH tersebut agak tinggi untuk jenis Rhizophora sp
Tipe ekosistem danau alam laut untuk zooplankton pada stasiun 1 didominasi oleh tipe Nauplius, dan tipe Larva molusca, stasiun 2 didominasi oleh tipe Tintinnopsis, stasiun 3 didominasi oleh tipe Tintinnopsis dan tipe Nauplius, sedangkan stasiun 4 didominasi tipe Favella, Tintinnopsis, dan Nauplius. Tipe Nauplius pada setiap stasiun selalu yang lebih banyak dan sering muncul, menunjukkan bahwa diperairan sekitar Pulau Rambut memiliki banyak ikan dan ditunjang pertambahan jenis burung yang ada sekarang di Pulau Rambut.
TIPOLOGI HABITAT PESISIR SUAKA MARGASATWA
PULAU RAMBUT DI KABUPATEN ADMINISTRATIF
KEPULAUAN SERIBU
Oleh :
JEUNIKE SUCIAYU MATKUSSA
C06499903
SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
SKRIPSI
Judul :
TIPOLOGI HABITAT PESISIR SUAKA
MARGASATWA PULAU RAMBUT
DI KABUPATEN ADMINISTRATIF
KEPULAUAN SERIBU
Nama Mahasiswa : Jeunike S. Matkussa
Nomor Pokok : C06499903
Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Joko Purwanto, DEA Ir. Widodo Nip. 130 521 372 Nip. 130 217 464
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Kadarwan Soewardi Nip. 130 805 031
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
TIPOLOGI HABITAT PESISIR SUAKA MARGASATWA
PULAU RAMBUT DI KABUPATEN ADMINISTRATIF
KEPULAUAN SERIBU
Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Desember 2005
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya atas dukungan, pengarahan, masukkan, dan pengetian sehingga
skripsi ini dapat disusun, kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih sayang dari awal sampai akhir
penyusunan skripsi ini.
2. Bpk. Dr. Ir. Joko Purwanto, DEA sebagai pembimbing pertama saya dan Ir. R.
Widodo sebagai pembimbing kedua saya, yang memberi arahan, masukkan,
dan koreksi dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bpk. Ir. Nyoto Santoso, MS. sebagai penguji tamu saya yang memberikan
waktu dan masukkan untuk melengkapi skripsi ini.
4. Ibu Ir. Yuli Naulita MSc. sebagai penguji Program Studi yang memberikan
koreksi, masukkan, waktu, dan arahan untuk menyempurnakan skripsi ini.
5. Orang tua saya, Drs. Jeheskiel Matkussa dan Pdt. Ny. Sartje Nureroan
Matkussa beserta kakak saya, Jone Surya Matkussa, SE dan adik saya, Jewerly
Silast Matkussa, ST juga adik-adik sepupu saya Enjel, Erlin, Olvin dan tak
lupa pengasuh saya dari kecil mbak Surnaseh atas bantuan doa, nasehat,
pengetian, dan kasih sayang selama awal kuliah sampai akhir pembuatan
skripsi ini.
6. Balai Konservasi Sumber Daya Alam yang mengijinkan saya untuk meliti di
Pulau Rambut.
7. Lumban Spi, Dolorosa Bria Spi, Esti Rahayu Spi, Ella Bria, Chepi,
Muhammad Sharir Spi, dan Pak Ali atas bantuannya selama penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
8. Ance puspa Spi, Srieko susilowati Spi, Denti Spi, Mutia, Rahel Spi, Jacky
prtama Spi, Bang Samsul Spi, Wayan Spi, dan Pak Doel atas bantuan,
pengertian, dan kerjasama dalam MOSI dan penyusunan skripsi ini.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Kuasa, karena
atas berkat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan judul “Tipologi Habitat Pesisir Suaka Margasatwa Pulau Rambut di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu”
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Dalam penyusunannya, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak.
Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada para dosen, terutama
doesen pembimbing Dr. Ir. Joko Purwanto, DEA dan Ir. R. Widodo, serta dosen
lainnya yang bersedia membimbing dan membantu penulis dalam penyusunan
skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang
turut membantu penelitian, memberi kritik dan saran terhadap penelitian ini.
Bogor, Desember 2005
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
... ixDAFTAR GAMBAR
... xiDAFTAR LAMPIRAN
... xii1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ... 11.2 Tujuan penelitian ... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1Ekosistem pesisir di pulau kecil ... 32.1.1 Ekosistem mangrove ... 3
2.1.1.1Pengertian mangrove ... 3
2.1.1.2Manfaat dan fungsi mangrove... 5
2.1.2 Ekosistem danau alam laut ... 6
2.1.2.1Pengertian danau alam laut ... 6
2.1.2.2Manfaat dan fungsi danau alam laut... 7
2.1.2.3 Zooplankton ... 8
2.1.2.3.1 Pengertian zooplankton ... 8
2.1.2.3.2 Ukuran zooplankton... 9
2.1.3 Ekosistem terumbu karang ... 9
2.1.3.1 Pengertian terumbu karang ... 9
2.1.3.2 Klasifikasi terumbu karang ... 10
2.1.3.3 Manfaat dan fungsi terumbu karang ... 13
2.1.3.4 Ikan karang di Pulau Rambut ... 13
2.1.3.5 Jenis terumbu karang di Pulau Rambut ... 17
a. Kelimpahan terumbu karang di sebelah utara Pulau Rambut ... 19
b. Kelimpahan terumbu karang di sebelah barat Pulau Rambut ... 20
c. Kekeruhan ... 21
d. Persen penutupan biota ... 22
2.2Parameter kualitas perairan ... 23
2.2.1 Suhu ... 24
2.2.2 Turbiditas atau kekeruhan ... 24
2.2.3 Salinitas ... 25
3. BAHAN DAN METODE
3.1Waktu dan lokasi ... 26
3.2Alat dan bahan ... 26
3.3Penentuan posisi dan waktu pada stasiun pengambilan data ... 27
3.4Pengukuran parameter fisika, kimia dan biologi perairan ... 29
3.5 Pengumpulan data ... 29
3.5.1 Ekosistem mangrove ... 30
3.5.2 Ekosistem danau alam laut (miniatur upwelling area) ... 31
a. Zooplankton ... 31
b. Kontur tiga dimensi dari Pulau Rambut ... 31
3.6 Analisis data ... 32
3.6.1 Kondisi ekosistem mangrove berdasarkan morfometrik daun 32 3.6.2 Kelimpahan zooplankton ... 34
1. Indeks ekologi komunitas mangrove dan zooplankton ... 34
a. Indeks keanekaragaman (diversity index) ... 34
b. Indeks kewajaran (evenness index) ... 35
c. Indeks dominansi ... 36
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Ekosistem pulau kecil ... 374.1.1 Ekosistem mangrove berdasarkan morfometrik daun ... 37
a. Rhizophora mucronata LMK ... 37
b. Excoecaria agallocha L.(buta-buta) ... 39
c. Avicennia officinalis L. ... 40
d. Xylocarpus granatum (bola-bola) ... 41
b. Rhizophora apiculata ... 41
c. Rhizophora stylosa ... 42
4.1.2 Parameter perairan pada ekosistem mangrove ... 43
a. Salinitas dan pH ... 43
b. Suhu ... 44
4.1.3 Indeks ekologi komunitas mangrove ... 45
4.1.4 Ekosistem danau alam laut ... 46
a. Zooplankton ... 46
b. Turbiditas, pH, dan suhu ... 49
c. Kontur tiga dimensi dari Pulau Rambut ... 50
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 525.2 Saran ... 55
DAFTAR PUSTAKA
... 56LAMPIRAN
... 59DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kelimpahan burung Pecuk dari Tahun 1983-2001 (Azhar, 2002) ... 8
2. Pengelompokan plankton berdasarkan ukuran klasifikasi ... 9
3. Morfologi karang lunak dan karang keras ... 11
4. Famili dan spesies ikan karang di sebelah barat Pulau Rambut ... 14
5. Famili dan spesies ikan karang di utara Pulau Rambut ... 15
6. Kelas, ordo, sub ordo, famili, dan genus terumbu karang di Pulau Rambut ... 18
7. Jumlah koloni, total koloni, dan kelimpahan pada utara Pulau Rambut ... 19
8. Jumlah koloni, total koloni, dan kelimpahan pada barat Pulau Rambut ... 20
9. Nilai persen penutupan biota penyusun dasar perairan Pulau Rambut .. 22
10. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitain ... 26
11. Posisi dan waktu pengambilan data mangrove ... 27
12. Posisi dan waktu pengambilan data zooplankton ... 27
13. Parameter fisika, kimia dan biologi perairan yang diambil selama penelitian ... 29
14. Nilai salinitas di perairan ekosistem mangrove ... 44
15. Nilai suhu di perairan ekosistem mangrove ... 45
16. Indeks keanekaragaman (H') dan kewajaran (E), dan dominansi mangrove ... 46
17. Jumlah jenis, kelimpahan, keanekaragaman dan kewajaran zooplankton ... 48
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Grafik kelimpahan burung Pecuk dari Tahun 1983-2001
(Azhar, 2002) ... 8
2. Grafik komposisi jumlah jenis ikan karang (a). Barat dan (b) Utara .... 17
3. Grafik komposisi kelimpahan terumbu karang di Pulau Rambut (a). Barat dan (b) Utara ... 21
4. Persen penutupan biota penyusun dasar perairan Pulau Rambut (a). Barat; (b). Utara; dan (c). Timur laut ... 23
5. Lokasi pengambilan data ... 28
6. Pengambilan data daun mangrove ... 30
7. Teknik pengukuran panjang (P) dan lebar (L) daun mangrove (Kitamura et al., 1997) ... 30
8. Grafik log normal Rhizophora mucronata LMK. (a). Stasiun 1; (b). Stasiun 2; (c). Stasiun 3; (d). Stasiun 4 ... 38
9. Grafik log normal Excoecaria agallocha L. pada stasiun 1 ... 40
10. Grafik log normal Avicennia officinalis L. pada stasiun 3 ... 40
11. Grafik log normal Xylocarpus granatum pada stasiun 3 ... 41
12. Grafik log normal Rhizopora apiculata pada stasiun 2 ... 42
13. Grafik log normal Rhizophora stylosa pada stasiun 2 ... 42
14. Grafik komposisi zooplankton dalam pengambilan pertama (a,b) dan pengambilan kedua (c,d,e,f) ... 49
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Data morfometrik daun Excoecaria agallocha L (buta-buta) ... 60
2. Data morfometrik daun Rhizophora mucronata LMK ... 61
3. Data morfometrik daun (a). Rhizophora stylosa dan
(b). Avicennia officinalis L ... 63
4. Data morfometrik daun Xylocarpus granatum (bola-bola) ... 64
5. Data morfometrik daun Rhizophora apiculata ... 65
6. Data mangrove ... 67
7. Data zooplankton ... 67
8 a. Contoh mangrove pada stasiun 1 sebelah Selatan ... 68
b. Contoh mangrove pada stasiun 2 sebelah Barat ... 68
c. Contoh mangrove pada stasiun 3 sebelah Utara ... 68
d. Contoh mangrove pada stasiun 4 sebelah Timur ... 69
9. Gambar-gambar zooplankton yang di dapat di Pulau Rambut ... 69
10. Gambar-gambar terumbu karang di Pulau Rambut ... 70
11. Gambar jenis-jenis terumbu karang di Pulau Rambut ... 71
12. Gambar jenis-jenis ikan terumbu karang di Pulau Rambut ... 73
13. Penyebaran burung-burung laut yang ada di Pulau Rambut
menurut Azhar, 2002 .. ... 75
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki luas daratan mencapai
1,9 juta km2 dan luas perairan laut mencapai 7,9 juta km2 dengan garis pantai
sekitar 81,791 km (Supriharyono, 2000). Mengingat perairan pantai atau pesisir
merupakan wilayah yang sangat produktif untuk potensi sumber daya alam
(hayati), sehingga kita harus dapat mengolah dan menjaganya agar berguna bagi
pembangunan ekonomi di negara ini.
Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Ke arah darat
wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang
masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan
perembesan air asin, sedangkan ke arah laut adalah wilayah pesisir mencakup
bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat, seperti
sedimentasi dan aliran air tawar (Supriharyono, 2000).
Wilayah pesisir berfungsi sebagai sistem penyangga kehidupan dan
perlidungan pantai yang penting artinya bagi kelanjutan hidup manusia.
Kandungan sumber daya alam dan upaya pemanfaatan wilayah pesisir dan lautan
tidak akan terlepas dari upaya konservasi, agar apa yang dilakukan dapat
memberikan manfaat bagi kesejahteraan manusia secara berkelanjutan. Salah satu
upaya pemanfaatan dan konservasi terhadap kawasan pulau-pulau yang tersebar di
Indonesia yaitu berupa Taman Nasional Laut. Salah satu contoh Taman Nasional
Laut adalah Pulau Rambut yang terletak di ke pulauan seribu DKI Jakarta, Taman
Pulau Rambut dijadikan Taman Nasional Laut dibawah BKSDA dikarenakan
beberapa tahun terakhir telah terjadi penurunan kualitas maupun kuantitas kondisi
fisik dan biotik di kawasan ini sehingga di kawatirkan akan mengganggu
keseimbangan ekosistem yang ada. Ini terlihat dari kerusakan hutan mangrove,
pegurangan jumlah burung yang datang ke Pulau Rambut, erosi pantai, air yang
tercemar sampah dan permasalahan lainnya. Tahun 1997 dilaporkan bahwa
sekitar 2 hektar hutan mangrove rusak berat, hal ini menyebabkan lahan terbuka.
Dengan perubahan statusnya dari cagar alam menjadi suaka margasatwa sejak
tahun 1999, dimungkinkan untuk melakukan upaya perbaikan-perbaikan terhadap
kerusakan-kerusakan habitat yang terjadi di Pulau Rambut (Santoso et al., 2002)
Salah satu upaya perbaikan dari keadaan tersebut adalah dengan melakukan
studi lengkap sesuai dengan potensi dan permasalahannya. Sistem zonasi atau
tipologi dari ekosistem yang menyusun Taman Nasional Laut Pulau Rambut
digunakan agar potensi yang ada dapat disimpan dan diketahui sebagai
satu-kesatuan ekosistem, sehingga dapat dikembangkan semaksimal mungkin untuk
mendukung fungsi wilayah tersebut dan menghindari kerusakan sumber
daya alam yang ada.
1.2. Tujuan
Penelitian ini berfungsi untuk :
1. Memberikan penggambaran visual tentang tipe ekosistem mangrove, tipe
ekosistem danau alam laut, dan tipe ekosistem terumbu karang yang ada di
Pulau Rambut.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ekosistem pesisirdi pulau kecil
Tipologi habitat pesisir adalah tipe-tipe habitat atau ekosistem-ekosistem yang
terletak di kawasan pesisir. Kawasan pesisir memiliki definisi yang berbeda tetapi
secara umum diartikan sebagai kawasan pertemuan antara darat dan laut. Apabila
ditinjau dari garis pantai (coastline), maka suatu wilayah pesisir memiliki dua
kategori batas (boundaries), yaitu : batas yang sejajar garis pantai (longshore) dan
batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (crosshore) (Supriharyono, 2000).
Pulau Rambut merupakan contoh ekosistem pesisir yang memiliki luas 90
hektar, sudah termasuk wilayah lautnya. Pulau ini termasuk pulau sangat kecil
karena luasnya kurang dari 100 km2 (UNESCO, 1991 in Bengen, 2004) dan
langsung terbuka menghadap ke arah laut sehingga tidak memiliki ekosistem
estuari. Ekosistem pesisir Pulau Rambut yang diteliti adalah ekosistem mangrove,
ekosistem danau alam laut (mixing zone) dan ekosistem terumbu karang.
Pulau Rambut memiliki komposisi tanah terdiri dari kapur yang berasal dari
karang laut, ditutup oleh lapisan lapukan biologis bercampur dengan lumpur dan
pasir 10-20 cm (Mardiastuti, A., 1992 in Santoso et al., 2002) dan daerah
daratan tertinggi dari Pulau Rambut mencapai 10 m dari permukaan laut.
2.1.1. Ekosistem mangrove 2.1.1.1. Pengertian mangrove
Mangrove sebuah kata yang biasa menunjukkan tumbuhan yang hidup pada
daerah pantai-pantai terlindung atau datar di daerah tropis dan subtropis sebagai
in Supriharyono (2000) mengatakan bahwa mangrove merupakan perpaduan
antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove yang bermakna perairan
tenang (calm water). Istilah mangrove menurutnya digunakan untuk individu
tumbuhan dan menggunakan istilah “mangal” apabila berkaitan dengan
komunitas.
Supriharyono (2000) mengatakan komunitas mangrove hidup di daerah antara
level pasang naik tertinggi (maximum spring tide) sampai level disekitar atau
diatas permukaan laut rata-rata (mean sea level). Hutan mangrove merupakan
ekosistem pesisir yang mempunyai jumlah gugur daun yang tinggi sehingga
produktivitas hayatinya tinggi. Produktivitas tersebut menurut Carter (1973) in
Supriharyono (2000) sangat di pengaruhi oleh dua kelompok utama yaitu:
1. Fluktuasi pasang, terdiri dari:
a. Transpor oksigen sistem perakaran.
b. Air tanah dan jumlah pertukaran air yang digunakan untuk menghalau zat
racun sulfit.
c. Arus pasang-surut dan pengaruhnya terhadap deposisi dan erosi substrat
dasar.
d. Fluktasi air yang berkaitan dengan keberadaan unsur hara di daerah hutan
mangrove.
2. Kimia air, terdiri dari:
e. Salinitas pada substrat dasar dan kemampuan daun-daun bertahan.
f. Kandungan unsur hara makro (macronutrients) dalam tanah.
g. Jumlah aliran permukaan (surface run-off) yang membawa unsur hara
Menurut Sukardjo (1993) in Monk et al., (2000) zonasi mangrove di kawasan
pantai dipengaruhi oleh :
1. Gelombang; yang menentukan frekuensi tergenang.
2. Salinitas; yang berkaitan dengan hubungan osmosis mangrove.
3. Substrat.
4. Pengaruh darat; seperti aliran air masuk dan rembesan air tawar.
5. Keterbukaan terhadap gelombang, sehingga menentukan jumlah substrat
yang dapat dimanfaatkan.
Semua faktor tersebut memberikan pengaruh terhadap seluruh organisme yang
hidup di hutan mangrove. Organisme yang dapat bertahan terhadap faktor-faktor
tersebut akan hidup, sedangkan yang tidak tahan akan mati, karena itulah dibuat
zonasi komunitas mangrove.
2.1.1.2. Manfaat dan fungsi mangrove
Hutan mangrove memiliki produktivitas yang tinggi, menurut Claridge dan
Burnett (1993) in Bengen (2000) ekosistem wilayah pesisir memiliki beberapa
fungsi ekologis penting, antara lain :
1. Sebagai peredam gelombang dan angin badai, penahan lumpur dan
perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air permukaan.
2. Sebagai penghasil sejumlah besar detritus, terutama yang berasal dari daun
dan dahan pohon mangrove yang gugur. Detritus ini dapat dimanfaatkan
sebagai bahan makanan oleh organisme pemakan detritus dan sebagian
lagi diuraikan secara bakterial menjadi mineral-mineral hara yang
3. Sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makanan
(feeding ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) bermacam
organisme perairan (ikan, udang dan kerang–kerangan) baik yang hidup di
perairan pantai maupun lepas pantai.
4. Sebagai penghasil kayu untuk bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku
untuk membuat arang dan juga untuk dibuat bubur kertas (pulp).
5. Tempat pariwisata.
2.1.2. Ekosistem danau alam laut 2.1.2.1. Pengertian danau alam laut
Ekosistem danau alam laut adalah ekosistem yang memiliki suatu badan air
lautan bersifat diam dan berukuran besar yang merupakan habitat tumbuhan dan
hewan. Ekosistem ini disebut daerah ekoton atau mixing zone (Purwanto, 2003).
Purwanto (2003) menyatakan bahwa ekosistem perairan danau alam laut
memiliki peranan sebagai pusat pengembangan fitoplankton air, selain itu juga
merupakan sumber dan distributor untuk perbaikan kualitas air ke ekosistem
lainnya. Hal ini dikarenakan adanya upwelling dalam perairan ekosistem tersebut.
Nybakken (1992) menyatakan upwelling adalah gerakan vertikal air yang
disebabkan oleh angin sehingga mengakibatkan air mengalami suatu sirkulasi
vertikal atau gerakkan ke atas. Dengan adanya peristiwa ini, Pulau Rambut yang
merupakan salah satu contoh dari pulau kecil memiliki karakteristik seperti danau
alam laut. Menurut Salm et al, (2000) pulau kecil memiliki karakteristik geologi
yang umumnya berasal dari karang, mempunyai sedikit mineral penting, tanahnya
mudah meresap air, keanekaragaman hayati rendah, pergantian spesies tinggi dan
Hal ini didukung dengan pertambahan jenis burung di Pulau Rambut menurut
Mardistuti (1992) in Santoso et. al., (2002), bahwa terdapat 52 jenis burung dan
semakin bertambah menjadi 61 jenis (Mardiastuti et al., 2003). Jenis burung yang
jumlahnya tetap lebih banyak dari tahun ke tahun adalah burung jenis pecuk
(Phalacrocorax sp.). Hal ini dikarenakan ikan, crustaceae, dan amphibi
merupakan pakan yang disukai burung pecuk (Azhar, 2002). Jenis ikan yang
ditemukan pada daerah pantai adalah beberapa jenis ikan hias seperti lepu ayam
(Pterois ruslii), bendera (Zanclus cornitus), garu (Amprion percula) dan kuda laut
(Micocampus kuda) (Santoso et al., 2002)).
2.1.2.2. Manfaat dan fungsi danau alam laut
Fungsi ekosistem danau alam laut sangat ditentukan oleh faktor
morphoedamic, musim, umur kronologis atau umur fisiologis. Fungsi utama
adalah tempat aktifitas fotosintesis di lapisan permukaan, aktifitas mineralisasi di
lapisan bawah dan aktifitas jebakan sedimen di lapisan dasar. Produktivitas danau
alam laut dapat digolongkan menjadi dua kategori yaitu produktivitas sedang
untuk danau yang dangkal (<800 m) dan produktivitas tinggi untuk danau
yang dalam (>1000 m) (Purwanto, 2003).
Produktivitas tinggi pada ekosistem danau alam laut dapat dilihat dari
keberadaan burung pecuk. Burung pecuk (Phalacrocorax sp.) banyak terdapat di
Suaka Margasatwa Pulau Rambut, dengan jenis pakan ikan dan crustacea.
Keberadaan ekosistem danau sering dimanfaatkan burung pecuk sebagai tempat
mencari makan. Data keberadaan burung pecuk di Pulau Rambut telah dilakukan
Kelimpahan Burung Pecuk 5008 6814 4332 4306 2222 6883 3458 4076 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 N ove m b er , 1 9 8 3 A p ri l, 1 983 S ep te m b er , 1 9 9 0 O k to b er , 1 9 9 0 M in im u m , 1 9 9 0 -1 9 9 1 M ak si m u m , 1 9 9 0 -1 9 9 1 F eb ru ar i, 2 0 0 1 M ar et , 2 0 0 1 Tahun K elim p a h a n ( ek o r)
Tabel 1. Kelimpahan burung pecuk dari tahun 1983-2001 (Azhar, 2002)
Wiriosoepartho, 1986
Mahmud, 1991 Mardiastut
i, 1992
Azhar, 2002
1990 1990-1991 2001
November 1983
April
1984 September Oktober Min. Mak. Februari Maret
5008 6814 4332 4306 2222 6883 3458 4076
Sumber : Azhar, 2002 dan Lampiran 21, 22
Data kelimpahan burung pecuk jika dibuat grafik akan membentuk garis
percepatan linier, yang menunjukan penurunan jumlah burung pecuk dari tahun
ketahun sehingga mengindikasikan kondisi habitat Pulau Rambut yang semakin
menurun (Gambar 1).
[image:30.612.134.504.329.521.2]Sumber : Tabel 1
Gambar 1. Grafik kelimpahan burung pecuk dari tahun 1983 - 2001
2.1.2.3. Zooplankton
2.1.2.3.1. Pengertian zooplankton
Zooplankton adalah anggota plankton yang bersifat hewani, sangat beraneka
seluruh filum hewan (Nybakken, 1992). Ukurannya lebih besar dari fitoplankton,
dan bisa mencapai lebih dari 1 m contohnya ubur-ubur (Nontji, 1993).
2.1.2.3.2. Ukuran zooplankton
Pengelompokan plankton berdasarkan ukuran menurut kalasifikasi Dussart
(1965) in Basmi (1997) dapat dilihat pada Tabel 2. Faktor fisik-kimia seperti
suhu, intensitas cahaya, salnitas, pH dan zat cemaran sangat mempengaruhi
kelimpahan jenis plankton di perairan, sedangkan faktor biotik seperti tersedianya
pakan, banyaknya predator dan adanya pesaing dapat mempengaruhi komposisi
[image:31.612.132.512.345.527.2]species (Arinardi et al., 1997).
Tabel 2. Pengelompokan plankton berdasarkan ukuran klasifikasi
Kelompok Ukuran Sebagian Besar Organisme
Ultrananoplankton < 20 µm Bakteri planktonis
Nanoplankton 2-20 µm Jamur, flagellate mikro, dan diatom mikro Mikroplankton 20-200 µm Sebagian besar fitoplankton, foraminifera,
ciliata, rotifera, dan nauplius copepoda Mesoplankton 200 µm-2 mm Cladocera, copepoda, larva
Makroplankton 2-20 mm Pteropoda, copepoda, euphausiida, chaetognatha
Mikronekton 20-200 mm Cephalopoda, euphausiida, sergestida, myctophida
Megaloplankton (glatinous plankton)
> 200 mm Scyphozoa, thaliacea
Sumber : Dussart, 1965 in Basmi, 1997
2.1.3. Ekosistem terumbu karang 2.1.3.1. Pengertian terumbu karang
Ekosistem terumbu karang termasuk salah satu komponen penting penyusun
ekosistem perairan pesisir. Terumbu karang (coral reefs) merupakan kumpulan
(CaCO3) yang cukup kuat menahan gaya gelombang laut. Organisme yang
dominan hidup di daerah ini adalah binatang-binatang karang yang mempunyai
kerangka kapur dan algae, dimana di antarannya banyak juga yang mengandung
kapur (Dawes, 1981 in Supriharyono, 2000).
Terumbu karang adalah ekosistem yang rapuh dan sangat sensitif. Perubahan
lingkungan yang sangat kecil akan mempengaruhi kondisinya, tetapi terumbu
karang juga memiliki kemampuan yang besar untuk kembali ke kondisi aslinya
dari bencana. Kemampuan memperbaiki diri ini tergantung penyebab
kerusakannya.
2.1.3.2. Klasifikasi terumbu karang
Terumbu karang dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk utama (Darwin,
1842 in Monk et al., 2000) yaitu:
1. Karang tepi adalah karang yang berada dekat dan sejajar dengan garis
pantai, dimana terdapat celah yang sempit antara karang dan pantai yang
biasanya merupakan laguna dangkal.
2. Atol juga merupakan karang tepi yang berbentuk cincin. Umumnya
banyak terdapat di Samudera Pasifik.
3. Karang penghalang serupa dengan karang tepi, kecuali bahwa ada jarak
yang cukup jauh antara karang dan daratan atau pantai. Celah ini terdiri
dari perairan yang dalam.
Stoddart (1973) in Monk et al., (2000) menambahkan dua bentuk karang yaitu
karang meja yang terdapat di laut lepas dan hampir menyerupai bentuk atol, serta
karang yang bentuknya tidak beraturan namun memiliki goba yang digambarkan
Terumbu karang Indonesia mempunyai keragaman paling tinggi di dunia,
diperkirakan luasnya sekitar 7.500 km2 (KHL, 1993 in Monk et al., 2000) dimana
karang meja adalah bentuk terumbu karang yang dominan terdapat di Kepulauan
Seribu, Teluk Jakarta. Morfologi pertumbuhan karang kapur dipengaruhi oleh
faktor fisiologi karang dan dipengaruhi oleh tekanan fisika kimia lingkungan,
sehingga pada satu jenis dapat memiliki beberapa morfologi bentuk pertumbuhan.
Perbedaan utama antara morfologi karang lunak dan karang keras adalah
[image:33.612.132.506.318.597.2]kemampuan dalam membentuk kerangka kapur dari kalsium karbonat (Tabel 3).
Tabel 3. Morfologi karang lunak dan karang keras
Morfologi Karang lunak Karang keras
Bentuk dan susunan tubuh
Seperti tabung, lunak dan tertanam dalam massa gelatin.
Membentuk koloni.
Seperti tabung, terlindung dalam kerangka kapur yang radial, Soliter atau membentuk koloni. Tentakel Berjumlah 8 dan berduri Berjumlah enam atau
kelipatan enam dan tidak berduri.
Kerangka tubuh
Tidak menghasilkan kerangka kapur yang radial, tetapi spikul yang terpisah dan berkapur lunak. Bersifat endoskeleton.
Menghasilkan kerangka kapur yang radial dalam membentuk Kristal aragonik. Bersifat eksoskeleton. Daya tahan
tubuh
Dapat bertahan lama walaupun tidak ada penetrasi cahaya matahari ke dalam air laut.
Akan segera mati bila tidak ada penetrasi matahari.
Gerak Dapat bergerak, bahkan dapat merambat ke atas koloni karang hidup dan memangsanya.
Tidak dapat bergerak
Hubungan antara polip
Antara polip yang satu dengan yang lainnya secara internal melalui jaringan solenia.
Tidak ada hubungan secara internal
Sumber : Pane, 2004
Terumbu karang dapat dibedakan antara binatang karang (reef coral) sebagai
individu organisme atau komponen dari masyarakat dan terumbu karang (coral
karang. Berdasarkan kemampuan memproduksi kapur, ada dua tipe karang yaitu
karang yang membentuk bangunan karang (hermatypic corals) dan yang tidak
dapat membentuk bangunan karang (ahermatypic corals). Hermatypic corals
adalah binatang karang yang dapat membentuk bangunan karang dari kalsium
karbonat, sedangkan ahermatypic corals adalah binatang karang yang tidak dapat
membentuk bangunan karang.
Faktor yang mempengaruhi penyebaran karang adalah :
1. Cahaya; karang polip hidup secara simbiosis dengan alga sel tunggal yang
dinamakan zooxanthellae. Alga dinoflagelata ini hidup pada serat-serat
ektodermal dari karang polip (Fakowski et al., 1991 in Monk et al., 2000).
Karang memperoleh sebagian besar makanannya dari zooxanthellae
selama siang hari, dan karang karang polip memberi makan bagi
zooplankton ini selama malam hari.
2. Sedimentasi; keberadaan karang polip sering dipengaruhi oleh
sedimentasi, kendati tentakel karang ini menghasilkan mukus untuk
melindunginya dari sedimentasi. Sedimentasi mengurangi intensitas
cahaya, dan menghalangi proses fotosintesis pada zooxanthellae.
3. Substrat; substrat sangat penting sebagai tempat menempel larva. Larva
karang membutuhkan substrat keras sebagai tempat menempel, substrat
yang tidak sesuai akan mengurangi rekrutmen karang (Fisk dan Harriot
1989 in Monk et al., 2000)
Achituv dan Dubinsky, (1991) in Supriharyono (2000) mengatakan bahwa
distribusi karang dipengaruhi oleh beberapa kondisi dan faktor utama yang
suhunya kurang dari 180C. Perairan tropis dengan suhu sekitar 25-310C
merupakan tempat yang paling sesuai untuk pertumbuhan karang. Faktor lain
yang menentukan adalah arus, dimana penyebaran larva dan sumber makanan
bagi karang bergantung pada pola arus air. Faktor fisik dan kimia lain yang
mempengaruhi distribusi karang adalah salinitas, angin, pola pasang surut, dan
gangguan alam seperti angin topan, angin ribut dan gempa bumi.
2.1.3.3. Manfaat dan fungsi terumbu karang
Terumbu karang dinyatakan sebagi ekosistem laut yang paling tinggi
keragamannya di dunia baik keragaman binatang maupun tumbuhannya. Hal ini
mendukung potensi ekologi dan ekonomi terumbu karang, sehingga sangat
bermanfaat bagi sektor perikanan, budidaya laut, produk-produk farmasi di masa
depan dan pariwisata bahari. Perikanan karang berperan secara nyata bagi
ekonomi negara-negara tropis.
Potensi ekologi dari terumbu karang adalah sebagai habitat bagi begitu banyak
binatang dan tumbuhan, daerah asuhan bagi banyak jenis ikan yang penting secara
ekonomi bagi industri perikanan dan dapat menarik binatang-binatang besar
seperti penyu dan dugong yang memakan berbagai organisme yang hidup pada
karang. Pertumbuhan dan struktur karang merupakan tempat berlindung bukan
hanya bagi ikan, tetapi juga bagi binatang-binatang yang menetap seperti kerang,
spong, anemon, dan karang kipas.
2.1.3.4. Ikan karang di Pulau Rambut
Ikan karang di Pulau Rambut menurut Pane (2004) terdapat di sebelah utara
dan di sebelah barat Pulau Rambut. Jenis ikan yang ditemukan di sebelah barat
Pomacentridae dari jenis Pomacentrus caeruleus paling banyak ditemukan yaitu
sebesar 17 ekor, sedangkan yang paling sedikit adalah famili Serranidae berjenis
Ephinephelus quoyanus dan famili Synodontidae berjenis Synodus jaculum
sebanyak 1 ekor. Untuk jenis yang lain dapat dilihat pada Tabel 4 dan
[image:36.612.134.512.240.391.2]komposisi ikan karang dapat dilihat pada Gambar 2.
Tabel 4. Famili dan spesies ikan karang di sebelah barat Pulau Rambut
No Famili Spesies Jumlah
1. Pomacentridae Chormis viridis 5
2. Pomacentrus caeruleus 17
3. Plectroglyphidodon lacrymatus 4
4. Apogonidae Cheilodipterus altus 15
5. Serranidae Ephinephelus areolatus 4
6. Ephinephelus quoyanus 1
7. Synodontidae Synodus jaculum 1
8. Nemipteridae Scolopsis trilineatus 3
Total 50
Sumber : Pane, 2004 dan lampiran 20
Famili Pomacentridae memiliki morfologi tubuh berbentuk oval dan pipih.
Pada ke dua sisi tubuh terdapat masing-masing satu lubang hidung. Warna badan
cukup beragam dari coklat, abu-abu, hitam kombinasi oranye, kuning, sampai biru
terang dengan sirip ekor bercagak. Famili ini memiliki tingkah laku hidup
berkelompok dan membuat sarang untuk menjaga telurnya (nest builders). Famili
Serranidae berciri khas 3 duri pada tutup insang, sirip punggung memanjang dan
memiliki lateral line yang lengkap. Famili ini juga memiliki bentuk mulut yang
lebar dengan lebih dari satu gigi dan ekornya membentuk setengah lingkaran.
Kelompok ini merupakan kelompok ikan predator dan menyukai tinggal disekitar
terumbu karang atau karang mati/batu-batuan. Memiliki teritorial yang tinggi dan
Ikan dalam famili Synodontidae dapat berkamufulase bila ada predator dengan
merubah warna tubuhnya menyerupai warna habitatnya. Memiliki mulut yang
lebar dengan gigi yang lengkap. Memiliki bentuk tubuh yang pipih memanjang
dan silindris. Sirip punggung panjang dan diikuti oleh sirip-sirip kecil dengan
bentuk yang menghadap sirip ekor. Sifat hidupnya selalu berpasangan dengan
gerakan yang pasif (Pane, 2004).
Pada sebelah utara Pulau Rambut ditemukan 5 famili dengan 9 spesies ikan
dimana famili Apogonidae dari jenis Cheilodipterus altus paling banyak
ditemukan yaitu sebanyak 25 ekor, sedangkan yang paling sedikit adalah famili
Pomacentridae jenis Chrysiptera cyanea, famili Labridae jenis Labroides
dimidatus dan famili Scaridae jenis Scarus flavipectoralis berjumlah 1ekor, untuk
jenis yang lain dapat dilihat pada Tabel 5 dan komposisinya dapat dilihat pada
[image:37.612.136.506.446.632.2]Gambar 2.
Tabel 5. Famili dan spesies ikan karang di sebelah utara Pulau Rambut
No Famili Spesies Total
1. Nemipteridae Scolopsis vosmeri 1
2. Pomacentridae Amblyglyphidodon curacoa 6
3. Pomacentrus bankanensis 14
4. Chrysiptera cyanea 1
5. Chrysiptera cyanea (juv) 9
6. Neoglyphidodon melas 5
7. Labridae Labroides dimidatus 1
8. Scaridae Scarus flavipectoralis 1
9. Apogonidae Cheilodipterus altus 25
Total 63
Famili Apogonidae memiliki ukuran tubuh berkisar antara 5-15 cm, memiliki
mata lebar, hidung pendek, mulutnya panjang ke bawah dan giginya
kadang-kadang besar. Memiliki bentuk sirip punggung yang terpisah. Pada umumnya
berasosiasi dengan coral reef dan kebanyakan spesies ini dijumpai pada kolam
pasut yang dangkal. Kebanyakan aktivitas pada malam hari, karena tidak
menyukai cahaya yang kuat. Famili ini memiliki kelompok ikan karnivora
Famili Labridae terdiri dari ikan-ikan yang biasanya menggunakan sirip
insang untuk berenang. Memiliki sisik lebar, banyak warna, dan pada masa
pertumbuhan dapat berubah warna, bintik, bentuk tubuhnya bahkan dapat
merubah jenis kelaminnya dari betina ke jantan. Ikan ini memakan hewan dasar
seperti kepiting, udang, bintang laut, dan gastropoda kecil. Memiliki bentuk
mulut yang bagian atas lebih panjang dengan bibir yang tipis. Sirip punggung
yang memanjang ke belakang. Sistem makan yang berkelompok di dasar
perairan. Ikan dari famili Scaridae memiliki mulut dan gigi mirip dengan burung
kakatua. Aktif pada siang hari dan menggunakan sirip insang untuk berenang.
Perilaku seks dapat berubah dari betina ke jantan. Ikan ini memiliki gigi yang
sangat kuat sehingga mampu memakan alga yang menempel pada karang mati,
mengerat koral dan moluska. Pada malam hari beberapa jenis ikan ini
membungkus dirinya dengan selaput lendir yang berguna pada saat tidur
(Pane, 2004).
Total dari 7 famili ikan karang yang ditemukan, famili yang paling banyak
jumlah jenisnya adalah Pomacentridae. Famili ini dikenal dengan jenis-jenis ikan
masih dalam tahap juvenile, sehingga dapat diperkirakan bila perairan di sekitar
Pulau Rambut memiliki jumlah plankton yang banyak.
(a)
[image:39.612.134.506.159.460.2]a (b) Sumber : Tabel 4 dan Tabel 5
Gambar 2. Grafik komposisi jumlah jenis ikan karang di Pulau Rambut (a) Barat dan (b) Utara t
2.1.3.5. Jenis terumbu karang di Pulau Rambut
Jenis terumbu karang yang terdapat di sebelah utara dan barat Pulau Rambut
terdiri dari 15 genera karang keras dan 3 genera karang lunak yang tergabung
dalam satu filum yaitu filum Cnidaria (Coenlentrata) (Pane, 2004) (Tabel 6). Di
sebelah timur laut Pulau Rambut tidak ditemukan satupun koloni karang hidup
dan hanya ditemukan karang mati yang ditumbuhi alga, hamparan pasir dan
pecahan karang. Secara umum ukuran dan jumlah koloni terumbu karang yang Barat
Pomacentrus caeruleus
34% Plectroglyphidodon
lacrymatus 8% Cheilodipterus altus 30% Ephinephelus areolatus 8% Synodus jaculum 2%
Ephinephelus quoyanus 2%
Scolopsis trilineatus 6%
Chormis viridis 10%
Utara Cheilodipterus altus 39% Scolopsis vosmeri 2% Amblyglyphidodon curacoa 10%
Pomacentrus
Chrysiptera cyanea (juv) 14%
Chrysiptera cyanea 2% Labroides dimidatus
2% 2%
Neoglyphidodon melas 8%
Scarus flavipectoralis bankanensis
ditemukan kecil tetapi khusus di utara Pulau Rambut terdapat keistimewaan biota
yang menghuninya.
Contoh biota lain yang mendominasi dasar perairan pada kedalaman 5 m
adalah Discosoma, dimana biota ini termasuk satu filum dengan karang namun
[image:40.612.137.509.253.514.2]jenis ini tidak mampu membentuk rangka kapur dari kalsium karbonat.
Tabel 6. Kelas, ordo, sub ordo, famili, dan genus terumbu karang di Pulau Rambut
No. Kelas Ordo Sub ordo Famili Genus
1. Coenthecalia Helioporidae Heliopora
2. Acroporidae Acropora
3. Montipora
4.
Archaecoenina
Pocilloporidae Pocillopora
5. Mussidae Lobophyllia
6. Hydnopora
7. Caulastrea
8. Favia
9. Favites
10 Platygyra
11. Oulastrea
12.
Faviina
Faviidae
Chypatrea
13. Meandrina Oculinidae Galaxea
14. Porites
15.
Scleractinia
Poritina Poritidae
Goniopora Sinularia
16. Sarcophyton
17.
Anthozoa
Alcyoniina Alcyonidae
Lobophyton
Sumber : Pane, 2004 dan lampiran 19
Genera dari famili Poritidae ditemukan lebih banyak dalam jumlah koloni
dibanding genera lain sehingga mengindikasikan bahwa, jenis-jenis tertentulah
yang mampu berkembang dan bertahan terhadap tekanan lingkungan seperti
sedimentasi. Genera Porites merupakan salah satu jenis yang paling resistan
a. Kelimpahan terumbu karang di sebelah utara Pulau Rambut Kelimpahan terumbu karang tertinggi pada daerah ini adalah dari jenis
Discosoma sebesar 0,19 koloni/m2 dan kelimpahan terendah dari jenis Caulastrea,
[image:41.612.134.505.267.609.2]Montipora, Oulastrea, dan Lobophyllia sebesar 0,01 koloni/m2 (Tabel 7).
Tabel 7. Jumlah koloni, total koloni, dan kelimpahan pada utara Pulau Rambut
Jumlah koloni
No Genus
U-1 U-2
Total koloni Kelimpahan
(koloni/m2)
A. Karang keras
1. Acropora 1 1 2 0,02
2. Lobophyllia 1 0 1 0,02
3. Platygyra 2 1 3 0,03
4. Pocillopora 1 4 5 0,04
5. Hydnopora 3 0 3 0,03
6. Favites 1 3 4 0,03
7. Goniopora 1 1 2 0,02
8. Porites Lutea 2 4 6 0,05
9. Galaxea 0 2 2 0,02
10. Oulastrea 0 1 1 0,01
11. Favia sp 0 3 3 0,03
12. Heliopora 0 6 6 0,05
13. Caulastrea 0 1 1 0,01
14. Montipora 0 1 1 0,01
B. Karang lunak
15. Sinularia 0 2 2 0,02
16. Sarcophyton 9 0 9 0,08
17. Lobophyton 5 4 9 0,08
C. Biota lain
18. Discosoma 9 14 23 0,19
Total koloni 35 48 83
Sumber : Pane, 2004 dan lampiran 9
Discosoma merupakan karang yang berkembang biak secara seksual maupun
betina untuk membentuk larva bersilia yang disebut planula. Planula akan
menyebar kemudian menempel pada substrat keras dan tumbuh menjadi polip,
kemudian polip tersebut akan melakukan pembiakan aseksual. Pembiakan
aseksual dilakukan dengan cara fragmentasi, sehingga terbentuk polip-polip baru
yang saling menempel sampai terbentuk koloni yang besar, dengan bentuk yang
beragam sesuai jenisnya (Nybakken, 1992).
b. Kelimpahan terumbu karang di sebelah barat Pulau Rambut
Kelimpahan terumbu karang tertinggi terdapat pada tipe karang lunak jenis
Sinularia sebesar 0,06 koloni/m2, sedangkan kelimpahan terendah pada jenis
Favia sp, Caulastrea, dan Platygyra sebesar 0,01 koloni/m2 (Tabel 8) dan untuk
[image:42.612.135.505.397.613.2]komposisinya dapat dilihat pada Gambar 3.
Tabel 8. Jumlah koloni, total koloni, dan kelimpahan pada barat Pulau Rambut
Jumlah koloni No Genus
U-1 U-2
Total koloni Kelimpahan (koloni/m2) A. Karang keras
1. Pocillopora 1 0 2 0,02
2. Favites 2 1 3 0,03
3. Porites Lutea 4 1 5 0,04
4. Montipora 3 0 3 0,03
5. Cypastraea 3 0 3 0,03
6. Favia sp 1 0 1 0,01
7. Goniopora 6 0 6 0,05
8. Caulastrea 1 0 1 0,01
9. Platygyra 1 0 1 0,01
B. Karang lunak
10. Sarcophyton 5 0 5 0,04
11. Sinularia 7 0 7 0,06
Total Koloni 34 2 36
Ekosistem terumbu karang disebelah utara Pulau Rambut berdasarkan
kelimpahan genusnya menunjukan bahwa perairan tersebut lebih subur dari pada
sebelah barat pulau.
(a)
[image:43.612.132.506.223.517.2](b) Sumber : Tabel 7 dan Tabel 8
Gambar 3. Grafik komposisi kelimpahan terumbu karang di Pulau Rambut (a) Barat dan (b) Utara.
c. Kekeruhan
Tingkat kekeruhan perairan di sebelah utara Pulau Rambut lebih rendah
dibanding sebelah barat Pulau Rambut. Hal ini menunjukkan bahwa penetrasi
cahaya lebih baik pada utara Pulau rambut sehingga lebih mendukung penyebaran Utara
Galaxea 3% Goniopora 3% Favites 4% Hydnopora 4%
Porites Lutea 7%
Oulastrea 1% Favia sp 4% Heliopora 7%
Caulastrea 1% Montipora 1% Sinularia 3% Sarcophyton 11% Lobophyton 11%
Pocillopora 5% Platygyra 4% Lobophyllia 3% Acropora 3% Discosoma 26% Barat Sarcophyton 12% Sinularia 19%
Pocillopora 6%
Favites 9%
Porites Lutea 12%
Favia sp 3%
Cypastraea 9% Montipora 9%
Goniopora 15% Caulastrea
terumbu karang. Tingginya tingkat kekeruhan pada sebelah barat Pulau Rambut
membuat penetrasi cahaya yang masuk kedalam perairan berkurang sehingga
dengan cepat menyebabkan kematian terumbu karang, selain itu partikel-partikel
sedimen yang terbawa oleh air dapat menyumbat polip (Pane, 2004).
Penyebaran terumbu karang di Pulau Rambut diduga dipengaruhi oleh faktor
keberadaan sedimen, dimana banyaknya sedimen yang masuk ke dalam perairan
memberi tekanan tehadap perkembangan terumbu karang. Faktor lain yang
mempengaruhi penyebaran terumbu karang adalah kedekatan Pulau Rambut
dengan daratan Jakarta yang merupakan salah satu pemicu meningkatnya tekanan
anthropogenik terhadap perkembangan terumbu karang.
d. Persen penutupan biota
Ekosistem terumbu karang merupakan habitat berbagai biota perairan,
termasuk didalamnya ikan karang, moluska, ekinodermata dan biota lainnya.
Kualitas terbaik suatu habitat dapat dilihat dari luas atau tidaknya persen
[image:44.612.134.508.515.666.2]penutupan karang keras ataupun karang lunak yang hidup diperairan tersebut.
Tabel 9. Nilai persen penutupan biota penyusun dasar perairan
Pulau Rambut
Benthic lifeform Barat Rambut (%)
Utara Rambut (%)
Timur Laut Rambut (%)
Karang keras (Acropora)
0,00 0,58 0,00
Karang lunak (Non acropora)
5,17 8,05 0,00
Karang mati 35,46 13,08 29,55
Alga 1,67 7,50 0,00
Biota lain 10,71 53,12 0,45
Abiotik 46,98 17,67 70,00
Total 100 100 100
Penutupan karang keras yang masih hidup umumnya dibawah 10 %,
berdasarkan Gomez dan Yap (1988) in Budiayu (2003) menunjukkan kondisi
yang buruk. Hal ini juga menjelaskan bahwa dominansi karang mati dan abiotik
pada seluruh titik contoh sangat tinggi, dimana karang mati yang ditemukan pada
umumnya telah ditumbuhi alga yang mengindikasikan bahwa proses kematian
karang sudah berlangsung cukup lama (Tabel 9 dan Gambar 4) (Pane, 2004).
(a)
(b)
(c)
[image:45.612.133.503.241.633.2]Sumber : Tabel 9
Gambar 4. Persen penutupan biota penyusun dasar perairan Pulau Rambut (a). Barat; (b). Utara; dan (c). Timur laut.
2.2. Parameter kualitas perairan
Barat Karang Keras
(Acropora) 0%
Karang Lunak (non acropora) 5%
Karang Mati 35% Alga 2%
Biota lain 11% Abiotik
47%
Utara
Alga 8% Biota lain
52% Abiotik 18%
Karang Mati 13% Karang Lunak (non acropora)
8% Karang Keras (Acropora)
1%
Timur Laut
Abiotik 70%
Alga 0%
Biota lain 0% Karang Mati 30% Karang Keras
(Acropora)
Kehidupan ekosistem mangrove dan ekosistem danau alam laut dipengaruhi
oleh parameter fisik-kimia lingkungan perairan. Untuk ekosistem danau alam laut
parameter fisik perairan yang mempengaruhi meliputi kekeruhan dan suhu,
sedangakan parameter kimia meliputi salinitas dan pH. Pada ekosistem mangrove
parameter fisik yang mempengaruhi adalah suhu, sedangkan parameter kimia
yang mempengaruhi adalah salinitas dan pH.
2.2.1. Suhu
Suhu merupakan parameter yang sangat penting karena dapat mempengaruhi
sifat fisik-kimia air, mempengaruhi suatu stadium daur hidup organisme dan
merupakan faktor pembatas penyebaran suatu jenis dalam mempertahankan
kelangsungan hidup, reproduksi, perkembangan larva, metabolisme dan kompetisi
(Krebs, 1972). Temperatur untuk daerah tropis seperti di Indonesia biasanya
memiliki variasi suhu tahunan pada lapisan permukaan air sangat kecil, pada
umumnya suhu air rata-rata diseluruh Indonesia berkisar antara 24-32 0C
(Hutabarat dan Evans, 1988).
Saenger dan Moverley (1985) in Hutchings dan Saenger (1987) mengatakan
bahwa suhu memiliki hubungan yang erat dengan jumlah produksi daun
mangrove. Suhu rata-rata di hutan mangrove dari perairan terbuka sampai batas
akhir daerah hutan mangrove sekitar 140 m terhadap daratan berkisar antara
29, 5-27,6 0C (Gomez in Whitten et al., 1987).
2.2.2. Turbiditas atau kekeruhan
Turbiditas atau kekeruhan merupakan gambaran sifat optik yang ditentukan
berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan
organik makro, detritus, dan organisme yang melimpah baik nabati maupun
hewani (David dan Cornwell, 1197 in Effendi, 2003). Perairan yang keruh dapat
menggangu sistem fotosintesis dari fitoplankton sehingga dapat menghambat
pertumbuhan dan perkembangan dari zooplankton.
2.2.3. Salinitas
Salinitas adalah jumlah total materi terlarut (garam) di dalam air laut dan
umumnya bersatuan satu per seribu (‰) (Nybakken, 1992). Sebaran salinitas di
laut tidak merata pada seluruh permukaan laut, hal ini terkait dengan kondisi letak
geografi laut tersebut selain itu juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola
sirkulasi air, penguapan, curah hujan, besar kecilnya run off dari sungai (Lalli dan
Parsons, 1993).
Keanekaragaman dan jumlah spesies mencapai maksimal pada kisaran
salinitas 30-40 ‰. Kadar salinitas dapat mempengaruhi struktur dan fungsi or gan
biota laut lewat perubahan tekanan osmosis, kerapatan, viskositas, bahan pelarut,
perubahan penyerapan sinar (Kinne, 1964). Macnae (1968) menyatakan salinitas
merupakan parameter pengendali dari pertumbuhan, berat, ketahanan hidup, dan
zonasi mangrove. Respons tiap jenis mangrove terhadap salinitas pun beragam.
2.2.4. pH
Derajat keasaman atau pH memberikan informasi penting dalam kualitas air
sebab setiap organisme memerlukan kisaran pH optimun bagi kehidupannya.
(Odum, 1971). Nilai pH sangat dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesa, aktivitas
3. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan lokasi
Penelitian dilakukan di kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Kabupaten
Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pada bulan Februari dan Mei 2004. Penelitian
pertama dilaksanakan pada tanggal 29 Februari 2004 pukul 09:42-10:48 WIB,
untuk pengambilan contoh di perairan dan pukul 11:15-15:55 WIB untuk
pengambilan contoh daun mangrove. Penelitian kedua pada tanggal 29 Mei 2004
pukul 09:30-10:50 WIB untuk pengambilan contoh di perairan dan pukul 11:30-
16:00 WIB untuk pengambilan contoh daun mangrove.
3.2. Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian dapat dilihat di Tabel 10.
Identifikasi jenis mangrove menggunakan buku identifikasi yang dikeluarkan oleh
Wetlands International Indonesia Programme (1999). Contoh zooplankton
[image:49.612.132.496.496.618.2]diidentifikasi menggunakan buku identifikasi Yamaji (1966).
Tabel 10. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
Jenis data Alat Bahan
Mangrove Kantong plastik, tali rafia, meteran, pisau, kamera, kertas label, alat tulis,
rol meter (100 m) dan tali plastik
Zooplankton
Peta laut Pulau Rambut skala 1:50.000 km2, alat pengukur arus, ember plastik bervolume 11 L botol Nansen, Planktonet dan botol film, mikroskop binokuler
Lugol
Penentuan posisi stasiun penelitian dengan menggunakan GPS (Global
Position System) dimana pengambilan contoh dilakukan di delapan stasiun
penelitian disekitar perairan Pulau Rambut yang terdapat mangrove dan
zooplankton (Gambar 5). Posisi stasiun untuk mangrove dibagi menjadi 4 stasiun
dan stasiun zooplankton juga terbagi menjadi 4 stasiun. Posisi dan waktu
[image:50.612.134.508.268.424.2]pengambilan data mangrove dan zooplankton (Tabel 11. dan Tabel 12).
Tabel 11. Posisi dan waktu pengambilan data mangrove
29 Februari 2004
29 Mei 2004
Stasiun Posisi Stasiun Posisi Geografis
Waktu Waktu
1. Selatan P. Rambut S 050 58,628′ E 1060 41,566′
11:15 WIB 11:30 WIB
2. Barat P. Rambut S 050 58,438′ E 1060 41,393′
12:10 WIB 12:30 WIB
3. Utara P. Rambut S 050 58,437′ E 1060 41,531′
14:30 WIB 15:00 WIB
4. Timur P. Rambut S 050 58,550′ E 1060 41,645′
15:55 WIB 16:00 WIB
Tabel 12. Posisi dan waktu pengambilan data zooplankton
29 Februari 2004
29 Mei 2004
Stasiun Posisi Stasiun Posisi Geografis
Waktu Waktu
1. Selatan P. Rambut S 050 58,742′ E1060 41,372′
09:42 WIB 09:10 WIB
2. Barat P. Rambut S 050 57,241′ E1060 41,142′
09:50 WIB 09:50 WIB
3. Utara P. Rambut S 050 57,938′ E1060 41,588′
10:40 WIB 10:13 WIB
4. Timur P. Rambut S 050 58,441′ E 1060 41,877′
[image:50.612.133.509.484.674.2]